3

Click here to load reader

Document

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Document

Citation preview

Page 1: Document

1.

2. Prinsip Worlwide Income

Prinsip worldwide income pada UU PPh biss kita temui pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh di mana ditegaskan bahwa penghasilan yang menjadi objek PPh ini bisa berasal dari Indonesia maupun berasal dari luar Indonesia. Kata-kata “dari luar Indonesia” inilah yang menjadikan prinsip pengenaan PPh kepada SPDN menjadi berdimensi internasional.

Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24

Terkait dengan prinsip worldwide income di atas, SPDN yang memperoleh penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di Indonesia. Negara tempat sumber penghasilan di atas juga kemungkinan besar akan mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negaranya. Dengan demikian, besar kemungkinan akan terjadi pengenaan pajak berganda di mana dua yurisdiksi perpajakan yang berbeda mengenakan pajak kepada penghasilan yang sama yang diperoleh subjek pajak yang sama.

Untuk menghindari pengenaan pajak berganda ini, UU PPh secara unilateral memberikan solusi dengan adanya Pasal 24 UU PPh. Pasal ini mengatur bahwa atas pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak dalam negeri.Namun demikian, besarnya pajak yang bisa dikreditkan dibatasi tidak boleh melebihi penghitungan pajak terutang berdasarkan UU PPh.

Dalam menghitung besarnya maksmum kredit pajak PPh Pasal 24 ini, UU PPh menerapkan metode pembatasan tiap negara (per country limitation). Untuk itu maka penentuan Negara sumber penghasilan menjadi penting. Masalah ini diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UU PPh di mana penentuan Negara sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut :

penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukanpenghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau beradapenghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletakpenghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau beradapenghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

Page 2: Document

penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan beradakeuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap beradakeuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada .

5. Prinsip dasar pengkreditan Pajak masukan adalah sebagai berikut:

Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).

Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).

Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran yang dikapitalisasikan ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).

Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau JKP harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Contoh : alamat di FP sama dg alamat di SK pengukuhan. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan. (PM dikreditkan di tempat PKP dikukuhkan, Dikukuhkan di beberapa tempat maka dapat memilih). (PP 1/2012).

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Paja. (Pasal 9 ayat 3 UU PPN).

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada

Page 3: Document

Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).

Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9 ayat 4a UU PPN).