Upload
yulva-intand-lukita-ii
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
1/12
679
PENINGKATKAN TINDAKAN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT
MELALUI SUPERVISI KEPALA RUANG
Puguh Widiyanto1dan Zuhri Almisbah
2
1,2)Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang
Abstrak
Latar Belakang: Fokus pada keselamatan pasien (Patient Safety) didorong oleh tingginya tingkat
kejadian yang tidak diinginkan. Kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi di banyak negara
diperkirakan sekitar 4,0-16,6% dan hampir 50% dari yang diperkirakan bahwa kejadian dicegah.
Data kejadian yang tidak diinginkan di Indonesia sendiri masih sulit untuk mendapatkan lengkapdan akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil. Hal ini diyakini bahwa upaya untuk membuat
atau membangun budaya keselamatan adalah langkah pertama dalam mencapai langkah-langkah
keselamatan pasien, salah satunya dapat diciptakan melalui kegiatan supervise kepala ruang pada
perawat. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas supervisi kepala ruang untuk meningkatkan
langkah-langkah tindakan keselamatan pasien. Metode: penelitian ini membandingkan perbedaan
dalam dua kelompok perawat yang melakukan tindakan perawatan dengan supervisor yang terlatih
dan tidak. Dengan desain "quasi-eksperimental pre-post test desain dengan kelompok control.
Intervensi berupa pelatihan supervise. Sampel dua kelompok masing-masing 24 orang perawat
Hasil: Supervisi dapat meningkatkan tindakan keselamatan pasien yang lebih baik pada kelompok
kepala ruang yang dilatih supervisi.
Kata kunci: Supervisi Klinik Keperawatan, Keselamatan Pasien
Abstract
Background: A focus on patient safety (Patient Safety) is driven by a high rate of incidence of
Unwanted. Unwanted incidence is happening in many countries is estimated at about 4.0-16.6%
and almost 50% of which is estimated that the incidence of preventable. Data Unwanted incidence
in Indonesia itself is still difficult to obtain complete and accurate, but it can be assumed it is not
small. It is believed that the effort to create or build a culture of safety is a first step in achieving
safety measures of patients, one of which can be created through the supervision of the head space
activities to nurses. Objective:To determine the effectiveness of the supervision of head room to
improve patient safety measures. Methods: This study compares the differences in the two groups
of nurses who perform maintenance actions by supervisors who are trained and not. With the
design of "quasi-experimental pre-post test with a" control group "with supervisory training
intervention. Sample of two groups of nurses each 24 people. Result: increased patient safety
measures better on the head space group trained supervision.
Keywords: Clinical Supervision Nursing, Patient Safety
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
2/12
680
PENDAHULUAN
Banyaknya kejadian medical error diberbagai negara menjadikan isu global penting
perihal keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan
komponen penting dan prinsip dasar dari mutu pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien
juga merupakan komponen kritis dari manajemen mutu menurut WHO. Hampir 100.000
pasien yang dirawat di rumah sakit di Amerika meninggal akibat kejadian medical error
(cahyono, 2012). Kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi di berbagai negara
diperkirakan sekitar 4.0-16.6 % (Vincent, 2005 dalam Raleigh, 2009), dan hampir 50 % di
antaranya diperkirakan adalah kejadian yang dapat dicegah (Smits et al., 2008). Akibat
KTD ini diindikasikan menghabiskan biaya yang sangat mahal baik bagi pasien maupun
sistem layanan kesehatan ( Flin, 2007).
Data KTD di Indonesia sendiri masih sulit diperoleh secara lengkap dan akurat,
tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan tuduhan
mal praktek yang semakin banyak. Tiga strategi dasar dapat diterapkan untuk
meningkatkan keselamatan pasien, yaitu (1)penelitian, (2) tindakan yang memadai dan (3)
kepemimpinan (Wilson & Pringle 2001). Untuk menciptakan budaya keselamatan pasien,
RS harus menciptakan situasi tidak memberikan hukuman dan memfasilitasi budayamelaporkan kejadian tidak diharapkan (Frush, Alton, & Frush, 2006). Menteri kesehatan
telah menetapkan Permenkes nomor 1691 tahun 2011 tentang keselamatan rumah sakit.
Beberapa langkah dari pedoman tersebut menuntut peran pimpinan rumah sakit dari
top manajer sampai dengan pimpinan terkecil di rumah sakit yaitu kepala ruang perawatan.
Peran kepala ruang dalam menjalankan upaya keselamatan pasien dapat dilakukan dengan
membangun budaya keselamatan kerja dan kepemimpinan yang memberikan dukungan.
Bentuk nyata aktifitas tersebut adalah kegiatan supervisi dalam kegiatan pelayanan.
Supervisi dalam praktek profesi kesehatan telah diidentifikasi sebagai faktor penting
dalam meningkatkan keselamatan pasien, supervisi yang tidak memadai dijadikan sebagai
pemicu kegagalan dan kesalahan yang terjadi dalam layanan kesehatan (Kilminster & Jolly,
2000).
Monitoring kegiatan keselamatan pasien di suatu ruang perawatan yang menjadi
tanggung jawab kepala ruang melalui kegiatan supervisi pada setiap kegiatan perawatan
oleh perawat pelaksana. Supervisi klinik berperan dalam tiga fungsi yaitu fungsi restoratif:
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
3/12
681
penyedia dukungan dari rekan kerja dan menghilangkan tekanan, fungsi normatif: sarana
meningkatkan akuntabilitas professional dan fungsi formatif: pengembangan pengetahuan
dan keterampilan (Brunero & Stein-Parbury 2007). Supervisi sebagai kegiatan monitoring
kualitas pelayanan keperawatan harus mengacu pada standar sebagai tolok ukur untuk
menilai kualitas pelayanan yang diberikan. Penelitian Davis dan Burke (2011)
menyimpulkan bahwa supervisi klinis dianggap efektif untuk membantu meningkatkan
perawatan pasien.
Penelitian sebelumya di Norwegia oleh Hyrks dan Paunonen-Ilmonen pada tahun
2001 memperlihatkan bahwa supervisi klinis mempengaruhi kualitas pelayanan sehingga
dapat dianggap sebagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan(Berggren & Severinsson 2003). Penelitian tersebut memperkuat penelitian Severinsson
dan Kamaker (1999) yang menyimpulkan bahwa perawat membutuhkan dukungan moral,
pengembangan kualitas personal intergritas pengetahuan dan kesadaran diri. Beberapa
penelitian telah membuktikan pentingnya supervisi. Ely (2000) juga menyebutkan bahwa
faktor eksternal seperti iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan dan sistem kompensasi
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar keperawatan. Supervisi
penting untuk dilaksanakan. Supervisi klinis merupakan proses sistematis yang
berkelanjutan yang mendorong kesadaran etis dan mendukung perilaku professional
(Berggren & Severinsson, 2003). Supervisi berperan sebagai upaya memberikan dorongan
bagi pengembangan diri dan professional dari staf (Davis & Burke 2011).
Studi pendahuluan tentang supervisi di rumah sakit XX kota magelang
menunjukkan angka jekadian tidak diharapkan (KTD) tahun 2011 sebanyak 12 kasus,
tahun 2012 meningkat menjadi 31 kasus bahkan tahun 2013 mertambah menjadi 51 kasus
(Cahyaningsih, 2014). Gambaran kegiatan keselamatan pasien belum optimal
dilaksanakan. Padahal rumah sakit telah membentuk komite keselamatan rumah sakit yang
melibatkan semua unsure termasuk perawat didalamnya. Kegiatan Supervisi sebagai
kegiatan monitoring yang dilakukan oleh kepala ruang dilakukan tidak terjadwal, tidak
terstruktur, tidak tercatat dan tidak diberikan umpan balik dengan baik. Pada akhirnya
kegiatan supervisi belum dapat memberikan informasi obyektif terkait pelaksanaan
kegiatan. Hal ini dapat terjadi karena supervisor belum memahami konsep supervisi yang
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
4/12
682
benar atau telah memiliki pemahaman yang benar tetapi tidak ada kemauan untuk
melaksanakan.
Pengambilan kebijakan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut tentu harus
berdasarkan atas bukti data yang akurat dan obyektif (evidence based). Penelitian ini
menjadi penting untuk dilakukan sebagai dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan
datang berkaitan dengan peran fungsi kepala ruang dalam menjamin pelaksanaan upaya
keselamatan pasien sebagai upaya perbaikan untuk peningkatan kualitas pelanan
keperawatan. Melihat beberapa konsep dan penelitian yang sudah dilaksanakan
menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan dengan baik dan benar akan meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain kuasi experimental pre-post test with control
group dengan intervensi pelatihan supervisi. Penelitian dilakukan pada kepala ruang yang
melakukan supervisi pada staf. Penelitian ini membandingkan perbedaan dua kelompok
perawat yang melakukan tindakan perawatan dengan supervisor yang dilatih dan tidak.
Pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi untuk mengidentifikasi
kegiatan supervisi kepala ruang dan kegiatan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana.
Intrumen Supervisi kepala ruang dilakukan dengan observasi menggunakan check listyang
mengadopsi dari penelitian Widiyanto (2012) yang telah diuji dengan uji validitas
expert.Pengukuran kualitas tindakan keselamatan pasien dilakukan menggunakan check list
berdasar kuesioner yang dikembangkan pada penelitaian Mulyatiningsih (2013) yang telah
terukur validitas sebesar 0.490-0.903 dan reliabilitasnya berdasar perhitungan nilai
Cronbach Alphasebesar 0,979. Analisis data menggunakan uji t.
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
5/12
683
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang
Grafik 1.
Kualitas Supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang Tahun 2014
(Sebelum diberikan Pelatihan Supervisi)
Dari grafik 1 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit
XX Kota Magelang hampir separo (48%).
Grafik 2.
Kualitas Supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang Tahun 2014
(Sesudah diberikan Pelatihan Supervisi)
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
6/12
684
Dari grafik 3 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit
XX Kota Magelang hampir separo (48%) masih dalam kategori cukup, sedang yang
berkualitas baik juga sebanyak hampir separo (42%).
Pelaksanaan supervisi Dari grafik 5.1 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala
ruang di ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang hampir separo (48%) masih dalam
kategori cukup, sedang yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (33%). Hal ini
menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan belum optimal. Kondisi demikian bias
terjadi karena kepala ruang tidak memahami teknik supervisi yang benar. Supervisi
seharusnya menjadi kegiatan penting yang dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Pemahaman
tentang supervisi oleh kepala ruang yang salah dapat menjadikan perawat pelaksana
menjadi takut dengan kegiatan supervisi . Supervisi dianggap sebagai bagian dari upaya
menilai, mengawasi sehingga supervisi menjadi tidak efektif. Kilminster (2007) beberapa
tindakan yang menjadikan supervisi tidak efektif adalah supervisi dilakukan dengan kaku,
tidak empati, tidak membimbing.
Pelaksanaan supervisi setelah pelatihan menunjukkan hasil yang membaik. Dari grafik 5.3
disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit XX KotaMagelang hampir separo (48%) masih dalam kategori cukup, sedang yang berkualitas baik
meningkat menjadi sebanyak hampir separo (42%), adapaun kegiatan supervisi yang
kurang baik tinggal sedikit yang belum baik (10%). Hasil ini mendukung penelitian
Syaifulloh (2009), tentang pelatihan supervisi kepala ruang meningkatkan kemampuan
supervisi .
Melihat hal ini kemampuan supervisi bagi kepala ruang harus terus ditingkatkan.
Meskipun hasil penelitian ini belum optimal dalam meningkatkan perubahan pada tindakan
supervisi , namun tetap dapat diterapkan sebagai usaha meningkatkan pemahamam pada
kepala ruang untuk lebig baik dalam melakukan supervisi. Notoatmojo (2009) mengatakan
pelatihan memang bukan satu-satunya cara ampuh untuk merubah performance seseorang.
Pelatihan supervisi bagi manajer keperawatan khususnya kepala ruang menjadi penting
agar kepala ruang mampu menjalankan fungsi pengarahan untuk menjamin kualitas asuhan
keperawatan. Penelitian (Williams & Irvine, 2009) menyimpulkan bahwa dukungan
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
7/12
685
manajerial rumahsakit terhadap adanya pelatihan supervisi dapat membantu perawat dalam
menjalankan peran sebagai supervisor yang benar.
Pelatihan telah dipercaya meningkatkan kualitas kepala ruang untuk menjadi supervisor
yang baik. Kepala ruang memerlukan kompetensi yang cukup untuk membantu staf saat
menjalankan fungsi sebagai supervisor. Dua hal tersebut adalah profesionalitas dan sikap
pribadi. Sikap professional memberi kesadaran supervisor akan pentingnya menciptakan
lingkungan belajar yang aman dan memfasilitasi refleksi. Pada sikap pribadi
menggambarkan perilaku supervisor perawat ketika berpartisipasi melalui pengalaman
yang diperoleh selama ini (Arvidsson & Fridlund, 2005).
Pelaksanaan Keselamatan Pasien oleh perawat di Rumah Sakit XX Kota
Magelang, sebelum dan sesudah pelatihan.
Grafik 3.
Tindakan keselamatan Pasien oleh Perawat di Rumah Sakit XX Kota Magelang
Tahun 2014
(Sebelum diberikan Pelatihan Supervisi)
Dari grafik 2 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di di Rumah
Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (54%) masih dalam kategori cukup.
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
8/12
686
Grafik 4.
Tindakan keselamatan Pasien oleh Perawat di Rumah Sakit XX Kota Magelang
Tahun 2014
(Sesudah diberikan Pelatihan Supervisi)
Dari grafik 4 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di Rumah
Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (57%) masih dalam kategori cukup, sedang
yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (34%).
Analisis Perubahan Tindakan Keselamatan pasien Kelompok Intervensi Sebelum danSesudah Pelatihan Supervisi
Tabel 1
Perbedaan Supervisi Dan Tindakan Keselamatan Pasien Di RS XX Magelang
Tahun 2014
(Sebelum Dan Sesudah Kelompok Intervensi diberi Pelatihan)
Variabel
Median
Selisih Median pIntervensi
(n=24)
Kontrol n=24)
Keselamatan Pasien
Sebelum 70 77 7 0,082*
Sesudah 80 78 2 0,01*
*) bermakna pada =0.05
Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa sebelum dilakukan intervensi pada kedua
kelompok menunjukan tidak terdapat perbedaan tindakan keselamatan pasien oleh perawat
(p=0,082), namun sesudah pelatihan menunjukkan perbedaan tindakan keselamatan pasien
oleh perawat secara signifikan (p=0,01).
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
9/12
687
Dari grafik 5.2 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di di Rumah
Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (54%) masih dalam kategori cukup, sedang
yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (24%). Setelah dilakukan pelatihan, tindakan
keselamatan pasien oleh perawat menjadi lebih baik dengan hasil lebih dari separo (57%)
masih dalam kategori cukup, sedang yang berkualitas baik menjadi (34%). Perubahan
tindakan keselamatan pasien pasca pelatihan sudah nampak walaupun besarnya belum
menunjukkan perubahan yang menggembirakan.
Perubahan tindakan keselamatan dimungkinkan karena kepala ruang telah
menerapkan supervisi dengan lebih baik. Pada penerapan supervisi yang baik, seorangkepala ruang menjadikan dirinya seorang pemimpin yang mampu mentranformasikan
kepemimpinannya (Rahmawati, 2011). Wilson et al merekomendasikan perlu
diselenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk menjamin protocol
pasien safety yang selalu di update karena supervisi klinik yang tidak memadaimenjadi
factor terbesar terjadinya kesalahan yang tidak diharapkan. Kemampuan supervisor dalam
melaksanakan supervisi menurut An Bord Altranais (2003) dalam Pitman (2011) dan
Cutclife, Butterworth dan Proctor (2001) adalah menyediakan pelayanan yang berkualitas,
karena supervisi berperan dalam memberikan dukungan, penjaminan mutu asuhan,
manajemen resiko, dan mengatur penampilan.
Budaya keselamatan pasien yang kuat akan member peluang terdeteksinya
kesalahan lebih dini. The Joint Commmission menyebut empat hal penting dalam
keselamatan pasien yaitu: merencanakan perubahan, menginspirasi orang untuk berubah,
mensosialisasikan framework dan mendukung perubahan pada saat dimulai maupun
setelahnya.
Tindakan keselamatan pasien di Rumah Sakit XX secara signifikan terdapat
perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan (p=0,01). Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan
yang dilakukan membawa dampak positif untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan
tindakan selematan pasien.
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
10/12
688
SIMPULAN
Penelitian ini memberikan informasi bahwa pelatihan supervisi kepala ruang
menyebabkan kualitas tindakan supervisi menjadi lebih baik. Supervisi klinik keperawatan
yang dilakukan dengan baik oleh kepala ruang menyebabkan tindakan keselamatan pasien
oleh perawat pelaksana menjadi lebih baik. Dengan demikian sangat diperlukan tindakan
supervisi pada perawat pelaksana agar tindakan keselamatan pasien menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Berggren, I. & Severinsson, E. (2003). Nurse Supervisors Actions In Relation To Their
Decision-Making Style And Ethical Approach To Clinical Supervision. Journal of
Advanved Nursing,41 (6), 615-622.
Brunero, S. & Stein-Parbury, J. (2007). The Effectiveness of Clinical Supervision in
Nursing: an evidenced Base literature review. Australian Journal of Advance
Nursing, Volume 25, No 3.
Cahyonon, J.B. & Suhardjo, B. (2012). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam
Praktek Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.
Davis, C. & Burke, L. (2011). The effectiveness of clinical supervision for a group of ward
managers based in a district general hospital: an evaluative study. Journal of
Nursing Management, no-no.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006), Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, Jakarta: Depkes.
Emma Rachmawati, 2011, Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien
Di Rs Muhammadiyah-Aisyiyah, Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Uhamka diakses :http://lppmuhamka.weebly.com/uploads/2/4/5/6/2456272/makalah2emma.pdf
Eka NLP, SKM., Mkes, Isu Keselamatan Pasien Terpenting 2014, diakses:
http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1044
Flin, R. (2007). Measuring safety culture in health care: A case of accurate
diagnosis.International Journal for Quality in Health Care
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
11/12
689
Frush, K.S., Alton, M., & Frush, D. (2006). Development and Implementations of Hospital
Based patient safety program. Pediatr Radiol. 36: 241-298.DOI 10.1007/s 00247-
006-0120-7. Diakses 11 maret 2012 melalui. www.proquest.com
Hancox, K. & Lynch, L. (2002). Clinical Supervision for Health Care Professionals course
Guide. Melbourne: University of Melbourne and the Center for Psychiatric Nursing
Research and Practice.
Jones, A. (2005). Clinical Supervision in Nursing: Whats it all about? The Clinical
Supervisor.Journal of Nursing Management24 (1/2), 149-162.
Kilminster, S.M. et al. (2007). Effective Educational and Clinical Superision, AMEE Guide
No 27.Medical Teacher, 29: 2-19.
Kilminster, S.M. & Jolly, B.C. (2000). Effective Supervision in Clinical Practice Setting: aLiterature Review. Paper from the 9th Cambride Conference. Medical Education,
34, 827-840.
Lynch L., Hancox, K., Happel, B., Parker, J. (2008). Clinical Supervision for Nurses,
Wiley-Blackwell
Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2012). Leadership Role and Management Fungtions in
Nursing, Theory and Applications, ed/7. Philadelphia: Wolter Kluwer Lippincot
William Wilkins
Mulyatiningsih, S. (2013). Determinan Perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatanpasien di Rawat Inap RSAU DR Ernawan Antariksa Jakarta, diunduh 10 Desember
2013 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334194-T32569-
Sri%20Mulyatiningsih.pdf
Permenkes RI no1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.
Pitman, S. (2011).Handbook for Clinical Supervisor: Nursing Post Graduate Programme.
Dublin:Royal College of Surgeons in Ireland.
Purwanto (2012). Pengaruh penggunaan pedoman perencanaan kepala ruang terhadappelaksanaan keselamatana, di unduh pada 10 Desember 2013 di
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20304475-T30721%20-
%20Pengaruh%20penggunaan.pdf
Raleigh, V.S., Cooper, J., Bremner, S.A., & Scobie, S. (2008). Patient safety indicators for
England from hospital administrative data: Case-Controlanalysis and comparison
with US data. USA: BMJ, 337, a1702.
RCN Institute (2007). Clinical Supervision in the workplace, Guidance for Occupational
Health Nursing,London: Royal College of Nursing.
7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan
12/12
690
Severinsson, I.E., & Kamaker, D., (1999). Clinical Nursing Supevision in the Workplace-
effect on moral stress and job satisfaction,Jurnal of Nursing Management7,81-89.
Swanburg, R.C., (1990). Management and Leadership for Nurse Manager. Boston: Jones
and Barlett Publishers.
Widiyanto, P (2012).Pengaruh pelatihan supervisi terhadap penerapan supervisi klinik
kepala ruang dan Peningkatan kualitas tindakan perawatan luka di RS PKU
Muhammadiyah Temanggung. diunduh tanggal 12 Desember 2013 di
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20306040-T30957%20-
%20Pengaruh%20pelatihan.pdf
Wilson R M, P Michel, S Olsen, R W Gibberd, C Vincent, R El-Assady, O Rasslan, S
Qsous, W M Macharia, A Sahel, S Whittaker, M Abdo-Ali, M Letaief, N A Ahmed,A Abdellatif, I Larizgoitia. Patient Safety in Developing Countries : Retrospective
estimation of Scale and Nature of Harm to patients in Hospital