Upload
sofiibasalamah
View
614
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN IIPENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP DAYA
BERKECAMBAHAN BENIH (BIJI)
Oleh :
Sofiyah Kholid Basalamah B1J008149Aprilia Dwi K. P B1J008187Dadan Ramadhan B1J008191
Rombongan IVKelompok 6-A
Asisten : Ully R.
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2010
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
Acara Praktikum : Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Daya Berkecambahan
Benih (Biji)
Tujuan : Untuk mengetahui konsentrasi zat pengaruh tumbuh yang
mampu meningkatkan daya perkecambahan biji (viability) benih.
Hasil dan Pembahasan :
A. Hasil
Tabel hasil pengamatan perkecambahan biji cabai
Jenis Cabai
ZPT Konsentrasi (ppm)
Hari ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
BijiBaru
IAA
0 13 9 7 7 10 11 6 3 3 45 0 0 0 0 0 0 0 1 1 110 Tidak ada perlakuan15 - - - - - - - 1 1 120 0 0 0 0 0 1 1 2 9 4
NAA
0 0 0 0 0 0 0 5 12 13 135 0 2 3 3 3 3 8 8 8 1810 15 18 8 8 10 14 12 3 3 315 - - - - - - - 2 2 220 - - - - - - - 13 13 13
GA
0 0 2 2 2 2 2 6 6 6 75 Tidak ada perlakuan10 1 3 5 7 13 1 2 3 4 515 0 0 2 3 4 5 11 12 15 1520 - - - - - - - - 6 6
IAA
0 1 0 1 4 11 13 18 12 12 125 0 0 0 0 0 0 5 10 12 1410 Tidak ada perlakuan15 - - - - - - - - - -20 0 0 0 0 0 0 1 1 2 2
NAA
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1610 1 0 0 0 9 16 17 10 11 1115 - - - - - - - - - -20 Tidak ada perlakuan0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 25 Tidak ada perlakuan10 0 0 1 1 4 7 12 10 10 1015 0 0 1 1 4 7 12 10 10 1020 Tidak ada perlakuan
B. Pembahasan
Menurut Copeland (1976), dormansi adalah kemampuan biji untuk
mengundurkan fase perkecambahannya sampai saat yang tepat untuk tumbuh Biji
dikatakan dorman apabila dalam keadaan variabel tidak mau berkecambah walaupun
diletakan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk perkecambahannya
(Kimball, 1988). Menurut Werein dan Phillips (1970), istilah yang mendekati pada
arti dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji sebelum
akhirnya tumbuh dan melewati fase vegetatifnya.Pada beberapa jenis varietas
tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen,
sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah
bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Struktur benih (kulit benih) yang keras
sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih (http://id.wikipedia.org,
2008).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah
proses fisiologi tumbuhan. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang
sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan
organogenesis dalam kultur jaringan dan organ (Abidin, 1995). Auksin adalah salah
satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan
(growth and development) suatu tanaman. Hasil penemuan Kogl dan Konstermans
(1943) mengemukakan Indole Acetic Acid (IAA) adalah auksin.
Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering
ditambahkan dalam media tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada
Indole Acetic Acid (IAA). Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat
mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh
karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon
alami yang ada pada jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan
NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada
proses sterilisasi.
Berdasarkan hasil praktikum dan data hasil pengamatan diperoleh hasil
perendaman biji baru dan biji lama dengan larutan NAA dan GA3 tidak dapat
mematahkan dormansi, karena tidak ada yang mengalami perkecambahan. Hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan Heddy (1986), bahwa penambahan NAA akan
mempersingkat massa dormansi, begitu juga dengan penambahan GA3 akan
memperpendek massa dormansi. Namun penambahan GA3 lebih efektif daripada
NAA. Penambahan GA3 akan lebih cepat merangsang pertumbuhan koleoptil pada
biji. Selain jenis ZPT yang digunakan konsentrasi ZPT juga dapat mempengaruhi
kecepatan perkecambahan biji. Pemberian GA3 pada konsentrasi yang semakin tinggi
maka semakin tinggi pula perkecambahannya. Tetapi hal ini tergantung juga pada
jenis dari benih yang ada. Biji cabai mempunyai kulit yang permeabel, sehingga GA3
dapat lebih bebas masuk dan merangsang perkecambahan lebih cepat (Sutopo, 1984).
Hormon/ZPT yang diproduksi oleh tanaman dalam hal ini GA dan NAA
dapat mempercepat terjadinya perkecambahan biji atau dengan kata lain dapat
mematahkan terjadinya dorman. NAA merupakan derivat dari Asam Indole-Asetat
yang (biasa disebut auksin). Secara umum auksin berperan dalam proses
pertumbuhan tanaman vaskuler. NAA yang dimasukkan ke dalam jaringan tanaman
akan cepat diubah menjadi peptida-peptida dengan asam aspartat atau glutamat dan
menjadi glukosil eter. Peranan NAA inilah yang dapat mematahkan dormansi. Selain
NAA, dalam praktikum ini juga digunakan GA yang merupakan salah satu jenis
hormon giberelin. GA3 merangsang biji untuk segera melakukan perkecambahan
(Wilkins, 1989). Menurut Salisbury dan Ross (1995), menyatakan bahwa GA3 dapat
mempengaruhi perpanjangan batang, mempertinggi aktivitas pembelahan sel,
memantau luas daun dan berat kering tanaman, serta berpengaruh terhadap
perkecambahan biji dorman dan pertumbuhan kuncup dorman. Jadi GA3 juga dapat
mematahkan terjadinya dormansi.
Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh NAA maupun GA3 ternyata
memberikan pengaruh terhadap pematahan dormansi biji. Pemberian ZPT pada
konsentrasi tinggi, pengaruh yang ditimbulkan akan lebih cepat daripada konsentrasi
rendah, namun tingkatnya masih dalam ambang terbatas karena ZPT dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sedikit. Pemberian GA3 pada biji memiliki pengaruh
yang lebih besar karena Giberelin merupakan fitohormon yang mempengaruhi
peningkatan pembelahan sel dan perbesaran sel pada pertambahan panjang batang
dan akar pada tanaman (Abidin, 1987).
Menurut Heddy (1986), faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji
adalah :
Tidak sempurnanya embrio (rudimentery embrio);
Embrio belum matang secara fisiologis (physological immature embryo);
Kulit biji yang tebal;
Kulit biji impermeabel (impermeable seed cood);
Adanya zat penghambat inhibitor untuk perkecambahan (presence of
germination).
Sedangkan faktor-faktor yang dapat mematahkan dormansi antara lain
strafikasi, pemanasan, perendaman dengan asam sulfat pekat, perendaman dengan
ZPT seperti giberelin, sitokinin dan auksin.
Dormansi dapat diatasi dengan melakukan perlakuan. Perlakuan sebagai berikut :
1. Pemarutan atau penggoresan (skarifikasi, scarification) yaitu dengan cara
menghaluskan kulit benih atau menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan
udara.
2. Melepaskan kulit benih dari sifat kerasnya agar dengan demikian terjadi lubang-
lubang yang memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong
perkecambahan.
3. Perusakan strophiole benih yang menyumbat tempat masuknya air.
4. Stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi.
5. Pemberian bahan kimia (Kartasapoetra, 2003).
Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit
benih terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna,
hambatan mekanis embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena
ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam
embrio (Salim, 2004).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil praktikum menunjukan bahwa NAA lebih efektif daripada GA dalam
mematahkan dormansi dan memacu perkembangan biji cabai baru dan pada biji
cabai lama GA3 maupun NAA tidak menunjukan perkecambahan.
2. Biji baru akan lebih cepat berkecambah (lebih banyak) dibanding dengan biji
lama. Hal ini karena sel embrionik biji baru masih dalam keadaan aktif,
sedangkan pada biji lama sel embrioniknya dalam keadaan dorman atau tidak
aktif, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu.
DAFTAR REFERENSI
Abidin, Z. 1987. Dasar-Dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G., 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.
Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik, Gramedia, Jakarta.
Salim, M. S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Agrosains, Vol. 6 No. 2: 79-83.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Rajawali, Jakarta.
Wilkins, M. B. 1989. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.