16
Drainase dan sistem pengendalian banjir BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur. Banjir dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan yang tergolong padat, juga kedatangan penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima kecamatan itu adalah Banyumanik yang kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan Ngaliyan 4.059 (Wawasan, 13/01/09). Salah satu penyebab dari peningkatan jumlah penduduk yang ada di semarang yaitu karena semarang terdapat universitas-universitas yang cukup ternama sehingga menjadi bidikan Page 1

Drainase Print

  • Upload
    fanhyde

  • View
    10

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah salah satu kawasan

rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah penduduk

padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada

umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan

lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur.

Banjir dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari

pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat dicatat BPS

Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan

tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun

2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), 30.910 orang (tahun 2005),

dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan yang tergolong padat, juga kedatangan

penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima kecamatan itu adalah Banyumanik yang

kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang,

Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan Ngaliyan 4.059 (Wawasan, 13/01/09). Salah

satu penyebab dari peningkatan jumlah penduduk yang ada di semarang yaitu karena semarang

terdapat universitas-universitas yang cukup ternama sehingga menjadi bidikan calon mahasiswa baru di

seluruh penjuru Indonesia, misalnya Universitas Negeri semarang ataupun IAIN Semarang dan IKIP PGRI

Semarang. Sehingga banyak para pendatang yang memadati Semarang.

Namun secara teoritis keilmuan, adapun lima potensi banjir di Semarang menurut Pramono SS

(2002) adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik geografi, Kota Semarang memiliki daerah-daerah potensi banjir, karena adanya perbedaan

tinggi dataran antara wilayah utara dan wilayah selatan. Kondisi ini terjadi karena adanya banjir kiriman

dari wilayah selatan Kota Semarang dan kabupaten Semarang.

Page 1

Page 2: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

2. Adanya perubahan pemanfaatan lahan dari hutan karet menjadi perumahan di wilayah kecamatan

Mijen memperbesar kerusakan di daerah tersebut. Akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke wilayah

Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah banjir padahal

sebelumnya di daerah tersebut belum pernah terkena banjir. Selain penggundulan hutan, perubahan

fungsi lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Semarang dari areal pertanian menjadi areal perumahan

baru. Penyebab lain, banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten Semarang melewati Kota

Semarang.

3. Adanya pengeprasan bukit di beberapa tempat mengakibatkan perubahan pola aliran air, erosi, dan

mempertinggi kecepatan air, sehingga membebani pengairan.

4. Pembangunan rumah liar di atas bantaran sungai, pembuatan tambak yang mempersempit sungai dan

penutupan saluran di daerah hilir.

5. Permasalahan non-teknis, yaitu perilaku masyarakat kota Semarang yang buruk. Perilaku membuang

sampah di saluran dan di sembarang tempat. Rendahnya kesadaran masyarakat kota ditunjukkan

sewaktu banjir di beberapa jalan protokol kota Semarang, diakibatkan adanya saluran yang tersumbat,

namun masyarakat tidak segera mengatasinya melainkan menunggu petugas dari pemerintah Kota

Semarang untuk mengatasi permasalahan pada saluran tersebut.

Namun, dari kelima potensi diatas, bukan berarti tidak ada penyelesaian bagi masalah banjir di

wilayah Semarang. Peran pemerintah, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan seluruh elemen

masyarakat sangat dibutuhkan guna tercapainya penyelesaian dari masalah banjir yang selama ini selalu

menghantui warga Semarang.

Page 2

Page 3: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian atau definisi serta proses terjadinya banjir secara umum

1. Menurut Departemen Kimpraswil (2001), Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air

tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan

yang semestinya kering.

2. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang

meningkat (Wikipedia, 2009).

3. Himpunan Ahli Tehnik (1984), Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan pada daerah yang

biasanya kering.

Banjir merupakan kejadian hidrologis yang dicirikan dengan debit dan/atau muka air yang tinggi

sehingga dapat menyebabkan penggenangan pada lahan disekitar sungai, danau, atau sistem air lainnya.

Air hujan yang jatuh kebumi, tidak seluruhnya terserap kedalam tanah dan tertahan oleh vegetasi

yang ada, namun ada sebagian yang jatuh langsung ke laut, namun sebagian harus mengalami

perjalanan dahulu melalui DAS atau daerah aliran sungai, nantinya air tersebut akan bermuara ke laut

ataupun ke sungai-sungai yang lebih rendah. Dalam perjalanannya itu, air yang mengaliri DAS membawa

materi-materi hasil erosi sehingga makin lama DAS di daerah dataran rendah makin lama makin dangkal

dan akhirnya bisa menghilang akibat tersedimentasi oleh materi-materi yang dibawa air dari dataran

yang lebih tinggi tadi. Hal itu wajar adanya dan merupakan proses alam, namun terkadang proses alam

tersebut berjalan sangat cepat karena campur tangan manusia sehingga menyebabkan

ketidakseimbangan alam, contohnya jika didataran tinggi terutama, dilakukan penggundulan

hutan,maka air hujan yang jatuh kebumi, akan sedikit sekali yang tertahan di dataran tinggi, sehingga

menyebabkan air yang mengalir kedataran rendah menjadi bertambah, akibatnya, kapasitas sungai dan

DAS tidak mencukupi sehingga terjadilah peluberan aliran air yang disebut banjir. Ditambah apabila

terdapat penghalang pada DAS yang akan memperlambat aliran air, misalnya batu besar, batang pohon,

maupun sampah.

Page 3

Page 4: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

B. Penyebab Banjir di Wilayah semarang

Banjir di dataran alluvial sungai dan alluvial pantai Semarang dapat dikelompokkan menjadi tiga

macam banjir, antara lain :

1. Banjir kiriman, yang terjadi secara periodik setiap tahun dan melanda daerah sekitar pertemuan

Kali Kreo, Kali Kripik, dan Kali Garang sampai di Kampung Bendungan disebabkan oleh

peningkatan debit air sungai yang mengalir dari DAS Garang (luasnya 204 km2), DAS Kreo

(luasnya 70 km2), dan DAS Kripik (luasnya 34 km2).

Peningkatan debit ini disebabkan oleh intensitas hujan yang besar, atau intensitas hujan yang

sama namun jatuh pada wilayah yang telah berubah atau telah mengalami konversi penggunaan

lahan. Misalnya yang awalnya hutan atau lahan yang memiliki vegetasi banyak, namun diubah

menjadi perumahan atau bangunan-bangunan lainnya. Berkurangnya kapasitas pengaliran atau

daya tampung saluran atau sungai tersebut, sehingga air meluap menggenangi daerah di

sekitarnya. Banjir kiriman ini diperparah oleh kiriman air dari daerah atas yang semakin besar,

sebagai konsekuensi bertambah luasnya daerah terbangun yang merubah koefisien alirannya.

2. Banjir lokal yang lebih bersifat setempat, sesuai dengan atau seluas kawasan yang tertumpah air

hujan, terjadi disebabkan oleh:

Tingginya intensitas hujan

Belum tersedianya sarana drainase yang memadai

Penggunaan saluran yang masih untuk berbagai tujuan (multipurpose) baik untuk

penyaluran air hujan, limbah, dan sampah rumah tangga, padahal belum bisa diimbangi

oleh air penggelontoran yang dialirkan

Banjir lokal ini diperparah oleh fasilitas bangunan bawah tanah (pipa PAM, kabel

Telkom, dan PLN) yang kedudukannya sangat mengganggu drainase

3. Sedangkan banjir rob yang melanda daerah-daerah di pinggiran laut atau pantai disebabkan

oleh:

Permukaan tanah yang lebih rendah daripada muka pasang air laut.

Setiap tahunnya wilayah semarang mengalami penurunan ± 2-3 cm pertahunnya, hal ini

karena sebagian wilayah semarang khususnya semarang bawah merupakan wilayah

hasil reklamasi atau penggurukan, sehingga kepadatannya tidak sekuat tanah yang

terbentuk secara alami, selain itu, pembangunan gedung-gedung yang berbobot berton-

ton juga menyebabkan wilayah semarang bawah semakin tertekan kebawah.

Page 4

Page 5: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

Bertambah tingginya pasang air laut

adanya pemanasan global atau global warming, menyebabkan es dikutub utara maupun

selatan mencair, akibatnya volume airpun bertambah dan menyebabkan laut

mengalami penambahan atau peninggian muka air laut, tidak terkecuali semarang.

Sedimentasi dari daerah atas (burit) di muara sungai (Kali Semarang, Banjir Kanal Barat,

Kali Silandak, Kali Banger, Silandak Flood Way, Baru Flood Way, dan kali Asin) maupun

sedimentasi air laut khususnya oleh pasang surut (rob), di samping oleh pengaruh

gelombang dan arus sejajar pantai, sehingga terjadi pendangkalan muara yang berakibat

mengurangi kapasitas penyaluran dan akibat selanjutnya menambah parah banjir di

sekitarnya.

C. Dampak Banjir

Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik,

sosial, ekonomi dan lingkungan.

1. Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan

publik yang disebabkan oleh banjir.

2. Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya

perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke

sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi,

air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.

3. Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang

tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan

lain-lain).

4. Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh

banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.

Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan.

Selain itu, banjir juga mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara

keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).

Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek

(sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek

berikut:

Page 5

Page 6: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-

luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.

2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip,

peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.

3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya

pasar tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya

perekonomian masyarakat.

4. Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan,

jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik,

air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata,

persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Yang terpenting dalam keadaan banjir adalah bahaya timbulnya penyakit akibat banjir yang

mengancam masyarakat dari semua golongan. Hal ini dikarenakan banyaknya sampah yang terhanyut

terbawa air banjir, air got yang bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang tidak sedap

ataupun septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya lingkungan kita menjadi

sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya penyakit pasca banjir: diare, DBD, leptospirosis, ISPA,

cacingan dan berbagai penyakit penyerta lain. Bahkan tidak jarang juga menimbulkan kasus penyakit

yang luar biasa (outbreak). Banjir juga menimbulkan dampak menurunnya kondisi tubuh & daya tahan

terhadap stress (Wijaya. 2008).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit

pasca bencana yang sering ditemukan:

Polusi udara berdampak sakit batuk sesak

Makanan dan minuman yang terkontaminasi menyebabkan diare akut

Tikus-tikus baik yang mati atau hidup akibat bencana banjir berpotensi menularkan

kuman pes dan leptospira

Air kemih tikus perlu dicermati penyakit leptospira

Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti maupun Albocpitus yang menularkan virus

dengue maupun Chikungunya

Dampak trauma kepala dan patah tulang, dibutuhkan kerjasama dengan dokter ahli

bedah umum maupun bedah tulang.

Page 6

Page 7: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

D. Solusi Mengatasi Banjir di Wilayah Semarang

Menurut Yusuf Y (2005), langkah-langkah untuk menangani banjir dibagi menjadi tiga, yaitu:

langkah-langkah untuk menangani banjir lokal, banjir genangan, dan banjir rob.

Untuk menangani banjir lokal perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

1. Semarang Barat perlu dibangun saluran sabuk, di daerah hilir perlu normalisasi banjir kanal

barat dan banjir kanal silandak untuk mengembalikan kepada kapasitas rancangan, di daerah

hulu (lahan burit) perlu diatur dengan PERDA tentang kawasan dapat terbangun, kawasan

konservasi, dan pembuatan sumur resapan sehingga fungsi daerah atas sebagai daerah resapan

terjamin.

2. Untuk menangani banjir genangan perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Saluran drainase yang ada sebaiknya digunakan untuk mengalirkan air hujan saja (single

purpose) dan perlu dibangun saluran tersendiri untuk limbah dan keperluan lainnya

b. Normalisasi dan pemeliharaan saluran-saluran drainase yang ada

c. Perbaikan inlet yang sesuai dengan kapasitas debit yang harus dialirkan

d. Penyusunan PERDA tentang bangunan bawah tanah untuk infrastruktur PLN, PDAM,

TELKOM, atau instansi lainnya dan pengaturan luas lahan terbangun

e. Penyuluhan terhadap masyarakat.

3. Untuk menangani banjir rob perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pembangunan drainase nongravitasi di Kali Asin, Baru, dan Banger

b. Pembuatan PERDA pengembangan wilayah pantai (termasuk reklamasi) tanpa bangunan

atau gedung-gedung dan izin peil bangunan yang dikaitkan dengan IMB

c. Penertiban dan memperketat perizinan air bawah tanah.

Selain yang disebutkan diatas, hal yang paling utama yaitu memperhatikan system drainase yang

baik. Sistem drainase merupakan suatu sistem untuk mengalirkan atau membuang air hujan yang jatuh

di suatu daerah agar tidak terjadi genangan atau banjir (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).

Pada prinsipnya ada dua macam drainase, yakni drainase untuk daerah perkotaan dan drainase

untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi

antara pengembangan perkotaan, daerah rural, dan daerah aliran sungai atau DAS (Kodoatie RJ, Sjarief

R, 2005).

Drainase memiliki berbagai fungsi, antara lain:

Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau

banjir

Page 7

Page 8: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

Memperkecil risiko kesehatan lingkungan, yakni bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit

lainnya

Sebagai pembuangan air rumah tangga (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).

Ukuran dan kapasitas saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena semakin

luas daerah alirannya. Adapun berbagai kendala di dalam pemeliharaan sistem drainase di wilayah kota

dengan permukiman yang padat:

a. Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk

tata guna lahan tertentu

b. Sulitnya memelihara saluran karena bagian atas sudah ditutup oleh bangunan

c. Banyaknya sampah domestik yang menumpuk di saluran sehingga mengurangi

kapasitas dan menyumbat saluran.

Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang

sulit dihilangkan. Terbatasnya dana untuk pemeliharaan saluran. Sistem drainase seringkali tidak

berfungsi optimal karena pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat

keberadaan sistem drainase seperti jalan, kabel TELKOM, pipa PDAM. Secara estetika, drainase bukan

merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai tempat pembuangan

air dari semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tidak sedap. (Kodoatie RJ,

Sjarief R, 2005).

E. Metode Pengendalian Banjir

Menurut Kodoatie RJ dan Sjarief R (2005) beberapa metode pengendalian banjir antara lain:

1. Metode-Non-Struktur

Yang termasuk metode ini antara lain:

a. pengelolaan daerah aliran sungai (DAS)

b. Pengaturan tata guna lahan

c. Law enforcement

d. Pengendalian erosi di DAS

e. Pengaturan dan pengembangan daerah banjir.

2. Metode-Struktur

Bangunan Pengendali Banjir

Yang termasuk metode ini antara lain:

a. bendungan (dam)

Page 8

Page 9: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

b. Kolam retensi

c. Pembuatan check dam (penangkap sedimen)

d. Bangunan pengurang kemiringan sungai

e. Groundsill, retarding basin, pembuatan polder

Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai

Yang termasuk metode ini antara lain:

a. sistem jaringan sungai

b. Pelebaran atau pengerukan sungai (normalisasi)

c. Perlindungan tanggul

d. Tanggul banjir

e. Sudetan (by pass)

f. Floodway.

F. Langkah-langkah dalam Mengatasi Banjir

Menurut Depkes RI (2002), masyarakat perlu juga bersikap dan bertindak untuk mengantisipasi

datangnya banjir. Misalnya dengan melakukan hal-hal berikut ini:

Menjauhi daerah rawan banjir dalam membuka permukiman

Bagi yang sudah telanjur bermukim di daerah banjir, sebaiknya meninggikan lantai

rumah hingga di atas permukaan air banjir

Mengembangkan sistem peringatan dini terhadap banjir di lingkungan masing-masing.

Misalnya dengan sirene

Mengetahui ke mana harus mengungsi dan meminta pertolongan kesehatan bila

datang banjir

Mengetahui dan menyiapkan dengan cepat apa yang terpenting untuk dibawa tatkala

mengungsi. Yaitu pakaian, air minum, sabun, pasta gigi, obat-obatan, dan bahan

makanan yang tahan lama

Mengetahui dan dapat melakukan dengan cepat hal-hal penting sebelum

meninggalkan rumah untuk mengungsi. Misalnya memutus aliran listrik (menurunkan

sekering listrik)

Menyiapkan sarana transportasi air yang diperlukan ketika terjadi banjir

Page 9

Page 10: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

Membantu pengamanan dan keberhasilan usaha-usaha pengungsian dan

penyelamatan (evakuasi), sehingga memperkecil jumlah korban dan kerugian yang

timbul.

G. Mitigasi Banjir dengan Bantuan Masyarakat

Menurut UNESCO (2008), banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan-

tindakan seperti:

1. Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air

keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.

2. Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya

sampah ke sungai atau selokan.

3. Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari

perumahan. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan

membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.

4. Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah

tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung

dalam badan sungai saat hujan.

5. Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan

dan semak belukar.

6. Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.

7. Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan

tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah

lain.

Tindakan-tindakan pencegahan ini sebaiknya dimulai dan dilaksanakan 2-3 bulan sebelum

musim hujan. Permohonan untuk dukungan dapat ditujukan kepada institusi pemerintahan seperti

Departemen Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

Page 10

Page 11: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat digaris bawahi bahwa banjir adalah suatu keadaan dimana sungai ataupun DAS sudah

tidak sanggup untuk menahan debit air yang terlalu besar akibat penambahan volume air secara singkat

dan berlebihan karena suatu sebab, bisa karena factor alam, maupun akibat ulah manusia yang

menyebabkan rusaknya elemen-elemen yang dapat menahan air tetap berada di dataran tinggi dan

tidak langsung mengaliri daerah yang lebih rendah.

Banjir yang terjadi di wilayah semarang disebabkan oleh tiga factor, yaitu banjir akibat kiriman

dari daerah lain, banjir local akibat hujan yang mengguyur wilayah tertentu di wilayah semarang dan

yang paling umum adalah banjir rob.

Banjir yang terjadi di wilayah semarang maupun wilayah lain memiliki dampak yang nyata bagi

lingkungan dan masyarakatnya, mulai dari segi social, ekonomi, pemerintahan, individu maupun

kejiwaan.

Namun, setiap masalah pasti ada solusinya, seperti halnya banjir di semarang, kuncinya adalah

peran serta semua lembaga masyarakat, mulai dari lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan,

dan yang utama adalah masing-masing individu harus sadar bahwa wilayah itu milik bersama dan untuk

bersama sehingga akan muncul sikap saling menjaga dan melestarikan alam sekitarnya.

B. Saran

Dalam penanganan masalah-masalah terutama yang menyangkut kelingkungan alam serta kehidupan

manusia, perlu adanya kerjasama yang sangat kuat pada masing-masing individu, masyarakat dan

lembaga-lembaga yang ada, serta rasa saling menjaga dan memiliki yang akan membuat kita sadar akan

berharganya alam dan keseimbangannya

Page 11

Page 12: Drainase Print

Drainase dan sistem pengendalian banjir

DAFTAR PUSTAKA

Arduino, G., Langenhorst, H., Siska, E. M., 2007, Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat dalam

Penanggulangan Banjir, UNESCO Office Jakarta.

Pramono SS. Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan Sistem

Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Konstruksi Vol. 1. No.2. Desember 2002:108-115.

Saputro, S., 1998, Telaah Geologi Thread Banjir dan Rob di Kawasan Pantai Semarang, Semarang,

http://ik-ijms.com/category/year-1998/volume-iii-10/

Page 12