Upload
doanbao
View
264
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN
HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN
PERIKANAN SAMUDERA CILACAP
EKA MAYA KURNIASIH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul DNA Barcoding
dan Analisis Filogenetik Ikan Hiu yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Samudera Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Eka Maya Kurniasih
NIM C54090040
ABSTRAK
EKA MAYA KURNIASIH. DNA Barcoding dan Analisis Filogenetik Ikan Hiu
yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Dibimbing oleh
HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN.
Perairan Indonesia diketahui lebih dari 75 spesies hiu yang ada, yang saat
ini banyak tertangkap dan diperdagangkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti
sirip, minyak hati, daging, tulang, kulit dan mata. Status konservasi CITES dan
IUCN telah menyatakan bahwa sebagian besar spesies hiu terancam dan
menghadapi kepunahan. Mengidentifikasi spesies dari potongan tubuh organisme
tidak dapat dilakukan, oleh karena itu DNA Barcoding dan filogenetik dapat
digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hiu spesies
yang diperdagangkan di pelabuhan perikanan Cilacap dan menentukan hubungan
filogenetiknya. Hasil yang telah berhasil diamplifikasi dari lokus COI
(Cytochrome Oxidase I) sebagai barcoding dalam pembuatan pohon filogeni yang
menunjukkan kekerabatan terdapat 6 kelompok famili hiu yang berbeda yang
diperdagangkan di Cilacap. Hasil ini juga menunjukkan tiga status konservasi
spesies hiu yang tertangkap, yaitu status rawan (Sphyrna zygaena, Alopias
superciliosus, Carcharhinus obscurus, Isurus paucus, dan Isurus oxyrinchus),
status hampir terancam (Pseudocarcharias kamoharai, Carcharhinus falciformis,
Prionace glauca, dan Squalus hemipinnis) dan dalam status terancam (Sphyrna
lewini). Hasil identifikasi ini penting membantu pemerintah untuk membentuk
perlindungan hiu dan kebijakan perdagangan.
Kata kunci: DNA Barcoding, filogenetik, hiu, identifikasi spesies, konservasi,
PPS Cilacap
ABSTRACT
EKA MAYA KURNIASIH. DNA Barcoding and Phylogenetic Analysis of Shark
Landed in Fisheries Port Cilacap. Under Supervision of HAWIS MADDUPPA
and BEGINER SUBHAN.
Indonesian waters are known to be lived by more than 75 species of shark.
Most shark species are now being caught and traded for their body parts,
including their fins, liver oil, meat, bones, skin, and eyes. However, trade data on
shark in Indonesia is very lack. The identification of a shark fin to species level is
very problematic, as morphologically similar species and specimens, which are
poorly preserved or have had key diagnostic features removed, can be difficult to
identify. Therefore this research was conducted to identify shark species being
traded in Cilacap fisheries port, to confirm their conservation status with IUCN
redlist and to determine their phylogenetic relationship. The PCR using COI
(Cytochrome Oxidase I) was successfully amplified for 32 samples. A total of 10
spesies was identified and 6 clusters of different shark family was revealed. These
identified shark were categorized in three IUCN conservation status : vulnerable
status (Sphyrna zygaena, Alopias superciliosus, Carcharhinus obscurus, Isurus
paucus, and Isurus oxyrinchus), near threatened status (Pseudocarcharias
kamoharai, Carcharhinus falciformis, Prionace glauca, and Squalus hemipinnis)
and one species in endangered status (Sphyrna lewini). The identification result is
important to help government to build shark conservation and trading policy.
Keywords: DNA Barcoding, phylogenetic, shark, species identification,
conservation, PPS Cilacap
DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN
HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN
PERIKANAN SAMUDERA CILACAP
EKA MAYA KURNIASIH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : DNA Barcoding dan Analisis Filogenetik Ikan Hiu yang
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap
Nama : Eka Maya Kurniasih
NIM : C54090040
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 26 September 2013
Dr Hawis Madduppa SPi, MSi
Pembimbing I
Beginer Subhan SPi, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah genetika hiu
dengan judul DNA Barcoding dan Analisis Filogenetik Ikan Hiu yang Didaratkan
di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Hawis Madduppa SPi,
MSi dan Bapak Beginer Subhan SPi, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Prof
Dr Drh G Ngurah Mahardika yang telah mendukung penelitian ini. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Laboratorium Indonesian Biodiversity
Research Center, Bali beserta seluruh staff dan pegawai yang telah banyak
memberi saran dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan angkatan Ilmu dan Teknologi Kelautan tahun 2009 atas
dukungannya dan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Eka Maya Kurniasih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. ix
PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
Latar Belakang…………………………………………………………………..1
Tujuan Penelitian………………………………………………………………. 2
METODE………………………………………………………………………… 2
Waktu dan Tempat………………………………………………………......... 2
Bahan…………………………………………………………………………… 2
Alat……………………………………………………………………………... 2
Koleksi Sampel………………………………………………………………… 2
Ekstraksi dan Amplifikasi DNA ……………………………………………… 3
Elektroforesis…………………………………………………………………... 3
Sekuensing DNA……………………………………………………………… 3
Analisis Data…………………………………………………………………… 4
Identifikasi Spesies dan Status Konservasi……………………………….. 4
Analisis Filogenetik……………………………………………………….. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 4
Identifikasi Spesies dan Status Konservasi…………………………………….. 4
Hubungan Filogenetik………………………………………………………….. 8
SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………... 12
Simpulan……………………………………………………………………… 11
Saran………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 12
LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 14
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………… 21
DAFTAR TABEL
1. Hasil identifikasi spesies hiu dan status konservasinya…………. 5
2. Hasil tangkapan ikan hiu di PPS Cilacap…...…………………… 8
3. Matriks jarak genetik spesies ikan hiu di PPS Cilacap.................. 11
DAFTAR GAMBAR
1. Konstruksi pohon filogeni berdasarkan DNA Barcoding hiu yang
didaratkan di PPS Cilacap………………………………….…… 11
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur kerja PCR………………………………………………. 15
2. Komposisi Master Mix pada PCR………………………………… 15
3. Hasil analisis BLAST dalam NCBI……………………………….. 16
4. Hasil pengurutan basa nukleotida………………………………..... 17
5. Spesies hiu yang teridentifikasi dari PPS Cilacap………………… 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penangkapan sumber daya perikanan yang cenderung bersifat
eksploitatif dan pengelolaan dengan menggunakan pendekatan produksi saat ini
sudah pesat yang telah berdampak pada penurunan populasi beberapa jenis
komoditas perikanan yang tergolong andalan komoditas ekspor seperti ikan hiu.
Ikan hiu merupakan ikan bertulang rawan yang termasuk ke dalam kelas
Chondrichthyes yang dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah perairan
Indonesia, baik di perairan territorial, perairan samudera maupun Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEE). Spesies hiu yang ditemukan lebih dari 75 jenis hiu di
perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut sudah banyak
dimanfaatkan dan diperdagangkan (Wibowo dan Susanto 1995). Hampir seluruh
bagian tubuh ikan hiu dapat dimanfaatkan, mulai dari sirip, minyak hati sampai
daging, tulang, kulit dan mata. Indonesia memasok sekitar 15% dari total
kebutuhan sirip hiu dunia, sedangkan negara-negara lainnya hanya sekitar 1%
(Stevens et al. 2000); (Traffic 2002). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar
434 ton sirip ikan hiu diekspor sepanjang tahun 2012. Nilai perdagangan tersebut
mencapai US$ 6 juta atau mencapai Rp 57 miliar.
Perkembangan perdagangan ikan hiu yang telah meningkat serta semakin
intensifnya penangkapan ikan hiu menyebabkan ikan hiu rentan terhadap jumlah
populasinya di perairan Indonesia terutama di perairan selatan Indonesia. Hampir
sebagian besar spesies hiu yang ada termasuk ke dalam daftar merah (IUCN)
sebagai spesies yang terancam punah seperti Sphyrna lewini, Alopias
superciliosus, Carcharhinus obscurus, dan Isurus oxyrinchus.
Perdagangan ikan hiu umumnya hanya dalam bentuk sirip sehingga sulit
untuk diidentifikasi secara konvensional Hebert et al. (2003) memperkenalkan
DNA barcode sebagai sarana untuk mengidentifikasi semua spesies hewan.
Kemampuan barcode DNA untuk mengidentifikasi spesies bergantung pada
degenerasi kode genetik. Taksonomi molekuler DNA barcoding dapat membantu
proses identifikasi ini karena hanya membutuhkan sedikit jaringan tubuh dari ikan
hiu tersebut. Pengkajian keragaman genetik melalui penandaan molekuler
menggunakan DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) baik pada DNA inti dan DNA
mitokondria (mtDNA) akan didapatkan hasil yang dapat mengungkapkan
perbedaan dengan lebih teliti dalam membedakan intra dan interspesies yang
menyangkut tentang struktur, komposisi dan organisasi genom pada tingkat DNA.
Penggunaan mtDNA sebagai gen target semakin banyak di lakukan untuk
identifikasi suatu spesies (Kyle dan Wilson 2007). Kelebihan yang dimiliki oleh
mtDNA sebagai target dalam identifikasi spesies, diantaranya ialah berevolusi
lebih cepat dibandingkan DNA inti, berukuran lebih kecil dibandingkan DNA inti,
terdapat beberapa salinan di dalam sel dan sekuen lengkap mtDNA beberapa
organisme perairan telah diketahui. Oleh karena itu, penggunaan mtDNA sangat
efektif untuk penentuan dan pengidentifikasian keragaman genetik suatu makhluk
hidup. Hal yang mendukung penggunaan mtDNA sebagai penanda genetik salah
satunya adalah karena mtDNA terdapat dalam jumlah copy yang tinggi, sehingga
memudahkan dalam pengisolasian dan purifikasi untuk berbagai keperluan analisa
(Duryadi 1994).
2
Pengetahuan struktur genetik ini penting untuk konservasi dan proteksi
ikan hiu sebagai spesies langka dan terancam serta menduga pengaruh perubahan
terhadap populasi alami. Kondisi yang seperti telah dijelaskan sebelumnya yang
membuat analisis keanekaragaman genetik ikan hiu dengan penentuan marka
mitokondria dalam mengukur kekerabatan spesies ikan hiu dalam populasi dengan
hasil yang ingin dicapai dapat mengidentifikasi spesies ikan hiu yang banyak
ditangkap atau diperdagangkan serta keanekaragaman genetik ikan hiu di perairan
selatan Indonesia, khususnya yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera
Cilacap, Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi spesies ikan hiu secara molekuler dan status
konservasinya dari ikan hiu yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Samudera Cilacap, Jawa Tengah.
2. Menentukan hubungan filogenetik antar spesies ikan hiu yang didaratkan
di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah.
METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel hiu dilakukan pada Bulan November 2012 bertempat
di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah. Pengolahan data sampel
hiu dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Indonesian Biodiversity
Research Center, Bali dan Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vortex, mikrosentrifus,
heating block, forceps, mikropipet, tip pipet, thermo cyler, kalkulator, alat tulis,
timbangan, tabung erlemenyer, gelas ukur, microwave, serta Perangkat Lunak
Mega 5.2.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel daging hiu, larutan
ekstraksi Chelex 10%, sarung tangan, etanol, ddH2O, buffer PCR, dNTP, enzim
taq polymerase, MgCl2, primer, Agarosa, EtBr, loading dye, serta low mass
leader.
Koleksi Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan November 2012 di Pelabuhan
Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah. Sampel yang didapat sebanyak 35
3
sampel yang dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah diisi etanol 96%
sebanyak 1 ml, dan diberi label menurut masing-masing sampel individu. Tabung
yang telah berisi sampel dan ethanol disimpan rapi di Laboratorium.
Ekstraksi dan Amplifikasi DNA
Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan sel dan mengambil
jaringan pada sampel. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Chelex
10% (Walsh et al. 1991). Proses amplifikasi DNA menggunakan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR) Hotstart merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik. Komponen utama dalam PCR
adalah DNA template, dNTPs, buffer PCR, MgCl2, primer, dan enzimpolymerase.
Primer yang digunakan untuk hiu adalah primer modifikasi yang dipakai menggu-
nakan "Matt Craig, Pers. Comm" untuk lokus COI fish BCH: 5'-TAA ACT TCA
GGG TGA CCA AAA AAT CA-3' atau fish BCL: 5'-TCA ACY AAT CAY AAA
GAT ATY GGC AC3' (Baldwin et al. 2009)
Proses PCR pada penelitian ini dilakukan sebanyak 38 kali siklus setiap
siklus terdiri atas tiga tahap. PCR dilakukan dengan menggunakan mesin PCR
(thermo cyler) yang terdiri dari beberapa proses yaitu pemisahan DNA utas ganda
(denaturation) pada suhu 94 oC selama 30 detik, penempelan primer (anneling)
pada suhu 48 oC selama 30 detik dan pemanjangan segmen DNA (ekstention) pada
suhu 72 oC selama 45 detik.
Proses amplifikasi ini dimulai dengan mengisi lembar kerja PCR dengan
tanggal, jumlah sampel, tipe ekstraksi dan catatan lainnya (Lampiran 1). Pengisian
lembar kerja ini dilakukan untuk menghitung berapa banyak master mix (MM)
yang dibutuhkan dan enzim taq Polimerase serta jumlah ekstrak yang digunakan
(Lampiran 2).
Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul
bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik.
Elektroforesis bertujuan untuk mengetahui kualitas DNA dalam produk PCR.
Senyawa dengan muatan elektronnya akan berpindah tempat dalam satu bidang
elektrik sebanding dengan laju kerapatan muatan mereka. Fragmen DNA dengan
panjang yang berbeda divisualisasikan menggunakan pewarna fluorescent spesifik
untuk DNA, seperti bromida etidium. Jenis gel yang digunakan adalah agarosa
yang dapat menunjukkan band atau ukuran fragmen pasangan basa yang dapat
dilihat dengan sinar ultraviolet.
Sekuensing DNA
Sekuensing DNA adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang
terdapat dalam DNA. Urutan DNA berhubungan dengan informasi genetik
turunan dalam nukleus (inti), plasmid, mitokondria, dan kloroplas yang
membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup. Sampel yang sudah
diamplifikasi dengan metode PCR, selanjutnya disekuensing untuk memperoleh
urutan nukleotidanya. Metode sekuen yang digunakan adalah metode Sanger.
4
Proses sekuen DNA dikirim ke Berkeley Sequencing Facility di Amerika untuk
disekuen.
Analisis Data
Identifikasi Spesies dan Status Konservasi
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Mega 5.2
(Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk pembacaan urutan nukleotida
dan penjajaran (alignment) menggunakan ClustalW pada program tersebut untuk
melihat adanya keragaman nukleotida (Tamura et al 2007). Data hasil penjajaran
nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan data yang tersedia pada
GeneBank di NCBI (National Center for Biotechnology Information) dengan
menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool).
Hasil yang diperoleh dari GeneBank dianalisis status konservasinya dengan
menggunakan IUCN (International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources). Tujuan didirikannya IUCN adalah untuk membantu
komunitas di seluruh dunia dalam konservasi alam.Kategori status IUCN Red List
merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi
terhadap spesies-spesies berbagai makhuk hidup yang terancam
kepunahan.Menurut Camhi et al tahun 1998 ada beberapa kategori yang termasuk
kedalam daftar IUCN yaitu punah (Extinct), punah di alam (Extinct in the wild),
sangat terancam (Critically endangered), terancam (Endangered), rawan
(Vulnerable), hampir terancam (Near threatened), tidak mengkhawatirkan (Least
concern), minim informasi (Data deficient) dan belum di evaluasi (Not
evaluated).
Analisis Filogenetik
Filogenetik adalah salah satu sistem klasifikasi yang didasarkan pada
hubungan kekerabatan (evolusi) antara takson satu dengan lainnya (Purnomo dan
Pudjoarinto 1999). Oleh karena itu sistem klasifikasi ini sangat penting untuk
digunakan dalam penelusuran kekerabatan evolusioner diantara berbagai takson
yang ada (Mabrouk et al 2006). Pembuatan rekostruksi filogenetik pada
penelitian ini menggunakan metode maximum likelihood tree dengan
nilaiboostrap 1000, dan Tamura Nei (TN93) model. Outgroup yang digunakan
yaitu Rhinobatus penggali atau pari penggali muncar untuk mengetahui sejauh
mana keakuratan yang diperoleh dari bentukan cabang pohon filogenetik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
DNA Barcoding dan Status Konservasi
Hasil pengurutan basa dianalisis dengan program BLAST (Basic Local
Alignment and Search Tool) yang diperoleh berkisar 99-100% yang
dikategorikan memiliki tingkat homologi yang tinggi yang menandakan bahwa
hasil dari identifikasi dengan forensik DNA sangat sesuai dalam membedakan
spesies terhadap urutan basa DNA yang didapatkan dari suatu urutan lain yang
ada dalam bank data gen. Sampel ikan hiu dari 35 individu berhasil
5
teramplifikasi sebanyak 32 individu, hal ini dapat disebabkan saat pengolahan
sampel pada proses ekstraksi atau PCR tidak berhati-hati sehingga didapatkan
data sekuen yang bukan merupakan jenis hiu tetapi spesies lain, yaitu bakteri,
sehingga dipastikan bahwa sampel ikan hiu mengalami kotaminasi.
Tabel 1. Hasil identifikasi spesies hiu yang didaratkan di PPS Cilacap
menggunakan BLAST dan status konservasi berdasarkan IUCN
Famili Analisis BLAST Nama umum Jumlah
(ekor)
Status
konservasi
Sphyrnidae Sphyrna zygaena Smooth
Hammerhead
2 Rawan
Sphyrna lewini Scalloped
Hammerhead
2 Terancam
Alopiidae Alopias
superciliosus
Bigeye Thresher
Shark
2 Rawan
Pseudocarchariidae Pseudocarcharias
kamoharai
Crocodile Shark 6 Hampir
terancam
Carcharhinidae Carcharhinus
falciformis
Silky Shark 4 Hampir
terancam
Carcharhinus
obscurus
Dusky Shark 2 Rawan
Prionace glauca Blue Shark 2 Hampir
terancam
Lamnidae Isurus paucus Longfin Mako 4 Rawan
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako 5 Rawan
Squalidae Squalus hemipinnis Indonesian
Shortsnout
Spurdog
3 Hampir
terancam
Hasil BLAST (Tabel 1) memberikan informasi bahwa individu yang
terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap teridentifikasi sebagai 6
famili ikan hiu yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yaitu
Sphyrnidae, Alopiidae, Pseudocarchariidae, Lamnidae, Squalidae dan
Carcharhinidae. Famili terbanyak yang ditemukan adalah famili Carcharhinidae
dalam status pada IUCN termasuk hampir teracam. Jenis hiu yang didaratkan di
Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap ada 10 spesies dari 32 individu.
Ada dua spesies dari Famili Sphyrnidae (hammerhead shark) yaitu Sphyrna
zygaena dan Sphyrna lewini (Lampiran 5). Pada penelitian ini hiu spesies Sphyrna
zygaena dan Sphyrna lewini memiliki tingkat kemiripan mencapai 100% dengan
jenis yang ada pada GeneBank (www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/) (Lampiran 2).
Hiu Sphyrna zygaena atau hiu caping atau martil yang hidup didaerah
dekat pantai sampai ke lepas pantai mulai dari lapisan permukaan hingga
kedalaman 20 m atau lebih. Ikan hiu spesies ini kadang tertangkap oleh pancing
rawai hiu banyak dimanfaatkan siripnya karena bernilai pada saat ukuran dewasa
(White et al. 1997). Menurut IUCN (IUCN-SSC 2001) spesies Sphyrna zygaena
(Smooth hammerhead) merupakan spesies ikan hiu dengan status rawan artinya
hiu spesies ini memiliki resiko yang tinggi terhadap kepunahan di alam sehingga
penangkapannya perlu diatur dengan baik dan juga dalam hal produksi jumlah
anak yang dilahirkan 20-50 ekor dalam masa kandungan 10-11 bulan.
6
Spesies lain dari famili Sphyrnidae adalah spesies Sphyrna lewini
(Scalloped hammerhead). Hiu Sphyrna lewini atau hiu martil atau caping dijumpai
dari lapisan permukaan hingga kedalaman 275 m dan jumlah anak yang dilahirkan
12-41 ekor dengan masa kandungan 9-10 bulan (White et al. 1997). Menurut
IUCN (IUCN-SSC 2001) spesies ini termasuk terancam yaitu memiliki resiko
kepunahan di alam yang sangat tinggi dan hiu spesies ini sering tertangkap oleh
pancing rawai hiu dan jaring insang tuna.
Famili Alopiidae hanya teridentifikasi satu spesies yaitu Alopias
superciliosus (bigeye thresher shark ) (Lampiran 5) dengan jumlah 2 individu.
Hasil penelitian ini menunjukkan ikan hiu spesies dari Alopias superciliosus
dengan tingkat kemiripan mencapai 99-100% dengan spesies yang ada di
GeneBank (Lampiran 1). Menurut IUCN tahun 2001 hiu spesies Alopias
superciliosus juga termasuk kedalam kategori rawan sehingga pengelolaan
penangkapan sangat penting dilakukan untuk menjaga kelestarian hiu spesies ini.
Hiu spesies Alopias superciliosus atau dikenal didaerah cilacap sebagai hiu paitan
yang dapat tumbuh mencapai 461 cm dan sering dijumpai mulai dekat pantai
hingga laut lepas, dari permukaan hingga kedalaman 600 m. Makanannya berupa
ikan-ikan dasar dan pelagis serta kelompok cepalopoda. Hiu spesies ini
melahirkan 2-4 ekor anak dengan periode waktu memijah tidak diketahui dan
sering tertangkap oleh pancing rawai tuna dan rawai hiu (White et al. 1997).
Famili Pseudocarchariidae (Lampiran 5) juga teridentifikasi hanya satu
spesies yaitu Pseudocarcharias kamoharai atau hiu tongar dengan jumlah 6
individu. Hiu spesies ini dijumpai mulai dari permukaan hingga pada kedalaman
590 m dan melahirkan 4 ekor anak (White et al. 1997). Status pada IUCN
termasuk hampir teracam.
Famili Carcharhinidae (Lampiran 5) merupakan famili hiu yang
teridentifikasi memiliki jumlah spesies yang paling banyak yaitu 3 spesies hiu
dengan total 8 individu yaitu Carcharhinus falciformis (silky shark) sebanyak
4 individu, Carcharhinus obscurus (Dusky Shark) sebanyak 2 individu dan
Prionace glauca (Blue Shark) sebanyak 2 individu.
Famili dari Carcharhinidae yaitu Prionace glauca (Blue Shark). Status
pada IUCN termasuk hampir teracam artinya kategori ini diyakini akan terancam
keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap
spesies tersebut. Hiu ini jumlah anak yang dilahirkan 4-135 ekor dalam setahun
atau dua tahun dengan lama kandungan 9-12 bulan (White et al. 1997). Hiu ini
dapat dijumpai pada lapisan permukaan hingga kedalaman 800 m.
Hiu spesies Carcharhinus falciformis memiliki tingkat kemiripan spesies
dengan spesies GeneBank mencapai 99-100% (Lampiran 3). Menurut IUCN tahun
2001 hiu dengan jenis Carcharhinus falciformis termasuk kedalam kategori atau
hampir terancam artinya kategori ini diyakini akan terancam keberadaannya di
masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap spesies tersebut.
Carcharhinus falciformis atau hiu lanyam biasanya dapat dijumpai dekat dengan
permukaan dijumpai hingga kedalaman 500 m (White et al. 1997).
Hiu spesies Carcharhinus obscurus memiliki urutan panjang basa
nukleotida dengan persentase kemiripan spesies dengan spesies yang ada di Gene
Bank mencapai 100% (Lampiran 2). Menurut IUCN (2001), hiu spesies
Carcharhinus obscurus termasuk kedalam kategori rawan. Charcharinus
obscurus hidup di daerah dekat pantai hingga laut ke laut lepas pantai, jumlah
7
anak yang dilahirkan 3-14 ekor dengan lama kandungan 16 bulan (White et al.
1997).
Famili Lamnidae (Lampiran 5) hanya teridentifikasi 2 spesies yaitu Isurus
paucus (longfin mako) dan Isurus oxyrinchus (Shortfin Mako) dengan total jumlah
individu paling banyak yaitu 9 individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
hiu spesies Isurus paucus atau hiu tenggiri memiliki tingkat kemiripan spesies
dengan spesies yang ada pada Gene Bank sebesar 100 % (Lampiran 2). Menurut
IUCN tahun 2001 hiu dengan spesies Isurus paucus dengan jumlah 4 individu
termasuk kedalam kategori rawan. Hiu spesies ini melahirkan anak 2-8 ekor
dalam satu kali masa reproduksi dengan periode waktu yang belum diketahui
(White et al. 1997).
Hiu spesies Isurus oxyrinchus (Shortfin Mako) terdapat 5 individu dengan
bentuk tubuhnya langsing sehingga mampu berenang cepat. Hidup di laut terbuka
lepas pantai tetapi sering ditemukan di lapisan permukaan hingga kedalaman 600
m. IUCN tahun 2001 hiu dengan spesies Isurus oxyrinchus dengan jumlah 4
individu termasuk kedalam kategori rawan dapat dilihat dari jumlah melahirkan 4-
25 anak dalam satu kali masa memijah pada periode 15-18 bulan atau reproduksi
yang terjadi setiap 3 tahun (White et al. 1997).
Famili Squalidae (Lampiran 5) teridentifikasi satu spesies yaitu Squalus
hemipinnis (Indonesian Shortsnout Spurdog) dengan jumlah 3 individu. Pada
IUCN termasuk hampir teracam artinya kategori ini diyakini akan terancam
keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap
jenis tersebut. Hiu ini kemungkinan terdapat di perairan yang lebih dangkal
daripada jenis lain dari genus ini serta dapat melahirkan 3-10 ekor anak dalam
satu kali masa memijah dengan periode waktu yang belum diketahui (White et al.
1997).
Ditinjau dari segi ekonomis, ikan hiu memegang peranan penting.
Dagingnya dapat dijadikan olahan makanan atau dibuat tepung ikan, kulit dan
hatinya dibuat minyak ikan yang merupakan sumber vitamin A, dari kelenjar
pankreas dapat dibuat insulin untuk obat kencing manis, siripnya dikeringkan dan
dijual untuk dibuat sirip ikan hiu yang istimewa.
Berdasarkan dari informasi dari PPS Cilacap satu sirip hiu dapat mencapai
harga Rp 100.000. Dari harga tersebut terlihat bahwa sirip hiu sangat bernilai
ekonomis tinggi sehingga nelayan lebih tertarik dengan penangkapan hiu.
Investasi secara besar-besaran akan berdampak penangkapan ikan hiu secara
besar-besaran sehingga menyebabkan beberapa spesies hiu mengalami penurunan
jumlah populasi bahkan kepunahan sehingga dapat berpengaruh pada sistem
ekologi terutama rantai makanan.
Organisasi yang mengeluarkan status konservasi berasal dari organisasi
pemerintahan ataupun organisasi non pemerintahan.Organisasi non pemerintahan
yang saat ini menjadi acuan status konservasi di banyak negara adalah
International Union for Conservation of Nature (IUCN). Pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Kehutanan RI menggunakan acuan status konservasi yang
dikeluarkan oleh IUCN. Lembaga lainnya yang mirip dengan IUCN dan sering
bekerjasama dalam menentukan status konservasi adalah CITES (The Convention
on International Trade in Endangered Species). Berdasarkan International Union
for Conservation of Nature (IUCN) tersebut hiu yang terdapat di Pelabuhan
Samudera Cilacap terdapat 3 kategori yaitu terancam (endangered), rawan
8
(vulnerable), dan hampir terancam (near threatened). Kondisi ini merupakan
kondisi dengan risiko tinggi kepunahan alaminya di habitat alaminya.
Tabel 2. Perbandingan hasil tangkapan ikan hiu di PPS Cilacap dengan hasil DNA
Barcoding
Spesies Ikan Hiu Nama Lokal
Tahun Hasil
DNA
Barcoding 2011 2012 2013
Alopias supercilossus Hiu lutung/paitan 0 128 707 √
Isurus oxyrinchus Hiu mako/cakilan 9358 16713 1654 √
Squalus hempinis Hiu botol/karil 1156 302 120 √
Carcharhinus
falciformis Hiu lanjam 7227 753 2177 √
Alopias Hiu monyet/tikus 84807 8350 8580 √
Carcharhinus sorrah Hiu sorah 7157 69055 9307 −
Sphyrna lewini Hiu martil/capingan 3830 149 245 √
Carcharinus longimanus Hiu koboi 130 79 604 −
Mustelus antarcticus Hiu Londer 260 45 1310 −
Prionace glauca Hiu selendang 1343 670 185 √
Pseudocarcharias
kamoharai Hiu buaya 3 0 0 √
Sumber : Pusat Informasi Produksi Pelabuhan Perikanan Cilacap
Berdasarkan data produksi ikan di PPS Cilacap pada tahun 2011, 2012 dan
2013 (Tabel 2) dari 10 spesies hiu yang teridentifikasi berdasarkan hasil analisis
BLAST terdapat kesamaan dari 11 spesies hiu yang tercatat di PPS Cilacap
seperti spesies Alopias supercilossus, Carcharhinus falciformis, Isurus oxyrinchus,
Squalus hempinis, Sphyrna lewini, Prionace glauca, dan Pseudocarcharias
kamoharai. Pada tahun 2011 hasil tangkapan ikan hiu paling banyak pada spesies
ikan hiu Alopias spp. (hiu monyet/tikus), pada tahun 2012 hasil tangkapan ikan
hiu paling banyak pada spesies ikan hiu Carcharhinus sorrah (hiu sorah) dan pada
tahun 2013 hasil tangkapan ikan hiu paling banyak pada spesies ikan hiu
Carcharhinus sorrah (hiu sorah). Hiu-hiu tersebut menjadi target penangkapan
karena harga jual (terutama siripnya) yang cukup tinggi dibanding dengan hiu
lainnya.
Pada tahun 2012 dan 2013 spesies Pseudocarcharias kamoharai tidak ada
yang didaratkan di PPS Cilacap. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa spesies ini sudah
semakin terancam.Tren ukuran hiu hasil tangkapan nelayan juga menunjukan gejala
penurunan panjang ukuran ikan berdasarkan dari hasil observasi di pendaratan
ikan Cilacap terdapat banyak ditemukan hiu masih berukuran kecil anak (<0.5 kg
atau < 60 cm). Selain itu beberapa spesies hiu sudah jarang didaratkan di PPS
Cilacap seperti hiu buas (Galeocerdo cuvier) dan hiu martil (Sphyrna lewini) dan
bahkan hiu gergaji (Pristis microdon) sudah tidak pernah didaratkan di pelabuhan
ini (PPS Cilacap 2009).
Menurut Ayotte 2005 menerangkan bahwa beberapa jenis hiu melahirkan
di dasar lautan, namun sebagian besar jenis hiu melahirkan di kawasan terumbu
karang, di dangkalan perairan pantai, atau wilayah estuari dimana berlimpah
makanan. Daerah-daerah tersebut adalah daerah tangkapan utama bagi nelayan,
9
sehingga kegiatan penangkapan ikan sering tumpang tindih dengan daerah
berkembang biaknya hiu. Kegiatan penangkapan ikan dapat menyebabkan mereka
hilang dari lautan sebelum mencapai masa reproduksi. Demikian pula degradasi
lingkungan laut tersebut dapat mengancam daerah asuhan mereka (Camhi 1998).
Hal ini yang membuat ikan hiu terkadang mudah tertangkap yang merupakan hasil
sampingan dari jenis ikan lain yang menjadi tujuan utama penangkapan seperti
ikan tuna, tongkol dan udang. Walaupun demikian, hasil tangkapan hiu terus
meningkat setiap tahunnya (Compagno 1984). Penggunaan alat tangkap didaerah
Cilacap yang mengunakan jaring liong bun atau disebut dengan bottom gillnet
serta menggunakan rawai cucut yang banyak digunakan masyarakat sekitar
Cilacap. Walaupun sebagian besar produksi perikanan hiu di Indonesia dihasilkan
dari hasil tangkap sampingan, akan tetapi menurut data FAO sudah sangat cukup
menempatkan posisi Indonesia sebagai negara yang mempunyai produksi
perikanan hiu terbesar di dunia dengan menguasai 12,1% tangkapan ikan hiu di
dunia selama kurun waktu 1990-2004 (Lack dan Sant 2006).
Sebagian besar spesies hiu tumbuh dan berkembang sangat lambat serta
memerlukan waktu bertahun-tahun hingga mencapai usia dewasa (Hoeve 1988).
Pada hiu berukuran besar, biasanya memerlukan waktu enam hingga delapan
belas tahun atau lebih untuk mencapai usia dewasa (Last dan Stevens 1994). Para
ilmuwan kesulitan untuk menentukan umur hidup hiu. Spesies hiu tertentu yang
berukuran besar dapat hidup hingga umur 40 tahun lebih (White et al. 2002). Hiu
mempunyai daur reproduksi yang panjang (satu atau dua tahun untuk beberapa
jenis hiu) serta waktu pengeraman yang lama juga (Compagno 1984). Proses
pengeraman untuk hiu berukuran kecil mencapai tiga hingga empat bulan
sedangkan untuk hiu berukuran besar bisa mencapai dua tahun atau lebih. Hiu
mempunyai tingkat fekunditas (fecundity rate) yang rendah. Jumlah embrio yang
dilahirkan serta membutuhkan waktu lama mengakibatkan mudah terjadi
eksploitasi pada sumberdaya hiu karena kemampuan pulihnya yang rendah.
Upaya menjaga kualitas habitat dan ekosistem laut juga menjadi keharusan untuk
mempertahankan keseimbangan dan keberlangsungan ikan hiu.
Hubungan Filogenetik
Kekerabatan antar jenis dianalisis dengan topologi pohon filogenetik yang
menunjukkan ada 10 spesies yang termasuk dalam 6 famili yang berbeda yang
terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Tingkat kepercayaan dari
topologi pohon filogeni dilihat dari pengujian dengan metode bootstrapping yaitu
dengan melihat nilai bootstrap support yang muncul dari konstruksi percabangan
pohon suatu clade yang diulang sebanyak 1000 kali pengulangan. Hasil pengujian
dengan metode bootstraping ditampilkan dalam bentuk diagram kladogram
disertai nilai penghitungan boostrap di setiap percabangannya (Gambar 1).
Semakin tinggi nilai bootstrap (mencapai nilai 100%), maka akurasi dari
percabangan pohon filogeni yang terbentuk semakin tinggi.
Dalam pohon filogeni, penambahan outgroup perlu sebagai perbandingan
dalam menentukan spesies yang berbeda dalam ingroup. Perbandingan ini dapat
dilakukan dengan melihat jarak genetik antara ingroup dan outgroup, serta antar
ingroup itu sendiri. Outgroup merupakan satu atau sekelompok organisme atau
10
taksa yang berkerabat jauh dengan taksa ingroup; sementara ingroup merupakan
spesies atau organisme yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 1. Konstruksi pohon filogeni berdasarkan DNA Barcoding hiu yang
didaratkan di PPS Cilacap
Pada topologi pohon filogenetik terdapat skala 0.1 yang menunjukkan
bahwa dari 10 urutan nukleotida ada 1 basa yang berubah di setiap percabangan.
Pada setiap percabangan yang membentuk clade atau kelompok yang didukung
oleh nilai boostrap juga didukung oleh nilai jarak genetik. Jarak genetik
digunakan dalam melihat kedekatan hubungan antara spesies ikan hiu di Cilacap. Matriks perbedaan jarak genetik dari spesies ikan hiu di PPS Cilacap dapat dilihat
pada Tabel 3.
11
Tabel 3. Matriks jarak genetik antar spesies ikan hiu yang didaratkan di PPS
Cilacap
Spesies
Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1
2 0,088
3 0,100 0,083
4 0,246 0,234 0,253
5 0,243 0,252 0,251 0,284
6 0,245 0,260 0,231 0,269 0,148
7 0,183 0,187 0,195 0,221 0,191 0,169
8 0,176 0,193 0,187 0,198 0,202 0,218 0,131
9 0,044 0,095 0,100 0,235 0,222 0,235 0,184 0,156
10 0,038 0,089 0,097 0,235 0,254 0,261 0,190 0,174 0,040
11 0,258 0,270 0,275 0,284 0,257 0,276 0,271 0,261 0,240 0,251
Keterangan
Spesies 1 : Carcharhinus falciformis Spesies 7 : Alopias superciliosus
Spesies 2 : Sphyrna zygaena Spesies 8 : Pseudocarcharias kamoharai
Spesies 3 : Sphyrna lewini Spesies 9 : Prionace glauca
Spesies 4 : Squalus hemipinnis Spesies 10: Carcharhinus obscurus
Spesies 5 : Isurus oxyrinchus Spesies 11: Rhinobatus penggali
Spesies 6 : Isurus paucus
Semakin dekat jarak genetik, maka semakin dekat hubungan kekerabatan
antar clade dalam pohon filogeni. Pada matrik jarak genetik dalam Tabel 3, nilai
jarak genetik terjauh adalah antara Rhinobatus penggali dan Squalus hemipinnis
dengan nilai 0.284 yang dijadikan sebagai pembanding antara jarak genetik
outgroup dan ingroup. Sementara jarak genetik antar ingroup dalam masing-
masing clade berkisar antara 0.040 – 0.284 %.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DNA Barcoding dapat digunakan hanya berdasarkan sampel daging atau
morfologi individu yang tidak utuh sebagai teknik identifikasi hiu yang akurat,
sampai tingkat spesies. Hasil konstruksi pohon filogeni dari urutan basa
nukleotida menunjukkan kekerabatan hiu yang didaratkan terbagi kedalam 10
spesies dengan 6 famili berbeda yang juga memperlihatkan kedekatan dan jarak
genetik yang berbeda. Hasil dari DNA Barcoding ikan hiu yang diidentifikasi di
PPS Cilacap sebanyak 10 spesies yang masuk dalam 3 kategori status konservasi,
yaitu status rawan (Sphyrna zygaena, Alopias superciliosus, Carcharhinus
obscurus, Isurus paucus, dan Isurus oxyrinchus), status hampir terancam
(Pseudocarcharias kamoharai, Carcharhinus falciformis, Prionace glauca, dan
Squalus hemipinnis) dan dalam status terancam (Sphyrna lewini).
12
Saran
Perlu dilakukan penelitian dalam bidang genetika yang lebih lanjut untuk
membuat database yang lebih luas mengenai jumlah, tempat, serta spesies hiu
yang ditangkap di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, perlu juga dilakukan
penelitian mengenai perdagangan hiu dalam segi ekonomi dan sosial untuk
mengetahui peranan perdagangan hiu bagi sentra ekonomi dan sosial masyarakat
pesisir. Dimana database dan hasil sosial ekonomi ini dapat digunakan sebagai
dasar dalam penentuan kebijakan konservasi dan perdagangan hasil laut,
khususnya hiu di kawasan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ayotte, L. 2005. Sharks-Educator’s Guide. 3D Entertaintment ltd. And United
Nations Environtment Program.
Baldwin CC, Mounts JH, Smith DG, Weigt LA. 2009. Genetic identification and
color descriptions of early life-history stages of Belizean Phaeoptyx and
Astrapogon (Teleostei: Apogonidae) with comments on identification of
adult Phaeoptyx. Zootaxa 2008: 1–22.
Camhi M, Fowler, J. Musick, A. Brautigam and S. Fordham 1998. Sharks and
their relatives, ecology and conservation.Occasional Paper of the IUCN
Species Survival Commission No.20.IUCN, Gland, Switzerland and
Cambridge, UK. 39p.
Compagno.I.J. 1984. “FAO species catalogue.Vol 4.Sharks of the world. An
annoted and illustrate catalogue of shark species known to date Part 2.
Carcharniformes”.FAO ful, Synop.(125) vol 4. 655p.
Duryadi D. 1994. Peranan DNA Mitokondria (mtDNA) dalam Studi Keragaman
Genetik dan Biologi Populasi pada Hean hayati 1(1) : 1-4 Hoeve, U. W. 1988. Ensiklopedi Indonesia Serial Ikan. P.T. Dai Nippon Printing
Indonesia. Jakarta. 252. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources [IUCN].
2001. IUCN Red list categories and criteria IUCN-The World
Conservation Union. Gland. Swizerland and Cambridge, UK.34p
Kyle CJ, Wilson CC. 2007. Mitochondrial DNA identification of game and
harvested freshwater fish spesies.Forensic Sciece Internasional 166(1):
68-76. Lack, M. & Sant, G. 2006. Confronting Shark Conservation Head On!. Cambridge:
TRAFFIC International. iv+29 hal.
Last, P. R. & J. D. Stevens. 1994. Sharks and Rays of Australia. Fisheries Research
and Development Corporation. 513 p.
Mabrouk, M.S., M. Hamdy, M. Mamdouh, M. Aboelfotoh, and Y.M. Kadah.
2006. BIOINFTool: Bioinformatics and sequence data analysis in
molecular biology using Matlab. Proc. Cairo International Biomedical
Engineering Conference.
Purnomo dan A. Pudjoarinto. 1999. Struktur Perkembangan I (Morfologi
Tumbuhan). Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta, hal.1-3.
13
Stevens J.D., Bonfil, R, Dulvy, and Walker, P.A. 2000. The effects of fishing on
sharks, rays and chiemaeras (chondrinhtyans), and the implications for
marine ecosistem. ICES Journal of Marine Science, 57:476-494.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. Mega 4: Molecular Evolutionary
Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol.24:1596-
1599.
Traffic. (2002). A CITES priorities: Sharks and the twelfth meeting of the
conference of the parties to CITES. Retrieved 6 February, 2004, from
(http://www.traffic.org/news/Sharks_CoP12.pdf)
Walsh PS, Mezger DA, Higuchi R. 1991. Chelex 100 as a medium for simple
extraction of DNA for PCR-based typing from forensic material.
Biotecniques. 1991 Apr 10(4):506.
Wibowo S. dan H. Susanto. 1995. Sumberdaya dan Pemanfaatan Hiu. Penebar
Swadaya. Jakarta. 156 hal. White, W. T., N. G. Hall and I. C. Potter. 2002. Reproductive biology and growth
during pre and postanal life of T. personata and T. mucosa. Marine Biology
140: 699-712. White, W.T Last PR, Stevens JD, Yearsley GK, Fahmi, Dharmadi. 1997.
Economically important sharks and rays of Indonesia. National Library of
Australia Catalouguing in Publication entry. ACIAR monograph series ;
no.124:1-338
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1. Prosedur Kerja PCR
1. Gunakan Gloves(sarung tangan) kemudian keluarkan reagen: Air, dNTP,
buffer PCR, MgCl2, Primer 1 dan Primer 2 dari freezer untuk mencairkan.
2. Isi lembar kerja PCR dengan tanggal, jumlah sampel, tipe ekstraksi dan
catatan lainnya.
3. Tandai dan nomori tabung PCR dalam rack
4. Setelah bahan cair, jentikkan setiap tabung dengan jari untuk mencampur,
kocok isi hingga dasar tabung.
5. Buat campuran MM 1 : gunakan pipet NO DNA, tambahkan bahan sesuai
dengan volume yang telah dihitung dalam daftar di lembar PCR di tabung
1,5mL. Gunakan tip berbeda untuk setiap penambahan reagen. Pipet naik
turun untuk mencampur reagen sepenuhnya.
6. Gunakan pipet NO DNA, buat MM 2 dalam tabung 1,5mL terpisah, tetapi
jangan menambahkan taq.Gunakan tip berbeda untuk setiap penambahan
reagen. Pipet naik turun untuk mencampur reagen sepenuhnya.
7. Gunakan pipet NO DNA, bagi 14 μL MM1 ke dalam setiap tabung PCR.
8. Pindahkan DNA ekstra Chelex dari ruang pendingin dan jika perlu,
sentrifugasi singkat untuk menghilangkan kondensasi. Gunakan pipet
DNA rendah, tambahkan 1 μL DNA ekstrak untuk setiap tabung.
9. Ambil taq sesuai yang di inginkan dari freezer kemudian tambahkan
kedalam MM2 dan pipet naik turun untuk mencampur.
10. Pilih dan mulai program hot-star PCR. Biarkan penutup panas dan tahan
sebentar sampai suhu mencapai 800 C. Kemudian tempatkan strip tabung
ke dalam mesin PCR.
11. Atur hingga 10μL pipetman, pipet naik turun MM2 untuk mencampur,
kemudian tambahkan MM2 ke dalam masing-masing tabung dan ganti tip
untuk setiap sampel.
12. Unpause program dan lihat layar mesin PCR untuk menjamin bahwa
mesin PCR sedang bekerja.
13. Bersihkan tempat kerja, letakkan reagen ke dalam freezer dan ekstrak
DNA ke dalam lemari pendingin.
Lampiran 2. Komposisi Master Mix pada PCR
Master mix ..... tabung
STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template)
MM 1 MM 2
ddH2O 5,5 9
10x Buffer PCR (PE-II) 1,5 1
dNTPs (8 mM) 2,5 ....
MgCl2 (25 mM) 2 ....
Primer 1 (10 mM) 1,25 ....
Primer 2 (10 mM) 1,25 ....
Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL) ..... 0,125
Total 14 10,125
16
Lampiran 3.Tabel hasil identifikasi ikan hiu yang didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Cilacap dengan menggunakan BLAST. No Sample
Code
BLAST analysis Geberal Name IUCN red list Simililarity (%) GeneBank
Accession
1 IBRC.03.42.
01
Pseudocarcharias
kamoharai
Crocodile Shark Near
Threatened
99 FJ519579.1
2 IBRC.03.44.
01
Carcharhinus falciformis Silky Shark Near
Threatened
100 EU398611.1
3 IBRC.03.46.
01
Isurus paucus Longfin Mako Vulnerable 100 FJ519011.1
4 IBRC.03.47.
01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 100 FJ518947.1
5 IBRC.03.48.
01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 99 JQ654705.1
6 IBRC.03.49.01
Sphyrna lewini Scalloped Hammerhead
Endangered 100 FJ519428.1
7 IBRC.03.50.
01
Carcharhinus obscurus Dusky Shark Vulnerable 100 KC470543.1
8 IBRC.03.52.01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 100 JQ654705.1
9 IBRC.03.53.
01
Sphyrna lewini Scalloped
Hammerhead
Endangered 100 FJ519428.1
10 IBRC.03.54.
01
Pseudocarcharias
kamoharai
Crocodile Shark Near
Threatened
99 JQ654709.1
11 IBRC.03.57.01
Prionace glauca Blue Shark Near Threatened
100 JQ654713.1
12 IBRC.03.58.
01
Pseudocarcharias
kamoharai
Crocodile Shark Near
Threatened
99 FJ519579.1
13 IBRC.03.59.01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 99 JQ654713.1
14 IBRC.03.60.
01
Alopias superciliosus Crocodile Shark Near
Threatened
99 FJ519579.1
15 IBRC.03.61.01
Isurus paucus Longfin Mako Vulnerable 100 FJ519011.1
16 IBRC.03.62.
01
Isurus paucus Longfin Mako Vulnerable 100 FJ519011.1
17 IBRC.03.64.01
Alopias superciliosus Bigeye Thresher Shark
Vulnerable 99 DQ108329.1
18 IBRC.03.66.
01
Carcharhinus falciformis Silky Shark Near
Threatened
100 EU398611.1
19 IBRC.03.67.
01
Carcharhinus falciformis Silky Shark Near
Threatened
100 EU398611.1
20 IBRC.03.68.01
Prionace glauca Blue Shark Near Threatened
100 JQ654713.1
21 IBRC.03.69.
01
Carcharhinus obscurus Dusky Shark Vulnerable 100 KC470543.1
22 IBRC.03.70.01
Sphyrna zygaena Smooth Hammerhead
Vulnerable 100 EU399018.1
23 IBRC.03.72.
01
Squalus hemipinnis Indonesian
Shortsnout Spurdog
Near
Threatened
100 EF539308.1
24 IBRC.03.73.01
Squalus hemipinnis Indonesian Shortsnout
Spurdog
Vulnerable 100 EF539308.1
25 IBRC.03.74.
01
Sphyrna zygaena Smooth
Hammerhead
Vulnerable 100 EU399018.1
26 IBRC.03.76.
01
Squalus hemipinnis Indonesian
Shortsnout Spurdog
Near
Threatened
100 EF539308.1
27 IBRC.03.78.
01
Pseudocarcharias
kamoharai
Crocodile Shark Crocodile
Shark
100 FJ519579.1
28 IBRC.03.79.
01
Alopias superciliosus Bigeye Thresher
Shark
Vulnerable 100 DQ108329.1
29 IBRC.03.80.
01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 100 FJ518947.1
30 IBRC.03.82.
01
Carcharhinus
falciformis
Silky Shark Near
Threatened
100 EU398611.1
31 IBRC.03.83.
01
Isurus paucus Longfin Mako Vulnerable 100 FJ519011.1
32 IBRC.03.10
1.01
Isurus oxyrinchus Shortfin Mako Vulnerable 100 FJ518947.1
17
Lampiran 4.Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada sampel ikan hiu
di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah.
#IBRC034401_Carcharhinus falciformis658
ACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGTAATTCGAGCTGAACTTGGACAACCAG
GATCTGTAATTGTAACCGCCCACGCTTTCGTAATAATTGGTGGTTTTGGGAATTGGCT
AGTTCCTTTAACCACGAATAAATAACATAAGCTTCTGGCTTCTTCCGCT………………
#IBRC036601_Carcharhinus falciformis679
AAAGATATTGGCACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGGATAGTAGGTACCG
CCCTTAGCTTACTTATTCGAGCAGAATTAAGCCAACCTGGTTCTCTTCTGGGAGATGA
TCAAATCTATAATGTTATCGTAACTGCTCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATAGTAA
TGCCTGTAATAATCGGTGGATTCGGAAACTGATTAGTACC………………………………..
#IBRC036701_Carcharhinus falciformis670
GGCACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGGATAGTAGGTACCGCCCTTAGCT
TACTTATTCGAGCAGAATTAAGCCAACCTGGTTCTCTTCTGGGAGATGATCAAATCTA
TAATGTTATCGTAACTGCTCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTAT….…………………….
#IBRC038201_Carcharhinus falciformis665
ACCCTTTACCTGATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTCC
TAATTCGAGCTGAACTTGGGCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGATCAGATTTATAA
TGTAATCGTAAC……………………
#IBRC037401_Sphyrna zygaena670
GGCACCTTGTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATGGTAGGGACAGCCCTAAGCC
TTTTAATTCGTGCCGAACTGGGTCAGCCTGGTTCCCTCCTAGGGGATGATCAGATTTAT
AATGTTATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATAATTTTCT……………………………….
#IBRC037001_Sphyrna zygaena676
GATATTGGCACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCC
TAAGTCTTCTAATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCA
GATTTATAATGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATG…………..
#IBRC035301_Sphyrna lewini670
GGCACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATAGTGGGAACAGCCCTAAGCC
TTTTAATTCGAGCTGAACTGGGACAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGACCAAATCTA
TAATGTAATTGTAACCGCCCATGCATTCGTAATAATCT…………….
#IBRC034901_Sphyrna lewini670
GGCACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTC
TTCTAATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTA
TAATGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTT……………………………….
#IBRC037601_Squalus hemipinnis676
GATATTGGCACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGGACAGCCC
TAAGCCTCCTAATTCGAGCTGAACTTGGGCAACCTGGATCTCTTTTAGGAGATGATCA
GATTTATAATGTAATTGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAAT……………………………..
#IBRC037301_Squalus hemipinnis673
GGCACCTTGTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATGGTAGGGACAGCCCTAAGCC
TTTTAATTCGTGCCGAACTGGGTCAGCCTGGTTCCCTCCTAGGGGATGATCAGATTTAT
AATGTTATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATAATTTTCTTTAT………………………….
#IBRC037201_Squalus hemipinnis667
18
ACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTTCT
AATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATAAT
GTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTA……………………………….
#IBRC035901_Isurus oxyrinchus 664
CCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTTCTA
ATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATAATG
TAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATGG…………………………….
#IBRC034801_Isurus oxyrinchus 660
CCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTTCTA
ATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATAATG
TAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATGGT……………………………
#IBRC035201_Isurus oxyrinchus 665
CACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTT
CTAATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATA
ATGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTT…..………………………………
#IBRC034701_Isurus oxyrinchus 667
ACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTTCT
AATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATAAT
GTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTTATGG……………………………
#IBRC0310101_Isurus oxyrinchus 677
AGATATTGGCACCTTGTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATGGTAGGGACAGCC
CTAAGCCTTTTAATTCGTGCCGAACTGGGTCAGCCTGGTTCCCTCCTAGGGGATGATC
AGATTTATAATGTTATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATA………………………………
#IBRC036201_Isurus paucus 585
TGGGTCAGCCAGGTTCTCTTCTAGGGGACGATCAGATTTATAATGTTATTGTAACCGC
CCATGCATTTGTAATGATTTTCTTCATGGTAATGCCCGTGATAATTGGGGGCTTTGGGA
ACTGACTGGTGCCTTTAATGATCGGTGCACCCGATATGGCC………………………….
#IBRC036101_Isurus paucus 558
TTCGCGCCGAACTGGGTCAGCCAGGTTCTCTTCTAGGGGACGATCAGATTTATAATGT
TATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATGATTTTCTTCATGGTAATGCCCGTGATAATTG
GGGGCTTTGGGAACTGACTGGTGCCTTTAATGATCGGTGCA…………………………….
#IBRC034601_Isurus paucus 665
ACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATAGTGGGAACAGCCTTAAGCCTTT
TAATTCGAGCTGAACTGGGACAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGACCAAATCTATAA
TGTAATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATAATCTTCTTCATGGT………………………
#IBRC038301_Isurus paucus 663
TGTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATGGTAGGGACAGCCCTAAGCCTTTTAAT
TCGTGCCGAACTGGGTCAGCCTGGTTCCCTCCTAGGGGATGATCAGATTTATAATGTT
ATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATAATTTTCTTTATG………………………………….
#IBRC037901_Alopias superciliosus 667
ACCCTTTACCTGATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTCC
TAATTCGAGCTGAACTTGGGCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGATCAGATTTATAA
TGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTCATG…………………………..
#IBRC036401_Alopias superciliosus 668
CACCCTGTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGGATAGTGGGAACAGCCCTAAGCCTT
CTAATTCGCGCCGAACTGGGTCAGCCAGGTTCTCTTCTAGGGGACGATCAGATTTATA
ATGTTATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATGATTTTCTTCATG………………………….
19
#IBRC036001_Pseudocarcharias kamoharai 666
CACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATAGTGGGAACAGCCCTAAGCCTT
TTAATTCGAGCTGAACTGGGTCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGACCAAATCTATA
ATGTGATTGTAACCGCCCATGCATTCGTAATAATCTTCTTCATGGT…………………….
#IBRC035801_Pseudocarcharias kamoharai 661
CACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATAGTGGGAACAGCCCTAAGCCTT
TTAATTCGAGCTGAACTGGGTCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGACCAAATCTATA
ATGTAATTGTAACCGCCCATGCATTCGTAATAATC………………………………………..
#IBRC035401_Pseudocarcharias kamoharai 663
CCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTCCTA
ATTCGAGCTGAACTTGGGCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGATCAGATTTATAATG
TAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTTCA………………………………….
#IBRC034201_Pseudocarcharias kamoharai 574
TAGGAGATGACCAGATTTATAATGTAATTGTAACCGCCCACGCTTTCGTAATAATCTT
TTTTATAGTTATGCCAATCATAATTGGTGGCTTCGGGAATTGATTAGTTCCTTTAATAA
TTGGTGCACCAGACATGGCCTTCCCACGAATA……………………………………………..
#IBRC038001_Isurus oxyrinchus 673
GGCACCCTTTACCTGATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTC
TCCTAATTCGAGCTGAACTTGGGCAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGATCAGATTTA
TAATGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCT……………………………………
#IBRC037801_Pseudocarcharias kamoharai 664
CCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGCCCTAAGTCTTCTA
ATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGATCAGATTTATAATG
TAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGTAATAATCTTTTT……………………………………
#IBRC035701_Prionace glauca 662
GCCCTAAGCCTTCTAATTCGCGCCGAACTGGGTCAGCCAGGTTCTCTTCTAGGGGACG
ATCAGATTTATAATGTTATTGTAACCGCCCATGCATTTGTAATGATTT………………….
#IBRC036801_Prionace glauca 406
CCACCATCATTTCTTCTTCTCCTCGCCTCTGCTGGAGTAGAAGCTGGAGCAGGTACTG
GTTGAACAGTTTATCCTCCATTAGCTAGTAACCTAGCACATGCTGGACCATCTGTTGA
TTTAGCTATTTTCTCTCTTCACTTAGCCGGTGTGTC………………………………………..
#IBRC036901_Carcharhinus obscurus 689
AAGATATTGGCACCCTTTACCTAATTTTTGGTGCATGAGCAGGTATAGTTGGAACAGC
CCTAAGTCTTCTAATTCGAGCTGAGCTTGGACAACCTGGATCACTTTTAGGGGATGAT
CAGATTTATAATGTAATCGTAACCGCCCACGCTTTTGT……………………………………
#IBRC035001_Carcharhinus obscurus 671
ACCCTTTATTTAATCTTTGGTGCATGAGCAGGAATAGTGGGAACAGCCCTAAGCCTTT
TAATTCGAGCTGAACTGGGACAACCTGGATCACTTTTAGGAGATGACCAAATCTATAA
TGTAATTGTAACCGCCCATGCATTCGTAATAATC…………………………………………..
#R. penggali muncar 682
AAAGATATTGGCACCCTATACTTGATCTTTGGTGCTTGAGCAGGGATAGTTGGTACTG
GCCTTAGTCTGCTTATTCGAACAGAACTTAGTCAACCAGGCTCACTCATAGGGGATGA
CCAAATCTACAATGTCATCGTAACAGCTCATG……………………………………………
20
Lampiran 5. Spesies hiu yang teridentifikasi di Pelabuhan Perikanan
Samudera Cilacap,JawaTengah.
Sumber : White et al 1997(Economically important sharks and rays
of Indonesia
Alopias superciliosus
(Hiu Paitan/Lutung)
Sphyrna lewini
( Hiu Caping/ Martil)
Sphyrna zygaena
( Hiu Caping/Martil)
Squalus hempinis
(HiuBotol/Karil)
Pseudocarcharias kamoharai
(Hiu Buaya/Tongar)
Isurus paucus
(Hiu Tenggiri)
Isurus oxyrinchus
(Hiu Mako/Cakilan Air)
Carcharhinus falciformis
(Hiu Lanjam)
Carcharhinus obscurus
(Hiu Lanyam)
Prionace glauca
(Hiu Selendang)
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 23 Mei 1991
dari ayah yang bernama Desuryawarman dan ibu Yeni
Hartinah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Jambipada
tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten
mata kuliah Biologi Laut periode 2011-2012 dan periode 2012-2013 dan asisten
mata kuliah Keanekaragaman Hayati Laut periode 2012-2013. Penulis juga
pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa yang didanai oleh DIKTI tahun
2012. Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK sebagai
anggota Biro Corporation periode 2011-2012 dan sebagai sekretaris Advokasi
dan Kesejahteraan Mahasiswa periode 2012-2013. Selain itu, penulis juga aktif
sebagai sekretaris dalam organisasi Marine Biologi Club periode 2011-2012 dan
periode 2012-2013 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa
Jambi (HIMAJA) pada periode 2011-2012. Sejak awal tahun 2013 penulis juga
bergabung di Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) Bali sebagai
Junior Research Fellow.
Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “DNA Barcoding dan
Analisis Filogenetik Ikan Hiu yang didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Samudera
Cilacap”