3
Dulu Kerja Rodi, Kini Perbudakan Modern JAKARTA – Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi), Nining Elitos mengatakan, sistem kerja yang saat ini diterapkan tak berbeda jauh dengan sistem di zaman kolonial. Mengingat sistem kerja yang dibuat pemerintah hingga saat ini masih merugikan para pekerja atau buruh . “Sebenarnya, kalau kita lihat perbedaannya di zaman dulu sistem kerja rodi, hanya dikasih makan tapi tak dikasih upah yang layak. Kalau dulu disebut kerja paksa kalau sekarang ini kita sebut perbudakan modern. Perbudakan modern ini dengan istilah kerja kontrak (outsourcing) atau alih daya,” ujar Nining kepada Okezone, Kamis (30/4/2015). Menurut Nining, sistem kerja outsourcing ini hanya akan terus membuat orang tidak memiliki jaminan kepastian kerja dan mendapatkan upah yang layak sebagaimana yang diterima oleh pekerja tetap. “Makanya di 1 Mei kita mendorong sejarah delapan jam kerja yang kita nikmati hari ini oleh pekerja termasuk seluruh institusi negara adalah buah perjuangan kaum buruh di seluruh dunia. Di mana pada saat itu menuntut jam kerja 16 sampai 20 jam kemudian menjadi delapan jam,” terangnya.

Dulu Kerja Rodi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Dulu Kerja Rodi, Kini Perbudakan ModernJAKARTA Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi), Nining Elitos mengatakan, sistem kerja yang saat ini diterapkan tak berbeda jauh dengan sistem di zaman kolonial. Mengingat sistem kerja yang dibuat pemerintah hingga saat ini masih merugikan para pekerja atau buruh.Sebenarnya, kalau kita lihat perbedaannya di zaman dulu sistem kerja rodi, hanya dikasih makan tapi tak dikasih upah yang layak. Kalau dulu disebut kerja paksa kalau sekarang ini kita sebut perbudakan modern. Perbudakan modern ini dengan istilah kerja kontrak (outsourcing) atau alih daya, ujar Nining kepada Okezone, Kamis (30/4/2015).Menurut Nining, sistem kerja outsourcing ini hanya akan terus membuat orang tidak memiliki jaminan kepastian kerja dan mendapatkan upah yang layak sebagaimana yang diterima oleh pekerja tetap.Makanya di 1 Mei kita mendorong sejarah delapan jam kerja yang kita nikmati hari ini oleh pekerja termasuk seluruh institusi negara adalah buah perjuangan kaum buruh di seluruh dunia. Di mana pada saat itu menuntut jam kerja 16 sampai 20 jam kemudian menjadi delapan jam, terangnya.

Untuk itu, Nining mengatakan, melalui momentum Hari Buruh Internasional pada 1 Mei atau biasa dikenal dengan istilah May Day, kaum buruh akan teap memperingatinya dengan turun ke jalan untuk mengingatkan pemerintah agar memperhatikan kepastian kerja para buruh.Kaum buruh masih turun ke jalan untuk mengingatkan bahwa bagaimana perjuangan rakyat mendapat kepastian kerja, rakyat mendapat upah yang layak, kemudian bagaimana rakyat juga bisa menikmati SDA (Sumber Daya Alam), tuturnya.Perempuan asal Bengkulu itu menekankan, agar pemerintah mampu melakukan pengendalian harga di tengah pasar bebas yang memang dianut Indonesia. Menurutnya, dengan tidak terkontrolnya harga-harga bahan pokok itu akan membuat kenaikan upah buruh tak berarti apa-apa.Karena setinggi apa pun pendapatan kita naik kemudian tidak ada pengendalian harga tidak berarti apa-apa kan. Kita bisa lihat awal tahun dan akhir tahun ada kenaikan upah, tapi justru tidak mendongkrak naik daya beli buruh, pungkasnya.