DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    1/12

    679

    PENINGKATKAN TINDAKAN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT

    MELALUI SUPERVISI KEPALA RUANG

    Puguh Widiyanto1dan Zuhri Almisbah

    2

    1,2)Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang

    [email protected]

    Abstrak

    Latar Belakang: Fokus pada keselamatan pasien (Patient Safety) didorong oleh tingginya tingkat

    kejadian yang tidak diinginkan. Kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi di banyak negara

    diperkirakan sekitar 4,0-16,6% dan hampir 50% dari yang diperkirakan bahwa kejadian dicegah.

    Data kejadian yang tidak diinginkan di Indonesia sendiri masih sulit untuk mendapatkan lengkapdan akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil. Hal ini diyakini bahwa upaya untuk membuat

    atau membangun budaya keselamatan adalah langkah pertama dalam mencapai langkah-langkah

    keselamatan pasien, salah satunya dapat diciptakan melalui kegiatan supervise kepala ruang pada

    perawat. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas supervisi kepala ruang untuk meningkatkan

    langkah-langkah tindakan keselamatan pasien. Metode: penelitian ini membandingkan perbedaan

    dalam dua kelompok perawat yang melakukan tindakan perawatan dengan supervisor yang terlatih

    dan tidak. Dengan desain "quasi-eksperimental pre-post test desain dengan kelompok control.

    Intervensi berupa pelatihan supervise. Sampel dua kelompok masing-masing 24 orang perawat

    Hasil: Supervisi dapat meningkatkan tindakan keselamatan pasien yang lebih baik pada kelompok

    kepala ruang yang dilatih supervisi.

    Kata kunci: Supervisi Klinik Keperawatan, Keselamatan Pasien

    Abstract

    Background: A focus on patient safety (Patient Safety) is driven by a high rate of incidence of

    Unwanted. Unwanted incidence is happening in many countries is estimated at about 4.0-16.6%

    and almost 50% of which is estimated that the incidence of preventable. Data Unwanted incidence

    in Indonesia itself is still difficult to obtain complete and accurate, but it can be assumed it is not

    small. It is believed that the effort to create or build a culture of safety is a first step in achieving

    safety measures of patients, one of which can be created through the supervision of the head space

    activities to nurses. Objective:To determine the effectiveness of the supervision of head room to

    improve patient safety measures. Methods: This study compares the differences in the two groups

    of nurses who perform maintenance actions by supervisors who are trained and not. With the

    design of "quasi-experimental pre-post test with a" control group "with supervisory training

    intervention. Sample of two groups of nurses each 24 people. Result: increased patient safety

    measures better on the head space group trained supervision.

    Keywords: Clinical Supervision Nursing, Patient Safety

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    2/12

    680

    PENDAHULUAN

    Banyaknya kejadian medical error diberbagai negara menjadikan isu global penting

    perihal keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan

    komponen penting dan prinsip dasar dari mutu pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien

    juga merupakan komponen kritis dari manajemen mutu menurut WHO. Hampir 100.000

    pasien yang dirawat di rumah sakit di Amerika meninggal akibat kejadian medical error

    (cahyono, 2012). Kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi di berbagai negara

    diperkirakan sekitar 4.0-16.6 % (Vincent, 2005 dalam Raleigh, 2009), dan hampir 50 % di

    antaranya diperkirakan adalah kejadian yang dapat dicegah (Smits et al., 2008). Akibat

    KTD ini diindikasikan menghabiskan biaya yang sangat mahal baik bagi pasien maupun

    sistem layanan kesehatan ( Flin, 2007).

    Data KTD di Indonesia sendiri masih sulit diperoleh secara lengkap dan akurat,

    tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan tuduhan

    mal praktek yang semakin banyak. Tiga strategi dasar dapat diterapkan untuk

    meningkatkan keselamatan pasien, yaitu (1)penelitian, (2) tindakan yang memadai dan (3)

    kepemimpinan (Wilson & Pringle 2001). Untuk menciptakan budaya keselamatan pasien,

    RS harus menciptakan situasi tidak memberikan hukuman dan memfasilitasi budayamelaporkan kejadian tidak diharapkan (Frush, Alton, & Frush, 2006). Menteri kesehatan

    telah menetapkan Permenkes nomor 1691 tahun 2011 tentang keselamatan rumah sakit.

    Beberapa langkah dari pedoman tersebut menuntut peran pimpinan rumah sakit dari

    top manajer sampai dengan pimpinan terkecil di rumah sakit yaitu kepala ruang perawatan.

    Peran kepala ruang dalam menjalankan upaya keselamatan pasien dapat dilakukan dengan

    membangun budaya keselamatan kerja dan kepemimpinan yang memberikan dukungan.

    Bentuk nyata aktifitas tersebut adalah kegiatan supervisi dalam kegiatan pelayanan.

    Supervisi dalam praktek profesi kesehatan telah diidentifikasi sebagai faktor penting

    dalam meningkatkan keselamatan pasien, supervisi yang tidak memadai dijadikan sebagai

    pemicu kegagalan dan kesalahan yang terjadi dalam layanan kesehatan (Kilminster & Jolly,

    2000).

    Monitoring kegiatan keselamatan pasien di suatu ruang perawatan yang menjadi

    tanggung jawab kepala ruang melalui kegiatan supervisi pada setiap kegiatan perawatan

    oleh perawat pelaksana. Supervisi klinik berperan dalam tiga fungsi yaitu fungsi restoratif:

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    3/12

    681

    penyedia dukungan dari rekan kerja dan menghilangkan tekanan, fungsi normatif: sarana

    meningkatkan akuntabilitas professional dan fungsi formatif: pengembangan pengetahuan

    dan keterampilan (Brunero & Stein-Parbury 2007). Supervisi sebagai kegiatan monitoring

    kualitas pelayanan keperawatan harus mengacu pada standar sebagai tolok ukur untuk

    menilai kualitas pelayanan yang diberikan. Penelitian Davis dan Burke (2011)

    menyimpulkan bahwa supervisi klinis dianggap efektif untuk membantu meningkatkan

    perawatan pasien.

    Penelitian sebelumya di Norwegia oleh Hyrks dan Paunonen-Ilmonen pada tahun

    2001 memperlihatkan bahwa supervisi klinis mempengaruhi kualitas pelayanan sehingga

    dapat dianggap sebagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan(Berggren & Severinsson 2003). Penelitian tersebut memperkuat penelitian Severinsson

    dan Kamaker (1999) yang menyimpulkan bahwa perawat membutuhkan dukungan moral,

    pengembangan kualitas personal intergritas pengetahuan dan kesadaran diri. Beberapa

    penelitian telah membuktikan pentingnya supervisi. Ely (2000) juga menyebutkan bahwa

    faktor eksternal seperti iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan dan sistem kompensasi

    mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar keperawatan. Supervisi

    penting untuk dilaksanakan. Supervisi klinis merupakan proses sistematis yang

    berkelanjutan yang mendorong kesadaran etis dan mendukung perilaku professional

    (Berggren & Severinsson, 2003). Supervisi berperan sebagai upaya memberikan dorongan

    bagi pengembangan diri dan professional dari staf (Davis & Burke 2011).

    Studi pendahuluan tentang supervisi di rumah sakit XX kota magelang

    menunjukkan angka jekadian tidak diharapkan (KTD) tahun 2011 sebanyak 12 kasus,

    tahun 2012 meningkat menjadi 31 kasus bahkan tahun 2013 mertambah menjadi 51 kasus

    (Cahyaningsih, 2014). Gambaran kegiatan keselamatan pasien belum optimal

    dilaksanakan. Padahal rumah sakit telah membentuk komite keselamatan rumah sakit yang

    melibatkan semua unsure termasuk perawat didalamnya. Kegiatan Supervisi sebagai

    kegiatan monitoring yang dilakukan oleh kepala ruang dilakukan tidak terjadwal, tidak

    terstruktur, tidak tercatat dan tidak diberikan umpan balik dengan baik. Pada akhirnya

    kegiatan supervisi belum dapat memberikan informasi obyektif terkait pelaksanaan

    kegiatan. Hal ini dapat terjadi karena supervisor belum memahami konsep supervisi yang

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    4/12

    682

    benar atau telah memiliki pemahaman yang benar tetapi tidak ada kemauan untuk

    melaksanakan.

    Pengambilan kebijakan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut tentu harus

    berdasarkan atas bukti data yang akurat dan obyektif (evidence based). Penelitian ini

    menjadi penting untuk dilakukan sebagai dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan

    datang berkaitan dengan peran fungsi kepala ruang dalam menjamin pelaksanaan upaya

    keselamatan pasien sebagai upaya perbaikan untuk peningkatan kualitas pelanan

    keperawatan. Melihat beberapa konsep dan penelitian yang sudah dilaksanakan

    menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan dengan baik dan benar akan meningkatkan

    kualitas asuhan keperawatan.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan desain kuasi experimental pre-post test with control

    group dengan intervensi pelatihan supervisi. Penelitian dilakukan pada kepala ruang yang

    melakukan supervisi pada staf. Penelitian ini membandingkan perbedaan dua kelompok

    perawat yang melakukan tindakan perawatan dengan supervisor yang dilatih dan tidak.

    Pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi untuk mengidentifikasi

    kegiatan supervisi kepala ruang dan kegiatan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana.

    Intrumen Supervisi kepala ruang dilakukan dengan observasi menggunakan check listyang

    mengadopsi dari penelitian Widiyanto (2012) yang telah diuji dengan uji validitas

    expert.Pengukuran kualitas tindakan keselamatan pasien dilakukan menggunakan check list

    berdasar kuesioner yang dikembangkan pada penelitaian Mulyatiningsih (2013) yang telah

    terukur validitas sebesar 0.490-0.903 dan reliabilitasnya berdasar perhitungan nilai

    Cronbach Alphasebesar 0,979. Analisis data menggunakan uji t.

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    5/12

    683

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pelaksanaan supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang

    Grafik 1.

    Kualitas Supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang Tahun 2014

    (Sebelum diberikan Pelatihan Supervisi)

    Dari grafik 1 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit

    XX Kota Magelang hampir separo (48%).

    Grafik 2.

    Kualitas Supervisi Kepala ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang Tahun 2014

    (Sesudah diberikan Pelatihan Supervisi)

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    6/12

    684

    Dari grafik 3 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit

    XX Kota Magelang hampir separo (48%) masih dalam kategori cukup, sedang yang

    berkualitas baik juga sebanyak hampir separo (42%).

    Pelaksanaan supervisi Dari grafik 5.1 disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala

    ruang di ruang di Rumah Sakit XX Kota Magelang hampir separo (48%) masih dalam

    kategori cukup, sedang yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (33%). Hal ini

    menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan belum optimal. Kondisi demikian bias

    terjadi karena kepala ruang tidak memahami teknik supervisi yang benar. Supervisi

    seharusnya menjadi kegiatan penting yang dibutuhkan oleh perawat pelaksana. Pemahaman

    tentang supervisi oleh kepala ruang yang salah dapat menjadikan perawat pelaksana

    menjadi takut dengan kegiatan supervisi . Supervisi dianggap sebagai bagian dari upaya

    menilai, mengawasi sehingga supervisi menjadi tidak efektif. Kilminster (2007) beberapa

    tindakan yang menjadikan supervisi tidak efektif adalah supervisi dilakukan dengan kaku,

    tidak empati, tidak membimbing.

    Pelaksanaan supervisi setelah pelatihan menunjukkan hasil yang membaik. Dari grafik 5.3

    disimpulkan bahwa kualitas supervisi kepala ruang di ruang di Rumah Sakit XX KotaMagelang hampir separo (48%) masih dalam kategori cukup, sedang yang berkualitas baik

    meningkat menjadi sebanyak hampir separo (42%), adapaun kegiatan supervisi yang

    kurang baik tinggal sedikit yang belum baik (10%). Hasil ini mendukung penelitian

    Syaifulloh (2009), tentang pelatihan supervisi kepala ruang meningkatkan kemampuan

    supervisi .

    Melihat hal ini kemampuan supervisi bagi kepala ruang harus terus ditingkatkan.

    Meskipun hasil penelitian ini belum optimal dalam meningkatkan perubahan pada tindakan

    supervisi , namun tetap dapat diterapkan sebagai usaha meningkatkan pemahamam pada

    kepala ruang untuk lebig baik dalam melakukan supervisi. Notoatmojo (2009) mengatakan

    pelatihan memang bukan satu-satunya cara ampuh untuk merubah performance seseorang.

    Pelatihan supervisi bagi manajer keperawatan khususnya kepala ruang menjadi penting

    agar kepala ruang mampu menjalankan fungsi pengarahan untuk menjamin kualitas asuhan

    keperawatan. Penelitian (Williams & Irvine, 2009) menyimpulkan bahwa dukungan

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    7/12

    685

    manajerial rumahsakit terhadap adanya pelatihan supervisi dapat membantu perawat dalam

    menjalankan peran sebagai supervisor yang benar.

    Pelatihan telah dipercaya meningkatkan kualitas kepala ruang untuk menjadi supervisor

    yang baik. Kepala ruang memerlukan kompetensi yang cukup untuk membantu staf saat

    menjalankan fungsi sebagai supervisor. Dua hal tersebut adalah profesionalitas dan sikap

    pribadi. Sikap professional memberi kesadaran supervisor akan pentingnya menciptakan

    lingkungan belajar yang aman dan memfasilitasi refleksi. Pada sikap pribadi

    menggambarkan perilaku supervisor perawat ketika berpartisipasi melalui pengalaman

    yang diperoleh selama ini (Arvidsson & Fridlund, 2005).

    Pelaksanaan Keselamatan Pasien oleh perawat di Rumah Sakit XX Kota

    Magelang, sebelum dan sesudah pelatihan.

    Grafik 3.

    Tindakan keselamatan Pasien oleh Perawat di Rumah Sakit XX Kota Magelang

    Tahun 2014

    (Sebelum diberikan Pelatihan Supervisi)

    Dari grafik 2 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di di Rumah

    Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (54%) masih dalam kategori cukup.

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    8/12

    686

    Grafik 4.

    Tindakan keselamatan Pasien oleh Perawat di Rumah Sakit XX Kota Magelang

    Tahun 2014

    (Sesudah diberikan Pelatihan Supervisi)

    Dari grafik 4 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di Rumah

    Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (57%) masih dalam kategori cukup, sedang

    yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (34%).

    Analisis Perubahan Tindakan Keselamatan pasien Kelompok Intervensi Sebelum danSesudah Pelatihan Supervisi

    Tabel 1

    Perbedaan Supervisi Dan Tindakan Keselamatan Pasien Di RS XX Magelang

    Tahun 2014

    (Sebelum Dan Sesudah Kelompok Intervensi diberi Pelatihan)

    Variabel

    Median

    Selisih Median pIntervensi

    (n=24)

    Kontrol n=24)

    Keselamatan Pasien

    Sebelum 70 77 7 0,082*

    Sesudah 80 78 2 0,01*

    *) bermakna pada =0.05

    Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa sebelum dilakukan intervensi pada kedua

    kelompok menunjukan tidak terdapat perbedaan tindakan keselamatan pasien oleh perawat

    (p=0,082), namun sesudah pelatihan menunjukkan perbedaan tindakan keselamatan pasien

    oleh perawat secara signifikan (p=0,01).

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    9/12

    687

    Dari grafik 5.2 disimpulkan bahwa tindakan keselamatan pasien oleh perawat di di Rumah

    Sakit XX Kota Magelang lebih dari separo (54%) masih dalam kategori cukup, sedang

    yang berkualitas baik hanya sebagian kecil (24%). Setelah dilakukan pelatihan, tindakan

    keselamatan pasien oleh perawat menjadi lebih baik dengan hasil lebih dari separo (57%)

    masih dalam kategori cukup, sedang yang berkualitas baik menjadi (34%). Perubahan

    tindakan keselamatan pasien pasca pelatihan sudah nampak walaupun besarnya belum

    menunjukkan perubahan yang menggembirakan.

    Perubahan tindakan keselamatan dimungkinkan karena kepala ruang telah

    menerapkan supervisi dengan lebih baik. Pada penerapan supervisi yang baik, seorangkepala ruang menjadikan dirinya seorang pemimpin yang mampu mentranformasikan

    kepemimpinannya (Rahmawati, 2011). Wilson et al merekomendasikan perlu

    diselenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk menjamin protocol

    pasien safety yang selalu di update karena supervisi klinik yang tidak memadaimenjadi

    factor terbesar terjadinya kesalahan yang tidak diharapkan. Kemampuan supervisor dalam

    melaksanakan supervisi menurut An Bord Altranais (2003) dalam Pitman (2011) dan

    Cutclife, Butterworth dan Proctor (2001) adalah menyediakan pelayanan yang berkualitas,

    karena supervisi berperan dalam memberikan dukungan, penjaminan mutu asuhan,

    manajemen resiko, dan mengatur penampilan.

    Budaya keselamatan pasien yang kuat akan member peluang terdeteksinya

    kesalahan lebih dini. The Joint Commmission menyebut empat hal penting dalam

    keselamatan pasien yaitu: merencanakan perubahan, menginspirasi orang untuk berubah,

    mensosialisasikan framework dan mendukung perubahan pada saat dimulai maupun

    setelahnya.

    Tindakan keselamatan pasien di Rumah Sakit XX secara signifikan terdapat

    perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan (p=0,01). Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan

    yang dilakukan membawa dampak positif untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan

    tindakan selematan pasien.

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    10/12

    688

    SIMPULAN

    Penelitian ini memberikan informasi bahwa pelatihan supervisi kepala ruang

    menyebabkan kualitas tindakan supervisi menjadi lebih baik. Supervisi klinik keperawatan

    yang dilakukan dengan baik oleh kepala ruang menyebabkan tindakan keselamatan pasien

    oleh perawat pelaksana menjadi lebih baik. Dengan demikian sangat diperlukan tindakan

    supervisi pada perawat pelaksana agar tindakan keselamatan pasien menjadi lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Berggren, I. & Severinsson, E. (2003). Nurse Supervisors Actions In Relation To Their

    Decision-Making Style And Ethical Approach To Clinical Supervision. Journal of

    Advanved Nursing,41 (6), 615-622.

    Brunero, S. & Stein-Parbury, J. (2007). The Effectiveness of Clinical Supervision in

    Nursing: an evidenced Base literature review. Australian Journal of Advance

    Nursing, Volume 25, No 3.

    Cahyonon, J.B. & Suhardjo, B. (2012). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam

    Praktek Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

    Davis, C. & Burke, L. (2011). The effectiveness of clinical supervision for a group of ward

    managers based in a district general hospital: an evaluative study. Journal of

    Nursing Management, no-no.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006), Panduan Nasional Keselamatan

    Pasien Rumah Sakit, Jakarta: Depkes.

    Emma Rachmawati, 2011, Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien

    Di Rs Muhammadiyah-Aisyiyah, Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta

    Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Uhamka diakses :http://lppmuhamka.weebly.com/uploads/2/4/5/6/2456272/makalah2emma.pdf

    Eka NLP, SKM., Mkes, Isu Keselamatan Pasien Terpenting 2014, diakses:

    http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1044

    Flin, R. (2007). Measuring safety culture in health care: A case of accurate

    diagnosis.International Journal for Quality in Health Care

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    11/12

    689

    Frush, K.S., Alton, M., & Frush, D. (2006). Development and Implementations of Hospital

    Based patient safety program. Pediatr Radiol. 36: 241-298.DOI 10.1007/s 00247-

    006-0120-7. Diakses 11 maret 2012 melalui. www.proquest.com

    Hancox, K. & Lynch, L. (2002). Clinical Supervision for Health Care Professionals course

    Guide. Melbourne: University of Melbourne and the Center for Psychiatric Nursing

    Research and Practice.

    Jones, A. (2005). Clinical Supervision in Nursing: Whats it all about? The Clinical

    Supervisor.Journal of Nursing Management24 (1/2), 149-162.

    Kilminster, S.M. et al. (2007). Effective Educational and Clinical Superision, AMEE Guide

    No 27.Medical Teacher, 29: 2-19.

    Kilminster, S.M. & Jolly, B.C. (2000). Effective Supervision in Clinical Practice Setting: aLiterature Review. Paper from the 9th Cambride Conference. Medical Education,

    34, 827-840.

    Lynch L., Hancox, K., Happel, B., Parker, J. (2008). Clinical Supervision for Nurses,

    Wiley-Blackwell

    Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2012). Leadership Role and Management Fungtions in

    Nursing, Theory and Applications, ed/7. Philadelphia: Wolter Kluwer Lippincot

    William Wilkins

    Mulyatiningsih, S. (2013). Determinan Perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatanpasien di Rawat Inap RSAU DR Ernawan Antariksa Jakarta, diunduh 10 Desember

    2013 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334194-T32569-

    Sri%20Mulyatiningsih.pdf

    Permenkes RI no1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.

    Pitman, S. (2011).Handbook for Clinical Supervisor: Nursing Post Graduate Programme.

    Dublin:Royal College of Surgeons in Ireland.

    Purwanto (2012). Pengaruh penggunaan pedoman perencanaan kepala ruang terhadappelaksanaan keselamatana, di unduh pada 10 Desember 2013 di

    http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20304475-T30721%20-

    %20Pengaruh%20penggunaan.pdf

    Raleigh, V.S., Cooper, J., Bremner, S.A., & Scobie, S. (2008). Patient safety indicators for

    England from hospital administrative data: Case-Controlanalysis and comparison

    with US data. USA: BMJ, 337, a1702.

    RCN Institute (2007). Clinical Supervision in the workplace, Guidance for Occupational

    Health Nursing,London: Royal College of Nursing.

  • 7/24/2019 DPPM-UII Pros50 Hal 679-690 Peningkatan Tindakan

    12/12

    690

    Severinsson, I.E., & Kamaker, D., (1999). Clinical Nursing Supevision in the Workplace-

    effect on moral stress and job satisfaction,Jurnal of Nursing Management7,81-89.

    Swanburg, R.C., (1990). Management and Leadership for Nurse Manager. Boston: Jones

    and Barlett Publishers.

    Widiyanto, P (2012).Pengaruh pelatihan supervisi terhadap penerapan supervisi klinik

    kepala ruang dan Peningkatan kualitas tindakan perawatan luka di RS PKU

    Muhammadiyah Temanggung. diunduh tanggal 12 Desember 2013 di

    http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20306040-T30957%20-

    %20Pengaruh%20pelatihan.pdf

    Wilson R M, P Michel, S Olsen, R W Gibberd, C Vincent, R El-Assady, O Rasslan, S

    Qsous, W M Macharia, A Sahel, S Whittaker, M Abdo-Ali, M Letaief, N A Ahmed,A Abdellatif, I Larizgoitia. Patient Safety in Developing Countries : Retrospective

    estimation of Scale and Nature of Harm to patients in Hospital