24

Click here to load reader

Draft Proposal RI - PNG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhhhhh

Citation preview

Page 1: Draft Proposal RI - PNG

Anindira Febry Zalistya

111.0412.056

Upaya Indonesia dalam Menangani Masalah Keamanan Perbatasan dengan Papua New

Guinea periode 2009 – 2014

Bab I

Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah

Konsep Negara sangat berkaitan dengan kedaulatan. Kedaulatan adalah wilayah,

dimana suatu negara harus memiliki batas-batas tertentu dan wilayah yang secara eksklusif

yurisdiksi dibatasi oleh batas-batas negara. Perbatasan mengikat bersama-sama wilayah dan

orang-orang yang hidup dibawah satu pemerintahan yang berdaulat, hukum, dan setidaknya

tidak hanya terintegerasi secara administratif dan ekonomi tetapi juga ide terhadap negara itu

sendiri. Jadi negara dalam hal ini merupakan instrument utama yang bertanggung jawab

terhadap perbatasan yang mengikat kedaulatannya.

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting

dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumberdaya alam, keamanan dan

keutuhan wilayah,dimana kawasan perbatasan memiliki persoalan sosial, politik, ekonomi,

pertahanan keamanan menjadi semakin kompleks karena bersinggungan dengan kedaulatan

negara lain.1

Berkaitan dengan kawasan perbatasan, Indonesia sendiri pada dasarnya merupakan

sebuah negara yang juga berbatasan langsung dengan banyak negara lain. Indonesia memiliki

beberapa negara tetangga yang berbatasan secara langsung dengan Indonesia seperti

Malaysia, Timor Leste, dan Papua New Guinea (selanjutnya digunakan PNG).

1 Letjen TNI Moeldoko” Kompleksitas pengelolaan perbatasan tujuan dari perspektif kebijakan pengelolaan perbatasan RI” Universitas Pertahanan RI tahun 2011, diunduh pada tanggal 12 November 2014 pukul 20.40 WIB

1

Page 2: Draft Proposal RI - PNG

Wilayah perbatasan bukan saja belum banyak disentuh oleh kebijakan pembangunan,

namun, yang lebih buruk lagi, belum banyak menjadi pembicaraan dan mendapat perhatian

yang serius pemerintah dan parlemen. Demikian pula dengan wilayah perbatasan di bagian

propinsi paling timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara luar, Papua New

Guinea, yang sangat jauh dari jangkauan pusat. Wilayah sepanjang perbatasan yang sangat

luas tersebut baru memperoleh perhatian jika sudah ada masalah yang muncul, seperti aksi

kekerasan, perang suku, konflik antara kelompok separatis dengan aparat keamanan, bencana

alam, dan penyakit.2

Wilayah sepanjang perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea itu sendiri tidak

bisa dikatakan tidak penting, mengingat ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

keseluruhan wilayah propinsi Papua yang kaya dengan sumber daya alam, dan hasil hutan

dan lautnya, seperti kayu, ikan, mineral, serta flora dan fauna yang menjadi obyek penelitian

dan potensial bagi pengembangan riset pengobatan dan industri. Karena ia merupakan pintu

keluar (exit gate) dan penghubung Indonesia dengan dunia luar di kawasan Pasifik, maka ia

tidak kalah strategisnya dengan wilayah Indonesia lain seperti di sepanjang perbatasan

Indonesia dengan Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Australia, dan lain-lain. Menjadi

logis, dengan letaknya yang penting dan sumber daya alam yang dimilikinya itu, ia menjadi

sorotan dan juga incaran pihak asing yang memiliki kepentingan, baik yang bersifat positif,

ataupun negatif.3

Kemudian, untuk menangani permasalah pengaturan perbatasan antara RI-PNG

dibuatlah suatu persetujuan dasar tentang perjanjian perbatasan kedua negara (Basic

Agreement on Border Arrangements Between the Republic of RI and The Republic of PNG

pada tahun 1973),Sifatnya masih terbatas. Kemudian pada tahun 1982, melalui Keputusan

Presiden Republik   Indonesia Nomor 2 Tahun1982 Tentang Pembentukan Panitia

Penyelesaian Masalah Wilayah Perbatasan Republik Indonesia Dengan Papua New Guinea,

Indonesia kemudian memiliki pengaturan permasalahan keamanan perbatasan dengan Papua

New Guinea.

Kemudian pada tahun 2008, pemerintah kembali menerbitkan UU Nomor 43 tahun

2008 yang mengatur tentang batas-batas wilayah Negara, yang dimaksudkan untuk

memberiikan kepastian hokum mengenai ruang lingkup wilayah Negara, kewenangan

pengelolaan wilayah Negara, serta hak-hak berdaulat. Peraturan pemerintah terbaru yang 2 Poltak Partogi Nainggolan, “Masalah Perbatasan Indonesia-Papua Nugini: Perspektif Keamanan” dalam Kajian, Vol 13, No. 4, Desember 2008 Hlm. 595 diunduh pada tanggal 15 November 2014 pukul 12.32WIB3 Ibid, Hlm. 596

2

Page 3: Draft Proposal RI - PNG

mengatur mengenai pemeliharaan dan pembangunan wilayah perbatasan adalah Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Peraturan ini memfokuskan

penerapannya pada pengembangan strategi pembangunan nasional di kawasan perbatasan.4

Dinamika pengaturan wilayah perbatasan ini terus diupayakan paralel dengan

kepentingan nasional kedua negara sehingga memasuki dekade ini, kedua negara sepakat

untuk menjadikan masalah lintas batas orang dan barang dari dan kewilayah perbatasan diatur

bersama dalam sebuah perjanjian khusus (Special Arrangements for Traditional and

Customary Border Crossing Between RI and PNG).

Gambar 1.1 Wilayah Perbatasan RI – PNG

Indonesia dan

Papua New Guinea kemudian terus berupaya untuk meningkatkan kerjasama terutama di

daerah perbatasan. Kemudian pada tahun 2008, disepakatilah pembukaan jalur Trans

Jayapura-Vanimo serta kawasan distrik Skouw-Wutung sebagai pusat pasar tradisional dan

bisa diakses oleh penduduk di kawasan perbatasan dan dapat di kunjungi oleh kedua warga

Negara baik RI maupun PNG.5

Di perbatasan sebelah Utara Provinsi Papua-PNG yaitu antara Skouw dan Wutung

terdapat pasar tradisional memperdagangkan bahan-bahan kebutuhan pokok sehari-hari

seperti beras, minyak goreng, sabun, barang-barang elektronik. Diperkirakan sekitar 100

orang PNG setiap hari melintasi perbatasan menuju pasar tradisional tersebut untuk

berbelanja karena harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis di negaranya

sendiri . Tidak jarang mereka datang ke pasar itu dengan menggunakan gerobak dorong agar

4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 diakses dari www.bappenas.go.id pada tanggal 15 November 2014 pukul 13.14 WIB5 Yohanis Reinol R, Ragil Haryanto, Samsul Ma’rif, “Kajian Faktor Pengembangan kawasan Perbatasan Jayapura RI Vanimo Papua New Guinea” dalam Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota vol. (4) 2008 hlm. 99-114.

3

Page 4: Draft Proposal RI - PNG

dapat lebih banyak mengangkut barang yang dibeli. Meskipun kondisi sosial ekonomi

masyarakat PNG lebih buruk daripada masyarakat Papua, akan tetapi pasar tersebut tetap

menjanjikan untuk terus berkembang menjadi pasar yang lebih maju lagi.6

Keterbukaan akses ini memberi kemudahan untuk pembangunan ekonomi bagi

masyarakat perbatasan yang selama ini tertinggal baik dibidang ekonomi, pendidikan,

kesehatan. Dengan peningkatan pembangunan di daerah perbatasan ini dapat memberikan

peluang yang sangat baik untuk peningkatan kesejahteraan mereka. Akan tetapi di sisi lain,

terdapat pula juga tantangan negatif dimana pada saat yang bersamaan kemudahan untuk

mengakses kawasan perbatasan meningkatkan pula kemudahan masuknya ancaman

keamanan bagi masyarakat di wilayah perbatasan antara RI dan PNG.

Masalah perbatasan yang selama ini menjadi kendala menurut pihak PNG adalah lalu

lintas batas. Dalam beberapa kasus tercatat kasus lintas batas merupakan masalah yang masih

sulit diatasi baik dari level pemerintahan hingga individu. Tetapi dalam pelaksanaannya,

kerjasama kedua negara berjalan cukup baik terutama bila dilihat dari perjanjianperjanjian

bilateral yang berlangsung dan kerjasama dalam tingkat lembaga-lembaga yang memiliki

otoritas dalam pelaksanaan kebijakan di daerah perbatasan.

Kondisi perbatasan Indonesia dan PNG lebih didominasi permasalahan pada tingkat

ancaman non-konvensional. Seperti kejahatan lalu lintas batas, penyelundupan atau gerakan

separatis.7 Permasalahan perbatasan di daerah Papua ini terjadi karena jauhnya kontrol

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masih buruknya pengelolaan perbatasan bila

dilihat dari sudut pandang Indonesia. Masyarakat perbatasan Papua antara Indonesia – PNG

secara umum masih terikat dalam satu rumpun, suku dan keluarga. Sehingga dalam

pengelolaannya, pemerintah kedua negara juga menerapkan fasilitas lintas batas tradisional

agar mobilitas dan hubungan masyarakat tradisional (keterikatan ethnik) didalamnya masih

tetap terjaga.8

Penduduk yang melakukan pelintasan di perbatasan RI-PNG di sebut dengan pelintas

batas, ini menjadi fakto perhatian yang penting bagi negara baik pelintas batas yang bersifat

ekonomi sosial, kriminal dan pelintas batas politik. Pelintas batas sosial ekonomi adalah

mereka yang senantiasa melakukan aktifitas pelintas batas untuk melakukan transaksi

ekonomi serta, memenuhi kubutuhan hidup sehari-hari karena sebagian dari penduduk

6 Humphrey Wangke, “Pengelolaan Perbatasan RI-PNG: Perspektif Keamanan Ekonomi” dalam Kajian, Vol 13, No. 3, September 2008 hlm. 14 diunduh pada tanggal 15 November 2014 pukul 12.32 WIB7 Arya Damarjana, “Postur Kebijakan Perbatasan Indonesia – Papua New Guinea” dalam Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1 hlm. 109. 8 ibid

4

Page 5: Draft Proposal RI - PNG

perbatasan memiliki hak ulayat tanah di kawasan negara tetangga, di mana masyarakat PNG

memiliki kebun dan dusun sagu di kawasan RI sementara warga RI memiliki kebun juga

wilayah PNG serta dengan melakukan kunjungan keluarga dan menghadiri pesta adat.

Terkait permasalahan penyelundupan senjata, Awalnya RI hanya di jadikan sebagai

tempat transit oleh jaringan sindikat internasional untuk perdagangan narkotika secara

internasional, tetapi kemudian sejak akhir tahun 1993 wilayah RI mulai di jadikan sebagai

negara transit perdagangan narkotika ilegal ke Australia dan Amereka Serikat dari pusat

produksi dan distribusi narkotika di wilayah segi tiga emas (the golden triangle) yang terletak

didaerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja. Akhirnya kejahatan ini merambah

ke kawasan paling timur RI kejahatan lintas batas (transnational crime) seperti peredaran

obat-obat terlarang (drug trafficking) khususnya ganja diperbatasan RI dan PNG yang

dilakukan oleh para pelintas batas. Potensi peredaran ganja di wilayah Papua memang cukup

tinggi, apalagi wilayah paling timur RI ini berbatasan langsung dengan wilayah PNG yang

merupakan salah satu negara penghasil ganja. Pos batas Distrik Waris, terdapat kebun ganja

yang luas dan subur di wilayah perbatasan PNG. 9

Salah satu jalur yang di gunakan untuk menyelundupkan barang ini adalah jalur darat.

Jalur darat mudah di akses juga karena para pelaku banyak menggunakan “jalur tikus”

kemudian melintasi beberapa hutan di wilayah perbatasan. Ada juga yang melewati wilayah

perbatasan yang sudah ramai seperti Pos perbatasan Skouw –Wutung karena pemeriksaan

bagi pelintas batas belum menjadi aturan yang di bakukan di pos perbatasan tersebut.

Sehingga kawasan yang tidak terdapat pos lintas batas untuk memeriksa barang bawaan

warga yang berasal dari PNG untuk darat sendiri kasus masuknya ganja ke Papua rata-rata

melalui Wutung, Distrik Muara Tami daera perbatasan RI dan PNG.10

Bisnis ganja di Kota Jayapura belum menjadi bisnis yang besar, dalam arti bisnis ini

di laukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para pelaku dan di gunakan sendiri bagi para

pelaku dan pengguna. Ini merupakan jalur bisnis yang sangat merugikan negara, masyarakat

seta inidividu di dalamyan bagi para pelaku dari PNG yang membawa haram tersebut ketika

memperoleh uang dari hasil transaksinya mereka akan membeli keperluan seperti bahan

pokok dan BBM yang ada pula yang menjualnya lagi ketika kembali ke PNG. Berikut ini

adalah tabel kasus peyalahgunaan ganja yang melibatkan warga negara PNG di Papua:

Tabel 1.1 Kasus Penyalahgunaan Ganja yang Melibatkan Warga Negara PNG

9 Viktor Mambor, Peredaran ganja di Papua memprihatinkan, kategori:Adventorial “Tabloid Jubi” edisi 20 April 2008, hlm 9.10 Halvaksz, Jamon, Lipset, David,The decline of the Ponapean nightcrawler marijuana and interpersonal relations in a Micronesian culture, Oceania November 2006.

5

Page 6: Draft Proposal RI - PNG

No. Tahun Kasus TKP Jumlah Barang Bukti

1. 2008 6 Samping Br Panthera Entrop,Depan Pos Pol Wutung MuaraTami, Jl. Baru Youtefa, DepanPLTD Yarmokh Jl. KotiJayapura

12 bungkus plastik

ganja.

2. 2009 4 PPLB Wutung M. Tami,Wutung.

1400 gr Ganja

Jumlah 10 (12 bungkus plastik +

1400 gr ) ganja

Sumber : Polresta Jayapura Papua 2009

Pemancing ilegal dan perdagangan gelap merupakan acaman yang sedang

berkembang dan mengalami peningkatan di perbatasan RI dan PNG. Kesulitan kapal patroli

telah dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk terus menjalankan aktifitas ilegal fishing di

banyak jalur perbatasan laut kedua negara di sana, banyak juga kasus terjadi karena

ketidakpahaman para nelayan tradisional akan keberadaan jalur batas laut RI dan PNG.

Namun, ada pula kasus yang terjadi akibat ‘undangan’ penduduk PNG sendiri yang mungkin

masih memiliki hubungan kekerabatan dengan penduduk disana. Pencurian Ikan di kawasan

perbatasan hingga masuk ke kawasan PNG oleh orang RI sendiri banyak terjadi, dan

konsekuensinya mereka harus mengalami proeses hukum oleh pihak PNG.

Seperti pada tahun 2007, ada kasus penembakan nelayan Indonesia asal Makassar

oleh pihak keamanan PNG. Pihak Indonesia menyampaikan compliance, namun, masalah

tersebut dianggap selesai, setelah pihak keamanan PNG melakukan pengusutan, walaupun

tidak diketahui apa bentuk pertanggungjawaban yang diberikan mereka.11 Kemudian hal yang

serupa terjadi pada 7 Februari 2014 lalu, 5 Nelayan asal Indonesia tewas setelah kapal

mereka ditangkap dan dibakar tentara Papua Nugini.12 Tidak hanya membakar perahu nelayan

saja, para penumpangnya juga diperintahkan berenang sejauh 7 kilometer menuju daratan

dalam kondisi cuaca buruk dan ombak tinggi oleh tentara Papua Nugini dengan bersenjata

lengkap. 5 dari 10 nelayan akhirnya meninggal dunia lantaran kelelahan, sedangkan 5 lainnya

hingga kini belum ditemukan.

11 Poltak Partogi Nainggolan, “Masalah Perbatasan Indonesia-Papua Nugini: Perspektif Keamanan” dalam Kajian, Vol 13, No. 4, Desember 2008 Hlm. 604 diunduh pada tanggal 15 November 2014 pukul 12.32WIB12 Riski Adam “Papua Nugini Terror Nelayan” dalam artikel Online Terusik 4 Negara Tetangga diakses dari <http://news.liputan6.com/read/824176/terusik-4-negeri-tetangga> pada tanggal 30 November 2014 pukul 12.36 WIB

6

Page 7: Draft Proposal RI - PNG

Hal inilah yang menjadi perhatian serius dari pemerintah RI karena nelayan RI yang

tertangkap oleh angkatan laut dan petugas Imigrasi di PNG. Mereka harus membayar mahal

meskipun dengan alasan terlewat dan tidak melihat batas namun tetap mendapat hukuman

dan membayar denda ini tetap berlaku di wilayah PNG. Sementara perdagangan gelap sudah

menjadi rahasia umum, upaya yang di lakukan pemerintah RI belum maksimal karena dengan

alasan pengikatan kesejahteraan masyarakat maka pemerintah tidakdapat mengubah sebuah

kebijakan.

I.2. Rumusan Masalah

Kawasan perbatasan merupakan daerah yang sangat penting bagi kedaulatan suatu

Negara. Melalui kawasan perbatasan dapat dilihat bagaimana keamanan Negara tersebut.

Selain itu kawasan perbatasan juga merupakan kemungkinan terbesar terjadinya suatu konflik

terbuka. Oleh karena itu, wajar apabila suatu Negara diharuskan untuk membenahi dan

meningkatkan kekuatannya agar terhindar dari ancaman keamanan.

Ancaman keamanan yang terjadi di kawasan perbatasan dewasa ini tidak hanya

keamanan tradisional saja namun lebih kearah keamanan non-tradisional. Hal ini terbukti

pada kawasan perbatasan diantara Indonesia dengan Papua Nugini. Ancaman keamanan non-

tradisional yang terjadi di kawasan perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini adalah

permasalah lintas batas, kejahatan lintas batas (transnational crime), penangkapan ikan

secara illegal dan perdagangan gelap.

Sebagai upaya mengatasi masalah keamanan perbatasan dengan PNG, Indonesia

mengeluarkan UU Nomor 43 tentang wilayah Negara, kemudian RPJMN 2004-2009 dan

RPJMN 2010. Sedangkan dalam pelaksanaan kebijakan perbatasannya, Indonesia dan PNG

mengutamakan hubungan kerjasama.Negara RI dan PNG telah melembagakan serangkaian

forum bersama bilateral baik forum politis maupun teknis yang diwadahi dalam bentuk

kelembagaann yakni Joint Border Community (JBC) ,sebuah kerja sama komisi setingkat

menteri. lalu Border Liaison Meeting (BLM) sebuah kerja sama teknis setingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota yang secarateknis dilakukan oleh perwakilan pejabat perbatasan kedua

negara dalam.Di samping itu, kerangka kelembagaanyang ditujukan untuk menunjang kinerja

JBC, kedua negara telah menyepakati dua turunan kelembagaan teknis yakni Joint Technical

Sub-Committee on Surve Demarcacy and Mapping (JTSCSDM) dan Joint Technical Sub-

Committee on Security Matters Along to the Common Border Areas (JTSCSM).

7

Page 8: Draft Proposal RI - PNG

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pertanyaan penelitian yang kemudian penulis

ajukan adalah sebagai berikut : “Bagaimana Upaya Indonesia dalam Menangani Masalah

Keamanan Perbatasan dengan Papua New Guinea pada periode 2009 – 2014?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani

permasalahan keamanan perbatasan dengan Papua New Guinea pada periode 2008

sampai 2014.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani

permasalahan keamanan perbatasan dengan Papua New Guinea pada periode 2008

sampai 2014.

2. Sebagai penambah pengetahuan bagi mahasiswa hubungan internasional, khususnya

mengenai ketahanan energi sebuah negara.

3. Sebagai salah satu contoh penelitian dalam studi hubungan internasional bagi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

I.5. Kerangka Pemikiran

I.5.1. Tinjauan Pustaka

Untuk menjawab rumusan permasalahan, penelitian ini perlu melakukan tinjauan

terhadap karya akademis yang memiliki kemiripan dan atau berhubungan dengan penelitian

ini. Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka akan penulis bagi menjadi dua kategori: Keamanan

Perbatasan, Pengelolaan Keamanan Daerah Perbatasan.

I.5.1.1. Keamanan Perbatasan

Penelitian pertama adalah penelitian yang berjudul “Masalah Perbatasan RI – PNG

perspektif Keamanan” oleh Poltak Partogi Nainggolan, yang berisi penelitian mengenai

masalah-masalah di perbatasan RI dan PNG yang belum begitu banyak di lakukan, dengan

peningkatan pembangunan perubahan modernisasi kawasan ini rancu terhadap berbagai

8

Page 9: Draft Proposal RI - PNG

ancaman dan pengaruh dari berbagai pihak baik aktor negara maupun non negara. Daerah

perbatasan sudah tersentuh namun belum tepat guna dan sasarannya kurang tepat dengan

kebijakan pembangun yang di canangkan oleh pemerintah. Wilayah perbatasan RI dan PNG

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RI. Jurnal ini membahas masalah-masalah

keamanan misalnya kurangnya personil keamanan di kawasan perbatasan,luasnya daerah

perbatasan, patokan perbatasan yang kurang jelas, kurangnya infrastruktur, mobilitas,

transport, dan pos perbatasan sehingga kawasan ini tidak bisa diawasi secara menyeluruh

serta pada akhirnya menyebabkan kurang mampunya aparat untuk mencegah terjadinya

kejahatan di kawasan perbatasan misalnya peredaran ganja, pelintas batas ilegal,

pemancingan liar, dan masalah-masalah lain di kawasan perbatasan.

Penelitian Kedua adalah dari buku yang berjudul “Mengelola perbatasan di dunia

tanpa batas: Isu permasalahan dan kebijakan” yang ditulis oleh Loundri Madu Aryanta, Nugraha Nikolaus dan Loy Fauzan. Dalam buku ini, pengarang mengutarakan bahwa perbatasan di era yang semakin global menjadi permasalahan utama di wilayah perbatasan serta terdapat beberapa pendekatan untuk mengulas masalah ini secara akademis dan praktis dalam rangka mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Dalam buku ini juga di bahas secara lebih spesifik mengenai pengelolaan perbatasan RI-PNG dengan pendekatan keamanan non tradisional serta Border Management Between RI and PNG dan ada beberapa gambaran juga mengenai beberapa wilayah di RI yang memiliki perbatasan laut maupun darat. Buku ini membahas bahwa perbatasan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh dari negara lain ini membuka peluang bagi masyarakat (individu) dan negara untuk dapat mengantisipasi ancaman-ancaman yang telah disekuritisasi menjadi isu yang harus diperhatikan negara karena dapat mengganggu kedaulatan negara.

Penelitian Ketiga adalah dari skripsi karya Yeni Puspitasari yng berjudul “Upaya Indonesia dalam Menangani Masalah Keamanan Perbatasan dengan Timor Leste pada Periode 2002-2012”. Penelitian ini menemukan, bahwa masalah keamanan di daerah perbatasan merupakan persoalan di kedua Negara dengan cara unilateral dan bilateral serta melalui adanya diplomasi perbatasan (Border Diplomacy). Kerangka konsep yang digunakan adalah perbatasan, kebijakan keamanan, keamanan perbatasan, dan diplomasi perbatasan. Dari analisis menggunakan 4 konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan cara

9

Page 10: Draft Proposal RI - PNG

Unilateral seperti, Perpres Nomor 78 tahun 2005, UU Nomor 43 tentang wilayah Negara, RPJMN 2004-2009 serta RPJMN 2010-2014. Sedangkan dalam menyelesaikan keamanan perbatasan di kedua Negata tersebut melakukan berbagai kebijakan secara bilateral. Yaitu Kerjasama Joint Border Committee (JBC) dan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Sehingga pemerintah dapat menyelesaikan masalah keamanan di Perbatasan kedua Negara dengan baik.

I.5.1.2. Pengelolaan Keamanan Daerah PerbatasanPenelitian pertama adalah penelitian yang berjudul “Postur Kebijakan Perbatasan

Indonesia – Papua New Guinea” karya Arya Damarjana. Dalam sejarahnya, pernah tercatat

terdapat gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka yang menjadi ancaman bagi keamanan

bagi negara Indonesia. Ancaman keamanan meningkat terutama ketika mobilitas gerakan ini

menggunakan akses lintas batas perbatasan Indonesia-Papua New Guinea. Penelitian ini

memfokuskan pada bagaimana postur kebijakan perbatasan Indonesia dilihat dari perbatasan

Indonesia – Papua New Guinea. Bila ditinjau dari kondisinya, merujuk pada perspektif

Rennie,perbatasan antara kedua negara lebih berbentuk stable boundaries. Hal ini dilihat dari

sejarah perbatasan Indonesia dan PNG yang sejak dahulu tidak pernah mengalami gejolak

konflik politikdan perubahan geopolitik yang mempengaruhi segala dimensi perbatasan

diantara kedua Negara ini. Walaupun dasar batas wilayah yang hanya berpegangan kepada

perjanjian warisan kolonial kedua negara.

Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: dengan menjaga stabilitas

keamanan perbatasan kedua negara. Seperti contoh melalui kerjasama dengan PNG dalam hal

keamanan perbatasan; Kedua, Pemerintah PNG sangat bergantung terhadap inisiatif

Pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang muncul di

daerah perbatasan. Ketiga, hubungan kedua negara yang tidak dalam keadaan genjatan

senjata dan lebih kooperatif; Keempat, masih lemahnya pengelolaan keamanan perbatasan

kedua negara dilihat dari implementasi kebijakannya dilapangan. Kelima, kurangnya

koordinasi yang baik di kedua negaraini perihal koordinasi antara masing – masing instansi

yang bersangkutan dengan pengelolaan perbatasan; Keenam, kurangnya lembaga yang benar

– benar jelas mengatasi masalah – masalah diperbatasan; Ketujuh, kurang majunya

pembangunan infrastruktur didaerah perbatasan yang menimbulkan sulitnya koordinasi

lapangan dari instansi – instansi yang berkaitan.

10

Page 11: Draft Proposal RI - PNG

Penelitian kedua adalah penelitian dalam Jurnal nasional berjudul “ Pengelolaan perbatasan RI –PNG: perspektif keamanan ekonomi” oleh Humphrey Wangke, tahun 2007, tentang pengelolaan kawasan perbatasan RI dan PNG yang dapat berkembang menjadi halaman depan RI dengan melihat kawasan perbatasan bukan dari aspek keamanan saja namun juga dapat di pandang dari aspek ekonomi dengan mengingkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan. Oleh karena itu, keberhasilan kawasan perbatasan bukan di lihat dari semakinkondusifnya keamanan tetapi juga harus memikirkan keuntungan masyarakat sipil disekitar perbatasan ditandai dengan semakin meningkatnya lalulintas barang dan orang di kawasan perbatasan. Dampak terbukanya kawasan menjadi pusat ekonomi bagia masyarakat di sekitas kawasan dan dan masyarakat di daerah yang sudah di permudah akses pelintas batas dengan ciri-ciri dan kesamaan budaya dan bahasa.

I.5.2. Kerangka Konseptual

Untuk dapat menjelaskan, mengkaji dan mengetahui upaya Indonesia dalam

menangani masalah keamanan perbatasan dengan Papua New Guinea dibutuhkan beberapa

konsep yang relevan digunakan agar dapat menganalisis permasalahan tersebut.

I.5.2.1 Keamanan Perbatasan

Perbatasan menurut J. G Starke didefinisiakan sebagai garis imajiner diatas

permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu Negara dari Negara lain.13 Perbatasan

mengikat bersama-sama wilayah dan orang-orang yang hidup dibawah satu pemerintahan

yang berdaulat, hukum, dan setidaknya tidak hanya terintegerasi secara administratif dan

ekonomi tetapi juga ide terhadap negara itu sendiri. Jadi negara dalam hal ini merupakan

instrument utama yang bertanggung jawab terhadap perbatasan yang mengikat

kedaulatannya.14 Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa suatu daerah perbatasan harus

diperhatikan keamanannya. Lalu apakah yang disebut dengan keamanan perbatasan?

Konsep keamanan perbatsan menurut Caballero-Anthony adalah melakukan

identifikasi mengenai pendekatan-pendekatan yang akan dipakai untuk keamanan, secara

13 J.G Strake,”Pengantar Hukum Internasioanal”, Sinar Grafika: Jakarta, 1989, hlm 24514 Arya Damarjana, “Postur Kebijakan Perbatasan Indonesia – Papua New Guinea” dalam Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1 hlm. 109.

11

Page 12: Draft Proposal RI - PNG

sederhana pengelolaan masalah keamanan di perbatasan dapat dimaknai sebagai segenap

kebijakan dan upaya yang ditujukan untuk mengurangi potensi ancaman, kondisi

ketidakamanan dan memaksimalkan keamanan di wilayah perbatasan.15

Sedangkan menurut Wuryandari, setiap negara yang berbatasan selalu dipengaruhi

oleh rezim keamanan perbatasan yang berkembang di dunia. Dalam hal ini, Wuryandari

melihat rezim keamanan perbatasan dalam dua bentuk, yaitu hard-border regime dan soft-

border regime. Hard-Border Security Regime, yaitu rezim keamanan perbatasan yang

menganut sistem perbatasan sangat ketat dengan penempatan pasukan bersenjata lengkap

disetiap pos-pos perbatasan. Soft-Border Security Regime, yaitu rezim keamanan perbatasan

yang menganut system perbatasan yang tidak terlampau ketat.16 Biasanya negara penganut

sistem ini tidak secara ketat membatasi pelintas batas antar Negara karena negara ini tidak

menganggap hal ini sebagai sebuah ancaman bagi keamanan nasionalnya. Peneliti melihat

perbedaan kedua bentuk rezim ini dari integrasi keamanan yang terjadi di daerah perbatasan.

Upaya pengelolaan keamanan perbatasan di perbatasan Indonesia dengan Papua New

Guinea merupakan suatu tantangan. Sebagaimana yang telah dsebutkan sebelumnya pada

tahun 2008 telah disepakati pembukaan jalur Trans Jayapura-Vanimo serta kawasan distrik

Skouw-Wutung sebagai pusat pasar tradisional dan bisa diakses oleh penduduk di kawasan

perbatasan dan dapat di kunjungi oleh kedua warga Negara baik RI maupun PNG. Sekalipun

demikian, Indonesia juga perlu membatasi keterbukaan atas dasar pertimbangan keamanan.

I.5.2.2. Konsep Diplomasi Perbatasan

Diplomasi perbatasan (Border Diplomacy) menurut Arif Havas Oegroseno,

merupakan pelakasanaan politik luar negeri dalam rangka penanganan masalah perbatasan

yang mencakup batas wilayah negara darat dan laut serta pengelolaan berbagai masalah

perbatasan yang berdimensi internasional.17 Diplomasi perbatasan ini mempunyai tiga elemen

penting, yaitu:18

15 Caballero dan Mely Anthony, “Human Security (and) Comprehensive Security in ASEAN” dalam The Indonesia Quarterly XXVIII thn. 2000 hlm 41616 Ganewati Wuryandari, “Keamanan Keamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste: Sumber Ancaman dan Kebijakan Pengelolaannya.” Dikutip dari Arya Damarjana, “Postur Kebijakan Perbatasan Indonesia – Papua New Guinea” dalam Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1 hlm. 112.17 Arif Havas Oegrooseno, “ Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia” thn. 2006 hlm. 13 18 Ibid, hlm. 14 -15

12

Page 13: Draft Proposal RI - PNG

1. Dengan persetujuan (by agreement) : yang dilakukan melalui negosiasi sebagai

sebuah kewajiban hokum yang diatur dalam hokum nasional dan hokum

internasional. Dalam hal ini, perang bukan sebuah opsi.

2. Berdasarkan hukum internasional : Border Diplomacy yang dimaksud disini adalah

sebagai dasar dalam penetapan perbatasan. Hukum Internasional disini dapat berupa

konvensi-konvensi yang relevan, putusan hakim, putusan arbitrasi, dan opionion juris.

3. Mencapai “equitable result” : maksudnya adalah bahwa hasil penetapan perbatasan

akan memberikan dampak just, impartial, and fair.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, diplomasi perbatasan (Border Diplomacy)

merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah suatu Negara untuk menjamin

kedaulatannya melalui pengelolaan wilayah perbatasan. Upaya pemerintah dalam rangka

menyelenggarakan diplomasi perbatasan ini tentunya tidak dapat dilihat dari segi hokum dan

keamanannya saja, melainkan juga harus dilihat dari segi ekonominya.

Dengan demikian, penyelenggaraan diplomasi perbatasan merupak upaya untuk

mempertahankan keutuhan wilayah Indonesia sehingga perlu dibangun dari beberapa pilar.

Jika dilihat diplomasi sebagai kegiatan perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri, maka

diplomasi perbatasan dilakukan dengan cara negosiasi melalui hokum, social, ekonomi, dan

institusional.19 Border Diplomacy atau diplomasi perbatasan merupakan konsepsi yang

akhirakhir ini seringkali kali dipergunakan untuk merujuk segala macam upaya diplomasi

yang dilakukan oleh negara (baik first track maupun second track diplomacy) dengan tujuan

untuk mengelola kepentingan negara di perbatasan.20

Diplomasi perbatasan oleh karenanya, pada hal-hal yang terkait dengan kesepakatan

mengenai pengelolaan perbatasan dan keputusan mengenai garis batas, harus dilakukan oleh

pemerintah pusat sebagai representasi negara. Meski pada soal yang mengait pada

pembangunan sosial ekonomi perbatasan dapat dilakukan bersama-sama dengan aktor non

negara, kaum akademisi, pelaku ekonomi dan terutama warga di perbatasan.21

Negara kemudian menyelenggarakan diplomasi melalui baik diplomasi multilateral

dan diplomasi bilateral. Diplomasi multilateral adalah diplomasi yang diselenggarakan

19 Iva Rachmawati dan Fauzan, “Problem Diplomasi Perbatasan dalam Tata Kelola Perbatasan Indonesia-Malaysia” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikVolume 16, Nomor 2, November 2012 hlm. 95 20 Ibid, hlm. 9721 Ibid, hlm. 97

13

Page 14: Draft Proposal RI - PNG

dengan banyak negara. Tujuan utama dari diplomasi ini adalah mendapatkan anggota yang

lebih banyak sehingga persoalan yang dihadapi bersama jauh lebih mudah untuk diselesaikan.

Adanya kesepakatan bersama yang dihasilkan dan diimplementasikan secara bersama-sama

merupakan target utama diplomasi multilateral. Pada beberapa kasus, negosiasi akan lebih

efektif dilakukan melalui diplomasi multilateral. Terkait dengan persoalan perbatasan, maka

pada tataran diplomasi multilateral, dapat beberapa negara dapat sekaligus bersama-sama

memutuskan perbatasan darat dan laut mereka dengan negara-negara yang berdekatan dan

atau berbatasan langsung. 22

Sementara itu diplomasi bilateral adalah diplomasi yang diselenggarakan hanya antar

dua negara saja. Hal ini dilakukan karena biasanya memang persoalan yang dihadapi hanya

terjadi dan hanya dipersoalkan oleh dua negara yang bersangkutan saja. Penyelesaian

persoalan melalui jalur bilateral atau politis juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan

agar sengketa tidak perlu dilakukan melalui jalur hukum atau ICJ.23

Dalam diplomasi perbatasan yang dapat dilakukan melalui dua jalur, multilateral

ataupun bilateral, maka didukung 3 hal utama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

hukum, pembangunan social ekonomi dan institusi.

I.6. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif dengan studi pustaka. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yakni

suatu bentuk penulisan dengan cara memaparkan dan menjelaskan mengenai masalah yang

diangkat secara jelas.

Metode penelitian ditunjang oleh pengumpulan data melalui studi kepustakaan, yaitu

berupa buku-buku yag menyangkut dan berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

dalam penulisan ini. Terdapat pula artikel, jurnal, koran dan media cetak lainnya. Kemudian

data juga diperoleh dari media eklektronik, seperti televisi, internet dan lain sebagainya.

Setelah tahap pencarian data, selanjutnya dilakukan pengolahan data.Penulis

menggunakan metode deduksi, yaitu dengan menguraikan masalah-masalah yang bersifat

22 Ibid, hlm. 9723 Ibid, hlm. 97

14

Page 15: Draft Proposal RI - PNG

umum dan kemudian dilanjutkan dengan menguraikan masalah yang bersifat

khusus.24Berdasarkan data-data yang telah diseleksi sebelumnya, penulis melakukan

pengklasifikasian data, disesuaikan dengan tema yang dibahas.Data-data tersebut digunakan

untuk menjawab pokok permaslahan dengan menggunakan teori sebagai alat analisisnya,

sehingga dari analisis tersebut dapat dibuat suatu kesimpulan.

I.7. Sistematika Penulisan

Dalam upaya memberikan pemahaman mengenai isi dari penelitian secara

menyeluruh, maka penelitian ini dibagi menjadi 4 bab yang terdiri dari bab dan sub-bab yang

saling berkaitan satu sama lain. Bab-bab tersebut antara lain :

BAB I Pendauluan, bab ini berisikan sub-bab latar belakang terjadinya mengapa

Indonesia diharuskan menjaga keamanan perbatasan dengan Papua New Guinea (PNG).

Selain itu bab ini juga berisikan permasalahan pokok, tujuan serta manfaat penelitian. Sub-

bab lainnya adalah kerangka pemikiran yang berisikan tinjauan pustaka dan kerangka

teori.sub-bab terakhir dalam bab ini adalah metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Keamanan Perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea, bab ini

berisikan berbagai permasalahan yang menjadi ancaman keamanan perbatasan antara

Indonesia dengan Papua New Guinea.

BAB III Upaya Indonesia dalam Menangani Keamanan Perbatasan dengan

Papua New Guinea, bab ini berisikan apa saja upaya yang dilakukan oleh Indonesia baik

secara unilateral maupun dengan bilateral yang melibatkan pihak Papua New Guinea.

BAB IV Kesimpulan, bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan mengenai

analisis upaya Indonesia dalam menangani keamanan perbatasan dengan Papua New Guinea.

24 Lexy, G. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Pt Rosda Karya, 1991, hlm. 7

15