Upload
phamthuy
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, PENGASUH PANTI, DAN TEMAN
SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG TINGGAL
DI PANTI ASUHAN DI BOYOLALI
OLEH
DEBORA CHEN ETNI GINTING
80 2010 027
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, PENGASUH PANTI, DAN TEMAN
SEBAYA SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS PADA REMAJA YANG TINGGAL
DI PANTI ASUHAN DI BOYOLALI
Debora Chen Etni Ginting
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan sosial orang tua, pengasuh
panti, dan teman sebaya sebagai prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja
yang tinggal di panti asuhan di Boyolali. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh dan metode analisis regresi
berganda. Partisipan penelitian ini melibatkan 100 remaja yang tinggal di panti asuhan yang
berada di daerah Boyolali dengan kriteria remaja tersebut tinggal di panti asuhan dan masih
memiliki orang tua. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial orang tua,
pengasuh panti, dan teman sebaya dapat secara bersama-sama menjadi prediktor terhadap
kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Boyolali (R = 0,405, p =
0,001 < 0,05, dan F = 6,275). Namun, hanya dukungan sosial pengasuh (t = 2,235, β = 0,227,
p = 0,028 < 0,05) dan teman sebaya (t = 2,452, β = 0,243, p = 0,016 < 0,05) yang dapat
menjadi prediktor secara mandiri terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal
di panti asuhan di Boyolali.
Kata Kunci : Dukungan sosial, kesejahteraan psikologis, remaja, panti asuhan
ii
Abstract
The aim of this research is to discover how social support of the parents, orphanage
caretaker, and peers become the predictor of psychological well-being for the adolescence
who live in the orphanage house in Boyolali. This study used a quantitative metode with
saturated sampling sample collection and multiple regression analysis technique. The
participants of this research were 100 adolescences who live in the orphanage house in
Boyolali and they still have parents. The result showed that social support from the parents,
orphanage caretaker, and peer simultaneously can be the predictor for the psychological
well-being of the adolescences who live in the orphanage in Boyolali (R = 0,405, p = 0,001 <
0,05, dan F = 6,275). Only social support of orphanage caretaker (t = 2.235, β = 0.227, p =
0.028 < 0.05) and peer (t = 2.452, β = 0.243, p = 0.016 < 0.05), can independently be the
predictor for the adolescences that live in the orphanage in Boyolali.
Key words: Social support, psychological well-being, adolescence, orphanage
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Panti sosial asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial pada
anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat
dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif
dalam bidang pembangunan nasional (Depsos RI, 2004). Adapun pengertian mengenai
sebuah panti asuhan menurut Santoso (2005) adalah sebagai suatu lembaga yang sangat
terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga
ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh
pengasuh yang menggantikan peran orang tua dalam mengasuh, menjaga dan
memberikan bimbingan kepada anak agar anak menjadi manusia dewasa yang berguna
dan bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap masyarakat di kemudian hari (Santoso,
2005). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa panti asuhan merupakan
salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap
hak anak-anak sebagai wakil orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial
pada anak asuh agar mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri sampai
mencapai tingkat kedewasaan yang matang serta mampu melaksanakan perannya sebagai
individu dan warga negara didalam kehidupan bermasyarakat.
Dari hasil wawancara pada tanggal 04 April 2015 yang telah peneliti lakukan
dengan beberapa pengasuh panti asuhan di Boyolali, ada beberapa hal yang menyebabkan
remaja tersebut harus tinggal di panti asuhan. Beberapa diantaranya karena mereka sudah
tidak memiliki kedua orang tua (yatim piatu), hanya memiliki ibu/ayah saja (yatim/piatu),
2
terlantar, faktor ekonomi keluarga, dan lain sebagainya. Ada juga dari mereka yang masih
memiliki orang tua utuh, namun karena terlalu banyak memiliki saudara atau karena
faktor ekonomi yang lemah maka sebagian dari mereka dimasukkan ke panti asuhan.
Demikian juga didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen sosial
Republik Indonesia dan UNICEF "Save The Children” menemukan 94 % penghuni panti
asuhan ternyata bukan anak-anak yang tidak memiliki orang tua, melainkan anak yang
berasal dari keluarga ekonomi lemah. Sedangkan jumlah anak yang tidak memiliki orang
tua sama sekali hanya 6% (dalam Hartati & Respati, 2010). Kebanyakan anak-anak
ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan ekonomi dan
juga secara sosial dalam konteks tertentu, dengan tujuan untuk memastikan anak-anak
mereka mendapatkan pendidikan.
Mereka yang tinggal di panti asuhan bukan hanya berkisar pada usia anak-anak
saja melainkan mereka yang berusia remaja pun juga banyak yang tinggal di panti asuhan.
Remaja merupakan masa transisi (peralihan) untuk menuju masa dewasa. Hurlock (1999)
menyatakan bahwa masa remaja dimulai pada usia 13 tahun dan berakhir pada usia 18
tahun. Pada masa remaja, kesadaran sosial seseorang akan semakin tinggi dan merupakan
masa munculnya tekanan sosial disetiap harinya, sehingga remaja dianggap sebagai
populasi yang rentan untuk mengalami masalah. Berbagai masalah dapat terjadi pada
masa remaja, karena tingkah laku remaja yang masih belum mampu menyesuaikan diri
dengan berbagai tuntutan dari lingkungan. Pada saat anak memasuki masa remaja mereka
tidak mau dikekang atau dibatasi secara kaku oleh aturan keluarga. Mereka ingin
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri guna mewujudkan jati diri (self
identity). Hanya saja cara berpikir mereka cenderung egosentris dan sulit untuk
memahami pola pikir orang lain. Ciri lain yang cukup menonjol dari remaja adalah sifat
revolusioner, pemberontak, progresif yang cenderung ingin mengubah kondisi yang
3
mapan. Apabila sifat ini terarah dengan baik maka anak dapat menjadi pemimpin yang
baik di masa depan, sebaliknya jika tidak terbimbing dengan baik anak akan cenderung
untuk merusak tatanan dan nilai-nilai sosial masyarakat (Dariyo, 2007).
Ryff (1989) merumuskan teori kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki
psychological well-being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi
dirinya secara kontinu, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain,
memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu menerima diri apa adanya,
memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal (Papalia, Olds,
& Feldman, 2009). Kesejahteraan psikologis perlu dimiliki bagi setiap individu terutama
di masa remajanya, karena sangat berpengaruh pada kehidupannya sehari-hari dan dapat
membawa keberhasilan pada tahap perkembangan psikologis individu. Namun jika
remaja tersebut tidak dapat mencapai kesejahteraan psikologis, maka ia akan dapat
mengalami hambatan dalam perkembangannya dan tidak dapat mencapai tujuan hidupnya
atau impiannya.
Mappiare (1982) mengungkapkan bahwa kebutuhan yang terpenting bagi remaja
adalah kebutuhan akan pengakuan, perhatian dan kasih sayang. Jika kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi maka akan menyebabkan remaja mengalami hambatan dalam tugas
selanjutnya sebaliknya jika kebutuhan psikis tersebut terpenuhi maka akan berpengaruh
pada kesejahteraan psikologisnya dan dapat membawa keberhasilan dalam perkembangan
remaja tersebut. Demikian pula dengan Goldfard (dalam Burns, 1993) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan dalam suatu institusi cenderung
mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadiannya, misalnya cenderung menarik
diri dari lingkungan. Ada pula penelitian Hartini (2001) yang hasil penelitiannya
menunjukkan gambaran kebutuhan psikologis anak Panti Asuhan Putra Immanuel
4
Surabaya memiliki kepribadian yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa,
penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Hal itu menandakan bahwa anak panti tersebut
akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Padahal jika seseorang memiliki
kesejahteraan psikologis, salah satu aspek tersebut ialah ia mampu membentuk hubungan
yang hangat dengan orang lain. Disamping itu, mereka menunjukkan perilaku yang
negativis, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan
rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Hal tersebut menunjukkan rendahnya
kesejahteraan psikologis dalam diri individu tersebut.
Menurut wawancara peneliti dengan beberapa remaja yang tinggal di panti asuhan
di Boyolali pada tanggal 04 April 2015, mereka terkadang merasa minder dengan
keadaannya yang berbeda dengan teman-temannya, minder dalam hal percintaan dan
pertemanan, dan mereka juga tidak dapat langsung memiliki apa yang mereka inginkan
(contohnya dalam hal ingin jajan atau tidak bisa memiliki suatu barang yang disukai
karena tidak ada uang untuk membeli). Selain itu, terkadang mereka juga harus menerima
pandangan orang lain baik yang negatif maupun positif terhadap diri mereka sebagai anak
yang tinggal di panti asuhan, harus bisa mandiri, harus mematuhi peraturan-peraturan
yang ada di panti, mereka juga harus saling berbagi dalam segala hal baik itu makanan,
mainan, perhatian, kasih sayang dari pengasuh dan lain sebagainya. Terkadang perhatian
dan kasih sayang pengasuh terhadap anak asuh kurang maksimal, dikarenakan
perbandingan jumlah pengasuh dan anak asuh yang tidak seimbang. Contohnya pada
salah satu panti asuhan di Boyolali yang memiliki 42 anak asuh dan diasuh hanya oleh 2
pengasuh, yang berarti 1 pengasuh harus mengasuh kurang lebih 20 anak. Oleh sebab itu
pengasuh terkadang merasa belum dapat memberikan perhatian secara mendalam kepada
semua anak asuh, dan mereka (anak-anak asuh) harus saling berbagi kasih sayang dengan
anak yang lain.
5
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, salah
satunya ialah dukungan sosial dari orang-orang di lingkungan sekitarnya. Thoits (1986)
menyatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan
yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja,
tetangga dan saudara. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan
seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983;
Lazarus 1993). Demikian juga dengan remaja yang tinggal di panti asuhan, mereka
membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Di saat seseorang didukung oleh
lingkungan di sekitarnya, maka segalanya akan terasa lebih mudah untuk dijalani.
Dukungan sosial yang diterima oleh individu dari lingkungan, baik berupa dorongan
semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang akan membuat remaja
menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Jika
individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung
mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan
menghargai dirinya sendiri, dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya
sehingga individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan psikologis.
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang
disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-
hari dalam kehidupan. Ada empat aspek dukungan sosial menurut Cohen and McKay
(1984), yaitu (a) Tangible Support, merupakan bantuan yang diberikan secara langsung,
bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan,
meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain, (b)
Belonging Support, kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat
memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masa-masa sulit. Atau dapat
6
juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa
perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa
menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stress, (c) Self-Esteem Support,
kondisi dimana hubungan sosial membantu untuk menolong individu merasa lebih baik
tentang dirinya, tentang keterampilan dan kemampuannya, dengan ekspresi dari
penghargaan positif yang diberikan pada individu dan memberikan perbandingan yang
positif antara individu dengan orang lain, yaitu orang-orang yang lebih kurang mampu
atau keadaannya lebih buruk daripada dirinya. Dukungan seperti ini akan membangun
perasaan yang lebih baik tentang dirinya, dan membuat individu merasa lebih berharga,
(d) Appraisal Support, kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada
lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah, nasihat, saran, atau pun
umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Seperti yang telah di jelaskan diawal, bahwa tidak semua anak yang tinggal di
panti asuhan sudah tidak memiliki orangtua. Ada beberapa diantara mereka yang masih
memiliki orangtua dan peranan orangtua sangat penting dalam mendukung kesejahteraan
psikologis remaja tersebut walaupun remaja yang tinggal dipanti asuhan tinggal terpisah
dengan orangtua mereka. Bronfenbrenner (dalam Berk, 2012), dalam teori ekologinya
menyatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama dalam perkembangan
individu dan dalam bersosialisasi. Keluarga terutamanya ibu dan ayah merupakan agen
sosialisasi paling penting dalam kehidupan seorang anak-anak dan sebagai individu
terdekat dalam kehidupan seorang anak, mereka mempunyai pengaruh besar atas tingkah
laku dan karakter remaja tersebut.
Faktor terpenting untuk mempersiapkan anak menjadi individu yang sehat adalah
dari orang tua yang memberikan kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai
kehidupan, baik agama ataupun sosial budaya (dalam Dahlan, 2002). Hal tersebut dapat
7
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang baik. Perhatian orang
tua yang penuh kasih sayang merupakan faktor penting bagi perkembangan psikologis
anak tersebut. Ketika orang tua memberikan dukungan sosial, maka remaja akan merasa
diri mereka berharga. Mereka akan merasa dicintai dan dihargai oleh orang tuanya.
Walaupun mereka tidak tinggal bersama dengan orang tua (remaja tinggal di panti
asuhan), namun perhatian dari orangtua tetap dibutuhkan. Jadi, tidak semerta-merta anak
yang di titipkan di panti asuhan langsung lepas tangan dari perhatian orangtua. Orangtua
tetap berperan penting, misalkan saat anak sakit orangtua dapat datang atau menelepon
melalui telepon panti asuhan dengan memberikan perhatian, menanyakan kabar, dan
saling mengobrol. Ada kalanya remaja memiliki masalah, merasa bosan dengan situasi di
panti asuhan atau dengan peraturan-peraturan ketat yang ada. Disaat kondisi seperti
tersebut, orangtua dapat memberikan perhatian lewat menelpon atau datang memberikan
nasehat kepada remaja tersebut, memberikan semangat, pengertian dan motivasi bagi
mereka agar remaja tersebut tetap bertahan dan semangat demi masa depannya.
Menurut hasil penelitian dari Shaw, Krause, Chatters, Connel, dan Ingersol-
Dayton (2003) menemukan bahwa dukungan yang diberikan orangtua berkaitan dengan
kesehatan individu selama masa anak-anak hingga dewasa. Individu yang menerima
dukungan sosial akan mengalami lebih sedikit ketegangan dibandingkan dengan individu
yang tidak menerima dukungan, karena dukungan melindungi individu dari sesuatu atau
keadaan yang berpotensi bahaya/menjadi stressor (Cooper, Dewe & O’Driscoll 2001).
Meeus dan Dekovic (dalam Del Valle, Bravo, dan Lopez, 2010), mengatakan bahwa
dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua menjadi hal yang paling penting dalam
mengembangkan hubungan personal dalam kehidupan remaja. Disaat individu dapat
memiliki hubungan positif dengan orang lain, hal itu akan mengarahkan ia pada
pencapaian kesejahteraan psikologis. Menurut Barrera & LI (dalam Mendieta, 2012),
8
remaja yang menerima dukungan dari orang tuanya memiliki strategi coping yang baik.
Individu yang memiliki strategi coping yang baik menandakan bahwa ia memiliki
kemandirian yang merupakan salah satu aspek dari kesejahteraan psikologi. Dalam
penelitian mengenai dukungan sosial oleh Kashani, dkk (Mendieta, 2012), menyatakan
bahwa kurangnya dukungan sosial dari orang tua menjadi faktor resiko yang penting
dalam perkembangan perilaku remaja.
Menurut teori ekologi yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (dalam Berk,
2012), lingkungan adalah tingkatan struktur yang bukan hanya meliputi keluarga tetapi
juga luar rumah, sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan tempat kerja dimana orang-
orang menghabiskan keseharian mereka. Setiap lapisan lingkungan ini dianggap memiliki
dampak yang kuat bagi perkembangan individu. Pada individu yang tinggal di panti
asuhan, setiap hari mereka berjumpa dan berkomunikasi dengan pengasuh panti yang
berada di panti tersebut. Sebagai pengganti peran orangtua bagi anak-anak asuh, seorang
pengasuh perlu mengupayakan terbangunnya relasi dan kedekatan dengan anak secara
optimal, mendiskusikan isu dan masalah yang dihadapi anak, mencari solusinya, dan
memberikan dukungan individual kepada anak (dalam Surjastuti, 2012). Bukan hanya
dukungan yang berupa pemenuhan kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal,
melainkan dukungan yang berupa perhatian, kasih sayang dan rasa aman serta dihargai.
Ketersediaan pengasuh panti untuk memberi dukungan sosial pada anak asuhnya dapat
memberikan kenyamanan dan rasa aman pada anak, sehingga dapat mengurangi
kecemasan pada anak asuh tersebut (Denuwelaere & Bracke, 2007). Sehingga anak
merasa memiliki keluarga dalam panti tersebut, dapat merasakan sejahtera, nyaman, aman
dan tidak merasa seorang diri dalam menjalani kehidupannya. Ketika remaja yang tinggal
dipanti mendapatkan dukungan sosial dari pengasuh panti yang merupakan sosok
pengganti orangtua mereka, maka ia akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih
9
baik, yang ditunjukkan dengan lebih bersemangat dan berpikiran lebih positif dalam
melakukan berbagai tugas dan tanggung jawabnya baik di panti, di sekolah dan
dimanapun ia berada dan hal tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan di masa depan.
Selain dukungan sosial dari orangtua dan pengasuh, peran teman sebaya juga
sangat penting. Sullivan (dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa teman memiliki
peranan yang penting dalam membangun kesejahteraan dan perkembangan remaja.
Demikian pula menurut Masters (2004) yaitu teman sebaya merupakan faktor penting
yang dapat menghindarkan anak dari gangguan kesehatan mental sehingga anak mampu
meraih kesejahteraan. Seperti penelitian terdahulu mengenai dukungan sosial (Bokhorst,
Sumter, & Westenberg, 2010), dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa remaja
mendapatkan lebih banyak dukungan dari teman (M = 3,58) dibandingkan dukungan dari
orang tua (M = 3,56), karena pada masa remaja, remaja lebih banyak menghabiskan
waktu bersama dengan teman sebayanya. Selain itu bersama teman yang sebaya atau
seumuran, remaja akan merasa lebih nyaman dan bisa lebih terbuka, karena permasalahan
yang dihadapi pun tidak jauh berbeda.
Teman sebaya merupakan orang terpercaya yang dapat membantu remaja
mengatasi masalahnya dengan memberikan dukungan emosi dan nasihat (Santrock,
2007). Howes & Tonyan (dalam Santrock, 2009) mengatakan bahwa hubungan baik
dengan teman merupakan peran penting agar perkembangan individu menjadi normal,
sehingga individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan psikologisnya. Parker & Asher
(dalam Santrock, 2009), menyatakan bahwa persahabatan membantu remaja merasa
bahwa mereka adalah individu yang berharga. Dukungan sosial yang diberikan teman
sebaya pada remaja akan memberikan dampak pada diri remaja, remaja akan merasa
diterima dan dihargai, memiliki hubungan hangat dengan orang lain, dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, individu akan merasa memiliki arti
10
dalam hidupnya (karena memiliki teman/sahabat), serta ia akan memiliki tujuan hidup
dalam meraih impiannya di masa depan. Kondisi seperti ini, akan membawa individu
mengarah pada pencapaian kesejahteraan psikologis.
Oleh sebab itu dari uraian di atas penelitian tertarik meneliti mengenai dukungan
sosial orangtua, pengasuh panti, dan teman sebaya sebagai prediktor terhadap
kesejahteraan psikologispada remaja yang tinggal di panti asuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
a. Apakah dukungan sosial orangtua secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
b. Apakah dukungan sosial pengasuh panti secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
c. Apakah dukungan sosial teman sebaya secara mandiri dapat menjadi prediktor yang
signifikan terhadap kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
d. Apakah dukungan sosial orangtua, dukungan sosial pengasuh panti, dan dukungan
sosial teman sebaya secara bersama-sama dapat menjadi prediktor yang signifikan
bagi kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan?
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini mencakup :
1. Variabel terikat : Kesejahteraan Psikologis
2. Variabel bebas : a. Dukungan Sosial Orang Tua
b. Dukungan Sosial Pengasuh Panti Asuhan
c. Dukungan Sosial Teman Sebaya
11
B. Partisipan
Penelitian ini melibatkan 9 panti asuhan di daerah Boyolali. Partisipan dalam
penelitian ini adalah 100 remaja yang tinggal di panti asuhan Boyolali dan yang masih
memiliki orang tua. Dalam penelitian yang mempunyai variabel bebas lebih dari satu,
ukuran sampel idealnya 1000 dan minimal 100 dengan ketentuan semakin besar
ukurannya semakin baik hasilnya (Sarwono, 2013). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah sampling jenuh karena semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Dalam menentukan jumlah sampel yang akan diambil, peneliti mengambil
sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria subjek adalah laki-laki atau
perempuan, berusia 13 - 18 tahun, tinggal di panti asuhan, dan masih memiliki orang tua.
C. Pengukuran
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Skala ini
berisi pernyataan-pernyataan mengenai variabel yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan empat skala yaitu Skala Dukungan Sosial Orang Tua, Skala Dukungan
Sosial Pengasuh, Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya, Skala Kesejahteraan Psikologis.
Penelitian ini menggunakan try out terpakai, sehingga pengambilan data hanya dilakukan
satu kali. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan hasil try out yang telah
dilakukan sebagai bahan dalam menganalisis data.
Dukungan Sosial
Skala ini terdiri atas tiga alat ukur yaitu alat ukur dukungan sosial orang tua, alat
ukur dukungan sosial pengasuh, dan alat ukur dukungan sosial teman sebaya. Masing-
masing dari sumber dukungan sosial tersebut memuat empat jenis dukungan sosial yaitu
Tangible Support, Belonging Support, Self-Esteem Support, Appraisal Support. Masing-
12
masing alat ukur terdiri atas 32 item. Setiap alat ukur memiliki item favourable berjumlah
16 dan item unfavourable berjumlah 16.
Skor dari kuesioner ini menggunakan skala Likert dari 4 sampai 1 dengan
keterangan SS, S, TS, STS untuk tiap jenis dukungan sosial. Pada Item favourable, Skala
4 menjelaskan bahwa pernyataan sangat sesuai dengan keadaan partisipan, skala 3
menjelaskan bahwa pernyataan sesuai dengan keadaan partisipan, skala 2 menjelaskan
bahwa pernyataan tidak sesuai dengan keadaan partisipan, dan skala 1 menjelaskan
bahwa pernyataan sangat tidak sesuai dengan keadaan partisipan. Pada item unfavourable
skala 4 menjelaskan bahwa pernyataan sangat tidak sesuai dengan keadaan partisipan,
skala 3 menjelaskan bahwa pernyataan tidak sesuai dengan keadaan partisipan, skala 2
menjelaskan bahwa pernyataan sesuai dengan keadaan partisipan, dan skala 1
menyatakan bahwa pernyataan sangat sesuai dengan keadaan partisipan.
Alat Ukur Dukungan Sosial Orang Tua. Berdasarkan uji daya diskriminasi item
yang telah dilakukan sebanyak 4 kali terhadap 32 item angket dukungan sosial orang tua,
24 item bertahan sedangkan 8 item dinyatakan gugur. Item-item tersebut mempunyai
koefisien daya diskriminasi item sebesar 0,272 – 0,704. Kemudian, pengujian terhadap
reliabilitas alat ukur ini dengan menggunakan cronbach’s alpha. Pada uji reliabilitas
didapatkan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,735. Hal tersebut menunjukkan bahwa
alat ukur dukungan sosial orang tua termasuk dalam kategori reliabel. Pada alat ukur
dukungan sosial orang tua, semua aspek terwakili oleh 24 item yang bertahan.
Alat Ukur Dukungan Sosial Pengasuh.Berdasarakan pengujian daya
diskriminasi item yang telah dilakukan sebanyak dua kali terhadap 32 item angket
dukungan sosial guru, 27 item bertahan sedangkan 5 item dinyatakan gugur. Item-item
tersebut mempunyai koefisien daya diskriminasi item sebesar 0,270 – 0,694. Kemudian
dilakukan uji reliabilitas yang menggunakan cronbach’s alpha. Dari pengujian tersebut,
13
didapatkan hasil koefisien reliabilitas alat ukur ini sebesar 0,744. Hal tersebut
menunjukkan bahwa alat ukur dukungan sosial guru termasuk dalam kategori cukup
reliabel. Pada alat ukur dukungan sosial guru, semua aspek terwakili oleh 27 item yang
bertahan.
Alat Ukur Dukungan Sosial Teman Sebaya. Berdasarkan uji daya diskriminasi
item yang telah dilakukan sebanyak tiga kali pengujian terhadap 32 item angket dukungan
sosial teman, 29 item tersebut bertahan, sedangkan 3 item dinyatakan gugur. Item-item
tersebut mempunyai koefisien daya diskriminasi item sebesar 0,309 – 0,651. kemudian
dilakukan uji reliabilitas yang menggunakan cronbach’s alpha. Dari pengujian yang telah
dilakukan, didapatkan hasil koefisien reliabilitas alat ukur ini sebesar 0,719. Hal tersebut
menunjukkan bahwa alat ukur dukungan sosial guru termasuk dalam kategori reliabel.
Pada alat ukur dukungan sosial teman, semua aspek terwakili oleh 29 item yang bertahan.
Kesejahteraan Psikologis
Penyusunan skala kesejahteraan psikologis ini diadaptasi oleh penulis dari skala
kesejahteraan psikologis milik Ryff’s psychological well-being scale (1989).Skala ini
mengacu pada aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Riff (1989),
yaitu dimensi otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan diri, hubungan positif
dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri yang terdiri dari 42 item. Alat ukur
ini memiliki item favourable berjumlah 22 dan item unfavourable berjumlah 20.
Skor dari kuesioner ini menggunakan skala Likert dari 4 sampai 1 dengan
keterangan SS, S, TS, STS untuk tiap jenis dukungan sosial. Pada item favourable, Skala
4 menjelaskan bahwa pernyataan sangat sesuai dengan keadaan partisipan, skala 3
menjelaskan bahwa pernyataan sesuai dengan keadaan partisipan, skala 2 menjelaskan
bahwa pernyataan tidak sesuai dengan keadaan partisipan, dan skala 1 menjelaskan
bahwa pernyataan sangat tidak sesuai dengan keadaan partisipan. Pada untuk item
14
unfavourable skala 4 menjelaskan bahwa pernyataan sangat tidak sesuai dengan keadaan
partisipan, skala 3 menjelaskan bahwa pernyataan tidak sesuai dengan keadaan partisipan,
skala 2 menjelaskan bahwa pernyataan sesuai dengan keadaan partisipan, dan skala 1
menyatakan bahwa pernyataan sangat sesuai dengan keadaan partisipan.
Alat Ukur Kesejahteraan Psikologis. Berdasarkan uji daya diskriminasi item
sebanyak dua kali pengujian dari 42 item dalam angket kesejahteraan psikologis, 26 item
bertahan sedangkan 16 item dinyatakan gugur. Item-item tersebut mempunyai koefisien
daya diskriminasi item yang bergerak dari 0,307 – 0,673. Setelah itu dilakukan uji
reliabilitas dengan menggunakan cronbach’s alpha. Hasil dari uji reliabilitas didapatkan
koefisien reliabilitas sebesar 0,733. Dilihat dari koefisien reliabilitas pada angket
kesejahteraan psikologis alat ukur ini termasuk dalam kategori reliabel. Pada alat ukur
kesejahteraan psikologis diri, semua aspek terwakili oleh 26 item yang bertahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Dari uji normalitas tersebut
didapatkan hasil bahwa ke empat variabel berdistribusi dengan normal, yaitu variabel
dukungan sosial orang tua dengan K-S Z 1,147 yang memiliki signifikansi 0,144 (p > 0,05),
variabel dukungan sosial pengasuh dengan K-S Z 1,158 yang memiliki signifikansi 0,137 (p
> 0,05), variabel dukungan sosial teman sebaya dengan K-S Z 1,342 yang memiliki
signifikansi 0,055 (p > 0,05), dan variable kesejahteraan psikologis dengan K-S Z 0,811 yang
memiliki signifikansi 0,526 (p > 0,05).
Uji Linearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linear antara variabel dukungan sosial
orang tua, dukungan sosial pengasuh, dan dukungan sosial teman sebaya (variabel bebas)
15
terhadap variabel kesejahteraan psikologis (variabel tergantung), maka dari itu peneliti
melakukan uji linearitas (p > 0,05). Dari ketiga hubungan tersebut hanya satu yang memiliki
hubungan bersifat linear, yaitu uji linearitas antara variabel dukungan sosial orang tua dengan
variabel kesejahteraan psikologis (F = 1,243) yang memiliki signifikansi sebesar 0,233 (p >
0,05). Sedangkan uji linearitas antara variabel dukungan sosial pengasuh dengan variabel
kesejahteraan psikologis (F = 2,429) yang memiliki signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05) dan
uji linearitas antara variabel dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis
(F = 2,033) memiliki signifikansi 0,008 (p < 0,05), sehingga kedua hubungan ini tidak linear.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas variabel yaitu jika terjadi korelasi antar variabel bebas dengan nilai
yang sangat tinggi mendekati 1. Multikolinearitas dapat dilihat dari pearson correlation.
Nilai korelasi antara variabel dukungan sosial orang tua dengan dukungan sosial pengasuh
adalah sebesar 0,386. Nilai korelasi antara variabel dukungan sosial orang tua dengan
dukungan sosial teman sebaya sebesar 0,324. Kemudian, nilai korelasi antara variabel
dukungan sosial pengasuh dengan dukungan sosial teman sebaya sebesar 0,216. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semua korelasi antarvariabel bebas di atas tidak terjadi multikolinearitas
karena nilai tersebut masih jauh di bawah 0,9.
Hasil Analisis Deskriptif
Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi
sebagai hasil pengukuran skala kesejahteraan psikologis, skala dukungan sosial orang tua,
skala dukungan sosial pengasuh, dan skala dukungan teman sebaya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
16
Tabel 1
Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran kesejahteraan psikologis, skala dukungan sosial orang
tua, skala dukungan sosial pengasuh, dan skala dukungan teman sebaya
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ORTU 100 67 95 78.77 6.862
PENGASUH 100 51 100 79.91 8.638
TEMAN 100 68 113 88.39 8.600
PWB 100 53 104 73.87 7.826
Valid N (listwise) 100
Setelah melakukan pengujian terhadap normalitas, linearitas, dan multikolinearitas.
Peneliti menguji statistik deskriptif setiap variabel. Untuk mengetahui tinggi rendah nilai
sampel, maka dilakukan kategorisasi terhadap skala yang dipakai dalam penelitian ini.
Tabel 2
Kategorisasi Skor Skala Kesejahteraan Psikologis
Rentang nilai Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
88,4 ≤ x ≤ 104 Sangat tinggi 3 3%
72,8 ≤ x < 88,4 Tinggi 58 58% 73,87 7,826
57,2 ≤ x < 72,8 Sedang 49 49%
41,6 ≤ x < 57,2 Rendah 0 0%
26 ≤ x < 41,6 Sangat rendah 0 0%
Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 3 anak (3%)
menyatakan bahwa PWB dalam kriteria sangat tinggi, 58 anak (58%) menyatakan bahwa
PWB dalam kriteria tinggi, 49 anak (49%) menyatakan bahwa PWB dalam kriteria sedang,
dan tidak ada anak (0%) menyatakan bahwa PWB dalam kriteria rendah dan sangat rendah.
Rata-rata dari skor PWB sebesar 73,83. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
rata-rata subjek memiliki PWB yang masuk dalam kategori tinggi.
17
Tabel 3
Kategorisasi Skor Skala Dukungan Sosial Orang Tua
Rentang Nilai Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
81,6 ≤ x ≤ 96 Sangat tinggi 31 31%
67,2 ≤ x < 81,6 Tinggi 67 67% 78,77 6,862
52,8 ≤ x < 67,2 Sedang 2 2%
38,4 ≤ x < 52,8 Rendah 0 0%
24 ≤ x < 38,4 Sangat rendah 0 0%
Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 31 anak (31%)
menyatakan bahwa dukungan sosial orang tua dalam kriteria sangat tinggi, 67 anak (67%)
menyatakan bahwa dukungan sosial orang tua dalam kriteria tinggi, 2 anak (2%) menyatakan
bahwa dukungan sosial orang tua dalam kriteria sedang, dan tidak ada anak (0%) menyatakan
bahwa dukungan sosial orang tua dalam kriteria rendah dan sangat rendah. Rata-rata dari
skor dukungan sosial guru sebesar 78,77. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa rata-rata subjek memiliki dukungan sosial orang tua yang masuk dalam kategori
tinggi.
Tabel 4
Kategorisasi Skor Skala Dukungan Sosial Pengasuh
Rentang Nilai Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
91,8 ≤ x ≤ 108 Sangat tinggi 10 10%
75,6 ≤ x < 91,8 Tinggi 66 66% 79,91 8,638
59,4 ≤ x < 75,6 Sedang 24 24%
43,2 ≤ x < 59,4 Rendah 1 1%
27 ≤ x < 43,2 Sangat rendah 0 0%
Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 10 anak (10%)
menyatakan bahwa dukungan sosial pengasuh dalam kriteria sangat tinggi, 66 anak (66%)
menyatakan bahwa dukungan sosial pengasuh dalam kriteria tinggi, 24 anak (24%)
menyatakan bahwa dukungan sosial pengasuh dalam kriteria sedang, 1 anak (1%)
menyatakan bahwa dukungan sosial pengasuh dalam kriteria rendah, dan tidak ada anak (0%)
menyatakan bahwa dukungan sosial pengasuh dalam kriteria sangat rendah. Rata-rata dari
skor dukungan sosial pengasuh sebesar 79.91. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
18
bahwa rata-rata subjek memiliki dukungan sosial pengasuh yang masuk dalam kategori
tinggi.
Tabel 5
Kategorisasi Skor Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
Rentang Nilai Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
98,6 ≤ x <116 Sangat tinggi 14 14%
81,2 ≤x <98,6 Tinggi 68 68% 88,39 8,600
63,8 ≤ x < 81,2 Sedang 18 18%
46,4 ≤x <63,8 Rendah 0 0%
29 ≤ x < 46,4 Sangat rendah 0 0%
Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, diketahui terdapat 14 anak (14%)
menyatakan bahwa dukungan sosial teman dalam kriteria tinggi, 68 anak (68%) menyatakan
bahwa dukungan sosial teman dalam kriteria tinggi, 18 anak (18%) menyatakan bahwa
dukungan sosial teman dalam kriteria sedang, dan tidak ada anak (0%) menyatakan bahwa
dukungan sosial teman dalam kriteria rendah dan sangat rendah. Rata-rata dari skor dukungan
sosial teman sebesar 88,39. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata
subjek memiliki dukungan sosial teman yang masuk dalam kategori tinggi.
Uji Regresi
Pengujian ini bertujuan untuk melihat hubungan masing-masing variabel dalam
penelitian dengan menggunakan Pearson correlation. Besarnya hubungan antara variabel
dukungan sosial orang tua dengan kesejahteraan psikologis sebesar r = 0,239 (p < 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel positif signifikan artinya jika jumlah
dukungan sosial orang tua meningkat, jumlah kesejahteraan psikologis juga meningkat.
Besarnya hubungan antara variabel dukungan sosial pengasuh dengan kesejahteraan
psikologis sebesar r = 0,308 (p < 0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua
variabel positif signifikan artinya jika jumlah dukungan sosial pengasuh meningkat, jumlah
kesejahteraan psikologis juga meningkat. Besarnya hubungan antara variabel dukungan sosial
19
teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis sebesar r = 0,316 (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel positif signifikan artinya jika jumlah
dukungan sosial teman sebaya meningkat, jumlah kesejahteraan psikologis juga meningkat.
Setelah mengetahui korelasi dari masing-masing variabel, bahwa variabel dukungan
sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh, dan dukungan sosial teman sebaya berkorelasi
positif signifikan dengan variabel kesejahteraan psikologis, maka semua variabel ini diikut
sertakan dalam pengujian regresi. Oleh karena itu, pengujian regresi melibatkan tiga variabel
bebas yaitu dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman
sebaya, serta satu variabel tergantung yaitu kesejahteraan psikologis. Selain itu peneliti juga
menguji kelayakan model regresi dalam penelitian ini,dengan ketentuan (p < 0,05).
Tabel 8 ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 993.992 3 331.331 6.275 .001a
Residual 5069.318 96 52.805
Total 6063.310 99
a. Predictors: (Constant), TEMAN, PENGASUH, ORTU
b. Dependent Variable: PWB
Pada bagian ini, menunjukkan besarnya angka signifikansi pada perhitungan ANOVA
yang akan digunakan untuk uji kelayakan model regresi. Berdasarkan uji ANOVA, penelitian
ini menghasilkan angka F = 6,275 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 dan nilai R =
0,405. Karena angka signifikansi 0,001 < 0,05, maka model regresi ini sudah layak digunakan
untuk memprediksi kesejahteraan psikologis. Artinya, dukungan sosial orang tua, dukungan
sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Boyolali.
Setelah mengetahui bahwa dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan
dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja
20
yang tinggal di panti asuhan di Boyolali. Peneliti menguji besarnya pengaruh atau peranan
variabel bebas yaitu dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan
sosial teman sebaya terhadap variabel tergantung yaitu kesejahteraan psikologis.
Tabel 9 Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .405a .164 .138 7.267 .164 6.275 3 96 .001
a. Predictors: (Constant), TEMAN, PENGASUH, ORTU
Nilai Adjusted R Square dalam tabel di atas sebesar 0,138. Angka tersebut
menunjukkan bahwa 0,138 atau 13,8 % kesejahteraan psikologis dapat dijelaskan dengan
menggunakan variabel dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan
sosial teman sebaya. Hal ini berarti dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan
dukungan sosial teman sebaya berperan sebanyak 13,8 % terhadap kesejahteraan psikologis
remaja yang tinggal di panti asuhan Boyolali.
Dilihat dari standar error of the estimate yang bernilai 7,267 dan jumlah ini lebih
kecil dari nilai standar deviasi kesejahteraan psikologis (7,826), hal ini berarti dukungan
sosial orang tua dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya sudah cukup
layak dijadikan prediktor untuk kesejahteraan psikologis.
Setelah mengetahui kelayakan dukungan sosial orang tua dukungan sosial pengasuh
dan dukungan sosial teman sebaya dalam memprediksi kesejahteraan psikologis, peneliti
menguji koefisien regresi.
21
Tabel 10 Coefficients
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 31.358 10.364 3.026 .003
ORTU .083 .120 .072 .689 .492 .791 1.265
PENGASUH .206 .092 .227 2.235 .028 .842 1.188
TEMAN .221 .090 .243 2.452 .016 .885 1.129
Untuk menguji koefisien regresi dapat dilihat dari skor β (beta) yang dapat
menunjukkan besarnya nilai yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
bebas secara parsial (mandiri atau sendiri-sendiri) terhadap variabel tergantung.
Angka koefisien nilai Beta dukungan sosial orang tua sebesar 0,072 dengan nilai t =
0,689 dan nilai sig. = 0,492 (p > 0,05). Maka dukungan sosial orang tua secara mandiri belum
dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap kesejahteraan psikologis.
Angka koefisien nilai Beta dukungan sosial pengasuh sebesar 0,227 dengan nilai t =
2,235 dan nilai sig. = 0,028 (p < 0,05). Maka dukungan sosial pengasuh secara mandiri dapat
dikatakan sebagai prediktor terhadap kesejahteraan psikologis. Angka tersebut memiliki arti
bahwa setiap penambahan 1 dukungan sosial yang diberikan oleh pengasuh, kesejahteraan
psikologis akan naik sebesar 0,227.
Angka koefisien nilai Beta dukungan sosial teman sebaya sebesar 0,243 dengan nilai t
= 2,452 dan nilai sig. = 0,016 (p < 0,05). Maka dukungan sosial teman sebaya secara mandiri
dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap kesejahteraan psikologis. Angka tersebut
memiliki arti bahwa setiap penambahan 1 dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya,
kesejahteraan psikologis akan naik sebesar 0,243.
22
Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti apakah dukungan sosial orang tua,
dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya dapat menjadi prediktor
terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja. Seperti yang dikatakan Thoist (1986) bahwa
dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi
individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetanga dan saudara.
Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat
memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus 1993).
Pengujian regresi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas tiga variabel bebas yaitu
dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya,
serta satu variabel tergantung yaitu kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan pengujian regresi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya
berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja. Hal ini dapat dilihat pada hasil
pengujian yang telah dilakukan, nilai R = 0,405 dengan nilai F = 6,275 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05), model regresi ini yang melibatkan variabel dukungan
sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya sudah layak
dijadikan prediktor terhadap kesejahteraan psikologis. Peranan atau pengaruh variabel
dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya
(variabel bebas) terhadap variabel kesejahteraan psikologis (variabel tergantung) sebesar
0,138 atau 13,8 %. Hal ini berarti 13,8 % kesejahteraan psikologis dapat dijelaskan oleh
dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya.
Maka dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman
sebaya berperan sebanyak 13,8% terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja di panti
asuhan Boyolali.
23
Hasil penelitian di atas dapat disebabkan karena orangtua, pengasuh dan teman sebaya
merupakan orang-orang terdekat bagi individu yang tinggal di panti asuhan. Mappiere (1982)
mengungkapkan bahwa kebutuhan yang terpenting bagi remaja adalah kebutuhan akan
pengakuan, perhatian dan kasih sayang. Disaat remaja yang tinggal di panti asuhan
mendapatkan dukungan dari orangtua, pengasuh, dan teman sebayanya secara bersamaan
maka individu tersebut akan dapat mencapai kesejahteraan psikologis. Individu tersebut tidak
akan merasa seorang diri, atau bahkan merasa diacuhkan, namun individu tersebut akan
merasa diterima oleh lingkungannya, merasa yakin dengan dirinya, dapat menerima dirinya
apa adanya, ia akan merasa berharga dan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan pengujian koefisien regresi, didapatkan hasil bahwa dukungan sosial
orang tua dengan kesejahteraan psikologis memiliki nilai Beta sebesar 0,072 dengan nilai sig
= 0,492 (p > 0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orangtua
belum dapat menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis. Jadi, dukungan sosial
orangtua tidak dapat secara mandiri menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disebab karena kurangnya keterlibatan
orangtua dalam kehidupan sehari-hari remaja yang tinggal di panti asuhan. Hal itu
disebabkan karena jarang berjumpanya individu tersebut dengan orangtuanya, sehingga
dukungan sosial dari orang tua kurang dapat dirasakan oleh anak. Menurut teori
Bronfenbrenner (Berk, 2012), dalam teori ekologinya menyatakan bahwa keluarga
merupakan lingkungan pertama dalam perkembangan individu dan dalam bersosialisasi.
Keluarga terutama ayah dan ibu merupakan sosialisasi paling penting dalam kehidupan
seorang anak dan sebagai individu terdekat dalam hidup seorang anak mereka mempunyai
pengaruh besar dalam diri anak tersebut. Namun di saat anak tidak tinggal bersama
orangtuanya, seperti halnya pada remaja yang tinggal di panti, maka individu ini akan
24
mencari sosok figur yang paling dekat dengan dia yaitu dalam pembahasan ini ada pengasuh.
Hal tersebut dapat terjadi karena sedikitnya frekuensi pertemuan antara remaja yang tinggal
di panti asuhan dengan orang tuanya.
Berdasarkan pengujian koefisien regresi, didapatkan hasil bahwa dukungan sosial
pengasuh dengan kesejahteraan psikologis memiliki nilai Beta sebesar 0,227 dengan nilai t =
2,235 dan nilai sig = 0,028 (p < 0,05). Angka tersebut memiliki arti bahwa setiap
penambahan 1 dukungan sosial yang diberikan oleh pengasuh, kesejahteraan psikologis akan
naik sebesar 0,227. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial pengasuh
memberikan pengaruh yang besar untuk menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis.
Jadi, dukungan sosial pengasuh dapat secara mandiri menjadi prediktor terhadap
kesejahteraan psikologis.
Hasil penelitian di atas, kemungkinan disebabkan karena remaja yang tinggal di panti
asuhan pada setiap harinya berjumpa dan berkomunikasi dengan pengasuh setempat. Seperti
yang dikatakan Toifur dan Prawitasari (2003) bahwa dukungan sosial dari lingkungan di
sekitarnya membuat individu merasa aman dan dimengerti. Oleh sebab itu peranan pengasuh
sangat penting bagi kesejahteraan psikologis remaja yang tinggal di panti asuhan. Dukungan
sosial baik berupa informasi, penghargaan, pemberian berupa barang dan kasih
sayang/perhatian sangat diharapkan dapat diperoleh dari pengasuh panti asuhan setempat
yang merupakan pengganti peran orang tua dari remaja yang tinggal di panti asuhan. Sebagai
pengganti peran orangtua bagi anak-anak asuh, seorang pengasuh perlu mengupayakan
terbangunnya relasi dan kedekatan dengan anak secara optimal, mendiskusikan isu dan
masalah yang dihadapi anak, mencari solusinya, dan memberikan dukungan individual
kepada anak (Surjastuti, 2012). Ketersediaan pengasuh panti untuk memberi dukungan sosial
pada anak asuhnya dapat memberikan kenyamanan dan rasa aman pada anak, sehingga dapat
mengurangi kecemasan pada anak asuh tersebut (Denuwelaere & Bracke, 2007). Anak akan
25
dapat merasa memiliki keluarga dalam panti tersebut, dapat merasakan sejahtera, nyaman,
aman dan tidak merasa seorang diri dalam menjalani kehidupannya. Jadi peranan dukungan
sosial pengasuh berperan penting terhadap kesejahteraan remaja yang tinggal di panti asuhan.
Berdasarkan pengujian koefisien regresi, didapatkan hasil bahwa dukungan sosial
teman sebaya dengan kesejahteraan psikologis memiliki nilai Beta sebesar 0,243 dengan nilai
t = 2,452 dan nilai sig = 0,016 (p < 0,05). Angka tersebut memiliki arti bahwa setiap
penambahan 1 dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya, kesejahteraan psikologis
akan naik sebesar 0,243. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman
sebaya memiliki pengaruh yang besar untuk menjadi prediktor terhadap kesejahteraan
psikologis. Jadi, dukungan sosial teman sebaya dapat secara mandiri menjadi prediktor
terhadap kesejahteraan psikologis.
Dari hasil penelitian di atas, kemungkinan disebabkan karena pada masa remaja,
remaja lebih banyak menghabis waktu bersama dengan teman sebayanya dan teman sebaya
dapat membuat individu merasa nyaman dan bisa lebih terbuka. Remaja tidak merasa malu
ataupun merasa dihakimi karena temannya seumuran dan permasalahan yang dihadapi pun
biasanya tidak jauh berbeda. Demikian pula menurut Masters (2004) yaitu teman sebaya
merupakan faktor penting yang dapat menghindarkan anak dari gangguan kesehatan mental
sehingga anak mampu meraih kesejahteraan. Selain itu teman sebaya merupakan orang
terpercaya yang dapat membantu remaja mengatasi masalahnya dengan memberikan
dukungan emosi dan nasihat (Santrock, 2007). Howes & Tonyan (dalam Santrock, 2009)
mengatakan bahwa hubungan baik dengan teman merupakan peran penting agar
perkembangan individu menjadi normal, sehingga individu tersebut dapat mencapai
kesejahteraan psikologisnya. Parker & Asher (dalam Santrock, 2009), menyatakan bahwa
persahabatan membantu remaja merasa bahwa mereka adalah individu yang berharga.
Dukungan sosial yang diberikan teman sebaya pada remaja akan memberikan dampak positif
26
pada diri remaja, remaja akan merasa diterima dan dihargai, memiliki hubungan yang hangat
dengan orang lain, dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, individu akan
merasa memiliki arti dalam hidupnya (karena memiliki teman/sahabat), serta ia akan
memiliki tujuan hidup dalam meraih impiannya di masa depan. Kondisi seperti ini, akan
membawa individu mengarah pada pencapaian kesejahteraan psikologis.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dukungan sosial orang tua, dukungan sosial
pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya hanya dapat memberikan sumbangan kepada
kesejahteraan psikologis sebesar 13,8 %, sehingga 86,2% lainnya besasal dari faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang menurut Bhogel & Prakash (dalam
Wahyuni, 2001) adalah dapat berasal dari dalam diri individu tersebut yaitu, (1) Personal
control, yaitu kemampuan seseorang dalam mengontrol segala emosi dan dorongan yang
muncul dari dalam diri, (2) Self Esteem atau harga diri, yaitu memiliki harga diri yang
seimbang, (3) Positive Affect, perasaan atau emosi yang positif (kesenangan atau
kegembiraan), (4) Manage Tension, yaitu kemampuan untuk mengatur ketegangan yang
keluar dari dalam diri, misalnya kemarahan atau kebahagiaan, sehingga tidak muncul secara
berlebihan, (5) Positive thinking, yaitu berpikir positif dalam menghadapi peristiwa, suasana,
atau individu baru, dan (6) Ide & Feeling yang efisien, yaitu mengeluarkan ide dan perasaan
yang tepat dan sesuai dengan konteks serta tidak berlebihan. Menurut Bastaman (2000),
religiusitas seseorang juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, individu
yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara
positif sehingga hidupnya lebih bermakna. Kepribadian individu juga dapat menjadi faktor
yang penting, karena jika seseorang kurang mampu mengontrol diri, tidak berani mengambil
resiko, dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik
27
dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan psikologis di kehidupannya
(Warr, 2011).
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil yaitu dukungan sosial
orang tua,dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya secara bersama-sama
dapat menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal di panti
asuhan Boyolali. Ketiga variabel bebas yaitu dukungan sosial orang tua, dukungan sosial
pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya hanya berkontribusi sebesar 13,8 % terhadap
kesejahteraan psikologis pada remaja, menurut pengujian yang telah dilakukan variabel
dukungan sosial orang tua, dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya
sudah layak menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja. Namun, hanya
variabel dukungan sosial pengasuh dan dukungan sosial teman sebaya yang secara mandiri
dapat menjadi prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal di panti
asuhan. Sedangkan variabel dukungan sosial orang tua secara mandiri belum dapat menjadi
prediktor terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan.
SARAN
Orang Tua
Orang tua diharapkan tetap membimbing, memberikan dukungan dan perhatian serta
kasih sayang pada remaja. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengunjungi anaknya yang
tinggal di panti secara rutin dan mengajak anak berbicara dari hati ke hati, sehingga mereka
dapat merasa lebih diperhatikan oleh orang tuanya (tidak merasa diacuhkan) serta tidak
merasa khawatir. Disaat anak merasa tenang, maka ia akan dapat mencapai kesejahteraan
psikologis dan dapat mengembangkan potensi yang dia miliki.
28
Pengasuh
Begitu pula dengan pengasuh, diharapkan tetap dapat mempertahankan dalam
memberikan bimbingan, dukungan dan perhatian kepada remaja yang tinggal di panti asuhan.
Alangkah lebik baiknya jika remaja lebih banyak diajak untuk sharing (berbicara dari hati ke
hati), karena pada masa remaja ini, anak membutuhkan banyak masukan yang positif dari
orang-orang terdekat yang lebih dewasa (dalam hal ini adalah pengasuh). Disaat remaja dapat
mengutarakan isi hatinya dan merasa nyaman dengan orang di lingkungannya, maka ia akan
merasa diterima dan tidak merasa seorang diri dalam menjalani hidupnya, sehingga ia dapat
mencapai kesejahteraan psikologis.
Teman
Dalam hubungan pertemanan yang dijalin oleh remaja, diharapkan teman sebaya
dapat menjadi pendukung yang baik, dapat memberikan saran yang positif bagi remaja yang
tinggal di panti asuhan dan tidak membedakan-bedakan dalam berteman dengan remaja yang
tinggal di panti. Disaat remaja dapat memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain dan
merasa dirinya diterima, maka ia akan mencapai kesejahteraan psikologis.
Penelitian Selanjutnya
Karena dukungan sosial orang tua, pengasuh dan teman sebaya hanya berkontribusi
sebesar 13,8% terhadap kesejahteraan psikologis, bagi peneliti selanjutnya yang tertarik
dengan permasalahan yang sama, diharapkan untuk mengkaji masalah ini dengan jangkauan
yang lebih luas dengan menambah variabel lain yang belum terungkap dalam penelitian ini.
Selain itu, perbanyak sampel yang akan diteliti sehingga data dapat tergeneralisasi dengan
lebih baik.Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih memperhatikan efektifitas dan
daya diskriminasi item dalam alat ukur yang dipakai supaya dapat mengungkap lebih dalam
mengenai variabel yang akan diteliti karena akan mempengaruhi hasil penelitian. Semoga
penelitian ini memberikan sumbangan yang berarti.
29
DAFTAR PUSTAKA
Arslan, C. (2009). Anger, self-esteem, and perceived social support in adolescence.Social
Behavior and Personality, 37(4), 555-564.
Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Berk, L. E. (2012). Development through the lifespan edisi 5. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Bockhorst, C. L., Sumter S. R. & Westernberg, M. (2010). Social support From
parents,friends, classmates, and teachers in children and adolescents aged 9 to 18
years: who is perceived as most Supportive? Social Development, 19(2), 417-426.
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan & Perilaku. Alih Bahasa:
Eddy. Jakarta: Arcan.
Carol D. Ryff.1989. Happiness is everything, or is it? explorations on the meaning of
psychological well-being. Journal American Psychological Association, Vol. 57, No.
6, 1069-1081.
Cohen, S., & Hoberman, H. (1983). Positive events and social supports as buffers of life
change stress. Journal of Applied Social Psychology, 13, 99-125.
Cohen, S., & McKay, G. (1984). Social support, stress and the buffering hypotesis:a
theoritical analysis. In Baum, A.; Taylor, S.E.; Singer, J.E. Handbook of
Psychology and Health. Hillsdale
Cohen, S & Syme, S.L. (1985). Social support and health. San Francisco: academic press
Coste, B. (2005). Abraham maslow biography: the father of humanistic psychology & self
actualization theory. Diakses pada 7 Juli 2014, dari http://www.positive-parenting-
ally.com/abraham-maslow.html.
Dahlan, M. D. (2002). Psikologi perkembangan anak dan remaja. PT Remaja Kosda Karya:
Bandung.
Dariyo, A. (2007). Psikologi perkembangan. Bandung: Refika Aditama.
Del Valle, J. F., Bravo, A. & Lopez, M. (2010). Parents and peers as providers of support in
adolescents’ social network: a developmental perspective. Journal of Community
Psychology, 38(1), 16-27.
Denuwelaere, M., & Bracke, P. (2007). Support and Conflict in the Foster Family and
Children’s Well-Being: A Comparison Between Foster and Birth Children. National
Council on Family Relations, 56, 67-79
30
Departemen Sosial RI. 2004. Panduan Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak.
Jenderal Bina Kesejahteraan SOS. Jakarta.
Dhitaningrum, M. (2013). Hubungan antara Persepsi Mengenai Dukungan Sosial Orang Tua
dengan Motivasi Belajar siswa SMA Negeri 1 Gondang Kabupaten Tulungagung.
(Skripsi). Universitas Negeri Surabaya.
Feist, J. & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian edisi 7. Salemba Humanika: Jakarta.
Hartati, L & Respati, W. S. (2010). Kompetensi Interpersonal Pada Remaja Yang Tinggal Di
Panti Asuhan Asrama Dan Yang Tinggal Di Panti Asuhan Cottage. Jurnal Psikologi,
10 (2), 79-86.
Hartini. (2001). Deskripsi Kebutuhan Psikologis pada Anak Panti Asuhan. Jurnal Insan
Media Psikologi, Vol,3 No,99-108.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan. Erlangga: Jakarta.
Kail, Robert. V & Cavanaugh. J. C. (2000). Human Development: A Life Span View 2th ed.
United States: Wadsworth Thomson Learning.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Mendieta, I. H., Jacinto, L. G., Fuentez, J. M. D., Leiva, P. G. & Trave, M. C. (2012). Types
of social support provided by parents, teachers, and Classmates during adolescence.
Journal of Community Psychology, 40(6), 645-664.
Monks, F.J, dkk. (1999). Psikologi perkembangan. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Mutiarsih, E. & Atmojo, A. S. S. (2007). Memahami psikologi remaja. Yayasan Pustaka
Nusatama: Yogyakarta.
Papalia, D, E, & Olds, S, W, 1986, “A child’s World Infancy Through Adolesencent”, New
York: Mc Graw Hill Book Company,1986.
Prakash , A., (2001). Antioxidant Activity. Medallion Laboratories-Analytical Progress.
Vol. 19 (2).
Priatini, W.; Latifah, M.; Guhardja, S., (2008). Pengaruh tipe pengasuhan, lingkungan
sekolah, dan peran teman sebaya terhadap kecerdasan emosional remaja. Jurnal IPB
Departement of Family and Consumer Science, Vol. 1, no. 1, 43-53.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Santrock, J. W. (2007). Remaja jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Santrock, J. W. (2007). Remaja jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Santrock, J. W. (2009). Psikologi pendidikan edisi 3 buku 2. Salemba Humanika: Jakarta.
31
Sarason, I.G. & Sarason, B.R. 1983. Social support; theory, research, and applications. The
Hague, Netherlands: Martinus N.
Schultz, D. (2002). Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat. Kanisius:
Yogyakarta.
Shaw, B. A., Krause, N., Chatters, L. M., Connell, C. M., & Ingersoll-Dayton, B. (2003).
Social structural influences on emotional support from parents early in life and adult
health status. Behavioral Medicine, 29, 68-79.
Surjastuti, C. S. I. (2012). Panti Asuhan Anak Terlantar di Yogyakarta. (Skripsi). Universitas
Atma Jaya.
Thoits, P.A. 1986. Social Support As Coping Assistance. Journal of Counsulting and Clinical
Psychology, 54, 416-423.