2
Meninjau permasalahan tersebut dan melihat tingkat pertumbuhan ekonomi di kawasan kampung Lio sudah meningkat maka dirasa cukup bagi TIS untuk menunjukkan kiprahnya di kawasan tersebut. Sehingga TIS pun hijrah ke kawasan Pocin untuk membangun rumah baca dengan sasaran yang sama yaitu anak-anak jalanan dan pengamen. Tetapi karena kendala tempat yang terletak cukup jauh untuk dijangkau, kegiatan di rumah bacapun hanya bertahan selama 2-3 bulan. Dimana akhirnya TIS kembali melakukan peninjauan tempat untuk secepatnya dilakukan transisi.Tindakan tersebut dipilih sebab TIS menyadari akan cita-cita utama TIS untuk mengayomi masyarakat marginal. Sehingga dibentuk tim transisi untuk memilih tempat yang sesuai agar TIS dapat menanamkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Karang Pola (Karpol) yang dijadikan sebagai tempat persinggahan TIS hingga saat ini. Karang Pola sekilas merupakan kawasan perumahan elit. Tetapi jika ditelusuri ke bagian belakang ternyata terdapat kawasan kumuh yang dihuni oleh para pemulung yang mengais rejekinya di tempat tersebut. Inilah yang menjadi kemantapan pengurus TIS untuk membangun rumah belajar di kawasan Karpol guna membantu peningkatan pendidikan anak di kawasan tersebut. Niat baik ini mendapat respon positif dari salah satu tokoh masyarakat yang disegani di kawasan tersebut yaitu Pak Romel. Beliau mengizinkan TIS untuk membangun rumbelnya di lahan sekitar pemukiman kumuh tersebut. Sehingga pada Januari 2014, berdirilah sebuah rumah belajar yang dikenal dengan sebutan “Saung Karpol”. Kebahagiaan begitu terlihat dari wajah para pengurus TIS FTUI saat itu. Semangat yang tinggi untuk mulai melakukan kegiatan mengajar di TIS ditularkan kepada warga teknik lainnya. Tanpa henti TIS terus merangkul masyarakat sekitar kawasan Karpol yang masih terkesan asing terhadap TIS untuk bisa bersahaja dan menerima TIS sebagai keluarga mereka. Berbagai upaya dilakukan untuk menarik minat anak-anak Karpol mau belajar dan datang secara rutin ke saung Karpol. Satu per satu hambatan dalam pengembangan jalanan dan pengamen dengan tujuan mendidik mereka agar mau bersekolah. Kegiatan mengajar anak jalanan ini dimulai di kampung Lio, di belakang terminal Depok. Lokasi ini memang terkenal dengan kawasan berpenduduk marjinal dan lokasinya pun dekat dengan kampus UI Depok sehingga menjadi pilihan untuk mendirikan Technique Informal School (TIS) di kawasan tersebut. Pada awalnya, kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30 orang anak jalanan dengan usia 4 sampai 10 tahun. Untuk memudahkan proses belajar, TIS mengontrak rumah di sekitar tempat mayoritas peserta didik bermukim, yakni di dekat rel kereta daerah Kampung Lio, Depok. Kegiatan belajar di tempat tersebut berlangsung kurang lebih setengah tahun. Kemudian, karena kesulitan dalam meneruskan kontrak rumah dan alasan sanitasi yang buruk, TIS memutuskan mencari tempat lain. Niat tersebut terkabul saat pengurus RW setempat menyediakan sekretariat RW 13 untuk digunakan sebagai tempat belajar karena banyaknya permintaan dari masyarakat setempat untuk mengikutkan anaknya menjadi peserta didik TIS. Kemudian TIS membuka pendaftaran murid baru. Di sisi lain, status kegiatan ini di kampus juga semakin kuat dan mulai dikenal secara luas oleh mahasiswa teknik. Tahun terus berganti, TIS berusaha untuk lebih mandiri dengan kembali mengontrak rumah di kawasan Lio. Hal ini tidak terlepas dari bantuan ILUNI TEKNIK dan ILUNI UI baik moril maupun materiil. Namun sayangnya seiring berjalannya waktu selama kurang lebih 10 tahun TIS mengajar di kampung Lio terlihat suatu ketergantungan warga sekitar kepada TIS dengan menganggap TIS hanya sebagai wadah privat bagi anak-anaknya. Hal ini bertentangan dengan tujuan TIS, dimana sebenarnya TIS ingin mengembangkan pendidikan anak yang lebih baik tetapi bukan membuat ketergantungan sang anak kepada TIS.

Doc1

Embed Size (px)

Citation preview

  • Meninjau permasalahan tersebut dan melihat tingkat

    pertumbuhan ekonomi di kawasan kampung Lio

    sudah meningkat maka dirasa cukup bagi TIS untuk

    menunjukkan kiprahnya di kawasan tersebut.

    Sehingga TIS pun hijrah ke kawasan Pocin untuk membangun rumah

    baca dengan sasaran yang sama yaitu anak-anak jalanan dan

    pengamen. Tetapi karena kendala tempat yang terletak cukup jauh

    untuk dijangkau, kegiatan di rumah bacapun hanya bertahan selama

    2-3 bulan. Dimana akhirnya TIS kembali melakukan peninjauan

    tempat untuk secepatnya dilakukan transisi.Tindakan tersebut dipilih

    sebab TIS menyadari akan cita-cita utama TIS untuk mengayomi

    masyarakat marginal. Sehingga dibentuk tim transisi untuk memilih

    tempat yang sesuai agar TIS dapat menanamkan cita-citanya

    tersebut. Akhirnya Karang Pola (Karpol) yang dijadikan sebagai

    tempat persinggahan TIS hingga saat ini.

    Karang Pola sekilas merupakan kawasan perumahan elit. Tetapi jika ditelusuri ke bagian belakang ternyata terdapat kawasan

    kumuh yang dihuni oleh para pemulung yang mengais rejekinya di

    tempat tersebut. Inilah yang menjadi kemantapan pengurus TIS

    untuk membangun rumah belajar di kawasan Karpol guna membantu

    peningkatan pendidikan anak di kawasan tersebut. Niat baik ini

    mendapat respon positif dari salah satu tokoh masyarakat yang

    disegani di kawasan tersebut yaitu Pak Romel.

    Beliau mengizinkan TIS untuk membangun rumbelnya di

    lahan sekitar pemukiman kumuh tersebut. Sehingga pada Januari

    2014, berdirilah sebuah rumah belajar yang dikenal dengan sebutan

    Saung Karpol. Kebahagiaan begitu terlihat dari wajah para pengurus TIS FTUI saat itu. Semangat yang tinggi untuk mulai

    melakukan kegiatan mengajar di TIS ditularkan kepada warga teknik

    lainnya. Tanpa henti TIS terus merangkul masyarakat

    sekitar kawasan Karpol yang masih terkesan asing

    terhadap TIS untuk bisa bersahaja dan menerima

    TIS sebagai keluarga mereka. Berbagai upaya

    dilakukan untuk menarik minat anak-anak Karpol

    mau belajar dan datang secara rutin ke saung

    Karpol. Satu per satu hambatan dalam pengembangan

    jalanan dan pengamen dengan tujuan mendidik

    mereka agar mau bersekolah.

    Kegiatan mengajar anak jalanan ini dimulai di

    kampung Lio, di belakang terminal Depok. Lokasi ini

    memang terkenal dengan kawasan berpenduduk marjinal dan

    lokasinya pun dekat dengan kampus UI Depok sehingga menjadi

    pilihan untuk mendirikan Technique Informal School (TIS) di

    kawasan tersebut. Pada awalnya, kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30

    orang anak jalanan dengan usia 4 sampai 10 tahun. Untuk

    memudahkan proses belajar, TIS mengontrak rumah di sekitar

    tempat mayoritas peserta didik bermukim, yakni di dekat rel kereta

    daerah Kampung Lio, Depok. Kegiatan belajar di tempat tersebut

    berlangsung kurang lebih setengah tahun.

    Kemudian, karena kesulitan dalam meneruskan kontrak

    rumah dan alasan sanitasi yang buruk, TIS memutuskan mencari

    tempat lain. Niat tersebut terkabul saat pengurus RW setempat

    menyediakan sekretariat RW 13 untuk digunakan sebagai tempat

    belajar karena banyaknya permintaan dari masyarakat setempat

    untuk mengikutkan anaknya menjadi peserta didik TIS. Kemudian

    TIS membuka pendaftaran murid baru. Di sisi lain, status kegiatan

    ini di kampus juga semakin kuat dan mulai dikenal secara luas oleh

    mahasiswa teknik.

    Tahun terus berganti, TIS berusaha untuk lebih mandiri

    dengan kembali mengontrak rumah di kawasan Lio. Hal ini tidak

    terlepas dari bantuan ILUNI TEKNIK dan ILUNI UI baik moril

    maupun materiil. Namun sayangnya seiring berjalannya waktu

    selama kurang lebih 10 tahun TIS mengajar di kampung Lio terlihat

    suatu ketergantungan warga sekitar kepada TIS dengan

    menganggap TIS hanya sebagai wadah privat

    bagi anak-anaknya. Hal ini bertentangan dengan

    tujuan TIS, dimana sebenarnya TIS ingin

    mengembangkan pendidikan anak yang lebih

    baik tetapi bukan membuat ketergantungan sang

    anak kepada TIS.

  • Divisi Litbang dan Kasrat TIS FTUI 2015

    Rekam Jejak Pengelolaan Rumbel TIS FTUI

    Sekilas tak ada yang berbeda dari Rumbel TIS FTUI yang berdiri kokoh di kawasan perumahan Karang Pola. Rumbel yang

    lebih kerap dikenal sebagai saung tersebut justru terlihat begitu

    sederhana. Keramaian terdengar dari dalam saung ketika kegiatan

    belajar mulai dilaksanakan. Yah, inilah aktifitas rutin setiap

    minggunya yang selalu terlihat di dalam saung TIS. Sorak-sorai,

    canda tawa terdengar begitu riuh mewarnai setiap kegiatan yang

    dilaksanakan. Namun ternyata dibalik berdirinya saung TIS tersebut

    terdapat sejarah panjang yang dilalui TIS FTUI dalam kiprahnya

    selama ini.

    TIS FTUI merupakan salah satu lembaga yang bergerak

    dibidang sosial dan pendidikan yang terbentuk pada Februari 2005

    sebagai program kerja bidang Sosial Kemasyarakatan BEM-FTUI

    2004/2005. Ide pendirian TIS ini berawal dari keinginan salah satu

    mahasiswa FTUI yang kerap disapa Bang Reza M02 untuk membuat suatu kegiatan yang kebermanfaatannya dapat dirasakan

    dalam jangka panjang. Sebab dirasa bahwa proker-proker pengabdian masyarakat yang dijalani pada saat itu hanyalah bersifat

    insidental yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Oleh sebab

    itu, dibuatlah suatu proker yang bersifat jangka panjang dan kontinu

    yakni TIS.

    Gagasan hebat tersebut kemudian dijalankan dengan

    melakukan survey sebagai langkah awal dalam mematangkan konsep

    proker. Survey dilakukan mulai dari ke Sekolah Rakyat (SR) ,

    Sekolah Masjid Terminal (Master), hingga

    Sekolah Anak Jalanan Taman Ismail Marzuki.

    Dari survey tersebut dipelajari permasalahan

    yang terjadi pada masyarakat marjinal yakni

    dalam hal pendidikan. Oleh sebab itu,

    tercetuslah ide untuk mengajarkan anak-anak

    saung Karpol mulai di atasi, meyakinkan para orang

    tua untuk bersedia membawa anaknya belajar di

    karpol, hingga melakukan interaksi dengan warga.

    Pengelolaan Karpol dibuat sedemikian rupa agar

    dapat terus meningkatkan dan mengembangkan pendidikan di saung

    Karpol lebih luas. Penjalinan hubungan dengan berbagai fakultas

    seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat juga merupakan suatu bentuk

    tata kelola Karpol agar kegiatan di Karpol dapat terus berjalan

    semakin baik. Peningkatan pengembangkan karpol selalu menjadi

    tugas besar pengurus TIS FTUI untuk mengarahkan Saung Karpol

    menjadi rumah belajar yang memiliki banyak peserta didik. Kalau di Depok sudah ada Sekolah Master, mengapa tidak saung Karpol

    TIS menjadi Sekolah Masternya Jakarta, itulah secercah harapan yang diungkapkan oleh Maulana Rasis M12 selaku Kepala Sekolah TIS FTUI periode 2013/2014. Beribu harapan lainnya mungkin

    tersimpan dalam angan setiap warga TIS FTUI. Tinggal bagaimana

    harapan tersebut ditata dan diwujudkan. Siapkah TIS FTUI

    mengembangkan tata kelola Saung Karpol lebih baik lagi? .