Upload
auristariris
View
11
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ti
Citation preview
FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI
Nama : Aurista Miftahatul Ilmah
Nim : 20214007
Magister Fisika
Institut Teknologi Bandung
2015
Tugas Diskusi Kelas
1. Apa perbedaan fosforesense dan flouresense ?
Pengertian
Fosforesensi adalah adalah pemedaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya dan
waktunya terjadi pada saat zat tersebut mendapatkan rangsangan cahaya dan akan
memancarkan cahayanya sendiri dan akan berhenti memancarkan jika rangsangan itu
dihilangkan. Fosforesensie dapat menyimpan energi lebih lama , jika penyinaran
kemudian dihentikan , pemancaran masih kembali berlangsung.
Fluoresensi adalah Suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung
memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu
dihilangkan
Perbedaan fosforesensi dan fluoresensi
Fluorosensi maupun fosforesensii berkaitan dengan perubahan energi vibrasi.
Perbedaan antara kedua fenomena tersebut ialah dalam selang waktu antara
penyerapan dan emisi. Pada fosforesensii,emisi terjadi pada waktu sekitar 10-3 detik
setelah penyerapan sementara fluorosensi lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 10 -6 –
10-9 detik setelah penyerapan.Fluoresensii terjadi dalam selang waktu lebih pedek
daripada fosforesensii. Selain itu kondisi yang menyebabkan fluoresensii dan
fosforesensii pun berbeda. Fluoresensii biasa terjadi pada suhu sedang dalam larutan
cair, sedangkan fosforesensii biasa terjadi pada suhu sangat rendah dan pada media
pekat. Pada fluoresensii dan fosforesensii terjadi perubahan energi vibrasi molekul
sebagai akibat dari penyerapan radiasi oleh molekul tersebut.
2. Mengapa disebut fosforesensi dan fluoresensi?
Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesensi (pendaran
yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan). Fosfor berupa
berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sulfida
(ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat (Zn2SiO4)yang dicampur
dengan mangan.dilambangkan dengan P, pada peristiwa fosforesensi, pancaran
cahayanya berakhir beberapa saat setelah proses eksitasi pada bahan berakhir. Bahan
yang mampu memperlihatkan gejala ini disebut fosfor. Contoh aplikasi ini dipakai
pada arloji berfosfor dan saklar lampu berfosfor. Jika kamu masuk ke ruang bioskop
yg gelap setelah tadinya kamu di tempat terang, maka arloji kamu seolah berpendar.
Demikian juga dg saklar lampu. Setelah lampu dimatikan dan kamar menjadi gelap,
saklarnya tampak akan bercahaya. Tujuan pelapisan fosfor ini adl agar kita mudah
kembali menyalakan lampu karena tahu letak saklarnya meski dalam gelap, sebab
saklarnya berpendar. Namun, tentu ada kapasitas dari fosfor itu sendiri. Setelah
beberapa saat, pendarannya akan memudar. Dia harus dikenai cahaya lagi agar bisa
berpendar lagi.
Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F
dan nomor atom 9. Benda berfluor akan berpendar atau memancarkan cahaya (meski
lemah) pada saat ia tertimpa cahaya juga. Contohnya adalah pasta gigi berfluoride.
Tujuan pasta gigi ini adal melapisi gigi kita dg fluor sehingga saat kita tersenyum dan
gigi kita terkena cahaya, maka gigi kita seolah berkilau. Tapi fluor tidak akan
berpendar begitu tidak ada cahaya yang mengenainya.
3. Prinsip LED pada berbagai warna
Dioda, didesain berdasarkan prinsip dari fisika kuantum. Salah satu prinsip
tersebut adalah emisi (pancaran) dari radiasi energi pada frekuensi tertentu ketika
elektron jatuh dari level energi yang lebih tinggi ke level energi yang lebih rendah.
Prinsip ini sama dengan lampu neon, karakteristik pancaran warna merah muda –
oranye dari neon yang terionisasi akibat adanya elektron yang mengalami transisi
energi di dalam rangkaian listriknya. Warna unik yang dipancarkan lampu neon
diakibatkan gas neon yang ada di dalam tabung lampunya, bukan karena arus atau
tegangan pada lampu tersebut. Setiap unsur kimia memiliki emisi energi radiasi
yang berbeda-beda ketika elektronnya melompat diantara dua level energi yang
berbeda. Misalkan gas hidrogen, memancarkan warna merah ketika terionisasi,
sedangkan air raksa memancarkan warna biru. Inilah yang menyebabkan
munculnya cabang ilmu spektografi yaitu ilmu yang mempelajari identifikasi
suatu zat kimia berdasarkan warna cahaya yang dipancarkannya.
4. Pelapisan Fosfor pada LED?
LED warna putih didapatkan dengan cara mencampur LED biru dengan fosfor
yang mampu memancarkan warna kuning. Hasil campuran antara warna biru dan
kuning kira-kira mendekati warna putih. Sifat alami dari fosfor menentukan
karakteristik cahaya yang dihasilkan LED. Fosfor merah bisa ditambahkan untuk
meningkatkan kualitas efisiensi pada campuran kuning dan biru.
FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI
I. Fluoresensi
Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan nomor
atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti "mengalir". Dia merupakan gas
halogen univalen beracun berwarna kuning-hijau yang paling reaktif secara kimia dan
elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat
menyebabkan pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan kulit[1].
Fluoresensi merupakan proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi
cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang
tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya
(de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom
tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi
berlangsung kurang lebih 1 nano detik. Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi
fluoresensi pada molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan,
derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-
eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya
eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan
karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda-beda [2].
Parameter Fluoresensi
Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu (s) per unit
volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein, dimana 1 Einstein = 1
foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan (medium) yang tereksitasi
terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas fluoresensi tersebut merupakan
hasil emisi de-eksitasi sehingga lifetime pada S1 akan berpengaruh terhadap besarnya
intensitas fluoresensi. Pada gambar 2, k rsadalah konstanta kecepatan radiasi S1 → S0 (transisi
dari S1 ke S0) , k nrT adalah konstanta kecepatan non radiasi T1 → S0 (transisi dari T1 ke S0)
yang terjadi setelah proses internal crossing system S1 → T1, k ics adalah konstanta kecepatan
proses internal conversion (bersifat non radiatif) dari S1 → S0 yang terjadi setelah transisi S2
→ S1, dan k rT adalah konstanta kecepatan radiatif transisi T1 → S0 yang terjadi setelah proses
internal crossing system S1 → T1.
Gambar diagram lifetime proses transisi Energi
Eksitasi hingga ke tingkat energi S1 terjadi apabila sejumlah molekul A menyerap
energi cahaya, dan ketika kembali ke tingkat energi S0 molekul tersebut akan
mengemisikan radisi atau melepaskan energi non radiasi (fonon atau energi panas).
Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal tersebut
terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen penyusunnya (kumpulan-
kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen) dengan mengasumsikan bahwa dimensi
partikel sangat tipis sehingga proses absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami
hambatan atau gangguan [14- 16]. Pada saat cahaya eksitasi I0 datang menuju medium
(dimensi lxl) yang berisi partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-
partikel sebesar IA dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT Cahaya yang
diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi (IF) oleh faktor efisiensi
kuantumΦ f .
Gambar Proses Fluoresense pada medium
Intensitas cahaya fluoresensi yang diemisikan oleh suatu konsentrasi partikel pada
suatu volume, adalah sebanding dengan jumlah intensitas cahaya absorbsi yang terkonversi
menjadi cahaya fluoresensi. Faktor ΦF tergantung dari karakteristik absorbsi dan
fluoresensi partikel dalam medium.
II. FOSFORESENSI
Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens (pendaran yang
terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan)[1]. Fosfor berupa berbagai jenis
senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah
tembaga atau perak, dan zink silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan
fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu pendar,
sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar
dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katoda mulai dibakukan pada
sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti dengan sebuah angka [1].
fluoresens itu berpendar sepanjang terkena terhadap gelombang cahaya (misalnya:
cahaya matahari). Namun, cahaya yang dihasikan dari hasil eksitasi elektron dari zat fosfor
kalah terang dari cahaya (matahari), sehingga zat tersebut tidak terlihat sedang
berpendar/memancarkan cahaya. Hal inilah yang menyebabkan fosfor terlihat berpendar pada
ruang gelap atau pada malam hari Fosforesensi adalah jenis spesifik dari fotoluminesen yang
terkait dengan fluoresensi . Tidak seperti fluoresensi, bahan pendar tidak segera
memancarkan kembali radiasi yang telah diserap. Seerti halnya transisi terjadi dalam materi
tertentu. Radiasi yang terserap dapat kembali dipancarkan pada intensitas rendah sampai
beberapa jam setelah eksitasi awal. Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul
yang telah menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika
penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung.
Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet
dalam suatu molekul.
Fosforesens dapat menyimpan energi lebih lama, sehingga akan memancarkan cahaya
(berpendar) lebih lama dari pada fluorosens. Fosforesensi (P) adalah proses suatu molekul
melangsungkan suatu transisi (emisi) dari tingkat triplet ke tingkat dasar.
Pada peristiwa fosforesensi, pancaran cahayanya berakhir beberapa saat setelah proses
eksitasi pada bahan berakhir. Bahan yang mampu memperlihatkan gejala ini disebut fosfor.
Ada kalanya proses fosforesensi baru terjadi jika suatu bahan mendapatkan pemanasan dari
luar.
III. Perbedaan Fosforesense dan Flouresense
proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi
cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan
berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan
untuk proses tersebut kurang dari 1piko detik.
Gambar Proses Fluoresensi dan fusforesensi
Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu
yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah
energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energi atom semakin lama semakin
berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat 7 energi dasar S0 untuk mencapai keadaan
suhu yang setimbang (thermally equilibrium).
Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1
terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan
mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu
kurang lebih 1μs sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang
relatif lebih rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan
fluoresensi.
Daftar Pustaka
[1] Achmad Paisin,FMIPA UN Tadulako,2012, Fluoresensi Dan Fosforesensi,
[2] Gunady Haryanto, FT UI, 2008,
[3] http://sylvanachemistry.blogspot.com/2011/08/fosforisensi-dan-fluorosensi.html