14
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare- associated infections(HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection). Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi. 1. Definisi a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita

Document 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pr

Citation preview

Page 1: Document 1

KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadiatau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection). Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Definisia. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,

dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.

b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.

e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atauhipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti

Page 2: Document 1

trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.

g. “Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not present or incubating at the time of admission. This includes infections acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational infections among staff of the facility.

2. Rantai PenularanUntuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui

rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:

a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).

b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

d. Transmisi adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita. Cara penularan dapat berua kontak langsung dan tidak langsung, droplet, airborne, melalui makanan, air, darah dan melalui vector ( serangga

e. Portal of entry adalah tempat aen infeksi memasuki penjamu, dapat melalui pernafasan, pencernaan, saluran kemuh, selaput lender, serta kulit yang tidak utuh.

f. Host adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuhh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit.

3. Faktor Resikoa. Umur : neonates dan lansia lebih rentanb. status imun yang rendah : penderita dengan penyakit kronik, imunosupresan,

keganasan dan oabt imunosupresan.c. interupsi barrier anatomis :

Kateter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih Prosedur operasi : infeksi luka operasi Intubasi pernapasan : meningkatkan kejadian : “Hospital Acquired

Pneumonia”(HAP/VAP). Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood

StreamInfection” (BSI). Luka bakar dan trauma.

d. Implantasi benda asing :• “indwelling catheter”• “surgical suture material”• “cerebrospinal fluid shunts”• “valvular / vascular prostheses”

Page 3: Document 1

e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

4. Pencegahan dan Pengendalian InfeksiProses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,

agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan

pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metodefisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi)dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi

c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.

d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap petugas kesehatan.

Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yangditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit

Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial oleh tenaga kesehatan termasuk perawat diperlukan suaturencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:

a. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan. 

b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

Page 4: Document 1

c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, danvaksinasi.

d. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.

Adapun cara pencegahan infeksi nosokomial meliputi:

1.Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene daritangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangansangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit- penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika akan mengambilatau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yangkita anggap telah terkontaminasi dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan

2.Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit

Lebih dari 50% suntikan yang dilakukan dinegara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:

a.Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan, pergunakan jarum steril, penggunaan alatsuntik yang sekali pakai. 

b.Masker; sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar darikamar penderita.

c.Sarung tangan; sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, fesesmaupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut lukaatau terkena benda yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.

d.Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

3. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersihdan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen darikotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untukmembersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alatmedis yang telah dipakai berkali-kali.Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udarayang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis.Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjagakebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.Sterilisasi air pada rumah sakit dengan

Page 5: Document 1

prasarana yang terbatas dapat menggunakan panasmatahari.Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untukmencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberidisinfektan.

4. Perbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yangsecara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh dan membantu ketahanantubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasadrenik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cernamanusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapatmengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakaidalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengandemikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasitanpa harus menggunakan antibiotika.

5. Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melaluiudara, contohnya tuberkulosis dan SARS yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularanyang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensirendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindardari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruangisolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalumenuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadikejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.

Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial

Infeksi saluran kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.4,9,11 Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.

Page 6: Document 1

Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah. Dari kelompok virus dapat disebabkan oleh cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus.

Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:

Tipe dan jenis pernapasan Perokok berat Tidak sterilnya alat-alat bantu Obesitas Kualitas perawatan Penyakit jantung kronis Penyakit paru kronis Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ Tingkat penggunaan antibiotika Penggunaan ventilator dan intubasi Penurunan kesadaran pasien

Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan.

Bakteremi Nosokomial

Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.

Infeksi Nosokomial lainnya

1. Tuberkulosis

Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan

2. diarrhea dan gastroenteritis

Page 7: Document 1

Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik:o abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydriao lemahnya motilitas intestinal, dano perubahan pada flora normal.

Faktor ekstrinsik:o Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran

cerna.

3. Infeksi pembuluh darah

Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:

Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain

Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.

4. Dipteri, tetanus dan pertusis

Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.

5. Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun

6. Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot. Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami. Infeksi ini termasuk:

Infeksi pada tulang dan sendi Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis

Infeksi sistem Kardiovaskuler Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis

Infeksi sistem saraf pusat Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial

Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.

Page 8: Document 1

Infeksi pada saluran pencernaan Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal

Infeksi sistem pernafasan bawah Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya

Infeksi pada sistem reproduksi Endometriosis dan luka bekas episiotomi

Page 9: Document 1
Page 10: Document 1
Page 11: Document 1