Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP PENYELESAIAN NUSYŪZ ISTRI DALAM KITAB
‘UQŪDULLUJAIN FĪ BAYĀNI ḤUQŪQIZZAUJAIN KARYA SYAIKH
AN-NAWAWI AL-BANTANI
(Studi Pendekatan Uṣūlul Fiqh)
Oleh:
Oleh :
Musodikin, S.H.I
(1420311028)
TESIS
Diajukan Kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Magister Hukum Islam
KONSENTRASI HUKUM KELUARGA
PASCASARJANA PRODI HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
i
KONSEP PENYELESAIAN NUSYŪZ ISTRI DALAM KITAB
‘UQŪDULLUJAIN FĪ BAYĀNI ḤUQŪQIZZAUJAIN KARYA SYAIKH
AN-NAWAWI AL-BANTANI
(Studi Pendekatan Uṣūlul Fiqh)
Oleh:
Oleh :
Musodikin, S.H.I
(1420311028)
TESIS
Diajukan Kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Magister Hukum Islam
KONSENTRASI HUKUM KELUARGA
PASCASARJANA PRODI HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAKSI
Kata Kunci: Nusyūz Istri, Metode Ijtihad, Penalaran Bayāni, Maṣlaḥah.
Nusyūz merupakan sikap kedurhakaan/pembangkangan, sebagaimana yang
diartikan para ‘ulama umumnya. Konsepsi nusyūz istri sudah dijelaskan dalam QS.
An-Nisa’; 34 dan Ḥadiṡ, bahkan terkodifikasi dalam hukum positif. Namun hal ini
masih terus menjadi perbincangan dikalangan ‘ulama terutama era kesetaraan
gender, yang mana konsepsi nusyūz ini dinilai merugikan perempuan. Kontradiksi
tersebut dikarenakan penafsiran dan pemahaman terhadap lafaẓ/teks Al-Qur’an
serta faidah huruf wawu ( و ) pada ayat tersebut. Pokok masalah penelitian ini
adalah bagaimana penyelesaian nusyūz istri dalam kitab fiqh dan hukum positif?
Bagaimana konsep penyelesaian nusyūz istri dalam kitab ‘Uqūdullujain (studi
pendekatan uṣūlul fiqh)? Bagaimana metode ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
tentang penyelesaian nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan
kajian kepustakaan (library research). Selanjutnya proses penelitian tesis ini
menggunakan teori analisis deskriptif dan content analysis, yang berusaha
mengungkapkan konsep nusyūz istri dari data primer yakni kitab ‘Uqūdullujain Fī
Bayāni Ḥuqūqizzaujain, Murāḥ Labīd Tafsir An-Nawawi (Tafsir Munīr), Tausyih
‘Ala Ibn Qosim dan dari data sekunder yakni kitab, buku, hasil penelitian atau
karangan lain yang berkaitan dengan permasalahan ini.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapat Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani terhadap QS. An-Nisa’; 34 tentang penyelesaian nusyūz istri, ia
berpendapat huruf wawu ( و ) pada ayat tersebut berfaidah tartīb (berjenjang),
yakni; tahap pertama menasehati (dengan cara lemah lembut, memberi kabar baik
dan buruk akibat nusyūz seperti gugurnya nafkah) jika baru tanda nusyūz. Tahap
kedua; pisah ranjang (tidak bersetubuh/jima’, meskipun bertahun-tahun tetapi tetap
dalam komunikasi sebagai ta’dib) jika sudah jelas nusyūz. Tahap ketiga; memukul,
oleh Syaikh An-Nawawi Al-Bantani menganjurkan untuk memaafkannya (tidak
memukul) sebab hanya memberi kemaṣlahatan bagi suami saja, bahkan jika
mengakibatkan madharat (bahaya) maka hukumnya haram. Hal ini berbeda dengan
memukul anak yang meninggalkan shalat oleh walinya, karena pemukulan tersebut
memberi kemaṣlahatan bagi anak. Oleh karenanya ia mengedepankan sikap sabar
sebagaimana ia contohkan kesabaran Umar RA. dalam menghadapi istrinya yang
nusyūz. Pemikiran tehadap teks tersebut, ia pahami dengan metode penalaran
bayāni (teks/lafaẓ) dan konsep kemaṣlahatan suami-istri dalam mencapai; حفظ النسل
(memelihara keturunan). Dengan demikian penulis menambahkan jika dengan
nasehat, pisah ranjang (tidak bersetubuh) istri masih belum sadar atas nusyūznya,
maka sebisa mungkin sikap kesabaran tersebut disertai musyawarah bersama dan
bila diperlukan dapat melibatkan orang luar seperti orang tua atau ‘ulama, sehingga
dapat tercapai kemaṣlahatan bersama.
vii
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
ni’mat, rahmat, taufiq serta hidayah-Nya terlebih sampai saat ini tetap dalam
keadaan Iman dan Islam. Semoga dengan bersyukur ini hidup menjadi lebih
berma’na, penuh ilmu dan keberkahan.
Sholawat ma’assalam semoga selalu terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, para keluarga, shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in serta umatnya
sampai akhir zaman nanti. Semoga syafa’atnya menyertai umatnya di dunia dan
akhirat.
Selanjutnya penulisan Tesis ini tentunya tidak terlepas dari berbagai pihak,
yang telah membantu dan memotivasi baik secara moril maupun material. Oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Prof. Drs. KH.Yudian Wahyudi, Ph.D, selaku Rektor UIN SUKA
Yogyakarta.
2. Bapak Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana
UIN SUKA Yogyakarta.
3. Ketua Prodi Hukum Islam Pascasarjana UIN SUKA Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Ali Shodiqin, M.A., selaku pembimbing yang selalu membantu
dan mengarahkan dengan penuh ikhlas untuk menyelesaikan penulisan tesis
ini.
5. Bapak Dr. H. Hamim Ilyas, M.A., dan Kholid Zulfa, M.A., yang dengan
aktif memberi masukan dan arahan dalam forum seminar proposal yang
berkenaan dengan penulisan Tesis ini.
6. Segenap Dosen Pascasarjanaa yang senantiasa penuh semangat
memberikan motivasi, pengarahan dan wawasan ilmiahnya selama proses
perkuliahan.
viii
ix
PEDOMAN TRASLITERASI
Transliterasi kata-kata arab yang digunakan dalam penyusunan tesis ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987, tanggal 22
Januari 1988.
Konsonan Tunggal:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
alif
ba’
ta’
sa’
jim
ha’
kha’
dal
zal
ra’
zai
sin
Tidak dilambangkan
b
t
Ṡ
j
ḥ
kh
d
ż
r
z
s
Tidak dilambangkan
Be
Te
Es (dengan titik diatas)
Je
Ha (dengan titik di bawah)
Ka dan Ha
De
Zet (dengan titik di atas)
Er
Zet
Es
x
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
syin
sad
dad
ta
za
‘ain
gain
fa’
qaf
kaf
lam
mim
nun
wawu
ha’
hamzah
ya’
sy
Ṣ
ḍ
ṭ
Ẓ
‘
g
f
q
k
l
m
n
w
h
‘
Y
Es dan Ye
Es (dengan titik di bawah)
De (dengan titik dibawah)
Te (dengan titik dibawah)
Zet (dengan titik dibawah)
Koma terbalik diatas
Ge
Ef
Qi
Ka
El
Em
En
We
Ha
Apostrof
ye
xi
Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap:
Ditulis ‘iddah عدة
Ta’ marbutah:
1. Bila dimatikan ditulis h
هبة
جزية
Ditulis
Ditulis
hibah
jizyah
(ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya,
kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka
ditulis dengan h.
’Ditulis karamah al-auliya كرامة الآولياء
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah
ditulis t.
Ditulis zakatul fitri زكاة الفطر
Vokal Pendek:
– -
– -
– -
Kasrah
fathah
dammah
ditulis
ditulis
ditulis
i
a
u
xii
Vokal Panjang:
fathah + alif
جاهلية
fathah + ya’ mati
يسعى
kasrah + ya’ mati
كريم
dammah + wawu mati
فروض
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ā
Jāhiliyyah
ā
yas’ā
ī
karīm
ū
furūd
Vokal Rangkap:
fathah + ya’ mati
بينكم
fathah + wawu mati
قولون
Ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ai
bainakum
au
qaulun
xiii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrohim
Penulis persembahkan Tesis ini untuk orang-orang yang telah
memberikan makna dalam perjalanan hidup penulis, yakni;
Kepada orang tuaku yang saya cintai dan hormati, begitu besar
pengorbananmu tak kenal waktu dan lelah untuk membimbingku menuju insan
yang berilmu, berakhlaq dan menghantarkanku kesuksesan hidup di dunia
terlebih di akhirat nanti.
Kepada istriku tercinta dan tersayang yang dengan penuh kesabaran dan
ketaatan dalam melayani dan mendampingi hidupku di waktu sedih dan senang.
Juga buat buah hatiku yang cantik, cerdas dan sholihah yang memotivasi dalam
hidupku untuk menggapai kesuksesan. Tak lupa putriku yang sudah dalam alam
penuh keni’matan yang selalu saya harapkan doa dan syafaatnya.
Kepada orang tuaku yang saya muliakan yang selalu mendoakan dan
mendidikku dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, mengarahkan dan
menuntunku mengarungi perjalanan hidup menuju kebahagiaan bersama di
dunia-akirat.
Para mu’allim dan saudaraku yang telah memberikan banyak inspiratif,
wawasan dan keilmuannya. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan
petunjuk Allah SWT. Amin ya robbal ‘alamin.
xiv
MOTTO
أجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ما عند الناس
(Orang paling bodoh ialah orang yang meninggalkan
keyakinan diri sendiri, karena mengira yang dilakukan
Orang lain lebih berarti).
لا يصلح أمر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها
(Urusan umat Islam ini tidak akan jaya, melainkan dengan
konsepsi lama yang telah (pernah) membawanya dahulu ke
jenjang kejayaan).
xv
xvi
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………................. i
NOTA PEMBIMBING …..…………………………………………...….......... ii
PENGESAHAN …………………………………………………...................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ..…………………………....………….. iv
DEKLARASI ………………………………………………………....….…....... v
ABSTRAK ………………………………………………………........….…….. vi
KATA PENGANTAR ..……………………………………………........…..... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………..….…….... ix
PERSEMBAHAN …..……………………………………………....….…….. xiii
MOTTO ...…………………………………………...……………….……….. xiv
PERNYATAAN KEASLIAN ……..…………………………….….……...… xv
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS…..…………………….… xvi
DAFTAR ISI ……...………………………………………………………...... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …….………………………………….…...... 1
B. Pokok Permasalahan ………………………………………..…............ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………………………...…….……...... 8
D. Telaah Pustaka ………………………..…………………….……......... 9
E. Kerangka Teoritik …….…………………………………………........ 13
F. Metode Penelitian …………………………………………….……..... 15
G. Sistematika Pembahasan ……………………………………….…...... 18
BAB II PENYELESAIAN NUSYŪZ ISTRI DALAM KITAB FIQH DAN
HUKUM POSITIF
A. Pengertian dan Dasar Hukum Nusyūz Istri …………………….….... 20
xviii
B. Tanda-Tanda (Kriteria) Nusyūz Istri …………………………........... 26
C. Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Kitab Fiqh ………………….…...... 31
D. Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Hukum Positif ……………….…... 40
BAB III KONSEP PENYELESAIAN NUSYŪZ ISTRI DALAM KITAB
‘UQŪDULLUJAIN (Studi Pendekatan Uṣūlul Fiqh)
A. Biografi Syaikh An-Nawawi Al-Bantani …....................………….... 43
B. Karakteristik Kitab ‘Uqūdullujain ………………………………….. 55
C. Konsep Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Kitab ‘Uqūdullujain (Studi
Pendekatan Uṣūlul Fiqh) ……..………………………..…………... 65
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AN-NAWAWI AL-BANTANI
TENTANG PENYELESAIAN NUSYŪZ ISTRI DALAM KITAB
‘UQŪDULLUJAIN
A. Analisis Metode Ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang
Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Kitab ‘Uqūdullujain ……............. 77
B. Relevansi Pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam Konteks
Masyarakat Indonesia saat ini ……………………..............….….... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………….…………... 102
B. Saran ……………………………………………………...…....…... 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menciptakan mahluk hidup berpasang-pasang termasuk
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Manusia selain dihiasi dengan nafsu juga
dilengkapi dengan akal. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan
hewan. Oleh karenanya untuk menyalurkan nafsu tersebut disyariatkan melalui
sebuah ‘aqad nikah.
Nikah menurut bahasa berarti الضم والجمع (percampuran, perkumpulan,
penyatuan, atau diartikan sebagai akad atau bersetubuh). Nikah menurut istilah
syara’ adalah ‘aqad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.1 Pernikahan
dalam arti luas sebuah ‘aqad yang menghalalkan hubungan suami istri dengan lafaẓ
nikah atau tazwīj maupun arti dari keduanya dengan memenuhi rukun dan syarat
tertentu sehingga menimbulkan hak dan kewajiban sebagai suami-istri untuk hidup
bersama dalam bingkaian rumah tangga.2
1 Imam Taqiyuddin Abi Bakr Bin Muhammad, Kifāyatul Akhyār, Juz. 2 (Surabaya: Dār
Ihyā’ Kitāb Al-‘Arabiyyah, t.th), hlm. 36 2 Aqis bil Qisthi, Pengetahuan Nikah, Talak dan Rujuk, Cet. 1 (Surabaya: Putra Jaya, 2007),
hlm. 11
1
2
Diantara tujuan disyariatkannya pernikahan adalah hifẓ an-nasl
(memelihara keturunan).3 Manfaatnya dari pernikahan adalah seperti yang
dikemukakan Syaikh Jamaluddin Ad-Dimasyqy:
أما فوائد النكاح خمسة : الولد وكسرة الشهوة وتدبير المنزل وكثرة العشيرة ومجاهدالنفس
“Adapun faidah atau manfaat nikah ada 5 (lima) macam yaitu;
Mendapatkan anak atau keturunan, Menyalurkan nafsu syahwat (reproduksi),
Membentuk rumah tangga, Memperbanyak kerabat atau keluarga, Sebagai jihad
dalam menjaga wanita”.4
Syaikh Hafiẓ Ali Syuaisyi juga menjelaskan manfaat dari pernikahan adalah
dikaruniai anak/keturunan, terlindung dari nafsu syaitan yang menyesatkan, dapat
mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang yang membuat hidup menjadi semangat,
memberi keluasan hati dalam mengatur rumah tangga, sebagai jihad dalam
menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami istri.5
Pernikahan tersebut akan menimbulkan ikatan lahir dan batin yang
menyatu. Rumah tangga bahagia adalah rumah tangga yang dihiasi dengan sikap
penuh cinta dan kasih sayang (mawwaddah warahmah) antara suami dan istri.
Tidak dapat menjadi jaminan kebahagiaan jika sikap tersebut tidak tertanam dalam
diri suami-istri itu sendiri sekalipun hidup mewah kaya-raya. Pernikahan dapat juga
dikatakan sebagai surga dunia dan bisa saja sebaliknya sebagai neraka, manakala
suami istri tidak menjaga/melaksanakan hak dan kewajibannya. Banyak realitas
bahwa suami-istri terjadi persengketaan/perselisihan bahkan sampai timbulnya
3 Syaikh ‘Ali Ahmad Al-Jarjwy, Hikmah at-Tasyri’ Wafalsafah, Juz. 2 (Surabaya: Dār Al-
Fikr, t.th), hlm. 5 4 Syaikh Jamaluddin Ad-Dimasyqy, Mau’idhatul Mu’minīn Min Ihya ‘Ulūmuddīn, Juz. 1
(Surabaya; Dār Ihyā’Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th) ), hlm. 108 5 Syaikh Hafidz Ali Syuaisyi, Kado Pernikahan, (Jakarta; Pustaka Al-Kaustar, 2003), hlm.
9-13
3
perceraian yang diakibatkan salah satu pihak telah nusyūz (tidak menjaga dan
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai suami istri).
Dalam kehidupan rumah tangga telah banyak suami atau istri yang kurang
memahami tentang hak dan kewajibannya terutama bagaimana cara atau langkah
yang tepat dalam menyelesaikan nusyūz istri. Hal ini menjadi kajian yang sangat
penting dan menarik terutama pembahasan mengenai nusyūz istri. Allah telah
menjelaskan dalam QS. An-Nisa’: 34;
م له ن أمو ل ٱلله بعضهم على بعض وبما أنفقوا م مون على ٱلن ساء بما فض جال قو ٱلر ف ح ن ق ل فصل
لغي بوهن ف ل ع وٱضر وهن وٱهجروهن في ٱلمضاج ي تخافون نشوزهن فعفظ ٱلله وٱل ل إن أطعنكم ف ب بما
ا ا كبير إن ٱلله كان علي ن سبيلا تبغوا عليه
“.....wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyūznya, maka nasehatilah
dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian
jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya”.6
Asbabun nuzul ayat tersebut adalah karena adanya peristiwa perselisihan
antara suami-istri (Sa’ad Ibnu Rabi’-Habibah Binti Zaid). Dalam peristiwa tersebut
suami telah menampar istrinya, kemudian istri telah melaporkan kepada ayahnya
dan ayahnya mengajaknya untuk datang mengadukan hal ini kepada Rasullullah
SAW. Atas aduan tersebut Rasulullah SAW memerintahkan mengqiṣaṣ suami,
kemudian turunlah ayat tersebut. Rasulullah SAW. kemudian mengatakan: ”Saya
menghendaki kebaikan dan Allah juga menghendaki kebaikan akan tetapi kehendak
Allah lah yang terbaik”. Kemudian dihapuslah perintah qiṣaṣ tersebut.7
6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Samara Mandiri,
1999), hlm. 123 7 Muhammad ‘Ali As-Shabuni, Tafsirul Ahkam Minal Qur’an, Jilid 1 (Makkah: Dār Al-
Maktabah. t.th.), hlm. 33
4
Mengenai langkah yang ditempuh suami telah disebutkan di atas dalam QS.
An-Nisa: 34, menyatakan bahwa apabila istri nusyūz, maka langkah suami adalah
menasehati, pisah ranjang dan selanjutnya memukulnya agar istri kembali baik.
Para ulama dalam memahami ayat tersebut berbeda-beda dalam menyelesaikan
nusyūz istri. Perbedaan ini mulai dari pemaknaan terhadap lafaẓ/teks, metode
ijtihad/penalaran hukum dan konsep kemaslahatan yang diterapkan. Sebagai
contoh perbedaan tersebut diantaranya mengenai arti-kata (an-nasyzu, al-wa’ẓu, al-
hajru, aḍ-ḍarbu), pemahaman huruf wawu ( و ) apakah berfaidah tartib atau jumlah
dan mengundang hakim (mediator) jika langkah tidak berhasil.
Dalam hal ini ada yang menarik dari Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang
pemaknaan terhadap arti kata; takhāfūna, al-wa’ẓu, al-hajru, aḍ-ḍarbu. Kata
takhāfūna dimaknai; kamu sangka, al-hajru dipahami bahwa pisah ranjang tidak
ada batas waktunya selama istri belum kembali taat, aḍ-ḍarbu dipahami bahwa
memukul istri itu berbeda dengan wali (orang tua) yang memukul anaknya ketika
meninggalkan shalat. Dia mengatakan bahwa pemukulan terhadap istri
diperbolehkan jika ada manfaatnya dan yang utama adalah memberi maaf (tidak
memukul), karena pemukulan terhadap istri hanya memberikan kemaslahatan
suami semata. Akan tetapi memukul anak yang meninggalkan shalat tersebut lebih
utama adalah tetap dianjurkan memukul, hal ini untuk kemaslahatan bagi anak itu
sendiri. Dengan demikian yang dijadikan pertimbangan Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani adalah konsep maslahah lita’dib (untuk mendidik). Dia mengatakan bahwa
memukul istri jika tidak ada manfaatnya maka hukumnya haram karena sama saja
5
dengan memberikan sanksi atau pendidikan tanpa faidah.8 Jadi mafhum mukhalafah
dari pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tersebut adalah ia melarang
memukul istri yang nusyūz.
Langkah–langkah yang ditempuh dalam penyelesaian yang nusyūz istri
apakah harus tartib (berjenjang/bertahap) yakni; menasehati, memisah ranjang
(tidak bersetubuh) dan memukul, atau-kah boleh memilih? Mażhab Imam Ahmad
berpendapat bahwa harus urut, yaitu menasehati jika baru tanda-tanda nusyūz,
memisah ranjang jika terlihat jelas nusyūznya dan memukul jika bekali-kali nusyūz.
Namun menurut As-Syafi’i tidak harus urut, artinya boleh langsung memukul jika
sudah jelas nusyūznya.9
Pendapat yang menyatakan harus tartib (urut) dikarenakan dhohir ayat itu
sendiri menunjukkan tartib yakni dari bawah ke atas, dari ringan menuju lebih berat,
inilah pendapat mayoritas ulama. Pendapat yang mengatakan boleh memilih
dikarenakan huruf wawu ( و ) tersebut berfaidah muthlaqul jam’i (jumlah mutlak),
yakni boleh meringkas atau memilih salah satu cara yang dikehendaki suami.
Menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani, kandungan huruf wawu ( و ) pada
ayat di atas adalah berfaidah ‘athaf atau menunjukkan tartib (urut) yakni: tahap
pertama (menasehati) diberikan pada saat nusyūz istri belum benar-benar nyata.
Tahap ke dua (memisah ranjang) dilakukan ketika nusyūz telah nyata dan tahap ke
tiga (memukul) apabila istri melakukan nusyūz berulang-ulang. Dalam hal ini ia
8 Syaikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawy, Tausyih ‘Ala Ibn Qosim, (Surabaya; Dār
Ihyā’ Kitab Al-Arabiyyah), hlm. 211 9 Muhammad ‘Ali As-Shabuni, Tafsirul Ahkam Minal Qur’an, hlm. 336
6
menyertakan pemikiran Imam Rafi’i dan Imam Nawawi, yang mana ia menyatakan
bahwa pemikirannya sejalan dengan pemikiran Imam Rafi’i. Pemikiran Imam Rafi'i
bertentangan dengan pemikiran Imam Nawawi yang menyatakan bahwa suami
diperbolehkan memukul istri walaupun istrinya hanya nusyūz sekali dengan
pemahaman bahwa lafaẓ takhāfūna (yang kamu khawatiri) dita’wilkan dengan lafaẓ
ta’lamūna (yang kamu ketahui).10
Mengenai pendapat Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang penyelesaian
nusyūz istri dalam kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain dijelaskan
langah-langkahnya yaitu pertama, menasehati (dengan cara lemah lembut dan
memberi kabar baik-buruknya akibat nusyūz seperti menakuti akan azab Allah dan
dapat menggugurkan nafkah) jika baru terdapat dugaan/tanda nusyūz. Kedua,
memisah ranjang (tidak menggaulinya meskipun bertahun-tahun, tetapi tetap
dalam komunikasi) jika sudah jelas/nyata nusyūznya. Ketiga, memukul (lebih baik
memberikan maaf atau tidak memukulnya, karena hanya akan memberi
kemaslahatan bagi suami semata bahkan jika pukulan tersebut mengakibatkan
bahaya/kerusakan pada istri maka hukumnya haram) jika berkali-kali nusyūznya.
Problema yang sangat menarik dari penelitian ini adalah apa yang
membedakan pemikiran dan pemahaman Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dengan
pemikiran ulama klasik atau kontemporer lainnya mengenai konsep penyelesaian
nusyūz istri. Dapat dilihat dalam menjelaskan mengenai pisah ranjang, ia
mengatakan tidak ada batas waktunya sementara mayoritas ulama umumnya
10 Syaikh Muhammad Bin Umar Nawawi Al-Jawy, ‘Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain, (Semarang: Pustaka Al-‘Alawiyyah, t.th), hlm. 7
7
mengatakan satu bulan. Kemudian konsep memukul, ia berpendapat bahwa
pemukulan yang tidak ada manfaatnya sama dengan memberi hukuman yang tanpa
faidah dan ini hukumnya haram. Mafhum mukhalafahnya Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani melarang memukul dan lebih menekankan sikap sabar sebagaimana ia
mencontohkan kesabaran Umar RA. dalam menghadapi istrinya yang nusyūz.
Pendapatnya tersebut didasarkan pada konsep maslahah yakni bagi suami dan istri.
Dengan demikian Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam memahami ayat tersebut
metode ijtihadnya lebih kepada penalaran bayāni (teks/lafaẓ). Adapun konsep
maslahahnya lebih mengarah konsep maslahah.
Pentingnya masalah ini diteliti adalah guna menganalisis pendapat Syaikh
An-Nawawi Al-Bantani mengenai metode yang ia gunakan dalam menggali hukum
tentang penyelesaian nusyūz istri, sehingga diharapkan dapat meluruskan anggapan
yang mengatakan bahwa pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani sudah tidak
sejalan dengan zaman. Selanjutnya sebagai kontribusi secara ilmiah dalam
pengembangan konsep atau penalaran dalam penemuan hukum dengan lebih kritis
sesuai maqasid as-syari’ah (tujuan hukum) nas Al-Qur’an dan Hadis. Lebih
jelasnya akan penulis uraikan secara rinci dalam Bab III tentang: “Konsep
Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain
(Studi Pendekatan Uṣūlul Fiqh)”.
8
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang
penulis kaji dalam penulisan Tesis ini, yaitu:
1. Bagaimana pemikiran Syaikh An-Nawawi al-Bantani tentang penyelesaian
nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain?
2. Bagaimana metode ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang penyelesaian
nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain?
3. Bagaimana relevansi pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam konteks
masyarakat Indonesia saat ini?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tesis
Adapun tujuan penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan bagaimana pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
tentang penyelesaian nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain.
2. Mengetahui bagaimana metode ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang
penyelesaian nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain.
3. Mengetahui relevansi pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam konteks
masyarakat Indonesia saat ini.
Sedangkan manfaat dalam penulisan Tesis ini antara lain:
9
1. Diharapkan mampu memberikan sumbangan akademik terkait dengan
penyelesaian nusyūz istri dengan pendekatan uṣūlul fiqh.
2. Untuk memperkaya khazanah keilmuan islam sebagai kontribusi konsep dalam
penyelesaian nusyūz istri dengan pendekatan uṣūlul fiqh.
D. Telaah Pustaka
Berkenaan dengan tema bahasan dalam Tesis ini, penulis banyak
menemukan buku atau kitab, mulai dari karangan klasik hingga kontemporer yang
berkaitan dengan pokok masalah ini.
Syaikh Imam Abi Ishaq Ibrahim dalam kitabnya Al-Muhazzab Fi Fiqh Al-
Imam Asy-Syafi’i dikatakan bahwa jika terdapat tanda-tanda istri nusyūz maka
langkahnya adalah menasehati dan jika nusyūznya berulang-ulang maka boleh
memukulnya (pukulan ringan/tidak membahayakan).11
Dalam kitab Al-Mahalli, lafaẓ takhāfūna dimaknai ta’lamūna (mengetahui)
yang berarti bahwa jika suami mengetahui dengan jelas istri nusyūz maka dengan
cara menasehati dan pisah ranjang (bukan pisah kalam), kemudian jika masih tetap
nusyūznya maka pukullah.12
Syaikh Ahmad As-Shawy Al-Maliky megemukakan bahwa jika baru
terdapat tanda nusyūz maka nasehatilah, jika sudah jelas/nyata nusyūz maka pisah
11 Syaikh Imam Abi Ishaq Ibrahim, Al-Muhazzab Fi Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’i, Juz. 2
(Beirut; Dār Al-Fikr, t.th), hlm. 69 12 Jalaluddin Muhammad, Al-Mahalli ‘Ala Minhaj At-thalibin, (Semarang; Toha Putra,
t.th), hlm. 281
10
tempat tidur dan jika dengan dua tahap tersebut istrri masih tetap nusyūz maka
pukullah.13
Syaikh Abi Qosim Muhammad dalam kitabnya Al-Qowanin Al-Fiqhiyah
mengatakan bahwa solusi yang ditempuh oleh suami apabila istrinya nusyūz sama
dengan jumhur ‘ulama (yakni; menasehati, memisah ranjang kemudian
memukulnya), dan apabila langkah memukul dalam prasangka suami tidak akan
membuahkan hasil maka suami jangan memukulnya. Apabila suami bertindak
sewenang-wenang dengan pememukulan itu maka istri boleh menthalak suami
karena tindakan pemaksaan suami tersebut. Jika keduanya berselisih dan mampu
untuk iṣlaḥ maka diselesaikan dengan menunjuk dua hakim baik dari pihak suami
dan istri atau yang menjadi walinya. Hakam tersebut sebagai mediator untuk
mencari akar permasalahan atau konflik suami istri yang kemudian berusaha
menemukan jalan keluar, menyelesaikan dan mendamaikannya dengan bijak dan
adil.14
Syaikh Syamsuddin dalam kitabnya Mugni Al-Muhtaj mengatakan bahwa
langkah penyelesaian nusyūz istri adalah menasehati manakala terdapat tanda-tanda
nusyūz, pisah ranjang manakala sudah nyata/jelas nusyūznya, dan selanjutnya
memukuk manakala berkali-kali nusyūznya. Ia menambahkan kebolehan memukul
13 Syaikh Ahmad As-Shawy Al-Maliky, Hasyiyah Al-‘Allamah As-Shawy ‘Ala Tafsir Al-
Jalalain, Juz. 1 (Semarang; Toha Putra, t.th), hlm. 218 14 Abi Qosim Muhammad, Al-Qowanin Al-Fiqhiyah, (Beirut: Dār Al-Kutub Al-‘Alamiyah,
t.th), hlm. 160
11
tersebut jika pukulan memberikan manfaat dan pukulan tersebut dengan syarat
tidak merusak wajah dan membahayakan.15
Dalam kitab Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafi Al-Aimmah dijelaskan, para
‘ulama sepakat bahwa bagi istri yang nusyūz tidak ada hak nafkah baginya.
Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam hal istri yang pergi dengan izin
suaminya dalam urusan yang tidak wajib bagi istri. Abu Hanifah mengatakan
bahwa hal tersebut dapat menggugurkan nafkahnya, sedangkan Imam Malik dan
Imam Syafi’i berpendapat hal itu tidak menggugukan nafkah.16
Alhasil, tidak ada hak nafkah bagi istri yang termasuk dalam 11 (sebelas)
macam kriteria sebagai berikut;
1. Nasyizah (istri durhaka)
2. Murtadah (keluar dari islam)
3. Istri yang selingkuh dengan anak/bapak dari suami
4. Mu’taddatul wafat (istri yang ditinggal mati suami)
5. Nikah dengan Akad yang fasid (rusak), atau wathi subhat
6. Masih kecil atu dibawah umur (belum mampu dukhul)
7. Masjunah (gila)
15 Syaikh Syamsuddin Muhammad, Mughni Al-Muhtaj, Juz. 3/Cet. 3 (Beirut; Dār Ma’rifah,
2007), hlm. 342-343 16 Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdirrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafi
Al-Aimmah, (Damaskus; Dār Al-Fikr, t.th), hlm. 257
12
8. Maridhah iza lam tazaffa (sakit yang belum bisa diajak boyong ke rumah
suami)
9. Magshubah (istri yang di culik/diambil orang lain)
10. Istri sedang pergi haji
11. Amat (budak wanita) yang tidak bertempat tinggal bersama suaminya.17
Sulaiman Rasjid mengatakan bahwa langkah-langk dalam menyelesaikan
nusyūz istri adalah;
1. Suami berhak memberi nasihat jika baru kelihatan tanda-tanda akan
durhaka.
2. Sesudah nyata durhakanya, waktu itu suami berhak berpisah tidur
daripadanya.
3. Manakala dua pelajaran tersebut (nasihat dan berpisah tidur), kalau dia terus
juga durhaka, suami berhak memukulinya.
Menurutnya dampak dari istri nusyūz dapat menghilangkan haknya, yakni
“menerima belanja dan pakaian, dan pembagian waktu”. Hal ini menjadi tidak
wajib atas suami, dan si istri tidak berhak menuntutnya.18
Menurut Sayyid Sabiq, ia berpendapat bahwa apabila istri nusyūz maka
upaya yang pertama yaitu menasehati, jika istri tidak merubah, maka tinggalkan
17 Abdurrahman Al-Jaziri, Madzahib Al-Arba’ah, Juz. 4 (Beirut: Daar al-Fikri, t.th), hlm.
437 18 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. 57 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), hlm. 399
13
dari tempat tidur. Jika dengaan nasehat dan pisah ranjang masih tetap nusyūz maka
pukullah. Jadi jangan memukul jika istri baru pertama nusyūz dan akibat nusyūznya,
istri tidak mendapatkan nafkah dari suami seperti belanja makanan, pakaian, dan
tempat kediaman. Jika istri sudah ta’at kembali, maka kewajiban suami kembali
seperti biasa. Diperbolehkannya suami mendiamkan istri tidak boleh melebihi 3
(tiga) hari. Sedangkan dalam hal pemukulan, suami tidak diperbolehkan memukul
istrinya apabila sedang durhaka sekali.19
Pemahaman mengenai pisah ranjang ini, menurut Ibnu Abbas jangan
dilawannya berbicara. Menurut Said Bin Zubair ditinggalkannya dari mencampuri
istrinya, menurut Sya’bi, ditinggalkannya sebantal segulingan dengan istrinya
(tidak menyetubuhinya).20
Dalam Tesis yang ditulis oleh Ali Trigiyatno (00231083) tahun 2002 yang
berjudul; ”Nusyūz dalam Al-Qur’an penggunaanya sebagai alasan perceraian”,
mengatakan bahwa perlu tidaknya memukul amat tergantung hasil yang akan
dicapai, apakah akan mampu menyadarkan ataukah sebaliknya akan membuat
perselisihan membesar.21
Penelitian ini penulis menganalisis pendapat Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani tentang konsep nusyūz istri dan penyelesaiannya dengan pendekatan uṣūlul
fiqh. Dari sinilah penulis tertarik untuk mengkaji konsep ijtihadnya atau metode
19 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz. 2, Cet, 21 (Beirut; Maktabah Ashriyyah, 1999). hlm.
255 20 Syaikh Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Cet. 1 (Jakarta; Kencana, 2006), hlm. 264. 21 Ali Trigiyatno (00231083), Nusyūz dalam Al-Qur’an Penggunaanya sebagai Alasan
Perceraian, (Yogyakarta; Tesis, 2002), hlm. 77-78
14
penalarannya dalam memahami QS. An-Nisa’; 34 tentang penyelesaian nusyūz istri
yang akan penulis paparkan dalam bentuk Tesis (karya tulis) yang berjudul:
“Konsep Penyelesaian Nusyūz Istri dalam Kita ‘Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain (Studi Pendekatan Uṣūlul Fiqh)”
E. Kerangka Teoritik
Karena penelitian ini bersifat kepustakaan (library research), maka penulis
menggunakan pendekatan uṣūlul fiqh dengan menguraikan sumber dan dalil hukum
Islam baik yang disepakati maupun yang tidak disepakati ‘ulama.
Metode atau penalaran hukum (istinbaṭ al-aḥkam) merupakan salah satu inti
pembahasan dalam kajian ini. Pembahasan masalah ini penulis uraikan secara
terperinci dalam 3 (tiga) hal, yakni:
1. Konsep umum nusyūz istri
Konsep ini penulis menguraikan secara umum tentang penyelesaian nusyūz
istri. Nusyūz istri merupakan sikap kedurhakaan terhadap suami atau tindakan istri
diluar batas ketentuan syara’. Dalam penyelesaiannya para ulama sepakat sesuai
denhgan QS. An-Nisa’; 34 yakni dengan menasehati, pisah ranjang dan memukul.
Namun mereka berbeda dalam konsep pisah ranjang dan memukul begitu juga
langkah tersebut merupakan tartib (urut) ataupun mutlaqul jam’i (pilihan).
2. Pendekatan uṣūlul fiqh
15
Pendekatan ini penulis berupaya menggali apa yang tekandung dalam QS.
An-Nisa’; 34. Hal ini perlu adanya metode pendekatan bayāni (lafaẓ/teks), karena
untuk mengetahui esensi apa yang telah dikehendaki oleh Syari’.
3. Teori maslahah
Konsep yang telah dipaparkan Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam kitab
‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain akan penulis telaah dengan
mengembangkan teori maslahah Imam Al-Gozali. Hal ini untuk dapat merelevansi
konteks sesuai kondisi masyarakat Indonesia masa kini.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan Tesis ini penulis akan menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), atau metode
penelitian dengan menggunakan dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dengan demikian data yang
diperoleh sepenuhnya dari hasil telaah literer, didiskusikan apa adanya kemudian
dianalisis.
2. Sumber Data
16
Karena penelitian ini menggunakan library research, maka data diambil
dari berbagai sumber tertulis sebagai berikut
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu: data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data
langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari atau secara sederhana
biasa disebut sebagai sumber asli atau disebut juga sebagai data tangan pertama.22
Adapun sumber data primer ini adalah kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain karya Syaikh An-Nawawi Al-Bantani.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data tangan kedua yang merupakan data yang
diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh dari subyek penelitiannya.
Dalam penelitian ini penulis tidak dapat terlepas dari sumber dan karya penulis lain,
meskipun yang diteliti hanya karya seorang tokoh saja. Kitab dan karya orang lain
ini berupa kitab-kitab fiqih, hadits, tafsir, karya para ulama, serta literatur lainnya
yang membahas tentang nusyūz istri.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis mengumpulkan karya-karya Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani yang berhubungan dengan permasalahan tersebut sebagai sumber utama
maupun karya tulis lain sebagai data pendukung untuk menelaah pendapat Syaikh
22 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998),
hlm. 91
17
An-Nawawi Al-Bantani mengenai nusyūz istri yang membantu dalam penyusunan
Tesis ini. Data yang telah dikumpulkan perlu ditunjang oleh pemahaman yang
mendalam tentang makna-makna data yang diperoleh. Materi yang direkam atau
diambil kemudian dikaji ulang oleh peneliti dengan melibatkan wawasan
pribadinya sebagai instrumen kunci untuk menganalisisnya.
4. Metode Analisis Data
Dalam analisis data penulis akan menggunakan beberapa metode guna
mendapatkan data yang benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan. Metode
tersebut antara lain:
a. Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu subyek,
kondisi, sistem pemikiran dan suatu relevansi peristiwa pada masa sekarang.
Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat gambaran atau lukisan secara
sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, dan juga untuk mengetahui sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dalam analisis penelitian ini
memaparkan pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani mengenai nusyūz istri
dalam kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain kemudian penulis berusaha
menganalisa dengan pendekatan uṣūlul fiqh.
18
b. Content Analysis
Content analysis adalah studi analisis ilmiah tentang isi pesan. Analisis ini
akan dirumuskan secara eksplisit dan menyajikan generalisasi yang mempunyai
sumbangan teoritik. Content Analysis mencangkup upaya: a) klasifikasi tanda-tanda
yang dipakai dalam komunikasi b) menggunakan kriteria dasar klasifikasi, dan c)
menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi. Penulis akan
melakukan analisis teks yang mengarah pada sumbangan pada teori. Dalam Tesis
ini akan menganalisis pendapat Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang
penyelesaian nusyūz istri dari berbagai kitab karangannya yang menyinggung
tentang penyelesaian nusyūz istri. Kemudian dikaitkan dengan istinbath hukum para
ulama pada umumnya dan hukum positif di Indonesia.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan Tesis ini terdiri atas 5 (lima) bab dan tiap bab terdiri
atas beberapa sub-bab yang masing-masing saling berkaitan dari awal hingga akhir
bab. Adapun Perincian bab yang dimaksud dari penulisan Tesis ini adalah sebagai
berikut:
BAB I merupakan pendahuluan yang menjadi landasan pokok untuk
mengkaji masalah yang akan diteliti. Landasan pokok tersebut terdiri dari; latar
belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, telaah
pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, sistematika pembahasan. Dengan
demikian dapat diuraikan secara terperinci pokok permasalahan penelitian tersebut.
19
BAB II akan membahas atau mengkaji secara umum penyelesaian nusyūz
istri dalam kitab fiqh dan hukum positif. Bab ini menguraikan tentang: pengertian
dan dasar hukum nusyūz istri, ketentuan nusyūz istri, penyelesaian nusyūz istri
perspektif fiqh, penyelesaian nusyūz istri perspektif hukum positif. Hal ini
diharapkan dapat merelevansi dalam mengananalisis pemikiran tokoh dalam
penelitian bab selanjutnya.
BAB III menjelaskan secara khusus pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani tentang konsep penyelesaian nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī
Bayāni Ḥuqūqizzaujain. Bab ini terdiri dari: biografi Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani, karakteristik kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain, konsep
penyelesaian nusyūz istri dalam kitab tersebut. Dari penjelasan bab ini dapat
dianalisis pemikirann tokok tersebut apakah pada bab selanjutnya.
BAB IV akan menganalisa atas pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
dalam penyelesaian nusyūz istri dalam kitab’Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain. Bab ini terdiri dari; analisis metode ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani tentang penyelesaian nusyūz istri dalam kitab Uqūdullijain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain., relevansi pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam
konteks masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini dihaapkan dapat diketahui metode
pemikiran tokok tersebut.
BAB V merupakan bab terakhir dalam pembahasan Tesis ini. Bab ini terdiri
dari; kesimpulan dan saran. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan mengenai
konsep penyelesaian nusyūz istri menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani.
102
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertama, pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang penyelesaian
nusyūz istri dalam QS. An-Nisa’; 34 dipahami dari segi bahasa atau lafaẓ yang telah
dijelaskan dalam kitabnya ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain, yakni dengan
cara tartib (urut/bertahap);
1. Tahap Menasehati ( فعظوهن )
فوهنا اى) فعظوهنا (تكبرا عليكم انفسهنا ورفع لكم بغضهنا اى) نشوزهنا (تظنون اى) فون تخا تي واللا( فخو
جل يقول آان مندوب وهو الله انا ويبي ن العقوبة واحذرى عليك لى الواجب الحق فى الله اتاقى لزوجته الرا
ضرب ول بلهجر وذلك .والقسم النافقة يسقط النشوز
Terjemah; “)وللتىتخافون( artinya istri yang kamu sangka ( نشوزهنا ) artinya
istri menentang kepada kamu semua (suami) dan mereka menganggap dirinya lebih
mulia daripada kamu dengan kesombongan ( artinya maka menasehatilah (فعظوهنا
agar terhindar akan siksa Allah. Memberikan nasehat pada konteks ini hukumnya
adalah sunah. Yakni seperti berkata kepada istri: Takutlah kamu kepada Allah atas
hak yang ada pada diriku yang wajib engkau penuhi dan takutlah kamu akan siksa-
Nya. Dan suami hendaknya menerangkan kepada istrinya bahwa perbuatan nusyūz
itu dapat menggugurkan nafaqah dan giliran. Nasehat itu jangan disertai dengan
mendiamkan serta memukulnya.
Suami disunnahkan menasehati istrinya ketika ada prasangka atau tanda-
tanda nusyūz. Pada tahap ini suami haram mendiamkan istrinya apalagi
memukulnya.155 Nasehat dilakukan dengan cara lemah lembut dengan menakut-
155 Syaikh Muhammad Bin Umar Nawawi, Tausyih ‘Ala Ibn Qosim, (Surabaya; Dār Ihya’
Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th), hlm. 211
102
103
nakuti akan akibat baik-buruknya nusyūz seperti dapat menggugurkan nafkah lahir
dan batin. Hal ini juga sebagaimana dijelaskan Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
dalam tafsinya Murāḥ Labīd Tafsir An-Nawawi (Tafsir Munīr), menyatakan bahwa
dalam menasehati hendaknya dengan memberikan kabar bahagia (surga) dan kabar
ancaman (neraka).156
2. Tahap Memisah Ranjang ( واهجروهنا فى المضاجع )
الهجر فى لنا يضربها ول الكلم فى الهجر دون الفراش فى لوهنا اعتز اى) المضاجع فى واهجروهنا(
الن ساء تأديب فى ظاهرا اثرا
Terjemah: )المضاجع في artinya seorang suami diperintahkan (واهجروهن
meninggalkan istri dari tempat tidur, apabila dia melakukan nusyūz. Akan tetapi
tidak diperbolehkan mendiamkan ataupun memukulnya. Karena dengan
memisahkan diri dari tempat tidur ini akan memberikan dampak yang jelas dalam
mendidik para istri.157
Pisah ranjang menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani merupakan bahasa
kinayah yang maksudnya adalah tidak menjima’ (bersetubuh dan sejenisnya) jika
istri telah jelas/nyata nusyūznya. Pada tahap ini, pisah ranjang boleh dilakukan
bertahun-tahun akan tetapi tidak boleh mendiamkan (tetap komunikasi dan tidur
dalam satu rumah) kecuali ada ‘uzur syar’i (alasan yang dibenarkan syara’ seperti
menghindari maksiat dan kemaslahatan agama).158 Menurutnya pisah ranjang
merupakan salah satu langkah efektif yang sangat memberikan aṡar (efek jera) yang
jelas dalam mendidik istri yang nusyūz.
156 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Murah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an Majid, Juz. 1
(Semarang:Thoha Putra, t.th), hlm. 149 157 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 7 158 Syaikh Muhammad , Tausih ‘Ala Ibn Qosim, hlm. 211
104
3. Tahap Memukul (واضربوهن)
ح غير ضربا(واضربوهن) لك والمها الوجه على وليجوزالضربضرب فل والا الضارب افاد ان مبر
بخلف العفو له والولى التاعزير ضرب يضرب بل للتاأديب صربه لنا العفو عدم له فالولى ب يالص ولي
جل وضرب له مصلحة والهجر التاحقق عدم حالة على الية هذه فى الوعظ وحمل لنفسه مصلحة زوجته الرا
ر غير من التاحقق على ر اذا ما على والضارب تكر حه النشوزهوما تكر افعي صحا ح لكن الرا الناواوي صحا
ر لم وان جوازالضارب الضارب افاد ان شوزالن يتكرا
Terjemah; (واضربوهن ) suami diperkenankan memukulnya dengan pukulan
ringan, apabila pukulan tersebut akan memberikan manfaa, jika tidak maka
dilarang.pukulan tersebut tidak boleh mengenai wajah dan membahayakan tetapi
pukulan tersebut hanya sebagai ta’zir atu pendidikan. Namun yang lebih utama/
baik adalah memberikan maaf kepadanya. Berbeda dengan wali anak kecil.
Mereka lebih baik tidak memberikan maaf. Sebab dengan pukulan tersebut akan
memberikan kemaslahatan terhadap anak yang bersangkutan. Sedangkan pukulan
seorang suami terhadap istri, kemaslahatan yang diperoleh hanya untuk diri suami
semata. Dalam ayat tersebut tahap pertama (menasehati) diberikan pada saat
nusyūz belum benar-benar nyata. Tahap ke dua (memisah ranjang) dilakukan
ketika nusyūz telah nyata dan tahap ke tiga (memukul) apabila istri melakukan
nusyūz berulang-ulang, inilah pendapat yang dianggap benar oleh Imam Rafi’i
sedang menurut Imam Nawawi, boleh dipukul jika nusyūz telah nyata, meskipun
baru sekali dan jika memang pukulan itu ada manfaatnya.159
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani menyatakan bahwa memukul istri
nusyūz diperbolehkan apabila akan mendatangkan kemaslahatan bagi suami dan
istri, dengan cacatan pukulan tersebut tidak sampai menyebabkan bahaya/cidera
pada anggota tubuh. Akan tetapi lebih baik bagi suami adalah memaafkan (tidak
memukul), karena pemukulan tersebut hanya untuk kemaslahatan suami saja.
Berbeda dalam mendidik anak, apabila anak tidak patuh dan dikhawatirkan akan
menyebabkan si anak tersesat, maka wali (orang tua) wajib memukulnya karena
pukulan itu untuk kemaslahatan anak tersebut.
159 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 7
105
Syaikh Muhammad Nawawi dalam kitab Tausyih ’Ala Fathi Al-Qarib Al-
Mujib Li Abi Muhammad Bin Qosim Syarah Ghoyah Al-Taqrib Li Abi Syuja,
menyatakan bahwa alat yang diperbolehkan memukul adalah dengan sapu tangan
yang lembut atau dengan tangannya tanpa menggunakan cambuk dan tidak dengan
tongkat. Dan tidak diperbolehkannya memukul wajah, tempat atau anggota tubuh
yang dengan memukulnya dapat mengakibatkan kematian.
Catatan bahwa diperbolehkannya memukul istri dengan syarat apabila di
dalam prasangka suami akan mendatangkan manfaat/mashlahat bagi istri
(berubahnya istri yang nusyūz), namun apabila tidak demikian maka hukumnya
justru haram. Karena memukul yang tanpa faidah berarti memberikan hukuman
dengan tanpa faidah dan yang lebih utama bagi suami adalah memberikan ma'af
pada istri.160 Dengan demikian Syaikh An-Nawawi Al-Bantani secara mafhum
mukhalafah melarang memukulnya dan ia menekankan sikap sabar sebagaimana ia
contokan kesabaran Umar RA. dalam menghadapi istrinya yang nusyūz.
Kedua, mengenai metode ijtihad Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tentang
penyelesaian nusyūz istri dalam kitab ‘Uqūdullujain Fī Bayāni Ḥuqūqizzaujain
terhadap QS. An-Nisa’; 34 sebagai berikut;
a. Metode Penalaran Bayāni (penafsiran lafaẓ/teks)
1. Segi Perintah dan Larangan (صيغة الأمر و النهي )
160 Syaikh Muhammad, Tawsyih Ala Ibn Qosim, hlm. 211
106
Jika dilihat dari segi ini menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tahap
penyelesaian nusyūz istri pada ayat tersebut merupakan perintah yang harus
dilakukan secara bertahap, karena huruf wawu ( و ) pada ayat tersebut
berfaidah tartib (urut/berjenjang), dan masing-masing tahap ada perintah
(sunnah) dan larangan (haram), yakni;
- Tahap Nasehat )فعظوهن )
)فعظ عليكمتكبرا لكمورفعانفسهنا (اىبغضهنا فون(اىتظنون)نشوزهنا تيتخا ()واللا وهنا
ا فىالحق اتاقىالله جللزوجته آانيقولالرا مندوب وهو الله فوهنا لواجبلىعليكاىفخو
النشوزيسقطالنافقةوالقسم ولضرب واحذرىالعقوبةويبي نانا وذلكبلهجر 161
“ تيتخافون (اللا ) Artinya istri yang kamu sangka ( نشوزهنا ) Artinya istri
menentang kepada kamu semua (suami) dan mereka menganggap
dirinya lebih mulia daripada kamu dengan kesombongan )فعظوهن )
Artinya maka nasehatilah Memberikan nasehat pada konteks ini
hukumnya adalah sunah. Yakni seperti berkata kepada istri:Takutlah
kamu kepada Allah atas hak yang ada pada diriku yang wajibengkau
penuhi dan takutlah kamu akan siksa-Nya. Dan suami hendaknyamenerangkan kepada istrinya bahwa perbuatan nusyūz itu dapatmenggugurkan nafaqah dan giliran agar terhindar akan siksa Allah.
Menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani, مندوب (sunnah) bagi suami
untuk memberikan nasehat istrinya yang nusyūz mengenai hak dan
kewajibanya serta menakut-nakuti akan dampak buruknya nusyūz yang
dapat menggugurkan nafkah lahir-batin.
- Tahap Pisah Ranjang )فىالمضاجع )واهجروهنا
161 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 7
107
فىالفراشدونالهجرفىالكلموليضربهالنا فىالمضاجع(اىاعتزلوهنا )واهجروهنا
162.الن ساءاهرافيتأديبفىالهجراثراظ
فىالمضاجع(“ artinya seorang suami diperintahkan meninggalkan )واهجروهناistri dari tempat tidur, apabila dia melakukan nusyūz. Akan tetapi tidak
diperbolehkan mendiamkan ataupun memukulnya sebab hal itu sebagai
pendidikan yang nyata.
Tahap pisah ranjang menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tidak ada
batas waktunya meskipun bertahun-tahun manakala istri belum sadar akan
nusyūznya (belum kembali taat). Akan tetapi tetap komunikasi (tidak
mendiamkannya), dan jika mendiamkannya maka hukumnya haram,163
kecuali ada ‘uzur syar’i (mencegah maksiat, kemaslahatan agama).164
- Tahap Memukul ) )واضربوهنا
ربوالافلضربعلىالوجهوالمهالكبليضرب ح انافادالضا (ضرباغيرمبر )واضربوهنا
و التاعزير للتاأديبضرب صربه لنا العفو عدم الصب يفالولىله ولي بخلف العفو الولىله
لنفسه جلزوجتهمصلحة لهوضربالرا مصلحة
maka suami diperkenankan memukulnya apabila dengan ,(واضربوهن( “
memukul istri akan memberikan manfaat, yakni pada anggota tubuh selain
muka. Dengan catatan pukulan tersebut tidak menyebabkan cidera atau
kerusakan pada anggota tubuh. Namun yang lebih baik adalah memberikan
maaf kepadanya. Berbeda dengan wali anak kecil. Mereka lebih baik tidak
memberikan maaf. Sebab dengan pukulan tersebut akan memberikan
kemaslahatan terhadap anak yang bersangkutan. Sedangkan pukulan
seorang suami terhadap istri, kemaslahatan hanya untuk diri suami semata.
162 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 7 163 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 4 164 Syaikh Muhammad, Tausyih ‘Ala Ibni Qosim, hlm. 211
108
Menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani tahap memukul istri lebih baik
ditinggalkan, bahkan jika pukulan tersebut mengakibatkan bahaya maka
hukumnya haram karena memukul hanya untuk kemaslahatan suami saja.
2. Segi Kejelasan dan Ketidak-jelasan Dilalahnya ( الواضح وغير الواضح )
Menurut Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam QS. An-Nisa; 34 ada
beberapa teks/lafaẓ yang musykil (musytarok) yang mana bentuk objeknya
mengandung beberapa arti sehingga perlu petunjuk/arti lain untuk
menentukan dilalahnya, yakni;
تيتخافون(اىتظنوناوتعلمون )واللا
“takhāfūna (kamu sangka atau ketahui)”
عليكمتكبرا لكمورفعانفسهنا (اىبغضهنا )نشوزهنا
“nusyūzahunna (tercela atau berlaku sombong)”
الله فوهنا (اىفخو )فعظوهنا
“nasehatilah (takutilah)”
فىالمضا فىالفراشبلوطءاوغيره,دونالهجرفىالكلم)واهجروهنا جع(اىاعتزلوهنا
“dan pisahlah dari tempat tidur; tidak mencampuri, tidak mendiamkannya”
ح (ضرباغيرمبر وهوالذىليكسرعظماوليشينعضوا )واضربوهنا
“dan pukullah mereka: pukulan yang tidak membahayakan yakni tidak
mematahkan tulang atau merusak anggota tubuh”.
109
3. Segi Cakupan Makna ( الخاصالعام و )
Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam penjelasannya terhadap QS. An-
Nisa’; 34, bahwa ayat tersebut menunjukkan; المقيدالخاص (lafaẓ yang dibatasi
atau terikat). Hal ini mencakup makna objek khusus bagi wanita/istri yang
melakukan nusyūz.
Adapun pelaksanaan tahap-tahap dalam menyelesaikan nusyūz istri
menunjukkan bahwa lafaẓ tersebut mencakup makna صيصخت العام (makna
umum yang dikhususkan) dengan hadis, yakni;
- Tahap nasehat, yakni dilakukan agar berlaku lemah lembut terhadap
istri. Hal ini ditakhsis dengan Hadis Nabi SAW;
إنمناكملالمؤمنينايمانااحسنهمخلقاوالطفهمبأهله
”Sesunguhnya diantara kesempurnaan keimanan orang mukmin
adalah mereka yang lebih bersikap kasih sayang (berlaku lemah
lembut) terhadap istrinya.” (Riwayat Turmudzi dan Hakim dari
Aisyah).
- Tahap pisah ranjang yaitu; dilakukan di dalam rumah bukan di luar
rumah. Hal ini ditakhsis Hadis;
الزوج......وليهجرإلفيالمبيتحقالمرأةعلى
“Kewajiban suami atas istri adalah….dan tidak meninggalkan istri
kecuali di tempat tidur (rumah).165
- Tahap memukul yaitu; suami memberikan maaf (tidak
memukulnya). Hal ini ditkhsis Hadis;
165 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 4
110
ولنيضربخياركم
“…dan tidak akan memukul pilihanmu..166.
4. Segi Penggunaan Makna اللفظ المستعمل) )
Dalam memahami kandungan QS. An-Nisa’; 34 Syaikh An-Nawawi Al-
Bantani menakwilkan ayat tersebut ke dalam makna lain sehingga bisa
dikatakan bahwa penggunaan makna tersebut dalam kategori الكناية الحقيقة
(makna jelas, tapi untuk memahami penggunaanya masih memerlukan
penjelasan). Dengan demikian dapat dipahami dengan jelas makna
kandungan ayat tersebut sebagaimana penjelasannya diatas.
5. Segi Tunjukan Makna )دلالة اللفظ )
- Perspektif Hanafiah
Penjelasan Syaikh An-Nawawi Al-Bantani terhadap QS. An-Nisa’; 34
sebagaimana tersebut di atas termasuk; العبارة penunjukan makna) دللة
tersurat) yakni; disunnahkan menasehati istri yang nusyūz dan diharamkan
memukul istri jika tidak ada manfaatnya.
- Perspektif Syafi’iah
Pemaparan Syaikh An-Nawawi terhadap QS. An-Nisa’; 34 sebagaimana
tersebut di atas termasuk; دللةالمنطوق (tunjukan makna jelas sesuai makna
kebahasaan) yakni; ayat tersebut dari segi manthuq-nya (lahiriah)
166 Muhammad ‘Ali As-Shabuni. Tafsir Al-Ahkam Min Al-Qur’an, Jilid. 1 (Makkah; Dār
Al-Maktabah, t.th), hlm. 333.
111
menunjukkan kesunahan untuk menasehati istrinya serta kebolehan
meninggalkan tidur dan larangan memukul istrinya jika tidak ada
manfaatnya.
b. Konsep Kemaslahatan
Syaikh An-Nawawi Al-Bantani dalam berijtihad memahami kandungan QS.
An-Nisa’; 34 tentang penyelesaian nusyūz istri lebih melihat pada kemaslahatan.
Hal ini sesuai konsep maslahah yang dipaparkan Imam Al-Ghozali kitabnya Al-
Mustasyfa yakni; meraih manfaat dan menolak madharat dalam rangka memlihara
tujuan syara’.167 Adapun konsep kemaslahatan Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
tersebut sebagai berikut;
ةمصلحة المعتبر .1 (diakui syara’)
Dalam konsep ini tujuan yang dicapai Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
adalah untuk mencapai; الضرورية مصلحة (maslahah pokok), yakni النسل حفظ
(memelihara keturunan).
(maslahah umum) مصلحة المرسلة .2
Syaikh An-Nawawi Al-Bantani menekankan untuk bersabar dalam
menghadapi istri yang nusyūz. Hal ini untuk mencapai kemaslahatan bersama
suami-istri, sebagaimana Hadis Nabi SAW;
ومنصبرعلىخلقزوجتهأعطاهاللهمثلماأعطىأيوبعليهالسلممنالأجروالثواب
167 Al-Ghozali, Al-Mustasyfa, hlm. 286
112
“Barang siapa bersabar terhadap perangai isterinya, maka Allah akan
memberikan pahala kepadanya seperti pahala yang diberikan padaa Nabi Ayyub
AS”.168
Ketiga, mengenai relevansi pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, bahwa persoalan penyelesaian nusyūz
diakui keberadaannya di Indonesia yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) Pasal 84 ayat 1,2,3,4. KHI sendiri merupakan komparasi hukum Islam,
hukum positif dan hukum adat.
Begitupun juga suami istri mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang
dalam rumah tangga dan sosial masyarakat sebagaimana dalam dalam UU. No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 30 dan 31 ayat 1, 2 dan 3.169
Di zaman sekarang perlu adanya pemahaman yang tepat dalam
menyelesaikan persoalan istri nusyūz sebagai solusi yang tepat ditengah-tengah
penyalahgunaan suami dalam memahami QS. An-Nisa; 34, seperti maraknya
kekerasan dalam rumah tangga pada prakteknya, dan begitu juga konsep hajr dan
memukul pada umumnya itu justru tidak memberikan efek jera pada istri akan tetapi
malah sebaliknya, sehingga masalah yang asalnya kecil justru akan menjadi lebih
besar sehingga berakibat bagi suami-istri, anak, keluarga bahkan masyarakat.
Dalam hal ini juga perlu kita ketahui bahwa pemikiran Syaikh An-Nawawi
Al-Bantani mengenai konsep memukul di atas, ia mengedepankan konsep
maslahah mursalah yakni bagi suami-istri. Syaikh An-Nawawi Al-Bantani
168 Syaikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 7 169 Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 5 (Jakarta; Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 25
113
menekankan sikap lemah lembut dan sabar sebagaimana dalam pendapatnya selalu
mencontohkan sikap kelembutannya Rasulullah SAW. terhadap keluarganya dan
sikap kesabaran Umar RA. terhadap istrinya yang nusyūz.170
Dengan demikian pendapat Syaikh An-Nawawi Al-Bantani yang relevan
adalah menasehati yang dilakukan dengan cara lemah lembut, diingatkan akibat
baik burukya seperti dapat menggugurkan nafkah. Kemudian dalam tahap
memukul, ia menekankan untuk memberikan maaf (tidak memukulnya) serta
bersikap sabar sebagaimana kesabaran Umar RA. Hal ini juga relevan dengan UU
No. 23 Tahun 2004, Pasal 5 dan 6, tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga.
Untuk menghindari kemadharatan dalam menyelesaikan nusyūz istri,
penulis menambahkan untuk lebih mengutamakan bermusyawarah antara kedua
belah pihak bahkan dapat melibatkan kedua orang tua atau tokoh yang dipercaya
bila diperlukan.
B. Saran-Saran
Penelitian pada Tesis ini hanya sebagian kecil dalam ijtihad memahami
konsep penyelesaian nusyūz istri terhadap QS. An-Nisa; 34. Karena begitu luas
konsep penalaran atau metode untuk mencapai maslahah dalam memelihara tujuan
syara’, dengan demikian ada beberapa yang perlu direkomendasikan yakni;
170 Saikh Muhammad, Syarah ‘Uqūdullujain, hlm. 4-5
114
Pertama, mengingat penelitian ini hanya terbatas pada pemikiran dan
wacana konsep penyelesaian nusyūz istri oleh Syaikh An-Nawawi Al-Bantani,
maka perlu dikembangkan tentang konsep kemaslahatan.
Kedua, mengingat Indonesia yang mayoritas agama Islam, meski bukan
negara yang berasaskan Islam, dimafhumi bahwa hukum Islam banyak mewarnai
produk hukum di negeri ini, karenanya penelitian tentang sejauh mana konsep
maslahah dijadikan suatu pertimbangan dalam menetapkan masalah-masalah
hukum yang lain di Indonesia.
Ketiga, perlunya ada respon dari para pakar hukum-hukum Islam Indonesia
terhadap konsep maslahah dalam penyelesaian nusyūz istri sebagai pengaruh
terhadap perkembangan hukum di masyarakat Indonesia saat ini.
Selanjutnya, penulis sadar akan keterbatasan dari segala apapun sehingga
Tesis ini tentu masih jauh dari kesempurnaan. Karenanya kritik dan saran-saran
konstruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan dalam
penulisan Tesis ini.
115
DAFTAR PUSTAKA
Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husaini Ad-Dimasqi Asy-
Syafi'i, Kifayātul Akhyār, Juz. 2 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Aqis bil Qisthi, Pengetahuan Nikah, Talak dan Rujuk, Cet. 1 (Surabaya:
Putra Jaya, 2007).
Syaikh ‘Ali Ahmad Al-Jarjwy, Hikmah At-Tasyri’ Walfalsafah, Juz. 2
(Surabaya: Dār Al-Fikr, t.th).
Syaikh Jamaluddin Ad-Dimasyqy, Mau’idhatul Mu’minīn Min Ihyā
‘Ulūmuddin, Juz. 1 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Syaikh Ahmad As-Shawy Al-Maliky, Hasyiyah Al-‘Allamah As-Shawy ‘Ala
Tafsir Al-Jalalain, Juz. 1 (Semarang; Toha Putra, t.th).
Syaikh Hafidz ‘Ali Syuaisyi, Kado Pernikahan. (Jakarta; Pustaka Al-
Kaustar, 2003).
Jalaluddin Muhammad, Al-Mahalli ‘Ala Minhaj At-thalibin, (Semarang;
Toha Putra, t.th).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; CV.
Samara Mandiri, 1999).
Syaikh Syamsuddin Muhammad, Mughni Al-Muhtaj, Juz. 3/Cet. 3 (Beirut;
Dār Ma’rifah, 2007).
Muhammad ‘Ali As-Shabuni. Tafsir Al-Ahkam Min Al-Qur’an, Jilid. 1
(Makkah; Dār Al-Maktabah, t.th).
Syaikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawy, Tausyih ‘Ala Ibn Qosim,
(Surabaya; Dār Ihya’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Syaikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawy, ‘Uqūdullujain Fī Bayāni
Ḥuqūqizzaujain, (Semarang; Pustaka Al-Alawiyyah, t.th).
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdy, Tanwīrul Qulūb, (Surabaya; Dār Ihyā’
Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Moh. Saifulloh Al-Aziz S, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang,
2005).
Instruksi Presiden RI No. 1/1991, KHI (Kompilasi Hukum Islam) di
Indonesia, (Jakarta; Depag RI Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
2000).
Muhammah Ibnu Rusyd Al-Hwafid, Bidayatul Mujtahid Fi Nihayatul
Muqtashid, Juz. 2 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-Arabiyyah,t.th).
116
Syaikh Imam Abi Ishaq Ibrahim, Al-Muhazzab Fi Fiqh Al-Imam Asy-
Syafi’i, Juz. 2 (Beirut; Dār Al-Fikr, t.th).
Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdirrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul
Ummah Fi Ikhtilafi Al-Aimmah, (Damaskus; Daar Al-Fikr, t.th).
Abdurrahman Al-Jaziri, Madzaahib Al-Arba’ah, Juz. 4 (Beirut; Dār Al-
Fikri, t.th).
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz. 2, Cet, 21 (Beirut; Maktabah
Ashriyyah, 1999).
Syaikh Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Cet. 1 (Jakarta; Kencana,
2006).
Teungku M. Hasbi Ash Shidieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam Tinjauan
Antar Madzhab, Cet. 2 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997).
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. 57 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, ,
2012).
Abi Qosim Muhammad, Al-Qowanin Al-Fiqhiyah, Beirut; Dār Al-Kutub
Al-‘Alamiyah, t.t).
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian, Cet. 12 (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002).
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet.1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 1998).
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya; Pustaka
Progressif, 1997).
Imam Al-Jalalain, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Juz. 1 (Surabaya; Dār Al-
‘Ilmi, t.th).
Adillah Bin Muhammad Al-Qurthubi, Jami’ Ahkamil Qur’an, Juz. 3
(Bairut; Dār Al-Fikr, t.th).
Achmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1997).
Saleh Bin Ganim Al-Saldani, Nusyūz, Alih Bahasa A. Syaiuqi Qadri, Cet.
VI (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).
Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri ‘Ala Ibnu Qosim, Juz 2
(Surabaya; Dār Ihyā’ Al-Kitab Al-‘Arabiyah, t.th).
Abdul Muhaimin Salim, Risalah Nikah (Penuntun Perkawinan),
(Surabaya: Bintang Terang, t.th).
Sayyid Muhammad Rasyi Ridha, Risalah Hak Dan Kewajiban Wanita,
(Terj.) (Jakara; Pustaka Qalami, 2004).
117
Muhammad bin Jarir bin Yazid Khalid Al-Thabari Abu Ja’far, Jami’
Al_Bayan ‘At- Ta’wil ‘Ayil Qur’an, Jilid 5 (Beirut; Dār Al-Fikr, 1405 H).
Ali Bin Sulaiman Al-Mardawawi Abu Al-Hasan, Al-Inshahaf fi Ma’rifah
Al-Rajih min Al-Khilaf ‘ala Mazhab Al-Imam Ahmad Bin Hambal, Jilid 8 (Beirut;
Dār Ihyā’ Al-Turas Al-‘Araby, t.th).
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Cet. 4 (Beirut: Dār
Al-Fikr, 1997).
Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Wewenang
Peradilan Agama), Cet. 5 (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
Inpres RI. No. 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta; Depag RI Ditjend Pembinaan Kelembagaan Islam, 2000).
Syamil Qur’an, Terjmah Tafsir Per-Kata, Cet. 1 (Bandung; Sygma
Publising 2010).
----------,Tafsir Ibn Kastir, Juz. 1.
Sayyid Imam Muhammad Bin Ismail Al-Kahlany, Subulussalam Sayrah
Bulughul Maram, Juz. 3 (Semarang; Toha Putra, t.th).
Abi Bakr Ibn Sayyid Muhammad, Hasyiyah I’anatuthalibin, Juz. 3
(Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Imam Abu Al-Husen Yahya bin Abu Al-Khair Salim Al-Imrany Al-
Yamany, Al-Bayan Syarah Al-Muhazzab, Jilid. IX (Jedah; Dār Al-Minhaj, 558 H).
Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri Ala Ibn Qosim Al-Guzzy,
Juz. 2 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Syaikh Abi Yahya Yakariyya Al-Anshory, Fathul Mu’in Syarah
Minhajuttullab, Juz. 2 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-Arabiyyah, t.th).
Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Muhazzab, Juz. XVII (Beirut; Dār Al-
Fikri, t.th).
Muhammad Yusuf Musa, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fi Fiqh Al-
Islami, Cet. 1 (Mesir: Dar Al-Kitab Al-'Arabi, 1956).
Abdurrahman Bin Muhammad (Ba'lawy), Bugyah Al-Mustarsyidin,
(Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Syaikh Zainuddin, Fathul Mu’in Syarah Qurratul ‘Ain, (Surabaya; Dār
Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Wajah Baru Relasi Suami-Isteri,
(Surabaya; Dār Ihyā’Kitab Al-‘Arabiyyah t.th).
----------,Ruhul Ma’ani, Juz. 5 (Beirut; Al-Maktabah Al-Salafiyah, t.th).
118
Saleh Bin Ganim, Nusyūz, Alih Bahasa A. Syaiuqi Qadri, Cet. VI (Jakarta:
Gema Insani Press, 2004).
----------,Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid. IV (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoevee,
t.th).
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, Juz V (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-
Arabiyyah, t.th).
Qamaruddin Saleh, dkk. Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. Diponegoro,
1995).
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz. 2 (Beirut; Maktabah Ashriyah, t.th).
Syaikh Al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali,
Ihya’ ‘Ulumuddin, Jilid. 2 (Surabaya; Dār Ihyā’ Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th) .
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan;Meluruskan Bias Gender
Dalam Tradisi Tafsir, (Terj). Abdullah Ali, (Jakarta; Serambi, 2001).
Imam Abu Daud, Ain Al-Ma’bud, (Beirut; Al-Maktabah Al-Salafiyah, t.th).
Marsum, Fiqh Jinayah (Hokum Pidana Islam), (Yogyakarta; Bag.
Penerbitan FH UII, 1991).
----------,Ensiklopedi Hukum Islam, 1355
Muhammad Jawad Mugniyyah, Al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, (Bairut: Dār
Al-‘Ilm Li Al-Malayin, 1964).
M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Cet. 1 (Jakarta; Gelegar
Media Indonesia, 2009).
Kafabihi Mahrus, Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya, Cet. 1,
(Kendal: Pondok Pesantren Al-Itqon, 2007).
Sudirman Teba, Mengenalkan Wajah Islam yang Ramah, Cet. 1 (Banten:
Pustaka irVan, 2007).
Yasin, Melacak Pemikiran Syaikh An-Nawawi Al-Bantani, Cet. 1
(Semarang: RaSAIL Media Group, 2007).
Syaikh Muhyiddin Abi Zakariya Yahya, Riyadus Sholihin, (Surabaya; Dār
Ihyā Kitab Al-‘Arabiyyah, t.th).
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Cet. 3 (Jakarta; Amzah, 2014).
Nouruzzaman Siddiqi, Fiqih Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Cet. 1
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).
Mohammad Rifa’i, Mengapa Tafsir Al-Qur’an Dibutuhkan, (Semarang:
CV. Wicaksana, 2000).
119
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, Murah Labid Tafsir An-Nawawi,
Juz. 1 (Semarang: Thoha Putra, t.th).
Al-Ghozali, Al-Mustasyfa, Juz. 1 (Kairo; Dār Al-Ma’arif, t.th)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, (Jakarta: DPR RI dan UNFPA, 2004).
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut
Perundangan, Hukum Adat Hukum Agama, Cet. 1 (Bandung: Mandar Maju, 1999).
Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-Pokok Huukum Perdata, Cet. 5 (Jakarta;
Raja Grafindo Persada, 2002).
Syaikh Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Cet, 1 (Jakarta; Kencana,
2006).
120
DAFTAR RIWAYAT HDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Musodikin, S.H.I
Tempat, Tanggal Lahir : Demak, 10 Oktober 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Delanggu-Juwiring Km. 5, Tanjung-Juwiring- Klaten,
Jateng 57472
Telepon : 085876199635
E-mail : [email protected]
Pendidikan Formal
1991 – 1992 : TK Kencana Karanganyar Demak
1992 – 1998 : SD N Karanganyar Demak
1998 – 2001 : SLTP N 1 Gajah Demak
2001 – 2004 : MA NU Demak
2004 – 2008 : S1 UIN Walisongo Semarang (Ahwal al-Syahsiyyah/Hukum
Perdata Islam)
2014 – 2016 : S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Hukum Islam/Konsentrasi
Hukum Keluarga Islam)
Pendidikan Non Formal
1. Madrasah Diniiyyah Awwaliyah – Ulya, Karanganyar-Demak-Jateng
2. Ponpes Salafiyyah Al-Mansur, Gubug-Purwodadi-Jateng
3. Ponpes Salafiyyah Roudlotul Muta’allimin, Kauman-Kudus-Jateng
4. Ponpes Salafiyyah Al-Istiqomah, Demak-Jateng
5. Ponpes Salafiyyah Al-Muqarrobin, Tugu-Semarang-Jateng
6. Ponpes Riyadlul Jannah, Pacet-Mojokerto-Jatim
7. Ponpes Tahfidzul Qur’an (BUQ), Betengan-Demak-Jateng
121
Pengalaman Pengabdian
1. Mu’allim di Ponpes Daarut Taqwa Tugu Semarang
2. Mu’allim di Ponpes Al-Muqorrobin Tugu Semarang
3. Mu’allim di LPII Nurul Musthofa Juwiring Klaten
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan.
Klaten, 27 Mei 2016
Hormat Saya,
Musodikin, S.H.I