DSS Nimas Farmasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

get

Citation preview

LAPORAN KASUS FARMASI

DENGUE SHOCK SYNDROME

Oleh :Nimas Ayu Suri PatriyaG99131057

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDIS U R A K A R T A2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangDemam dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai dua atau lebih gejala klinis berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia/ artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (tes tourniket positif dan petechiae) dan leukopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan gejala seperti DD disertai manifestasi perdarahan yang lebih nyata (tes tourniket positif, petechiae, echimosis atau purpura, perdarahan mukosa), trombositopenia ( 100.000/L) dan kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas kapiler yang ditandai oleh peningkatan hematokrit 20%. Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah penampilan klinis DBD yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa penderita gelisah sampai penurunan kesadaran, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), hipotensi (tekanan sistolik < 80 mmHg), kulit dingin dan lembab, akral dingin (cappilary refill time > 2 detik), diuresis menurun sampai anuria. 2,3,4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiVirus dengue dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis jika menyerang manusia. Mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated fibrile illness), demam dengue, dan sindrom shock dengue. 17Demam dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai dua atau lebih gejala klinis berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (tes tourniket positif dan petechie) dan leucopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan gejala seperti DD disertai manifestasi perdarahan yang lebih nyata (tes tourniket positif, petechie, echimosis, atau purpura, perdarahan mukosa), trombositopenia ( 100.000/L) dan kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas kapiler yang ditandai oleh peningkatan hematokrit 20 %. Dengue shock symdrome (DSS) adalah penampilan klinis DBD yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa penderita gelisah sampai penurunan kesadaran, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), hipotensi (tekanan sistolik < 80 mmHg), kulit dingin dan lembab, akral dingin (capillary refill time > 2 detik), dieresis menurun sampai anuria. 17

2.2. EtiologiDemam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. 2,3Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue ke manusia baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yang timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. 2,3

2.3. EpidemiologiDBD pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan pada tahun 1956 ditemukan virus dengue pada isolasi darah penderita DBD. Selama tiga dekade, DBD juga ditemukan di wilayah asia tenggara termasuk Indonesia dan kepulauan pasifik. Sejak tahun 1960, jumlah penderita DBD mengalami peningkatan, menyebar dari satu daerah ke daerah lain di daerah endemik. Hal ini tergantung dari musim. Pada saat itu, dilaporkan 1.070.207 kasus dan 42.808 kematian yang disebabkan oleh DBD, dan kebanyakan adalah anak-anak. DBD termasuk dalam salah satu penyakit yang menyebabkan hospitalisasi pada penderita dan kematian anak di negara-negara tropis di Asia. 5Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi baru diperoleh pada tahun 1970. Setelah itu berturut-turut dilaporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa dan pada tahun 1994 telah menyebar ke seluruh propinsi yang ada. Setelah kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Indonesia, jumlah orang yang menderita DBD makin bertambah dan menyebar di 27 propinsi di Indonesia. Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini. Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi, rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna menjadi < 2%. 4

2.4. Patofisiologi Dan PatogenesisAda dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu : pertama, meningkatnya permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan hal ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi serta renjatan ; kedua, adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah, trombositopeni dan koagulopati.Sistem vaskulerPatofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor : perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal. 6Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam manifestasi perdarahan. Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan mungkin melibatkan satu atau lebih dari trombositopeni, kerusakan pembuluh darah kecil, gangguan fungsi trombosit dan diseminated intravasculan coagulation (DIC). Kerusakan trombosit dapat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, pasien dengan trombosit lebih dari 100.000/ mm3 mungkin didapat waktu perdarahan yang memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat serta menyebabkan perdarahan hebat dan irreversibel syok dengan prognosis buruk. 2Adanya ikatan antigen-antibodi (komplek antibodi-virus) ini dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :1. Agregasi trombosit melepaskan ADP dan mengalami metamorfosis yang kemudian kehilangan fungsi sehingga dimusnahkan sistem retikulo endotel dengan akibat trombositopeni hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami metamorfosis melepaskan faktor trombosis ke-3 yang mengakibatkan sistem pembekuan.2.Aktivasi faktor Hageman (faktor XII) akan mengakibatkan sistem pembekuan dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang sangat luas. Dalam proses ini plasminogen menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi faktor XII menggiatkan sistem kinin yang berperan meningkatkan permeabilitas kapiler, menurunnya faktor pembekuan yang disebabkan aktivasi sistem pembekuan dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan. 2

Replikasi virusRespon antibodi sebelumnya+Komplek virus-antibodiAgregasi trombositPelepasan trombosit oleh RESTrombositopeniPemakaian koagulopati Faktor pembekuan Kegagalan fungsi trombositPelepasan faktor III trombosit Perdarahan hebatAktivasi koagulasiSistem kininAktivasi faktor HagemanKininRenjatanFDP Aktivasi komplemenAnafilatoksinPermeabilitas pembuluh darah PlasminSecondary Heterologous Dengue Infection

Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari aktivasi komplemen, induksi kemokin, dan kematian sel apoptotik. Bila terjadi hipovolemi akibat kebocoran plasma maka tubuh akan melakukan kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi, akral dingin dan penurunan produksi urin.6,12

2.5. Manifestasi KlinikManifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala (asimtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.2,10,111. Demam dengue (DD)Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan rasa lelah. Tanda khas dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil, sakit kepala dan flushed face (muka kemerahan). Dalam 24 jam, terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala lainnya adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorok dan depresi. Gejala tersebut biasanya menetap selama beberapa hari. 2,8,10Demam, suhu pada umumnya antara 39-40 oC, dapat bersifat bifasik, menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai urtikaria di muka, leher, dada dan pada akhir fase demam (hari sakit ke3 atau 4), ruam akan menjadi makulopapular. Pada akhir fase demam atau awal suhu turun timbul petekie yang menyeluruh biasanya pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit pada DD terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau tanpa petekie. 2,8,10Pada awal fase demam akan dijumpai jumlah leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit dan semua faktor pembekuan umumnya normal. Serum biokimia dan enzim pada umumnya normal tetapi enzim hati dapat meningkat. 2,8,102. Demam berdarah dengue (DBD)Terdapat empat gejala utama DBD yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flush) dan gejala klinis lain yang tidak khas menyerupai gejala DD.Keempat gejala utama DBD adalah :a. DemamPenyakit didahului demam tinggi mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali). Bila tidak disertai syok maka demam akan turun dan penderita sembuh dengan sendirinya. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok. 2b. Tanda-tanda perdarahanPenyebab perdarahan pada DBD adalah vaskulopati, trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak antara lain perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede) positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena. Petekie merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif, berarti fragilitas kapiler meningkat, namun hal ini dapat dijumpai pada penyakit virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri dan lain-lain. Uji tourniquet positif sangat berguna apabila secara klinis diduga DBD, karena pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil uji tourniquet positif. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa cubiti). 2

c. Pembesaran heparPembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan di daerah hati seringkali ditemukan dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan. 2d. SyokPerjalanan syok tergantung pada penyakit primer penyebab renjatan, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. 23. Dengue Shock Syndrome (DSS)Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral ekstremitas dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menunjukkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. 2,9Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki dan tangan; anak menjadi rewel, gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor dan koma; denyut nadi cepat dan lemah; tekanan nadi menurun ( 20 mmHg); hipotensi (tekanan sistolik 80 mmHg); oligouri sampai anuria. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak terukur lagi. 2,9,11Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Secara klinis perjalanan syok dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel. 12,13Tanda klinisKompensasiDekompensasi IreversibelBlood loss ( % ) Sampai 25 25 - 40> 40Heart rate Takikardia +Takikardia ++ Taki/bradikardiaTek. Sistolik NormalNormal/menurunTidak terukurNadi ( volume ) Normal/menurunMenurun +Menurun ++Capillary refill Normal/Meningkat>5 detikMeningkat ++meningkat 3-5 detikKulit Dingin, pucatDingin/mottledDingin/deadly palePernafasan TakipneuTakipneu +Sighing respirationKesadaranGelisahLethargiReaksi / hanya bereaksi thd nyeriPemeriksaan laboratoriumTrombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/l biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.2Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.2Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. 2

Pemeriksaan RadiologisPada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi badan sebelah kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. 2

Pemeriksaan SerologiMerupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi virus dengue. Pemeriksaan serologi terdapat 4 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue:

1. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF test)3. Uji neutralisasi (Neutralization test = NT test)4. Uji ElizaPemeriksaan serologi yang banyak dipakai yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Eliza. 3 Hemaglutinasi InhibisiSampai sekarang ini uji HI masih menjadi patokan baku WHO untuk konfirmasi dan klasifikasi jenis infeksi virus dengue. Prinsip metode ini adalah mengukur kadar Ig M dan Ig G melalui prinsip adanya kemampuan antibodi antidengue menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa. 3 ElizaUji Eliza mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji H.I. Prinsip metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi Ig M dan Ig G dalam serum penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita. Uji Eliza ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan flaviirus yang lain, sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan metode H.I. 32.6. DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut WHO (1997), yaitu : 41. Kriteria Klinisa. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 7 hari tanpa sebab yang jelas (tipe demam bifasik)b. Manifestasi perdarahan Uji Tourniquet positif Petechie, echimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melenac. Hepatomegalid. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan : Nadi cepat dan lemah Tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) Hipotensi (tekanan sistolik 80 mmHg) Akral dingin Kulit lembab Pasien tampak gelisah2. Kriteria Laboratorisa. Trombositopenia (AT < 100.000/ul)b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalesen yang dibandingkan dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemo-konsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi perdarahan.Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.22.7. Derajat PenyakitMengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD dalam derajat setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu : 2Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif.Derajat II :Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.Derajat III :Terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 cc/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. 9Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. 9

Koreksi Gangguan Metabolik dan ElektrolitHiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/ SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan. 9

Pemberian OksigenTerapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen. 9

Transfusi DarahPemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. 9Adapun penatalaksanaan DBD menurut derajatnya lihat bagan.

TATA LAKSANAPENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKADEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBDDemam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesuTanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurunKejang, muntah darah, berak darah, berak hitam Ada kedaruratanTidak ada kedaruratanPeriksa uji tourniquet Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab Hb/Ht naik dan trombosit turunUji tourniquet (-)Uji Tourniquet (+)Jumlah trombosit < 100.000/ulJumlah trombosit > 100.000/ulRawat jalanParasetamolKontrol tiap hari sampai demam hilang Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke-3Rawat Inap Rawat Jalan Minum banyak,Parasetamol bila perlu Kontrol tiap hari sp demam turun. Bila demam menetap periksa Hb.Ht, AT.segera bawa ke rumah sakitPENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA PENINGKATAN HEMATOKRIT(Bagan 2)

DBD Derajad IGejala klinis : demam 2-7 hari Uji tourniquet positif Lab. hematokrit tidak meningkat trombositopeni (ringan)Pasien Masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. mkn tiap 5 menit. Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu > 38,5 derajad celcius beri parasetamolBila kejang beri obat antikonvulasif Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus menerusPasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jamHt naik dan atau trombositopeni Infus ganti ringer laktat(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)Perbaikan klinis dan laboratorisPulang Kriteria memulangkan pasien :Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Secara klinis tampak perbaikan Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit lebih dari 50.000/mlTidak dijumpai distress pernafasan

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN PENINGKATAN HEMATOKRIT(Bagan 3)

Perbaikan DB Derajad I + perdarahan spontan Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 7 ml/kgBB/jamMonitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam Tidak Ada Perbaikan DBD Derajat II Tidak gelisah Nadi kuat Tek Darah stabil Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam) Ht Turun (2x pemeriksaan)Gelisah Distres pernafasan Frek.nadi naikHt tetap tinggi/naik Tek. Nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak adaTanda Vital memburukHt meningkatTetesan dikurangiTetesan dinaikkan 10-15 ml/kgBB/jam (bertahap)Perbaikan5 ml/kgBB/jamEvaluasi 15 menitPerbaikanTanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan3 ml/kgBB/jamIVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup Distress pernafasan, Ht naik, tek. Nadi 20mmHgHt turun Koloid 20-30 ml/kgBBTransfusi darah segar 10 ml/kgBBPerbaikan

PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV (Bagan 4)

DBD Derajad III & IVOksigenasi (berikan O2 2-4L/menit) Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit) Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena Syok tidak teratasi Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / Sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Kesadaran menurun Nadi lembut / tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula darah DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi Evaluasi ketatTanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, Trombosit Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam Tambahan koloid/plasma Dekstran 40/FFP10-20 (max 30) ml/kgBBKoreksi Asidosis evaluasi 1 jam Syok teratasi Syok belum teratasi Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jam Tetesan 3 ml/kgBB/jam Infus Stop tidak melebihi 48 jamHt turun + Transfusi fresh blood 10 ml/kg Dapat diulang sesuai kebutuhan Ht tetap tinggi/naik + Koloid20 ml/kgBBSyok teratasi Cairan 10 ml/kgBB/jam

BAB IISTATUS PENDERITA

I. Identitas PenderitaNama: An. FTanggal Lahir: 19 Juni 2006Jenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamNama Ayah: Bp. M.Pekerjaan Ayah: SwastaNama Ibu: Ny. SPekerjaan Ibu: Ibu rumah tanggaAlamat: Sumberejo Krebet Masaran, SragenTanggal Masuk: 2 Mei 2014Tanggal Pemeriksaan: 7 Mei 2014No. CM: 83 41 90II. AnamnesisA. Keluhan UtamaPanas B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit penderita merasakan badannya panas. Panas dirasakan sumer-sumer. Panas dirasakan sejak malam hari ( jam 20.00 WIB), dan hingga esok harinya panas tidak turun. Kemudian oleh ibu penderita diberi obat penurun panas. Panas mulai berkurang, tapi penderita kemudian merasa mual, dan penderita tidak mau makan. Mencret (-), gusi berdarah (+) sedikit, mimisan (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorok (-). Dua hari sebelum masuk rumah sakit penderita tiba-tiba panas disertai menggigil, dan oleh orang tuanya dibawa ke RSDM. Keluarga penderita menolak rawat inap, dan diberi obat (orang tua penderita lupa), panas turun tapi penderita masih merasa mual. Sejak siang hari penderita tidak mau makan, dan minum hanya sedikit ( 3 gelas belimbing). Lima jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh perutnya sakit sekali, dan penderita juga mulai mengigau. Penderita tidak menjawab tiap kali ditanya oleh keluarganya, dan terus menerus mengigau, serta tampak pucat dan kulitnya dingin. Kemudian penderita dibawa ke RSDM lagi, masuk rumah sakit sekitar jam 20.00 WIB dan penderita disarankan untuk mondok.Panas (-), mual (+),muntah (+) 2x isi makanan dan air, mencret (-), gusi berdarah (+) sedikit, mimisan (-), BAK terakhir 4 jam sebelum masuk rumah sakit (1/4 gelas aqua) dan penderita tidak mau makan sejak pagi hari.C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa: disangkal Riwayat imunisasi: (+) lengkap Riwayat alergi obat dan makanan: disangkalD. Riwayat ImunisasiJenisIIIIIIIV

BCG2 bulan---

DPT2 bulan3 bulan4 bulan-

POLIO2 bulan3 bulan4 bulan9 bulan

Hepatitis3 bulan4 bulan9 bulan-

Campak9 bulan---

E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit serupa: disangkal Riwayat alergi obat dan makanan: disangkal Riwayat sakit demam berdarah: (+) guru dan teman penderita III. Pemeriksaan Fisik (7 Mei 2014)A. Keadaan Umum: tampak pucat, gelisah, apatis, gizi kesan baikBerat badan: 18,5 kgTinggi badan: 117 cm Lingkar perut: 58,5 cmB. Tanda vitalTekanan Darah: 90/60 mmHgNadi: 124 x/menit, regular, teraba lemah, simetrisLaju Pernapasan: 32 x/menit, tipe torakoabdominalSuhu: 35,80CC. Kulit: warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit (-), uji turniquet (+)D. Kepala: bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabutE. Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik(-/-), air mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-) F. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) G. Mulut: bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa basah (+)H. Telinga:sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)I. Tenggorok:uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1J. Leher: kelenjar getah bening tidak membesarK. Thorax Bentuk: normochestCorInspeksi: ictus cordis tidak tampakPalpasi: ictus cordis tidak kuat angkatPerkusi: batas jantung kesan tidak melebarKanan atas: SIC II linea parasternalis dextraKiri atas: SIC II linea parasternalis sinistraKanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextraKiri bawah:SIC V linea medioclavicularis sinistraAuskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)PulmoInspeksi: pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)Palpasi: fremitus raba dada kanan = kiriPerkusi: sonor di seluruh lapang paruBatas paru hepar: SIC VI dextraBatas paru lambung:spatium intercosta VII SinistraRedup relatif: batas paru heparRedup absolut: heparAuskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)L. AbdomenInspeksi: dinding perut sejajar dinding dadaAuskultasi: peristaltik (+) normalPerkusi: timpaniPalpasi: supel, nyeri tekan (+), hepar teraba 3 cm BACD, lien tidak teraba, turgor kulit baikM. Ekstremitas:Akral dinginOedema+ +--+ +--

Sianosis ujung jariCapilary refill time> 2 detik - -

N. Perhitungan Status Gizi1. Secara klinisNafsu makan: kurangKepala: rambut jagung (-), susah dicabut (+)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Mulut: bibir kering dan pecah-pecah (-)Ekstremitas: pitting oedem (-)Status gizi secara klinis: gizi kesan baik2. Secara AntropometriBB = 18,5 x 100 % = 82,2 % (P3 CDC 2000) normalU 22,5

TB = 117 x 100 % = 97,5 % (P25 CDC 2000) normalU 120

BB = 18,5 x 100 % = 86,05 % (P25 -1 SDStatus gizi secara antropometri : gizi baikIV. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium Darah (5 Mei 2014)Hb : 18,1 g/dLAE : 6,80 x 106 uLHct : 56,6 % AL : 14,3 x 103 uL AT : 30 x 103 uLGolongan darah : BV. ResumeSejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit penderita merasakan badannya panas, sumer-sumer, terus-menerus. Saat panas mulai berkurang, penderita merasa mual, tidak mau makan, dan gusi berdarah (+).Dua hari sebelum masuk rumah sakit, panas disertai menggigil, minum obat, panas turun tapi masih mual. Penderita tidak mau makan, minum hanya sedikit ( 3 gelas belimbing). Lima jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh perutnya sakit sekali dan mulai mengigau. Penderita tidak menjawab tiap kali ditanya oleh keluarganya, dan terus menerus mengigau, serta tampak pucat dan kulit dirasa dingin. Panas (-), mual (+),muntah (+) 2x isi makanan dan air,gusi berdarah (+) sedikit, BAK terakhir 4 jam sebelum masuk rumah sakit (1/4 gelas aqua) dan tidak mau makan sejak pagi hari.Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal, riwayat sakit serupa di keluarga disangkal, riwayat sakit demam berdarah (+) pada guru dan teman penderita.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak pucat, gelisah, apatis, gizi baik.Berat badan: 18,5 kgTinggi badan: 117 cmPemeriksaan tanda vital didapatkan:Tekanan Darah: 90/60 mmHgNadi: 124 x/menit, regular, teraba lemah, simetrisLaju Pernapasan: 32 x/menit, tipe torakoabdominalSuhu: 35,80CPada kulit didapatkan uji turniquet positif.Pada palpasi abdomen nyeri tekan dan hepar teraba membesar 3 cm BACD. Selain itu pada ektremitas atas dan bawah teraba akral dingin.Dari pemeriksaan laboratorium darah (25 maret 2013) didapatkan hasil:Hb : 18,1 g/dLAE : 6,80 x 106 uLHct : 56,6 % AL : 14,3 x 103 uL AT : 30 x 103 uLGolongan darah : BVI. Diagnosa Banding DHF grade III (DSS/Dengue Syok Sindrom) Gizi baikVII. Diagnosis Kerja DSS/Dengue Syok Sindrom (Observasi febris hari ke-6) Gizi baik

VIII. Penatalaksanaan O2 nasal 2 L/ menit Infuse RL 20 ml/kgBB bolus 30 menit 2 jalur @ 92 tpm makro, selanjutnya jika syok teratasi diberikan : infuse RL 10 ml/kgBB/jam 1 jalur 46 tpm makro Mondok bangsal infeksi anakIX. Penulisan ResepR/ Infus Ringer Lactat flabot no VICum :Infuse set no I IV catheter no 22 no I immPro : An. F, 7 tahunX. PlanningDiagnosis : Pemeriksaan Hb, HCT, dan AT per 6 jam Pemeriksaan lingkar perut setiap hariMonitoring : Keadaan umum dan tanda vital tiap 4 jam Balans cairan dan diuresis tiap 6 jam Awasi tanda-tanda syok berulangEdukasi : Motivasi banyak minumXI. PrognosisAd vitam: baikAd sanam: baikAd fungsionam: baik

XII. PembahasanRinger LaktatRL merupakan cairan yang paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. 15Laktat yang terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk pemeliharaan sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. 15Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya ketosis. 15Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000 ml. 15Pemberian Ringer Laktat pada kasus ini bertujuan untuk menyeimbangkan cairan dan rehidrasi tubuh yang optimal. Pada kasus DSS pasien biasanya akan banyak kehilangan cairan tubuh yang di sebabkan karena suhu tubuh yang tidak seimbang. Pengobatan DSS bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID). Ringer laktat biasanya terdiri dari beberapa elektrolit seperti elektrolit Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000 ml. 15Pada kasus dengue syok syndrome penanganan yang utama adalah menghindari syok hipovolemik yang terjadi karena hilangnya ion dan mineral dalam tubuh. Selain pemberian terapi cairan, tirah baring merupakan salah satu penangan yang utama. 14Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit, dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 mlkgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3ml/KgBB/jam. Bila 24-48 setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan. 14Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam 48 jam pertama sejak terjadi renjatan karena selain proses pathogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian. Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam. 14 Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauanperjalanan penyakit. Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/KgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka diberikan transfuse darah segar 10ml/KgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 16 Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/KgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/KgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor. 16

1

32

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN Penatalaksanaan pada kasus Dengue Syok Syndrome harus cepat dan tepat, karena pada kasus Dengue Syok Syndrom sangat berisiko terjadinya syok berat. Jika syok sudah teratasi sebaiknya pasien tetap diawasi, hal ini berguna untuk memulihkan keadaan pasien yang banyak kehilangan cairan

SARANPemberian terapi cairan merupakan salah satu penatalaksanaan dalam mengatasi Dengue Syok Syndro. Cairan yang digunakan biasanya Ringer Laktat. Selain itu istirahat yang cukup dengan tirah baring dan asupan makanan yang baik merupakan salah satu terapi supportif yang bias diberikan kepada pasien dengan gejala DSS untuk memulihkan kondisi tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. Geneva: WHO.2. Sri Rejeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.3. Staf Medis Fungsional Anak RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Fungsional Anak. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi.4. Hendarwanto, 2000. Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3., editor : HM Sjaifoellah Noer. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsup Ilmu Penyakit Dalam, vol. 2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene Braunwaald, Jean Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper. Jakarta: EGC.6. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. http://www.pediatrik.com. (Diakses 7 Mei 2014)7. Wijaya H, 2006. Hubungan antara Respon Imun Humoral dengan Severitas Demam Berdarah Dengue (DBD). http://www.pediatrik.com. (Diakses 7 Mei 2014)8. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/dengue-fever.htm. (Diakses 7 Mei 2014)9. Wills B, 2006. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue. (Diakses 7 Mei 2014)10. Departemen IKA RSCM, 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: RSCM.11. Rampengan Th, 1997. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC. 12. Halstead S, 2000. Arbovirus dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol. 2, ed. 15., editor : Richard E. Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. Jakarta: EGC. 13. Ashadi T, 2006. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik. http://www.pdpi.com. (Diakses 7 Mei 2014)14. Mansjoer, Arif. (et al). 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.15. Mukhlis, 2006. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan NaCl Terhadap Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Anestesi Regional. Tesis. Sumatra: Universitas Sumatra Utara. 16. Sudoyo, Aru W. (et al). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.17. Hadinegoro S. R. H., Satari H. I. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FK-UI.35