Upload
dety-camelia
View
20
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Effusi Pleura
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus
yang paling ditakuti, dan merupakan kausa mayor morbiditas,
ketidakmampuan pada penderita dengan diabetes mellitus .( I,2) Nasib
pasien diabetes mellitus dengan persoalan kaki sampai saat ini umumnya
masih sangat mengecewakan baik bagi pasiennya sendiri maupun bagi
dokter yang mengobatinya. Biaya yang harus ditanggung untuk mengatasi
persoalan kaki diabetik sangat besar. (1) Dari 14 juta penderita diabetes di
Amerika , biaya yang dikeluarkan untuk pengobatannya mencapai $ US
91,8 miliar, baik dari akibat morbiditasnya, kecacatannya, dan
sebagainva. Biaya yang utama karena akibat komplikasi kronik diabetes
yang ditimbulkannya. Salah satunya ialah karena amputasi tungkai bawah.
Resiko amputasi penderita diabetes ialah 15 kali dibanding dengan yang
non diabetik, sedangkan biaya pengelolaan perkasus diperhitungkan $ US 25.000. 1,2
Ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama
morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya
neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal saja dapat
menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya hingga
dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah.(3) Kebanyakan penderita
datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi
tungkai yang berakibat cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah
satu tindakan yang dapat diambil.4,5
Mengingat ulkus diabet ik maupun masalah kaki merupakan
sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes
mellitus, dan biaya yang harus ditanggung untuk mengatasi persoalan kaki
1
diabetik sangat besar, serta kaki diabetik makin sering dijumpai pada
penderita diabetes mellitus, bahkan kebanyakan penderita datang ke
rumah sakit sudah dalam keadaan lanjut sehingga amputasi tungkai
merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.
Atas dasar inilah saya mencoba membuat referat tentang Diabetic
Foot (kaki Diabetik), dengan harapan bagi saya maupun pembaca dapat
lebih memahami tentang apa itu diabetic foot, bagaimana diabetic foot
bisa terjadi dan bagaimana penanggulangan supaya tidak terjadi diabetic
foot dan penatalaksanaannya apabila diabetic foot sudah terjadi.
1.2 EPIDEMIOLOGI KAKI DIABETIK
Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab
utama perawatan bagi pasien DM. Pada suatu penelitian selama 2
tahun, 16% perawatan DM adalah akibat persoalan kaki kaki diabetes,
dan 23 % dari total hari perawatan adalah akibat persoalan kaki diabetik.
Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM akan mengalami persoalan kaki
suatu saat dalam kehidupan bersama DM. Keberhasilan pengobatan
kaki diabetik berkisar antara 57-94 %, bergantung pada besarnya
tukak atau ulkus. Kebanyakan pasien sedikit ataupun banyak kemudian
juga akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi.(1,2,)
Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %,
sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki kemudian berlanjut
sampai memerlukan amputasi tungkai bawah. Sebagian besar dapat
diselamatkan dengan pengelolaan yang cermat. Sedangkan di Indonesia
prevalensi kaki diabetik pada populasi jarang dilaporkan. Di Jakarta
pada survei populasi pada tahun 1983 didapatkan angka prevalensi
tukak / bekas tukak sebesar 2,4 %. (1) Di Poliklinik Endokrin RS Dr
Kariadi Semarang dari data yang dikumpulkan mulai bulan Januari 2001
sampai Juni 2002 didapatkan 4 % pasien DM yang dirujuk ke poliklinik
endokrin RS Dr Kariadi Semarang, mengalami komplikasi
2
makroangiopati berupa kaki diabetic.(6)
Diabetes Mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi
ekstremitas bawah non traumatic di Amerika Serikat (1 ,2 ) Amputasi
kaki karena diabetes merupakan 50% total amputasi di Amerika
Serikat. Sedangkan data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
angka amputasi masih sangat tinggi, yaitu sebesar 23 %. Nasib pasien
yang sudah mengalami amputasipun tidaklah menggembirakan. Data
dari seluruh rumah sakit di negara bagian California menunjukkan 13
% diantara mereka yang sudah diamputasi akan memerlukan tindakan
amputasi lagi dalam jangka I tahun. Didapatkan pula bahwa 30-50%
pasien yang te lah diamputasi akan memerlukan t indakan amputasi
kaki sebe l ahnya da lam. j angka I – 3 t ahun . 1 , 3 S edangkan da r i
da t a d i RS UPN Cip to M a n g u n k u s u m o n a s i b p e n d e r i t a k a k i
d i a b e t i k y a n g d i a m p u t a s i j u g a t i d a k menggembirakan. Dalam 1
tahun pasca amputasi 14,8 % meninggal dan meningkat 37 % pada pengamatan
3 tahun,(3)
Di Amerika Serikat biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk
DM dengan hanya kaki diabetes adalah sebanyak $ 150 juta dari $ 91,8
miliar biaya yang langsung berkaitan dengan DM. Di rumah sakit rujukan
di California Selatan rata-rata biaya untuk amputasi primer pada tungkai
bawah adalah $ 24.700 dengan rata-rata lama tinggal di rumah sakit 21
hari. Semuanya itu hanya biaya lansung dan belum termasuk biaya tidak
langsung seperti ketidakhadiran, kecacatan permanen, dan kematian
keluarga. Angka absen pada penderita DM (44 hari pertahun) didapatkan 11
kali lebih tinggi daripada populasi umumnya, dengan perkiraan kerugian
sebanyak $ 365.000 perpasien pertahun. Pada penelitian tersebut,
didapatkan DM menduduki peringkat ketiga penyebab kecacatan
permanen, setelah kelainan neurologic dan penyakit jantung iskemik. 1,3
3
Diabetes in clinical reality – Global
6.7Egypt3.2Bangladesh107.8Philippines4.3Italy98.9J apan4.6Brazil811.1Bangladesh4.6Russia711.3Brazil5.2Pakistan613.9Pakistan6.8J apan521.3Indonesia8.4Indonesia430.3US17.7US342.3China20.8China279.4India31.7India1
People with diabetes (millions)
CountryPeople with diabetes (millions)
CountryRanking20302000
Wild S et al. Diabetes Care 2004;27:1047-53
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut : 3
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki
diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak
dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang
2.2 PERJALANAN ALAMI KAKI DIABETIK
Untuk dapat mengerti kemudian melakukan tindakan yang tepat, baik
pencegahan maupun pengelolaan kaki diabetik, perlu sekali untuk dipahami
perjalanan alami keadaan tersebut. Kaki diabetes merupakan kombinasi
arterioskierosis ke-2 tersering sesudah arteriosklerosis pembuluh koroner,
dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah. Umumnya kelainan ini
dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Desease). Ada 3 faktor yang dapat
dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu
neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal,
tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi
5
praktis maka kaki diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia ataupun kaki
neuropatik. (3)
Pada kaki neuropatik, somatik dan otonom rusak, tetapi sirkulasi masih
intak sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki terasa hangat, kurang rasa, dan
kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam: ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (Sendi Charcot), dan edema neuropatik.(3)
2.3 PATOGENESIS KAKI DIABETIK
Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan
jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali
infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia
maupun neuropati.
A. Patogenesis neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap kompli.kasi diabetes mellitus.(1)
Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang
dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus.
Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya
alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor
metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh
enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM). fruktosa,
kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP
meyebabkan demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid
dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan vascular karena
menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang
selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain
seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah dan
hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi
berpengaruh terhadap neuropati ini. (3,4,8)
Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah vang mengurangi karena
terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah khususnya betis). Dan
kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjadinya tukak diabetik.
6
Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada banyak
studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki
diabetik ). Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan
demikian kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap
rangsangan dari luar. Berbagai hal yang sederhana yang pada orang
normal tak menyebabkan, luka akibat adanya daya proteksi nyeri,
pada pasien DM dapat berlanjut menjadi luka yang tidak disadari
adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan jarum atau
paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya setelah terjadi
luka yang membusuk dan membahayakan keselamatan kaki secara
keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui terjad inva
deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah
dikenali dan lebih banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik
berperan melalui perubahan pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-
pecah pada kulit kaki, dan jug melalui adanya perubahan daya vasodilatasi-
vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya pada
patogenesis terjadinya kaki Charcot(1,7,8,9,10).
Gambar 1. Perubahan yang terjadi pada DM 7
7
B. Patogenesis Angiopathi
Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa
arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme
karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol.
Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol. 6,7
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler
yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen.
Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan
poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan
jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi
iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio intermitten dan
yang paling berat dapat mengakibatkan gangren. 6,7,9,10
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,
menyebabkan ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau
sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi,
infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang
mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan
akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen arteri akan
menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. 7,8
Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki.sebagainya) merupakan
faktor yang memulai terjadinya ulkus. 7,8
8
Gambar 2. potongan melintang pembuluh darah pada orang penderita DM 8
C. Patogenesis Infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi
daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi
serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu: 6,8,11
a. faktor imunologi
- produksi antibodi menurun
- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- hiperglikemia
- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati
9
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak
kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga
telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa
ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob. 11,12
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: (Goldberg dan Neu, 1987) 11,12
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki
Gambar 3. Bentuk2 infeksi pada kaki DM 8
10
Gambar 4. HIperglikemi dan akibatnya 8,9
DIABETES MELLITUS
Penyakitpembuluhdarahtepi
Neuropati otonom Neuropati perifer
Sumbatan Aliranoksigen, nutrisi,antibiotik
Keringat Alirandarah
Inderaraba
Gerak
Luka sulitsembuh
Kultkering,pecah
ResorpsitulangKerusakansendi
KerusakankakiTumpuan beratyang baru
Kehilanganrasa sakit
Trauma
Atropi
Kehilanganbantalanlemak
ULKUSINFEKSISindrom jari biru
GangrenmayorGangren
AMPUTASI
Gambar 5. Patogenesis terjadinya ulkus DM
11
2.4 DIAGNOSIS Penegakan diagnosis ulkus diabetikum ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan
laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang
sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter. 8,13, 14
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang
digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai
saat beraktivitas atau istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid,
kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat
menderita ulkus/amputasi sebelumnya. 8,13,14
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan
prognosis seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi
diabetesnya tidak teratur maka akan sia-sia. 8,13
Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah
trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau
ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai
dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah
sakit.8,13
Banyak dari seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus
atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,
sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk
( contohnya amputasi atau sepsis ). 8,13
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek
pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang
12
bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau
benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak /
jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan
tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses
radang. 13,14
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan
fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis,
kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya. 13,14,15
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non
pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri
tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak
atau soft tissue. 13,15
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah.
Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba
dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren. 12,
13, 15
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis. 13
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk
dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus
yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar
kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
13
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%). 16,17
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab
terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan
sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. 15,16
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada
sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga
mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi. 15,16
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus
dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau
hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis
teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis
superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita
diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu
meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan
pulsasi distalnya. 15,16,17
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
14
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya
tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama
atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka
akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik
ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari
ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah
terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler
berat.13,14
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri
kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan
lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis.
Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi)
karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari
terapi obat dan latihan. 11,12
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit. 11,13
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah
dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous
oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan
invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA). 11,17,15
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
15
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi. 11, 12,13
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik. 11,12
2.5 GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK
Gambaran klinis dibedakan: 5,8,13
1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati
neuropatik (Artropati Charcot ), Edema neuropatik
2. Neuro-ischemic-foot
A. Ulkus Neuropatik.
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre
neuropathy yang berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya
berupa hilangnya sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi
terganggu. Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang mengganggu
aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan
arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer.
Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari
perfusi jaringan yang memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati
merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor.
Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, ser ing terlihat adanya
gambaran gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli,
Streptococus anaerob, dan Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi
kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu
TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang korelasinya
dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam
16
menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh
karena kita anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.3,17
Klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap
berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada
ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample
untuk biakan bakteri. Goldstein (1996) Meneliti 25 orang yang secara
berurutan masuk dirawat dengan ulkus. la menemukan phylococcus
sebagai isolat terpenting, termasuk MRSA pada 20 % kasus.
Streptococcus enterococcus, Enterobactericcae, dan kuman anaerob terlihat
pada 40% luka. Lebih dari 80% peka terhadap Ciprofloxasin dan Levofloxasin.3,12
Gambar 4. Ulkus Neuropati 8
B. Artropati Neuropatik
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes
17
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput
metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk
yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya
fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi
diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular akan
nieningkatkan aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang
padahal penderita diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati perifer
(hilang rasa, sehingga pasien masih aktif berjalan dan sebagainya meskipun
tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan deformitas kaki.
Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan
atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali
terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi.(3,7,8)
Gambar 5. Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM Neuropatik 7,8
18
Gambar 6. Kaki Charcot 7,8
C. Edema Neuropatik.
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana
terdapat edema (pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan
dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu sebab kardial dan renal).
Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang abnormal,
juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri. 3,5,6
19
Gambar 7. Neuropati Diabetik 8
D Neuro ischeimic foot
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang
dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio
intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren.
Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang
tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus n europatik, disini
ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tid ak
disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepi
lateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri,
kalau perlu dengan arteriografi.(3,5,6)
20
Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal 1988 :
Tabel I . Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal
1988 3,5
Gejala Tanda
Claudicatio Intermitent
Nyeri pada malam hari
Ada chest pain
Dengan digantung nyeri kaki berkurang
Pucat dengan tanda kaki diangkat
Terlambatnya pengisian pembuluh vena
Warna kemerahan dengan tergantung
Artrofi kulit, mengkilap, rambut tak
rontok
Kuku sering tebal dengan infeksi
primer
Gangren
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,
maka dibuat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner ( Cit.
Levin dan O'Neal 1983).
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik.(1, 5)
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Dearjat IV
Derajat V
Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
kelainan bentuk kaki
Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Sedangkan bila dilihat dan gejala klinis gangguan vascular pada kaki
diabetic, maka seperti gangguan vascular kronik lainnya mengikuti stadium
dari Fontaine yaitu sebagai berikut :
21
Tabel 3. Stadium dari Fontaine 1,3,5
Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I
II
IIa
IIb
III
IV
Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat
Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila
istirahat
Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m
Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
Ulkus / gangrene
Adapun perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati pada
kaki diabetes ;
Tabel 4. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetic (1,310)
Iskemia Neuropati
Gejala
Inspeksi
Palpasi
Ulserasi
Klaudikasio
Nyeri saat istirahat
Tergantung rubor
Perubahan Tropik
Dingin
Tak teraba nadi
Nyeri
Tumit dan jari kaki
Biasanya tidak nyeri
Kadang nyeri neuropati
Lenngkung tinggi
Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan tropic
Hangat
Nadi teraba
Tak nyeri
Plantar
22
2.6 Evaluasi Dan Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus
Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes
harus cara integrative setiap kunjungan secara periodik. Disini klinisi seharusnya
langsung dilakukan pemeriksaan yang simple sebagai screening terhadap kelainan
kaki diabetik, masuk disini disamping anamnesis, juga inspeksi, palpasi,
pemeriksaan neurologik ringan pinprisick, sentuhan ringan, refleks tendo lutut
maupun archiles, persepsi vibras, indeks tekanan ankle-brachial. Sebaiknya hal ini
ditanggapi secara tim. Pada prinsipnya pencegahan akan lebih balk dari pada
pengobatan. Kaki diabetik terimasuk kausa mayor dari perawatan dirumah sakit
diantara pasien – pasien diabetes. Sering Chiropodist harus dilibatkan juga.
Dalam hal sudah terjadi deformitas kaki, ahli orthopedi dan ahli
rehabilitasi medik perlu dimasukkan dalam tim tersebut.(2, 3, 10, 11, 12)
Petunjuk Perawatan Kaki pada Penderita Diabetes Mellitus
Hendaknya penderita Diabetes Mellitus 1,3,8,12
1. Menjaga gula darah supaya dalam batas – batas target yang dikehendaki
2. Membasuh kaki setiap hari dengan sabun mild dan air hangat (jangan air
panas). Setelah itu keringkan secara benar, terutama sela jari, gunakan
handuk yang halus.
3. Memeriksa kaki setiap hari, dan menyadari bahwa kaki mereka butuh
perhatian khusus.
4. Minta pertolongan dalam masalah kaki apapun.
5. Control pada Chiropodist teratur.
6. Pakailah sepatu yang memadai.
7. Menjaga supaya aliran darah tetap lancar.
Hal-hal yang harus dihindari oleh penderita diabetes mellitus : (3,12,13,14,15,16)
1. Menggunakan obat corn (katimumul)
2. Menggunakan botol air panas.
3. Berjalan tanpa alas kaki .
4. Memotong Callus atau Katimumul.
23
5. Mengobati sendiri kakinya.
6. Duduk dengan kedua kaki disilangkan
7. Merendam kaki
8. Memoles lotion atau krim diantara sela jari kaki.
Periksakan segera ke dokter apabila terlihat : (3,12,13,14,15,16)
1. Kaki bengkak
2. Ada perubahan warna kuku, ibu jari, atau bagian dari kaki
3. Nyeri dan cekot-cekot pada kaki
4. Ada kulit yang pecah mengeras atau corns
5. Ada kulit yang pecah, luka atau melepuh
6. Bintik-bintik merah di bawah corn atau callus.
Dalarn hal-hal tertentu penderita membutuhkan saran penggunaan sepatu
yang memadai. Yang dimaksudkan adalah, apabila ia berjalan dalam waktu yang
lama, maka diharapkan menggunakan sepatu yang rata dan tanpa hak tinggi
(low heeled) dan cukup ruang untuk jari-jari (lace up shoes). Jangan
menggunakan sandal jepit rumah. Juga pasien diharapkan untuk tidak
menggunakan slip-on, kecuali dalam peristiwa yang amat istimewa.
Gunakanlah emollient (pelumas Wit) pads kaki kering teru tama disekitar
tumit untuk mencegah kulit pecah, retak, dan mudah infeksi.(2,3,7)
2.7 PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
Usaha penyelamatan kaki secara umum terdiri atas : 1,3,8,9
1. Memperbaiki kelainan vascular yang ada.
2. Memperbaiki sirkulasi
3. Penggunaan kaki yang teratur
4. Pengelolaan terhadap tukak/ulkus
5. Sepatu khusus
6. Kerja sama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien
24
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah : 1,3,5,7,9,12,15
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
1. Evaluasi
I.a. Kedalaman ulkus.
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus.
Hati-hati bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal,
karena kadang - kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari
gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu
mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas 2,4,15.
1. b Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah
didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur
asimptomatik.
1. c lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar
25
sembuh. Dengan pengelolaan yang adekuat. Dan pada anamnesis tidak
diakibatkan oleh suatu trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan. biopsi. Hal ini. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
keganasan pada ulkus tersebut. 4,15
1. d. Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler
kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif Salah satu
diantaranya adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki
dengan tekanar. darah sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index),
normalnya > 1,1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pressure index
tersebut dapat dipakai untuk memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu
ulkus. Pada suatu penelitian, 87% penderita ulkus dengan pressure index lebih
dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan penderita dengan pressure index kurang dari
0,6 yang mengalami penyembuhan hanya 40 %. 7,8
Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk
menaksir keadaan mikrosirkulasi jaringan 7,15. Normalnya, tcPO2 jaringan
kaki adalah antara 45-90 mmHg. 7,15.
2. Pengelolaan terhadap Neuropati Diabetik
Pengelolaan neuropati diabetik (ND) sampai saat ini masih sering
menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun penderita. Kegagalan
pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum jelas dan
tampaknya multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan
dengan mengontrol gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan
simptomatik.(6)
A. Kontrol gula darah
Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol
gula darah secara terus menerus Suatu penelitian "multicenter randomized
clinical trial" pada 1441 penderita tipe I selama 6,5 tahun menyimpulkan
26
bahwa pengobatan DM yang intensif dapat menghambat progresitifitas
neuropati sebesar 60%.(6,8).
B. Pengobatan kausal
B.1. Aldose reduktase inhibitor (ARI).
Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi penumpukkan
sorbitol di saraf perifei dan dengan demikian memperbaiki fungsi saraf
perifer.(6,9)
B.1.1. Sorbinil
Dilaporkan pemberian sorbinil dengan dosis 25 mg/hari dapat
menurunkan sorbitol saraf sampai 42% meningkatkan regenerasi serabut
saraf sekitar 4 kali serta dapat memperbaiki fungsi saraf baik
elektrofsiologis maupun klinis. Akan tetapi pemberian sorbinil telah
dihentikan karena adanya laporan bahwa pemberian sorbinil dapat
menimbulkan sindrom Steven Johnson.(6,9)
B.1.2 Tolsetrat
Suatu penelitian “double blind randomized controlled” pada 57
penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat
200 mg / hari bermanfaat untuk mencegah ND.(10)
B. 2. Aminoguanidin
Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang secara farmakologik dapat
menghambat pembentukan AGEs. Mekanisme penghambatannya melalui reaksi
antara prekursot AGEs yaitu 3 deoxyglucosone dengan aminoauanidine
membentuk 3-amino 5-triazines. Pada percobaan binatang, pemberian
aminoguanidine dapat memperbaiki kecepatan hantaran saraf motoris maupun
sensoris. Satu hal yang belum diketahui apakah senvawa int dapat
memberikan efek yang sama pada manusia.(6,9)
B.3. Gangliosid
Gangliosid adalah suatu kompleks glikolipid yang merupakan
komponen intrinsik dari membran sel saraf.(6) Pada suatu percobaan klinis
27
manusia yang dilakukan secara doble blind versus placebo, nampak terdapat
perbaikan dari parameter elektrofisiologis dan perbaikan gejala klinis. Suatu
multicenter randomized WHO trial di empat negara juga menunjukkan
pengaruh yang positif dari ganglioside.(9) Dosis yang dianjurkan adalah 40 mg
/ hari intra muskuler selama 8 minggu.(6,9)
B.4 Neurotropik
Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk mengobati atau
mengurangi gejala ND memberikan hasil yang berbeda-beda. Hal ini
mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata bahwa defisiensi vitamin
B1, B6, B12 merupakan faktor penyebab terjadinya ND.(9,11) Bahkan seorang
sarjana melaporkan bahwa pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat
menyebabkan neuropati sensori.(9)
Penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo memperlihatkan bahwa
pemberian metilcobalamin 500 mg diberikan intra muskuler tiga kali
seminggu dapat memperbaiki parameter klinis neuropati sensorik pada
peuderita DM dengan neuropati.(12)
B. 5 Pengobatan simptomatik
Pada pengobatan ND biasanya yang kita obati adalah keluhannya
terutama rasa nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita Belum
ada terapi yang spesifik untuk mengatasi maslah ini.(6)
Penggunaan obat amitriptilin dan flupenasin baik tunggal maupun kombinasi
sudah lama dicoba untuk mengurangi rasa nyeri pada ND. Pemberian obat
ini akan lebih baik hasilnva apabila nyeri disertai gejala depresi. Amitriptilin
dapat diberikan dengan dosis 75 mg / hari dan flupenasin 1 - 3 mg / hari.(6, 3).
Mexiletin merupakan derivat lianokain yang dapat diberikan secara
peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran natrium
sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf Dosis yang dianjurkan adalah 10
mg / kg BB / hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan
pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.(6)
28
Untuk rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian
karbamazepin atau fenitoin. Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas
saraf tepi yang kuat dan iritatif.(6,13)
3. Kontrol metabolik
Istilah PVD mengacu pada penyempitan arteri besar oleh
aterosklerosis.. Hal ini sangat umum terjadi pada penderita DM. Terjadinya
aterooklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik. Faktor resiko
terjadinya aterosklerosis antara lain adalah hiperglikemia.
hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas, hiperkoagulabilitas,
genetik, merokok. Semua faktor resiko yang dapat diobati seharusnya
segera dikontrol dengan sebaik – baiknnva untuk menghambat proses
terjadinva atheroklerosis lebih lanjut. (4,14)
29
I ntervention
Def ect of insulin secretion
Hepatic glucoseproduction
Glucose uptakeby muscle and adiposetissue
Carbohydrate absorptionHYPERGLYCEMI A
I nsulinI nsulin secretagogue
Alpha-glucosidaseinhibitorThiazolidinedione
Metf orminI nsulin
I nsulinMetf ormin
Gambar 8. Algoritma Intervensi Hiperglikemi Pada DM Tipe II
3.1 Insulin
3.1.a. Indikasi insulin:
1. Pada penderita DM tipe 1
2. Penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol diet, olah raga, OHO.
3. Penderita DM gestasional
4. Penderita Gangguan faal hati & ginjal yang berat.
5. Penderita dengan infeksi akut (selulitis, gangren), TBC berat, penyakit kritis
(stroke/AMI)
6. Penderita dengan KAD/HONK
7. Penderita kurus (BB rendah), terkait malnutrisi (DMTM)
8. Penderita dengan penyakit Grave’s
9. Penderita dengan keganasan (tumor)
10. Penderita dengan pemberian kortikosteroid
30
Klasifikasi InsulinKlasifikasi InsulinKelasKelas Mulai efekMulai efek Puncak Puncak Lama Lama Aksi pendekAksi pendekReguler insulinReguler insulinActrapidActrapidHumulin RHumulin R
1515--30 mnt30 mnt 22--4jam4jam 66--8jam8jam
Campuran (premixed)Campuran (premixed)Humulin 30/70Humulin 30/70Mixtard 30/70Mixtard 30/70
60 mnt60 mnt 11--8jam8jam 1414--15 15 jamjam
Aksi sedangAksi sedangNPHNPHHumulin NHumulin NMonotardMonotardInsulatardInsulatard
22--4jam4jam 11--8jam8jam 1414--15 15 jamjam
Aksi panjangAksi panjangLantus Lantus
Tanpa Tanpa Puncak Puncak 24 jam24 jam
3.1.b. Dosis Insulin
Pertama kali diberikan dengan dosis yang kecil, biasanya dimulai insulin aksi
pendek 3X2n/hari (n=angka ratusan KGD)
Dinaikkan 2-4 unit setiap sekitar 3 hari bila KGD target belum tercapai
Dosis Insulin jangka menengah 75-80% jumlah insulin jangka pendek
perhari, dapat diberikan 2 dosis pagi dan malam (dosis malam<pagi
ànocturnal cicardian)
*Pada penurunan fungsi ekskresi hati dan ginjal à dosis dikurangi karena dapat
menyebabkan akumulasi jumlah insulin.
4.Debridement dan Pembalutan
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka lain,
yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
31
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya
dengan istilah preparasi bed luka. 5,7,9
Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses
penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus
diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan
debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka
selalu dimulai dari jaringan yang bersih.7,8,10
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti
pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada
tungkai dengan sirkulasi yang buruk. 5,6,8
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik
atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka
dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti
saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah
mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada
beberapa jenis debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzymayic
debridement; Mechanical debridement; biological debridement; surgical
debridement.(6,7,8)
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105- 106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka.5,6,7
Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka.
Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah
dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct
maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly absorbent
dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan irigasi
menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.6,7
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
32
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin
>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama
pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.Diperlukan
debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat. dengan cara
membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan
menghambat penyembuhan ulkus 4,15
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang
sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi
angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan
debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan
memiliki korelasi yang buruk dengan kuman pathogen sebenarnya. 4,8
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara.
tradisionil masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena
terjadinya maserasi dan infeksi sekunder. Selain itu karena kulit penderita
tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita bermaksud
merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air
panas (4,15) Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine
asam asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium
hipokhlorit perlu dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-
bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi
bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga
menghambat penyembuhan luka (4,15). Kita juga harus hati-hati dalam
penggunaan antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang
dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi
yang terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut : 5,6,8,9,10
- Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan.
- Merangsang penyembuhan luka.
- Melindungi dari suhu luar.
33
- Melindungi dari trauma mekanis.
- Tidak memerlukan penggantian sering.
- Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
- Bebas dari zat yang mengotori.
- Tidak melekat diluka.
- Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
- Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
- Mudah untuk melakukan monitor luka.
- Memudahkan pertukaran udara.
- Tidak tembus mikroorganisme.
- Nyaman untuk pasien.
- Mudah penggunaannya.
- Biaya terjangkau.
Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka
dengan memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh
makrofag, akselerasi angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Suasana lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan
memacu pertumbuhan jaringan. Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebih
baik dari kasa NaCl 0,9%, dressing time rata-rata dan lama rata-rata perawatan
ulkus relatif lebih sedikit.(6,9,10)
A. Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk
penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan
gangguan rheologi pada penderita tersebut. (15). Penderita DM mempunyai
kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi dibandingkan yang
bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma, deformabilitas
eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor von
Willbrand’s
34
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
Perubahan perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya
menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat
oksigen. Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi
jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic ,
dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan
John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita
KD yang mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap
hari yang diberikan secara “continous drips” selama 10 hari, dan selanjutnya
diberikan obat tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat
dibandingkan kolompok control 15,16
Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit
sehingga obat – obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin,
dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia
adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada
penderita DM
7. Non weight bearing
Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena
umunnya kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan
dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan mengadakan penetrasi
lebih dalam sehingga. menghambat penyembuhan. Penggunaan tongkat
penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non weight
bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya
adalah mempergunakan gips (“contact cast”) (4, 15).
8. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat
berpengaruh dalain proses penyembuhan. Perlu untuk monitor kadar Hb dan
35
albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di atas 12 gr / dl
dan albumin darah > 3,5 gr / dl (4,15). Besi, vitamin B12, asam folat
membantu sel darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga
merupakan suatu kofaktor dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C
dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam
respon imun. (4,15)
Pengelolaan kaki diabetic berdasarkan kriteria Wagner.
Tabel 5. Pengelolaan berdasarkan kriteria Wagner(1,5,7,1015)
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Sepatu yang layak
Edukasi
Perawatan Podiatrik paliatif
Bedah profilaksis
Prevensi
Infeksi : kultur permukaan ulkus dan antibiotic
Perawatan luka
Evaluasi Radiologi
Koreksi Stress
Pembedahan
Terapi antibiotic
Evaluasi dimensi luka
Evaluasi radiology
Pembedahan
Rawat Rumah Sakit untuk terapi antibiotic intravena
Debribement agresif yang dalam untuk diagnosis osteomielitis
Control metabolic
Bedah plastic menutup sebagaimana diperlukan
Amputasi lokal sesuai lokasi nekrosis dan vaskularitas
Amputasi mayor dikehendaki
36
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kaki diabetes merupakan kombinasi arterioskierosis ke-2
tersering sesudah arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang
pembuluh darah tungkai bawah. Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD
(Peripheral Vascular Desease). Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai
predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan
infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali
merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Secara. patogenetik, ada 3
faktor utama (metabolik. autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai
sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus
bersama,faktor genetik dan lingkungan misalnva (alkohol) akan lewat
ke-3 faktor tersebut disebabkan klinis neuropati. Kelainan
makrovaskuler maupun mikrovaskuler terjadi pula pada kaki pasien DM.
Kelainan vaskular tidak begitu berperan pada patogenesis ter jadinya tukak,
tetapi berperan lebih nyata pada penyernbuhan tukak dan kemudian , nasib
kaki. Dari segi praktis maka kaki diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia
ataupun kaki neuropatik. (3)
Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes
harus secara integrative setiap kunjungan secara periodik Selain itu
diperlukan saran sederhana bagi penderita diabetes mellitus untuk perawatan
kaki.
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
37
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Perfusi kulit daerah dengan mengukur transcutaneus oksigen tension (tcPO2)
pada daerah sekitar luka
13. Rehabilitasi
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik
dalam 1Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.
2. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American
Diabetes Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes
Care, Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.
3. Djokomoeljanto R, Tinjauan Umum Tentang Kaki Diabetes dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; A1-10.
1.Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus
dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes
Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68.
1. Heyder F, Tindakan Pembedahan Pada Kaki Diabetik dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997;D1-11.
2. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di
Poliklinik Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V
Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.
2. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles of Internal
Medicine –15 th Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.
10. Kumar, Clarck, Diabetes Mellitus and Other Disorders of Metabolism in
Kumar and Clarck Clinical Medicine fifth Edition, WB Saunders,
U K, 2002; 1099 -1100
39
10. Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and Jhipoglicemia in Lange
Medical Book 2002 Current Medical Diagnosis and Treatment 41 st
Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235
11. Sutjahjo A, Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam Makalah
Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang,"1997; Bl-1 1.
12. Riyanto B, Antibiotik dan Profit Kuman Pada Pendenta Kaki Diabetik
dalam Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; C 1 -8
13. Eneroth M, Larson J Apelqvist J, Deep Foot Infections in Patients
with Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics,
Treatments, and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications
1999; 13; 254 – 263..
14. Lipsky B A, Evidence-Based Antibiotic Therapy of Diabetic Foot Infections.
Imunology and Medical Microbiology 26 (1999); 267 - 276.
15. Tan J S, Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere
Clinical Rheumatology vol. 13, No I, 1999 ; 149-161.
40