22
69 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kali Surabaya yang menerima beban limbah domistik, industri, dan pertanian. Pemilihan Kali Surabaya sebagai obyek penelitian didasarkan atas : (1) permasalahan pencemaran air Kali Surabaya telah menjadi isu daerah Jawa Timur bahkan isu nasional yang melibatkan multistakeholder; (2) Kali Surabaya dimanfaatkan sebagai sumber air minum PDAM kota Surabaya sementara tingkat pencemaran terus meningkat; (3) aktivitas industri di bantaran Kali Surabaya terus meningkat disertai peningkatan beban pencemaran akibat limbah industri yang dihasilkan; (4) tanpa tindakan pengendalian pencemaran Kali Surabaya berisiko terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian lapangan dilaksanakan selama 7 bulan mulai Agustus 2009 hingga Februari 2010. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Lokasi penelitian. Penentuan stasiun/lokasi pengambilan contoh air sungai untuk menentukan parameter fisik dan kimia air dilakukan secara purposive sampling yang dibedakan berdasarkan jarak dari Dam Jagir dan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan industri dan kawasan padat pemukiman. Enam

Draft Proposal Penelitian - repository.ipb.ac.id · Konduktometri Gravimetri Termometer Konduktometer Neraca Analitik : In situ In situ Laboratorium . II. Kimia 1. pH 2. DO 3. COD

Embed Size (px)

Citation preview

69

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kali Surabaya yang menerima beban

limbah domistik, industri, dan pertanian. Pemilihan Kali Surabaya sebagai obyek

penelitian didasarkan atas : (1) permasalahan pencemaran air Kali Surabaya telah

menjadi isu daerah Jawa Timur bahkan isu nasional yang melibatkan

multistakeholder; (2) Kali Surabaya dimanfaatkan sebagai sumber air minum

PDAM kota Surabaya sementara tingkat pencemaran terus meningkat; (3)

aktivitas industri di bantaran Kali Surabaya terus meningkat disertai peningkatan

beban pencemaran akibat limbah industri yang dihasilkan; (4) tanpa tindakan

pengendalian pencemaran Kali Surabaya berisiko terhadap kesehatan masyarakat.

Penelitian lapangan dilaksanakan selama 7 bulan mulai Agustus 2009 hingga

Februari 2010. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi penelitian.

Penentuan stasiun/lokasi pengambilan contoh air sungai untuk menentukan

parameter fisik dan kimia air dilakukan secara purposive sampling yang

dibedakan berdasarkan jarak dari Dam Jagir dan pertimbangan bahwa lokasi

tersebut merupakan kawasan industri dan kawasan padat pemukiman. Enam

70

lokasi pengambilan contoh yang dipilih adalah: (1) Bendung Gunungsari (2.60

km); (2) Jembatan Sepanjang (6.50 km); (3) Karangpilang (8.25 km); (4)

Tambangan Bambe (12.00 km); (5) Tambangan Cangkir (15.60 km); dan (6)

Jembatan Jrebeng (24.10 km).

Penentuan lokasi pengambilan contoh air minum PDAM untuk menentukan

kualitas fisik dan kimia air dan memprediksi risiko dampak pencemaran terhadap

kesehatan masyarakat juga dilakukan secara purposive sampling berdasarkan

jarak dari Karangpilang yang merupakan lokasi intake PDAM. Pengambilan

contoh air dilakukan pada setiap stasiun secara komposit tempat yaitu campuran

beberapa sampel pada satu aliran dari beberapa titik dengan volume dan waktu

yang sama, sehingga dengan metode komposit ini diharapkan dapat mewakili

kondisi perairan dari semua strata kedalaman pada masing-masing stasiun

pengamatan. Lokasi pengambilan contoh air untuk penentuan kualitas air Kali

Surabaya ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Lokasi sampling kualitas air Kali Surabaya.

3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kali Surabaya memiliki panjang sekitar 41 km mulai dari Dam Mlirip

hingga Dam Jagir/Ngagel. Lebar sungai bervariasi 60 hingga 100 meter. Debit air

Kali Surabaya bervariasi sepanjang tahun (berkisar 20 hingga 100 m3

/detik),

71

sementara berdasarkan data Perum Jasa Tirta, diketahui Debit di Dam Mlirip

bervariasi 7 hingga 70 m3/detik (Masduki & Apriliani 2008).

Kali Surabaya mempunyai beberapa anak sungai utama, yaitu Kali

Kedungsumur, Kali Marmoyo, Kali Banjaran, Kali Tengah, dan Kali Kedurus.

Anak sungai tersebut merupakan penyumbang pencemaran yang besar yang

berasal dari limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian.

Kali Surabaya mempunyai catchment area yang luas, termasuk catchment

area anak sungainya. Kali Kedungsumur mempunyai catchment area sekitar 99

km2, alirannya berasal dari Watudakon yang melintasi Kali Brantas melalui

siphon dan masuk ke Kali Surabaya sekitar 1.5 km setelah Dam Mlirip. Kali

Banjaran mengalirkan air dari kawasan perkampungan di daerah Krikilan. Aliran

Kali Banjaran ini memasuki Kali Surabaya sekitar 20.5 km setelah Dam Mlirip.

Aliran Kali Tengah masuk ke Kali Surabaya sekitar 30 km setelah Dam Mlirip.

Kali Tengah merupakan saluran air limbah yang berasal dari beberapa industri di

sepanjang Kali Tengah. Aliran air Kali Kedurus masuk ke Kali Surabaya sekitar

39 km setelah Dam Mlirip atau sekitar 170 m setelah Dam Gunungsari. Kali

Kedurus merupakan saluran air limbah yang berasal dari rumah tangga di sekitar

Kali Kedurus. catchment area Kali Kedurus sekitar 71 km2.

Penggunaan utama air Kali Surabaya sesuai dengan peruntukannya adalah

untuk air baku air minum (berdasarkan SK Gubernur Jatim No. 413/1987 Kali

Surabaya ditetapkan sebagai sungai golongan B). Penggunaan lainnya adalah

untuk air industri, irigasi, dan perikanan.

3.3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh air sungai, contoh

air minum PDAM Karang Pilang, NaOH, H2SO4, Na2SO3, NH4Cl, larutan

penyangga borat, H3BO3, larutan natrium fenolat, larutan NaClO, K2Cr2O7,

HgSO4, Ag2SO4, indikator feroin, fero amonium sulfat Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O,

asam sulfamat, MnCl2, KI, larutan standar Na2S2O3, pereaksi Nessler, brusin,

larutan NaCl, NaNO3, NaNO2, akuades, larutan sulfanilamid, larutan N-(1-

naftil)-etilendiamin dihidroklorida, amonium molibdat, SnCl2, larutan standar

fosfat, indikator fenolptalein, Hg(NO3)2, Pb(NO3)2, dan Cd(NO3)2.

72

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi: seperangkat peralatan

gelas untuk analisis kimia air, van dorn water sampler, coolbox, termometer,

pHmeter, konduktometer, quesioner, spektrofotometer, atomic absorption

spectrometry (AAS), software expert choise, dan software powersim.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kuantitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder

2NenN+

yang dirancang

untuk mendeskripsikan kondisi fisik, kimia, sosial dan ekonomi sebagai kondisi

eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara,

kuisioner, survei lapangan serta pengukuran langsung di lapangan dan di

laboratorium terhadap parameter fisik, kimia air Kali Surabaya dan air limbah.

Wawancara pakar dilakukan untuk memperoleh data tentang kegiatan reduksi

beban pencemaran, teknologi pengendalian pencemaran, dan identifikasi elemen

kunci dalam analisis prospektif. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data

persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan data

sosial ekonomi masyarakat. Studi kasus dan literatur digunakan untuk

memperoleh data sekunder dari instansi terkait atau literatur terutama hasil-hasil

penelitian dengan kasus yang serupa. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi

jumlah penduduk, hotel, industri, debit buangan limbah industri, debit air Kali

Surabaya, kadar parameter pencemar bersumber dari limbah industri, limbah hotel,

dan saluran buangan, serta anak sungai. Untuk menentukan jumlah penduduk

yang akan disurvei untuk pengumpulan data persepsi masyarakat dan data sosial

ekonomi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya digunakan teknik

pengambilan contoh secara purposive sampling. Jumlah sampel responden

ditentukan dengan menggunakan rumus Storin dan Bag (Fauzy 2001). Rumus

penentuan jumlah sampel menurut Storin dan Bag adalah:

n = (6)

Keterangan: n = ukuran sampel minimal;

N = ukuran populasi;

e = batas kesalahan yang diinginkan

73

3.5 Rancangan Penelitian

3.5.1 Penentuan Kualitas Air

Parameter kualitas air mencakup parameter fisika dan kimia yang

menggambarkan kondisi kualitatif perairan Kali Surabaya dan kualitas air minum

PDAM dari semua lokasi pengambilan contoh. Analisis parameter kualitas air

menggunakan metode APHA (1998). Parameter kualitas air yang dianalisis

beserta metode, peralatan, dan tempat analisis disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan

Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan Tempat Analisis

I. Fisika 1. suhu 2. Konduktivitas 3. TSS

0

µC mho

mg/l

Pemuaian Konduktometri Gravimetri

Termometer Konduktometer Neraca Analitik

In situ In situ Laboratorium

II. Kimia 1. pH 2. DO 3. COD 4. BOD 5. NH3

-

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

(Amonia) 6. N-Nitrat 7. N-Nitrit 8. Fosfat 9. Kadar Hg 10. Kadar Pb 11. Kadar Cd

Potensiometri Titrasi Winkler Titrimetri Titrimetri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrofotometri Spektrometri Spektrometri Spektrometri

pHmeter Peralatan titrasi Peralatan titrasi Peralatan titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer AAS AAS AAS

In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium

3.5.2 Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran

Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran dan tingkat

pencemaran adalah sumber pencemar, nilai parameter pencemar, debit air limbah,

dan nilai parameter fisik kimia air Kali Surabaya. Pengumpulan data dilakukan

melalui analisis parameter pencemar (in situ dan laboratorium), wawancara, dan

data sekunder. Sumber pencemar yang diidentifikasi adalah industri, pemukiman,

dan hotel. Sumber pencemar industri adalah industri yang mengalirkan limbah ke

Kali Surabaya, terdiri atas industri yang membuang limbah zat organik dan

industri yang membuang limbah logam terlarut. Pengumpulan data beban limbah

industri, pemukiman, hotel, saluran buangan domestik, saluran limbah pertanian,

dan limbah lewat anak sungai mencakup lokasi, debit air limbah, dan parameter

74

pencemar dilakukan melalui survei lapangan, wawancara, data sekunder, dan

pengukuran bersama PJT-I.

3.5.3 Proyeksi Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap Kesehatan

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji proyeksi risiko

dampak pencemaran terhadap kesehatan adalah: (1) dosis referensi untuk setiap

jenis spesi kimia risk agent; (2) konsentrasi spesi kimia risk agent dalam air

minum PDAM, air sungai, dan sedimen. Pengumpulan data untuk proyeksi risiko

dampak dilakukan melalui analisis kimia terhadap contoh air Kali Surabaya dan

contoh air Kali Surabaya dan air minum PDAM yang bersumber dari Kali

Surabaya, serta data sekunder terutama nilai default dari Exposure Factor

Handbook (EPA 1990) dan reference dose (RfD) dari Integrated Risk Information

System (IRIS 2007).

3.5.4 Pemilihan Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran yang Efektif dan Efisien

Pemilihan kegiatan reduksi beban pencemaran yang efektif dan efisien,

dikembangkan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang

diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada kali surabaya. Teknik

pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Alternatif kegiatan reduksi

beban pencemaran ditentukan berdasarkan sumber dari pakar dan pustaka.

Berdasarkan hasil kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan pakar,

berhasil diidentifikasi sepuluh alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali

Surabaya, yaitu: (1) Pembuatan UPL komunal, (2) Penerapan pajak limbah

pencemar industri, (3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air, (4)

Penyuluhan, (5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, (6) Sistem

penegakan hukum lingkungan, (7) Penetapan kelas air Kali Surabaya, (8)

Penetapan daya tampung beban pencemaran, (9) Relokasi industri, dan (10)

Penataan ruang. Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan

reduksi beban pencemaran adalah: (1) Keadilan, (2) Keberlanjutan, (3) Partisipasi

masyarakat, (4) Prosedur dan persyaratan, (5) Efisiensi, dan (6) Kemudahan

manajemen.

Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini minimal harus memenuhi salah

satu kriteria/persyaratan, yaitu (1) Mendapatkan pendidikan formal S2/S3 pada

75

bidang yang dikaji, (2) Berpengalaman dalam bidang yang dikaji, dan (3) Praktisi

dalam bidang yang dikaji.

3.5.5 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air

Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk

menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif.

Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah teknik perbandingan

indeks kinerja (comparative performance index, CPI).

Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi

pengolahan kimia, fisika, biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan

sumber dari pustaka dan pakar. Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air

yang berhasil diidentifikasi berdasarkan pendapat pakar adalah: (1) Pengendapan,

(2) Screening, (3) Wastewater garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur aktif, (6)

Disinfeksi, dan (7) Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian

alternatif adalah: (1) Efisiensi pemisahan; (2) Biaya investasi; (3) Produk

samping; (4) Biaya operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian.

3.5.6 Desain Model Pengendalian Pencemaran Air

Data yang diperlukan untuk mendesain model pengendalian pencemaran air

Kali Surabaya adalah beban pencemaran yang berasal dari limbah

pemukiman/domestik, limbah hotel, limbah pertanian, dan limbah industri.

Pengumpulan data tentang sumber-sumber pencemaran dan jenis pencemar yang

masuk ke Kali Surabaya dilakukan melalui data sekunder dan wawancara.

Sumber pencemar yang didata adalah pemukiman, hotel, industri, dan pertanian,

sedangkan parameter yang didata adalah jumlah masing-masing sumber, jumlah

pemakaian air, jumlah rumah tangga dan penduduk, debit air limbah, sarana

pembuangan dan pengolahan limbah.

Desain model dilakukan untuk melihat perilaku sistem dalam membantu

perencanaan strategi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Model

bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang

dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan. Perangkat

lunak yang digunakan sebagai alat bantu pemodelan sistem adalah powersim.

76

3.6 Analisis Data

3.6.1 Analisis Fisika dan Kimia Kualitas Air

Analisis parameter fisika dan kimia air sungai dan air minum PDAM

mengacu pada metode APHA (1998). Hasil analisis kualitas air dari semua lokasi

pengambilan contoh dibandingkan dengan Baku Mutu Perairan yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

3.6.2 Analisis Status Kualitas Air

Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks

mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Pada metode STORET data

parameter kualitas air hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air

disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status kualitas air. Kualitas

air pada suatu sungai untuk suatu peruntukan air dan parameter-parameter kualitas

air yang telah melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu dapat diketahui

dengan metode STORET.

Penentuan status kualitas air dengan metode STORET adalah dengan

menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United State - Environmental Protection

Agency), dengan mengklasifikasikan kualitas air dalam empat kelas, yaitu :

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 tercemar ringan

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang

(4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 tercemar berat

Penentuan status kualitas air dengan metode STORET dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan tabulasi data kualitas air yang memuat semua nilai hasil

pengukuran parameter fisika dan kimia (pH, DO, COD, BOD, TSS, N-NH3,

N-NO3, P-PO4

2. Membandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran

dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai

dengan kelas air;

, dan kadar Hg, Pb, dan Cd) sehingga membentuk data dari

waktu ke waktu (time series data) dan mencantumkan nilai maksimum,

minimum, dan rata-rata hasil pengukuran masing-masing parameter pada

setiap lokasi pengamatan;

77

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran ≤ baku

mutu) maka diberi skor 0;

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran

> baku mutu), maka diberi skor:

Jumlah Contoh*) Nilai Parameter Fisika Kimia

< 10 Maksimum Minimum Rata-rata

-1 -1 -3

-2 -2 -6

≥ 10 Maksimum Minimum Rata-rata

-2 -2 -6

-4 -4 -12

*) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status

kualitasnya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

3.6.3 Analisis Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran

Analisis beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar baik dari effluen

air limbah industri, limbah pemukiman, limbah hotel, dan limbah pertanian baik

melalui outlet maupun saluran/anak sungai dilakukan melalui pendekatan Rapid

Assessment (WHO 1993) dan faktor konversi (emisi) yang diperoleh dari pustaka.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung beban pencemaran adalah:

BP = Q x Ci x f (7)

Keterangan: BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (kg / hari)

Q = debit air limbah atau air sungai (m3 / detik)

Ci

PBn

i∑=1

= konsentrasi parameter ke-i (mg / liter)

f = faktor konversi (86.4)

Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan menggunakan

persamaan:

TBP =

Keterangan: TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan

BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun)

n = jumlah sumber pencemar

i = beban limbah sungai ke-i

78

Penentuan tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter

kualitas air yang diijinkan mengacu pada KepMen Lingkungan Hidup Nomor 115

tahun 2003, yaitu menggunakan metode indeks pencemaran (IP). Metoda ini

dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya

sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter

tertentu. Pada penelitian ini parameter kualitas air yang digunakan untuk

menentukan tingkat pencemaran adalah: pH, TSS, DO, BOD, COD, N-NO3,

N-NO2, N-NH3, P-PO4, kadar Hg, Pb, dan Cd.

Penentuan tingkat pencemaran dengan indeks pencemaran (IP) Sumitomo

dan Nemerow dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Memilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka

kualitas air akan membaik;

2. Memilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang;

3. Menghitung nilai Ci/Lij tiap parameter pada setiap lokasi sampling;

4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat

pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai

maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh);

Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij

hasil perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij)baruijim

pengukuranhasiliim

LCCC

− )( =

4.b. Jika nilai baku Lij

- untuk C

memiliki rentang, maka :

i ≤ Lij rata-rata (Ci/Lij)baru})(){(

])([

min ratarataijij

ratararaiji

LLLC

−−

=

- untuk Ci > Lij rata-rata (Ci/Lij)baru})(){(

])([

max ratarataijij

ratararaiji

LLLC

−−

=

4.c. Jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1.0, misal C1/L1j =

0.9 dan C2/L2j = 1.1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5.0

dan C4/L4j = 10.0, maka tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara

untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran kalau nilai ini < 1.0.

(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran > 1.0:

(Ci/Lij)baru = 1.0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran

79

P adalah konstanta (biasanya digunakan nilai 5).

5. Menentukan nilai rata-rata (Ci/Lij)R dan nilai maksimum (Ci/Lij)M dari

keseluruhan Ci/Lij

2)/()/( 22

RijiMiji LCLC +

;

6. Menentukan harga indeks pencemaran (IP) menggunakan formula:

IP = (8)

dengan : IP = indeks pencemaran

Ci = konsentrasi parameter kualitas air (i)

Lij = baku mutu peruntukan air (j)

(Ci/Lij)M = nilai maksimum Ci/Lij

(Ci/Lij)R = nilai rata-rata Ci/L

RfDInk

ij

Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran (IP) Sumitomo dan Nemerow

adalah :

0 ≤ IP ≤ 1.0 memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1.0 < IP ≤ 5.0 tercemar ringan

5.0 < IP ≤ 10 tercemar sedang

IP > 10 tercemar berat

3.6.4 Analisis Risiko Dampak Pencemaran Hg, Cd, dan Pb terhadap Kesehatan

Tingkat risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan dinyatakan sebagai

risk quotient (RQ) untuk efek-efek non karsinogenik (IPCS 2004; ATSDR 2005;

Rahman 2007) dan excess cancer risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA

2005; Rahman 2007). Persamaan yang digunakan untuk menghitung RQ adalah:

RQ = (9)

Keterangan: Ink = asupan (intake) non karsinogenik (mg/kg bb /hari)

RfD = dosis referensi (reference dose) (mg/kg bb/hari)

Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ > 1, namun jika

RQ ≤ 1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai

numerik RQ tidak melebihi 1.

Nilai ECR diperoleh dengan mengalikan cancer slope factor (CSF) dengan

asupan karsinogenik risk agent (Ik):

80

ECR = CSF x Ik (10)

Risiko kesehatan tidak dapat diterima bila 10-6 < ECR < 10-4

avgb

tE

txWDxfxRxC

(US-EPA 1990).

Jumlah asupan (intake) dari air minum dihitung menggunakan persamaan

(ATSDR 2005; Rahman 2007):

I = (11)

Keterangan : I = asupan (mg/kg/hari)

C = konsentrasi risk agent (mg/l)

R = laju asupan atau konsumsi (L/hari)

fE = frekuensi pemaparan (hari/tahun)

Dt = durasi pemaparan (30 tahun untuk nilai default residensial)

Wb = berat badan (kg)

tavg = periode waktu rata-rata (70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen, Dt x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen)

Untuk mengkuantifikasi paparan yang berkaitan dengan kontaminasi logam

merkuri (Hg), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) di Kali Surabaya digunakan analisis

risiko kesehatan terhadap penduduk yang melakukan aktivitas langsung di Kali

Surabaya (mandi, mencuci, berenang). Model yang digunakan adalah model

analisis risiko kesehatan yang dikembangkan oleh National Institute of Public

Health and Environmental Protection (diacu dalam Albering et al. 1999) yang

mencakup lima jalur pemaparan, yaitu (1) sedimen, (2) air permukaan, (3)

material tersuspensi, (4) kontak kulit dengan air permukaan, dan (5) kontak kulit

dengan sedimen. Persamaan yang digunakan dalam model untuk menghitung total

pemaparan adalah (Whitmyre et al. 1992; Albering et al. 1999):

1) Asupan (intake) bersumber dari sedimen (mg/kg bb/hari)

IdsbW

AFxEFxIRsxCs = (12)

Keterangan:

CS

Wb = berat badan (kg)

= konsentrasi kontaminan dalam sedimen (mg/kg dw)

IRs = laju asupan sedimen (kg dw/hari paparan)

EF = frekuensi paparan (hari/365 hari)

AF = faktor absorpsi (tanpa satuan), dan

81

2) Asupan yang bersumber dari sungai (air permukaan) (mg/kg bb/hari)

IWSbW

AFxEFxIRwxCw = (13)

Keterangan:

CW = konsentrasi kontaminan dalam air permukaan (mg/l)

IRw = laju asupan air permukaan (liter/hari paparan)

3) Asupan yang bersumber dari material tersuspensi (mg/kg bb/hari):

ISMbW

AFxEFxIRwxCMWxCM = (14)

Keterangan:

CM = konsentrasi kontaminan dalam material tersuspensi (mg/kg dw)

CMW = kandungan material tersuspensi di air permukaan (kg/liter)

4) Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen (mg/kg bb/hari)

IKdsbW

AFxEFxEDsxMfxASsxADxSAsxCs = (15)

Keterangan:

SAs = luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (m2),

AD = laju kontak kulit dengan sedimen (mg/cm2),

ASs = laju absorpsi dermal (liter/jam),

Mf = faktor matriks (tanpa satuan),

EDs = durasi pemaparan terhadap sedimen (jam/hari)

5) Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan (mg/kg bb/hari)

IKdwbW

AFxEDwxEFxASwxSAwxCw = (16)

Keterangan: SAw = luas permukaan kulit untuk pemaparan pada air permukaan (m2)

ASw = laju absorpsi dermal [(mg/m2

)/(mg/l)/jam]

EDw = durasi pemaparan (jam/hari)

Nilai default faktor-faktor pemaparan yang digunakan dalam pemodelan

pemaparan untuk menghitung asupan berbagai jalur pemaparan mengacu pada

nilai yang diberikan oleh Albering et al. (1999) seperti ditunjukkan pada Tabel 18.

82

Tabel 18 Nilai default yang digunakan dalam model pemaparan

Parameter Anak Dewasa

Laju asupan sedimen (IRs) (kg dw/hari pemaparan) Laju asupan air permukaan (IRw) (liter/hari pemaparan) Faktor absorpsi (AF) Laju absorpsi secara dermal (ASs) (liter/jam) Luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (SAs) (m2) Luas permukaan kulit untuk paparan (SAw) (m2) Laju kontak dermal dengan sedimen (AD) (mg/cm2

1E-3 5E-2

1 0.01 0.17 0.95 0.51 0.15 30 15 8 2

0.5

) Matriks faktor (MF) Frekuensi pemaparan (EF) (hari/365 hari) Berat badan (Wb) (kg) Durasi pemaparan terhadap sedimen (EDs) (jam/hari) Durasi pemaparan dalam air permukaan (EDw) (jam/hari) Fraksi kontaminan (FI)

3.5E-4 5E-2

1 0.005 0.28 1.80 3.75 0.15 30 70 8 1

0.5 Sumber : Albering et al. (1999) Keterangan: fw = fresh weight, dw = dry weight

Hasil penentuan total tingkat pemaparan atau asupan logam berat melalui

kelima jalur pemaparan, selanjutnya dibandingkan dengan asupan harian yang

dapat ditoleransi (tolerable daily intake, TDI). TDI merujuk pada dosis referensi

suatu bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari tanpa menimbulkan risiko yang

terindentifikasi pada pemaparan selama hidup (lifetime exposure). Tingkat bahaya

(hazard quotient, HQ) ditentukan dengan membandingkan jumlah paparan harian

rata-rata dengan TDI. Nilai rata-rata paparan harian (mg/kg bb/hari) ditentukan

menggunakan persamaan (Albering et al. 1999):

7

6470

6 DewasaAnak harianpaparanxharianpaparanx+ (17)

HQ = TDI

ratarataharianpaparan −∑ (18)

Jika nilai HQ < 1, berarti tidak ada risiko bahaya yang terjadi.

3.6.5 Pendekatan Sistem dalam Desain Model Pengendalian Pencemaran Air

Desain model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan

dengan pendekatan sistem, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang diawali

dengan identifikasi kebutuhan yang menghasilkan suatu sistem operasional yang

efisien. Model pengendalian pencemaran yang dibangun didasarkan pada beban

limbah dan karakteristik pencemaran di Kali Surabaya, terutama karakteristik

83

efluen dan kimia pencemar dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian

tujuan.

Pengkajian yang menggunakan pendekatan sistem sebagai metodologi

dicirikan oleh tiga karakteristik sistem yaitu kompleks, dinamik dan probabilistik,

dengan tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok para ahli sistem

dalam menjawab permasalahan (Eriyatno, 2003), yaitu: (1) Sibernatik

(cybernetic), berorientasi pada tujuan, (2) Holistik (holistic), cara pandang yang

utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) Efektif (effectiveness), lebih

mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan daripada

pendalaman teoritis untuk mencari efisiensi keputusan. Pendekatan sistem

memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu

mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan

komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas

disiplin dan komplementer. Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam

tahap analisis sebelum tahap sintesis (rekayasa), yaitu: (1) analisis kebutuhan; (2)

formulasi masalah; (3) identifikasi sistem; (4) pemodelan sistem; (5) verifikasi

dan validasi; dan (6) implementasi (Eriyatno 2003).

1) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku/stakeholders (Hartrisari 2007).

Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat

mempengaruhi kinerja sistem. Menurut Marimin (2007), analisis kebutuhan selalu

menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya

sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi,

observasi lapang, dan sebagainya. Analisis sistem pengendalian pencemaran air

Kali Surabaya melibatkan beberapa pelaku yang terlibat dalam sistem tersebut.

Kunci kesuksesan dari sebuah sistem adalah jika semua pelaku yang terlibat

dalam sistem dapat memperoleh manfaat dari sistem yang dibangun. Pelaku yang

terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran air kali surabaya adalah: (1)

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Surabaya yang merupakan instansi

pengelola air minum; (2) Perum Jasa Tirta-I sebagai instansi dengan tugas pokok

eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta pengelolaan DAS; (3) Badan

Lingkungan Hidup Daerah (BLHD); (4) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan; (5)

Dinas Pariwisata; (6) Industri; (7) Masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran

84

sungai dan masyarakat pengguna PDAM kota surabaya. Kebutuhan pelaku sistem

pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 19 Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya

No Pelaku Kebutuhan

1 PDAM Kota Surabaya (Pengelola)

◊ Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan; ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1; ◊ Harga dan pasokan air baku dari Kali Surabaya stabil; ◊ Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.

2 Perum Jasa Tirta I ◊ Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan

industri; ◊ Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan

pengelolaan sungai; ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1; ◊ Peningkatan pendapatan perusahaan dari jasa air.

3 Badan Lingkungan

Hidup Daerah (BLHD)

◊ Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan instalasi pengolah air limbah (IPAL);

◊ Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat, bantuan dana dan kerjasama antar lembaga;

◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah industri dan limbah domestik.

◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1

4 Dinas PU Pengairan Jatim

◊ Setiap perusahaan memiliki IPLC dan mengoperasikan instalasi pengolah air limbah (IPAL);

◊ Bantaran Kali Surabaya bebas dari pemukiman penduduk; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah

industri dan limbah domestik. ◊ Kualitas air kali surabaya memenuhi baku mutu air kelas 1

5 Dinas Pariwisata ◊ Setiap perusahaan memiliki dan mengoperasikan instalasi

pengolah air limbah (IPAL); ◊ Partisipasi aktif semua pihak untuk menjaga kebersihan dan

keindahan sungai dan ekosistem di sekitarnya; ◊ Peningkatan Pendapatan Asli Daerah; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dan indah.

6 Industri ◊ Kewajiban pengelolaan lingkungan dipermudah dan tidak

berbelit-belit; ◊ Biaya pengelolaan lingkungan rendah; ◊ Teknologi pengolah limbah yang efektif dan efisien; ◊ Pendapatan meningkat; ◊ Kondisi lingkungan masyarakat kondusif.

7 Masyarakat ◊ Kualitas kehidupan masyarakat luas tidak terganggu oleh

dampak negatif pencemaran lingkungan; ◊ Lingkungan perairan kali surabaya bersih dari limbah

industri dan limbah domestik; ◊ Pendapatan meningkat; ◊ Penerapan Corpoorate Social Responsibiliy (CSR).

85

2) Formulasi Masalah

Formulasi masalah merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam

perancangan model. Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi

yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap

(Eriyatno 2003). Formulasi masalah perlu dikembangkan menjadi suatu

pernyataan masalah yang mendefinisikan gugus kriteria kelakuan sistem yang

kemudian dievaluasi. Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan

kepentingan antar pelaku dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali

Surabaya, permasalahan yang sering muncul dalam upaya pengendalian

pencemaran air sungai adalah:

1. Belum ada koordinasi antar sektor/dinas dan lemahnya penegakan hukum;

2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelestarian

sumber daya air sungai;

3. Belum ada data terbaru parameter kualitas air Kali Surabaya, utamanya

kadar logam berat Hg, Pb, dan Cd;

4. Belum tersedia proyeksi risiko dampak pencemaran air terhadap kesehatan

penduduk;

5. Belum tersedia strategi pengendalian pencemaran badan air kali surabaya

yang efektif.

3) Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari

kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus

dipecahkan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno 2003).

Identifikasi sistem dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap komponen-

komponen yang terlibat di dalam sistem yang dikaji dalam bentuk diagram

lingkar sebab akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar

sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat

(causal relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut

dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengkait, sehingga membentuk

sebuah diagram sebab akibat, pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung

panas mengungkapkan akibat. Hubungan digambarkan dengan tanda positip (+)

atau negatif (-). Diagram sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air kali

surabaya, ditunjukkan pada Gambar 8.

86

PermukimanPenduduk

+

AktifitasEkonomi

Hotel

Industri

Pertanian(Lahan)

Limbah+

+

+

+

+Populasi

++

-

+

KesejahteraanPenduduk

+

+

Pendidikan(KesadaranLingkungan)

+

-

Partisipasi

+

BebanPencemaran

+

KualitasLingkungan

-

Gambar 8 Diagram lingkar sebab akibat sistem pengendalian pencemaran air.

Peningkatan pencemaran air Kali Surabaya akan menurunkan kualitas air

yang berdampak tidak hanya pada aspek ekologis dan ekonomis, namun juga

pada aspek estetika dan kesehatan manusia. Percemaran air bersifat kompleks,

tingkat pencemaran berubah dengan waktu (dinamik) dan terkait dengan

multistakeholder. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis sistem pengendalian

pencemaran air membutuhkan beberapa informasi yang dapat digolongkan

menjadi beberapa peubah, yaitu peubah input, peubah output dan parameter yang

membatasi susunan sistem. Diagram input output yang sering disebut diagram

kotak gelap (black box) menggambarkan hubungan antara output yang akan

dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi

permasalahan. Pada Gambar 9 diperlihatkan diagram black box sistem

pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.

87

Gambar 9 Diagram input-output sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.

3.6.6 Validasi Model

Validasi model merupakan tahap yang sangat penting dalam metode sistem

dinamik (Barlas 1996). Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah

model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang

dikaji di mana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno 2003).

Validasi model ditujukan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan

dengan realitas yang dikaji (Hartrisari 2007). Validasi model dilakukan dengan

menguji kebenaran struktur model dan keluaran model untuk menunjukkan

kesalahan minimal dibandingkan dengan data aktual termasuk menggunakan

berbagai teknik statistika. Validasi struktur untuk memperoleh keyakinan

konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung oleh struktur sistem nyata,

sedangkan validasi keluaran model (kinerja) dilakukan untuk memperoleh

keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata

(Muhammadi et al. 2001). Validasi struktur dilakukan melalui studi pustaka,

sedangkan validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan dengan data

empirik. Untuk memverifikasi keluaran model dengan data empirik dilakukan uji

Model Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya

Lingkungan • UU No. 32 Tahun 2009 • UU No. 7 Tahun 2004 • PP No. 82 Tahun 2001

Output yang dikehendaki • Beban pencemaran menurun • Kualitas air memenuhi baku mutu kelas 1 • Meningkatnya partisipasi masyarakat

Input tak terkontrol • Limbah non-point • Debit air • Beban limbah

Parameter kinerja • Baku mutu

Output yang tidak dikehendaki

Jumlah beban limbah meningkat Kurangnya kerjasama stakeholders Penurunan kesehatan masyarakat Kualitas air terus menurun

Input terkontrol Pertumbuhan & kesadaran

penduduk Persepsi masyarakat Implementasi peraturan Komitmen/Dukungan Pemda Sistem & kapasitas kelembagaan

Manajemen Pengendalian

88

menggunakan uji statistik AME (absolute means error), yaitu penyimpangan

antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. Persamaan powersim AME sebagai

berikut:

AME = abs (sr-Ar)/Ar

Sr = integrate (S)/(t(n)-t(0))

Ar = integrate (A)/(t(n)-t(0))

Keterangan: A = nilai aktual

S = nilai simulasi

n = waktu

abs = nilai absolut

Integrate = sigma fungsi waktu

Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah < 10% (Barlas 1996;

Muhammadi et al. 2001).

3.6.7 Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Air

Pengembangan skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya

dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Menurut Hartrisari (2002),

analisis prospektif merupakan studi tentang kemungkinan-kemungkinan yang

terjadi di masa depan dengan tujuan mempersiapkan tindakan strategis dan

melihat apakah dibutuhkan perubahan di masa depan. Analisis prospektif

merupakan pengembangan dari metoda Delphi yang menggunakan pendapat

kelompok pakar untuk pengambilan keputusan. Analisis prospektif terdiri atas

beberapa langkah (Hartrisari 2002), yaitu:

1. Menentukan tujuan;

2. Mengidentifikasi faktor penentu di masa depan

3. Menemukan elemen kunci di masa depan

4. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan

Identifikasi terhadap faktor-faktor penentu dalam upaya pengendalian

pencemaran air Kali Surabaya didasarkan pada pendapat pakar (expert judgement).

Untuk mengidentifikasi keterkaitan antar faktor (elemen penting) dalam sistem

dibuat matriks seperti ditunjukkan pada Tabel 20.

89

Tabel 20 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya

Dari Terhadap

A B C D E F G H I ...

A B C D E F G H I ...

Semua faktor yang teridentifikasi akan dinilai pengaruh langsung antar

faktor menggunakan pedoman penilaian seperti ditunjukkan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Pedoman penilaian analisis prospektif

Skor Keterangan

0 Tidak ada Pengaruh

1 Berpengaruh kecil

2 Bepengaruh sedang

3 Berpengaruh sangat kuat

Pedoman penilaian dilakukan dengan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah faktor A berpengaruh terhadap faktor B?

Jika tidak beri nilai 0, jika ya menuju ke pertanyaan selanjutnya

2. Apakah faktor A berpengaruh sangat kuat terhadap B?

Jika ya beri nilai 3, jika tidak menuju ke pertanyaan selanjutnya

3. Apakah pengaruhnya besar atau tidak? Jika ya beri nilai 2, jika tidak beri nilai 1

Hasil matriks gabungan pendapat pakar diolah dengan perangkat lunak

analisis prospektif. Hasil perhitungan divisualisasikan dalam diagram pengaruh

dan ketergantungan antar faktor seperti terlihat pada Gambar 10.

Tahapan penting dalam analisis prospektif adalah (Hartrisari 2002):

1. Membuat keadaan (state) suatu faktor

Pada tahap ini, faktor-foktor kunci yang telah ditentukan dibuat keadaan

(state) dengan ketentuan sebagai berikut:

90

a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi dalam suatu

waktu di masa yang akan datang;

b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti

besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tentang

situasi dari sebuah faktor;

c. Setiap keadaan harus disefinisikan dengan jelas;

d. Bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaaan

tsb harus dibuat secara kontras;

e. Identifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau

berjalan bersamaaan.

2. Membangun skenario yang mungkin terjadi

a. Susun suatu skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa

yang akan datang;

b. Skenario merupakan kombinasi faktor. Karenanya, sebuah skenario harus

memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu

keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan mutual incompotible;

c. Berikan nama pada setiap skenario (mulai dari nama paling optimis

sampai ke nama paling pesimis);

d. Memilih skenario yang paling mungkin terjadi

3. Implikasi skenario

a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya

terhadap tujuan studi;

b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya;

c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun.

Gambar 10 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem.

Variabel penentu INPUT

Variabel penghubung STAKES

Variabel autonomous UNUSED

Variabel Terikat OUTPUT

Ketergantungan

Pengaruh