3
Alin adalah seorang anak desa yang sedang berusaha mengadu nasib ke kota. Kemana pun ia mencari pekerjaan, tak satupun perusahaan di kota ini mau menerimanya dikarenakan ia hanya memiliki ijazah SMP. Alin memang berasal dari keluarga miskin sehingga sebelum melangkah ke jenjang SMA, ia putus sekolah. Alin: “Haaah… kemana lagi aku harus melamar pekerjaan? Sementara uang bekalku masih sisa sedikit…” (keluh Alin sembari meninggalkan toko yang menolaknya). Hingga akhirnya ia melihat seorang teman lamanya yang telah mengadu nasib lebih dahulu darinya di kota Denpasar. Ia adalah seorang karyawati yang hidupnya makmur dan berkecukupan. Alin : “Tunggu dulu, bukannya itu Tamara?” Kemudian dengan Alin :“Tamaraaaa!!! Hei…” Tamara :“Ya?” (Sembari menoleh ke arah datangnya suara) Alin :“Masih ingat denganku?” Tamara :“Eeehm… Maaf tapi… Ah iya! Kamu Alin kan? Alin!!!” (lalu memeluk Alin dengan erat) Alin :”Iya, ahaha aku kira kamu sudah lupa denganku Ra.” Tamara :”Mana mungkin aku bisa lupa dengan orang sebaik kamu. Tapi ngomong-ngomong apa yang sedang kamu kerjakan disini?” Alin :”Ah iya, aku sedang melamar pekerjaan disini. Ternyata susah juga ya daritadi aku gagal terus.” (keluh Alin) Tamara :”Ya begitulah Lin, mencari pekerjaan disini memang cukup susah. Aku saja dulu butuh waktu berminggu-minggu hingga mendapat perkerjaan sebagai karyawati.” Alin :”Kamu lebih beruntung daripada aku, Ra. Sementara sekarang aku belum ada perkembangan.” Tamara :”Memangnya kamu mau melamar menjadi apa Lin?” Alin :“Apa saja bisa kok, hanya saja aku ingin menjadi karyawan di toko roti, mengingat pendidikanku tidak terlalu tinggi.”

Drama Kel 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

drama naskah

Citation preview

Page 1: Drama Kel 3

Alin adalah seorang anak desa yang sedang berusaha mengadu nasib ke kota. Kemana pun ia mencari pekerjaan, tak satupun perusahaan di kota ini mau menerimanya dikarenakan ia hanya memiliki ijazah SMP. Alin memang berasal dari keluarga miskin sehingga sebelum melangkah ke jenjang SMA, ia putus sekolah.

Alin: “Haaah… kemana lagi aku harus melamar pekerjaan? Sementara uang bekalku masih sisa sedikit…” (keluh Alin sembari meninggalkan toko yang menolaknya).

Hingga akhirnya ia melihat seorang teman lamanya yang telah mengadu nasib lebih dahulu darinya di kota Denpasar. Ia adalah seorang karyawati yang hidupnya makmur dan berkecukupan.

Alin : “Tunggu dulu, bukannya itu Tamara?”Kemudian dengan

Alin :“Tamaraaaa!!! Hei…” Tamara :“Ya?” (Sembari menoleh ke arah datangnya suara)Alin :“Masih ingat denganku?”Tamara :“Eeehm… Maaf tapi… Ah iya! Kamu Alin kan? Alin!!!” (lalu memeluk Alin dengan erat)Alin :”Iya, ahaha aku kira kamu sudah lupa denganku Ra.”Tamara :”Mana mungkin aku bisa lupa dengan orang sebaik kamu. Tapi ngomong-ngomong

apa yang sedang kamu kerjakan disini?”Alin :”Ah iya, aku sedang melamar pekerjaan disini. Ternyata susah juga ya daritadi aku

gagal terus.” (keluh Alin)Tamara :”Ya begitulah Lin, mencari pekerjaan disini memang cukup susah. Aku saja dulu butuh

waktu berminggu-minggu hingga mendapat perkerjaan sebagai karyawati.”

Alin :”Kamu lebih beruntung daripada aku, Ra. Sementara sekarang aku belum ada perkembangan.”

Tamara :”Memangnya kamu mau melamar menjadi apa Lin?”

Alin :“Apa saja bisa kok, hanya saja aku ingin menjadi karyawan di toko roti, mengingat pendidikanku tidak terlalu tinggi.”

Tamara :“

Lalu alin berusaha meminta bantuan kepada Tamara untuk mencarikannya pekerjaan di kantornya. Namun hasilnya nihil, ia tidak diterima kembali. Alin memutar otak dan memikirkan segala kelebihannya yang dapat ia gunakan untuk mendapatkan pekerjaan. Belum lagi di kota ini susah mendapatkan pekerjaan yang langsung memakmurkan pegawainya. Ditengah kegagalannya, ia merasa pasrah dan hampir putus asa. Alin galau setiap malamnya dan hanya

Page 2: Drama Kel 3

memandangi langit, ah bukan, langit langit kamar kontrakannya yang sudah berlubang. Pikirannya kalang kabut. Tamara sebagai temannya merasa sangat sedih. Ia ingin membantu tapi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan ketulusan hatinya, Tamara mengajak Alin tinggal di rumahnya mengingat Alin memerlukan tempat tinggal yang layak.

Suatu hari, Alin berjalan di sepanjang jalan dekat rumah yang ia dan Tamara tempati. Ia mampir ke tempat dimana Pak Wewe menjual kue, yaitu “TOKO KUE WEWE”. Ia membeli sebuah roti buatan Pak Wewe untuk dimakan bersama Tamara. Namun setelah dicicipinya, Alin merasa bahwa kue tersebut kurang enak, sehingga ia merasa ragu untuk memberikan bagi Tamara. Dalam hatinya, Alin berpikiran bahwa ia saja dapat membuat kue yang jauh lebih enak dari yang dibuat Pak Wewe. Lantas ia pulang ke rumah dengan hati bimbang.

Di suatu sore itu sepulang kuliah, Made yang merupakan mahasiswa yang cerdas dan kaya raya merasa sangat letih dan lapar. Terlebih lagi sejak siang ia disibukkan dengan kegiatan membuat laporan yang diberikan oleh dosennya. Sepulang kuliah, Made merasa lapar. Karena sudah tidak tahan lagi, ia pun terpaksa makan roti ke tempat nya Pak Wewe, walaupun tidak level. Sesampai disana, ia memesan kue, dan ternyata rasanya hambar. Tapi tetap dimakan karena lapar. Karena hujan, made malas untuk pulang. Akhirnya ia ngobrol bersama Pak Wewe. Pak Wewe yang mendengar keluhan Made akan rasa rotinya yang hambar, merasa gusar dan emosi. Ia tidak tahu harus marah kepada siapa dan tidak tahu jalan keluar dari permasalahan ini. Bermalam-malam, Pak Wewe yang masih ‘Single’ ini tidak bisa tidur, tidak lain tidak bukan jelas karena dia takut toko kue buatannya akan bangkrut di kemudian hari karena tidak sanggup membuat kue yang selezat kue mahal tapi murah sehingga dapat dijangkau khalayak banyak.