17
159 | Jurnal Hawa J JJjjagghg Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi Muqarramah Sulaiman Kurdi UIN Antasari Banjarmasin [email protected] Info Artikel Abstract Diterima: Juli 2020 Disetujui: September 2020 Dipublikasikan: Desember 2020 Religious education is the most crucial thing for the growth and the development of Muslim children namely to become pious children. Good religious teaching will produce a generation of true Muslims, because aqeedah is the substance of morality and the implementation of religious law. The teaching of Islam cannot only be in the cognitive realm, because what is taught is a matter of the faith and daily life of a Muslim. In this case, how to teach Islamic aqeedah and etiquette for today's generation is a challenge, especially for the digital native generation, which means that religious education also needs to continue to develop and innovate in the way of its doctrine. In addition, in this present time, the global world has experienced difficult times due to the impact of the Corona Virus which requires children to learn at home or blended learning. This paper is a part of the study of the reconstruction of the doctrinal methodology for children related to how to instill aqeedah, the cultivation of morality and sharia (including also reciting and memorizing the Koran), without ignoring their essence as a digital native generation and challenges in the era pandemic. Keyword How to teach religion; young learners; doctrine; Islamic teachings; Muslim generation; pandemic. Kata Kunci Abstrak How to teach religionyoung learnersdoktrin; ajaran Islam; generasi muslim; pandemi. Pendidikan agama adalah hal yang paling krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan anak muslim yakni agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Pengajaran agama yang baik akan menghasilkan generasi muslim yang benar, karena aqidah adalah substansi dari bisa berakhlakul karimah dan implemetasi syariat agama. Pengajaran agama Islam tidak bisa hanya pada ranah kognitif semata, karena yang diajarkan adalah perkara keimanan dan keseharian seorang muslim. Dalam hal ini bagaimana mengajarkan aqidah dan adab Islami bagi generasi dewasa ini menjadi tantangan tersendiri, khususnya untuk generasi digital native, yang artinya pendidikan agama pun perlu terus berkembang dan berinovasi dalam cara doktrinnya. Selain itu di masa sekarang ini dunia global telah mengalami masa sulit karena dampak Virus Corona yang mengharusnya anak-anak belajar di rumah maupun blended learning. Tulisan ini merupakan bagian kajian rekonstruksi metodologi doktrin untuk anak-anakb terkait bagaimana menanamkan ke-aqidah-an, penanaman akhlakul karimah serta syariah/fiqh (termasuk juga membaca dan menghafal Alquran), dengan tidak mengenyampingkan esensi mereka sebagai generasi digital native dan tantangan di masa pandemi. Alamat Korespodensi: Jalan Raden Fatah, Pagar Dewa, Kota Bengkulu Gedung Pelatihan lantai II E-mail: [email protected].

Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

159 | J u r n a l H a w a

J

JJjjagghg

Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi UIN Antasari Banjarmasin

[email protected]

Info Artikel Abstract Diterima: Juli 2020 Disetujui: September 2020 Dipublikasikan: Desember 2020

Religious education is the most crucial thing for the growth and the development of Muslim children namely to become pious children. Good religious teaching will produce a generation of true Muslims, because aqeedah is the substance of morality and the implementation of religious law. The teaching of Islam cannot only be in the cognitive realm, because what is taught is a matter of the faith and daily life of a Muslim. In this case, how to teach Islamic aqeedah and etiquette for today's generation is a challenge, especially for the digital native generation, which means that religious education also needs to continue to develop and innovate in the way of its doctrine. In addition, in this present time, the global world has experienced difficult times due to the impact of the Corona Virus which requires children to learn at home or blended learning. This paper is a part of the study of the reconstruction of the doctrinal methodology for children related to how to instill aqeedah, the cultivation of morality and sharia (including also reciting and memorizing the Koran), without ignoring their essence as a digital native generation and challenges in the era pandemic.

Keyword

How to teach religion; young learners; doctrine; Islamic teachings; Muslim generation; pandemic.

Kata Kunci

Abstrak

How to teach religion; young learners; doktrin; ajaran Islam; generasi muslim; pandemi.

Pendidikan agama adalah hal yang paling krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan anak muslim yakni agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Pengajaran agama yang baik akan menghasilkan generasi muslim yang benar, karena aqidah adalah substansi dari bisa berakhlakul karimah dan implemetasi syariat agama. Pengajaran agama Islam tidak bisa hanya pada ranah kognitif semata, karena yang diajarkan adalah perkara keimanan dan keseharian seorang muslim. Dalam hal ini bagaimana mengajarkan aqidah dan adab Islami bagi generasi dewasa ini menjadi tantangan tersendiri, khususnya untuk generasi digital native, yang artinya pendidikan agama pun perlu terus berkembang dan berinovasi dalam cara doktrinnya. Selain itu di masa sekarang ini dunia global telah mengalami masa sulit karena dampak Virus Corona yang mengharusnya anak-anak belajar di rumah maupun blended learning. Tulisan ini merupakan bagian kajian rekonstruksi metodologi doktrin untuk anak-anakb terkait bagaimana menanamkan ke-aqidah-an, penanaman akhlakul karimah serta syariah/fiqh (termasuk juga membaca dan menghafal Alquran), dengan tidak mengenyampingkan esensi mereka sebagai generasi digital native dan tantangan di masa pandemi.

Alamat Korespodensi: Jalan Raden Fatah, Pagar Dewa, Kota Bengkulu Gedung Pelatihan lantai II E-mail: [email protected].

Page 2: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

160 | P a g e

Pendahuluan

“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan

zamannya, karena mereka hidup bukan di

zamanmu” (Ali Bin Abi Thalib). Perkataan

Ali bin Abi Thalib tersebut menyegarkan

orangtua dan guru-guru bagaimana

mendidik agama kepada anak-anak dengan

tuntunan yang sesuai dengan agama

dengan inovasi pendidikan dengan

masanya. Sebagaimana diketahui,

pendidikan adalah suatu sarana tuntunan

dari tiap individu untuk meraih tingkat

kedewasaan ataupun pemahaman sehingga

ilmu yang didapat mampu

diimplementasikan dalam rangka

pembentukan karakter-nilai multikultural

(Kurdi, Mardiah, Kurdi, Usman, &

Taslimurrahman, 2020: 68) dan

mengarahkan jalan hidup menjadi pribadi

yang baik. Pembentukan karakter di dalam

Islam lahir dari kebiasaan, akhlak muncul

dari pembiasaan. Pembiasaan merupakan

proses penanaman kebiasaan, mendorong

seseorang agar mengupayakan

pengulangan suatu tindakan agar ia

terbiasa melakukannya sehingga terkadang

seseorang tidak menyadari apa yang

dilakukannya karena sudah menjadi

kebiasaan baginya (Shihab, 2016: 90). Oleh

karena itu, kondisi lingkungan yang tepat

akan mengantarkan sedikit banyak

pergaulan yang baik untuk penanaman

Aqidah dan pembiasaan akhlakul karimah

bagi anak-anak.

Sekarang dunia dan lingkungan

dikelilingi dengan stimulus media dan

visual, dan begitu juga anak-anak, mereka

adalah bagian dari generasi digital (digital

generation) (Jukes, McCain, and Crockett,

2010). Era digital telah menghantarkan

anak-anak muslim berinteraksi dengan

peralatan digital. Mereka terbiasa

beraktivitas secara Online. Sebagai bagian

generasi digital native, anak-anak muslim

berinteraksi di media sosial sebagai ruang

yang mereka kuasai, kehidupan dianggap

sebagai suatu permainan yang dijalani.

Tantangan hidup dihadapi dengan penuh

ekspresif, cepat, interaktif dan kolaboratif.

Bahkan eksistensi di ruang maya menjadi

hal yang penting. Oleh karena itu, kebijakan

pemerintah terkait Study at Home bagi anak-

anak dalam rangka memutus rantai

penularan Corrona Virus Disssease (Covid-

19) menjadikan guru dan orang tua

berjibaku dan harus lebih berinovasi dalam

sistem pembelajaran berbasis teknologi dan

internet. Pendidikan agama yang umumnya

di dapat di sekolah harus diganti dengan

pendidikan agama transformatif yang

mengakomodir dunia anak-anak generasi

digital native (Prensky, 2001; Mardina 2019),

tanpa menghilangkan diksi edukasi.

Orangtua memiliki peran dan

amanah dalam tanggungjawab dan

kewajiban mendidik anak-anak agar

senantiasa menjaga Aqidah dan berakhlakul

karimah. Dengan kebijakan untuk

melakukan kerja, ibadah, dan belajar di

rumah di masa pandemi sekarang ini,

artinya dengan serta merta telah

mengembalikan “khittah” peran orangtua

dan tanggungjawab mereka dalam

mendidik anak-anak dan beribadah kepada

Allah Swt. Sebagaimana Allah Swt telah

memerintahkan orangtua untuk menjaga

diri dan keluarga dari siksa api neraka. “Hai

Page 3: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

161 | J u r n a l H a w a

orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu

dan keluargamu dari api neraka yang bahan

bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan”(QS. 66.

At-Tahrim ayat 6)

Berdasarkan hal tersebut, perlu

adanya kajian narasi ilmiah terkait

bagaimana mengajarkan ajaran agama

Islam bagi anak-anak muslim di masa

pandemi Covid-19 dengan mengoptimalkan

pada media teknologi (digital). Hal ini

ditujukan untuk memberikan worldview

aktivitas digital teaching/learning bagi

generasi muslim saat ini dengan

mengafirmasi tiga domain dari pengajaran

agama, kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Metode Penelitian

Kajian ini merupakan sebuah mini

research dalam bentuk penelitian

kepustakaan (library research) dengan

menekankan pada meaning of creatifity

(Muhajir, 2011: 318) dengan jenis penelitian

kualitatif interpretatif (intersubjektif).

Tulisan ini merupakan deskripsi analisis

interstruktualitas interpretatif bersumber

dari buku – buku dan sumber daring yang

relevan dengan tulisan ini. Adapun tujuan

penelitian ini adalah memberikan wacana

nalar deskripsi dalam bentuk konstruksi

pengajaran agama di tengah pandemi

Covid-19 bagi anak-anak muslim yang sarat

dengan budaya digital dan melek teknologi.

Hasil dan Temuan

Dari penelitian ini diketahui bahwa

dunia pendidikan Islam dalam kerangka

mengajarkan ajaran agama mengintrodusir

pola/model pendidikan yang transformatif

kontekstual. Di mana pendidikan berbasis

teknologi sudah seharusnya dioptimalkan.

Dalam masa pandemi Covid-19, guru dan

orangtua tidak bisa menolak realitas

tentang pengajaran yang bersifat daring dan

beradaptasi secara totalitas dengan dunia

anak-anak generasi digital native. Tujuan,

doktrin, dan metodologi pengajaran agama

menjadi barometer corong utama dalam

melakukan reformulasi pengajaran agama

bagi anak-anak zaman “generasi Z” di masa

pandemi terkait bagaimana menanamkan

ke-aqidah-an, penanaman akhlakul karimah

serta syariah/fiqh (termasuk juga membaca

dan menghafal Alquran). Diharapkan

ketika menggunakan sarana seperti e-

learning, webinar, media sosial, aplikasi

audio-visual, blogging, e-book, smartbook dan

aplikasi game tidak mengenyampingkan

dunia anak-anak muslim sebagai bagian

generasi digital native dengan

memperhatikan tiga perspektif (teknis,

literasi kritis, dan literasi sosial-emosional)

dan juga sebagai bagian dari pengamalan

beragama dalam sosio religius-kultur

demografinya

Pembahasan

Pendidikan adalah alat pencetak

peradabana manusia (Hamid, 2011: 11).

Oleh karena itu dunia pendidikan memiliki

peran yang signifikan dalam kehidupan

umat manusia. Jika merujuk pada

dinamika sejarah umat manusia sejak

manusia mengenal dirinya, dapat diketahui

bahwa manusia menyadari bahwa ia harus

berusaha mengetahui jalan yang benar dan

tepat untuk meraih kemaslahatan diri dan

kelompoknya serta mengetahui pula yang

buruk untuk menghindarinya, dan sejalan

Page 4: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

162 | P a g e

dengan perkembangan kehidupan

bermasyarakat, upaya mereka mulai terarah

pada hal-hal non-materi demi ketenangan

dan kesempurnaan hidup (Shihab, 2016:1-

2). Usaha dalam memperoleh pengetahuan

didapat melalui pendidikan. Anak-anak

harus diberi bekal berupa ilmu

pengetahuan, khususnya akhlak (Anisah,

2017: 70). Hal ini sebagai wujud afirmasi

juga dari Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Bab II Pasal 03 Nomor

20 Thaun 2003, yakni:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrat serta bertanggung jawab”

Pendidikan nasional tersebut

memiliki tujuan yang selaras dengan tujuan

dalam paradigma pendidikan Islam, yakni

menjadi insan kamil, bermoral, berbudi

pekerti luhur, berakhlakul karimah, dan

menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Allah Swt. Mediasi dalam

implementasi tujuan pendidikan dalam

Islam tidak hanya sebatas pada aspek

pengetahuan, tapi juga diharapkan anak-

anak setelah mampu mengetahuai,

memahami, dan selanjutnya juga

mengamalkan dalam kehidupan sehari-

hari, karena secara umum tujuan

pendidikan Islam adalah dalam rangka

pembentukan akhlak mulia, bekal

kehidupan dunia akhirat, menumbuhkan

semangat ilmiah dan profesionalisme

(Syafe’i, 2015: 156). pengamalan ini

merupakan proses pendidikan yang tidak

bisa instan, ia hadir dari pembiasaan. Anak-

anak perlu dibekali ilmu agama sesuai

dengan tuntutan zamannya, terlebih anak-

anak adalah aset sumber daya manusia

yang merupakan masa depan suatu bangsa,

sebagai generasi pemuda merekalah

harapan untuk memajukan bangsa

(Mawardi, 2000). Signifikansi penanaman

ilmu agama bagi anak-anak menjadikan

barometer utama dalam memahami

bagaimana pengajaran agama yang baik

untuk anak-anak muslim.

Pengajaran Agama

Pengajaran agama merupakan

bagian penting di dalam proses pendidikan.

Pendidikan (Tarbiyah) erat kaitannya

dengan pengajaran (Ta’lim). Pendidikan dan

pengajaran di dalam bahasa Arab disebut

sebagai Tarbiyah wa ta’lim, dan pendidikan

Islam disebut sebagai tarbiyah Islamiyyah

(Daradjat, 1996: 25). Kedua diksi ini

mengafirmasi transfer doktrin agama.

Mentransfer ilmu agama tidak bisa

sembarangan. Sebagaimana Azman

menyebutkan bahwa mengusai ilmu yang

akan diajarkan saja tidaklah cukup dan

tidak akan menjamin prestasi yang tinggi

bagi anak-anak yang diajar. Seorang

pendidik harus menguasai metodologi dan

teknik bagaimana caranya menyampaikan

isi pelajaran, sehingga ilmu tersebut

bermakna (Azman, 1987; Lubis dan Aspar,

2015: 142-143). Dalam perspektif pedagogis,

dalam mengajar ada dua kemampuan

Page 5: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

163 | J u r n a l H a w a

pokok yang harus dikuasai oleh seorang

pendidik, yaitu : menguasai materi atau

bahan ajar yang akan diajarkan ( what to

teach ) dan menguasai metodologi atau cara

untuk membelajarkannya ( how to teach )

(Gilcman, 1991: 12). Kedua hal tersebut

menjadi bagian perfeksi pendidikan. Materi

yang diajarkan penting, begitu juga dengan

metode pengajarannya. Karena metode

yang tepat dalam pengajaran agama akan

menghantarkan anak didik kepada esensi

dari tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana

Zakiyah Drajat menyebutkan bahwa

pendidikan agama merupakan usaha

bimbingan dan usaha terhadap anak agar

kelak setelah selesai pendidikannya dapat

memahami dan mengamalkan ajaran Islam

serta menjadikannya pandangan hidup

(way of life) (Daradjat, 1996: 86).

Adapun dalam ajaran Islam banyak

menggunakan cara pembiasaan guna

meraih akhlak mulia atau meninggalkan

akhlak buruk (Shihab, 2016: 93) Bentuk

pembiasaan seperti yang diajarkan oleh

Rasulullah Saw., yakni memerintahkan

orangtua agar menyuruh anak-anaknya

shalat sejak berusia tujuh tahun (Shihab,

2016). Hal ini menunjukkan betapa

pengamalan ajaran agama bagi anak-anak

muslim sangat dipengaruhi dengan apa

yang ada pada diri dan sekitarnya. Hal ini

sebagaimana disebutkan bahwa ada banyak

faktor dalam berperilaku, misal: faktor

pembawaan, faktor keluarga, dan faktor

pengalaman dalam masyarakat sekitar

(Gunarsa, 2015: 69).

Faktor-faktor tersebut mendukung

dalam ajaran agama Islam, di mana

pendidikan Islam adalah proses

transinternalisasi pengetahuan dan nilai

Islam melalui upaya pengajaran,

pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,

pengawasan, dan pengembangan

potensinya guna mencapai keselarasaan

dan kesempurnaan hidup di dunia dan di

akhirat. Di sini ditekankan bahwa tugas

pendidikan Islam adalah dalam rangka

membantu mengembangkan potensi anak-

anak muslim agar sejalan dengan fitrah

yang dibawa sejak lahir, yakni

kecenderungan manusia untuk berbuat

kebaikan dan kebajikan (Arifin, 1987;

Syafe’i, 2015: 154-155).

Ada beberapa model pengajaran

agama yang bisa dilakukan sebagai

stimulus dalam perannya sebagai sarana

terlaksananya tugas pendidikan agama.

Model-model tersebut adalah bagian teori

pendidikan dan dipandang sebagai

framework yang mampu membuat guru

agama (dan orang tua) mengintegrasikan

elemen-elemen yang berbeda dari teori

pendidikan, dan sebagai hasil,

mengkonstruksi dan mengartikulasi basis

yang lebih solid aktivitas pengajaran.

Tujuan utama dari pendidikan agama

adalah sebagai pengembangan kapabilitas

anak-anak dalam membuat keputusan

dalam keberagamaan dan moral mereka,

dan yang paling utama adalah mereka

akhirnya mengetahui tentang agama

mereka. Ada empat model yang mampu

merepresentasikan tujuan dari pendidikan

agama, yakni: (1) model pendidikan

terbuka (the open education model); (2) model

akademik (the academic model); (3) model

pendidikan teknologi (the educational

technology model); (4) model keadilan sosial

(the social justice model) (Newton, 1981: 2).

Model-model pengajaran agama tersebut

merupakan bagian afirmasi dari

pendekatan humanistik. Pendekatan

Page 6: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

164 | P a g e

humanistik mengintrodusir penekanan

pada pentingnya emosi dan dikembangkan

kualitas semua domain, yakni domain

kognitif, domain afektif, dan psikomotorik

(Kurdi, 2018: 128). Domain-domain tersebut

menjadi inti dalam metodologi pengajaran

agama.

Berdasarkan metodologi pengajaran

agama oleh Kementerian Agama

khittah/esensi dari tujuan pengajaran agama

(dengan prinsip pendidikan Islam) adalah

“kepribadian muslim” yakni kepribadian

yang semua aspek kehidupan dijiwai oleh

ajaran agama Islam, dengan kata lain

pengajaran diarahkan agar tiap individu

menjadi muttaqien atau manusia yang

bertaqwa (Dirjen Pembinaan Kelembagaan

Agama Islam, 1982: 61). Oleh karena itu,

dalam pengajaran agama terhadap generasi

muslim diarahkan pada tujuan membentuk

akhlakul karimah, memperkenalkan posisi

manusia dan tanggungjawabnya dalam

hidup, mengenalkan anak-anak bahwa

mereka adalah bagian dari makhluk sosial,

dan mengenalkan dan memahamkan

tentang penciptanya, alam semesta dan

memanfaatkan alam dengan sebaik-

baiknya, serta mempersiapkan anak-anak

muslim dengan berbuat kebaikan dan

kebajikan untuk kehidupan dunia dan

akhirat. Kebaikan dan kebajian yang

dilakukan adalah dalam kerangka relasinya

kepada Allah Swt, relasinya kepada sesama

manusia, dan relasinya kepada alam

semesta. Dengan pengajaran agama

tersebut anak memahami secara

komprehensif substansi bagaimana

beragama.

Agama bagi Anak-Anak

Agama merupakan hal yang

mendasar yang diajarkan kepada anak-anak

muslim, secara sosial psikologis, agama

sangat diperlukan oleh tiap individu bagi

kehidupannya. Selain itu, sebagai affirmative

action manusia juga dipandang sebagai

homo religious atau makhluk yang beragama

(Djalaluddin dan Ramayulis, 1998: 70).

Perwujudan agama dalam perilaku

lahiriyah merupakan bagian warna dari

pengaruh nilai-nilai agama yang dipegang

teguh. Pendidikan dan pengalaman yang

dilalui anak-anak sangat menentukan

perkembangan agama anak dari usia 0-12

tahun (Daradjat, 1976: 58-59). Menurut

Ernest Harms yang disebutkan oleh

Jalaluddin dalam psikologi agama bahwa

agama bagi anak-anak dalam

perkembangannya melewati tiga fase,

yakni:

1. The fairy tale stage (tingkat

dongeng; usia 3-6 tahun): konsep

mengenai Tuhan lebih banyak

dipengaruhi oleh fantasi dan

emosi. Penghayatan konsep ke-

Tuhanan sesuai dengan tingkat

perkembangan intelektualnya

yang diliputi oleh dongeng-

dongeng yang kurang masuk

akal;

2. The realistic stage (tingkat

kenyataan; usia sekolah dasar

hingga usia adolesense): ide ke-

Tuhanan sudah mencerminkan

konsep yang didasari pada

kenyataan atau realis. Lembaga

keagamaan dan pengajaran

agama berpengaruh besar pada

fase ini. Segala amaliyah

Page 7: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

165 | J u r n a l H a w a

keagamaan diikuti dan dipelajari

dengan penuh minat;

3. The individual stage (tingkat

individu; tingkat kepekaan

emosi yang paling tinggi sejalan

dengan perkembangan usia

mereka). Konsep keagamaan

bersifat individualis, dan fase ini

terbagi dalam tiga kelompok

dalam hal konsep ke-Tuhanan,

yaitu: (a) Konvensional dan

konservatif; (b) Murni bersifat

personal; (c) Bersifat etos-

humanistik (Jalaluddin, 1996: 66-

67).

Dari fase tersebut, dapat dilihat juga

bahwa sifat agama pada diri anak-anak

yakni: (1) unreflective (tidak mendalam); (2)

egosentris (terkait keagamaan anak

menonjolkan kepentingan dirinya dan telah

menuntut konsep keagamaan yang

dipandang dari kesenangan pribadinya); (3)

Anthromorphis (konsep ke-Tuhanan

menggambarkan aspek kemanusiaan,

berasal dari hasil pengalaman berinteraksi

dengan orang lain); (4) Eksperimental,

inisiatif, spontanitas (kesadaran tentang

makna keagamaan ataupun konsep Tuhan

didengar anak dari orangtua, keadaan,

tempat, dan situasi serta mimik

kesungguhan. Semula tidak menjadi

perhatian utama, kemudian menjadi

perhatian dan bertambah rasa ingin tahu);

(5) Ucapan dan praktik (verbalis dan

ritualis), (6) Suka meniru (imitatif, tindak

keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak

diperoleh dari hasil melihat perbuatan

lingkungan) (Jalaluddin, 2004). Berdasarkan

hal tersebut, menjadi hal yang perlu

digarisbawahi bahwa agama bagi anak-

anak sangat ditentukan oleh lingkungan

rumah, sekolah, dan masyarakat. Oleh

karena itu, setidaknya menurut Quraish

Shihab ada beberapa hal yang menjadi

perhatian bagi guru dan orangtua dalam

memahami agama bagi anak-anak dalam

memahamkannya kepada mereka (Shihab,

2014), yaitu:

Pertama, memahami pertanyaan

anak-anak dan meluruskannya jika keliru.

Banyak pertanyaan yang tidak wajar dan

bahkan salah jika ditanyakan. Misalnya

pertanyaan “Siapa yang menciptakan

Allah”. Meluruskan pertanyaan ini sejak

semula lebih penting daripada

menjawabnya.

Kedua, pemahaman agama yang

diberikan kepada anak-anak harus

disesuaikan dengan kemampuan nalar dan

rasa mereka. Pemahaman agama harus

sesuai dengan daya tangkap anak. Contoh

perumpamaan adalah salah satu cara yang

sangat membantu dalam memahamkan

agama kepada anak. Misalnya

menganalogikan kenikmatan surga jauh

melebihi kenikmatan es krim.

Ketiga, memahamkan agama kepada

anak tidak dapat mengelak dari

keterjerumusan dalam pilihan kata-kata

yang dapat dinilai bertentangan/tidak

dibenarkan oleh ketentuan aqidah/syariah.

Misalnya menggunakan kalimat

menyangkut Allah yang sepintas terbaca

sebagai “mempersamakan Allah dengan

makhluk”. Contohnya “Allah turun” “Dia

yang Dilangit” atau gambaran

“kegembiraan” Allah terhadap orang yang

bertaubat bahwa Allah bergembira melebihi

kegembiraan seseorang di padang pasir

yang kehilangan unta bersama bekalnya,

tapi tak lama kemudian yang kehilangan

unta dan bekal itu muncul di hadapannya.

Page 8: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

166 | P a g e

Contoh-contoh tersebut serasa

menyamakan allah dengan makhluk.

Keempat, sebagaimana Imam Al-

Ghazali dalam kitab al-Istiqad yang

menyatakan bahwa keyakinan tentang

kebenaran kebenaran satu ide oleh pihak

yang diyakinkan dapat berhasil dengan

berbagai cara selama sesuai dengan sikap

yang hendak diyakinkan, karena ada orang

yang yakin bukan berdasarkan argumentasi

akliyah, tetapi karena apa yang hendak

diyakinkan kepadanya sejalan dengan

kecenderungan hatinya. Ada lagi yang

percaya tanpa argumentasi akibat

kepercayaan dan kekagumannya terhadap

siapa yang menyampaikan. Oleh karena itu,

guru dan orangtua sangat berperan dalam

hal memperoleh kepercayaan dan

kekaguman anak. Agama bagi anak-anak

bisa jadi tidak memuaskan bagi orang

dewasa, tetapi itu dalam pemahaman

mereka agama yang dimengerti bisa

mengafirmasi hilangnya masalah agama

yang dialami oleh Anak.

Masih menurut Iman Al-Ghazali,

banyak argumentasi akliyah, walau dalam

Alquran, yang jika diteliti lebih jauh,

sifatnya tidak sepenuhnya meyakinkan

ilmuwan, kendati argumentasi itu

meyakinkan banyak orang. Sebagaimana

juga Syekh Abdul Halim Mahmud dalam

kitabnya al-Islâm wa al-‘Aql yang

menyebutkan seseorang tidak perlu

bertepuk tangan kepada orang-orang yang

membuktikan wujud Tuhan melalui nalar,

karena dengan nalar juga orang lain dapat

membuktikan sebaliknya. Jadi, agama yang

dipahami anak-anak boleh jadi tidak

memuaskan bagi orang dewasa, tapi

membuat anak-anak paham.

Kelima, sejak dini sudah ditanamkan

kepada anak, bahwa kemampuan menalar

sesuatu dan membuktikan kebenaran tidak

sama dengan kemampuan

menggambarkannya dalam benak. Bisa jadi

seseorang dapat membuktikan sesuatu

secara ilmiah yang didukung oleh nalar

yang lurus, tetapi benak tidak dapat

menggambarkannya kendati sudah dewasa

dan berpengetahuan, apalagi anak-anak.

Hal ini harus ditekankan bahwa menalar

adalah menjangkau sesuatu dengan nalar,

sedangkan menggambarkan sesuatu adalah

menghadirkan nya dalam benak.

Berdasarkan hal tersebut di atas,

membangun sisi spiritual anak merupakan

hal yang tidak bisa dipandang sederhana.

Kompleksitas dari spiritualisme anak

merupakan hal yang perlu menjadi

perhatian utama, karena dengan pondasi

religius yang kuat akan memberi pengaruh

yang besar bagi anak-anak dalam menjalani

kehidupan secara positif. Dengan demikian,

dapat dipahami bahwa doktrin ajaran Islam

bagi anak-anak muslim di era digital dan

pandemi haruslah dicapai dengan kacamata

kontekstual dan tidak menghilangkan

karakter anak dalam beragama.

Pembahasan

Budaya telah melakukan transisi,

begitu pula karakteristik generasi sekarang.

Diksi gadget, handphone, dan media sosial

tidak asing di telinga anak-anak, karena itu

adalah bagian dari mereka, di mana

teknologi telah menjadi satu kesatuan dan

melekat dalam kehidupan mereka sehari-

hari. Generasi yang sedari lahir sudah

terbiasa hidup dan dikelilingi teknologi

sebagai alat bantu dalam aktivitas

Page 9: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

167 | J u r n a l H a w a

Cara mengajar Agama bagi Generasi digital

native di masa pandemi

Bahan pengajaran Agamai

Tujuan dari Pengajaran Agama bagi generasi digital native

kehidupan keseharian disebut sebagai

generasi digital native (Prensky, 2001).

Berdasarkan pendapat penggagas teori

generasi digital native tersebut, menyatakan

bahwa generasi yang lahir pada era 80-an

dan sesudahnya adalah generasi yang lahir

pada lingkungan teknologi digital. Generasi

yang paling melekat dengan istilah generasi

digital native adalah generasi Z (Internet

Generation yang lahir tahun 1994 hingga

sekarang). Karena itu pendekatan doktrin

yang dilakukan kepada generasi digital

native haruslah menggunakan pendekatan

yang komprehensif karena doktrin ajaran

agama terhadap anak-anak tidak hanya

dilihat pada ranah fase perkembangan dan

karakteristiknya saja, namun juga aspek

lingkungan dan perubahan yang

mempengaruhinya. Berdasarkan hal

tersebut Zakiah Daradjat menekankan

bahwa multi approach adalah pendekatan

dalam metode yang bisa dilakukan, yakni

pendekatan religius (fitrah), pendekatan

filosofis (rasionalitas), sosio-kultural, dan

pendekatan scientific yang mewujudkan

munculnya domain kognitif, afektif dan

psikomotorik (Daradjat, dkk, 2001: 72).

Pendekatan-pendekatan tersebut

merupakan afirmasi daalm mendukung

doktrin ajaran Islam bagi anak-anak muslim

sekarang ini.

Lingkungan sekarang ini adalah

lingkungan millenial, di mana teknologi

telah menjadi “makanan sehari-hari” bagi

anak-anak. Peningkatan dan akrabnya

dalam penggunaan teknologi digital, media,

dan komunikasi yang sifatnya daring

menjadi hal yang wajar. Oleh karenanya

pendekatan multi approach harus menjadi

tolak ukur dalam implementasi bagaimana

mengajarkan agama kepada anak-anak.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis

memetakan doktrin ajaran Islam bagi

generasi digital native di masa CoVid-19 ini

dengan dideskripsikan dalam 3 (tiga) hal

utama, sebagaimana grafik visual berikut:

Gambar 1. Grafik Visual Doktrin

Ajaran Islam

bagi Generasi Digital Native di masa

Pandemi

Dari gambar tersebut di atas, model

pendidikan agama berbasis teknologi

menjadi kerangka aplikatif dalam

implementasi doktrin ajaran agama bagi

generasi digital native di tengah wabah

CoVid-19. Model pendidikan teknologi (the

educational technology model) dalam

Page 10: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

168 | P a g e

mendoktrin ajaran Islam terhadap generasi

digital native ini dalam tujuannya adalah

menghasilkan perubahan religiusitas anak

dalam berperilaku, berprinsip pada tujuan

yang jelas, penekanan pada hal-hal positif

dalam rangka pertumbuhan agama,

pergerakan pembelajaran yang mudah dan

efektif, dan penilaian berfokus pada

perubahan sikap. Model ini memiliki

paradigma ynag kuat karena outcomes dari

model ini adalah sikap anak-anak yang bisa

diamati dan doktrin yang efektif sesuai

zaman—dalam rangka menjadi individu

yang religius—dengan cara yang aman dan

tidak menghilangkan kewajiban protokol

kesehatan dalam pendidikan di masa

pandemi. Model ini mengafirmasi nilai

interaktif, edukatif, inovatif dan efektif di

tengah pandemi dalam pengajaran agama

tanpa mengaburkan esensi doktrin agama.

Seiring perkembangan teknologi

banyak inovasi yang bisa dilakukan dengan

akses daring dalam pengajaran agama.

Mengajar/mendidik tentang ajaran Islam

kepada anak-anak di masa CoVid-19 bisa

dilakukan dengan aman tanpa

menghilangkan esensi karakteristik anak

concrete operational thought (Desmita, 2005:

156), dunia bermain (Hogg & Blau, 2004:

112), literasi digital (Ng, 2012; Martin, 2006)

dan pembelajaran yang bermakna (Ausubel,

; Gunstone, 2015). Gadget dan internet bisa

dijadikan sebagai sarana positif dalam

doktrin ajaran agama Islam kepada generasi

digital native. Partisipasi anak-anak dalam

lingkungan yang serba digital bisa

diupayakan dalam kerangka meningkatkan

pengetahuan atau wawasan dalam

beragama serta amaliyah dalam religiusitas

mereka. Aktivitas keagamaan, konsep ke-

Tuhanan, ibadah ritual dan interaksi dalam

ibadah sosial, dan contoh/ keteladan bagi

anak-anak muslim dalam beragama bisa

didukung melalui teknologi informasi,

visual, audio, literasi media, literasi

komunikasi dan media interaktif. Hal ini

sejalan dengan sosio religius-kultur

demografi anak-anak muslim dalam

konteksnya sebagai generasi digital native.

Berdasarkan sosio religius-kultur

demografi, dalam memberi pemahaman

agama kepada anak-anak, setidaknya ada

tiga dimensi yang diimplementasikan,

yaitu: (1) dimensi modeling force

(memberikan contoh dalam mendoktrin);

(2) dimensi cognitive force (pembentukan

pengetahuan agama bersifat eksklusif semi-

totalistik untuk kaitannya tentang ke-

Tuhanan, dan inklusif –humanis-komunal

dalam aspek sosial bermasyarakat); (3)

Conditional force (kultur yang dibangun

kental dengan nuansa aktivitas keagamaan).

Dengan kata lain, dalam memahamkan

ajaran agama adalah dengan kerangka

doktrin yang positif. Artinya, doktrin

dilakukan berdasarkan prinsip objektif,

reflektif, observatif, tidak dogmatis, dan

tidak fanatik buta (Kurdi, 2018: 239)

Dimensi pemahaman agama bagi

anak-anak digital native tersebut secara tidak

langsung juga mengharuskan generasi

muslim memiliki kompetensi multi literasi.

Penguasaan menggunakan

komputer/program, mengakses internet

dan website, membaca teks dari screen,

memahami informasi dan pengetahuan

agama secara audio-visual, dan etika dalam

dunia cyber menjadi satu kesatuan

simpulan perhatian dalam implementasi

doktrin ajaran Islam kepada anak-anak

Page 11: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

169 | J u r n a l H a w a

generasi generasi Z. Berdasarkan data yang

dikumpulkan setidaknya ada beberapa

macam sarana dan cara yang bisa dilakukan

dalam pengajaran agama Islam bagi anak-

anak “kekinian” secara menarik dan

menyenangkan (edutainment) dengan tetap

berpedoman pada nilai-nilai ajaran Islam

dan memperhatikan Surat Edaran Nomor 4

Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan

Pendidikan dalam Masa Darurat

Penyebaran Covid-19, protokol kesehatan,

masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala

Besar), lockdown, isolasi, physical distancing,

social distancing, dan role usaha memutus

rantai penyebaran virus Corona dalam

kerangka Study from Home (SFH) maupun

bagian usaha blended learning di dalam

kerangka model pendidikan teknologi (the

educational technology model),. Adapun

sarana dan cara tersebut bisa dilihat pada

Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Sarana dan Cara Pengajaran

Agama Islam

Bagi Generasi Digital Native di Era

CoVid-19

N

o.

Sarana/Me

dia

Keterangan

Sarana/Cara

1. E-Learning

dan

Webinar

Membuat sebuah sarana

setting kelas dan

kelompok diskusi

dengan cara

membangun jaringan

lewat aplikasi LMS

(Learning Management

System) dan

microblogging seperti

Ruang Guru, Google

Classroom, Rumah Belajar,

Qupper, Zenius, Edmodo,

Moodle, Itslearning,

Skillshare, KelasKita,

Edublogs, Skype, Brainly,

Wikispaces, Schoology,

Classdojo, Aku Pintar,

Hangouts, Openstudy,

Quora, Pinterest,

SEVIMA Edlink, Zoom,

Google Meet atau akses

Claroline, Dokeos. Diskusi

kelas Online, membuat

materi pelajaran agama,

upload dan berbagi

catatan/file/dokumen,

pemberian tugas dan

kuis, sharing

pengaalaman terkait

agama, dll.

2. Media

Sosial

Mengajarkan anak

tentang agama lewat

media aplikasi Facebook,

Instagram, Line,

Whatsapp, Twitter,

Telegram, Ask.fm,

Snapchat, Skype, dll.

Dengan inovasi untuk

menyampaikan materi

ajar, berdiskusi/

bertanya/

berkomentar/berkomun

ikasi, video

call/conference,

bersosial/pertemanan/

silaturahmi, berbagi

kreasi

foto/video/gambar/

informasi dan sharing

thread serta pusat

informasi

3. Aplikasi

Audio-

Membuat Video

ataupun menonton

Page 12: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

170 | P a g e

Visual YouTube dan situs web

berbagi video lainnya.

Dengan cara mengakses

informasi/pengetahuan

agama untuk anak-anak

dan film edukasi

animasi/kartun

bernuansa islami

seperti: Upin dan Ipin,

Nussa Official, Syamil

dan Dodo, Adit Sopo

Jarwo, Omar dan Hana,

Ali and Sumaya, Riko

the series, Alif Alya,

Joseph the King of

Dreams, Kisah Nabi,

Muslim Kids TV, Yufid

Kids, Kastari Sentra

Animation dll) . Inovasi

doktrin agama Islam

dengan cara mengakses

tontonan dan film

edukasi islami (dan

memperhatikan

keterangan usia yang

bisa mengakses channel)

memberikan nilai

edukasi anak Islami,

kesempatan belajar

agama dengan basis

edutainment misal

belajar membaca

Alquran, belajar huruf

hijaiyyah, belajar bahasa

Arab,mengikuti dan

menyanyi lagu religi

dan lagu islami anak,

menghafal Alquran,

menghafal Asmaul

Husna, menambah

wawasan Islam dan cara

beribadah, sketsa lucu

islami, mengenalkan

perilaku Islami, bermain

puzzle islami, dan

meneladani kisah moral

berkarakter. Adapun

aplikasi untuk mebuat

video kreatifitas terkait

ajaran Islam, sosial

experiment adab dan

akhlak, dan pengamalan

ibadah misalnya: Adobe

Premier Clip, Corel Video

Studio, Camtasia, AVS

Video Editor, Windows

Movie Maker, OpenShot

VideoShow, Snack Video,

Vidio, TikTok, InShot,

FunVideoApp,

KineMaster,

VivaVideo,VideoShow,

Filmorago, dll

4. Blogging, E-

Book dan

buku pintar

Menulis tugas, opini,

cerita, pengalaman

inspiratif, diskusi dan

sharing ilmu agama

serta membaca dan

mendengarkan

wawasan Islami dan

pendidikan agama

Islam/ibadah di dalam

Open access, e-book,

WordPress, Medium,

Penzu, Webs, Weebly,

Wix, Bogger, Postach.io,

Pen.io, Tumblr,

Livejournal, Buku Sekolah

Digital, E-Book, Buku

pintar layar sentuh

Page 13: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

171 | J u r n a l H a w a

Pengetahuan agama Islam,

Smartbook Alquran,

Murottal Audio Digital,

Buku digital Islami, Buku

Playpad Edukasi Islami,

Buku Aktivitas Seru Anak

Islam, Buku Aktivitas

Anak Sholeh, Komik anak

Islam Pdf , Pinterest baca

Buku Online, dll.

5. Aplikasi

Game (Game

Mobile)

Game Anak Islami bisa

digunakan agar tidak

menghilangkan esensi

anak-anak dalam

bermain sambil belajar

agama Islam. Aplikasi

game tersebut misalnya:

Game Anak Sholeh,

Rumah Amalia, Marbel

MuslimKids, Marbel Doa

Islam, Game Tajwid,

Belajar Huruf Hijaiyah,

Game Tajwid Petualangan,

Moslem Kids Puzzle,

Game Edukasi Belajar Iqro,

Marbel Mengaji / Marbel

Learns Quran for Kids,

Islamic Girl Puzzle

Toodlers, Video Lagu Anak

Islam, Asah Otak anak

Muslim, Muslim

Millionaire Quiz, Kuis

Anak Muslim, Islamic

Puzzle Game, Soleh Super

Jump, Belajar Bahasa Arab

+ Suara, dll.

Data bersumber dari berbaga sumber website

dan playstore

Platform digital berbasis teknologi

di atas merupakan sarana yang bisa

dimanfaatkan dalam pengajaran agama

Islam dengan metodologi pengajaran yang

jauh dari unsur konvensional. Aplikasi,

game dan situs-situs tersebut juga sebagai

affirmative action dalam menghargai ruang

Online bagi generasi digital native. Guru dan

orangtua harus adaptif dengan perubahan

zaman dan harus memiliki kesadaran tinggi

dalam memberi rasa aman bagi anak-anak

untuk belajar agama di masa pandemi

Covid-19. Zaman berubah maka

pendekatan juga berubah, kontekstual

dalam doktrin agama tidak bisa dipaksakan

dengan tradisi ceramah saja, namun juga

dengan inovasi dan reformulasi metodologi

pembelajaran agama. Analoginya

sebagaimana mobil dan handphone selalu

berubah dengan fitur dan fasilitas yang

semakin canggih dari tahun ke tahun demi

efektifitas dan kenyamanan dalam

beraktivitas. Maka begitu pula dengan

pengajaran agama Islam, doktrin tetap

sama, sumber utama Alquran dan hadits

tetap menjadi pegangan, namun metode

pengajaran semakin dikembangkan,

sehingga ilmu agama yang didapat terpatri

dalam hati, bermakna dan bermanfaat bagi

keseharian anak-anak muslim.

Mengajarkan ajaran agama Islam

kepada anak-anak muslim di masa pandemi

dengan melibatkan kebermanfaatan

teknologi menurut pemikiran penulis

merupakan kekuatan besar bagi

pendidikan agama Islam, karena secara

implisit dapat dilihat bahwa aplikasi, game

online islami, dan situs-situs pendukung

pengajaran agama sebagaimana yang

disebutkan dalam tabel 1 mampu

memunculkan proses edukatif. Dengan

inovasi dalam pengajaran agama ataupun

pembelajaran agama akan terlihat

mengedepankan nilai-nilai proses edukatif

Page 14: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

172 | P a g e

yakni proses interaksi multiarah, proses

komunikasi verbal dan tulisan, proses

refleksi makna agama dan beragama, dan

proses eksplorasi pengetahuan agama

hingga proses aktivasi karakter dalam

kehidupan sehari-hari.

Proses pengajaran daring di rumah

maupun blended learning di masa pandemi

ini tidak akan menghilangkan makna

pembelajaran layaknya di sekolah, namun

malah menjadi nilai plus karena pendidikan

yang bermakna akan lebih muncul ketika

ada support di lingkup keluarga. Dengan

mengoptimalkan platform digital yang ada

memungkinkan untuk muncul tidak hanya

ranah akademik intelektual saja, tetapi juga

life skill dan karakter (akhlakul karimah)

yang didukung dengan uswah, qudwah dan

mauidzah dari orangtua. Keteladan dan

nasihat dari orangtua memungkinkan

orangtua menjadi role model dalam

beragama dan pengamalan Aqidah,

akhlakul karimah, dan Syariah. Tidak ada

yang paling bisa diikuti dalam beragama

bagi anak-anak kecuali dengan mencontoh

dan didampingi, diarahkan, dan

dikembangkan oleh orangtuanya. Oleh

karenaya, hal positif yang diperoleh dengan

mengoptimalkan sarana tersebut adalah

maka pengajaran agama akan memiliki

nuansa yang menarik, menyenangkan,

edutainment, kreatif, interaktif, edukatif,

muncul rasa koriusitas yang cukup tinggi,

inspiratif, meaningful learning dan nilai-nilai

positif lainnya.

Berdasarkan keseluruhan hal di atas,

ada 3 (tiga) perspektif yang menjadi

perhatian sebagai analisis akhir, yakni

teknis, literasi kritis, dan literasi sosial-

emosional dalam pengajaran agama bagi

anak-anak generasi digital native di era

pandemi.

1. Dalam perspektif teknis: (1)

Perlu adanya pengetahuan yang

baik dalam penggunaan

komputer dan program; (2)

Efektifitas, efisiensi dan

optimalisasi waktu yang

digunakan harus diperhatikan,

tidak boleh digunakan dalam

kurun durasi waktu yang lama

dan terus menerus tanpa batasan

karena akan mengganggu

kesehatan fisik dan indera jika

tidak ada batasan, dan bahkan

berdampak pada kecanduan

gadget/game; oleh karenanya,

manajemen waktu beribadah,

belajar dan bersosial/bermain

menjadi perhatian (3)

Diperlukan variasi dalam

implementasi pengajaran agama

dengan platform digital yang

tersedia;

2. Dalam perspektif literasi kritis:

(1) Terbangunnya pemahaman

dengan gaya belajar yang varian

dan bersifat multiple intelligence,

dengan begitu tantangannya

adalah tingkat kematangan

beragama, tingkat intelektual,

dan perbedaan karakteristik

individu anak patut menjadi

pertimbangan; (2) Keterampilan

dalam membaca teks melalui

layar gadget/ screen

memungkinkan anak menjadi

kritis dalam berpikir,

mereproduksi karya

(lisan/tulisan/aksi), dan

Page 15: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

173 | J u r n a l H a w a

melakukan konstruksi dan

sintesa dari

bacaan/pengetahuan;

3. Dalam perspektif literasi sosial-

emosional, (1) Virtual Reality dan

Augmented reality

memungkinkan anak menjadi

tidak bisa bersosial secara offline,

oleh karena itu manajemen

penggunaan gadget/internet

harus diimplementasikan secara

optimal, karena dalam faktanya

dunia realitas tidak akan sama

dengan dunia virtual,

manajemen emosi dalam intra-

personal dan interpesonal akan

memungkinkan anak-anak

ketika pengajaran agama

memiliki sisi kepekaan yang

positif dalam memecahkan

masalah bagi dirinya maupun

ketika di masyakat; (2)

Pengunaan platform situs dan

aplikasi/game seyogyanya

berperspektif adil gender dan

memperhatikan anak-anak

disabilitas; (3) Bijak

menggunakan platform yang

ada sehingga tidak

menghadirkan dampak negatif

dari penggunaan flatform yang

ada khususnya dalam kerangka

doktrin agama bagi anak-anak.

Literasi Etika Online dan Literasi

Cyber safety dalam hal surfing,

browsing, dan menggunakan

platform gaming harus

berdasarkan etika dunia internet,

sehingga informasi yang diserap

murni untuk menimba ilmu

agama yang sifatnya sesuai

dengan koridor etika beragama

dan dasar Ahli Sunnah wal

Jamaah, inklusifitas beragama,

penuh kehati-hatian, selektif dan

digunakan dalam hal dan cara

positif/bermanfaat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa dunia pendidikan

Islam dalam kerangka mengajarkan ajaran

agama mengintrodusir pola/model

pendidikan yang transformatif kontekstual.

Di mana pendidikan berbasis teknologi

sudah seharusnya dioptimalkan. Dalam

masa pandemi Covid-19, guru dan

orangtua tidak bisa menolak realitas

tentang pengajaran yang bersifat daring dan

beradaptasi secara totalitas dengan dunia

anak-anak generasi digital native. Tujuan,

doktrin, dan metodologi pengajaran agama

menjadi barometer corong utama dalam

melakukan reformulasi pengajaran agama

bagi anak-anak zaman “generasi Z” di masa

pandemi terkait bagaimana menanamkan

ke-aqidah-an, penanaman akhlakul karimah

serta syariah/fiqh (termasuk juga membaca

dan menghafal Alquran). Diharapkan

ketika menggunakan sarana seperti e-

learning, webinar, media sosial, aplikasi

audio-visual, blogging, e-book, smartbook dan

aplikasi game tidak mengenyampingkan

dunia anak-anak muslim sebagai bagian

generasi digital native dengan

memperhatikan tiga perspektif (teknis,

literasi kritis, dan literasi sosial-emosional)

dan juga sebagai bagian dari pengamalan

beragama dalam sosio religius-kultur

demografinya.

Daftar Pustaka

Page 16: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Muqarramah Sulaiman Kurdi : Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

174 | P a g e

Anisah, Ani. Siti. 2017. Pola asuh orang tua

dan implikasinya terhadap

pembentukan karakter anak. Jurnal

Pendidikan UNIGA, 5(1), 70-84.

As. Gilcman. 1991. Keterampilan Dasar

Mengajar Guru. Jakarta: Rineka

Cipta.

Cornu, B. 2011. Digital Natives: How Do

They Learn? How to Teach Them?

Moscow, Russian Federation:

UNESCO Institute for Information

Technologies in Education.

Daradjat, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan

Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagan

Agama Islam. 1982. Metodologi

Pengajaran Agama Islam. Jakarta:

Pembinaan Sarana dan Prasarana

Perguruan Tinggi Islam.

Gunstone, Richard. 2015. Meaningful

Learning. Australia: Monash

University

https://www.researchgate.net/pu

blication/302567262.

Hamid, Sholeh Moh. 2011. Metode Edu

Tainment, Yogyakarta: Diva Pres.

Jalaluddin & Ramayulis. 1998. Pengantar

Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam

Mulia.

Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

________. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Jukes, I., McCain, T., dan Crockett, L. 2010.

Understanding the Digital Generation:

Teaching and Learning in the New

Digital Landscape. Thousand Oaks,

USA: Corwin Press.

Juliane, C., Arman, A. A., Sastramihardja,

H. S., & Supriana, I. 2017. Digital

Teaching Learning for Digital Native;

Tantangan dan Peluang. Jurnal Ilmiah

Rekayasa dan Manajemen Sistem

Informasi, 3(2), 29-35.

Kurdi, M. S., 2018. Madrasah Ibtidaiyah

dalam Pandangan Dunia: Isu-Isu

Kontemporer dan Tren dalam

Pendidikan. Al Ibtida: Jurnal

Pendidikan Guru MI, 5(2), pp.231-

248.

Kurdi, M. S., 2018. Evaluasi Implementasi

Desain Pendidikan Karakter

Berbasis Pendekatan

Humanistik. Elementary: Jurnal

Ilmiah Pendidikan Dasar, 4(2),

pp.125-138.

Kurdi, M. S., Mardiah, M., Kurdi, M. S.,

Usman, M. I. G., &

Taslimurrahman, T. T. 2020.

Speaking Activities In Madrasah

Ibtidaiyah: A Meta Narrative

About Character Building And

Page 17: Doktrin Ajaran Islam untuk Generasi Muslim Di Masa Pandemi

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

175 | J u r n a l H a w a

Multiculturalism Point Of

View. Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan

Dasar Islam, 12(1), 55-82.

Lubis, M. A., & Aspar, R. 2005. Kaedah

pengajaran pengetahuan agama

Islam di Brunei Darussalam. Jurnal

Pendidikan, 30, 141-150.

Mardina, R. 2019. Literasi Digital Bagi

Generasi Digital Natives. Diakses

dari https://www. researchgate.

net/publication/326972240_Literasi_D

igital_bagi_Generasi_Digital _Natives

Martin, A. 2006. Literacies for the Digital Age:

Preview of Prt 1. In Martin, A., (Ed).

Digital Literacies Learning. London:

Facet Publishing. hlm. 3-25

Mawardi. 2000. IAD,ISD,IBD. Bandung:

Pustaka Setia.

Muhadjir, Noeng. 2011. Metodologi

Penelitian, Jakarta: Rake Sarasen.

Newton, Robert R. 1981. Four Models of

Teaching Religion. PACE. Volume

11, 17. USA: Boston College

University Libraries.

http:hdl.handle.net/2345/2429

Ng, W. 2012. Can We Teach Digital Natives

Digital Literacy?. Computers &

Education, 59. hlm. 1065-1078

Prensky, M. 2001. Digital Natives, Digital

Immigrant on the Horizon. MCB

University Press, Vol. 9 No. 5

Singgih D.Gunarsa. 2015. Psikologi Untuk

Membimbing. Cet. VII. Jakarta: PT.

Gunung Mulia.

Syafe'i, Imam. 2015. Tujuan Pendidikan

Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal

Pendidikan Islam, 6(2), 151-166.

Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang

Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan

dalam Masa Darurat Penyebaran

Covid-19.

Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem pendidikan nasional dan

Penjelasnnya. Yogyakarta, Media

Wacana Press, 2003.