Upload
truongnhu
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2016
PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN
HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2016
i
KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) di Daerah tahun 2016 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 7 (tujuh) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan, bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII. Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.
Jakarta, 31 Maret 2016Direktur Jenderal Perkebunan
Ir. Gamal Nasir, MS. Nip.195607281986031001
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................... i DAFTAR ISI .................................... ii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………. iv
I. PENDAHULUAN .......................... 1
A. Latar Belakang ...................... 1 B. Sasaran Nasional ................... 3 C. Tujuan ............................... 3 D. Pengertian Umum .................. 3
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN.11
A. Prinsip Pendekatan PelaksanaanKegiatan ............................. 11
B. Spesifikasi Teknis .................. 15
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ............. 22
A. Ruang Lingkup ...................... 22 B. Pelaksana Kegiatan ................ 23 C. Lokasi, Jenis dan Volume ......... 27 D. Simpul Kritis ......................... 27
IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 30
A. Pembinaan, Pengendalian,Pengawalan dan Pendampingan .. 30
Halaman
iii
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan ........................... 31
V. MONITORING, EVALUASI DAN
PELAPORAN ............................. 32
A. Monitoring ............................ 32 B. Evaluasi .............................. 32 C. Pelaporan ............................ 32
VI. PEMBIAYAAN ............................ 36
VII. PENUTUP ................................. 37
LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan ..................... 39 Lampiran 2. Tes Ballot Box ................. 45 Lampiran 3. Analisis Agroekosistem.. ..... 46 Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan Terperinci ...................... 49 Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT ........ 50 Lampiran 6. Lokasi, Jenis dan Volume
Komponen SL-PHT Perkebunan 51 Lampiran 7. Lap. Perkembangan Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan SL-
PHT Tahun 2015 54 Lampiran 8. Outline Laporan Akhir 55
Halaman
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan terjadi kehilangan produksi sekitar 30% - 40%.
Untuk menghindarkan kerugian akibat serangan OPT, sampai saat ini masih banyak petani dan masyarakat yang mengartikan pengendalian OPT sama dengan penggunaan pestisida kimia sintetis. Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi, resurjensi hama dan ledakan hama sekunder, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pada Pasal 20 mengamanatkan bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu dan Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Penerapan pengendalian hama terpadu ditekankan pada penggunaan bahan pengendali yang ramah lingkungan. Pestisida digunakan secara bijaksana apabila perlakuan lain dinilai tidak mampu mengendalikan OPT yang ada.
2
Agar petani pekebun baik laki-laki maupun perempuan mau dan mampu menerapkan PHT di kebunnya secara mandiri, maka petani perlu mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang empat prinsip PHT yaitu 1). Budidaya Tanaman Sehat, 2). Pelestarian dan Pemanfaatan Musuh Alami, 3). Pengamatan Rutin dan 4). Petani sebagai Ahli PHT/petani menjadi manajer di kebun sendiri. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).
SL-PHT yang sudah dilaksanakan selama delapan belas tahun dan sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hasil penelitian dampak SL-PHT oleh beberapa mahasiswa S2 pada petani alumni SL-PHT komoditi perkebunan (kopi, kakao, teh,dan lada,) telah terjadi perubahan positif terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap petani serta peningkatan produktivitas hasil tanaman mencapai 25-27%.
Petani yang sudah mengikuti SL-PHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2015 sebanyak 6.215 KT ( 155.370 petani). Mengingat masih kurangnya jumlah petani yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang empat prinsip PHT dalam pengelolaan kebunnya serta dampak SL-PHT, maka kegiatan SL-PHT perlu
3
dilaksanakan secara berkesinambungan. Untuk itu pada tahun 2016 akan dilaksanakan kegiatan SL-PHT sebanyak 93 Kelompok Tani (KT) di 16 provinsi, 38 kabupaten/kota.
B. Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan SL-PHT adalah terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani tanaman perkebunan di provinsi dan kabupaten/kota.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan SL-PHT :
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani/kelompok tani agar mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT dalam pengelolaan kebunnya sehingga petani menjadi manager di kebunnya sendiri.
D. Pengertian Umum :
1. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) adalah metode penyuluhan atau suatu bentuk pendidikan non formal yang dirancang berdasarkan pendekatan andragogi. Pola pelatihan dilakukan secara partisipatoris dan pendekatan dari bawah.
2. Training Need Assesment (TNA)/Analisis kebutuhan pelatihan adalah kegiatan atau aktifitas menganalisis kebutuhan pelatihan.
4
3. Andragogi adalah seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar. Petani diberikan kesempatan untuk belajar sendiri tentang prinsip dan teknologi PHT.
4. Pemandu Lapang (PL) SL-PHT adalah fasilitator yang memfasilitasi proses belajar, membimbing diskusi, dan mengamati kegiatan SL-PHT.
5. Pertemuan SL-PHT adalah Kegiatan SL-PHT yang dilakukan setiap minggu di lapangan dan di saung pertemuan. Kegiatan SL-PHT meliputi AAES dan penyampaian materi Topik Umum, Topik Khusus, Dinamika kelompok, dan pendukung.
6. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan.
7. Fenologi tanaman adalah penampakan aktivitas tanaman yang terjadi secara berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berdasar pada hasil observasi tentang tahapan perkembangan tumbuhan (phenophase) eksternal yang tampak seperti perkecambahan biji, pertunasan, pertumbuhan daun baru, pengguguran daun, pertumbuhan diameter batang, waktu berbunga, waktu berbuah.
5
8. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
9. Empat Prinsip PHT adalah Budidaya tanaman sehat, Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami, Pengamatan Rutin/berkala, dan Petani menjadi ahli PHT/petani menjadi manajer dikebunnya sendiri
10. Budidaya tanaman sehat adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Budidaya tanaman sehat dilaksanakan sejak persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT serta panen.
11. Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami adalah perlakuan memasukkan jenis musuh alami, memperbanyak musuh alami, dan melestarikan musuh alami di kebun. Untuk melestarikan musuh alami, pengendalian OPT dilakukan secara mekanik; penggunaan musuh alami; dan penggunaan pestisida secara bijaksana.
6
12. Pengamatan Rutin/berkala adalah kegiatan mengamati faktor biotik dan abiotik di lingkungan kebun secara teratur agar petani secara tepat dan cepat dapat melakukan tindakan
13. Petani sebagai ahli PHT adalah petani sebagai manajer/mandiri dalam mengambil keputusan untuk pengelolaan kebunnya secara PHT
14. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari unsur tumbuh-tumbuhan untuk keperluan menghambat OPT tertentu dan tidak membahayakan terhadap lingkungan.
15. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan dekomposer.
16. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah kelompok tani/petani dan lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta dan lokasi kegiatan SL-PHT.
17. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.
7
18. Responsif Gender adalah kegiatan, program, dan penganggaran yang memperhatikan perbedaan, kebutuhan, pengalaman, dan aspirasi laki-laki dan perempuan.
19. Kebun praktek adalah kebun yang digunakan sebagai tempat praktek/sarana belajar SL-PHT.
20. Silabus SL-PHT adalah rencana pembelajaran pada suatu kegiatan SL-PHT.
21. Kontrak belajar adalah kesepakatan selama pelaksanaan SL-PHT yang harus ditaati antara peserta dan PL
22. Ballot Box adalah tes pengetahuan dan kemampuan petani sebelum dan sesudah mengikuti SL-PHT yang dilakukan di lapangan/kebun.
23. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
8
24. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.
25. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.
26. Analisis Agroekosistem (AAES) adalah analisa unsur-unsur pada lingkungan tertentu. Proses kegiatan dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.
27. Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan ekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.
28. Dinamika Kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
29. Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program.
9
30. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
31. Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu.
32. Pengendalian OPT adalah segala kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menanggulangi serangan OPT terhadap tanaman.
33. Kerugian secara ekonomis adalah kerugian yang di derita oleh pemilik tanaman sebagai akibat serangan OPT pada tanamannya, yang secara ekonomis tidak dapat di toleransi.
34. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
35. Pengambilan keputusan adalah penentuan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengendalian OPT berdasarkan hasil
10
analisis data pemantauan dan pengamatan.
36. Dampak Perubahan Iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.
11
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan
1. Pendekatan Umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.
3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Direktorat Jenderal Perkebunan.
12
c. Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Direktorat Jenderal Perkebunan.
d. Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon peserta SL-PHT/pihak terkait.
e. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali.
13
f. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.
2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan SL-PHT selesai.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis pelaksanaan SL-PHT sebagai berikut :
a. SL-PHT dilaksanakan oleh Pemandu Lapang (PL) dengan pembinaan oleh Pusat (Direktorat Perlindungan Perkebunan), Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
b. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan karakter/sifat/fenologi tanaman dan serangan OPT.
c. Dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 25 petani (perempuan minimal 25%). Setiap kelompok dibagi menjadi 5 sub kelompok.
d. Setiap sub kelompok mengerjakan dan mengamati kebun percobaan dengan menerapkan PHT dan kebiasaan petani (Non PHT)
14
e. Kebun sebagai sarana belajar utama, dan diskusi dilakukan di saung pertemuan SL-PHT.
f. Sosialisasi dilaksanakan setelah penetapan CP/CL.
g. Satu kelompok mengusahakan komoditas perkebunan yang sama.
h. Tersedia pemandu lapang di Provinsi/Kabupaten/Kota pelaksana SL-PHT. Jika di Kabupaten/Kota tidak tersedia pemandu dapat menggunakan pemandu lapang dari Provinsi/ Kabupaten/Kota terdekat.
i. Untuk memenuhi kekurangan jumlah pemandu lapang SL-PHT dapat memanfaatkan tenaga pemandu lapang bersertifikat yang telah purna bakti dan petugas/petandu yang telah selesai mengikuti pelatihan pemandu lapang (PL) SL-PHT.
j. Penetapan PL oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan di lokasi kegiatan SL-PHT.
3. Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
15
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Tahap Pasca SL-PHT Perkebunan
1) Kelompok tani yang telah mengikuti kegiatan SL-PHT agar menerapkan PHT secara mandiri di kebunnya dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada petani di sekitarnya.
2) Dinas Kabupaten/Kota memfasilitasi pembinaan/pendampingan pada petani alumni SL-PHT, agar penerapan PHT dan kelembagaan petani semakin baik dan berkelanjutan.
3) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota diharapkan memfasilitasi SL-PHT untuk petani lainnya melalui dana APBD.
B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
a. Peserta 1) Petani pemilik/penyewa atau
petani penggarap.
16
2) Jumlah peserta perempuan minimal 25%.
3) Berumur minimal 17 tahun dan sehat.
4) Dapat menulis, membaca, dan mampu berbahasa Indonesia.
5) Sanggup mengikuti SL-PHT selama 16 kali pertemuan tanpa terputus.
6) Peserta tidak boleh diganti.
b. Pemandu Lapang (PL)
Setiap kelompok SL-PHT dipandu oleh 2 orang PL yang telah bersertifikat. Dalam kondisi tertentu 1 kelompok SL-PHT dapat dipandu oleh 1 orang PL dibantu 1 orang petugas teknis yang mempunyai kemampuan sebagai pemandu.
c. Pertemuan dilakukan di saung pertemuan dan kebun praktek yang berlangsung dari jam 07.30-14.00. Pengaturan waktu dan materi sebagai berikut :
No Waktu Materi/Kegiatan
1 07.30-10.30 Analisis Agroekosistem (AAES)
2 10.30-11.00 Istirahat
3 11.00-12.00 Dinamika Kelompok
4 12.00-14.00 Topik Khusus
17
d. Lokasi SL-PHT mudah dijangkau oleh pemandu dan peserta.
e. Tersedia kebun praktek seluas ±1 ha, dibagi menjadi 2 petak perlakuan yaitu petak PHT dan Non PHT (kebiasaan pengendalian yang dilakukan oleh petani). Setiap petak dibagi 5 sub petak kebun praktek.
f. Setiap sub kelompok mengelola 2 sub petak kebun praktek (PHT dan Non PHT).
2. Metode
a. Pertemuan dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu secara kontinyu.
b. Pertemuan mingguan dipandu oleh dua orang PL yang bekerja sebagai tim.
c. Nara sumber diundang untuk memberikan materi yang belum dikuasai oleh PL dan dibutuhkan oleh peserta SL-PHT. Nara sumber berasal dari dinas provinsi/Puslit/Balit/Perti/ UPT Pusat/Ditlinbun.
d. Metode belajar melalui pendekatan andragogi (metoda belajar orang dewasa) yaitu belajar dari
18
pengalaman di lapangan sehingga petani tahu, mau dan mampu menerapkannya secara mandiri.
e. Proses belajar mengajar dilakukan dengan metoda partisipasi aktif, mencari, dan menumbuhkan kepercayaan sendiri, serta mengambil keputusan bersama dalam menentukan tindakan pengelolaan kebun.
f. Proses belajar SL-PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, menerapkan dan melakukan kembali.
g. Pada setiap kali pertemuan dilakukan kegiatan Analisis Agroekosistem (AAES) seperti pada lampiran 3, Dinamika Kelompok dan Topik Khusus.
h. Sarana SL-PHT : 1) Kebun 2) Saung Pertemuan
i. Bahan dan Alat SL-PHT :
1) Kertas koran 2) Alat tulis 3) Pupuk 4) APH dan bahan pengendali lainnya 5) Dekomposer
19
6) Petunjuk Lapangan 7) Bahan dan perlengkapan praktek.
j. Materi SL-PHT:
1) Mengacu pada kurikulum SL-PHT yang disusun berdasarkan kebutuhan peserta/Training Need Assesment (TNA) dan Test Ballot Box awal) seperti pada lampiran 1 dan 2.
2) Merupakan penjabaran dari empat prinsip PHT, yaitu: budidaya tanaman sehat; pelestarian dan pemanfaatan musuh alami; pengamatan kebun secara teratur (berkala) dan petani menjadi ahli PHT.
3) Materi SL-PHT seperti pada Tabel 1
Tabel 1. Materi SL-PHT No Materi Petunjuk
Lapangan (Petlap)
1. Persiapan SL-PHT
- Apa ini ? - Analisa
Kebutuhan Pelatihan
- Kontrak Belajar - Pengorganisasian
warga belajar - Test Ballot Box
Awal
2. Merancang Petak Studi
Ploting Petak PHT dan Non PHT
20
No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)
3. Topik Umum - Ekosistem Dasar - Analisis
agroekosistem (AAES)
4. Topik Khusus a. a. Budidaya
Tanaman Komponen budidaya tanaman sesuai dengan komoditas SL-PHT.
b. OPT dan Musuh Alami/APH
c. Dampak
Perubahan Iklim (DPI) dan Penanganan Kebakaran
- Hama/penyakit/ gulma
- Predator - Parasitoid - Agens Pengendali
Hayati - Koleksi Serangga
- Mitigasi dan Adaptasi DPI
- Dampak perubahan iklim terhadap serangan OPT
5. Materi Pendukung
Pestisida - Pestisida kimia - Dampak
penggunaan pestisida kimia
- Pestisida Nabati
21
No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)
6. Dinamika Kelompok
a. Perkenalan Rantai nama dan buat barisan
b.Pengakraban Kapal tenggelam c.Kreativitas 9 titik 4 garis d.Kerjasama Menggambar
bersama e.Pemecahan
Masalah Samson Delilah
f.Komunikasi Bermain tali
7. Evaluasi - Ballot Box (Akhir) - Analisa Pasangan
Terperinci
k. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SL-PHT dilakukan dengan melihat hasil :
1) Test Ballot Box (lampiran 2); 2) Matrik analisa pasangan terperinci
(lampiran 4); 3) Matrik kualitas SL-PHT(lampiran
5);
22
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
1. SL-PHT diperuntukkan bagi petani Perkebunan Rakyat yang belum pernah mengikuti kegiatan SL-PHT atau kegiatan yang sejenis. Kelompok tani peserta SL-PHT merupakan kelompok tani yang mengusahakan/ membudidayakan komoditas perkebunan sejenis.
2. Tahapan kegiatan SL-PHT meliputi pemilihan dan penetapan CP/CL, sosialisasi SL-PHT, pemilihan dan penetapan kebun praktek dan saung pertemuan, penyiapan petunjuk lapang, pelaksanaan SL-PHT, pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.
3. Indikator Kinerja
No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana
- SDM
- Data dan informasi
- Teknologi
2 Output/Keluaran Terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani.
3 Outcome/hasil Jumlah kelompok SL-PHT yang tahu, mampu dan mau
23
No Indikator Uraian menerapkan PHT dalam pengelolaan kebun
B. Pelaksana Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi
adalah dinas provinsi yang membidangi
perkebunan dan untuk TP
kabupaten/kota adalah dinas
kabupaten/kota yang membidangi
perkebunan dan berkoordinasi dengan
dinas provinsi.
2. Dinas yang membidangi perkebunan
provinsi/kabupaten/kota dalam
melaksanakan kegiatan agar
berkoordinasi dengan BBPPTP Medan,
Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak
(sesuai dengan wilayah kerja) dan
pihak-pihak terkait lainnya.
3. Kewenangan dan tanggung jawab :
a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
1) Menyiapkan Terms of Reference
(TOR) dan Pedoman Teknis;
2) Melakukan bimbingan,
pembinaan, monitoring dan
evaluasi.
24
b. Dinas Provinsi yang membidangi
perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana,
Pemandu Lapang dan Narasumber
kegiatan SL-PHT tingkat provinsi;
2) Melakukan koordinasi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan
cq. Direktorat Perlindungan
Perkebunan, BBP2TP Medan,
Surabaya, Ambon dan BPTP
Pontianak (sesuai dengan wilayah
kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota
yang membidangi perkebunan,
serta institusi terkait lainnya;
3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan
kegiatan SL-PHT;
4) Melakukan verifikasi CP/CL
bersama PL dan Dinas
Kabupaten/kota;
5) Menetapkan CP/CL SL-PHT;
6) Melakukan pengawalan,
pembinaan, monitoring dan
evaluasi, berkoordinasi dengan
Dinas Kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan
setempat;
25
7) Sosialisasi SL-PHT bersama-sama
Dinas Kabupaten/Kota yang
membidangi perkebunan;
8) Menindaklanjuti rekomendasi dari
hasil monev yang dilakukan oleh
Direktorat Perlindungan
Perkebunan;
9) Menyampaikan laporan
pelaksanaan SL-PHT ke Direktorat
Jenderal Perkebunan cq.
Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
c. Dinas Kabupaten/Kota yang
membidangi perkebunan
1) Menetapkan Tim Pelaksana, PL
dan Narasumber kegiatan SL-PHT
untuk TP Kabupaten;
2) Melakukan koordinasi dengan
Dinas Provinsi yang membidangi
perkebunan, BBP2TP Medan,
Surabaya, Ambon dan BPTP
Pontianak (sesuai dengan wilayah
kerja), Direktorat Jenderal
Perkebunan, dan pihak terkait
lainnya;
3) Membuat juknis SL-PHT;
4) Melakukan verifikasi dan
penetapan CP/CL;
26
5) Melakukan sosialisasi, pembinaan
dan monev SL-PHT;
6) Menindaklanjuti rekomendasi dari
hasil monev yang dilakukan oleh
Direktorat Perlindungan
Perkebunan;
7) Menyampaikan laporan
pelaksanaan SL-PHT ke Dinas
Provinsi dan Direktorat Jenderal
Perkebunan cq. Direktorat
Perlindungan Perkebunan.
d. Pemandu Lapang
1) Melakukan analisa kebutuhan
pelatihan sebelum dilaksanakan
kegiatan SL-PHT;
2) Memandu SL-PHT dan
menyiapkan seluruh keperluan
yang terkait dengan pelaksanaan
SL-PHT mengacu kepada
pedoman teknis/pelaksanaan SL-
PHT;
3) Membantu dinas kabupaten/kota
dalam melakukan survey CP/CL
kegiatan SL-PHT;
4) Berkoordinasi dalam pelaksanaan
SL-PHT dengan dinas provinsi
27
dan kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan;
5) Menyampaikan laporan
perkembangan pelaksanaan SL-
PHT ke dinas provinsi/
kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan.
e. Kelompok Tani/Petani :
1) Mengikuti sosialisasi SL-PHT;
2) Melakukan seluruh proses SL-PHT.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan SL-PHT
seperti pada lampiran 6.
D. Simpul Kritis
1. Terlambatnya pencermatan POK oleh
dinas provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi perkebunan, sehingga
pelaksanaan kegiatan tidak tepat
waktu. Pencermatan POK dan
penetapan tim harus segera dilakukan
setelah diterimanya POK oleh daerah.
2. SL-PHT dilaksanakan kurang dari 16 kali
pertemuan sehingga kualitas SL-PHT
kurang karena terdapat beberapa
materi yang dibutuhkan petani tidak di
pelajari. Pelaksanaan kegiatan harus
28
disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing komoditas, pertemuan
harus dilaksanakan sebanyak 16 kali
dengan interval minimal satu minggu.
3. Silabus materi/topik tidak sesuai
dengan analisa kebutuhan pelatihan,
sehingga pengetahuan dan
keterampilan yang diberikan tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan petani.
Pemandu Lapang harus menyampaikan
silabus materi/topik yang didasarkan
atas analisa kebutuhan pelatihan.
4. Pre-test dan Post-test dalam bentuk
Ballot Box tidak dilakukan
menyebabkan materi yang dibutuhkan
oleh petani tidak diketahui dan
peningkatan pengetahuan serta
keterampilan petani tidak dapat diukur
setelah mengikuti SL-PHT. Pre-test dan
Post-test harus dilaksanakan oleh
pemandu lapang.
5. Keterbatasan jumlah Pemandu Lapang
SL-PHT dapat mengakibatkan
pelaksanaan kegiatan SL-PHT kurang
maksimal. Untuk itu perlu
memaksimalkan fungsi petugas yang
telah mengikuti pelatihan dan
memberdayakan petugas purna bakti
yang bersertifikat PL.
29
6. Praktek perbanyakan APH dan
pembuatan pupuk organik/bokashi
merupakan salah satu materi yang
harus diberikan namun tidak dilakukan,
sehingga setelah SL-PHT petani tidak
mampu membuat sendiri. Untuk itu
kegiatan tersebut harus dilakukan.
30
IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian
31
rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan SL-PHT pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan SL-PHT tingkat provinsi.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan SL-PHT tingkat kabupaten/ kota.
32
V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.
Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan SL-PHT dibuat oleh
33
pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; PL; nara sumber; penyusunan juklak/juknis; penetapan CP/CL; Persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.
Dilaporkan setelah Persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.
2) Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan meliputi pertemuan SL-PHT sebanyak 16 kali.
Dilaporkan sebanyak 4 kali selama pelaksanaan SL-PHT.
b. Laporan Fisik dan Keuangan
1) Laporan Mingguan
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan)
34
pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jumat.
b) Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
c) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
c. Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan SL-PHT, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan ke-pada Direktorat Perlindungan Perkebunan,
35
paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail
2. Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 7 dan 8.
36
VI. PEMBIAYAAN
Kegiatan SL-PHT perkebunan di daerah
didanai dari APBN tahun anggaran 2016
melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP)
Direktorat Jenderal Perkebunan.
37
VII. PENUTUP
Kegiatan SL-PHT merupakan kegiatan yang
tidak terpisahkan dari kegiatan
perlindungan. Dari hasil pelaksanaannya
diharapkan menghasilkan SDM petani yang
handal dan mampu mengelola kebunnya
secara mandiri, sehingga berkontribusi
dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas tanaman perkebunan
berkelanjutan.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan SL-PHT
memerlukan dukungan seluruh pemangku
kepentingan terkait baik di pusat maupun
daerah. Untuk itu diperlukan koordinasi,
komitmen dan kerjasama, serta upaya yang
sungguh-sungguh dari semua pihak terkait,
sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi
masing-masing.
-----ooo-----
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan
A. SPESIFIKASI PETANI
1. Nama Petani : ..............................
2. Kelompok Tani : ..............................
3. Desa : ..............................
4. Kecamatan : ..............................
5. Kabupaten : ..............................
B. IDENTITAS PETANI
1. Tahun Lahir/umur : .......................
2. Jenis Kelamin : L / P
3. Tingkat Pendidikan : SD / SLTP / SLTA / PT
4. Status Petani : pemilik/penyewa atau
petani penggarap
5. Kedudukan dalam KT : .......................
6. Luas kebun : ......... Ha
7. Populasi tanaman : ......... pohon
8. Umur tanaman : ......... thn
40
C. TEKNIK BUDIDAYA DAN PRODUKSI
1. Teknik Budidaya
a. Jenis klon/varietas yang di tanam : …..............
b. Umur/fase tanaman : ................
c. Pemeliharaan tanaman
No Teknik Pemeliharaan Ya Tidak Dilakukan
pada umur tanaman
1 Pembersihan/pemangkasan
2 Pemberian mulsa/serasah
3 Penanaman tanaman penutup tanah
4 Pemangkasan naungan
5 Penyiangan gulma
6 Pembuatan rorak
7 Pembuatan terassering
8 ....................................
9 ....................................
Keterangan:
Teknik pemeliharaan disesuaikan komoditas SL-PHT
41
D. Pemupukan
No Jenis Pupuk Ya Tidak
Kapan dilakukan
(umur tanaman)
Dosis
1 Pupuk Kimia a. Urea/ZA ... ...... ............ ........ b. TSP ... ...... ............ ........ c. KCL ... ...... ............ ........ E. NPK ... ...... ............ ........ 2 Pupuk Organik a. Kandang ... ...... ............ ........ b. Hijau ... ...... ............ ........ c. Kompos/bokashi ... ...... ............ ........ d. ................ ... ...... ............ ........
e. Produksi
No Jenis produksi Volume (kg/ha/thn)
1 Basah .............. 2 Kering .............. 3 Olahan ..............
Keterangan:
Jenis produksi disesuaikan dengan komoditas SL-PHT
42
F. KERAGAMAN OPT dan Musuh Alami (MA)
1. Jenis dan Serangan OPT (Hama, Penyakit, gulma)
No Jenis OPT
Keadaan tahun terakhir
Populasi Tingkat Kepadatan
(ekor/phn) Ringan Sedang Berat
1
2
3
4
5
2. Jenis dan Populasi Musuh Alami (MA)
No Jenis Musuh Alami
Keadaan tahun terakhir
Populasi Tingkat Kepadatan
(ekor/phn) Banyak Sedikit Tidak ada
1
2
3
4
5
43
G. KEGIATAN PENGENDALIAN OPT
No Jenis Kegiatan Ya Tidak Kapan
dilakukan
1. Pengamatan keadaan kebun
2. Penyemprotan pestisida kimia
3. Penyemprotan pestisida nabati
4. Aplikasi agens hayati
5. Penyiangan gulma
6. ................................
7. ................................
H. KEGIATAN PASCA PANEN
No Jenis Kegiatan Ya Tidak Keterangan
1. Fermentasi
2. Pengeringan
3. Pelayuan
4. Penggilingan
5. Pengemasan
6. .........................
7. .........................
Keterangan:
Jenis kegiatan disesuaikan dengan komoditas SL-PHT
44
I. EKONOMI PETANI
a. Harga jual tingkat petani : Rp. ......../kg b. Total biaya produksi/musim/tahun :Rp.
......./musim/tahun c. Total keuntungan/musim/tahun :Rp.
........./musim/tahun
J. PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI
K. PENGETAHUAN/KETERAMPILAN YANG DIBUTUHKAN
PADA PENYELENGGARAAN SLPHT INI 1. ............................................................. 2. ............................................................. 3. ............................................................. 4. .............................................................
........ , ...............................
Enumerator/Pemandu Lapang, Responden/Petani
.............................. ...........................
No Jenis Pelatihan
Waktu pelatihan (dari tgl....s/d....)
Tempat Pelatihan
Penyelenggara Pelatihan
1 2 3 4 5
45
Lampiran 2. Test Ballot Box
Test Ballot Box adalah salah satu metode evaluasi untuk mengukur kemampuan petani peserta SL-PHT sebelum dan setelah mengikuti SL-PHT.
Pengelompokan soal ballot box meliputi pengetahuan dan pengambilan keputusan sebagai berikut :
1. Pengetahuan.
- Fungsi serangga yang ada di kebun - Fungsi tanaman selain tanaman pokok yang ada di
kebun - Gejala kelainan yang terjadi pada tanaman pokok
di kebun - Pupuk - Pestisida
2. Pengambilan keputusan mengenai : - Keberadaan serangga di kebun - Keberadaan tanaman selain tanaman pokok di
kebun - Keberadaan gejala kelainan yang terjadi pada
tanaman pokok di kebun - Kondisi kebun dikaitkan dengan keadaan
iklim/cuaca
Test ballot box awal dan akhir menggunakan soal yang sama baik jenis maupun jumlah soalnya. Jumlah soal 20-25 pertanyaan tergantung kondisi lapangan.
46
Lampiran 3. Analisis Agroekosistem (AAES) Analisis agroekosistem (AAES) merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.
Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan agroekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.
Proses pelaksanaan AAES meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Pengamatan
Pengamatan dilakukan bersama-sama oleh pemandu dan petani, unsure yang diamati meliputi:
Jumlah populasi serangga hama
Jumlah populasi serangga musuh alami
Persentase bagian tanaman terserang hama/penyakit
Kondisi tanaman
Keadaan cuaca
Keadaan tanah
Keberadaan gulma
Unsur-unsur ekosistem lainnya yang berpengaruh terhadap kondisi kebun
2. Pengungkapan
Data hasil pengamatan diungkapkan dalam bentuk gambar keadaan ekosistem kebun saat itu, untuk
47
dianalisa bersama dalam diskusi kelompok, format gambar keadaan agroekosistem kebun adalah sebagai berikut:
KEADAAN AGROEKOSISTEM KEBUN ………….. MINGGU KE : ……………………… TANGGAL :……………………….
Gambar keadaan awan
Gambar arus angin Gambar sinar matahari
Gambar Serangga hama ………….. pop/phn ………….. pop/phn ………….. pop/phn
Gambar kondisi tanaman beserta bagian tanaman yang terserang OPT dan ciri-ciri penyimpangan fisiologis lainnya
Gambar serangga musuh alami ………….. pop/phn ………….. pop/phn ………….. pop/phn
Keterangan pemupukan
Gambar kondisi tanah
Keterangan aplikasi pestisida
Gambar keadaan gulma
Pembahasan: Merupakan ungkapan hasil analisa data yang menghubungkan sebab akibat interaksi antara unsur biotik dan abiotik yang terjadi pada ekosistem kebun
Kesimpulan: Ungkapan keadaan kondisi kebun (sehat, terancam rusak, membaik)
Rencana Tindak Lanjut (RTL): Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menjaga kesinambungan ekosistem kebun supaya kondisinya tetap baik
Keterangan:
1. Kegiatan AAES dilakukan di kebun lahan belajar SL-PHT, dilaksanakan oleh sub kelompok (5 orang) mulai dari pengamatan, pengungkapan dalan gambar, pembahasan,
48
pengambilan keputusan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut di diskusikan dalam sub kelompok. Hasil analisis agroekosistem dipresentasekan dalam bentuk diskusi pleno, dalam satu kelas SL-PHT dapat dibagi menjadi 4-5 sub kelompok.
2. Sebagai pembanding, setiap sub kelompok memiliki petak perlakuan PHT dan kebiasaan petani.
3. Dalam pengambilan kesimpulan, data hasil AAES minggu sebelumnya dijadikan bahan perbandingan.
49
Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan terperinci
HAL-HAL YANG
SUDAH BAIK
HAL-HAL YANG
PERLU
DIPERBAIKI
CARA
MEMPERBAIKI
1. ..............
2. ..............
3. ..............
4. ..............
5. ..............
dst
1. ..............
2. ..............
3. ..............
4. ..............
5. ..............
dst
1. ..............
2. ..............
3. ..............
4. ..............
5. ..............
dst
Keterangan:
1. Matrik analisa pasangan terperinci merupakan model
evaluasi penyelenggaraan SL-PHT yang digunakan oleh
Pemandu Lapang bersama-sama dengan warga belajar.
2. Penggunaan matrik analisa pasangan terperinci ini untuk
mengevaluasi hal-hal yang mendukung dan menghambat
proses belajar mengajar serta mendiskusikan solusi cara
memperbaiki hal-hal yang belum baik untuk mendukung
kelancaran proses belajar mengajar.
3. Hal-hal yang dievaluasi diantaranya meliputi: disiplin
peserta, disiplin pemandu, ketersediaan sarana belajar
mengajar, dan lain sebagainya.
4. Evaluasi menggunakan matrik analisa pasangan terperinci
ini dilaksanakan secara berkala mingguan atau bulanan
disesuaikan dengan kondisi proses belajar mengajar.
50
Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT
KEGIATAN TAHAP CATATAN PETUNJUK KUALITAS
Apa ini? Proses pertanyaan
Hasil
Topik Umum Analisa Agroekosistem (AAES)
Tujuan
Pengamatan & penyajian keadaan Agroekosistem dalam gambar
Analisa Agroekosistem (lanjutan)
Analisa keadaan Agroekosistem
Hasil
Topik Khusus (Untuk beberapa aspek PHT)
Tujuan
Proses
Hasil
Dinamika Kelompok
Tujuan
Proses
Hasil
Ballot box Persiapan
Hasil
51
Lampiran 6.Lokasi, Jenis dan Volume Komponen
SL-PHT Perkebunan
No
Provinsi
Kabupaten/Kota
Jumlah
Kelompok
Tani
1 DIY 1. Gunung Kidul 4
2. Kulon Progo 2
2 Jatim 3. Pacitan 2
3 Aceh 4. Pidie 2
5. Aceh Utara 2
4 Sumbar 6. Tanah Datar 2
7. Pariaman 2
5 Lampung 8. Pesawaran 2
6 Sulteng 9. Banggai 2
10. Parigi Moutong 2
11. Sigi 2
12. Palu 2
7 Sulsel 13. Pinrang 4
14. Gowa 2
15. Bone 2
52
No
Provinsi
Kabupaten/Kota
Jumlah
Kelompok
Tani
16. Maros 2
17. Sinjai 4
18. Enrekang 4
19. Luwu Utara 2
20. Palopo 2
8 Sultra 21. Kolaka 4
22. Bombana 2
23. Kolaka Utara 4
24. Konawe 4
25. Kolaka Timur 2
9 Bali 26. Jembrana 2
27. Tabanan 2
10 NTB 28. Lombok Barat 2
29. Lombok Utara 2
11 NTT 30. Manggarai Timur
2
12 Papua 31. Jayapura 2
53
No
Provinsi
Kabupaten/Kota
Jumlah
Kelompok
Tani
13 Bengkulu 32. Kepahiang 2
14 Banten 33. Pandeglang 2
34. Lebak 2
15 Gorontalo 35. Boalemo 2
16 Sulbar 36. Mamuju 2
37. Polman 4
38. Mamuju Tengah
2
Jumlah 93
54
Lampiran. 7 : LAPORAN PERKEMBANGAN REALISASI FISIK DAN KEUANGAN
KEGIATAN SL-PHT TAHUN 2016
Provinsi : Posisi :
No. Uraian Kegiatan
Target Realisasi
Permasalahan RTL Volume Keuangan Fisik Keuangan
(KT/Kali) (Rp.) (KT/Kali) (%) (Rp.) (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
( ………………. )
55
Lampiran 8. Out Line Laporan Akhir
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (jika ada)
DAFTAR GAMBAR (jika ada)
DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut
VI. DAFTAR PUSTAKA
VII. LAMPIRAN