Upload
vuongminh
View
260
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
DOKTRIN INTISAB PUI SEBAGAI SARANA PENGUATAN MILITANSI
KADER
(Studi Sejarah Organisasi Islam di Jawa Barat)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Fikri Dikriansyah
NIM: 1111022000023
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2018
v
ABSTRAK
FIKRI DIKRIANSYAH (1111022000023)
“Doktrin Intisab PUI Sebagai Sarana Penguatan Militansi Kader “
Arti kata Intisab menurut bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban-
wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan, mengkerabatkan,
satu keturunan, dan mempersaudarakan. Menurut istilah Intisab adalah ucapan
pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk mempersenyawakan,
memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan pengamalan. Secara sederhana
intisab adalah ikrar atau janji.
Suatu organisasi kemasyarakatan tidak lepas dari sebuah doktrin atau ikrar yang
selalu menjadi pegangan bagi para kadernya, termasuk salah satunya yaitu
organisasi kemasyarakatan Persatuan Umat Islam (PUI) yang kuatnya dugaan
bahwa Intisab menjadi doktrin penguat militansi para kadernya.
Hasil riset yang dilakukan penulisadalah, bahwasannya pengaruh Intisab bagi para
kader PUI secara keseluruhan tidak terlalu memberikan dampak yang jelas.
Namun dalam bidang pendidikan, Intisab menunjukan pengaruh yang sangat
signifikan, terlihat dari para kader PUI yang banyak bergelut di bidang
pendidikan dan mengembangkan konsep pendidikan PUI ke arah yang lebih baik.
Disamping melestarikan konsep pendidikan PUI yang terdahulu, para kader PUI
juga memberikan pembaharuan di dunia pendidikan agar bisa bersaing dengan
pendidikan masa sekarang dan masa yang akan datang. Maka, jelas dalam hal ini
para kader militan PUI yang semangat bergerak di bidang pendidikan sangat
dipengaruhi oleh doktrin intisab terutama dalam bait Al-Ishlahus saabiluna yang
memiliki delapan macam perbaikan hidup dan salah satu jalannya adalah
perbaikan pendidikan (ishlahut tarbiyah) yang dipegang kuat oleh para kader-
kadernya.
`
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan beserta limpahan hidayah dan taufik
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW yang telah membimbing
umatnya menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai DOKTRIN INTISAB
SEBAGAI SARANA PENGUATAN MILITANSI KADER dalam rangka
mencapai gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). Dalam penyusunan Skripsi ini,
penulis menyadari sepenuhnya tidak akan terwujud tanpa ada bantuan dari banyak
pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendorong, membimbing dan memberikan motivasi.
Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajarannya dan juga pernah sebagai Dekan FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan
Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Hj. Tati Hartimah, MA, yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi
selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini.
4. Kepada semua Dosen Sejarah Kebudayaan Islam maupun Dosen yang ada di
Fakultas Adab dan Humaniora tanpa terkecuali yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu yang telah ddiberikan.
5. Ayahanda H.M Sabih Ashadi dan Ibunda Hj. Imas Maesih yang telah
berjuang dalam membesarkan dan mendidik penulis, dan memberi segala
curah kasih sayangnya sehingga penulis dapat berpendidikan lebih tinggi.
semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda, amin ya rabal
‘alamin.
vii
6. Kepada KH. Syarif Rahmat, R.A. SQ. MA beserta keluarga dan para guru
Pondok Pesantren Ummul Qura.
7. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada
Ketua jurusan dan sekertaris serta dosen-dosen jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya,
Pembimbing Akademik H. Nurhasan, MA, yang selalu bersedia meluangkan
waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala
yang penulis hadapi.
8. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Adik-adikku Femi Yusabbah, Elif Alifah dan Fathi Makkia Madhani tak lupa
juga kepada kakaku Epip Yukhopipa, M.Pd yang selalu membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada para senior jurusan Sejarah Kebudayaan Islam yang telah memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Adik-adik jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, dinda Rian Wahyudin, dinda
Ari Badruzaman, dinda Amir, dinda faqih, dinda Nia Hidayati dan yang
lainnya.
12. Kepada adinda terkasih Intania Ramadhani,S.Ps yang selalu memberikan
support kepada penulis
13. Kawan kawan seperjuangan Apartemen Semanggi, kanda Ibnu Aidil Putra
S.Pd, kanda Syahrul Ramadhan, kanda Muflihun Hidayat, kanda Dani
Ramdhani, S.Ag, dan Dudu Ruskandi yang telah menemani dan memotivasi
penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
14. Kawan-kawan bermusik Dialog Semanggi, Riski SA, Adi, Aan, Eri
Muharam, Zulham Fatah, Deden Haztawidjaya, Firman Ali Yusuf, Riki
Akbar, Muhammad Ilham dan adinda fadil yang selalu menghibur penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
Harapan dan iringan do’a penulis ucapkan semoga Allah SWT meridhoi
dan membalas amal baik kita semua dengan berlipat kemuliaan, amiin. Akhirnya
viii
besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca sekalian
Jakarta, 28 Maret 2018
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................ i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ............................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ............................... 11
E. Tinjauan Pustaka .................................................................... 13
F. Kerangka Teori ....................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 15
BAB II SEJARAH SINGKAT PERSATUAN UMAT ISLAM
A. Latar Belakang PUI ................................................................ 17
B. Azas, Sifat, dan Tujuan PUI ................................................... 21
1. Azas Persatuan Umat Islam ............................................... 21
2. Sifat dan Tujuan Persatuan Umat Islam ............................ 26
C. Tokoh Pendiri ......................................................................... 28
1. KH. Ahmad Sanusi ........................................................... 28
2. Abdul Halim……………………………………………. 29
D. Program Kerja ........................................................................ 31
BAB III DOKTRIN AJARAN PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI)
A. Pengertian Intisab ................................................................... 34
B. Intisab Sebagai Mabda ........................................................... 35
C. Intisab Sebagai Manhaj .......................................................... 36
xii
D. Intisab Sebagai Iqrar Mujahadah ............................................ 37
E. Intisab Sebagai Tafwidh ......................................................... 39
BAB IV BENTUK KONKRIT DOKTRIN INTISAB BAGI
MASYARAKAT
A. Ishlah Al-Tsamaniyyah .......................................................... 41
B. Realisasi Doktrin Intisab bagi Masyarakat (Ishlahut Tarbiyah) 47
C. Warisan Ishlahut Tarbiyah ..................................................... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 55
B. Saran ...................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam. Mereka tinggal di
berbagai daerah dengan ragam sosial budaya masyarakat. Atas kenyataan itu,
maka tidaklah heran jika banyak berdiri organisasi-organisasi gerakan
keagamaan yang berazaskan Islam, seperti halnya organisasi Persatuan Umat
Islam (PUI). Organisasi Persatuan Umat Islam merupakan fusi atau
gabungan dari dua organisasi yang didirikan oleh dua tokoh Islam asli Jawa
Barat, yakni Perikatan Umat Islam yang berpusat di Majalengka dengan
tokoh pendirinya Abdoel
Halim dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII)
yang berpusat di Sukabumi dengan tokoh pendirinya KH. Ahmad Sanusi.1
Kedua pimpinan PUI dan PUII tersebut sebenarnya satu guru dan satu
ilmu. Keduanya pada waktu bersamaan menuntut ilmu di Mekah, Saudi
Arabia pada tahun 1908-1911. Mereka saling bersahabat dan saling bertukar
pikiran, baik di bidang pendalaman ilmu, maupun pengamalan ilmunya kelak
setelah kembali ke tanah air. Dan setelah mereka kembali ke tanah air,
mereka bertemu untuk memantapkan cita-cita serta menggalang persatuan
dan kesatuan umat islam di Indonesia.
Selanjutnya, sebagai mana yang telah di ungkapkan Wawan Heriawan
dalam bukunya Seabad Persatuan Umat Islam mereka masing-masing
memimpin PUI dan PUII, frekuensi pertemuan mereka semakin tinggi dan
efektif. Sejak Abdul Halim diundang oleh KH. Ahmad Sanusi untuk
berceramah pada Muktamar Ali di Sukabumi yang di laksanakan pada bulan
Maret tahun 1935, rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan
dan kesatuan umat Islam Indonesia semakin jelas. Kedua ulama beserta
seluruh anggota masing-masing bertekad bulat untuk saling melebur
organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama.
1 Mohammad Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, (Majalengka: Yayasan KH. Abdul
Halim, 1968), h. 49
2
Kemudian ide berfusi tersebut semakin berkembang ketika kedua
tokoh itu sama-sama menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).2 Adapun latar belakangnya selain dari
keduanya ini memiliki landasan dan tujuan yang sama, juga karena tekad kuat
yang sama dalam menggalang persatuan di kalangan umat Islam. Di tengah
kesibukan kedua tokoh tersebut dalam BPUPKI, mereka menyempatkan diri
untuk menyusun rencana teknis pelaksanaan fusi dari kedua organisasi
mereka.
Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi yaitu Persatuan
Umat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan
fusi dan lain-lain telah disepakati bersama. Tetapi ditakdirkan sebelum
upacara fusi dilaksanakan, KH. Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT.
Beliau berwasiat untuk secepatnya merealisasikan rencana fusi. Dan akhirnya
kedua organisasi ini bergabung pada tanggal 5 April 1952 atau lebih tepatnya
pada 9 Rajab 1371 H dalam penanggalan Hijriyah, yang bertempat di
Gedung Nasional Bogor.3
PUI adalah suatu organisasi sosial keagamaan yang bertujuan
melaksanakan Syariat Islami menurut Madzhab Ahlusunnah Waljama’ah.4
Dalam mencapai tujuan itu maka PUI mengadakan berbagai usaha
pembinaan di tengah anggota perserikatan khususnya umat Islam. Sebagai
suatu gerakan Islam, PUI menentukan diri bersifat independen, yakni tidak
berafiliasi pada organisasi atau partai lain. PUI lebih menitikberatkan
perjuangannya dalam bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan.5
Prinsip-prinsip perjuangan PUI tertuang dalam bentuk doktrin yang
dikenal dengan nama “INTISAB”. Pada mulanya falsafah ini merupakan
2 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), (Jawa Barat: YMSI,
2014), h. 179 3 Mohammad Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, (Bandung: Yayasan KH. Abdul
Halim, 1968), h. 52 4 Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, PUI. PB PUI, (Majalengka: PB PUI, 1991), h.
2 5 S.Wanta, 35 Tahun Persatuan Umat Islam dalam Penyelenggaraan Pendidikan,
(Majalengka: PB PUI, 1991), h. 18
3
prinsip-prinsip perjuangan organisasi Perikatan Oemat Islam (POI), sebagai
reaksi KH. Abdul Halim dalam menghadapi kemusyrikan kolonial Jepang.6
Ketika Jepang pertama kali masuk ke wilayah Hindia-Belanda selain
melakukan kerjasama dengan kaum Nasionalis, juga menjalin kerjasama
dengan kaum Muslim. Pengaruhnya meskipun mereka memiliki kebijakan
yang sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi kaum
Muslim sikap politiknya tampak lebih bersahabat. Kuat dugaan, strategi
politik yang dibangun mereka lebih mempertimbangkan sisi psikologis.
Sehingga melalui sikapnya itu proses pendudukan Jepang ke wilayah Hindia
Belanda relatif lebih mudah dan di beberapa tempat mendapatkan bantuan
dari kaum Muslim.7
Selanjutnta G.Moedjanti dalam bukunya yang berhudul Indonesia
Abad Ke-20: Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, menjelaskan bahwa
salah satu program yang memperolah banyak empati dari Masyarakat pada
awal penjajahan Jepang adalah di bidang pendidikan, di mana dalam hal ini
para pelajar Indonesia diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa
belajar di Jepang dengan alasan untuk kemajuan rakyat. Sebagai basis
pergerakan yang massif dan sangat diperhitungkan, Jepang berusaha menarik
perhatian dengan cara mengirim umat Islam untuk berhaji ke Mekah, di ibu
kota Jepang didirikan masjid dan yang paling menarik adalah diadakannya
konferensi umat Islam di Tokyo.8
Namun tidak lama dan selang beberapa waktu bangsa Indonesia
menyadari bahwa Jepang mempunyai tujuan sangat buruk dan ingin
menghancurkan bangsa Indonesia terutama umat Islam, menggantikan Islam
dengan Sintoisme.9 Walaupun umat Islam Indonesia telah dilatih dengan
kemusyrikan seperti berseikeirei (penghormatan dengan cara membungkukan
6 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 25
7 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), h. 238
8 G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20: Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati
(Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 74-75. 9 Shinto adalah agama resmi Jepang, Shinto sebenarnya bersasal dari bahasa China yang
berarti “jalan para Dewa”, “pemujaan para Dewa”, “pengajaran para Dewa”, Lihat
http://id.wikipedia.org/wiki/Shinto.
4
badan kearah Matahari terbit), tetapi perlawanan dari umat Islam tetap
berjalan dan dilakukan baik secara keras seperi melawan dengan perang
maupun lunak yaitu dengan cara berdiplomasi dan negosiasi. Di lain pihak,
Jepang juga menyadari bahwa muslim Indonesia bukanlah sesuatu yang
mudah diarahkan.
Pada waktu itu sikap umat Islam terbagi menjadi dua, yang pertama
sikap keras dengan perang fisik yang diperlihatkan oleh ulama-ulama secara
individual dan sikap halus yang diperlihatkan oleh pemimpin-pemimpin
muslim melalui wadah organisasi-organisasi. Cara keras yang dilakukan oleh
ulama-ulama secara individual menimbulkan pemberontakan lokal, seperti
yang dilakukan Tengku Abdul Jalil di Aceh. Ia mengatakan bahwa Jepang
lebih buruk dari pada Belanda. Maka perangpun terjadi pada bulan Agustus
1942. Pada awalnya Jepang ingin menyelesaikan polemik yang ada pada
waktu itu dengan damai, dengan cara mengirim utusan tetapi rupanya hal
tersebut tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak pada
waktu umat Islam sedang melaksanakan sholat subuh. Umat Islam berusaha
menahan serangan dengan persenjataan seadanya dan hal tersebut berhasil
membuat mundur pasukan Jepang. Begitu juga dengan serangan kedua,
berhasil digagalkan oleh Umat Islam. Kemudian pada serangan terakhir
(ketiga) barulah umat islam kalah melawan serangan Jepang dan Jepang
berhasil membakar Masjid, sementara pada waktu itu pemimpin
pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan
musuh, akan tetapi pada akhirnya tertembak saat sedang salat.10
dan masih
banyak lagi perlawanan terhadap kolonial Jepang yang di tunjukkan oleh
umat Islam, seperti perlawanan KH. Zaenal Mustofa Tasikmalaya.
Kemudian muncul pemberontakan pemuda muslim Muhammadiyah di
Pontianak, 8 Desember 1943, dan juga di Jawa Barat, yang dipimpin oleh
K.H. Zaenal Mustafa, pemimpin pesantren Sukamanah Singaparna
Tasikmalaya, pemberontakan meletus bulan Februari 1944. Maka, dari semua
pemberontakan yang terjadi, dapat penulis simpulkan bahwa motif
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara1942-1945.
5
pemberontakan tersebut pada hakikatnya selain motif kekejaman dan
kebrutalan Jepang, tetapi yang paling utama adalah motif membela Agama.
Setelah itu sikap para pemimpin muslim dan para ulama yang sudah
diarahkan oleh Jepang untuk membentuk organisasi yang di buat Jepang
dengan maksud bisa menjadi alat pencapaian dalam mencapai tujuannya,
ternyata realitas pada waktu itu bertolak belakang dengan keinginan Jepang.
Wadah wadah atau Organisasi-organisasi yang sudah dibuat oleh Jepang
dimanfaatkan oleh Umat Islam untuk memperkuat persatuan dan kekuatan
Muslimin Indonesia, dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan dan
mendakwahkan Agama Islam, dan sekaligus untuk menghilangkan pengaruh
Shinto yang sudah disebarkan oleh penjajah Jepang.11
Dalam buku yang berjudul Dinamika Peradaban Islam karya
Machfud Syaefudin Ira M. Lapidus menjelaskan beberapa fungsi
administratif dan kemiliteran yang diberikan kepada golongan Islam turut
memperkuat kekuatan politik dan memperluas massa untuk aksi muslim
selanjutnya.12
Dalam hal ini tiga hal yang dapat disebutkan: dibentuknya
Kantor Urusan Agama Islam (Shumubu), didirikanya Masyumi dan
pembentukan Hizbullah.
Selanjutnya, maka sejak tanggal 1 April 1944, dimulai pembentukan
Kantor Urusan Agama Daerah di setiap keresidenan (yaitu bagian dari suatu
provinsi). Di bawah kepemimpinan para tokoh seperti Wahid Hasyim dan
Kahar Muzakkir.13
Dan MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) sebagai
organisasi independen yang didukung kuat dan penuh oleh dua organisasi
massa terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah, yang pada
tanggal 24 Oktober 1943 dibubarkan oleh Jepang.14
Pembubaran ini pada
dasarnya adalah dikarenakan reaksi Jepang terhadap agitasi bait al-mal yang
11
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
h. 41-43. 12
Machfud Syaefudin. dkk, Dinamika Peradaban Islam, (Yoyakarta: Pustaka Ilmu, 2013),
h. 284. 13
B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, Terj. Safroedin Bahar (Jakarta:
PT. Grafiti Pers, 1985), h. 12-13. 14
Harry J. Bennda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang, Terj. Daniel Dhakidae (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1980), h. 183.
6
terus menerus dan secara gencar dalam mengorganisir pengumpulan dana,
pembagian zakat dan shadaqah oleh pengurus MIAI (Majlis Islam Ala
Indonesia) tanpa melibatkan Shumubu (Kantor urusan agama yang dibentuk
Jepang).15
Sebagai pengganti MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia), Jepang
membentuk organisasi baru yaitu Masyumi (Majlis Syuro Muslimin
Indonesia) tanggal 22 November 1943 dan diberi status hukum pada tanggal
1 Desember 1943. Sebagai ketua organisasi ini adalah K.H. Hasyim Asy’ari.
Bertepatan pada tanggal 1 Agustus 1944 Partai Masyumi semakin kokoh,
melihat keadaan tersebut pemerintah Jepang mengeluarkan pengumuman
reorganisasi atau merubah garis kewenangan organisasi Shumubu (lembaga
yang mengurusi masalah agama islam) yang bertujuan agar semua masalah
keagamaan yang dirasakan penting bagi masyarakat dapat diatur dengan
mudah. 16
Tujuan Jepang membubarkan MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) dan
mendirikan Masyumi guna merangkul rakyat Indonesia, khususnya pemimpin
Islam.17
Pada zaman Jepang, akhir tahun 1944, juga dibentuklah Hizbullah,
yaitu sejenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim Indonesia.
Seorang Kiyai bernama K.H. Zainul Arifin mendapat tanggung jawab
menjadi ketua panglima Hizbullah, tugas utamanya mengkoordinasi
pelatihan-pelatihan yang bersifat semi militer. K.H. Zainul Arifin adalah
salah satu utusan yang di percaya oleh Nahdatul Ulama dan menjadi
perwakilan dalam kepengurusan Masyumi. Di antara pemimpinnya terdapat
beberapa tokoh nasional yang amat terkenal sampai sekarang yaitu diantarnya
Muhammad Roem, Anwar Tjokro Aminoto, Jusuf Wibisono, dan Prawoto
Mangkusasmito yang kemudian menjadi politikus-politikus terkenal. Jadi
15
Martin Van Bruinesse, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Terj.
S. Farid Wajdi (Yogyakarta: Lkis, 1997), h. 54. 16
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 86-87. 17
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), h.
234.
7
seluruh masa pendudukan Jepang ini dapat dikatakan pula bahwa ternyata
umat Islam telah memperoleh keuntungan-keuntungan besar.18
Jepang pada akhirnya menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Hingga akhirnya ketika tokoh nasional Indonesia
mendengar berita bahwa Jepang kalah dalam perang Pasifik, ditandai dengan
meledaknya bom atom di Hirosima dan Nagasaki, Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.19
Dalam perjalanan selanjutnya, penulis juga ingin mengungkapkan
bahwa sikap yang sesungguhnya dari pemerintah pendudukan Jepang
terhadap kaum Muslim mulai tampak dan jelas terlihat. Mereka, bukan hanya
bermaksud mengorganisir kekuatan kaum Muslim untuk kepentingan Perang
Asia Timur Raya, tetapi dalam bukunya Seabad Persatuan Umat Islam yang
di tulis oleh Wawan Heriawan menjelaskan juga bahwa jepang menyerang
keyakinan dasar mereka melalui pemaksaan ajaran shinto (shintoisme). Kaum
Muslim diajarkan dan dipaksa melakukan seikeirai (menghormati Kaisar
Tenno Heika dengan menundukan badan ke arah Tokyo). Terutama kegiatan
yang disebut terakhir, jelas sangat melukai akidah kaum Muslim. Sebab,
dalam keyakinan dasar kaum Muslim, menyembah kepada selain Allah
hukumnya kafir dan Musyrik. Sejak saat itu kepercayaan kaum Muslim
terhadap pemerintahan pendudukan Jepang mulai berkurang. Sikap kaum
Muslim seperti itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin
perhimpunan, tetapi juga dilakukan oleh beberapa ulama secara individual.
Para ulama pemimpin-pemimpin Islam masih bekerjasama dengan
pemerintahan pendudukan Jepang, tetapi dengan mengajukan syarat
pemerintah penduduk Jepang tidak menghina keyakinan dan ajaran Islam.
18
B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, (Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985),
h. 15 19
Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam, (Yoyakarta: Pustaka Ilmu, 2013),
h. 284.
8
Sementara itu, dijumpai peristiwa ulama yang melakukan penolakan dan
pemberontakan.20
Dalam situasi yang serba kurang menguntungkan tersebut, Abdoel
Halim berupaya mengeluarkan masyarakat dari serba keterpurukan. Ia
melakukan penolakan terhadap pemerintah pendudukan Jepang tidak dengan
pemberontakan, tetapi dengan caranya sendiri. Hal itu begitu disadarinya,
sebab baginya pilihan hanya dua, yaitu perhimpunan yang didirikannya tetap
hidup atau dihabisi. Abdoel Halim memilih perhimpunannya tetap hidup agar
dapat melanjutkan cita-cita pergerakan yang dikembangkannya. Dengan
dasar inilah, maka KH.Abdul Halim bertekad untuk mengikrarkan dasar
perjuangannya yang kokoh dan kuat serta meliputi segala persyaratan
keamanan dan ketentraman jasmani-rohani, untuk mencari jalan perbaikan
pribadi dan masyarakat berdasarkan musyawarah atau kelapangan dan sesuai
dengan syariat Islam.
Dengan mempergunakan asas Islam, dapatlah diwujudkan tali yang
menghubungkan antara diri dan amal ihsan dengan Tuhannya. Yaitu Tuhan
yang menjadi awal permulaan segala sesuatu dan akhir kesudahan serta
tempat kembali segala sesuatu. Dengan bekerja dan beramal menurut syariat
Islam, amal perbuatan manusia dapat dipelihara dari kesalahan.
Untuk kepentingan itu, Abdoel Halim dan sejumlah kader Perserikatan
Oelama di Majalengka, seperti Djunaidi Mansyur, Abdoel Wahab, Bunyamin
Ma’ruf, Ahmad Nawawi, dan Abdoellah Jasin Basjoeni berkumpul untuk
merumuskan Intisab sebagai falsafah sekaligus doktrin tandingan terhadap
ajaran Seikeirei bagi anggota dan simpatisan Abdoel Halim dan Pesjarikatan
Oelama (PO). Rujukan yang digunakan Abdoel Halim dan para kadernya
dalam merumuskan Intisab, selain bersumber kepada Al-Qur’an juga
menggunakan kitab kuning Al-Washiyah al-Dzahabiyah karya al-Manuafi,
seorang ulama Mesir dan da’i generasi pertama setelah era al-Afghani dan
Abduh. Al-Manufi dikenal sebagai pendiri tariqat syadziliyah, yaitu
kelompok tarekat yang aktif dalam bidang diniyah (keagamaan), shufiyah
20
Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam, (1911-2011), h. 240
9
(tasawuf), ilmiah, dan falsafah. Oleh karena itu, gagasan intisab bertolak dari
aqidah islamiyah, sebab pada awalnya diperuntukan sebagai syarat bagi orang
yang akan masuk ke dalam tarekat tersebut. Abdul Halim sendiri terinspirasi
oleh al-Manufi, sebab bagi Abdul Halim akidah akan dapat memelihara
manusia dari kekafiran, kemunafikan, dan kemusyrikan.21
Kata intisab berasal dari bahasa Arab yang artinya satu keturunan atau
hubungan. Dengan Intisab diharapkan adanya hubungan kasih sayang antara
umat muslim dengan Allah dan hubungan harmonis antara sesama muslim
anggota perserikatan. Bagi Abdul Halim, Intisab adalah salah satu cara untuk
memperkuat akidah kaum muslimin sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh
ajaran yang dibawa oleh pendudukan Jepang. Teks intisab untuk pertama
kalinya dibacakan secara resmi di hadapan umum, yaitu pada peringatan
Nuzul Al-Qur’an Persjarikatan Oelama tahun 1942. Kegiatan Peringatan
Nuzul Al-Qur’an tersebut berlangsung di sebuah tajug (Mushala) dekat
sungai Citangkurak Majalengka. Sejak saat itu, intisab terus dibacakan baik
pada acara-acara resmi perhimpunan maupun kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah-sekolah Persjarikatan Oelama. Intisab pun terus dibacakan setelah
Persjarikatan Oelama berganti nama menjadi Perikatan Oemmat Islam.
Setelah Perikatan Oemmat Islam berfungsi dengan Persatuan Oemmat
Islam Indonesia, Intisab terus dijadikan doktrin pergerakan dan pengabdian
Persatuan Umat Islam. Hal itu dipahami dari prosesi Muktamar PUI ke-1
yang dilaksanakan pada 10-14 Oktober 1952, ketika diadakan perubahan-
perubahan, dan penyesuaian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
Tafsir Azas, dan pembuatan lambang Persatuan Ummat Islam, perubahan,
perbaikan, dan penye-suaian Intisab tidak diagendakan.
Intisab merupakan doktrin hidup bagi PUI. Intisab itu sendiri harus
dibaca dan diresapkan maknanya oleh setiap anggota PUI apabila ia akan
mengerjakan suatu pekerjaan atau beramal, baik itu rapat, musyawarah, apel
atau sebelum anak-anak di sekolah memulai pelajarannya. Intisab merupakan
doktrin PUI dan landasan beramal warga PUI untuk mencapai tujuannya
21
Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam, (1911-2011), h.240
10
yakni mardhatillah (jalan yang di ridhai Allah). Setiap anggota PUI dalam
mengamalkan segala sesuatu apapun itu harus berdasarkan kepada isi dan
jiwa Intisab tersebut. Sehingga bisa dikatakan segala amal perbuatan anggota
PUI mempunyai landasan idiil yaitu Intisab, landasan konstitusional yaitu
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan landasan
operasional yaitu ketetapan atau keputusan-keputusan Muktamar. Konferensi,
Musyawarah dan sebagainya.
Meskipun Intisab merupakan doktrin PUI atau doktrin yang melandasi
seluruh garis kebijakan dan program organisasi, namun para kader PUI
banyak yang mempersoalkan. Persoalan itu terutama perlunya membuat
penyempurnaan definisi dan susunan Intisab.
Penulis akan menerangkan PUI ini hanya dalam kaitannya dengan
Intisab serta pengaruhnya terhadap kader PUI saja. Saat ini, PUI memiliki
banyak kader. Dengan demikian, penting untuk mengurai kembali Intisab di
kalangan PUI ini. Sebab pemikiran yang terkandung dalam intisab
merupakan landasan filosofis bagi setiap gerak dan pengabdian kader PUI
termasuk pengabdiannya kepada Allah SWT.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan skripsi
ini, penulis membatasi skripsi ini menjadi: sekilas tentang PUI yang meliputi
latar belakang pembentukan dasar-dasar, tujuan berdirinya PUI, lahirnya
doktrin yang disebut dengan intisab, serta pengaruhnya terhadap kader-kader
PUI. Dalam lingkup pembahasan skripsi ini dapat dilihat perbedaan sebelum
dan sesudah lahirnya intisab di lingkungan PUI.
Berdasarkan lingkup pembahasan, maka permasalahan yang akan
dipecahkan adalah:
1. Bagaimana sejarah berdirinya PUI.
2. Apa yang dimaksud dengan Intisab, dan
3. Bagaimana pengaruh intisab bagi kader-kader PUI.
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Mengungkap maksud dan tujuan berdirinya PUI.
2. Menjelaskan Intisab sebagai doktrin organisasi serta pengaruhnya bagi
kader.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan metode
yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan proses
menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau.22
Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan
bentuk, kejadian, suasana pada masanya. Adapun faktor analisa pada faktor-
faktor politik menjadi faktor pendukung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah. Oleh
karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu
ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif
analisis, yaitu mencoba memaparkan Intisab sebagai doktrin PUI. Oleh sebab
itu, penelitian sejarah mencangkup:
1. Heuruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber
(Dokumen).23
Maka dalam hal ini, penulis mengumpulan data-data
sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library
Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan
dengan tema dalam skripsi ini, bisa seperti buku-buku, majalah, koran,
Buletin, video, dan sebagainya. Dalam hal ini, penulis mengunjungi
beberapa tempat seperti Kantor DPP PUI di Pancoran Jakarta Selatan
yang memiliki Arsip yang cukup lengkap, DPC PUI di Tasikmalaya,
DPC PUI di Majalengka. Sedangkan Perpustakaan yang penulis
kunjungi, adalah Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan UI dan
22
. Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI
Press.1983), h. 32. 23
. Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta; Ar Ruzz
Media.1999), h. 64.
12
beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain
itu penulis juga menggunakan buku-buku dan berbagai media cetak
koleksi pribadi yang berhubungan dengan tema sebagai sumber, baik itu
sumber primer ataupun sekunder.
2. Tahap selanjutnya yaitu Verifikasi atau Kritik Sumber, di mana semua
sumber-sumber telah terkumpul, baik berupa buku-buku, majalah, koran,
video, dan lain-lain. Penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya untuk
mengindentivikasi keabsahannya tentang keaslian sumber (Otentisitas)
yang dilakukan melalui kritik eksteren yaitu dengan berbekal data yang
bersumber dari yang telah penulis sebutkan di atas, selanutnya penulis
melihat realitas yang teradi di tengah-tengah masyarakat, dan keabsahan
tentang kesahihan sumber (Kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik
interen yaitu dengan kembali menijau sumber-sumber rujukan buku
tersebut.
3. Interpretasi atau penafsiran sejarah yang juga disebut dengan analisis
sejarah, yaitu mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut.
Karena itu, data-data yang sudah terkumpul dilakukan metode kritik
sumber, biasannya masih berbeda-beda dalam isinya. Oleh sebab itu,
dalam teknik interpretasi ini, diharapkan peneliti mampu menemukan
berbagai faktor penyebab dan akibat terjadinya peristiwa tersebut.
4. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi merupakan cara
penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan24
. Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik
metode pembahasan.
Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil
penelitian ini adalah buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,
dan Disertasi.
24
Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah,… h.76
13
E. Tinjauan Pustaka
Studi yang berkaitan dengan Intisab belum banyak yang mengkajinya
secara mendalam, bahkan masih sedikit karya ilmiah yang membahas tentang
Intisab. Maka dari itu, penulis mencari dan membaca beberapa literatur
secara mendalam mengenai Intisab baik dari buku, jurnal-jurnal pendukung
tentang Intisab. Berikut ini literatur yang dijadikan tinjauan pustaka:
1. Buku Seabad Persatuan Umat Islam(1911-2011) yang di terbitkan oleh
YMSI (Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia) cabang Jawa Barat.
Dalam buku ini memaparkan tentang Intisab sebagai doktrin persatuan
umat Islam (PUI).25
2. Buku Persatuan Umat Islam (PUI) yang di terbitkan oleh Pimpinan Pusat
Persatuan Umat Islam (PPPUI). Dalam buku ini Intisab masuk kedalam
Anggaran Rumah Tangga (ART) Persatuan Umat Islam (PUI) di pasal ke
1. Selain itu dijelaskan pula Intisab sebagai Mabda’ (doktrin, titik tolak,
dasar, landasan), Manhaj (metode amaliyah), ikrar mujahadah
(kebulatan tekad serta kesungguhan perjuangan dan pengorbanan), dan
tawakal (penyerahan diri) kepada Allah swt, baik dari jam’iyyah
(perhimpunan) maupun jamaah (pimpinan, anggota dan warga)
persatuan umat islam dalam melaksanakan setiap amaliahnya, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama.26
3. Buku Khitah Dakwah PUI yang diterbitkan oleh Dewan Pertimbangan
Pusat Persatuan Umat Islam (PUI). Dalam buku ini dijelaskan tentang
Intisab sebagai doktrin gerakan dakwah PUI yang sesuai dengan ayat Al-
Quran dalam surat Muhammad Ayat 19.27
4. Buku AD ART PUI yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan
Umat Islam (PUI). Dalam buku ini dijelaskan bahwa kalimat-kalimat
yang ada dalam teks Intisab adalah wujud ibadah yang di tunjukkan
25
Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), h. 237 26
persatuan Umat Islam (PUI), dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam
(PPPUI), h. 17 27
khitah Dakwah PUI diterbitkan oleh Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Umat Islam
(PUI), Tahun 20017, h. 17
14
semata-mata hanya kepada Allah swt untuk mendapatkan Ridho-Nya
dengan bermabda pada keikhlasan dan Amaliah Ishlah serta semangat
mahabah. 28
Kemudian dalam buku yang di terbitkan oleh Pimpinan Wilayah PUI
Jawa Barat dengan judul Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Umat.
Dalam buku ini terdapat sub bab tentang Dimensi Dakwah di tulis oleh
beberapa tokoh dan cendikiawan yang berhubungan dengan skripsi ini.
Selanjutnya buku K.H. Ahmad Sanusi Pemikiran dan perjuangan
dalam pergolakan Nasional, buku ini mengupas tuntas biografi serta
pemikiran KH. Ahmad Sanusi tentang PUI. Buku-buku diatas dan beberapa
buku lainnya yang tidak penulis sebutkan semuanya membantu penulis
mengarahkan dan memberikan gambaran untuk melakukan penelitian yang
khusus lagi terhadap Intisab Sebagai Doktrin PUI, sehingga penulis dapat
melakukan penelitian yang lebih lanjut lagi.
F. Kerangka teori
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan Doktrin sebagai
landasan dalam pengembangan teori. Pengertian doktrin adalah sebuah ajaran
dalam ilmu atau bidang tertentu yang diterapkan sedemikian rupa oleh
seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan sebuah tujuan
tertentu yamg sangat spesifik.29
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) doktrin memiliki arti ajaran tentang asas suatu aliran politik,
keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan,
ketatanegaraan secara bersistem khususnya dalam penyusunan kebijakan
Negara.30
Jika melihat pengertian doktrin di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa doktrin adalah sebuah ajaran atau pemikiran yang mana doktrin
tersebut mempunyai tujuan yang jelas.
28
AD ART PUI, diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI), Tahun
2010, h.11 29
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1986), h. 86 30
Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/doktrin
15
Pada umumnya doktrin identik dengan sebuah asas yang berlandaskan
agama, politik, ataupun ilmu kenegaraan yang tidak disebar luaskan secara
umum didalam masyarakat. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
doktrin biasanya akan digunakan sebagai sebuah ilmu atau ajaran tertentu
yang disampaikan dengan teknik pengajaran pendekatan khusus terhadap
orang orang tertentu saja. Dalam hal ini bisa dikatakan juga bahwa doktrin
bukanlah sebuah ajaran yang harus diketahui oleh semua orang umum secara
terang terangan, tetapi hanya untuk orang orang tertentu saja. Jadi, doktrin
digunakan sebagai sebuah alat atau ilmu tertentu yang penyampaiannya pada
dasarnya dimaksudkan untuk tujuan tertentu.
Dalam konteks keIndonesiaan, studi doktrin teologi mengalami fase-
fase perubahan yang di mulai oleh K.H. Ahmad Dahlan (1912), selanjutnya
Mas Mansoer (wafat 1949), Haji Abdul Karim atau yang lebih dikenal
dengan Hamka (1908-1981 M) sampai pada generasi tahun 1970-an yang
dipelopori oleh Harun Nasution dan Nurcholis Madjid yang mana gagasan
Nurchalis Madjid tentang bagaimana memperbaiki posisi umat Islam dalam
konteks budaya Indonesia gerakan yang di usung lebih dikenal dengan neo-
modernisme Indonesia. Bagi Madjid, bagaimanapun tugas terpenting yang
harus diselesaikan oleh umat Islam adalah bagaimana ia bisa
mengimpelementasikan ajaran Islam secara tepat. Pertama-tama mereka
harus memiliki pemahaman yang benar tentang doktrin agama mereka, dan
kedua mereka juga harus memahami secara baik lingkungan mereka di mana
mereka akan mengimplementasikan ajaran itu, yaitu indonesia.31
G. Sistematika Penulisan
Dalam kajian penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan
dalam tiga bahasan yang meliputi: Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan.
Kemudian dibagi menjadi lima bab. Pembagian dalam bab-bab ini
dikelompokan berdasarkan pada permasalahan.
31
Nurcholis Madjid, islam, Doktrin dan peradaban sebuah telaah kritis tentang masalah
keimanan dan kemoderenan.(Jakarta: Paramadian, 1992), h. 25
16
BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori serta sistematika
penulisan.
BAB II membahas tentang sejarah berdirinya PUI, yakni meliputi latar
belakang berdirinya PUI, azas , sifat dan tujuan PUI, serta susunan
organisasi dan susunan pengurus.
BAB III membahas tentang pengertian intisab dan sejarah intisab yang
merupakan idiologi dan doktrin PUI.
BAB IV membahas tentang isi Intisab. Yakni Intisab sebagai Mabda
(dasar/landasan), Intisab sebagai Manhaj (sistem amaliyah), Intisab
sebagai Iqrar Mujahadah (kebulatan tekad), Intisab sebagi tafwidl
(sikap penyerahan diri) serta pengaruh Intisab dalam kehidupan
sehari hari bagi kader PUI.
BAB V berisi tentang kesimpulan atas apa yang telah dipaparkan pada bab-
bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.
17
BAB II
SEJARAH SINGKAT PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI)
A. Latar Belakang Persatuan Umat Islam (PUI)
Organisasi massa Persatuan Umat Islam yang kemudian disingkat
menjadi PUI lahir di Bogor pada tanggal 5 April 1952, merupakan hasil fusi
dua organisasi Islam yaitu Perikatan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Umat
Islam Indonesia (PUII). Perikatan Umat Islam merupakan suatu organisasi
yang berdiri pada tahun 1944 oleh Abdoel Halim di Majalengka. Organisasi
ini pada awalnya bernama Hayatul Qulub (1911) yang bergerak di bidang
pendidikan dan ekonomi, namun pada tahun 1917 berubah nama menjadi
Perserikatan Oelama (PO). Kemudian atas bantuan HOS Cokroaminoto,
organisasi ini diakui secara hukum oleh pemerintah kolonial Belanda.1
Dan
Setelah mengembangkan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang
sosial keagamaan dan pendidikan, pada zaman pemerintah pendudukan
Jepang organisasi ini terpaksa menghentikan kegiatannya, karena semua partai
politik dan perkumpulan sosial harus dibubarkan dan pemerintahan
pendudukan Jepang tidak mengizinkan adanya perkembangan demokrasi.2
Namun tidak berapa lama, lalu diijinkan kembali untuk melakukan kegiatan-
kegiatannya, serta didorong oleh kondisi saat itu, maka dilakukan pendekatan
dengan pemerintah dan pusat-pusat pimpinan organisasi masyarakat Islam,
karena di masa itu dirasakan semua pergerakan sepi, semua perkumpulan
gulung tikar sedangkan pembinaan rakyat banyak yang harus diteruskan dan
kehidupan di bidang pendidikan dan pengajaran mesti dilancarkan.3 Maka
pada tanggal 1 Februari 1944, PO berubah nama menjadi Perikatan Umat
Islam (PUI).4
Berbeda dengan PUI, Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII),
merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad
1Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Grafiti Press, 1987),
h.82 2 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya, (Majalengka: PB.PUI, 1991), h.22
3 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya,... h. 25
4 Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965,… h. 15
18
Sanusi di Sukabumi, setelah AII (Al-Ittihadiyatul Islamiyah) mengembangkan
diri dan berkiprah dalam pembinaan umat melalui pendidikan, pada jaman
pemerintahan pendudukan Jepang tepatnya tanggal 1 Pebruari 1944, AII
berubah nama menjadi PUII.5 KH. Ahmad Sanusi dan Abdul Halim sering
bertemu terutama di gedung Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan di Sekretariat Masyumi (Majlis syuro muslimin
Indonesia) maka terjalinlah hubungan yang akrab di antara mereka dan lahir
kehendak untuk menggabungkan dua organisasi yang mereka pimpin. Namun
karena KH. Ahmad Sanusi wafat terlebih dahulu pada tahun 1950 di
Sukabumi, maka hal itu belum bisa terwujud secepatnya. Baru pada tanggal 5
April 1952 usaha itu terwujud dengan terbentuknya organisasi Persatuan
Umat Islam (PUI).6
Adapun yang mendorong terbentuknya fusi kedua organisasi tersebut
karena memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang diwarnai oleh
pertentangan politis-keagamaan serta mempertimbangkan adanya beberapa
persamaan di antara organisasi Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat
Islam Indonesia, terutama dalam dasar dan cita-cita yang sama-sama
berdaskan Islam dan bercita-cita ingin mewujudkan persatuan di kalangan
umat Islam, maka Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi mempunyai ide yang
sama, berkeinginan memfusikan organisasi yang mereka pimpin (Perikatan
Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia). Ide ini kemudian
disampaikan oleh KH. Ahmad Sanusi kepada Mr. Syamsudin, yang saat itu
menjabat sebagai Wakil Ketua Pengurus Besar PUII. Beliau menanggapi
secara positif mengenai ide tersebut, bahkan berjanji akan ikut berusaha
mewujudkannya, meskipun ide tersebut sebenarnya belum dibicarakan secara
formal dan mendalam.
5 Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, ...h. 23
6 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya,...h. 32
19
Masa antara tahun 1945 sampai tahun 1950 dikenal dengan masa
revolusi fisik. Pada masa ini terjadi beberapa peristiwa yang menyebabkan
negara dalam keadaan kacau.7 Hal ini mengundang perhatian Abdul Halim
dan KH. Ahmad Sanusi, sehingga pembicaraan mengenai kemungkinan
berfusinya Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia
mengalami hambatan.
Pada tahun 1950 KH. Ahmad Sanusi meninggal dunia di Gunung
Puyuh Sukabumi. Berita ini menyebar luas ke seluruh anggota Persatuan
Umat Islam Indonesia termasuk kepada Mr. Syamsudin, yang pada waktu itu
sedang bertugas menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Pakistan.
Mendengar berita tersebut, Mr. Syamsudin teringat kepada janjinya dalam
menanggapi ide KH. Ahmad Sanusi dan Abdul Halim yang pernah
disampaikannya mengenai kemungkinan dilaksanakannya fusi antara PUI dan
PUII. Oleh karena itu ketika ia pulang ke Jakarta dan dirawat di Rumah Sakit
Umum Pusat.8 ia mengirimkan surat kepada Abdul Halim yang berisi sebagai
berikut:
1. Memberitahukan tentang kondisi Mr. Syamsudin yang sedang sakit sejak
kedatangannya di Jakarta.
2. Menceritakan tentang pengaruh wafatnya KH. Ahmad Sanusi terhadap Mr.
Syamsudin yang berkenaan dengan jabatannya sebagai Wakil Ketua
Pengurus Besar PUII, dengan sendirinya beralih. Di samping itu di
kalangan anggota Pengurus Besar telah terjadi pembicaraan tidak resmi
dan kesamaan pendapat yang memilih Mr. Syamsudin untuk dijadikan
sebagai Ketua Umum menggantikan kedudukan KH. Ahmad Sanusi dalam
struktur kepengurusan organisasi.
3. Mengingatkan Abdul Halim tentang rencana yang pernah dibicarakan
dengan KH. Ahmad Sanusi mengenai kemungkinan dilakukannya fusi
antara PUI dan PUII. Dengan memperhatikan kondisi umat Islam di
7 C.S.T. Kansil dan Julianto Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 2010), h.45-57 8 Asep Daud Kokasih, Terbentuknya Gerakan Persatuan Umat Islam di Bogor tahun 1952.
(Skripsi IKIP Muhammadiyah Purwokerto, 1993), h. 80
20
Indonesia pada waktu itu, ia menganggap tepat jika masalah tersebut
diwujudkan secepatnya. Untuk itu ia berpendapat bahwa orang yang
dianggap pantas untuk memimpin usaha memfusikan Perikatan Umat
Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia adalah Abdoel Halim. Jika
usaha ini tercapai, dia menyatakan kesediaannya untuk membantu dalam
mengatur organisasi yang dihasilkannya.9
Selanjutnya, surat Mr. Syamsudin yang dikirimkan kepada Abdul
Halim diterima di Santi Asromo Majelengka bersamaan dengan
menyebarnya berita tentang wafatnya Mr. Syamsudin di Rumah Sakit
Umum Pusat Jakarta. Oleh karena itu, selaku Ketua Umum Pengurus
Besar PUI, Abdul Halim segera mengadakan pertemuan dengan anggota
Pengurus Besar lainnya untuk membahas isi surat yang telah diterimanya.
Dalam pertemuan ini forum menanggapi positif maksud yang terkandung
di dalam surat tersebut, dan sebagai tindak lanjutnya mereka sepakat untuk
mengadakan hubungan dengan Pengurus Besar Persatuan Umat Islam
Indonesia.10
Munculnya kesepakatan untuk melebur Perikatan Umat Islam dan
Persatuan Umat Islam Indonesia, selain dalam rangka melaksanakan
wasiat Mr. Syamsudin, juga didukung oleh beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan kedua belah pihak dalam pertemuan itu, antara lain:
1. Adanya persamaan yang terdapat pada kedua organisasi, khususnya dalam
dasar dan prioritas program perjuangan yang sama-sama berdasarkan
Islam dan mengutamakan program perjuangan dalam bidang pendidikan.
2. Organisasi keduanya ini menyadari bahwa minimnya kader potensial yang
dimiliki oleh kedua organisasi tersebut,. jika keadaan seperti ini tidak
segera diatasi oleh kedua belah pihak, lalu pertanyaannya apakah yang bisa
mereka sumbangkan kepada agama, nusa dan bangsa.
3. Kedua organisasi merasa khawatir terhadap kondisi umat Islam di
Indonesia yang pada waktu itu sedang mengalami disintegrasi. Hal ini
9 Salinan surat Mr. Syamsudin dimuat dalam buku Moh. Akim, KH. Abdul Halim
Penggerak PUI, Yayasan KH. Abdul Halim. Majalengka. 1968. Hal 23-24 10
S. Wanta, Persatuan Umat Islam Aliran Moderen,(Majalengka: PB. PUI,1991), h. 4-6.
21
terjadi karena semakin tajamnya pertentangan yang muncul di kalangan
umat Islam dalam bidang pemikiran dan praktek keagamaan serta bidang
politik.11
B. Azas, Sifat dan Tujuan PUI
1. Azas Persatuan Umat Islam
Berdasarkan anggaran dasar PUI hasil rumusan pertemuan di Bogor
tahun 1952, maka PUI berazaskan ajaran Islam. Hal ini berkenaan dengan
keyakinan agama Islam merupakan aturan Allah yang dnegan keluasan
ilmu-Nya menunjukan jalan yang lurus yang dapat menyampaikan
manusia kepada kebahagiaan dan keselamatan hidup, jalan yang benar
tanpa kesesatan dan tidak sedikit pun kepentingan Allah yang terselip di
dalam ajaran tersebut. Kepercayaan kepada Allah yang menyebabkan PUI
lebih percaya kepada ajaran Allah (Islam) yang lebih sempurna daripada
ideologi lain yang merupakan hasil kajian manusia yang terbatas.12
Sebagai penjabaran dari Islam yang merupakan azas PUI, maka
disusunlah suatu strategi dasar perjuangan PUI yang berisi prinsip yang
menjadi landasan perjuangan yang tertuang dalam bentuk falsafah yang
dinamakan Intisab atau doktrin yang selanjutnya nanti akan penulis lebih
jelaskan di bab selanjutnya.
Menurut S. Wanta bahwa setiap organisasi pasti mempunyai
landasan yang kokoh sebagai pedoman pokok untuk bergerak mencapai
tujuan yang digariskan. Pedoman pokok suatu organisasi merupakan
prinsip-prinsip perjuangan yang memiliki fungsi sebagai pengontrol
sekaligus kendali agar setiap gerak kebijaksanaan organisasi agar tidak
menyimpang dari ide dasarnya. Di samping itu, prinsip-prinsip tersebut
akan menjadi identitas yang mewarnai seluruh kehidupan organisasi dan
anggota-anggotanya di tengah masyarakat.
Prinsip-prinsip atau landasan perjuangan PUI, tertuang dalam bentuk
falsafah yang terkenal di kalangan warganya dengan nama Intisab. Intisab
11
Diambil dari Kutipan Wawancara dengan S. Wanta selaku penasehat PD. Daerah PUI,
Majalengka, pada tanggal 1 Juli 1995 di Majalengka 12
Tafsir Azas Persatuan Umat Islam, (Majalengka: BP.PUI, 1991), h.3
22
berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata kerja “intasaba” yang
dimasdarkan menjadi Intisaabun dan merupakan bentuk Tsulasi mujarrod
“nasaba” yang menurut arti harfiahnya adalah seketurunan, senyawa,
intisab, maka istilah yang dimaksud ialah mengintegrasikan diri,
mensenyawakan jiwa kepada ungkapan-ungkapan kata yang diucapkan.13
Menurut S. Wanta falsafah Intisab diciptakan oleh Abdul Halim pada
zaman pemerintahan pendudukan Jepang. Intisab lahir sebagai doktrin
tandingan terhadap ajaran Seikerei yaitu ruku‟ ke arah Tokyo sambil
memusatkan hati kepada Tenno Haika yang dianggap sebagai keturunan
Dewata. Hal semacam ini dianggap oleh Abdoel Halim dalam kategori
kemusyrikan. Berdasarkan itu, Abdul Halim menyusun Intisab sebagai tali
pengikat sekaligus penggerak dalam berjuang, termasuk berjuang di dalam
PUI.14
Adapun teks falsafah Intisab adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1
Teks Falsafah Intisab
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Aku
bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksu bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. Allah tujuan kami, ikhlas dasar kami,
membuat kemaslahatan adalah jalan kami. Kasih sayang adalah kebesaran
kami. Kami berjanji kehadirat Allah atas kebenaran, keikhlasan,
keyakinan, dan menuntut Allah dalam beramal di kalangan hamba-hamba-
13
35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan., (Majalengka: PB.PUI, 1991), h. 7 14
35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan,... h. 8
23
Nya dengan bertawakal kepadaNya. Dengan nama Allah, yang Maha
Pemurah dan Maha Penyayang. Dengan nama Allah, tiada daya dan tiada
kekuatan, melainkan hanya dengan pertolongan Allah Maha Mulia. Allah
Maha Besar.15
Untuk memahami intisab secara mendalam susunannya dibagi
menjadi tiga bagian:
a. Pendahuluan
Bagian pendahuluan terdiri dari dua komponen yaitu bacaan
basmalah dan dua kalimat syahadat, yang merupakan titik tolak dari
semua tindakan seorang Muslim. Pembacaan ini sebagai pembukaan
dari semua tindakan yang harus didasarkan atas nama Allah SWT
semata-mata. Selanjutnya subjek yang akan melaksanakan itu harus
benar-benar seorang yang percaya dan mempunyai keyakinan kepada
Allah SWT. Oleh karena itu maksud untuk lebih menegaskan kembali
kepribadian dan identitas Muslim, pembacaan syahadat diletakkan
setelah basmalah.
b. Isi yang merupakan landasan beramal
Landasan beramal ini terdiri dari empat komponen yaitu:
1) Allahu Ghoyatuna (Allah adalah pusat pengabdian kami)
Yang dimaksud adalah bahwa pengabdian atau beramal
sholeh hanya ditujukan kepada Allah semata-mata untuk
mendapatkan keridhoan-Nya.16
Pengabdian merupakan unsur yang penting dalam agama.
Setiap pengikut agama merasa bahwa dia harus dapat
mengabdikan diri kepada Tuhan, yang ia agungkan dan ia
sembah. Pengabdian dalam agama itu ialah adanya kesediaan
untuk menjalankan semua perintah-perintah Tuhan dan bersedia
pula untuk meninggalkan semua larangan-laranganNya.
15
S. Wanta. Intisab PUI lahir, Penjelasan dan Penerapannya, (Majalengka: PB.PUI,
1990), h. 6 16
S. Wanta, Intisab PUI,... h.10
24
Inilah landasan beramal yang pertama dalam falsafah Intisab
yaitu pengabdian kita hanya ditujukan kepada Allah semata,
dalam rangka fungsi kita sebagai manusia.17
Hal ini telah
disebutkan dalam Al-Quran, surat Adz-Dzariyat ayat 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
2) Wal Ikhlasu mabdauna (Ikhlas adalah dasar pengabdian kami)
Pengertian ikhlas dalam agama ialah bahwa
pengabdian/ibadah itu hanya dimaksudkan untuk mendapatkan
keridhoan Allah semata-mata. Di samping itu tidak ada tujuan
yang lain, dan semuanya berada dalam suatu rangkaian bahwa
kita umat Islam/manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk
mengabdi kepada-Nya saja.
Hal ini bukan berarti tidak memikirkan masyarakat yang ada
di sekitar, sebab pengertian pengabdian/ibadah menurut agama
Islam mempunyai dua kerangka, yang pertama, ibadah dalam
rangka hubungan manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai
Khalik dan kedua, ibadah dalam rangka hubungan manusia
dengan sesamanya dan alam sekitarnya.
3) Wal Islahu Sabiluna (Islah adalah cara pengabdian kami)
Kata islah merupakan masdar dari kata Aslaha yang artinya
memperbaiki. Pengertian memperbaiki disini mencakup segi-segi
kehidupan yang sangat luas.
Dalam kehidupan sosial, pengabdian kepada Allah dalam
rangka hablum minannas harus menggunakan cara-cara atau
perbaikan bagi semua pihak, sehingga dapat mencapai hasil yang
baik dan merata. Di samping itu, tidak dibenarkan adanya prinsip
17
Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI, (Majalengka: PB.PUI, 1991), h. 9-13
25
bahwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan boleh
menghalalkan segala cara.18
4) Wal Mahabbatu Syi’aruna (Cinta kasih sayang adalah syiar
pengabdian kami).19
Landasan ini memberikan pengertian bahwa pengabdian
tersebut harus didasarkan kepada rasa kasih sayang. Rasa kasih
sayang yang dimaksud adalah yang didasarkan kepada perasaan
satu keagamaan dan satu keyakinan.
Rasa sayang inilah yang dianjurkan oleh Rasullah SAW,
yaitu Ta-akhkha baina muslim wa muslim (menjadi saudara
sesama muslim).
Dengan pengertian ini, maka ajaran Islam menetapkan bahwa
harus terjalin persaudaraan yang kuat antara seorang muslim
dengan muslim lainnya yang didasarkan pada taqwa. Ini berarti
kejatuhan saudara kita adalah kejatuhan kita pula.
c. Penutup
Penutup ini berupa sumpah atau janji yang berbunyi:
Kami berjanji kepada Allah untuk melaksanakan kebenaran,
keikhlasan, keyakinan kepada Allah SWT dan mendapatkan
keridhoanNya dalam beramal untuk hamba-hamba Allah
dengan bertawakal kepadaNya.
Pengertian dari janji ini adalah bahwa setelah kita menetapkan
dasar atau landasan beramal, kita berjanji atau bersumpah untuk
melaksanakan pengabdian tersebut dengan cara-cara yaitu:
a. Kita beramal dengan dasar kebenaran yang bersumber kepada
ajaran Islam.
b. Kita beramal dengan dasar keikhlasan.
c. Kita beramal dengan keyakinan kepada Allah SWT, sebagai
ketetapan hati yang memberi akibat kepada tindakan kita artinya
18
S.Wanta, Intisab PUI, h.18-20 19
Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI,... h.15-18
26
kita yakin bahwa semua tindakan manusia itu akan diadili oleh
Allah SWT.
d. Kita beramal dengan dasar untuk mendapatkan keridhoan Allah
SWT.
e. Dan kita beramal dengan bertawakal kepada Allah SWT.
Perjuangan PUI di dasarkan pada suatu program atau bidang
garapan yang terdiri dari delapan pokok perbaikan, yang dikenal
dengan istilah “Islahuts Tsamaniyah”. Adapun perinciannya sebagai
berikut:
1) Islahul Aqidah (Perbaikan I‟tikad/kepercayaan)
2) Islahul Ibadah (Perbaikan cara ibadah)
3) Islahul „Adah (Perbaikan adat istiadat)
4) Islahul Tarbiyah (Perbaikan pendidikan)
5) Islahul „Ailah (Perbaikan keluarga)
6) Islahul Mujtama‟ (Perbaikan sosial)
7) Islahul Iqtishod (Perbaikan ekonomi)
8) Islahul Ummah (Perbaikan umat).20
Namun dalam perjalanan selanjutnya, berhubungan dengan
munculnya UU No. 8 tahun 1985, yang berisi tentang keormasan,
yaitu bahwa setiap organisasi baik sosial kemasyarakatan atau sosial
keagamaan harus berazaskan Pancasila, maka PUI berazaskan
Pancasila. Begitu pula, Persatuan Umat Islam dalam Muktamarnya
yang ke VII (Januari 1975) di Sukabumi yang berdasarkan rapat pleno
Pengurus Besar PUI telah menetapkan bahwa Intisab menjadi dasar
pendidikan dan perjuangan PUI.21
2. Sifat dan Tujuan Persatuan Umat Islam
Gerakan Persatuan Umat Islam mempunyai sifat dan tujuan tertentu
yang mempengaruhi pola perjuangannya, sebagai suatu gerakan Islam.
Secara organisatoris Persatuan Umat Islam menentukan diri bersifat
20
S. Wanta, Intisab PUI, …h.16 21
35 Tahun PUI dalam penyelenggaraan Pendidikan, h. 6.
27
independen tidak berafiliasi pada salah satu organisasi manapun, 22
dan
menitik beratkan kepada sosial, pendidikan dan keagamaan.
Selanjutnya penulis mengambil kesimpulan bahwa gerakan
Persatuan Umat Islam dibentuk dengan tujuan dalam rangka berusaha
mencapai terwujudnya kebahagiaan umat. Tujuan ini memiliki konotasi
terealisasinya ajaran Islam di tengah-tengah umatnya. Berdasarkan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Persatuan Umat
Islam pasal 4, dinyatakan bahwa tujuan organisasi ini menuju
terlaksananya Syariah Islamiyah Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT,
sesuai dengan hasil Muktamar PUI yang ke III di kota Majalengka.23
Hal
ini sebagamana yang telah di tulis dalam AD/ART PUI yang Kemudian
selanjutnya berdasarkan Pedoman Kerja Pengurus (PKP) pasal 2
dinyatakan tujuan PUI dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tujuan umum, seperti yang tercantumkan dalam pasal 4, yaitu menuju
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT.
b. Tujuan khusus yaitu tercapainya efisiensi aktivitas kerja yang
pragmatis, terkoordinir, sistematis dan terarah untuk seluruh usaha dan
kegiatan pengurus dalam mencapai tujuan.
Untuk mencapai tujuan itu gerakan Persatuan Umat Islam
menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Memajukan pelajaran dan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-
luasnya.
b. Mengajar dan mendidik para pemuda (putra dan putri)
c. Menerbitkan majalah, membangun perpustakaan dan taman bacaan.
d. Mengadakan tabligh dan penerangan agama Islam.
e. Mendirikan persekutuan perdagangan, pertanian, dan usaha-usaha lain
dalam lapangan perekonomian.
22
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PUI. PB. PUI. Majalengka, h. 2 23
AD/ART PUI Persatuan Umat Islam Pergerakan Aliran Modern, h. 15
28
f. Melaksanakan bakti sosial terhadap orang-orang yang menderita,
fakir, miskin dan yatim-piatu.
g. Memelihara dan mendirikan tempat peribadatan serta barang-barang
wakaf.
h. Membangun semangat untuk terlaksananya persatuan dalam kalangan
umat Islam.
i. Kerja sama dengan perhimpunan lain dalam usaha memajukan Islam.
j. Menunaikan peribadatan dan menggembirakan umat dalam berbakti
kepada Allah SWT.
Usaha-usaha ini diselenggarakan dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip perjuangan yang telah ditetapkan.
C. Tokoh Pendiri
1. KH. Ahmad Sanusi
Ahmad Sanusi dilahirkan pada malam jum‟at, tepat pada tanggal 12
Muharram 1306 H dan bertepatan pada tanggal 18 September 1888 M, di
Kampung Cantayan Desa Cantayan Kecamatan Cantayan Kabupaten
Sukabumi.24
Beliau adalah anak ke tiga dari delapan bersaudara pasangan
K.H. Abdurrohman dengan Ibu Empok.
Selanjutnya mengutip dari buku yang di tulis oleh Wawan
Hernawan, dengan judul Seabad Persatuan Ummat Islam, ia menjelaskan
bahwa sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri, K.H
Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. kemudian beliau
lanjut belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat. Pada tahun
1904 K.H. Ahmad Sanusi masih tetap mencari ilmu Agama tanpa ada rasa
bosan kemudian berangkat ke Timur Tengah tepatnya di Kota Mekkah
untuk memantapkan atau memperdalam ilmu agama.
24
Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Nasional. (Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2014),h.2
29
Pada tahun 1915 K.H Ahmad Sanusi pulang ke tanah air, kemudian
beliau membantu bapaknya membina Pondok Pesantren Cantayan
kemudian membina para ulama. kemudian pada tahun 1922 K.H. Ahmad
Sanusi atau sering di panggil Ajengan Sanusi mulai melebarkan sayapnya
dan ingin mengamalkan ilmunya dengan mendirikan pesantren Genteng
Babakan Sirna, Cibadak, kabupaten Sukabumi. sistem mengajar yang
dilakukan oleh Ahmad Sanusi menggunakan bahasa yang sederhana dan
menerapkan Metode Halaqah (santri atau murid membuat lingkaran) serta
didukung oleh kemampuan yang baik sebagai orator.25
Selanjutnya, Pada tahun 1934 K.H. Ahmad Sanusi dikembalikan oleh
Kolonial Belanda ke Sukabumi dengan status tahanan kota selama 5 tahun
lamanya, seiring dengan keadaan tersebut Pengurus Besar AII pun
dipindahkan ke Sukabumi. Pada tahun itu juga, K.H. Ahmad Sanusi
mendirikan Pesantren Gunung Puyuh di Sukabumi yang masih berjalan
sampai sekarang dan semakin berkembang.
Setelah itu beliau kembali ke Sukabumi pada tahun 1950,
K.H.Ahmad Sanusi, berpulang ke hadirat Ilahi. Atas dasar itu, pemerintah
Indonesia mengakui jasa-jasanya dan menjadikan beliau sebagai salah
seorang pendiri Republik Indonesia dengan menganugerahkan atau
memberikan gelar Bintang Maha Putera Utama kepada Almarhum K.H.
Ahmad Sanusi.26
Itulah sekilas profile KH.Ahmad Sanusi yang dapat
penulis ulas di karya ilmiah ini.
2. KH. Abdoel Halim
Abdoel Halim adalah salah seorang pejuang kemerdekaan bangsa
yang berasal dari Jawa Barat dan mempunyai andil besar dalam
mempersiapkan kelahiran Republik Indonesia. Tokoh Ummat Islam ini
adalah anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan
Indonesia). Selanjutnya, penulis mengutip dari buku yang di tulis oleh
25
Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Nasional..h.8 26
Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Nasional…h.3
30
Dartum Sukarsa. Dengan judul Potret K.H. Abdul Halim, menjelaskan
bahwa Abdul Halim lahir tanggal 26 Juni 1887 di Desa Sutawangi,
Kecamatan Jatiwangi, Majalengka Jawa Barat. Latar belakang keluarga
beliau memang dikenal taat dalam beragama, bahkan dalam buku tersebut
dijelaskan bahwa ibunya masih keturunan dari Sultan Syarif
Hidayatullah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pendidikan yang
menyangkut pelajaran agama Islam, sudah didapatinya sejak usia dini, dan
pada usia 21 tahun setelah tamat belajar dari berbagai pesantren di
Majalengka pada tahun 1908, beliau menunaikan ibadah haji lalu menetap
di Mekah sambil menambah wawasan keilmuan27
.
Sepulang dari Mekkah, ia mendirikan sebuah organisasi yang diberi
nama Majlisul Ilmi. Dengan wadah ini ia giat berjuang dalam
pengembangan penyiaran ajaran Islam. pada tahun 1912, KH. Abdoel
Halim mulai menyempurnakan organisasi Majlisul Ilmi menjadi organisasi
yang lebih besar dengan nama Hayatul Qulub yang pergerakannya selalu
berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mendorong kegiatan
ekonomi rakyat dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha asing
yang sudah menguasai pasar juga melakukan perlawan terhadap
penindasan Belanda kepada rakyat yang hanya memeras rakyat. Hayatul
Qulub memelopori berdirinya perusahaan percetakan, pembangunan,
pabrik tenun serta pengembangan usaha-usaha pertanian . Suatu hal yang
menarik adalah penerapan sistem pemilikan saham-saham perusahaan bagi
guru-guru yang aktif mengajar. Di bidang sosial-kemasyarakatan, KH.
Abdoel Halim mendirikan rumah yatim piatu Fatimiyah. Penulis
menambahkan, bahwa dari hal ini, jelas bahwa pemikiran dan konsep
Abdul Halim juga sudah sangat maju dan berkembang. CEK
Organisasi Hayatul Qulub tidak berumur panjang karena ditutup oleh
pemerintah Belanda dengan alasan menganggu keamanan. Akan tetapi
KH. Abdul Halim tetap gigih dan tidak pernah menyerah kegiatan-
27
Dartum Sukarsa, Potret K.H. Abdul Halim, (Bandung: PT.Sarana Panca Krya Nusa,
2007), h. 1
31
kegiatan perjuangannya tetap berjalan meskipun dapat perlawanan dari
pemerintahan Belanda.
Baru pada tahun 1916 berdiri organisasi dengan nama Perikatan
Oelama (PO) sebagai pengganti Hayatul Qulub. Tahun 1924 Perikatan
Oelama semakin berkembang dan hampir menjangkau ke seluruh wilayah
Jawa dan Madura.
Pada Kongres ke IX P.O, KH. Abdul Halim melahirkan ide untuk
membangun sebuah pondok Pesantren, dimana santri tidak saja belajar
agama tetapi juga dilatih berbagai kerajinan dan keterampilan. Ide ini
mendapat sambutan positif yang pada akhirnya berdiri pondok pesantren
yang dikenal dengan sebutan Santi Asromo.28
D. Program Kerja
Persatuan Umat Islam merupakan suatu organisasi sosial
kemasyarakatan dan sosial keagamaan yang menitik beratkan pada masalah
pendidikan dan dakwah, yang mempunyai dasar, tujuan dan pola pendidikan
tersendiri serta Intisab sebagai landasan perjuangan PUI dalam rangka
pengembangannya terhadap masyarakat luas.
Adapun dalam aktivitasnya, PUI membuat koordinasi kerja dalam
melaksanakan programnya, dalam hal ini PUI membagi menjadi beberapa
Majelis, dan di dalam majelis terdapat beberapa poin yaitu:
1. Majelis Pendidikan dan Pengajaran (MPP).
a. Menyelenggarakan Tarbiyatul Intisabiyah yaitu serangkaian program
pendidikan dan pelatihan di lembaga pendidikan formal.
b. Menyusun kurikulum pendidikan.
c. Mengupayakan jumlah dan mutu pesantren, sekolah, madrasah dan
perguruan tinggi.
d. Mengupayakan peningkatan mutu guru-guru sekolah/ madrasah PUI.
e. Mengadakan latihan keterampilan bagi siswa.
28
Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011),... h. 54
32
2. Majelis Sosial dan Wakaf (MSW)
a. Mengadakan kegiatan pembinaan ‘Ailah Islamiyah
b. Mengadakan pembinaan jama.ah/ranting PUI.
c. Mengadakan bimbingan dan penyelenggaraan zakat, infak dan
shodaqoh.
d. Mengadakan pengumpulan dan pengolahan tanah wakaf dan tanah
milik PUI.
e. Menginventaris kekayaan PUI berupa gedung, madrasah dan
musholla.
3. Majelis Wanita
a. Mengadakan lembaga berumah tangga.
b. Meningkatkan penyelenggaraan Taman Kanak-kanak Islam dan
Taman Pendidikan Al-Quran di bawah asuhan teknis edukatif MPP,
dan menyelenggarakan tempat penampungan anak-anak asuh.
c. Meningkatkan mutu dan jumlah majelis taklim wanita PUI.
d. Mengadakan kegiatan keputrian PUI.
4. Majelis Penyiaran dan Penerangan Dakwah (MPPD)
a. Mengadakan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dakwah.
b. Mengadakan majelis taklim.
c. Mengadakan tablig umum.
d. Mengadakan penelitian dan pengembangan dengan membuat satu
daerah binaan sebagai pengembangannya.
e. Mengadakan penerangan dan penyinaran dengan menerbitkan buku-
buku, majalah, dan risalah yang menyangkut PUI, dalam rangka
tersebarnya informasi berbagai hal dan aktivitas keorganisasian.
5. Majelis Pemuda
a. Mengadakan pelatihan kepemudaan.
b. Mengadakan Diklat ke-PUI-an dan pengkaderan.
c. Mengadakan pelatihan kesehatan jasmani berupa menapak tilas ke
Santi Asromo sebagai tempat dimana Abdoel Halim mengembangkan
33
pendidikannya pertama kali pada masa pendirian Perserikatan Oelama
(PO). Serta mengikuti pekan olah raga.
d. Mengadakan berbagai aktivitas keputrian berupa keprakaryaan dan
kerumah tanggaan dengan berbagai macam kegiatan seperti memasak,
menjahit, kesehatan, mode dan tata laksana rumah tangga.
Dalam hal ini yang menjadi objek binaan bagi Majelis Pemuda adalah
para pelajar dan alumni madrasah PUI.
6. Majelis Perekonomian
a. Meningkatkan wirausaha lemah dan menengah yaitu adanya proyek-
proyek percontohan pada suatu cabang atau ranting di setiap daerah
PUI.
b. Mengupayakan pendanaan organisasi PUI dalam wujud bimbingan
modal dengan mengadakan pengorganisasian dan pengerahan tenaga
secara maksimal dalam memperoleh dana dari zakat, infak, sedekah,
wakaf, dan usaha lainnya untuk membiayai program amal PUI.
c. Mengatur dan memberikan kesejahteraan bagi guru-guru PUI, serta
memajukan koperasi.29
29
Kutipan Wawancara dengan S. Wanta, Ummu Mu‟minullah selaku Ketua Pengurus
Daerah Majalengka, serta Takyin selaku Sekretaris Daerah dan Observasi pada tanggal 25 Juni
1995 dan 1 Juli 1995 di Majalengka. Dalam buku S. Wanta. Intisab PUI lahir, Penjelasan dan
Penerapannya, (Majalengka: PB.PUI, 1990).
34
BAB III
DOKTRIN AJARAN PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI)
A. Pengertian Intisab
Arti kata Intisab menurut bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban-
wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan,
mengkerabatkan, satu keturunan, dan mempersaudarakan. Menurut istilah
Intisab adalah ucapan pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk
mempersenyawakan, memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan
pengamalan.1 secara sederhana intisab adalah ikrar atau janji.
Intisab juga mengandung perumusan mengenai mabda (titik tolak,
dasar, landasan), manhaj (metode amaliah), iqrar Mujahadah (kebulatan tekad
seta kesungguhan perjuangan dan pengorbanan), dan tawakkal (penyerahan
diri) kepada Allah baik dari jamiyyah (perhimpunan) ataupun jamaah
(pimpinan, anggota dan wagra) persatuan umat Islam dalam melaksanakan
setiap amaliyahnya, baik secara sendiri ataupun bersama-sama.2 Selanjutnya
Intisab memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai pedoman dasar dalam beriman
2. Falsafah dasar dalam berfikir serta memecahkan masalah hidup dan
kehidupan
3. Tolak ukur dalam menentukan kepribadian dalam langkah perjuangan
4. Rangkaian kalimat bai’at bagi warga dan pengurus PUI
5. Kunci untuk mengajak kembali kepada Al-Quran dan sunnah.3
1 Dewan Pertimbangan Pusat PUI, Khittah Dakwah PUI, (Jakarta: Dewan Pertimbangan
Pusat PUI, 2015), h.34 2 Persatuan Umat Islam (PUI), dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam
9PP PUI) 2015, h. 17 3 Dewan Pertimbangan Pusat PUI, Khittah Dakwah PUI, ...h.35
35
B. Intisab Sebagai Mabda
Intisab sebagai mabda’ (titik tolak, dasar, landasan). Mabda atau Al-
Mabda adalah suatu bentuk (shigat) masdar “mimy” dari kata “bada‟a
yabda‟u mabda‟an” yang artinya memulai, dalam istilah orang banyak Al-
Mabda artinya pemikiran mendasar yang tidak ia dapatkan pemikiran
sebelumnya secara mutlak (pemikiran yang tidak pernah meniru pemikiran
lain atau menjiplak). selanjutnya dipertegas oleh KH. Ujang syafei (adik
Almarhum. KH. Ahmad Sanusi) bahwa memulai segala sesuatu atas nama
Allah swt.4 Dari penjelasan diatas, jelas bahwa setiap anggota PUI di doktrin
untuk selalu memulai segala sesuatu atas nama Allah swt seperti yang
dilakukan oleh Nabi Sulaiman „alaihis salam menulis surat yang di tujukan
kepada penguasa Saba’ dengan di awali kalimat bismillah sebagaimana yang
tertulis dalam Al-Qur’an QS.An-Naml ayat 30.
Artinya: “Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya
(isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 30)
Nabi kita Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam pun mengirimkan
suratnya pada Raja Heraklius, beliau mulai dengan bismillah. Begitu juga saat
berkhutbah, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam memulainya dengan kalimat
Alhamdu lillah serta memuji Allah Ta‟ala.5 yang dijelaskan juga dalam hadits
nabi saw dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu bahwa Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam. Bersabda :
–أو قال : أقطع –كل كلم أو أمر ذي بال ل يفتح بذكر هللا فهى أبتر
“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir
pada Allah, maka terputus berkahnya.” (HR. Ahmad, 2: 359)
4 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00
WIB 5 https://rumaysho.com/14810-mulailah-dengan-bismillah.html
36
Maka, dari hadits diatas penulis menyimpulkan bahwa setiap apa yang
kita lakukan yang memfungsikan seluruh bagian organ tubuh manusia menuju
kearah perbuatan yang terpuji, harus di mulai dengan kalimat "Bismillaahir
Rahmaanir Rahiimi" dengan harapan hasil dari pekerjaan tersebut adalah
sebaik-baiknya pekerjaan dan mendapat Rida dari Allah SWT, sebab pada
hakikatnya semua yang kita gunakan untuk melakuakan yang kita inginkan
adalah milik Allah swt sang maha penguasa alam raya, dan hasil yang kita
harapkan juga tidak lepas dari qudrat dan Iradat Allah swt semata. Secara
sederhana penulis menyimpulkan juga bahwa seluruh gerak perbuatan kita
harus berdasarkan atau bertujuan untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.
Bagi kader PUI adat yang seperti inilah yang harus disebar luaskan dan di
tularkan kepada masyarakat umum.
C. Intisab Sebagai Manhaj
Manhaj berasal dari kata Nahaj atau minhaaj yang artinya jalan yang
jelas, terang dan dikatakan juga (mengikuti) jalan yang lurus atau mengikuti
sunnah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh KH. Ujang Syafei dari hasil
wawancara penulis, intisab sebagai manhaj (metode amaliah) bahwa kader dan
anggota PUI berpegang pada fiqih Syafi’iyah.6 Oleh karena itu, hal ini sejalan
dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang memegang juga faham fiqih
Syafi’iyah.
Imam Syafi'i merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, beliau
menolak Istihsan (kecenderungan kepada sesuatu karena ia menganggap lebih
baik) dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah (mencapai
kemaslahatan) dari Imam Malik. Namun Imam Syafi'i menerima penggunaan
qiyas secara lebih luas dibandingkan dengan Imam Malik. keunggulan dari
Imam Syafi'i sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits pada masanya yang
membuat mazhab Imam Syafi’i di ikuti oleh banyak pengikut, dan kealiman
Imam Syafi’i diakui oleh banyak ulama yang hidup sezaman dengannya.7
6 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00
WIB
37
Secara sederhana intisab sebagai Manhaj adalah kader PUI atau PUI itu
sendiri dalam hal mhab ia lebih kepada Imam Syafi’i tapi bukan berarti ia
menganggap diluar dari itu salah, dan tidak mempermasalahkan orang Islam
atau di luar kader PUI yang memegang madhab diluar dari Imam Syafi’i.
D. Intisab Sebagai Iqrar Mujahadah
Ta’rif (definisi) ikrar dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
adalah janji yang sungguh sungguh. Jika mengacu pada hasil wawancara
dengan KH. Ujang Syafei yang dimaksud dengan Intisab sebagai iqrar
mujahadah adalah berjanji untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah
dan terus berkarya amal shaleh sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah
swt.8 Yang bersandar pada Qs. An-Nahl: 90 bahwa Allah swt memerintahkan
untuk selalu berbuat adil dan berbuat kebajikan (berkarya amal shaleh).
Rumusan intisab sebagai iqrar mujahadah mencita-citakan agar setiap anggota
dan kader untuk selalu berbuat atau berkata sesuai dengan perintah Allah
tanpa menyalahi-Nya.
Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat
kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
(An-Nahl: 90)
Ayat tersebut termasuk salah satu ayat yang membahas masalah paling
komprehensif di kitab al-Quran, karena dalam ayat digambarkan hubungan
manusia dan sosial kaum Mukmin di dunia yang berlandaskan pada keadilan,
kebaikan dan menjauh dari segala kezaliman dan arogansi. Kita harus
mengetahui bahwa Adil dan keadilan merupakan landasan penting dalam
7 Hisham M. Ramadan , Understanding Islamic Law: From Classical to Contemporary,
(Roman:2006), ISBN 978-0759109919, h. 27-28 8 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00
WIB
38
ajaran Islam dan syariat agama ini. Allah Swt tidak berbuat zalim kepada
siapapun dan melarang seseorang berbuat zalim kepada orang lain dan
menginjak hak-hak setiap manusia. selanjutnya, Allah Swt melarang beberapa
hal agar tenjaga keselamatan jiwa dan keamanan masyarakat. Hal-hal yang
dilarang oleh Allah Swt adalah perbuatan tercela dan buruk yang dapat
memberikan dampak negatif bagi yang orang melakukannya dan orang yang
menjadi korbannya. Pada dasarnya semua manusia pun mengetahui dan
mengakui bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt adalah
tindakan yang buruk dan tercela dan itu harus kita hindari.
Dari ayat di atas tadi terdapat dua pelajaran yang dapat kita ambil
sebagai pelajaran, yaitu:
1. Di samping keadilan, ihsan atau kebaikan juga sangat dianjurkan. karena,
ihsan akan menjaga rasa ketulusan sesama manusia di tengah-tengah
masyarakat.
2. Ajaran agama adalah ajaran yang selaras dengan akal dan fitrah manusia.
Dan fitrah manusia adalah Kecenderungan pada kebaikan.
Bagi kader PUI secara otomatis ketika menjadi kader atau masuk
kepada PUI ia akan mengucapkan janji atau Iqrar kepada dirinya sendiri
bahwasannya setiap individu kader PUI harus melakukan perbuatan baik,
perbuatan yang berimbas kebaikan untuk orang banyak karena memang tugas
manusia atau fitrahnya manusia ia cenderung kepada kebaikan, maka PUI
secara otomatis membuat kader-kader PUI untuk berjanji selama masih
beridiri di atas bumi ia harus melakukan amal shaleh, menjauhi perbuatan
perbuatan yang di larang Allah atau perbuatan yang merugikan orang banyak.
39
E. Intisab Sebagai Tafwidh
Intisab sebagai tafwidh adalah pasrah, berserah diri pada Allah swt
(Tawakal),9 berserah diri pada Allah swt adalah suatu keharusan bagi setiap
manusia yang beriman kepada Allah. Tawakkal juga dikaitkan dengan nama-
nama Allah swt yang kita ketahui dari Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang
terbaik) seperti dalam nama Allah yaitu Al-Aziz (akan mulia dan tidak akan
hina sedikitpun orang yang bergantung kepada-Nya, nama Allah yaitu Ar-
Rahim (rahmat Allah bagi yang bertawakkal kepada-Nya), nama Allah yaitu
Al-Hakim (tidak akan diabaikan siapapun yang percaya dengan kesempurnaan
kebijaksanaan dan perencanaan-Nya).
Banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang tawakal,
namun penulis mengutip salah satu ayat Al-Quran dalam Qs.Ath-Thalaq 3:
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Ath-Thalaq : 3)
Dari ayat di atas, penulis mengutip kutipan yang diambil dari web
tentang perkataan Ibnul Qayyim bahwa: Allah adalah yang mencukupi orang
yang bertawakal kepadanya dan yang menyandarkan kepada-Nya, yaitu Dia
yang memberi ketenangan kepada orang yang takut, Allah swt adalah sebaik-
baik pelindung dan sebaik-baik penolong dan siapa yang berlindung kepada-
Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakal kepada-Nya, maka
Allah akan melindunginya, menjaganya, dan barangsiapa yang takut kepada
Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang
ditakuti dan dikhawatirkan, dan Allah akan memberi kepadanya segala macam
kebutuhan yang bermanfa’at.10
Maka dalam hal ini, lebih lanjut penulis
9 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00
WIB 10
Taisirul Azizil Hamidh h. 503, https://almanhaj.or.id/1292-allah-akan-mencukupi-semua-
urusan-orang-yang-bertawakal-kepada-nya.html
40
mengungkapkan bahwasannya Intisab sebagai Tafwidl secara sederhana
adalah sikap pasarah kepada Allah bahwasannya semua sudah di atur oleh
Allah tetapi bukan berarti tanpa usaha ia akan mendapatkan apa yang ia
inginkan atau butuhkan, tentunya harus melewati dengan yang namanya
usaha, akan tetapi ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan maka artinya itu adalah yang terbaik menurut Allah SWT, manusia
bukanlah apa apa selain dari pencari keridhoan Allah, maka makna dari
Intisab sebagai Tafwidl adalah sikap mempasrahkan diri kepada Allah akan
hasil yang akan ia dapatkan dalam hal apapun itu.
Intisab sebagai doktrin ajaran Persatuan Umat Islam (PUI) bagi
para kader hanya sebatas pada pemahaman konsep pemikiran yang tidak
signifikan dampaknya bagi masyarakat umum,oleh sebab itu, maka Ishlah Al-
Tsamaniyyah adalah penjabaran dari doktrin Intisab pada poin Ishlah Sabiluna
(Ishlah sebagai jalan pengabdian kami) yang akan penulis jelaskan lebih
terperinci pada bab selanjutnya.
41
BAB IV
BENTUK KONKRIT DOKTRIN INTISAB BAGI MASYARAKAT
A. Ishlah Al- Tsamaniyyah
Manusia adalah mahluk religius, yaitu makhluk yang mengakui dan
meyakini adanya Tuhan. Kebertuhanan manusia tidak hanya sebatas
mengakui dan meyakini, akan tetapi harus disertai dengan keimanan dan
ketaqwaan juga berupaya untuk mensyiarkan Islam.
Atas dasar hal tersebut, KH. Abdul Halim memliki cita-cita yang
agung yaitu ingin menyadarkan umat untuk berpegang teguh pada Al-Qur‟an
dan sunnah rasul. Ia ingin memberdayakan masyarakat melalui gerakan
gerakan swadaya masyarakat. Dalam rangka mewujudkan umat yang
sejahtera lahir dan batin, maka melalui organisasi “Hayyatul Qulub”, KH.
Abdul Halim mengembangkan ide serta pemikirannya untuk pembaharuan
pendidikan, yang juga aktif dalam bidang sosisal, ekonomi, dan
kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini sangat variatif, yaitu terdiri dari
para tokoh masyarakat, santri, pedagang, dan petani.
Dalam upaya merealisai umat yang sejahtera lahir dan batin, maka
diperlukan perbaikan pada berbagai aspek kehidupan manusia dan
menyelaraskan dengan tuntutan agama. Menurut KH. Abdul Halim bahwa
untuk membina keselamatan dan kesejahteraan hidup harus dilakukan upaya
perbaikan. Upaya itu dikenal dengan sebutan Al-Ishlahul Tsamaniyah.1
Islahus Tsamaniyyah (delapan macam perbaikan-perbaikan hidup)
dalam pembahasan ini meliputi perbaikan akidah (Islahul aqidah), perbaikan
ibadah (Islahul „ibadah), perbaikan pendidikan (Islahul tarbiyah), perbaikan
keluarga (Islahul „ailah), perbaikan adat kebiasaan (Islahul „adat), perbaikan
hubungan sosial (Islahul mujtama‟), perbaikan perekonomian (Islahul
iqtisad), dan perbaikan umat (Islahul umat).2
Penyusunan Islahus-Tsamaniyyah meskipun baru ditetapkan setelah
kemerdekaan, namun pokok-pokok pemikiran yang termuat di dalamnya
1 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, (Bandung: PT. Sarana Panca Karya
Nusa,2007), h.35 2 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam, (Jawa Barat: YMSI, 2014), h. 257
42
sudah ada sebelum itu.3 Pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi
munculnya konsep Ishlah, diduga, dimulai dari kesadaran Abdul Halim
sebelum mendirikan Santi Asromo, jika dalam bahasa sangsekerta artinya:
Santi= damai dan Asromo = tempat tinggal (dalam bahasa Suda di sebut
Balai Pendidikan). Ia melihat kondisi mayoritas masyarakat Indoesia sebagai
masyarakat terjajah dan hidup memprihatinkan. Mereka miskin, bodoh, dan
terbelakang dalam berbagai lapangan kehidupan. Kondisi masyarakat seperti
itu semakin bertambah parah setelah terjadi resesi ekonomi dunia pada 1930-
an yang dikenal dalam sejarah ekonomi sebagai zaman malaise.4 Dalam
menghadapi zaman malaise, pemerintah Hindia Belanda menerapkan
beberapa kebijakan pengaturan anggaran negara. Pada sektor-sektor tertentu
dilakukan pengurangan, termasuk anggaran biaya pendidikan.5 Akibatnya,
pengembangan Sekolah Desa yang menjadi sarana pendidikan pemerintah
bagi masyarakat Indonesia mengalami hambatan. Pada masa itu banyak
Sekolah Desa yang ditutup.
Menyekolahkan anak bagi kebanyakan orang merupakan beban yang
sangat berat. Ditambah kurikulum pendidikan yang lebih cenderung
berorientasi pada ijazah dan verbalistis telah menjadikan banyak tamatan
sekolah yang menjadi penganggur. Mereka kurang mampu melakukan
pekerjaan di luar jabatan yang disediakan pemerintah, sehingga sangat
tergantung pada lowongan kerja (sistim sekolah kerja).
Dalam kondisi seperti itu, Abdul Halim sebagai Hoofdbestuur
Persjarikatan Oelama menulis buku, Padoman Propaganda Persatoean Islam
yang diterbitkan pada 1928. Dalam bukunya Abdul Halim menjelaskan
tentang Permulaan Azas Bagi Persatoean Islam. Menurutya, terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan kaum Muslim agar tercipta persatuan,
beberapa hal tersebut adalah :
1. Wajib bagi kaum Muslim untuk menghidupkan persaudaraan Islam.
2. Qur‟an menjadi pedoman hidup dan kehidupan.
3 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,… h. 258
4 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,… h. 259
5 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h. 260
43
3. Mengatur pengetahuan Islam dengan mendirikan madrasah-madrasah yang
mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.
4. Menghidupkan fardlu kifayah, yaitu kaum muslim wajib menguasai
perdagangan (tijarah), pertanian (zira‟at), dan pertukangan (shana‟at).
5. Suka mendahulukan kemaslahatan umum dari pada kepentingan diri
sendiri.6
Pada kesempatan selanjutnya, Abdoel Halim juga menulis buku,
Padoman Persjarikatan Oelama yang dicetak pada 1932. Dalam tulisanny
yaitu, Abdoel Halim memerinci program amal bagi segenap anggota
Parsjarikatan Oelama, meliputi: 1) Pengajaran dan Pendidikan, 2) Tablig
(dakwah), dan 3) Tolong-menolong, yaitu memelihara tali percintaan
(mahabbah) di antara para anggota dengan membangunkan hati mereka untuk
melakukan tolong-menolong.7
Selain dari dua tulisannya itu, menurut Karim Halim dalam
wawancaranya dengan Jalaluddin pada 8 November 1988 di Jakarta, pokok-
pokok pikiran Abdul Halim sebetulnya dimulai dari penafsirannya tentang al-
Salam (keselamatan). Dalam pemahaman Abdul Halim, agama Islam
merupakan kumpulan ajaran yang bertujuan membimbing manusia agar
memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Dua macam keselamatan
itulah yang disebut al-Salam.8
Kesejahteraan hidup di akhirat erat kaitannya dengan keselamatan
hidup di dunia. Untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera di akhirat,
menurut Abdul Halim, manusia harus hidup selamat dahulu di dunia berupa
hidup yang sejalan dengan tuntutan agama.9 Untuk itu menurut Halim, ajaran
Islam dapat difungsikan sebagai pedoman untuk membina kehidupan yang
selamat di dunia. Al-Salam dapat diaplikasikan dalam kehidupan praktis
melalui pendidikan guna membimbing manusia agar memiliki akhlak mulia,
6 AbdulChalim, Economie dan Cooperatie dalam Islam, (Majalengka: Santi Asromo,
1936), h. 7-12 7 AbdulChalim, Economie dan Cooperatie dalam Islam,…h.14-20
8 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h. 260
9 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h.260
44
wawasan pengetahuan, dan dapat hidup mandiri dengan bekerja melalui
tenaganya sendiri secara ikhlas dan ridha. Itulah yang disebut Halim dengan
Santri. Untuk mewujudkan semua itu, seorang santri harus mendapat
bimbingan khusus melalui pendidikan di asrama (Santi Asromo). Masih
menurut Halim, untuk terwujudnya al-salam perlu dilakukan upaya berupa
perbaikan (Ishlah) pada aspek-aspek tertentu dari kehidupan manusia dan
menyelaraskannya dengan tuntutan agama.10
Dapat dipahami, untuk terwujudnya al-Salam diperlukan Ishlah
(perbaikan). Kuat dugaan, disinilah mulai muncul konsep yang kedua dari
Halim, yaitu Ishlah (perbaikan). Selanjutnya baik al-Salam maupun al-Ishlah
diterapkan pada perguruan Santi Asromo, dengan harapan para lulusan
perguruan tersebut menjadi santri yang terampil, percaya diri, dan mandiri.
Sementara Sanoesi, meskipun tidak menyebut konsep tertentu
mengenai pikiran keagamaannya sebagaimana Abdul Halim, ia kurang lebih
sependapat dengan konsep keagamaan yang dimajukan Abdul Halim. Ciri
penting dari pemikiran Sanoesi adalah tradisional dalam masalah agama,
namun modern dalam masalah-masalah duniawi. Oleh sebab itu, sebagaimana
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, Ahmad Sanoesi berpolemik dengan
sejumlah kyai baik tradisional, modern, dan tarekat dalam urusan agama.
Namun meskipun ia “kurang sependapat” dengan gerakan pembaharuan
keagamaan, ia aktif melakukan pembaharuan dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, dan pendidikan. Ahmad Sanoesi sendiri menyatakan, bidang-bidang
yang disebut terakhir harus mendapat perhatian lebih dari segenap kaum
muslim, agar mendapatkan kehidupan lebih baik. Oleh karena itu, dalam
bidang sosial ia aktif membesarkan Al-Ittihadijatoel Islamijjah sebagai
perkumpulan ulama tradisional yang melestarikan ajaran Ahl Sunnah wa al-
Jama‟ah.11
Pada perjalanannya, organisasi Al-Ittihadijatoel Islamijjah digunakan
Sanoesi untuk tujuan-tujuan yang lebih luas. Misalnya ia mendirikan
10
Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h.261 11
Dadang Darmawan, Disertasi: Respon Ulama terhadap Tafsir Tamsjijatoel-moeslimin,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah), h. 84
45
organisasi sayap Al-Ittihadijatoel Islamijjah dengan nama Barisan Islam
Indonesia yang kemudian menjadi basis tentara Pembela Tanah Air di
wilayah Priangan Barat. Dalam bidang ekonomi, Sanoesi memprakarsai
berdirinya Sjarikat Oesaha Persatoean Islam untuk menyatukan pengusaha-
pengusaha Muslim dengan cara menghimpun modal dari pedagang-pedagang
kecil untuk dijadikan usaha bersama. Sementara dalam bidang pendidikan, ia
mendirikan Gerakan Urusan Pendidikan Pesantren Islam untuk menyatukan
usaha membina lembaga pendidikan pesantren.12
Masih dalam bidang pendidikan, Ahmad Sanoesi juga melakukan
sejumlah pembaharuan. Sejak tahun 1931 melalui organisasi Al-Ittihadijatoel
Islamijjah, ia memprakarsai berdirinya All School di beberapa distrik di
Sukabumi, Batavia, Bogor, Karawang, Cianjur, Cililin, dan Tasikmalaya. Ciri
penting dari All School tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga
mengajarkan ilmu umum.13
Hingga di sini, meskipun tampak berbeda
karakter dasar antara Abdul Halim dan Ahmad Sanoesi, yaitu lemah lembut
berbanding keras tanpa pandang bulu, keduanya dapat saling bertaut. Kedua
tokoh itu sama-sama menginginkan terjadinya Ishlah (perbaikan) di negeri
ini, yaitu freedom (bebas dari penjajahan). Oleh karena itu, upaya yang
mereka lakukan untuk mewujudkan cita-cita mereka, dapat dikatakan sama,
yaitu concern pada pendidikan, penerbitan, dan membela islam.
Rumusan Ishlah Persatuan Ummat Islam baru disusn oleh Utom
Sumaatmaja, Sudjono Hardjosudiro, Sholeh Iskandar, Fadil Dasuki, dan
Sudarja setelah prosesi fusi. Hasil kerja keras mereka diterima pada Sidang
Mukatamar PUI ke-1 di Bandung pada 12 Oktober 1952. Rumusan Ishlah
Persatuan Ummat Islam, meliputi: perbaikan akidah (Ishlahul „aqidah),
perbaikan ibadah (Islahul „ibadah), perbaikan pendidikan (Islahul tarbiyah),
perbaikan keluarga (Islahul „ailah), perbaikan adat kebiasaan (Islahul „adat),
perbaikan hubungan sosial (Islahul mujtama‟), perbaikan perekonomian
(Islahul iqtisad), dan perbaikan umat (Islahul umat). Tim penyusun Ishlah,
12
Dadang Darmawan, Disertasi: Respon Ulama terhadap Tafsir Tamsjijatoel-
moeslimin,…h. 84 13
Muhammad Iskandar, Kyai Haji Ajrngan Ahmad Sanusi, (Jakarta:PB PUI) h. 123
46
dengan alasan terdapat delapan jalur pokok perbaikan kemudian
menyebutnya dengan Ishlahus Tsamaniyyah. Nama tersebut disepakati oleh
peserta Muktamar. Dalam keputusan Muktamar PUI ke-1 selanjutnya,
delapan jalur pokok perbaikan keumatan dibakukan oleh organisasi sebagai
doktrin Persatuan Ummat Islam.14
Hingga di sini dapat dipahami bahwa dalam Persatuan Ummat Islam
terdapat dua hal yang menjadi falsafah dan program „amal organisasi yaitu
intisab dan Ishlahus Tsamaniyyah. Intisab sebagai falsafah organisasi pada
gilirannya dijadikan semacam landasan idiil. Sementara Ishlahus
Tsamaniyyah yang merupakan pengejawantahan intisab dalam kehidupan
bermasyarakat, dijadikan landasan operasional. Dengan demikan Ishlahus
Tsamaniyyah (delapan macam perbaikan hidup) dijadikan program „amal
(kerja) Persatuan Ummat Islam.
Untuk lebih aplikatif, ke delapan program pokok perbaikan keumatan
Persatuan Ummat Islam perlu penjelasan khusus. Penjelasan khusus tentang
hal itu dinamakan Tafsir Asas Persatuan Ummat Islam. Sistematika Tafsir
Azas dimulai dari Muqaddimah, Djema‟ah berdasar Islam, „Amal-Usaha jang
Urgent, Penjelasan Islahus Samaniyyah, dan di akhiri Taklif Illahi (kewajiban
yang timbul karena tuntutan Agama Allah semata). Penjelasan Ishlahus
Tsamaniyyah dalam Tafsir Asas Persatuan Umat Islam setelah dilakukan
perubahan, perbaikan,dan penyesuaian pada Muktamar PUI ke-2, 30 Agustus
1954. Keseluruhan penjelasan Tafsir Asas Persatuan Ummat Islam berisi
penjelasan dari masing-masing Ishlah.
Pada perkembangannya, meskipun program pokok perbaikan
keumatan Persatuan Ummat Islam tidak berubah, namun peristilahan,
formulasi susunan, dan penekanan materinya antara penulis yang satu dengan
penulis yang lain berbeda. Perbedaan itu apakah disengaja atau
kekurangcermatan penulisnya, atau karena format yang khsuus belum ada,
peneliti belum mendapatkan penjelasan. Beberapa perbedaan itu diantaranya
14
Mohammad Akim, Kiyai H.Abdul Halim Penggerak PUI. (Majalengka: Yayasan K.H.
Abdul Halim), h. 46
47
dapat dicermati pada penggunaan istilah, formulasi susunan dan penjelasan
materi Ishlahus Tsamaniyyah pada Akim.15
Penggunaan istilah dan formulasi
susunan Ishlahul Tsamaniyyah pada Akim sebagai berikut : (1) Islaahul-
„Aqidah, (2) Islaahul Ibadah, (3) Islaahul „Adah, (4) Islaahul „Ailah, (5)
Islaahul Tarbiyah, (6) Islaahul Mudjtama, (7) Islaahul Iqtishad, dan (8)
Islaahul Ummah. Sedangkan pada Jalaluddin, adalah (1) Islaahul-„Aqidah,
(2) Islaahul Ibadah, (3) Islaahul „Adah, (4) Islaahul „Ailah, (5) Islaahul
Tarbiyah, (6) Islaahul Mudjtama, (7) Islaahul Iqtishad, dan (8) Islaahul
Ummah.
Dalam penjelasan materi Ishlahus Tsamaniyyah pun di antara ketiga
penulis itu memberikan uraian yang berbeda. Pada Akim, penjelasan materi
Islahus Tsamaniyyah masih sangat sederhana. penjelasan materi Islahus
Tsamaniyyah sudah diuraikan berdasarkan masing-masing bidang, tujuan,
sasaran dan bentuk kegiatan.
B. Realisasi Doktrin Intisab Bagi Masyarakat (Ishlahut Tarbiyah)
Peran dan gerakan Persatuan Umat Islam didasarkan pada preskripsi
(ketentuan) dan harapan yang menerangkan apa yang harus dilakukan
organisasi itu dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan umat Islam
sesuai dengan tujuan amal usaha yang telah ditetapkannya. Arah kebijakan
persatuan umat Islam lebih bersifat sosial, seperti pendidikan dan pengajaran,
pengembangan ekonmi kerakyatan, pemeliharaan masjid masjid, surau surau,
pesantren pesantren, pengajian pengajian, perawatan yatim piatu, serta bidang
sosial lainnya.16
Bidang-bidang tersebut menjadi ciri penting dari organisasi
itu. Namun, dalam pembahasan ini penulis tidak akan mengemukakan seluruh
program pokok perbaikan sebagaimana terangkum dalam Ishlahu Tsamniyah,
tetapi lebih ditujukan kepada bidang pendidikan pengajaran sebagaimana
banyaknya para kader Persatuan Umat Islam yang merealisasikan doktrin
intisab pada bidang pendidikan ditengah tengah masyarakat.
15
Mohammad Akim, Kiyai H.Abdul Halim Penggerak PUI…h.48 16
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung,
1960), h.290
48
Ketika Belanda masuk ke Nusantara, diperkirakan pendidikan Islam
memiliki peran yang cukup banyak dalam system pendidikan dan pengajaran
masyarakat. Hal ini tampak pada lembaga pendidikan islam dalam bentuk
pesantren yang di dirikan para wali (Wali Songo). Bahwa pesantren lahir dari
pola kehidupan tasawuf, yang kemudian berkembang didaerah Islam.
Pesantren terkenal sebagai intitusi pendidikan islam di nusantara. System
pendidikan pesantren, selain melaksanakan kegiatan belajar keagamaan juga
menyatu dengan tugas tugas dakwah. Selain itu, juga dalam rangka
pergerakan dan perbaikan umat. Pendidikan diyakini oleh KH. Abdoel Halim
merupakan sarana paling efektif untuk mewujudkan cita cita perjuangan.
Melalui pendidikan, kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan yang
sedang menimpa bangsa Indonesia akan segera dikikis.17
Melihat dari sejarah di atas, Persatuan Umat Islam sebagai sebuah
organisasi masa Islam di Indonesia meyakini bahwa pendidikan dan
pengajaran yang berorientasi keagamaan lebih diminati oleh kaum muslimin.
Madrasah atau sekolah yang dikelola oleh kaum muslim sangat diperlukan.
Mengingat hal itu, disampimg melaksanakan amanah mukhtamar PUI ke 1,
perbaikan pendidikan (Ishlahu Tarbiyah) merupakan salah satu program
prioritas Persatuan Umat Islam.18
Dalam konferensi pendidikan dan pengajaran PUI ke 1, hadir sebagai
nara sumber adalah Junaidi Mansyur, mengetengahkan topik tentang tujuan
pendidikan dan tata tertib majlis pengajaran, Dudud Wirasonjaya,
mengetengahkan topik tentang program kerja bidang pendidikan dan
pengajaran umat Islam, Kuswati, mengetengahkan topik tentang memperbaiki
motto guru PUI, dan yang terakhir A. Azis Halim mengetengahkan topik
tentang rencana sekolah atau madrasah tingkat lanjut dalam lingkungan
organisasi PUI. Selain mendiskusikan topik-topik tersebut, dalam konferensi
17
Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, (Bandung: PT. Sarana Panca Karya
Nusa,2007), h. 41 18
S. Wanta, Tujuan dan pola dasar pendidikan PUI, (Majalengka: PB PUI Majlis
penyiaran, penerangan, dan dakwah, 1991), hal. 9
49
pendidikan dan pengajaran ini pula dibicarakan tentang hal hal lainnya terkait
pendidikan dan pengajaran dilingkungan persatuan umat Islam.19
Konferensi pendidikan dan pengajaran PUI ke-1 menghasilkan
beberapa keputusan sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan dan pengajaran persatuan umat Islam adalah:20
a) Menuju terbentuknya suatu umat yang individunya beriman dan
bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata „aala.
b) Dalam hidup dan kehidupan berguna dan bermanfaat untuk diri dan
masyarakat.
c) Dapat mengikuti dan menyesuaikan diri sesuai perubahan dan ajakan
masa.
d) Mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Program kerja pendidikan persatuan umat Islam meliputi:
a) Adanya pembagian tugas dan kewajiban antara inspeksi (pengawas),
secretariat, dan penyelenggaraan sekolah atau madrasah sesuai tenaga
dan kemampuan yang tersedia.
b) Menentukan rencana pelajaran (kurikulum) sekolah dasar atau
Madrasah Ibtidaiyah Persatuan Umat Islam.
c) Menetapkan rencana madrasah atau sekolah tingkat lanjutan yaitu
rencana mendirikan SGI (Sekolah Guru Islam) dengan lama studi 6
tahun.
d) Mengesahkan tata tertib majlis pengajaran, meliputi:
1) Penetapan hari libur sekolah
2) Memperbaiki mutu guru-guru PUI
3) Stabilitas keuangan sekolah atau madrasah.
Selanjutnya, agar lebih jelas bagaimana program pendidikan di PUI
pada tahun 1954 penulis melampirkan susunan rekapitulasi rencana
pembelajaran sebagaimana table 4.1 yang penulis sajikan di lampiran.
19
S. Wanta, Tujuan dan pola dasar pendidikan PUI,…h. 10 20
S. Wanta, Tahun Persatuan Umat Islam (PUI) dalam persiapan penyelenggaraan
Pendidikan, (Majalengka: PB PUI Majlis penyiaran, penerangan, dan dakwah, 1987), h. 16-19
50
Buku-buku pedoman yang digunakan pada Sekolah Rakyat (SR) 6
tahun PUI menurut Yunus adalah sebagai berikut:
1. Faturrahman fi Tajwidl Qur‟an
2. Penuntun Guru Agama (Mahmud Yunus)
3. Hidayatul Mustafid (Abi Rahimah)
4. Keimanan dan Akhlak (1 s.d 4) (Mahmud Yunus)
5. Riwayat Rasul-Rasul Pilihan (Abbas Hasan)
6. Jawahirul Kalamiah
7. At-Tarbiyah wa al-Adabus Syar‟iyah
8. Marilah Sembahyang (1 s.d 4) (Mahmud Yunus)
9. Puasa dan Zakat (Mahmud Yunus)
10. Haji ke Makkah (Mahmud Yunus)
11. Seluk Beluk Agama (H.Abubakar Y)
12. Matan Taqrib
13. Beberapa Kisah (Mahmud Yunus)
14. Durusut Tarikh Islami 1 (Al-Khayyath)
Selanjutnya, agar lebih jelas bagaimana program pendidikan di PUI
pada tahun 1954 penulis melampirkan susunan rekapitulasi rencana
pembelajaran sekolah guru PUI 6 Tahun pada tahun 1958 seperti dalam table
4.2 dan 4.3 yang penulis sajikan dalam lampiran.
Selain menyusun rekapitulasi rencana pelajaran, majlis pendidikan
dan pengajaran pengurus besar PUI juga menyusun rencana kitab-kitab
agama atau bahasa Arab yang akan digunakan untuk sekolah guru persatuan
umat Islam 6 tahun, sebagai berikut:
1. Hidayatullah Mustafid fi Ahkamit Tajwid
2. Fathul Athfal dan Mursyidul Wildan
3. Firman Wahyu (Humaidi Shaleh Al-Jawi)
4. Madarikut- Tanzil
5. Bulughul Maram (Hadits)
6. Minhadjul Mughits (Hasan Al-Mas‟udi)
7. Al Jawahir Al Kalamiah
51
8. Al Sanusiyah (Ibrahim Al Bajuri)
9. Fathul Madjid (M. Nawawi Al-Jawi)
10. Husunul Hamidiyah
11. Dasuki
12. Fathul Qarib
13. Fathul Mu‟in
14. Al Muzakirat (Mahmud Yunus)
15. Ta‟lim Al-Insya‟al-‟arabi (1-3)
16. Qira‟atur-Rasyidah
17. Nahwul Wadlih (1-3)
18. Al- Balaghatul Wadihah (Yunus, 1960:296-297).
C. Warisan Ishlahut Tarbiyah
Sejak awal, keberadaan Persyarikatan Oelama (PO) di bawah
kepeminpinan K.H Abdul Halim yang punya semangat menggerakan roda
organisasi, terus berkembang. Mengingat gerak langkah PO semakin
berkembang dan maju, maka diperlukan pengakuan yuridisnya. Selanjunya,
proses pengajuan agar memperoleh pengakuan secara hokum dilakukan. Dan
keluarlah pengakuan bahwa Persyarikatan Oelama (PO) adalah organisasi
berbadan hukum. Pengakuannya itu secara bertahap, mulai dari wilayah
hokum Majalengka, Pulau Jawa dan Madura, hingga akhirnya meiputi seluruh
wilayah Indonesia.21
Perkembangan PO cukup pesat, hal ini karena perjuangan gigih K.H
Abdoel Halim, sosok ulama yang aktif dan kreatif dalam menggerakan
organisasi. Dalam upaya menyebarluaskan berbagai program organisasi yang
sekaligus menyampaikan dakwah, ia aktif menulis buku-buku yang
bernafaskan Islam. Tercatat beberapa tulisan antara lain: Tarikh Islam,
Neratja Hidoep, Da‟watoel Amal, Kitab Petoenjoek bagi manusia, Risalah
Ijtimayah Wailajuha, Kitab Tafsir Tabarok, dan Babul Rizqi. Tulisan-tulisan
tersebut banyak dipublikasikan melalui brosur dan buku yang beredar
dikalangan jajaran PO. Di samping itu, tulisah. KH. Abdoel Halim juga
21
Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, …h. 90
52
banyak dimuat pada berbagai majalah seperti suara Persyarikatan Oelama,
As-syuro, dan Suara Muslim Indonesia.
Melalui tulisan-tulisan K.H Abdoel Halim, Persyarikatan Oelama
(PO) semakin menggema hingga ke berbagai pelosok. Keberadaanya pun
tambah diakui oleh rakyat, apalagi ketika sudah menjadi organisasi berbadan
hokum. Meskipun PO sudah diakui dan disahkan menjadi non organisasi
yang berbadan hukum oleh pemerintah, tetapi orang-orang colonial tetap
mencurigai usaha dan gerak langkah orang-orang yang tergolog aktivis
pergerakan.22
Sementara itu disisi lain, tidak sedikit rintangan-rintangan yang
menghambat usaha-usaha dan gerak langkah pergerakan, sekalipun diketahui
PO hanya bergerak dibidang pendidikan dan pengajaran Islam. Maka, pada
tahun 1919 berdirilah Kwee school Peserikatan Oelama.
Kweek School adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
untuk mencetak tenaga guru. Sekolah tersebut pertama kali didirikan oleh
Belanda pada tahun 1825 di Solo. Perkembangan jumlah sekolah tersebut
sangat lambat, tercatat sampai awal tahun 1900an tidak mencapai lebih dari
sepuluh Kweek School.23
Kweek School Persyarikatan Oelama yang pertama adalah Madrasah
Tholibin (setingkat ibtidaiyah), madrasah itu belajarnya lima tahun, kemudian
dua tahun melanjutkan sehingga lamanya tujuh tahun jadi sampai kelas VII.
Semula tempat belajar para pelajar Kweek School mempergunakan ruangan
muka rumah kepunyaan bapak Sujarwo. Ia merupakan seorang yang memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Dermawan lainnya adalah A.
Azis Halim-putra KH. Abdul Halim. A. Azis Halim selanjutnya sempat
menjadi Bupati Majalengka pada tahun 1956.
Pada tanggal 19-20 November 1932 berlangsung konferensi kilat PO
bertempat digedung Kweek School PO Majalengka yang mendapat perhatian
besar dengan hadirnya cabang- cabang dan majelis-majelis. Di antara
22
Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim,…h. .91-92 23
Wanta, 35 Tahun Persatuan Umat Islam, (Majalengka: PB PUI, 1997), h. 30
53
keputusannya bahwa nama Kweek School PO diganti nama menjadi Madrasah
Daroel Oeloem (dibaca: Darul Ulum). Madrasah tersebut sekarang menjadi
perguruan Darul Ulum di Majalengka. Kini dalam perguruang Darul Ulum
terdapat madrasah Diniyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.24
Gedung Perguruan Darul Ulum PUI yang berdiri sejak tahun 1921
Di Indonesia, pada 28 Oktobr 1928, lahir babak sejarah yang amat
penting yakni peristiwa monumental Sumpah Pemuda. Peristiwa ini telah
menggerakan kesadaran para pemuda dan rakyat di nusantara untuk membina
rasa persatuan. Gema Sumpah Pemuda telah memberikan kekuatan baru bagi
munculnya gagasan dan pemikiran para pemuda juga tokoh Islam tanah air.
Sekitar tiga tahun setelah peristiwa sumpah pemuda, maka pada tahun
1931, K.H. Abdul Halim mencetuskan gagasan tentang masa depan umat.
Gagasan tersebut dikemukakan oleh K.H. Abdul Halim dalam kongres ke IX
di Majalengka, sebagai prasarana yang bersumber dari risalah berjudul
“Afatul Ijtima‟iyah wa ilajuha”, gagasan tersebut adalah bahwa anak didik
kelak harus dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat dan tidak
tergantung pada orang lain.
24
Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim,…h. 93-94
54
Untuk melaksanakan gagasan tersebut, pada kongres itu disepakati
dan diserahkan kepada K.H. Abdul Halim yang antara lain memerlukan
tempat pendidikan yang khusus dan terpisah. Program pendidikan tersebut
dikenal dengan nama “Santi Asromo” yang secara resmi berdiri pada bulan
April 1932. Program Santi Asromo memang menitik beratkan kepada
pengetahuan Agama meskipun didalamnya mempelajari pengetahuan umum
seperti: bahasa Belanda, diberikan juga pelajaran praktik bercocok tanam,
tukang kayu, kerajinan tangan dan lainnya.
55
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dan setelah dilakukan
analisis, maka dapat disimpulkan bahwa Organisasi massa Persatuan Umat
Islam (PUI) yang lahir di Bogor pada tanggal 5 April 1952, merupakan fusi
dua organisasi Islam yaitu Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam
Indonesia (PUII). Perikatan Umat Islam merupakan suatu organisasi yang
didirikan pada tahun 1944 oleh KH. Abdul Halim di Majalengka. Organisasi
ini pada awalnya bernama Hayatul Qulub (1911) yang bergerak di bidang
pendidikan dan ekonomi. Sedangkan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII),
merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad
Sanusi di Sukabumi. Organisasi ini pada awalnya bernama AII (al-
Ittihadiyatul Islamiyah) mengembangkan diri dan berkiprah dalam pembinaan
umat melalui pendidikan. Karena Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi
memiliki pandangan dan tujuan yang sama, maka pada tanggal 5 April 1952
usaha itu terwujud dengan terbentuknya organisasi Persatuan Umat Islam
(PUI).
Intisab dalam bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban-
wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan,
mengkerabatkan, satu keturunan, mempersaudarakan. Menurut istilah Intisab
adalah ucapan pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk
mempersenyawakan, memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan
perbuatan. Secara sederhana intisab adalah ikrar atau janji. Jadi, dapat dikatan
bahwa Intisab sebagai doktrin amaliyah para anggota dalam menjalankan
program-program Organisasi.
Pengaruh Intisab bagi para kader PUI secara keseluruhan isi Intisab
itu sendiri tidak terlalu memberikan dampak yang jelas, namun dalam bidang
pendidikan menunjukan pengaruh yang sangat signifikan, terlihat dari para
kader PUI yang banyak bergelut di bidang pendidikan dan mengembangkan
56
konsep pendidikan PUI ke arah yang lebih baik. Disamping melestarikan
konsep pendidikan PUI yang terdahulu, para kader PUI juga memberikan
pembaharuan di dunia pendidikan agar bisa bersaing dengan pendidikan masa
sekarang dan masa yang akan datang. Maka, jelas dalam hal ini para kader
militan PUI yang semangat bergerak di bidang pendidikan sangat dipengaruhi
oleh doktrin intisab terutama dalam bait kata (Al-Ishlahus saabiluna) yang
memiliki delapan macam perbaikan hidup dan salah satu jalannya adalah
perbaikan pendidikan (ishlahut tarbiyah) yang dipegang kuat oleh para kader-
kadernya.
B. SARAN
Dengan melihat kesimpulan diatas, maka saran yang sangat penting
ingin penulis sampaikan adalah bahwa alangkah baiknya jika para kader PUI
tidak hanya bergerak dan konsisten mengembangkan dan terus melakukan
perbaikan di dunia pendidikan saja, akan tetapi 8 macam perbaikan yang
merupakan salah satu isi doktrin PUI dapat dilaksanakan juga sebagaimana
yang di harapkan oleh pendiri dan orang-orang terdahulu agar tujuan PUI
sebagai organisasi kemasyarakatan dapat memberikan dampak yang jelas dan
baik bagi masyarakat di segala bidang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah Yogyakarta; Ar Ruzz
Media,1999
Abi, Kosim Abdul Karim Assyahrastani, Muhammad. Almilal Wan nihal, Beirut:
Darul Ma’arif 1980
AD/ART PUI Persatuan Umat Islam Pergerakan Aliran Modern
Akim, Mohammad, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, Majalengka: Yayasan KH.
Abdul Halim, 1968
Ali, Moh Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Pustaka Setia, 1999.
Alhindi, Rahmatullah, Idzharulhaq, Kairo: Draul hadits, cet-4 2001
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, PUI. PB PUI, Jakarta: Pimpinan Pusat
PUI, 2010
Daud , Asep Kokasih, Terbentuknya Gerakan Persatuan Umat Islam di Bogor tahun
1952. Skripsi IKIP Muhammadiyah Purwokerto, 1993
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Effendy ,Onong Uchana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto Jakarta: UI
Press.1983
Hasan, E Saleh. Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Wawasan. Jakarta: ISTN,
1999
Hamzah,Andi, Bunga Rampai Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1986
Hernawan, Wawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), Jawa Barat:
YMSI, 2014
Kansil, C.S.T, dan Julianto, Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta:
Erlangga, 1999
Kutipan Wawancara dengan S. Wanta, Ummu Mu’minullah selaku Ketua Pengurus
Daerah Majalengka, serta Takyin selaku Sekretaris Daerah dan Observasi pada
tanggal 25 Juni 1995 dan 1 Juli 1995 di Majalengka.
Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI, Majalengka:PB.PUI,1991
Madjid, Nurcholis, Islam, Doktrin dan peradaban sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan dan kemoderenan.Jakarta: Paramadian, 1992.
Noer , Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta:LP3ES,1982
____, Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta: LP3ES, 1987
Salinan surat Mr. Syamsudin dimuat dalam buku Moh. Akim, KH. Abdul Halim
Penggerak PUI, Yayasan KH. Abdul Halim. Majalengka. 1968
Shaleh, Munandi, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergolakan Nasional. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2014
Sukarsa, Dartum, Potret K.H. Abdul Halim, Bandung: PT.Sarana Panca Krya Nusa,
2007
Tafsir Azas Persatuan Umat Islam, Majalengka: BP.PUI, 1991
Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam. Jakarta:Ichtiar Van
Hoeven. 1999.
Wanta, S, Intisab PUI lahir, Penjelasan dan Penerapannya, Majalengka:PB.PUI,
1990
_______, 35 Tahun Persatuan Umat Islam dalam Penyelenggaraan Pendidikan,
Majalengka: PB PUI, 1991
_______, KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya, Majalengka: PB.PUI, 1991
_______, Persatuan Umat Islam Aliran Moderen, Majalengka: PB. PUI,1991
35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan., Majalengka: PB.PUI, 1991
Abdul Chalim, Economie dan Cooperatie Dalam Islam, Majalengka, Santi Asromo:
1928
Dadang Darmawan, Respon Ulama Terhadap Tafsir Tamsjiatoel-Moeslimin, Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2009
57
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :K.H Ujang Syafei
Jabatan Organisasi : Sesepuh PUI Sukabumi
Tanggal :27 agustus
Waktu :13:00 s/d 15:00
1. Apa yang dimaksud denga Intisab sebagai Mabda?
2. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Manhaj?
3. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Iqrar Mujahadah?
4. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Tafwidh
58
Lampiran:
Tabel 4.1
Rekapitulasi Rencana Pembelajaran
S.R. 6 Tahun PUI
Jumlah Jam Pelajaran
no Mata Pelajaran Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
VI
1 Qur’an/Tajwid 6 3 3 3 3 3
2 Keimanan/ Akhlak 2 2 2 2 2 2
3 Fiqih 2 2 2 2 2 2
4 Tarikh Islam _ _ 1 1 1 1
5 Berhitung 12 9 6 6 6 6
6 Bahasa Daerah 2 2 2 2 2 2
7 Baasa Indonesia _ _ 5 5 5 5
8 Ilmu Bumi _ _ 1 2 2 2
9 Sejarah Indonesia _ _ _ 1 1 1
10 Pengetahuan Alam _ 6 3 3 3 4
11 Bahasa Arab _ _ 4 4 4 4
12 Menggambar/
Menulis
2 2 2 2 1 1
13 Gerak Badan 2 2 2 2 2 2
14 Seni Suara 1 1 1 1 1 1
15 Pekerjaan Tangan 1 1 1 2 2 2
Jumlah Jam 30 30 35 40 40 40
Sumber : Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 1960.
59
Lampiran:
Tabel 4.2
Rekapitulasi Rencana Pembelajaran
Sekolah Guru PUI. 6 Tahun PUI (Tahun 1958)
Jumlah Jam Pelajaran
No Mata Pelajaran Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
VI
A POKOK
1 Al-Qur’an / Tafsir 3 3 3 3 2 3
2 Hadits / Musthalah 1 1 1 2 2 2
3 Tauhid / Mantiq 1 1 1 1 2 2
4 Bahasa Arab 7 7 7 8 7 7
5 Fikhi / Usul 2 2 2 2 2 2
6 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4
7 Bahasa Inggris 2 2 2 3 3 3
8 Bahasa Daerah 1 1 1 1 1 1
9 Ilmu Guru / Jiwa _ _ _ 4 1 4
10 Ilmu Bumi / Alam 2 2 2 2 2 2
11 Sejarah Indonesia/
umum
2 2 2 2 2 2
12 Tata Negara _ _ _ _ 1 1
13 Ekonomi _ _ _ _ 1 1
B PENTING
14 Tarikh Islam /
Kebudayaan
1 1 1 1 1 1
15 Faraidl _ _ 1 1 1 1
16 Akhlak 1 1 1 1 1 1
17 Ilmu Hayat 2 2 2 2 1 1
18 Al –Jabar 2 2 2 2 1 1
60
19 Ilmu Ukur 2 2 2 _ _ _
20 Ilmu Alam 1 1 1 1 1 _
21 Ilmu Kimia _ _ _ 1 1 _
C PELENGKAP
22 Al- adyan _ _ _ _ 1 1
23 ‘Arudl _ _ _ _ 1 1
24 Miqot _ _ _ _ 1 1
25 Ilmu Berhitung 1 1 _ _ _ 1
26 Gerak Badan 2 2 2 2 _ _
27 Menggambar / Menulis 1 1 1 _ _ _
28 Seni Suara 1 1 1 _ _ _
29 Kerajinan Tangan /
Pertanian
1 1 1 1 _ _
30 Etnologi / Sosiologi _ _ _ _ 1 1
31 Kepanduan 2 2 2 2 2 2
JUMLAH JAM 42 42 42 44 44 44
61
Lampiran:
Tabel 4.3
Rekapitulasi Rencana Pembelajaran
Sekolah Guru PUI. 6 Tahun PUI (Tahun 1958)
Khusus Bahasa Arab
Jumlah Jam Pelajaran
No Mata Pelajaran Kelas
I
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
VI
BAHASA ARAB
1 Bercakap – cakap /
Mengarang
2 2 2 2 2 2
2 Mutala’ah 2 2 2 2 2 2
3 Nahwu / Sharaf 2 2 3 3 2 2
4 Khat 1 1 _ _ _ _
5 Balaghah _ _ _ 1 1 1
JUMLAH JAM 7 7 7 8 7 7