Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISBN: 978-070-18885-0-9
Dr. Drs. H. BUDI SUPRIYATNO.,MM.,MSi
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN (PLUS DUABELAS LANGKAH STRATEGIS)
PENERBIT CV. MEDIA BRILIAN
MB
A
T
A
P
E
N
G
MANAJEMEN PEMERINTAHAN (PLUS DUABELAS LANGKAH STRATEGIS)
Oleh
Dr. Drs. H. BUDI SUPRIYATNO.,MM.,MSi
Copyright © CV. MEDIA BRILIAN
BM 01.2009
Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia
Oleh Penerbit : CV. Media Brilian 2009
Cetakan Pertama : Mei 2009
Cetakan Kedua : September 2009
Cetakan Ketiga : Juni 2010
Cetakan Keempat : 2012
Cetakan Kelima : 2016
Cetakan : Keenam 2019.
Desain Cover dan Perwajahan :
CV. Media Brilian.
Editor : Tias Susanto.
Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan (KTD)
ISBN : 978-979-18885-0-9
Dicetak oeh CV. Media Brilian
Dr. H.BUDI SUPRIYATNO. MM.,MSi . MANAJEMEN PEMERINTAHAN
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkhat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaukan buku
“Manajeme Pemerintahan” ini. Gagasan penulis buku ini muncul pada tahun
1998, sejak runtuhnya pemerintahan order baru atau turunnya Ptesiden
Soeharto dari tumpuk pimpinan nasional. Muncul keinginan penulis buku ini,
karena rasa prihatin penulis terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia. Negara Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alamnya,
sehingga orang menyebutnya “gemah ripaj loj jinawi” tetapi tidak mampu
mensejahterakan rakyatnya, bahkan banyak rakyat yang hidup dibawah garis
kemiskinan. Fenomena ini berbeda dengan Singapora, Korea Selatan dan
Jepang yang tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia, tetapi rakyatnya
makmur. Dari rasa prihatin itulah timbul pertanyaan dari “batin” penulis, apa
yang salah dari bangsa Indonesia ini:
1. Apakah budaya bangsa Indonesia yang salah?
2. Apakah system penganngkatan pejabat yang salah?
3. Apakah perilaku pejabatnya yang salah?
4. Apakah system pembinaan pejabatnya yang salah?
5. Apakah pola piker bangsa Indonesia yang salah?
6. Apakah sepak terjang partai politik yang salah?
7. Apakah metodologi pembangunan yang diterapkan bangsa Indonesia
yang salah?
8. Apakah menajemen pemerintahannya yang salah? Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, muncul pertanyaan lagi:
9. Mengapa bangsa Indonesia “menyenangi koruppsi,”? bahkan koorupsi
berjamaah sudah menjadi “tradiisi” di berbagai lembaga Negara dan
tidak malu-malu lagi melakukannya.
10. Bagaimana cara membenahinya?
Keinginan penulis adalah menjawab menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Apa yang salah? Apakah yang salah “tata kelola pemerintahan”
atau manajemen pemerintahan, termasuk system pembinaan pejabat yang
dilakukan lembaga Negara. Pertanyaan selanjutnya mengapa bangsa Indonesia
menyukai korupsi?
Pertama, karena pembinaan pejabat yang kurang terarah pada kejujuran
atau pembentukan moral yang baik. Disamping itu budipekerti yang
merupakan pelajaran pembentukan moral, sudah hilang dari sekolahan. Oleh
karena itu, jangan heran begitu lulus sekolah dan menjadi pejabat, mentalnya
rusak.
Kedua, karena tolok ukur kehidupan di Indoensia adalah “harta dan
tahta”, sehingga orang yang dianggap sukses adalah orang yang kaya raya dan
memiliki jabatan tinggi. Orang yang pintar dan cerdas, berkempetensi,
berdidikasi tinggi dan mengaabdikan diri secara jujur, tetapi tidak kaya dan
tidak memiliki jabatan tinggi, dianggap tidak sukses. Realitanya orang kaya
Dr. H.BUDI SUPRIYATNO. MM.,MSi . MANAJEMEN PEMERINTAHAN
ii
raya atau orang yang memiliki jabatan tinggi akan dihomati bagaikan dewa
turun dari kayangan, dielu-elukan dan dihormati secara berlebihan, sehingga
banyak orang normal “kepingan atau kepincut” seperti itu, gila hormat.
Ya, kita gila hormat. Lihat di TV, orang kaya raya entah dari mana asal
harta kekayaannya, tidak peduli halal atau haram, apalagi dia pejabat tinggi
Negara, akan dihormati secara berlebihan, dimana banyak orang yang
mencium tangannya. Perilaku seperti inilah yang “dicontoh dan diinginkan”
kebyakan orang. Jadi tidak mengherankana jika banyak orang yang memilih
jalan pintas. Misalnya orang muda mempunyai tampang cakap atau keren,
lebih memilih menjadi “artis” dari pada sekolah tinggi menjadi “ilmuan”,
karena artis lebih gampang dan cepat cepat mendapatkan uang. Jika sudah
popular, artis-artis ini akan ikut pemilihan kepelada daerah.
Disamping itu, kancah perpolitikan menjadi hingar binger oleh partai
politik yang jual beli kedudukan untuk calon kepala daerah. Termasuk
legislative (Calleg) yang harus membayar ratusa juta bahkan milyaran rupiah.
Hal inilah yang membuka peluang terbentuknya moral korupsi. Sementara itu
pejabat yang mempunyai kedudukan di tempat “basah” juga tidak mau kalah,
akan menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri lewat korupsi. Itulah
fenomena bangsa Indonesia. Penulis hanya bisa mgnelus dada sambil
menangis.
Ketiga, tata kelola atau manajemen pemerintahan yang belum memiliki
strategi jelas, sehingga memudahkan pejabat negara melaukan penyimpangan
yang merugikan negara. Seperti kita ketahui bersama dalam abad kedua puluh
satu ini, isu mengenai manajemen pemerintahan semakin mencuat ke
permukaan, karena teknologi berkembang pesat dan masyarakat makin
menuntut pelayanan aparatur sebagai pelaksana pemerintahan menjadi lebih
baik lagi. Tidak dapat dipungkiri, khususnya di negara berkembang, pelayanan
masyarakat yang dilakukan pemerintah dirasakan kurang memuaskan. disadari
atau tidak.
Materi dari buku ini adalah manajemen pemerintahan (plus dua belas
langkah strategi) yang membahas tentang manajemen pemerintah dan
langkah-langkah strategi yang bisa dimanfaatkan oleh para birorat/pejabat
pemerintah/negara mapun pengusaha swasta yang ingin mendalami tentang
manajemen pemerintahan. Buku ini merupakan buku wajib untuk program
studi pasca sarjana atau program master dan doktor universitas satyagama
Jakarta dan universtas lainnya.
Penulis menyadari bahwa buku ini kurang sempurna oleh karena itu,
sumbang saran dan kritik yang membangun untuk sempurnnya buku ini dari
rekan sejawat penulis terima dengan senang hati. Ucapan terimaksih penulis
sampaikan kepada CV. Media Brilian yang telah menerbitkan karya.Demikian
harapan penulis semoga buku ini bermanfaat.
Penulis
Dr. Drs. H. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H.BUDI SUPRIYATNO. MM.,MSi . MANAJEMEN PEMERINTAHAN
iii
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR……………………….......................................
2. DAFTAR ISI…………………………………………………….........
3. BAB 1:PENDAULUAN……………………………………………..
1.1. Permasalahan Manajemen Pemerin-tahan……….
1.2. Manajemen Pemerintahan Sebagai Ilmu………………..
1.3. Ilmu Mmanajemen Pemerintahan Ilmu Yang Mandiri…
1.4. Perkembangan Ilmu Manajemen Pemerintahan ………
4. BAB2:PENGERTIAN POKOK, RUANG LINGKUP DAN
PERBEDAAN MANAJEMEN PEMERINAHAN………..
2.1. Pengertian Pokok ……………………………………….
2.2. Ruang Lingkup……………….........................................
2.3. Perbedaan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Manajemen
Pemerintahan……………………………………………
5. BAB3: MATERI, FUNGSI DAN METODO-LOGI ILMU
PEMERINTAHAN…………………………………………... 3.1. Materi Ilmu Manajemen Pemerintahan…………………
3.2. Fungsi Manajemen Pemerintahan………………………
3.3. Metodologi Ilmu Manajemen Pemerintahan…………
6. BAB 4: HUBUNGAN DAN POSISI ILMU MANA JEMEN
PEMERINTAHAN…………………………………………..
4.1. Hubungan Ilmu Manajemen Pemerintahan dengan lImu
lain……………………………………………………….
4.2. Posisi Ilmu Manajemen Pemerintahan…………………
4.3. Faktor-Faktor Lingkungan………………………………
4.4. Kewenangan dan Tanggungjawab………………………
4.5. Asas-Asas Manajemen Pemerintahan…………………..
7. BAB5: SISTEM MANAJEMEN PEME-RINTAH AN DI
NEGAR MAJU……………………………………………….
5.1. Sistem Pemerintahan di Amerika Serikat.........................
5.2. Sistem Pemerintahan di Jepang…………………………
5.3. Sistem Pemerintahan di Inggris…………………………
7. BAB6: SISTEM MANAJEMEN PEMERIN-TAHAN DI
NEGARA BERKEMBANG ………………………………... 6.1. Sistem Pemerintahan di Malaysia………………………
6.2. Sistem Pemerintahan di Saudi Arabia………………….
6.3. Sistem Pemerintahan di Thailad………………………..
8. BAB 7: SISTEM MANAJEMEN PEMERINTAH DI NEGARA
RAWAN KONFLIK……………………………..…………. 7.1. Sistem Pemerintahan di Israel …......................................
i
i
iii
1
1
4
7
10
12
12
17
21
24
24
24
28
33
33
35
37
39
41
44
44
54
58
65
65
70
72
76
76
Dr. H.BUDI SUPRIYATNO. MM.,MSi . MANAJEMEN PEMERINTAHAN
iv
7.2. Sistem Pemerintahan di Libanon......................................
7.3. Sistem Pemerintahan di Afhanistan…………………….
9. BAB 8: PELAKSANAAN ILMU MANAJEMEN
PEMERINTAHAN DI INDONESIA……………………… 8.1. Manajemen Pemerintahan Penjajahan…………………
8.2. Manajemen Pemerintahan Pasca Penjajahan……………
8.3. Manajemen Pemerintahan Orde Lama…………………
8.4. Manajemen Pemerintahan Orde Baru………....................
8.5. Manajemen Pemerintahan Reformasi……………………
8.6. Permasalahan Manajemen Pemerintahan………………
10. BAB 9:DUA BELAS LANGKAH STRA-TEGI MANAJEMEN
PEMERINTAHAN…………………………………………... 9.1. Meningkatkan Kesadaran ……….....................................
9.2. Mereformasi Birokrasi…………………………………..
9.3. Manajemen Pemerintahan Yang Baik...............................
9.4. Melaksanakan Akuntabilitas…………………………….
9.5. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan……………
9.6. Meningkatkan Profesionalisme….....................................
9.7. Meningkatkan Kinerja…………………………………...
9.8. Meningkatkan pelayanan………………………………..
9.9. Meningkatkan Budaya Kerja……....................................
9.10. Meingkatkan Peran Masyarakat…………………………
9.11. Mengefektifkan Anggaran………....................................
9.12. Melaksanakan Desentralisasi……....................................
11. INDEX……………………………………….......................................
12. DAFTAR PUSTAKA………………………........................................
13. RIWAYAT HIDUP PENULIS………………………………………..
Ӂ ӁӁӁӁ
83
89
93
93
94
95
97
99
103
107
108
116
123
134
140
156
161
176
188
196
204
208
219
222
230
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
1
PENDAHULUAN
1.1. Permasalahan Pemerintahan A. Van Braam, guru besar dan pakar Ilmu Administrasi Negara
Universitas Leiden Belanda, dalam salah satu artikelnya menyatakan,
“Suatu pemerintah akan menjalankan hakekat pemerintahan jika
pemerintah itu memandang kepentingan-kepentingan para warga
negaranya dalam jangka panjang, dan dengan demikian menciptakan
kerangka hukum, ketertiban dan keamanan, di mana warga negara diberi
peluang untuk mengatur hidupnya dalam kebebasan yang hanya dibatasi
kebebasan orang-orang lain dan oleh berbagai undang-undang yang
mengamankan kebebasan itu.[1] Pakar lain, Etzioni mengatakan, negara
yang aktif adalah negara yang mampu menjalankan pemerintahan secara
aktif, mampu melaksanakan perubahan-perubahan, serta penyesuaian-
penyesuaian yang perlu, secara sadar dan terkendali.[2]
Deklarasi Kemerdekaan Amerika menyatakan, Bahwa pemerintahan
yang dibentuk bertujuan untuk melindungi hak-hak yang telah diberikan
Illahi/Penciptanya yang tidak boleh diganggu gugat atau dirampas oleh
siapa pun juga, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan dan hak mengejar
kebahagiaan. Jika pemerintah merusak tujuan-tujuan ini, maka merupakan
kewajiban rakyat untuk mengganti pemerintahan tersebut dengan
pemerintahan baru yang meletakkan dasar-dasar kepada perlindungan hak-
hak tersebut di atas.[3]
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
dinyatakan, ”membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.[4]
[1]
An excerpt from Weber and the Nature of Government, by A. Van Braam, in the State
Administration of Science Sautu Introduction Reading by H.G. Surie, Gramedia, Jakarta,
1987. p. 271. [2]
Ami Etzioni, the Active Society: A Theory of Societal and Political Processes, 1968. In the
Active Society in articlenya Toward a Theory of Societal Guidence is "running a social
government". A truly active society must have: (a) cybernetic ability, (b) relative power, (c)
Consensus building ability. When the first two capabilities are owned, it has also the ability to
control. [3]
Declaration of Independent America 1778. [4]
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Alenia ke 3.
BAB 1
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
2
Jika pernyataan tersebut dianalisa lebih mendalam, akan dapat ditarik
kesimpulan bahwa sukses tidaknya suatu pemerintah dalam menjalankan
tugas, tergantung pada sistem”manajemen pemerintahan”. Manajemen
pemerintahan, dipahami sebagai kegiatan melakukan pengelolaan
pemerintahan yang dilakukan oleh penguasa dalam rangka memberikan
perlindungan hak-hak hidup, hak kemerdekaan, hak mengejar
kebahagiaan, kedamaian dan meningkatkan kesejahteraan pada warganya. Hal tersebut akan terlaksana dengan baik, jika pembinaan dan
pengembangan terhadap manajemen pemerintahan dilakukan secara terus-
menerus, khususnya terhadap aparatur atau pejabat pemerintah sebagai
pelaksana/pelaku pemerintahan yang menekankan pada sifat ”jujur, bermoral,
disiplin dan berkinerja baik, bekerja keras, bekerja cerdas, bergerak cepat,
bertindak tepat, serta siap menjadi pelayan atau abdi negara yang baik
tanpa diskriminasi dalam melaksanakan tugas pelayanannya kepada
seluruh warga negaranya.”
Sekarang telah bergaung reformasi di segala bidang kehidupan, tidak
terkecuali reformasi manajemen pemerintahan. Namun, di beberapa negara
khususnya negara berkembang, reformasi manajemen pemerintahan belum
berjalan sesuai dengan tuntutan atau harapan warga negaranya. Hal ini terkait
dengan tingginya kompleksitas permasalahan manajemen pemerintahan,
termasuk juga masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya
praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) dan masih lemahnya
pengawasan terhadap kinerja lembaga negara.5 Hal ini merupakan cermin dari
kondisi kinerja manajemen pemerintahan yang masih jauh dari harapan rakyat.
Banyak permasalahan manajemen pemerintahan yang belum
sepenuhnya teratasi, baik dari sisi ”internal” maupun ”eksternal”. Dari sisi
internal, berbagai faktor seperti ”demokrasi, desentralisasi” dan internal
birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat kompleksitas
permasalahan dan menjadi kendala dalam upaya mencari solusi ke depan.
Faktor demokrasi dan desentralisasi di negara berkembang, berdampak pada
proses pengambilan keputusan kebijakan publik dan manajemen pemerintahan
yang sangat signifikan.
Dampak tersebut terkait dengan makin meningkatnya tuntutan akan
partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik, meningkatnya tuntutan
penerapan prinsip-prinsip manajemen pemerintahan yang baik seperti
transparansi, akuntalibilitas dan kualitas kinerja aparat atau pejabat
5 The author deliberately includes the State Institution which includes the Executive,
Legislative and Judiciary. See Phenomenon that is very apprehensive CCN in the State of
Indonesia is so severe, he wrapped Al-Amani Nasution members of the House of
Representatives such as Transfer of Forest Functions in Riau, Bulyan Royan Board members
capture in Plaza Senayan alleged CCN purchases Ship by the Ministry of Transportation.
Recognition of Hamka Yandhu, about the involvement of 52 former members of the House of
Representatives who received funds from Bank Indonesia. The arrest of Team Leader of the
Handling of Bank Indonesia Liquidity Assistance Urip Trigunawan. Punishment to Setyo
Novanto former chairman of the House who was caught in the case of e-ID card. This shows
that CCN is very crowded in State Institutions. This means not only in the Executive but also
other institutions.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
3
pemerintah, serta taat hukum, meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan
tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.
Di samping permasalahan yang telah disebutkan secara khusus, dari
sisi internal pemerintahan itu sendiri, terdapat berbagai permasalahan yang
harus dihadapi. Permasalahan manajemen pemerintahan tersebut antara lain:
1. Masih banyak pelanggaran disiplin di lingkungan aparatur
pemerintahan.
2. Banyak penyalahgunaan kewenangan seperti praktik KKN di Lembaga
Negara, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
3. Masih rendahnya kinerja aparatur di lembaga pemerintahan.
4. Struktur organisasi dan ketatalaksanaan di lembaga pemerintahan yang
gemuk, banyak tumpang tindih, baik dalam hal tugas, fungsi, program,
maupun kegiatan, sehingga banyak pemborosan anggaran.
5. Tatakelola pemerintahan tidak mempunyai pola yang jelas, sehingga
visi dan misi organisasi atau lembaga pemerintahan menjadi kabur.
6. Program dan Kegiatan yang egoistik sektoral dan sulit dilakukan
koordinasi. Contohnya, prasarana jalan yang baru selesai dibangun,
dibongkar untuk pemasangan instalasi kabel listrik. Pemasangan listrik
baru saja selesai dan jalan diperbaiki, kembali dibongkar lagi untuk
pemasangan pipa air minum atau pemasangan kabel telepon, dan
begitu seterusnya sehingga berdampak pemborosan anggaran akibat
bongkar pasang.
7. Anggaran negara tidak mencukupi, sehingga perlu dana pinjaman luar
negeri, yang mengakibatkan ketergantungan pada negara donor.
8. Rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja di semua lini organsiasi,
mulai dari pemerintahan tingkat terendah sampai tingkat tertinggi.
9. Rendahnya kualitas pelayanan umum untuk kepentingan masyarakat.
10. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang berbenturan, atau
adanya peraturan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan pembangunan.
11. Adanya daerah yang ingin memisahkan diri menjadi negara merdeka.[6]
12. Pemaknaan desentralisasi yang salah kaprah. Desentralisasi seolah-
olah bebas tidak terkendali dan semaunya sendiri. Pemerintah Daerah
kerap membuat peraturan yang bertentangan dengan produk hukum di
atasnya, dan berbagai hal lain.
Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi
seperti e-Government, merupakan tantangan tersendiri dalam upaya
menciptakan manajemen pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Hal ini
terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat faktor lingkungan,
politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berubah dengan cepat. Faktor lain
adalah, arus informasi dari berbagai negara maju seperti Amerika dan Eropa
yang makin deras, dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya
kesenjangan informasi dalam masyarakat di negara-negara berkembang.
Setiap negara memiliki permasalahan yang berbeda, tetapi secara
umum permasalahan tersebut di atas ditemukan hampir di semua negara
[6]
Kasus NAD dan Papua ada sebagian rakyatnya minta memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia, atau meredeka. Hal ini menjadi perhatian serius bagi petinggi
bangsa Indonesia.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
4
berkembang. Yang harus dipahami adalah, bagaimana cara mengatasi
permasalahan tersebut. Dalam mengatasi berbagai permasalahan ini, dituntut
kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan
antisipasi, menggali potensi dan cara-cara baru.
Aparatur pemerintah juga dituntut mampu meningkatkan daya saing,
serta menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk itu diperlukan
upaya yang lebih komfrehensif dan terintegrasi dalam mendorong peningkatan
kinerja aparatur pemerintah, sehingga dapat diciptakan pemerintahan
akuntabel. Dengan kata lain, diperlukan manajemen pemerintahan yang baik
dan bersih.
Sementara itu, pakar dan praktisi manajemen pemerintahan juga harus
mulai berpikir untuk membenahi, menciptakan dan mengkondisikan
manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien, untuk digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tugas pemerintahan dan tugas pembangunan yang
lebih baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Juga
tidak kalah pentingnya adalah, ”manajemen pemerintahan dapat diakui
sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri”. Namun, keberadaan Ilmu
majanemen pemerintahan masih diragukan.[7] Hal ini dapat dipahami, karena
terdapat gejala, manajemen pemerintahan dipelajari dari berbagai aspek ilmu
pengetahuan sosial lainnya. Padahal, praktik manajemen pemerintahan sudah
dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat sejak adanya manusia.
1.2. Manajemen Pemerintahan Sebagai Ilmu Pada saat membahas Ilmu Manajemen Pemerintahan, akan timbul
beberapa pertanyaan yang signifikan. Pertanyaan tersebut antara lain :
1. Apakah ilmu manajemen pemerintahan merupakan suatu cabang ilmu?
2. Apakah ilmu manajemen pemerintahan memenuhi persyaratan sebagai
ilmu?.
3. Sebelum menjawab dua pertanyaan tersebut, akan timbul pertanyaan
lagi, apakah definisi ilmu?
Pandangan umum, terutama para sarjana eksakta yang memberikan
definisi ilmu adalah, disusun berdasarkan hukum-hukum dan dalil-dalil yang
telah dibuktikan kebenarannya secara empiris berdasarkan pengalaman.
Hukum-hukum dan dalil-dalil inilah yang merupakan tujuan dari penelitian
ilmiah. Jika pengertian tersebut diterapkan sebagai pedoman atau pijakan
dalam mendefinisikan ilmu, maka ilmu manajemen pemerintah belum
memenuhi persyaratan sebagai ilmu, karena sampai sekarang belum
ditemukan hukum-hukum dan dalil-dalil yang telah dibutikan secara empiris.
Pasalnya, obyek penelitian adalah “manusia”, sedangkan manusia merupakan
mahluk sosial sangat kreatif, produktif, terus berkembang dan selalu
menemukan akal baru yang belum pernah diramalkan sebelumnya. Selain itu,
prilaku manusia juga kadang-kadang tidak selalu berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan rasional, sehingga mempersulit usaha untuk mengadakan
perhitungan dan proyeksi masa depan.
[7]
Ilmu Manajemen Pemerintahan, banyak pakar yang masih meragukan keberadaanya.
Meskipun dalam praktiknya manajemen pemerintahan sudah lama dilaksanakan para aparatur
pemerintahan dalam menjalankan tugas pemeritahan maupun tugas pembangunan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
5
Awalnya, para pakar ilmu sosial cenderung memberikan pengertian
yang lebih umum. Karena keumumannya itulah, manajemen pemerintahan
juga sulit masuk dalam definisi tersebut. Sekalipun demikian, penulis
mencoba memberanikan diri untuk memberikan definisi tentang Ilmu. Ilmu
adalah keseluruhan dari pengetahuan, pemikiran atau wawasan yang
dikoordinasikan secara sistematis sehingga dapat dipelajari dengan baik. Melihat definisi itu, jelas bahwa ilmu manajemen pemerintahan juga termasuk
suatu ilmu, karena koordinasi mengenai pengetahuan atau pemikiran
merupakan kegiatan manusia, di mana manusia selalu berpikir, meski
sesederhana apa pun pemikirannya.
Penulis mempersilakan para pakar untuk mengembangkan pemikiran
lebih luas dengan mengacu pada metoda ilmiah, sehingga mampu memberikan
definsi yang dianggap lengkap dan tepat. Penulis mengajak para pakar,
ilmuwan dan praktisi untuk meneliti gejala-gejala ilmu manajemen
pemerintahan secara sistematis, berstandar kepada pengalaman-pengalaman
empiris, dan menggunakan kerangka teoritis terinci dan sistematis.
Jika melihat gejalanya, ilmu manajemen pemerintahan sesungguhnya
sangat dipengaruhi oleh dinamika aparatur pemerintahan. Kedinamikaan ini
merupakan seni maupun sebagai ilmu yang sangat dibutuhkan. Ilmu
manajemen pemerintahan lahir karena aparatur pemerintah sangat
membutuhkannya. Artinya, aparatur negara yang ada di pemerintahan
merasakan adanya kebutuhan ilmu manajemen pemerintahan tersebut.
Keberadaan ilmu manajemen pemerintahan sebagai obyek ilmiah
menjadi suatu ilmu, masih perlu diperjuangkan oleh para pakar maupun para
praktisi yang berkecimpung dalam bidang tersebut. Hal ini merupakan
pemikiran sekaligus tantangan bagi para sarjana yang menekuni bidang ilmu
manajemen pemerintahan. Sementara itu, untuk diakui secara umum sebagai
obyek ilmu, harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh para sarjana dengan
gigih. Ilmu manajemen pemerintahan tergolong ke dalam ilmu-ilmu sosial,
bahkan dapat dikatakan sebagai cabang ilmu sosial terbaru, meski dalam
pelaksanaannya sudah berkembang sejak adanya peradaban manusia. Secara
spesifik dapat dikatakan bahwa ilmu manajemen pemerintahan termasuk
kelompok ilmu-ilmu sosial, karena manfaatnya dapat meningkatkan kualitas
hidup masyarakat, bangsa dan negara.
Setiap bidang studi ilmu selalu mempunyai obyek sebagai sasaran.
Sasaran ini dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang berlainan dengan
menggunakan alat yang berbeda pula, sehingga akan memberikan hasil yang
juga berbeda. Tidak terkecuali dengan bidang studi ilmu manajemen
pemerintahan. Seperti dikatakan di awal bahasan, perkembangan ilmu
manajemen pemerintahan tergolong baru, sehingga perkembangannya pun
melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini antara lain:
Tahap Pertama, perkembangan ilmu manajemen pemerintahan
merupakan seni. Seni dalam arti suatu proses kreatif dari keahlian dan
perasaan yang dapat dirasakan serta dipahami. Seni yang hadir bersama
peradaban manusia.
Tahap Kedua, perkembangan ilmu manajemen pemerintahan
merupakan suatu proses. Proses dalam arti ilmu manajemen pemerintahan
merupakan urutan sesuatu peristiwa yang secara gradual terus meningkat dan
menghasilkan produk pemikiran.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
6
Tahap Ketiga, perkembangan ilmu manajemen pemerintahan
merupakan pengetahuan. Pengetahuan dalam arti bahwa Ilmu manajemen
pemerintahan adalah sesuatu pengetahuan yang disusun secara logis dan
sistematis dengan memperhitungkan sebab-akibat, serta dapat
ditransformasikan dari satu orang ke orang lain.
Tahap Keempat, ilmu manajemen pemerintahan dipelajari oleh
disiplin ilmu yang terlebih dahulu lahir dan kemudian membentuk suatu
disiplin ilmu yang bersangkutan. Hal ini merupakan embrio dari ilmu tersebut
sehingga melahirkan ilmu baru. Contohnya, ilmu pemerintahan yang
kemudian melahirkan ilmu manajemen pemerintahan.
Tahap kelima, lahirnya ilmu manajemen pemerintahan yang mandiri
didukung penyelidikan atau penelitian. Penelitian dalam arti, disiplin ilmu
manajemen pemerintahan didukung penelitian akurat yang menghasilkan
pemikiran sistematis dan obyek pengetahuan formal baru di antara sejumlah
obyek pengetahuan formal lain, dengan tahapan melalui kegiatan sangat tepat
untuk dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini, dapat dikembangkan konsep
pemikiran sistematis sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun teori yang
dapat digunakan sebagai alat eksplanasi dan prediksi, sehingga dapat berfungsi
sebagai pengetahuan dan disebut sebagai disiplin ilmu yang mandiri.
Tahap keenam, hasil pengamatan ilmu manajemen pemerintahan
dapat digunakan oleh ilmu lain. Artinya, produk suatu pengamatan ilmu
manajemen pemerintahan dapat digunakan oleh disiplin ilmu lain sebagaimana
ilmu manajemen pemerintahan menggunakan ilmu lain.
Tahap Ketujuh, Ilmu manajemen pemerintahan dapat pelajari atau
dikaji sebagai bidang kajian ilmiah di perguruan tinggi setingkat sarjana (S1),
Master (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Manajemen Pemerintahan. Lihat Gambar
1.1. Tahapan Manajemen Pemerintahan Sebagai Ilmu.
GAMBAR 1. 1. TAHAPAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN SEBAGAI ILMU
oleh Budi Supriyatno
7. DIPELAJARI
SETINGKAT S1,S2 DAN S3
MANAJEMEN
PEMERITNAHAN
SEBAGAI ILMU
1. SENI
2. PROSES
3. PENGETAHUAN
5. PENYELIDIKAN
ATAU PENELITIAN
4. ILMU YANG
SUDAH ADA
6.BISA DIGUNAKAN
ILMU LAIN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
7
1.3. Ilmu Manajemen Pemerintah Ilmu Yang Mandiri Sepanjang pengetahuan kita, manusia selalu disibukkan oleh
manajemen pemerintahan, apa pun bentuknya dan bagaimana pun
sederhananya. Di mana terdapat dua orang tinggal bersama, hidup bersama,
bekerja bersama dan berkomunikasi bersama, di situ kita akan menemukan
kegiatan manajemen pemerintahan. Manusia merupakan mahluk sosial, yang
artinya selalu berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai mahluk sosial,
keinginannya dapat terwujud melalui hubungan dengan manusia lain. Hidup
bersama, kerjasama, berkomunikasi bersama, berinteraksi bersama,
menyesuaikan dan melakukan kegiatan dengan orang lain, merupakan suatu
hal yang harus dilakukan manusia.
Dalam hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya,
terdapat kegiatan ”perintah dan memerintah”. Kegiatan perintah dan
memerintah ini merupakan kegiatan manajemen pemerintahan. Manajemen
pemerintahan adalah, suatu pelaksana ”mandat” yang harus dilakukan untuk
”mengelola” suatu perintah. Manajemen pemerintahan merupakan
pelaksanaan kekuasaan untuk melaksanakan tugas mengelola hubungan antara
yang ”diperintah dan memerintah”. Menjalankan manajemen pemerintahan
adalah, menjalankan kekuasaan yang disahkan, yaitu kekuasaan yang dapat
dibenarkan dan diterima oleh pemberi kekuasaan. Menjalankan manajemen
pemerintahan adalah, menjalankan amanat yang diberikan oleh pemberi
kepada pelaksana. Pelaksanaan manajemen pemerintahan merupakan
hubungan antara pemberi dan pelaksana yang diberi kekuasaan untuk
melaksanakan mandat dalam pemerintahan.
Demikian luas manajemen pemerintahan yang meliputi berbagai
kegiatan, namun sampai sekarang masih diragukan keilmuannya. Jika ilmu
manajemen pemerintahan ditinjau dari kerangka yang lebih luas, yaitu
berbagai aspek kenegaraan, maka ilmu manajemen pemerintahan merupakan
ilmu yang sangat tua, bahkan setua peradaban manusia.
Para pemikir Yunani Kuno telah menempatkan manajemen
pemerintahan sebagai pusat pemikiran ilmu sosial, sehingga dapat
mempelajari tentang hakekat kekuasaan pemerintahan, hakekat ”tata kelola”
pemerintahan, hakekat hubungan antar lembaga, hakekat melaksanakan
perundang-undangan, pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, tugas aparatur,
kebenaran pemerintahan dan berbagai aspek lain dalam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat.
Namun, para pakar melihat fenomena ilmu manajemen pemerintahan
dari sudut pandang ilmunya masing-masing. Pakar politik, melihat gejala ilmu
manajemen pemerintahan sebagai upaya untuk melaksanakan berbagai
kegiatan/manuver, intervensi, strategi dan kiat-kiat yang bertujuan mencapai
kesuksesan/kemenangan politik, atau campur tangan kehidupan politik dalam
pelaksanaan kepemerintahan.
Para pakar hukum melihat gejala manajemen pemerintahan sebagai
pelaksanaan dan pemanfaatan peraturan/perundang-undangan yang berlaku,
penggunaan sanksi-sanksi, hukuman-hukuman dan efektifitas tata kelola
pemerintahan, dilihat dari kacamata hukum dan kekuasaan yang bersumber
dari hukum.
Sebaliknya, para pakar sosiologi melihat manajemen pemerintahan
sebagai usaha meningkatkan peran serta masyarakat dan upaya-upaya
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
8
perbaikan hubungan kemasyarakatan dengan para aparatur pemerintahan, serta
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sedangkan para pakar ekonomi melihat gejala manajemen
pemerintahan sebagai upaya meningkatkan kepentingan usaha-usaha
perekonomian, manfaat, pengorbanan, serta menentukan prioritas dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas. Dengan demikian, masing-
masing pakar melihat gejala manajemen pemerintahan itu dari segi
keilmuannya. Karena itu, hal yang wajar jika persepsi masing-masing pakar
akan berbeda mengenai gejala manajemen pemerintahan.
Pakar ilmu manajemen pemerintahan diibaratkan sebagai orang yang
sedang babat Alas Wanamarta[8] untuk membangun sebuah kerajaan ilmu. Hal
ini didorong oleh keinginan untuk membangun kerangka pikir atau pola pikir,
dan menyatukan berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda, selanjutnya dalam
upaya untuk menerapkan secara terpadu dan sinergi hasil dari berbagai disiplin
tersebut. Para pakar ilmu manajemen pemerintahan seyogyanya mempunyai
kemampuan, kemauan dan keberanian untuk membangun dan menggali
kerangka manajemen pemerintahan yang diakui sebagai disiplin ilmu yang
sejajar dengan ilmu-ilmu lain yang lebih dahulu diakui keberadaannya.
Ilmu manajemen pemerintahan selalu berkaitan dengan sistem
”mengelola” atau ”tata kelola” dan menjalankan pemerintahan, yang biasa
disebut “the art of getting things done”.[9]
Terdapat dua sistem manajemen pemerintahan: (1) Manajemen
pemerintahan yang berorientasi kepada sistem Kontinental dengan ciri seperti
pemusatan kekuasaan di tangan eksekutif, terdapat dominasi otoritasi nasional,
profesionalme aparat pemerintah, memisahkan secara psikologis dari rakyat
biasa, tanggung jawab pemerintah kepada peradilan administratif dan
kecenderungan sentralistik. (2) Manajemen pemerintahan yang orientasinya
kepada Anglo Saxon, lebih memperlihatkan kemandirian masyarakat regional
dan lokal, partisipasi masyarakat yang luas dalam kegiatan pemerintahan,
tanggung jawab sistem administrasi kepada badan legislatif, tanggung jawab
pegawai peradilan biasa, dan sifatnya yang lebih desentralisasi.
Manajemen pemerintahan dapat dikembangkan dalam memperkuat
keilmuan, baik secara teoritis maupun empiris, dan harus mampu menjawab
pertanyaan seperti:
1. Bagaimana sumber daya manusia (SDM) direkrut atau diterima sebagai
aparatur pemerintah?
2. Bagaimana pengembangan atau pembinaan aparatur pemerintah agar
mau bekerja keras, bekerja cerdas, bergerak cepat dan bertindak tepat?
3. Bagaimana meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah tersebut?
4. Bagaimana strategi dalam menjalankan ‖tata kelola‖ pemerintahan?
[8]
Dalam istilah Pewayangan, Alas Wanamarta adalah hutan lebat yang sangat berbahaya atas
perintah Kurawa Para Pandawa diminta untuk membabat hutan tersebut untuk di tempati.
Dalam arti bahwa membangun dan mengembangkan ilmu manajemen pemerintah perlu kerja
keras dan harus bersedia menerima kritikan dari berbagai kalangan termasuk kritik yang
sangat menyakitkan. [9]
Simon, H. Administration Behavior, New York, 1959.P.1.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
9
5. Bagaimana menciptakan tugas dan fungsi pemerintah agar tidak
tumpang tindih?
6. Bagaimana menyadarkan para pejabat agar membetuk struktur
organisasi yang ramping tetapi kaya dengan fungsional?
7. Bagaimana menciptakan hubungan kerja timbal balik yang harmonis
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah?
8. Bagaimana pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah
agar tidak terjadi saling klaim?
9. Bagaimana sistem pemerintahan yang dianut, apakah kerajaan,
perlementer, atau presidensil?
10. Bagaimana bentuk pemerintahan, demokrasi, otoriter, sosial,
liberalisme, sentralisasi atau desentralisasi?
11. Bagaimana hubungan fungsional antara pemerintah pusat dan daerah?
12. Bagaimana terjadinya proses pengambilan keputusan pemerintahan
agar tidak merugikan masyarakat?
13. Bagaimana pelaksanaan penilaian kinerja dan akuntabilitas yang
dilakukan pemerintahan?
14. Bagaimana dampak kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah
terhadap masyarakat?
15. Bagaimana hubungan-hubungan kekuasaan dan nilai-nilai yang dianut
masyarakat?
16. Bagaimana hubungan yang memerintah dan yang diperintah, atau
penguasa dan masyarakat/pengusaha?
17. Bagaimana memberi perlindungan terhadap masyarakat?
18. Bagaimana melayani masyarakat agar lebih efektif dan efisien?
19. Bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
20. Bagaimana menjaga ketertiban dan keamanan?
21. Bagaimana memelihara hubungan dengan negara lain?
22. Bagaimana sistem pengawasan terhadap lembaga pemerintahan, yakni
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif? Masih banyak pertanyaan yang
terus berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman.
Melalui pengembangan pemikiran dan berbagai tahapan tersebut, dapat
dilihat betapa luasnya peranan dan tugas ilmu manajemen pemerintah,
terutama dalam upaya meningkatkan kesejateraan hidup warganya. Semakin
luas peranan dan lingkup tugas manajemen pemerintah, akan semakin luas
campur tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat, sehingga timbul
pengertian yang disebut pemerintah ”intervensi”.[10]
Dari uraian ini, dapat disimpulkan bahwa ilmu manajemen pemerintah
adalah suatu ilmu yang mandiri, yang melaksanakan dan mengelola tugas,
fungsi dan peranan pemerintahan, baik secara internal maupun eksternal dalam
upaya mencapai tujuan negara.
[10]
The term Intervention of this government reflects the extent of the scope of community life
that is interfered with by the government, so as if the government intervened. Intervention
within reasonable limits as the implementation of government management and responsible
carry out government activities in order to improve the welfare of its citizens. Or intervention
within the boundaries as managers of government management that do not violate human
rights
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
10
Perkembangan ilmu majamen pemerintahan sangat lamban, meski
pada prakteknya sudah dilaksanakan dalam pemerintahan di Barat maupun di
Timur. Sampai sekarang, literatur atau buku-buku belum banyak ditulis oleh
para pakar di bidang manajemen pemerintahan. Hal ini sangat
memprihatinkan. Sekalipun ada sejumlah penulis yang membahas tentang
manajemen pemerintahan, tetapi masih bersifat deskriptif berupa artikel.
Sedangkan buku yang membahas secara mendalam tentang manajemen
pemerintahan, masih sulit ditemukan di toko-toko buku. Karena itu, dapat
dikatakan bahwa buku ini merupakan buku pertama yang membahas tentang
ilmu manajemen pemerintahan.
Perkembangan ilmu manajemen pemerintahan memang agak lambat,
tetapi hal ini dapat dipahami karena ada banyak kendala dalam
mengidentifikasikannya dalam bentuk karya ilmiah. Berbagai kalangan
akademisi dan para pakar di lingkungan perguruan tinggi, telah berupaya
menerbitkan berbagai tulisan tentang suatu gejala manajemen pemerintahan.
Namun, pembahasan manajemen pemerintahan dalam bentuk buku masih
belum ditemukan.
1.4. Perkembangan Ilmu Manajemen Pemerintahan Di kalangan para pakar dan praktisi terdapat perbedaaan cara pandang
tentang kelahiran ilmu manajemen pemerintahan. Sebagian mengatakan, ilmu
manajemen pemerintahan lahir pada awal abad ke-20, tetapi sebagian lagi
percaya ilmu manajemen pemerintahaan lahir sejak ada peradaban manusia
atau sejak adanya manusia. Pro dan kontra cara padang di alam demokrasi ini,
merupakan hal yang lumrah. Penulis tidak akan membenarkan atau
menyalahkan dari cara pandang yang berbeda tersebut.
Namun, ditinjau dalam kerangka yang lebih luas, yakni pembahasan
secara rasional dari berbagai latar belakang sejarah peradaban, kebudayaan
manusia, aspek negara dan aspek kehidupan berpemerintahan yang sederhana,
maka ilmu manajemen pemerintahan dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya.
Berdasarkan beberapa literatur yang ditemukan, ilmu manajemen
pemerintahan sudah sejak lama ada, seperti disebutkan di bawah ini.
Di Sungai Tigris dan Eufrat yang berhulu di pegunungan Armenia,
wilayah yang sudah di huni manusia sejak sekitar 4000 Sebelum Masehi (SM),
penulis kuno menyebutnya Sumeria, bangsa Sumeria telah mendirikan kota-
kota dengan manajemen pemerintahan yang bagus dan dikenal dengan sebutan
negara kota. Meskipun belum sempurna, di sana telah ada tata kelola
pemerintahan kota. Dengan bertambahnya penduduk, wilayah kota menjadi
sempit, terjadilah perluasan wilayah dan pemerintahan kotanya dengan
manajemen pemerintahan yang sangat rapi. Kota-kota yang terkenal kuat dan
kaya saat itu adalah Ur, Kish, Larsa, Lahash, Eridu, Nipur dan Adab.
Di Yunani Kuno, pemikiran mengenai manajemen pemerintahan
sudah dimulai pada tahun 2000 SM. Mereka mendirikan suatu pemerintahan
kota (polis) yang dikelilingi tembok pertahanan. Dua di antaranya yang
menonjol adalah, Sparta dan Athena. Kedua pola manajemen pemerintahan
itu kemudian diikuti pemerintahan-pemerintahan lainnya.
India terkenal dengan peradaban tertua, yakni Mohenjo-Daro, kira-
kira 4000-2000 SM yang sudah membahas tentang manajemen
kepemerintahan meski ruang lingkupnya masih sederhana.
Di Cina, menurut dongeng, dinasti pertama Wangsa Hsia mewariskan
sistem manajemen pemerintahan yang sangat bagus. Hal ini dapat dibuktikan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
11
lewat dokumen-dokumen dinasti Shang tahun 1523-1027 SM. Sedangkan
masa pemerintahan dinasti Tjoe, Han, Tang, Sung, Juan dan Ming adalah
zaman kebesaran kebudayaan dan imperalis.
Di Mesir, pada akhir abad ke-40 SM di bawah pemerintahan Menes,
didirikan sebuah Ibu Kota Mesir di Memphis yang berada di Delta Sungai Nil.
Kemudian dikenal sebagai masa Dinasti di Mesir dan berkembang menjadi
kerajaan yang besar dan kuat di bawah manajemen pemerintahan raja Fir’un,
atau Pharao yang diktaktor dan bertahan selama 2000 tahun. Peninggalan
bekas pemerintahan Fir‟un dalam sejarah, masih bisa diingat sampai
sekarang.
Di Indonesia, sebagai contoh, Majapahit sebagai kerajaan Hindu Jawa
yang berdiri dalam rentang waktu akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-16,
pernah berjaya dalam menajemen pemerintahannya mempersatukan wilayah
Indonesia di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Gajah
Mada kemudian diangkat menjadi Maha Menteri Kerajaan Majapahit. Pada
waktu pengangkatannya, Gajah Mada bersumpah bahwa dia tidak akan
istirahat (amukti palapa) jika belum dapat mempersatukan seluruh Nusantara
di bawah kekuasaan Majapahit. Sumpah tersebut dikenal sebagai Sumpah
Palapa. Pada era Majapahit juga telah dikenal mata uang keping (koin)
perunggu sebagai alat transaksi dengan para pedagang Cina. Sekitar 40
kilogram keping mata uang ini ditemukan di Sidoardjo, awal Desember 2008.
Sebelum era Majapahit, data menunjukkan adanya kerajaan Kerajaan Hindu
Mataram di Jawa pada 900 SM. Peninggalan kerajaan Mataram, berupa
beberapa prasasti tentang kehidupan pemerintahan dan kebudayaan yang
berkembang dengan baik, ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.[11]
Perkembangan selanjutnya, Revolusi Industri pada abad 18 di Benua Eropa
dan Amerika, mempunyai pengaruh sangat signifikan pada perkembangan
Manajemen Pemerintahan modern yang menerobos ke seluruh penjuru dunia.
Sampai saat ini, yang sangat nampak sedang berjalan adalah, proses reformasi
pemikiran manajemen pemerintahan di berbagai negara maju seperti di
Amerika dan Eropa. Di dua benua tersebut, perubahan dan pembaharuan
dalam manajemen pemerintahan terjadi secara terus menerus. Pada Maret
1996, Organization for Economic Coorparation and Development (OECD)
yang beranggotakan 24 negara, untuk pertama kalinya menyelenggarakan
pertemuan tingkat menteri mengenai manajemen pemerintahan. Berbagai
peristiwa sejarah tersebut, membuktikan bahwa manajemen pemerintah telah
ada sejak ribuan tahun silam.
Sekalipun demikian, kejayaan manajemen pemerintahan masa lalu di
wilayah Asia dan Afrika, atau di berbagai negara berkembang lain, mengalami
”keruntuhan” sebagai dampak pengaruh budaya dan pola pemikiran bangsa
barat (Inggris, Belanda, Francis dan Jerman) dalam rangka kolonialisme dan
imperalisme.
Ӂ ӁӁӁӁ
[11]
Lihat Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1990. hal. 674.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
12
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN
PERBEDAAN MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
2.1. Pengertian Pokok Jika seseorang ingin membahas ilmu manajemen pemerintahan, maka
dia perlu memahami terlebih dahulu istilah yang berkaitan dengan ilmu
tersebut. Dalam konteks ini, ada beberapa pengertian pokok terkait dengan
ilmu manajemen pemerintahan yang perlu diketahui. Manfaat dari pengertian
tersebut adalah, sebagai titik tolak pembahasan lebih lanjut dan memudahkan
pembahasan selanjutnya. Ada beberapa pengertian pokok yang akan
diketengahkan dalam buku ini, seperti:
1. Pemerintah,
2. Pemerintahan,
3. Manajemen,
4. Ilmu Pemerintahan,
5. Manajemen Pemerintahan,
6. Ilmu Manajemen Pemerintahan.
1. Pemerintah
Berbagai pendapat menyebutkan, subyek ilmu pemerintahan telah
berkembang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-
beda antara satu pakar dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipahami karena
masing-masing pakar memiliki latar belakang disiplin ilmu dan pengalaman
yang saling berbeda. Dengan latar belakang yang saling berbeda ini, bisa
dimaklumi jika kata ―pemerintahan‖ memiliki pengertian yang beragam pula.
Secara etimologi, kata ―pemerintah‖ dapat diartikan sebagai “perintah” atau
“menyuruh” atau “disuruh”, artinya melakukan sesuatu kegiatan yang
bersifat menyuruh atau disuruh atau melakukan sesuatu pekerjaan
“memerintah” atau diperintah.[12]
[12]
Ada Tiga golongan yang diperintah : a. Sebagian besar masyarakat yang terdiri dari
sekumpulan kelompok kecil yang mempunyai keyakinan penuh untuk taat pada pemerintah
dari pemerintah sekalipun bilamana tidak ada sanksi-sanksi; b. Kelompok masyarakat yang
kepatuhannya terbawa-bawa tanpa mengingat/memperhatikan hal-hal yang pasti dari
permulaannya atau kemungkinan adanya sanksi-sanksi. c. kelompok masyarakat yang
mengetahui kemungkinan adanya sanksi-sanksi sebagai faktor yang dipertimbangkan namun
juga dengan sukarela ber-kehendak mentaati perintah.
BAB 2
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
13
Dengan demikian, ada dua makna kegiatan dari kata perintah, yaitu
yang memerintah atau menyuruh, dan yang diperintah atau disuruh,
dikongkon.[13] Artinya, yang memerintah mempunyai kekuasaan menyuruh
kegiatan yang bersifat perintah. Sedangkan yang diperintah berkewajiban
untuk melaksanakan perintah. Namun, setelah ditambahi awalan “pe” menjadi
“pemerintah”, dapat diartikan sebagai badan, lembaga atau institusi yang
melaksanakan kegiatan untuk memerintah. Pemerintah dalam bahasa Inggris
biasa disebut sebagai government, atau gouvernenment dalam bahasa
Perancis. Semuanya berasal dari istilah Yunani Gubernakulum yang artinya
kemudi.
Dalam encyclopedia dinyatakan, “The word government is ultimately
derived from the Greek κυßερν (kybernan), which means “to steer”.[14] (Kata
pemerintah berasal dari bahasa Yunani κυßερν (Kybernan) yang berarti
“untuk mengemudi”. To steer diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan istilah “pemerintah”.
Apeldoorn menyatakan, “pemerintahan adalah salah satu di antara
arti perkataan “negara”. Jika menengok sejarah abad pertengahan, perkataan
stato, state, estate, dipakai dalam arti jabatan maupun untuk menyatakan
pejabat atau orang yang memerintah. Sedangkan pendapat Machiavelli agak
lain, dalam hal pengertian antara “bentuk negara” dan “sistem
pemerintahan”. Dalam bukunya “Il Principe”, Machiavelli menyatakan,
“All states and dominions which hold or have held sway over mankid are
either republics or monarchies.”[15] Semua negara, semua kekuasaan
pemerintahan yang pernah atau sekarang dikendalikan untuk memerintah
manusia, bersifat republik atau monarki. Machiavelli secara tidak langsung
telah mempergunakan perkataan “state” maupun “dominions” dalam satu
nafas terhadap klasifikasi republik atau monarki.
Lain lagi dengan pandangan Dugit yang mempergunakan istilah
“sistem pemerintahan” dalam mengupas tentang monarki dan republik, di
samping istilah “bentuk negara” yang dipergunakannya dalam mengupas
perbedaan antara negara kesatuan dan federasi. Padahal, monarki dan republik
memiliki pengertian tentang bentuk negara, sedangkan federasi adalah
susunan negara. Memang, suatu negara pada hakekatnya mempunyai sistem
pemerintahan tertentu, karena bentuk negara sukar dipisahkan dari sistem
pemerintahannya. Namun, “bentuk negara” dan “sistem pemerintahan”
adalah dua aspek yang berbeda dalam suatu negara. Sekalipun demikian,
mempertentangkan bentuk negara dan sistem pemerintahan dengan tujuan
mencari perbedaan pengertian antara negara dan pemerintah, tetap masih
belum dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah “pemerintah” itu
sendiri.
Namun, menurut Apeldooren, “pemerintah” sekurang-kurangnya
memiliki tiga pengertian seperti yang dicatat Utrech sebagai berikut:[16]
1. Pemerintah sebagai gabungan semua badan kenegaraan yang berkuasa
memerintah dalam arti kata luas. Jadi, yang meliputi badan-badan
[13]
Bahasa Jawa Ngoko : ―Dikongkon" artinya disuruh atau diperintah. [14]
http://wikipedia.org/wiki/Government.P.1. 12/9/2006. [15]
Machiavelli, ―The Prince‖, New American Library, New York, 1957, p. 37. [16]
Utrecht, ―Pengantar Dalam Hukum Indonesia,‖ Ichtiar, Jakarta, 1962, h. 403-404.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
14
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemerintah dalam pengertian ini
disebut penguasa.
2. Pemerintah sebagai badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa
memerintah di wilayah suatu negara. Contohnya raja, presiden,
perdana menteri, dan lain-lain.
3. Pemerintah sebagai organ eksekutif, dalam arti kepala negara bersama-
sama dengan menteri-menterinya.
Pemerintah dibedakan dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas dan
sempit, di mana keduanya berada dalam ruang lingkup yang berbeda.
Pemerintah dalam arti luas maupun dalam arti sempit, tergantung pada sistem
manajemen yang dianut oleh suatu negara. Pemerintah dalam arti luas adalah,
segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan
pemerintah dalam arti sempit adalah, segala kegiatan badan-badan publik yang
hanya meliputi kekuasaan eksekutif.
2. Pemerintahan Seperti telah disebutkan, pemerintah adalah badan atau lembaga yang
melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka/upaya mencapai tujuan negara.
Setelah ditambah akhiran ”an” menjadi pemerintahan, pengertian tersebut
akan berbeda dan maknanya berubah. Kalau pemerintah adalah
”lembaganya”, sedangkan pemerintahan adalah pelaksana dari lembaga
tersebut, yaitu ”pejabatnya” atau “pelaksana”, dan sering disebut “aparatur”
yang melaksanakan pemerintahan. Dengan demikian, menurut penulis Budi
Supriyatno, pemerintahan dapat diartikan sebagai pejabat atau pelaksana
kekuasaan negara, di dalamnya termasuk eksekutif, Legialatif dan Yudikatif
yang melaksanakan wewenangnya untuk mewujudkan tujuan negara dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Contohnya, Pemerintahan
George W Bush, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai pejabat
kekuasaan negara (Perdana Menteri, Presiden atau Raja seperti di Saudi
Arabia) dan lembaga negara lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Mahkamah Agung yang melaksanakan kewenangan pemerintahan untuk
mewujudkan tujuan negara. Dalam hal ini, termasuk para pejabat di
bawahnya. Makna dari pengertian tersebut adalah: Pertama, adanya pejabat
pelaksana kekuasaan negara. Kedua, melaksanakan wewenang yang diberikan
kepadanya. Ketiga, adanya upaya mewujudkan tujuan negara dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Karena itu, pemahaman tentang
pemerintahan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pemerintahan merupakan gabungan penguasa lembaga negara yang
meliputi Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. 2. Pemerintahan adalah pelaksana kekuasaan negara seperti Perdana
Menteri, Presiden dan Raja.
3. Pemerintahan yang di dalamnya terdapat Kepala Negara atau Kepala
Pemerintahan yaitu Presiden atau Perdana Menteri, dibantu para
Menteri dalam kabinet dan pejabat-pejabat di bawahnya seperti
Direktur Jenderal, Deputi, dan lain-lain.
3. Manajemen Berbagai pengertian tentang manajemen telah dikemukakan para pakar
manajemen. Menurut George R. Terry dalam Principles of Management,
“Management is a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
15
followed in order to accomplish predetermined objectives”.[17] (Manajemen
adalah suatu proses nyata dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan/
pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni,
agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya). Pakar
lain, H.Koontz & O‟Donnel dalam bukunya “Principle of Management”
menyatakan, “Management involves getting thing done through and with
people”.[18] (Manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan
melalui dan melibatkan orang-orang). Definisi ini menekankan usaha pada
orang lain dalam mencapai tujuan. Namun, penulis ingin memberikan
pengertian yang berbeda menurut latar belakang penulis.
Menurut penulis Budi Supriyatno, manajemen didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk menggerakkan orang lain dan berusaha
memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Pengertian ini mengandung tiga makna: Pertama, adanya suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seserorang untuk menggerakkan orang lain.
Kedua, adanya usaha untuk memperoleh hasil. Ketiga, adanya pencapaian
tujuan yang telah ditentukan.
4. Ilmu Pemerintahan Ilmu Pemerintahan, dalam bahasa belanda Bestuurwetenschap,
merupakan cabang ilmu baru, karena itu definisinya pun beragam. Setiap
pakar mempunyai definisi-definisi sesuai dengan latar belakang pendidikan
dan pengalamannya yang sangat mempengaruhi pemikirannya. Berikut,
beragam definisi dari beberapa pakar:
Rosental dalam Openbaar Bestuur, menyatakan, De bestuur
wetenschap is de wetenschap die zich uitsluitend bezighoudt met de studie
van de interns en externe werking van de structure en processen van het
openbaar bestuur.[19] (Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi
tentang kinerja internal dan eksternal dari struktur-struktur dan proses-proses
pemerintahan umum).
Pakar lain, Brasz, dalam Inleiding Tot De Bestuurswetenschap
mengatakan, De Bestuurswetenschap waaronder het verstaat de wetenschap
die zich bezighoudt met de wijze waarop de openbare dienst is ingericht en
functioneert, intern en naar buiten tegenover de burgers.[20] (Ilmu
pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara
bagaimana lembaga/dinas pemerintahan umum disusun dan difungsikan, baik
secara internal maupun eksternal terhadap para warganya).
Sedangkan menurut penulis Budi Supriyatno, Ilmu Pemerintahan
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kinerja aparatur
pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk
mewujudkan tujuan negara. Makna dari pengertian tersebut: Pertama,
mempelajari kinerja aparatur pemerintahan. Kedua, mempelajari pelaksanaan
[17]
Goerge R. Terry, ―Principles of Management,‖ Richard D. Irwiun, Inc. Third edition
1961. P.32. [18]
Utrecht, ―Pengantar Dalam Hukum Indonesia,‖ Ichtiar, Jakarta, 1962, h. 403-404. [19]
Goerge R. Terry, ―Principles of Management,‖ Richard D. Irwiun, Inc. Third edition
1961. P.32. [20]
H.A. Brasz, ―Inleiding Tot De Bestuurwetenschap‖ Vuga Boekrij, 1975. P1.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
16
tugas dan fungsi pemerintah. Ketiga, mempelajari adanya perwujudan tujuan
negara.
5. Manajemen Pemerintahan Berbicara mengenai Manajemen Pemerintahan, berarti ada dua ilmu,
yakni Manajemen dan Pemerintahan. Penggabungan dua ilmu ini, melahirkan
Manajemen Pemerintahan. Sebelumnya telah dipaparkan mengenai istilah
manajemen dan pemerintahan. Manajemen pemerintahan merupakan inti dari
pemerintahan, sedangkan pemerintahan sifatnya lebih umum dan menajemen
sifatnya lebih khusus yang menyoroti tentang ―tatakelola pemerintahan‖.
Baik buruknya pemerintahan tergantung pada bagaimana cara
mengelola pemerintahan. Jika manajemen pemerintahannya baik, maka
pemerintahannya pun akan baik. Sebaliknya, jika manajemen
pemerintahannya jelek karena banyak korupsi, menyimpang dari norma-norma
sosial, hanya mementingkan diri sendiri atau sekelompok partai/golongan,
pemerintahannya pun akan rapuh. Karena itu, baik buruknya pemerintahan
sangat tergantung pada bagaimana mengelola ―tata pemerintahannya‖, atau
manajemen pemerintahannya. Menurut penulis Budi Supriyatno, Manajemen
Pemerintahan adalah suatu proses kegiatan melakukan “tatakelola” atau
pengelolaan pemerintahan oleh penguasa atau penyelenggara
pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, yaitu
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Makna dari pengertian tersebut:
Pertama, adanya suatu kegiatan yang dilakukan. Kedua, kegiatan pengelolaan
pemerintahan yang dilakukan oleh penguasa. Ketiga, adanya tujuan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
6. Ilmu Manajemen Pemerintahan Seperti telah dibahas sebelumnya, Ilmu manajemen pemerintahan
adalah suatu cabang ilmu baru yang bermakna tentang tatakelola
pemerintahan. Manajemen pemerintahan lahir dari ilmu pemerintahan dan
ilmu manajemen pemerintahan telah dikembangkan sebagai cabang ilmu yang
diajarkan di dunia pendidikan tinggi, bahkan telah menjadi jurusan setingkat
sarjana, master bahkan doktor.
Meski demikian, sampai saat ini sangat sulit untuk menjelaskan
pengertian secara singkat, jelas dan tepat mengenai ilmu manajemen
pemerintahan yang dapat memuaskan semua pihak. Selama ini, setiap usaha
menyusun definisi yang ringkas selalu gagal. Diakui, manajemen
pemerintahan memang memiliki beragam pengertian, tergantung pada cara
pandang dan metodologi yang digunakan. Namun, penulis mencoba
memberikan pengertian yang didasarkan pada pengalaman dan latar belakang
pendidikan penulis sendiri.
Menurut penulis Budi Supriyatno, Ilmu Manajemen Pemerintahan
adalah suatu ilmu yang mempelajari proses kegiatan pengelolaan
pemerintahan yang dilakukan penguasa atau pejabat pemerintah dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, yakni meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Definisi ini mengandung tiga makna: Pertama, adanya
sesuatu proses kegiatan. Kedua, adanya suatu pengelolaan yang dilakukan
oleh penguasa. Ketiga, adanya suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pada hakekatnya, Ilmu Manajemen Pemerintahan adalah suatu ilmu
yang mempelajari tentang proses penyelidikan atau pengamatan yang
berkaitan dengan bagaimana “mengurus” atau “mengelola” pemerintahan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
17
untuk mencapai suatu tujuan pemerintahan atau negara yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan kata lain, Ilmu Manajemen Pemerintahan mempelajari
bagaimana palaksana atau pejabat pemerintah mengabdikan diri di
pemerintahan untuk melayani masyarakat.
Apakah pelaksana atau pejabat pemerintah dapat melayani dengan baik
atau buruk, ini menjadi salah satu bidang yang dipelajari dalam ilmu
manajemen pemerintahan.
2.2. Ruang Lingkup Pembahasan mengenai ruang lingkup ilmu manajemen pemerintahan
harus dilakukan secara hati-hati. Di samping memiliki lingkup yang hampir
sama dengan ilmu sosial lain, khususnya ilmu pemerintahan meski kedalaman
substansinya berbeda, lingkup ilmu manajemen pemerintahan bahkan
mungkin tumpang tindih dengan ilmu pemerintahan. Hal ini dapat terjadi
karena manajemen pemerintahan lahir dari ilmu pemerintahan. Memang, yang
dikerjakan adalah tatakelola pemerintahan, tetapi akan melibatkan bidang-
bidang ilmu sosial lain yang tidak bisa dihindarkan, karena semua bidang ini
terlibat dalam tatakelola pemerintahan, meski tidak seluas bidang manajemen
pemerintahan.
Untuk merumuskan ruang lingkup manajemen pemerintahan, penulis
yakin masih terdapat kekurangan. Bahkan banyak pakar yang menganggap,
tidak perlu membatasi lingkup manajemen pemerintahan dalam bentuk
rumusan, karena ruang lingkup yang terbatas atau terlalu luas akan
menimbulkan perdebatan yang tidak tuntas dan mungkin tumpang tindih.
Apalagi dalam era keterbukaan saat ini, perdebatan dalam dunia ilmu
merupakan hal biasa, karena untuk mencari kebenaran yang hakiki harus
dilakukan dengan perdebatan atau adu argumentasi.
Penulis tidak ingin mempermasalahan terlalu sempit atau terlalu luas
ruang lingkup ilmu manajemen pemerintahan, tetapi merumuskan ruang
lingkup merupakan suatu keharusan dan kebutuhan sebagai ilmu. Jika tidak
dirumuskan, tentu akan terjadi kekosongan. Dengan demikian, penulis
berusaha merumuskan ruang lingkup yang merupakan obyek dan subyek dari
manajemen pemerintahan agar dapat digunakan sebagai referensi. Ruang
lingkup manajemen pemerintahan, menurut penulis meliputi bidang-bidang
lain seperti pemerintahan, sosial, politik, administrasi negara, hukum,
ekonomi, sosial, manajemen dan budaya. Ruang lingkup manajemen ilmu
pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Di bidang Pemerintahan, antara lain meliputi: a. Membahas sistem pemerintahan yang dilaksanakan suatu negara,
baik yang berorintasi kepada sistem Continental maupun sistem
Anglo Saxon.
b. Membahas kekuasaan Pemerintahan Negara. Di Indonesia,
misalnya, presiden mempunyai kekuasaan pemerintahan.
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah
menurut Undang-Undang Dasar.[21] Selanjutnya menyebutkan:
[21]
Undang-Undang Dasar Negara RI 1945. Pasal 7.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
18
Presiden memegang kekuasaan memegang Kekuasaan menurut
Undang-Undang Dasar.[22]
c. Membahas sejarah dan peristiwa terjadinya pemerintahan atau
negara. Contohnya, Indonesia melepaskan diri dari penjajah dan
menyatakan terbentuknya suatu Negara baru dengan proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
d. Membahas sistem pemerintahan. Indonesia mengenal sistem
pemerintahan yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar
1945, yaitu Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum
(Rechtstaat).[23]
e. Membahas perbandingan pemerintahan seperti pemerintahan
negara maju, negara berkembang dan negara rawan konflik.
f. Membahas teori, asas, obyek, metodologi, proses dan
sistematika pemerintahan.
g. Membahas tipe, bentuk dan sistem pemerintahan. Bentuk
Pemerintahan yang paling sering dikenal adalah, Kerajaan atau
Monarkhi[24] dan Republik.
[25] Sistem Monarki antara lain: (a)
Monarkhi Mutlak (absolute); (b) Monarkhi Konstitusionil; dan
(c) Monarkhi Parlementer. Sedangkan Republik juga mempunyai
sistem:(a)Republik Mutlak (Absolut); (b) Republik Konsitusionil;
dan (c) Republik Parlementer.
h. Membahas fungsi, unsur dan prinsip pemerintahan.
i. Membahas tugas, hak dan kewenangan pemerintahan. Tugas
Pemerintah di Indonesia, misalnya, dimuat dalam pembukaan
Undang-Undang dasar 1945 antara lain sebagai berikut: (a)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan (c) ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.[26]
2. Di bidang Politik, antara lain meliputi: a. Membahas kebijakan internasional dan politik luar negeri. Di
Indonesia kebijakan internasional tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang dasar 1945 yang berbunyi: Melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
[22]
Ibid, Undang-Undang, Pasal 4. [23]
Ibid, Undang-Undang, Pasal 1 Ayat 2. [24]
Saudi Arabiah yang mengenal Pemerintahan Kerajaan (Monarkhi) Absulut. Raja
memegang kekuasaan penuh dalam pemerintahan. [25]
Amerika Serikat Negera Republik kekuasaan di pegang oleh Presiden, pemerintahan
daerahnya berbentuk negara bagian yang memiliki undag-undang tersebdiri tetapi tidak
bertentangan dengan negara pusat atau ferdeal. [26]
Op.cit Undang-Undang Dasar 1945.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
19
b. Membahas organisasi politik. Partai Politik sebagai sarana
komunikasi politik, sebagai recruitment politik dan sebagai
sarana pengatur konflik.[27]
c. Membahas Kebijaksanaan Pemerintah. Kebijakan pemerintah
tentang penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
(good governmance) pada semua tingkatan dan lini pemerintahan
dan pada semua kegiatan.[28]
d. Membahas pendapat umum dalam pembuatan peraturan. Presiden
mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Presiden menetapkan peraturan pemerintah
untuk menjalankan Undang-Undang Sebagaimana mestinya.[29]
3. Di bidang administrasi meliputi:
a. Membahas Administrasi Pemerintah Pusat. Administrasi
Pemerintah Pusat meliputi: (1) Aparatur Pemerintah Pusat, yang
pada dasarnya mencakup semua pejabat dan Pegawai Pemerintah
Pusat; (2) Struktur Organisasi administrasi Pusat; (3) Sistem dan
prosedur administrasi pusat; (4) Peraturan perundang-undangan
pemerintah pusat.
b. Membahas Administrasi Pemerintah Daerah. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.[30]
Administrasi Pemerintah Daerah meliputi: (1) Aparatur
Pemerintah Daerah, yang pada dasarnya mencakup semua
pejabat dan pegawai Pemerintah Daerah; (2) Struktur Organisasi
administrasi Daerah; (3) Sistem dan prosedur administrasi
Daerah; 4) Peraturan perundang-undangan Daerah. 4. Di bidang hukum, antara lain meliputi :
a. Membahas peraturan perundangan, tertulis maupun tidak tertulis.
Pada umumnya manajemen membahas kewargaan negara dan
asas pemakaiannya;
b. Membahas manajemen dan hubungan Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
5. Di bidang ekonomi meliputi:
a. Membahas ekonomi pemerintahan.
b. Membahas ekonomi daerah.
c. Membahas ekonomi pancasila.
d. Membahas ekonomi liberslime
e. Membahas ekonomi sosialisme.
f. Dan lain-lain. 7. Di bidang sosial meliputi:
a. Membahas hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hubungan pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, seperti
tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang dasar 1945 Pasal 18A
disebutkan: Negara Indonesia adalah eenheidsstaat, maka
[27]
Lihat Mariam Budiardjo, Dasar-Dasar ilmu Politik, Grameda Pustaka Utama, Jakarta, Hal.
163-164. [28]
Lihat RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2004-2009. [29]
Undang-Undang, Op.cit, Pasal 5 Ayat 1 dan 2. [30]
Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
20
Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya
yang bersifat staat juga.[31]
b. Membahas pembagian daerah. Contohnya, Indonesia dibagi
menjadi daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah
yang bersifat otonom (streek dan locale recht gemenschappen)
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya diatur menurut
undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom, akan
dibentuk badan perwakilan daerah. Karena itu, pemerintahan di
daerah pun akan bersendi atas dasar permusyawarahan.
c. Keterkaitan dengan teritorial. Dalam teritorial Negara Indonesia
terdapat lebih kurang 250 zelbesturendhe landschappen dan
volksgemeen schappen, seperti desa di Jawa-Bali, nagari di
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.
d. Keterkaitan dengan hak dan keistimewaan. Daerah-daerah yang
mempunyai susunan asli, oleh karenanya dapat dianggap sebagai
daerah yang bersifat istimewa. Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) mengakui kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut, di mana segala peraturan Negara yang mempunyai
daerah-daerah itu akan menghormati hak-hak/asal-usul daerah
tersebut.[32]
e. Membahas hubungan antar lembaga departemen dan non
departemen. Presiden dibantu menteri-menteri Negara yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Setiap menteri
membidangi urusan-urusan tertentu dalam pemerintahan.
Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara
diatur dalam undang-undang.[33]
f. Membahas hubungan antar pemerintah dengan masyarakat. Dalam
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, “negara” begitu bunyinya, “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasarkan atas pesatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan,
Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan dan mengatasi
segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian
“pembukaan” itu, menghendaki persatuan, meliputi segenap
bangsa Indonesia.[34]
[31]
Undang-Undang, Op.cit , Penjelsan Pasal 18A [32]
Undang-Undang, Op.cit, Penjelasan Bab VI, Pasal 18B Ayat 1. [33]
Undang-Undang, Op.cit, Penjelasan Bab V Kementerian Negara, Pasal 17 Ayat 4 [34]
Undang-undang, Op.cit, Pokok-Pokok Pikiran.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
21
8. Di bidang filsafat meliputi:
a. Membahas etika pemerintahan;
b. Membahas seni pemerintahan sekularisme dan pemerintahan;
c. Membahas hakekat pemerintahan.
9. Di bidang manajemen meliputi:
a. Membahas manajemen pemerintahan umum;
b. Membahas manajemen pemerintah daerah.
c. Membahas manajemen pemerintah pusat
Bidang-bidang yang telah disebutkan, akan berkaitan dengan lingkup
kegiatan manajemen pemerintahan. Meski substansinya tidak harus dibahas
secara tuntas dalam satu ilmu, paling tidak sudah ada gambaran tentang
lingkup manajemen pemerintahan. Sekalipun demikian, penulis menyadari
bahwa ruang lingkup tersebut sebenarnya terlalu luas.
2.3. Perbedaan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Manajemen
Pemerintahan Sebelumnya telah dipaparkan bahwa ilmu adalah keseluruhan dari
pengetahuan, pemikiran atau wawasan yang dikoordinasikan secara sistematis
sehingga dapat dipelajari dengan baik. Hal ini berlaku juga bagi ilmu
pemerintahan dan ilmu manajemen pemerintahan. Meskipun demikian, dalam
pelaksanaannya, ilmu pemerintahan dan ilmu manajemen pemerintahan
memiliki perbedaan yang hakiki. Faktor-faktor penyebab perbedaan tersebut
antara lain:
1. Faktor Pengertian:
a. Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari kinerja
pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk
mewujudkan tujuan negara. Di sini, penekanannya adalah,
mempelajari kinerja pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
b. Ilmu Manajemen Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari
proses kegiatan pengelolaan pemerintahan oleh penguasa atau
penyelengara negara dalam rangka mencapai tujuan seperti telah
ditentukan dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat. Di sini
penekanannya adalah mempelajari kegiatan pengelolaan
pemerintahan yang dilakukan penguasa.
2. Ciri Khas
Ilmu Pemerintahan:
a. Berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangan dalam
menjalankan tugas dan fungsi yang sah dalam pemerintahan;
b. Melingkupi kepentingan masyarakat luas;
c. Berkaitan dengan pemberian pelayanan pada masyarakat luas;
d. Sarat dengan nilai-nilai;
e. Dikembangkan berdasarkan kaidah-kaidah empirik.
Ilmu Manajemen Pemerintahan:
a. Berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangan untuk
pengelolaan atau tata kelola pemerintahan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
22
b. Melingkupi kepentingan aparatur, pengusaha, maupun
masyarakat;
c. Berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada semua
masyarakat dan pengusaha (stake holder).
d. Sarat dengan pelayanan yang diberikan.
e. Dikembangkan dengan kaidah keterbukaan dan berdasarkan
demokrasi.
3. Obyek
Ilmu Pemerintahan:
a. Obyek materia ilmu pemerintahan adalah pemerintahan di suatu
negara.
b. Obyek forma ilmu pemerintahan adalah, hubungan antara
penguasa pemerintahan dengan rakyatnya dalam kaitan
kewenangan dan pelayanan.
c. Metode yang dipergunakan dalam mempelajari Ilmu pemerintahan
antara lain metoda filosopi, metoda historis, metoda eksperimen
dan metoda deskriptif.
d. Ajaran pemerintahan adalah, ajaran tentang kewenangan tugas dan
fungsi pemerintahan.
e. Ilmu pemerintahan mengajarkan bagaimana melaksanaan
pemerintahan secara efektif dan efisien, mulai dari pemerintahan
tertinggi sampai pemerintahan desa/kelurahan.
Ilmu Manajemen Pemerintahan:
a. Obyek materia ilmu manajemen pemerintahan adalah tatakelola
pemerintahan di suatu negara;[35]
b. Obyek forma ilmu manajemen pemerintahan adalah, tata kelola
pemerintahan kepada masyarakat dan pengusaha dalam kaitan
pelayanan dan kewenangan;[36]
c. Metoda yang dipergunakan dalam mempelajari Ilmu Manajemen
Pemerintahan antara lain metode filosopi, metode historis, metode
eksperimen dan metode deskriptif.
d. Ajaran manajemen pemerintahan adalah, ajaran tentang tata kelola
pemerintahan.
e. Ilmu manajemen pemerintahan mengajarkan bagaimana mengatur
dan mengelola pemerintahan secara efektif dan efisien, mulai dari
pemerintahan tertinggi sampai pemerintahan terendah yakni
desa/kelurahan.
Perbedaan ini dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Perbedaan Ilmu
Pemerintahan dengan Ilmu Manajemen Pemerintahan.
[35]
Obyek Materia dalam ilmu manajemen pemerintahan adalah permasalahan pemerintahan
di suatu negara, karena obyek pemerintahan, maka akan tumpang tindih dengan disiplin ilmu
lain seperti Hukum, administrasi dan politik. [36]
Objek forma ilmu manajemen pemerintahan pada pengelolaan pemerintahan dalam
melaksanakan pelayanan masyarakat.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
23
TABEL 2.2. PERBEDAAN ILMU PEMERINTAHAN DAN ILMU MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
ILMU PEMERINTAHAN
ILMU MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
A. PENGERTIAN
Ilmu yang mempelajari tentang kinerja pemerintahan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk
mewujudkan tujuan negara.
B. CIRI KHAS
1. Berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangan,
tugas dan fungsi yang sah;
2. Melingkupi kepentingan masyarakat luas;
3. Berkaitan dengan pemberian pelayanan pada
masyarakat luas;
4. Sarat dengan nilai-nilai;
5. Dikembangkan berdasarkan kaidah-kaidah empirik.
C. HAKEKAT
1. Objek materia ilmu pemerintahan adalah
pemerintahan di suatu negara;
2. Objek forma ilmu pemerintahan adalah hubungan
antara penguasa pemerintahan dengan rakyatnya
dalam kaitan kewenangan dan pelayanan;
3. Metode dalam mempelajari Ilmu Pemerintahan
antara lain dengan menggunakan metode filosopi,
metode historis, metode eksperimen dan metode
deskriptif.
4. Ajaran pemerintahan adalah ajaran tentang
kewenangan pemerintahan.
5. Ilmu pemerintahan mengajarkan bagaimana
melaksanaan pemerintahan secara efektif dan efisien
dari pemerintahan tertinggi sampai pemerintahan
terendah yakni desa/kelurahan.
A. PENGERTIAN
Ilmu yang mempelajari tentang proses kegiatan
pengelolaan pemerintahan yang dilakukan oleh
penguasa atau aparatur dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
B. CIRI KHAS
1. Berkaitan dengan pengelolaan atau tata kelola
pemerintahan;
2. Melingkupi kepentingan dalam internal dan
eksternal;
3. Berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada
semua masyarakat, dan pengusaha (stake
holder).
4. Sarat dengan pelayanan yang diberikan;
5. Dikembangkan dengan kaidah keterbukaan dan
Berdasakan demokrasi.
C. HAKEKAT 1. Objek materia ilmu manajemen pemerintahan
adalah tatakelola pemerintahan di suatu negara;
2. Objek forma ilmu manajemen pemerintahan adalah
tata kelola pemerintahan dalam kaitan pelayanan
kepada masyarakat dan pengusaha dalam kaita
kewenangan;
3. Metode dalam mempelajari Ilmu Manajemen
Pemerintahan antara lain dengan menggunakan
metode filosopi, metode historis, metode
eksperimen dan metode deskriptif.
4. Ajaran manajemen pemerintahan adalah ajaran
tentang tatakelola pemerintahan.
5. Ilmu manajemen pemerintahan mengajarkan
bagaimana mengatur, dan mengelola
pemerintahan secara efektif dan efisien dari
pemerintahan tertinggi sampai pemerintahan
desa/kelurahan.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
24
MATERI, FUNGSI DAN METODOLOGI
ILMU MANAJEMEN PEMERINTAHAN
3.1. Materi Ilmu Manajemen Pemerintahan Materi yang dipelajari ilmu manajemen pemerintahan sangat luas dan
mungkin juga tumpang tindih dengan ilmu-ilmu sosial lain, sama halnya
dengan ruang lingkup di atas. Karena yang dipelajari adalah unsur
pemerintahan, meski yang diteliti lebih mendalam mengenai tata kelola
pemerintahan, tetapi faktanya unsur pemerintahan termasuk di dalamnya.
Sekalipun demikian, tetap harus ada pembedanya. Dalam hal ini, penulis
mengungkapkan materi-materi yang dipelajari ilmu manajemen pemerintahan
antara lain:
1. Filsafat Pemerintahan;
2. Asal mula terjadinya pemerintahan;
3. Tata kelola pemerintahan;
4. Bentuk-bentuk manajemen pemerintahan;
5. Asas-asas manajemen pemerintahan;
6. Hubunganantara pemerintah dengan yang diperintah;
7. Mekanisme pemerintahan;
8. Kepemimpinan pemerintahan;
9. Fungsi-fungsi pemerintahan;
10. Kegiatan atau proses memerintah;
11. Pertanggung jawaban anggaran pemerintahan;
12. Kegiatan atau proses kenegaraan;
13. Aparatur atau pelaksana pemerintahan yang dibebani tugas-tugas untuk
memerintah;
14. Tata cara, metode atau sistem hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat dan pengusaha;
15. Etika dan menjalankan pemerintahan;
16. Hubungan antara pemerintahan pusat dan dan daerah dan lain-lain.
3.2. Fungsi Manajemen Pemerintah Telah dipaparkan bahwa manajemen pemerintahan merupakan suatu
kegiatan “tata kelola” pemerintahan yang dilakukan pejabat, pengelola atau
pelaksana pemerintahan. Dalam buku ini, pejabat, pengelola atau pelaksana
pemerintahan disebut “aparatur”. Dengan kata lain, aparatur adalah pejabat,
pengelola, atau pelaksana yang ”duduk” atau bekerja di lembaga
pemerintahan dari suatu negara.
Mengacu pada kriteria di atas, kegiatan manajemen pemerintahan
sebenarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh aparatur di lembaga
BAB 3
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
25
pemerintahan atau lembaga negara. Dalam karya ilmiah ini ”lembaga negara
adalah lembaga pemerintah”. Meskipun sebenarnya berbeda, karena lingkup
manajemen pemerintah sangat luas, maka akan sangat sulit untuk
memberikan pengertian yang berbeda tentang kedua lembaga ini. Karena itu,
untuk memudahkan pembahasan lebih lanjut, ”lembaga pemerintah”
diartikan juga ”lembaga negara”. Istilah ini akan dipakai saling bergantian,
yang memiliki makna sama.
Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang dilaksanakan oleh
pelaksana pemerintahan. Negara, menurut Undang-Undang Dasar 1945
”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.[37] Pengertian negara dalam
pembukaan Undang-Undang dasar 1945 adalah, mempersatukan dan
melindungi segenap bangsa Indonesia. Dengan demikian, negara wajib
mencegah segala perpecahan yang diakibatkan perbedaan ras, suku/golongan
dan agama. Negara harus mampu mempersatukan rakyatnya. Pandangan yang
dikemukakan Machavelli menyatakan, “semua negara dan wilayah
kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu negara
republik atau suatu kerajaan.[38] Negara dalam arti dapat menjamin
kehidupan warga rakyatnya, yaitu tempat bernaung atau berlindung.
Tujuannya, menjadikan negara sebagai tempat bernaung dalam mewujudkan
kedamaian bagi semua warganya. Semua rakyat yang secara keseluruhan
hidup dalam suatu negara, selalu menginginkan suatu kehidupan tenang,
tentram, damai dan sejahtera. Negara dituntut mewujudkan keadilan seosial
bagi seluruh rakyat.[39]
Hal tersebut bisa dicapai apabila aparatur mampu menciptakan
manajemen pemerintahan yang baik. Dengan demikian seyogyanya semua
tindakan aparatur harus mengarah pada upaya menciptakan kehidupan
warganya yang lebih baik. Kebijakan yang dihasilkan oleh aparatur harus
mengarah kepada perwujudan ketertiban, kenyamanan, kedamaian dan
kesejahtraan bagi kehidupan rakyatnya.
Sementara itu, peranan manajemen pemerintahan sangat penting dalam
arti melaksanakan tugas mengelola atau menyelenggarakan pemerintahan
yang baik, transparan dan akuntabel. Dengan kata lain, mewujudkan suatu
pelaksanaan pemerintahan yang tertib, efektif dan efisiensi sehingga tercipta
kehidupan rakyat yang damai. Damai dalam arti, setiap orang bisa merasakan
kedamaian dan ketenteraman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
yang tidak terusik oleh rasa takut, seperti teror, pemaksaan hak dari kelompok
mayoritas kepada kelompok minoritas, dan lain sebagainya.
Sebagian besar dari keinginan rakyat adalah, aparatur dapat
mewujudkan kedamaian dalam kehidupan rakyatnya. Kedamaian dapat
terwujud jika aparatur pemerintah mampu melaksanakan manajemen
pemerintahan yang konsisten. Dalam konteks ini, pemerintah dituntut
menjamin dan menciptakan kedamaian bagi rakyatnya melalui berbagi
[37]
Loc.cit. Undang-Undang Dasar. [38]
Lihat Noccolo Machiavelli, Il Principle, diterjemahkan Sang Penguasa, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002. hal.5. [39]
Loc. cit.Undang-Undang Dasar.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
26
peraturan dan tindakan yang sesaui dengan kewenangannya. Terjadinya
kerusuhan etnik di Ambon,[40] dan Poso di Indonesia Timur, antara lain karena
pemerintah tidak mampu menciptakan perdamaian.
Aparatur pemerintah diharapkan dapat membangun
sinergi/kesepakatan antara pemerintah dan rakyatnya, dengan cara
mengeluarkan berbagai peraturan yang dapat menciptakan kehidupan lebih
baik bagi rakyat. Aparatur pemerintah juga seyogyanya mampu melaksanakan
menajemen pemerintahan yang dapat memotivasi warganya untuk
berpartisipasi atau sumbang saran dalam membangun manajemen
pemerintahan yang lebih baik. Dalam konteks ini, manajemen pemerintahan
harus dapat menyelaraskan keanekaragaman dalam kepentingan, kebutuhan
dan perilaku warga negaranya.
Untuk menciptakan kehidupan yang wajar tanpa pemaksaan dari
golongan mayoritas ditengah-tengah alam demokrasi, aparatur pemerintah
diharuskan memberi jaminan kepada rakyatnya, terutama dalam bentuk
peraturan dan hukum perundangan. Dengan demikian, menjadi kewajiban
aparatur pemerintah untuk membentuk hukum yang adil dan melakukan
penegakkan hukum (law enforcement) demi terciptanya keadilan dan rasa
aman bagi semua rakyatnya.
Manajemen pemerintahan muncul dari berbagai fungsi pemerintahan
dalam rangka melaksanakan pemerintahan untuk kepentingan rakyatnya sesuai
fungsi negara. Untuk memudahkan aparatur dalam menjalankan manajemen
pemerintahan atau tugas negara, aparatur perlu memahami fungsi negara
sebagaimana yang diinginkan oleh semua warga negaranya. Fungsi negara
menurut Borre and Michael Goldsmith adalah:[41]
1. Berkaitan dengan pertahanan, yakni melindungi dan mengembangkan
wilayah negara.
2. Berkaitan dengan keamanan internal, yakni penegakkan hukum.
3. Peningkatan kesejahteraan penduduk.
4. Pemeliharaan legitimasi ideologi dan simbolik.
Dengan berbagai fungsi tersebut, maka penulis menyatakan bahwa
bidang manajemen pemerintahan memiliki fungsi besar terhadap kegiatan
pemerintah atau kegiatan negara, dan mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap kegiatan warga negaranya. Fungsi manajemen pemerintahan akan
terus berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran para pakar dan
praktisi.Menurut penulis, fungsi manajemen pemerintahan dapat dikategorikan
antara lain sebagai berikut:
1. Manajemen Pemerintahan berarti membuat keputusan-keputusan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring atau evaluasi
[40]
Perpecahan kerusuhan atau perang saudara di Ambon Maluku yang menimbulkan kurban
(jiwa) yang meninggal sangat banyak dan kerugian lainnya (materi) yang tidak bisa dihitung
oleh uang, merupakan konflik yang sangat menyedihkan. Konflik Ambon yang dimulai bulan
Januari 1999 sampai buku ini ditulis (2008) masih terus berlangsung dengan selang-seling
beberapa moratorium usaha rekonsiliasi sudah dicoba dilakukan, dan pernah reda tetapi
guncang kembali sampai sulit penyelesaiannya. [41]
Ole Borre & Elinor Scabrouch, The Scope of Government. Oxford Unioversity Press.
1998. P.1-2.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
27
tentang tata kelola pemerintahan, baik yang dilakukan pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah.
2. Manajemen Pemerintahan berarti membuat kebijakan-kebijakan
tentang hubungan yang mengikat antara pemerintahan, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3. Manajemen pemerintahan berarti menetapkan kebijakan-kebijakan
kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat dan pengusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Manajemen pemerintahan berarti menetapkan kebijakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
5. Manajemen Pemerintah berarti melaksanakan kekuasaan
pemerintahan, baik sebagai pimpinan negara, pemerintahan, maupun
lembaga-lembaga tinggi negara.
6. Manajemen Pemerintahan berarti melaksanakan pertanggungjawaban
penggunaan anggaran secara berkala.
7. Manajemen pemerintahan berarti melaksanakan LAKIP (Laporan
Akuntabilitas Kenerja Instansi Pemerintah) setiap akhir tahun
anggaran.
8. Manajemen Pemerintahan berarti meleksanakan program dan kegiatan
tahunan yang ditugaskan.
9. Manajemen pemerintahan berarti menentukan standar palayanan yang
wajib dilaksanakan di bidang tata kelola pemerintahan.
10. Manajemen pemerintahan berarti menetapkan kinerja penentuan dan
perubahan tata kelola pemerintahan.
11. Manajemen pemerintahan berarti menyusun rencana nasional secara
makro bidang tata kelola pemerintahan.
12. Manajemen pemerintahan berarti menetapkan persyaratan jabatan bagi
calon yang akan menempati jabatan di bidang pemerintahan.
13. Manajemen pemerintahan berarti melakukan pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi
kelembagaan, pemberian pedoman/bimbingan, pelatihan, arahan dan
supervisi bidang tata kelola pemerintahan.
14. Manajemen pemerintahan berarti pengaturan penetapan perjanjian atau
persetujuan internasional yang disyahkan atas nama negara bidang tata
kelola pemerintahan.
15. Manajemen pemerintahan berarti penetapan standar pemberian ijin
untuk investor yang akan menanamkan modalnya.
16. Manajemen pemerintahan berarti pengaturan sistem kelembagaan
perekonomian negara.
17. Manajemen pemerintahan berarti penyelesaian perselisihan antar
provinsi di bidang administrasi atau perbatasan daerah.
18. Manajemen pemerintahan berarti penetapan pedoman perencanaan,
pengembangan, pengawasan dan pengendalian bidang tata kelola
pemerintahan.
19. Manajemen pemerintahan berarti penyelengaraan hubungan kerja di
bidang tata kelola pemerintahan antar instansi.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
28
3.3. Metodologi Ilmu Manajemen Pemerintahan Kata metodologi berasal dari kata method dan logy. Sedangkan kata
”method” berasal dari bahasa Yunani ”methodos”. Dalam bahasa Belanda
disebutkan ”methode”. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut ”method”
yang berasal dari bahasa Yunani. Methodos terdiri dari dua suku kata ”meta”
artinya ”dengan” dalam bahasa Indonesia, sedangkan ”hodos” artinya jalan.
Metodhos dapat diartikan sebagai jalan ke arah ilmu atau dengan kata lain
”cara bekerja untuk memperoleh ilmu”. Metodologi Ilmu Manajemen Pemerintahan adalah, menjelaskan cara
bekerjanya untuk memperoleh pengakuan sebagai suatu ilmu. Metodologi
ilmu manajemen pemerintahan adalah menjelaskan semua permasalahan
tentang ilmu, yakni menjelaskan cara bekerjanya, sistematisnya dan bangunan
ilmu manajemen pemerintahan. Metodologi ilmu manajemen pemerintahan
juga menjelaskan tentang cara atau jalan memperoleh ilmu manajemen
pemerintahan, yang dijelaskan adalah cara kerjanya, sistematisnya, cara
membangun atau cara memperoleh ilmu manajemen pemerintahan. Peran
metodologi ilmu manajemen ditafsirkan dalam dua proses, yakni:
1. Proses Berpikir adalah langkah atau cara berpikir dalam
mengungkapkan suatu ilmu manajemen pemerintahan. Melalui proses
pemikiran yang terus-menerus dan berkembang, dapat diperoleh ilmu
manajemen pemerintahan. Dalam proses ini menggunakan dua sistem,
yaitu:
a. Induktif Empiris berdasarkan ”latar belakang” pengalaman
seseorang sebagai titik tolak pemikiran. Latar belakang
pengalaman kerja seseorang dapat menyimpulkan pengertian-
pengertian abstrak yang dapat dipakai sebagai acuan, atau dengan
kata lain seseorang tersebut dapat menarik kesimpulan yang
bersifat umum dari kasus individual. Contohnya, seseorang yang
mempunyai pengalaman kerja di bidang Sumber Daya Air, akan
dapat menyimpulkan secara umum tentang sumber daya air. Atau,
seseorang yang bekerja di bidang kepegawaian, dapat
menyimpulkan tentang Manajemen Sumber Daya Manusia. Ini
berlaku juga bagi seseorang yang bekerja di bidang birokrasi
pemerintahan yang mau mendalami ilmu manajemen
pemerintahan, sehingga dapat menyimpulkan manajemen
pemerintahan.
b. Deduktif Spekulatif adalah memakai ”gagasan” sebagai titik tolak
pemikiran. Dari gagasan yang berkembang dalam diri seseorang,
kita dapat menyimpulkan hal-hal yang konkrit. Dengan kata lain,
kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat individual dari
pernyataan yang bersifat umum. Metodologi dalam ilmu
manajemen pemerintahan dapat dilakukan dengan cara: (1)
Diskripsi (description), yakni penjelasan dari substansi tata kelola
pemerintahan yang menjadi obyek dari metodologi yang diuraikan
secara sistematis. (2) Analisis (Analysis), yakni penguraian dalam
arti bahan manajemen pemerintahan aktivitas tertentu. (3) Evaluasi
(evaluation), yakni penilaian dari substansi tersebut yang
kemudian diklasifikasikan, lalu dipilah-pilah mana yang prinsip
dan mana yang tidak prinsip. Cara evaluasi dapat digunakan oleh
induktif empiris maupun deduktif spekulasi.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
29
2. Proses Materi adalah yang berkenaan dengan bahan atau sarana,
yakni terdiri dari :
a. Cara menghimpun bahan atau materi yang akan diperoleh dengan
menggunakan sampling, survey dan penelitian. Yang dimaksud
sampling adalah, menyelidiki sebagian dari sampel. Contohnya,
jika kita ingin menyelidiki tingkat KKN di Dewan Perwakilan
Rakyat Indonesia, maka kita tidak perlu menyelidiki seluruh
anggota DPR, tetapi cukup mengambil beberapa sampling kasus
yang muncul di permukaan, atau atas pengaduan masyarakat.
Dengan demikian, harus ditetapkan sampling mana yang
refresentatif dan asli, atau materi KKN mana yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam penyelidikan dan materi mana
yang asal-asalan sehingga tak bisa dipertanggungjawabkan.
Sedangkan survey penelitian lapangan, bersifat tidak mendalam.
Dan, yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan yang
mendalam sampai menemukan akar-akar permasalahannya.
b. Peralatan atau sarana-prasarana yang digunakan dalam
penyelidikan seperti laboratorium dan lainnya.
Model Metodologi Ilmu Manajemen Pemerintahan Manajemen Pemerintahan sebagai ilmu, memiliki model metodologi
yang dapat digunakan. Model motodologi tersebut antara lain:
1. Metodologi Teoritis, yaitu metodologi yang menggunakan ilmu
dengan teori dan dalil, serta mengandung pengertian pendidikan secara
teoritis. Metodologi ini mengandalkan ilmu yang bertujuan atau
diarahkan untuk menyejahterakan manusia secara berkesinambungan.
Metodologi ini sangat bermanfaat bagi Manajemen Pemerintahan
untuk menghasilkan teori dan pemahaman yang lebih baik, sehingga
dapat dipakai untuk menjalan tugas pemerintahan dan tugas
pembangunan yang lebih efektif dan efisien.
2. Metodologi Yuridis: Metodologi yang menggunakan dasar hukum atau
perundangan yang didasarkan dogmatis, serta menolak setiap bahan
yang berada di luar logika. Caranya, menjadikan peraturan
perundangan yang berlaku sebagai titik tolak pemikiran, dan kemudian
disusun menjadi suatu pengertian umum. Dengan demikian, karena
berdasarkan dogma atau pengertian umum, setiap tata kelola
pemerintahan akan mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku. Metodologi seperti ini disebut juga sebagai metodologi yuridis
dogmatis.
3. Metodologi Fenomenologis: Metoda yang digunakan sehubungan
dengan perkembangan kesadaran dan pengenalan diri sendiri.
Metodologi ini dapat dipakai untuk memahami ilmu manajemen
pemerintahan secara baik.
4. Metodologi Fraxeology: Metodologi yang digunakan untuk
menentukan, menguji, mengoreksi dan mengembangkan diri sehingga
terus menerus berfungsi efektif dan efisien.
5. Metoda Komparatif (Perbandingan): Pengertian komparatif bersifat
melakukan perbandingan, terkandung adanya unsur yang sama dan
adanya unsur berbeda. Ilmu manajemen pemerintahan, akan lebih
mudah dipelajari jika menggunakan pendekatan institusional. Pada
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
30
dasarnya, ilmu manajemen pemerintah adalah mempelajari kegiatan di
lembaga-lembaga pemerintahan yang formal dan kompleks.
Perbandingan Manajemen Pemerintahan dapat dilakukan dengan
melihat berbagai aspek berikut:
a. Tugas dan fungsi organisasi pada suatu lembaga pemerintahan.
b. Kedudukan & kewenangannya.
c. Bentuk organisasinya.
d. Kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur.
e. Kinerjanya.
f. Metode pertanggungjawaban, misalnya LAKIP.
g. Bentuk pengawasan.
6. Metodologi Legalistik: Metodologi yang digunakan dengan
pendekatan kekuasaan atau kewenangan yang sah. Metoda ini dapat
dipakai untuk penelitian tata kelola pemerintahan yang dilakukan
penguasa sebagai pemegang kekuasaan, kewenangan, atau jabatan
yang sah menggunakan legalitas. Jadi, kegiatan manajemen
pemerintahan selalu berkaitan dengan peraturan perundangan yang
legal. Pendekatan seperti ini dapat dipahami sebagai pendekatan
legalitas formal, dalam arti menggunakan rujukan berbagai peraturan
perundangan yang berlaku dan digunakan dalam menjalankan tugas
tata kelola pemerintahan pada saat:
a. Membuat kebijakan-kebijakan yang akan dipergunakan dalam
melaksanakan tugas.
b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pengusaha (stake
holder) yang diperlukan.
c. Menegakkan peraturan perundangan.
Pada saat menggunakan pendekatan legalistik, kajian ilmu manajemen
pemerintahan dapat meminjam berbagai teori, paradigma, konsep dan
definisi yang digunakan ilmu hukum.
7. Metodologi Studi Sejarah: Metodologi yang menggunakan studi
sejarah adalah metodologi berbasis analisis terhadap kejadian-kejadian
masa lalu. Manajemen pemerintahan adalah kegiatan tata kelola
pemerintahan yang berkelanjutan dan terus-menerus mengalami
perubahan, secara evolusi maupun revolusi. Karena perubahan
manajemen pemerintahan dapat mengikuti tiga kecenderungan, yaitu
linier, siklus dan spiral, maka untuk memahami manajemen
pemerintahan ini, dapat pula digunakan studi sejarah. Secara umum,
sistem sosial dapat pula dipahami melalui dua model, yakni model
sinkronis dan model diakronis. Model sinkronis menggambarkan
masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari struktur dan
bagiannya. Pendekatan struktural dan fungsional dalam ilmu social,
merujuk pada model sinkronis ini. Sedangkan model diakronis, lebih
mengutamakan memanjangnya lukisan berdimensi waktu, dengan
sedikit luasan ruangan. Melihat karakteristiknya, ilmu manajemen
pemerintahan lebih banyak merujuk pada model sinkronis, meskipun
sangat terbuka kemungkinan untuk menggunakan model diakronis.
8. Metodologi Paradigma: Metodologi Paradigma adalah metodologi
untuk memahami gejala manajemen pemerintahan dengan
menggunakan pendekatan sosial. Istilah paradigma mula-mula
dikembangkan oleh sosiolog Robert K. Merton. ”A paradigm is a
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
31
compact outline of the major concepts, assumption, procedures,
propositions, and problems of substantive area or a theoretical
approach in sociological analisys”.[42] Penggunaan paradigma
kemudian dipopulerkan oleh Thomas Kuhn dalam bukunya berjudul
“The Strucrture of Scientific Revolutions”. Beberapa buku yang
menggunakan paradigma sebagai pendekatan teoritis berkaitan dengan
gejala pemerintahan, misalnya:
a. Osborne, David and Ted Gaebler, dengan bukunya Reinvernting
Government-How the Entrepreneurial Spirit is Transformming
the Public Sector. A Willam Patrick Book. USA. 1992.
Osborne dan Gaebler menawarkan paradigma REGOM sebagai
antitesis dari paradigma birokrasi yang dikembangkan oleh Max
Weber. Intinya adalah, pembaharuan manajemen pemerintahan
dengan menggunakan sepuluh prinsip yang dipadukan dengan
lima strategi yakni: the Core Strategy, the consequences
strategy, the customer strategy, the control strategy and the
culture strategy.
b. Barzelay, Michael, dengan bukunya “Breaking Through
Bureaucracy – A New Vision for Managing in Government.” University of California Press, USA. Barzelay (1992),
bekerjasama dengan Babrak Armani menawarkan paradigma
Pasca Birokrasi (Post-Bureaucratic Paradigm), yang intinya
mempengaruhi visi dalam mengelola pemerintahan.
c. Ingraham. Patricia W, Barbara S. Romzek and Associates.
Dalam bukunya “New Paradigma for Government – Issues for
the Changing Public Service.” Jossey-Bass Publisher San
Fransisco, 1994. Ingraham dan Romzek menawarkan konsep
pengelolaan pemerintahan baru yang disebutnya paradigma
HOLLO-STATE, di mana pekerjaan pemerintah akan lebih
banyak dikontrakkan keluar (contracting out). Aparat pemerintah
hanya menangani urusan yang benar-benar bersifat esensial.
d. Neil Garton, dengan bukunya “Bureaucracy: Three
Paradigma”. Kluwer Academi Publisher. USA 1993
mengemukakan tiga paradigma birokrasi, yaitu: Neoklasikal,
Marxis dan Institusionalis. Lihat Gambar 3.1. Metodologi Ilmu
Manajemen Pemerintahan di bawah ini.
[42]
Robert K. Merton, (December 1936). "The Unanticipated Consequences of Purposive
Social Action". American Sociological Review. 1 (6): 894–904. doi:10.2307/ 2084615.
ISSN 0003-1224. JSTOR 2084615
.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
32
GAMBAR 3.1. METODOLOGI ILMU MANAJEMEN PEMERINTAHAN
oleh Budi Supriyatno
Ӂ ӁӁӁӁ
METODOLOGI TEORITIS
METODOLOGI
SEJARAH
METODOLOGI
TEORITIS
METODOLOGI YURIDIS
METODOLOGI
FENOMENOLOGI
METODOLOGI
FRAXEOLOGI
METODOLOGI
KOMPARATIF
METODOLOGI
LEGALISTIK
METODOLOGI
PARADIGMA
METODOLOGI ILMU
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
33
HUBUNGAN DAN POSISI
ILMU MANAJEMEN PEMERINTAHAN
4.1. Hubungan Ilmu Manajemen Pemerintahan dengan Ilmu
Lain
Sebagai ilmu, manajemen pemerintahan tidak lepas dari ikatan dengan
ilmu-ilmu sosial lain. Terdapat keterkaitan yang erat antara ilmu manajemen
pemerintahan dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu-ilmu sosial yang erat kaitannya
dengan ilmu manajemen pemerintahan adalah:
a. Ilmu Sejarah, yaitu cabang ilmu yang mempelajari peristiwa masa
lampau. Paradigma pakar sejarah adalah, selalu meneropong kejadian
masa lalu, dan ini menjadi substansi atau lahan garapannya. Sedangkan
pakar ilmu manajemen pemerintahan melihat masa sekarang dan masa
depan. Namun, ilmu sejarah dapat digunakan sebagai pola untuk
membantu memproyeksikan tata kelola pemerintahan yang lebih baik ke
depan.
b. Ilmu Pemerintahan, yaitu cabang ilmu yang mempelajari tentang cara
bagaimana lembaga pemerintah disusun dan dapat berfungsi secara baik.
Pakar ilmu pemerintahan menekankan lembaga pemerintah agar dapat
berfungsi sebagaimana layaknya. Sedangkan pakar ilmu manajemen
pemerintah mengatakan, ilmu manajemen pemerintahan merupakan inti
dari ilmu pemerintahan yang menjalankan tata kelola pemerintahan. Ilmu
Pemerintahan dapat dipakai sebagai alat untuk melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
c. Ilmu Politik, yaitu suatu ilmu yang mempelajari kekuatan, kekuasaan
dan manuver-manuver politik dalam pemerintahan. Pakar ilmu politik
menekankan pada kekuatan dan manuver politik untuk mendapatkan
kekuasaan. Sedangkan ilmu manajemen pemerintahan menekankan pada
kekuasaan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan yang dijalankan
para penguasa. Ilmu politik dapat digunakan untuk menjalankan tata
kelola pemerintahan yang lebih transparan.
d. Ilmu Sosiologi, yaitu cabang ilmu yang mempelajari tata cara
bermasyarakat. Pakar ilmu sosiologi menekankan tata cara hubungan
masyarakat dengan masyarakat dan hubungan masyarakat dengan
lembaga pemerintahan/lembaga-lembaga lain. Pakar ilmu manajemen
pemerintahan menekankan tata kelola pemerintahan untuk kepentingan
masyarakat dan bangsa. Ilmu sosiologi dapat digunakan untuk
mengembangkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik sehingga
BAB 4
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
34
mampu meningkatkan hubungan masyarakat dengan pemerintah demi
terciptanya peningkatan kesejahteraan.
e. Ilmu Antropologi, yaitu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku individu di masyarakat. Manusia merupakan unsur terpenting
suatu organisasi dalam upaya mencapai tujuan. Pakar ilmu antrologi
menekankan pada perilaku individu di masyarakat. Sedangkan pakar
ilmu manajemen pemerintahan menekankan tata kelola pemerintahan
untuk kepentingan individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kedamaian. Ilmu antropologi dapat digunakan untuk mengembangkan
tata kelola pemerintahan lebih baik yang mampu meningkatkan
kedamaian di masyarakat.
f. Ilmu Ethnologi, yaitu ilmu yang mempelajari sifat, kebudayaan dan
adat-istiadat suatu bangsa. Pakar ilmu etnologi menekankan pada sifat,
kebudayaan dan adat isitiadat dalam masyarakat dan suatu bangsa.
Sedangkan pakar ilmu manajemen pemerintahan menekankan pada tata
kelola pemerintahan yang baik harus memperhatikan sifat, kebudayaan
dan adat istiadat dalam masyarakat dan bangsa. Ilmu etnologi dapat
digunakan untuk membentuk tata kelola pemerintahan dengan
mempertimbangkan kebudayaan, adat istiadat dalam masyarakat dan
bangsa. Hal ini perlu diketahui para pakar ilmu manajemen
pemerintahan, terutama mereka yang berkecimpung dalam kegiatan
hubungan internasional. Dengan memahami sifat, kepribadian,
kelemahan-kelemahan dan temperamen bangsa lain, akan memudahkan
pergaulan dengan dunia internasional.
g. Ilmu Hukum, yaitu ilmu yang mempelajari peraturan perundang-
undangan atau aturan hukum untuk kepentingan masyarakat dan
lembaga pemerintahan maupun swasta. Pakar ilmu hukum menekankan
pada aturan atau perundang-undangan untuk kepentingan masyarakat
dan bangsa. Sedangkan pakar ilmu manajemen pemerintahan
menekankan pada tata kelola pemerintahan harus sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku. Ilmu hukum dapat dipakai sebagai alat untuk
menjalankan tata kelola pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
h. Ilmu Manajemen Informasi, yaitu ilmu yang mempelajari perhitungan-
perhitungan yang merujuk pada data akurat. Pakar ilmu manajemen
informasi menekankan pada perhitungan program dan database yang
lebih akurat. Sedangkan pakar ilmu manajemen pemerintahan
menekankan tata kelola pemerintahan yang baik harus didukung
perhitungan dan database akurat. Ilmu manajemen informasi dapat
dipakai sebagai alat untuk melaksanakan tata kelola pemerintahan
dengan dukungan data yang akurat.
i. Ilmu Ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari pertumbuhan
perekonomian masyarakat dan bangsa. Pakar ilmu ekonomi menekankan
peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat dan bangsa.
Sedangkan pakar ilmu manajemen pemerintahan menekankan tata kelola
pemerintahan yang baik perlu didukung perekonomian masyarakat dan
bangsa yang baik pula. Ilmu ekonomi dapat dipakai sebagai alat untuk
menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik, didukung oleh
kemampuan ekonomi masyarakat dan pemerintah.
Seyogyanya, seorang pakar ilmu manajemen pemerintahan yang baik,
paling sedikit harus memiliki pengetahuan dasar ilmu-ilmu tersebut. Dengan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
35
memiliki pengetahuan ilmu-ilmu ini, seorang pakar ilmu manajemen akan
mempunyai paradigma yang lebih baik. Dia akan memiliki lebih banyak
sarana untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dan kemungkinan
besar dapat menyelesaikan masalah dengan lebih baik pula.
4.2. Posisi Ilmu Manajemen Pemerintahan
Dalam membahas posisi ilmu manajemen pemerintahan, perlu dipahami
hakekat manajemen pemerintahan secara detil, sehingga dapat diketahui letak
atau posisi ilmu manajemen pemerintahan di cabang suatu disiplin ilmu, dan
bagaimana ilmu manajemen pemerintah dapat menjadi disiplin ilmu sendiri.
Sesungguhnya, yang menjadi dasar pembentukan ilmu manajemen
pemerintahan adalah, hakekat manajemen pemerintahan itu sendiri.
Munculnya ilmu ini merupakan kebutuhan untuk menjawab tantangan yang
semakin rumit dalam tata kelola pemerintahan. Ilmu manajemen pemerintahan
diperlukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan, dan dikembangkan di dunia
pendidikan dalam bentuk jurusan atau fakultas di suatu perguruan tinggi.
Dengan demikian, ilmu manajemen pemerintahan akan dapat dilihat sebagai
disiplin ilmu secara utuh.
Sebelumnya, telah telah dibahas bahwa ilmu manajemen pemerintahan
adalah suatu ilmu yang memiliki kegiatan “mengelola” atau “memanejemen”
pemerintahan. Pemerintahan merupakan “authority” dan “power”, sedangkan
manajemen pemerintahan ada di dalam “pemerintahan” dan berperan
mengelola/mengurusi atau memanajemen pemerintahan. Dengan kata lain,
manajemen pemerintah merupakan inti dari pemerintahan.
Manajemen pemerintahan melakukan kegiatan yang bersifat pengurusan,
atau tata kelola pemerintahan. Pada Bab 2 telah disebutkan bahwa ilmu
manajemen pemerintahan merupakan ilmu yang mempelajari proses kegiatan
pengelolaan atau manajemen pemerintahan. Karena bersifat dinamis, ilmu
manajemen pemerintahan akan berkembang sesuai dengan perkembangan
pemerintahan.
Ilmu pemerintahan dan ilmu manajemen pemerintahan merupakan satu
aliran yang sulit dibedakan, karena fokus penyelidikannya sama, yaitu
“pemerintahan”. Namun, antara keduanya tetap ada perbedaan, yaitu ilmu
pemerintahan mempelajari lembaga dan keputusan pemerintahan, sedangkan
ilmu manajemen pemerintahan mempelajari tata kelola pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pelaksana atau pejabat yang melakukan atau mengelola
pemerintahan.
Dari perkembangan ilmu pemerintahan inilah lahir ilmu manajemen
pemerintahan yang pada gilirannya dapat diakui keberadaannya sebagai ilmu.
Jadi, ilmu manajemen pemerintahan merupakan sub sistem atau anak cabang
ilmu pemerintahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu manajemen
pemerintahan menekankan pada fungsi “mengelola” atau “manajemen” dari
suatu sistem pemerintahan. Sedangkan ilmu pemerintahan menitik beratkan
pada “keputusan” atau kebijakan. Dengan perkataan lain, ilmu manajemen
pemerintahan lebih mempelajari komponen ‖pengelolaan” atau ”manajemen”
dalam menangani pemerintahan dari suatu sistem pemerintahan. Sedangkan
ilmu pemerintahan, mempelajari komponen lembaga dan ”keputusan”
pemerintahan.
Terdapat hubungan nyata antara ilmu manajemen pemerintahan dan ilmu
pemerintahan, yaitu:
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
36
Ilmu manajemen pemerintahan adalah suatu ilmu yang fokus pada
prinsip-prinsip manajemen birokrasi dengan ruang lingkup mulai dari
”mengelola pemerintah” pusat dan pemerintah daerah, bahkan sampai
pada pemerintahan desa dalam menjalankan tugas dan keputusan
pemerintahan dan kebijakan pengelolaan pemerintahan. Juga
menekankan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, serta
hubungan antara departemen dan lembaga non departemen yang
diselenggarakan dalam kerangka birokrasi pemerintahan.
Ilmu pemerintahan fokus pada suatu ilmu yang berfokus ”masalah
organisasi atau lembaga yang tersusun berdasarkan prinsip-prinsip
pemerintahan dengan ruang lingkup mulai dari pengambilan berbagai
keputusan pemerintahan yang bersifat umum sampai bersifat khusus‖.
Keputusan kebijakan pemerintahan yang telah ditetapkan akan
mempunyai dampak besar terhadap perkembangan manajemen
pemerintahan. Sebaliknya, keputusan manajemen pemerintah akan
berpengaruh terhadap pemerintahan. Jadi, posisi ilmu manajemen
pemerintahan merupakan inti dari ilmu pemerintahan.
Sekalipun demikian, jika kita lihat lebih ke belakang lagi, dari lahirnya
filsafat lahirlah ilmu, lalu lahir ilmu sosial. Dari ilmu sosial, lahir ilmu
pemerintahan. Dari ilmu pemerintahan, lahir ilmu manajemen pemerintahan.
Hal ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.1. Posisi Ilmu Manajemen
Pemerintahan seperti berikut ini:
Gambar 4.2. menunjukkan bahwa adanya ilmu berawal dari filsafat.
Filsafat melahirkan ilmu yang memiliki tiga cabang, yakni Ilmu Sosial,
Eksakta dan Humaniora. Ilmu Eksakta dan Humaniora tidak dibicarakan
karena domain dalam buku ini adalah Ilmu Sosial. Ilmu Sosial selalu dinamis
dan berkembang terus dan melahirkan ilmu pemerintahan. Dari ilmu
pemerintahan, lahirlah Ilmu Manajemen Pemerintahan. Demikian gambaran
posisi ilmu manajemen pemerintahan sebagai cabang ilmu yang mandiri. Lihat
Gambar 4.2. Cabang Ilmu Pemerintahan.
GAMBAR 4.1. POSISI ILMU MANAJEMEN PEMERINTAHAN
oleh Budi Supriyatno
FILSAFAT ILMU ILMU SOSIAL
ILMU MANAJEMEN
PEMERINTAHAN ILMU PEMERINTAHAN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
37
4.3. Faktor-Faktor Lingkungan Ilmu Manajemen Pemerintahan tidak akan berfungsi dalam keadaan
kosong. Proses kegiatan manajemen pemerintahan bertujuan melaksanakan
tata kelola pemerintahan yang tidak lepas dari pengaruh berbagai faktor
lingkungan di sekelilingnya. Dalam tata kelola pemerintahan, selalu ada aturan
atau norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat dan berdampak langsung
terhadap faktor lingkungan. Karena itu, dalam mempelajari dan melaksanakan
asas-asas manajemen pemerintahan dalam kegiatan sehari-hari, faktor-faktor
lingkungan harus selalu diperhatikan secara serius. Faktor-faktor lingkungan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam manajemen pemerintahan.
Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain:
1. Ideologi Negara: Ideologi Negara merupakan alat penting dalam
mengikat persatuan dan kesatuan bangsa pada suatu negara. Sementara
itu, manajemen pemerintahan dalam melaksanakan kegiatan tata kelola
GAMBAR 4.2. CABANG ILMU MANAJEMEN PEMERINTAHAN
Oleh Budi Supriyatno
FILSAFAT ILMU
ILMU SOSIAL
ILMU PEMERINTAHAN
ILMU EKSAKTA
HUMANIORA
ILMU ADMINISTRASI
ILMU SOSIAL
IILMU HUKUM
ILMU NEGARA
ILMU EKONOMI
ILMU JIWA
ILMU PARIWISATA
ILMU SEJARAH
ILMU KOMUNIKASI
ILMU ANTROPOLOGI
ILMU AKUNTANSI
ILMU MANAJEMEN
ILMU BUDAYA
ILMU POLITIK
ILMU ETNOLOGI ILMU
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
38
pemerintahan harus dapat mengimbangi ideologi negara. Artinya,
manajemen pemerintahan harus mampu mengakomodasi idiologi negara
dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
2. Perundangan yang berlaku: Perundangan yang berlaku pada suatu
negara Negara merupakan sarana penting dalam menegakkan
kedaulatan rakyat. Sementara itu, manajemen pemerintahan dalam
melaksanakan kegiatan tata kelola pemerintahan harus menyesuaikan
dengan perundangan atau peraturan yang berlaku di suatu negara.
Artinya, manajemen pemerintahan harus mampu menjalankan
perundangan negara dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
3. Sistem Pemerintahan yang dianut suatu bangsa: Karena manajemen
pemerintahan merupakan inti dari proses kegiatan pemerintahan, maka
manajemen pemerintahan harus merupakan kelanjutan dari sistem
pemerintahan. Karena itu, manajemen pemerintahan harus seirama
dengan sistem pemerintahan yang ada untuk melaksanakan kegiatan atau
program dalam melayani masyarakat.
4. Sistem Politik yang dianut suatu bangsa: Karena manajemen
pemerintahan merupakan bagian dari politik, maka manajemen
pemerintahan harus merupakan kelanjutan dari sistem politik di suatu
negara. Dalam manajemen pemerintahan, tidak ada sistem politik yang
netral, karena itu manajemen pemerintahan harus seirama dengan sistem
politik negara. Namun, pejabat dan aparatur yang menjalankan
manajemen pemerintahan harus netral dengan artian tidak boleh
berpolitik. Ini bedanya manajemen pemerintahan dengan aparatur
pelaksananya.
5. Visi dan Misi Pemerintahan: Visi dan misi merupakan alat penting
dalam mewujudkan cita-cita. Sementara itu, dalam melaksanakan tugas
tata kelola pemerintahan, manajemen pemerintahan harus
mengakomodasi visi dan misi yang dianut suatu pemerintahan.
6. Sistem Pembangunan: Arah Sistem Pembangunan menentukan apa
yang akan dikerjakan di suatu pemerintahan, yaitu prioritas apa yang
harus disusun dan dilaksanakan, peningkatkan kesejahteraan seperti apa
yang menjadi prioritas pembangunan, bagaimana cara mencapainya, dan
penggunaan sumber daya apa yang akan dimanfaatkan. Dalam
manajemen pemerintahan, sistem pembangunan merupakan bagian dari
manajemen pemerintahan.
7. Strategi Pembangunan: Strategi Pembangunan merupakan langkah-
langkah yang berisikan program-program atau kegiatan indikatif untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam manajemen pemerintahan,
strategi pembangunan sangat penting, sehingga manajemen
pemerintahan harus mampu menyelaraskan strategi pembangunan dalam
melaksanakan kegiatannya.
8. Pendidikan Masyarakat: Tingkat pendidikan masyarakat merupakan
faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penerapan
manajemen pemerintahan. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi
penyampaian informasi dan bimbingan kepada masyarakat. Jika
penyampaian informasi dilakukan tanpa memperhatikan tingkat
pendidikan masyarakat, akan terjadi kemacetan atau tidak efektif,
sehingga informasi tersebut akan sia-sia. Manajemen pemerintahan harus
mangakomodasi tingkat pendidikan masyarakat.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
39
9. Bahasa: Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting. Dalam
membina kesatuan dan persatuan, bahasa berfungsi sebagai perekat.
Dalam manajemen pemerintahan, bahasa digunakan sebagai sarana
untuk melaksanakan kegiatan.
10. Geografi negara: Pelaksanaan kegiatan manajemen pemerintahan di
suatu negara kepulauan akan berbeda dengan negara daratan yang tidak
terpisahkan oleh lautan. Faktor yang perlu diperhatikan adalah, aspek
transportasi karena pengaruhnya sangat besar. Karena itu, aspek
geografis menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan
manajemen pemerintahan. Sedangkan faktor transportasi dalam geografi,
merupakan bagian dari tata kelola pemerintahan.
11. Struktur Masyarakat: Struktur masyarakat menjadi faktor yang sangat
menentukan, karena cara pandang masyarakat miskin, misalnya, akan
berbeda dengan masyarakat kaya terhadap pelaksanaan berbagai
program pembangunan, khususnya terhadap manajemen pemerintahan.
Dengan demikian, kondisi masyarakat menjadi faktor yang sangat
menentukan dalam ruang lingkup manajemen pemerintahan dalam
menjalankan tugas pembangunan dan pemerintahan.
4.4. Kewenangan dan Tanggung Jawab 1. Kewenangan dan hubungan
Kewenangan manajemen pemerintahan dalam membuat dan
melaksanakan keputusan pemerintahan terdiri dari:
a. Kewenangan melaksanakan tata kelola pemerintahan dalam wilayah
negara di mana tata kelola pemerintahan itu dijalankan untuk
kepentingan warga negaranya.
b. Kewenangan tata kelola pemerintahan dalam mengatur dan melayani
warga negaranya di mana seseorang atau sebuah organisasi berbadan
hukum melakukan aktifitasnya.
c. Kewenangan tata kelola pemerintah dalam mengidentifikasi warga
negara di mana seseorang atau organsasi berbadan hukum bertempat
tinggal atau memiliki tempat tinggal.
d. Kewenangan yang melibatkan lintas instansi pemerintah, dilaksanakan
melalui kerjasama antara instansi pemerintah yang terlibat. Instansi
pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk membuat dan
melaksanakan keputusan, ditetapkan dalam kerjasama tersebut, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Jika kewenangan
yang dimiliki suatu instansi pemerintah telah berakhir, maka dalam
keadaan darurat instansi tersebut hanya dapat membuat keputusan atau
melakukan tindakan manajemen pemerintahan yang bersifat
sementara.
2. Persyaratan Bantuan Antar Instansi
Dalam manajemen pemerintahan, setiap instasi pemerintah wajib memberikan bantuan kedinasan kepada instansi terkait yang meminta bantuan
untuk melaksanakan urusan tertentu, karena kegiatan tata kelola pemerintahan
selalu multi sektor atau melibatkan sektor lain. Contohnya, pembangunan
prasarana jalan tol yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum akan selalu
berhubungan dengan instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN)
untuk pembebasan tanahnya. Juga akan berhubungan dengan Departemen
Keuangan untuk anggaran yang akan dipergunakannya. Persyaratan yang
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
40
diperlukan setiap instansi akan berbeda-beda. Dalam konteks ini, syarat-syarat
bantuan kedinasan meliputi:
a. Adanya alasan kuat bahwa keputusan dan tindakan manajemen
pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi
Pemerintah yang meminta bantuan.
b. Kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh suatu Instansi
Pemerintah, sehingga suatu manajemen pemerintahan tidak dapat
dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintahan tersebut.
c. Dalam melaksanakan suatu manajemen pemerintahan, suatu instansi
pemerintah tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
melaksanakannya sendiri.
d. Jika dalam membuat keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan
publik, suatu instansi pemerintahan memerlukan surat keterangan dan
berbagai dokumen dari instansi pemerintah yang lain.
e. Jika manajemen pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya,
peralatan dan fasilitas yang besar dan tidak dapat ditanggung sendiri
oleh suatu instansi pemerintah.
Jika memerlukan biaya besar, biaya ini menjadi beban instansi
pemerintah yang meminta bantuan instansi lain, dan dapat dipungut melalui
prosedur hukum atau peraturan yang jelas sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara benar. Namun, jika biayanya kecil, tidak akan
dipungut, tergantung kasusnya. Besaran biaya ditetapkan oleh instansi
pemerintah yang memberikan bantuan kedinasan berdasarkan peraturan yang
berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan secara benar, sehingga tidak terjadi
KKN.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab manajemen pemerintahan ada di tangan pejabat atau
aparat pemerintahan, mulai dari pimpinan tertinggi sampai pimpinan terendah,
mulai presiden atau perdana menteri sampai lurah atau kepala desa. Namun,
penyelenggaraan manajemen pemerintahan harus berdasarkan pada prinsip-
prinsip, yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat dan prinsip-prinsip negara
hukum.[43]
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka segala bentuk
keputusan dan tindakan aparat atau pejabat pemerintahan akan berlandaskan
kedaulatan rakyat dan hukum dan tidak berlandaskan kekuasaan yang melekat
pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan.
Penggunaan kekuasaan dalam manajemen pemerintahan terhadap
individu dan warga negara bukanlah tanpa persyaratan. Individu dan warga
negara tidak dapat diperlakukan sewenang-wenang sebagai obyek. Tindakan
intervensi pemerintahan terhadap individu harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah dibuat oleh legislatif dan asas-asas umum
manajemen pemerintahan yang baik. Pengawasan terhadap berbagai keputusan
manajemen pemerintahan merupakan pengujian, apakah setiap individu yang
terlibat telah diperlakukan sesuai hukum dan memperlihatkan prinsip-prinsip
perlindungan hukum yang dilakukan secara efektif oleh lembaga
pemerintahan.
[43]
Loc. cit.Undang-Undang Dasar,
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
41
Dalam pada itu, sistem, proses dan prosedur penyelenggaraan
manajemen pemerintahan dalam rangka tugas pemerintahan dan tugas
pembangunan, harus diatur oleh peraturan perundang-undangan. Tugas
pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara sangat luas. Begitu luasnya
cakupan tugas-tugas pemerintahan, sehingga diperlukan suatu peraturan yang
mengarahkan penyelenggaraan manajemen pemerintahan sesuai dengan
harapan dan kebutuhan masyarakat, serta membatasi kekuasaan aparatur
dalam menjalankan tugas pemerintahan/tugas pembangunan.
Agar ketentuan penyelenggaraan manajemen pemerintahan tersebut
dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya, diperlukan adanya pengaturan jelas
dalam undang-undang yang menjamin hak-hak dasar warga negara dan untuk
menjamin penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan.
Tugas manajemen pemerintahan secara konkritisasi merupakan norma
hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani. Di mana
pengaturan manajemen pemerintahan adalah elemen yang penting, terutama
jika keputusan-keputusan manajemen pemerintahan dapat diuji melalui
peradilan tata usaha negara (PTUN). Hal ini merupakan nilai-nilai ideal dari
sebuah negara hukum. Karena itu, penyelengaraan manajemen pemerintahan
harus selalu berpihak kepada warga negara dan bukan sebaliknya. Jaminan
dan perwujudan warga negara sebagai subyek dalam sebuah negara hukum,
merupakan perwujudan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan warga negara dalam sebuah negara, baik secara
keseluruhan maupun sebagian, tidak dapat terwujud dengan sendirinya.
Pengaturan manajemen dalam sebuah undang-undang akan menjamin bahwa
keputusan manajemen pemerintahan terhadap warganya tidak dapat dilakukan
dengan semena-mena, tetapi berdasarkan ketentuan hukum yang sesuai
dengan undang-undang, sehingga warga negara akan menjadi obyek.
4.5. Asas-Asas Manajemen Pemerintahan Asas-asas umum penyelenggaraan manajemen pemerintahan akan
terus berkembang, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat di
suatu negara. Karena itu, konkritisasi asas ke dalam norma hukum merupakan
upaya mewujudkan penyelenggaraan menajemen pemerintahan yang
berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, kewajiban hukum dan
tanggungjawab atas pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara.
Untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, sekaligus
untuk mengurangi KKN, diperlukan ketentuan peraturan manajemen
pemerintahan sebagai dasar penyelenggaraan manajemen pemerintahan.
Pendekatan untuk mengurangi KKN, harus lebih diarahkan sebagai tindakan
preventif dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan. Tujuannya,
memperbaiki kualitas penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang akan
mempengaruhi secara proaktif proses dan prosedur manajemen pemerintahan,
sehingga dapat mencegah terjadinya KKN. Di samping itu, juga dapat
menciptakan aparatur yang semakin baik, transparan, efektif dan efisien.
Dalam konteks di atas, diperlukan instrumen hukum yang secara aktif,
tidak saja memberikan sanksi-sanksi terhadap KKN, tetapi juga secara positif
dapat memperkuat penegakkan hukum dan meningkatkan perlindungan
hukum kepada masyarakat melalui kontrol, serta pemberian kesempatan
pengaduan formal maupun informal.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
42
Pengaturan manajemen pemerintahan pada dasarnya adalah, upaya
membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan
pola tindak yang demokratis, obyektif dan profesional dalam rangka
menciptakan keadilan serta kepastian hukum. Aparatur dalam menjalankan
hak, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab melaksanakan tugas
manajemen, perlu memahami asas-asas manajemen pemerintahan. Asas-asas
manajemen pemerintahan yang baik terdiri dari:
1. Asas kepastian hukum: Asas kepastian hukum adalah, asas dalam
negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan kesinambungan dan keadilan dalam setiap
kebijakan pemerintah.
2. Asas keseimbangan: Asas keseimbangan adalah, asas yang
mewajibkan pejabat pemerintahan menjaga, menjamin dan tidak
membuat keputusan yang diskriminatif agar tetap seimbang.
3. Asas keadilan: Asas keadilan adalah, setiap keputusan penyelengaraan
manajemen pemerintahan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara.
4. Asas kewajaran dan kepatutan: Asas kewajaran dan kepatutan adalah,
asas yang mewajibkan pejabat pemerintahan tidak bertindak
sewenang-wenang, tetapi wajar dan patut untuk dilaksanakan.
5. Asas menepati janji: Asas menepati janji adalah, asas yang
mewajibkan pejabat pemerintahan menepati janjinya yang
menimbulkan pengharapan yang wajar kepada para pemohon
pelayanan dan tindakan yang dibutuhkan dari pemerintahan.
6. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal: Asas
meniadakan akibat keputusan yang batal adalah, suatu asas yang
mewajibkan manajemen pemerintah untuk mengambil tindakan segera
untuk mencegah terjadinya akibat dari suatu keputusan yang telah
dibatalkan.
7. Asas perlindungan atas pandangan hidup: Asas perlindungan atas
pandangan hidup adalah, asas yang mewajibkan pejabat pemerintah
menghormati pandangan hidup seseorang atau kelompok, dan
melakukan tindakan serta memberikan pelayanan yang tidak
diskriminatif kepada setiap warga masyarakat.
8. Asas tertib penyelenggaraan manajemen pemerintahan: Asas tertib
penyelenggaraan manajemen pemerintahan adalah, asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan manajemen pemerintahan.
9. Asas keterbukaan: Asas keterbukaan adalah, asas melayani
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan
dan rahasia negara.
10. Asas proporsionalitas: Asas proporsionalitas adalah, asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara
yang berkepentingan dalam keputusan atau prilaku pejabat
pemerintahan di satu pihak, serta antara kepentingan warga dan
penyelenggaraan manajemen pemerintahan di lain pihak.
11. Asas profesionalisme: Asas profesionalisme adalah, asas yang
mengutamakan keahlian atau kompetensi aparat pemerintah—sesuai
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
43
dengan tugas dan kode etik yang berlaku—dalam mengeluarkan
keputusan manajemen pemerintahan.
12. Asas Akuntabilitas: Asas akuntabilitas adalah, asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13. Asas kepentingan umum: Asas kepentingan umum adalah, asas
mendahulukan kesejahteraan masyarakat dengan cara-cara yang
aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
14. Asas efisiensi: Asas efisiensi adalah, asas penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang berorientasi pada minimalisasi penggunaaan
sumber daya untuk mencapai hasil kerja terbaik/maksimal.
15. Asas efektifitas: Asas efektifitas adalah, asas penyelenggaraan
manajemen pemerintahan yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna
dan berdaya guna.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
44
SISTEM MANAJEMEN PEMERINTAHAN
DI NEGARA MAJU
Pada bab 4 telah dibahas bagaimana berbagai faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap sistem manajemen pemerintahan yang diterapkan di
suatu negara. Dengan kata lain, faktor-faktor lingkungan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam manajemen pemerintahan. Tingkat pendidikan
masyarakat, misalnya, termasuk faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
pada penerapan manajemen pemerintahan. Berbagai negara maju dengan
tingkat pendidikan masyarakat yang relatif tinggi, misalnya, akan memiliki
sistem manajemen pemerintahan yang berbeda dibandingkan sistem
manajemen pemerintahan di negara-negara berkembang (developed
countries). Bahkan sistem manajemen pemerintahan di negara-negara maju
sendiri pun akan saling berbeda, karena pada prinsipnya tidak ada faktor
lingkungan yang sama antara satu negara dengan lainnya.
5.1. Sistem Manajemen Pemerintahan di Amerika Serikat
1. Kekuasaan Dilihat dari etimologi, Amerika Serikat secara umum sering disebut
”the United States of America” dan juga disebut “the United States” yang
sering disingkat dengan berbagai variasi seperti the U.S., the U.S.A., the U.S.
of A., the States dan America. Awalnya, istilah America digunakan oleh
Martin Waldseemuller yang bekerja di Sain-Die-des-Vosges 1507.[44]
Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaan pada 4 Juli 1778.
Amerika Serikat yang dalam buku ini selanjutnya disebut Amerika
adalah, negara demokrasi terbesar yang menganut sistem pemerintahan
presidentil. Di mana Sistem Manajemen Pemerintahan menganut asas trias
politika, yaitu presiden terpisah dengan badan legislatif. Presiden yang
memimpin lembaga eksekutif, dibantu para menteri. Presiden juga disebut
[44]
The Waldseemuller map (1) (http://bell.lib.umn.edu/ map/WALD/ WALL/ indexww.html)
Labeled North America As ‖terra incognita‖ (closeup (http://bell.lib .umm.edu/
map/WALD/WALL/south.html) The map does not show the continents to be connected.
(closeup (http://bell.lib. Umm.edu /map/ WALD/WALL/lgwall.html).
BAB 5
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
45
”Chief Executive”. Presiden memangku jabatan selama 4 (empat) tahun dan
dapat diperpanjang selama dua kali masa jabatannya jika terpilih lagi.
Sistem pemerintahan presidential di Amerika ini bisa menjadi bahan
studi banding bagi negara berkembang yang menggunakan sistem yang sama.
Juga sebagai bahan penelitian bagi ilmuwan di bidang sosial politik, termasuk
di dalamnya manajemen pemerintahan. Mengamati atau mempelajari
manajemen pemerintahan Amerika, akan timbul pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang menggunakan sistem
presidential?
2. Bagaimana lembaga kepresidenan bekerja?
3. Bagaimana sistem pembagian kekuasaan antara Presiden dengan
berbagai Lembaga lain?
4. Bagaimana peran parlemen?
5. Bagaimana bentuk pemerintah daerahnya/negara bagian?
6. Bagaimana hubungan antara pemerintah federal dengan negara bagian?
7. Organisasi atau lembaga apa saja yang dibentuk dan terlibat?
8. Bagaimana peran aparatur?
9. Bagaimana peran masyarakat, khususnya pers/media dan pengusaha?
Masih banyak lagi pertanyaan dalam mengamati manajemen
pemerintahan di Amerika tersebut? Hal ini dapat dipakai sebagai referensi
manajemen pemerintahan.
Amerika adalah negara federal dengan sistem pemerintahan daerah
yang berbentuk negara-negara bagian. Negara bagian terpisah sama sekali
dengan negara federal, kecuali dalam keamanan negara bersama. Bahkan
negara-negara bagian mempunyai undang-undang sendiri. Namun, undang-
undang tersebut tidak bertentangan dengan negara federal, dan tidak ada rasa
ingin memisahkan diri menjadi negara merdeka. Inilah hebatnya Amerika
yang besar dan multi etnik. Berbeda dengan daerah-daerah di Indonesia, yang
begitu diberi otonomi khusus banyak rakyat ingin memisahkan diri dari
Negara Kesatuan RI (NKRI) dan menyatakan kemerdekaan.
Sistem pemerintahan negara-negara bagian mengikuti sistem Negara
Federal yang juga melaksanakan pemisahan kekuasaan dengan tegas antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Semua negara bagian harus bercorak
republik dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Negara bagian yang
dipimpin seorang walikota, pemerintahannya disebut Country.
Dalam usaha mewujudkan demokrasi yang identik dengan kebebasan
mutlak bagi warga Amerika, tidak mengakibatkan dampak ancaman. Meski
kebebasan manusia ditentukan sendiri, tetapi dalam hal berkehendak bebas
untuk melaksanakan sesuatu masih ada batasnya. Di Amerika yang sekuler,
agama hanya dipegang untuk acara khusus seperti pernikahan, kelahiran,
kematian, dan sebagainya. Tetapi, dalam menentukan peraturan perundang-
undangan, sepanjang tidak bertentangan dan mengganggu orang lain atau
pihak-pihak lain, sudah banyak yang ditinggalkan.
Di Amerika, sistem manajemen pemerintahan secara umum
diterjemahkan sebagai tata kelola pemerintahan secara konstitusional. Artinya,
manajemen pemerintahan dijalankan untuk melayani warga negaranya,
menjaga stabilitas pemerintahan dan mempertahankan martabat
bangsa/negara berdasarkan ketentuan perundangan-undangan. Presiden
Amerika sebagai pemegang ”mandat” menyelenggarakan manajemen
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
46
pemerintahan, mempunyai kekuasaan luar biasa, termasuk kewenangan
menyatakan keadaan darurat dan kewenangan di bidang anggaran.
Presiden Amerika dalam menajalankan manajemen pemerintahan juga
mempunyai kekuasaan yang sangat besar, tidak hanya untuk mengusulkan,
tetapi juga menyusun undang-undang, termasuk di dalamnya aturan hukum
turunan seperti keputusan atau peraturan untuk mempermudah pekerjaannya.
Dalam menjalankan manajemen pemerintahan, Presiden Amerika
memegang kekuasaan tertinggi, antara lain:
1. Sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata yang memegang
kekuasaan penuh atas pertahanan nasional untuk menjaga kedaulatan
bangsa dan negara.
2. Sebagai pemegang kendali kebijakan luar negeri, di mana presiden
menjadi diplomat yang menentukan baik buruknya hubungan dengan
negara-negara lain.
3. Sebagai kepala negara yang harus tampil dengan agung dan berwibawa
di berbagai upacara kenegaraan.
4. Sebagai pemimpin partai, presiden wajib mewujudkan watak partai
yang mengantarkannya ke Gedung Putih, menjadi denyut nadi
kebijakan dalam dan luar negeri.
5. Sebagai pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat, harus
mampu menjadi bapak bangsa, tempat untuk mengadu,
menggantungkan harapan, dan membangkitkan moral masyarakat.
6. Sebagai kepala eksekutif pemegang kekuasaan darurat, presiden dapat
mengeluarkan sebuah keputusan untuk memveto keputusan yang
dibuat oleh senat atau kongres yang bertentangan dengan keputusan
Presiden.
Di Amerika, konstitusi dipahami sebagai pelaksanaan manajemen
pemerintahan sesuai dengan ketentuan hukum. Artinya, semua kegiatan
manajemen pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam praktiknya yang lebih mendasar, untuk menjalankan kebijakan
secara lebih efektif dan efisien, ada organisasi kuat yang memberi dukungan
kepada Presiden.
Dalam pelaksanaannya, manajemen pemerintahan terdiri dari 4
(empat) pilar utama, yaitu:
Pertama, Executive Office of the President (EoP), atau Kantor
Eksekutif Presiden. Dua unsur dari EoP ini adalah, Gedung Putih yang di
dalamnya termasuk Instana Wakil Presiden dan Ibu Negara, serta berbagai
organisasi yang pada prinsipnya berfungsi pada tingkat kebijakan atau
operasional. Gedung Putih dibawahi seorang Kepala Staf yang memimpin
sekitar 25 Assistant to the President (Asisten Presiden), memainkan peranan
penting di bidang urusan protokoler, rumah tangga, sampai kesekretariatan
yang menghubungkan Presiden dengan dunia luar.
Kedua, organisasi yang berfungsi memberi pertimbangan bagi
kebijakan Presiden. Lembaga ini menyandang nomenklatur dewan (Council)
seperti dewan Penasehat Ekonomi, Dewan Keamanan Nasional, Dewan
Kualitas Lingkungan hidup, Dewan kebijakan Dalam Negeri, Dewan Ekonomi
Nasional; kantor (office) seperti Kantor Administrasi, Kantor Pengelolaan dan
Anggaran, kantor Pengendalian Obat bius dan Kantor Ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan Badan (Boards, Agency) seperti Badan Penasehat Intelijen luar
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
47
negeri. Berbeda dari pilar pertama yang bersifat operasional, pilar kedua ini
lebih dimaksudkan untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan.
Ketiga, Kabinet yang terdiri dari para menteri (secretary) pemegang
tanggungjawab fungsional di bidang-bidang tertentu. Kriteria utama
mengapa sesuatu menjadi bidang kerja kabinet dan bukan EoP adalah,
karakternya bersifat nasional, tugasnya berkesinambungan dan kebutuhannya
atas birokrasi untuk melaksanakannya.
Keempat, Badan, komite, atau komisi. Pada umumnya, lembaga ini
dibentuk untuk menangani isu-isu spesifik.
Presiden Amerika boleh saja memiliki partai politik, ideologi, atau
memiliki kecondongan memihak partai, tetapi dalam tradisi Amerika berlaku
etika moralitas kepemimpinan bahwa: “Loyal kepada partai berakhir ketika
loyalitas kepada negara dimulai.”[45] Presiden Amerika adalah simbol bangsa
dan negara, bukan partai yang berkuasa.
Pada saat menjalankan tugas dan kewajibannya, Presiden dibekali Hak
Prerogatif yang tercantum dalam konstitusi, sehingga pada keadaan tertentu
mereka memiliki kewenangan diskresional.
2. Falsafah Liberalisme Manajemen pemerintahan Amerika secara filosofi dipengaruhi oleh
falsafah “Liberalisme” sehingga segala kegiatan dari manajemen
pemerintahan harus sesuai dengan falsafah ini. Jika rakyat menganggap
kegiatan manajemen pemerintahan melanggar hak-hak yang tercantum dalam
Declaration of Independence seperti hak hidup, hak kemerdekaan dan hak
mengejar kebahagian, maka rakyat mempunyai kewajiban untuk mengubah
dan menggantinya dengan pemerintahan baru yang kegiatannya melindungi
hak-hak tersebut.
Untuk melaksanakan Public Policy, di Amerika terdapat Kongres yang
terdiri dari dua kamar, yaitu Senate dan House of Representative. Senat
sebagai wakil negara-negara bagian dan House of Representative sebagai
wakil rakyat. Berbeda dengan Indonesia, di mana yang membuat Public Policy
adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, seperti termuat dalam
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: “Setiap rancangan undang-undang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.”[46] Sedangkan yang melaksanakan Public Policy
adalah Presiden beserta seluruh aparaturnya.
Presiden di Amerika dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan
umum sistem distrik. Meski dipilih rakyat, jika Presiden menyimpang dari
Undang-Undang Dasar dan undang-undang, Kongres bisa mengajukan
“impeachment”, yaitu semacam pengadilan atau keputusan dari kongres. Hal
ini memperlihatkan bahwa kongres mempunyai kedudukan yang kuat terhadap
Presiden walaupun kedudukan Presiden tidak “untergeordnet” melainkan
“neben”. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden mempunyai “Hak Veto”
terhadap Undang-Undang atau Public Policy yang dibuat kongres. Dapat
[45]
Tradisi Amerika berlaku etika moralitas bagi kepemimpinan nasional, nampaknya ini
komitmen yang sangat kuat bagi bangsa Amerika [46]
Op.cit. Undang-Undang, Pasal 20 Ayat 2.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
48
diartikan, bahwa Presiden bisa memveto atau tidak memberikan persetujuan
terhadap Undang-Undang yang dibuat oleh kongres. Dapat dikatakan,
walaupun Presiden tidak memegang bagian dari kekuasaan legislatif tetapi
Presiden dapat menolak kekuasaan legislatif.
Lembaga Tinggi dalam Manajemen Perintahan Amerika terdiri dari
tiga badan, yaitu Kongres yang terdiri dari Senat dan House of
Representative, Presiden dan Mahkamah Agung.
Dilihat dari teori pembagian kekuasaan menurut Montesquieu, yaitu
kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan Yudikatif yang
saling terpisah, manajemen pemerintahan di Amerika tidak menganutnya
secara murni dan konsisten, melainkan didukung sistem ”check and balance”,
yakni di antaranya Badan Legislatif dapat melakukan Impeachment terhadap
Presiden, Presiden mengangkat Ketua Mahkamah Agung dengan persetujuan
2/3 anggota Senat dan Jaksa Agung dapat menarik Presiden ke pengadilan jika
dia melanggar undang-undang.
Dalam menjalankan manajemen pemerintahan, Presiden mempunyai
tugas melindungi warga negaranya sesuai dengan tujuan Pemerintahan
Amerika, dan tercantum dalam Declaration of Independence yang berbunyi,
”Bahwa pemerintahan yang dibentuk bertujuan untuk melindungi hak-hak
yang telah diberikan Illahi/Penciptanya yang tidak boleh diganggu gugat
atau dirampas oleh siapa pun juga, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan dan
hak mengejar kebahagiaan. Apabila pemerintah merusak tujuan-tujuan ini,
maka merupakan kewajiban rakyat untuk mengganti pemerintahan tersebut
dengan pemerintahan baru yang meletakkan dasar-dasarnya kepada
perlindungan hak-hak tersebut di atas”.[47]
Norma pelayanan juga sudah dimiliki pemerintah, baik standar uang,
sumber daya manusia (SDM), waktu, bahan, metode, maupun mesin, sehingga
dalam pelaksanaan pekerjaan manajemen pemerintahan dapat diukur hasilnya
dengan menggunakan standar tadi. Itu sebabnya, di dalam manajemen
pemerintahan Amerika terdapat efisiensi kerja, yaitu perbandingan terbaik
antara input, output dan out come.
”Net Work Planning” dalam manajemen pemerintahan telah
digunakan secara merata dari atas sampai bawah, karena SDM di Amerika
Serikat Sudah mempunyai keahlian (Skill). Merupakan hal yang sangat
penting dalam menghasilkan efisiensi penyelesaian pekerjaan.
”Net Work Planning” dalam manajemen pemerintahan Amerika
memberi dampak sangat positif, yaitu prosedur kerja lebih cepat di mana hal-
hal yang dianggap kurang urgent dan diperkirakan akan menghambat
kelancaran kerja, maka hal tersebut ditiadakan.
Penempatan pejabat atau Menteri pada manajemen pemerintahan
Amerika, dilakukan dengan asas mayoritas dengan menggunakan ”spoil
system” dan ”merit system”. Spoil System dilakukan karena pejabat yang
ditempatkan berasal dari kelompok sendiri, yaitu kolompok dari Presiden yang
memenangkan pemilihan umum dengan sistem distrik. Meski demikian, tetap
harus memperoleh persetujuan dari mayoritas House of Representative dan
mayoritas anggota senat. Sedangkan merit system dilakukan jika pejabat yang
[47]
Declaration of Independence America, Loc.cit.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
49
ditempatkan di setiap departemen atau kementerian betul-betul didasarkan
pada keahlian dan pengalaman. Jadi, penempatan pejabat-pejabat di setiap
departemen atau kementrian tidak pernah dilakukan dengan sistem koalisi,[48]
yaitu pencampuran anggota-anggota partai Republik dan partai Demokrat,
melainkan hanya dengan salah satu di antaranya, sehingga tidak terjadi
perbedaan-perbedaan pandangan ataupun program atau strategi, karena berasal
dari kelompok yang sama. Hal ini dapat mewujudkan stabilitas pemerintahan.
3. Pendelegasian Kewenangan Dalam manajemen pemerintahan Amerika, pendelegasian kewenangan
kepada negara federal atau negara bagian dari Pemerintah Pusat atau Central
Administration, dilakukan dengan asas desentralisasi, yaitu kewenangan atau
kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, atau negara bagiannya
sendiri. Namun, dalam mengurus negara bagiannya sendiri ini juga dijalankan
tugas-tugas umum pemerintahan pusat. Ini yang disebut dengan Delegation of
authority to execute the duties of central government. Mungkin hampir sama
dengan Asas Dekonsentrasi di Indonesia.
Sekalipun demikian, pengangkatan Gubernur Negara Bagian
sepenuhnya dilakukan berdasarkan hasil pemilihan negara bagian untuk
gubernur. Artinya, Gubernur di suatu Negara Bagian bisa saja berbeda partai
dengan Presiden. Contohnya, Gubernurnya di satu negara bagian dari Partai
Republik, sedangkan Presidennya dari partai Demokrat atau sebaliknya.
Dengan demikian, Presiden tidak mempunyai hak untuk menolak hasil
pemilihan gubernur negara bagian. Tetapi, ini tidak berarti bahwa gubernur
negara bagian dapat melakukan suatu kebijakan bersama-sama dengan DPR
negara bagian yang bertentangan dengan kebijakan umum pemerintahan pusat.
Dalam pengawasan manajemen pemerintahan, tidak terlampau luas
mengingat Presiden hanya mengawasi kementrian. Sedangkan pengawasan
secara efektif terhadap Gubernur Negara Bagian, meski jumlahnya cukup
banyak, dilakukan oleh DPR negara bagian dan Menteri Dalam negeri
sehingga kekuasaan yang dilakukan negara bagian dijamin akan tetap sejalan
dengan undang-undang.
Koordinasi dalam manajemen pemerintahan terhadap para menteri
juga tidak sukar, karena para menteri berasal dari organisasi politik yang sama
dan mempunyai tujuan/program yang sama dengan Presiden. Dengan
persamaan organsiasi politik, tujuan dan program, maka pekerjaan dapat
dilakukan secara efektif. Namun, koordinasi horizontal dengan DPR, Senat
atau kongres kadang-kadang mengalami kesulitan karena mayoritas anggota
DPR atau Senat adakalanya tidak sama dengan organsiasi politik presiden.
Akibatnya, program yang diajukan pemerintah kepada DPR atau senat
akan banyak mengalami hambatan sehingga pelaksanaannya menjadi kurang
efektif. Contohnya, ketika Amerika memerangi Presiden Sadam Husein di
[48]
Bandingkan dengan Kabinet di Indonesia setelah Reformasi, terjadi Koalisi dalam kabinet
dan penempatan Menteri. Namun koalisi yang dibangun oleh Presiden sebagai pemenang
Pemilihan Umum nampak tidak sesuai dengan harapan rakyat, menteri yang dipilih dari Partai
koalisi tidak loyal pada Pemerintahan, tetapi Loyal pada Partai. Dampaknya adalah program
pemerintahan kurang berjalan dengan baik.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
50
Irak,[49] sebagian anggota senat tidak menyetujui dan masyarakat Amerika pun
banyak yang menolak kebijakan Presiden ini.
4. Manajemen Pemerintahan Demokrasi Amerika sudah mencapai tahapan yang matang, sehingga
pembicaraan demokrasi lebih ditekankan pada aspek efisiensi manajemen
pemerintahan dari pada norma dalam hubungan antara kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Hal ini membuka kesempatan bagi Presiden untuk
menggunakan kekuasaan dan otoritas yang sangat besar dengan berbagai
kepentingan.
Alam demokrasi telah terbangun lama di Amerika Serikat, di mana
setiap warga negara memperoleh kebebasan secara mutlak untuk
menyampaikan pendapat, termasuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Pengembangan demokrasi yang begitu baik, sangat didambakan warga yang
mengiginkan keterbukaan. Namun, kebebasan juga tidak lepas dari risiko. Jika
tujuannya menyimpang atau bertentangan dengan ketertiban dan keamanan,
harus berhubugan dengan hukum.
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang baik, di
Amerika tidak sulit mencari tokoh yang mampu memimpin pemerintahan
secara bertanggung jawab, melalui prosedur pemilihan umum, apakah itu
memilih presiden maupun pemimpin lainnya.[50] Untuk menjadi warga negara
baru di Amerika juga dipermudah dengan persyaratan tinggal yang tidak lama.
Manajemen pemerintahan dilakukan secara profesional dengan tujuan
meningkatkan taraf hidup rakyat dan mengacu pada kepentingan rakyat.
Karena itu, setiap pergantian pucuk pimpinan pemerintahan selalu ditopang
degan kehidupan demokrasi yang dapat menyuarakan keinginan masyarakat,
serta memformulasikan tujuan dan dasar pembangunan negara. Dalam proses
manajemen pemerintahan, sudah menjadi tradisi partai bahwa :
1. Partai yang kalah dalam Pemilihan Umum harus segera menyusun
program lanjutan dan berusaha mendapatkan dukungan pressure group.
2. Tiap-tiap partai politik meningkatkan kepercayaan masyarakat atas
dasar kepribadian masing-masing partai.
3. Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan partai
politik adalah untuk kesejahteraan umum.
4. Mesinkronisasikan kepentingan-kepentingan yang bertentangan.
Pemisahan kekuasaan di Amerika, dilakukan agar betul-betul seperti
kehendak Montesquieu, yaitu dengan tegas memisahkan kekuasaan badan
[49]
Dunia telah mencatat, bahwa Goerge W. Bush Presiden Amerika Serikat telah berhasil
menggulingkan Presiden Irak Sadam Husen dengan keberhasilannya mempimpin pasukan
multi nasional dengan menghembuskan isu demokrasi, namun didalam negerinya banyak yang
protes mulai dari masyarakat sampai anggota parlemen dengan tindakannya. Melihat sepak
terjang Amerika yang begitu dahsat menggempur Irak, organisasi Dunia yang bernama
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mampu menahan atau memberhentikan keinginan
Amerika sewaktu memimpin pasukan multi nasional untuk menggempur Irak. Irak sebuah
negara yang berdaulat diperlakukan secara tidak manusiawi memberikan dampak terhadap
warga negaranya menjadi tidak nyaman dalam hidupnya. [50]
Lihat Barack Obama dari Partai Demokrat, warga negara keturunan kulit hitam bisa
diterima sebagai presiden oleh bangsa Amerika, bahkan Pidatonya di Invesco Fiel, Denvar
yang menutup konvensi nasional Partai Demokrat disaksikan lebih dari 40. juta orang dan
disambut sangat meriah.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
51
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Konsep ini menjadi check and balance
yang betul-betul sempurna antara lambaga-lembaga kekuasaan ini (checking
power with power).
Legislatif di Amerika Serikat adalah bikameral (dua kamar) yaitu :
1. Senat: Jumlah wakil wakil (senator) di setiap negara bagian akan sama,
yaitu dua orang.
2. House of Represntatif: Jumlahnya tergantung jumlah penduduk pada
setiap negara bagian. Untuk setiap 30.000 orang mempunyai seorang
wakil, tetapi batas seluruhnya maksimal 435 orang (peraturan sejak
1910).
Model kepemimpinan di Amerika bersumber dari ajaran ‖Liberalisme‖
yang menunjung tinggi atas kemerdekaan, persaudaran dan persamaan.
Dengan demikian, setiap pemimpin harus menjunjung asas tersebut, baik
Presiden sebagai top public administrator sampai lower public administrator.
Kepemimpinan yang paling menonjol dalam manajemen pemerintahan
Amerika seperti yang dikemukakan oleh GR. Terry[51], yaitu adanya:
1. Emotional Stability
2. Knowledge of Human Relations
3. Personal Drive
4. Communicative Skill
5. Teaching Ability
6. Social Ability
7. Technical Competence.
Di samping karakteristik kepemimpinan seperti tersebut di atas,
manajemen pemerintahan juga bersifat ”demokratik‖ karena didukung sifat
masyarakat atau individual yang telah demokratik. Hal ini sesuai dengan isi
atau makna dari declaration of Independence yang menyatakan: ‖Setiap
pemerintah Amerika Serikat harus menjunjung tinggi dan menjamin hak
hidup, hak kemerdekaan dan hak mengejar kebahagiaan dari setiap warga
negara‖. Untuk menjamin dan melindungi hak-hak tersebut, maka
kepemimpinan yang paling tepat adalah kepempimpinan yang demokratik,
baik Presiden sampai pimpinan yang terendah. Hanya dengan tipe
kepemimpinan demokratiklah maka hak-hak warga dijamin dapat tercapai.
5. Aparatur Pemerintahan Aparatur dan seluruh pejabat, mulai dari Presiden sampai staf bersikap
demokratis. Hal ini dapat tercipta, karena sikap di dalam masyarakat Amerika
sendiri adalah sikap yang demokratis. Sifat seperti dapat dipahami karena
penanaman doktrin demokratis sudah cukup lama berjalan, sekitar 230 tahun
lebih. Jadi, tidak aneh jika sikap feodal, paternalistik, otoriter dari aparatur
sudah ditinggalkan, karena masyarakatnya sendiri sudah meninggalkan.
Sikap demokratis di jajaran aparatur negara menciptakan sikap yang
lebih kuat terhadap pemerintahan yang demokratis. Suatu manajemen
pemerintahan yang berasaskan demokratis tetapi tidak didukung oleh sikap
demokratis aparaturnya, akan menyebabkan sistem pemerintahan demokratis
tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Karena itu, manajemen
[51]
George Terry, Principles of Manajemen, Illionis Richard D. Irwin Inc. 1954.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
52
pemerintahan Amerika dapat berjalan secara efektif, karena didukung aparatur
yang memiliki sikap demokratis.
Sikap demokratis ini juga tercipta karena kebutuhan-kebutuhan
manusia/aparatur relatif telah terpenuhi berkat kepemimpinan
administratornya yang membudayakan tipe kepemimpinan demokratis, sikap
demokratis dan komunikasi demokratis, ditunjang gaji yang mencukupi
kebutuhan hidup. Sikap demokratis tersebut juga dapat berjalan dengan baik,
karena didukung pengawasan Kongres. Pengawasan terhadap aparatur
mempunyai maksud dan tujuan mewujudkan manajemen pemerintahan yang
sejalan dengan undang-undang, dan memberikan perlindungan terhadap hak-
hak dasar warga negaranya. Sementara itu, pengawasan yang dilakukan
kongres meliputi kegiatan politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta hubungan luar negeri.
Pengawasan kongres terhadap aktivitas manajemen pemerintahan
sangat menentukan karena beberapa faktor, antara lain: :
1. Negara demokrasi yang menganut open management, yaitu adanya
social participation, social responsibility, social control and social
support. 2. Negara berdasarkan hukum sehingga jalannya pemerintahan yang
mengatur dan melaksanakan kegiatan politik, sosial, ekonomi, budaya,
pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional harus sesuai
dengan undang-undang. Jalannya manajemen pemerintahan harus
sesuai dengan asas Rule of Law.
3. Lembaga negara bukan hanya presiden dan kabinetnya, tetapi juga
terdiri dari tiga badan, yaitu Kongres, Presiden dan Mahkamah Agung,
dengan mekanisme yang menggunakan sistem check and balance.
Kongres mempunyai kewajiban secara konstitusional untuk mengecek
aktivitas manajemen pemrintahan.
4. Negara dibentuk dan dibuat oleh rakyat, sehingga rakyat mempunyai
kedaulatan yang tertinggi atas negara.
Mengingat Kongres terdiri dari House of Representative dan Senate
yang mewakili seluruh rakyat dan negara bagian, maka untuk kepentingan
seluruh rakyat, negara bagian, bangsa dan negara, kongres secara
konstitusionil mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk mengawasi
jalannya pemerintahan secara efektif dengan menggunakan hak-hak sebagai
berikut :
1. Hak inisiatif;
2. Hak budgeter;
3. Hak angket;
4. Hak amandemen;
5. Hak interpelasi;
6. Hak menyatakan pendapat;
7. Hak dengar pendapat;
8. Hak impeachment, yaitu hak untuk menyelidiki dan mengadili
presiden jika presiden ternyata melanggar UUD dan Undang-Undang
lain.
Dalam penerapan Judicial Control terhadap manajemen pemerintah,
sistem di Amerika ternyata tidak hanya terletak pada Mahkamah Agung saja,
tetapi juga sebagian menjadi hak kongres. Adanya pasal yang menunjukkan
bahwa kongres dapat meng-impeach Presiden, menunjukkan bahwa lembaga
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
53
ini mempunyai kewenangan pula untuk menguji undang-undang. Jadi,
lembaga ini mempunyai sebagian kewenangan dari kekuasan legislatif.
Ajaran Trias Politika Montesquieu menyatakan, bahwa yang
mempunyai hak untuk mengubah undang-undang adalah badan legislatif,
maka dapat dikatakan Amerika tidak menganut Trias Politika secara konsisten,
melainkan dengan perubahan, yaitu adanya suatu osmosa antara kertiga badan
tersebut, yang disebut dengan sistem check and balance.
Di samping itu presiden mempunyai hak veto terhadap suatu undang-
undang yang dibuat kongres. Hal ini menunjukkan bahwa presiden juga
mempunyai sebagian dari kekuasaan legislatif, karena yang berhak menolak
adalah kekuasaan legislatif. Presiden juga mempunyai hak-hak yang
sebenarnya merupakan hak mahkamah agung seperti hak grasi, amnesti serta
hak abolisi. Dengan dimilikinya sebagian kekuasaan legislatif dan yudikatif di
tangan eksekutif dalam menjalankan manajemen pemerintahan, maka
kekuasaan presiden Amerika sebagai puncak pimpinan menjadi sangat besar.
Dalam pangawasan manajerial pada pemerintahan Amerika, meliputi
pengawasan terhadap perencanaan negara, pengorganisasian negara,
penggerakkan aparatur negara dan pengawasan terhadap para bawahannya.
Pengawasan manajerial ini sangat luas, karena mencakup seluruh aspek
kegiatan dari manajemen pemerintahan. Dengan demikian, Presiden Amerika
adalah “top manajer” atau pengawas tertinggi dari kegiatan manajemen
pemerintahan. Dia bertanggungjawab atas tercapai atau tidaknya tujuan
negara, yaitu keamanan dari luar, ketertiban dalam negeri, keadilan,
kesejahteraan masyarakat dan kemerdekaan perorangan.
Dengan kata lain, kehidupan yang baik dalam masyarakat terletak pada
presiden. Jika tujuan negara berhasil dicapai, maka presiden akan dicalonkan
kembali oleh organisasi politik atau partainya untuk memenangkan pemilihan
umum berikutnya. Karena, yang menjadi tolok ukur seorang presiden dapat
terpilih kembali adalah, jika masyarakat dapat merasakan keamanan, keadilan,
ketertiban, kesejahteraan dan kemerdekaan. Sebaliknya, jika masyarakat
Amerika merasakan ketidakamanan dari luar atau negara terancam bahaya,
merasakan ketidakadilan, ketidaktertiban, banyak pengangguran dan terjadi
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak manusia, maka presiden tidak akan
terpilih kembali. Sekalipun Presiden Amerika ternyata berhasil dan dapat
terpilih kembali, masa jabatannya dibatasi hanya dua kali masa jabatan.
Di samping pengawasan manajerial, ada juga pengawasan sosial
(social control) terhadap manajemen pemerintahan melalui media yang
memuat tulisan-tulisan faktual bukan isapan jempol untuk memberikan kritik
jika aparatur atau pejabat melakukan hal-hal yang kurang selaras dengan
UUD, Undang-Undang dan kepentingan rakyat (public interest) Amerika.
Kritik harus bersifat analitis, korektif dan memberikan arah bagaimana cara
penyelesaian yang paling tepat. Jadi, kritik tidak boleh bersifat insinuasi, atau
membakar emosi massa untuk kepentingan sesuatu golongan.
Dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan manajemen
pemerintahan, meski mempunyai kebebasan, pers Amerika mempunyai batas-
batas, yaitu batas pertanggungjawaban untuk kepentingan masyarakat bangsa
dan negara. Jadi, isi pemberitaan pers di Amerika mempunyai bobot
rasionalitas yang tinggi, sehingga tidak jarang akan menjadi input bagi
penyelenggaraan negara, baik eksekutif, legiaslatif maupun yudikatif.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
54
Walapun di Amerika juga ada pers yang berorientasi pada suatu partai
politik minoritas, tetapi kritik-kritiknya tidak bersifat oposan karena partai
politik minoritas di Amerika tidak melakukan fungsi oposisi dengan target
menjatuhkan kabinet seperti halnya parati-partai oposisi negara-negara Eropa.
Di samping pengawasan yang dilakukan oleh pers, ada juga
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik masyarakat umum maupun
mahasiswa melalui demonstrasi/unjuk rasa. Penanganan atas demonstransi
akan dilakukan secara polisional, yaitu menangkap, menahan dan
menginterograsi, bahkan lebih jauh lagi demonstran dapat diajukan ke
pengadilan jika menimbulkan kerusakan dan kekacauan dalam masyarakat.
Jika polisi tidak memadai untuk menangani para demonstran, maka tentara
federal akan dilibatkan untuk menertibkannya.
Demikianlah sistem manajemen pemerintahan Amerika, sebagai
negara dengan pemerintahan presidential, tetapi memberikan ruang gerak yang
luas kepada masyarakat.
5.2. Sistem Manajemen Pemerintahan di Jepang
1. Kekuasaan Jepang dilihat dari etimologi sering disebut Nippon atau Nihon. Ada
juga yang menyebutnya Nippon-koku atau Nihon-koku yang berarti "Negara
Jepang". Sedangkan kata Nippon atau Nihon berarti "negara matahari
terbit". Nama ini berasal dari utusan resmi negara China, dan merujuk kepada
posisi negara Jepang yang berada di sebelah timur benua Asia. Sebelum itu,
Jepang dikenal sebagai Yamato yang digunakan di negara China pada zaman
Tiga Negara. Kata Jepang dalam bahasa Indonesia diturunkan dari kata Jepun,
berasal dari bahasa Kanton, yang membawa sebutan Yat Pun.
Jepang adalah negara kepulauan dengan wilayah yang meliputi
kepulauan di sebelah Timur Asia dan ibu kotanya Tokyo. Empat daerah
terbesar di Jepang adalah, Honshu, Shikoku, Khushu dan Hokkaido.
Sebelum Perang Dunia II, wilayah Jepang meliputi Korea, bagian selatan
Sakhalin, kepulauan Kuril, Pascadores, Bonin, Karolina, Marshal dan
Mariana, Taiwan, serta daerah sewaan Kwantung.
Manurut kepercayaan bangsa Jepang, kekaisaran didirikan pada 600
SM.[52] Dasar-dasar negara Jepang diletakkan dalam abad kelima oleh kaum
Yamato.[53] Selama abad keenam sampai abad kedelapan, Jepang banyak
meniru unsur-unsur kebudayaan Cina; di mana agama Budha dipadukan
dengan religi asli Shinto.
Sekitar abad kesembilan, kekuasaan Tenno berkurang akibat
meningkatnya kekuasaan keluarga Fujiwara dan pendeta-pendeta agama
Budha. Pada abad kedua belas, Yuritomo Minamoto menguasai Jepang dan
yang pertama memakai gelar ”Shogun”.
[52]
Manurut berbagai sumber kepercayaan orang Jepang kekaisaran didirikan 600 SM oleh
Teno (Kaisar) Jimmu yang merupakan dasar manajemen pemerintahan kaisar yang pertama,
keturunan Amaterasu Omikami atau Dewi Matarhari. [53]
Bebrbagai Sumber menyatakan bahwa : Yamato sebagai Pendeta Utama meletakkan
Dasar-Dasar Negara Jepang pada abat kelima oleh kaum Yamato kemudian mengangkat
dirinya menjadi Kaisar.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
55
Hubungan luar negeri pertama kali dilakukan dengan bangsa Eropa,
yaitu Perancis pada 1542 dan agama Kristen dimasukkan oleh Santo
Franciskus Xaverius pada 1549. Diktator-diktator dari abad keenam belas
adalah Nebunaga dan Hidejoshi, disusul Leyasu yang mendirikan
keshogunan ”Tukugawa” pada 1603-1867.
Pada 31 Maret 1854, Komodor AS, Matthew Perry memaksa Jepang
membuka diri kepada Barat melalui Persetujuan Kanagawa. Para samurai
yang menganggap kejadian ini sebagai tanda lemahnya keshogunan,
mengadakan pemberontakan yang berujung dengan Perang Boshin pada 1867-
8. Pihak keshogunan akhirnya mundur dan Restorasi Meiji mengembalikan
kekuasaan kepada Kaisar. Jepang mengadopsi beberapa institusi Barat pada
periode Meiji, termasuk pemerintahan modern, sistem hukum dan militer.
Berdasarkan konstitusi baru pada 1889, dibentuk majelis pemerintahan yang
terdiri dari Dewan Bangsawan (house of peers) dan Dewan Perwakilan
Rakyat (house of representative) yang dipilih.
Perubahan-perubahan ini mengantar Kekaisaran Jepang menjadi
kekuatan dunia yang mengalahkan Tiongkok dalam Perang Tiongkok-Jepang I
pada 1894-1895[54] dan mengalahkan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang pada
1904-1905. Sampai 1910, Jepang telah menguasai Taiwan, separuh dari
Sakhalin dan Korea. Beberapa peristiwa penting lain yang menunjukkan
kebesaran Jepang, antara lain:
Jepang menganeksasi Korea pada 1910. Seusai Perang Dunia I, Jepang
juga memperoleh mandat atas pulau-pulau bekas koloni Jerman di Samudra
Pasifik. Kemudian, Jepang menduduki Manchuria pada 1931 dan mendirikan
negara boneka Manchukuo.
Pada 1936, Jepang menanda tangani Pakta Anti-Komintern, lalu
bergabung dengan Jerman dan Italia untuk membentuk suatu aliansi axis. Pada
1937, Jepang menginvasi Manchuria yang menyebabkan terjadinya Perang
Tiongkok-Jepang II.
Jepang meningkatkan upaya untuk memenangkan perang Cina-Jepang
II sesudah 1937. Pada 1940, Jepang kembali membentuk pakta dengan Jerman
dan Italia. Pengangkatan Jenderal TOJO sebagai Perdana Menteri pada
Oktober 1941 menandakan besarnya kekuasaan kaum militeris.
Di awal Perang Dunia II atau Perang Pasifik atau Perang Asia Timur
Raya, Jepang mencapai kemenangan-kemenangan dalam waktu sangat
singkat di daratan Asia dan Samudra Pasifik. Tetapi, keadaan mulai berbalik
pada akhir 1942. Awal abad ke-20 sempat menjadi saksi mata atas hadirnya
"demokrasi Taisho" yang lalu diselimuti kebangkitan nasionalisme Jepang.
Pada 1941, Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika
Serikat di Pearl Harbor, dan membawa AS memasuki Perang Dunia II. Setelah
kampanye yang panjang di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-
wilayah yang awalnya dimilikinya. AS pun mulai melakukan pengeboman
strategis terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lain di Jepang, serta
menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang akhirnya
menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
[54]
George Sansom, A History of Japan: 1961, 1334-1615. Stanford, 42
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
56
Jepang menggunakan konstitusi baru sejak 1947, yang menetapkan
negara tersebut sebagai negara demokratis pasifis. Setelah perang usai, produk
domestik bruto Jepang tumbuh menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia
di bawah program pengembangan industri yang agresif, proteksionis dan
penundaan pertahanan strategis kepada AS. Meski pasar saham sempat
merosot tajam pada 1990, negara ini pulih dengan cepat. Jepang tetap
merupakan sebuah kekuatan ekonomi dunia dan akhir-akhir ini telah mulai
bangkit sebagai kekuatan strategis dengan mengirimkan pasukan non-tempur
ke Perang Teluk, upaya kemanusiaan PBB untuk membangun kembali
Kamboja dan invasi AS terhadap Irak pada 2003.
2. Sistem Manajemen Pemerintahan Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional berdasarkan
sistem parlemen (parlementer) dua kamar yang disebut Diet[55]
atau Kokkai.
Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah atau Shuugi-in dengan 480 kursi
dan Majelis Tinggi atau Sangi-in dengan 247 kursi. Para anggota parlemen
dipilih setiap empat tahun sekali, kecuali jika dibubarkan lebih awal sebelum
waktu yang ditentukan.
Majelis Tinggi terdiri dari rakyat yang mewakili seluruh tanah air
Jepang. Sebelum Perang Dunia II, Majelis Tinggi hanya diisi oleh kaum
bangsawan. Majelis ini berhak menangguhkan suatu Undang-Undang, tetapi
Majelis Rendah merupakan pemegang kekuasaan legislatif yang sebenarnya.
Sementara itu, kekuasaan yudikatif diserahkan kepada Mahkamah Agung
(MA) yang membawahi badan-badan kehakiman atau peradilan dan didirikan
berdasarkan undang-undang.
Dengan sistem konstitusi monarki, kaisar menjadi simbol negara dan
rakyat, sedangkan kekuasaan atau manajemen pemerintahan berada di tangan
Perdana Menteri yang mengepalai kabinet. Perdana Menteri juga menjadi
pemimpin partai mayoritas di majelis rendah parlemen. Partai Demokratik
Liberal (Liberal Democratic Party-LDP) yang berkuasa sejak 1955,
merupakan partai terbesar di Jepang.
Perdana Menteri beserta kabinetnya atau dewan menteri-menteri, harus
meletakkan jabatan jika tidak memperoleh kepercayaan lagi dari majelis
rendah. Hal ini merupakan konsekuensi dari hilangnya kepercayaan. Saat buku
ini ditulis, Shinzo Abe menjabat sebagai perdana menteri.[56]
Parlemen di Jepang memiliki Sejarah yang sangat unik. Pada 1889,
Parlemen Kekaisaran (Teikoku Gikai) ditetapkan sebagai badan legislatif yang
memiliki dua kamar, Shūgi-in (Majelis Rendah) dan Kizoku-in (House of
Peers). Anggota Majelis Rendah dipilih melalui pemilihan umum, sedangkan
anggota Kizoku-in diangkat dari keluarga kekaisaran, bangsawan dan orang-
orang yang ditunjuk oleh kaisar. Mulai 1946, Konstitusi Jepang yang berlaku
hingga sekarang menetapkan Majelis Rendah (Shugi-in) dan Majelis Tinggi
(Sangi-in) sebagai badan legislatif yang para anggotanya dipilih rakyat
melalui pemilihan umum.
[55]
Japanese Instrument of Surrender, educationworld,net Retrived on 2006 December 28. [56]
Japan scraps zero interest rate. BBC News Online (20006-07-14). Retrived on 2006
December 28.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
57
Dalam hal angkatan bersenjata, sebagai konsekuensi tindakan Jepang
pada Perang Dunia II, oleh PBB negara ini hanya diijinkan memiliki angkatan
bela diri bagian darat, laut dan udara (ground, maritime and air self Defense
Forces) yang jumlah anggota dan persenjataannya sangat dibatasi.
Kabinet Jepang beranggotakan Perdana Menteri dan para Menteri.
Perdana Menteri merupakan salah seorang anggota parlemen yang dilantik
oleh rekan-rekan sejawatnya. Selanjutnya, Perdana Menteri berkuasa melantik
menteri-menteri kabinetnya.
Pimpinan Pemerintahan yang sekarang adalah Partai Demokrat Liberal
yang memerintah sejak 1955, kecuali pada tahun 1993. Partai Demokrat
Liberal didirikan sebagai gabungan dua partai konservatif: partai Liberal dan
partai Demokrasi. Partai Demokrat Liberal kini memerintah bersama dengan
partai agama Buddha, Partai Komeito Baru. Partai-partai oposisi termasuk
Partai Demokrasi, Partai Demokrasi Sosial dan Partai Komunis.
Di samping parlemen, Jepang memiliki sebuah keluarga kekaisaran
diketuai seorang kaisar, yang juga merupakan kepala negara Jepang. Namun,
kaisar hanya berperan dalam upacara-upacara adat dan tidak memiliki
kekuasaan apa pun yang berkaitan dengan pemerintahan negara. Kaisar Jepang
merupakan lambang perpaduan negara dan rakyat Jepang. Kaisar pada masa
ini adalah Akihito, kaisar yang ke-125.[57]
Dalam sistem pemerintahan daerah, di Jepang terdapat 47 prefektur
yang melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan, namun
dikendalikan oleh pemerintah pusat. Prefektur-prefektur ini adalah:[58]
Hokkaido
Aomori
Iwate
Miyagi
Akita
Yamagata
Fukushima
Ibaraki
Tochigi
Gunma
Saitama
Chiba
Tokyo
Kanagawa
Niigata
Toyama
Ishikawa
Fukui
Yamanashi
Nagano
Gifu
Shizuoka
Aichi
Mie
Shiga
Kyoto
Osaka
Hyogo
Nara
Wakayama
Tottori
Shimane
Okayama
Hiroshima
Yamaguchi
Tokushima
Kagawa
Ehime
Kochi
Fukuoka
Saga
Nagasaki
Kumamoto
Oita
Miyazaki
Kagoshima
Okinawa
Jepang juga terbagi atas 10 wilayah, yaitu Hokkaido, Tohoku,
Hokuriku, Kanto, Chubu, Kansai (Kinki), Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan
Kepulauan Ryukyu.
[57]
Akhihito naik takhta setelah ayahandanya Hirohito, mangkat pada 7 Januari 1989. [58]
Sumber Data dari Wike Encyclopedia.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
58
5.3. Sistem Manajemen Pemerintahan Inggris
1. Kekuasaan Negara Inggris secara etimologi merupakan Kerajaan Bersatu Britania
Raya dan Irlandia Utara. Dalam bahasa Inggris disebut United Kingdom of
Great Britain and Northern Ireland.[59]
Dalam bahasa Indonesia, umumnya
dikenal sebagai Inggris, Inggris Raya, atau Britania Raya yang merupakan
negara kepulauan di Eropa Utara, antara Laut Utara dan Samudera Atlantik.
Untuk memudahkan pembahasan dalam buku ini, Inggris Raya atau
Britania disebut Inggris. Pada masa sekarang, Inggris merupakan kesatuan dari
beberapa negeri sejak 840 tahun lalu. Skotlandia dan Inggris pernah menjadi
dua entitas politik yang berbeda sejak abad ke-9. Wales juga dikuasai raja-raja
Inggris sejak 1284, dan dijadikan bagian dari Kerajaan England melalui Akta
Undang-undang di Wales 1535.
Inggris merupakan negara federal yang terdiri dari Inggris, Skotlandia,
Wales dan Irlandia Utara. Keempat negara bagian ini membentuk negara yang
disebut sebagai United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland yang
secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti "Kerajaan Serikat Britania Raya
dan Irlandia Utara". Dari keempat negara bagian ini, Inggris-lah yang paling
dominan sehingga di Indonesia negara federal ini disebut dengan nama
Inggris. Selain keempat negara bagian ini, Inggris juga mencakup Pulau Man
dan Kepulauan Channel seperti Guernsey, Jersey, Alderney dan Sark. Secara
pemerintahan, daerah-daerah ini bukan bagian dari Britania Raya, tetapi
mungkin lebih tepat disebut sebagai jajahan meski jaraknya sangat dekat.
Sebagian besar Inggris terdiri dari dataran rendah dengan kota-kota
besar seperti London, Birmingham, Manchester, Leeds, Sheffield, Liverpool,
Bristol, Nottingham, Leicester dan Newcastle upon Tyne. Di dekat Dover,
Inggris, dibangun Terowongan Channel yang menghubungkan Inggris dengan
Perancis.
Secara keseluruhan, diperkirakan ada sekitar 1.098 pulau kecil yang
masuk dalam wilayah Inggris. Sebagian berupa pulau-pulau alami dan
sebagian lagi berupa crannog, sejenis pulau buatan yang dibangun di masa
lalu menggunakan batu dan kayu. Secara bertahap crannog ini menjadi makin
luas karena dari waktu ke waktu terjadi penumpukan limbah alam.
Inggris menganut sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer, di
mana pemilu berdasarkan sistem distrik dan eksekutif (kabinet) di bawah
pimpinan Perdana Menteri atau Prime Minister. Parlemen Inggris adalah yang
tertua di dunia, dan terdiri dari dua kamar, yaitu House of Commons dan
House of Lords. Sedangkan raja, dalam manajemen pemerintahan Inggris,
diposisikan sebagai Kepala Negara. Di beberapa negara persemakmuran lain
seperti Kanada dan Australia, raja juga secara resmi menjadi kepala negara.
Sebelum tercipta pemerintahan demokrasi parlementer yang berlaku
sekarang, Inggris mengenal beberapa bentuk sistem pemerintahan, sesuai
dengan berbagai faktor lingkungan dan budaya saat itu. Juga adanya pengaruh
bangsa-bangsa lain yang pernah menginvasi Inggris. Sebelum abad ke-6 SM,
penyerbuan bangsa Kelt dari daratan Eropa membawa kebudayaan zaman besi
[59]
Ibid, Wikipedia Encyclopedia
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
59
di Inggris yang saat itu masih hidup dalam zaman perunggu. Penyerbuan Kelt
terakhir pada 75 SM memperkenalkan ‖bajak‖ untuk menggarap sawah dan
cara-cara pembuatan mata uang. Sedangkan Romawi, pertama kali menyerang
Inggris pada 55 SM di bawah Julius Caesar. Menjelang tahun 85, Kaisar
Claudius berhasil menaklukkan Inggris.
Dampak kerusuhan di sebelah Utara Inggris menyebabkan
didirikannya Tembok Hadrianus pada tahun 122 dan Tembok Antonius pada
tahun 142. Dinding pertama pun menjadi batas Utara. Pertengahan abad ketiga
merupakan masa cemerlang bangsa Romawi di Inggris, dengan kota-kota yang
bagus dan bentuk bangunan persegi panjangnya mengikuti gaya Romawi.
Prasarana jalan pun dibangun di mana-mana dengan tujuan utama untuk
kepentingan militer yang dikendalikan dari Londonium, sekarang London
(ibukota Inggris).
Mundurnya kekuasaan Romawi serta serangan kaum Sakson dan Ir,
berangsur-angsur melemahkan pertahanan Inggris. Suku-suku yang saling
berperang pun akhirnya memperoleh kekuasaan. Sekalipun Kristenisasi
berhasil mengurangi tekanan penyerang di sebelah Utara dan Barat, tetapi
gelombang penyerbuan kaum Sakson di sebelah Timur justru makin gencar.
Kaum Anglo Sakson dan Jut pun mulai menetap di Inggris, sementara
kebudayaan suku Kelt muncul kembali. Sedangkan Romawi, meski telah
mundur dari Inggris, banyak meninggalkan pengaruh yang masih dapat terlihat
pada nama-nama tempat, reruntuhan bangunan, dan tetap kuatnya tradisi
Romawi di negeri ini.
Inggris terpisah dari daratan Eropah oleh Kanal Inggris, Selat Dover
dan Laut Utara. Perkembangan Inggris pun antara lain berkat terlindunginya
negeri ini. Selain itu, iklim moderat, berbagai keuntungan geografis seperti
banyaknya pelabuhan dan muara-muara sungai, juga sangat menguntungkan
dari sisi pertumbuhan perekonomian negara yang memiliki daerah
pemerintahan di 39 county dan shire.
Sepanjang dua ratus tahun terakhir, kemakmuran Inggris terutama
berkat tumbuhnya industri-industri besar di daerah yang disebut “Black
Country”, mengacu pada pertambangan besi dan batubara di sebelah utara
daratan Midlans. Juga berkat tumbuhnya pusat-pusat industri di Lancashire
dan Yorkshire, kemajuan di sektor industri perkapalan dan pabrik-pabrik yang
tersebar di berbagai kota besar.
Pada abad 19, Inggris adalah negeri terkemuka pengekspor hasil-hasil
industri. Bentuk pemerintahan saat itu adalah ”Monarki Terbatas”. Artinya,
pemerintahan dikepalai oleh raja, tetapi raja tidak mengendalikan
pemerintahan. Kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif, dilambangkan
oleh Mahkota, ada di tangan kabinet yang bertanggung jawab kepada
parlemen.
Inggris tidak memiliki konstitusi yang setara dengan Undang-Undang
Dasar. Yang disebut konstitusi di Inggris adalah Undang-Undang. Penyamaan
pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar adalah sama-sama sebagai
Instrumen of Government, sebagai pegangan untuk memerintah.[60] Ketentuan
[60]
Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, ―Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,‖ Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1978.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
60
manajemen pemerintahan di Inggris yang menjadi pedoman dari Undang-
Undang adalah Magna Charta, Habeas Corpus dan Bill of Right. Yang
disebut Konstitusi hanya undang-undang.[61]
Dalam manajemen pemerintahan di Inggris, yang merupakan konstitusi
adalah:
1. Beberapa Undang-Undang antara lain:
a. Magna Charta 1215. Magna Charta 1215 ditandatangani oleh
Raja John atas desakan golongan bangsawan. Meski naskah ini
bersifat feodal, tetapi dianggap penting. Untuk pertama kalinya,
raja mengakui beberapa hak para bangsawan di bawahnya.
b. Bill of Rights 1689 dan Act of Settlement 1701. Kedua undang-
undang ini merupakan kemenangan parlemen melawan raja-raja
keluarga Stuart, karena memindahkan kedaulatan dari tangan raja
ke tangan parlemen. Parlemen menurunkan Raja James II dari
jabatannya, lalu mempersembahkan mahkota kepada Putri Mary
dan suaminya Pengeran William dari Orange (Holland) dalam apa
yang dinamakan ”Glorious Revolution 1688”.
c. Parlemen Act 1911 dan 1949. Kedua undang-undang ini
membatasi kekuasaan majelis tinggi (House of Lords) dan
menetapkan supremasi Majelis Rendah (House of Commons).
Contohnya, House of Lords dalam beberapa keadaan tertentu
dilarang menolak rancangan undang-undang yang telah diterima
oleh House of Commons.
2. Beberapa keputusan hakim, terutama yang merupakan tafsiran
mengenai undang-undang parlemen.
3. Konvensi-konvensi atau aturan-aturan yang berdasarkan tradisi, antara
lain mengatur hubungan kabinet dan parlemen. Konvensi atau disebut
juga rule of politic behaviour, ada yang sudah beberapa puluh tahun
bahkan ratusan tahun menjadi tradisi dan mendarah daging bagi orang-
orang Inggris, antara lain:
a. Prinsip-prinsip tanggung jawab politik yang merupakan tulang
punggung sistem manajemen pemerintahan Inggris, yakni kabinet
harus dibubarkan jika tidak lagi mendapat kepercayaan mayoritas
anggota majelis rendah.
b. Jika kabinet membubarkan diri, maka raja pertama-tama akan
memberi kesempatan kepada pemimpin oposisi untuk
membentuk kabinet baru.
[61]
Konstitusi di Inggris adalah undang-undang yang ada di negara tersebut, dianggap undang-
undang dasar. Dalam pada itu Manajemen Pemerintahan Inggris dalam kegiatannya
berdasarkan kepada Konstitusi.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
61
2. Manajemen Pemerintahan Sistem manajemen pemerintahan secara umum diterjemahkan sebagai
tata kelola pemerintahan secara konvensional, karena tidak memiliki
konstitusi. Sistem manajemen pemerintahan di Inggris ditujukan untuk
mewujudkan:
a. External Security
b. Internal Order
c. Justice
d. General Welfare
e. Individual Freedom.
Dalam manajemen pemerintahan Inggris terdapat institusi-institusi
berikut:
1. Parlemen yang mempunyai dua badan, yaitu House of Common
(DPR) dan House of Lord atau Dewan Pangeran atau Majelis Tinggi.
House of Lord memiliki 3.000 anggota, yaitu para bangsawan dengan
garis keturunan raja-raja. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 300
orang yang aktif. Parlemen Inggris di depan raja sekitar tahun 1300.
Parlemen Inggris adalah badan legislatif kerajaan Inggris. Asal
muasalnya bisa ditelusuri hingga awal abad pertengahan. Parlemen
Inggris mengambil alih banyak kekuasaan dari penguasa. Setelah UU
Persatuan 1707 dikeluarkan, parlemen Inggris menjadi bagian dari
Parlemen Britania Raya yang kemudian berubah nama menjadi
Parlemen Kerajaan Bersatu. Sejarah awal pembentukannya dapat
dilacak di masa Anglo-Sakson. Raja-raja Anglo-Sakson didampingi
sebuah dewan penasihat yang dikenal sebagai Witenagemot, yang
memiliki anak dan saudara raja. Ealdormen, atau ketua eksekutif shire
dan pendeta senior negeri juga menjadi anggota Witenagemot. Raja
tetap memiliki otoritas tertinggi, tetapi hukum hanya dibuat setelah
mendapatkan saran-saran dari Witenagemot. (di belakang hari, harus
ada persetujuan Witenagemot). Secara bertahap, dewan kerajaan
berkembang menjadi parlemen. Pertama kali kata parlemen digunakan
dalam dokumen-dokumen resmi di masa pemerintahan Henry III. Hak
suara di pemilu parlemen untuk konstituante county sama di seluruh
county, yang memberikan hak pilih pada tiap orang yang memiliki
tanah untuk disewa 40 shilling per tahun. Namun, kekuasaan parlemen
menurun akibat perang saudara. Setelah Peperangan Mawar usai, raja
kembali memiliki kekuasaan tertinggi. Raja ada di puncak
kekuasaannya selama pemerintahan Henry VIII. Pertentangan besar
antara raja dan parlemen terjadi di masa pengganti James I, yaitu
Charles I. Pada 1628, House of Commons mengirim Petition of Right,
menuntut agar hak mereka dikembalikan. Meski menyetujui petisi itu,
raja kemudian menutup parlemen dan selama11 tahun berkuasa tanpa
parlemen. Hanya setelah terjadi krisis keuangan akibat perang, raja
terpaksa memanggil parlemen agar bisa mengatur perpajakan.
Parlemen baru yang suka melawan ini akhirnya ditutup kembali oleh
raja tiga minggu kemudian. Ini disebut Parlemen Pendek. Krisis
keuangan yang tak kunjung teratasi, mendorong raja untuk kembali
membentuk parlemen lain. Pertentangan kekuasaan antara parlemen
dan raja pun menimbulkan Perang Saudara Inggris. Mereka yang
mendukung parlemen disebut parlementarian atau 'Roundheads'. Pada
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
62
1649, Rump Parliament menghukum mati Charles dan digantikan oleh
kediktatoran militer Oliver Cromwell. Setelah kematian Cromwell,
system monarki dikembalikan pada 1660. Menyusul Restorasi,
penguasa setuju untuk memanggil parlemen secara berkala. Namun,
tidak ada jaminan jelas atas kebebasan parlemen hingga masa James II.
Sebagai penguasa Katolik yang tidak populer, dia dipaksa
meninggalkan negeri pada 1688. Parlemen memutuskan bahwa dia
telah meletakkan tahta, dan menawarkannya kepada puterinya yang
Protestan, yaitu Mary, daripada puteranya yang Katolik. Mary II pun
berkuasa bersama suaminya William III. Menyusul Perjanjian
Persatuan pada 1707, UU parlemen kembar digolkan secara berturut-
turut, yaitu Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia yang kemudian
membentuk Kerajaan Britania Raya sekaligus membubarkan kedua
parlemen tersebut dan menggantinya dengan Parlemen Britania Raya
yang berbasis di bekas tempat parlemen Inggris.
2. Mahkamah Agung dengan kewenangan menguji undang-undang yang
dibuat Parlemen, di samping melaksanakan tugas judicial laiinya.
Dengan demikian, Mahkamah Agung mempunyai hak ikut serta dalam
kegiatan legislatif, yaitu jika undang-undang yang sudah disahkan oleh
parlemen ternyata terdapat kekeliruan, atau bertentangan dengan
undang-undang yang lebih dahulu dan kurang mencerminkan rakyat
Inggris, maka undang-undang tersebut harus diperbaiki.
3. Perdana Menteri yang mengepalai pemerintahan. Perdana Menteri
adalah orang yang memperoleh suara mayoritas dalam pemilihan
umum dan dalam parlemen. Dalam melaksanakan tugas, perdana
menteri bertanggungjawab kepada parlemen. Inilah yang disebut
Kabinet Parlementer.
Di samping ketiga badan tersebut, ada pula badan negara yang lain,
yaitu badan raja atau ratu. Untuk memudahkan pembahasan, selanjutnya
hanya akan disebut raja. Raja tidak mengendalikan pemerintahan, dan hanya
bertindak sebagai kepala pemerintahan. Dalam konstitusi Inggris pun pernah
ada yang disebut ”The King can do no wrong”. Ini pertama kali tumbuh di
Inggris, pada masa Charles I, berkenaan dengan kebijakan raja tetapi yang
dijatuhi hukuman mati justru para menterinya, yaitu The earl of Strafford dan
Archibishop William Laud.
Dalam sistem manajemen pemerintahan di Inggris ada banyak hal
penting untuk disimak, yaitu:
1. Jika terjadi kekacauan dalam pemerintahan sehingga kabinet mendapat
mosi tidak percaya dari Parlemen, maka kabinet harus bubar dan
Perdana Menteri menyerahkan mandat kepada raja. Kemudian raja
menunjuk kembali mantan Perdana Menteri atau orang lain agar
membentuk kabinet yang memperoleh dukungan mayoritas di
Parlemen. Jika kabinet ini tetap tidak dapat terbentuk kembali dan
formatur atau calon perdana menteri kembali menyerahkan mandat
kepada raja, House of Lords akan membubarkan parlemen dan
mengadakan pemilihan umum kembali. Dalam kabinet parlementer,
raja adalah pemimpin negara, tetapi dia tidak menjadi kepala
pemerintahan.
2. Dalam perencanaan pembangunan, Inggris sama dengan berbagai
negara lain, yaitu meliputi perencanaan fisik, fungsional, komprehensif
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
63
dan kombinasi umum. Hanya saja, karena Inggris merupakan negara
maju, maka perencanaan pembangunan lebih diserahkan kepada sektor
industri yang pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh sektor
swasta. Jumlah perusahaan negara juga relatif lebih sedikit
dibandingkan Indonesia. Hal ini disebabkan adanya dominasi modal
swasta di sektor perindustrian. Itu sebabnya, negara Inggris disebut
negara Kapitalis Liberalisme.
3. Perencanaan yang bersifat politis, sosial dan budaya, akan lebih
diorientasikan pada kepentingan pengembangan kerajaan dan sifat-sifat
sosial-budaya masyarakat. Dalam manajemen pemerintahan di Inggris
juga terlihat adanya usaha Departemen Pendidikan yang menunjang
pengembangan bahasa Inggris untuk seluruh dunia. Ini pun menjadi
salah satu sebab bahasa Inggris menjadi bahasa internasional.
4. Meskipun bersifat leberalisme, pembinaan demokrasi di Inggris tetap
berorientasi pada feodalisme, mengingat setiap negara kerajaan akan
tetap berusaha mengembangkan feodalisme. Itu sebabnya, ―House of
Lords‖ yang merupakan dewan pangeran, tidak akan dapat dihapus
selama Inggris masih menganut bentuk pemerintahan Monaki.
5. Parlemen Inggris tidak mempunyai hak impeachment, yaitu hak
mengadili perdana menteri sekali pun dia dianggap melanggar
undang-undang. Sebagai jalan keluar, parlemen akan mengeluarkan
mosi tidak percaya jika perdana menteri diangap melanggar undang-
undang. Perdana menteri harus meletakkan jabatan dan
mengembalikan mandat kepada raja. Kemudian raja menunjuk
formatur baru yang diusulkan oleh Perdana Menteri untuk membentuk
kabinet baru. Jika perdana menteri mundur, maka seluruh anggota
kabinet juga berhenti. Dalam keadaan kabinet baru belum terbentuk,
tugas pekerjaan dibebankan kepada kabinet lama yang disebut kabinet
demisioner.
6. Mahkamah Agung di Inggris mempunyai fungsi hak uji undang-
undang. Mahkamah Agung diangkat oleh perdana menteri berdasarkan
usul parlemen.
3. Falsafah Feodalisme Sistem manajemen pemerintahan Inggris secara filosofi dipengaruhi
oleh falsafah ―Feodalisme‖, di mana segala kegiatannya harus sesuai dengan
falsafah tersebut. Karena Inggris merupakan negara monarki yang
menjunjung tinggi keturunan, maka Inggris pun menjunjung tinggi feodalisme
yang selalu melekat pada sifat monarki tersebut. Itu sebabnya, upaya apa pun
untuk mempengaruhi rakyat, tidak dapat dilakukan jika meninggalkan sifat-
sifat feodalisme. Jika sifat-sifat feodalisme dilanggar, justru akan mendapat
reaksi keras dari masyarakat itu sendiri.
Sikap aparatur adalah demokrasi feodalistik, di mana masyarakat
menghendaki adanya keharmonisan dan penyatuan tindakan dalam rangka
menjalankan undang-undang/penertiban pemerintahan. Itu sebabnya, yang
menjadi koordinator dalam manajemen pemerintahan di Inggris adalah
Perdana Menteri.
Dalam konteks ini, pengawasan atas tindakan manajemen
pemerintahan dilakukan oleh parlemen, raja dan pers. Pengawasan yang
dilakukan oleh raja, umumnya berupa saran, pendapat, atau nasehat yang
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
64
diberikan kepada Perdana Menteri demi kebaikan negara. Saran dari raja
bersifat mengikat untuk dilaksanakan, tetapi raja tidak bisa dimintakan
pertanggungjawabannya jika saran yang diberikan tidak dapat dilaksanakan
dengan baik. Hal ini mengingat dalam undang-undang di Inggris dicantumkan
‖The King can do no wrong‖.
Sedangkan pengawasan dari parlemen adalah dengan menggunakan
hak inisiatif, hak interpelasi, hak budgeter, hak angket, hak amandemen, hak
dengar pendapat, hak menyatakan pendapat dan hak mosi tidak percaya. Hak-
hak ini dapat berjalan secara efektif karena yang menjadi anggota parlemen
adalah orang-orang yang telah mempunyai pendidikan tinggi dan pengalaman
luas. Sedangkan pengawasan dari masyarakat, baik melalui pers maupun
unjuk rasa atas kegiatan manajemen pemerintahan, cukup menunjukkan
adanya keterbukaan, sehingga pengawasan itu dapat berjalan secara efektif.
Demikian pula hanya dengan pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
65
SISTEM MANAJEMEN PEMERINTAHAN
DI NEGARA BERKEMBANG
6.1. Sistem Manajemen Pemerintahan di Malaysia
1. Kekuasaan Ketika China dan India memulai perdagangan melewati Selat Malaka,
Semenanjung Melayu berubah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Itu sebabnya, banyak kerajaan di Selat Malaka yang berdiri pada abad ke-10
berasal dari pelabuhan.[62] Namun, jauh sebelumnya, pada awal abad ke-5,
Kesultanan Malaka telah berdiri, dan kemakmuran ekonominya menarik minat
penjajah (Portugis, Belanda dan Inggris).
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul Pemukiman Selat[63] dan
Koloni Mahkota[64] Inggris[65] yang dibentuk pada 1826. Inggris pun sedikit
demi sedikit menyebarkan pengaruh dan proteksinjya kepada seluruh
semenanjung. Pemukiman Selat, termasuk Pulau Pinang, Singapura dan
Malaka.
Pada 1867 Inggris menjadi semakin agresif dan mulai merebut negeri-
negeri Melayu yang lain. Timbulnya perang saudara di daerah-daerah
Semenanjung Melayu, memberi peluang bagi Inggris dipilih untuk
menyelesaikan berbagai masalah penduduk Negeri Selat itu. Akhirnya,
Perjanjian Pangkor ditandatangani, yang berimplikasi terjadinya perluasan
kekuasaan Inggris ke negeri-negeri Melayu, yaitu Perak, Pahang, Selangor dan
Negeri Sembilan yang juga dikenal sebagai Negeri-Negeri Bersekutu, atau
negeri Bersatu. Negeri-negeri lain yang tidak termasuk negeri-negeri
bersekutu adalah, Perlis, Kedah, Kelantan Trengganu di bawah kekuasaan
Thailand.
Dampak takluknya Jepang pada Perang Dunia II dan kebangkitan
komunis, dorongan untuk merdeka semakin kuat. Saat Inggris menginginkan
pembentukan Uni Malaya setelah berakhirnya perang, masyarakat Melayu pun
menentangnya. Mereka menginginkan sistem yang pro-Melayu dan menolak
[62]
Berbagai sumber dapat disimpulkan beberapa Kerajaan yang berdiri termasuk Langkasuka
dan Lembah Bujang di Kedah, Beruas dan Gangga Negara di Perak, dan Pan Pan di
Kelantan. [63]
Straits Settlements terdiri dari : Penang, Malaka, Singapora itu Manajemen Pemerintahan
Inggris dalam kegiatannya berdasarkan kepada Konstitusi. [64]
Crown Colony. [65]
Britania.
BAB 6
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
66
masuknya Singapura. Mereka juga meminta sistem kewarganegaraan tunggal,
dibandingkan dwi kewarganegaraan yang mengizinkan para pendatang
mendapat status warga negara Malaya dan negara asal. Kemerdekaan untuk
semenanjung diperoleh pada 1957 di bawah nama Persekutuan Malaya, tanpa
Singapura.[66] Belakangan, nama Persekutuan Malaya berubah menjadi
Malaysia.
Pada awal terbentuknya Malaysia, banyak terjadi masalah. Contohnya,
konflik dengan Indonesia dan tuntutan Filipina atas Sabah. Dua peristiwa
penting lain adalah, Singapura menarik diri dari Malaysia pada 1965 dan
terjadinya kerusuhan etnis pada 1969.
Malaysia adalah sebuah negara federasi dengan ibukota Kuala
Lumpur. Pemerintah Daerah-nya berbentuk negara bagian. Malaysia, karena
sejarahnya, menjadi anggota Persemakmuran Inggris semenjak tahun 1957,
meliputi bekas koloni-koloni Inggris ditambah sembilan negara yang dulu
dibawah perlindungan Inggris.
Jika ditarik ke belakang, pengaruh Eropa sudah masuk ke Malaysia
sejak 1511, ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis. Kemudian, dilanjutkan
oleh Belanda ya ng menguasai Malaka mulai 1641 sampai pecah perang
Napoleon di Eropa pada 1815. Sesudah itu, Inggris menancapkan kaki dan
paling berkuasa di daerah tersebut. Perak, Selangor, Negeri Sembilan dan
Pahang membentuk Federasi negara-negara Melayu pada 1895. Belakangan,
Siam menyerahkan Kedah, Kelantan, Perlis dan Trengganu kepada Inggris,
yang menggabungkan Johor dengan negara-negara ini menjadi “Unfederated
Malay States” pada 1909.
Pada masa Perang Dunia II, daerah-daerah di semenanjung Melayu
diduduki Jepang. Setelah Jepang menyerah pada sekutu, Inggris membentuk
Uni Malaya pada 1946 yang meliputi seluruh Malaysia kecuali Singapura, dan
menghapuskan Strats Settlements. Kekacauan politik yang terjadi dua tahun
kemudian pada 1948, menyulut perang antara gerilyawan Malaysia dengan
tentara Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya, Inggris menggunakan strategi
ulur waktu, sehingga Malaysia baru memperoleh kemerdekaannya menjadi
negara berdaulat dengan pemerintahan sendiri dan diterima menjadi anggota
PBB pada 1957. Uni dibentuk kembali pada 1958 dengan nama Federasi
Malaya, di bawah Komisaris Tinggi Inggris.
3. Manajemen Pemerintahan Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan di Malaysia. Perdana
Menteri dipilih oleh Yang di-Pertuan Agung, Raja Malaysia, dari anggota-
anggota parlemen yang mendapat dukungan mayoritas dari parlemen.
Biasanya, yang dipilih menjadi perdana menteri adalah pemimpin partai
politik terkuat di parlemen (Dewan Rakyat). Sejak kemerdekaannya pada
1957, Perdana Menteri semuanya berasal dari UMNO (United Malays
National Organisation/ Organisasi Nasional Melayu Bersatu), partai terbesar
dalam Barisan Nasional (dikenal sebagai Parti Perikatan hingga 1969).
Ada kekhawatiran bahwa UMNO maupun Partai Islam se-Malaysia
akan melarang seorang non-Bumiputera, misalnya dari etnis Cina, menjadi
[66]
Akhirnya Singapura memisahkan diri menjadi Negara Merdeka..
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
67
perdana menteri. Namun, pemerintah berulang kali meyakinkan rakyat bahwa
konstitusi Malaysia tidak mensyaratkan perdana menteri harus seorang
Bumiputera. Lihat Tabel 6.1. Daftar Perdana Menteri Malaysia Pertama
sampai ke lima, mulai tahun 1957-sampai dengan 2008.
TABEL 6.1. DAFTAR NAMA PERDANA MENTERI MALAYSIA
TAHUN 1957-2018
Nama Mulai
bertugas
Selesai
bertugas Partai
Tunku Abdul Rahman 1957 1970 UMNO
Tun Abdul Razak 1970 1976 UMNO
Tun Hussein Onn 1976 1981 UMNO
Tun Dr. Mahathir Mohamad 1981 2003 UMNO
Dato' Seri Abdullah Ahmad
Badawi 2003 2018
UMNO
Dato Sri Mohd Najib Tun Abdul
Razak
Tun Dr. Mahathir Mohamad
2019
10 Mei 2018
2013
sekarang
UMNO-BN
Parti Pribumi
Bersatu Malaysia
Malaysia menggunakan sistem Demokrasi Parlementer di bawah
sumpah Lembaga Kerajaan. Malaysia diketuai oleh Seri Paduka Baginda
Yang di-Pertuan Agong yang dipilih dari sembilan sultan negeri Melayu untuk
masa jabatan lima tahun sebagai Ketua Negeri dan Pemerintah Tertinggi
Angkatan Tentera.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer di Malaysia memiliki dua
dewan, yaitu:
1. Dewan Negara dengan 70 anggota yang terpilih untuk masa tugas 3
tahun. Pemilihan dibagi dalam dua kategori, yaitu 26 anggota dipilih
oleh dewan berdasarkan perundangan negara yang mewakili 13 negeri
dan 44 anggota lagi dilantik oleh Seri Paduka Baginda Yang di-
Pertuan Agong atas saran Perdana Menteri, termasuk dua anggota dari
Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dan dua anggota yang masing-
masing mewakili Wilayah Persekutuan Labuan dan Putrajaya.
2. Dewan Rakyat mempunyai 219 anggota. Setiap anggota mewakili satu
daerah konstituen. Anggota dipilih atas dasar dukungan dalam
pemilihan umum. Setiap anggota Dewan Rakyat memangku jabatan
selama 5 tahun.
Kekuasaan undang-udang dibagi antara kerajaan persekutuan dan
kerajaan negeri yang ditentukan oleh parlemen. Undang-undang tertinggi
adalah “Konstitusi Malaysia”, dan untuk mengubahnya diperlukan majoritas
dua pertiga. Undang-undang kedua adalah undang-undang syariah yang
diambil dari ajaran Islam. Sultan merupakan ketua agama Islam yang
kekuasaannya tunduk kepada Baginda Kerajaan Negeri.
Sistem legislatif Malaysia berasaskan undang-undang Inggris,
sekalipun kebanyakan dari undang-undang dan konstitusi telah mengadopsi
undang-undang India. Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) selalu akan
mengkaji kembali semua keputusan yang diambil oleh Pengadilan Tinggi. MA
mempunyai jurisdiksi dalam hal-hal konstitusi dan jika terjadi perselisihan di
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
68
antara negeri-negeri. Semenanjung Malaysia, Sabah dan Sarawak mempunyai
Pengadilan Tinggi.
Kunci sukses Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Malaysia
terutama terletak pada pembangunan pendidikan, pemberantasan korupsi dan
konsisten dengan apa yang telah diputuskan bersama.[67] Meski lebih muda dari
Indonesia, Malaysia lebih maju dalam hal pembangunan. Bahkan kemajuan
pembangunan di Malaysia meninggalkan negara-negara Asean lainh, kecuali
Singapura.
Ketika negara ini merdeka pada 31 Agustus 1957, pemerintahan di
bawah Perdana Menteri pertama, Tunku Abdul Rahman, menerima warisan
dari Pemerintahan Inggris berupa infrastruktur dan sistem manajemen
pemerintahan yang bagus.[68] Dengan anggaran 5,1 milliar ringgit pada 1957,
Tunku Abdul Rahman berusaha membangun bangsa dan negaranya. Dalam
menjalankan tugas perdana menteri pertama sampai 1879, Tunku Abdul
Rahman menghadapi banyak hambatan dalam memajukan negara.
Konfrontasi dengan Indonesia dan minimnya lembaga pendidikan, membuat
perjalanan negeri tersebut kurang lancar. Di samping itu, pada 1969 terjadi
kerusuhan antar etnis di Kuala Lumpur yang merusak situasi keamanan yang
baru saja dibangun.
Tun Abdul Razak yang kembali terpilih untuk masa jabatan kedua
(1970-1976), berusaha meletakkan dasar-dasar manajemen pemerintahan dan
mendorong pembangunan, sesuai dengan kondisi masyarakat Malaysia saat
itu. Upaya ini dilanjutkan oleh penggantinya, Datuk Hussein Onn, yang
memerintah pada 1976-1981. Datuk Hussein Onn menata berbagai ketentuan
hukum yang berlaku di Malaysia.
Perdana Menteri ke-4 Malaysia adalah Dr. Mahathir Mohamad yang
memerintah antara 1981-2003. Dengan kebijakan yang disebut Kebijakan
Ekonomi Baru[69] mencoba membuat Malaysia menjadi negeri baru.
Pengiriman putra-putri bumi putra untuk belajar ke luar negeri, termasuk ke
Indonesia, yang sudah dilakukan sejak zaman Tunku Abdul Rahman semakin
digalakkan. Tidak hanya itu, upaya mengelola sumber daya alam (SDA) oleh
putra-putri Malaysia, yang antara lain pernah belajar ke Pertamina pada 1978,
juga diintensifkan. Sekarang, Petronas di Malaysia tumbuh menjadi salah satu
maskapai perminyakan terkemuka di dunia.
Dr. Mahathir Muhammad yang “dijuluki” Bapak Pemodernan
Malaysia itu, dalam waktu 22 tahun berhasil membuat Kuala Lumpur, ibu kota
Malaysia, menjadi kota modern. Jalan bebas hambatan dari Johor Baru ke
daerah perbatasan dengan Thailand Selatan digagas dengan cermat dan ke
perbatasan dengan Singapura dibangun. Malaysia juga membangun Bandara
[67]
Kompas, 22 September 2007.. [68]
Inggris meninggalakn jajahannya dengan mempersiapkan sistem manajemen pemerintahan
dan infrastruktur yang baik, sehingga pemerintahan selanjutnya tidak kesulitan dalam
menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan Tugas pembangunan. Berbeda dengan Belanda
yang meninggalkan Indonesia saat akhir penjajahannya meninggalkan kebodohan dan
menajemen pemerintahan serta infrastruktur yang yang tidak baik, dan menyulitkan bangsa
Indonesia. Ini sebagai perbandingan peninggalan kolonial Inggris dan Belanda [69]
New Economic Policy yang merupakan kebijakan Dr. Mahatir Mohamad merupakan
trobosan untuk mengembangkan Malaysia menjadi Negeri Baru.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
69
baru yang berjarak lebih dari 70 kilometer dari kota Kuala Lumpur, lengkap
dengan “sky train” untuk menghubungkan dua terminal.
Dari Bandara menuju Kuala Lumpur tersedia “Kuala Lumpur
International Airport Expres” yang cepat, nyaman dan murah. Transportasi
di kota Kuala Lumpur sendiri dilengkapi monorel dan kereta “Light Rapid
Transit” (LRT) yang menghubungkan enam penjuru, yaitu Port Klang-Sentul,
Rawang-Sremban, Sentul-Sri-Petaling, Terminal Putra-Taman Bajía dan
Titiwangsa-KL Central. Semua ini membuat Kuala Lumpur setara dengan
kota-kota modern di Eropa dan berbagai negara maju lain.
Pembangunan kota Kuala Lumpur memang luar biasa, namun pihak
oposisi justru merisaukan dan mengkhawatirkan pelaksanaan kebijakan
ekonomi baru yang secara terselubung “menganak emaskan” etnis melayu,
tetapi meminggirkan etnis China dan India. Sekali pun dianggap penting bagi
pembangunan di Malaysia, kebijakan yang digagas Perdana Menteri Tun
Abdul Razak sebagai jawaban atas kerusuhan etnis di Malaysia pada 1969 itu,
kini justru melahirkan kecemburuan.
Kebijakan ini merupakan pemberian berbagai keistimewaan lepada
etnis Melayu. Berbagai keistimewaan ini diharapkan mampu mengangkat etnis
melayu dari kemiskinan. Di masa pemerintahan PM Tun Abdul Razak,
penguasaan ekonomi etnis Melayu hanya 24%, sementara warga China-India
menguasai 33% dan sisanya yang 63% dikuasai warga asing. Tingkat
kemiskinan warga melayu saat itu pun sangat tinggi, yaitu mencapai 49%.
Melalui kebijakan ekonomi baru yang dilancarkan di negeri jiran ini,
sekarang perbandingan kemampuan ekonomi di antara tiga kelompok besar ini
menjadi Melayu 30%, China-India 40% dan warga asing 30%. Berbagai pihak
mengakui, pelaksanaan kebijakan ekonomi baru ini berhasil mengurangi
tingkat kemiskinan dan menaikkan penguasaan ekonomi warga melayu.
Namun, di sisi pengistimewaan yang berlebihan juga melahirkan sejumlah
pengusaha Melayu “Ali Baba”.[70]
Pemberian hak-hak istimewa kepada warga Melayu dalam membangun
usaha, lama-kelamaan melahirkan kecemburuan di kalangan etnis China dan
India yang sama-sama merasa sebagai warga Malaysia. Mengingat berbagai
protes tidak mungkin dilakukan secara terbuka, upaya yang dilakukan ádalah
migrasi. Hal itu kebanyakan dilakukan oleh kaum muda etnis China. Berbagai
pihak sudah mengingatkan akan bahaya kecemburuan sosial yang muncul
sebagai dampak penerapan kebijakan ekonomi baru.
Tun Dr. Mahathir Mohamad pada pemilihan 10 Mei 2018 terpilih
kembali setelah Dato' Sri Mohd Najib Tun Abdul Razak tidak dipercaya oleh
rakyat yang diduga korupsi.Pemerintah Razak dianggap merugikan negara,
pada saat buku ini sedang ditulis Razak sedang diproses hukum.
[70]
Ali Baba alias pengusaha di atas angin. Setelah mendapatkan kontrak kerja, mereka tidak
mengerjakan sendiri, tetapi menjual atau mensubkontrakan kepada pengusaha non-Melayu.
Dampak kelanjutannya, terjadi kebocoran belanja pemerintah dan pembangunan dana yang
tidak efisien..
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
70
3. Pengawasan Perdana Menteri Malaysia ke-5 adalah Abdullah Ahmad Badawi
dengan masa jabatan 2003-2009. Dia mengembangkan sistem manajemen
yang sangat berbeda dengan pendahulunya. Jika Mahathir menerapkan konsep
think big, maka Badawi memilih konsep think small yang mendorong sektor
UKM untuk maju. Namun, perselisihannya dengan ‖guru‖nya yang sekaligus
mantan perdana menteri Mahathir Mohamad membuat pemerintahan Badawi
gerah. Sebagai Social Control dari masyarakat, Dr. Mahathir menulis surat
kritik terbuka kepada Badawi yang menyatakan ―Badawi tak mencapai apa-
apa yang berarti selama masa pemerintahannya‖. Bahkan Mahathir juga
menyatakan penyesalannya telah memilih Pak Lah (panggilan Badawi), dan
bukannya Najib Razak (Wakil Perdana Menteri).[71]
Surat Mahathir ini bisa dikatakan sebagai puncak kritik terbuka
Mahathir kepada Badawi sejak ―serangan‖ pertama pada 12 Juni 2006. Ketika
itu Mahathir dalam sebuah wawancara menyebutkan ―ada yang salah‖ dalam
pemerintahan Badawi. Menurutnya, korupsi makin sulit dikontrol, dan
Mahathir juga menuduh Badawi telah menjual negara.
Selain kritikan yang bersifat pengawasan dari Mahathir, kinerja
Badawi dan UMNO pun sedang dipertanyakan banyak pihak. Anggota
parlemen Partai Aksi Demokratik dari Kuala Lumpur Utara Lim Kit Siang,
misalnya, pada 6 November 2006 meminta Badawi memaparkan apa saja
kebijakan yang dijalankan setelah menjalankan pemerintahan selama tiga
tahun. Ini merupakan pengawasan parlemen atas pemerintahan Badawi di era
demokrasi.
Pengawasan lain dari masyarakat juga dilakukan melalui situs berita
independen Malaysia Kini. Dalam salah satu tajuknya, situs ini menyarankan
agar energi Badawi tidak terlalu terfokus pada kritikan Mahathir, karena
semua itu hanya suatu permainan politik. Menurut situs yang pernah dibreidel
semasa Mahathir ini, publik sama sekali tidak tertarik ada pertikian personal.
―Rakyat kecewa dengan janji-janji kosong Badawi. Masalah utamanya adalah,
Badawi tidak mengerjakan sesuatu yang signifikan untuk memenuhi janji-
janjinya pada masa pemilihan umum,‖ demikian tulis Malaysia kini.
6.2. Sistem Manajemen Pemerintahan di Saudi Arabia
1. Kekuasaan Negara kerajaan di Asia Barat Daya, meliputi semenanjung Arab
dengan Ibu kota Riyad dan Mekkah. Di sebelah utara berbatasan dengan
Yordania, Irak dan Kuwait, di sebelah timur dengan teluk Persia, di sebelah
barat dengan Laut Merah dan di sebelah selatan dengan gurun Rub al Khali.
Di wilayah Hedjaz terdapat kota-kota suci Mekah dan Madinah.
Dasar perekonomian Saudi Arabia adalah peternakan dan pertanian,
tetapi kemakmuran Saudi Arabia terletak pada sektor industri minyak, yang
[71]
Surat Dr. Mahatir Mohamad tanggal 27 Oktober 2006. dalam surat Mahathir yang
menempatkan diri sebgai warga negara biasa.yang menyrang kepada Pemerintahan Abdullah
Badawi tidak mencapai sukses seperti yang diinginkan rakyatnya
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
71
merupakan cadangan minyak terbesar di dunia. Perusahaan Arabian American
Oil Company (Aramco) yang berbasis di Delaware, memegang konsesi-
konsesi minyak sejak 1933. Pengaruh Aramco begitu besar sehingga untuk
patokan harga gas, Indonesia dan beberapa negara lain mengacu pada harga
yang ditetapkan Aramco.
Berdasarkan sejarah, riwayat Saudi Arabia dimulai sejak 1925, ketika
Ibn Saud, Raja Nedjd, secara resmi mengambil alih daerah Hedjaz.
Pemerintahannya diakui oleh Inggris pada 1927 dan nama Saudi Arabia yang
merupakan gabungan Nedjd dan Hedjaz diterima pada 1932. Ibn Saud wafat
pada 1953, dan digantikan oleh putranya Saud. Bentuk pemerintahan Saudi
Arabia adalah monarkhi, meskipun saudara Saud, Feisal, dijadikan Perdana
Menteri pada 1953 dan diberi kekuasaan luas pada 1958.
Kekuasaan manajemen pemerintahan negara Saudi Arabia berada
sepenuhnya di tangan raja yang merangkap sebagai Perdana Menteri.
Kebijakan manajemen pemerintahan ditetapkan dengan keputusan raja, setelah
raja mendengarkan nasehat dari para menteri dan para ulama. Perencanaan
(seperti APBN) dibuat, tetapi kebijakan anggaran Saudi Arabia tetap
ditentukan oleh raja, karena raja merangkap jabatan perdana menteri.
Pertanggungjawaban tentang manajemen pemerintahan langsung oleh raja
kepada rakyat.
Sementara itu, dalam hal pengorganisasian manajemen pemerintahan,
Saudi Arabia hanya mengenal satu badan eksekutif saja, yang dilengkapi
kekuasaan legislatif dan yudikatif. Saudi Arabia menerapkan manajemen
pemerintahan yang menganut “sistem sentralisasi” atau “sistem
kediktaktoran.” Itu sebabnya, di saudi Arabia tidak ada pemilu dan tidak ada
partai karena negara ini tidak memiliki badan pewakilan rakyat atau badan
legislatif yang terpisah dari kekuasaan raja. Dengan kata lain, di Saudi Arabia
tidak ada susunan keanggotaan Majelis All Umma atau pun DPR.
Dalam manajemen pemerintahan, Saudi Arabia menerapkan “close
management system‖, yaitu tidak terdapatnya social-participation dan social
control. Tidak adanya social participation, karena rakyat tidak ikut
menentukan bagaimana cara mengelola pemerintahan yang baik. Rakyat
samasekali tidak memiliki kesempatan untuk melakukan social participation.
Jadi, yang menentukan sistem manajemen pemerintahan paling baik
dan paling efektif adalah raja dan para menterinya, atau para gubernur.
Sedangkan tidak adanya social control karena alasan tidak ada sarana (tools)
untuk melakukannya. Memang, pernah ada social control, namun dalam
bentuk ekstrim, yaitu dengan menduduki Masjidil Harom oleh orang yang
menamakan diri Imam Mahdi. Sebaliknya, social responsibility dilaksanakan,
karena raja harus memberikan pertanggung jawaban kepada rakyat. Demikian
juga social support dilaksanakan, karena adanya dukungan rakyat terhadap
raja.
2. Falsafah Feodal Falsafah yang dianut di Saudi Arabia adalah feodalitik dan autokratik,
karena manajemen pemerintahannya menganut sistem totaliter dan bentuk
pemerintahannya adalah Monarkhi.
Sistem komunikasi dalam manajemen pemerintahan Saudi Arabia
adalah satu arah yaitu one way traffic communication, yaitu hanya berupa
penyampaian pemikiran-pemikiran pemerintah kepada rakyat. Sedangkan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
72
pemikiran-pemikiran rakyat tidak dapat disalurkan secara efektif kepada
pemerintah. Dengan cara komunikasi satu arah seperti ini, terjadi
”communication gap” antara pemerintah dan rakyat.
3. Sikap Aparatur Sikap aparatur dalam manajemen pemerintahan adalah feodal dan
kerajaan, sehingga berpotensi menimbulkan ekses negatif terhadap
masyarakat. Apalagi pengawasan dari legislatif di negara Saudi Arabia tidak
ada, karena memang tidak memiliki badan perwakilan politik. Sementara itu,
hak inisiatif, hak budgeter, hak amandemen dan berbagai hak lain yang
seharusnya dimiliki oleh badan legislatif, seluruhnya dipegang oleh raja.
Sedangkan, hak mosi tidak percaya dari badan perwakilan politik yang
dimiliki raja, tidak mungkin digunakan untuk melawan dirinya sendiri. Karena
itu, raja dengan kekuasaan yang begitu besar dapat mewariskan tahta kepada
putera mahkota.
Bagaimana dengan judicial control? Di Saudi Arabia, judicial control
ada pada Mahkamah Agung dan badan lainnya. Judicial control ini dilakukan
terhadap aparatur manajemen pemerintahan maupun terhadap rakyat, tetapi
tidak terhadap raja karena di samping sebagai kepala pemerintahan, raja juga
menjadi pemimpin agama. Sedangkan peradilan, dijalankan menurut hukum
Islam. Jadi, seorang pemimpin agama merupakan orang yang dianggap bersih
dan paling tahu di dalam bidang agama itu sendiri, sehingga pengadilan agama
pun dikendalikan oleh raja. Dengan berbagai penjelasan ini, raja di saudi
Arabia memegang kekuasaan mutlak atas kekuasan legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Pengawasan masyarakat, termasuk pengawasn melalui media, sangat
terkendali, yaitu hanya untuk mengontrol kegiatan aparatur. Tetapi,
”pengawasan pada raja tidak akan berani”. Hal ini dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan raja. Mengingat, jika pers memperoelh kebebasan
untuk mengritik rejim raja, sudah barang tentu akan membahayakan
kedudukan kerajaan pada umumnya dan kedudukan raja pada khususnya.
Karena pengawasan atas perencanaan pembangunan, pengorganisasian
dan kegiatan aparatur negara dilakukan oleh raja, maka bawahan harus loyal
pada raja. Jika bawahan tidak loyal, akan membahayakan kerajaan.
6.3. Sistem Manajemen Pemerintahan di Thailand
1. Kekuasaan Thailand secara umum sering disebut ”The Kingdom of Thailand”
atau ”The Kingdom of Siam” sampai 23 Juni 1939.[72] Sejak itu, nama
Kerajaan Siam diganti menjadi Thailand oleh Perdana Menteri Pibhun
Songgram. Lengkapnya, Ratcha Anachak Thai artinya "Kerajaan
Thailand" or "Kingdom of Thai". Etimologi komponen kata terdiri dari:
Ratcha dari Sanskrit raja, artinya "king, royal, realm" atau raja, sedangkan
kata ana memiliki pengertian authority, command, power atau kekuasaan.
Kata itu sendiri dari Sanskrit ājñā yang mempunyai beberapa pengertian.
[72]
Lihat History Thailand , Siam, CSM-Thai.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
73
Sedangkan chak dari bahasa Sanskrit chakra, adalah simbol dari kekuasaan
dan kebenaran. Thailand dengan ibukota Bangkok terletak di Asia Tenggara,
berbatasan dengan Birma, Laos, Kamboja dan Malaysia.
Mayoritas negeri ini berupa daratan rendah yang mengandalkan
tanaman padi. Sementara di daerah barat-laut, didominasi oleh gunung-gunung
yang kaya akan hutan jati. Sedangkan hampir seluruh bagian jasirahnya,
tertutup hutan dengan hasil utama berupa timah, wolfram dan karet. Lalu,
perikanan di sepanjang pantai sangat penting. Dalam hal religi, mayoritas
penduduk beragama Budha. Meski demikian, Thailand juga merupakan
negara multi etnis (Cina, Melayu, Annam, Kamboja, Mon, Negrito dan
penduduk asli bangsa Thai atau Siam).
Sejarah Thailand modern dimulai ketika bangsa Khmer (Kamboja)
yang menguasai negeri ini sejak abad ke-11 dienyahkan pada abad ke-13. Saat
itu para pemimpin Thai di bagian utara (Sukkothai) menyatakan kemerdekaan
negeri ini dari penjajahan Khmer. Timbullah dinasti Thai dengan Ibukotanya
Ayuthia. Kedatangan para pedagang Portugis dan kaum misionaris pada abad
ke-16 menandai dimulainya hubungan Thailand dengan negara-negara barat.
Pada abad ke-19 kemerdekaan Thailand terancam oleh Inggris dan Perancis,
tetapi bangsa Thailand dapat mempertahankannya.
Dinasti Chakkri didirikan pada 1782 dan masih tetap berkuasa sampai
sekarang. Raja Mongkut tahun 1815-1860 dan Chulalongkorn Tahun 1868-
1910 telah mengadakan berbagai perbaikan di bidang ekonomi dan sosial.
Ditinjau dari manajemen pemerintahan dan politik, Thailand tetap merupakan
negara Monarkhi Absolut hingga 1932. Perubahan terjadi ketika suatu kudeta
memaksa Raja Prajadhipok yang berkuasa antara 1925-1935 menerima
konstitusi, dan kecondongan ke arah demokrasi mulai terjadi pada 1938. Saat
itu, Thailand berada di bawah pemerintahan Jenderal Luang Pibhun Songgram
yang kemudian dikenal dengan Phibun Songgram di bawah raja Ananda pada
1935-1946. Dia digulingkan pada 1944, tetapi kembali berkuasa pada 1947.
Thailand diduduki tentara Jepang pada tahun 1941 dan bersekutu dengan
Jepang dalam Perang Dunia II.
Setelah Perang Dunia II, Thailand menjalin hubungan dengan
Amerika. Juga menjalin hubungan negara-negara berkembang lain selama
perang dingin. Dalam beberapa dekade terakhir kerap terjadi kudeta oleh rejim
militer, namun berbagai kudeta ini tidak merusak demokrasi dan monarkhi
sejak 1980.
2. Manajemen Pemerintahan Sejak reformasi politik di bawah absolut monarkhi pada 1932,
Thailand memiliki 17 konstitusi dan piagam atau charters.[73] Sampai sekarang,
format manajemen pemerintahan Thailand adalah usulan dari diktaktor militer
untuk pemilihan yang demokratis, karena semua gubernur memahami bahwa
[73]
The Council of State, Constitutions of Thailand. This list contains 2 errors : it states that
the 6th Constitution was promulgated in 1912 (rather than 1952), and it states that the 11
th
constitution was promulgated in 1976.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
74
pemerintahan menganut monarkhi. [74] Konstitusi 1997 merupakan konstitusi
pertama yang diperkenalkan melalui pemilihan disebut konsitutsi rakyat.[75]
Konstitusi 1997 menciptakan bicameral legislature yang terdiri dari
500 anggota dewan atau House of Representatives (sapha phutan ratsadon)
dan 200 Senate (wuthisapha).[76] Untuk pertama kali dalam sejarah Thailand,
kedua lembaga ini dibentuk melalui pemilihan. Hak asasi manusia pun diakui
dengan tegas, dan tolok ukurnya adalah meningkatnya stabilitas dalam proses
pemilihan pemerintahan.
Dewan dipilih dengan cara voting atau first-past-the-post system, di
mana kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan dinyatakan menang.
Sementara Senat dipilih untuk tingkat provinsi, di mana satu posisi senator
dicadangkan untuk rakyat. Anggota Dewan atau Members of the House of
Representatives menduduki jabatan selama 4 tahun, sedangkan Senator
selama 6 tahun. Mahkamah Agung (The court system) merupakan pengadilan
konstitusional dengan yurisdiksi atas dasar konstitusi dari tindakan yang
bersifat parlementer, keputusan kerajaan dan berbagai hal politis.
Pada Januari 2001, pemilihan umum pertama dilaksanakan dengan
mengacu pada Konstitusi 1997 yang menjunjung asas keterbukaan dan bebas
korupsi. Ini adalah pemilihan umum pertama yang bebas di dalam sejarah
Thailand.[77] Pemerintah yang terbentuk berikut adalah, yang pertama di
Thailand dengan pembatasan masa jabatan selama empat tahun. Pemilihan
umum pada 2005 ditandai dengan jumlah pemberi suara tertinggi dalam
sejarah Thailand. Pemilu ini juga menjadi terkenal karena ditandai
berkurangnya politik uang secara signifikan, dibandingkan pemilihan
sebelumnya.[78]
Di awal 2006, pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra
yang diduga korup, meski sulit dibuktikan, mengalami tekanan kuat.
Akhirnya, dilakukan Pemilu ulangan dan Thaksin kembali memenangkannya.
Pihak oposisi yang memboikot pemilihan, terus melakukan tekanan dan
mendorong terjadinya kudeta oleh militer pada 19 September 2006. Ini bukti
bahwa negara Thailand yang menganut asas demokrasi ternyata sangat rawan
terhadap perebutan kekuasaan.
Tanpa menghadapi banyak perlawanan, junta militer yang
menggulingkan pemerintah Thaksin, membatalkan konstitusi dan
membubarkan parlemen. Bahkan beberapa anggota parlemen Thaksin
ditangkap. Hukum darurat diumumkan dan para penasihat raja menunjuk
Surayud Chulanot menjabat Perdana menteri sementara.[79]
[74]
Sering terjadinya coups di Tahiland, Daftar/List of Provious coups In Thailand, and list of
recent coups in Thailand’s History.. [75]
Kittipong Kittayarak, The Thai Constitution of 1997 and its Implication on Criminal
Justice Reform.. [76]
Op.cit. Thailand History. [77]
Op.cit. Thailand History. [78]
Aurel Croissant and Daniel J. Pojar, Jr., Quo Vadis Thailand? Thai Politics after the 2005
Parliamentary Election, Strategic Insights, Volume IV, Issue 6 (June 2005) , The Nation, NLA
'doesn't represent' all of the people, 14 October 2006, and The Nation, Assembly will not play
a major role, 14 October 2006. [79]
Harian Kompas, tanggal 20 Sepetember 2008.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
75
3. Pembagian Wilayah Administratif Thailand dibagi dalam 75 provinsi yang dikelompokkan dalam lima
wilayah besar dengan dua daerah khusus, yaitu Bangkok (provinsi terbesar)
sebagai ibukota negara dan Pattaya.
Masing-Masing provinsi dibagi menjadi beberapa daerah tingkat II
(district) yang selanjutnya dibagi lagi menjadi sub-districts. Mulai 2006, di
Thailand terdapat 877 daerah (district) yang 50 diantaranya ada di Bangkok.
Beberapa provinsi besar lain adalah Nonthaburi, Pathum Thani, Samut Prakan,
Nakhon Pathom dan Samut Sakhon. Nama tiap kota besar provinsi adalah
sama dengan nama provinsinya. Contohnya, ibukota provinsi Chiang Mai
(Changwat Chiang Mai) adalah Mueang Chiang Mai atau Chiang Mai.
Thailand adalah negeri terbesar ke-50 dengan populasi penduduk
tertinggi ke-28 di dunia. Populasi penduduk Thailand menyamai negara-
negara seperti Iran dan Peru. Sedangkan dari ukuran luas daratan, Thailand
menyamai Prancis dan negara bagian California di AS, tetapi dua kali luas
negara Inggris dan 1.4 kali ukuran Negara Jerman.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
76
SISTEM MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
DI NEGARA-NEGARA RAWAN
KONFLIK
Dalam membahas manajemen pemerintahan, rasanya tidak adil kalau
yang dibahas hanya negara-negara yang sudah mapan atau negara-negara maju
(developed country). Untuk lebih adilnya, kita perlu membahas negara-negara
yang rawan konflik seperti Israel, Libanon dan Afghanistan. Manajemen
pemerintahan ketiga negara ini akan dibahas, meski hanya sepintas. Hal ini
akan menunjukkan bagaimana manajemen pemerintahan dapat berjalan di
negara-negara yang sedang konflik dan berperang. Kajian ini dapat dipakai
sebagai referensi bagi para pakar manajemen pemerintahan yang sedang
menggali suatu ilmu. Dalam bab ini penulis mulai dari negara Israel.
7.1. Sistem Manajemen Pemerintahan di Israel
1. Kekuasaan Zionisme Israel dalam bahasa Ibrani, Medinat Yisra„el, adalah sebuah negara
di Asia Barat, tepi Laut Tengah, berbatasan dengan Libanon di utara, Suria
dan Yordania di sebelah timur dan di barat-daya dengan Mesir. Selain itu,
Israel juga dikelilingi dua daerah otoritas Palestina: Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Pada saat buku ini ditulis, Israel dipimpin oleh Presiden Shimon Peres dan
Perdana Menteri Ehud Olmert.[80] Negara dengan ibukota Yerusalem dan
mendapat kemerdekaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 14 Mei
1948[81] ini, belum memiliki batas negara yang tetap.[82] Dari sisi
kependudukan, Israel memiliki populasi sekitar 7.2 Juta orang. [83] Bangsa Israel menyatakan diri untuk mendirikan sebuah negara di
Palestina atas dasar tiga sumber: (1) Warisan perjanjian Lama dari Kitab
[80]
Saat buku ini sedang ditulis Presiden adalah Shimon Peres dan Perdana Menterinya
adalah Ehud Olmert. [81]
Mandat dari Perseriktatan Bangsa-Bangsa kepada Britania Raya atau Inggris 14 Mei
1948, namun Kemerdekaan Negara Israel ditentang oleh negara-negara Timur Tengah lainnya
dan banyak negeri-negeri Muslim, dampaknya Perang antara Israel dan Liga Arab.. [82]
Batas-batas Wilayah Negara Israel masih belum jelas, karena masih selalu terjadi konflik
dengan negara-negara tetangganya khususnya negara Palestina. [83]
Central Bureau of Statistics Israel 12-9-2007.
tional Journal of Kurdish Studies, Jan, 2002 oleh Lokman I. Meho "The Kurds in Lebanon: a
social and historical overview".
BAB 7
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
77
Injil.[84] (2) Deklarasi Balfour yang diumumkan Inggris Raya pada 1917.[85] (3)
Pembagian Palestina menjadi negara Arab dan Negara Yahudi yang
direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB pada 1947.[86]
Namun, menurut beberapa referensi sejarah, bangsa Yahudi bukanlah
penduduk pertama Palestina, karena bangsa Mesir dan bangsa Kanaan telah
lebih dahulu bermukim di Palestina sekitar 3000 SM, sedangkan bangsa
Yahudi baru pada tahun 1020 SM.[87]
Berdirinya negara Israel yang hampir seluruh penduduknya terdiri dari
orang-orang Yahudi ini merupakan hasil “ZIONISME”.[88] Setelah Perang
Dunia Kedua (PDII), pada 1945 Israel mendapat cukup dukungan untuk
menjadi satu negara merdeka bagi orang-orang Yahudi Palestina dengan
penduduk 500.000 orang. Israel menjadi tempat tinggal bagi orang-orang
Yahudi yang saat itu tersebar di berbagai negara Arab.
Orang-orang Arab Palestina yang populasinya sekitar 1 juta (lebih
banyak dari Israel) dan negara-negara Arab, menentang berdirinya negara
Yahudi. Mereka menuntut kemerdekaan untuk seluruh rakyat Palestina dengan
orang Yahudi sebagai minoritas yang dilindungi. Tuntutan ini tidak pernah
mendapat tanggapan serius dari PBB.
Bahkan keputusan Inggris untuk setiap bulan hanya mengijinkan 2.000
orang Yahudi Eropa yang kehilangan tempat tinggalnya masuk Palestina
hingga jumlahnya mencapai 100.000 orang, mengakibatkan serentetan
serangan teroris Yahudi atas berbagai instalasi militer Inggris.
Setelah PBB pada 1947 membagi Palestina menjadi satu negara
Yahudi, satu negara Arab dan satu daerah Internasional yang kecil di mana
terletak Yerusalem, tanpa mempedulikan oposisi pihak Arab, negara Israel
diproklamirkan di Tel Aviv pada 14 Mei 1948. Sehari kemudian, Israel
diserang oleh tentara Libanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara-
negara Arab lain. Israel berhasil memenangkan perang ini, bahkan merebut
lebih dari 70% daerah mandat PBB dan Inggris.
Perang antara Israel dan anggota-anggota Liga Arab ini berakhir pada
Januari 1949 melalui mediasi PBB di bawah pimpinan Folk Bernadotte yang
kemudian diganti oleh Ralph Bunche. Setelah perang, daerah Israel bertambah
luas sekitar 50%. Sengketa dengan Mesir, Siria dan Yordania pun berlangsung
terus. Perang ini menyebabkan banyak bangsa Palestina yang mengungsi dari
daerahnya sendiri. Di sisi lain, tak sedikit kaum Yahudi yang diusir dari
negara-negara Arab.
[84]
Kitab Kejadian 15:18, ―Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui
firman, Untuk keturunanmu aku berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar,
sungai efrat.‖ [85]
Deklarasi Kemerdekaan Israel 1948 menyatakan ―atas dasar hak alamiah dan hak
kesejahteraan kita dengan ini (kami) memproklamasikan berdirinya sebuah negara Yahudi di
Tanah Israel-Negara Israel‖. [86]
Paul Findley, Deliberate Deceptions: Facing the Fact about the USA-Israel Relationship,
Lawrence Hil Books, Brooklyn, New York, 1993. p.1.. [87]
Pro dan Kotra para pakar sejarah tentang keberadaan negara tersebut merupakan negara
Israel, karena ada berbpendapat negara tersebut adalah negara Palestina. [88]
Zionisme adalah gerakan politik Yahudi yang ingin mendirikan negara sendiri yang
merdeka dan berdaulat di wilayah Palistina.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
78
Sebagai balasan atas nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir, Israel
menduduki Sinai pada 1956, tetapi menarik mundur pasukannya setelah PBB
turun tangan. Sesudah 1949, lebih dari 800.000 orang Yahudi berimigrasi ke
Israel yang dipimpin Presiden Chaim Weismann hingga wafat pada 1952. Dia
diganti oleh Ben Zvi. Para pemimpin politik Israel terkemuka sampai 1960
adalah, David Ben-Gurion, Moshe Sherett dan Golda Meir.
Perang melawan negara-negara Arab berkobar lagi selama sepekan
pada Juni 1967. Israel berhasil menduduki sebagian daerah musuh-musuhnya.
Perhatian PBB saat itu baru sampai pada penempatan kelompok-kelompok
pengawasan gencatan senjata di daerah terusan Suez. Sampai saat ini, keadaan
Timur Tengah masih belum kondusif, karena Israel terus berusaha memerangi
negara-negara tetangga untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Kaum
Yahudi menguasai 55% dari seluruh wilayah Palestina meski populasinya
hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Sedangkan kota
Yerusalem yang dianggap suci tidak hanya oleh orang Yahudi tetapi juga
orang Muslim dan Kristen, akan dijadikan kota ―internasional‖.
Sampai sekarang bangsa Indonesia belum mengakui kedaulatan Israel,
tetapi mengakui kedaulatan Palestina diakui meski daerahnya belum pasti.
Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009, Susilo Bambang
Yudhoyono, menyatakan, tidak akan membuka hubungan dengan Israel
sebelum masalah Palestina dipecahkan dan penjajahan Israel atas Palestina
dihapuskan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Secara global, Israel bisa dibagi menjadi dua daereah yakni daerah
Israel sendiri dan daerah pendudukan. Jika daerah pendudukan Israel tidak
diikut sertakan, maka Israel dibagi menjadi enam distrik utama yang disebut
mehozot. Distrik-distrik ini adalah: Haifa, Selatan, Tel Aviv, Tengah, Utara
dan Yerusalem.
Israel merupakan negara agresor atau negara yang sering melakukan
peperangan dengan tujuan untuk meluaskan wilayah. Sejak diproklamirkan
pada 1948 sampai sekarang, Israel terlibat sembilan kali peperangan dengan
negara-negara tetangganya, yaitu:
1. Perang Arab-Israel pada 1948;
2. Perang Kanal Suez pada 1956;
3. Perang ―Enam Hari‖ pada 1967;
4. Perang Yom Kipur pada 1973;
5. Perang Lebanon pada 1982;
6. Perang Intifadah pada 1987;
7. Perang Teluk II dengan Irak pada 1991;
8. Perang Intifadah Al Aqsa pada 2000;
9. Konflik Israel-Lebanon pada 2006.
10. Perang Israel-Palestina (Hamas) pada 2008-2009.
11. Konflik Israel-Palistina (Jalur Gaza) 2011.
12. Konflik Israel –Gaza 2014.
13. Kinflik Israel-palistina 2017.
14. Konflik – Gaza 2018.
Dalam perang Israel-Palestina (Hamas) yang meletus sejak 27
Desember 2008, Israel melakukan agresi besar-besaran di Jalur Gaza (Gaza
Strip). Sampai hari ke-20 sejak pecah perang, 1.105 penduduk Gaza tewas dan
lebih dari 5.000 penduduk luka-luka. Sementara di pihak Israel 13 orang
tewas. Kekejaman Israel benar-benar luar biasa, karena dengan alasan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
79
memburu Hamas, tentara Israel tak segan menghancurkan pemukimam
penduduk sipil. Bahkan tiga sekolah PBB (UN school), bangunan PBB lain
dan rumah-rumah sakit di Gaza tak luput dari gempuran Israel. Demikian juga
gudang PBB berisi bantuan kemanusiaan (makanan dan obat-obatan) senilai
puluhan juta dollar dihancurkan. Ban Ki Moon, Sekjen PBB, memprotes keras
kejadian ini dan meminta penjelasan dari Menteri Pertahanan Israel Ehud
Barack. Gaza City dan Rafah pun menjadi target gempuran Israel yang
menyerang dari darat, laut dan udara. Israel pun menurunkan pasukan
cadangan dalam membombardir Jalur Gaza. Baik Hamas maupun Israel sama-
sama tidak memenuhi Resolusi PBB untuk gencatan senjata.
Melihat tingginya korban sipil di pihak Palestina, banyak pemimpin
negara yang menuduh Israel telah melakukan genocide (penghapusan
etnis/bangsa) di Gaza. Bolivia dan Venezuela bahkan telah memutuskan
hubungan diplomatik mereka dengan Israel. Sementara presiden Iran,
Ahmadinejad, meminta semua pengusaha menghentikan kerjasama bisnis
dengan para pengusaha Israel. Komentar paling keras Ahmadinejad adalah:
―Not feasible for Israel to live!‖ Demo anti Israel merebak di seantero dunia,
termasuk Indonesia. Sementara PBB sendiri sampai pada kesimpulan bahwa
Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan melanggar hukum
internasional (International Law) di Jalur Gaza, termasuk di antaranya
penggunaan senjata kimia fosfor putih (white phosphorus) yang dilarang.
Israel yang sebenarnya ikut meratifikasi larangan penggunaan senjata kimia,
sebelumnya juga pernah menggunakan fosfor putih dalam perang 34 hari di
Libanon.
2. Manajemen Pemerintahan
Telah dipaparkan bahwa Israel adalah negara Zionisme. Sistem
manajemen pemerintahan negeri ini sangat baik, yaitu menggunakan sistem
parlementer demokrasi, di mana Knesset bertindak sebagai badan legislatif.
Manajemen pemerintahan secara umum diterjemahkan sebagai tata kelola
pemerintahan yang dijalankan untuk melayani warga negaranya, menjaga
stabilitas pemerintahan, serta mempertahankan martabat bangsa dan negara.
Penyelenggaraan manajemen pemerintahan di Israel yang rawan
konflik, merupakan aktivitas yang sangat rumit: (1) Mempertahankan
kebijakan luar negeri untuk mencari dukungan negara-negara lain melalui
lobi-lobi yang meyakinkan keberadaannya di Palestina. (2) Menjalankan
kebijakan dalam negeri, berupa penanganan serius dan melaksanakan berbagai
kegiatan berkesinambungan yang menyentuh seluruh aspek kehidupan
manusia yang bermasyarakat dan berbangsa.
Sehubungan dengan dua hal tersebut, pelaksanaan kegiatan dalam
negeri dapat terperangkap dalam belenggu kegiatan luar negeri, jika aktivitas
kebijakan dalam dan luar negeri tidak seimbang. Namun, Perdana Menteri
Israel dan kabinetnya sangat paham bahwa penanganan manajemen
pemerintahan selalu simultan antara dalam dan luar negeri. Artinya, meski
disibukkan oleh perang, pelaksanaan pembangunan tetap berjalan dengan baik,
sehingga rakyat Israel dapat merasakan kehidupan yang layak. Terutama
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
80
karena Israel selalu dibantu oleh negara-negara barat, dan Israel juga ahli
dalam lobi-lobi dengan Amerika.[89]
Perdana Menteri sebagai pemegang ”mandat” untuk
menyelenggarakan manajemen pemerintahan, mempunyai kekuasaan dan
kewenangan diplomatik dengan negara-negara lain. Dalam menjalankan
manajemen pemerintahan, Perdana Menteri memegang kekuasaan tertinggi,
antara lain:
1. Pemegang kekuasaan penuh atas pertahanan nasional untuk menjaga
kedaulatan bangsa dan negara.
2. Pemegang kendali kebijakan luar negeri yang menentukan baik
buruknya hubungan dengan negara-negara lain.
3. Pemimpin bangsa yang menjadi tempat mengadu, menggantungkan
harapan, dan membangkitkan kembali moral masyarakat.
4. Membuat perjanjian dengan negara-negara lain.
5. Mengumumkan perang terhadap negara lain.
Kewenangan dan kekuasaan Perdana Menteri sebagai pempinan negara
dan pelaksana menajemen pemerintahan, berfungsi sebagai penyelenggara
tugas eksekutif yang mencakup:
1. Memimpin kabinet beserta aparatur pemerintahannya.
2. Menjalankan tugas-tugas negara dan tugas pembangunan untuk
kepentingan warga negaranya.
Melaksanakan mandat dari Knesset atau lembaga legislatif Di Israel, konstitusi dipahami sebagai pelaksanaan manajemen
pemerintahan sesuai dengan ketentuan hukum. Artinya, semua kegiatan
manajemen pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam praktiknya yang lebih mendasar, agar lebih efektif dan efisien
dalam menjalankan kebijakan, Perdana Menteri akan didukung oleh organisasi
kuat, yakni Knesset dan Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, ada tiga
lembaga tinggi yang saling mendukung dalam pelaksanaan manajemen
pemerintahan, yaitu:
1. Perdana Menteri yang memegang kekuasaan eksekutif.
2. Knesset atau parlemen yang memegang kekasaan legislatif.
3. Mahkamah Agung yang memegang kekuasaan yudikatif.
Selain ketiga lembaga tersebut, ada pula Presiden yang memegang
kekuasaan pemerintahan dengan tugas-tugas yang hanya bersifat seremonial.
Kekuasaan penuh dikendalikan oleh Perdana Menteri. Dalam pelaksanaan
manajemen pemerintahan, khususnya bidang hukum terdiri dari tiga lembaga,
yaitu:
1. Pengadilan Rendah yang ditempatkan di setiap distrik.
2. Pengadilan Tinggi yang ditempatkan di lima wilayah.
[89]
Lihat Paul Findley, ―Deliberate Deceptions : Facing the Fact about the U.S.-Israel
Reletionship, Lawrence Hill Book, Brooklyn, New York, 1993.P.1. Disebutkan bahwa
Pemerintahan AS terus memberikan dukungan financial, diplomatik, dan militer sementara
Israel terus melanggar hukum-hukum internasional, menjalankan pemerintahan militer yang
keras dan sering kali brutal atas hamir dua juta bangsa Arab, dan menutupi semua ini dibalik
perisai penipuan yang cermat.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
81
3. Mahkamah Agung di Yerusalem.
3. Filosofi Persatuan Secara filosofis, manajemen pemerintahan Israel dipengaruhi oleh
falsafah ―Persatuan‖. Di mana pun orang Yahudi berada, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, mereka akan memperjuangkan nasib bangsa dan
negaranya. Hal ini nampak dari banyaknya orang-orang Yahudi yang berada
di negara Amerika mau pun Eropa yang memberikan bantuan. Persatuan
orang-orang Yahudi sangat kuat, sehingga segala kegiatan manajemen
pemerintahan harus sesuai dengan falsafah tersebut.
Perumus kebijakan publik (public policy) di Israel adalah Knesset
sebagai wakil rakyat. Sedangkan yang melaksanakan kebijakan publik adalah
Perdana Menteri dan seluruh aparaturnya (kabinet). Perdana Menteri yang
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum sistem
proporsional, memangku jabatannya selama empat tahun dan dapat dipilih
kembali.
Meski negara dalam keadaan konflik, pelayanan pemerintah atas warga
negaranya relatif baik, karena sumber daya manusia (SDM) maupun sumber
daya lain dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Itu sebabnya, di dalam
manajemen pemerintahan Israel terdapat efisiensi kerja.
Dalam pelaksanaan manajemen pemerintahan, khususnya kebijakan
luar negeri untuk mendapatkan dukungan, pejabat pemerintahan Israel dengan
gesit melobi negara-negara barat, dan nampak lebih banyak berhasil
meyakinkan, sehingga secara finansial banyak negara yang memberikan
sumbangan pada Israel.
Penempatan pejabat atau menteri pada manajemen pemerintahan
Israel, dilakukan dengan asas mayoritas yang menggunakan ”spoil system”
dan ”merit system”. Spoil system dilakukan dengan mengangkat atau
menempatkan pejabat dari kelompok sendiri, yaitu kelompok Perdana Menteri
yang memenangkan pemilihan umum dengan sistem proposional.
Sedangkan sistem merit dilakukan dengan menempatkan pejabat di
departemen atau kementrian yang betul-betul didasarkan pada keahlian dan
pengalaman. Meski negara Israel sering mengalami konflik dengan negara-
negara lain, di sana demokrasi berjalan dengan baik. Karena itu, dalam rangka
mewujudkan manajemen pemerintahan yang baik secara demokratis, Israel
memilih pemimpin pemerintahan secara bertanggung jawab, yaitu melalui
prosedur pemilihan umum.
Manajemen pemerintahan dilakukan secara profesional sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup rakyat. Setiap pergantian pucuk pimpinan
pemerintahan juga selalu ditopang dengan kehidupan demokrasi yang dapat
menyuarakan keinginan masyarakat, serta memformulasikan tujuan dan dasar
pembangunan negara.
4. Aparatur Pemerintahan Aparatur dan seluruh pejabat, mulai dari Perdana Menteri sampai staf
akan bersikap demokratis. Sikap demokratis aparatur ini, memberikan sikap
yang lebih kuat terhadap pemerintahan yang demokratis. Suatu manajemen
pemerintahan yang berasaskan demokratis tetapi tidak didukung oleh sikap
aparatur yang demokratis, maka sistem pemerintahan yang demokratis itu
tidak dapat berjalan secara efektif. Itu sebabnya, manajemen pemerintahan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
82
Israel dapat berjalan secara efektif, karena didukung oleh aparatur yang
memiliki sikap demokratis pula.
Sikap demokratis itu juga dapat tercipta karena semua kebutuhan
aparatur (administrator) di Israel relatif dapat terpenuhi dengan gaji yang
mencukupi kerbutuhan hidup, sehingga mereka dapat bersikap demokratis.
Para administrator di Israel telah membudayakan pola kepemimpinan yang
demokratis, sikap demokratis dan komunikasi demokratis.
Sikap demokratis juga dapat berjalan dengan baik, karena adanya
pengawasan Knesset. Pengawasan terhadap aparatur bertujuan untuk
mewujudkan manajemen pemerintahan yang sejalan dengan undang-undang
dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara.
Pengawasan yang dilakukan Knesset, meliputi kegiatan politik, sosial,
ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan dan hubungan luar negeri.
Pengawasan Knesset terhadap aktivitas manajemen pemerintahan
sangat menentukan, karena beberapa faktor seperti:
1. Negara demokrasi yang menganut open management, yaitu adanya
social participation, social responsibility, social control dan social
support.
2. Negara yang berdasarkan hukum, sehingga jalannya pemerintahan yang
mengatur dan melaksanakan kegiatan politik, sosial, ekonomi, budaya,
pertahanan/keamanan dan hubungan internasional, harus sesuai dengan
undang-undang. Jalannya manajemen pemerintahan harus sesuai
dengan asas Rule of Law.
3. Lembaga negara bukan hanya Perdana Menteri dan kabinetnya, tetapi
terdiri dari tiga badan, yaitu Knesset, Perdana Menteri dan Mahkamah
Agung. Ketiga lembaga ini melaksanakan tugas-tugasnya dengan
mekanisme yang sesuai fungsinya masing-masing.
Mengingat Knesset mewakili kepentingan seluruh rakyat, lembaga ini
mempunyai kewajiban dan kewenangan mengawasi pemerintahan agar
berjalan secara efektif dengan menggunakan hak-haknya.
Dalam hal judicial control terhadap manajemen pemerintahan, ternyata
tidak hanya terletak pada Mahkamah Agung saja, tetapi juga sebagian
dipunyai oleh Knesset.
Dalam pengawasan manajerial terhadap pemerintahan Israel, meliputi
pengawasan atas perencanaan negara, pengorganisasian negara, penggerakan
aparatur negara dan pengawasan terhadap para bawahannya.
Pengawasan manajerial di Israel meliputi seluruh aspek kegiatan dari
manajemen pemerintahan. Dengan demikian, Perdana Menteri sebagai ―top
manager‖ sebagai pengawas tertinggi dari kegiatan manajemen pemerintahan,
bertanggungjawab atas tercapai atau tidaknya tujuan negara, yakni keamanan
dari luar, ketertiban dalam negeri, keadilan, kesejahteraan masyarakat dan
kemerdekaan perorangan.
Di samping pengawasan manajerial, terdapat juga pengawasan sosial
terhadap manajemen pemerintahan yang dilakukan oleh media dan
masyarakat, baik masyarakat umum maupun mahasiswa.
Demikianlah sistem manajemen pemerintahan di negara Israel yang
rawan peperangan, sebagai negara dengan pemerintahan parlementer, tetapi
memberikan ruang gerak sangat luas pada masyarakat untuk ikut mengontrol
jalannya pemerintahan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
83
7.2. Sistem Manajemen Pemerintahan di Libanon
1. Kekuasaan Konfensionalisme Kata Libanon atau Lebanon, dilihat dari etimologi "Lubnān" dalam
bahasa Arab standar "Lebnan" atau "Lebnèn", berasal dari akar bahasa
Semit "LBN" yang berhubungan dengan beberapa makna dan erat kaitannya
dengan berbagai bahasa seperti putih dan susu.[90] Kata Libanon atau Lebanon,
diakui merujuk pada Gunung Lebanon yang berpuncak salju.[91] Nama ini
muncul dalam tiga dari duabelas lempengan Epos Gilgames tahun 2900 SM,
teks perpustakaan Elba tahun 2400 SM dan Alkitab. Kata Lebanon juga
disebutkan 71 dalam Perjanjian Lama.[92]
Libanon adalah sebuah negara di Asia Barat, Timur Tengah dengan
dengan Ibukota Beirut. Di sebelah barat berbatasan dengan Laut Tengah, di
utara dan timur dengan Suriah dan di sebelah Selatan dengan Israel. Lembah
El Bika yang menghasilkan gandum dan buah-buahan, terletak di antara
pegunungan pantai Libanon dan Anti-Libanon di perbatasan sebelah Timur.
Perbatasan dengan Israel telah disetujui PBB, tetapi sebidang kecil tanah,
Shebaa Farms, di dataran tinggi Golan yang diklaim Libanon diduduki Israel.
Negara Yahudi ini mengklaim bahwa Shebaa Farms adalah tanah Siria. PBB
telah mengumumkan secara resmi bahwa wilayah ini bukan milik Libanon,
namun pejuang Libanon kerap menyerang orang-orang Israel di dalamnya.
Bersama dengan Suriah, Libanon pernah menjadi koloni Roma dan
dimasukkan ke dalam kekuasaan kemaharajaan Byzantium, sampai sebagian
daerah ini jatuh ke tangan bangsa Arab pada abad ke-7. Setelah Perang Salib,
Libanon diperintah Turki hingga Perang Dunia Pertama. Kemudian, Suriah
dan Libanon dijadikan daerah mandat Perancis.
Libanon menjadi negara Republik pada 1926 dengan ibukota Beirut
dan menjadi negara merdeka yang berdaulat pada 22 Nopember 1943. Bahasa
Arab sebagai bahasa resmi, sementara bahasa lain adalah Prancis, Inggris dan
Armenia.
Pertentangan antara golongan Kristen Maronit dan penduduk beragama
Islam menimbulkan perang saudara pada Mei 1958. Atas permintaan presiden
Camille Chamoun, Amerika Serikat pun ikut campur tangan. Jenderal Chehab
dari golongan Kristen Maronit pun dipilih menjadi Presiden, dan tentara
Amerika Serikat ditarik mundur pada September 1958.
Karena keanekaragaman yang sektarian, Libanon menganut sebuah
sistem politik khusus yang dikenal sebagai ”KONFESIONALISME”, yakni
membagi-bagi kekuasaan semerata mungkin di antara aliran-aliran agama
yang berbeda-beda.[93] Dalam terminologi ilmu politik, seperti ditulis Imad
Harb dalam Lebanon’s Confessionalism, sistem politik ini adalah sistem
pemerintahan yang secara proporsional mengalokasikan kekuasaan politik di
[90]
Joumana Medlej, The Mountain.ch. [91]
Antoine Harb ―Lebanon : Name Through 4000 Years, 2004 [92]
Ibid. Antoine. [93]
Countries Quest. "Lebanon, Government". Desember 2006.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
84
antara komunitas-komunitas di sebuah negara, apakah relijius atau etnik
berdasarkan persentase populasi mereka di masyarakat.[94]
Julia Choucair dalam paper-nya “Lebanon Finding a Path from
deadlock to Democracy” menjelaskan, sistem politik Lebanon terutama
ditegaskan dengan confessionalism yang mengamanatkan agar perimbangan
kekuasaan antara komunitas-komunitas konfesional dipertahankan di parlemen
dan seluruh jajaran pemerintahan. Semua seakan-akan berggerak ke satu titik
damai.[95] Bahkan para anggota Dewan Keamanan PBB, dalam pernyataan
tidak resmi mereka, juga mengakui terjadi perkembangan berarti di Libanon.
Sebelum pecah Perang Saudara di Lebanon pada 1975-1990, negara ini
menikmati ketenangan dan kemakmuran yang relatif, di mana perekonomian
tumhuh didorong oleh sektor pariwisata, pertanian dan perbankan.[96] Libanon
saat itu dianggap sebagai ibukota perbankan di dunia Arab dan umumnya
dianggap sebagai "Swiss di Timur Tengah."[97] Karena kekuatan finansialnya,
Libanon juga mampu menarik banyak wisatawan,[98] hingga ibukotanya,
Beirut, dirujuk oleh banyak orang sebagai "Paris-nya Timur Tengah."[99]
Di masa lalu, negara ini menjadi tujuan wisata favorit dunia pada
setiap musim panas. Bahkan Thomas L Friedman, menulis, ”Libanon yang
pernah dikenal sebagai Swiss-nya Timur-tengah, memiliki banyak gunung,
banyak uang dan banyak kebudayaan. Entah bagaimana, secara luar biasa
negara ini berhasil hidup rukun”,[100] meski masih tercabik-cabik akibat
perang saudara pada 1975-1990. Rakyat seakan tidak pernah lepas dari
penderitaan akibat perang antara Hizbullah dan Israel.
Setelah perang, ada banyak upaya untuk membangun kembali sektor
perekonomian dan infrastruktur di Libanon.[101] Pada awal 2006, stabilitas yang
cukup signifikan berhasil dicapai di hampir seluruh negeri, demikian juga
rekonstruksi Beirut hampir selesai.[102] Wisatawan asing pun semakin banyak
melancong ke resor-resor di Libanon.[103] Namun, Perang Libanon-Israel
kembali meletus pada 12 Juli 2006 hingga tercapai gencatan senjata pada 14
Agustus 2006. Perang ini menimbulkan korban sipil/militer, kerusakan hebat
pada infrastruktur dan terjadi pengungsian besar-besaran. Setelah tercapai
gencatan senjata, pemerintah Libanon pun segera melakukan pemulihan untuk
kembali membangun properti di Beirut, Tirus dan desa-desa lain di Libanon
Selatan yang dihancurkan Israel. (Penjelasan rinci pada butir 4 di bawah sub-
judul ‖Manajemen Pemerintahan Campur Tangan)
[94]
Imad Harb dalam Lebanon’s Confessionalsm: Problems and Prospects, United States
Institute of Peace, March 2006. [95]
Julia Choucair dalam, Lebanon Finding a Path from deadlock to Democracy, Carnegie
Papers, No.64. Januari 2006. [96]
U.S. Department of State. "Background Note: Lebanon (History) August 2005".. [97]
USPG. "Anglican Church in Jerusalem responds to the Middle East crisis". 2006, and
Socialist Party "A new crisis in the Middle East?".2005. [98]
Anna Johnson , "Lebanon: Tourism Depends on Stability". 2006 [99]
TC Online (2002). "Paris of the Middle East". Diakses 31 Oktober 2006. [100]
Thomas L Friedman, dalam bukunya ―Dari Bairut ke Jerusalem‖. [101]
Canadian International Development Agency. "Lebanon: Country Profile". Diakses 2
Desember 2006. [102]
Center for the Study of the Built Environment. "Deconstructing Beirut's Reconstruction:
1990-2000". Diakses 31 Oktober 2006. [103]
Anna Johnson, Op.cit.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
85
2. Sistem Manajemen Pemerintahan Dalam manajemen pemerintahan, Libanon secara administratif dibagi
menjadi enam daerah tingkat satu yang disebut “gunernuran” atau
mohaafazaat dalam bahasa Arab. Selanjutnya, ”gubernuran” dibagi menjadi
25 distrik atau aqdya.[104] Distrik-distrik ini juga dibagi ke dalam sejumlah
“munisipal” yang masing-masing mencakup sekelompok kota atau desa.
Dari sisi kependudukan, Libanon terdiri dari beragam grup etnis dan
agama: (1) Sekitar 59% adalah Muslim yang terdiri dari Syiah, Sunni, Druze
dan Alawi. (2) Sekitar 39% adalah Kristen yang terdiri dari Katolik Maronit,
Ortodoks Antiokia, Katolik Yunani Melkit, Katolik Khaldea, Gereja Asiria di
Timur, Apostolik Armenia dan minoritas Protestan.[105] Ada juga kelompok
minoritas Yahudi yang tinggal di Beirut pusat, Byblos dan Bhamdoun. (3)
Komunitas kecil Kurdi yang kurang dari 1% dengan populasi 75.000-100.000
orang dan termasuk kelompok Sunni. Mereka juga dikenal sebagai Mhallami
atau Mardinli yang umumnya bermigrasi dari Suriah timur laut dan Turki
tenggara. Dalam tahun-tahun belakangan ini, mereka memperoleh
kewarganegaraan Libanon sehingga menguntungkan kelompok Muslim dan
Sunni khususnya.[106] (4) Ada pula ribuan suku Beduin Arab di Bekaa dan di
wilayah Wadi Khaled. Semuanya tergolong Sunni dan mendapatkan
kewarganegaraan Libanon.
Asas pluralitas ini menandakan manajemen pemerintahan Libanon
sangat memperhatikan sensitivitas politik dengan memberikan keseimbangan
keagamaan. Di negeri ini, penduduk beragama Kristen bergaul akrab dengan
penduduk beragama Islam.
Populasi penduduk yang tinggal di Libanon sendiri diperkirakan
3.874.050 jiwa pada Juli 2006.[107] Di samping itu, terdapat sekitar 16 juta
orang keturunan Libanon yang tersebar di seluruh dunia, terbanyak di
Brasil.[108] Argentina, Australia, Kanada, Kolombia, Prancis, Britania Raya,
Meksiko, Venezuela dan AS juga memiliki komunitas Libanon yang besar.
Dari total populasi, sejumlah 394.532 pengungsi Palestina telah terdaftar di
Libanon sejak 1948.[109]
Selama ribuan tahun, Libanon telah menjadi persimpangan utama
peradaban. Karena itu, tidak mengherankan jika negara kecil ini mempunyai
budaya yang luar biasa kaya dan hidup. Campuran kelompok etnis dan agama
yang sangat luas di Libanon ikut menyumbangkan tradisi makanan, musik,
sastra dan festival. Beirut, khususnya, merupakan panggung seni yang sangat
hidup dengan berbagai pertunjukan, pameran, mode dan konser yang diadakan
sepanjang tahun di berbagai galeri, museum, teater dan tempat-tempat terbuka.
[105]
CIA, the World Factbook. Dan Sensus resmi tidak dilakukan sejak 1932. [106]
Internal. [107]
Op.cit. CIA, the World Factbook. [108]
Marina Sarruf (2006). "Brazil Has More Lebanese than Lebanon". Diakses 30 November
2006. [109]
UNRWA (31 Desember 2003). "UNRWA: Palestinian Refugees". Diakses 25 November
2006.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
86
Masyarakat Libanon adalah modern, terdidik dan sangat mirip dengan
kebanyakan masyarakat Eropa lain di Mediterania. Meski sangat mirip dengan
Eropa, bangsa Libanon justru sangat bangga akan warisan mereka yang telah
menjadikan negeri ini, khususnya Beirut, sebagai pusat kebudayaan dunia
Arab. Libanon adalah anggota negara-negara berbahasa Prancis.[110] Karena itu,
kebanyakan orang Libanon memiliki kemampuan dwibahasa, yaitu Arab dan
Prancis. Belakangan, bahasa Inggris pun menjadi sangat populer, khususnya di
kalangan mahasiswa. Libanon juga merupakan pintu masuk negara-negara
Arab ke Eropa serta jembatan negara-negara Eropa ke dunia Arab.
3. Parlemen Libanon Sebagai negara republik demokratis parlementer yang memberlakukan
sistem khusus konfesionalisme,[111] pemerintah Libanon berusaha agar konflik
sektarian dapat dihindari dengan cara distribusi demografis aliran-aliran
keagamaan dalam pemerintahan dilakukan secara adli. Dalam konteks ini,
jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan disediakan untuk anggota-anggota
kelompok-kelompok keagamaan tertentu. Contohnya, Presiden Libanon
haruslah seorang Kristen Katolik Maronit, Perdana Menteri seorang Muslim
Sunni, Wakil Perdana Menteri seorang Kristen Ortodoks dan Ketua Parlemen
seorang Muslim Syiah.[112] Pembagian jabatan ini merupakan persetujuan tidak
tertulis pada 1943 antara Presiden dari Maronit dan Perdana Menteri dari
Sunni saat itu, dan baru diformalkan dengan konstitusi pada 1990.
Kecenderungan ini diterapkan dalam distribusi 128 kursi parlemen
yang dibagi dua antara Muslim dan Kristen. Sebelum 1990, rasionya adalah
6:5 yang menguntungkan orang Kristen. Namun, Persetujuan Taif yang
mengakhiri perang saudara 1975-1990, mengubah rasio tersebut dengan
memberikan representasi yang sama bagi para pemeluk kedua agama dominan
di Libanon.[113]
Jumlah anggota Parlemen Lebanon juga diatur berdasarkan agama
yang dianut yaitu:
1. Kristen atau Katolik 64 orang yang terdiri dari: Maronit 34, Ortodoks
Yunani 14, Katolik Yunani 8, Ortodoks Armenia 5, Katolik Armenia 1,
Protestan 1 dan lain-lain 1.
2. Islam dan Druze 64 orang yang terdiri dari: Sunni 27, Syi'ah 27, Druze
8 dan Alawi 2.
Menurut konstitusi, pemilihan anggota parlemen harus dilakukan
secara langsung setiap empat tahun sekali, meski dalam sejarah Libanon
belakangan ini, perang saudara selalu meletus sebelum hak ini dilaksanakan.
[110]
Organisation Internationale de la Francophonie. [111]
Bureau of Democracy, Human Right and Labor, 2002. Country Report on Human Right
Practices, 2002 Lebanon.. [112]
United States Institute of Peace, "Lebanon's Confessionalism: Problems and Prospects".
March 2006 and United States Institute of Peace. "Lebanon's Confessionalism: Problems and
Prospects". March 2006. [113]
United States Institute of Peace (March 2006). "Lebanon's Confessionalism: Problems
and Prospects". Diakses 3 Januari 2007.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
87
4. Manajemen Pemerintahan Campur Tangan Presiden terpilih di Libanon akan memangku jabatan untuk masa 6
tahun dan tidak boleh dipilih kembali. Namun, peraturan ini pernah dua kali
dilanggar, yaitu masa pemerintahan Elias Hrawi (1990-1995) yang
diperpanjang hingga 1998 dan masa jabatan Emile Lahoud (1998-2004) yang
diperpanjang hingga 2007. Sementara itu, sistem peradilan Libanon mengikuti
Kode Napoleon, yaitu tidak ada juri dalam pengadilan.
Pada prinsipnya, pemerintahan Libanon selalu menolak campur tangan
asing dalam melakukan manajemen pemerintahan, khususnya untuk urusan
dalam negeri. Namun, dalam sejarahnya, Libanon tidak pernah lepas dari
intervensi kepentingan Suriah dan Iran di satu sisi, dan Israel, Amerika serta
sekutunya di sisi lain. Sebagai negara yang terdiri dari banyak kelompok
dengan aneka orientasi ideologi seperti Syiah, Sunni, Alawiyah, Druze,
Kristen Maronit, Kristen Ortodok Yunani, Kristen Armenia dan Katolik
Yunani, pemerintahan Persatuan Libanon sebenarnya telah berusaha
menunjukkan sikap jelas. Para pemimpin berbagai kelompok seperti Syiah,
Sunni, Druze, Maronit dan Hizbullah menyatakan mendukung pemerintah
Nasional.
Faktanya, Libanon memang belum bisa bebas dari krisis manajemen
pemerintahan. Suatu perebutan kekuasaan, misalnya, jika tidak ditangani
secara hati-hati berpotensi mengulang sejarah terjadinya perang saudara di
negeri itu. Itulah Lebanon, salah satu Negara Arab yang sesungguhnya dapat
dikatakan sebagai negara paling demokratis, karena sejak merdeka pada 1943
secara teratur mengadakan pemilihan umum, memiliki sejumlah partai politik
dan relatif memberi kebebasan kepada pers.
Libanon memiliki sistem manajemen pemerintahan yang sangat
komplek, berlandaskan pada pemikiran bahwa harus ada keseimbangan dalam
semua aspek kehidupan politik di antara komunitas-komunitas relijius. Jika
keseimbangan ini terganggu, harmoni kehidupan, bahkan keutuhan Libanon
sebagai sebuah entitas negara pun akan terganggu. Kondisi seperti ini
sekarang tengah terjadi. Harmoni kehidupan di Libanon saat ini mulai
menipis. Partai-partai politik kembali bertabrakan dan agama pun kembali ikut
bermain. Kubu di bawah pimpinan Hizbullah yang didukung Suriah dan Iran
berusaha menjatuhkan pemerintah di bawah kepemimpinan Perdana Menteri
Fouad Siniora dukungan Barat.
Libanon kembali memanas, dan semua pihak berharap peristiwa
perang saudara 1975-1990 yang melibatkan kekuatan asing seperti Suriah,
Israel dan PLO tidak akan terulang. Namun, perang 34 hari (12 Juli – 14
Agustus 2006) antara Israel lawan Hizbullah secara resmi telah berakhir.
Pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk dari
Indonesia untuk misi di Libanon telah bertugas. Memenuhi resolusi PBB
nomor 1559, untuk pertama kali dalam 40 tahun, tentara Libanon diterjunkan
ke wilayah selatan Libanon. Mereka menggantikan pasukan Hizbullah yang
memang telah mengakar di sana. Hizbullah dan Israel yang sama-sama
mengklaim kemenangan, juga menarik mundur pasukannya masing-masing.
Sejak September 2006, pemerintah Libanon berusaha keras
memulihkan kerusakan-kerusakan akibat perang, terutama di bagian selatan
Libanon, Beirut dan Tirus yang mengalami kerusakan terparah. Lapangan
terbang Internasional yang dibom tentara Israel pada awal pertempuran,
dibuka kembali pada September 2006. Berbagai pihak menjanjikan bantuan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
88
untuk pembangunan kembali Libanon. Arab Saudi menyebutkan angka
US$1,5 miliar, Uni Eropa menjanjikan US$ 1 miliar dan beberapa negara
teluk membantu US$800 juta. Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hasan Nasrallah,
menyatakan telah mulai negosiasi dengan Israel untuk pertukaran tahanan
dengan mediator PBB. Meskipun Pemerintah Israel menutup mulut soal itu.
”Negosiasi ini serius, kami telah sampai pada tahap pertukaran ide,
proposal dan syarat-syarat,”[114] ucap Hasan Nasrallah. Pemerintah Libanon
juga menuntut PBB agar pasukan perdamaiannya, UNFIL, mampu menjaga
teritori Libanon dari profokasi militer Israel, karena pesawat-pesawat tempur
Israel secara reguler terbang rendah di wilayah udara Libanon. Sementara
pihak Israel meminta agar pasukan PBB mencegah penyelundupan senjata ke
Libanon dari wilayah Suriah. Sedangkan pembunuhan mantan Perdana
Menteri Rafik Hariri pada 14 Februari 2005 yang diduga melibatkan Suriah,
hingga kini masih menjadi pemicu kecurigaan antar kelompok.
Tokoh Sunni dari distrik Mount libanon, Muhammad Ali Jouzou,
dengan keras kembali mengungkapkan tuduhan lama: Hizbullah menjalankan
kepentingan Iran dan Suriah. Hizbullah juga mencoba menghalangi
pembentukan peradilan internasional di bawah PPB untuk kasus pembunuhan
Hariri. Sikap Jouzou, orang yang dituduh Hizbullah sebagai pro Amerika ini,
didukung oleh kelompok Druze.
Manajemen Pemerintahan Libanon selalu diwarnai manuver-manuver
politik berbagai kelompok. Hizbullah yang memiliki 11 wakil di parlemen dan
dua menteri dalam Pemerintahan PM Siniora, seperti diduga sebelumnya,
menolak melucuti diri seperti yang diamanatkan Resolusi 1559. Menurut
Wakil Sekretaris Jenderal Hisbullah Syekh Naim Qasim, Hizbullah akan tetap
memiliki senjata mereka dalam waktu tidak ditentukan. Menurut dia, meski
semua masalah Libanon, kembalinya Sheba Farm, pembebasan para tahanan
dan berakhirnya kekerasan tentara Israel di wilayah Libanon telah selesai,
Palestina masih dijajah Israel. Karena itu, Hizbullah akan tetap
mempertahankan senjata mereka. ‖Hizbullah tidak akan pernah mengakui
pendudukan Israel. Tetapi jika kelompok lain mengakui pendudukan
tersebut, itu urusan mereka,‖[115] ucapnya.
Sebaliknya, Jouzou menyalahkan Hizbullah yang telah menyeret
Libanon dalam perang, hanya gara-gara penculikan dua tentara Israel. ‖Saya
tidak melihat logikanya,‖ ucap Jouzou yang juga menuduh Presiden Lahoud
tidak berani membawa kasus pembunuhan Hariri ke pengadilan Internasional.
Lahoud memang dicurigai didukung Suriah dan punya hubungan erat dengan
beberapa pejabat tinggi intelijen Suriah. Ketegangan akibat saling sengketa
antar kelompok di Libanon makin diperuncing dengan adanya tekanan dari
luar.
[114]
Kata Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hasan Nasrallah Nasrallah dalam wawancara dengan
Telivisi milik Hisbullah, Al Manar Nopember 2006. Seperti diketahui penangkapan dua
tentara Israel oleh Hizbullah telah terjadi pemicu pertempuran kedua belah pihak. Israel
dipercaya telah menahan paling tidak empat anggota Hizbullah selama pertempuran lalu,
disamping tiga orang Libanon yang telah disekap bertahun-tahun. [115]
Pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Hisbullah Syekh Naim Qasim Tanggal 1 Nopember
2006.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
89
Pemerintah Amerika menuduh Hizbullah yang didukung Iran dan
Suriah berencana menjatuhkan Pemerintahan Perdana Menteri Siniora. Para
petinggi AS prihatin karena Suriah dan Iran terus-menerus mengganggu
stabilitas politik di Libanon yang dipimpin oleh pemerintahan yang
demokratis.‖[116] Amerika juga yakin Suriah terus menyelundupkan senjata ke
Libanon untuk Hizbullah. Situasi di Libanon memang mencemaskan. Utusan
Khusus PBB Terje Roed-Larsen, yang bertanggung jawab mengawasi
penerapan Resolusi 1559 dan Resolusi 1701 tentang larangan penyelundupan
senjata ke Libanon menyebutkan, keadaan di Libanon sangat
mengkhawatirkan. ‖Retorika politik masing-masing kelompok menunjukkan
adanya ketegangan tinggi. Menurut saya, kita harus waspada melihat keadaan
Libanon. Ada alasan kuat untuk khawatir, ke mana semua ini mengarah,‖ [117]
ucapnya.
Kekhawatiran Roed-Larsen dan banyak pihak lain atas kelanggengan
perdamaian di Libanon sangat masuk akal, mengingat eskalasi konflik di
kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan yang semuanya melibatkan AS dan
sekutunya, sangat tinggi. Serangan Israel tak henti menghajar Gaza.
Afganistan juga ingar-bingar. Irak yang menjadi pertaruhan besar
pemerintahan Goerge W. Bush, ikut menjadi unsur penentu kebijakan AS dan
sekutunya di Timur Tengah. Namun, Iran dengan ‖ancaman‖ nuklirnya
membuat Washington harus benar-benar berhitung di Timur Tengah.
Manajemen Pemerintahan Libanon yang sangat unik dalam
pemerintahan, termasuk ikut campur tangannya beberapa negara lain,
mengakibatkan ketidaktenangan pemerintahan tersebut. Sulit untuk
mengatakan bahwa manajemen pemerintahan Libanon akan lebih
menyejahterakan rakyatnya dari segi sosial politik maupun ekonomi, karena
stabilitas pemerintahannya sendiri memang belum bisa diharapkan. Mengingat
dalam pemerintahan ada unsur-unsur yang terkait seperti negara, rakyat dan
wilayah. Negara Libanon masih belum dapat dikatakan stabil karena banyak
ikut campur tangan dari negara lain. Sedangkan rakyat, masih menderita
akibat peperangan berkepanjangan dan sengketa sikap antar kelompok yang
tak kunjung usai. Jadi, hal yang wajar jika negara rawan konflik akan selalu
mengalami kesulitan dalam menjalankan manajemen pemerintahan yang baik
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
7.3. Sistem Manajemen Pemerintahan di Afghanistan
1. Pemerintahan Transisi Afghanistan atau Republik Islam Afghanistan merupakan sebuah
negara di Asia Tengah yang berawal dari sebuah kerajaan Islam di daerah
bukit-bukit Himalaya bagian barat. Topografi negara ini didominasi wilayah
pegunungan, walau ada dataran di utara dan barat daya. Titik tertinggi di
Afghanistan, Nowshak, ialah 7.485 m dpl. Sebagian besar negara ini kering
[116]
Kata John Bolton, John Bolton, Duta Besar AS untuk PBB, 31 Oktober 2006. [117]
Kata Terje Roed-Larsen, Terje Roed-Larsen Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
tanggal 1 Nopember 2006.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
90
dan pasokan air bersih terbatas. Dari sisi cuaca, Afghanistan memiliki musim
panas yang panas dan musim salju yang dingin.
Negara ini juga sering menjadi pusat gempa bumi.[118] Kedekatannya
(secara geografis) dengan Iran, membuat Afghanistan digolongkan sebagai
bagian dari Asia Selatan atau Timur Tengah. Afganistan berbatasan dengan
Iran di sebelah barat, Pakistan di selatan dan timur, Tajikistan, Turkmenistan
dan Uzbekistan di utara, serta China di ujung timur. Afghanistan juga
berbatasan dengan Khasmir, wilayah yang dipersengketakan oleh India dan
Pakistan.
Kabul sebagai Ibu kota dan sistem pemerintahan berbentuk Republik
Islam. Pada saat buku ini ditulis, Presiden Afghanistan adalah Hamid Karzai
dengan wakilnya Ahmad Zia Massoud Karim Khalili. Afghanistan
memperoleh kemerdekaan dari Britania Raya (Inggris) pada 19 Agustus
1919.[119] Populasi penduduk 29.928.987 orang.[120] Di samping ibu kota Kabul,
Herat, Jalalabad, Mazar-e Sharif dan Kandahar merupakan kota-kota utama
negara ini.
Sejarah mencatat Afghanistan sebagai negara pertanian dan
mengekspor komoditas seperti bulu domba, kulit binatang dan buah-buahan
yang dikeringkan.[121] Afghanistasn menganut politik netral dan menjalin
hubungan diplomatik dengan negara-negara barat maupun negara-negara
timur.
Pada Juni 2002, suatu multi party republik yang digantikan suatu
pemerintah sementara yang telah didirikan Desember 2001, mengikuti
kejatuhan Islam Taliban pemerintah. Pada kurun waktu antara tergulingnya
rezim pemerintahan Taliban pada 2001 dan Loya jirga atau sidang Majelis
Musyawarah Tradisional tahun 2004, dunia Barat menyebut negara ini
dengan nama ”Negara Islam Transisi Afganistan.”
2. Suku dan Bahasa Afghanistan yang menjadi rumah bagi berbagai suku, terus dilanda
perang saudara antar etnis dan suku. Kondisi perang yang tak kunjung usai
seperti ini tidak memungkinkan tersedianya data statistik yang memadai,
sehingga tidak bisa diketahui secara pasti kondisi sebenarnya negara ini. Data
yang ada sekarang pun hanya berdasarkan perkiraan.
Berdasarkan catatan, komposisi kesukuan di Afghanistan adalah,
Pashto 42% (terpusat di bagian timur dan selatan Afghanistan), Tajik 27%
(terpusat di bagian utara dan Kabul), Hazara 9% (berpusat di Afghanistan
tengah termasuk Bamiyan), Uzbek 9%, Aimak 4%, Turkmen 3%, Baluchi 2%
dan sisanya 4% yang mencakup Wakhidan Kyrgyz.[122]
Dua bahasa resmi Afghanistan adalah, Persia Afgani yang sering
disebut Dari 50% dan Pashtun 35%. Bahasa-bahasa lain adalah Turkik atau
Uzbek dan Turkmenistan yang digunakan oleh 11% penduduk, serta 30 bahasa
kecil, terutama Baluchi dan Pashai 4%. Banyak orang Afghanistan yang
[118]
BBC artikel Gempa Bumi, Maret 2002. [119]
Conutry Guide : Afghanistan. 2006. [120]
Perkiraan Tahun 2005. [121]
Op.cit.Ensyclopedia Umum, [122]
The World Factbook-Afghanistan 17 Mei 2005.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
91
mampu menggunakan dua bahasa atau lebih. Menurut agama, mayoritas
penduduk Afghanistan adalah Muslim Sunni 80%, Muslim Syi’ah 19%, dan
lainnya 1%. Afghanistan terdiri dari 34 provinsi.
3. Rekonstruksi Afghanistan adalah negara yang relatif miskin,[123] sangat bergantung
pada pertanian dan peternakan. Ekonominya melemah akibat kerusuhan
politik dan militer, ditambah kemarau keras dan berbagai masalah kebangsaan
antara 1998-2001. Sebagian penduduk mengalami krisis pangan, sandang,
papan dan minimnya sarana/prasarana kesehatan. Kondisi ini diperburuk oleh
operasi militer dan ketidakpastian politik. Sedangkan inflasi menyisakan
banyak masalah. Menyusul perang koalisi pimpinan AS yang menjatuhkan
Taliban pada November 2001 dan pembentukan Otoritas Interim Afganistan
(AIA) sebagai hasil Persetujuan Bonn Desember 2001, usaha Internasional
untuk membangun kembali Afghanistan dibicarakan dalam Koferensi Donor
Tokyo untuk rekonstruksi Afghanistan pada Januari 2002. Pertemuan negara-
negara donor ini berhasil menghimpun dana US$4,5 juta yang penggunaannya
diatur oleh Bank Dunia. Prioritas penggunaan dana antara lain untuk
konstruksi, pendidikan, kesehatan/fasilitas kesehatan, peningkatan kapasitas
administratif, perkembangan sektor pertanian, pembangunan kembali
infrastruktur jalan, energi listrik dan jaringan telekomunikasi.
Di sektor pendidikan, misalnya, diperkirakan 30% dari 7.000 sekolah
di Afghanistan rusak parah selama lebih dari dua dasawarsa pendudukan Uni
Soviet,[124] perang saudara dan penguasaan Taliban. Hanya setengah dari
sekolah-sekolah tersebut yang dilaporkan memiliki air bersih, dan kurang dari
40% yang memiliki sanitasi memadai. Selama masa kekuasaan Taliban,
pendidikan untuk anak laki-laki tidak menjadi prioritas dan anak-anak
perempuan ‖dibuang‖ dari sekolah secara ikhlas.
4. Manajemen Pemerintahan Sebuah pemerintahan sementara atau ‖pemerintahan transisi‖ telah
dibentuk di Afghanistan. Diketuai Presiden Hamid Karzai, sistem manajemen
pemerintahan Afghanistan adalah koalisi Aliansi Utara, daerah-daerah dan
kelompok-kelompok etnis lain yang terbentuk dari pemerintahan transisi oleh
‖Loya Jirga‖ (Dewan Agung). Sedangkan mantan raja Zahir Shah yang
kembali ke Afghanistan dari pengasingannya, tak lagi memegang kekuasaan
pemerintahan, tetapi hanya menjalankan kekuasaan seremonial terbatas.
Di bawah ‖Perjanjian Bonn‖ atau Bonn Agreement, Komisi Konstitusi
Afghanistan dibentuk untuk berkonsultasi dengan publik dalam upaya
penyusunan draft konstitusi yang dijadwalkan selesai pada 1 September 2003.
[123]
Berkenaan dengan kemiskinan dan kekerasan di sekeliling mereka, studi pada 2002 oleh
kelompok pembantu Save the Children mengatakan anak Afganistan ulet dan berani. Studi itu
memuji kuatnya institusi keluarga dan lingkungan. [124]
Perkiraan pada Musim Semi Tahun 2003, sekolah-sekolah di Afghanistan banyak yang
rusak akibat dari perang yang kepanjangan. Diperkirakan 4 juta anak Afganistan,
kemungkinan jumlah terbesar, dipercaya telah telah mendaftar untuk kelas untuk tahun-tahun
sekolah yang mulai pada Maret 2003. Data sementara tingkat melek huruf keseluruhan
penduduk diperkirakan 36%.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
92
Namun, komisi ini meminta penundaan agar dapat melakukan ‖konsultasi‖
lebih lanjut. Pertemuan Loya Jirga konstitusional akhirnya diselenggarakan
pada Desember 2003, saat konstitusi baru diadopsi yang menciptakan bentuk
pemerintahan presidensial.
Pasukan dan dinas intelijen AS, serta pasukan dari sejumlah negara
lain hadir, sebagian untuk menjaga perdamaian, yang lainnya ditugaskan
memburu ”Osama bin Laden, Taliban dan Al-Qaeda”.[125] Pasukan Penjaga
Perdamaian PBB pun diperlukan untuk difungsikan sebagai Pasukan
Pembantu Keamanan Internasional di Kabul pada Desember 2001.[126] NATO
mengambil kendali angkatan ini pada 11 Agustus 2003.
Pada 27 Maret 2003, Panglima Perang yang berpengaruh Jenderal
Abdul Rashid Dostum mengangkat seorang pejabat untuk menangani “Zona
Utara Afghanistan” dalam menentang pemerintahan Presiden Transisi Hamid
Karzai. Jenderal Abdul Rashid Dostum berkata, tidak ada lagi zona di
Afghanistan.
‖Sistem manajemen pemerintahan‖ pun terus diperdebatkan. Dewan
nasional Afghanistan mengadakan pemungutan suara guna menentukan sistem
pemerintahan baru. Laporan pers mengatakan, Presiden Hamid Karzai
agaknya berhasil meyakinkan para delegasi agar memberikan kekuasaan luas
kepada Presiden, sesuai dengan rancangan Undang-Undang Dasar yang
diajukan pemerintah.[127] Tetapi, sebagian kepala suku di Afghanistan
dilaporkan bersikeras agar diberlakukan sistem pemerintahan parlementer
yang dikepalai seorang Perdana Menteri untuk mengimbangi kekuasaan
Presiden.[128] Setelah Rancangan Undang-Undang Dasar itu disahkan, akan
diadakan pemilihan umum. Sistem manajemen pemerintahan masih belum
jelas, karena keadaan memang masih dalam kondisi konflik. Inilah
Afghanistan, sebuah negara yang masih rawan perang, di mana masuknya
Amerika dan Rusia tak terhindarkan lagi.
Ӂ ӁӁӁӁ
[125]
Pertanyaan yang sering muncul adalah : Apakah benar Osama bin Laden berada di
Afghanistan, dan Apakah benar Osama bin Laden memimpin Teroris. Kenapa Osama
dianggap lawan bangsa Amerika.. [126]
British Royal College for Defense Studies menganalisis dan mengusulkan perang pada
Agutus 2001. [127]
Library of Congress Country Study of Afghanistan. [128]
Ibid. Library
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
93
PELAKSANAAN
MANAJEMENPEMERINTAHAN DI
INDONESIA
8.1. Manajemen Pemerintahan Penjajah
Indonesia adalah negara kesatuan di Asia Tenggara yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Negara Indonesia terdiri atas gugusan
ribuan pulau. Penulis terkenal Multatuli menggambarkan Indonesia sebagai
untaian mutiara melingkari khatulistiwa. Pemerintahan di Indonesia semula
terdiri dari kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah merdeka yang berdaulat di
bawah manajemen pemerintahan kerjaan bangsa Indonesia sendiri.
Indonesia terkenal sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi[129]
dengan begitu banyak sumber rempah yang menarik kedatangan bangsa-
bangsa asing seperti Potugis, Spanyol, Perancis, Inggris dan Belanda.
Mereka saling bersaing untuk menguasai perdagangan bahan-bahan penting
tersebut.
Kedatangan bangsa barat tersebut, ternyata tidak hanya untuk
berdagang, tetapi juga berusaha merebut kekuasaan di daerah-daerah yang
mereka kunjungi. Kekuasaan pemerintahan Indonesia satu demi satu
ditaklukan. Sejak awal abad ke-17 Indonesia berangsur-angsur jatuh dalam
kekuasaan Vereennigde Oostindische Compagnie (V.O.C) dan kemudian
menjadi tanah jajahan kerajaan Nederland atau Negeri Belanda dengan nama
Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) atau Nederlandsch Oost Indie
(Hindia Timur Belanda) juga disebut Insulinde.
Pemerintahan pun beralih dari bangsa Indonesia ke bangsa Belanda.
Pemerintahan dipegang oleh seorang Gouverneur Generaal atau Gubernur
Jenderal sebagai wakil kerajaan Belanda. Batavia yang menjadi Ibukota saat
itu adalah Jakarta sekarang. Pada saat itu bangsa Indonesia mengalami
penderitaan yang luar biasa, karena manajemen pemerintahan penjajah dengan
strategi adu domba membuat bangsa Indonesia terpecah-pecah. Pemerintahan
kerajaan tidak bisa bersatu lagi, dan terjadilah saling curiga mencurigai di
antara sesama bangsa sendiri.
Pada akhir 1941, pemerintah Hindia Belanda melibatkan diri dalam
perang dunia kedua dengan melawan Jepang yang sedang mengobarkan
Perang Asia Timur Raya (Perang Pasifik). Tiga bulan kemudian, pada 8
Maret 1942 balatentara dan pemerintahan Hindia Belanda menyerah tanpa
[129]
Subur dan makmur, artinya sebuah negara yang mempunyai kekayaan alam yang subur
bisa meningkatkan kesejahteraan warganya.
BAB 8
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
94
syarat kepada bala tentara Dai Nippon (Jepang). Alih kekuasaan dari
Pemerintahan Belanda ke Jepang tidak membuat bangsa Indonesia bebas dari
penderitaan. Penderitaan masih berjalan, tetapi metodenya yang berbeda.
Kekuasaan Jepang berlangsung hingga 15 Agustus 1945, ketika Jepang
menyerah kepada sekutu setelah Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom
Amerika Serikat. Sejak itu, tentara pendudukan Jepang ditugasi oleh pihak
sekutu untuk mempertahankan status quo di Hindia Belanda sampai tentara
sekutu menggantikannya.
8.2. Manajemen Pemerintahan Pasca Penjajah Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama
bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia yang diucapkan
di gedung Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, sekarang Gedung Pola.
Proklamasi kemerdekaan tersebut, mengumandang di seluruh pelosok tanah
air dan juga tersiar di dunia luar.
Tentara pendudukan sekutu Inggris yang diboncengi Belanda,
menemui kenyataan adanya kekuasaan yang tidak bisa diabaikan. Persoalan-
persoalan dan kesulitan-kesulitan yang semula tidak terduga, harus mereka
hadapi. Melalui bentrokan-bentrokan bersenjata yang sengit dengan tentara
Inggris dan perang kemerdekaan terhadap Belanda, bangsa Indonesia mampu
mempertahankan kedaulatan Negara.
Babak terakhir berupa Konferensi Meja Bundar (KMB) dari pemulihan
kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.
Karena bentuk Negara Serikat bukan yang diidam-idamkan rakyat, maka RIS
kemudian dilebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1950. Satu hal masih terkatung-katung, yaitu Irian Barat yang masih
menjadi daerah jajahan Belanda. Menurut Perjanjian KMB, hal itu harus sudah
diselesaikan dalam waktu satu tahun. Namun, perundingan berulang kali tidak
menghasilkan penyelesaian. RI kemudian melancarkan tindakan TRIKORA
pada 19 Desember 1961.
Campur tangan PBB menghasilkan pemerintahan peralihan United
Nations Temporary Execution Administration (UNTEA) pada Oktober 1962.
Setengah tahun kemudian, pada 1 Mei 1963 RI menerima kembali Irian Barat
dari tangan UNTAEA. Dengan demikian berakhirlah perjuangan kemerdekaan
tanah air, RI meliputi seluruh wilayah bekas tanah jajahan Hindia Belanda.
Pemerintahan, menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 adalah,
wilayah Negara Republik Indonesia yang dibagi dalam daerah-daerah yang
berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom) dan
tersusun dalam tiga tingkatan, yaitu (a) Propinsi dan atau Kotaraya sebagai
Daerah Tingkat I, (b) Kabupaten atau Kotamadya sebagai Daerah Tingkat II
dan (c) Kecamatan dan/atau Kotapraja sebagai Daerah Tingkat III. Sampai
sekarang, Daerah Tingkat III ini masih belum direalisasikan.
Di bawah Daerah Tingkat II terdapat daerah-daerah administratif
Kecamatan, yang mengikuti desa-desa. Sedangkan Daerah administratif
Karesidenan dan Kewedanan telah dihapuskan berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 22 Tahun 1963. Kepala Daerah adalah Pegawai Negara dan
merupakan alat Pemerintah Pusat maupun alat Pemerintah Daerah. Kepala
daerah Tingkat I bergelar Gubernur dan Kepala Daerah Tingkat II bergelar
Bupati/Walikota. Seluruh Daerah Otonom mempunyai Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Lembaga ini antara lain bertugas mengajukan calon-
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
95
calon pengganti Kepala Daerah, jika jabatan tersebut lowong. Sementara
Pemerintah Pusat, meski tidak akan mudah menyimpang dari pencalonan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan, tidak terikat kepada
daftar calon tersebut dalam badan memilih dan menetapkan kepala daerah
yang baru.
Pemerintah Tertinggi: Kepala Negara adalah Presiden, dibantu wakil
Presiden yang juga menjabat Kepala Eksekutif. Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) sebelum diamandemen[130] bertugas sebagai badan penasehat Presiden.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai Badan Pemerintahan
tertinggi dan memegang kedaulatan rakyat yang menentukan haluan Negara.
Presiden melaksanakan keputusan-keputusan MPR dan juga
bertanggungjawab kepada lembaga tersebut. Tugas perundang-undangan
(legislatif) dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama
pemerintah. Anggota DPR yang merangkap anggota MPR, dipilih berdasarkan
Undang-Undang Pemilihan. Presiden dalam menunaikan tugas eksekutifnya,
dibantu oleh suatu Kabinet (Kabinet Presidentil).
Selama MPR dan DPR belum dapat dibentuk menurut UUD, maka
Kepala Negara didampingi sebuah Komite Nasional yang lebih dikenal
dengan nama KNI (Komite Nasional Indonesia) atau KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat). KNIP bertindak sebagai perwakilan rakyat, pemegang
kedaulatan dan ikut menentukan haluan negara. KNIP adalah jelmaan dari
Panitia Persiapan Kemerdekaan yang pada 18 Agustus 1945 mensahkan UUD
1945.
Kebinet pertama yang dibentuk pada 19 Agustus 1945, terdiri dari
sebelas kementerian. Kabinet Presidentil ini berumur tidak sampai tiga bulan;
karena pada 13 Nopember 1945 diganti oleh Kabinet parlementer atas
prakarsa dan keputusan KNIP. Kabinet parlementer bertanggungjawab kepada
KNIP. Kabinet parlementer pertama dikenal sebagai Kabinet Syahrir Kesatu.
Demikian seterusnya. Kabinet jatuh dan sering berganti, sehingga boleh
dibilang tiada satu pun yang mencapai umur satu tahun. Keistimewaannya
adalah, kabinet jatuh bukan karena pernyataan (mosi) tidak percaya dari DPR,
tetapi mengundurkan diri karena sebab-sebab dari tubuh kebinet sendiri. Pada
masa-masa sebelum penyerahan kedaulatan (1945-1949) kabinet-kabinet
membubarkan diri karena tekanan oposisi yang sangat kuat dari partai-partai
yang menentang atau tidak menyetujui kebijakan pemerintah dalam
menjalankan deplomasi terhadap Belanda.
8.3. Manajemen Pemerintahan Orde Lama Periode 1950-1959 adalah masa kabinet koalisi antara partai-partai
yang sesungguhnya saling bersaing untuk menggalang kekuatan dan
kekuasaan bagi golongannya masing-masing. Suara ejekan seperti dagang
sapi, bagi rejeki, dapat lisensi dan sebagainya menggambarkan suasana
pemerintahan saat itu. Maka keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
terkenal. DPR dan konstituante pilihan rakyat pada pemilihan umum akhir
1955 dibubarkan. Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku kembali,
[130]
DPA ada di era orde baru, di era reformasi dihapuskan karen dianggap kurang berfungsi
sebagai penasehat Presiden
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
96
dan negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri sejak awal tahun 1950
tidak berlaku lagi di seluruh Indonesia.
Pada saat itulah dimulainya era pemerintahan demokrasi terpimpin.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) pun dibentuk, Presiden
menetapkan dan menunjuk anggota-anggotanya. Dengan cara yang sama,
dibentuklah Majelis Permusyaratan Rakyat Sementara (MPRS). Aturan baru
kepartaian dimaklumatkan: Tidak semua partai yang ada dapat meneruskan
kegiatannya; dan hanya partai-partai yang disahkan Presiden setelah
memenuhi syarat-syarat tertentu diperbolehkan melanjutkan kegiatan
politiknya.
Pada era pemerintahan terpimpin ini, semakin lama semakin jelas
terjadinya pemusatan segala sesuatu di tangan presiden. Banyak pejabat tinggi,
Ketua DPRGR, Ketua Mahkamah Agung, DPA, Jaksa Agung, Gubernur Bank
Indonesia dan sebagainya diberi kedudukan sebagai menteri dan menjadi
anggota Kabinet. Gagasan Nasakom (Persatuan Golongan Nasional, Agama
dan Komunis) dikumandangkan dengan hebatnya. Presiden oleh MPRS
ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup.
Dalam era ini kemajuan Partai Komunis Indonesia di segala bidang
sangat menonjol, sementara pengaruh partai-partai lain makin suram. Dalam
suasana menang seperti ini meletuslah peristiwa kontra revolusi G-30-S/PKI
pada 1 Oktober 1965 yang mengguncang seluruh sendi-sendi masyarakat dan
negara. Tuntutan penggantian Kabinet Dwikora yang berkuasa waktu itu dan
dikenal juga dengan sebutan rezim seratus menteri, bergejolak tinggi. Dalam
waktu singkat, Presiden dua kali menyempurnakan Kabinet Dwikora-nya.
Sekalipun demikian, tentangan semakin hebat, karena penyempurnaan
itu justru menambah banyak orang-orang yang beraliran atau dekat dengan
PKI duduk di kabinet. Padahal, tuntutan masyarakat adalah penumpasan PKI
secara total. Kemudian, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11
Maret 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto, Menteri/Penglima Angkatan
Darat, untuk mengambil tindakan guna memulihkan keamanan.
Ketika Soekarno diangkat menjadi Presiden Pertama Republik
Indonesia, dia memiliki pemikiran yang brilian dengan menawarkan sebuah
program idealis yang dapat menggerakkan seluruh masyarakat Indonesia ke
arah tujuan luhur. Gagasan yang ditawarkan adalah, membangun bangsa
Indonesia dengan manajemen pemerintahan yang mandiri dan mendapatkan
pengakuan dari bangsa-bangsa lain di dunia. Soekarno menghendaki bangsa-
bangsa lain memandang bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang
berdaulat dan memiliki harkat/martabat yang sejajar dengan bangsa-bangsa
lain di dunia.
Manajemen pemerintahan gaya Soekarno adalah manajemen yang
bersikap tegas dan pendirian keras, serta anti kolonialisme. Sikap seperti inilah
yang telah menggerakkan perjuangan kemerdekaan. Soekarno juga berusaha
membebaskan diri dari jebakan dua blok yang berpotensi menguasai dunia,
yaitu blok barat yang menganut paham kapitalis dan blok timur yang
menganut sistem sosialisme.
Pembentukan gerakan negara-negara non blok pada 1955, merupakan
bukti bahwa Soekarno dan para pemimpin negara-negara dunia ketiga sepakat
tidak ingin masuk jurang permusuhan antar blok barat dan timur.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
97
Manajemen pemerintahan gaya Soekarno selalu mengobarkan revolusi
kemerdekaan yang tidak henti-hentinya. Namun, di dalam negeri Soekarno
tergelincir dengan manajemen pemerintahan demokrasi terpimpin.
8.4. Manajemen Pemerintahan Orde Baru Dengan munculnya Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Letnan
Jenderal Soeharto, Menteri/Panglima Angkatan Darat, tatanan manajemen
pemerintahan di Indonesia “berubah total”, baik gaya manajemennya maupun
mekanisme dan metode yang dipakai dalam melaksanakan pemerintahan.
Surat penting ini yang mendapat sebutan SUPERSEMAR kemudian mendapat
pengesahan dan penguatan sidang umum IV MPRS. PKI dengan organisasi-
organisasi bawahannya dilarang. Kabinet seratus menteri dirombak total.
Kabinet AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) dibentuk pada 28 Juli 1966.
Tugas pokok Kabinet Ampera meliputi dua hal, yaitu Stabilitas politik dan
stabilitas ekonomi yang disebut Dwidarma Kabinet. Catur Karya nama
program kerjanya, berisi empat hal, yaitu sandang pangan, pemilihan umum,
politik luar negeri bebas aktif dan melanjutkan perjuangan melawan
imperalisme/kolonialisme.
Kabinet Ampera yang terdiri dari dua puluh empat kementerian atau
Departemen, dibagi menjadi lima echelon (istilah kemiliteran dari kata
Perancis chelle = tangga). Tiap echelon dipimpin oleh seorang Menteri Utama
disingkat Menutama. Kelima Menutama bersatu merupakan Presidium yang
bertindak sebagai pembantu terdekat Presiden. Presidium diketuai seorang
Menteri Utama pengemban Super Semar. Tiap Departemen Mempunyai
seorang Sekretaris Jenderal dan dibagai dalam beberapa Direktorat Jenderal.
Namun, sorotan masyarakat, baik di luar maupun di dalam dewan perwakilan
rakyat memperlihatkan ketidakpuasan yang meningkat dan menginginkan
perubahan dalam lingkungan pemerintah tertinggi. Hasilnya, pemegang Super
Semar diangkat menjadi pejabat Presiden, diusulkan lewat penyempurnaan
susunan Kabinet Ampera. Tindakan MPRS berikutnya adalah mengadakan
sidang Maret 1968 yang mengangkat Pejabat Presiden menjadi Presiden penuh
dengan tugas penting di antara banyak tugas lainnya, yaitu sebelum Juli 1968
membentuk Kabinet baru yang menggantikan Kabinet Ampera. Pembentukan
Kabinet Baru tersebut terlaksana dengan pelantikan para menterinya pada 6
Juni 1968 dengan susunan sebagai berikut: 1. Menteri Dalam Negeri : Letnan Jenderal Basuki Rakhmat (setelah
meninggal diganti Letnan Jenderal Amir Makhmud).
2. Menteri Luar Negeri : H. Adam Malik.
3. Menteri Pertahanan/ : Jenderal Soeharto.
Keamanan
4. Menteri Kehakiman : Prof. Umar Senoadji, SH.
5. Menteri Penerangan : Laksamana Muda Budiardjo.
6. Menteri Keuangan : Prof. Dr. Ali Wardana.
7. Menteri Perdagangan : Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
8. Menteri Pertanian : Prof. Dr. Toyib Hadiwidjaja.
9. Menteri Peirndustrian : Major Jenderal Muhamad Yusuf.
10. Menteri Pertambangan : Prof. Dr. Sumanteri Brodjonegoro.
11. Menteri Pekerjaan : Ir. Sutami.
Umum dan Tenaga
Listrik
12. Menteri Perhubungan : Drs. Frans Seda.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
98
13. Menteri Pendidikan, : Mashuri, SH.
Pengajaran dan
Kebudayaan
14. Menteri Kesehatan : Prof. Dr. G.A. Siwabessy.
15. Menteri Agama : K.H. Mohamad Dakhlan.
16. Menteri Tenaga Kerja : Laksamana Muda Mursalim.
17. Menteri Sosial : Dr. A.M. Tambunan.
18. Menteri Transmigrasi : Letnan Jenderal Sarbini.
dan Koperasi
19. Menteri Ekonomi, : Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Keuangan dan Industri
20. Menteri Kesejahteraan : K.H. Idham Khalid.
Rakyat
21. Menteri Penyempurnaan : H.Cokroaminoto Harsono.
dan Pembersihan
Aparatur Negara
22. Menteri Pengawasan : Prof. Dr. Sunawar Sukowati, SH.
Proyek-Proyek
23. Menteri Hubungan : Mintaredja, SH.
Pemerintah-MPRS-
DPRGR-DPA
Perkembangan selanjutnya, beberapa pemilihan umum yang dilakukan
Pemerintahan Orde Baru, Jenderal Soeharto terpilih terus menjadi Presiden
Indonesia. Soeharto menjadi Presiden lebih dari 32 tahun yang merupakan
rekor bagi jabatan Presiden di Seluruh Dunia. Strategi yang digunakan
Soeharto untuk mempertahankan kekuasaan antara lain:
Memperkuat peran ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia),
sekarang Tentara Nasional Indonesia. Jabatan-jabatan strategis kepala daerah
seperti Gubernur, Bupati dan Walikota, serta jabatan menteri-menteri yang
memegang peranan dalam mengendalikan politik dijabat para personil ABRI.
Peran Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan. ABRI dapat mengisi
jabatan apa pun sesuai dengan selera Presiden. Tak ada jabatan di
pemerintahan yang kosong dari personil ABRI. Memperkuat posisi Presiden
Soeharto dengan menempatkan anggota ABRI di DPR sebagai utusan
golongan yang diangkat tanpa dipilih oleh rakyat.[131]
Memperkuat peranan Golkar di gelanggang politik seperti menggiring
Aparatur Pemerintah mulai pusat sampai tingkat kelurahan masuk menjadi
anggota Golkar. Pegawai negeri sipil dan para istri pegawai juga diharuskan
menjadi anggota Golkar.
Menempatkan para pembantunya, yaitu para Gubernur, para Panglima
Daerah Militer, para Pimpinan Perguruan Tinggi, para Menteri dan para istri-
istri/anak-anak menteri untuk duduk menjadi anggota MPR.
Maka tidak aneh jika Jenderal Soeharto terus terpilih menjadi Presiden
selama enam periode, karena sudah kuat dalam menempatkan orang-orangnya
untuk menjadi anggota MPR. Pada saat itu, pemilihan Presiden dilakukan oleh
[131]
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum diamandemen) disebutkan anggota MPR
terdiri dari anggota DPR RI ditambah oleh Utusan Daerah dan Utusan Golongan, dan ABRI
menjadi bagian dari Utusan golongan. Dan ABRI diangkat tanpa melalui pemilihan umum.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
99
MPR. Bahkan sampai ada pernyataan kebulatan tekad memilih Jenderal
Soeharto menjadi presiden lagi. Manajemen Pemerintahan Orde Baru identik
dengan peranan Jenderal Soeharto yang menggunakan politik kroni, yaitu
melibatkan kerabat dekat untuk mempertahankan posisi tertinggi di
pemerintahan.
Peranan militer dibuat sedemikian rupa sehingga benar-benar
mengamankan posisinya sebagai presiden, dan didukung Golkar yang selalu
memperoleh fasilitas dari pemerintah. Di samping itu, peranan pegawai negeri
juga dikebiri, yaitu tidak boleh memilih partai lain. Setiap pemilihan umum
diadakan di lokasi dekat kantor supaya bisa mengamati pegawai yang
menyimpang dari Golkar.
Dalam manajemen pemerintahan Soeharto pada saat pertama kali
diangkat menjadi presiden, diperkenalkan program baru yang disebut
”Pembangunan Nasional”. Program ini sangat menarik di hati rakyat, karena
berhubungan dengan pengentasan kemiskinan, peningkatkan taraf hidup dan
demokrasi, dengan menekankan pertumbuhan ekonomi yang menganut paham
Rostow. Pada awalnya, program ini disambut antusias karena kondisi ekonomi
saat itu begitu rapuh. Namun, program yang ditunggu-tunggu rakyat tersebut
tidak jelas kapan waktunya, kapan bisa menikmatinya, yang sering dinamakan
indeterminate future, yaitu tidak ada kepastian masa depannya. Program
pembangunan jangka panjang tanpa adanya batas waktu. Rakyat pun menjadi
tidak sabar karena sudah terlalu capai tidak bisa menikmati program yang
dijanjikan Soeharto.
Perkembangan sejarah akhirnya berkata lain. Orde baru yang begitu
kokoh dan kuat berhasil ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa. Hal ini
nampaknya seperti hukum karma, dulu Bung Karno jatuh karena Grand
Skenario Letnan Jenderal Soeharto yang ingin menguasai pemerintahan dan
ambisinya ingin menjadi orang nomor satu. Kini, Soeharto jatuh juga. Gerakan
mahasiswa menuntutnya mundur dari tampuk pimpinan. Manajemen
pemerintahan Soeharto dianggap merugikan bangsa dan negara karena
menggunakan manajemen kroni. Pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto
menyatakan pengunduran diri yang disambut gembira oleh berbagai elemen
masyarakat di seluruh Indonesia.
Penilaian terhadap Presiden Soeharto tidak bisa hanya dilihat dari
tahap terakhir kepemimpinannya. Apalagi faktanya, sumbangsih Soeharto
terhadap dunia dan kawasan Asia sangat besar. K Kesavapany dari ISEAS
mengatakan, stabilitas dan kemakmuran yang dirasakan masyarakat Asia
Tenggara sekarang, tidak lepas dari peranan Soeharto, “ia merupakan tokoh
yang sangat penting untuk menjadikan Asia Tenggara seperti sekarang.”[132]
8.5. Manajemen Pemerintahan Reformasi Perubahan manajemen pemerintahan Indonesia, selalu diawali dengan
konflik-konflik yang menyedihkan. Presiden Soekarno turun karena konflik
krisis kepercayaan sehingga didemo mahasiswa yang didukung ABRI.
[132]
Pernyataan ini diucapkan oleh K Kesavapany dari Institute of Southeast Asian Studies
(ISEAS), di Singapore, 12 April 2007, saat Acara bedah buku Soeharto, The Life and Legasy
Indonesia Second’s President.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
100
Sedangkan Presiden Soeharto juga turun karena konflik krisis kepercayaan
dan didemo mahasiwa yang didukung masyarakat. Presiden Abdurahman
Wahid (Gus Dur) juga turun karena konflik krisis kepercayaan oleh anggota
DPR dan MPR melalui sidang istimewa walaupun kecil.[133]
Peristiwa turunnya Gus Dur ini menjadi unik karena bukan karena
kesalahan signifikan bagi bangsa dan Negara, tetapi karena permainan teman-
temannya yang dulu sepakat menjatuhkan Presiden Soeharto, tetapi setelah
cita-cita ini tercapai, perjalanan politik selanjutnya berbeda. Akhirnya Gus
Dur jatuh melalui Sidang Istimewa. Karena melalui sidang Istimewa, maka
jabatan Presiden juga harus ditanggalkan. Perubahan pemerintahan di
Indonesia seolah selalu diwarnai dengan konflik. Syukurlah Presiden
Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono tidak seperti para pendahulunya.
Turunnya Presiden Soeharto dari tampuk pimpinan, dianggap sebagai
tonggak sejarah reformasi pemerintahan di Indonesia. Kita melihat fenomena
perubahan manajemen pemerintahan sejak 1998 yang sangat mengesankan,
yaitu terjadi perubahan di segala bidang, termasuk perubahan paradigma
dalam manajemen pemerintahan. Perubahan manajemen pemerintahan
tersebut ramai-ramai dilakukan semua lembaga negara.
1. Soeharto ke Habibie Jabatan presiden setelah Soeharto turun dari tampuk tertinggi
pemerintahan, diisi oleh Habibie (wakil Presiden), sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945[134] Pergantian ini pun memunculkan berbagai kontroversi.
Namun, pemerintahan Habibie berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada.
Manajemen Pemerintahan Habibie sebenarnya berbeda dengan
manajemen pemerintahan Soeharto, tetapi karena Habibie merupakan bagian
dari pemerintahan Soeharto, maka banyak yang menganggap Habibie tidak
jauh berbeda dengan Soeharto. Manajemen Pemerintahan Habibie sebenarnya
sudah reformis, misalnya para tahanan politik dibebaskan dan pemilihan
umum dilangsungkan secara demokratis.
Pemilihan umum secara demokratis, pertama kali dilakukan oleh
pemerintahan Habibie yang diikuti 48 partai. Ini membuktikan bahwa
manajemen Pemerintahan Habibie berbeda dengan manajemen pemerintahan
Soeharto yang otoriter.
Langkah Habibie agar dianggap demokratis, baik di dalam maupun di
luar negeri, antara lain memberikan keterbukaan politik. Habibie memberikan
dua opsi kepada Timor Timur untuk memilih ”menjadi bagian” Republik
Indonesia atau ”terpisah” dari Republik Indonesia. Dalam kenyataannya,
Timor Timur pisah dari Indonesia. Hal ini merupakan preseden buruk bagi
Indoneisia, karena beberapa daerah juga menuntut hal yang sama atau
memisahkan diri dari Indonesia seperti Aceh.
[133]
Budi Supriyatno, Perubahan Organisasi (Organization Change) , Departemen Pekerjaan
Umum, hal. 1, 2005. [134]
Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : Jika Presiden mangkat,
berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil
Presiden sampai habis masa waktunya.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
101
Perjalanan pemerintahan Habibie akhirnya jatuh juga, karena
pertanggungjawabannya ditolak MPR. Habibie tidak bisa mencalonkan diri
lagi menjadi Presiden selanjutnya.
3. Manajemen Gus Dur Pemilihan Umum 1998 yang demokratis dalam sejarah bangsa
indonesia ini diikuti oleh 48 partai politik yang bersaing ketat. Ternyata, yang
berhasil mendapatkan kursi di DPR hanya 21 partai. Pemenang terbesar adalah
PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Sukarno Putri. Kemenangan ini
karena rakyat bawah mempercayai kepiawaian Megawati yang pada saat orde
baru sering disakiti. Memang, kemenangan megawati tidak bisa mutlak karena
Golkar masih dipercaya masyarakat, khususnya wilayah Indonesia Timur.
Kemenangan PDI Perjuangan ini pun tidak mampu mengusung
Megawati menjadi Presiden, karena dihambat oleh lawan-lawan politiknya
yang saat itu memainkan peranan di MPR. Dalam berbagai lobi politik tingkat
tinggi, para lawan politik ini bisa mengurungkan Megawati menjadi presiden,
dan terpilihlah Gus Dur dalam sidang istimewa.
Gus Dur terpilih menjadi presiden setelah didukung oleh Golkar dan
partai-partai lain, yang merupakan legitimasi penuh dan tidak tergoyahkan.
Dalam menjalankan tugas sebagai presiden, Gus Dur adalah ahli dalam
memainkan peranannya dengan menggunakan strategi manajemen jitu. Posisi
TNI dan Polri yang kuat berhasil dilemahkan dalam waktu yang tidak begitu
lama. Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dibubarkan.
Departemen Pekerjaan Umum diganti nama menjadi Departemen
Pengembangan Wilayah, dan berdiri lembaga lain seperti Ombudsmen yang
kurang berfungsi.
Manajemen Pemerintahan Gus Dur, lain dari pada yang lain, bahkan
kadang-kadang kontroversial karena sering tidak melalui jalur birokrasi yang
resmi. Gus Dur lebih banyak menerima informasi dari para pembisik/orang
yang dekat dengannya, dari pada kinerja lembaga pemerintahan yang telah
dibuat. Contohnya, setiap pulang dari kunjungan ke luar negeri ada saja
menteri yang dicopot.
Namun, selama pemerintahannya Gus Dur tidak mampu menunjukkan
prestasi yang meyakinkan kepada masyarakat. Bangsa Indonesia nampaknya
sudah tidak percaya dengan pemerintahan tanpa suatu program yang jelas.
Akhirnya, pemerintahan Gus dur menjadi tambah ‖ruwet‖ karena lawan
politiknya mulai bermain ingin menjatuhkan. Dalam posisi yang terdesak, Gus
Dur berargumentasi kalau dia dijatuhkan dari jabatan presiden, beberapa
propinsi seperti Madura dan Papua mau merdeka atau memisahkan diri dari
Republik Indonesia. Akhirnya Gus Dur jatuh, tetapi tidak ada propinsi yang
memisahkan diri dari Indonesia. Pemerintahan Gus Dur runtuh setelah MPR
mengadakan sidang istimewa dengan kasus Bulogate dan Bruneigate.
4. Manajemen Megawati Megawati yang menjadi Wapres di era pemerintahan Gus Dur,
melangkah mulus menjadi presiden dengan dukungan semua angota MPR.
Sebagai pemenang Pemilu 1999 sudah sepantasnya Megawati menjadi
Presiden.
Manajemen Pemerintahan Megawati merupakan manajemen yang
berbeda dengan Gus Dur dan presiden pendahulu lainnya. Megawati
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
102
memaksimalkan peran birokrasinya, yaitu para pembantu-pembantunya.
Namun, karena Indonesia mengalami krisis yang begitu besar, maka semua
keinginan masyarakat khsususnya masyarakat bawah tidak bisa terpenuhi.
Megawati dengan kepemimpinannya tidak bisa memuaskan keinginan
masyarakat, sehingga pada pemilihan berikutnya masyarakat sudah tidak
percaya lagi. Melalui pemilihan langsung oleh rakyat (Pilpres), Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) pun terpilih menjadi presiden selanjutnya.
4. Manajemen SBY Tampilnya SBY sebagai presiden, membawa angin segar karena dia
saat itu dipilih oleh rakyat sendiri,[135] bukan melalui sidang MPR yang biasa
dilakukan dengan cara-cara tidak sehat. Rakyat telah memilih pemimpin yang
dipercayainya. Dengan pemilihan langsung oleh rakyat, maka kepercayaan
rakyat tidak bisa dipermainkan. Kini SBY memegang mandat dari rakyat yang
sebenar-benarnya. Maka kepercayaan inilah yang harus dijalankan sesuai
dengan mandat yang diberikan. SBY dengan gaya manajemen pemerintahan
yang sangat hati-hati, mendengarkan suara rakyat, meski para musuhnya dari
partai-partai yang tidak mendukung sudah tidak sabar lagi. Tetapi, gaya
kepemimpinan SBY selalu memperhatikan keinginan masyarakat.
Sebenarnya reformasi di Indonesia sudah berjalan dengan baik, di
mana rakyat bisa berbicara apa saja tanpa dibungkam dan diteror. Namun,
reformasi di Indonesia akhirnya justru kebablasan. Rakyat bisa bicara apa saja,
bahkan mencaci maki pejabat negara tanpa ditangkap dan diproses hukum.
Dengan demikian, demokrasi di Indoensia bisa dikatakan demokrasi terbaik di
dunia. Berbeda dengan para pendahulunya, gaya kepemimpinan SBY dalam
memanajemen pemerintahan sangat hati-hati. Sebelum membuat suatu
keputusan, SBY akan selalu mempertimbangkannya dengan matang dan
makan waktu lama. Kadang-kadang masyarakat sampai tidak sabar menunggu
keputusan yang akan dikeluarkan presiden. Namun, manajemen pemerintahan
SBY adalah manajemen yang selalu mendukung kepentingan rakyat banyak.
Sby terpilih lagi, kini telah melenggang menjadi Presiden yang kedua
kalinya, setelah pemilihan presiden pada tanggal 8 Juli 2009 terpilih denngan
suara lebih dari 60 persen. Artinya rakyat masih menginginkan dan
mempercayai kepemimpinannya. Manajemen Sby adalah manajemen
mempertimbangan keinginan masyarkat, semua pesan masyarakat
dipertimbangkan sebagai wujud dari prosiden yang terpilih dan dipilih oleh
rakyat.
5. Manajemen Joko Widodo Manajemen Jokowi ini sulit untuk ditebak, tetapi setiap kebijakannya
pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan masyarakat.
Mendengar setiap pendapat dan saran dari orang-orang di sekitar adalah
ciri khas dan pembawaan Jokowi yang mencolok dalam kepemimpinannya.
[135]
Baru Pertama kali sejak kemerdekaan Republik Indonesia Presiden dipilih rakyat
langsung secara demokrasi. Pendapat berbagai kalangan baik ilmuawan maupun praktisi
pemerintahan, baik dalam maupun luar negeri mengatakan bahwa demokrasi yang
dilaksanakan oleh Indonesia merupakan demokrasi terbesar setelah Amerika dan India.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
103
Mendengarkan secara aktif adalah suatu kemampuan kepemimpinan yang
menunjukkan perhatian kepada berbagai masalah-masalah masyarakat.
Jokowi seringkali melakukan “blusukan” dan memberikan pengarahan
kepada para karyawan/pegawai mengenai hal-hal yang harus dilakukan secara
profesional dalam mengemban tugas pemerintahan dan melayani masyarakat.
Salah satu atribut kepemimpinan Jokowi adalah keefektifan yang dimulai
dengan membangun consensus/persetujuan bersama, pembagian tugas secara
jelas dan kemudian memonitor implementasi dari setiap keberhasilan
pekerjaan sesuai dengan yang sudah direncanakan.
8.6. Permasalahan Manajemen Pemerintahan di Indonesia Pemerintah merupakan lembaga yang besar, komplek dan ruwet.
Lembaga tersebut mempekerjakan jutaan orang dan membelajankkan triliunan
dolar setiap tahun. Oganisasinya terdiri dari banyak sekali lapisan dengan
ribuan yuridiksi politik dan publik saling tumpang tindih.
Dalam pemerintahan banyak permasalahan yang sulit dipecahkan,
karena pemerintah berisi orang-orang dari politikus, pegawai negeri dan warga
negara yang saling bersaing untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok.
Ditambah dengan Krisis multi dimensi yang berkepanjangan melanda di
negara berkembang sebagai penghambat perwujudan cita-cita dan tujuan
negara. Jika ingin mengubah kinerja sistem manajemen pemerintahan yang
ruwet ini diperlukan perubahan di segala bidang, memungkinan melakukan
langkah-langkah penyelamatan, pemulihan, pamantapan, dan pengembangan
pembangunan serta memerkukuh percaya diri. Kemampuan para aparatur
pemerintahan untuk mengelola reformasi menjadi sangat signifikan dan
strategik, terutama sensitifitas dan resposifitas atas sinyal dan kapan reformasi
tersebut diperlukan khususnya dalam langkah-langkah penyelamatan dan
pemulihan, pemantapan, dan pengembangan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Informasi yang akurat dan pengetahuan yang luas mengenai sistem
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan serta penggunaan anggaran
sebagai unsur-unsur pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan
(AKIP) yang baik menjadi kebutuhan mendesak baik dalam rangka pelayanan
kepada warganya maupun pelestarian kepercayaan publik.
Terdapat dua hal yang perlu ditekankan dalam reformasi manajemen
pemerintahan khususnya di Indonesia yaitu mengapa reformasi gagal, dan
strategi reformasi tidak efektif?. Secara umum selama 32 tahun terakhir dalam
pemerintahan orde baru telah terjadi pasang-surut perubahan yang berakhir
dengan kegetiran. Krisis multi dimensi baru-baru ini telah mendorong
dimulainya sesuatu yang baik dan benar yaitu melaksanakan reformasi di
segala bidang. Telah terjadi perubahan besar yang pahit, baik dalam kebijakan
maupun dalam aransemen kelembagaan termasuk manajemen pemerintahan.
Uraian di bawah ini lebih ditekankan pada langkah yang dianggap
salah atau salah urus yang menghambat jalannya reformasi manajemen
pemerintah. Langkah yang dianggap salah urus antara lain sebagai berikut:
1. Elit Politik Mementingkan Kepentingan diri Suatu fenomena yang sangat tragis yang mengakibatkan reformasi
menemui jalan buntu dan gagal dalam mencapai misi dan visi, ketika elit
politik hanya mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompknya serta
menganggap reformasi merupakan alat untuk mendapatkan kekuasaan atau
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
104
jabatan. Para elit politik saling berebut jabatan di parlemen atau Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR/DPRD) maupun di Lembaga Pemerintahan. Para
elite hanya bertengkar merebutkan jabatan dan uang untuk kepentingan diri
sendiri dan kelompoknya.
Menghadapi elit politik yang mementingkan kepentingan sendiri, ada
beberapa aparat yang memiliki otak brilian, kompeten tinggi, ideal, dan cita-
cita mulia, akhirnya frustasi menciptakan strategi besar pada awal perubahan
yang direncanakan.
Mereka pada awal sangat optimis untuk dapat dan mampu merubah
manajemen pemerintahan yang lebih efektif dan efisien dalam era reformasi
ini. Mereka menganggap mudah untuk merubah paradigma elit politik yang
mampan dan nyaman setelah mendapat posisi yang enak.
Banyak elit politik dengan ketidakpeduliannya terhadap nasip rakyat
yang menderita, lihat setelah digolkan tunjangan komunikasi instesif, listrik,
telepon, honorarium alat kelengkapan DPR, dan bantuan penunjang kegiatan
Dewan, yang ada pada tahun 2006 memboroskan uang negara 188 miliar.
Berulang kali media mencaci studi banding DPR keluar negari yang
tak pernah jelas hasilnya. Rangkaian pemborosan ini mengakibatkan kenaikan
anggaran DPR 2005-2007 sebesar 31 persen pertahun.
Inipun masih
mengajukan rencana penambahan anggaran masing-masing Rp. 1 juta kepada
546 anggota DPR setiap pengesahan RUU merupakan bukti ketidakpedulian
sosial. Yang lebih manyakitkan lagi rakyat adalah Dana Non Badgeter
Departemen Kelautan dan Perikanan dibagi bagikan ke elite politik untuk
kepentingan pribadi dan partai. Yang lebih tidak bermoral lagi ketika Badan
Kehormatan DPR menjatuhkan sanksi kepada anggota DPR yang diduga
menerima dana nonbudgeter malah diinterupsi oleh Fraksi dari partai yang
anggotanya tersangkut dana tersebut. Melihat kondisi seperti tersebut, ternyata
kita malah terjebak dalam kesulitan membenaih “mental” elit politik yang
ternyata lebih kotor dari aparatur pemerintahn di era orde baru.
Aparat yang mempunyai idealis, tidak berdaya ketika dihadapkan
dengan prilaku elit politik yang menyimpang dampaknya adalah kinerja
merosot dan dihantui resistensi terhadap perubahan manajemen pemerintahan.
Sifat elite politik memperkaya diri, dengan terus menaikkan imbal
pendapatan dan tunjangan, tanpa risi dengan ekonomi masyarakat yang
merosot dan dilanda banyak bencana. Nampak reformasi menjadi sarana
mengelak dari tanggung jawab hukum, politik, dan ekonomi; bahkan
kejahatan HAM, korupsi dan politik uang.
Saat ini banyak aparat pemerintahan yang mempunyai moral tinggi
dan konsisten merasa kurang puas terhadap manajemen pemerintahan di era
reformasi ini. Dan mereka banyak menerima kritik dari lembaga swadaya
masyarakat, maupun dari cendikiawan baik dalam dan luar negeri. Banyak
lembaga pemerintahan yang mempunyai masalah besar tanpa adanya upaya
untuk memecahkan permasalah, dan terjandinya resistensi terhadap perubahan
yang mendasar meningkat. Dampaknya kebijakan, program dan kegiatan
untuk mewujudkan tujuan dan sasaran instansi tidak tercapai. Sumbang saran
dan dialog, misi dan visi serta strategi hanya sekedar pembicaraan birokratis
di permukaan. Hal ini dikarenakan banyak yang mengedepankan kepentingan
diri sendiri. Jatuh bangunnya pemerintahan karena elit politik selalu
mengganggu sehingga pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat terganggu.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
105
2. Kerjasama tidak efektif Reformasi manajemen pemerintahan tidak mungkin terlaksana dengan
baik tanpa kesadaran aparatur pemerintah dalam melakukan kerjasama. Aparat
yang memiliki komitmen tinggi dalam peningkatan kinerja instansi
pemerintah menginginkan bentuk kerjasama untuk melakukan reformasi
manajemen pemerintahan. Upaya yang dilakukan perseorangan, sekalipun
punya otak brilian dan reputasi, kompetensi dan integritas biasanya tidak akan
mampu merubah situasi dan kondisi yang status quo.
Gagasan besar pemikiran reformasi manajemen pemerintahan yang
tidak memiliki kerjasama yang efektif tidak akan mampu mereformasi
keadaan yang stagnasi. Reformasi manajemen pemerintahan bisa saja berjalan
tetapi cepat atau lambat, kekuatan resistensi akan menghentikan inisiatif
perubahan. Konflik kepentingan antara Pejabat Pemerintah dengan Dewan
Perwakilan Rakyat, selama ini hanya menghambat program peningkatan
kesejahteraan rakyat, dan memberi dampak yang negatif pada rakyat terhadap
pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga perubahan manajemen
pemerintahan maupun dalam perubahan sikap dan prilaku aparatur dan
Dewan Perwakilan Rakyat selalu mempertahankan kebijakan program dan
kegiatan yang berkualitas menjadi sumber pendukung kenyaman dan bukan
peningkatan kinerja pelayan prima atau pelestarian kepercayaan publik.
Dalam pada itu tanpa ada kerjasama yang mantap tidak mungkin ada
perubahan dalam manajemen pemerintahan.
3. Tanpa Visi dan Misi Yang Jelas Adanya visi dan misi yang meningkatkan komitmen menjadi
kebutuhan dalam melakukan perubahan manajemen pemerintahan. Visi
berperan besar dalam perubahan menajemen pemerintahan yang dapat
membantu mengarahkan dan memperbaiki inspirasi untuk bertindak baik dan
benar dalam rangka melakukan penghematan, efisien, efektif. Tanpa adanya
visi dan misi yang jelas, upaya perubahan manajemen pemerintahan akan
berubah menjadi daftar kebijakan dan program yang membingungkan, selain
itu juga akan memboroskan sumber daya dan keuangan, sehingga akan
merosotnya kepercayaan masyarakat.
Tanpa adanya visi dan misi yang jelas dalam proses pengambilan
keputusan akan kabur, yang terjadi hanya debat kusir tanpa henti yang dapat
meningkatkan ketengangan emosional yang merendahkan harkat dan martabat,
semangat dan kinerja.
Dalam perubahan manajemen pemerintahan yang gagal, kebijakan,
program, dan kegiatan menggantikan peran visi dan misi sehingga arah
kebijakan menjadi tidak jelas. Dalam pada itu peran visi dan misi sangat
menentukan dalam melakukan perubahan manajemen pemerintahan. Kini
pemerintahan dalam hal setiap lembaga pemerintahan baik departemen
maupun lembaga pemerintahan non departemen sudah mulai memperbaiki visi
dan misi yang jelas dan terukur untuk meningkatkan pelaksanaan tugas
pemerintahan maupun tugas pembangunan.
4. Percaya Diri Rendah Melakukan perubahan manajemen pemerintahan memerlukan
partisipasi semua aparatur pemerintah. Inisiatif perubahan menjadi kandas
bilamana para pelaku yang sudah memiliki visi, merasa tidak berdaya, percaya
diri rendah dengan adanya hambatan mereka mulai dari dalam pikiran
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
106
masing-masing. Dibutuhkan upaya meyakinkan, bahwa sebenarnya hanya ada
dalam pikiran saja, sampai dengan arsitektur dan struktur budaya organsiasi.
Hamabatan-hambatan yang ada dapat berupa: analisis dan uraian
jabatan yang kurang sesuai, pengetahuan, keahlian dan sikap yang tidak
kompeten, balas jasa yang kurang sepandan, desain dan pengembangan
organsiasi yang asal jadi, pengukuran manajemen serta evaluasi kinerja yang
tidak ada hubungannya dengan prinsip dan praktek pemerintahan yang baik
dan akuntabilitas yang berlaku, informasi umpan balik, pengambilan
keputusan organisasi yang berwewenang, dan jasa yang sepandan. Apabila
aparat yang cerdas, kompeten dan berintegritas enggan mengatasi hambatan-
hambatan yang ada, ini berarti mereka tidak memerdayakan orang dan
organsiasi dan menghambat perubahan. Hal ini merupakan tantangan.
5. Tingkat Korupsi Tinggi Indonesia menjadi negara yang mempunai tingkat korupsi Tinggi dari
Transparansi Internasional menyebutkan merupakan lima besar negara
terkorup, rasanya sudah tidak punya rasa malu bagi bangsa Indonesia.[136]
Padahal Korupsi merusak segala-galanya dan korupsi selalu membawa
konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistimik terhadap proses
demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah:
1. Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi
kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
2. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik,
membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law.
Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaaan dan pemilik
modal.
3. Korupsi menjadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan
kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme.
4. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas
umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sehingga mengganggu pembangunan yang berkelanjutan.
5. Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistim ekonomi karena produk yang
tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
6. Korupsi menjadikan biaya ekonomi tinggi.
7. Korupsi biaya politik tinggi, calon kapala daerah yang diusulakndari
partai harus setor milyaran; dan
8. Korupsi menjadikan rakyat sengsara.
Ӂ ӁӁӁӁ
[136]
Karekter birokrasi seperti ini telah berlangsung sejak masa penjajah, masa orde lama,
masa orde baru bahkan sampai ke era reformasi sekarang ini. Reformasi yang dimulai tahun
1998 prilaku mementingkan kepentingan pribadi telah merasuk di tubuh parati-partai dan elite
politik di DPR. Lihat Daftar anggota Komisi IX Periode 1999-2004 yang menerima dana
Bank Indonesia terlibat 52 anggota DPR yang rata-rata menerima Rp 250 juta bahkan ada
yang satu milyar, dimuat di Harian Kompas tanggal 29 Juli 2008. Rakyat sangat sedih melihat
prilaku anggota dewan tersebut.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
107
DUA BELAS LANGKAH STRATEGIS
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
Keberadaan Manajemen Pemerintahan seharusnya dapat mewujudkan
citra birokrasi pemerintah yang baik. Artinya, aparatur di pemerintahan
mampu mendukung kelancaran, keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien, sehingga
penyalahgunaan wewenang dan tanggungjawab dalam jabatan dapat dihindari
sedini mungkin.
Penyalahgunaan bisa dihindari, jika aparatur sebagai pelaksana dalam
menjalankan tugas pemerintahan secara konsisten menyadari tugasnya. Pada
kesempatan ini, penulis memberikan resep 12 langkah strategis untuk
melaksanakan manajemen pemerintahan yang baik, yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran
2. Mereformasi birokrasi
3. Manajemen pemerintahan yang baik dan konsisten
4. Melaksanakan akuntabilitas
5. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan
6. Meningkatkan profesionalisme
7. Meningkatkan kinerja
8. Meningkatkan pelayanan 9. Meningkatkan budaya kerja
10. Meningkatkan peran masyarakat
11. Mengefektifkan anggaran
12. Melaksanakan desentralisasi
Duabelas langkah strategis ini dapat dilihat pada Gambar 9.1. Langkah
Strategis Manajemen Pemerintahan ini akan dibahas satu persatu seperti
berikut.
BAB 9
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
108
GAMBAR 9.1. DUA BELAS LANGKAH STRATEGIS
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
oleh Budi Supriyatno
9.1. Meningkatkan Kesadaran Aparatur Pembahasan mengenai keberadaan manajemen pemerintah, tidak akan
terlepas dari peranan aparatur dalam melaksanakan tugas. Aparatur sebagai
pelaksana tugas dan fungsi pemerintahan, akan menentukan keberhasilan
manajemen pemerintahan. Dalam pada itu, kesadaran aparatur juga perlu
ditingkatkan agar mampu melaksanakan tugas dengan baik. Dalam konteks
ini, ada empat unsur yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
aparatur pemerintah. Keempat unsur tersebut adalah, memperbaiki sikap
aparatur, memahami keberadaan manajemen pemerintahan, meningkatkan
pertanggungjawaban dan melaksanakan lima pondasi yang sinergi.
Keempat unsur tersebut akan diuraikan seperti dibawah ini.
1. Memperbaiki sikap Aparatur Semua aparatur harus menyadari bahwa tugas mereka di pemerintahan
adalah sebagai “pelayan” bukan “dilayani”. Artinya, aparatur
bertanggungjawab melayani kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Yang
harus ditanamkan dalam hati sanubari setiap aparatur adalah, ”aparatur
sebagai “pamong” rakyat. Dengan kata lain, aparatur harus pandai
”momong” rakyat. Namun, fakta yang ada berbicara lain, aparatur justru
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
109
minta ”dilayani” atau minta “diemong”. Praktik seperti ini sudah
menyimpang dari tugas dan kewajiban aparatur sebagai palayan masyarakat.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa “moral” aparatur belum atau tidak
”ada keinginan” menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat yang baik,
dan masih bergaya “feodal”.
Sifat dan watak seperti itu menunjukkan bahwa aparatur masih belum
memahami keberadaannya sebagai “abdi masyarakat” atau “punggawa”.[137]
Dalam istilah pewayangan disebut punakawan, biasanya ditokohkan sebagai
“Semar, Gareng, Petruk dan Bagong”[138] yang bertugas melayani majikan,
serta mampu menjadi pamong yang baik bagi para Pendawa[139] Dalam
pemerintahan, majikan aparatur adalah masyarakat. Namun, sudah menjadi
rahasia umum, para aparatur pemerintahan masih mengutamakan kepentingan
sendiri, atau belum mampu menjadi pamong yang baik. Contohnya: (1) Orang
yang mau menikah harus mengurus surat nikah dengan biaya lebih mahal dari
biaya resmi. (2) Warga yang akan mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) di
kelurahan atau desa, harus mengeluarkan biaya lebih mahal dari biaya resmi.
(3) Penduduk yang akan membuat Surat Ijin Mengemudi (SIM) harus
mengeluarkan biaya mahal karena mereka terpaksa berurusan dengan calo
jika ingin dilayani cepat. (4) Di pengadilan yang fungsinya menegakkan
kebenaran juga ada ”mafia pengadilan”.
Penyalahgunaan wewenang dalam diri aparatur sudah begitu parah,
bahkan ada di setiap lembaga pemerintahan, mulai dari level teratas sampai
terbawah. Jadi, tidak mengherankan jika ada istilah sinis, kalau bisa dipersulit
mengapa harus dipermudah. Sifat “ngemong” yang belum tertanam dalam
sanubari aparatur, tentu saja sangat merugikan dan menyakitkan hati
masyarakat. Padahal, keberadaan aparatur dalam pemerintah menggambarkan
keberadaan pemerintah. Sadar atau tidak, rakyat khususnya masyarakat bawah
(akar rumut) secara sederhana mengatakan, “aparatur adalah pemerintah”.
Artinya, baik buruknya prilaku aparatur dalam menjalankan tugas, adalah baik
buruknya pemerintah. Karena itu, langkah terbaik adalah, menciptakan
aparatur sebagai pelayan yang baik kepada masyarakat. Sifat ngemong harus
ditanamkan pada semua aparatur.
Melihat fenomena banyaknya aparatur yang kurang menyadari dirinya
sebagai abdi masyarakat, perlu diciptakan kesadaran aparatur pemerintah yang
lebih baik. Langkah yang perlu ditempuh untuk mengubah sikap aparatur
adalah:
a. Membenahi Mental: Manusia memang rakus, hasrat ingin
memperkaya diri selalu menyelimuti hati sebagian manusia. Jika
aparatur tidak menyadarinya, mereka akan terjerumus melakukan
penyimpangan-penyimpangan yang merugikan negara. Terjadinya
KKN, utamanya karena terdorong sifat rakus yang mendominasi
[137]
Punggawa adalah gelar untuk seorang pengurus lokal tradisional, yang digunakan di
berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa Punggawa memegang fungsi sebagai penguasa atau
memegang jawaban di pemerintahan [138]
Tokoh dalam pewayangan Jawa“Semar, Gareng, Petruk dan Bagong pembantu para
pandawa yang selalu jujur dan taat pada pimpinan. [139]
Pandawa adalah tokoh wayang yang merupakan kerajaan..
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
110
sebagian aparatur pemerintah. Itu sebabnya, banyak mantan menteri,
gubernur, bupati, walikota, bahkan anggota DPR dan DPRD sebagai
wakil rakyat yang berurusan dengan pengadilan, dan berakhir dengan
penjara. Mereka tergelincir melakukan KKN akibat ingin memenuhi
keinginan yang berlebihan. Aparatur perlu disadarkan, bahwa pangkat
dan jabatan bukan untuk memperkaya diri tetapi sebagai amanah yang
harus dijalankan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahwa
kriteria seorang yang sukses bukan berapa banyak harta yang dimiliki,
tetapi kemampuannya menjalankan tugas dengan baik yang bermanfaat
bagi masyarakat. Karena itu, mental aparatur perlu disegarkan dengan
menanamkan pengertian bahwa tolok ukur kebaikan dan kesuksesan
seseorang adalah: (1) Ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan melakukan kebaikan yang berguna bagi masyarakat. (2)
Menjalankan tugas sebaik-baiknya dan mengendalikan diri untuk tidak
KKN. (3) Meningkatkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat. (4)
Meningkatkan kemampuan diri dan meningkatkan kualitas orang lain
melalui pembelajaran. (5) Meninggalkan karya-karya yang baik untuk
masyarakat.
b. Mencintai pekerjaan: Apa pun pekerjaannya, aparatur harus
mencintainya dan dilaksanakan secara profesional, tanpa ambisi
mengejar jabatan. Contoh nyata adalah, Abraham Lincoln mantan
Presiden Amerika. Dia dilecehkan di depan Sidang Senat tentang orang
tuanya yang hanya pembuat sepatu, sebuah ejekan yang sangat
menyakitkan dan bisa membakar emosi jika ditujukan kepada orang-
orang biasa. Tetapi, Lincoln justru menjadi panorama yang
menyenangkan dan membalas ejekan tersebut dengan kalimat yang
indah dan menakjubkan ”Benar, ayah saya seorang pembuat sepatu,
tetapi belum pernah saya bertemu pembuat sepatu yang demikian
mencintai pekerjaannya. Dari seorang ayah seperti inilah saya
belajar mencintai setiap profesi yang saya jalani, termasuk profesi
menjadi Presiden Amerika Serikat”. Apa yang dilakukan Lincoln,
menjadi contoh bagi semua orang untuk mencintai pekerjaannya, baik
sebagai aparatur maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu, cara
terbaik dalam meningkatkan kinerja dan etos kerja aparatur adalah,
menyadarkan mereka untuk mencintai pekerjaannya.
c. Meningkatkan kompetensi: Agar aparatur bisa bekerja dengan baik,
menghasilkan kualitas pelayanan yang efektif dan efisien, maka
diperlukan suatu kompetensi. Dalam manajemen pemerintahan,
kompetensi ini terdiri dari: (1) Kompetensi personal, yaitu perpaduan
antara kekuatan spiritual (keyakinan), emosional (sikap), intelektual
(pengetahuan), fisik (kesehatan) dan manajemen diri sebagai aparatur
pemerintah. (2) Kompetensi kelompok, yakni perpaduan kompetensi
personal dalam suatu kelompok yang bekerja secara dinamis, sinergis
dan harmonis. (3) Kompetensi organisasi, yakni keunggulan-
keunggulan sinergis yang dimiliki aparatur dalam suatu organisasi.
Sudah selayaknya semua aparatur harus meningkatkan kompetensi
mereka di bidangnya masing-masing agar mampu melaksanakan tugas
secara baik.
d. Meningkatkan komitmen: Perlu dilakukan pembinaan kepada semua
aparatur pemerintah sehingga mereka berkomitmen atau berjanji pada
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
111
diri sendiri untuk melaksanakan tugas secara konsisten, berdaya guna
dan berhasil guna yang dapat menjunjung tinggi kehormatan bangsa
dan negara, serta mengutamakan kepentingan masyarakat
dibandingkan kepentingan diri sendiri atau golongan.
e. Sadar sebagai pelayan: Aparatur pemerintahan harus sadar bahwa
tugasnya adalah memberi pelayanan kepada masyarakat, bukan
dilayani. Dalam hal ini, aparatur harus bersungguh-sungguh
melaksanakan tugas sesuai bidang yang diembannya, dan tidak
mengenal waktu dalam melaksanakan tugas tersebut.
f. Disiplin kerja: Aparatur harus disiplin menaati peraturan, tata tertib,
sistem dan metode di pemerintahan yang harus dilaksanakannya.
Sebagai aparatur pemerintahan, mereka harus menjalankan semua
peraturan, serta konsisten dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.
Jika bekerja mulai jam 07.00, mereka harus sudah hadir di kantor
sebelum jam tersebut, bukan datang pada jam 09.00 yang tergolong
melanggar peraturan. Para aparatur yang terlambat datang di tempat
tugas, akan menjadi masalah bagi masyarakat yang ingin mengurus
keperluan, sehingga banyak masyarakat mengeluh. Sebagai aparatur,
mereka harus berusaha untuk selalu disiplin, tepat waktu sesuai jadwal
dan program yang telah disusun, sehingga tidak merugikan rakyat.
g. Meningkat Prestasi Kerja: Setiap aparatur harus selalu diarahkan agar
mampu meningkatkan prestasi kerja dengan jalan menguasai
kecakapan dan seluk-beluk tugas yang menjadi tanggungjawabnya,
juga memahami berbagai bidang lain yang berhubungan dengan
tugasnya.
2. Memahami Keberadaan Manajemen Pemerintahan Telah dikatakan bahwa, keberadaan aparatur sama dengan keberadaan
pemerintah. Keberadaan pemerintah sangat menentukan kehidupan rakyatnya,
karena keberadaan pemerintah merambah semua sektor atau semua bidang
kehidupan rakyat. Keberadaan pemerintah, menurut Anthony Giddens dalam
bukunya “The Third Way” adalah untuk:[140]
1. Menyediakan sarana sebagai perwakilan kepentingan-kepentingan
yang beragam;
2. Menawarkan sebuah forum untuk rekonsiliasi kepentingan-
kepentingan yang saling bersaing;
3. Menciptakan dan melindungi ruang publik yang terbuka, di mana debat
bebas mengenai isu-isu kebijakan bisa terus dilanjutkan;
4. Menyediakan beragam hal untuk memenuhi kebutuhan warga negara,
termasuk bentuk-bentuk keamanan dan kesejahteraam kolektif;
5. Mengatur pasar menurut kepentingan publik, dan menjaga persaingan
pasar ketika monopoli mengancam;
6. Menjaga keamanan sosial melalui kontrol sarana kekerasan dan
melalui penetapan kebijakan;
[140]
Christian Lefevre, Metropolitan Government and Governance in West Countries : A
Critical Review, International Journal of Urban and Regional Research, 1998. 22, 1:1-17..
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
112
7. Mendukung perkembangan sumber daya manusia melalui peran
utamanya dalam sistem pendidikan;
8. Menopang sistem hukum yang efektif;
9. Memainkan peran ekonomis secara langsung, sebagai pemberi kerja
dalam intervensi makro maupun mikro-ekonomi, plus penyediaan
infrastruktur;
10. Membudayakan masyarakat-pemerintah, merefleksikan nilai dan
norma yang berlaku secara luas, tetapi juga bisa membantu membentuk
nilai dan norma tersebut;
11. Mendorong aliansi regional dan transparansional, serta meraih sasaran-
sasaran global.
Pemikiran Anthony sangat luas, sehingga dapat tumpang tindih dengan
pelaku non-pemerintah, karena sulit membedakan tugas pemerintah dan non-
pemerintah.
Terlepas dari pro-kontra atas pemikiran Anthony, keberadaan
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat, khususnya di negara-negara
berkembang, adalah masih terlihat adanya penyalahagunaan wewenang yang
dilakukan aparatur pemerintahan. Wajar jika rakyat menuntut agar pimpinan
pemerintahan tertinggi, baik Presiden, Perdana Menteri, raja, maupun para
menteri sebagai pembantunya, memberikan perhatian sungguh-sungguh untuk
menanggulangi penyimpangan berupa KKN, demi terciptanya aparatur yang
bersih dan berwibawa.
Penerapan manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara, merupakan tantangan
tersendiri. Dalam arti, mampukah aparatur melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai pelayan masyarakat secara konsisten “tanpa pamrih”, tanpa
membeda-bedakan dan tanpa merugikan rakyat. Keberadaan manajemen
pemerintah, diharapkan rakyat, dapat meluruskan berbagai penyimpangan
yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bernegara maupun
bermasyarakat. Dalam konteks ini, aparatur harus memahami keberadaan
manajemen pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya. Langkah-langkah
untuk memahami manajemen pemerintahan adalah:
1. Mengetahui tugasnya secara benar, sehingga mampu melaksanakan
dengan baik.
2. Menyadari bahwa kepentingan masyarakat merupakan tugas yang
utama dan harus didahulukan.
3. Mengetahui informasi secara jelas mengenai isu-isu kebijakan yang
menjadi tanggungjawabnya.
4. Melayani dengan baik semua kebutuhan warga negara, termasuk
bentuk-bentuk keamanan dan kesejahteraan.
5. Melindungi dan menjaga keamanan sosial melalui kontrol sarana
kekerasan dan melalui penetapan kebijakan.
6. Meningkatkan kemampuan dalam mendukung perkembangan sumber
daya manusia (SDM) melalui peran utamanya dalam sistem
pendidikan.
7. Meningkatkan hubungan yang harmonis dengan warga.
8. Melaksakan pekerjaan dengan konsisten.
9. Mau bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja waras, dibarengi
bergerak/bertindak cepat.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
113
3. Melaksanakan Pertanggungjawaban yang konsisten Terlaksananya manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien
merupakan syarat utama untuk mewujudkan aspirasi rakyat dalam mencapai
tujuan dan cita-cita bangsa/negara. Agar manajemen pemerintahan terlaksana
secara efektif dan efisien, perlu diterapkan sistem pertanggungjawaban yang
transparan dalam setiap kegiatan atau penggunaan anggaran, sehingga
penyelengaraan pemerintahan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggungjawab, serta bebas dari penyimpangan. Selain
itu, diperlukan adanya mekanisme untuk meregulasi pertanggungjawaban di
setiap lembaga pemerintah yang mempergunakan anggaran, memperkuat
peran dan kapasitas legislatif, serta tersedianya akses informasi bagi
masyarakat luas. Agar pertanggungjawaban yang konsisten dapat dicapai,
aparatur harus memahami beberapa hal berikut:
1. Pemikiran dasar pertanggungjawaban, dilandaskan pada klasifikasi
responsibilitas pejabat pada setiap tingkatan dalam organisasi
pemerintahan dengan tujuan pelaksanaan kegiatan di setiap bagian.
Semua individu pada tiap jajaran aparatur bertanggung jawab atas
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh bagiannya, di mana kegiatan
yang dilakukan oleh aparatur pemerintah harus terkendali. Kegiatan
yang terkendali adalah kegiatan-kegiatan yang secara nyata dapat
dikendalikan oleh setiap aparatur sebagai pelaksana pengguna
anggaran. Ini berarti, kegiatan tersebut benar-benar dilaksanakan
secara terencana, dan hasilnya dinilai oleh pihak-pihak wewenang,
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau lembaga lain yang
berkompeten di lingkungan pemerintahan, maupun di berbagai
lembaga swadaya masyarakat (LSM).
2. Sebagai pelaksana program, aparatur pemerintah harus
bertanggungjawab atas semua kegiatan dan anggaran yang
digunakannya. Hal ini merupakan perwujudan kewajiban atas
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan manajemen pemerintahan
dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
diciptakan, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik.
3. Pertanggungjawaban manajememen pemerintahan merupakan
perwujudan kewajiban aparat pemerintah untuk mempertanggung-
jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang
bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut, di Indonesia telah
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari praktik kolusi, korupsi
dan nepotisme.[141]
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, asas-asas umum
penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas dan asas akuntabilitas.[142]
[141]
UNDP dalam publikasinya yang berjudul, Governance for Sustainable Human
Development, 1997. [142]
Dimuat dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta, 2003. hal. 21.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
114
Tuntutan gencar masyarakat kepada aparat pemerintah agar
melaksanakan penyelengaraan manajemen pemerintahan yang baik adalah,
sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat, di samping adanya
pengaruh globlalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat saat ini, harus
diubah. Tuntutan masyarakat sekarang adalah, aparatur pemerintahan yang
mementingkan diri sendiri harus dihapus.
Berbagai survei menunjukkan, warga negara meratapi kegagalan
pemerintah. Para peneliti yang melaksanakan survei besar-besaran di Kanada
mengungkapkan realitas baru tersebut dengan sangat baik. ”Sikap umum
masyarakat terhadap pemerintah telah memburuk. Sebagian besar warga
Kanada sinis dan antipati pada pemerintah. Ada keyakinan di kalangan
masyarakat bahwa pemerintah hanya melayani diri sendiri, tidak efisien
dan tidak efektif. Kuatnya respon semacam ini menunjukkan adanya
kemarahan besar. Sentimen negatif ini sejak lama dijadikan bukti untuk
memberi ciri, di mana frustasi yang mendalam ini merupakan penjelasan
atas kondisi kejiwaan masyarakat saat ini.‖[143]
Kita memahami, bahwa kemacetan dalam birokrasi pemerintahan tidak
hanya terjadi di Kanada, tetapi juga di banyak negara berkembang termasuk di
Indonesia. Itu sebabnya, tuntutan masyarakat merupakan hal wajar yang
seharusnya direspon aparat pemerintah dengan melakukan perubahan-
perubahan terarah demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang
baik.
4. Melaksanakan Lima Pondasi Yang Sinergi Manajemen pemerintahan mempunyai lima pondasi dasar, yaitu
ekonomi, politik, sosial, administrasi dan Hankam. Lima pondasi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Ekonomi berkaitan dengan proses pembuatan kebijakan yang
memfasilitasi kegiatan perdagangan, industri, manajemen keuangan
dan interaksi di antara penyelenggara dengan masyarakat. Ekonomi
mempunyai implikasi terhadap kemakmuran hidup rakyat.
2. Politik berkaitan dengan proses keputusan untuk formalisasi kebijakan.
Politik akan berhubungan antara pemerintahan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat atau Parlemen dalam merumuskan dan
memformalkan kebijakan untuk kepentingan rakyat.
3. Sosial berkaitan dengan proses pembuatan kebijakan yang
memfasilitasi penyelenggaraan pelayanan, bertujuan memberikan
kemudahan kepada rakyat. Sosial mempunyai implikasi terhadap akses
kebutuhan masyarakat yang memungkinkan peningkatan kehidupan
lebih baik dapat dicapai dengan mudah.
4. Administrasi berkaitan dengan sistem implementasi proses kebijakan.
Administrasi melaksanakan manajemen pemerintahan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya untuk kepentingan rakyat.
[143]
Stewart. Op.cit, 1988:68.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
115
5. Pertahanan dan keamanan (Hankam) merupakan proses pembuatan
kebijakan berkaitan dengan ketertiban hidup masyarakat. Hankam
mempunyai implikasi peraturan ketertiban masyarakat, sehingga tidak
ada masyarakat yang main hakim sendiri seperti peristiwa di Monas
Jakarta.
Kelima pondasi dasar tersebut tidak bisa dipisahkan dalam manajemen
pemerintahan, karena satu dengan lainnya saling mengait. Lihat Gambar . 9.2.
Pondasi Dasar Manajemen Pemerintahan.
GAMBAR. 9.2. PONDASI DASAR MANAJEMEN
PEMERINTRAHAN
oleh Budi Supriyatno
Di samping lima pondasi tersebut, manajemen pemerintahan yang
efektif dan efisien seyogyanya juga melibatkan empat peran, yaitu
pemerintahan, masyarakat, perguruan tinggi dan swasta atau dunia usaha.
Keempat peran ini harus saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya
masing-masing, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pemerintahan mempunyai fungsi menciptakan lingkungan politik,
hukum dan kemanan yang kondusif. Pemerintah sebagai satu unsur
pemerintahan yang di dalamnya termasuk lembaga politik dan
lembaga-lembaga sektor publik.
2. Sektor swasta memiliki fungsi menciptakan perdagangan, industri atau
ekonomi yang menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi
rakyat. Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang
bergerak di berbagai bidang, termasuk sektor-sektor informasi lain di
pasar. Sektor swasta dapat dibedakan dari masyarakat karena sektor
swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial,
politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan lebih
kondusif bagi pasar dan perusahaan-perusahaan itu sendiri.
3. Masyarakat berfungsi menciptakan peran positif dalam interaksi
sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok
untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Masyarakat, meliputi individu atau kelompok, terorganisasi atau tidak
terorganisasi, yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi
POLITIK
EKONOMI
HANKAM ADMINISTRASI
SOSIAL
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
116
dangan aturan formal maupun tidak formal, termasuk di dalamnya
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi-organisasi profesi.
4. Perguruan tinggi (kelompok intelektualitas) berperan mengontrol
kebijakan pemerintah. Perguruan tinggi sebenarnya merupakan bagian
dari masyarakat, tetapi penulis membedakannya, sehingga perguruan
tinggi berdiri sendiri, karena kontrol sosial dari para mashasiswanya
lebih mengena dari pada kontrol sosial dari masyarakat yang memiliki
kepentingan. Contohnya, turunnya mantan Presiden Soeharto, karena
demo mahasiswa yang intensif. Hal inilah yang membedakan antara
masyarakat dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang tidak
memiliki conflict of interest menyuarakan kepentingan masyarakat.
Sedangkan masyarakat, kadang-kadang ditunggangi kepentingan lain.
Lihat Gambar 9.3. Memahami Keberadaan Manajemen Pemerintahan.
GAMBAR. 9.3. MEMAHAMI KENBERADAAN MANAJEMEN
PEMERINTRAHAN oleh Budi Supriyatno
9.2. Reformasi Birokrasi
1. Reformasi Elit Longman dictionary mendefinisikan reformasi sebagai berikut:
Reformation is an improvement made by changing something a lot.[144] Definisi
ini masih umum sekali, karena hanya melakukan “banyak perubahan.” Di sini
tidak ada penekanan pada manajemen pemerintahan atau birokrasi
pemerintahan. Menurut penulis, reformasi birokrasi dapat didefinisikan
sebagai suatu proses perubahan dalam manajemen pemerintahan menuju
kondisi atau sistem lebih baik, efektif dan efisien yang dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Definisi ini menekankan adanya suatu perubahan
[144]
Longman Dictionary Op.cit, p. 1193
MEMAHAMI
KEBERADAAN
MANAJEMEN
PEMERINTAHA
N
MMEEMMPPEERRBBAAIIKKII SSIIKKAAPP
AAPPAARRAATTUURR
MMEEMMAAHHAAMMII
KKEEBBEERRAADDAAAANN
MMAANNAAJJEEMMEENN
PPEEMMEERRIINNTTAAHHAANN
MELAKSANAKAN
PERTANGGUNGJAWABAN
SECARA KONSISTEN
MELAKSANAKAN LIMA PONDASI YANG
SINERGI
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
117
menuju kondisi atau sistem yang lebih baik. Dengan kata lain, ada persoalan
dalam manajemen pemerintahan, sehingga perlu adanya reformasi.
Permasalahan yang sangat mendasar dalam mengatasi kesulitan bagi
negara berkembang termasuk Indonesia adalah, sangat rendahnya komitmen
untuk mereformasi birokrasi. Dalam konteks ini, birokrasi masih dianggap
kecil dalam melaksanakan perubahan bangsa menuju ke tingkat yang lebih
makmur. Jika kita mau menengok sejarah bangsa, birokrasi khususnya di
Indonesia, adalah warisan penjajah Belanda yang sangat sarat dengan
kepentingan kekuasaan. Norma, standar, prosedur dan manual dalam regulasi
birokrasi, selama ini masih diwarnai orientasi kepentingan penguasa dari pada
kepentingan warga negaranya.
Dalam praktiknya, kepentingan penguasa atau elit politik lebih
dominan dari pada kepentingan rakyat. Karena itu, kebijakan yang dibuat pun
merupakan alat untuk meningkatkan kepentingan elit politk dari pada
kepentingan rakyat. Misi dan visi birokrasi paham penjajah adalah,
mempertahankan kekuasaan dan mengontrol prilaku individu. Sampai
sekarang pun, visi-misi birokrat dan elit politik adalah, menjadikan kekuasaan
sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan memperkaya diri, di mana
birokrasi merupakan alat yang sangat mudah untuk mempertahankan
kekuasaan. Dengan fenomena seperti ini, terjadilah KKN di birokrasi maupun
di berbagai lembaga negara, termasuk di dalamnya para anggota parlemen
atau DPR.[145]
Imbas budaya KKN seperti ini, pejabat birokrasi di mata masyarakat
tak lebih hanya merupakan alat kepentingan elit politik. Kita mengetahui
bahwa reformasi birokrasi tidak mudah dilaksanakan. Reformasi birokrasi
merupakan pekerjaan yang sangat “rumit”, karena melibatkan berbagai
kepentingan, mulai dari kepentingan politik yang dikuasai elit politik dan para
aparatur pemerintah, sampai struktur organsiasi. Dalam teori reformasi,
birokrasi merupakan proses politik dalam menuju perbaikan untuk
kepentingan rakyat yang membutuhkan dukungan politis para pejabat
pemerintah. Reformasi birokrasi tidak akan menjadi kenyataan jika tidak ada
dukungan politis. Selama elit politik memanfaatkan reformasi birokrasi hanya
untuk kepentingan diri sendiri, kemungkinan besar reformasi tidak akan
berjalan.
Karena itu, reformasi birokrasi harus dimulai dari kemauan politik
(political will) para pemimpin/elit politik yang memiliki pengaruh kuat
terhadap visi dan misi, juga berkomitmen untuk menciptakan birokrasi yang
efektif dan efisien. Kesuksesan reformasi birokrasi dalam pemerintahan,
dimulai dari elit politik, yakni Partai, DPR dan Presiden, termasuk juga para
menteri dan para pejabat yang ada di birokrasi itu sendiri. Sedangkan untuk
mereformasi elit politik, ada beberapa langkah yang harus dilakukan:
[145]
Karekter birokrasi seperti ini telah berlangsung sejak masa penjajah, masa orde lama,
masa orde baru bahkan sampai ke era reformasi sekarang ini. Reformasi yang dimulai tahun
1998 prilaku mementingkan kepentingan pribadi telah merasuk di tubuh parati-partai dan elite
politik di DPR. Lihat Daftar anggota Komisi IX Periode 1999-2004 yang menerima dana
Bank Indonesia terlibat 52 anggota DPR yang rata-rata menerima Rp 250 juta bahkan ada
yang satu milyar, dimuat di Harian Kompas tanggal 29 Juli 2008. Rakyat sangat sedih melihat
prilaku anggota dewan tersebut.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
118
a. Perlu ditumbuhkembangkan kemauan pimpinan tingkat atas, yakni elit
politik, partai politik, DPR dan Presiden beserta jajarannya untuk
secara konsisten melakukan reformasi birokrasi dalam upaya
menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Hal ini jangan hanya sekadar seremonial, tetapi
harus sampai pada pelaksanaannya.
b. Menciptakan paradigma baru bahwa reformasi birokrasi dilakukan
untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan elit
politik dalam mempertahankan kekuasaan.
c. Diperlukan anggaran agar reformasi birokrasi dapat berjalan efektif.
Anggaran ini harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan
peruntukannya, dan tidak boleh ada penyimpangan dalam
pemanfaatannya.
d. Mengubah peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Negara saat ini yang sudah tidak
sesuai dengan perkembangan zaman.
e. Perbaikan remunasi atau penggajian pegawai negeri, karena gaji terlalu
kecil berdampak pada terjadinya KKN.
2. Reformasi Pola Pikir Perlu dilakukan berbagai upaya mereformasi pola pikir yang “status
quo” menjadi pola pikir yang mengarah ke perbaikan dalam manajemen
pemerintahan. Di negara maju maupun negara berkembang, kini sedang terjadi
reformasi pola pikir dalam rangka menciptakan manajemen pemerintahan
yang efektif dan efisien. Proses yang tengah berlangsung dan sangat menonjol
saat ini adalah, reformasi pemikiran manajemen pemerintahan di berbagai
negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Perubahan dan pembaharuan
manajemen pemerintahan tak henti-hentinya terjadi di dua benua tersebut.
Pada Maret 1996, misalnya, Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) yang beranggotakan 24 negara. untuk pertama
kalinya menyelenggarakan pertemuan tingkat menteri mengenai manajemen
pemerintahan. Alice Rivlin, Office of Management and Budget (Direktur
Kantor Manajemen dan Anggaran) Amerika Serikat, memimpin pertemuan
itu. Dalam laporan rangkuman OECD, dia menjelaskan bahwa kebanyakan
dari 24 pemerintahan negara anggota sedang menghadapi tekanan fundamental
yang sama untuk berubah, mencakup ekonomi global, warga negara yang
tidak puas dan krisis keuangan. Alice Rivlin memberikan daftar sederet
pemikiran atau saran yang harus dilakukan sebagai berikut:[146]
1. Desentralisasi wewenang dalam unit-unit pemerintahan dan
penyerahan tanggung jawab sampai tingkat-tingkat rendah di
pemerintahan;
[146]
Alice Rivlin 2015. Systematic Thinking for Social Action. Brookings Institution Press,
March 24, 2015.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
119
2. Mengkaji kembali apa yang seharusnya dilakukan dan dibiayai, apa
yang dibiayai tetapi tidak untuk dilakukan, dan apa yang seharusnya
tidak dilakukan dan dibiayai;
3. Mempertimbangkan cara pembelian pelayanan secara lebih efektif
sesuai biaya, seperti kontrak keluar, mekanisme pasar dan pembebanan
kepada pengguna;
4. Orientasi pelanggan, termasuk standar mutu yang eksplisit untuk
pelayanan publik;
5. Benchmarking dan pengukuran kinerja; dan
6. Reformasi yang dirancang untuk menyederhanakan peraturan dan
mengurangi biaya agar lebih efektif dan efisien.
3. Reformasi Pengawasan Agar reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik, diperlukan fungsi
pengawasan yang lebih ketat. Dalam konteks ini, diperlukan penyesuaian dan
perubahan aspek kemampuan, serta kemauan budaya kerja dengan paradigma
baru untuk menghadapi tantangan tugas masa depan.
Hal tersebut terkait dengan prilaku aparatur dalam menjalankan tugas
pengawasan yang terkesan kaku, karena hanya berpedoman pada peraturan
yang sifatnya juga kaku. Aparatur menerjemahkan peraturan secara kaku dan
terkesan sulit. Hal ini terlihat dalam beberapa hal berikut: (1) Sikap dan
prosedur pelayanan yang kaku. (2) Kualitas intelektual rata-rata pengawas
tidak jauh dari anggota masyarakat umum. (3) Sikap dan metoda kerja yang
kurang memenuhi kebutuhan khas masyarakat lokal. (4) Orientasi kerja yang
hanya berdasarkan perintah atasan, bukan karena kebutuhan masyarakat. (5)
Kekurangmandirian lembaga, akibat adanya intervensi lembaga eksternal.
Sistem pengawasan harus diarahkan kepada perubahan menuju jati diri
sebagai pelayan masyarakat dengan kualitas intelektual di atas rata-rata
anggota masyarakat umum, mempunyai sikap, metoda dan orientasi kerja
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani. Selain itu, sistem
pengawasan juga harus mandiri, terbebas dari investasi lembaga lain di luar
badan pengawasan.
Adanya berbagai keterbatasan di bidang sumber daya, baik secara
kualitas maupun kuantitas yang mempengaruhi kualitas kemandirian dan
profesionalisme seorang pengawas, juga perlu mendapat perhatian untuk
segera diatasi. Karena itu, langkah-langkah yang diperlukan pengawasan
reformasi birokrasi adalah:
1. Diarahkan untuk meningkatkan kompetensi pengawasan.
2. Diarahkan untuk melaksanakan pengawasan secara profesional.
3. Diarahkan untuk bekerja, berprilaku dan bersikap sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, namun tidak kaku dan harus fleksibel.
4. Diarahkan untuk mengantisipasi perkembangan global yang
diperkirakan akan terjadi.
5. Diarahkan untuk bekerja atau melaksanakan tugas secara efektif,
efisien, transparan dan akuntabel.
4. Reformasi Organisasi Perdebatan tentang reformasi organisasi pemerintahan antar para pakar
manajemen pemerintahan di masa datang akan lebih ramai. Ancaman dan
peluang, baik internal maupun eksternal, akan dihadapi organisasi akibat
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
120
reformasi yang berjalan cepat dan komplek sebagai imbas globalisasi
informasi, teknologi, sistem ekonomi, politik dan sosial. Dalam hal ini,
struktur organisasi, gaya manajemen pemerintahan, budaya kerja dan praktik,
akan selalu menjadi bagian dari permasalahan dalam manajemen
pemerintahan.
Reformasi di lingkungan organisasi yang terjadi makin cepat dan
komplek, jika dilakukan tanpa pemikiran sistematis, kemungkinan akan
menimbulkan fenomena organisasi yang gemuk karena terlalu banyak jabatan
struktural, dan terjadi tumpang tindih program kegiatan yang ditangani.147
Masa depan yang selalu penuh resiko ini, dapat diantisipasi dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Tingkat Kepentingan: Reformasi secara besar-besaran dalam
organisasi pemerintahan tidak akan pernah sukses jika tidak dilakukan
secara serius. Kesadaran tinggi akan tingkat kepentingan dan beban
kerja organisasi, sangat dominan dalam memahami hal-hal yang
mendesak dan menempatkannya sebagai prioritas dalam proses
mengatasi masalah-masalah dan langkah-langkah reformasi besar.
Dengan makin meningkatnya kecepatan dan kompleksitas reformasi di
masa datang, hanya organisasi yang memiliki tingkat kepentingan
tinggi dan berdasarkan beban kerja—bukan kepentingan pribadi atau
golongan yang dapat menyebabkan terjadinya benturan antar
kepentingan (conflict of interest) yang akan berhasil. Selama ini,
kepentingan pribdadi atau golongan ikut bermain dalam pengelolaan
organisasi sehingga salah kaprah, dan terjadilah organisasi yang gemuk
dengan tugas/fungsi banyak yang tumpang tindih. Tingkat kepentingan
dan beban kerja organisasi menjadi tidak berarti, sehingga terjadi
penyimpangan dalam mendesain pola organisasi. Untuk mampu
memelihara kepentingan tingkat tinggi dan sesuai dengan beban kerja
organisasi, diperlukan sistem informasi akuntabilitas kinerja yang jauh
lebih baik dibanding dengan yang telah ada di abad 20. Tradisi dan
evaluasi praktik terbaik pelaporan akuntabilitas keuangan, mulai dari
tahap analisis kecermatan keuangan sampai dengan akuntansi dan
keuangan secara periodik, tidak lagi memadai dan relevan. Kini
diperlukan data yang lebih relevan dan berintegritas mengenai
konsekuensi dan penyebab kinerja serta akuntabilitas misi organisasi,
terutama kepada pelanggan, konstituen, pemasok, karyawan, teknologi
dan hasil keuangan. Dengan demikian, yang diperlukan adalah
pengukuran kinerja dan manajemen pengetahuan agar mampu belajar
dan berinovasi untuk mewujudkan visi-misi menjadi tindakan.
Selanjutnya, dengan dukungan arsitektur organisasi sebagai hasil
analisis institusi alternatif dari struktur manajemen pemerintahan,
penerapan struktur ramping yang kaya fungsi (slim structure and big
function) dapat memperbaiki cara mencapai tujuan. Informasi atau
pengukuran tersebut perlu didukung informasi dari luar dan kesediaan
menghadapi dengan jujur umpan balik yang ada. Hal ini akan sangat
147
Ken Shelton, A New Paradigm of Leadership, Executive Exellence Publishing. 1997. p.1.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
121
membantu melenyapkan rasa puas diri yang bisa menimbulkan ekses
negatif. Pada gilirannya, kesadaran tinggi mengenai perlunya
kepentingan yang makin tinggi akan sangat membantu organsiasi
untuk memimpin reformasi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
reformasi organisasi yang efektif adalah sebagai berikut:
a. Reformasi organisasi harus dilakukan secara konsisten;
b. Perlu dilakukan perhitungan tingkat kepentingan berdasarkan
beban kerja organisasi secermat mungkin;
c. Perlu dihindari kepentingan politik atau kepentingan kelompok
yang tidak relevan dengan kepentingan organisasi.
d. Organisasi harus mengarah ke slim structure and big function
(struktur ramping yang kaya fungsi).
2. Desain Organisasi: Misi dan visi setiap organisasi dalam
manajemen pemerintahan adalah, memberikan pelayanan prima
dengan dasar kepercayaan masyarakat yang multi dimensional.
Tantangan untuk mencapai kepuasan melalui mutu pelayanan prima
atas pelayanan kepercayaan dan pengetahuan individu dalam
kelompok yang berbeda-beda, boleh jadi belum terkodifikasi.
Kendalanya, transfer pengetahuan dan penyimpanan data relatif sulit
dan sangat mahal. Komplikasi lain adalah, para pengambil keputusan
di suatu organisasi tidak memiliki kemampuan yang sepadan untuk
membuat keputusan yang efektif. Padahal, amanat, delegasi, atau
atribusinya sudah tepat. Demikian juga penugasan, fungsi dan
tanggung jawabnya juga sudah tepat, serta didukung standar
pengukuran/evaluasi kinerja yang sangat jelas. Hal ini jelas akan
menimbulkan masalah seperti kebijakan salah progam yang tidak
sesuai kebutuhan, serta adanya kegiatan yang tidak memberi kontribusi
terhadap pencapaian kinerja dan akuntabilitas organisasi. Untuk
mencegah terjadinya berbagai kendala tersebut, perlu langkah untuk
mendesain organisasi sebagai berikut:
a. Mengoptimalkan informasi untuk pengambilan keputusan dan
akuntabilitas.
b. Menciptakan insentif yang sepadan agar aparatur menggunakan
informasi dan pengetahuan dalam peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
c. Menciptakan pelestarian kepercayaan masyarakat pada desain
yang baik untuk kepentingan masyarakat.
3. Pengembangan Organisasi Pemerintahan: Kondisi pasar, teknologi,
sistem sosial, regulasi, manajemen pemerintahan yang baik, institusi
regional dan global dapat memengaruhi pengembangan organisasi
pemerintahan yang sudah ada. Karena itu, perlu adanya pengembangan
atau perubahan sesuai dengan kebutuhan pasar. Dalam konteks ini,
perubahan yang dilakukan didasarkan pada analisis manfaat dan biaya
langsung/tidak langsung, terutama analisis mengenai pengaruh
pelayanan prima dan pelestarian kepercayaan masyarakat terhadap
organisasi melalui reformasi strategik dan budaya,
evaluasi/pengukuran kinerja serta sistem informasi dan sistem
akuntabilitas. Dengan demikian, organisasi yang sudah ada dapat
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
122
dikembangkan lebih lanjut, meliputi empat unsur sebagai determinan
utama sukses organisasi tersebut, yaitu:
a. Mekanisme wewenang, tugas, fungsi dan tanggung jawab harus
jelas.
b. Ruang lingkup program dan kegiatan unit organisasi dalam
lembaga harus jelas.
c. Dilakukan pengukuran kinerja individu dan unit organisasi.
d. Meyakinkan dalam pengambilan keputusan dan akuntabilitas
untuk kepentingan organisasi yang lebih baik dalam upaya
menyejahterakan masyarakat. Lihat Gambar 9.4. Reformasi
Birokrasi dibawah ini.
GAMBAR. 9.4. REFORMASI BIROKRASI
oleh Budi Supriyatno
Perubahan lingkungan berpengaruh pada desain dan pengembangan
organisasi pemerintah. Ke depannya, pengembangan organisasi pemerintahan
harus lebih baik dibandingkan organisasi di masa lalu. Organisasi pemerintah
di masa depan bisa dilihat dalam Tabel 9.1. Perbandingan Organisasi
Pemerintahan.
TABEL 9.1. PERBANDINGAN ORGANISASI PEMERINTAHAN
ABAD 20 DAN ABAD 21
ABAD 20
ABAD 21
STRUKTUR STRUKTUR
1. Terlalu banyak aturan
2. Terlalu banyak Jabatan Sturktural
3. Bentuk Organisasi Gemuk
4. Manajemen Pemerintah mengatur
Kebijakan, program dan prosedur
yang saling ketergantungan internal
yang ruwet.
1. Sedikit aturan
2. Sedikit Jabatan Struktural dan
mengembangkan Jabatan Fungsional
3. Bentuk Organisasi Ramping
4. Manajemen Pemerintah menyusun
5. Kebijakan, program dan prosedur yang
menciptakan kemudahan yang
diperlukan para pihak yang
berkepentingan.
11
RREEFFOORRMMAASSII EELLIITTEE
3
REFORMASI
PENGAWASAN
REFOMASI
BIROKRASI
44
RREEFFOORRMMAASSII
OORRGGAANNIISSAASSII
22
RREEFFOORRMMAASSII
PPOOLLAA PPIIKKIIRR
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
123
SISTEM SISTEM
1. Tergantung pada beberapa sistem
informasi kinerja
2. Distribusi informasi terbatas pada
para eksekutif
3. Memberikan pelatihan Majanemen
pada aparatur senior.
1. Tergantung pada kepentingan
masyarakat dan stekeholder.
2. Distribusi informasi yang luas di dalam
dan luar organisasi.
3. Memberikan pelatihan manajemen pada
semua aparatur.
METODE KERJA METODE KERJA
1. Oreintasi ke dalam
2. Tersentraliasi
3. Lambat mengambil keputusan
4. Realistik-idologi
5. Kurang barani mengambil resiko.
1. Orientasi ke luar
2. Desentralisasi
3. Kecepatan dalam mengambil keputusan
4. Terbuka dan berintegritas
5. Lebih berani mengambol resiko.
Di samping hal tersebut, agar reformasi organisasi Pemerintahan dapat
berjalan dengan baik, efektif dan efisien, harus dilakukan langkah-langkah
berikut:
1. Meningkatkan kesadaran yang tinggi pada diri pimpinan akan urgensi
organisasi.
2. Meningkatkan kerjasama yang lebih baik pada level pimpinan,
sehingga mereka terhindar dari conflict of interest antara satu sama
lain.
3. Menciptakan dan mengomunikasikan misi dan visi yang jelas pada
lembaganya, untuk menghindarkan tumpang tindih tugas dan fungsi.
4. Sebesar-besarnya memberdayakan peran individu, organisasi dan
masyarakat untuk mencapai tujuan.
5. Mendelegasikan sebagian tugas/pekerjaan yang kurang signifikan
kepada para pimpinan di bawahnya agar beban kerja pimpinan tidak
terlalu banyak. Pengurangan beban memungkinkan pimpinan lebih
berkonsentrasi pada tugas/pekerjaan yang strategis.
6. Menghilangkan adanya saling ketergantungan dari unit kerja satu
dengan lainnya yang bersifat menghambat tugas dan fungsi.
7. Menciptakan budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisa
kinerja yang benar.
9.3. Melaksanakan Manajemen Pemerintahan Yang Baik
1. Menciptakan Hubungan Yang Sinergi Tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan tugas pembangunan adalah, meningkatkan kesejahteraan dan melindungi
warga negara. Dalam tugas dan tanggungjawab tersebut, perlu diperhatikan
beberapa hal: (1) Setiap aparatur negara harus lebih profesional sehingga
mampu memenuhi tuntutan lingkungan global, regional dan nasional. (2)
Menerapkan prinsip-prinsip keadilan yang menuntut aparatur negara memiliki
keseimbangan pamahaman dan pelaksanaan antara hak dan kewajiban sebagai
dua sisi mata uang yang sama. (3) Meningkatnya tuntutan masyarakat akan
pemberantasan KKN dan peningkatan tuntutan pelayanan publik.
Untuk menjawab ketiga hal tersebut, perlu dikembangkan suatu pola
menajemen penyelenggaraan pemerintahan yang sering disebut good
governance dan diterjemahkan “pemerintahan yang baik”.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
124
Dalam buku ini, penulis mengartikan good governance sebagai “tata
kelola pemerintahan yang baik”, atau “manajemen pemerintahan yang
baik”, Namun, inti sebenarnya sama, yaitu berkaitan dengan pemerintahan
dan manajemen pemerintahan yang baik. Dengan demikian, dalam buku ini
beberapa istilah tersebut akan digunakan saling bergantian, antara good
gavernance dan mananjemen pemerintahan yang baik. Alasannya sederhana,
karena unsur manajemen di dalam pemerintahan lebih dominan, sehingga
baik-buruk pemerintahan tergantung baik-buruk manajemennya. Jika
manajemennya baik, jalannya roda pemerintahan juga akan baik. Sebaliknya,
jika manajemennya tidak baik, misalnya diktaktor, otoriter atau banyak KKN,
jalannya pemerintahan juga akan berbeda.
Sebagai suatau konsep, Good governance banyak dipopulerkan pada
era 1990-an. Good governance pun diartikan dan ditafsirkan secara beragam
(multi tafsir) oleh kalangan pakar dan praktisi Pemerintahan. Rhodes
menyatakan, governance menegaskan adanya perubahan dalam makna
pemerintahan yang menunjukkan suatu proses pemerintahan baru, suatu
kondisi yang berubah dengan penugasan yang tertata dan metoda baru di mana
masyarakat diperintah.[148]
Sedangkan Christian Lefevre menyatakan, governance memaparkan
sistem aktor dan bentuk baru tindakan publik yang didasarkan pada
feasibilitas, kemitraan dan pastisipasi sukarela.149
Jika pendapat-pendapat tadi
dianalisa, akan tampak bahwa konsep good governance berkembang sebagai
kelanjutan dari konsep good government. Jadi, kedua konsep tersebut
sesungguhnya saling melengkapi, namun berbeda pada fokus maknanya.
Persamaan kedua konsep tersebut adalah, sama-sama bertujuan mewujudkan
pemerintahan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kedaulatan rakyat.
Sedangkan perbedaannya, terletak pada fokus masing-masing, yaitu
good government pada institusi, sedangkan good governance pada proses.
Good government merupakan konsep dasar pemikiran dalam mengembangkan
lembaga pemerintah. Dalam artian, lembaga pemerintahan yang mampu
melaksanakan manajemen pemerintahan baik akan dapat melaksanakan tugas
mewujudkan rakyat sejahtera. Dalam hal ini, aparatur pemerintahan menjadi
aktor utama dalam melaksanakan tugas pembangunan. Good governance juga
tetap memberikan penekanan pada terwujudnya aparatur pemerintahan yang
bersih dan transparan. Namun, untuk mewujudkan rakyat yang damai,
sejahtera, adil dan makmur, tidak akan cukup hanya dengan perwujudan
aparatur dan lembaga pemerintah yang baik. Karena itu, masyarakat dan dunia
usaha perlu diberi peran dan kesempatan yang sama.
Dengan kata lain, aparatur pemerintah yang berkuasa harus memberi
kesempatan lebih luas kepada masyarakat dan dunia usaha di bidang usahanya
masing-masing. Tetapi, bagaimana pun juga, pemerintah tetap sebagai
pemegang peranan dalam mengendalikan nilai-nilai otoritas.
Menurut UNDP, good governance bermakna sebagai “penerapan
kewenangan politik, ekonomi dan administrasi untuk mengelola urusan-
[148]
R. Rodhes, The New Governence : Governance Withouth Government, Political
Studies.653. 149
Christian Lefevre, Metropolitan Government and Governance in West Countries : A
Critical Review, International Journal of Urban and Regional Research, 1998. 22, 1:1-17.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
125
urusan negara; yang terdiri dari mekanisme, proses serta institusi, sehingga
warga negara/kelompok dapat mengartikulasikan kepentingan, memediasi
perbedaan dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Dengan demikian,
berdasarkan definisi tersebut, UNDP menyatakan adanya tiga domain
governance, yaitu state (negara), private sector (sektor swasta), and civil
society (komunitas sipil)”.[150]
Dengan demikian, jelas bahwa tiga domain antara pemerintah, swasta
dan masyarakat sangat penting dalam melaksanakan manajemen pemerintahan
yang baik. Dalam konteks ini, pemerintah yang meliputi legislatif, yudikatif
dan eksekutif menciptakan suatu lingkungan hukum dan politik yang kondusif.
Sektor swasta yang terdiri dari usaha kecil sampai bisnis raksasa, menciptakan
lapangan pekerjaan dan pendapatan. Sedangkan masyarakat sipil, mencakup
organisasi non pemerintah (NGO) dan berbasis masyarakat, asosiasi
profesional, kelompok agama dan semua masyarakat memfalisitasi interaksi
sosial dan politik.
Domain tersebut sekaligus menunjukkan bahwa aktor-aktor
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, tidak dapat saling dipisahkan.
Bahkan harus diciptakan hubungan yang sinergis antara ketiga domain ini.
Pemerintah berfungsi untuk memediasi kepentingan-kepentingan berkenaan
dengan pelayanan, menjamin suatu lingkungan kondusif bagi terciptanya
pembangunan berkelanjutan, menyediakan sarana/prasarana, memelihara
hukum, ketertiban/keamanan, menciptakan misi-visi dan identitas
negara/bangsa, mengembangkan kebijakan/program publik, menghasilkan
pendapatan untuk membiayai sarana/prasarana/pelayanan publik,
mengembangkan anggaran dan implementasinya, menyediakan peraturan dan
insentif bagi pasar, menciptakan hubungan yang serasi antara masyarakat
dengan aparatur pemerintah, antara masyarakat dengan dunia usaha, antara
pengusaha dengan pemerintah, menciptakan lapangan pekerjaan untuk
rakyatnya, melindungi warga negaranya, menjamin kebebasan berpendapat,
dan masih banyak lagi.
Sektor swasta berfungsi sebagai penghasil barang untuk pasar,
memberi pelayanan namun berorientasi pada keuntungan, menciptakan
lapangan kerja bagi warganegara, membangun dunia usaha dan memperkuat
perusahaan. Sedangkan masyarakat sipil, menggerakkan rakyat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Masyarakat sipil
juga menyumbangkan berbagai pemikiran yang bermanfaat bagi pemerintahan
dan pembangunan, agar berjalan efisiensi dan efektif.
Visi strategis dalam manajemen pemerintahan yang baik, menuntut
para aparatur pemerintah dan rakyat mempunyai perspektif luas untuk jangka
panjang mengenai proses manajemen pemerintahan yang baik dalam
melaksanakan tugas pemerintahan maupun tugas pembangunan. Upaya
pengembangan manajemen pemerintahan yang baik dapat dilakukan melalui
berbagai strategi, antara lain:
Pertama: Dikembangkan melalui pembangunan kapasitas yang
ditujukan kepada lembaga pemerintahan negara, yaitu legislatif, eksekutif dan
[150]
UNDP dalam publikasinya yang berjudul, Governance for Sustainable Human
Development, 1997
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
126
yudikatif. Pada lingkungan legislatif, pembangunan kapasitas terutama
ditujukan untuk menjadikan lembaga ini benar-benar mampu berperan sebagai
representasi kepentingan publik yang mampu melakukan pengawasan kepada
eksekutif. Pada lingkup eksekutif, pembangunan kapasitas dapat ditujukan
untuk memperkuat perencanaan program pemerintah dan program
pembangunan yang lebih efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, penguatan pada lingkup eksekutif juga bertujuan untuk
menciptakan aparatur yang kompeten, disiplin, serta berdedikasi tinggi
terhadap tugas dan tanggung jawab. Pada lembaga pelayanan manajemen
keuangan, penguatan kapasitas dapat menciptakan proses pemeriksaan lebih
baik yang dapat menghindarkan terjadinya KKN. Sementara itu, pada lingkup
yudikatif, pembangunan kapasitas terutama dimaksudkan untuk mewujudkan
supremasi hukum yang efektif.
Kedua: Manajemen pemerintahan yang baik, dikembangkan melalui
pembangunan dengan peran serta pengusaha dan masyarakat. Strategi peran
serta dimaksudkan untuk membuka peluang yang luas, di mana kegiatan
pemerintahan dan pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam bidang ekonomi, pembangunan peran serta dimaksudkan untuk
memfasilitasi dunia usaha agar benar-benar berperan maksimal dalam
menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan rakyat. Selain
itu, strategi peran serta juga berkenaan dengan memantapkan adanya media
massa yang bebas dan mandiri sebagai bagian dari upaya untuk menjamin
berkembangnya akuntabilitas pemerintahan yang lebih besar.
Ketiga: Manajemen pemerintahan yang baik dapat dikembangkan
melalui pemberdayaan masyarakat. Strategi ini terutama ditujukan untuk
semakin meningkatkan kemampuan, kemandirian dan kesempatan masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, juga untuk mempengaruhi
penyusunan kebijakan pembangunan. Pemberdayaan sebagai bagian dari
pengembangan manajemen pemerintahan yang baik, dimaksudkan untuk
meningkatkan peranan masyarakat sipil dalam megembangkan
kemampuannya menggerakkan potensi yang ada di kalangan masyarakat dan
mengorganisasinya dalam proses interaksi positif dengan aparatur
pemerintahan. Manajemen pemerintahan yang baik, sebenarnya hanya
merupakan pengarah sekaligus bingkai analisis dalam memahami makna dan
tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara. Implementasi konsep ini, pada
dasarnya merupakan upaya pembangunan nilai-nilai baru praktek
pemerintahan. Hubungan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
dapat dilihat pada Gambar 9.5. Hubungan Pemerintahan, Masyarakat dan
Dunia Usaha dibawah ini.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
127
GAMBAR 9.5. HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAH, MASYARAKAT
DAN PENGUSAHA YANG SINERGI
oleh Budi Supriyatno
Manajemen pemerintahan yang baik, mengandung dua pengertian: (1)
Mengelola nilai-nilai pemerintahan yang menjunjung tinggi keinginan rakyat
dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam upaya ikut
mencapai tujuan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. (2)
Dalam pelaksanaan tugas, para aparatur pemerintahan mengelola aspek-aspek
fungsional yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mencapai tujuan-tujuan pada butir satu. Artinya, manajemen pemerintahan
yang baik akan selalu berorientasi pada negara yang diarahkan untuk
mencapai tujuan nasional, di mana pemerintah berfungsi secara efektif dan
efisiensi. Orientasi pertama, mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat dengan elemen-elemen konstituantenya seperti
apakah pemerintah terpilih benar-benar mendapat legitimasi dari rakyatnya?.
Lalu, bagaimana dengan akuntabilitas?. Orientasi kedua, tergantung pada
sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi, dan sejauh mana struktur
serta meknisme politik serta administrasi berfungsi secara efektif dan
efisiensi?
UNDP memberikan definisi Pemerintahan yang baik sebagai hubungan
yang sinergis dan kostruktif antara negara, sektor swasta dan masyarakat.
Berdasarkan definisi ini, UNDP kemudian mengajukan karakteristik
pemerintahan yang baik (good governance ) sebagai berikut:
1. Participation: Setiap warganegara mempunyai hak suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berorientasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara kostukrtif.
2. Rule of law: Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pilih
bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan
SWASTA
Interaksi
Sinergis
konstruktif
MASYARARAT
PEMERINTAHAN
PELAKSANAAN
TUGAS
PEMERINTAHAN
DAN
PEMBANGUNAN
YANG DAPAT
MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN
RAKYAT
TERCAPAI TUJUAN
NASIONAL
KEMITRAAN
H
U
B
U
N
G
A
N
swasta
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
128
informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang
membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
4. Responsiveness: Lembaga-lembaga dan proses-proses harus berusaha
untuk melayani setiap stakeholders.
5. Consensus orientation: Good governance menjadi perantara
kepentingan-kepentingan berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik
bagi kepentingan yang luas, baik dalam hal kebijakan-kebijkan
maupun prosedur-prosedur.
6. Equity: Semua warga negara, laki-laki maupun perempuan,
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan dirinya.
7. Effectiveness and efficiency: Proses-proses dan lembaga-lembaga
harus menghasilkan output, sesuai dengan apa yang telah digariskan,
dengan menggunakan sumber-sumber daya seefisien dan sebaik
mungkin.
8. Accountability: Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
swasta dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik
dan lembaga-lembaga stakeholders.
9. Strategic vision: Para pemimpin dan publik harus mempunyai
perspektif good governance, pengembangan manusia yang luas dan
jauh ke depan, sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembanguan
semacam ini.
10. Interrelated: Bahwa keseluruhan ciri-ciri good governance tersebut,
adalah saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri.
2. Empat belas Kunci Manajemen Pemerintahan Yang baik
Menurut penulis, manajemen pemerintahan yang baik dapat
didefinisikan sebagai pelaksanaan manajemen pemerintahan dan manajemen
pembangunan yang menjamin adanya kesetaraan antara pemerintah,
masyarakat dan pengusaha yang sinergi dan saling menguntungkan. Dalam
manajamen pemerintahan yang baik ada 14 aspek penentu, yaitu:
1. Kepemimpinan: Aparatur harus memiliki jiwa kepemimpinan yang
kuat (strong leadership) sehingga mampu menciptakan visi dan misi
untuk mendorong majunya manajemen pemerintahan dalam mencapai
kesejahteraan rakyat.
2. Koordinator: Aparatur harus mampu berkoordinasi dengan sektor atau
lembaga organisasi lain sehingga tindakan yang akan dilaksanakan
tidak saling tumpang tindih atau bertentangan.
3. Kompeten: Aparatur harus mempunyai perpaduan kemampuan
knowledge, skill dan attitude. Kemampuan ini diimplementasikan
secara dinamis, sehingga dapat menghasilkan karya yang inovatif dan
kreatif, serta melahirkan “instink bisnis” dan bersemangat dalam
upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
4. Komitmen: Aparatur harus mempunyai janji, tekad dan semangat
untuk sebesar-bersarnya mendahulukan kepentingan masyarakat.
Komitmen ini tidak sebatas diyakini dan diucapkan, tetapi harus
diperlihatkan dalam tindakan dan prilaku. Hal ini penting, karena
masyarakat kita umumnya lebih senang dengan bukti dari pada janji.
5. Konsisten: Aparatur harus berketetapan hati dan taat pada asas atau
peraturan perundangan dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
129
secara konsisten, didasari hati tulus dan jujur, dalam ucapan maupun
tindakan.
6. Komunikator: Aparatur pemerintah harus mampu menyampaikan
informasi yang benar kepada masyarakat dalam upaya mencapai
kesejahteraan. Informasi yang benar adalah, informasi yang tidak
direkayasa untuk kepentingan politik atau kepentingan lain.
7. Kepercayaan: Aparatur harus berusaha meningkatkan kepercayaan
pada masyarakat, membangun citra yang baik, mampu menjalankan
tugas dan kewajibannya sebaik-baiknya.
8. Katalisator: Aparatur harus mampu menjadi pemicu terjadinya
perubahan dan memunculkan paradigma baru, atau pembaharuan yang
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
9. Kooperatif: Aparatur harus mampu melaksanakan kerjasama dengan
lembaga-lembaga lain, sehingga memudahkan pelaksanaan kegiatan.
10. Keterbukaan: Aparatur pemerintah harus mampu menciptakan
keterbukaan yang dibangun di atas dasar kebebasan arus informasi,
sehingga proses-proses kegiatan kelembagaan dan informasi-informasi
lain, secara langsung dapat diterima oleh masyarakat yang
membutuhkan.
11. Efektifitas dan efisiensi: Aparatur dalam menjalankan tugas harus
berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya secara
optimal.
12. Kemitraan: Aparatur pemerintah harus mampu menciptakan kemitraan
dengan masyarakat maupun pengusaha dalam menjalankan tugas
pemerintahan dan tugas pembangunan.
13. Akuntabilitas: Aparatur harus mempertanggungjawabkan semua
tindakan atau kegiatan yang dilaksanakannya, baik secara administrasi
keuangan maupun produk (output maupun outcome).
14. Kepenegakkan Hukum: Aparatur harus menjamin adanya kepastian
hukum, termasuk penindakan tegas terhadap setiap pelanggaran
hukum.
Dari 14 kunci manajemen pemerintahan yang baik tersebut dapat
dilihat indikator dan perangkat kerjanya pada Tabel 9.2. Indikator Manajemen
Pemerintahan yang baik di bawah ini. TABEL 9.2. INDIKATOR MANAJEMEN PEMERINTAHAN YANG BAIK
oleh Budi Supriyatno
NO
KUNCI GOOD
GOVERNANCE
INDIKATOR
PERANGKAT
KERJA
1
KEPEMIMPINAN
a. Mempunyai wawasan ke depan.
b. Memiliki kemampuan
menggerakan bawahan.
c. Mampu menciptakan misi dan visi yang dapat mendorong
tercapainya kesejahtraan
rakyat.
a. Peraturan yang memberikan kekuatan hukum pada visi dan misi.
b. Kebijakan pada penciptakan dan
strategi tercapainya kesejahtraan.
2 KOORDINATOR a. Mampu menciptakan kerjsama dengan lembaga lain.
a. Kebijakan pogram kerja sama yang dapat dilaksanakan.
3 KOMPETEN a. Mempunyai kinerja tinggi. b. Melaksanakan tugas dan
fungsi.
a. Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya.
b. Sistem reward and punishment
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
130
c. Memiliki kreatifitas dan kemauan inovasi.
d. Memiliki kualifikansi di
bidangnya.
(Penghargaan dan Sanksi) yang jelas. c. Sistem pengembangan SDM.
4 KOMITMEN a. Adanya kesadaran dan kamuan untuk melakukan
tugas secara baik, jujur dan
disiplin.
b. Adanyan kesadaran untuk menjadi pelayan atau abdi
negara yang baik.
a. Peraturan yang menjamin perlindungan aparatur yang
menjalankan tugas secara konsisten.
b. Penghargaan dan sanksi dalam
melaksanakan tugas.
5 KONSISTEN a. Mempunyai sikap yang tegas
dan taat hukum dan jujur.
b. Mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan
baik.
a. Peraturan yang tegas dalam
menciptakan hukum.
b. Pedoman pelaksanaan tugas.
6 KOMUNIKATOR a. Mampu menyampaikan
informasi yang benar.
b. mampu meyekinkan dan bisa dipercaya.
a. Pedoman penyampaian informasi.
b. Media komunikasi.
7 KEPERCAYAAN a. Mempunyai sifat jujur.
b. Mampu membangun citra
yang baik.
c. mampun menjalankan tugas tanpa KKN
d. Pedoman pelaksanaan tugas.
e. Moral aparatur
8 KATALISATOR a. Mampu menjadi agen
perubahan.
b. mampu menciptakan
paradigma baru yang meningkatkan kesejahtraan
rakyat.
a. Peraturan pelaksanan tugas.
b. Kemampuan aparatur dalam
melaksanakan tugas.
9
KOOPERATIF
a. Mampu menciptakan
kerjasama dengan lembaga
lain. b. Mampu menciptakan kegiatan
multi sektor.
a. Peraturan /pedoman yang dapat
menicptakan kerjasama multi sektor.
10 KETERBUKAAN b. Tersedianya informasi yang
benar dari setiap proses
penyusunan dan implementasi kebijakan publik.
c. Adanya akses pada informasi
yang benar akurat dan adil.
d. Peraturan perudnangan yang
menjamin implementasi kebijakan
yang baik. e. Jaringan internet.
11
KEEFEKTIFAN
DAN
KEEFISIENAN
a. Terlaksananya administrasi
penyelenggaraan negara yang
berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber
yang optimal.
b. Adanya perbaikan
berkelanjutan. c. Berkurangnya tumpang tindih
penyelenggaraan fungsi
organisasi kerja.
a. Standar dan Indikator kinerja
pelaksanaan tugas dan fungsi.
b. Standar dan indikator kinerja untuk menilai efektif dan efisien pelayanan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
131
12
KEMITRAAN
a. Mampu menciptakan pemahaman pola kemitraan.
b. Mampu menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk
berkarya dan bermitra.
c. mampu mencitakan
kesempatan bagi masyarakat/dunia usaha
mikro, kecil dan menengah
serta koperasi.
a. Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong kemitraan,
pemerintah, dunia usaha swasta.
b. Program Pemberdayaan.
13
KEAKUNTABILIT
AS
a. Pertanggungjawaban untuk
setiap pekerjaan terkait dengan waktu, sasaran, tujuan,
dan pemanfaatan dana.
b. Keseuaian dengan antara
pekerjaan dengan standar pelaksanaan
a. Peraturan atau Prosedur/mekanisme
kerja. b. Laporan Pertanggugnjawaban
pekerjaan.
c. Sistem pemantauan kinerja.
14 KEPENEGAAKAN
HUKUM
a. Kesadaran dan kepatuhan
kepada peraturan, dan tidak
akan melakukan
penyimpangan Pemahaman terhadap peraturan
peundangan.
b. Pelaksanan pekerjaan sesuai
dengan peraturan.
a. Tersedianya peraturan perundangan
yang mendukung.
b. Sosialisasi peraturan.
3. Penciptaan Kondisi Lingkungan
Agar pelaksanaan Manajemen Pemerintahan dapat berjalan secara
berkelanjutan (sustainable) dengan sendirinya, diperlukan penciptaan kondisi
lingkungan yang mend`ukungnya. Kondisi lingkungan sebagai pendukung
tersebut, antara lain:
1. Pembinaan Manajemen Pemerintahan harus terintegrasi dengan sistem
pembinaan aparatur negara secara makro, dan dalam konteks upaya
peningkatan kualitas Sumber Daya Aparatur yang berkelanjutan.
2. Pembinaan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui
program-program yang langsung menyentuh hakekat dan martabat
aparatur negara sebagai ummat Tuhan, sebagai abdi masyarakat dan
sebagai anggota atau bagian dari masyarakat.
3. Pembuatan kebijakan Manajemen Pemerintahan yang memperhatikan
beberapa aspek seperti jiwa korp, kode etik instansi dan kode etik
profesi kerja dari sebuah lembaga pemerintahan maupun lembaga non
pemerintahan.
4. Pembuatan Norma Standar Prosedur dan Manual yang dapat dipakai
sebagai acuan pelaksanaan kerja.
5. Peningkatan pemahaman dan internalisasi Manajemen Pemerintahan,
jiwa korp dan kode etik pegawai negeri sipil atau aparatur negara
secara berkelanjutan, antara lain melalui:
a. Apresiasi, sosialisasi, simulasi dan sarasehan.
b. Pembinaan kerohanian.
c. Olah raga, kesenian atau budaya.
d. Acara atau forum tersebut harus inovatif dan partisipatif.
6. Peningkatan kualitas kehidupan bekerja termasuk kesejahteraan secara
konsisten, berkelanjutan, adil, transparan dan akuntabel.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
132
7. Pemantauan dan evaluasi yang obyektif, adil, konsisten, transparan dan
akuntabel berdasarkan kriteria atau indikator pencapaian bertahap per
unit satuan kerja terkecil sampai departemen atau lembaga, maupun
individual aparatur negara.
8. Pengawasan yang konsisten, berkelanjutan, adil, transparan dan
akuntabel.
9. Penerapan insentif (reward), dan disinsentif (punishment) secara
konsisten dan berkelanjutan.
10. Membuat Legal Aspect, aturan atau peraturan perundangan dan
petunjuk teknis atau panduan pelaksanaan yang jelas, tegas dan
realistis, serta mengatur role sharing (who should do what, why, when,
where and how?) yang proporsional sesuai dengan tugas dan fungsi
struktural masing-masing, serta sinergis.
11. Melaksanakan aturan payung (Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri atau Keputusan Menteri atau lembaga pemerintah non
Departemen), perlu mencakup materi administrasi, prosedural dan
teknis, yang minimal meliputi aspek-aspek:
a. Pengaturan;
b. Pelaksanaan;
c. Pemantauan dan evaluasi;
d. Kelembagaan;
e. Perencanaan dan pemograman, termasuk pentahapan
pelaksanaan atau penerapan dalam pencapaian urutan dan
skala realistis;
f. Reward dan punishment.
12. Komitmen yang kuat, konsisten dan berkelanjutan dari Pimpinan
tertinggi sampai pimpinan terbawah dan staf atau karyawan.
13. Pentahapan penerapan atau pelaksanaan yang logis dan realistis,
karena palaku atau subyek dan sekaligus obyek pembinaan manajemen
pemerintahan yang baik adalah, manusia (aparatur negara) yang
multidimensi atau multikomplek. Mengingat keberhasilan manajemen
pemerintahan yang baik terkait dengan upaya-upaya pembinaan
Sumber Daya Manusia (SDM) secara integral, maka pelaksanaan atau
penerapan manajemen pemerintahan perlu dilakukan bertahap,
misalnya lebih dahulu melakukan inward looking sebelum outward
looking.
4. Langkah Membangun Pemerintahan Yang Baik Jika dilihat dari ketiga domain, yaitu pemerintahan, swasta dan
masyarakat, maka pemerintahan tampaknya menjadi domain yang memegang
peranan terpenting dalam mewujudkan manajemen pemerintahan yang baik,
karena sekaligus mencakup tiga fungsi: Fungsi pengaturan yang memfasilitasi
domain sektor dunia usaha swasta dan masyarakat, serta fungsi administrasi
penyelenggaraan pemerintahan yang memang melekat pada domain ini.
Sebagai fasilitator domain sektor dunia usaha dan masyarakat, peran
pemerintah melalui kebijakan-kebijakan publiknya sangat penting dalam
menciptakan terjadinya mekanisme pasar yang benar, sehingga
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pasar dapat dihindari.
Langkah membangun manajemen pemerintahan yang baik dapat
dimulai dengan membangun landasan demokrasi penyelenggaraan
pemerintahan dan upaya pembenahan penyelenggaraan pemerintahan yang
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
133
transparan. Karena itu, manajemen pemerintahan yang baik dapat diciptakan
melalui berbagai langkah berikut:
1. Sistem penerimaan pegawai atau aparatur dilakukan melalui seleksi
yang benar dan transparan, sehingga bisa memperoleh orang-orang
berkualitas dan berkompetensi tinggi;
2. Sistem seleksi pejabat negara dilakukan secara transparan, terhindar
dari trik-trik politik atau partai;
3. Meningkatkan kemampuan membuat perencanaan, program dan
kegiatan pembangunan yang tepat, serta melaksanakan
program/kegiatan tersebut secara efektif dan efisien;
4. Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur sesuai dengan
kewenangan dan tanggungjawabnya, serta kebijakan yang dikeluarkan
secara baik dan konsisten.
5. Melakukan penyederhanaan organisasi pada setiap departemen atau
unit kerja yang mengarah pada struktur organisasi yang ramping tetapi
kaya dengan jabatan fugnsional;
6. Meningkatkan disiplin kerja dengan etos kerja: Bekerja keras, bekerja
cerdas, bekerja waras, bergerak cepat dan bertindak tepat;
7. Menciptakan model manajemen pemerintahan yang transparan
terhadap semua informasi yang dibutuhkan masyarakat luas;
8. Menciptakan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, serta
melaksanakan tugas-tugas pembantuan di setiap lembaga
pemerintahan;
9. Menciptakan pasar yang kompetitif, penyempurnaan mekanisme pasar,
meningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor
swasta yang terderegulasi dan kemampuan pemerintah dalam
mengelola kebijakan makro ekonomi;
10. Melakukan perlindungan hukum terhadap rakyat yang menyuarakan
kebebasan sosial, politik dan ekonomi;
11. Merumuskan kebijakan dan peraturan yang tepat untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Lihat Gambar 9.6. Melaksanakan Manajemen Pemerintahan Yang
Baik di bawah ini. MEN PEMERINTRAHAN YANG BAIK
oleh Budi Supriyatno
LANGKAH MEMBANGUN
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
YANG
BAIK
14 KUNCI
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
MMEENNCCIIPPTTAAKKAANN HHUUBBUUNNGGAANN
YYAANNGG SSIINNEERRGGIISS AANNTTAARRAA
PPEEMMEERRIINNTTAAHH,, MMAASSYYAARRAAKKAATT
DDAANN PPEENNGGUUSSAAHHAA
MENCIPTAKAN
KONDISI
LINGKUNGAN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
134
9.4. Melaksanakan Akuntabilitas
1. Kemampuan Menyediakan Kebutuhan Keberadaan akuntabilitas sebagai suatu sistem sudah cukup lama.
Sejarah akuntabilitas sudah dimulai sejak jaman Mesopotamia pada 4000 SM,
dengan dikenalnya Hukum Hammurabi yang mewajibkan seseorang atau raja
untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya kepada pihak yang
memberi wewenang atau wangsit kepadanya.[151]
Dalam perkembangan selanjutnya, akuntabilitas menjadi akuntabilitas
bisnis karena berkembang di lingkungan para bisnis. Akhirnya, akuntabilitas
berkembang di kalangan pemerintahan yang dikenal dengan istilah
akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik ini ”wajib” dijalankan oleh
organisasi pemerintahan yang menggunakan dana dan fasilitas publik untuk
melayani kepentingan masyarakat. Akuntabilitas publik adalah akuntabilitasi
dari organisasi pemerintah yang memiliki kewenangan publik untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.
Dengan demikian, akuntablitas publik adalah kewajiban seseorang pejabat dari
organisasi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kinerja dan
tindakannya kepada pejabat yang berwewenang dan/atau kepada warga negara
sebagai pemilik kedaulatan.
Makna akuntabilitas publik terhadap masyarakat tidak cukup hanya
dengan melaksanakan kegiatan bertanggungjawab layaknya dalam akun-
tabilitas. Lebih dari itu, dalam akuntabilitas terkandung isyarat yang mengarah
pada tuntutan untuk lebih memahami kepentingan masyarakat beserta nila-
nilai yang dimilikinya sebagai acuan dalam menetapkan sebuah pelayanan.
Akuntabilitas publik juga tidak sekadar kegiatan dalam bentuk laporan
atau memberitahukan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah terhadap
masyarakat, tetapi lebih mengarah pada “kemampuan pemerintah untuk
memenuhi tuntutan masyarakat”. Perubahan tuntutan masyarakat pada
umumnya lebih cepat dibandingkan dengan penyediaan layanan. Dalam pada
itu, akuntabilitas publik dapat digunakan untuk membangun kualitas
pelayanan dan juga dapat mengurangi perbedaan persepsi tentang tuntutan
kebutuhan masyarakat dengan tingkat pemenuhannya.
Kriteria akuntabilitas publik adalah kewajiban individu dan organisasi
pemerintahan untuk mempertanggungjawabkannya melalui pencapaian kinerja
yang obyektif. Ghartey, Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban
terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada
siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana yang harus
dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan,
siapa yang bertanggugnjawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam
masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan
[151]
John W. Humphrey, Time for 10,000 leaders.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
135
yang memadai, dan lain sebagainya.[152] Namun, konsep pemikiran Ghartey ini
dalam akuntabilitas pelayanan belum memadai, karena itu harus diikuti
dengan jiwa wirausaha pada pihak yang melaksanakan akuntabilitas.
Carino mengatakan, akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas, baik yang masih berada
pada jalur otoritasnya atau sudah berada jauh di luar tanggungjawab dan
kewenangannya.[153] Dalam pada itu, setiap aparatur harus benar-benar
menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh
pada diri sendiri saja, tetapi juga akan berdampak sangat besar terhadap orang
lain. Keyakinannya, ketidaksesuaian dalam manajemen pemerintah akan
berakhir dengan suatu kelemahan yang diakibatkan akuntabilitas publik.
2. Meningkatkan Pelaksanaan Akuntabilitas Publik Akuntabilitas publik akan berkaitan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Hal ini memberikan arti bahwa masih diperlukannya
pengawasan yang harus dilakukan pemerintah pusat kepada daerah.
Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi atas
pelaksanaan suatu kegiatan.
Pelaksanaan akuntabilitas publik dalam pemerintah, mengisyaratkan
pelayanan yang dilakukan merupakan kewajiban Pemerintah Daerah, suatu
organisasi pemerintah yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, wajar jika Pemerintah Daerah
mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan akuntabilitas publik.
Dengan demikian, akuntabilitas yang dilakukan Pemerintah Daerah
tidak hanya akuntabilitas ke atas, yaitu akuntabilitas kepada Gubernur atau
Menteri yang mempunyai kewenangan, tetapi juga kepada masyarakat melalui
mekanisme informasi yang dilakukan oleh legislatif. Akuntabilitas Pemerintah
Daerah kepada propinsi atau menteri yang mempunyai kewenangan,
merupakan akuntabilitas ke internal organisasi pemerintahan yang merupakan
norma moral individu. Sedangkan akuntabilitas yang dilakukan kepada
masyarakat merupakan akuntabilitas eksternal, menyangkut norma moral yang
semakin penting pada masa mendatang.
Akuntabilitas yang dilakukan Pemerintah Daerah mengandung suatu
kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan
kegiatannya, terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang
lebih tinggi atau di atasnya, dan mempunyai kewenangan. Karena itu, perlu
dilakukan peningkatkan untuk menuju yang lebih baik dalam melaksanakan
akuntabilitas publik.
[152]
J. B. Ghartey Avebury, 1 Jul 1987 - Crisis accountability and development in the Third
World: the case of Africa Universitas Michigan. [153]
Carino,L.V. (2005) . Third sector government and the law in the Philippines unpublishied
report for a comparative study on Asia third sector : Governement for accountability and
performance, funded by the ford Foundation, Manila University of the Philippines.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
136
3. Melaksanakan Kewajiban Akuntabilitas Publik Ada empat (4) kewajiban yang harus dilakukan aparatur dalam
pelaksanan akuntabilitas publik, yaitu:
Akuntabilitas publik merupakan kewajiban seseorang atau pimpinan
dalam lembaga pemerintahan secara kolektif sebagai konsekuensi logis dari
adanya pemberian hak dan kewenangan. Karena merupakan kewajiban, maka
perlu adanya sanksi bagi yang melanggarnya.
1. Akuntabilitas publik merupakan kewajiban untuk mempertanggung
jawabkan kinerja dan tindakan. Kinerja merupakan keseluruhan hasil,
manfaat dan dampak dari suatu proses pengolahan masukan guna
mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan tindakan adalah,
aktivitas seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Kinerja dan tindakan yang dilakukan,
berkaitan dengan hak dan kewenangan yang diberikan kepada
seseorang atau pimpinan lembaga pemerintahan.
2. Akuntabilitas publik merupakan kewajiban yang melekat pada
seseorang atau pimpinan lembaga pemerintahan yang karena
jabatannya memperoleh hak dan kewenangan menjalankan tugas untuk
mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, akuntabilitas dapat
bersifat perorangan, kelompok atau organisasi.
3. Akuntabilitas publik merupakan pertanggungjawaban yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang memiliki hak dan berkewenangan untuk hal
tersebut. Akuntabilitas yang dilakukan seseorang/badan hukum/
pimpinan kolektif ditujukan kepada pihak-pihak yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pihak-
pihak tersebut adalah, pejabat yang berwenang atau para pemegang
saham (stakeholder) dan masyarakat.
Sebenarnya, akuntabilitas publik merupakan suatu evolusi kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas, pada jalur otoritasnya, atau sudah
berada jauh di luar tanggung jawab dan kewenangannya. Dengan demikian,
setiap aparatur pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa setiap
tindakannya tidak hanya akan berpengaruh pada dirinya sendiri, tetapi juga
membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam
setiap tingkah lakunya, aparatur pemerintah mutlak harus selalu
memperhatikan lingkungannya.
Akuntabilitas publik dapat hidup dan berkembang dalam suasana
manajemen pemerintahan yang transparan, demokratis dan adanya kebebasan
mengemukakan pendapat. Karena itu, dalam negara yang otokratik dan tidak
transparan, akuntabilitas akan hilang dan tidak berlaku. Selain itu, setiap
aparatur pemerintah harus menyadari bahwa pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat akan membedakan akuntabilitas dengan yang lain, yaitu:
1. siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas;
2. kepada siapa dia berakuntabilitas;
3. kriteria yang dia gunakan untuk penilaian akuntabilitasnya;
4. nilai akuntabilitas itu sendiri.
Dalam kaitan ini, hubungan spektrum pendekatan mekanisme dan
praktek-praktek yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pelayanan publik atau stakeholders, akan menjamin terwujudnya suatu
tingkat kinerja yang diinginkan. Efektifvitas akuntabilitas publik dalam situasi
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
137
ini akan tergantung kepada, apakah pengaruh dari pihak-pihak yang
berkepentingan direfleksikan dalam sistem monitoring dan insentif dalam
pelayanan publik.
Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut meliputi: (1) Publik dan
konsumen pelayanan, yakni pihak yang terkait dengan penyajian pelayanan
yang paling menguntungkan mereka. (2) Pimpinan dan pengawasan penyaji
pelayanan publik, yang merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pelayanan itu sendiri, dengan tujuan dan keinginan yang seringkali berbeda
dengan pihak pertama dan kedia diatas.
Dengan demikian, secara absolut akuntabilitas memvisualisasikan
suatu ketaatan kepada peraturan dan prosedur berlaku, kemampuan untuk
melakukan evaluasi kinerja, keterbukaan dan pembuatan keputusan, serta
mengacu pada jadwal yang telah ditetapkan dan menerapkan
efisiensi/efektifitas biaya pelaksanaan tugas-tugasnya.
4. Langkah Kebijakan Melaksanakan Akuntabilitas Publik Pengawasan merupakan bagian penting dari akuntabilitas. Dengan kata
lain, akuntabilitas publik tidak akan berjalan efisien dan efektif jika tidak
ditunjang mekanisme pengawasan yang baik, demikian sebaliknya.
Akuntabilitas publik tanpa pengawasan akan menyebabkan penyimpangan-
penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat dan dunia usaha. Dari uraian
tersebut, dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan
kewajiban seseorang atau unit organsiasi untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik, tetapi harus
dilakukan pengawasan secara ketat. Dalam pada itu, pemanfaatan sumber daya
meliputi sumber daya manusia (SDM), kekayaan alam, material, keuangan,
data/informasi dan tata ruang. Agar pemanfaatannya sesuai, harus dilakukan
pengawasan secara terus-menerus.
Sumber daya adalah milik bangsa dan negara yang harus dikelola oleh
pejabat atau pelaksana pemerintahan yang kapasitasnya dapat diukur dan
diidentifikasikan secara jelas. Karena itu, pemanfaatannya harus transparan.
Dalam manajemen pemerintahan, pemanfaatan sumber daya harus dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik. Dalam konteks ini, diperlukan kebijakan
yang pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan
pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha aparatur pemerintah
sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
akuntabilitas publik adalah:
1. Diperlukan kebijakan nasional/negara yang tegas, bersifat fundamental
dan strategis dalam mencapai tujuan nasional/negara.
2. Diperlukan kebijakan umum yang merupakan kebijakan pemerintah
dan kebijakan pemerintah daerah dengan lingkup menyeluruh, bersifat
nasional atau regional, dan berupa penggarisan ketentuan-ketentuan
yang bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan. Kebijakan pelaksanaan di tingkat
pusat merupakan penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi
pelaksanaan dalam suatu tugas umum pemerintahan dan pembangunan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
138
di bidang-bidang tertentu. Sedangkan di tingkat daerah, kebijakan ini
merupakan pelaksanaan peraturan daerah (Perda), pelaksanaan
kebijakan nasional di daerah dan pelaksanaan tugas pusat di daerah
yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
3. Diperlukan kebijakan teknis sebagai penjabaran kebijakan pelaksanaan
yang memuat pengaturan teknis di bidang tertentu, di mana pencapaian
tujuan merupakan salah satu tolok ukur kinerja individu maupun unit
organsaisi. Tujuan yang ditetapkan sebelumnya biasanya dapat dilihat
dalam Program Kerja Tahunan, Daftar Isian Proyek/Kegiatan (DIP/K)
dan bentuk perencanaan lain, baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Dalam kegiatan kenegaraan, jangka waktu pengelolaan
sumber daya oleh individu atau unit organsasi pada lazimnya
berlangsung selama satu tahun anggaran.
Dalam pada itu, berdasarkan pengelolaan dan kelaziman, bentuk media
akuntabilitas yang memadai adalah, bentuk laporan berkala. Pelaksanaan
media akuntabilitas pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu
organisasi, perlu ditingkatkan. Jika perlu, juga ”diinformasikan kepada
masyarakat,” sejauhmana pengelolaan sumber daya yang sudah dilakukan,
apakah ada penyimpangan? Atau, apakah sudah sesuai dengan pemanfaatan
dan tujuan yang telah ditetapkan. Media akuntabilitas ini dapat berupa laporan
tahunan tentang pencapaian tujuan tugas dan fungsi, dengan berbagai aspek
penunjangnya seperti keuangan, sarana-prasarana, sumber daya manusia dan
lain-lain. Agar pelaksanaan akuntabilitas dapat berjalan dengan baik, harus
ada kemauan dari aparatur dan ditunjang kebijakan yang memadai.
5. Macam Akuntabilitas Publik Akuntabilitas publik sebenarnya merupakan suatu pertanggungjawaban
seseorang atau pemimpin dalam lembaga pemerintahan kepada masyarakat.
Akuntabilitas publik ini terdiri dari akuntabilitas intern pribadi dan
akuntabilitas eksternal pribadi:
a. Akuntabilitas internal Pribadi. Akuntabilitas internal pribadi adalah
kejujuran diri seseorang dalam mempertanggungjawabkan berbagai
kegiatannya kepada Kholik atau Tuhan Yang Maha Esa. Akuntablitas
yang demikian ini, meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai
segala hal yang dijalankannya, hanya diketahui dan difahami oleh
dirinya sendiri. Akuntabilitas kejujuran pribadi ini disebut juga sebagai
akuntabilitas spiritual. Carino mengatakan, dengan dipahaminya
akuntabilitas spiritual ini, maka pengertian akan akuntabel atau
tidaknya seseorang, bukan hanya dikarenakan dia mencuri atau tidak,
sensitif atau tidak terhadap lingkungannya, tetapi lebih jauh dari itu
seperti adanya perasaan malu atas sarana kulitnya seperti tidak bangga
menjadi bagian dari suatu bangsa, kurang nasionalis dan lainnya.154]
Akuntabilitas ini sangat sulit diukur, karena tidak ada kriteria yang
jelas dan dapat diterima oleh semua pihak. Selain itu, tidak ada yang
dapat melakukan cek, evaluasi dan memonitornya, sejak proses
154
Ledivina. V. Carino, Accoungtability, Corruption and Democracy : A Clarification on
Concepts, in the Asian Review of Public Administration, Vol. III No.2, December 1991.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
139
sampai pada pertanggungjawaban itu sendiri. Semua tindakan
akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan seseorang dengan
Tuhan, tingkat keimanan dan taqwanya. Kesadaran akan akuntabilitas
spiritual, sangat mempengaruhi pencapaian kinerja seseorang. Itu
sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan
hasil yang berbeda dengan orang lain, atau suatu instansi menghasilkan
kuantitas dan kualitas yang berbeda untuk suatu pekerjaan yang sama-
sama dikerjakan oleh instansi lain, padahal uraian tugas dan fungsinya
telah dijelaskan secara rinci. Dengan kata lain, melalui kesadaran akan
akuntabilitas internal/spiritual, seorang pegawai akan dengan senang
hati melakukan pekerjaan dan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas-
tugas yang dikerjakan pun tak sebatas tugas tertulis saja, tetapi lebih
dari itu. Dalam suatu posisi/jabatan tertentu, seorang pegawai harus
dapat menentukan apa yang sudah dilakukan oleh pendahulunya, dan
apa yang harus dia lakukan sekarang untuk menghasilkan kinerja lebih
baik pada posisi tersebut. Alasan seperti manusia memiliki
kemampuan yang berbeda, tidak cukup waktu, tidak cukup sumber
daya, dan lain-lainnya, merupakan cikal bakal terwujudnya korupsi,
sehingga akuntabilitas menjadi kabur bagaikan kaca yang berembun.
Karena itu, hindari keluhan-keluhan seperti ini jika kita memang ingin
menjalankan akuntabilitas, meski hambatan tersebut kadang perlu juga
diungkapkan jika memang akan berimbas signifikan terhadap
pencapaian kinerja.
b. Akuntabilitas Eksternal Pribadi: Akuntabilitas eksternal adalah
akuntabilitas yang dipertanggungjawab oleh aparatur pemerintah
kepada organisasi/lembaga pemerintahan maupun lingkungan/
masyarakat atas kesuksesan atau kegagalannya dalam menggunakan
anggaran, waktu, sumber dana dan sumber daya pemerintah lain,
kewenangan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Akuntabilitas eksternal lebih mudah diukur mengingat norma dan
standar yang tersedia memang sudah jelas, kontrol dan penilaian
eksternal juga sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu
sistem dan prosedur kerja. Seorang atasan akan memantau pekerjaan
bawahannya dan memberikan teguran jika terjadi penyimpangan.
Rekan kerja akan saling mengingatkan pencapaian akuntabilitas
masing-masing. Hal ini dapat terwujud karena adanya saling
ketergantungan di antara mereka. Masyarakat akan bersuara lantang
jika terjadi penyimpangan penggunaan anggaran pemerintah yang
tidak sesuai dengan peruntukannya. Contohnya, penyalahgunaan dana
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) yang terungkap di
pengadilan pada 2007. Akhirnya, mantan menteri dan pejabat terkait
dijebloskan ke penjara. Contoh lain, penyimpangan dana haji di
Departemen Agama, di mana mantan menteri agama dan pejabat lain
yang terkait juga dijeblokan ke penjara. Mahasiswa akan
berdemontrasi atas ketidakadilan dan kesengsaraan rakyat yang
menghadapi jepitan hidup akibat naiknya harga sembako. Lembaga
swadaya masyarakat (LSM) akan teriak jika terjadi penyimpangan atas
peraturan yang sudah digariskan. Lembaga-lembaga inilah yang
menjadi penyeimbang pelaksanaan akuntabilitas instansi pemerintah.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
140
Dalam pada itu, untuk memperbaiki akuntabilitas eksternal, setiap
aparatur diarahkan untuk melakukan langkah-langkah berikut:
1) Bekerja dengan jujur dan penuh keikhlasan.
2) Bekerja dengan penuh tanggungjawab, tidak mudah lalai dan
dengan penuh mawas diri, sehingga semua pekerjaan dapat
diselesaikan sesuai target dan penuh pengorbanan.
3) Bekerja dengan cerdas agar bisa mencapai tujuan lebih cepat
dan efisien.
4) Bekerja keras, tetapi juga menjaga kesehatan.
5) Bekerja tuntas dengan menggunakan manajemen diri untuk
lebih meningkatkan produktifitas.
6) Bekerja untuk menghasilkan kualitas yang baik.
7) Bekerja welas atau memiliki empati pada orang lain, sehingga
manfaat program dapat dirasakan oleh masyarakat.
9.5. Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan
1. Memahami Perbedaan Pimpinan dan Manajer Dalam sub-bab ini yang dibahas adalah, bagaimana meningkatkan
kemampuan kepemimpinan. Mungkin pembaca akan bertanya, pemimpin
’kan sudah dipilih, tentu yang terbaik dari yang baik, mengapa kemampuannya
harus ditingkatkan? Jawabnya benar, tetapi tidak seratus persen benar. Kita
harus ingat, banyak pemimpin yang ”instan,” khususnya di Indonesia yang
kini diramaikan para selebriti mencalonkan diri menjadi calon legislatif dan
calon kepala daerah dengan modal popularitas.155
Dengan mengandalkan
popularitas, mereka dipilih menjadi pimpinan kepala daerah. Di lain pihak,
partai politik yang mendorong perburuan popularitas, akan mengalami
kegagalan dalam melakukan kaderisasi dan seleksi kepemimpinan. Partai
menyiapkan kepemimpinan dalam konteks ”hanya sekadar mencari uang.”
Dampak negatifnya, kompetensi akan ”dinomorduakan”. Ini sangat
berbahaya, karena modal popularitas yang tidak memiliki ”kompetensi” akan
menyebabkan negara dan bangsa rapuh di masa depan. Bagaimana jika sudah
terlanjur? Itu sebabnya, perlu dilakukan peningkatkan kemampuan agar
aparatur dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Kepemimpinan bukan manajer, karena kepemimpinan memiliki arti
sangat luas, termasuk kesadaran sebagai seorang pemimpin yang diperlihatkan
melalui kemampuan atau kompetensinya untuk menjadikan dirinya sebagai
teladan, serta mampu memotivasi orang lain terutama bawahannya agar
tergerak mencapai sasaran yang lebih tinggi berdasarkan nilai-nilai moral
seperti integritas, konsistensi, profesionalisme dan mampu berkomunikasi
secara baik.
155
See Rano Karno who became Vice Regent of Tangerang, and Dede Yusuf who became
Vice Governor of West Java. They are Seleberitis and the popularity capital of the Heads of
Regions who have no experience and competence in Government Bureaucracy, with the
vehicles of political parties and have their money elected to the Head of Region. What
meaning can be captured by society
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
141
Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang mampu bertahan
dalam menjalankan kepemimpinannya secara konsisten, meski dalam keadaan
ketidak pastian, bahkan dia juga dapat meningkatkan profesionalisme
bawahannya dalam melayani pelanggan atau warga negara secara efektif dan
efisien, serta dapat berkembang seiring perubahan waktu.
Sesungguhnya, kepemimpinan merupakan seni mengendalikan
organisasi secara cerdik, pandai, berpengalaman, peka, proaktif, selalu dekat
dengan yang dipimpin, menjadi visioner, berperan sebagai juru bicara
organisasi, sumber perubahan dan pembaharuan. Ke depannya, dengan kondisi
yang serba tidak pasti, pemimpin harus mampu menciptakan paradigma dan
harus mampu mengikuti puncak perubahan, sehingga tidak terombang-ambing
oleh perubahan tersebut. Warren Bennis, seorang profesor bisnis dan
administrasi ternama, juga ketua pendiri The Leadership Institute, Universitas
of Southern, California, mengatakan, kunci untuk membuat pilihan tepat
dalam menghadapi perubahan dan transisi, terletak pada penggabungan
kualitas kepemimpinan baru yang mampu berinovasi, menciptakan
mengembangkan, memberi inspirasi, memberi visi, bertanya-tanya dan
melemparkan tantangan mereka untuk melakukan hal yang tepat.156
Pemimpin merupakan suatu proses kegiatan dengan menggunakan
kemampuan pikiran dalam rangka memengaruhi orang lain untuk selalu
berusaha mencapai tujuan kelompok yang telah ditentukan. Pemimpin
memiliki prinsip-prinsip dasar dalam memengaruhi orang lain. Sedangkan
prinsip-prinsip yang benar mirip kompas yang selalu menunjukkan arah utara
sejati atau selalu konsisten. Jika kita pandai membaca prinsip-prinsip tersebut,
kita tidak akan tersesat, bingung, atau terpedaya oleh suara-suara dan nilai-
nilai yang bertentangan.157
Pemimpin selalu menggunakan kemampuan berfikir untuk
memengaruhi, menggerakkan/mengarahkan dan memberikan motivasi kerja
pada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada
situasi tertentu. Mengingat tugas pemimpin sangat berat, maka kualitas
kepemimpinannya pun harus dapat dilihat dari segi kemampuan menciptakan
hubungan dengan atasan dan bawahan, serta hubungan dirinya dengan rakyat
yang dipimpin. Pemimpin yang terlalu fokus pada wewenang formalnya,
berpotensi akan kehilangan sebagian atau seluruh kemampuannya dalam
memimpin.
Stoner dalam salah satu bukunya, memberikan definisi
“Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan
tugas”.158
Pemimpin harus asli dan tidak palsu. Ken Shelton memperingatkan,
tidak semua model kepemimpinan layak diikuti, sebab mereka mengandung
unsur-unsur kepalsuan dalam menyusun konsep dan pelaksanannya. Jika para
pemimpin memikirkan perannya secara sempit hanya pada bagian-bagian yang
156
Warren Bennis, Leadership in the 21st Century, written in the book: New Paradigm of
Leadership, edited Ken Shelton. 157
Sthepen R. Covey, Principle Centred Leadership, Julius Sanjaya Language Interpretation,
Benerupa Aksara Jakarta, 1997. p. 13. 158
Stoner, James A.F, Management, Second Edition, Prentice Hall, New York, 1992.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
142
terpisah, para pengikutnya cenderung memperoleh bagian dan suara yang
hanya sedikit. Saat konteks dan perspektif berakhir, fanatisme pun dimulai.‖159
Kepemimpinan perlu mengambil dimensi baru. Kepemimpinan harus
bersifat luas dan mendalam, menyebar ke setiap fungsi dan departemen di
semua tingkatan. John W. Humhrey mengatakan, banyak organisasi sadar
bahwa mereka harus mengandalkan kepemimpinan pribadi dari masing-
masing individu pada setiap tingkatan jika mereka ingin mengelola
perubahan secara efektif dan mempertahankan keunggulan kompetitif. 160
Lain lagi dengan Horst Shultze dan Kevin Dimond, mereka
menyatakan: “Inti kepemimpinan adalah, terus menerus fokus terhadap
visi. Dalam serangkaian program perbaikan yang berat, para pemimpin
yang memusatkan diri pada visi dapat bertahan pada hari-hari yang
sulit.”[161] Dalam masa perubahan, para pemimpin akan terus maju. Gerald L.
McManis menyatakan, para pemimpin harus bersedia melampui kebiasaan
rutin dan wilayah yang nyaman. Mereka harus terus bertanya dan
melemparkan tantangan untuk membantu agar organisasinya tetap penting
dan hidup.[162] Sedangkan David Neidert bersikeras dan menyatakan, para
pemimpin itu harus berusaha untuk meraih tidak hanya keahlian
melainkan juga serangkaian nilai yang menggerakkan semua pihak yang
berkepentingan menuju keutamaan, pemimpin itu penting sebagai orang
yang mencari tujuan untuk membanguan hari agar terikat dengan
pekerjaan. [163]
Dalam birokrasi pemerintahan sekarang maupun ke depan, diperlukan
adanya generasi baru para pemimpin yang memiliki paradigma baru untuk
menciptakan kehidupan warga negara yang sejahtera. Karena itu, agar dapat
menjadi pemimpin berkualitas yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi
warga negaranya, kemampuan pemimpin yang sudah eksis tetapi
kompetensinya kurang dan para pemimpin berkualifikasi instan, perlu
ditingkatkan.
Sebelumnya telah disebutkan, pemimpin bukan seorang manajer.
Pemimpin harus mampu mengatasi situasi yang tidak kondusif, pergolakan,
ketidakpastian yang kadang menantang dan menyulitkan, bahkan
membahayakan bangsa dan negara jika dibiarkan. Sedangkan manajer, dia
akan menyerah jika menghadapi keadaan seperti itu. Perbedaan antara
pemimpin dan manajer dapat dilihat dalam Tabel 9.3. Perbedaan Pemimpin
dan Manajer dibawah ini.
159
Ken Shelton, Dari Kepemimpinan Palsu hingga Kepemimpinan Sejati. Dalam A New
Paradigm of Leadership 160
John W. Humphrey, Time for 10,000 leaders. [161]
Horst Shultze and Kevin Dimond, the essence of leadership. [162]
Geral L.McManis, "Leadership: Charisma or Ability." [163]
David Neidert | Leadership Gardener. Author & Public Speaker
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
143
TABEL. 9.3. PERBEDAAN PEMIMPIN DAN MANAJER
PEMIMPIN
MANAJER
1. Memiliki Sasaran dan Tujuan tepat;
2. Misi dan Visi yang jelas;
3. Hasil yang efektif;
4. Memokuskan hal yang penting;
5. Inovasi;
6. Mengembangkan;
7. Menginspirasi kepercayaan;
8. Memiliki pandangan jangka panjang;
9. Bertanya apa dan mengapa;
10. Memandang ke cakrawala;
11. Menantang dirinya sendiri untuk melakukan
hal yang benar.
1. Memiliki Kecepatan;
2. Struktur dan sistem serta hasil;
3. Hasil yang menguntungkan;
4. Memokuskan pada efisien;
5. Mengatur;
6. Mempertahankan;
7. Mengandalkan pengawasan;
8. Pandangan jangka pendek;
9. Bertanya bagaimana dan kapan;
10. Memandang ke bawah;
11. Menerima status quo dan Melakukan
hal yang menguntungkan.
2. Meningkatkan Peran Kepemimpinan
Ciri-ciri Kepemimpinan Untuk dapat memahami makna kepemimpinan, perlu dilakukan
identifikasi sifat-sifat pemimpin. Kepemimpinan yang efektif cenderung
mempunyai kelebihan seperti kecerdasan, kedewasaan sosial, motivasi diri,
menjunjung tinggi martabat, memiliki pengaruh yang luas, memiliki pola
hubungan yang baik, mempunyai sifat-sifat khusus, memiliki kedudukan dan
jabatan, mampu berinteraksi dan mampu memberdayakan bawahan. Ada
sepuluh ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan
kepemimpinan dalam pemerintahan antara lain sebagai berikut:
1. Kecerdasan: Untuk dapat diangkat menjadi seorang pemimpin di
birokrasi pemerintahan seseorang harus mempunyai tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi dari karyawannya atau aparatur lain.
2. Kedewasaan sosial: Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang
stabil dan dewasa, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan hubungan
sosial yang luas.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi: Pemimpin selalu mempunyai
motivasi diri dan dorongan berprestasi yang tinggi.
4. Menjunjung tinggi martabat: Seorang pemimpin selalu menjunjung
tinggi dan akan mengakui harga diri serta martabat bawahannya, atau
mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi kepada pegawai.
5. Memilik pengaruh yang kuat: Seorang pemimpin biasanya memiliki
pengaruh yang kuat untuk menggerakkan orang lain atau bawahan agar
berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
6. Memiliki Pola hubungan yang baik: Seorang pemimpin sukses
mampu menciptakan pola hubungan antar individu, dengan
menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap sekelompok orang
agar bekerja sama dalam mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.
7. Memiliki sifat-sifat tertentu: Seorang pemimpin sukses memiliki sifat-
sifat khusus seperti kepribadian baik, kemampuan tinggi dan kemauan
keras, sehingga mampu menggerakkan bawahannya.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
144
8. Memiliki kedudukan atau jabatan: Seorang pemimpin selalu memiliki
kedudukan atau jabatan dalam organisasi, baik di pemerintahan
maupun di masyarakat, karena kepemimpinan merupakan serangkaian
kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dari kedudukan,
jabatan dan gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
9. Mampu berinteraksi: Seorang pemimpin yang baik akan selalu
berinteraksi secara baik dengan sesama pemimpin, bawahan dan
masyarakat yang dipimpinnya, dalam situasi dan kondisi apa pun,
buruk maupun menyenangkan.
10. Mampu memberdayakan: Seorang pemimpin yang sukses biasanya
mampu memberdayakan bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya.
Peranan Kepemimpinan Pemerintahan Kepimpimpinan memegang peranan sangat penting dalam manajemen
pemerintahan. Karena itu, Dimock & Kunig menyatakan Leader is key to
management/ administration.[164]
Kepemimpinan membutuhkan adanya kesesuaian antara pimpinan dan
bawahan. Dalam kepemimpinan, seorang atasan tidak hanya harus memotivasi
bawahan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi motivasi itu sendiri juga harus
dapat diterima oleh bawahan.
Pemimpin merupakan suatu kegiatan dalam rangka mempengaruhi
orang lain untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Pada
dasarnya, kepemimpinan menunjukkan suatu proses kegiatan seorang
pemimpin dalam membina, menimbang, mempengaruhi dan mengontrol
pikiran/perasaan orang-orang lain yang dipimpinnya.
Kepemimpinan merupakan upaya memengaruhi orang-orang untuk
ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan merupakan pola
hubungan antara individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya
terhadap sekelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki bersama.
Brown menyatakan, the word make sense only when we specify to
what end and in what circumstances the leader will be expected to act.[165]
Kata kepemimpinan hanya akan punya arti jika kita menempatkan artian itu
untuk maksud dan dalam situasi apa seorang pemimpin diharapkan bertindak.
Dalam arti, pada situasi dan dalam masyarakat apa yang diharapkan dari
pemimpin itu. Pemimpin dipilih dari kelompok, baik pemerintahan,
masyarakat, politik dan pengusaha, karena memiliki kemampuan
meningkatkan peranan kelompok.
Dalam menghadapi tugas berat, atau situasi tidak menentu, seorang
pemimpin harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif, baik internal
maupun eksternal. Internal dalam arti, di samping menjawab permasalahan
yang ada di daerahnya atau dalam organisasinya, seorang pemimpin juga
harus mampu menciptakan kondisi yang lebih baik pada rakyatnya atau
bawahannya. Hal ini sangat penting karena sukses tidaknya seorang pemimpin
sangat tergantung pada kemampuannya dalam melakukan tindakan. Ada
[164]
Dimock, Dimock & Koenig “Public Administration,” Reinehart & Company, Inc., New
York, 1960.p.11. [165]
Alvin Brown, “Sosial Psychology of Industry,” Englewood Cliff, N.Y. Prestice Hal Inc.
1974. p.17.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
145
beberapa langkah yang perlu “dilakukan” dalam menigkatkan peranan dan
menciptakan, serta mengubah “paradigma” pimpinan dalam berpikir, antara
lain:
1. Menciptakan “Sence of Mission” dengan menggunakan proses
partisipasi untuk menggambarkan sebuah pernyataan misi, sehingga
dapat memberikan pemahaman bersama secara luas mengenai tujuan
dasar dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Menciptakan pandangan baru yang meyakinkan bawahan atau para
pengikutnya, dan memiliki kemampuan untuk menerjemahkan
pandangan itu menjadi sebuah kenyataan.
3. Membangun visi bersama yang memberikan gambaran kepada para
pegawai mengenai masa depan yang ingin diciptakan, citra kolektif
mengenai keadaan seperti apa yang ingin dicapai di masa depan.
4. Artikulasi nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip. Artinya, memberi
standar non-birokrasi bagi pegawai untuk membimbing tindakan
mereka di tempat kerja.
5. Membanguan bahasa baru untuk menggantikan bahasa birokratis
seperti istilah, gagasan, kiasan dan keseluruhan kosa kata yang menjadi
batu ujian bagi pegawai dalam membantu mereka menuju zona netral
dan menginternalisassikan “budaya kerja baru”.
Di samping beberapa langkah di atas, tentang peran pimpinan dalam
membina bawahan atau rakyatnya, ada ‖filosofi Jawa‖, yaitu seorang
pimpinan harus memiliki 5N yang terdiri dari Nitiki, Nutuki, Notoki, Nataki
dan Neteki yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Nitiki, dari kata titik, atau dalam bahasa Indonesia berarti
memperhatikan, yaitu pemimpin harus mampu memperhatikan
bawahan atau pengikutnya, memahami masalah bawahan dan mengerti
tindakan atau kebijakan apa yang harus dilakukan untuk bawahan,
serta apa yang harus dikerjakan untuk dirinya sendiri.
2. Nutuki, dari kata tutuk, atau mulut. Menurut orang bijak, yang keluar
dari mulut seorang pimpinan adalah nasehat. Artinya, seorang
pimpinan harus mampu memberikan nasehat pada bawahan untuk
berbuat lebih baik atau melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sehingga
bisa mencapai tujuan organisasi atau tujuan-tujuan pribadi.
3. Notoki, dari kata “totok” atau pukul dengan jari dan punya arti
“tegur”. Secara harfiah, seorang pimpinan harus mampu menegur atau
memberikan arahan yang bijak kepada bawahan. Jika bawahan
bersalah, perlu diberi teguran secara manusiawi, sehingga tidak merasa
tersinggung dan tetap merasa dihargai.
4. Nataki, dalam istilah lain “ndadani” yang dalam bahasa Indonesia
“landasi” atau “tanggungjawab.” Hal ini mengandung makna,
seorang pimpinan harus mau menerima tanggung jawab dalam bentuk
dan seberat apa pun akibat pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan,
termasuk kesalahan-kesalahan bawahan. Karena ada istilah tidak ada
“kopral” yang salah, yang ada adalah “jenderal” yang salah. Dengan
demikian, tidak ada pimpinan yang melempar kesalahan pada anak
buah. Jika ada pimpinan yang selalu menyalahkan bawahan, artinya
dia adalah pimpinan “pengecut” yang tidak memahami
tanggungjawabnya.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
146
5. Neteki dari kata “tetek”, bahasa Indonesia-nya “susu” yang
mengeluarkan minuman bergisi untuk anaknya. Pada hakekatnya
mengandung makna bahwa seorang pemimpin harus mampu
memberikan “kesejahteraan” pada bawahan. Ini merupakan tanggung
jawab yang berat bagi seorang pimpinan. Jika terjadi bawahan lapar,
pimpinan harus mengusahakan supaya kenyang.
Pemberdayaan Telah disebutkan bahwa pemimpin harus mampu memberdayakan
bawahan. Ada tiga sifat pemimpin yang melakukan pemberdayaan menurut
Ken Shelton, [166]184
yaitu:
1. Mereka menciptakan visi yang meyakinkan. Pemimpin besar
menciptakan visi yang mendorong dan mengelola regunya dengan
berkomunikasi, merekrut, memberi imbalan, melatih ulang dan menata
ulang.
2. Mereka meruntuhkan rintangan. Rintangan yang terdapat di antara
karyawan dan departemen dengan segala hal di dalam sistem yang
menciptakan permusuhan, harus diruntuhkan bersama.
3. Mereka menghancurkan birokrasi. Mereka belajar dan mengajarkan
seni kepemimpinan diri, mengganti rasa takut dengan umpan balik dan
pemberian perintah dengan pengambilan keputusan. Perusahaan
berhasil melawan birokrasi dengan agresi di berbagai tempat. Lakukan
pencegahan jika mampu, atau menyerang jika menemukan hal itu
sudah masuk ke dalam organisasi. Aparatur yang berhasil, sangat
terobsesi untuk mempertahankan sistem dan struktur secara sederhana.
Aparatur akan menyadari bahwa konsep ini lebih mudah dan akan
membuahkan hasil, daripada mencoba menangani pengaturan laporan
yang berbelit-belit dan tingkat kewenangan yang berlapis-lapis. Upaya
pemberdayaan kerap gagal, di mana orang-orang berada jauh dari
impian dan sasaran yang mereka tetapkan karena kurangnya
kepemimpinan diri. Untuk meningkatkan kepemimpinan diri, buatlah
lebih banyak sifat penghargaan secara alamiah dalam berbagai
kegiatan anda, dan pusatkan pikiran pada aspek-aspek pemberian
penghargaan alamiah dari pekerjaan anda.
Manfaat dari pemberdayaan ada enam sebagai berikut:[167]
1. Komitmen: Tantangan utama yang dihadapi para pemimpin, menurut
John Naisbitt, Patricia dan Aburdene, pengarang buku Megatrends
2000, adalah, memberi dorongan pada bawahan untuk bekerja efektif
di dalam kelompok dan menjadi semakin bersifat wirausaha, mengatur
sendiri dan mandiri. Prinsip dominan memerintah dan marah-marah
sudah diganti. Manajemen harus menjadi pemimpin yang mampu
mendorong bawahan untuk mengeluarkan potensi terbaik mereka
dalam menghadapi perubahan yang cepat. Sementara itu, modal dan
teknologi merupakan sumber daya terpenting, di mana manusia dapat
[166]
Ken Shelton, A New Paradigm of Leadership, Executive Exellence Publishing. 1997.
p.1.. [167]
Ibid, Ken Shelton.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
147
membentuk atau merusak birokrasi pemerintahan. Untuk
memanfaatkan kekuatan bawahan, para pemimpin perlu
menginspirasikan komitmen dengan membagi wewenang, sehingga
memungkinkan perusahan merekrut, memberi imbalan dan memotivasi
orang-orang yang terbaik.
2. Produk dan jasa yang bermutu: Dalam menciptakan produk dan jasa
yang bermutu, pemimpin harus memberikan wewenang kepada
karyawan maupun pelanggan. Setiap karyawan harus diberdayakan
untuk menangani pelanggan internal maupun eksternal secara efektif.
3. Kecepatan dan daya tanggap: Banyak pimpinan di pemerintahan yang
menangani gejala-gejala, bukan akar permasalahannya, sehingga tidak
menyelesaikan permasalahan yang ada. Dalam rangka memecahkan
masalah mutu dan daya saing, seorang pemimpin harus mampu
menciptakan waktu dan daur produksi yang singkat dengan budaya
umpan balik yang cepat.
4. Sinergi: Sinergi dihasilkan dari penghargaan terhadap perbedaan,
penyatuan berbagai perspektif yang berbeda dalam semangat saling
menghormati. Orang bijak memandang perbedaan sebagai kekuatan
yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan.
Seorang pemimpin yang baik, tidak hanya menghormati orang-orang
yang memiliki pandangan berbeda, tetapi juga ikut aktif mencari
orang-orang seperti itu. Pemimpin yang baik selalu mencari umpan
balik yang obyektif, baik dari sumber internal maupun eksternal
mengenai kinerja, produk dan pelayanan sebagai cara membangun tim-
tim kuat dan melengkapi tim-tim lemah. Contohnya, ketika
Departemen Pekerjaan Umum sedang mendesain jalan bebas hambatan
dan seorang direktur tengah mencari masukan dari bawahannya untuk
penyempurnaan desainnya. ada bawahan yang berbeda pendapat
dengan desainnya. Direktur tersebut tidak perlu menolak gagasan
strategis dari bawahannya, bahkan dia seharusnya mampu menampung
aspirasi perbedaan dan menemukan cara-cari yang kreatif bawahannya
untuk menyempurnakan desain tersebut. Dengan demikian, seorang
pemimpin harus mampu mensinergikan perbedaan-perbedaan yang ada
di bawahnya:
a. Pengembangan Manusia: Hal pertama yang diajarkan W.
Edwards Deming kepada orang Jepang adalah, prinsip-prinsip
pemberdayaan manusia, bukan praktik-praktik peningkatan
produk. Kemakmuran suatu negara, kata Deming, lebih
bergantung pada rakyat, manajemen dan kepemimpinannya,
daripada sumber daya alamnya. Semua orang harus mengambil
gaya pemberdayaan manajemen baru dan menyadari bahwa
tujuan kepemimpinan adalah, membantu orang dan mesin
melakukan pekerjaan yang lebih baik.‖ [168]
b. Pengungkit Manajemen: Banyak pemimpin yang gagal karena
mencoba mengarahkan pekerjaan bawahannya untuk kepentingan
[168]
W Edwards Deming: Total Quality Management thinker - The British, too see
Drummond, H. The quality movement: what total quality management is really all about.
London, Kogan Page, 1992.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
148
pribadi dan golongan, bukan untuk kepentingan umum atau
kepentingan warga negaranya. Contohnya, dalam pemilihan
gubernur yang sedang ramai-ramainya di Indonesia, partai lebih
dominan mengarahkan berbagai hal kepentingan pribadi calon
dan golongan. Pimpinan partai akan berusaha semaksimal
memenangkan kandidatnya. Jika calonnya kalah, mereka akan
mencari kambing hitam untuk kekalahan itu, bukan menerima
kekalahan secara ksatria.
Seorang pemimpin yang baik harus mengutamakan kepentingan umum
dan mengetahui kapan harus menjalankan tugas untuk kepentingan umum dan
kepentingan diri atau golongan, serta tidak mencampur adukkan kepentingan
umum dengan kepentingan diri/golongan. Dengan mengetahui kepentingan
umum, berarti mendukung kesejahteraan rakyat. Pemimpin seperti ini mampu
memberdayakan bawahan untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Pemimpin
yang baik juga mampu menggantikan peranan manajer sebagai pemberi
perintah menjadi manajer sebagai guru, fasilitator dan pelatih.
Fasilitator membawa jawaban dari mereka yang paling mengetahui
pekerjaan bawahannya. Fasilitator memberi pertanyaan, membimbing
kelompok untuk mencapai suatu kesepakatan dan menggunakan informasi
untuk memotivasi tindakan. Upaya pemberdayaan yang efektif akan
menghasilkan banyak ―ko-misi, ko-ordinasi dan ko-operasi (kerjasama).
Sumber daya akan tumbuh dari akar kepercayaan, kapasitas dan kemampuan.
Tanpa akarnya, kita tidak akan pernah memperoleh buahnya dari waktu ke
waktu.
3. Memahami Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Tugas Pemimpin Setiap pemimpin selalu mempunyai tugas dan fungsi, apalagi di
birokrasi pemerintahan yang sangat luas. Yang harus dipahami setiap
pemimpin adalah, tugas, fungsi dan kewenangannya. Dengan memahami tugas
tersebut, seorang pemimpin akan mudah melakukannya dengan baik. Tugas
utama pemimpin dalam manajemen pemerintahan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan arahan yang jelas: Seorang pemimpin harus mampu
menunjukkan segala hal agar sesuatu tampak menjadi jelas, mana yang
penting dan mana yang kurang penting, mana yang utama dan mana
yang tidak, mana yang perlu prioritas dan mana yang boleh
dibelakangkan.
2. Mengawasi individu: Tidak semua anggota kelompok memiliki
persepsi sama, tidak semua anggota kelompok memiliki ketaatan,
kepatuhan atau semengat yang sama. Di antara anggota kelompok,
tentu ada yang mengalami deviasi negatif. Individu semacam ini sering
mengekspresikan perilaku berupa penyimpangan-penyimpangan.
Menghadapi hal ini, tugas pemimpin adalah mengendalikannya.
3. Menjadi juru bicara: Pemimpin mempunyai tugas untuk
menyuarakan, menjadi corong, atau menjadi juru bicara mengenai
segala hal yang mencerminkan kebutuhan kelompok. Dia menjadi
figur/tokoh sentral, karena ke dalam dia harus mampu meyuarakan
untuk memenuhi kebutuhan organisasi, sedangkan keluar dia harus
menginformasikan segala kelebihan perusahaan kepada konsumen atau
pengguna jasa.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
149
Fungsi Kepemimpinan Terdapat banyak pendapat tentang fungsi kepemimpinan dalam
organisasi pemerintahan. Pendapat-pendapat tersebut mempunyai argumentasi
masing-masing untuk menguatkan pendapat. Prof. Katz membuat pengertian
tentang fungsi dan kecakapan kepemimpinan sebagai berikut: Kecakapan
yang mencolok dari kepemimpinan administrasi dapat dibedakan ke dalam
tiga bagian yaitu: Konsepsional, kemanusiaan dan teknis.[169]
Namun, berdasarkan pengamatan penulis, fungsi kepemimpinan dalam
birokrasi pemerintahan di abad 21 ini adalah, ―memahami tugas, mengambil
keputusan, merumuskan strategi, mengkoordinasikan, melakukan hubungan
baik, menciptakan suatu pandangan, memberikan fasilitas kepada bawahan,
mengembangkan bawahan, menampung ide-ide, melakukan pembinaan secara
rutin, sebagai tempat pengaduan, melakukan pengawasan dan memberikan
hadiah pada bawahan, serta membawa pengikutnya kepada sasaran yang
diinginkan sesuai target. Fungsi kepemimpinan dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Memahami tugas yang diemban. Seorang pemimpin harus memahami
tugas yang telah dipercayakan kepadanya.
2. Mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
3. Seorang pemimpin dalam situasi yang tidak menentu harus mampu
mengambil keputusan secara cepat dan tepat agar tidak menghambat
pelaksanakan tugas.
4. Merumuskan strategi dan kebijakan jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang dalam pemerintahan dan pembangunan
5. Melakukan koordinasi kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai evaluasi, agar kegiatan dapat mencapai tujuan.
6. Melakukan hubungan yang baik, karena unsur manusia sangat
menentukan kinerja organisasi. Di samping itu, perlu dibina hubungan
baik antar manusia atau bawahannya, sehingga menjadi tim yang dapat
mencapai tujuan sesuai target.
7. Mengembangkan bawahan agar menjadi profesionalis dalam
melaksanakan tugas.
8. Menampung ide dan gagasan bawahan sebagai bahan pengambilan
keputusan.
9. Melakukan pembinaan bawahan secara rutin.
10. Tempat bawahan mengadu.
11. Melakukan pengawasan dan bimbingan pada bawahan.
12. Memberikan hadiah bagi bawahan sukses dan hukuman bagi yang
salah.
Kewenangan Pemimpin Seorang pemimpin akan kehilangan kewenangan jika dia melakukan
kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Mary
Parker Follett mengatakan, kewenangan pimpinan dapat hilang jika dia tidak
mendapat persesuaian dengan para bawahanya.
Mary Parker juga menyarankan, suatu kerjasama antara pimpinan dan
bawahan adalah mutlak. Kewenangan adalah, usaha untuk memengaruhi
[169]
https://www.katz.business.pitt.edu/why-katz/leadership.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
150
bawahan atau rakyat yang dipimpin, merupakan sinergi keputusan pimpinan
dan pendapat bawahan. Jika diberikan pengertian tentang kondisi yang ada
dan diajak bicara bersama dalam situasi yang baik, bawahan akan mengerti
dan akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik pula. Atas dasar inilah,
asas-asas hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam manajemen
pemerintahan sangat diperlukan. Bahkan Mary Paker tidak hanya meletakkan
asas-asas hubungan antar manusia dalam administrasi atau manajemen, tetapi
juga dinamika kelompok pekerja dan teknik dalam konteks hubungan
kewenangan perburuhan yang modern.[170] Kewenangan pimpinan sebenarnya
terletak pada persetujuan yang mempunyai daya kekuatan, yakni yang tersebar
luas berwujud kesetiaan/kesadaran anggota tentang tujuan bersama organsiasi
itu. Maksudnya adalah, kesetiaan dan kesadaran melaksanakan tujuan
program. Meski para pejabat terendah sekali pun, mempunyai kewenangan
nyata untuk mengambil keputusan akhir dalam batas kewenangannya. Dengan
demikian, jelas apa yang dinyatakan Mary Parker, bahwa kewenangan ada
pada pekerjaan dan berada pada pekerjaan itu. Authority belong to the job and
stand out the job. [171]
Sementara itu, dapat disimpulkan bahwa kewenangan pemimpin dalam
pemerintahan adalah sebagai berikut:
1. Harus mampu membina kerja bawahan: Seorang pemimpin harus
mampu menciptakan kerjasama dengan bawahan atau masyarakat yang
dipimpin dengan baik, tanpa menggunakan kekerasan, sehingga
bawahan merasa nyaman dengan kepepimpinannya.
2. Harus mampu menyelenggarakan hubungan: Seorang pimpinan
harus mampu menyelenggarakan hubungan harmonis di antara
bawahan atau masyarakat yang dipimpin, bersifat resmi sehingga
tercipta keharmonisan dalam organisasi yang dipimpinnya.
3. Menciptakan prosedur kerja: Seorang pemimpin harus mampu
menciptakan prosedur kerja yang sistematis dan mudah dimengerti
oleh bawahan, sehingga bawahan tidak bingung dalam menjalankan
tugasnya. Pasalnya, prosedur kerja yang baik akan memudahkan
bawahan bekerja.
4. Mampu membagi Tugas: Seorang pemimpin harus mampu membagi
tugas dengan baik, sehingga tidak ada pekerjaan yang tidak dikerjakan
atau pekerjaan yang dikerjakan secara tumpang tindih. Pembagian
tugas akan memudahkan bawahan melaksanakan tugas mereka secara
efektif dan efisien.
5. Mampu mendelegasikan wewenang: Seorang pemimpin harus mampu
mendelegasikan kewenangan pada bawahan, karena tidak semua tugas
harus ditangani sendiri. Karena itu, sebagian tugas harus didelegasikan
kepada bawahan. Agar tidak membingungkan bawahan, seorang
pemimpin harus cermat dalam mendelegasikan sebagian tugas atau
kewenangan pada bawahannya.
6. Bertanggugnjawab secara ksatria: Seorang pemimpin harus
bertanggungjawab atas semua kewenangan yang ditugaskan padanya.
[170]
https://www.business.com/articles/management-theory-of-mary-parker-follett/ [171]
Ibid. https://www.business.com.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
151
Meski pekerjaan dilaksanakan oleh bawahan, tetapi jika ada kesalahan,
pemimpin yang harus bertanggungjawab secara ksatria dengan
mengakui kesalahannya. Seorang pemimpin tidak boleh melemparkan
kesalahan pada bawahan. Hal-hal yang berkaitan dengan
tanggungjawab akan diuraikan dibawah ini.
Tanggung Jawab Pemimpin Tanggung jawab pemimpin sangat berat, karena konsekuensi jabatan
yang diembannya. Segala resiko harus menjadi tanggungjawab seorang
pemimpin. Pada dasarnya, tanggungjawab pemimpin mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan yang realistis: Sering terjadi, mengingat
banyaknya anggota organisasi, banyak aspirasi yang perlu ditampung
untuk menjadi alternatif pilihan yang akan manjadi ketetapan tujuan
bersama. Dalam hal ini, tanggung jawab pimpinan adalah, memberikan
argumentasi rasional dan realistis mengenai tujuan mana yang menjadi
prioritas dan harus dicapai lebih dahulu secara bersama.
2. Melengkapi sumber daya: Tenaga kerja dalam melaksanakan tugas tak
mungkin mencapai tujuannya jika tidak didukung sarana-prasarana
yang dibutuhkannya. Karena itu, menjadi kewajiban dan tanggung
jawab pimpinan untuk mengadakan sarana-prasarana, serta fasilitas
lain yang merupakan sumber daya kerja secara representatif.
3. Mengkomunikasi semua anggota: Pemimpin bukanlah milik satu
orang atau satu kelompok orang. Pemimpin adalah milik semua orang
yang ada dalam komunitas perusahaan atau organisasi secara
keseluruhan. Oleh karena itu, setiap anggota berhak melakukan
komunikasi, dan setiap orang berhak mendapatkan informasi, baik
langsung maupun tidak langsung dari pimpinan.
4. Memberikan perangsang: Seorang pemimpin harus mampu
memotivasi atau membangkitkan semangat, terutama di saat para
anggota mengalami kelesuan, lemah semangat, atau pada saat
organisasi mengalami peningkatan beban dan volume tugas. Pemimpin
harus mampu menimbulkan rasa optimisme dan gairah kerja.
5. Menghilangkan hambatan: Keberadaan pimpinan jangan sekali-kali
menimbulkan permasalahan, tetapi keberadaannya justru harus
memberikan harapan kepada semua anggota bahwa mereka akan bebas
dari kesulitan atau permasalahan.
6. Menilai hasil kegiatan: Mengingat pemimpin harus bertanggung
jawab atas kinerja organisasi, maka sebelum mempertanggung
jawabkan dia harus melakukan penilaian terlebih dahulu.
4. Memahami Sifat, Gaya dan Prilaku Kepemimpinan
Sifat Kepemimpinan
Max Weber mengembangkan kepemimpinan organisasi pemerintahan
yang dinamakan birokrasi. Dalam kepemimpinan, dinamakan pimpinan
birokrasi atau pemerintahan. Masyarakat umum mengenal istilah birokrasi
dengan konotasi yang jelek-jelak saja. Birokrasi dianggap sering mempersulit,
karena sifat kepemimpinannya yang sering mempersulit masyarakat. Padahal,
sifat-sifat kepemimpinan birokrasi sebenarnya tidak seperti yang dirasakan
masyarakat. Kepemimpinan birokrasi diartikan sebagai kepemimpinan yang
tunduk dan taat pada peraturan perundangan yang telah ditentukan pemerintah.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
152
Dengan demikian, jika konsisten, pimpinan birokrasi sebenarnya menjalankan
tugas mulia, artinya tidak memiliki sifat untuk mempersulit masyarakat yang
dilayani. Sifat-sifat kepemimpinan dalam menajemen pemerintahan yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Seorang Pemimpin harus Jujur: Sifat jujur merupakan keteguhan
watak, sehat dalam prinsip-prinsip moral, watak yang mencitai
kebenaran, tulus hati dengan perasaan halus mengenai etika keadilan
dan kebenaran.
2. Berilmu: Seorang pemimpin harus memiliki ilmu yang merupakan
totalitas kecerdasan, dan diperoleh melalui pendidikan atau latihan
terus menerus. Dengan demikian, seorang pemimpin harus terus
belajar agar mampu mengikuti perkembangan jaman.
3. Berani: Seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan secara
cepat, tepat dan tanpa ragu. Pemimpin yang selalu ragu dalam
bertindak atau mengambil keputusan akan menjadi celaan masyarakat
yang dipimpinnya.
4. Mengambil keputusan: Kemampuan mengambil keputusan adalah,
kecakapan yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam situasi
segenting apa pun, pemimpin harus mampu mengambil keputusan
dengan cepat dan tepat, serta melakukan tindakan yang harus
dilaksakanakan meski penuh resiko.
5. Dapat dipercaya: Seorang pemimpin harus dapat dipercaya oleh
bawahan atau masyarakat yang dipimpinnya. Jika pembicaraan seorang
pemimpin mencla-mencle, dia akan dilecehkan bawahan atau
masyarakatnya.
6. Pemikiran jernih: Seorang pemimpin harus memiliki pemikiran yang
jernih dalam setiap tindakannya, sehingga tidak melakukan
diskriminasi terhadap bawahan atau masyarakat yang dipimpinnya.
Jika berpikiran negatif terhadap salah satu kelompok bawahan, hal ini
akan merusak hubungan kerja.
7. Bijak: Bijak merupakan tindakan dan sikap yang menggambarkan
kebaikan seorang pimpinan terhadap bawahan. Bijak dalam
memberikan tugas dan wewenang kepada bawahan.
8. Tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya: Tidak
mementingkan diri sendiri dan kelompoknya merupakan tindakan yang
baik. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa mengorbankan
kepentingan diri sendiri dan kepentingan kelompok atau golongannya
demi kepentingan masyarakat banya.
9. Simpatis: Seorang pemimpin harus menunjukkan sifat prilaku yang
sopan santun dan menghargai setiap bawahan atau masyarakat yang
dipimpinnya.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
153
Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan mempunyai daya tingkat motivasi yang efektif
untuk keberhasilan manajemen pemerintahan. Pengaruhnya tergantung pada
lingkup dan intensitas tuntutan manajemen dan menghadapi lingkungan
internal dan eksternal. Bentuk gaya kepemimpinan antara lain:
1. Altruistic Leadership, yaitu kepemimpinan yang ingin mempengaruhi
dan membentuk orang lain agar mampu berkembang.
2. Leadership by Example, yaitu pola kepemimpinan yang menjadikan
dirinya sebagai teladan bagi orang lain, terutama bahawannya. Dalam
keteladannya itu, terpancar citra moral integritas yang tinggi,
komitmen, kompetensi, konsisten dan kemampuan berkomunikasi.
3. Transformational Leadership, yaitu kepemimpinan yang dinamis,
selalu mengadakan perubahan dengan memotivasi bawahan agar
bekerja optimal untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi.
4. Trust Leader, yaitu kepemimpinan berdasarkan kepercayaan karena
kejujuran pribadi.
5. Otokrasi, yaitu gaya kepemimpinan penentu kebijakan. Teknik-teknik
dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu.
Pemimpin seperti ini, biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja
bersama setiap anggota. Pemimpin cenderung menjadi pribadi yang
gemar memberi pujian dan kecaman terhadap kerja setiap anggota. Dia
juga akan mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif, kecuali jika
menunjukkan keahliannya.
6. Demokratis, yaitu pemimpin yang selalu memberi dorongan dan
bantuan kepada kelompok diskusi dalam membuat kebijakan dan
keputusan. Berbagai kegiatan akan didiskusikan, langkah-langkah
umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika diperlukan pemimpin
akan memberikan petunjuk-petunjuk teknis, termasuk beberapa
alternatif prosedur yang dapat dipilih. Para anggota bebas bekerja
dengan siapa pun yang mereka pilih, di mana pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok. Pemimpin adalah obyektif atau “fact
minded” dalam memberikan pujian atau kecaman. Dia juga akan
mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan
semangat, meski tanpa melakukan banyak pekerjaan.
7. Laissez-Faire, yaitu memberi kebebasan penuh bagi kelompok atau
individu dalam mengambil keputusan, dengan parrtisipasi minimal dari
pemimpin. Bermacam-macam bahan disediakan oleh pemimpin,
sehingga setiap anggota atau bawahan selalu siap memberikan
informasi pada saat ditanya atau diperlukan. Pemimpin tidak
mengambil bagian dalam diskusi kerja, juga sama sekali tidak
berpartisipasi dalam penentuan tugas. Tetapi, pemimpin kadang-
kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan
anggota/pertanyaan, meski tanpa bermaksud menilai/mengatur suatu
kejadian.
Perilaku Pimpinan Tidak ada karakteristik yang mencolok pada diri pemimpin yang
efektif. Apa yang dilakukan para pemimpin dapat dilihat pada bagaimana dia
membagi tugas kepada bawahan, bagaimana mereka berkomunikasi satu
dengan yang lain, bagaimana dan dengan cara apa para pemimpin memberi
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
154
pengarahan kepada para bawahan, dan lain sebagainya. Namun, banyak
pemimpin melakukan kebiasaan yang tidak efektif. Menurut John Covey,
seorang guru ahli, ada tujuh kebiasaan orang yang tidak efektif, yaitu: [172]
1. Berpikir reaktif, tidak percaya diri dan kerap menyalahkan orang lain.
2. Bekerja tanpa mengacu pada suatu tujuan yang jelas.
3. Melakukan hal-hal yang mendesak terlebih dahulu.
4. Berfikir menang/kalah.
5. Minta dipahami terlebih dahulu.
6. Jika anda tidak bisa menang, berkompromi.
7. Takut pada perubahan dan menolak perbaikan.
Pimpinan seperti ini mementingkan kepentingan pribadi dari
kepentingan umum. Ketika orang lain bergerak maju, dia malah bergerak
mundur.
Perilaku Pemimpin Klemar-klemer Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pokok-
pokok kepemimpinan dalam pidatonya di depan ribuan warga di Lapangan
Pancapuri, Cilegon, Banten.[173] Presiden meminta agar para pemimpin pada
tingkat apa pun jangan penakut dan hanya mencari aman untuk diri dan
keluarganya. “Pemimpin itu harus berani mengambil resiko, harus berani
berada di tempat yang lebih berbahaya dibandingkan rakyatnya.
Kepemimpinan (dalam situasi kritis) sangat penting. Pelibatan pemimpin di
lapangan sangat penting. Mengambil resiko dan bahaya sangat penting.
Utamakan keselamatan rakyat, baru dirinya sendiri,” Ujar presiden. [174]
Seruan presiden soal kepemimpinan itu disampaikan untuk merespon
banyaknya bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia dalam
tiga tahun terakhir, sementara dia kerap menjumpai kepemimpinan yang
mengecewakan. Presiden berada di Cilegon untuk menyaksikan pelatihan
kesiapsiagaan menghadapi tsunami di pantai Lapangan Selago. Dengan pidato
itu, presiden tidak ingin mendengar lagi adanya pemimpin di daerah yang
pergi cari selamat, atau tidak berada di tempat pada saat rakyat yang
dipimpinnya menghadapi situasi kritis, misalnya karena bencana alam.
Masalah kepemimpinan, pernah juga disampaikan oleh Presiden pada
saat meninjau korban gempa bumi di Bengkulu, September 2007. Dalam
situasi kritis, Preisden meminta para pemimpin berada di depan untuk
memberi penjelasan kepada rakyat, membimbing rakyat, dan mengajak rakyat
menyelamatkan diri ke tempat yang aman, bukan justru mencari selamat dan
aman sendiri. ”Ada kejadian di beberapa tempat di Indonesia ini, pemimpin
daerah kok malah lebih dahulu menyelamatkan diri dan keluarganya.
Salah itu, dosanya besar,” ujar Presiden yang disambut tepuk tangan.
Presiden juga meminta para pemimpin bertindak cepat dan profesional dalam
mengatasi keadaan yang kritis, seperti pada kejadian bencana alam. Kecepatan
bertindak akan mengurangi jumlah korban jiwa karena bencana. Pemimpim
yang lamban bertindak, tidak terlatih dan tidak terampil, akan menambah
jumlah korban jiwa, juga berdosa besar.
[172]
John Covey, dalam Sthepn R. Covey, Principle Centered Leadership. [173]
Kompas Daily on Wednesday (26/12/2007) was published by Kompas 27 December 2007. [174]
Ibid, Kompas.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
155
Untuk itu, presiden meminta kecepatan dan ketrampilan pemimpin
ditingkatkan terus dengan berlatih. ‖Jangan lambat, jangan klemar-klemer
(tidak sigap). Jangan tidak profesional,‖ ujarnya.
5. Meningkatkan Kepemimpinan Dalam rangka meningkatkan kepemimpinan agar menjadi lebih
optimal dalam manajemen pemerintahan, beberapa langkah perlu dilakukan
antara lain:
1. Reqruitment pemimpin atau pejabat harus berdasarkan kinerja dan
sistem merit, bukan sekadar popularitas, dan juga bukan berdasarkan
kader-kader instan yang banyak uang, tetapi berdasarkan kompetensi
dan profesionalisme. Ketentuan ini harus diberlakukan baik pemimpin
di birokrasi pemerintahan, dalam legislatif, maupun jabatan yang
bersifat politis. Kriteria jabatan politis, tetap harus didasarkan atas
profesionalisme dan akhlak mulia sebagai persyaratan utama.
2. Merekrut pemimpin harus menenuhi persyaratan, antara lain sebagai
berikut:
a. Memiliki integritas, kompetensi dan profesionalisme yang baik.
b. Memiliki sifat kepemimpinan sikap dan perilaku yang dapat
dijadikan teladan.
c. Dapat mengembangkan sifat-sifat kepemimpinan atau
manajerial secara praktis.
d. Reorientasi total terhadap makna kepemimpinan yang bersifat
terbuka, transformasi, dan bertumpu pada prinsip-prinsip moral
yang tinggi.
e. Membuka diri terhadap gagasan bawahan secara demokratis,
dan medorong bawahan untuk mendayagunakan rasa karsa dan
karyawannya berdasarkan merit sistem, melalui sistem
penilaian prestasi kerja secara obyektif.
3. Setiap pemimpin diarahkan untuk melaksanakan pola kepempimpinan
dan keteladanan dengan cara:
a. Membudayakan cara musyawarah dalam pengambilan
keputusan.
b. Menyelenggarakan pertemuan rutin untuk mengajak peran serta
bawahan dalam pemecahan masalah guna mewujudkan
pelayanan prima dan hal lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas.
c. Membentuk sistem kerja yang lebih terbuka, sehingga sistem
pengendalian lebih mudah diakses.
d. Mampu mengatasi masalah secara cepat dan menjadikan
dirinya sebagai pemimpin teladan.
4. Setiap Pemimpin diarahkan untuk memberikan kepastian akan
keberhasilan pelaksanaan tugas secara baik, efektif dan efisien, terkait
dengan kepentingan masyarakat maupun stake holder.
5. Setiap pemimpin diarahkan untuk mampu menjadi pemandu jalan,
termasuk membuat prosedur kegiatan baku bagi semua pejabat di
masing-masing lembaga/organisasi yang dipimpinnya, dan
mengarahkan pejabat bawahannya untuk melaksanakan tugas/fungsi,
arahan dan kebijakan pimpinan secara efektif dan efisien.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
156
6. Setiap pemimpin diarahkan untuk menjadi pendorong/penggerak,
memotivasi dan memberdayakan bawahan untuk melaksanakan
tugasnya secara baik dan bisa dipertanggungjawabkan.
7. Setiap pimpinan harus diarahkan untuk mempertanggungjawabkan
kebijakan dan kegiatannya secara benar, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
9.6. Meningkatkan Profesionalisme
1. Aparatur Harus Profesional Profesionalisme harus dimiliki setiap aparatur pemerintah dalam
menjalankan tugas pemerintahan, maupun tugas pembangunan. Aparatur
pemerintah yang profesional akan mampu melaksanakan tugas secara lebih
efektif dan efisien
Di berbagai seminar di dalam dan di luar negeri, kerap ”dilontarkan”
istilah profesional. Namun, untuk memahami pengertian profesional agak
sulit, karena setiap pakar memberikan definisi yang berbeda-beda.
Professional berasal dari kata kerja latin ‖profeteri”, dan selanjutnya
terbentuk kata ”profesi” yang diartikan sebagai pekerjaan setelah seseorang
menekuni pendidikan khusus yang relatif memakan waktu lama. Orang
bersangkutan akan membaktikan diri dan seluruh hidupnya, serta
mendapatkan sumber nafkah dari pekerjaannya.
Longman Dictionary menyatakan: Professional is someone who
works in a job that requires special education and training : the relationship
between health profesionals and patiens.[175] (Profesional adalah sesorang
yang berkerja dalam jabatan yang memerlukan pendidikan dan latihan khusus
: hubungan antara para pakar kesehatan dengan pasien).
Sedangkan menurut David. H. Maister dalam bukunya
Profesionalisme: Profesionalisme adalah terutama masalah sikap, bukan
seperangkat kompetensi. Seorang profesionalis sejati adalah seorang teknisi
yang peduli. Profesionalisme sejati mengisyaratkan suatu kebanggaan pada
pekerjaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan klien dan
keinginan tulus untuk membantu.[176]
Menurut penulis Budi Supriyatno, profesional adalah seorang yang
terampil, handal dan sangat bertanggung jawab dalam menjalankan
pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Orang tersebut
dipercaya oleh orang lain karena sangat ahli di bidangnya, dan dapat
mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya, serta mendapatkan
hasil yang diharapkan dari pekerjaannya sesuai dengan bidang
keahliannya.
Definisi tersebut mengandung makna sebagai berikut: (1) Orang dapat
dikatakan profesional jika dia terampil, handal dan bertanggungjawab dalam
menjalankan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. (2) Orang dapat
dikatakan profesional jika dia dipercaya oleh orang lain karena ahli
[175]
Longman Dictionary of Contemporery English, Long Corpus Network, Britis National
Corpus,1995, p.1128. [176]
David. H. Maister, Professionalism, Mc Graw-Hill Book Company, 1998.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
157
dibidangnya. (3) Orang dikatakan profesional jika dia dapat mempertang-
gungjawabkan tugas yang diembannya. (4) Orang dapat dikatakan profesional
jika dia mampu memberikan hasil yang diharapkan dari pekerjaannya, sesuai
dengan bidang keahliannya.
Seorang yang menyatakan dirinya profesional selalu berupaya sekuat
tenaga menjaga mutu pekerjaannya secara terus-menerus dan selalu berusaha
meningkatkan pengetahuan/keahlian/kecakapannya agar tidak ketinggalan
jaman. Keahlian dan kecakapan tersebut mencakup kecakapan teknis
(technical skill), kecakapan organisasional (organizational skill), serta
kecakapan dalam berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain (human
relation skill).
Permasalahan Sampai sekarang masih banyak aparatur pemerintah yang tidak
profesional, atau bahasa lain yang lebih halus ”profesionalisme rendah”,
tetapi selalu menganggap dirinya sebagai penguasa resmi. Banyaknya sorotan
masyarakat terhadap aparatur negara, menandakan bahwa masyarakat belum
puas terhadap kinerja aparatur negara tersebut. Kurangnya kesadaran aparatur
dalam meningkatkan profesionalisme pribadi melalui peningkatkan
kemampuan yang sesuai dengan teknologi dan kondisi aktual, akan menjadi
hambatan dalam pelaksanaan tugas.
Yang juga menjadi keprihatinan, yaitu tidak adanya keharusan atau
persyaratan bagi aparatur untuk mengikuti pelatihan tertentu dalam kurun
waktu tertentu. Bahkan, sering terjadi Pendidikan dan Pelatihan yang diikuti
tidak memiliki kaitan langsung dengan bidang tugas seorang aparatur.
Penyebab aparatur tidak profesional adalah:
1. Program pendidikan dan pelatihan bagi aparatur yang tidak jelas,
khususnya di bidang keahliannya. Selama ini yang dikembangkan
adalah, hanya Diklat Kepemimpinan, sementara Diklat Teknis jarang
disentuh. Sedangkan aparatur yang baru masuk kerja, hanya magang
untuk meningkatkan kemampuan.
2. Tidak ada sistem merit yang jelas untuk mengukur kinerja aparatur dan
tindak lanjut hasil penilaiannya.
3. Banyak wewenang dan tanggungjawab yang belum diatur sesuai
kebutuhan organisasi.
4. Sistem rekrutmen yang tidak mengandalkan kemampuan riil dan
keahlian, serta masih banyaknya praktik KKN.
2. Mendapatkan Aparatur Profesional Gelar pendidikan, baik Sarjana: S1, S2 dan S3 merupakan awal bagi
seseorang menjadi profesional. Namun, di kalangan pemerintahan,
kuhususnya Pegawai Negeri Sipil, sampai sekarang belum ada data di lembaga
pemerintahan yang mengatakan bahwa sesuatu instansi memiliki tenaga
profesional di bidangnya. Profesional, khususnya menyangkut sikap dalam
praktik, cara pengambil keputusan, cara melaksanakan kegiatan kerja sehari-
hari, di samping ketrampilan standar yang dimiliki dan disahkan oleh lembaga
profesi.
Di bidang kesehatan, profesi seorang dokter sangat jelas. Dokter
dikatakan profesional di bidang kedokteran, karena memiliki kode etik yang
sangat rinci, sehingga mudah memisahkan antara dokter profesional dan tidak.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
158
Dilain pihak, bagaimana menentukan PNS, seperti pejabat Fungsional dan
Pejabat Struktural (Eselon IV, III, II dan I) apakah bisa dikatakan profesional?
Pejabat strutural jelas tidak profesional karena sifatnya manajerial. Tetapi,
mereka juga biasanya merangkap jabatan fungsional atau jabatan teknis di
bidang keahliannya sebagai jabatan profesional. Pejabat fungsional seharusnya
profesional di bidang keahliannya masing-masing.
Pejabat fungsional seharusnya profesional dalam arti mampu
memperlihatkan kemampuan secara profesional dalam menjalankan tugas atau
suatu proses, secara lengkap, lincah dan tidak ragu-ragu. Selain itu, dia juga
mampu memecahkan permasalahan yang ada di dalamnya. Karena itu, untuk
membuat seseorang profesional, seorang pejabat yang baik perlu mengikuti
pendidikan, memperindah diri dengan pelatihan, meningkatkan kemampuan,
mengetes integritas, keteguhan hati, serta mengembangkan ketrampilan dan
kemampuan secara sistematis.
Jika seorang profesional harus menunjukkan kemampuannya, bahkan
yang mengagumkan di benak orang lain, katakanlah soerang profesional
bidang ”Bendungan” yang bekerja di Deparatemen Pekerjaan Umum, dia
mempunyai kemampuan bagaimana merencakan bendungan dengan baik,
kemampuan melaksanakan konstruksi atau pembangunannya, mengerti
beberapa kapasitas air yang dibutuhkan, berapa hektar tanah pertanian yang
akan dialiri air dari bendungan tersebut, berapa biaya operasi dan
pemeliharaan yang diperlukan setiap tahun, dan seterusnya. Jika ditanya
mengenai hal-hal yang menyangkut profesi dan keahliannya, dia akan
langsung mampu menjawab secara trampil dan trengginas, atau mumpuni.
Inilah yang dikatakan profesional di bidangnya. Sebaliknya, seseorang yang
mengaku dirinya porfesional tetapi tidak mampu menjawab pertanyaan sesuai
dengan bidang keahlian, ini akan menimbulkan benarkah dia seorang
profesional?
Untuk memiliki kemampuan profesional seperti ini, tentu tidak cukup
hanya dengan mengantungi gelar pendidikan S1 atau S2 saja, namun perlu
ditambah dan digembleng di ”pendidikan dan pelatihan yang terus-
menerus”, serta diambah berbagai pengalaman di bidangnya. Dalam hal ini,
profesional akan sangat terasa jika dibarengi rasa tanggung jawab dengan
melakukan pekerjaan secara benar dan beretika, memberi nilai tambah,
berseni, menimbulkan kepuasaan dan kenyamanan bagi orang lain yang
bekerja dengannya atau berada di sekitarnya. Jika individu siap dan berlatih
mengatasi situasi sulit, dia tidak akan lari dari tantangan, dia akan terbuka
untuk belajar dan dia juga akan mengasah kemampuannya. Dari langkah-
langkah sikap tersebut, dia akan tumbuh menjadi profesional.
Aparatur yang memiliki integritas akan melaksanakan asas
profesionalisme dalam melaksanakan tugas dengan segala tanggungjawabnya.
Dalam era globalisasi saat ini, diperlukan aparatur yang memiliki
profesionalisme tinggi. Oleh karena itu, semua aparatur hendaknya menjadi
profesional di bidang tugasnya masing-masing, agar dapat mencapai kinerja
yang optimal.
Sesuatu yang tidak boleh ketinggalan dan sangat signifikan dalam diri
profesional adalah, dia harus bisa menjalankan profesinya dengan etis. Dia
tahu apa yang tidak boleh, meski mereka bisa. Contoh, seorang profesional di
bidang organisasi pemerintahan yang diberi tugas merancang organisasi
pemerintahan. Dia akan menciptakan organisasi yang tepat untuk masa depan,
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
159
sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih tugas dan fungsi. Dia juga mampu
mengubah organisasi yang gemuk menjadi ramping, tetapi kaya dengan
fungsi. Contoh lain, seorang pakar hukum bernegosiasi dengan pengacara
lawan untuk memenangkan pihak tertentu, atau seorang pejabat yang
mengatur kegiatan program anggaran dan lain-lainnya. Profesionalisme akan
semakin teruji justru ketika individu mempunyai otonomi di tempat kerja dan
bebas membuat keputusan. Ketika individu tergoda oleh uang, diperintah atau
dipaksa, dia akan berbelok dari kaidah profesi yang benar.
Semangat korp profesi, bagaimana pun masih tetap tertanam dalam
benak setiap profesional. Dengan demikian, kita akan merasa sedih jika
melihat teman-teman seprofesi tiba-tiba melakukan tindakan yang tidak
profesional. Seorang profesional bidang jembatan di Departemen Pekerjaan
Umum yang mendengar desain jambatannya tidak layak sehingga ambruk
pada saat pelaksanaan pembangunan, bisa dipastikan akan merasa malu dan
patah hati. Oleh karena itu, setiap pertimbangan untuk mengambil tindakan,
memang perlu menegakkan kode etik yang akan membangkitkan kebanggaan
dan kepuasan dari profesional.
Profesionalisme perlu ditingkatkan di kalangan aparatur agar mampu
melaksanakan tugas dengan optimal. Dalam pada itu, untuk memperoleh
aparatur yang profesional harus ditangani secara serius sejak tahap awal
perekrutan sampai karyawan tersebut pensiun. Beberapa tahapan untuk
mendapatkan aparatur yang profesional adalah sebagai berikut:
1. Prosedur seleksi dan rekrutmen atau penerimaan pegawai harus ketat,
berdasarkan obyektifitas dan bebas KKN. Meski calon karyawan
adalah kerabat Dirjen, jika memang tidak memiliki kemampuan ya
jangan diterima, karena akan menimbulkan permasalahan di kemudian
hari.
2. Pemberian penghargaan dan sanksi berdasarkan sistem merit yang
obyektif dan dimungkinkan terjadinya pemutusan hubungan kerja
aparatur seperti karyawan lain di sektor swasta.
3. Penentuan standar kinerja pelayanan bagi setiap instansi yang melayani
masyarakat, sehingga dapat dinilai sebagai aparat profesional.
4. Peningkatan kesejahteraan, pengawasan dan keteladanan pemimpin
instansi atau unit organisasi.
3. Menjadikan Aparatur Profesional Sesuai dengan tuntutan masyarakat, khususnya dalam penyelengaraan
pemerintahan, yaitu terselenggaranya manajemen pemerintahan yang baik,
bebas dari praktik KKN, aparatur pemerintahan harus profesional. Untuk
menjadikan aparatur pemerintahan profesional, mereka perlu diarahkan pada
langkah-langkah sebagai sebagai berikut:
1. Konsisten (consistence), artinya harus berketetapan hati, selalu fokus
pada orientasi tujuan yang hendak dicapai dan ditetapkan. Memiliki
paradigma baru dan wawasan luas dalam memandang masa depan
yang lebih cerah;
2. Kompetensi (competence), artinya mempunyai perpaduan knowledge,
skill dan attitude, yaitu kemampuan mengim-plementasikan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap secara dinamis, sehingga dapat
menghasilkan karya yang inovatif dan kreatif, serta melahirkan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
160
“instink bisnis” dan semangat dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
3. Komitmen (commitment), artinya mempunyai tekad untuk
mengedepankan kepentingan masyarakat yang sebesar-besarnya.
Komitmen ini tidak hanya sebatas diyakini dan diucapkan, tetapi harus
diperlihatkan dalam tindakan dan perilaku. Hal ini penting karena
masyarakat umumnya lebih senang bukti dari pada janji.
4. Koordinasi (coordination), artinya mempunyai kemampuan untuk
melakukan koordinasi dengan unit kerja lain, sehingga mampu
melaksanakan tugas dengan efektif dan efisien.
5. Kreativitas (creativities), artinya memiliki ide-ide baru yang secara
spontan muncul dari seseorang karena dianggap penting atau mendesak
dalam kehidupan dan pekerjaannya. Ide-ide tersebut diolah menjadi
inovatif yang dapat diaplikasikan pada kerja individu atau organsiasi
yang lebih baik, atau menguntungkan. Inovasi tersebut bisa baik dan
diadopsi menjadi nilai yang baik dan benar.
6. Kompetisi (competition), artinya memiliki jiwa berkompetisi/ bersaing
dalam meningkatkan kinerja organisasi atau unit kerja.
7. Paradigma baru (new paradigm), artinya mempunyai pandangan ke
depan dan memiliki wawasan luas sehingga dapat memandang masa
depan yang lebih baik. Lihat gambar 9.8. Menjadikan Aparatur Yang
Profesional dibawah ini.
GAMBAR. 9.8. MENJADIKAN APARATUR YANG POFESIONAL
oleh Budi Supriytno
22
KKOONNSSIISSTTEENN
77
PPAARRAADDIIGGMMAA BBAARRUU
55
KKOOPPEETTIISSII 33
KKOOMMIITTMMEENN
11
KKOOMMPPEETTEENNSSII
44
KKRREEAATTIIVVIITTAASS 66
KKOOOORRDDIINNAASSII
PPRROOFFEESSIIOONNAALL
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
161
9.7. Meningkatkan Kinerja Kinerja secara umum dapat dipahami sebagai besarnya kontribusi yang
diberikan karyawan terhadap kemajuan dan perkembangan di lembaga tempat
dia bekerja. Kinerja adalah keseluruhan unsur dan proses terpadu dalam suatu
organisasi, yang didalamnya terkandung kekhasan masing-masing individu,
perilaku pegawai dalam organisasi secara keseluruhan dan proses tercapainya
tujuan tertentu.
Kinerja instansi pemerintah adalah, gambaran tingkat pencapaian
sasaran atau instansi pemerintah sebagai gambaran dari visi, misi dan
strategi instansi pemerintah yang mengidentifikasikan tingkat keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan
kebijakan yang ditetapkan.[177] Kinerja dalam manajemen pemerintah,
merupakan tanggung jawab utama seorang pimpinan, di mana pimpinan
membantu karyawannya agar berprestasi lebih baik. Penilaian kinerja
dilakukan dengan memberi tahu karyawan apa yang diharapkan untuk
membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian harus
mengenali prestasi, serta membuat rencana untuk meningkatkan kinerja
karyawan.
Dengan demikian, sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara
kinerja perorangan dengan kinerja institusi. Dengan kata lain, jika kinerja
karyawan baik, kemungkinan besar kinerja institusi juga akan baik. Kinerja
seseorang akan lebih baik jika dia mempunyai keahlian yang tinggi, dan diberi
gaji atau upah sesuai dengan peraturan atau perjanjian, serta mempunyai
harapan masa depan yang lebih baik.
Gaji dan harapan, merupakan aspek penting yang memotivasi
karyawan sehingga bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang
lebih baik. Jika sekelompok karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang
baik, maka akan berdampak pada kinerja pegawai yang baik pula. James B.
Whittaker dalam bukunya “The Government Performance Results Act of
1993” menyebutkan, pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran
kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Pakar
lain, Robert Simons menyebutkan, performance measurement system for
Implementing Strategy”, membantu manajer dalam memonitor implementasi
strategi bisnis dengan cara membandingkan hasil aktual dengan target dan
tujuan strategis. Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri dari metoda
sistematis dalam penetapan sasaran, tujuan dan pelaporan periodik yang
mengindikasikan realisasi atas pencapaian target dan tujuan.
Sedangkan Wittaker dan Robert Simons tampaknya tidak jauh berbeda
dengan difinisi yang tertuang dalam “Reference Guide”, Province of Alberta
Canada. Reference Guide menyebutkan, pengukuran kinerja merupakan
metoda untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan
tujuan atau target yang telah ditetapkan.[178] Pengukuran kinerja tidak
[177]
Guidelines and Performance Accountability Modules Government Agencies, State
Administration Institutions & Development Finance Audit Board, p.2. [178]
“Reference Guide”. Province of Alberta Canada.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
162
dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme pemberian penghargaan atau
hukuman, tetapi lebih berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen
untuk memperbaiki kinerja organisasi. Menurut penulis, pengukuran kinerja
merupakan alat untuk memonitor kemajuan kegiatan yang telah dicapai,
dibandingkan dengan sasaran atau target yang ditetapkan. Monitoring ini
dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Pengukuran kinerja dalam manajemen pemerintahan, bukanlah suatu
aktivitas baru. Setiap departemen, satuan kerja dan Unit Pelaksana Tugas
(UPT), telah diprogram untuk mengumpulkan informasi berupa laporan
berkala, seperti laporan triwulan, semester dan tahunan atas pelaksanaan tugas
dan fungsi. Sayang, pelaporan ini lebih fokus pada masukan, seperti
pembangunan jalan tol, lokasi bajir, transmigrasi, dan lain-lain.
Informasi atas input dan output dari pelaporan tersebut, bukannya tidak
penting, tetapi melalui pengukuran kinerja maka fokus dari pelaporan akan
bergeser dari besarnya jumlah sumber daya yang dialokasikan ke hasil yang
dicapai dari penggunaan sumber daya tersebut.
Dalam rangka membangun kualitas kinerja manajemen pemerintahan
yang efektif dan efisien, diperlukan waktu untuk memikirkan bagaimana
mencapai kesatuan kerjasama sehingga mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan otonomi serta kebebasan dalam mengambil
keputusan mengalokasikan sumber daya, membuat pedoman pelayanan,
anggaran, tujuan, serta target kinerja yang jelas dan terukur. Dalam konteks
ini, Rogers mengungkapkan beberapa isu yang perlu dicermati yaitu: (1)
Tingkat harapan yang terentang dari tujuan strategis sampai target. (2)
Kejelasan ruang lingkup akuntabilitas dan tanggungjawab. (3) Adanya
kebutuhan untuk menilai dan memonitor kinerja. (4) Tuntutan terhadap adanya
sistem informasi manajemen yang handal.[179] Isu ini dapat menggali gambaran
kinerja manajemen pemerintahan dengan baik.
Terminologi Kinerja Ada beberapa terminologi kinerja manajemen pemerintahan yang pada
umumnya belum dipahami oleh masyarakat. Namun, ada beberapa
terminologi kinerja manajemen pemerintahan yang merupakan evolusi dan
melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti sosial, politik, ekonomi, akutansi dan
teori manajemen pemerintahan yang tidak selamanya memiliki makna serupa.
Dalam konteks evaluasi, makna kinerja manajemen tidaklah mungkin
mempunyai satu makna yang berlaku umum. Berikut dikemukakan beberapa
terminologi yang terkait dengan isu kinerja manajemen pemerintahan,
termasuk kontek penggunanya:
[179]
Steve Rogers, Performance Management in Local Government, Jassica kindsley
Publisher, London 1990:24.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
163
1. Kinerja tekait dengan input, output dan outcome. Input didefinisikan
oleh Parker sebagai “resource that an agency uses to produce service
including human, financial, facility, or material resources (e.g
number of dollar‟s expendedor ton material used)” [180]
2. Output merujuk pada layanan yang diberikan, baik menyangkut mutu
(kualitas) maupun jumlah (kuantitas). Sedangkan outcomes secara
umum merujuk pada kinerja pelayanan yang diangkat oleh pengguna
pelayanan.
3. Kinerja juga dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: Ekonomi
(economy), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness).
Ekonomi merujuk pada biaya minimal yang digunakan untuk alokasi
sumber daya dan cara minimalisasi total biaya yang digunakan dalam
pelayanan dan konteks pemerintah. Efisensi terkait dengan hubungan
masukan dan keluaran. Efektifitas mengacu pada hubungan keluaran
dengan dampak.
Kinerja, values, aims, objectives and targets. Terminologi ini
digunakan secara bergantian, sebagai definisi umum yang mengarah pada
tujuan atau harapan.
Pada umumnya, kinerja kerap diartikan secara sempit, yaitu sebagai
prestasi kerja. Banyak istilah yang maknanya diidentikkan dengan kinerja,
seperti produktifitas dan efektifitas kerja. Dalam konteks ini, kinerja
merupakan tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi pemerintahan. Meski
tidak ada satu batasan universal yang diterima semua pihak, makna kinerja
organisasi dalam buku ini didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan
organisasi pemerintahan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Tingkat pencapaian kinerja yang digunakan selama ini, diukur dari
perspektif internal organisasi, sehingga ada kemungkinan mengandung unsur
subyektif. Amstrong & Baron mengungkapkan cara-cara untuk mengeliminasi
subyektivitas dengan mempertimbangkan output dalam kualitas pelayanan
pada pelanggan internal dan eksternal, yaitu volume penjualan produk atau
jasa dan kualitas produk atau jasa.[181] Dengan demikian, ada perspektif
penerima pelayanan atau pengguna produk dan jasa. Penerima atau pengguna
jasa pelayanan dalam hal ini, adalah masyarakat yang bersangkutan. Jadi,
masyarakatlah yang lebih tepat memberikan penilaian terhadap kinerja
manajemen pemerintah.
Dalam konsep New Public Management, penilaian hasil suatu
kegiatan yang dilakukan oleh institusi pemerintah, lazimnya dinyatakan dalam
terminologi efektif, efisien, ekonomis dan ekuiti. Sebagai suatu konsep
pengukuran kinerja, Skelcher memandang bahwa ukuran-ukuran tersebut
dapat diaplikasikan dalam pelayanan masyarakat yang dilakukan pemerintah,
terkait dengan cakupan organisasi dalam pencapaian tujuannya. Ini
merupakan penilaian hubungan antara tujuan kewenangan dengan akibat, atau
keluaran dari kegiatan tersebut.
[180]
Wayne c. Parker, Governor’s Office of Planning and Budget State of Utah,
Http://www.gvnfo. State.ut.us/planning/PRIMER.HTM. November 1993 :231 [181]
Skelcher, C. Managing for Service Quality London ; Longman, 1992:42
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
164
Ukuran dalam efisiensi pelayanan yang dilakukan pemerintah,
berkaitan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan pelayanan
masyarakat, berupa output yang dapat dinikmati masyarakat.[182] Sumber daya
yang digunakan, termasuk prosedur dalam menghasilkan sebuah pelayanan.
Kegiatan yang dilakukan adalah, penanganan klaim yang cepat dan akurat,
tingkat output yang diberikan dengan input sumber daya yang minimum, dan
perolehan kualitas yang sama.
Ekonomis mengarah pada biaya standar atau biaya tetap yang
diperlukan untuk menghasilkan sebuah pelayanan sesuai dengan input sumber
daya, termasuk karyawan, gedung, peralatan dan persediaan, sesuai dengan
kegiatannya. Ekonomis sebagai ukuran penggunaan sumber daya, dinyatakan
dalam kuantitas dan kualitas yang pantas dengan biaya paling rendah.
Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja manajemen pemerintahan dalam perspektif
rasional, biasanya menggunakan ukuran kepuasan masyarakat. Caranya,
melalui evaluasi program kegiatan yang dilakukan dan anggaran yang
digunakan, termasuk di dalamnya kepuasan pelanggan, dampak lingkungan,
serta outcomes dengan melihat ukuran manfaat yang diperoleh dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Namun, dalam mengukur outcomes, organisasi harus
diberi jangka waktu.[183] Hal ini wajar, sebab pengukuran kinerja merupakan
evaluasi hasil dan proses suatu pekerjaan, terkait dengan kepentingan
masyarakat. Sesuai dengan pernyataan Mill & Dahl bahwa “the key
characteristic of a democracy is the continuing responsiveness of the
government to the preferences of its citizens” [184]
Karekteristik kunci suatu
demokrasi adalah, sikap tanggap pemerintah yang berkesinambungan dalam
merespons permintaan masyarakat.
Pengukuran kinerja manajemen pemerintah yang komprehensif, sangat
diperlukan sesuai dengan banyaknya tugas pemerintah yang harus dilakukan.
Di dalamnya termasuk pengaturan dan pelaksanaan hukum, pengeluaran uang,
pemberian pelayanan, dan pengaturan internal.
Proses pengukuran kinerja tidak hanya sekadar menilai suatu aktivitas,
tetapi berusaha untuk memperbaiki kebijakan sesuai dengan outcomes yang
hendak dicapai dalam suatu proses kegiatan. Perbaikan kinerja merupakan
outcomes dari serangkaian kegiatan kebijakan yang berlaku dalam suatu
organisasi. [185] Penulis menggambarkan tingkatan proses kebijakan yang dapat
digunakan, sebagai penilaian kinerja guna memperbaiki kebijakan pelayanan
masyarakat. Berbagai tingkat kebijakan dalam Gambar 9.9. Tingkat Kebijakan
Manajemen Pemerintah berikut ini.
[182]
Menurut Undang-Undang Nomor Nomor 22 Tahun 1999, asas akuntabilitas adalah asas
yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil aklhir dari kegiatan penyelenggaraan
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaultan tertinggi negara sesuai dewngan ketentuan peraturan –peraturan peundanga-
undangan yang berlaku. [183]
Op.Cit. Hatch. 1997:107. [184]
Mill & Dahl in Putnam, R.D., Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern
Italy, New Jersey, Pricenton University Press. 1993: 63. [185]
Daniel. W. Bromley, Economic interest andinstitutions: The Conceptual Fondations of
Public policy, New York; Buzil Blackwell. 1989:33.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
165
GAMBAR 9.9. TINGKAT KEBIJAKAN MANAJEMEN
PEMERINTAH oleh Budi Supriyatno
Gambar 9.9. digunakan untuk mengarahkan perbaikan kualitas
pelayanan dari tingkat pemerintahan pusat dalam mengatur penyelenggaraan
pelayanan masyarakat yang tergambar pada kebijakan tingkat atas. Presiden
melaksanakan kebijakan atas dasar mandataris rakyat karena rakyat meilih
Prewsiden langsung, dan diawasi oleh DPR. Pertanggungjawaban Presiden
kepada DPR. Pada tingkat pemerintah provinsi, pengaturan dan
penanggungjawab pelayanan yang diselenggarakan, ada di tangan Gubernur.
Pada level kabupaten/kota, kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan
masyarakat, dipertanggungjawabkan oleh bupati/walikota. Pada level desa,
kades/lurah adalah pelaksana kegiatan dengan pendekatan langsung ke
masyarakat.
Hal ini menghasilkan pola-pola interaksi dalam kegiatan pelayanan.
Dengan tidak mengabaikan pentingnya pengukuran kinerja di tingkat mana
pun, pengukuran kinerja di tingkat organisasi pemerintahan mempunyai tiga
tujuan, yaitu membantu pimpinan dalam merumuskan kebijakan,
menghasilkan program dan anggaran, juga melaksanakan program dan
kegiatan.
Dalam pada itu, memberikan pengetahuan bahwa kualitas Kinerja
Manajemen Pemerintahan dapat diperbaiki pada setiap tingkatan, sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga tujuan pengukuran kinerja di
PEMERINTAH DESA/
KELURAHAN
PRESIDEN
GUBERNUR
BUPATI/
WALIKOTA
DPR
KECAMATAN
DPRD 1
DPRD 2
RAKYAT
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
166
tingkat manajemen pemerintahan di atas, dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Pengukuran kinerja secara internal, sering digunakan untuk:
1. Membuat keseimbangan sumber daya yang digunakan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan operasi, metoda-metoda yang digunakan
dalam suatu kegiatan pelayanan.
2. Melengkapi tanggung jawab manajemen dengan memperhatikan
output dan outcomes.
3. Evaluasi atas pelaksanaan kebijakan manajemen serta alternatif
pemecahan masalah organisasi.
Dalam konteks manajemen pemerintahan, pengkuran kinerja dilakukan
secara internal yang menurut Epstein, merupakan alat untuk mengetahui
tingkat responsibilitas suatu kegiatan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Paul D. Epstein mengatakan: ”Performance measurement, like
internal management evaluation, is an on going, day-to-day responsibility of
the local government manager and department heads. Performance is a
systematic method of determining whether the local government is doing-
with the resources available-what govemement`s needs to do. Dia juga
berkata: “performance measurement is govermmet`s way of determining
whether is providing a qualitiy product at a reasonable cost. [186]
Di samping itu, pengukuran juga bertujuan mengungkap tingkat
keberhasilan institusi yang dijadikan dasar dalam menentukan kualitas
pelayanan oleh sesuatu institusi. Berbeda dengan tujuan pengukuran kinerja
secara eksternal, yaitu digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan atau minimal mengetahui keinginan masyarakat. Dengan kata lain,
pengukuran kinerja pelayanan masyarakat sangat penting untuk
mengikutsertakan dan mengetahui keinginan masyarakat.
Pandangan tersebut menyeimbangkan pertimbangan pengukuran
kinerja organisasi masyarakat secara luas dari sisi internal dan eksternal,
sehingga pengukuran kinerja dapat dilakukan secara komprehensif. Demikan
halnya dengan pemerintah yang multi fungsi, pengukuran kinerja yang
dilakukan, mengacu pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan fungsinya.
Sedangkan fungsi pemerintah dalam pelayanan bidang pemerintahan dan
pembangunan, diukur dari sisi cara memberikan pelayanan yang tidak
langsung, pelayanan langsung secara operasional, dan masyarakat yang
diberikan pelayanan.
Pengukuran kinerja yang komprehensif semakin penting jika dikaitkan
dengan tujuan desentralisasi, yakni tujuan politik dan administrasi.204
Namun,
terdapat kendala, yaitu pengukuran kinerja manajemen pemerintahan sering
tidak dapat dilakukan secara maksimal. Ada keterbatasan-keterbatasan yang
dialami. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain:
Tidak semua outcome setiap kegiatan yang dilakukan manajemen
pemerintah dapat diukur secara kuantitatif. Pengukuran kinerja hanyalah
sebuah perangkat, bukan outcome tersendiri. Manajemen Pemerintah
seyogyanya tidak mengutamakan hasil pengukuran, tetapi hasil kegiatan.
[186]
Paul D. Epstein. Using Performance Measurement in Local Government, New York
National Civic League Press, 1988:125.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
167
1. Pengukuran kinerja yang dilakukan manajemen pemerintahan
memerlukan biaya sangat besar, dibandingkan dengan informasi yang
diperoleh. Data yang ada pada umumnya tidak cukup, bahkan kadang-
kadang belum pernah dikumpulkan sebelumnya oleh instansi/unit
pemerintah yang lain. Disarankan agar menggunakan data kinerja
lintas instansi, sehingga akan lebih efisien dan dapat menghasilkan
layanan yang terkoordinasi.
2. Ukuran kinerja hanya berguna bagi proses manajemen atau
pengambilan keputusan untuk menjawab pertanyaan tepat tepat. Setiap
tingkatan organisasi akan menggunakan ukuran kinerja yang berbeda-
beda untuk berbagai kegiatan. Pada level program, manajer
menggunakan ukuran-ukuran yang sama untuk menentukan efektivitas
dan efisiensi pekerjaan mereka. Hal ini dianggap tidak adil, karena
pekerjaan para manajer dibantu oleh kinerja para pegawainya, sesuai
dengan alokasi sumber daya:
a. Pada level instansi, pimpinan lebih peduli pada outcome daripada
output dan input. Meski demikian, ketiganya tetap merupakan
ukuran yang signifikan dari kinerja instansi.
b. Pada level eksekutif, kebijakan terfokus sepenuhnya pada
outcome. Pertanyaannya, apakah program-program pemerintah
benar-benar mengubah kehidupan masyarakat atau tidak, apakah
sumber daya dialokasikan dengan merata untuk seluruh program,
dan apakah pemerintah merupakan entitas dalam memberikan
pelayanan?
c. Pada level legislatif, fokus ada pada outcome, sehingga ukuran
yang diperoleh akan digunakan untuk membantu data dalam
mengonsentrasikan diri pada isu pemerintah yang lebih besar.
Penekanan pada outcome mengarahkan perhatian pada nilai
progam yang dilakukan pemerintah, daripada besarnya biaya. Hal
ini bermanfaat sebagai pembanding program sektor masyarakat
dan program sektor swasta. Hal ini memberikan pandangan yang
luas tentang implikasi kebijakan legislatif.
Beberapa konsep pengukuran kinerja pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan pemerintah daerah telah banyak diungkapkan oleh para pakar.
Kaplan dan Sloper menggunakan konsep the balanced scorecard sebagai alat
ukur kinerja administrasi yang dikaji dari empat perspektif, yaitu: (1) Belajar
dan tumbuh (learning and growth), (2) Proses bisnis internal (internal
business processes), (3) Pelanggan (customer), dan (4) Keuangan
(financial).[187] Keempat perspektif tersebut saling mempengaruhi satu sama
lain, bersumber pada visi dan strategi organisasi. Learning and growth
merupakan kunci dalam meningkatkan pelayanan. Dalam pada itu, Kaplan
meletakkannya sebagai dasar proses peningkatan kinerja organisasi. Meski
keberadaan konsep ini bermula pada organisasi privat, Olve et.al., telah
mengembangkannya pada organisasi publik.[188]
[187]
Robert S. Kaplan . Conceptual Foundations of the Balanced Scorecard Working Paper 10-
074. [188]
Nils Goran Olve, Jan roy and Magnus Wetter, A Practical Guide to Using The Balanced
Scored: Performance Drivers. New York; John Wiley & Sons. Ltd. 1999:296.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
168
Peranan Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan alat yang signifikan dalam manajemen
pemerintah, karena kinerja yang dapat diukur akan mendorong pencapaian
sasaran yang ditentukan secara lebih efektif dan efisien. Pengukuran Kinerja
yang dilakukan secara berkelanjutan, akan memberikan umpan balik dalam
upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai keberhasilan di masa
mendatang.
Dengan pengukuran kinerja, manajemen pemerintah diharapkan dapat
mengetahui kinerja dalam suatu periode tertentu. Adanya pengukuran kinerja,
menyebabkan kegiatan dan program manajemen pemerintah dapat diukur dan
dievaluasi. Hasil pengukuran kinerja setiap instansi, dapat diperbandingkan
dengan instansi yang sejenis, sehingga penghargaan dan tindakan disiplin
dapat dilakukan secara lebih objektif.
Pengukuran kinerja mempunyai peranan penting sebagai alat
manajemen pemerintah untuk:
1. Memahami indikator yang digunakan dalam mencapai tujuan dan
sasaran.
2. Mengetahui tercapainya rencana kinerja yang telah ditentukan.
3. Memonitor dan mengevaluasi kinerja, serta membandingkannya
dengan rencana kerja, serta melakukan tindakan untuk
memperbaikinya jika terjadi penyimpangan.
4. Memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas prestasi
aparatur, sesuai hasil pengukuran berdasarkan sistem pengukuran
kinerja yang telah disepakati.
5. Menjadi alat komunikasi bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
9. Menunjukkan peningkatan yang harus dicapai.
10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
Kinerja Manajemen Pemerintahan Kinerja manajemen pemerintahan tergantung pada etos kerja aparatur
dalam melakukan kegiatan. Oleh karena itu, keberhasilan manajemen
pemerintahan dengan ragam kinerja, tergantung pada kinerja para aparaturnya.
Unsur manusia sangat berperan dan menentukan keberhasilan pencapaian
tujuan manajemen pemerintahan. Di dalam manajemen pemerintahan di kenal
3 (tiga) jenis kinerja, yakni:
1. Kinerja kebijakan: Kinerja kebijakan suatu pemerintahan dievaluasi
atas ketepatan merumuskan kebijakan dalam melaksanakan tugas
pemerintahan dan tugas pembangunan. Biasanya, kebijakan
pembangunan dipegang oleh pimpinan tertinggi, yaitu presiden atau
menteri di departemen karena menyangkut kebijakan yang sangat
penuh resiko. Dalam menentukan kebijakan pembangunan, pimpinan
institusi tentunya harus mengetahui posisi organisasinya. Termasuk di
dalamnya, posisi keuangan organisasi, misalnya likuiditas institusi. Di
samping itu, kinerja strategik meliputi kemampuan membuat visi ke
depan tentang kondisi makro ekonomi negara yang akan berpengaruh
pada kelangsungan hidup organisasi.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
169
2. Kinerja Administratif: Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja
administrasi organisasi. Termasuk di dalamnya, tentang struktur
administratif yang mengatur hubungan otoritas (wewenang) dan
tanggung jawab orang-orang yang menduduki jabatan atau bekerja
pada unit-unit kerja dalam organisasi tersebut. Di samping itu, kinerja
administratif juga berkaitan dengan kinerja mekanisme aliran
informasi antar unit dalam organisasi, demi terciptanya sinkronisasi
kerja antar unit kerja.
3. Kinerja Operasi (Operation Performance): Kinerja operasional
berkaitan dengan efektivitas setiap sumber daya yang digunakan
organisasi. Kemampuan mencapai efektivitas penggunaan sumber
daya, tergantung kepada sumber daya manusia yang mengerjakannya.
Contohnya, pimpinan dengan seluruh pegawainya harus mempunyai
kemampuan optimal dalam mensinergikan perencanaan pembangunan
jalan tol dengan tarif murah agar tidak membebankan rakyat, namun
tetap menghasilkan apa yang telah direncanakan, baik dalam hal
kuantitas mau pun kualitas.
Di Indonesia, struktur organisasi pemerintah diwarnai tingkatan
organisasi. Pada tingkat Departemen, Menteri/Ketua Lembaga Pemerintah
Non Departemen pada level pimpinan puncak, diangkat oleh Presiden
Republik Indonesia. Di bawah menteri, terdapat Pejabat Eselon I. Selanjutnya
urutan-urutan tingkat pimpinan instansi pemerintah adalah, Pejabat Eselon II,
Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, dan para pelaksana.
Pengukuran kinerja tentunya tidak lepas dari pengaruh tingkatan dalam
struktur organisasi. Para pengguna informasi yang dihasilkan dari pengukuran
kinerja, akan berbeda-beda kebutuhan informasinya. Kebutuhan informasi
para pimpinan instansi pemerintah tingkat atas tentu berbeda dengan
kebutuhan informasi para pimpinan di level menengah dan bawah.
Pimpinan tingkat atas dari suatu struktur organisasi memerlukan
kualitas informasi kinerja dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Informasi
kinerja yang sifatnya lebih umum untuk pengambilan keputusan; (2) Data dan
informasi kinerja tidak hanya bersifat kuantitatif seperti input dan output,
tetapi juga bersifat kualitatif seperti informasi mengenai outcome dan impact
dari program instansi; (3) Informasi kinerja yang bersifat real time.
Sedangkan para pimpinan di tingkat bawah memerlukan informasi
dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Kebutuhan informasi kinerja teknis
untuk pelaksanan; (2) Informasi bersifat lebih kuantitatif, (3) Informasi kinerja
dengan frekuensi lebih kerap, misalnya mingguan, harian, bahkan menit. Oleh
karena itu, desain suatu sistem pengukuran kinerja harus memperhatikan
struktur organisasi dan kebutuhan informasi kinerja pimpinan instansi.
Unsur-unsur Keberhasilan Pengukuran Kinerja Dalam manajemen pemerintahan, orang-orang biasanya cenderung
tertarik pada pengukuran kinerja dalam unsur-unsur berikut:
1. Anggaran: Unsur anggaran meliputi anggaran rutin dan anggaran
pembangunan dalam melaksanakan program dan kegiatan
pemerintahan. Karena semua kegiatan membutuhkan anggaran, maka
unsur anggaran merupakan unsur penting yang harus diperhatikan
dalam pengukuran kinerja.
2. Kepuasan pelanggan: Semakin banyak tuntutan masyarakat akan
pelayanan yang berkualitas, maka aparatur pemerintah sebagai
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
170
pelaksana dituntut untuk secara terus menerus memberikan pelayanan
berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu didesain agar
dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.
3. Informasi: Informasi kegiatan internal diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh kegiatan pengelolaan pemerintahan sudah seirama
dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran organisasi sesuai target. Di
samping itu, informasi tingkat pelayanan diperlukan untuk melakukan
perbaikan terus menerus atas efisiensi dan efektivitas kegiatan instansi
pemerintah.
4. Kepuasan Pegawai: Pegawai merupakan aset yang harus dikelola
dengan baik. Karena itu, dalam melakukan inovasi, peran strategis
pegawai sangat diperlukan agar memberikan kepuasan pegawai. Jika
pegawai tidak terkelola dengan baik, kehancuran manajemen
pemerintahan tidak dapat dicegah.
5. Kepuasan Masyarakat: Kegiatan manajemen pemerintahan
berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan
terhadap keberadaannya. Oleh karena itu, informasi pengukuran
kinerja perlu didesain untuk menciptakan kepuasan masyarakat.
6. Waktu: Unsur waktu merupakan hal signifikan dan perlu diperhatikan
dalam mendesain pengukuran kinerja yang baik. Manajemen
pemerintahan kerap membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima, sementara
informasi yang ada sering sudah tidak relevan atau kadaluarsa.
Penetapan pengukuran pada unsur-unsur di atas merupakan bagian
signifikan atas sistem pengukuran kinerja yang berhasil. Di samping kesamaan
informasi yang diharapkan dari kinerja, ada perbedaan penekanan pengukuran
kinerja dalam organisasi sektor swasta dan organisasi publik, yaitu: pada
sektor swasta tolok ukur atas keberhasilan kinerja direpresentasikan dengan
laba (profit), sedangkan pada insitusi pemerintahan kinerja diukur dengan cara
membandingkan misi dan tujuan yang berhasil dicapai.
Keberhasilan manajemen pemerintahan sering diukur menurut
perspektif masing-masing stakeholders. Contohnya, lembaga legislatif,
instansi pemerintah, pelanggan, pemasok dan masyarakat umum. Idealnya,
pengukuran kinerja yang dipakai oleh instansi pemerintah disusun setelah
memperoleh masukan dari berbagai konstituen, sehingga diperoleh suatu
konsesus atas apa yang diharapkan oleh stakeholder atas organisasi tersebut.
Oleh karena itu, perlu disepakati metoda yang akan dipakai dalam sistem
pengukuran kinerja.
Keberhasilan Pengukuran Kinerja Dalam rangka mendapatkan pengukuran kinerja yang terlaksana
dengan baik, setiap institusi pemerintah harus melakukan langkah-langkah
berikut:
1. Membuat komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya segera:
Manajemen pemerintah segera memulai upaya pengukuran kinerja, dan
tidak perlu mengharapkan pengukuran kinerja akan langsung
sempurna. Secara bertahap akan dilakukan perbaikan atas pengukuran
kinerja yang telah disusun.
2. Perlakukan pengukuran kinerja sebagai suatu proses berkelanjutan:
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat berulang-
ulang. Proses ini merupakan suatu cerminan dari upaya manajemen
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
171
pemerintah untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja yang bersifat
berulang-ulang.
3. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi: Organisasi
harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya
organisasi, kultur, visi, tujuan, sasaran dan struktur organisasi.
Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung,
diukur dan digunakan sebagai dasar penilaian tingkat kinerja, baik dalam
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai,
sampai dengan berfungsinya kegiatan tersebut. Selain itu, indikator kinerja
digunakan untuk memastikan bahwa kinerja hari demi hari unit kerja yang
bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja akan
sulit menilai apakah kegitan tersebut berhasil atau tidak pada akhir kinerja
instansi pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.
Secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi, sebagai
berikut:
1. Memperjelas tentang apa yang dilakukan, dalam arti program dan
kegiatan yang dilakukan, berapa anggaran yang digunakan, berapa
lama waktu yang dibutuhkan dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan.
2. Menciptakan kesepakatan yang dibangun oleh berbagai pihak terkait
untuk menghindari kesalahan interpretasi dalam menilai kinerja selama
kegiatan dilaksanakan.
3. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja
organisasi.
Persyaratan yang diperlukan Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, terlebih dahulu
perlu diketahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja.
Persyaratan yang berlaku untuk manajemen pemerintah dalam kelompok
kinerja tersebut adalah sebagai berikut:
1. Rinci dan jelas, artinya dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan
terjadinya kesalahan interpretasi atau penafsiran.
2. Dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja
mempunyai kesimpulan sama.
3. Relevan; artinya kriteria kinerja harus menangani unsur-unsur objektif
yang relevan.
4. Dapat dicapai, penting dan harus berguna, sehingga dapat
menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak
dan proses.
5. Fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.
6. Efektif; di mana data atau informasi yang berkaitan dengan indikator
kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis
dengan biaya yang tersedia.
Mengingat bidang kehidupan masyarakat sangat beragam, yaitu dapat
bersifat fisik seperti pembangunan prasarana dan sarana bidang Pekerjaan
Umum maupun non fisik seperti penyuluhan pembebasan tanah untuk jalan tol
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
172
kepada masyarakat, maka indikator kinerja dan juga pengukurannya tidak
selalu sama.
3. Langkah-langkah Penyusunan Pengukuran Kinerja Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun dan
menetapkan indikator kinerja berkaitan dengan laporan akuntabilitas kinerja
manajemen pemerintah adalah:
1. Menyusun dan menetapkan rencana program dan kegiatan lebih
dahulu.
2. Mengidentifikasi data atau informasi yang dapat dikembangkan
menjadi indikator kinerja. Dalam hal ini, data atau informasi yang
relevan, lengkap, akurat dan kemampuan/pengetahuan tentang bidang
yang akan dibahas, akan banyak menolong dalam menyusun dan
menetapkan indikator kinerja secara tepat dan relevan.
3. Memilih dan menetapkan indikator kinerja yang paling relevan dan
berpengaruh besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan.
Ada beberapa jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam
pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi, yaitu Indikator masukan, indikator
proses, indikator keluaran, indikator hasil (outcome), indikator manfaat
(benefit), dan indikator dampak (impact):
1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dan menghasilkan keluaran.
Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia (SDM),
informasi dan kebijaksanaan/peraturan perundangan.
2. Indikator proses adalah segala besaran upaya yang telah dilakukan
dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator proses
menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau
dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam
proses mengolah masukan menjadi keluaran.
3. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai
dari suatu kegiatan fisik atau non fisik.
4. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek
langsung).
5. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
pelaksanaan kegiatan.
6. Indikator dampak adalah pengaruh positif maupun negatif yang
ditimbulkan pada setiap tingkatan kriteria berdasarkan asumsi yang
telah ditetapkan.
4. Strategi Pengukuran Kinerja Dalam rangka meningkatkan kinerja, diperlukan suatu strategi kunci
untuk menerapkan sistem kinerja dalam manajemen pemerintahan. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komitmen Pimpinan: Sukses tidaknya suatu manajemen pemerintah
tergantung pada paradigma pimpinan. Sebagian besar organisasi yang
telah menerapkan pengukuran kinerja menunjukkan bahwa inisiatif
pengukuran kinerja pertama kali diperkenalkan, kemudian
dipromosikan oleh pihak pimpinan. Komitmen pimpinan terhadap
pengembangan dan penggunaan pengukuran kinerja, merupakan
elemen terpenting bagi suksesnya sistem pengukuran kinerja.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
173
2. Skenario: Motivasi untuk maju secara lebih agresif ke arah
peningkatan pengukuran kinerja, dan sistem manajemen kinerja secara
umum adalah sebagai akibat dari kejadian tidak menyenangkan secara
berulang-ulang, yaitu suatu kondisi yang mengancam eksistensi suatu
organisasi. Salah satu skenario mengenai pentingnya sistem
pengukuran kinerja adalah:
a. Perlu komitmen pimpinan tertinggi terhadap pentingnya
pengukuran kinerja;
b. Keinginan organisasi untuk tetap berkinerja tinggi dalam rangka
menghadapi persaingan;
c. Keinginan mengaitkan strategi organisasi dengan tujuan dan
tindakan organisasi;
d. Program peningkatan kualitas organisasi.
3. Visi dan misi Organisasi: Metoda pengukuran kinerja akan sukses jika
antara strategi manajemen dan pengukuran kinerja selaras dengan
tujuan organisasi secara keseluruhan. Pimpinan tertinggi organisasi
menyampaikan visi, misi dan arah strategi organisasinya kepada
seluruh karyawan dan para pelanggan eksternalnya secara pasti dan
berulang-ulang. Kemudian, tujuan-tujuan organisasi dikomunikasikan
kepada para karyawan dalam beberapa format yang berbeda, baik
secara visual maupun verbal. Ancaman yang umum terjadi di dalam
benchmarking suatu organisasi adalah, ketidakselarasan antara strategi
organisasi dengan sistem pengukuran kinerja yang digunakannya.
4. Manajemen: Sistem pengukuran kinerja suatu organisasi sebaiknya
menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses manajemen dan
secara langsung dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi yang
mendasar. Pada kenyataannya, pada beberapa kasus, sistem
pengukuran kinerja adalah juga merupakan bagian dari proses
manajemen.
5. Komunikasi: Komunikasi merupakan hal penting dalam penciptaan
dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja. Komunikasi sebaiknya
dari berbagai arah, yaitu top-down, bottom-up, juga secara horizontal
yang berada di dalam dan lintas organisasi.
6. Peran serta Staf: Dalam suatu kegiatan, peran serta staf merupakan
satu cara terbaik untuk menciptakan budaya positif yang menghasilkan
pengukuran kinerja. Jika para pegawai memiliki masukan untuk
kepentingan menghasilkan sistem pengukuran kinerja, maka organisasi
dapat memanfaatkannya tanpa perlu meminta bantuan tenaga dari luar
organisasi. Tingkatan dan ketepatan peran serta pegawai secara
individual harus disesuaikan dengan mitra kerjanya, tergantung kepada
ukuran dan strukturnya.
7. Sistem Indikator: Setiap Instansi Pemerintah mempunyai tugas dan
fungsi serta target-target kinerja yang perlu dibuat secara keseluruhan
dalam organisasi. Para pimpinan dapat bekerja dalam tim yang multi
disiplin, grup-grup fokus dan para stakeholders untuk mencapai tujuan
dan cita-cita organisasi. Selanjutnya, tim tersebut juga sebaiknya
membangun data yang dapat digunakan sebagai pijakan dasar dalam
membantu memahami perbandingan-perbandingan secara kompetitif,
analisis jurang pemisah dan pengalaman masa lalu untuk membuat
target-target tercapai. Suatu kerangka acuan kerja, dapat membantu
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
174
memutuskan apa yang harus diukur. Sebagai contoh, untuk mengukur
kinerja organisasi, dapat digunakan suatu penyeimbang dalam
pengukuran-pengukuran yang memastikan bahwa pimpinan senior
dapat dengan cepat membuat penilaian menyeluruh mengenai
instansinya dalam satu laporan tunggal. Kelompok-kelompok ukuran
dapat digunakan untuk menyelaraskan pengukuran secara lintas bagian
dalam organisasi. Tanpa memperhatikan kerangka acuan kerja mana
yang akan digunakan untuk mendesain dan menerapkan suatu sistem
pengukur kinerja organisasi, ada beberapa indikator penghasil ukuran-
ukuran yang baik. Di samping hal-hal tersebut di atas, ukuran yang
baik perlu dipacu dengan ketepatan tindakan. Ada beberapa
karakteristik yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sistem
pengukuran kinerja yang baik, yaitu:
a. Terdiri dari indikator penyeimbang yang terbatas dan vital.
b. Tepat waktu dan merupakan laporan bermanfaat dengan tingkat
biaya yang masuk akal.
c. Berfungsi sebagai informasi yang siap setiap saat, dapat
dibagikan di antara sesama karyawan instansi, dipahami dan
digunakan oleh instansi.unit kerja.
d. Dapat mendukung nilai-nilai yang dimiliki organisasi dan
mempererat hubungan instansi/unit kerja dengan masyarakat,
pemasok dan stakeholders.
8. Tanggungjawab Kinerja: Dalam melaksanakan manajemen
pemerintahan, setiap instansi perlu menentukan siapa yang
bertanggung jawab terhadap pengukuran kinerja. Seseorang harus
bertanggung jawab dalam mendapatkan informasi yang diperlukan dan
melaporkannya secara tepat waktu. Sementara karyawan lain
bertanggung jawab dalam memperoleh hasil dari pengukuran-
pengukuran tersebut. Kedua bentuk tanggung jawab tersebut, baik
secara organisatoris maupun individual, adalah merupakan hal yang
perlu diidentifikasikan di dalam pengukuran kinerja. Melalui beragam
teknik, para penanggung jawab akan bertanggung jawab dalam
penentuan target tujuan organisasi. Sebagai contoh, pada satu
organisasi, suatu target belum merupakan target resmi, sampai target
tersebut disetujui melalui proses negosiasi antara pimpinan organisasi
dengan penanggung jawab tujuan. Hal seperti ini dapat memastikan
terciptanya integritas tingkat tinggi dalam proses dan keterlibatan
karyawan.
9. Data dan informasi: Pengukuran kinerja harus tepat waktu, mudah
diimplementasikan dan didefinisikan secara jelas. Unsur kecepatan
merupakan hal penting dalam pengumpulan dan pendistribusian data.
Tugas pengumpulan data dan informasi, merupakan pekerjaan yang
terpisah dari tugas pemeliharaan. Pengukuran kinerja cenderung
merupakan hal sederhana, di mana kejelasan dalam perencanaan
pengumpulan data dan informasi, secara jelas dapat membantu
menjernihkan proses pengumpulan data, yaitu:
a. Mengidentifikasi seberapa banyak data yang perlu dikumpulkan,
dari populasi mana data tersebut berasal dan berapa lama
dibutuhkan untuk mengumpulkan data tersebut.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
175
b. Mengidentifikasi charts dan grafik yang digunakan, yaitu charts
mengenai frekuensi, model-model perbandingan yang perlu
dibuat dan metodologi perhitungannya.
c. Mengidentifikasi karakteristik-karakteristik data yang
dikumpulkan. Data atribut adalah data yang dapat dihitung,
sedangkan data variable adalah data yang dapat diukur.
d. Jika pengukuran kinerja adalah hal baru, usahakan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber data yang sudah ada, atau
menciptakan sumber-sumber data lain. Semua sumber-sumber
data tersebut harus dapat dipercaya dan murah.
10. Metoda Analisis Kinerja: Banyak metoda yang dapat digunakan untuk
menganalisa dan memvalidasi data kinerja, termasuk melalui operation
research, analisis statistik, quality control, proses analisis biaya dan
beberapa teknik lain. Salah satu metode yang sangat bermanfaat dalam
mengukur kinerja adalah, Statistical Process Control (SPC), yaitu
suatu metode ilmiah untuk keperluan analisa data dan menggunakan
analisis tersebut untuk memecahkan berbagai permasalahan praktis.
11. Evaluasi Pengukuran Kinerja: Evaluasi mengenai informasi kinerja
harus dilakukan secara formal. Jika kinerja yang akan digunakan sulit
diukur, perlu dilakukan penyederhanaan. Dalam konteks ini,
kebanyakan organisasi melakukan peninjauan ulang (review) terhadap
pengukuran kinerja melalui proses perencanaan yang matang untuk
memperoleh umpan balik, sehingga dapat disesuaikan dengan
perencanaan kinerja di masa depan, sumberdaya-sumberdaya yang
digunakan dan untuk memodifikasi perencanaan kinerja. Mereka
menggunakan informasi kinerja untuk melakukan ”benchmarking”
dan analisis komparatif terhadap organisasi yang mengidentifikasi
peluang-peluang dalam menata ulang dan alokasi sumber daya. Para
penanggungjawab menggunakan informasi kinerja untuk kepentingan
peningkatan berkelanjutan.
12. Pelaporan Kinerja: Kinerja sebaiknya dilaporkan secara berkala dan
dijelaskan secara internal. Selain itu, informasi kinerja juga sebaiknya
dikonsolidasikan secara lintas organisasi. Pelaporan sebaiknya jangan
hanya diberikan di dalam (internal), tetapi harus dikomunikasikan
secara eksternal dengan para pelanggan dan stakeholders melalui
pertemuan rapat tahunan. Tujuannya adalah, menyebarkan prinsip-
prinsip manajemen kualitas dalam usaha bersama untuk meningkatkan
kegiatan-kegiatan organisasi dan menawarkan segala bentuk inovasi,
yaitu pendekatan tidak resmi dalam memecahkan suatu permasalahan.
13. Mengulangi Siklus: Dengan pelaporan kinerja, masyarakat dan
stakeholders akan memperoleh masukan demi kepentingan proses
perencanaan. Pihak-pihak yang berkepentingan akan menggunakan
informasi ini untuk menentukan prioritas-prioritas dan dalam
pengambilan keputusan. Lebih jauh, masukan ini mempengaruhi
proses perencanaan yang matang, berorientasi pada masyarakat, proses
penentuan tujuan tahunan, proses penentuan sumber daya dalam
perencanaan, proses perencanaan kinerja tahunan, dan terutama dalam
pengalokasian sumber daya. Umpan balik dari masyarakat juga akan
mempengaruhi proses pembaharuan ukuran-ukuran kinerja dan tujuan-
tujuan yang baru. Lihat Gambar 9.10. Strategi Pengukuran Kinerja.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
176
GAMBAR. 9.10. STRATEGI PENGUKURAN KINERJA
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
oleh Budi Supriyatno
Di samping strategi tersebut di atas, berkembangnya konsep quality
management pada lembaga profit dan non profit, akan berimplikasi terhadap
penilaian kenerja manajemen pemerintahan. Untuk menilai kinerja manajemen
pemerintah, diperlukan indikator, di mana indikator kunci kinerja adalah:
Tersedianya anggaran yang memadai, jumlah prasarana yang dibangun,
kualitas prasarana dan kepuasan masyarakat.
9.8. Meningkatkan Pelayanan Kata pelayanan berasal dari kata ”service”. DeVrye mengatakan, ada
dua pengertian yang terkandung di dalamnya yakni“….the attendance of an
inferior upon a superior” or “ to be useful.”[189] Pengertian pertama
mengandung unsur ikut serta dan pengertian kedua mengandung suatu
kegunaan. Pelayanan yang bisa diterima masyarakat harus mengikitsertakan
masyarakat, termasuk barang dan jasa yang dipergunakan harus dimengerti
oleh masyarakat. Meski demikian, menurut penulis pelayanan mengandung
arti suatu upaya sebaik mungkin untuk memberikan kepuasan kepada semua
pelanggan, baik individu maupun kelompok dalam arti masyarakat atau
publik yang lebih efektif dan efisien.
Sedangkan kata “masyarakat” atau “publik” dalam buku ini memiliki
pengertian yang sama dan akan dipergunakan bergantian. Penulis mengartikan
[189]
DeVrey, Catherine, Good Service is Good Bisness, 7 Simple Strategies for Success,
Competitive Edge Management series, AIM. 1994:8.
11.. KKOOMMIINNTTMMEENN
PPIIMMPPIINNAANN
22..
SSKKEENNAARRIIOO
33.. VVIISSII DDAANN MMIISSII
OORRGGAANNIISSAASSII
PPIIMMPPIINNAANN
44..
MMAANNAAJJEEMMEENN
55..
KKOOMMUUNNIIKKAASSII
66.. PPEERRAANNSSEERRTTAA
SSTTAAFF
77.. SSIISSTTEEMM
IINNDDIIKKAATTOORR 88.. TTAANNGGGGUUNNGG
JJAAWWAABB KKIINNEERRJJAA
1122..
PPEELLAAPPOORRAANN
1111..
EEVVAALLUUAASSII
1100.. MMEETTOODDAA
AANNAALLIISSIISS
99.. DDAATTAA DDAANN
IINNFFOORRMMAASSII
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
177
sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk kehidupan
berbudaya. Sedangkan Frederickson mengungkapkan pengertian publik
sebagai berikut: ―…the public as a political community the polish-in which
al citizens (that is adult males and nonslaves) participated.”[190] Artinya,
publik merupakan suatu masyarakat-polis dan semua penduduk yang
berpartisipasi di dalamnya. Publik atau masyarakat adalah, semua penduduk
tanpa kecuali dalam suatu komunitas yang ikut berpartisipasi dalam
pemerintahan.
Kata “pelayanan dan masyarakat” di atas, memberikan dasar
pengertian terhadap pelayanan masyarakat. Namun, dalam buku ini yang
dimaksud dengan pelayanan masyarakat adalah yang diberikan ”pemerintah”.
Untuk selanjutnya dalam pembahasan buku ini adalah, pelayanan yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahan. Pelayanan masyarakat yang dimaksud
adalah, segala bentuk kegiatan pelayanan oleh pemerintah dalam bentuk
barang dan/atau jasa kepada masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok organisasi. Dalam pelayanan masyarakat, pada umumnya
pemerintah melakukan pengaturan terhadap barang dan/atau jasa yang
dibutuhkan masyarakat. Pengertian ini memberikan ciri bahwa setiap orang
yang “tidak mampu” menyediakan kebutuhannya sendiri, harus disediakan
oleh pemerintah.
Pelayanan masyarakat dapat dipahami sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, lingkungan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Penyediaan kebutuhan masayarakat dipengaruhi oleh adanya
perbedaan filosofis barang layanan. Barang dan jasa dalam pelayanan
masyarakat oleh Olson dan Lean dikategorikan ke dalam dua kelompok besar,
yaitu barang masyarakat (public goods) dan barang swasta (private goods).[191]
Dalam penetapan sebuah layanan yang berkualitas, terdapat tiga
landasan pemikiran seperti dikatakan Schedler & Felix, yaitu: “Legitimation
may be considered to have three layers: basic legitimation is a product of
social contract and refers to the state analist structures in general terms;
institutional legitimation relates to public management as institution, and to
its aoutward manifestations; and individual legitimation is the product of
specific contact between management and customers.” [192]
Pemikiran di atas menjelaskan adanya perbedaan dalam penetapan
kualitas pelayanan yang dielaborasi dalam tiga sudut pandang. Pertama,
pengaruh kebijakan pemerintah yang melaksanakan mandat masyarakat untuk
melayani. Kedua, kualitas yang ditetapkan dari kacamata pemerintah. Ketiga,
penilaian terhadap birokrasi yang melakukan pelayanan dari kacamata
masyarakat sebagai konsumen.
[190]
DeVrey, Catherine, Good Service is Good Bisness, 7 Simple Strategies for Success,
Competitive Edge Management series, AIM. 1994:8. [191]
Frederickson, H.G., the Spirit of Public Administration. San Franccisco: Jossey-Bass
publishers, 1997:21.. [192]
Olson in Iain McLean, Public Choice an Introduction, New York, 1987..
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
178
Sementara itu Skelcher membagi pelanggan dalam pelayanan
masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pelanggan internal dan eksternal. [193]
Perhatian pelayanan sering terfokus pada pelanggan eksternal, yaitu
masyarakat sebagai stakeholder. Dalam membangun kualitas, sebuah layanan
tidak hanya ditentukan oleh pelanggan eksternal, tetapi juga ikut ditentukan
olah pelanggan internal. Dikatakan oleh Skelcher bahwa, “increasingly local
authorities are organized in term of internal client or purchasers and
contactors or providers.[194] Hal ini sejalan dengan pendapat Rosen: pelaku
pelayanan adalah pemerintah daerah, maka pelaku perbaikan pelayanan umum
berasal dari para stakeholder, yakni pihak-pihak yang memiliki kepentingan
dan peran penting.[195]Para pelakunya dapat digolongkan menjadi dua bagian
besar yaitu organisasi eksternal dan organisasi internal pemerintah.
Pelaku pelayanan eksternal pada umunya para pembayar pajak,
pemilih, pejabat Negara, media massa dan federasi tanaga kerja. Sedangkan
pelaku pelayanan internal terdiri atas manajer puncak, manajer madia dan para
pekerja teknis. Kevit memasukkan organisasi profesi di dalamnya, agar
penelitian dapat dilakukan dengan standar-standar pelayanan public.[196]
Terdapat beberapa pandangan tentang masyarakat dalam pelayanan.
Masyarakat dalam pelayanan dibedakan menjadi masyarakat sebagai
“citizen”[197] dan masyarakat sebagai “customers” [198]
Masyarakat sebagai
citizen adalah masyarakat yang dapat berperan aktif dalam pelayanan. Peran
masyarakat di sini adalah sebagai pemilik kedaulatan. Itu sebabnya mereka
dapat memainkan peran:
1. Memenuhi kewajiban sebagai warga Negara seperti membayar pajak.
2. Menikmati pelayanan yang diberikan pemerintah.
3. Berperan aktif melaksanakan kontrol sosial terhadap pemerintah.
Dalam pada itu, masyarakat dapat ikut serta memberikan penilaian
pelayanan yang dilakukan pemerintah. Sementara itu, Skelcher membedakan
masyarakat dengan pelanggan. Masyarakat sebagai publik diidentifikasikan
sebagai kelompok umum yang memiliki keterbatasan kekuasaan, sehingga
asumsi pelayanannya bersifat paternalistik. Sementara masyarakat sebagai
pelanggan diidentifikasikan sebagai individu yang spesifik, mempunyai
kekuasaan yang luas dalam menetapkan kualitas pelayanan, sehingga asumsi
dalam pelayanan berorientasi pada kualitas.[199]
[193]
Kuno Scheledler and Jurg Felix, Quality in Public Management: The Customer
Perspective, Institute for Public Service and turism, University of St. Gallen, Varnbuelstrasse
19, St. Gallen International Public Management Journal 3. 2000:125. Kuno Scheledler and
Jurg Felix, Quality in Public Management: The Customer Perspective, Institute for Public
Service and turism, University of St. Gallen, Varnbuelstrasse 19, St. Gallen International
Public Management Journal 3. 2000:125... [194]
Ibid. Chris Skelcher, 1992 [195]
Rosen, et al. Improving Public Sector Productivity, Concept and Practice. Londong:Sage
Publication. 1993:43. [196]
Davit Mc Kevitt., Managing Core public Service, Blckwell Publishers, 1988:9. [197]
John Stewart, Managing local Government, Understanding The Management of Local
Government, Longman, 1988:59. [198]
Op.Cit. Skelcher, Managing for Service Quality. London; Longman. 1992:11. [199]
Ibid. Chris Skelcher., , 2:1
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
179
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah, memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, organisasi pemerintah sering
disebut sebagai Public Servant atau “Pelayan Masyarakat”. Dalam
kenyataannya, belum semua aparat pemerintah menyadari arti pentingnya
pelayanan. Aparatur pemerintah menunjukkan sikap bahwa mereka umumnya
belum sadar mengenai posisinya sebagai pelayan masyarakat dan juga filosofi
pelayanan itu sendiri.
1. Penyelenggara Pelayanan Dalam manajemen pemerintahan, penyelenggara pelayanan
masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Pelayanan publik atau
pelayanan umum yang diselenggarakan organisasi swasta, yaitu semua
penyediaan barang atau jasa publik, seperti rumah sakit swasta, sekolah-
sekolah swasta, perusahaan pengangkutan milik swasta, perusahaan air minum
swasta, dan masih banyak lagi. (2) Pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan pemerintah. Dapat dibedakan lagi menjadi dua yakni:
Pertama, bersifat primer, yaitu semua penyediaan barang atau jasa publik
yang diselenggarakan pemerintah, di mana pemerintah merupakan satu-
satunya penyelenggara dan pengguna, sehingga mau tidak mau harus
memanfaatkannya. Contohnya, pelayanan di kantor imigrasi dan pelayanan
perizinan, pelayanan dalam pembuatan jalan negara dan pelayanan pembuatan
SIM (Surat Ijin Mengemudi). Kedua, bersifat sekunder, yaitu segala bentuk
penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan pemerintah, tetapi
pengguna tidak harus mempergunakannya, karena tersedia beberapa
penyelenggara pelayanan.
Namun, dalam praktiknya pemerintah kurang serius melaksanakan
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Ada beberapa alasan kurang
seriusnya perhatian pemerintah terhadap arti pentingnya penyelenggaraan
pelayanan masyarakat, antara lain:
1. Bersifat monopoli sehingga tidak ada kompetisi dan tidak efisien:
Dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan, instansi pemerintah pada
umumnya bersifat monopoli, sehingga tidak tercipta iklim kompetisi di
dalamnya. Padahal, tanpa kompetisi tidak akan tercipta efisiensi dan
peningkatan kualitas.
2. Mengandalkan kewenangan: Dalam menjalankan pelayanan, aparatur
pemerintah lebih mengandalkan kewenangan dari pada kekuatan pasar
atau kebutuhan konsumen.
3. Akuntabilitas belum berjalan: Belum berjalannya akuntabilitas
terhadap pelayanan di instansi pemerintah, baik akuntabilitas vertikal ke
bawah, jorizontal ke samping maupun vertikal ke atas. Hal ini
disebabkan belum adanya tolok ukur kinerja setiap instansi pemerintah
yang dibakukan secara nasional, berdasarkan standar yang dapat
diterima secara umum.
4. Pandangan yang salah: Dalam memberikan pelayanan, aparatur
pemerintah sering terjebak pada pola pikir yang mengutamakan
pandangan dan keinginan mereka sendiri daripada masyarakat penerima
jasa layanan pemerintah. Pandangan seperti ini jelas salah.
5. Kesadaran rendah: Kesadaran anggota masyarakat akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara maupun sebagai konsumen, relatif
masih rendah, sehingga mereka cenderung manerima bagitu saja
layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Terlebih lagi, jika
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
180
tidak demokratis dan cenderung represit seperti yang selama ini
dipraktikkan, yaitu selalu berupaya menekan adanya kontrol social dari
masyarakat.
Seiring perkembangan jaman yang mengarah pada keterbukaan dan
demokratisasi, maka paradigma lama penyelenggaraan pemerintahan yang
lebih mengandalkan kewenangan dengan mengabaikan aspek kualitas dan
kuantitas pelayanan, sudah selayaknya ditinggalkan. Paradigma baru yang
lebih memberi tempat “terhormat” bagi masyarakat sebagai konsumen, sudah
saatnya dikembangkan secara meluas. Paradigma baru ini, secara nyata sesuai
dengan filosofi dasar atau masyarakat demokratis, yakni “Kedaulatan berada
di tangan rakyat,”[200] bukan berada di tangan penguasa.
Tjosvold mengatakan, melayani masyarakat sebagai kewajiban
maupun sebagai kehormatan, merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat
yang manusiawi.[201] Tjosvold selanjutnya menambahkan, bagi organisasi,
melayani konsumen merupakan ―saat yang menentukan‖ (moment of brust),
yaitu peluang bagi organisasi untuk menunjukkan kredibilitas dan
kapablilitasnya.[202]
Memang, dalam praktiknya yang dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak
swasta. Pelayanan umum yang dijalankan instansi pemerintah bermotif sosial
dan politik, dalam arti menjalankan tugas pokok dan mencari dukungan
suara. Sedangkan pelayanan umum oleh pihak swasta bermotif ekonomi,
yakni mencari keuntungan. Lihat Gambar 9.11. Penyelenggaraan Pelayanan
dibawah ini.
GAMBAR. 9.11. PENYELENGGARAAN PELAYANAN
oleh Budi Supriyatno
[200]
Menurut Undang-Undang Nomor Nomor 22 Tahun 1999, asas akuntabilitas adalah asas
yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaultan tertinggi negara sesuai dewngan ketentuan peraturan –peraturan peundanga-
undangan yang berlaku. [201]
Tjosvold, Service Management. Mc. Grw-Hill Book company, 1993. p. 10. [202]
Ibid, Tjosvold. P. 12.
PPEENNYYEELLEENNGGGGAARRAAAANN
PPEELLAAYYAANNAANN
22
SSWWAASSTTAA
MMOOTTIIFF
SSOOSSIIAALL PPOOLLIITTIIKK
11
PPEEMMEERRIINNTTAAHH MMAASSYYAARRAAKKAATT
MMOOTTIIFF
EEKKOONNOOMMII//
KKEEUUNNTTUUNNGGAANN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
181
Pelayanan umum kepada masyakat dapat diberikan secara cuma-cuma
atau disertai dengan pembayaran. Pemberian pelayanan umum yang diberikan
cuma-Cuma, sebenarnya merupakan kompetensi dari pajak yang dibayar oleh
masyarakat itu sendiri. Sedangkan pemberian pelayanan umum yang disertai
dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar
atau didasarkan menurut harga yang paling terjangkau. Meski demikian,
memberikan tarif pelayanan umum yang sama kepada setiap orang sebenarnya
tidak adil, karena selain kemampuan membayar tidak sama, tingkat urgensi
atas jasa tersebut juga berbeda-beda. Dalam rangka pelayanan untuk
memuaskan kepentingan masyarakat, kini diterapkan pola tunggal, baik dalam
jenis pelayanan umum, maupun dalam penentuan tarifnya.
Terkait dengan perbedaan antara barang dan jasa, Savas membedakan
sepuluh macam institusional yang mengatur pemberian jasa, baik yang diatur
oleh pemerintah maupun pihak swasta/perorangan.[203]
Pemberian pelayanan dalam bentuk jasa, secara nyata jelas berbeda
dengan kegiatan menghasilkan barang. Gasperz mengemukakan dua belas
(12) macam ciri atau karakteristik jasa yang membedakannya dari barang.
Rinciannya sebagai berikut:[204]
1. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output).
2. Pelayanan merupakan output variable, tidak standar.
3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat
dikonsumsi dalam produksi.
4. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui
proses pelayanan.
5. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.
6. Ketrampilan personil disediakan atau diberikan secara langsung
kepada pelanggan.
7. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.
8. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang
memberikan pelayanan.
9. Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya.
10. Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan.
11. Pengukuran efektifitas pelayanan bersifat subyektif.
12. Opsi penetapan harga lebih rumit.
Pemberian layanan jasa bersifat sangat pribadi, artinya kualitas dan
kepuasan pelanggan sangat ditentukan oleh kualitas pribadi orang yang
memberikan pelayanan dan orang yang menerima pelayanan. Dengan
perkataan lain, cukup sulit untuk memberikan pelayanan umum yang
memuaskan semua pihak. Tolok ukur yang digunakan bersifat rata-rata.
2. Jenis-Jenis Pelayanan Fungsi pemerintah dalam pelayanan sangat komprehensif. Lech &
Davis memisahkannya dalam tiga fungsi, yaitu: “public protection functions,
[203]
E.S. Savas, Privatizaton The Key to Better Government, Chatham House Publishers, Inc,
New Jersey, 1987.hal. 63 [204]
Op.cit . Gaspersz.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
182
strategic infrastructure functions, personal and local environmental
functions.[205] Setiap fungsi dilakukan dengan tujuannya masing-masing:
1. Public protection functions merupakan pelayanan terkait dengan
kebutuhan dasar manusia untuk merespon suatu kejadian yang sangat
penting. Pelayanan ini dilakukan dengan melindungi masyarakat,
dalam bentuk pertolongan jika terjadi kebakaran, perlindungan oleh
polisi, menjaga kesehatan masyarakat dan membuat standar produksi
sehingga aman bagi masyarakat. Di Indonesia, pelayanan kepolisian
dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah hanya
melakukan pelayanan untuk ketertiban kota yang dilakukan oleh polisi
pamong praja serta pelayanan pemadam kebakaran.
2. Strategis infrastructure functions merupakan pelayanan yang
diberikan pemerintah terkait dengan kebutuhan infrastruktur.
Pelayanan yang diberikan adalah dalam bentuk pelayanan transportasi,
pembuangan sampah, pelayanan air bersih dan pelayanan yang
menyangkut peningkatan ekonomi.
3. Personal and local environmental function adalah pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan individu dalam suatu masyarakat, berupa
pelayanan sosial, lingkungan yang bersifat lokal, pendidikan,
kesehatan, perumahan dan pertamanan.
Dilihat dari dimensi pelayanan, pelayanan dapat dikelompokkan ke
dalam dua jenis pelayanan yakni: pertama, Kevitt mengelompokkan core
public service dalam pemerintahan yang didefiniskan sebagai “those
service, which are important for protection and promotion of citizen well-
being”,[206] termasuk di dalamnya pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan,
kesejahteraan, prasarana jalan, perumahan dan permukiman, serta prasarana
wilayah. Beberapa pelayanan dasar yang diberikan memerlukan kedekatan dan
nilai-nilai masyarakat setempat. Pelayanan yang dilakukan di Italy, misalnya,
antara lain: “At the present the local government in the 435 municipal cities
are responsible for the following service and functions: primary education,
nursery school, service for elderly and disabled person in their own homes,
institutions for elderly disabled persons, economic support for meedy people,
primary health care, libraries, maintenance of local roads and parks, water
supplies, sewerage and removal of garbage, physical planning and building
control, and urban renewal.”[207] Kedua, kelompok pelayanan perkotaan, termasuk environmental
services. Jenis layanan perkotaan tersebut adalah jalan, drainase, kebersihan,
pengumpulan sampah, penerangan, air bersih, sanitasi, pasar, pembuangan
sampah, penerangan jalan, tanah kosong untuk bangunan prasarana
perumahan, perbaikan kampung, pemadam kebakaran, pertamanan dan
rekreasi, pengaturan lalu lintas dan angkutan kota, serta tempat parkir.
[205]
Steve Leach, The Dimensions of Analisys: Governance, Market and Community. In the
Leach. S., et al. (1996) Enabling or Disabling local Government, choice for the Future
Buckingham-Philadelphia: Open University Press, 1996:3. [206]
Davit Mc Kevitt, Managing Core Public Service, Blackwell Publishers, 1981. [207]
Ibid,Davit Mc Kevitt
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
183
3. Kualitas Pelayanan Osborn & Gaebler mengatakan, peran pemerintah mengarah pada
“steering rather than rowing,”[208] di mana masyarakat bisa berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Sesuai dengan tugas pemerintah sebagai
lembaga yang menyediakan pelayanan dan “meningkatkan kemampuan
masyarakat” untuk ikut dalam pengambilan keputusan.
Nilai-nilai yang berlaku ditunjukkan dalam konsensus terhadap
kualitas pelayanan yang diterima publik. Schedler & Felix, mengatakan,
“...three types: basic legitimization, institutional, and individual
legitimization. The three layers of legitimization are then linked.”[209]
Konsensus tersebut dapat dipahami bahwa basic legitimization, berkaitan
dengan kewenangan pelayanan yang dilakukan. Institusional berkaitan
dengan organisasi pelaksanan pelayanan, dan individual legitimization terkait
dengan masyarakat penerima pelayanan. Ketiganya mempunyai orientasi
penilaian yang berbeda. Orientasi peminta pelayanan berbeda dengan orientasi
pelayanan atas dasar motif masing-masing. Nilai-nilai yang digunakan
pelanggan untuk mengukur pelayanan masyarakat menurut Hablutzel and
Schedler & Felix, berasal dari pengalaman yang diperoleh atas dasar fakta dan
dijadikan konsensus dasar individu sebagai dasar pengakuan terhadap
organisasi.[210]
Jika kondisi di atas dikembangkan, maka pandangan ini sejalan dengan
pandangan dalam manajemen pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan
untuk masyarakat. Oleh karena itu, seyogyanya masyarakat dijadikan obyek
dalam pelayanan. Perlunya konsensus dasar, diinginkan oleh Shand &
Arnberg bahwa Negara menggunakan hak-hak demokrasi mereka dalam
menetapkan standar-standar kualitas yang fundamental. Fakta ini dapat
memperkuat legitimasi tindakan administrasi, namun tidak cukup untuk
menunjukkan masyarakat sebagai citizen. [211]
Masyarakat ditempatkan sebagai penentu kualitas pelayanan sesuai
nilai-nilai yang berlaku. Dewasa ini, kualitas merupakan bahasan yang sangat
penting dalam pelayanan masyarakat. Konsep kualitas menjadi ukuran
keberhasilan organisasi. Kualitas tidak hanya untuk lembaga penyelenggara
jasa komersial, tetapi juga telah merembes ke lembaga pemerintahan yang
selama ini resisten terhadap tuntutan akan kualitas pelayanan masyarakat.
Konsep kualitas bersifat relatif. Artinya, penilaian kualitas bergantung
pada perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri pelayanan spesifik.
Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten
antara yang satu dengan yang lain, yaitu persepsi pelanggan, produk dan
proses. Untuk produk jasa pelayanan, ketiga orientasi tersebut dapat
menyumbangkan keberhasilan organisasi, ditinjau dari kepuasan pelanggan.
[208]
David Osborn & Ted Gaebler, Reinventing Government, New York, A Plume Book,
1993:12. [209]
Kuno Scheldler and Jurg Felix, Quality in Public Management: the Customer
Perspective, in Thomson, F (editor), International Public Management Journal. Vol.3/number
I/2000:128 [210]
Loc. Cit. Hablutzel in Schedler & Felix, 2000: 128. [211]
Loc.cit, Shand & Arnberg dalam Schedler, K. & Felix, 137.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
184
Menurut Organisasi Standarisasi Internasional (ISO), kualitas
didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari barang
atau jasa yang terkait dengan kesesuaiannya untuk memenuhi kebutuhan yang
diharapkan. Sementara itu, kebutuhan dan harapan kerap berbeda-beda.
Heineke menyatakan: “Quality does mean something difference to each of
us, and it even can mean something difference to the same person in
difference service environments. Customers of services are not always aware
of the individual dimensions of quality. Rather, they view quality in light of
the experience as a whole.[212]
Pernyataan tersebut memberikan semangat untuk melakukan perbaikan
terhadap kualitas pelayanan. Christopher Lovelock menyatakan, untuk
menghasilkan kualitas pelayanan dapat digambarkan sebagai diagram bunga
yang mempunyai delapan kelopak (the flower of service), dimulai dari
“information, consultation, order taking, hospitality, caretaking, exceptions,
billing and payment.”[213]
Indikator yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan masuk
dalam lima dimensi, yaitu: “tangible, empathy, responsiveness, reliability,
and assurance”,[214] dan sering disingkat dengan TERRA. Pertama, T
(Tangible), yaitu kualitas pelayanan dilihat dari faktor yang kasat mata seperti
prasarana dan sarana atau fasilitas. Kedua, (Empathy), yaitu sifat tegas tetapi
penuh perhatian terhadap pelanggan, atau dapat merasakan seperti yang
dirasakan pelanggan. Ketiga, R (responsiveness), yaitu kesanggupan penyedia
pelayanan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan
tepat, serta tanggap atas keinginan pelanggan. Keempat, R (reliability), yaitu
kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.
Kelima, A (Assurance), yaitu kemampuan dalam memberikan jaminan dan
keramahan, serta sopan santun penyedia pelayanan.
Kesesuaian harapan pelanggan dan kenyataan pelayanan dapat
diketahui dari hasil survey yang dilakukan oleh pemberi pelayanan, atau
organisasi independen. Hasil survey digunakan untuk menilai kaulitas dari
sudut pandang pelanggan. Cara ini disebut penilaian kepuasan pelanggan.
Penilaian dilakukan terhadap front liner sebagai wakil organisasi yang
melakukan kontak langsung dengan pelanggan.
Selain itu, pengukuran kualitas pelayanan lebih ideal jika dilakukan
terhadap dua dimensi yang saling terkait dalam proses pelayanan, yaitu
penilaian kepuasan pada dimensi pelanggan dan penilaian yang dilakukan
pada penyedia pelayanan. Menurut Ziethhaml, at.al, kesenjangan yang terjadi
pada pelayanan adalah: “Customers expectation-management-perceptions
gap; management‟s perceptions-service-quality specifications gap; between
customer‟s expectations and management‟s perception of those expected
service-perceived service gap”.[215]
[212]
Mark M. Davis & Janelle Heineke, Managing Service, Using Technology to Create Value
McGraw-Hill / Irwin, New York. 2003: 295. [213]
Chrsitopher Lovelock (1980) in Fandy Ciptono, Service Excellence in Service
Yogyakarta: PT Andi Offset, 1996: 46. [214]
Op. cit, Zeithaml-A. Parasuraman-Berry, Zeithsml, Valarie A, 26. [215]
Ibid. Zithaml-Parasuraman-Berry, Zeithaml, Valarie A.1990:37-47.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
185
Penjelasan dari kelima kesenjangan di atas adalah: (1) Kesenjangan
antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen. Kesenjangan tersebut
akibat manajemen salah menafsirkan harapan pelanggan. (2) Kesenjangan
antara persepsi manajemen atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas
pelayanan. Kesenjangan ini terjadi akibat kesalahan menerjemahkan persepsi
manajemen yang tepat atas harapan publik ke dalam bentuk tolok ukur
kualitas pelayanan (service quality) dan pemberi pelayanan kepada pelanggan.
(3) Kesenjangan yang lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan sumber daya
manusia untuk memenuhi standar mutu pelayanan yang telah ditetapkan.
Penyebab utamanya adalah, bekerja melebihi kapasitas. (4) Kesenjangan
antara pemberian pelayanan kepada pelanggan dan komunikasi eksternal.
Kesenjangan ini tercipta karena organisasi ternyata tidak mampu memenuhi
janji-janji yang telah dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai
kegiatan. (5) Kesenjangan antara harapan masyarakat dan kenyataan
pelayanan yang diterima. Kesenjangan ini sebagai akibat tidak terpenuhinya
harapan pelanggan.
Faktor terpenting untuk meningkatkan kinerja pelayanan yang
dilakukan pemerintah adalah, dengan mengetahui kesenjangan kelima, yaitu
gambaran kesenjangan secara menyeluruh. Kesenjangan ini dapat digunakan
untuk mengetahui tingkat kepuasan dan harapan-harapan pelanggan. Melalui
kesenjangan pertama, kualitas komunikasi penyedia layanan dapat
ditingkatkan. Melalui kesenjangan kedua, kualitas kepemimpinan dapat
ditingkatkan dan komitmen terhadap mutu pelayanan dapat diperbaiki.
Melalui kesenjangan ketiga, pembagian pekerjaan yang erat dalam
memperlakukan masyarakat sebagai bagian dari organisasi dapat ditingkatkan.
Sedangkan kesenjangan ke empat, dapat memperlancar arus komunikasi antar
unit dengan masyarakat yang akhirnya dapat memberikan pelayanan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa harus melebihi kemampuan
organisasi.
Karekteristik organisasi yang memproduksi pelayanan yang berkualitas
telah banyak diungkapkan dalam teori Total Quality Management (TQM).
Morgan & Murgatroyd menggunakan definisi kualitas yang diungkapkan oleh
European Organization for Quality Control (EOQC) dan The American
Society for Quality Control sebagai “the totality of feature of a product or
service that bearson its ability to satisfy given needs.”[216] Rumusan ini sangat
berorientasi pada organisasi dalam mempersiapkan produknya untuk
memenuhi kebutuhan para pelanggannya. Pemenuhan kebutuhan masyarakat
menjadi penting untuk dilakukan oleh setiap lembaga pemerintahan yang
menjalankan pelayanan. Hal ini diungkapkan Clinton dalam menetapkan
standar pelayanan bagi orang Amerika, yaitu: “Government must do the small
things better as will, in way increase the confidence of the American people.
It must earn that confidence in many ways, one customer at a time.”[217]
[216]
Morgan, C & Murgatroyd, S., Total Quality Management in the Public Sector: An
International Perspective. Buckingham: Open University Press., 1995:8. [217]
Bill Clinton, Putting Costomers First 1995: Standards for serving the American People
Washington: US Governemtn Printing Office, 1995:21.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
186
4. Faktor Penilaian
Terdapat tujuh faktor yang sering dilibatkan dalam penilaian bidang,
yakni dampak terhadap masyarakat, kepemimpinan, persepsi pelanggan,
dampak institusi terhadap masyarakat, indikator keuangan, keterlibatan
pemerintah, badan-badan khusus. Namun, ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam pelayanan masyarakat dalam manajemen
pemerintahan sebagai berikut:
1. Dampak terhadap masyarakat: Maksudnya adalah, adanya nilai
tambah bagi masyarakat yang mendapat pelayanan. Beberapa prinsip
dalam pelayanan bidang Manajemen Pemerintahan adalah, dampaknya
harus terkait dengan pengembangan totalitas dalam masyarakat,
sehingga penilaian dampak harus berdasarkan studi kepada masyarakat
dan harus memperhatikan perubahan dalam masyarakat, di mana
masyarakat bisa berkembang dengan manajemen pemerintahan yang
efektif di wilayahnya.
2. Kemampuan Kepemimpinan: Maksudnya adalah, kemampuan seorang
pemimpin dalam meningkatkan penyelenggaraan pelayanan yang
dilakukan lembaga pemerintah, mulai dari pemerintah pusat sampai
pada kelurahaan/desa dapat dirasakan lebih efektif dan efisien oleh
masyarakat.
3. Persepsi pelanggan: Pelanggan meliputi masyarakat kecil. Untuk
mengetahui persepsi pelanggan, harus dilakukan riset pasar, sehingga
keinginan masyarakat dapat diketahui atau terpenuhi.
4. Dampak terhadap institusi: Dampak institusi terhadap masyarakat
dapat diukur melalui kenyamanan masyarakat dalam menggunakan
prasarana yang telah disediakan. Terkait dengan tiga hal yang perlu
diketahui, yaitu: (1) Program eksternal yang relevan dengan visi, misi
dan tujuan organisasi, (2) Keunggulan organisasi dalam pelayanan. (3)
Keuntungan dan kerugian dari komitmen yang tinggi terhadap
kepuasan masyarakat.
5. Indikator keuangan: Masalah keuangan merupakan dimensi pertama
dalam menilai pelayanan bidang manajemen pemerintahan yang terkait
dengan masalah efisiensi dan akuntabilitaspengelolaan. Oleh karena
itu, kriteria keuangan akan menggambarkan keberhasilan
pembangunan.
6. Keterlibatan masyarakat: Keterlibatan masyarakat dalam konteks
penilaian institusi terkait dengan standar formulasi yang digunakan,
akuntabilitas dan transparansi dana, regulasi, dan prosedur internal
institusi. Hal ini diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan
akuntabilitas dan fleksibilitas penyelenggaraan pelayanan.
7. Badan-badan khusus: Dalam mengevaluasi kinerja pelayanan bidang
manajemen pemerintah, diperlukan badan-badan khusus. Namun,
peran dan ruang lingkup pemerintah dalam mengevaluasi institusi
sering menjadi kontroversi. Pemerintah, dalam hal ini Badan
Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat merasa
memiliki hak untuk melakukan audit secara reguler meski
kenyataannya menunjukkan tidak efisien, mematikan inisiatif internal
institusi, sehingga institusi bersikap defensif. Solusinya adalah,
menyerahkan penilaian kepada badan tersebut, sehingga hasilnya akan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
187
lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Lihat
Tabel 9.4. Tujuh Faktor Penilaian dalam Pelayanan, dibawah ini. TABEL. 9.4. TUJUH FAKTOR PENILAIAN DALAM PELAYANAN
MANAJEMEN PEMERINTAHAN oleh Budi Supriyatno
NO
FAKTOR
STRATEGI
MANFAAT BAGI
MASYARAKAT
1 Dampak Terhadap
Masyarakat
Meningkatkan
pelayanan terkait
pelenggan
pengembangan
totalitas dalam
masyarakat
Nilai tambah bagi
masyarakat
2
Kemampuan
Kepemimpinan
Meningkatkan
kemampuan
pemimpin dalam
penyelenggaraan
palayan
Pelayanan lebih efektif
dan efisien
3 Persepsi Pelenggan Riset kebutuhan pada
masyarakat.
Kebutuhan Masyarakat
terpenui.
4
Dampak Totalitas
Institusi
Meningkatkan
program pelayanan
Kenyamanan masyarakat
dalam pelayanan
5 Indikator Keuangan Meningkatkan
efisiensi dan
akuntabilitas
Pelayanan yang berhasil
dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
6 Keterlibatan
Masyarakat
Standar Formulasi Efektiftias pelayanan
7 Badan-Badan Khusus Penyerahan penilaian
pada badan khusus
tersebut
Hasil lebih baik dan bisa
dipertanggungjawabkan.
Dalam pelayanan masyarakat, sering dilakukan evaluasi terhadap
institusi dengan tujuan membantu institusi terkait menilai efektivitas program
layanannya. Faktor-faktor yang dinilai meliputi kondisi institusi dari
perspektif personil, perkembangan kuantitatif prasarana yang dihasilkan dan
kinerja aparaturnya.
Di samping hal tersebut, ada sepuluh elemen yang membangun
keunggulan suatu institusi yaitu: Kompetensi para pegawai, organisasi
institusi, pelayanan, program, kebijakan, kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan, pelayanan bagi masyarakat umum, aspek administrasi,
manajemen keuangan dan rencana fisik. Pada umumnya elemen-elemen ini
menjadi indikator standar pelayanan bidang manajemem pemerintahan.
Pelayanan bidang manajemen pemerintahan termasuk di dalamnya
adalah, pelaksanaan kegiatan pembangunan, tanggungjawab administrasi,
pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan profesionalisme staf yang
berkelanjutan, formalisasi kebijakan, fasilitas fisik, sumber belajar yang
relevan dan proporsional, serta tersedianya sumber daya yang tetap guna
menjamin peningkatan kualitas SDM. Berbagai hal ini menjadi kriteria
pelayanan manajemen pemerintahan.
5. Meningkatkan Pelayanan Manajemen pemerintahan memiliki peran strategis dalam
pembangunan nasional. Dalam konteks ini, langkah untuk meningkatkan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
188
pelayanan kepada masyarakat harus dijadikan pemacu bagi manajemen
pemerintahan. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Aparatur dalam melaksanakan pekerjaan, harus berorientasi pada mutu
yang tercermin pada keberadaan misi dan tujuan institusi yang jelas;
2. Aparatur harus memiliki kompetensi tinggi dan profesional;
3. Aparatur harus memiliki akuntabilitas tinggi yang ditandai semangat
transparansi dan keselarasan tujuan;
4. Aparatur harus memiliki program yang jelas untuk kepentingan
masyarakat;
5. Aparatur harus memiliki tujuan yang jelas dengan etika dan nilai;
6. Aparatur harus memiliki kinerja yang baik;
7. Semua kebijakan dan kegiatan harus dievaluasi, baik secara internal
maupun eksternal.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi
lebih baik, bidang manajemen pemerintahan daerah diberi otonomi agar lebih
demokratis. Pertimbangannya, agar manajemen pemerintahan daerah dapat
menghasilkan daya guna dan hasil guna pemberian pelayanan kepada
masyarakat dan pembangunan di daerahnya.
9.9. Meningkatkan Budaya Kerja Budaya kerja sesungguhnya sudah berkembang sejak nenek moyang
kita. Namun, di berbagai negara berkembang, khususnya Indonesia, dalam
perkembangan selanjutnya budaya kerja masih menjadi “masalah” yang
sangat mendasar dan merupakan tantangan bagi aparatur negara. Menurut
pengamatan penulis, para pemimpin dan aparatur negara masih sering
mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja dalam menjalankan tugas
pemerintahan dan tugas negara.
Dalam memahami dan mengimplementasikannya, budaya kerja
merupakan tugas berat yang direalisasikan secara utuh dan menyeluruh dalam
waktu panjang, karena menyangkut proses pembangunan yang berkaitan
dengan: ”karakter, sikap dan prilaku serta peradaban bangsa”. Sebagai
“culture”, “budaya kerja aparatur” dapat dikenali wujudnya dalam bentuk
nilai yang terkandung di dalamnya, seperti institusi, sistem kerja, sikap dan
prilaku aparatur yang melaksanakannya.
Budaya kerja berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah”, sebagai
bentuk kata jamak dari kata dasar “bhudi” yang artinya segala sesuatu terkait
dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. “Budaya” berarti
memberdayakan budi, sebagaimana dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
―culture” dan bahasa latin “Colere” yang semula diartikan mengolah atau
mengerjakan sesuatu seperti mengolah tanah pertanian, kemudian berkembang
menjadi cara manusia mengaktualisasikan nilai, karsa dan hasil karyanya.
Pada hakekatnya, budaya kerja dapat diartikan dalam empat pengertian
sebagai berikut:
1. Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya, termasuk segala
instrumen, sistem kerja, teknologi dan bahasa yang digunakan dalam
melaksanakan tugas negara.
2. Persepsi terhadap nilai-nilai lingkungan yang melahirkan makna dan
pandangan hidup, akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam
bekerja.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
189
3. Hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta proses seleksi
norma yang ada dalam cara berinteraksi sosial atau menempatkan diri
di tengah-tengah lingkungan kerja tertentu.
4. Proses budaya yang saling mempengaruhi dan saling tergantung, baik
sosial mapun lingkungan non-sosial.
Seminar KORPRI menyatakan, “Budaya kerja adalah salah satu
komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan
menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan.” [218] 236
Pengertian ini
menekankan bahwa kualitas manusia yang sangat melekat pada identitas
bangsa, akan menjadi kriteria sukses tidaknya pembangunan.
Unsur Budaya Kerja Sesungguhnya bekerja merupakan cara manusia “mengaktualisasi”
dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan
yang dianut dan dapat memotivasi lahirnya karya-karya bermutu dalam
mencapai suatu tujuan.
Dalam Islam dikenal makna bahwa bekerja adalah “ibadah”, bahkan
memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Bekerja merupakan perintah
Tuhan, atau panggilan tugas yang mulia dan menempatkannya sebagai bentuk
ibadah. Dalam kaitan dengan bekerja, dikenal pula kata “ihsan” dan “itqom”,
yaitu bentuk hasil pekerjaan yang optimal dan bukan sekadar asal bekerja atau
“asal jadi” yang tidak bermutu. Dengan demikian, manusia didorong untuk
bekerja secara profesional dengan akhlak mulia sesuai dengan ungkapan yang
intinya “jika suatu pekerjaan dilaksanakan bukan ahlinya atau tidak
profesional, tunggulah kehancuran.”
Rene Descarte berkata, “Cagito ergo sum” yang jika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia artinya kira-kira, “aku ada, karena aku berpikir.”
Kemudian, diteruskan dengan ungkapan “Labora ergo sum” yang artinya
“Aku bekerja, maka aku ada.” Dalam kaitannya dengan ibadah, seseorang
harus memiliki persepsi bahwa untuk meraih cinta Ilahinya, dirinya hanya
mungkin diwujudkan dengan bekerja secara profesional dan berakhlak.
Budaya kerja berarti cara pandang seseorang dalam memberikan
makna terhadap “kerja”. Budaya kerja aparatur negara secara sederhana dapat
diartikan sebagai cara pandang dan suasana hati yang menumbuhkan
keyakinan kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, memiliki semangat
tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.
Hubungan antara nilai yang diyakini dengan kerja sebagai bentuk
aktualisasi dari keyakinan tersebut, menumbuhkan motivasi dan
tanggungjawab terhadap hasil pekerjaannya. Oleh karena itu, seorang aparatur
negara diharapkan merupakan “sosok profresional, berakhlak dan
bertanggungjawab yang merupakan fungsi nilai motivasi dan fungsi kontrol
dirinya sendiri.”
Nilai adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi manajemen
pemerintahan untuk menentukan sikap dan perilaku dalam menghadapi
[218]
Book of Work Culture Result of Seminar The Association of Indonesian Republican
Employees (KORPRI) Special Region of Yogyakarta November 1992.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
190
permasalahan seorang aparatur. Dengan demikian, fungsi nilai adalah suatu
makna yang:
1. Memberikan tujuan, arti, kesenangan dan nilai pada kehidupan untuk
melakukan sesuatu.
2. Mempermudah pembuatan keputusan.
3. Menentukan bagaimana kita melihat dan memahami persoalan.
4. Memberi arti, makna dan signifikasi pada masalah tertentu.
5. Bersifat sesaat dan ada, maupun permanen.
Dalam budaya kerja terdapat pola perilaku terpadu aparatur, nilai-nilai
yang berlaku dalam manajemen pemerintahan (yang sebenarnya berfungsi
mengarahkan dan membimbing aparatur dalam menyelesaikan pekerjaannya),
dan lebih utama lagi menjadi pedoman untuk menjawab bagaimana
manajemen pemerintahan akan sukses dalam menjalankan tugas negara. Hal
penting lain yang terkandung dalam budaya kerja adalah, komunikasi yang
dilakukan secara terbuka, baik dari pihak pemimpin maupun bawahan.
Komunikasi yang dilakukan secara terbuka akan menciptakan kelancaran arus
informasi dalam organisasi pemerintahan.
Perilaku lain yang diharapkan dalam pelaksanaan budaya kerja adalah,
“Mendukung penyempurnaan manajemen”. Penyempurnaan manajemen
sendiri mempunyai arti sebagai penetapan langkah-langkah strategis, berupa
penataan kembali manajemen pemerintahan secara mendasar dan terpadu.
Program penataan manajemen tersebut meliputi bidang organisasi, sumber
daya manusia, budaya kerja baru dan teknologi.
Budaya kerja dalam manajemen pemerintahan muncul karena ada
unsur-unsur yang membentuknya, saling berintegrasi dan sinergi.Unsur-unsur
tersebut antara lain meliputi:
1. Lingkungan Pemerintahan: Lingkungan di mana manajemen
pemerintahan itu berada, menentukan misi dan visi dalam
pemerintahan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2. Nilai-nilai: Nilai-nilai merupakan kosep dasar dan kepercayaan dalam
manajemen pemerintah. Budaya yang kuat dalam manajemen
pemerintah adalah, budaya dengan sistem yang kaya dan kompleks,
serta menyebar pada aparaturnya.
3. Teladan dan menyebar pada aparaturnya: Orang-orang atau
pemimpin ini mempersonifikasikan nilai-nilai budaya kerja dan
menjadi teladan agar para bawahan mengikuti perilaku bekerjanya.
Budaya kerja manajemen pemerintahan yang kuat, didalamnya terdiri
dari orang-orang yang menjadi teladan atau orang yang tingkah
lakunya diteladani.
4. Tata cara dalam manajemen pemerintahan: Tata cara dalam
manajemen pemerintahan adalah suatu sistematika dan program rutin
kehidupan sehari-hari, berupa perilaku yang diharapkan dari pegawai
dan menjadi contoh potensial yang dapat dilihat, dikaitkan dengan apa
yang ingin dicapai organisasi.
5. Jaringan budaya: Jaringan budaya adalah komunikasi informasi
dalam manajemen pemerintahan, yang melibatkan semua orang dalam
hirarki terorganisasi. Jaringan budaya ini membawa nilai-nilai
manajemen pemerintahan dan mitologi keteladanan.
Budaya kerja yang terbentuk dari jalinan interaksi unsur-unsur
tersebut, akhirnya akan merupakan suatu kekuasaan tidak terlihat yang
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
191
mempengaruhi pemikiran, pembicaraan, maupun tindakan manusia yang
bekerja dalam manajemen pemerintahan. Dalam konteks ini, budaya kerja
manajemen pemerintahan merupakan pengarah perilaku aparatur untuk
tercapainya tujuan institusi pemerintahan.
Fungsi Budaya Kerja Dalam manajemen pemerintahan, budaya kerja dapat digunakan
sebagai berikut:
1. Identitas dan Citra Aparatur Pemerintah: Identitas dan citra aparatur
pemerintahan terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi
dan sisi geografis, sistem-sistem sosial, politik, ekonomi dan
perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat. Perbedaan identitas budaya
dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah di berbagai bidang.
2. Kebersamaan: Kebersamaan adalah faktor pengikat yang kuat seluruh
aparatur dalam menjalankan tugas sehingga lebih efektif dan efisien.
3. Sumber Inspirasi: Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan
dan sumber daya yang menguntungkan bagi manajemen pemerintahan.
Budaya dapat menjadi komoditi ekonomi seperti wisata. Bali dengan
budayanya dapat menghasilkan devisa negara.
4. Penggerak: Budaya merupakan penggerak melalui proses belajar-
mengajar yang dinamis.
5. Kekuatan: Budaya memberi kekuatan organisasional dan keunggulan
dalam usaha.
6. Pola perilaku: Budaya berisi norma perilaku dan menggariskan batas-
batas toleransi sosial.
7. Warisan: Budaya merupakan warisan dari satu generasi ke generasi
berikutnya yang disosialisasikan.[219]
8. Substitusi formalisasi: Sebagai substitusi atau pengganti.[220]
9. Mekanisme adaptasi terhadap perubahan: Budaya merupakan
mekanisme adaptasi terhadap perubahan, sehingga pembangunan
seharusnya merupakan proses budaya.
10. Proses nation state: Sebagai proses yang menjadikan bangsa
“kongruen” dengan negara, sehingga terbentuk nation state.
Pelaku dan Pelaksana Budaya
Budaya setiap orang berbeda dengan orang lain. Budaya juga tidak
dapat disebut buruk atau baik. Kesan buruk atau baik hanya timbul tatkala
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain, menggunakan budayanya
sendiri tanpa memperhatikan dan menyesuaikan dirinya dengan budaya orang
lain tersebut. Karena itu, setiap orang akan terlibat di dalam proses perubahan
nilai dan proses perubahan budaya.
Budaya eksis karena ada pelakunya, yang disebut pelaku budaya.
Posisi dan peran manusia di dalam budaya kerja manajemen pemerintahan
adalah sebagai berikut:
1. Pelayan: Di birokrasi pemerintahan sebagai pelayan masyarakat.
[219]
This issue has become the central theme of International Conversion on Tourism and
Heritage Management in Yogyakarta, 28 - 30 October 1996. [220]
Ibid. This issue.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
192
2. Penyusun kegiatan: Sebagai aparatur di pemerintahan, seseorang
harus menyusun kegiatan, baik kegiatan pemerintahan maupun
kegiatan pembangunan.
3. Pelaksana kegiatan: Sebagai aparatur pemerintah, seseorang harus
melaksanakan kegiatan.
4. Pembaharu: Sebagai aparatur, seseorang harus menjadi innovator
dengan menciptakan hal-hal yang bisa dipakai untuk pelaksanaan
pembangunan..
5. Pemikir dan pencipta: Sebagai aparatur pemerintahan, seseorang
dituntut menjadi pemikir/pencipta sesuatu yang belum ada dan menjadi
warisan budaya.
Pelaksana Budaya Kerja Strategi pelaksanaan budaya kerja sebagai proses tatakelola
pemerintahan, selalu berkaitan erat dengan lingkup, jenis dan bobot
permasalahan yang dihadapi aparatur negara dalam melaksanakan tugas di
lingkungan masing-masing. Namun, menurut pengamatan penulis, khususnya
di negara berkembang sampai sekarang masih “belum banyak” instansi
pemerintahan yang mempunyai budaya kerja sangat kuat untuk mempengaruhi
tingkat produktifitas dan kinerja individu aparatur negara.
Manajemen pemerintahan yang sangat mengandalkan birokratis
cenderung mengembangkan keseragaman budaya kerja, di mana nilai-nilai,
kepercayaan dan norma-norma perilaku individu aparatur negara dipolakan
berdasarkan konsep pemikiran tertentu, sehingga kurang memberikan ruang
gerak bagi tumbuhnya kreativitas dan dinamika manajemen pemerintahan
yang sesuai dengan tantangan lingkungan. Padahal, penggunaan sistem dan
metoda kerja yang relevan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menjadi
sangat penting agar nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma yang telah
disepakati akan berpengaruh besar terhadap peningkatkan produktifitas dan
kinerja.
Peningkatan kinerja aparatur negara, baik secara individu atau
organisasi/instansi hanya akan dapat efektif dan efisien jika dilakukan melalui
proses sosialisasi, internalisasi dan institusionalisasi nilai-nilai budaya kerja
sebagai kebudayaan inti. Hal ini akan menjamin tindakan bersama dan di lain
pihak akan membentuk “sub culture” yang kokoh di setiap instansi sehingga
memungkinkan terjadinya keberagaman, pembaharuan dan adaptasi dengan
keadaan-keadaan yang berbeda.
Beberapa hal yang perlu disikapi dalam kerangka pelaksanaan nilai-
nilai budaya kerja antara lain sebagai berikut:
1. Jati diri Aparatur sebagai Pelayan: Perlu diciptakan jati diri aparatur
pemerintahan sebagai pelayan masyarakat yang memiliki ciri-ciri
seperti mampu memancarkan semangat gerak dalam dirinya sehingga
sangat berpengaruh pada pembentukan cipta, rasa, karsa dan karya.
Sikap dan perilaku seperti ini harus ditunjukkan aparatur negara dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Jati diri aparatur sebagai abdi
masyarakat memiliki arti sangat vital dan mendasar yang mewarnai
sikap dan perilaku yang biasa disebut dengan karakter dan akhlak.
Sesuai dengan fitrah dan realitasnya, aparatur negara bersifat
multidimensi dan memiliki berbagai peran, yaitu sebagai pribadi
makhluk sosial ciptaan Tuhan, anggota kelompok kerja, bawahan dan
pelaksana, staf pimpinan, pemimpin unit pada instansi, pejuang,
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
193
pemersatu bangsa, penyelenggara pemerintahan, pelaksana hukum atau
peraturan perundangan, pelayan masyarakat, bapak atau ibu rumah
tangga, anggota masyarakat dan juga warga negara.
2. Konsekuensi dan kewajiban: Setiap kedudukan tersebut mempunyai
konsekuensi hak dan kewajiban serta menuntut aktualisasi peran
dengan melakukan aktivitas sesuai norma-norma dan aturan-aturan
yang berlaku dalam lingkungannya.
3. Memenuhi kebutuhan sesuai hak asasi: Sebagai makhluk Tuhan,
manusia (aparatur negara) terdiri dari jasmani dan rohani yang
memiliki raga, akal, pikiran, perasaan, jiwa dan hati nurani sehingga
mampu mengembangkan “cipta, rasa dan karsanya” sesuai dengan
nilai-nilai manusiawi dalam lingkungan sosialnya. Dalam keadaan apa
pun manusia mempunyai hasrat untuk memenuhi kebutuhan jasmani
maupun rohani sesuai dengan fitrah dan hak-hak asasinya yaitu: “hak
untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan mengembangkan
keturunannya, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan,
hak atas kebebasan pribadi, hak rasa aman lahir dan batin, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan termasuk
perlindungan atas hak wanita dan anak.” [221]
4. Menghormati hak asasi orang lain: Sebagai pribadi, aparatur wajib
menghormati hak asasi orang lain, moral, etika dan tata tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap aparatur
negara wajib patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan,
baik bersifat nasional termasuk hukum adat maupun hukum
internasional mengenai hak asasi manusia serta wajib ikut serta
membela negara.
5. Kesempatan untuk berperan: Dalam lingkungan kerja, setiap aparatur
negara secara naluri cenderung ingin memperoleh kesempatan untuk
berperan, berprestasi, mengaktualisasikan diri, mendapatkan
pengakuan, penghargaan, kebanggaan atas prestasi kerjanya, rasa ikut
memiliki dan bertanggungjawab untuk mengembagkan kepemim-
pinannya, memperluas pengetahuan dan wawasan sehingga dapat
menikmati makna hidup yang bahagia lahir batin sebagai aparatur dan
pelayan masyarakat.
6. Wajib melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan:
Aparatur negara wajib melaksanakan tugas pemerintahan dan tugas
pembangunan yang diamanatkan kepadanya dengan penuh
tanggungjawab. Kewajiban aparatur dalam melaksanakan tugas antara
lain: (a) Setia dan taat pada Idiologi dan Undang-Undang Dasar
Negara. Di Indonesia, idiologi adalah Pancasila dan Undang-ndang
Dasar 1945,[222] Negara[223] dan Pemerintahan. (b) Mengutamakan
[221]
Law Number 39 Year 1999 on Human Rights. [222]
Pancasila as the Idiology of the Indonesian Nation and the 1945 Constitution is the legal
foundation for the Indonesian nation is already the price of death, it will not be replaced again,
although in the course of the 1945 Constitution there is a change or amendment, but the
change will not replace the legal basis for the Indonesian nation , thus the government
apparatus must be obedient and loyal to Pancasila and the 1945 Constitution.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
194
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, serta
menghindarkan segala sesuatu sehingga kepentingan negara terdesak
oleh kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. (c) Menjunjung
tinggi kehormatan dan martabat negara, pemerintah dan aparatur
negara. (d) Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya,
penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab. (e) Bekerja dengan
jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara. (f)
Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut
bidang tugasnya.
Meningkatkan Budaya Kerja
Aparatur negara dalam menjalankan tugas pemerintahan dan tugas
pembangunan harus mampu menciptalan dan meningkatkan budaya kerja yang
efektif dan efisien. Untuk itu, perlu dilakukan pembinaan yang mengarah
pada:
1. Bekerjasama dan saling mendukung: Dalam hubungannya dengan
rekan sekerja, aparatur wajib bekerjasama, saling mendukung, saling
asih, asah dan asuh dalam rangka meningkatkan kinerja dan pelayanan
kepada masyarakaat sesuai dengan visi dan misi instansinya.
2. Taat Hukum dan memberikan sumbangan: Aparatur sebagai
pelaksana tugas pemerintahan dan tugas pembangunan, wajib menaati
hukum, kebijakan pimpinan, prosedur dan tatakerja, perintah serta
petunjuk atasannya, wajib loyal dan bertanggungjwab atas tugas yang
diberikan atau dipercayakan kepadanya. Aparatur juga wajib
memberikan sumbangan tenaga dan pikirannya untuk menunjang
keberhasilan pimpinan dan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas
organisasi.
3. Pemimpin yang mampu membimbing: Sebagai aparatur yang ditugasi
menjadi pemimpin, harus mampu menjadi teladan, mampu
membimbing, mendidik, mengawasi dan mengembangkan kemampuan
bawahannya, mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang lebih baik
untuk masa mendatang, serta bersikap ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, tut wuri handayani, bertindak tegas, adil, arif
dan bijaksana.
4. Berpartisipasi secara aktif: Di lingkungan masyarakat sekitarnya,
aparatur negara harus dapat berperan aktif sebagai warga masyarakat
yang baik dalam membina dan menciptakan kesejahteraan bersama,
ketertiban umum, ketentraman, kerukunan, kepatuhan hukum,
keakraban hubungan kekeluargaan berdasarkan kegotong royongan,
serta saling menghargai dan menghormati sesama warga masyarakat.
5. Bersikap dan bertindak patriot: Sebagai warga negara, aparatur
negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga
negara lainnya. Bahkan, setiap aparatur negara harus bersikap dan
bertindak patriot pejuang bangsa, rela berkorban membela negara dan
kepentingan rakyat banyak, mengutamakan kewajban tugas negara dari
[223]
For the Indonesian nation: The country here means the Unitary State of the Republic of
Indonesia, not a federal state or any other form of state outside the unitary state of the
Republic of Indonesia.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
195
pada kepentingan pribadi atau golongan, menjadi pelayan yang adil
dan transparan, bertanggungjawab. Aparatur negara juga harus berani
menanggung resiko dalam menegakkan hukum dan tugas negara untuk
mewujudkan keadilan, kebenaran, kesejahteraan dan pelayanan kepada
masyarakat, tanpa mempertimbangkan untung-rugi kepentingan
pribadinya. Semua ini dikerjakan semata-mata karena pengabdian, rasa
tanggungjawab moral, profesional dan sosial, serta rasa cinta bangsa
dan negara. Lihat Gambar 9.12. Pembinaan untuk meningkatkan
Budaya Kerja Aparatur.
Dalam upaya pembinaan budaya kerja aparatur negara, sebenarnya
tidak ada peta permasalahan yang nilainya dapat ditarik garis pemisah dengan
jelas seperti membedakan hitam dan putih secara ekstrim, karena selalu ada
bidang berwarna “abu-abu.” Oleh karena itu, aparatur harus selalu pandai
menempatkan diri pada situasi apa pun, sehingga dia dapat bersikap dan
bertindak secara cepat, tepat, benar, profesional, proporsional dan
bertanggungjawab sesuai dengan status, kedudukan, hak dan kewajibannya.
Pada hakekatnya, setiap aparatur negara diharapkan menjadi sosok
pribadi teladan di lingkungannya yang mampu menampilkan jati diri sebagai
aparatur beretika, bermoral, profesional, berdisiplin, kreatif dan
bertanggungjawab, baik secara moral, organisatoris, maupun osial sesuai
dengan norma dan hukum yang berlaku.
Dengan akhlak mulia, memiliki ilmu dan teknologi, aparatur negara
akan lebih mudah melaksanakan tugas sehari-hari. Pelaksanaan tugas hidup
sehari-hari tidak lain adalah bekerja, yakni cara mengaktualisasikan dirinya,
baik dalam hubungan dengan Tuhan, dengan masyarakat maupun dengan
lingkungan sekitarnya. Kerja merupakan ibadah, karena Allah sangat
mencintai orang mukmin yang bekerja. Pepatah Yunani mengatakan: ”Aku
ada karena berpikir dan bekerja”. Seseorang menjadi manusia unggul dan
hamba pilihan, jika dia bekerja dan berprestasi.
Dalam pada itu, pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai atau
makna hidup, nilai agama, pengalaman dan pendidikan, harus diarahkan untuk
GAMBAR. 9.12. PEMBINAAN UNTUK MENINGKATKAN
BUDAYA KERJA
oleh Budi Supriyatno
11
BBEEKKEERRJJAA SSAAMMAA
33
PPEEMMIIMMPPIINN 44
PPAARRTTIISSIIPPAASSII
22
TTAAAATT HHUUKKUUMM
55
BBEERRSSIIKKAAPP
BBEERRTTIINNDDAAKK
BBUUDDAAYYAA KKEERRJJAA
EEFFEEKKTTIIFF &&
EEFFIISSIIEENN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
196
mengembangkan perilaku kerja yang profesional dan bertanggungjawab.
Profesionalisme tanpa akhlak akan membuahkan sosok manusia yang cerdas
secara intelektual tetapi “ngawur” secara moral, sehingga kecerdasannya
hanya akan memperdaya orang lain dan bahkan dipakai untuk mencari celah
serta pembenaran atas penyimpangan perilakunya. Sebaliknya, nilai-nilai
akhlak yang bersih tetapi tanpa profesionalisme, juga tidak akan membuahkan
hasil optimal. Oleh karena itu, dalam pengembangan budaya kerja aparatur
negara, aspek akhlak dan profesionalisme harus menjadi bagian dari arah
pembentukan budaya kerja yang nyata. Manusia tidak cukup hanya kerja
keras, tetapi harus diikuti dengan “kerja cerdas dan kerja tangkas.” Lebih
penting lagi adalah “kerja waras,” sesuai dengan aspek moral dan peraturan.
Kecerdasan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya
sinergi kemampuan yang konstruktif seluruh potensi dalam diri manusia
seperti kekuatan fisik, akal pikiran, jiwa, hati nurani dan etika sosial di
lingkungannya untuk mewujudkan hasil karya terbaik dan bermanfat.
Kinerja bangsa Indonesia dewasa ini ditempatkan pada peringkat
terendah di antara negara-negara Asia, bahkan di Asia Tenggara. Hal tersebut
disebabkan selama ini aparatur negara dianggap sering mengabaikan nilai-nilai
dasar budaya kerja, kurang komitmen, tidak konsisten, tidak disiplin, tidak
jujur, kurang kreatif dan kurang bertanggungjawab dalam melaksanakan
hukum, aturan, kebijakan negara dan prinsip-prinsip manajemen
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan jati diri aparatur negara
diperlukan langkah berikut:
1. Bersyukur kepada Tuhan atas rahmat dan hidayahNya: Karena
aparatur negara adalah manusia yang beruntung mendapat kepercayaan
dan amanah dari Tuhan menjadi pelayan masyarakat, sehingga
memiliki kesempatan yang besar untuk berkarya, berbakti dan beramal
kepada masyarakat, bangsa dan negara.
2. Merenungkan diri: Perlu merenungkan kembali dengan hati tenang
dan pikiran jernih, serta mohon ridho dan bimbingan Tuhan untuk
memahami siapa jati diri kita sebenarnya, apa yang selama ini telah
kita lakukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa,
negara dan agama.
3. Instropeksi diri: Perlu mengintropeksi diri secara jujur dan sungguh-
sungguh, untuk memahami segala kelemahan dan kekurangan kita
selama ini, juga memahami kelebihan potensi dan bakat yang kita
miliki. Kita perlu belajar terus dari kegagalan dan keberhasilan kita
untuk mengatasi kelemahan dan mengembangkan kemampuan atau
potensi kita secara maksimal dan berkelanjut
4. Menentukan dan memperbaiki tujuan hidup: Kita perlu menentukan
dan memperbaiki tujuan hidup untuk mewujudkan kehidupan yang
berbahagia dan penuh makna sebagai makhluk mulia, bagi
kesejahteraan hidup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara,
berdasarkan nilai-nilai luhur yang kita yakini.
5. Memegang teguh komitmen: Perlu memegang teguh komitmen untuk
mewujudkan tujuan dan misi hidup kita dalam melaksanakan setiap
pekerjaan sebagai amanah dan amal soleh secara ikhlas, jujur,
profesional, tekun, sabar dan bertanggungjawab, serta memohon
bimbingan Tuhan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
197
6. Membuat Rencana Kerja yang cermat: Perlu membuat rencana kerja
yang cermat, realistis dan simultan. Meliputi rencana kerja pribadi
sebagai makhluk Tuhan, sebagai aparatur negara, sebagai Bapak dan
atau Ibu dalam rumah tangga, sebagai masyarakat dan warga negara.
7. Melaksanakan rencana kerja secara konsisten: Perlu melaksanakan
rencana kerja secara konsisten dan berkelanjutan dengan niat baik,
ikhlas, jujur, profesional dan bertanggungjawab, sesuai dengan hati
nurani, norma, prinsip, sistem, etika, moral dan hukum yang berlaku di
lingkungan kita.
8. Melakukan evaluasi: Perlu melakukan evaluasi dan koreksi diri setiap
saat dan setiap hari. Tetapkan hati dan tekad, bahwa prestasi hari ini
harus lebih baik dari kemarin, dan prestasi hari esok harus lebih baik
dari hari ini.
9. Bersujud, bersyukur dan berserah diri: Kita perlu bersujud, bersyukur
dan berserah diri kepada Tuhan dengan hati tulus dan ikhlas, karena
hari ini kita telah melaksanakan tugas dan kewajiban dengan sebaik-
baiknya. Insyaallah kita akan merasa hidup bahagia lahir batin, tenang,
tentram, damai dan penuh makna.
5. Pembinaan Budaya Kerja
Pembinaan budaya kerja diarahkan sebagai upaya meningkatkan
produktifitas dan kinerja pemerintah melalui pembinaan aparatur negara yang
etis, bermoral, berdisiplin, profesional, produktif dan bertanggung jawab
dalam kerangka besar mewujudkan manajemen pemerintahan yang baik.
Melalui budaya kerja ini, diharapkan akan terbentuk perilaku aparatur negara
yang kokoh sehingga di satu pihak dapat memberikan pelayanan masyarakat
secara efektif dan efisien, dan di lain pihak dapat melakukan evaluasi secara
reguler tentang:
1. Sejauh mana kebijakan publik dapat efektif memenuhi kebutuhan
masyarakat.
2. Sejauh mana pelaksanaan pelayanan masyarakat telah menyimpang
dari standar-standar pelayanan.
Aparatur negara merupakan sumber daya yang harus dibina dengan
cara-cara yang lebih arif melalui isyarat halus dengan pendekatan nilai-nilai
budaya. Banyak pakar berpendapat, budaya kerja yang kuat merupakan daya
dorong yang kuat pula untuk menuntun perilaku seseorang, setidaknya akan
membantu aparatur negara dalam mengerjakan tugas penyelenggaraan
pemerintahan dan penyelenggaraan pembangunan secara lebih baik dan
terpola, terutama dalam pengertian:
1. Budaya kerja sebagai sistem atau aturan formal yang mengungkapkan
bagaimana aparatur negara berperilaku dalam sebagian besar waktu
mereka.
2. Budaya kerja memungkinkan aparatur negara merasa lebih baik
tentang apa yang mereka kerjakan, sehingga dapat memotivasi
semangat kerja.
3. Budaya kerja dapat membangkitkan kesanggupan aparatur negara
untuk melakukan adaptasi dengan berbagai keadaan yang berbeda.
Dalam pada itu, informasi tentang budaya kerja menjadi bagian sangat
penting dalam membangun budaya inti yang kuat untuk menjamin tindakan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
198
aparatur menjadi lebih baik. Meski konsepsi budaya kerja sudah dirumuskan
dengan baik, jika tidak didukung informasi yang tepat, maka aplikasinya
belum tentu akan mencapai hasil optimal. Banyak cara yang dapat ditempuh
dalam sosialisasi budaya kerja, namun dua hal pokok yang perlu dilakukan
adalah:
1. Menyampaikan informasi yang jelas dan terus menerus tentang budaya
kerja.
2. Menjaring masukan bagi upaya perbaikan selanjutnya.
Penulis sangat berharap jangan sampai budaya kerja ini terhenti hanya
sebatas wacana, melainkan benar-benar bisa terwujud dalam kehidupan nyata
aparatur negara. Karena itu, pendekatan yang dapat ditempuh secara sinergis,
yaitu sosialisasi dari dalam diri aparatur negara sendiri harus dipadukan
dengan sosialisasi kepada masyarakat. Informasi kepada masyarakat, dianggap
sangat strategis karena dapat membentuk opini publik yang diharapkan dapat
berdampak positif terhadap perubahan lingkungan sosial yang mendorong
perubahan sikap dan perilaku setiap aparatur.
9.10. Meningkatkan Peran Masyarakat
1. Makna Peran Masyarakat Salah satu ciri manajemen pemerintahan yang menganut paham
demokrasi adalah, mengikutsertakan seluruh rakyat dalam proses
pembangunan melalui partisipasi, mulai dari perencanaan sampai tahap
evaluasi. Sedangkan demokrasi mengandung kata kunci partisipasi. Istilah
“partipasi” pada prinsipnya mempunyai makna yang sama dengan “peran
serta”, yaitu mengambil peranan di dalamnya. Hanya saja, peran serta
merupakan istilah yang berasal dari bahasa Indonesia, sedangkan partisipasi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata ―participation”. Karena itu, dalam
buku ini ―partisipasi” atau ―peran serta‖ dipandang sama dan dipergunakan
secara bergantian.
Longman Dictionary of Contemporary English menyatakan:
“Participation is the act of taking part in an activity or event.”[224] Pengertian
ini menekankan pengambilan kegiatan pada aktivitas, dalam arti masyarakat
berpartisipasi melakukan aktivitas.
Partisipasi melibatkan lebih banyak mental dan emosi daripada fisik
seseorang, sehingga pribadinya diharapkan lebih banyak terlibat daripada
fisiknya sendiri. Partisipasi yang didorong oleh mental dan emosi yang
demikian itu, disebut sebagai partisipasi “sukarela”. Sedangkan partisipasi
dengan paksaan disebut mobilisasi. Partisipasi mendorong orang untuk
memberikan kontribusi terhadap situasi tertentu, sehingga berbeda dengan
kesukarelaan. Selain itu, partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung
jawab di dalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah atas
dasar kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggung jawab kepada
organisasi.
Perbedaan ini biasanya digunakan dalam politik. Menurut Brynt &
White, pada 1950-an partisipasi digunakan dalam tren politik yang berarti
[224]
Loc.cit. Longman Dictionary P. 1031.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
199
pemungutan suara, keanggotaan partai, kegiatan dalam perhimpunan sukarela,
kegiatan-kegiatan protes, dan sebagainya. Kemudian, pada 1970-an pengertian
partisipasi dikaitkan dengan proses administrasi.[225]
Partisipasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: (1) Partisipasi dalam
kegiatan secara bersama-sama, atau bergotongroyong dalam
pembangunan. (2) Partisipasi yang dilakukan secara sendiri dalam
pembangunan. Partisipasi yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah
partisipasi yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong
oleh prakarsa atau swadaya masyarakat.
Arti dan maksud partisipasi berbeda dengan prakarsa atau swadaya
masyarakat, jika partisipasi berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut
peran serta, sedangkan prakarsa berarti usaha-usaha yang bersifat inisiatif.
Sedangkan swadaya berarti kekuatan sendiri. Dalam konteks ini, cara
berpartisipasi ada empat yakni:
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan: Artinya, keputusan-
keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat pemerintah
seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusan-keputusan
tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Selama ini banyak
keputusan-keputusan yang tidak bermanfaat, karena dibuat secara top
down tanpa melibatkan masyarakat.
2. Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan: Dalam
merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu melibatkan
masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti
perencanaan pembebasan tanah untuk jalan Tol.
3. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan: Masyarakat, misalnya,
dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan bendungan. Departemen
PU dalam membuat Bendungan Jatigede perlu melibatkan masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan sehingga terjadi sinergi antara
pemerintah dan masyarakat.
4. Partisipasi dalam evaluasi: Untuk memastikan bahwa perencanaan
sesuai dengan pelaksanaan, seluruh kegiatan harus dievaluasi. Evaluasi
ini perlu melibatkan partisipasi masyarakat.
Mekanisme partisipasi hendaknya berlangsung secara sistematik dan
dinamik, berlangsung mulai dari partisipasi pengambilan keputusan, kemudian
dilanjutkan dengan partisipasi pelaksanaan pembangunan dan seterusnya
partisipasi pemanfaatan hasil pembangunan yang pada akhirnya partisipasi
dalam penilaian pembangunan dan hasil-hasilnya. Hanya dengan cara seperti
ini partisipasi akan menjadi dinamis dan berkesinambungan.
2. Kriteria Peran Masyarakat Dimensi peran atau partisipasi merupakan fenomena alamiah yang
secara wajar memang harus terjadi jika kondisi lingkungan memberinya
peluang dan fasilitas. Dalam partisipasi ada beberapa kriteria yang terkandung
dalam istilah partisipasi ini sendiri, yaitu:
[225]
Bryant and White, Participation in Administration Process, M Graw-Hill Book
Company, 1982.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
200
1. Partisipasi yang mengarah kepada adanya kegiatan dalam individu,
masyarakat, organisasi, perekonomian dan pemerintah yang masing-
masing mempunyai keleluasan untuk mengambil keputusan sendiri-
sendiri, tetapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu.
2. Adanya kesadaran dalam individu untuk menjalankan peranan yang
diberikan oleh organisasi secara ikhlas.
3. Keterlibatan anggota dalam proses pengelolaan suatu kegiatan tertentu.
4. Adanya kelompok sasaran dari partisipasi.
Partisipasi dikaitkan dengan pembangunan, di mana partisipasi
masyarakat ikut menentukan alokasi sumber-sumber ekonomi yang mengacu
pada motto pembangunan tersembunyi, dari, oleh dan untuk rakyat.
Masalah partisipasi dalam pembangunan dapat ditinjau melalui
berbagai pendekatan lingkup disiplin ilmu. Dari aspek ilmu hukum adalah,
partisipasi yang berkaitan dengan masalah supremasi hukum, penegakan
keadilan dan dukungan kepada kebenaran. Dalam Ilmu manajemen
pemerintahan adalah, partisipasi masyarakat dalam mebuat proses kebijakan
pemerintahan melalui penyusunan kebijakan sampai evaluasi. Dalam ilmu
ekonomi, yaitu partisipasi yang berorientasi untuk memperoleh pendapatan
dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Bryan and White mengemukakan: “Peran serta dalam proses politik
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu peran serta secara horizontal dan peran
serta secara vertikal. Secara horizontal masyarakat dilibatkan secara
kolektif dalam upaya memengaruhi pengambilan keputusan. Sedangkan
peran serta secara vertical diimplementasikan berupa upaya memengaruhi
keputusan. Peran serta secara vertikal akan mencakup segala kesempatan
keterlibatan anggota masyarakat tertentu dengan pejabat, atau kelompok
elit yang menguntungkan kedua belah pihak.”[226]
Dalam pendekatan disiplin sosiologi, partisipasi terutama dilihat dari
sikap dan perilaku yang mendasari tindakan manusia dalam proses
pembangunan interaksi antara sesama manusia itu sendiri. Untuk itu, upaya
yang harus dilakukan adalah, bagaimana mendekati masyarakat terutama yang
berada di pedesaan agar ikut serta atau berpartisipasi dalam pembangunan.
Dalam sudut pandang lingkungan yang kondusif untuk bekerja,
motivasi dasar manusia adalah untuk memperoleh pendapatan bagi
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sementara dari pendekatan administrasi,
khususnya administrasi negara yang berorientasi kepada masalah-masalah
pembangunan adalah, diupayakan agar masyarakat mengambil peranan di
dalamnya secara aktif dalam proses perubahan dan pembanguann yang
terencana.
Bertolak dari berbagai pandangan dan pemikiran tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa partisipasi merupakan faktor yang amat penting dan
merupakan syarat mutlak keberhasilan manajemen pemerintahan. Pasalnya,
manajemen pemerintahan di era modern ini harus melibatkan peran
masyarakat dalam menentukan masa depannya, dan mengandung arti bahwa
masyarakat perlu melibatkan diri dalam proses tersebut karena peran serta
merupakan bagian dari proses pembangunan.
[226]
Op.Cit. Bryant and White. Hal. 270.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
201
Tujuan, Tahap dan Bentuk Peran Masyarakat Pelaksanaan manajemen pemerintah yang dilakukan aparatur
pemerintah bisa berjalan dengan baik, jika ada partisipasi masyarakat. Salah
satu wujud dari partisipasi masyarakat adalah, adanya sikap mendukung dari
anggota masyarakat terhadap penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang
ditunjukkan dengan adanya partisipasi aktif masyarakat.
Untuk dapat ikut berpatisipasi aktif, sudah tentu masyarakat harus
memiliki kemampuan. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya diberdayakan
dan diupayakan agar mampu berbuat sesuatu untuk memberikan partisipasi
kepada pemerintah. Ini pun menjadi bagian tugas pemerintah, yaitu
meningkatkan kemampuan masyarakat dan menciptakan iklim yang
memungkinkan lahirnya partisipasi, sehingga pada gilirannya akan
berpengaruh luas dan menguntungkan bagi penyelenggaraan manajemen
pemerintahan.
Setiap warga negara adalah bagian dari masyarakat. Karena itu,
sebagai pemilik kedaulatan masyarakat mempunyai hak dan kewajiban untuk
mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan, serta
bermasyarakat. Mengambil bagian dalam proses tersebut, disebut sebagai
partisipasi, di mana partisipasi ini dapat dilakukan secara langsung maupun
melalui institusi intermediasi sepertii DPR, LSM dan lain sebagainya.
Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah pikiran, dana, tenaga, maupun
berbagai bentuk lain yang bermanfaat. Jhingan menyatakan, partisipasi
diarahkan pada lima tujuan penting yaitu: [227]
1. Project cost-sharing, yaitu partisipasi memikul sebagian atau seluruh
dana yang dibutuhkan.
2. Incresing project effiency, yaitu partisipasi yang diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dalam pembangunan.
3. Efectiveness, yaitu pelaksanaan proyek atau program pembangunan
yang lebih menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
4. Beneficiary capacity, yaitu kemampuan yang makin meningkat karena
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dalam penerapan.
5. Empowerment, yaitu meningkatkan power secara keseluruhan
(peningkatan kekuasaan), dalam arti kemampuan untuk memengaruhi
arah kebijakan dan keputusan di kemudian hari.
Arah Dalam Meningkatkan Peran Masyarakat Proses manajemen pemerintahan dalam suatu negara akan berkaitan
langsung dengan masyarakat, dan akan memberi rangsangan pada masyarakat
untuk berperan. Dapat kita lihat, setiap penerapan kebijakan manajemen
pemerintahan akan menimbulkan banyak reaksi masyarakat. Contohnya, pada
saat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan, masyarakat berdemontrasi.
Akibat rangsangan tersebut, dapat dianalisis sejauh mana dan sampai tingkat
apa masyarakat berperan dalam kebijakan manajemen pemerintahan.
Memang, sangat sulit menjabarkan bentuk peran masyarakat dalam
kebijakan manajemen pemerintahan. Namun, peran masyarakat sangat penting
[227]
Jhingan, Paticipation, 1998. hal. 55.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
202
dalam menyusun kebijakan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peran
masyarakat dalam manajemen pemerintahan agar bermanfaat bagi aparatur
dapat dilakukan beberapa hal berikut:
1. Memberi masukan kebijakan, khususnya peraturan perundangan yang
terkait hajat hidup orang banyak. Agar kebijakan pemerintahan bisa
diterima masyarakat dan tidak menyimpang jauh, pemerintah harus
mendengar atau menerima usulan/masukan dari masyarakat. Misalnya
dalam hal Kenaikan Tarif Jalan Tol, pemerintah tidak sewenang-
wenang menaikkan tarif tanpa memperhatikan kemampuan
masyarakat. Karena menyangkut kepentingan masyarakat umum, maka
pemerintah harus juga mendengarkan masukan dari masyarkat.
2. Menyampaikan kritik membangun kepada pemerintah tentang
pelayanan masyarakat atau pelayanan umum beserta aspek-aspek
budaya kerja aparatur pemerintah yang menyimpang dari peraturan
peundang-undangan. Contohnya, baru-baru ini Jaksa yang menangani
dana BLBI tertangkap tangan oleh KPK, masyarakat berhak
menyampaikan keinginan kritik yang membangun kepada Kejaksaan
secara proporsial.Mengembangkan partisipasi dan opini publik dalam
upaya menciptakan manajemen pemerintahan yang kondusif untuk
mendukung program manajemen pemerintahan yang baik.
3. Mendukung penegakan hukum dan keadilan secara transparan, tertib
dan proporsional.
4. Mendorong perbaikan pelayanan publik yang dilakukan aparatur dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan warga negara.
5. Ikut mengawasi penggunaan anggaran yang dilakukan aparatur agar
tepat sasaran, sehingga dapat dicegah.
6. Ikut mendorong terjadinya perubahan mental, persepsi, pola pikir
dalam manajemen pelayanan masyarakat dan mendorong aparatur
untuk memahami peraturan, kebijakan nasional, sektoral, serta
kemampuan memanfaatkan perubahan faktor-faktor lingkungan,
internal maupun eksternal.
7. Mendorong terciptanya sistem pengendalian manajemen pemerintahan
yang efektif dan efisien di bidang pembangunan dan pelayanan
masyarakat, termasuk evaluasi pertanggungjawaban kinerja aparatur
kepada masyarakat, sesuai dengan standar dan kinerja pelayanan
masyarakat yang baik.
8. Ikut mengkaji dan memperbaiki kebijakan publik di bidang
pembangunan yang menyangkut kepentingan masyarakat umum.
Untuk lebih jelasnya lihat Tabel. 9.5. Peran Masyarakat dalam
Kebijakan Manajemen Pemerintahan. TABEL 9.5. PERAN MASYARAKAT
DALAM KEBUIJAKAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN
oleh Budi Supriyatno
NO
BENTUK
PERAN SERTA
INDIKATOR
MANFAAT BAGI
PEMERINTAH
1
MEMBERIKAN
MASUKAN
KEBIJAKAN
Mempunyai wawasan
luas
Memiliki kemampuan
Peraturan yang
dibuat akan mudah
diterima
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
203
manajemen
pemerintahan.
masyarakat dan
dapat
diimplementasikan
dengan baik.
2
MENYAMPAIKAN
KEINGINAN DAN
KRITIK
Memiliki kemampuan
dalam menyampaikan
pendapat dan kritik
Akan dapat
meningkatkan
pelyanan yang
lebih baik kepada
masyarakat.
3
MENGEMBANGKAN
PARTISIPASI DAN
OPINI
Memiliki kreatifitas
dan pendapat serta
inovasi tinggi.
Memiliki kualifikansi
di bidangnya.
Program
manajemen
pemerintah akan
dapat dirsakan oleh
masyarakat.
Mengurangi
pemborosan.
4
MENDUKUNG
PENEGAKKAN
HUKUM
o Memiliki kemampun
dibidang hukum
o Memiliki kesadaran
dan kamuan untuk
melakukan
penegakkan hukum.
o Memiliki sifat jujur
dan disiplin dan
konsisten.
Terciptalah
kesadaran hukum.
Masyarakat akan
taat hukum.
Pemerintah akan
mudah dalam
pelaksaan hukum.
5
MENDORONG
PERBAIKAN
PELAYANAN
PUBLIK
o Mempunyai sikap
kritis terhadap
kebijakan
pemerintahan.
Mudah
melaksanakan
kegiatan dan
program.
6
MENGAWAI
PENGGUNAAN
ANGGARAN
o Mempunyai
kemampuan bidang
anggaran.
o Meritis terhadap
anggaran yang
dilaksanakan
pemerintah.
Terhindar dari
KKN.
Penggunaan
anggaran lebih
efisien.
7
MENDORONG
PERUBAHAN
MENTAL
o Mempunyai sikap
tegas terhadap
perubahan kebijakan
pemerintah.
o Mampu memberikan
masukan dengan
jelas.
Peraturan yang
tegas dalam
menciptakan
hukum.
Pedoman
pelaksanaan tugas.
8
MENDORONG
EFEKTIFITAS DAN
EFISIEN
o Mempunyai wawasan
yang luas dalam
manajemen
pemerintahan.
o Kritis terhadap
perubahan kebijakan
pemerintahan.
Meningkatkan
kinerja aparatur.
9
MENGKAJI DAN
MEMPERBAIKI
o Mempunyai wawasan
yang luas terhadap
pembangunan.
Kebijakan yang
dibuat lebih tegas,
dan mudah
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
204
KEBIJAKAN o Mampu memberikan
masukan terhadp
kebijakan.
dilaksanakan.
9.11. Mengefektifkan Anggaran
1. Memahami Makna dan Permasalahan Anggaran Yang dimaksud anggaran di sini adalah anggaran negara atau anggaran
pemerintah, atau sering juga disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Di Indonesia, APBN adalah rancangan anggaran pemerintah
yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 dinyatakan, APBN adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat.[228] Karena
APBN merupakan persetujuan DPR, dalam pengelolaan anggaran yang
dilakukan oleh pemerintah harus sesuai dengan peraturan dan peruntukannya,
serta diawasi DPR. Dengan demikian, tidak boleh ada penyimpangan-
penyimpangan untuk kepentingan individu, kelompok, atau partai politik
tertentu. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan: ―anggaran
pendapatan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan undang-
undang.[229]
Sayang, dalam pelaksanaannya, pengelolaan keuangan negara masih
menggunakan ketentuan perundangan-undangan yang disusun pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan berlaku berdasarkan aturan
Peralihan Undang-Udang Dasar 1945, yaitu Indiche Comptabiliteitswet yang
dikenal dengan nama ICW stbl. 1925 No. 448, selanjutnya diubah dan
diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor, 1955 Nomor 49, dan
terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968. Undang-undang ini pertama
kali ditetapkan pada 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867, Indiche
Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No.419 jo.Stbl.1936 No.445 dan Reglement
voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No.381. Sementara itu,
dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara
digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Alemeene Rekenkamer
(IAR) Stbl. 1933 No. 320.[230] Perundang-undangan tersebut tidak dapat
mengakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem
kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintah. Berbagai
ketentuan tersebut secara formil nasih tetap berlaku, meski secara materiil
sebagian dari ketentuan dalam peraturan peundang-undangan tersebut tidak
dilaksanakan.
Kelemahan perundangan dalam bidang keuangan tersebut menjadi
salah satu penyebab terjadinya “berbagai bentuk penyimpangan dalam
[228]
Law of the Republic of Indonesia Number 17 Year 2003 on State Finance, Chapter I,
General Provisions, Article I. [229]
The Constitution, Op.cit. Chapter VII. [230]
Op.cit.Republic of Indonesia Law Number 17.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
205
pengelolaan keuangan negara”. Oleh karena itu, perlu diupayakan
menghilangkan berbagai penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem
pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable), sesuai dengan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar dan asas-asas
umum yang berlaku secara universal. Dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara.
Masalah pokok yang dihadapi dalam pengelolaan anggaran negara
adalah:
1. Defisit anggaran yang besar dan utang pemerintah, baik utang dalam
maupun luar negeri yang semakin membengkak. Meningkatnya utang
luar negeri utamanya untuk menutup defisit anggaran yang membesar,
dan untuk memperkuat cadangan devisa. Utang domestik berupa
obligasi pemerintah yang digunakan untuk membiayai restrukturisasi
perbankan.
2. Untuk mencapai fiscal sustainability, ditempuh kebijakan
menyehatkan anggaran pendapat dan belanja negara, dengan
meningkatkan efektifitas pengelolaan keuangan negaran guna
meningkatkan penerimaan negara, hemat pengeluaran negara dan
mengurangi ketergantungan dari dana-dana luar negeri.
3. Terjadinya Korupsi yang hampir membudaya di semua sektor
kehidupan masyarakat, yang sudah sangat membahayakan kehidupan
bernegara.
2. Meningkatkan Penerimaan
Pemerintah memang sudah berupaya meningkatkan penerimaan
dengan cara meningkatkan efektifitas perpajakan dan berbagai sumber
penerimaan bukan pajak. Sasaran yang ingin dicapai adalah, meningkatkan
penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak. Dalam konteks ini, berbagai
kegiatan pokok yang dilakukan adalah:
1. Memperluas basis pajak dengan menyederhanakan administrasi pajak,
menghilangkan bebragai pengecualian pajak, dan meningkatkan
penegakkan hukum bagi wajib pajak dan petugas pajak yang
melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Mengoptimalkan kepemilikan pemerintahan dalam Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dengan menekankan kewajiban pemerintah dan
meningkatkan manfaat dari kepemilikan tersebut melalui proses
privatisasi.
3. Menghapuskan secara bertahap pengelolaan dana-dana negara di luar
anggaran negara (off-budge).
4. Meningkatkan penerimnaan bukan pajak seperti royalti. Contohnya,
royalty dari sektor pertambangan. Lihat langkah Menteri Keuangan Sri
Mulyani yang mencekal 14 Direktur perusahaan tambang yang
menunggak royalti hasil tambang senilai Rp 3,36 triliun.[231] Tunggakan
[231]
Kompas Daily Sources On August 6, 2008, the Directors are banned from the Board of
Directors of PT. Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Adaro, PT Berau Coal,
PT Libara Utama Intiwood and PT Citra Dwipa Finance.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
206
rolyati yang merupakan sumber penerimaan negara bukan pajak,
seharusnya lebih digalakan dalam menggali sumber penerimaan
negara.
3. Meningkatan Efektifitas Pengeluaran Negara Dalam rangka mempertajam prioritas pengeluaran negara, pengeluaran
negara harus disesuaikan dengan kemampuan pemerintah dalam menggali
dana, terutama yang berasal dari dalam negeri. Sasarannya adalah,
kemampuan Anggaran Pendapat Belanja Negara yang berkelanjutan (fiscal
sustainability). Kegiatan-kegiatan pokok yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghapus subsidi secara bertahap: Terutama berbagai subsidi yang
disediakan untuk mengurangi dampak krisis, secara bertahap perlu
dihapus. Dimulai dengan subsidi yang bersifat umum dan tidak
langsung ke kelompok sasaran seperti subsidi BBM. Dana yang
dihemat dapat digunakan sebagai pengeluaran negara ke berbagai
sektor lain dan manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat,
seperti upaya pengentasan kemiskinan.
2. Pembiayaan berbagai kegiatan studi atau kajian yang kurang
bermanfaat perlu dievaluasi atau dikaji ulang: Banyak studi-studi
atau kajian yang dibuat sejak orde baru sampai sekarang jika ditumpuk
ke atas mungkin “sudah sundul langit”. Namun, berbagai studi ini
tidak banyak dipergunakan oleh instansi, bahkan tidak ada manfaatnya
bagi masyarakat. Penulis menemukan studi yang dibuat oleh instansi
pemerintah hanya sebagai akal-akalan, bahkan dibuat berulang-ulang
setiap tahun dengan tujuan menyedot anggaran, sehingga terjadi
pemborosan. Anggaran tersebut hanya memperkaya diri para pejabat
terkait. Sangat ironis memang, tetapi kenyataan pahit ini harus dikaji
ulang.
3. Menekan biaya restrukturisasi perbankan: Hal ini dilakukan dengan
cara mempercepat penuntasan proses restrukturisasi sehingga, biaya
yang harus ditanggung pemerintah dapat ditekan serendah mungkin,
sementara penjualan aset hasil restrukturisasi perbankan dapat
mencapai nilai maksimal, termasuk divestasi saham pemerintah pada
bank-bank peserta progam rekapitalisasi pada perusahaan-perusahaan
obligor yang diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN).
4. Mengendalikan peningkatan anggaran belanja pegawai: Selama
krisis, pendapatan riil pegawai negeri sipil, yang di masa sebelum
krisis sudah tertinggal dari pegawai swasta, makin merosot tajam.
Namun, upaya peningkatan anggaran belanja pegawai ini harus disertai
reformasi birokrasi seperti penataan ulang sistem insentif dan
perampingan. Meski upaya ini tetap menjaga kesinambungan
anggaran, secara riil peningkatan pendapat pegawai negeri dapat
memadai.
5. Mempertajam prioritas anggaran pembangunan: Anggaran untuk
pembangunan diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang memang harus
dilaksanakan pemerintah.
Dengan meningkatkan efektifitas pengelolaan anggaran dan
pengeluaran negara, maka defisit anggaran dapat berangsur-angsur diturunkan.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
207
4. Langkah Pengelolaan Anggaran Yang Efektif
Pengelolaan anggaran pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian pembiayaan pembangunan, yaitu anggaran pembangunan
digunakan secara optimal dan beban pinjamaan luar negeri secara bertahap
diturunkan. Kegiatan-kegiatan pokok yang perlu dilakukan adalah:
1. Mengurangi secara bertahap pembiayaan luar negeri bersih: Sejalan
dengan peningkatan penerimaan dalam negeri, tingkat pinjaman luar
negeri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, harus
diupayakan menurun setiap tahunnya.
2. Membenahi mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri:
Termasuk di dalamnya adalah, perencanaan, proses setelah seleksi,
pemanfaatan dan pengawasannya. Pinjaman luar negeri pemerintah
harus dikelola secara transparan, selalu dikonsultasikan dengan DPR
dan diatur dengan undang-undang. Dalam pada itu, perlu disusun
peraturan perundangan untuk melandasi dan memayungi berbagai
pinjaman luar negeri ini, khususnya yang terkait dengan pinjaman
pemerintah pusat dan daerah.
3. Memanfaatkan pinjaman secara optimal: Pinjaman harus
dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan prioritas pembangunan dan
dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien.
4. Mengkaji secara menyeluruh kemampuan proyek: Kemampaun
setiap proyek harus dikaji secara menyeluruh, sekaligus mempertajam
prioritas pengeluaran anggaran dengan memperkuat pengawasan yang
sistemik, utamanya proyek-poryek yang dibiayai utang luar negeri.
5. Meningkatkan kemampuan diplomasi dan negosiasi: Para negosiator
pinjaman luar negeri harus memiliki kemampuan diplomasi untuk
memperoleh jangka waktu dan pola persyaratan (term and conditions)
yang memudahkan proses pencairan dan memperingan beban
pembayaran.
6. Melakukan restrukturisasi utang luar negeri: Untuk meringankan
beban pembayaran, perlu dilakukan restrukturisasi utang dengan para
donor. Restrukturisasi ini harus dilkakukan secara transparan dan
dikonsultasikan dengan DPR. Dalam upaya restrukturisasi utang,
proyek-proyek terkait akan dibatalkan.
7. Menerbitkan obligasi pemerintah untuk membiayai pembangunan:
Di luar kebutuhan dan rekapitalisasi perbankan, pemerintah perlu
menerbitkan obligasi untuk membiayai pembangunan.
Pengembangannya dilaksanakan secara bertahap agar stabilitas makro
tetap terjaga dan tidak mengganggu pemulihan kegiatan ekonomi
sektor swasta. Prioritas diberikan untuk menyalurkan obligasi yang
telah diterbitkan bagi keperluan restrukturisasi perbankan dan
mengembangkan pasar obligasi untuk fasilitas pembiayaan kembali
(refinancing) sebagian obligasi tersebut bila jatuh tempo. Dalam kaitan
ini, perlu diperkuat debt management unit yang melakukan
pengelolaan penerbitan obligasi pemerintah.
8. Mengurangi tambahan beban pinjaman dalam negeri: Melalui
penuntasan restrukturisasi perbankan dan utang swasta, dapat
dilakukan pengurangan tambahan beban pinjaman dalam negeri.
Penuntasan restrukturisasi perbankan dan dunia usaha, akan menekan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
208
biaya pemulihan ekonomi dan meningkatkan pengembalian aset (asset
recovery).
Di samping berbagai hal tersebut, dalam rangka mendukung
terwujudnya Manajemen Pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan anggaran harus dilakukan secara profesional, terbuka dan
bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang dasar 1945, Undang-Undang Tentang Keuangan Negara atau
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar tersebut ke
dalam asas-asas yang meliputi asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan
keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan
asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices
(penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan anggaran yang
efektif. Asas-asas pengeloloaan anggaran yang efektif antara lain:
1. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil.
2. Profesionalisme.
3. Proporsionalitas.
4. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara.
5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
9.12. Melaksanakan Desentralisasi
1. Memahami Desentralisasi Desentralisasi merupakan suatu kegiatan sangat kompleks dan
berkesinambungan yang tidak pernah berhenti pada suatu masalah. G. Shabbir
and Rondeinelli, memaparkan konsep desentralisasi dengan memberikan
definisi sebagai berikut: “Decentralization is the transfer of planning,
decision making, or administrative authority from the central government to
its field organizations, local administrative units, semi-authonomus and
parastatal organizations, local government, or non governmental
organization.”[232]
Desentralisasi merupakan transfer berbagai jenis kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kemudian dilanjutkan dengan transfer
pembiayaan, dokumen-dokumen, serta sarana dan prasarana. Setelah tahap-
tahap tersebut selesai dilalui, bukan berarti kegiatan berhenti di sini. Dengan
kata lain, untuk menjalankan desentralisasi diperlukan manajemen baru yang
sesuai dengan dinamika persoalan yang dihadapi. Manajemen pemerintahan
menjadi faktor yang sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan
desentralisasi. Roth menyatakan: “…that are generally considered the
responsibility of government wheter central, regional or local.”[233] Menurut penulis Budi Supriyatno, desentralisasi adalah penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur
[232]
Rodinelli, Dannis A, and Cheema, G. Shabbir, Implementang Decentralizaton Policies :
An Introduction, dalam Rondinelli, Dennis A. and Cheema, G. Shabbir, Decentralization and
Development, Policy Implementation in Developing Countries, California : SAGE
Publication Inc, Beverlu Hills, 1998 ha. 18. [233]
Gabriel ROTH. The Private Provision of public Service in Developing Countries. EDI
Series in Economic Development. Published for the World Bank. Oxford university Press.
1987:1.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
209
dan mengurus pemerintahan sendiri secara efektif dan efisien.
Desentralisasi memerlukan adanya ketegasan pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada dasarnya, kegiatan yang
dilakukan pemerintah sudah jelas, yakni melakukan pelayanan kepada warga
negaranya. Dalam pelaksanaan tugasnya, pemerintah daerah akan lebih
efektif, karena lebih memahami kebutuhan masyarakatnya. Itu sebabnya,
desentralisasi menekankan pada peran pemerintah daerah yang lebih baik.
Sejalan dengan hal tersebut, Clarke & Stewart menjelaskan: “Management in
local Government has to be understood as part of the public domain, but
also with its own special purpose and conditions. The purposes and
condition reflect the nature authorities as political institution constituted for
local choice in government and as organization for the delivery of public
services.”[234] Selanjutnya ditegaskanya pula bahwa “A local authority
should provide service for the public not the public. In that simple statement
lies a challenge to past and presnt working.”[235] Dalam pemenuhan kebutuhan individu warga masyarakat, pemerintah
daerah di Indonesia mengacu pada pelaksanaan umum Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Uraian penjelasan umum tersebut mengisyaratkan
adanya hal-hal mendasar dalam undang-undang sebagai yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.[236]
Sedangkan Lech, et al, mengingatkan:“local authorities are not only
providers of service; they are also political institution for local choice and
local voice. They key issue for management of local government is how one
achieves an organization that not merely but one role but carries out both
roles, not separately but in interaction.”[237]
Dalam konteks ini, Stewart mengatakan pemerintah daerah adalah
“multi purpose organization.”[238] Dalam praktiknya, pemerintah daerah
kemudian membentuk dinas-dinas daerah sebagai unit operasional.
Pembentukan dinas-dinas tersebut oleh Daft disebut sebagai “self-contained
product groups‖[239], atau Hatch menyebutnya sebagai “multi divisional
structure.”[240] Pendekatan kedua oleh Daft dan Hatch disebut sebagai
“functional structure.”
Seiring dengan adanya perubahan tersebut di atas dan menguatnya
semangat otonomi, pemerintah daerah mendapatkan otoritas yang lebih besar
untuk meningkatkan kinerjanya. Dampak dari perubahan ini adalah, terjadinya
pola hubungan baru antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Di
[234]
John Stewart., Understanding The management of Local Government, Managing Local
Government, Gemenral editor:Michael vlark & John Stewart Longman, 1983:3. [235]
Ibid. John Stewart. 1988:44. [236]
Law Number 22 Year 1999. loc, Cit: 55.. [237]
Steve Lach., John Stewart, Kieron Walsh, The Changing Organization and Management
of Local Government, McMillan, 1994: 4. [238]
Loc. Cit. John Stewart, 1988:4.. [239]
Richard L. Daft. Organization Theory and Design, Fourt Editon, Access Info Distributor
Pte. Ltd., Singapore, 1994: 194. [240]
Marry Jo Hatch, organization Theory, Modern Symbolic and Post Modern Perspectives,
Oxford University Press, New York 1997:184.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
210
satu sisi pemerintah pusat berharap agar daerah makin akuntabel, ekonomis
dan efisien, dan di sisi lain pemerintah daerah juga perlu mengakomodasikan
tuntutan dan kebutuhan masyarakat lokal.
Pemerintah daerah merespon terjadinya perubahan hubungan baru
tersebut dengan berbagai cara. Ada cara ekstrim, yaitu pendekatan yang
bersifat meminimalkan perbedaan melalui sikap konformitas terhadap tuntutan
pemerintah pusat. Dari beberapa kasus, dalam jangka pendek, hasil
pendekatan ini memuaskan. Dalam jangka panjang, ada indikasi kesulitan
dalam kejelasan peran, hubungan struktural dan prosedur. Sikap ekstrim lain
yang diambil oleh pemerintah daerah adalah, melakukan penilaian terhadap
peran dan rencana manajemen.
Dalam paparan akademis yang dikemukanan Pallach & Prol,
disebutkan bahwa organisasi pemerintah daerah moderen melakukan
perubahan orientasi pelayanan masyarakat dengan memberikan beberapa
kriteria yang perlu diperhatikan. Terdapat tujuh kriteria pembentuk profil
analitis-normatif dari sistem yang berorientasi kinerja untuk pemerintah
daerah, yaitu: (1) Performance under democratic control; (2) Citizens and
customer orientation; (3) Cooperation between politicians administration;
(4) Decentralized management; (5) Controlling and reporting, planning,
coordination, controlling system allow continuous improvement and
adaptation of service to local needs; (6) Employee potential; and (7)
Capacity for innovation and evaluation secured by competition.[241]
Decentralized management menurut Budi Supriyatno diartikan
sebagai hubungan administrasi dan politisi atau pelimpahan wewenang
yang dilakukan dari organisasi pelaksana di atas ke organisasi pelaksana di
bawahnya. Hal ini diikuti dengan pendelegasian tanggungjawab dengan
pengawasan terhadap pencapaian hasil (outcome).
2. Maksud dan Tujuan Desentralisasi
Maksud desentralisasi adalah, memacu pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraaan rakyat,
menggerakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan
pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi
otonomi daerah yang nyata, dinamis, bertanggungjawab, serta memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa.
Grand Strategy yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah tanpa
syarat tertentu, berhasil meredam rasa tidak puas daerah terhadap pusat.
Daerah boleh menentukan sendiri kewajiban yang harus dijalankannya. Hal ini
berdampak positif dalam upaya memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang pada gilirannya mengandung arti memperbesar otonomi daerah. Tujuan
desentralisasi adalah:
1. Meningkatkan dan memeratakan pembangunan. Yang dimaksud
dengan pembangunan adalah pembangunan dalam arti luas, yaitu
[241]
Pallach & Prohl in Friede Nashold and Glann Daley, Learning From The Pioneers
Modernizing Local Government. Parta One, International Public Management Journal 2 (1),
1999: 27.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
211
meliputi semua bidang kehidupan dan penghidupan. Ini merupakan
kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan
sebagai sarana mencapai kesejahteraan rakyat yang diterima dan
dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelengaraan
pemerintahan di daerah, terutama pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan terhadap masyarakat, serta meningkatkan pembinaan
kestablian politik dan kesatuan bangsa.
3. Memungkinkan daerah terkait mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Untuk tujuan tersebut, daerah diberi wewenang
untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan
rumah tangganya sendiri.
4. Tujuan Politik. Dalam rangka meningkatkan demokratisasi
infrastruktur dan suprastruktur politik.
5. Tujuan Manajemen Pemerintahan. Dalam rangka menciptakan
manajemen pemerintahan yang memenuhi 4E (efektif, efisien,
equity/adil dan ekonomik).
6. Tujuan Ekonomi. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Pada hakekatnya, desentralisasi yang diberikan kepada daerah
bertujuan:
1. Dari segi politik, mengikutsertakan masyarakat dalam menyalurkan
aspirasi dan inspirasi, baik untuk kepentingan sendiri dan daerah,
maupun dalam rangka mendukung proses politik dan kebijakan
pembangunan nasional dalam rangka pengembangan proses dan
mekanisme demokrasi dari lapisan bawah;
2. Dari segi manajemen pemerintahan adalah, untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memperluas jenis-
jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat;
3. Dari segi masyarakat adalah, untuk meningkatkan partisipasi serta
menumbuh kembangkan kemandirian masyarakat, agar mereka tidak
terlalu tergantung kepada pemberian pemerintah, serta memiliki daya
saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya;
4. Dari segi ekonomi pembangunan adalah, untuk melancarkan
pelaksanaan program pembagunan guna terciptanya kesejahteraan
rakyat yang makin meningkat. Lihat Gambar 9.13. Tujuan
Desentralisasi di bawah ini.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
212
Memberian kewenangan yang dilakukan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah adalah konsekuensi logis untuk tercapainya maksud dan
tujuan pemberian desentralisasi dan otonomi kepada daerah, serta imbalan
terhadap kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah. Desentralisasi memerlukan adanya prinsip-
prinsip yang dipegang teguh dalam manajemen pemerintahan. Prinsip-prinsip
tersebut yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:[242]
1. Prinsip otonomi seluas-luasnya: Dalam arti daerah diberi kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang
menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-
undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
2. Otonomi nyata dan bertanggungjawab: Prinsip otonomi nyata adalah,
suatu prinsip untuk menangani urusan pemerintahan yang dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, konten dan
jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah yang
lain. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah,
otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya
[242]
Op.cit. RI Law Number 32.
GAMBAR. 9.13. TUJUAN DESENTRALISASI
Oleh Budi Supriyatno
TTUUJJUUAANN
DDEESSEENNTTRRAALLIISSAASSII
MMEENNGGIIKKUUTT--
SSEERRTTAAKKAANN
MMAASSYYAARRAAKKAATT
:: AASSPPIIRRAASSII,,
IINNSSPPIIRRAASSII,,
MMEENNDDIIDDIIKK
PPRROOSSEESS
PPOOLLIITTIIKK,,
KKEEBBIIJJAAKKAANN
NNAASSIIOONNAALL
11
PPOOLLIITTIIKK
22
MMAANNAAJJEEMMEENN
PPEEMMEERRIINNTTAAHHAANN
MMEENNIINNGGKKAATTKKAA
NN DDAAYYAA GGUUNNAA
DDAANN HHAASSIILL
GGUUNNAA
MMEENNIINNGGKKAATTKKAA
NNPPAARRTTIISSIIPPAASSII
DDAANN
MMEENNUUMMBBUUHHKKEEMM
BBAANNGGAANN
KKEEMMAANNDDIIRRIIAANN
MMAASSYYAARRAAKKAATT
MMEELLAANNCCAARRKKAANN
PPEELLAAKKSSAANNAAAANN
PPRROOGGRRAAMM
PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN
33
MMAASSYYAARRAAKKAATT
44
EEKKOONNOOMMII
PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
213
untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.
3. Penyerahan Kewenangan Desentralisasi tanpa adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, sama saja dengan “pembohongan”. Oleh
karena itu, pemerintah pusat harus “legowo” menyerahkan sebagian
kewenangan kepada daerah. Khususnya di Indonesia, terdapat 20 urusan
Pemerintah Pusat yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I
menjadi urusan rumah tangganya sendiri sebagai berikut:[243]
1. Urusan Pertanian Rakyat (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1951);
2. Urusan Peternakan (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1952);
3. Urusan Perikanan Darat (Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
1951);
4. Urusan Pedidikan dan Kebudyaan (Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 1951);
5. Urusan Kesehatan (Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1952);
6. Urusan Pekerjaan Umum (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1953);
7. Urusan Perindustrian (Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 1954);
8. Urusan Kehutanan (Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 1957);
9. Urusan Perikanan Laut (Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957);
10. Urusan Perkebunan Rakyat (Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
1957);
11. Urusan Perbaikan Sosial (Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1958);
12. Urusan Perumahan Rakyat (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1958);
13. Urusan Perburuhan (Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1958);
14. Urusan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 1958);
15. Urusan Pemerintahan Umum (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1959);
16. Urusan Perusahaan dan Proyek Negara (Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1964);
17. Urusan HPH dan HPHH (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
1970);
18. Urusan Perkebunan Besar (Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
1975);
19. Urusan Kepariwisataan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1979);
20. Urusan Pertambangan (Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986).
Selain dua puluh urusan tersebut, ada tiga urusan lagi yang merupakan
pembaharuan dan sudah diserahkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Ketiga urusan baru
[243]
The set of regulations on the Delivery of Central Government Affairs to the Region, the
Directorate of the Submission of Regional Affairs, Directorate General of PUOD, Ministry of
Home Affairs, 1981.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
214
yang diserahkan melalui Peraturan Pemerintah kepada Pemerintah daerah itu
adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1975 tentang penyerahan
sebagian urusan pemerintahan pusat di bidang perkebunan besar.
Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur penyerahan satu tingkat,
yaitu dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat I dan
memberikan kemungkinan bagi daerah tingkat I untuk melanjutkan
penyerahan urusan itu kepada derah tingkat II.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1979 tentang penyerahan
sebagian urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan. Berbeda
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1975, Peraturan
Pemerintah ini mengatur kemungkinan penyerahan bertingkat, yang
menyatakan bahwa daerah tingkat I dapat menyerahkan lebih lanjut
sebagian atau seluruh urusan yang sudah diterimanya kepada daerah
tingkat II.
3. Peraturan Perintahan Nomor 37 Tahun 1986 tentang penyerahan
sebagian urusan pemerintah di bidang pertambangan. Sama halnya
dengan Peraturan Pemerintah tentang kepariwisataan, Peraturan
Pemerintah ini juga menganut penyerahan bertingkat, dengan
memungkinkan daerah tingkat I menyerahkan urusan galian golongan
C kepada daerah tingkat II. Perkembangan selanjutnya sudah banyak
yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Meski demikian, pembagian kewenangan ini masih mengalami
permasalahan yang signifikan. Beberapa masalah Pembagian Kewenangan
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan bidang lain tidak diatur secara rinci, sehingga dapat
menimbulkan tafsiran ganda.
2. Kewenangan wajib tidak disertai penjelasan yang memadai.
Kewenangan wajib yang dijalankan secara sektoral, masih diatur oleh
berbagai perundang-undangan.
3. Fungsi Pembinaan & Pengawasan Pemerintah Pusat belum
dilaksanakan dengan baik dan merata.
4. Penyerahan kewenangan pemerintahan yang sangat luas kepada
Daerah K/K belum diikuti dengan sumber pembiayaan yang
memadai.
Penyerahan kewenangan perlu diikuti dengan pembinaan dan
pengawasan yang setara. Rentang kendali (span of control), berkaitan erat
dengan pola pertanggungjawaban. Rentang kendalinya tidak beraturan karena
tidak ada hubungan hirarkhi Propinsi – Kabapaten/Kota, sehingga berdampak
seperti berikut:
1. Pemerintah Pusat lebih banyak melakukan hubungan langsung dengan
Daerah Kabupaten/Kota tanpa melalui Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat.
2. Daerah Kabupaten/Kota melaporkan dan meminta petunjuk langsung
ke Pemerintah Pusat tanpa melalui Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat di Daerah, sehingga berpengaruh terhadap posisi
Gubernur.
Terhadap norma dan standar secara umum, terdapat 4 (empat)
kelompok kewenangan pemerintahan, yaitu kewenangan pengaturan,
kewenangan pengurusan, kewenangan pembinaan dan kewenangan
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
215
pengawasan. Kewenangan pemerintah pusat lebih banyak pada pengaturan,
pembinaan dan pengawasan yang berkisar pada pembuatan kebijakan,
penetapan norma, standarisasi dan pembinaan & pengawasan. Sayang,
kewenangan ini belum dilaksanakan secara optimal.
Sedangkan kewenangan pemerintah paerah adalah, kewenangan
pengurusan yang bersifat operasional dalam bentuk pemberian pelayanan
langsung kepada masyarakat dengan jumlah dan jenis yang relatif terbatas.
4. Melaksanakan Desentralisasi Desentralisasi sesungguhnya harus dilaksanakan secara utuh dan tidak
perlu dikhawatirkan oleh pemerintah pusat, karena adanya desentralisasi akan
memberikan “pendewasaan” kepada daerah. Langkah-langkah yang perlu
ditanamkan dalam pelaksanaan desentralisasi adalah:
1. Mengakui filosofi “keberagaman dalam kesatuan” dalam arti
perbedaan suku, ras, agama dan budaya yang tumbuh dan berkembang
dapat dijadikan sebagai pemersatu bangsa, bukan keseragaman yang
berimbas pada pemaksaan.
2. Penggunakan paradigma kedaulatan rakyat, demokrasi, pemberdayaan
masyarakat, pemerataan dan keadilan.
3. Pemberian kewenangan Kabupaten/Kota yang bersifat pengakuan,
bukan pengaturan.
4. Kedudukan legislatif merupakan mitra sejajar dengan eksekutif, di
mana Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, artinya
pertanggungjawaban ke samping dengan sistem semi parlementer.
5. Organisasi Pemerintah Daerah bersifat luwes dan fleksibel sesuai
kebutuhan dan kemampuan Daerah.
6. Adanya 4 (empat) hak dasar yang melekat pada desentralisasi :
a. Hak memilih pemimpinnya sendiri;
b. Hak memiliki dan mengelola kekayaannya sendiri;
c. Hak membuat Peraturan Daerahnya sendiri;
d. Hak kepegawaian secara otonom.
7. Penguatan asas Desentralisasi dan pengurangan asas Dekonsentrasi di
Kabupaten/Kota, dan penerapan asas Dekonsentrasi di wilayah
propinsi.
8. Pengaturan mengenai desa yang terbatas di tingkat nasional, dengan
memberi kebebasan pengaturan di tingkat kabupaten sesuai
karakteristik sosial budaya setempat.
9. Fungsi utama pemerintah daerah yang semula sebagai “Promotor
Pembangunan” berubah menjadi “Pelayan Masyarakat”. Perlu secara
optimal mendayagunakan unit-unit pemerintahan yang langsung
berhubungan dengan masyarakat, seperti Dinas Daerah; Kecamatan &
Kelurahan atau Desa. Kecamatan tidak lagi merupakan wilayah
administrasi pemerintahan, melainkan sebagai lingkungan kerja,
dengan konsekuensi Camat bukan lagi sebagai Kepala Wilayah
Administrasi, melainkan sebagai Perangkat Daerah.
10. Kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah harus
disertai Penyerahan dan pengalihan pembiayaan, Sarana dan
prasarana, serta Sumber daya manusia.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
216
11. Kewenangan Dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur harus
disertai pembiayaan. Kewenangan propinsi dengan digunakannya
“Prinsip Pengakuan”, bukan “Prinsip Pengaturan”.
12. Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom: Kewenangan yang
bersifat lintas batas kabupaten dan kota; pekerjaan umum,
perhubungan, kehutanan dan perkebunan. Kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya adalah:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara
makro;
b. Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial
dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi;
c. Pengelolaan pelabuhan regional;
d. Pengendalian lingkungan hidup;
e. Promosi dagang dan budaya/pariwisata;
f. Penanganan penyakit menular, hama tanaman dan perencanaan
tata ruang propinsi beserta penjelasannya.
Demikianlah pembahasan 12 (dua belas) langkah strategis Manajemen
Pemerintahan untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam Tabel. 9.6. Dua Belas
Langkah Strategis Manajemen Pemerintahan di bawah ini.
NO
LANGKAH
STRATEGIS
LANGKAH DETAIL
INDIKATOR
1
MENINGKATKAN
KESADARAN
Memperbaiki Sikap
Aparatur
Memahami Keberadaan
Manajemen
Pemerintahan
Melaksanakan
Pertanggungjawaban
secara Konsisten
Melaksanakan Lima
Pondasi Secara Sinergis
Meningkatnya
Kesadaran sebagai
pelayanan.
Meningkatnya peran
aparatur
Meningkatkan
kejujuran.
4. Meningkatkan
Kinerja Aparatur.
2
MEREFORMASI
BIROKRASI
Reformasi Elite
Reformasi Pola Pikir
Reformasi Pengawasan
Reformasi Organsiasi
Meningkatkan
kesadaran para elit.
Menemukan
paradigma baru.
Meningatkan
pengawasan.
Menjadikan organisasi
ramping dan kaya
fungsional.
3
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
YANG BAIK
Menciptakan Hubungan
Yang Sinergis
Empat Belas Langkah
Menciptakan
Lingkungan
Membangun
Pemerintahan Yang
Baik
Meningkatkan
hubungan yang
harmonmis antara
pemerintah,
masyarakat dan
swasta.
Menjadikan
manajemen
TABEL. 9.6. DUA BELAS LANGKAH STRATEGIS DALAM
MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN INDIKATORNYA
oleh Budi Supriyatno
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
217
Pemerintahan yang
efektif dan efisien.
4
MELAKSANAKAN
AKUNTABILITAS
Kemampuan
Menyediakan
Kebutuhan
Meningkatkan
Pelakanaan
Akuntabilitas Publik
Pemd
Melaksanakan
Kewajiban
Akuntabilitas Publik
Lankah Kebijakan
Akuntabilitas Publik
Meningkatkan
pertanggungjawaban
yang lebih efektif dan
efisien.
5
MENINGKATKAN
KEMAMPUAN
KEPEMIMPINAN
Memahami Perbedaan
Pemimin dan Manajer
Meningkatkan Peran
Kepemimpinan
Memahami Tugas,
Fungsi dan
Kewenangan
Memahami Sifat, Gaya
dan Prilaku
Meningaktkan
Kepemimpinan
Meningkatkan
kemampuan
pemimpin.
6
MENINGKATKAN
PROFESIONALIS-
ME
Aparatur harus
Profesional
Menjadi Profesional
Memperoleh Aparatur
Profesional
Langkah Menjadi
Profesional
Meningkatkan
pelaksanaan kerja yang
lebih baik.
7
MENINGKATKAN
KINERJA
Pengukuran Kinerja
Unsur Keberhasilan
Kinerja
Langkah Penyusunan
Kinerja
Strategi Pengukuran
Kinerja.
Meningkatkan
kegiatan yang lebih
baik.
8
MENINGKATKAN
PELAYANAN
Penyelenggaraan
Pelayanan
Jenis Pelayanan
Kualitas Pelayanan
Faktor Penilaian
Meningkatkan
Pelayanan
Meningkatkan tujuan
pembangunan mudah
dicapai.
9
MELAKSANAKAN
BUDAYA KERJA
Budaya Kerja sebagai
Unsur
Fungsi Budaya Kerja
Pelaku dan Pelaksana
Meningkatkan Budaya
Kerja
Meningkatkan efektif
dan efisien.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
218
Pembinaan Budaya
Kerja
10
MENINGKATKAN
PERAN
MASYARAKAT
Makna Peran Masyarat
Kriteria Peranserta
Tujuan, Tahap dan
Bentuk Peranserta
Arah Dalam
Meningkatkan
Peranserta
Memudahkan
pemerintah dalam
memberikan
pelayanan.
11
MENGEFEKTIF-
KAN ANGGARAN
Memahami Makna dan
Permasalahan Anggaran
Meningkatkan
Penerimaan
Meningaktkan
Efektifitas Pengeluaran
Langkah Pengelolaan
Anggaran Yang Efektif
Meningkatkan
pengendalian anggaran
12
MELAKSANAKAN
DESENTRALISASI
Memahami
Desentralsiasi
Maksud dan Tujuan
Desentralisasi
Penyerahan
Kewenangan
Melaksanakan
Desentralsiasi
Meningkatkan
pembangunan didaerah
Meningkatnya
pelayanan masyarakat.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
219
INDEX
A
Amenangi jaman edan viii
Amanah iv
Alhamdulilah xii
A.Van Braam 1
Administrasi Negara 1
Aparatur 2
Abdi Negara 2
Air Minum 3
Authority 86
Akihito 86
Aomori 86
Akita 86
Aichi 86
Abdul Rahman 99
Abdul Razak 99
Ali Baba 102
Arab 105
Asia Tenggara 108
Aghanistan 112
Adam Malik 142
Ali Wardana 142
A.M. Tambunan 142
Akuntabilitas 149
Anggaran 149
Abraham Lincoln 160
Anthony Giddens 162
Alice Rivlin 172
Accountability 187
Aburdene 217
Altruistic Leader 227
Amstrong 241
B
Begja-begjane viii
Bungah x
F
Francisco 330
Filsafat 32
Franciakus Xaverius 87
Fukushima 71
Fukui 71
Fukuoka 87
Feodalisme 95
Folk Bernadotte 114
Frans Seda 142
Filosofi 215
G
Gemah ripah loh jinawi i
Gelisah i
Gusti Allah x
Gedabyah x
Government
Bermoral 2
Berkinerja baik 2
Ealdormen 92
Ehud Olmert 112
Epos Gilgames 121
El Bika 121
Emile Lahoud 126
Echelon 141
Equity 187
Eksternal 200
Bekerja Keras 2
Bekerja cerdas 2
Bekerja waras 2
Bergerak cepat 2
Bertindak tepat 2
Birokrasi 2
Bergaung 2
Birmingham 88
Bristol 88
Black County 89
Bill of Right 89
Bangkok 108
Brown 231
Berilmu 225
Benchmarking 254
BBM 290
C
Cermin 298
County 69
Communicative Skill 77
Check and Balance 79
China 82
Chiba 87
Chugoku 87
Crannog 88
H
Harta kekayaan viii
Hebtalah viii
Hukum 1
Humaniora 55
Horizontal 75
Hirosima 136
House of Lord 88
Hussein Onn 99
Hisbullah 128
Habibie 145
Hammurabi 198
Horst Shultze 210
I
Indikatif 58
Intervensi 62
Chulalongkorn 109
Chakkri 109
Chiang Mai 111
California 111
Conflict of interest
169
Consensus 50
Carino 198
Competence 237
Creativities 237
Competition 237
Cokroaminoto
Harsono 142
D
DPA 138
DPR 138
DKP 206
David Neidert 210
Dimack & Kunig
DeVrye 259
Desa 270
Dielu-elukan ii
Dilalah karsa allah
viii
Diborgol viii
Dijarah ix
Dianalisa 1
Disiplin 2
Desentralisasi 2
Database 52
Declaration of
Independence 72
Diet 65
Dover 88
Dai Nippon 136
E
Ewuh oyo ing
pambudi viii
Etzioni 1
Eksekutif 3
e-government 4
Eropa 4
Ekonomi 4
Eufrat 14
Etnologi 52
Eksakta 55
Emotional Stability
77
Ehime 87
K
Kaliren
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
220
Geografi 59
GR. Terry 77
Grasi 80
Gifu 87
Gunma 87
General Welfare 91
Golan 122
Grand Skenario 114
Gus dur (Abdurahman Wahid)
145
Gareng 159
Good governance 181
Ghartey 199
Leyasu 83
Liberal Democratic Party-LDP
85
London 88
Leeds 88
Lim Kit Siang 103
Legowo 303
Luwes 307
M
Melu edan nora tahan viii
Mengelola 10
Monarchies 19
Michael Goldsmith 40
Martin Waldseemuller 67
Multi etnik 69
Mandat 69
Marsha 83
Manchukuo 83
Miyagi 87
Mie 87
Manchester 88
Magna Charta 90
Mahathir Mohamad 99
Mesir 112
Mohamad Hatta 136
MPR 36
Muhamad Yusuf 142
Mashuri 142
Mohamad Dahlan 142
Mursalim 142
Mintaredja 142
Megawati 145
Momong 158
Moral 167
Monas 167
Mesopotamia 229
Megatrendsn217
Mary Parker Follett 221
Raja Prajadhipok 108
Romawi 89
S
Singapore i
Ibaraki 87
Irlandia 87
Inggris 87
Ibn Saud 105
Israel 112
Ibrani 112
Interrelated 187
Inward looking 195
J
Jungkir balik ii
Jingkrah-jingkrah viii
Jujur 2
Jalan 3
Jepun 82
Julius Caesar 89
Johor 98
Jalur Gaza 112
Jusuf Kalla 150
Jakarta 167
John W. Humhrey 209
Jenderal 215
John Naisbitt 217
N
Nestopo temen ii
Ngeri xvi
Ngemut uyah x
Nggenah xi
Nippon-koku 82
Nihon-koku 82
Nagano 87
Niigata 87
Nara 87
Nagasaki 87
Nottingham 88
Nakhon 111
Nitiki, nutuki, notoki,
nataki, neteki 215
Ndadani 215
Ngawur 282
O
Obyek iii
One stop service v
Otonomi 52
Obat bius 71
Osaka 84
Okinawa 87
One way traffic 87
Osama bin Laden 133
Orde Lama 139
Orde Baru 140
Outward looking 195
P
Pasrah viii
Pondok Indah viii
wekasanipun viii
Korea Selatan i
Kepingin ii
Kepencut ii
Kemaki x
Kabur 3
Kewenanngan 3
Keadilan 29
Kanton 82
Kanagawa 83
Kokkai 85
Kizoku-in 86
Kagawa 86
Kyoto 86
Kagoshima 86
Kanada 87
Konfrontasi 88
Kedah 88
Kelantan 89
Khmer 109
Knesset 106
Kristen Maronit 102
Kabul 131
KNIP 138
K Kesavapany 144
Kesadaran 152
Kevin Dimond 168
Kopral 215
Keanekaragaman 40
Kenyal 251
L
Lumrah xii
Lungkrah xi
Legislatif 3
Lingkungan 4
Lower 73
Pelayan 2
Prasarana 3
Pipa 3
Pemerintahan 4
Politik 4
Pengelolaan 54
Power 55
Public Policy 72
Pressure group 76
Proteksionisme 66
Perang teluk 85
Prefektur 86
Prime Minister 88
Portugis 77
Peran Masyarakat
261
Petruk 158
Proporsional 165
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
221
Sangsi i
Swasta i
Sambilan ii
Subyek iii
Steering iii
Sinom vi
Semringah viii
Sejinah ix
Serakah ix
Surgawi x
Seleberiti x
Sosiologi 11
Seyogyanya 11
Struktur 11 masyarakat 13
Sain-Die-des-Vosges 67
Sekuler 69
Senat 70
Shizuoka 87
Saitama 87
Shiga 87
Shimane 87
Saga 87
Sky Train 102
Susilo Bambang Yudoyuno 21
Spoil System 74
Siria 114
Soekarno 136
Soeharto 140
Semar 141
Slim structur and big function
175
Stoner 205
Susu 215
Sinergi 217
Para priyayi x
Prihatin i
Pakar i
Perlindungan 1
Pemerintah 1
Penguasa 2
T
Tuhan Yang Maha Esa i
Tradisi i
Tetirah viii
Turah viii
Tertawa geli xi
Technical Competence
61
Terkendali 1
Teaching Ability 77
Top manajer 121
Timur Asia 82
Tokyo 82
Tukugawa 82
Tenno 83
Teikoku Gikai 86
Tokushima 87
Tochigi 87
Toyama 87
Tochigi 87
Tottori 82
Terowongan Channel 88
The king can do no
wrong 94
Thailand 97
Tepi Barat 112
Tel Aviv 113
Tajikistan 130
The Third Way 162
Tanpa Pamrih 163
Transparency 186
Totok 215
Tetek 215
U
Universitas Laiden 1
USA 54
UMNO 99
UNDP 182
Ӂ ӁӁӁӁ
Participation 186
Q
Qasim 128
Quality 257
R
Referensi i
Regulasi iii
Rupiah viii
Representative 72
Rule of law 62
Restoasi Meiji 83
Ryukyu 87
Rub Al Khali 105
Royal 108
Ratcha Anachak
Tahi 108
V
Visi dan misi 188
Veto 73
Vision 187
W
Waras 2
Wales 87
William 90
Wuthisapha 110
Wakhidan 132
Warren Bennis 208
W. Edwards 218
X
Xaverius 83
Y
Yen tan melu
anglakoni vi
Yudikatif 85
Yat Pun 82
Yamato 83
Yamagata 87
Yamnashi 87
Yamaguchi 87
Yorkshire 87
Yordania 105
Yerusalem 112
Z
Zaman 82
Zionisme 112
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
222
DAFTAR PUSTAKA
[1] Al Gore, (1995) Common Sence Government, Work Better and Cost
Less, Random House New York,
[2] Albritton, Robert B. and Thawilwadee Bureekul,(2004) Developing
Democracy under a New Constitution in Thailand PDF (319 KiB),
National Taiwan University and Academia Sinica Asian Barometer
Project Office Working Paper Series No. 28, 2004.
[3] Alvin, Toffler and Heidi, Creating. (1995). A New Civilization The
Politics of the Third Wave, Turner Publishing, Inc,
[4] Andrew, Campbell, and Katheleen. (1997) Sommers Luchs, Smart
Strategies, Core Competency Based Strategy, International Thomson
Business Press,
[5] Avebury, J. B. Ghartey (1987). Crisis accountability and development
in the Third World: the case of Africa Universitas Michigan.
[6] Bacal, Robert, (1999) Performance Management, McGraw-Hill,
Companies, Inc.
[7] Barzelay, Michael Breaking Bureaucrasy, (1992). New Vision for
Managing in Converment, University of California Press, Berkeley Los
Angeles Oxford,
[8] Bennis, Warren Leadership in the 21st Century, written in the book:
New Paradigm of Leadership, edited Ken Shelton.
[9] Bertrond, Alvin L. (1972). Social Organization, F.A. Davis Company,
Philadelphia,
[10] Blalock Hubert M., Jr. (1992) Conceptualization and Measurement in
the Social Science, Sage Publication, London.
[11] Bolton, John. (2006). Duta Besar AS untuk PBB, 31 Oktober 2006.
[12] Borre & Elinor Scabrouch, (1998). The Scope of Government. Oxford
Unioversity Press.
[13] Brasz, H.A. (1975).―Inleiding Tot De Bestuurwetenschap‖ Vuga
Boekrij.
[14] Brian E, Becker, Mark A. Huseld, Dave Ulrich, (2001). The HR
Scorrecard, Linking People, Strategy, and Performance, Harvard
Business School Press, Boston. Massachusetts,
[15] Brian L, Joiner, (1994). Fourth Generation Management, The New
Business Consciousness, McGraw-Hill, Inc.
[16] Bromley, Daniel. W. (1989). Economic interest andinstitutions: The
Conceptual Fondations of Public policy, New York; Buzil Blackwell.
[17] Brown, Alvin (1974). ―Sosial Psychology of Industry,‖ Englewood
Cliff, N.Y. Prestice Hal Inc.
[18] Bryant and White (1982). Participation in Administration Process, M
Graw-Hill Book Company.
[19] Budi Supriyatno, (2005) Perubahan Organisasi (Organization Change)
, Departemen Pekerjaan Umum.
[20] Budiardjo, Mariam (1983). Dasar-Dasar ilmu Politik, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
[21] Carino,L.V. (2005) . Third sector government and the law in the
Philippines unpublishied report for a comparative study on Asia third
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
223
sector : Governement for accountability and performance, funded by
the ford Foundation, Manila University of the Philippines.
[22] Cash, P. (1977). How to Write a Research Paper Step by Step,
Monarch Pres, New York.
[23] Cassell, C & Simon, G. (1998). Quantitative Method and Analysis in
Organization Research, A Practical Guide, New York: Sage
Publications.
[24] CF. Strong, (1994). Principles Of Management, McGraw-Hill Book
Company.
[25] Charles, M. Savage, (1990). Fifthe Generation Management,
Integrating Enterprises though Human Networking, digital Press, USA.
[26] Choucair, Julia (2006). Lebanon Finding a Path from deadlock to
Democracy, Carnegie Papers, No.64. Januari 2006.
[27] Christian (2007). World News. "Lebanon Historically Linked to the
Bible". Diakses 21 Februari 2007.
[28] Clinton, Bill Putting (1995). Costomers First 1995: Standards for
serving the American People Washington: US Governemtn Printing
Office.
[29] Covey, Sthepen R. Principle (1997). Centred Leadership, Julius
Sanjaya Language Interpretation, Benerupa Aksara Jakarta.
[30] Creswell, John W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative
Approaches, Sage Publication, Thousand Oaks.
[31] Croissant, Aurel and Daniel J. Pojar, Jr. (2005). Quo Vadis Thailand?
Thai Politics after the 2005 Parliamentary Election, Strategic Insights,
Volume IV, Issue 6 (June 2005).
[32] Croissant, Aurel and Daniel J. Pojar, Jr. (2006). Quo Vadis Thailand?
Thai Politics after the 2005 Parliamentary Election, Strategic Insights,
Volume IV, Issue 6 (June 2005) , The Nation, NLA 'doesn't represent'
all of the people, 14 October 2006, and The Nation, Assembly will not
play a major role, 14 October 2006.
[33] Daft, Richard L. (1994). Organization Theory and Design, Fourt
Editon, Access Info Distributor Pte. Ltd., Singapore. Davis, Mark M.
& Janelle Heineke, Managing Service, Using Technology to Create
Value McGraw-Hill / Irwin, New York. 2003.
[34] Deming, W Edwards (1992). Total Quality Management thinker - The
British, too see Drummond, H. The quality movement: what total
quality management is really all about. London, Kogan Page.
[35] DeVrey, Catherine, (1994). Good Service is Good Bisness, 7 Simple
Strategies for Success, Competitive Edge Management series.
[36] Dimock, Dimock & Koenig (1960) ―Public Administration,‖ Reinehart
& Company, Inc., New York.
[37] Dunsire (1973). Administration, The Work and the Science‖, London,
[38] E.S. Savas.(1987). Privatization The Key to Better Government,
Chatham House Publishers, Inc, New Jersey..
[39] Eccles., R.G. (1994). ―Performance Measurement & Monitoring in
Government‖, Conference February 1994- The Institute for
International research. Jurnal― Public Management’. Vol.76. No.9.9
September 1994.
[40] Epstein, Paul D. (1988). Using Performance Measurement in Local
Government, New York National Civic League Press.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
224
[41] Etzioni, Ami (1968). the Active Society: A Theory of Societal and
Political Processes,
[42] Findley, Paul, (.1993) Delibrerae Deceptions : Facing the Facts about
the U.S.-Israel Reletionship. Lawrence Hill Books, Broklyn, New
York,
[43] Francis J Goullart, James N. Kelly, (1995). Transforming The
Organization.
[44] Frederickson, H.G., (1997) the Spirit of Public Administration. San
Franccisco: Jossey-Bass publishers.
[45] Frederickson, H.G., The Spirit of Public Administration, San Francisco
: Jossey-Bass Publishers, 1967
[46] G. Shabbir Cheema, Dennis A. Rondinelli, (1985). Decentralization
and Development Policy Implementation in Developing Countries,
Sage Publication, Beverly Hulls London, New Delhi.
[47] Gabriel ROTH. (1987). The Private Provision of public Service in
Developing Countries. EDI Series in Economic Development.
Published for the World Bank. Oxford university Press.
[48] Garston, Neil (1993). Bureaucracy: Three Paradigs, Kluwer Academic
Publishers, Boston/ Dordrecht/London.
[49] Gibson, (1993). Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur dan
Proses, terjemahan Erlangga, Jakarta,.
[50] Harb, Antoine (2006). "Lebanon: A Name through 4000 Years".
Diakses 1 November 2006.
[51] Harb, Imad. (2006) Lebanon’s Confessionalsm: Problems and
Prospects, United States Institute of Peace, March 2006.
[52] Hodge, Graeme. (1993). Minding Everybody’s Business; Performance
Management in Public Sector Agencies. Melbourne : motech PTY,
Ltd.
[53] Hoogerwef A. (RLL Tobing Pent), (1983). Ilmu Pemerintahan,
Erlangga, Jakarta.
[54] Humphrey, John W. Time for 10,000 leaders.
[55] Hunger, David & Thomas L. Wheelen, Manajemen Strategis, Penerbit
ANDI Yogyakarta, 2003.
[56] Jhingan, Paticipation, 1998. hal. 55.
[57] Jo Hatch, Marry , organization Theory, Modern Symbolic and Post
Modern Perspectives, Oxford University Press, New York 1997:184.
[58] Johnson, Anna "Lebanon: Tourism Depends on Stability". 2006
[59] Johnson, Anna (2006). "Lebanon: Tourism Depends on Stability".
Diakses 31 Oktober 2006.
[60] Journal of Kurdish Studies, Jan, 2002 oleh Lokman I. Meho "The
Kurds in Lebanon: a social and historical overview".
[61] Kaplan, Robert S. David P. Norton. (1996). Translating Strategy in to
Action the Balanced Score Card, Harvard Business School Press,
Boston, Massachusetts,
[62] Kaplan, Robert S.. Conceptual Foundations of the Balanced Scorecard
Working Paper 10-074.
[63] Kerlinger, Fred, (1964). Foundation of Behavioral Research. Holt,
Rinehart & Winstan Inc New York.
[64] Kevitt, Davit Mc. (1988). Managing Core public Service, Blckwell
Publishers.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
225
[65] Kilman, Ralph H. (2001). Quantum Organization, New Paradigm for
Achieving Organizational Success and Personal Meaning, Daves-
Black Publishing, Dalo Alto, California.
[66] Kittayarak, Kittipong (1997). The Thai Constitution of 1997 and its
Implication on Criminal Justice Reform PDF (221 KiB)
[67] Koontz, H. & O’Donnel. (1968) Principle of Management, and
analyses of Management Function, Fouth Edition. Mc. Graw Hill book
Co, N.Y.
[68] Kotter, John P. (2003). Power in Management, Kekuatan dalam
kekuasaan, Terjemahan, Pink Books.
[69] Kusnadi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, (1978). ―Pengantar Hukum
Tata Negara Indonesia,‖ Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
[70] Lach., Steve John Stewart, Kieron Walsh. (1994). The Changing
Organization and Management of Local Government, McMillan,
[71] Larsen, Roed- Terje Roed-Larsen. (2006). Utusan Khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa tanggal 1 Nopember 2006.
[72] Leach, Steve (1996). The Dimension of Analysis: Governance,
Markets and Community. Dalam Leach, S., et al, Enabling or
Disabling Local Government., Choice for the Future: Buckingham.
Philadelphia: Open University Press.
[73] Leach, Steve (1996). The Dimensions of Analisys: Governance,
Market and Community. In the Leach. S., et al. (1996) Enabling or
Disabling local Government, choice for the Future Buckingham-
Philadelphia: Open University Press.
[74] Lefevre, Christian (1998). Metropolitan Government and Governance
in West Countries : A Critical Review, International Journal of Urban
and Regional Research.
[75] Lovelock, Chrsitopher (1980) in Fandy Ciptono, Service Excellence in
Service Yogyakarta: PT Andi Offset, 1996.
[76] Lyle M, Spancer, Jr, Signw M, Spancer. (1993). Competence Work,
Model for Performance.
[77] Maani, Kambiz E. Robert Y. Cavana, (1999). System Thinking and
Modeling, Prentice Hall,
[78] Machiavelli, Noccolo (2002). Il Principle, diterjemahkan Sang
Penguasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[79] Machiavelli. (1957) ―The Prince‖, New American Library, New York.
[80] Maister, David. H. (1998). Professionalism, Mc Graw-Hill Book
Company, Maister, David. H. Professionalism, McGraw-Hill Book
Company, 1998.
[81] Marguardt, Michael Augus Reynolds, (1994). Global Learning
Organization, Gaining Competitive Advantage through Continous
Learning.
[82] Marie, Joëlle Zahar. (2007). "Chapter 9 Power Sharing In Lebanon:
Foreign Protectors, Domestic Peace, And Democratic Failure1". (Doc)
Diakses 3 Januari 2007.
[83] Mc Kevitt, Davit (1981). Managing Core Public Service, Blackwell
Publishers.
[84] Medlej, Joumana. "The Mountain". Diakses 15 Desember 2006.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
226
[85] Merton, Robert K. (1936). "The Unanticipated Consequences of
Purposive Social Action". American Sociological Review.
[86] Mill & Dahl in Putnam, R.D. (1993). Making Democracy Work: Civic
Traditions in Modern Italy, New Jersey, Pricenton University Press..
[87] Morgan, C & Murgatroyd, S. (1995). Total Quality Management in the
Public Sector: An International Perspective. Buckingham: Open
University Press.
[88] Olson in Iain McLean, (1987) Public Choice an Introduction, New
York.
[89] Olve, Nils Goran Jan roy and Magnus Wetter. (1999) A Practical
Guide to Using The Balanced Scored: Performance Drivers. New
York; John Wiley & Sons. Ltd.
[90] Osborn, David & Ted Gaebler, (1993). Reinventing Government, New
York, A Plume Book.
[91] Osborn, David and P. Plastrik. (1996) Banishing Bureaucracy The Five
Strategies for Reinventing Government, USA: Addition- Wesley
Publishing Company. Inc
[92] Pallach & Prohl in Friede Nashold and Glann Daley. (1999) Learning
From The Pioneers Modernizing Local Government. Parta One,
International Public Management Journal 2 (1), 1999: 27.
[93] Parker, Wayne. (1993). Governor’s Office of Planning and Budget
State of Utah, Http://www.gvnfo. State.ut.us/planning/PRIMER.HTM.
November 1993.
[94] Putman, Robert D. (1999). Making Democracy Work : Civic
Tradisions in Modern Italy. New Jersy: Precenton University Press,
1999.
[95] Rivlin, Alice (2015). Systematic Thinking for Social Action. Brookings
Institution Press.
[96] Robbins, Stephen. (1990). Organizational Behavior, Sixth Edition,
New Jersey, Prentice-Hall Englewood Cliffs.
[97] Rodhes, R. (1997). The New Governence : Governance Withouth
Government, Political Studies.
[98] Rodinelli, Dannis A, and Cheema, G. Shabbir, (1998) Implementang
Decentralizaton Policies : An Introduction, dalam Rondinelli, Dennis
A. and Cheema, G. Shabbir, Decentralization and Development,
Policy Implementation in Developing Countries, California : SAGE
Publication Inc, Beverlu Hills.
[99] Rogers, Steve (1990). Performance Management in Local Government,
Jassica kindsley Publisher, London
[100] Romzek. (1994). New Paradigms For Government, Issues the
Changing Public Service, Jossey-Bass Publishers, San Francisco.
[101] Rosen, et al. (1993). Improving Public Sector Productivity, Concept
and Practice. Londong:Sage Publication.
[102] Sansom, George (1961). A History of Japan, 1334-1615. Stanford, 42
[103] Sarruf, Marina (2006). "Brazil Has More Lebanese than Lebanon".
Diakses 30 November 2006.
[104] Savas, E.S. (1987). Privatizaton The Key to Better Government,
Chatham House Publishers, Inc, New Jersey.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
227
[105] Scheldler, Kuno and Jurg Felix. (2000). Quality in Public
Management: the Customer Perspective, in Thomson, F (editor),
International Public Management Journal. Vol.3/number I/2000:128
[106] Scheledler, Kuno and Jurg Felix, (2000). Quality in Public
Management: The Customer Perspective, Institute for Public Service
and turism, University of St. Gallen, Varnbuelstrasse 19, St. Gallen
International Public Management Journal 3. 2000:125.
[107] Shelton, Ken A New. (1997). Paradigm of Leadership, Executive
Exellence Publishing. Shelton.
[108] Simon, H. (1959). Administration Behavior, New York, Simon, H.
Administration Behavior, New York.
[109] Skelcher, C. (1992). Managing for Service Quality London ; Longman
[110] Stake, Robert E. dalam Denzin, Norma K. Loncoln Yvanna S. (1994).
Hand Book of Qualitative Research, Save Publication, New York.
[111] Steward David W. (1972). Secondary Research Information Sources
and Methods, Sage Publication, Newbury Park London- New Delhi.
[112] Stewart, John. (1983). Understanding The management of Local
Government, Managing Local Government, Gemenral editor:Michael
vlark & John Stewart Longman.
[113] Stewart, John. (1988). Managing local Government, Understanding
The Management of Local Government, Longman.
[114] Stoner, James A.F. (1992). Management, Second Edition, Prentice
Hall, New York.
[115] Stoner, James A.F. (1992). Management, Second Edition, Prentice
Hall, New York,
[116] Stout L.D. (1993). Assistant Commissioner Federal Finance,
―Performance Measurement‖ Guide: Performance Measurement In The
Federal Government‖, November 1993.
[117] Supriyatno, Budi. (2006) Organization Change, Minister of Public
Work.
[118] Sure, H.G. (1987). Ilmu Administrasi Negara, Suatu Bacaan
Pengantar, Gramedia, Jakarta.
[119] Swanson, Ricard A. Elwood F. Holton III. (1997). Human Resource
Development, Research Hand Book, Linking Research and Practice,
Berret-Kochler Publishers, San Francisco..
[120] Tjosvold, (1993). Service Management. Mc. Grw-Hill Book company.
[121] Tjosvold. (1993). Manajemen Pelayanan, Mc Graw-Hill Book
Company,
[122] U. Rosental. (1978). Openbaar Bestuur. Samsoon HD Jeenk Wllink,
Alphen aan den Rijn (Leiden),
[123] Utrecht. (1962). ―Pengantar Dalam Hukum Indonesia,‖ Ichtiar, Jakarta.
[124] V. Carino, Ledivina. (1991). Accoungtability, Corruption and
Democracy : A Clarification on Concepts, in the Asian Review of
Public Administration, Vol. III No.2, December 1991.
[125] Van Braam, (1987). in the State Administration of Science Sautu
Introduction Reading by H.G. Surie, Gramedia, Jakarta.
[126] Whittaker J.B., (1993). ―The Government Performance Result Act‖,
[127] Yazbeck, Roger (2007). "Lebanon was mentioned 71 times in the Holy
Bible...". Diakses 21 Februari 2007.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
228
[128] Zeithmal, Valarie A. A. Parauraman, Leonard L. Berry, Delivery
(1990). Quality Service, Balancing Customer Perceptions, New York:
The Free Press, A Division of Macmillan, Inc.
SUMBER DATA LAIN : PERATURAN DAN DATA DARI INTERNET
[1] Book of Work Culture Result of Seminar The Association of
Indonesian Republican Employees (KORPRI) Special Region of
Yogyakarta November 1992.
[2] Bureau of Democracy, Human Right and Labor, 2002. Country Report
on Human Right Practices, 2002 Lebanon..
[3] Bureau of Democracy, Human Rights, and Labor (2002). "Country
Reports on Human Rights Practices - 2002: Lebanon". Diakses 3
Januari 2007.
[4] Canadian International Development Agency. "Lebanon: Country
Profile". Diakses 2 Desember 2006.
[5] Center for the Study of the Built Environment. "Deconstructing
Beirut's Reconstruction: 1990-2000". Diakses 31 Oktober 2006.
[6] Central Bureau of Statistics Israel 12-9-2007.
[7] CIA, the World Fact Book (2006). "Lebanon". Diakses 7 November,
2006.
[8] Countries Quest. "Lebanon, Government". Diakses 14 Desember 2006.
[9] Harian Kompas, tanggal 20 Sepetember 2008.
[10] History Thailand , Siam, CSM-Thai.
[11] https://www.business.com/articles/management-theory-of-mary-
parker-follett/
[12] https://www.katz.business.pitt.edu/why-katz/leadership.
[13] International Journal of Kurdish Studies, Jan, 2002 oleh Lokman I.
Meho "The Kurds in Lebanon: a social and historical overview"
[14] Japan scraps zero interest rate. BBC News Online (20006-07-14).
Retrived on 2006 December 28.
[15] Japanese Instrument of Surrender, educationworld,net Retrived on
2006 December 28.
[16] Kompas Daily on Wednesday (26/12/2007) was published by Kompas
27 December 2007.
[17] LAN RI, Tim Peneliti Lembaga Administrasi Negara, Pembagian
Tugas dan Kewenangan Perangkat Pelaksana Wilayah dan Daerah di
Propinsi daerah Tingkat I. Bandung : Lembaga Administrasi Negara.
1984.
[18] Law Number 39 Year 1999 on Human Rights.
[19] Law of the Republic of Indonesia Number 17 Year 2003 on State
Finance, Chapter I, General Provisions, Article I.
[20] Library of Congress Country Study of Afghanistan.
[21] Longman Dictionary of Contemporery English, Long Corpus
Network, Britis National Corpus,1995, p.1128.
[22] Pedoman dan Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) LAN RI, Jakarta, 2003.
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
229
[23] Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
[24] Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah, Modul 3 dari 5 Modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas kinerja Instansi pemerintah (AKIP).
2001.
[25] Reference Guide. Province of Alberta Canada.
[26] Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Tahun
2004-2009.
[27] Seminar KORPRI Daerah Istimewa Yogyakarta, Budaya Kerja,
November 1992.
[28] Socialist Party (2005). "A new crisis in the Middle East?". Diakses 31
Oktober 2006.
[29] TC Online (2002). "Paris of the Middle East". Diakses 31 Oktober
2006.
[30] Thailand (Siam) History, CSMngt-Thai. Diakses 2008
[31] The Nation, Assembly will not play a major role, 14 October 2006.
[32] The Nation, NLA 'doesn't represent' all of the people, 14 October 2006.
[33] The World Factbook-Afghanistan 17 Mei 2005.
[34] U.S. Department of State. "Background Note: Lebanon (History)
August 2005"..
[35] Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999,Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
[36] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan
Daerah, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1999
[37] Undang-Undang Nomor Nomor 22 Tahun 1999
[38] UNDP dalam publikasinya yang berjudul, Governance for Sustainable
Human Development, 1997.
[39] United States Institute of Peace (March 2006). "Lebanon's
Confessional: Problems and Prospects". Diakses 3 Januari 2007.
Ӂ ӁӁӁӁ
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
230
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Dr. Drs. H. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi Assosiate Profesor. Lahir
di Sragen, Jawa Tengah. Indonesia, 6 Oktober 1959. Trah Mojopahit,
Keturunan Joko Tingkir, Anak dari Almarhum Sersan Mayor Dakir
Santoso, Veteran/Pejuang Kemerdekaan 1945 dan Ibu Moeniroh.
PENDIDIKAN :
1 Universitas Sebelas Maret Surakarta 1980.
2 Lulus Sarjana Administrasi Negara di Universitas Krisnadwipayana Jakarta
pada 1988.
3 Lulus Magister Manajemen STIE Jakarta pada 1998.
4 Lulus Magister-Doktor Ilmu Manajemen Pemerintahan Universitas Satyagama
Indonesia pada 2005.
PENDIKAN PELATIHAN/TRAINING/ KURSUS:
1 Manajemen Proyek di Jakarta (1987).
2 Pelaksanaan Teknis Penanganan Proyek di Jakarta (1988).
3 Pejabat Inti Proyek di Jakarta (1989).
4 Urban Planning di Manila (1994).
5 Sewage Works Engineering di Jepang (1995).
6 Environmental Training Institute States di New York Amerika (1996).
7 Standar Kualifikasi Ketrampilan Bidang Manajemen Jakarta (1997).
8 Manajemen Proyek Jakarta (1998).
9 Manajemen Communication Skill di Singapura (1999).
10 Pelatihan Teknik Kehumasan di Bandung (1999).
11 Pelatihan Teknis Jabatan Fungsional Jakarta (2000)
PEKERJAAN :
1 Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Departemen PU (1982-1986).
2 Proyek Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang, Cipta Karya (1986-1990).
3 Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan, Cipta Karya (1990-1994).
4 Proyek Perencanaan Tata Ruang Propinsi, Cipta Karya (1994-1996).
5 Direktorat Bina Teknik, Cipta Karya (1996-2000).
6 Deputi Meneg PU Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Terbangun (2000-
2001).
7 Biro Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana, Sekertaris Jenderal
Kementerian PU (2001-2010).
8 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian PU (2007-
2010).
9 Pusat Penelitan dan Pengembangan Permukiman Bandung (2010-Sampai
2013).
10 Calon Anggota Legislatif Daerah Pemilihan Jawa Tengah (Sragen,
Karanganyar, Wonogiri Tahun 2014).
DOSEN :
1 Dosen Universitas Krisnadwipayana (1992-2005).
2 Dosen Pasca Sarjana Universitas Satyagama Jakarta, (2005-sekarang).
3 Dosen Universitas Jakarta (2010-sampai sekarang)
SEMINAR/SIMPOSIUM:
1 Studi Management Case di Kualalumpur Malaysia (1993).
2 Urban Manajemen di Bangkok Thailand (1994).
3 Project Management Singapore (1995).
4 Institutional Development Manila (1998).
Dr. H. BUDI SUPRIYATNO.MM.,MSi. MAJEMEN PEMERINTAHAN
231
BUKU YANG SUDAH DITERBITKAN:
1 Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional, Suatu Strategi dan Pemikiran
(1996).
2 Manajemen Pemerintahan (Plus Duabelas langkah Strategis) (2009).
3 Manajemen Tata Ruang. (2009)
4 Korupsi (2009).
5 Budaya Kerja Birokrasi (2010).
6 Sang Pmimpian Sejati (2013).
7 Job Analyisis (2013).
8 Human Resource Planing (2013).
9 Manajemen Sumber Daya Manusia (2013).
10 Human Resource Development (2014)
11 Career Management (2014).
12 Employee Promotion (2014).
13 Performance Evaluation (2014).
14 Employee Relation (2014).
15 Compensation (2014).
16 Human Resource Management (2014).
17 Filafat dan Etika Pemerintahan (2014).
18 Teori Pembangunan Dalam Pemerintahan (2015).
19 Civic Education (2015)
20 Pendidikan Kewarganegaraan (2015)
21 Teknik Supervisi (2016).
22 Government Management (2018) Cambridge Scholars Publishing. London.
23 Juga Aktif meneliti dan menulis di Journal Internasional.
Ӂ ӁӁӁӁ