21
Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Olahraga Di Indonesia [1] M. Febry Saputra & [2] Yati Nurhayati* Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB Jl. Adhyaksa No. 2 Kayutangi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan [1] Email: [email protected]; [2] Email: [email protected]. *Corresponding Author Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Revised : 17/01/2020 Accepted : 06/02/2020 Published : 06/04/2020 Editorial Office: Jl. Brigjen H. Hasan Basri Komplek Polsek Banjarmasin Utara Jalur 3, No. 9 Kota Banjarmasin; Provinsi Kalimantan Selatan; Republik Indonesia (70125). Email [email protected] Principal Contact +62 821 5770 9493 © JPHI 2020 Licensed under the CC 4.0. Creative Commons Attribution- ShareAlike 4.0 International License Abstract The article discusses the dualism of authority in arbitration institutions in terms of resolving sports disputes in Indonesia. The method used in this paper is the normative research method. The results of this study found that in Indonesia the decision to choose a sports dispute settlement agency between the Indonesian Sports Arbitration Board (BAORI) or the Indonesian Sports Arbitration Board (BAKI) is entirely in the hands of the disputing parties. The occurrence of dualism resulted in an ineffective and inefficient sports dispute resolution. So that Indonesia must immediately end the dualism of institutions that occur in sports arbitration institutions by consolidating the two arbitration institutions. Keywords: dualism; arbitration; sports; Indonesia. Abstrak Artikel ini membahas mengenai bagaimana dualisme kewenangan pada lembaga arbitrase dalam hal penyelesaian sengketa olahraga Indonesia. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian normatif (Normative Legal Research). Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa di Indonesia keputusan untuk memilih lembaga penyelesaian sengketa olahraga diantara Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) atau Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) sepenuhnya berada di tangan pihak-pihak yang bersengketa. Terjadinya dualisme mengakibatkan penyelesaian sengketa olahraga yang kurang efektif dan efisien. Sehingga Indonesia harus segera mengakhiri dualisme lembaga yang terjadi pada lembaga arbitrase olahraga dengan cara mengonsolidasikan kedua lembaga arbitrase tersebut.. Kata Kunci: dualisme; arbitrase; olahraga; Indonesia.

Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

131

Dualisme Lembaga Arbitrase

Dalam Penyelesaian Sengketa

Olahraga Di Indonesia

[1] M. Febry Saputra &

[2] Yati Nurhayati*

Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB

Jl. Adhyaksa No. 2 Kayutangi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan [1]

Email: [email protected]; [2]

Email: [email protected].

*Corresponding Author

Jurnal Penegakan Hukum

Indonesia (JPHI)

Revised : 17/01/2020

Accepted : 06/02/2020

Published : 06/04/2020

Editorial Office:

Jl. Brigjen H. Hasan Basri

Komplek Polsek Banjarmasin

Utara Jalur 3, No. 9 Kota

Banjarmasin; Provinsi

Kalimantan Selatan; Republik

Indonesia (70125).

Email

[email protected]

Principal Contact

+62 821 5770 9493

© JPHI 2020

Licensed under the CC 4.0.

Creative Commons Attribution-

ShareAlike 4.0 International

License

Abstract

The article discusses the dualism of authority in arbitration institutions in

terms of resolving sports disputes in Indonesia. The method used in this paper

is the normative research method. The results of this study found that in

Indonesia the decision to choose a sports dispute settlement agency between

the Indonesian Sports Arbitration Board (BAORI) or the Indonesian Sports

Arbitration Board (BAKI) is entirely in the hands of the disputing parties. The

occurrence of dualism resulted in an ineffective and inefficient sports dispute

resolution. So that Indonesia must immediately end the dualism of institutions

that occur in sports arbitration institutions by consolidating the two arbitration

institutions.

Keywords: dualism; arbitration; sports; Indonesia.

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai bagaimana dualisme kewenangan pada

lembaga arbitrase dalam hal penyelesaian sengketa olahraga Indonesia.

Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian normatif

(Normative Legal Research). Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa di

Indonesia keputusan untuk memilih lembaga penyelesaian sengketa olahraga

diantara Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) atau Badan Arbitrase

Keolahragaan Indonesia (BAKI) sepenuhnya berada di tangan pihak-pihak

yang bersengketa. Terjadinya dualisme mengakibatkan penyelesaian sengketa

olahraga yang kurang efektif dan efisien. Sehingga Indonesia harus segera

mengakhiri dualisme lembaga yang terjadi pada lembaga arbitrase olahraga

dengan cara mengonsolidasikan kedua lembaga arbitrase tersebut..

Kata Kunci: dualisme; arbitrase; olahraga; Indonesia.

Page 2: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

1 1

PENDAHULUAN

Arbitrase merupakan cara proses pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian suatu

sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa1 dan pemecahannya akan didasarkan

kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. Menurut beberapa ahli, Arbitrase adalah

penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan

persetujuan bahwa para pihak akan tunduk atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim

yang mereka pilih,2 proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan yudisial seperti oleh

para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang

diajukan oleh para pihak,3 suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum

yang hanya didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dimuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa.4 Arbitrase disebut sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak

yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi

yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak

memihak kepada salah satu pihak yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang

mengikat bagi kedua belah pihak5.

Arbitrase memiliki beberapa kesamaan istilah, antara lain Perwasitan (Indonesia),

Arbitrate (Latin), Arbitrage (Belanda), Arbitration (Inggris), Arbitrage atau Schiedspruch

(Jerman), Arbitrage (Perancis), kesemuanya memiliki arti yang sama yaitu kekuasaan untuk

menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Pengertian arbitrase adalah cara-cara

penyelesaian hakim partikelir6 yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat dalam

memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk

dilaksanakan karena akan ditaati para pihak,7 kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu

1 Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa 2 Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, Hal.1

3 Abdurrasyid, H. Priyatna, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional di luar

Pengadilan, Semarang, 1996, Hal.1 4 Marwan, M. dan Jimmy, P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009, Hal.54

5 Harahap, M. Yahya, Arbitrase: Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID,

UNCITRAL, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Pustaka

Kartini, Jakarta, 2003, Hal.60 6 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/partikelir, partikelir/par·ti·ke·lir/ adalah pribadi, kepunyaan pribadi, bukan untuk umum;

bukan kepunyaan pemerintah; bukan (milik) dinas; swasta (adjektiva); contoh seperti sekolah; tanah; lembaga

(diakses pada tanggal 04 September 2020 pukul 21.32 WITA) 7 Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1976, Hal. 5

Page 3: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

2 2

menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.8 Dengan ketentuan para pihak

sepakat untuk tidak mengajukan persengketaan yang terjadi ke Badan Peradilan.

Adapun di Indonesia, pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut sebagai UU

Arbitrase) ini, menjadikan ketentuan mengenai Arbitrase sebagaimana diatur sebelumnya

dalam Pasal 615 sampai 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg tidak berlaku lagi.

Adanya UU Arbitrase telah berusaha mengakomodir semua aspek mengenai Arbitrase baik

dari segi hukum maupun substansinya dengan ruang lingkup baik Nasional maupun

Internasional.9

Dalam perkembanganya, dunia penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan (Non

Litigasi) yang mana kasus yang ditangani bukan hanya mengenai sengketa bisnis Nasional

atau Internasional berskala besar atau kecil, saat ini cakupan wewenang penyelesaian

sengketa diluar jalur pengadilan mulai merambah ke dunia olahraga.

Seiring berkembangnya peminat dunia berolahraga, mendesak arus komersialisasi

bidang berolahraga tersebut. Itu nampak dengan banyaknya atlet yang dikala ini telah

mempunyai manajer untuk mengendalikan karier dan kegiatannya di bidang berolahraga guna

masa depan si atlet itu sendiri. Dengan keadaan semacam itu, pergesekan antar atlet, antara

organisasi olahraga dengan atlet, ataupun antar lembaga olahraga di tingkatan provinsi juga

tidak bisa dihindari. Kasus tersebut acapkali berujung pada sengketa.10

Sengketa yang

dihadapi pun menjadi sangat rumit dan banyak serta terus berkembang dan pada akhirnya

membutuhkan orang-orang yang ahli, khusus, spesial untuk memahami dan menemukan

solusi jika menemukan masalah, terutama masalah-masalah para pelaku olahraga dalam

komunitas olahraga.

Hal ini berdampak pada perlunya penyelesaian sengketa dalam bidang keolahragaan

yang menangani sengketa secara cepat, sederhana, biaya ringan juga mampu memenuhi rasa

keadilan dan kepatutan dalam pengambilan keputusannya yang mana tidak bisa didapatkan

dari penyelesaian sengketa secara konvensional melalui peradilan. Pengadilan konvensional

8 R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan, Alumni, Bandung,

1980, Hal. 1 9 GAW/FD, Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternative Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan

(Angkatan Keempat), Hukum Online

https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-salah-satu-

alternatif=penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat/ (diakses pada tanggal 11 Mei

2020 pukul 14.21 WITA) 10

SCN, Menyikapi Dualisme Arbitrase Dalam Sengeketa Olahraga, AP-Lawsolution https://ap-

lawsolution.com/id/actio/menyikapi-dualisme-arbitrase-dalam-sengketa-olahraga/ (diakses pada tanggal 08 Mei

2020 pukul 14.07 WITA)

Page 4: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

3 3

yang memiliki hakim dengan kemampuan dan pemahaman sangat umum tidak dijadikan

rujukan jika komunitas olahraga mengalami sengketa. Kita juga dapat melihat beberapa

mekanisme atau sarana penyelesaian sengketa lebih cocok untuk jenis sengketa tertentu

dibandingkan dengan jenis dan sarana sengketa yang lainnya. Idealnya kita dapat

menciptakan suatu sistem yang mempertimbangkan, baik kepentingan pribadi maupun

kepentingan umum dalam penyelesaian sengketa.

Kita dapat menciptakan sistem pengklasifikasian dari sengketa dan sarana

penyelesaiannya melalui arbitrase dengan menggunakan kemampuan hakim sebagai arbiter di

dalamnya. Para pemutus atau arbiter dipilih dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa

dengan tugas menyelesaikan persengketaan yang terjadi diantara mereka. Untuk itu dipilih

arbiter seyogianya didasarkan kemampuan dan keahlian dalam bidang tertentu dan dapat

bertindak secara netral.11

Seorang hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya

dilarang ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Tidak dibolehkannya pejabat-pejabat

peradilan menjadi arbiter, dimaksudkan agar terjamin adanya objektivitas dalam pemeriksaan

serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.12

Dalam dunia olahraga, Arbitrase dikenal sebagai mekanisme umum untuk

menyelesaikan permasalahan dan sengketa yang melibatkan para atlet yang dikenal dengan

nama Court of Arbitration for Sport (selanjutnya disebut sebagai CAS). Salah satu sengketa

yang sering terjadi dalam bidang berolahraga merupakan sengketa menimpa para atlet yaitu

mutasi atlet. Sengketa mutasi atlet kerap terjadi akibat dari adanya prosedur yang dilanggar

dalam proses mutasi ataupun terdapatnya keberatan dari pihak atlet akibat tidak disetujuinya

permohonan mutasi yang diajukan. Dalam perihal sengketa ini, pada umumnya diselesaikan

melalui jalan Arbitrase. 13

Sengketa dalam bidang olahraga tidak serta merta langsung diselesaikan melalui jalur

arbitrase, sebelumnya harus ada kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa

melalui jalur arbitrase atau pengadilan. Sesuai jenisnya klausula perjanjian arbitrase terbagi

menjadi 2 (dua)14

yaitu yang berbentuk Pactum de compromittendo15

merupakan kesepakatan

11

Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, PT. Grasindo, Jakarta, 2002, Hal.3 12

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Jakarta,

2004, Hal. 130-131 13

Actio, Efektivitas BAORI Dalam Penyelesaian Sengketa Mutasi Atlet, Ap-Lawsolution https://ap-

lawsolution.com/id/actio/efektivitas-baori-dalam-penyelesaian-sengketa-mutasi-atlet-2/ (diakses pada tanggal 08

Mei 2020 pukul 13.40 WITA) 14

Salim H. S, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarata, 2004,

Hal. 146 15

Diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, yaitu: Undang-Undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara

Page 5: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

4 4

yang dibuat sebelum terjadinya sengketa, jika kelak terjadi sengketa akan menyerahkan

penyelesaiannya kepada lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc yang tercantum dalam

perjanjian pokok atau dalam suatu perjanjian tersendiri16

dan Acta Compromise17

merupakan

perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbul perselisihan atau sengketa antara para pihak

atau dengan kata lain dalam perjanjian pokok tidak diadakan persetujuan arbitrase.18

Dampak dari ketidaktegasan aturan tentang tata cara atau syarat-syarat pendirian

lembaga arbitrase baru yang seharusnya tertuang di dalam UU Arbitrase berujung dengan

mudahnya berdiri lembaga-lembaga arbitrase baru yang bahkan beberapa diantaranya berdiri

lembaga arbitrase dengan nama yang berbeda namun menyelesaikan persengketaan yang

sama, contoh nyata di tulisan ini yang bergerak dalam penyelesaian sengketa olahraga

khususnya olahraga di Indonesia.

Di Indonesia sendiri terdapat 2 (dua) Lembaga Arbitrase yang menangani sengketa

keolahragaan yaitu Badan Arbitrase Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut sebagai

BAORI) yang dibentuk oleh Komisi Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut

sebagai KONI) dimana pembentukan BAORI tertuang dalam Anggaran Dana dan Anggaran

Rumah Tangga Komisi Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut sebagai AD/ART

KONI) dan ada pula Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (selanjutnya disebut sebagai

BAKI) dibentuk oleh Komisi Olahraga Indonesia (selanjutnya disebut sebagai KOI) untuk

menuntaskan sengketa yang terjadi pada cabang-cabang olahraga di Olimpiade. Keduanya

dibentuk dengan harapan untuk memberikan penyelesaian sengketa atlet dengan cara yang

cepat, efektif dan efisien.

para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas

menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul dari hubungan hukum tersebut akan

diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. 16

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Op.cit, Hal. 121 17

Diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, yaitu sebagai berikut: Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui

arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis

yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.

Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud harus memuat hal-hal sebagai berikut: a) Masalah yang

dipersengketakan; b) Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; c) Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter

atau majelis arbiter; d) Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e) Nama lengkap

sekretaris; f) Jangka waktu penyelesaian sengketa; g) Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan h) Pernyataan

kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian

sengketa melalui arbitrase; Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3)

batal demi hukum. 18

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Op.cit, Hal. 123

Page 6: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

5 5

Menanggapi permasalahan diatas, maka arbitrase menjadi solusi paling tepat untuk

menyelesaikan sengketa keolahragaan di Indonesia. Merujuk pada Pasal 56 UU Arbitrase,

Majelis Arbitrase dapat mengambil keputusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan

keadilan dan kepatutan. Karenanya, putusan arbitrase dapat lebih memenuhi rasa keadilan

bagi sebuah pihak dibandingkan dengan putusan badan peradilan yang cenderung melihat

sengketa dari kacamata Legal Formal semata. Selain itu, Arbitrase lebih memberikan

kepastian waktu penyelesaian karena Undang-Undang Arbitrase mensyaratkan pemeriksaan

sengketa arbitrase harus diselesaikan paling lama 180 hari sejak Majelis Arbitrase dibentuk.

Lebih jauh, Arbitrase bukan sekadar tentang bagaimana selesainya suatu sengketa,

tetapi oleh siapa sengketa tersebut akan diselesaikan. Seperti dalam istilah “Arbitration is an

option to put the right man on the right place.” yaitu Arbitrase memberikan kebebasan para

pihak yang bersengketa untuk memilih Arbiter yang paling tepat untuk memutus sebuah

perkara.

Jika melihat dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem

Keolahragaan Nasional (selanjutnya disebut sebagai UU SKN), mengenai aturan penyelesaian

sengketa keolahragaan yang menjelaskan sebagai berikut:

1. Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan

mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.

2. Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana di maksud pada Ayat (1) tidak

tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif

penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana di maksud pada Ayat (2) tidak tercapai,

penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan

yurisdiksinya.

Jadi memang sudah terdapat payung hukum mengenai alur penyelesaian sengketa

keolahragaan dalam UU SKN tersebut.19

Keberadaan lembaga arbitrase khusus olahraga pun

dikenal di Indonesia, namun pada realitanya masih dirasa kurang efektif serta efisien.

Lembaga arbitrase yang ada dianggap bukan solusi, karena adanya dualisme juga biaya yang

tinggi serta ketidakjelasan perangkat sidang dikala melakukan persidangan sehingga membuat

banyak pihak enggan membawa permasalahan ke Arbitrase olahraga di Indonesia. Mengenai

alternatif penyelesaian sengketa, dilaksanakan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi,

pendapat ahli, dan cara-cara lain yang diperlukan para pihak sesuai dengan peraturan

19

Abi Jam’an Kurnia, SH., Penyelesaian Sengketa Keolahragaan di Indonesia, Hukum Online,

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt568a0640f3042/penyelesaian-sengketa-keolahragaan-di-

indonesia/ (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 20.16 WITA)

Page 7: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

6 6

perundang-undangan. Oleh sebab itu peraturan perundang-undangan UU SKN menjadi

payung hukum dalam penyelesaian sengketa keolahragaan di Indonesia.

Sejauh mana urgensi pembentukan lembaga ini mengingat Indonesia pun mengakui

eksistensi lembaga-lembaga Peradilan dan Arbitrase termasuk Arbitrase olahraga untuk

menyelesaikan sengketa di dunia olahraga ini tentu sangat penting mengingat begitu banyak

persoalan yang terus berulang dan itu semua terkait dengan hukum serta hak individu.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumusakan suatu rumusan

masalah yang diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dualisme yang terjadi pada lembaga arbitrase guna penyelesaian sengketa

olahraga di Indonesia?

2. Bagaimana solusi yang dapat ditempuh guna mengakhiri dualisme lembaga arbitrase

olahraga di Indonesia?

METODE PENELITIAN

Artikel ini merupakan hasil penelitian hukum menggunakan metode penelitian

normatif (Normative Legal Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu

pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.20

Metode penelitian

normatif atau penelitian hukum doktrinal bertujuan untuk menemukan jawaban-jawaban yang

benar dengan melakukan pembuktian kebenaran yang dicari dari preskripsi-preskripsi hukum

yang tertulis dalam kitab Undang-Undang hukum positif atau kitab-kitab agama.21

Pendekatan ilmu hukum bersifat sangat penting terutama dalam makalah ini karena dalam

bidang hukum tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen, sebagaimana yang biasa

dilakukan dalam ilmu empiris. Dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative

Approach) yang merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif untuk

membandingkan salah satu lembaga hukum (Legal Institution) dari sistem hukum yang satu

dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem hukum) yang lain. Dari

perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua sistem

20

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan

9, Rajawali Press, Jakarta, 2006, Hal.23 21

Soetandyo Wignjosoebroto dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta (ed.), Metode Penelitian Hukum;

Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2017, Hal. 121

Page 8: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

7 7

hukum itu22

khususnya pada lembaga arbitrase yang menangani sengketa dari para pelaku

olahraga di Indonesia serta menggunakan pendekatan sejarah (Historical Approach) yang

dilakukan dengan menelusuri aturan hukum yang dibuat pada masa lampau, baik tertulis

maupun tidak tertulis, yang memiliki relevansi dengan konteks hari ini. Penelusuran sejarah

aturan hukum terutama berkaitan dengan permasalahan penelitian yang beranjak dari adanya

kekosongan atau pertentangan norma.23

Dengan menggunakan penafsiran sejarah hukum,

makalah ini mengkaji perbandingan latar belakang dan perkembangan antara kedua lembaga

arbitrase olahraga tersebut. Bahan di atas dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library

research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan sumber

data pustaka dengan cara membaca, mencatat, memanfaatkan serta mengolah bahan data

penelitiannya24

dan penelurusan melalui media internet (online research) yang dilakukan

dengan menggunakan website yang berfungsi sebagai search engine (mesin pencari) untuk

mengakses e-journal dan berita online, dengan cara memasukkan kata kunci ke dalam kolom

pencarian sesuai dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini penulis

menitikberatkan pada konteks kewenangan dan kualitas hasil putusan lembaga arbitrase

dalam menyelesaikan sengketa terutama sengketa para pelaku olaharaga di Indonesia.

PEMBAHASAN

Dualisme BAORI dan KONI dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase Olahraga

Penggunaan Lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa olahraga telah

diakomodasi dalam Pasal 88 UU SKN yang menyatakan bahwa sengketa olahraga dapat

diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang

menangani sengketa olahraga yaitu, BAORI dibentuk melalui KONI25

dan BAKI resmi

dibentuk oleh KOI sesuai dengan Rapat Anggota KOI 2012 Nomor Kep.08/RA-KOI/I/2012

untuk cabang-cabang yang dipertandingkan dalam Olimpiade.

Sebelum mengajukan penyelesaian sengketa olahraga kesalah satu dari dua lembaga

arbitrase yang ada di Indonesia, ada lebih baiknya mengetahui terlebih dahulu apa tugas dari

22

Fajar Muchti; Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2009, Hal. 185-192 23

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum,

Prenada Media Group, Jakarta, 2016, Hal. 160 24

Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Nasional, Jakarta, 2004, Hal. 2-3 25

Ali, Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri, Hukum Online,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52948f516fcf8/dualisme-arbitrase-olahraga-indonesia-harus-diakhiri,

(diakses pada tanggal 07 Mei 2020 pukul 09.35 WITA)

Page 9: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

8 8

KONI dan KOI. Tugas dari KONI dan komite olahraga nasional lainnya dapat dilihat dalam

Pasal 36 Ayat (4) UU SKN yaitu:

1. Membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan,

pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional;

2. Mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional,

serta komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota;

3. Melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi

berdasarkan kewenangannya; dan

4. Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan multi kejuaraan olahraga tingkat

nasional.

Jika melihat ke dalam AD/ART KONI, disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (1) bahwa

KONI membentuk BAORI sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul

karena pelanggaran:

1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

2. Peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota;

3. Konflik dualisme kepengurusan

4. Dalam Pelanggaran Pekan Olahraga Nasional (sebagai Dewan Hakim);

5. Konflik lain yang terkait dengan pembinaan organisasi olahraga.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (2) AD/ART KONI bahwa

penyelesaian sengketa dilarang dibawa ke yurisdiksi pengadilan manapun di Indonesia.

Ketentuan tersebut secara tidak langsung dapat dikatakan berlawanan dengan ketentuan yang

ada dalam Pasal 88 Ayat (3) UU SKN yang berbunyi: “Apabila penyelesaian sengketa

sebagaimana di maksud pada Ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan

melalui pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.” Sedangkan KOI diamanatkan dalam

Pasal 44 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) UU SKN yang berbunyi sebagai berikut:

1. Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan

oleh KOI atau National Olympic Committee sebagaimana telah diakui oleh

International Olympic Committee.

2. KOI meningkatkan dan memelihara kepentingan Indonesia, serta

memperoleh dukungan masyarakat untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games,

South East Asia Games, dan pekan olahraga internasional lain.

3. KOI bekerja sesuai dengan peraturan International Olympic Committee,

Olympic Council of Asia, Southeast Asia Games Federation, dan organisasi olahraga

internasional lain yang menjadi afiliasi26

KOI dengan tetap memperhatikan ketentuan

dalam Undang-Undang ini.

26

Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Afiliasi, Afiliasi merupakan salah satu cara

mengembangkan bisnis dengan cara memanfaatkan sosialisasi yang secara terarah dilakukan oleh individu,

badan usaha atau organisasi dan kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan seperti yang sudah disepakati

bersama. Pembentukan kontak sosial ini menghasilkan sebuah pertalian. Istilah ini disebut juga dengan

istilah motif yang artinya adalah tenaga pendorong atau penggerak kebutuhan yang ada pada manusia dan

bersifat universal. Dalam perkembangannya, manusia membentuk afiliasi didasari oleh alasan formal dan

Page 10: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

9 9

KOI memiliki tugas untuk mengusulkan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah

sesuai dengan Pasal 50 Ayat (1) UU SKN, perihal pengajuan Indonesia sebagai calon tuan

rumah penyelenggaraan Pekan Olahraga Internasional. Jika terpilih sebagai tuan rumah,

penyelenggaraan pekan olahraga internasional ditugaskan pelaksanaannya kepada KOI sesuai

yang diatur dalam Pasal 50 Ayat (3) UU SKN.

Sementara itu, dalam Pasal 36 Ayat (1) UU SKN disebutkan bahwa induk organisasi

cabang olahraga membentuk suatu komite olahraga nasional. Yang mana frasa “Komite

Olahraga” tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-XII/2014

adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Komite Olahraga

Nasional Indonesia dan komite olahraga nasional lainnya”.

Lebih lengkapnya frasa “komite olahraga” terdapat dalam Pasal 36 Ayat (1), Ayat (2)

dan Ayat (3), Pasal 37 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 38 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat

(3), Pasal 39, dan Pasal 46 Ayat (2) UU SKN dinyatakan bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Sekilas mengenai kedua lembaga arbitrase olahraga yaitu BAORI dan BAKI:

A. Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI)

Sesuai dengan Pasal 38 AD/ART KONI disebutkan bahwa KONI memiliki Badan

Arbitrase Olahraga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena

pelanggaran AD/ART KONI serta peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota,

sehingga tidak diperkenankan membawa persengketaan tersebut ke yurisdiksi Pengadilan

manapun di Indonesia.

Badan Arbitrase Olahraga bersifat Independen, dengan masa bakti kepengurusan

mengikuti masa bakti Ketua Umum KONI dengan penetapan susunan pengurus, tugas dan

rasional. Manusia memiliki alasan logis kenapa dia ingin membentuk afiliasi. Akan tetapi, tanpa ada dorongan

ini pun mesti diakui bahwa manusia membutuhkan orang lain dan secara alami membangun kontak sosial.

Alasannya adalah manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa ada campur tangan dari orang lain. Bidang

ilmu yang banyak meneliti mengenai dorongan seseorang untuk selalu membangun kontak sosial

adalah psikologi. Penelitian menunjukkan bahwa afiiliasi seseorang erat hubungannya dengan kebutuhan akan

ketergantungan dengan orang lain. Psikologi juga meneliti kaitan antara afiliasi dengan kebutuhan seseorang

untuk diakui dan diterima oleh lingkungannya. Penelitian psikologis dalam bidang kepribadian menunjukkan

bahwa tingkat afiliasi setiap orang berbeda-beda derajatnya, dengan rujukan dari Hassan Sadhily, Ensiklopedi

Indonesia. Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Hal. 96, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (diakses pada

tanggal 04 September 2020 pukul 23.01 WITA)

Page 11: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

10 10

fungsi Badan Arbitrase Olahraga melalui Rapat Anggota. Badan Arbitrase Olahraga

berkewajiban menyusun dan menetapkan aturan acara persidangan, dengan sebuah putusan

yang bersifat Final dan Mengikat bagi para pihak yang bersengketa dalam wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 39 AD/ART KONI. Dari Pasal 38

dan Pasal 39 AD/ART KONI telah dijelaskan secara rinci mengenai kedudukan, tugas dan

wewenang dari BAORI.

BAORI adalah lembaga independen yang dibentuk oleh KONI, yang bertugas untuk

menyelesaikan sengketa keolahragaan di bidang olahraga prestasi. BAORI didirikan pada

tahun 2006 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 187 Tahun 2006 Tentang Pembentukan

BAORI. Berdasarkan AD/ART KONI, dengan masa bakti 4 (empat) tahun di setiap

kepengurusannya. BAORI dalam menangani sengketa keolahragaan bersifat independen,

tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Keputusan yang dikeluarkan oleh BAORI

bersifat final dan mengikat kepada anggota KONI dan Jajarannya.27

Visi dari BAORI adalah:28

1. BAORI menjadi salah satu pilar penunjang dalam menegakkan hukum dan peraturan

perundang-undangan khususnya terkait keolahragaan nasional;

2. Mewujudkan nilai-nilai olahraga yang sportif, dipercaya dan adil dalam

menyelesaikan sengketa keolahragaan nasional menuju tercapainya prestasi emas

olahraga nasional yang terhormat, membanggakan dan bermartabat.

Dengan MISI dari BAORI itu sendiri, yaitu:29

1. Melaksanakan fungsi sebagai lembaga arbitrase dalam menyelesaikan sengketa

olahraga prestasi nasional;

2. Memperjuangkan BAORI sebagai cikal bakal peradilan khusus olahraga;

3. Melaksanakan fungsi sebagai lembaga yang independen dan berintegritas tinggi

sehingga menciptakan Putusan dapat memenuhi rasa keadilan semua pihak;

4. Penyelesaian sengketa secara sederhana, cepat, biaya terjangkau

Disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (1) AD/ART KONI bahwa BAORI berwenang

menyelesaikan sengketa olahraga yang timbul karena pelanggaran sebagai berikut:

1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

2. Peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota;

3. Konflik dualisme kepengurusan.

4. Dalam pelanggaran pekan olahraga nasional (sebagai Dewan Hakim);

5. Konflik lain yang terkait dengan pembinaan organisasi olahraga.

27

Situs resmi BAORI, http://baori.id/wordpress/sejarah/ (diakses pada tanggal 07 Mei 2020 pukul

09.15 WITA) 28

Situs resmi BAORI, http://baori.id/wordpress/visi-dan-misi/ (diakses pada tangal 07 Mei 2020

pukul 09.22 WITA). 29

Ibid.

Page 12: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

11 11

Dalam menyelesaikan sengketa olahraga dan memberikan putusan diperlukan seorang

dan/atau beberapa arbiter yang diangkat berdasarkan Peraturan Ketua BAORI Nomor 1 Tahun

2017 Tentang Hukum Acara BAORI dengan syarat menjadi arbiter BAORI adalah sebagai

berikut:

1. Cakap melakukan perbuatan hukum; • paling rendah berusia 30 tahun;

2. Memiliki pendidikan tinggi hukum minimal (S1) dan disiplin ilmu lainnya yang

setara;

3. Pernah aktif minimal selama 5 tahun pada organisasi keolahragaan maupun cabang

olahraga Indonesia;

4. Memiliki sertifikasi/lisensi sebagai arbiter dan mediator yang diterbitkan oleh lembaga

yang berkompeten dan diakui oleh BAORI;

5. Diangkat dan ditetapkan oleh Ketua BAORI.

Dengan demikian, yang dapat menjadi arbiter BAORI adalah atlet, mantan atlet,

pelatih, dan pihak manapun sepanjang memenuhi kualifikasi diatas. Serta di dalam Pasal 42

Ayat (8) AD/ART KONI disebutkan bahwa putusan BAORI bersifat final dan mengikat bagi

para pihak yang bersengketa dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberadaan BAORI perlu diperkuat mengingat banyaknya sengketa hukum dalam komunitas

olahraga yang mana hal ini dapat dicapai dengan menjaga Independensi Lembaga tersebut.

Hal ini sesuai dengan amanat yang terdapat dalam UU Arbitrase. Selain itu kehadiran BAORI

pun telah sesuai dengan logika Hukum Olahraga (Sports Law) yang menghendaki adanya

lembaga penyelesaian sengketa bagi komunitas olahraga. Pembahasan peran BAORI dirasa

penting mengingat banyaknya kasus hukum yang menjerat komunitas olahraga Indonesia

termasuk penyerangan pendukung sepakbola yang terjadi belakangan ini.30

B. Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI)

Untuk mendapatkan informasi yang rinci dan terpercaya mengenai BAKI yang

dibentuk berdasarkan hasil Kongres Istimewa KOI pada tanggal 26 Mei 2010. KOI nyatanya

memang sulit untuk ditelusuri. Dari beberapa sumber didapat bahwa BAKI didirikan pada

tahun 2012 dan mulai resmi beroperasi sejak 26 Maret 2012 berdasarkan Rapat Anggota KOI

Nomor Kep.08/RA-KOI/I/2012 sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil Kongres Istimewa KOI

03/KI-KOI/IV/2010 dengan prinsip sebagai benteng hukum bagi insan olahraga Indonesia.

30

Pendapat ini disampaikan peneliti BALITBANG Hukum dan HAM, Eko Noer Kristiyanto dalam

Seminar Nasional yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Peneliti

BALITBANGKUMHAM: Eksistensi BAORI Perlu Diperkuat,

https://www.balitbangham.go.id/detailpost/peneliti-balitbangkumham-eksistensi-baori-perlu-diperkuat (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 19.31 WITA)

Page 13: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

12 12

BAKI memiliki tugas utama untuk menerima, memeriksa, memberikan pendapat dan

memediasi. Jika ada pihak-pihak yang berselisih dan tidak bisa mencapai mufakat dalam

sengketa olahraga, bisa dilakukan mediasi dan memberikan putusan arbitrase dalam

perselisihan di bidang olahraga.31

BAKI dibentuk oleh KOI sebagai bidang yudikatif dan

hanya anggota KOI saja yang bisa mengajukan perselisihannya ke BAKI apabila di tingkat

organisasi tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.32

Dengan latar belakang banyak sekali atlet yang bermasalah dengan hukum dan selalu

dirugikan maka dibentuklah BAKI sebagai tempat bagi Atlet, pelatih, pembina dan pelaku

olahraga lainnya mendapatkan perlindungan hukum bilamana nanti mengalami persoalan

hukum. BAKI bisa menerima pengaduan dari seluruh cabang olahraga di Indonesia, bukan

hanya cabang olahraga yang masuk Olimpiade. Namun pihak-pihak yang mengajukan

pengaduan pada BAKI harus tunduk di bawah aturan dan regulasi BAKI.33

Saat ini BAKI adalah lembaga arbitrase yang berafiliasi34

langsung ke CAS sebuah

lembaga arbitrase internasional yang dibentuk oleh Komite Olimpiade Internasional atau

dunia olahraga lebih mengenal CAS dengan istilah Supreme Court of World Sport, dengan

kata lain BAKI adalah counterpart (rekanan) CAS di Indonesia.

35 BAKI merupakan lembaga

arbitrase yang dibentuk oleh KOI dengan maksud menyesuaikan induknya yaitu International

Olympic Committee untuk menyelesaikan sengketa cabang olahraga yang dipertandingkan

dalam Olimpiade sesuai dengan Olympic Charter Year 2015. BAKI berfungsi sebagai

perpanjangan tangan dari CAS di Swiss yang menjadi pusat arbitrase sengketa olahraga di

seluruh dunia.

Berdasarkan pencarian secara online, tidak ada publikasi mengenai peraturan yang

mengatur kualifikasi arbiter dalam BAKI, baik yang diterbitkan oleh KOI maupun BAKI itu

31

Hal ini disampaikan oleh Ketua BAKI Mohamed Idwan Ganie pada jumpa pers peresmian BAKI

tanggal Selasa, 27 Maret 2012, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,

https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul

20.30 WITA) 32

Disampaikan oleh Hellen Sarita de lima (Pelaksana Tugas Sekretaris Jendral KOI) pada sosialisasi

Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI); Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Jakarta, 04 Februari

2019, Tempo.co, BAKI Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga,

https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-sosialisasikan-pentingnya-lembaga-arbitrase-olahraga/full&view=ok

(diakses pada tanggal 05 September 2020 pukul 11.28 WITA) 33

Loc.cit 34

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/afiliasi, berafiliasi/ber·a·fi·li·a·si/ v mempunyai pertalian dan berhubungan sebagai anggota

atau cabang (diakses pada tanggal 04 September 2020 pukul 23.07 WITA) 35

Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit Football,

http://www.panditfootball.com/pandit-sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-

arbitrasepssi, (diakses pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.07 WITA)

Page 14: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

13 13

sendiri. Jika ada pihak-pihak yang berselisih dan tidak bisa mencapai mufakat dalam sengketa

olahraga maka dapat diarahkan untuk diselesaikan melalui BAKI. BAKI memiliki tugas

utama untuk menerima, memeriksa, dan memberikan keputusan arbitrase dalam perselisihan

di bidang olahraga, memberikan pendapat dan mediasi. Berdasarkan Undang-Undang yang

berlaku, semua putusan arbitrase di Indonesia harus didaftarkan di Pengadilan Negeri.

Mahkamah Agung telah mengirimkan surat edaran kepada Pengadilan Negeri agar melayani

pendaftaran putusan yang dikeluarkan BAKI sehingga semua putusan BAKI telah terdaftar di

Pengadilan Negeri.36

Di Indonesia sendiri memiliki dua Arbiter yang terdaftar sebagai

anggota CAS yaitu M. Idwan Ganie sebagai Ketua dan Anangga Wardhana Roosdiono

sebagai Wakil Ketua dari BAKI.

Menurut sejarah dari tujuan pembentukannya, BAKI direncanakan sebagai satu-

satunya Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia sehingga keberadaan Lembaga Arbitrase

Olahraga lain seperti BAORI dianggap tidak pernah ada, namun hal itu hanya sebuah wacana

rencana belaka dan belum terwujudkan mengingat terjadinya dualisme lembaga arbitrase

olahraga di Indonesia hingga saat ini.

Dengan terbentuknya BAKI, Indonesia kini memiliki dua badan arbitrase olahraga.

Dimana sebelumnya KONI telah memiliki badan arbitrase khusus untuk menyelesaikan

sengketa olahraga, yaitu BAORI.37

Dualisme Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia ini tak

lepas dari berdirinya KOI, yang merupakan perubahan atau perkembangan dari Komisi

Hubungan Luar Negeri KONI. Dengan fungsi keberadaan KOI sebagai pelaksana

keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional seperti Olimpiade, Asian Games

dan lain-lain yang mana hal tersebut sebelumnya merupakan bagian dari fungsi KONI dan

dipisahkan dari KONI sesuai dengan UU SKN dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun

2007 Tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga.

Padahal pada tanggal 30 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2010 di Surabaya telah

disiapkan agenda rapat yang akan membahas BAKI sebagai pengganti BAORI karena adanya

pertentangan antara Pasal 41 Ayat (2) AD/ART KONI sebagai dasar dari BAORI dengan

Pasal 88 Ayat (3) UU SKN maka secara langsung eksistensi dari BAORI dianggap tidak ada

36

Disampaikan oleh M. Idwan Ghanie (ketua BAKI) pada sosialisasi Badan Arbitrase Keolahragaan

Indonesia (BAKI); Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Jakarta, 04 Februari 2019, Tempo.co, BAKI

Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga, https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-

sosialisasikan-pentingnya-lembaga-arbitrase-olahraga/full&view=ok (diakses pada tanggal 05 September 2020

pukul 11.54 WITA) 37

Ananda W. Teresia, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,

https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul

20.42 WITA)

Page 15: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

14 14

serta melakukan reunifikasi KONI dengan KOI, namun sampai sekarang tidak diketahui apa

hasil dari pembahasan rapat tersebut.

Solusi Permasalahan Dualisme BAORI dan BAKI

Para pihak yang bersengketa dapat leluasa memilih menyelesaikan sengketa melalui

BAKI atau BAORI dengan ketentuan olahraga yang dipersengketakan tersebut

dipertandingkan dalam Olimpiade dan masuk dalam kualifikasi yang ditentukan oleh Ketua

BAORI. Dualisme lembaga arbitrase tersebut tidak mengurangi kebebasan para pihak dan

kekuatan mengikat putusan arbitrase. BAORI ataupun BAKI tetap akan memeriksa dan

memutus sengketa yang diajukan padanya sesuai dengan kesepakatan para pihak sebagaimana

diatur dalam perjanjian arbitrase. Meskipun memiliki beberapa kewenangan yang sama dalam

menyelesaikan sengketa olah raga, namun tidak ada sengketa kewenangan antara BAKI dan

BAORI.

Perbedaan mendasar antara kedua Lembaga Arbitrase Olahraga tersebut adalah, BAKI

merupakan perpanjangan tangan dari CAS sebuah lembaga arbitrase internasional yang

dibentuk oleh Komite Olimpiade Internasional untuk menyelesaikan sengketa olahraga.

Cakupan sengketa yang bisa diselesaikan oleh BAKI bukan hanya sengketa nasional, tapi juga

internasional, jadi BAKI memiliki hak untuk menangani sengketa olahraga internasional.38

Kehadiran BAKI sebagai Lembaga Arbitrase Keolahragaan di Indonesia tidak akan tumpang-

tindih dengan keberadaan BAORI. Keputusan untuk memilih BAKI atau BAORI, sepenuhnya

berada di tangan pihak-pihak yang bersengketa yang menjadi alternatif baru dalam

penyelesaian sengketa olahraga.

Keberadaan BAORI di Indonesia memang tidak ideal, sebagai contoh misalkan ada

pihak yang kurang puas dengan hasil keputusan BAORI maka untuk mengajukan tingkat

berikutnya akan mengalami kesulitan dalam menentukan lembaga bandingnya, berbeda

dengan BAKI yang dapat mengakomodir pihak banding untuk ditujukan langsung ke CAS.39

Rencana kedepannya, BAKI akan menjadi satu-satunya Lembaga Arbitrase Keolahragaan di

Indonesia sebagai lembaga tunggal arbitrase olahraga di Tanah Air, sehingga keberadaan

BAORI dianggap tidak ada.40

38

Ibid. 39

Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit Football,

http://www.panditfootball.com/pandit-sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-

arbitrasepssi, (diakses pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.07 WITA) 40

Hilman Miladi, Tumpang Tindih Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia, menurut Rita Subowo

Ketua Umum KOI kepada wartawan, Kompasiana.com, Jakarta, Jumat, 11 Juni 2010,

Page 16: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

15 15

Namun pada realitanya tarik-menarik atau dualisme kepengurusan, saling menggugat

dan mengklaim bahwa badan arbitrasenya-lah yang sah berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, tarik-menarik antar kepengurusan, kerap adanya campur tangan

dengan politik, serta sulitnya menentukan dan/atau mengajukan banding atas ketidakpuasan

hasil keputusan lembaga arbitrase sebelumnya ke lembaga tingkat banding serta kerap adanya

campur tangan dengan politik bukan perihal yang baru dalam pengelolaan olahraga di

Indonesia.

Masih diperlukan pembentukan lembaga yang lebih khusus lagi agar para pihak yang

bersengketa segera mendapat solusi dan kepastian.41

Dualisme ini penulis nilai tidak efektif

dan efisien, kelembagaan yang ada saat ini dianggap belum mampu mengakomodir

penyelesaian sengketa yang kerap terjadi di cabang olahraga terutama di cabang sepak bola

profesional karena komposisinya pun tak mencerminkan stakeholders (pemangku

kepentingan)42

terutama dalam cabang olahraga sepak bola. Akan lebih efektif apabila hanya

terdapat satu badan arbitrase yang secara khusus menangani sengketa olahraga di Indonesia,

baik dengan cara membentuk lembaga arbitrase baru khusus menangani sengketa olahraga

dalam hal ini sebagai contoh terkhusus “sengketa olahraga sepakbola” dan meniadakan

lembaga-lembaga sebelumnya yaitu BAORI dan BAKI dan/atau dengan cara

mengonsolidasikan43

kedua lembaga arbitrase olahraga tersebut dan membentuk lembaga

arbitrase olahraga yang benar-benar baru.

https://www.kompasiana.com/primata/550eac6d813311b72dbc63a1/tumpang-tindih-badan-arbitrase-olahraga-

di-indonesia# (diakses pada tanggal 12 Mei 2020 pukul 06.28 WITA) 41

Eko Noer Kristiyanto, Urgensi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Antara Klub Sepak Bola

Dan Pesepakbola Profesional Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional, Jurnal

Rechtsvinding, Volume 7, Nomor 1, April 2018, Hal. 29 42

Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan#Pengertian Stakeholder Pemangku

kepentingan adalah terjemahan dari kata stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan

isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini

adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak

buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan,

dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan. Menurut ISO 26000

SR, stakeholder didefinisikan “Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap keputusan serta

aktivitas organisasi” sedangkan menurut standar pengelolaan stakeholder AA1000 SES, definisinya adalah

“Kelompok yang dapat mempengaruhi dan/atau terpengaruh oleh aktivitas, produk atau layanan, serta kinerja

organisasi.” (diakses pada tanggal 10 Juni 2020 pukul 14.59 WITA) 43

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/konsolidasi, konsolidasi/kon·so·li·da·si/ n 1 perbuatan (hal dan sebagainya) memperteguh

atau memperkuat (perhubungan, persatuan, dan sebagainya); 2 peleburan dua perusahaan atau lebih menjadi satu

perusahaan. mengonsolidasikan/me·ngon·so·li·da·si·kan/ v memperteguh atau memperkuat (hubungan, persatuan,

dan sebagainya): negara itu mulai ~ pasukan yang ada di daerah perbatasan.

Page 17: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

16 16

PENUTUP

1. Kesimpulan

Penggunaan lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa olahraga serta konflik lain

yang terpaut dengan pembinaan organisasi olahraga telah diatur dalam Pasal 88 UU SKN.

Dengan payung hukum tersebut terbentuklah BAORI serta BAKI dengan memiliki latar

belakang, dasar pembentukan dan tujuan pembentukan masing-masing sebagai lembaga

arbitrase penyelesaian sengketa olahraga di Indonesia.

Dalam menuntaskan sengketa olahraga, kedua belah pihak yang bersengketa wajib

bersepakat dalam menentukan lembaga arbitrase mana yang akan menyelesaikan sengketa

mereka, apakah mau ke BAORI ataupun ke BAKI dan akan tetap memeriksa serta memutus

sengketa yang diajukan kepadanya sesuai dengan kesepakatan para pihak sebagaimana diatur

dalam perjanjian arbitrase. Meskipun memiliki beberapa kewenangan yang sama dalam

menyelesaikan sengketa olah raga, namun tidak terdapat sengketa kewenangan antara BAKI

dan BAORI.

Namun pada realitanya tarik-menarik atau dualisme kepengurusan, saling menggugat

dan mengklaim bahwa badan arbitrasenya-lah yang sah berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, tarik-menarik antar kepengurusan, kerap adanya campur tangan

dengan politik, serta sulitnya menentukan dan/atau mengajukan banding atas ketidakpuasan

hasil keputusan lembaga arbitrase sebelumnya ke lembaga tingkat banding serta kerap adanya

campur tangan dengan politik, bukan perihal yang baru dalam pengelolaan olahraga di

Indonesia. Dualisme ini dinilai tidak efektif dan efisien, akan lebih efektif apabila hanya

terdapat satu badan arbitrase yang secara khusus menangani sengketa olahraga di Indonesia.

Kembali lagi bahwa kualitas lembaga arbitrase tidak hanya ditentukan oleh berapa

lama badan arbitrase tersebut berdiri dan kelengkapan serta legalitas dokumen pendirian.

Namun dilihat dari bagaimana cara lembaga arbitrase menyelesaikan sengketa olahraga

dengan dilengkapi arbiter yang mampu memberikan putusan berkualitas sebagai bukti

kualitas nyata dari lembaga arbitrase yang bersangkutan. Sebuah putusan bukan hanya untuk

takar-menakar sebuah ketentuan hukum, melainkan juga untuk mewujudkan sebuah keadilan

dan kepatutan yang nyata.

2. Saran

Indonesia harus segera mengakhiri dualisme lembaga yang terjadi pada lembaga

arbitrase olahraga. Hal ini bisa ditempuh dengan cara mengonsolidasikan kedua lembaga

Page 18: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

17 17

yaitu BAORI dengan BAKI, menjadikannya hanya satu lembaga arbitrase olahraga saja

dan/atau meniadakan sama sekali kedua lembaga arbitrase olahraga yang lama kemudian

membentuk lembaga arbitrase olahraga yang benar-benar baru, agar penyelesaian sengketa

olahraga di Indonesia lebih efektif dan efisien serta dengan memasukkan lebih banyak arbiter

yang berkualitas baik yang masih baru atau yang telah lama menjadi Arbiter sesuai dengan

syarat-syarat yang telah ditentukan oleh lembaga arbitrase olahraga tersebut. Seperti halnya

kebijakan ini telah diambil oleh CAS sebagai pusat arbitrase sengketa olahraga di seluruh

dunia yaitu dengan cara memasukkan lebih banyak arbiter sehingga para pihak lebih banyak

pilihan arbiter yang berkualitas untuk menyelesaikan sengketa olahraga yang mana hal ini

bernilai efektif dan efisien. Alangkah lebih baiknya pula sengketa olahraga yang dialami oleh

para atlet atau para pihak yang berkecimpung di dunia keolahragaan Indonesia dan ditangani

oleh lembaga arbitrase yang ada, bisa memisahkan diri dari segala bentuk campur tangan

kaum politik baik dalam proses penyelesaian sengketanya maupun dalam pengambilan

putusan oleh para Arbiter.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Basarah, Moch. 2011. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional dan

Modern (Online). Bandung: Genta Publishing.

Diantha, I Made Pasek, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum Jakarta: Prenada Media Group.

Emirzon, Joni. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Harahap, M. Yahya, 2003, Arbitrase: Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID,

UNCITRAL, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral

Award, Jakarta, Pustaka Kartini.

Hassan Sadhily, 1997, Ensiklopedi Indonesia. Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Marwan, M. Jimmy, P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya, Reality Publisher.

Muchti, Fajar. Achmad, Yulianto, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

R. Subekti, 1980, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan,

Bandung, Alumni.

Rachmadi Usman, 2013, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti.

Page 19: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

18 18

Salim H. S, 2004, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Jakarta, Sinar

Grafika.

Soekamto, Soerjono. Mamudji, Sri, 2006, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, Cetakan 9, Jakarta: Rajawali Press.

Soetandyo Wignjosoebroto. Irianto, Sulistyowati. Shidarta (ed.), 2017, Metode Penelitian

Hukum; Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Subekti. 1992. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta.

Sudargo Gautama, 1976, Kontrak Dagang Internasional, Bandung, Alumni.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan

Olahraga

Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga KONI Tentang Badan Arbitrase Olahraga

(AD/ART KONI)

Peraturan Ketua BAORI Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Hukum Acara BAORI

Putusan Pengadilan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional Terhadap Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Surat Keputusan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) SK Nomor

SKEP/152/DPH/1977

Keputusan Nomor 03/KI-KOI/IV/2010 Tentang pembentukan Badan Arbitrase Keolahragaan

Indonesia (BAKI)

Page 20: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

19 19

Jurnal

Abdurrasyid, H. Priyatna. 1996. Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan

Internasional di luar Pengadilan. Makalah. Semarang.

Eko Noer Kristiyanto, “Urgensi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Antara Klub

Sepak Bola Dan Pesepakbola Profesional Dalam Rangka Mendukung

Pembangunan Ekonomi Nasional”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 7, Nomor 1,

April 2018.

Internet

Abi Jam’an Kurnia, SH., Penyelesaian Sengketa Keolahragaan di Indonesia, Hukum Online,

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt568a0640f3042/penyelesaian

-sengketa-keolahragaan-di-indonesia/

Actio, Efektivitas BAORI Dalam Penyelesaian Sengketa Mutasi Atlet, Ap-Lawsolution

https://ap-lawsolution.com/id/actio/efektivitas-baori-dalam-penyelesaian-

sengketa-mutasi-atlet-2/

Ali, Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri, Hukum Online,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52948f516fcf8/dualisme-arbitrase-

olahraga-indonesia-harus-diakhiri

Ananda W. Teresia, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,

https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga

GAW/FD, Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternative Penyelesaian Sengketa Diluar

Pengadilan (Angkatan Keempat), Hukum Online

https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-

salah-satu-alternatif=penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat/

Hilman Miladi, Tumpang Tindih Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia,

Kompasiana.com,https://www.kompasiana.com/primata/550eac6d813311b72dbc6

3a1/tumpang-tindih-badan-arbitrase-olahraga-di-indonesia#

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/afiliasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/konsolidasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan),

https://kbbi.web.id/partikelir

Peneliti BALITBANGKUMHAM, Eksistensi BAORI Perlu Diperkuat,

https://www.balitbangham.go.id/detailpost/peneliti-balitbangkumham-eksistensi-

baori-perlu-diperkuat

Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit

Football, http://www.panditfootball.com/pandit-

Page 21: Dualisme Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa

Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020

20 20

sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-

arbitrasepssi

SCN, Menyikapi Dualisme Arbitrase Dalam Sengeketa Olahraga, AP-Lawsolution https://ap-

lawsolution.com/id/actio/menyikapi-dualisme-arbitrase-dalam-sengketa-olahraga/

Situs resmi BAORI http://baori.id/wordpress/sejarah/

Situs resmi BAORI http://baori.id/wordpress/visi-dan-misi/

Tempo.co, BAKI Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga,

https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-sosialisasikan-pentingnya-lembaga-

arbitrase-olahraga/full&view=ok

Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Afiliasi

Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan#Pengertian_stakeholder