Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
56 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI ANAK USIA DINI PERSPEKTIF ISLAM
Wulandari Retnaningrum Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap
ABSTRACT
Economis crisis problems affect the education system. Education in Indonesia emphasizes results
more than processes and further develops intelligence. Parents will feel more happy and proud if
their children are smart in the field of technology and science than having children who have good
character. The demand to teach children to learn to read, write and count early will result in the
implementation of the teaching and learning process of early childhood education. Learning
emphasizes cognitive development and this is very contrary to the characteristics of early
childhood.
Learning about religious knowledge, reading and writing the Al-Qur’an and reading prayers with a
memorization system. This learning process will make religion a separate subject. The learning
process for early childhood is more useful when emphasizing ways of habituation and example.
Character education is very important to be instilled early so children can behave well. The process
of coaching and character education must be planned because the character cannot be formed
easily and in a short time. The application of early childhood education is inseparable from the
teaching of Islam in the Al-Qur’an and Al-Hadith as the main and fundamental provisions so that
children can live life in the world based on the teachings of Islam and make the child of a scientist
who is pious.
Keywords: character education, early childhood, Islamic perspective.
ABSTRAK
Permasalahan krisis ekonomi mempengaruhi sistem pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih
menekankan hasil daripada proses dan lebih mengembangkan kecerdasan. Orang tua akan merasa
lebih senang dan bangga bila anak mereka pandai di bidang tekonologi dan sains dibanding
mempunyai anak yang berkarakter baik. Tuntutan mengajarkan anak belajar membaca, menulis dan
berhitung lebih awal akan berakibat pada pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan anak usia
dini. Pembelajaran lebih menekankan perkembangan kognitif dan ini sangat bertentangan dengan
karakteristik anak usia dini.
Pembelajaran mengenai pengetahuan agama, membaca dan menulis Al-Qur’an serta membaca doa-
doa dengan system hafalan. Proses pembelajaran ini akan membuat agama sebagai subyek yang
terpisah. Proses pembelajaran untuk anak usia dini lebih bermanfaat apabila menekankan pada cara
pembiasaan dan memberikan teladan. Pendidikan karakter sangat penting untuk ditanamkan sejak
dini agar anak dapat berperilaku baik. Proses pembinaan dan pendidikan karakter harus terencana
karena karakter tidak dapat dibentuk dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Penerapan
pendidikan anak usia dini tidak lepas dari ajaran agama Islam di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
sebagai bekal utama dan fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia berlandaskan
ajaran agama Islam dan menjadikan anak seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah.
Kata kunci: pendidikan karakter, anak usia dini, perspektif Islam.
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
57 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
A. Pendahuluan
Masalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mempunyai dampak yang sangat serius di
bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih fokus pada bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi karena dianggap dapat menjadi modal pembangunan ekonomi. Sedangkan pendidikan di
bidang moral dan spiritual belum dikembangkan secara maksimal. Hal ini membuat situasi di
negara Indonesia menjadi tidak aman, korupsi merajalela, terjadi konflik antar kelompok dalam
masyarakat, tingkah laku dan tutur kata masyarakat tidak mencerminkan orang yang berpendidikan.
Selain itu sistem demokrasi yang telah diterapkan di Indonesia akan menghilang dan memunculkan
tindakan anti demokrasi, yang pada akhirnya Indonesia dapat menjadi negara kleptokratis karena
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat munafik dan tidak bertanggung jawab.
Permasalahan krisis ekonomi mempengaruhi sistem pendidikan mulai dari pendidikan anak
usia dini hingga pendidikan tingkat lanjut. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada hasil
daripada proses dan lebih mengembangkan kecerdasan. Pembelajaran lebih banyak mengajarkan
sains dan teknologi dibanding pendidikan karakter. Orang tua merasa lebih senang dan bangga bila
anak mereka pandai di bidang tekonologi dan sains dibanding mempunyai anak yang berkarakter
baik. Pendidikan karakter diabaikan padahal pendidikan karakter akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak. Apabila anak kurang mendapatkan pendidikan karakter sejak usia dini akan
menanamkan anak yang kurang bertanggung jawab hingga dewasa.
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah pola pendidikan di Indonesia yang tidak seimbang
juga dilaksanakan pada pendidikan untuk anak usia dini di lembaga-lembaga Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini dipaksa untuk mengajarkan pembelajaran yang lebih
menekankan pada perkembangan kognitif daripada pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang
seharusnya diajarkan sejak anak berusia dini dikesampingkan. Guru di sekolah tidak lagi
mengajarkan bagaimana meningkatkan sikap dan perilaku anak didik tetapi lebih menekankan pada
pelajaran kognitif. Di rumah orang tua tidak lagi memperhatikan dan perduli pada sikap dan tingkah
laku anaknya. Di lingkungan anak, masyarakat tidak lagi dapat mengendalikan perbuatan anak yang
menyimpang norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Hal ini lebih diperparah dengan adanya tuntutan dari masyarakat untuk mengajarkan
anaknya belajar membaca, menulis dan berhitung lebih awal, dengan alasan mayoritas sekolah
dasar menerima anak didik yang sudah mampu membaca, menulis dan berhitung. Hal ini berakibat
pada pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan anak usia dini lebih menekankan
perkembangan kognitif agar anak dapat membaca, menulis dan berhitung sebelum anak masuk ke
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
58 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
SD (Sekolah Dasar). Proses belajar mengajar untuk anak usia dini seperti ini sangat bertentangan
dengan karakteristik anak usia dini. Anak usia dini dalam proses belajar mengajar seharusnya lebih
menekankan dan memberi kesempatan kepada anak untuk terlibat langsung dalam permainan ketika
anak sedang belajar, tidak dengan memberikan materi dan menuntut anak untuk menghafal. Anak
akan mendapatkan pengalaman dari proses belajar sambil bermain. Bermain merupakan hak dasar
anak-anak.
Masalah lain yang terjadi, proses pembelajaran agama dan moral untuk anak usia dini
masih menggunakan sistem hafalan mengenai pengetahuan tentang agama, menghafalkan doa dan
ayat-ayat huruf hijaiyah serta membaca dan menulis Al-Qur’an. Semakin cepat anak-anak belajar
agama dan menghafal ayat-ayat dan doa-doa dianggap semakin baik. Proses pembelajaran ini akan
membuat agama sebagai subyek yang terpisah yang mempunyai ciri hanya suatu pengetahuan
agama secara kognitif dan bersifat hafalan saja.
Proses pembelajaran yang diterapkan untuk anak usia dini seperti ini, sangat
memprihatinkan dan hasilnya tidak akan maksimal. Anak usia dini berada pada usia emas (golden
age) harus dirangsang dan distimulasi semua aspek perkembangan yang ada pada diri anak.
Seharusnya proses pembelajaran juga diimbangi dengan membiasakan anak untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Proses pembelajaran untuk anak usia dini lebih bermanfaat
apabila lebih ditekankan pada cara pembiasaan dan memberikan teladan agar anak didik
mendapatkan pengalaman langsung seperti mengucapkan salam, memberikan contoh cara wudhu
dan sholat yang benar, menghormati, menghargai dan bertutur kata yang baik kepada orang yang
lebih tua maupun teman sebaya daripada belajar bersifat hafalan sehingga anak dapat bersikap dan
berperilaku baik.
A. Pembahasan
Pendidikan karakter anak sebaiknya dibentuk sejak usia dini. Hal disebabkan karena anak
usia dini berada pada usia emas (golden age) yang harus benar-benar kita rangsang dan stimulasi
secara maksimal semua aspek perkembangannya seiring dengan pendididkan karakter. Ibnu
Qayyim (dalam Abdurrahman, 2016:113) berkata “Di antara hal-hal yang dibutuhkan oleh anak
adalah perhatian terhadap masalah akhlaknya. Karena anak akan tumbuh dengan pembiasaan
pendidikannya sejak kecil dan setelah dewasa kelak akan sulit mengubahnya. Seperti perbuatan
suka menentang, marah, keras kepala, tergesa-gesa, terpengaruh hawa napsu, bodoh, rakus, dan lain
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
59 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
sebagainya. Perilaku tersebut akan menjadi sifat dan karakter anak yang kelak akan
mempermalukan orang tuanya.”
Untuk itu orang dewasa di sekitar anak harus dapat mendidik sejak anak berusia dini.
Karakter anak-anak yang terbentuk sejak usia dini akan sangat menentukan karakter bangsa
Indonesia di kemudian hari. Pendidikan karakter merupakan salah satu aspek sangat penting bagi
generasi penerus bangsa Indonesia sehingga pendidikan karakter harus diberikan seiring dengan
perkembangan intelektual anak. Karakter anak dapat terbentuk dengan baik bila dalam proses
tumbuh kembang anak diberikan ruang yang cukup agar anak dapat mengekspresikan diri secara
leluasa. Proses pembinaan dan pendidikan karakter harus terencana karena karakter tidak dapat
dibentuk dengan mudah dan dalam waktu yang singkat.
Pendidikan karakter adalah upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan
dalam bentuk sikap dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
seperti kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir. Pendidikan
karakter tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih keterampilan tertentu tetapi
dimulai dalam proses pembelajaran dengan memberikan keteladanan dan melakukan pembiasaan
kepada anak baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Keberhasilan dalam
mendidik karakter anak sejak dini dapat menjadikan seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah
yang mempunyai jiwa sosial, jujur, adil, mencintai dan menghormati yang lebih tua dan orang lain,
dan dapat berpikir secara kritis.
Pendidikan karakter saat ini menjadi prioritas pemerintah Indonesia. Melalui Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan No 20 Tahun 2018 tentang penguatan pendidikan karakter pada satuan
pendidikan formal, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No 87 tahun 2017 yang didasarkan
pada 3 (tiga) pertimbangan :
1. Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya merupakan negara yang menjunjung tinggi akhlak
mulia, nilai-nilai luhur, kearifan, dan budi pekerti.
2. Usaha dalam mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur,
toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, perlu
3. Penguatan pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama keluarga, satuan pendidikan,
dan masyarakat.
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
60 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
Untuk mencapai tujuan pendidikan karakter berdasarkan Peraturan Presiden No 87 tahun
2017 yang bersifat koheren dan fundamental harus ada kerjasama antara negara, agama dan keluarga.
Tujuan pendidikan karakter ini dapat terlaksana apabila masyarakat dapat beradaptasi dan siap
dengan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) seiring
dengan adanya pemahaman mendalam tentang ajaran agama berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits,
seperti firman Allah dalam surat Muhammad: 24.
Artinya: Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS.
Muhammad:24)
Al-Qur’an dan Al-Hadits mengajarkan dan membimbing manusia kepada jalan kebajikan
serta menjaga hubungan baik antara Allah Swt, sesama manusia dan alam semesta. Dalam ajaran
Islam yang dikuatkan dengan fungsi nabi dan ajaran tauhid, akhlak menjadi perhatian utama karena
merupakan buah dari keimanan dan ibadah seorang muslim. Muhammad Fadil Al-Djamaly
(Muzayyin, 2005 : 17) mengemukakan bahwa pendidikan yang benar memiliki landasan iman,
karena iman yang benar memimpin manusia ke arah akhlak yang mulia, dan akhlak yang mulia
memimpin manusia ke arah menuntut ilmu yang benar, sedang ilmu yang benar memimpin manusia
ke arah amal yang saleh.
Irawati (2017:36) mengemukakan bahwa di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits menjelaskan
bagaimana orang dewasa (guru dan orang tua) mengajarkan pendidikan karakter kepada anak sejak
usia dini sebagai bekal utama dan fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia
berlandaskan ajaran agama Islam. Dalam mendidik karakter anak usia dini tidak hanya dengan
materi dan hafalan melainkan adanya pemahaman dan teladan langsung dari orang dewasa
mengenai ajaran agama dan mengaplikasikan dalam kehidupan anak sehari-hari secara bertahap dan
berkelanjutan. Mendidik karakter anak bukan sebuah proses instan dan harus dimulai sejak anak
berusia dini sampai anak dewasa (baligh).
Pendidikan karakter anak usia dini tidak bisa lepas dari tanggungjawab bersama antara
keluarga, sekolah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara (2004:71) mengatakan bahwa pusat
pendidikan pertama dan utama adalah keluarga yang paling berpengaruh pada perkembangan budi
pekerti seorang anak hingga kelak menjadi dewasa untuk kelangsungan hidupnya di masyarakat.
Irawati (2017:36) mengemukakan bahwa peran ayah di dalam keluarga ibarat sebagai kepala
sekolah yang bertugas menentukan arah pendidikan, menyusun kurikulumnya, mencarikan guru dan
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
61 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
menyusun target yang harus dicapai anak dalam mendapatkan ilmu pendidikan. Ibu ibarat sebagai
al-madrasatul ula berperan sebagai guru utama bagi anak-anak yang bertugas memberikan
pendidikan sejak anak dalam kandungan hingga lahir dan dewasa.
Imam Sutomo (2014:300) mengatakan pendidikan selanjutnya setelah keluarga adalah
sekolah. Keberadaan sekolah sangat penting untuk penanaman karakter pada anak sejak usia dini
maka sekolah harus mempersiapkan aturan dan kebijakan serta memiliki struktur dan program yang
jelas dan sesuai dengan kebutuhan, tumbuh kembang dan permasalahan yang dihadapi anak usia
dini. Kementrian Pendidikan Nasional menjabarkan nilai-nilai karakter yang harus muncul pada
setiap anak Indonesia, antara lain religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung
jawab. (Suyadi & Ulfah, 2013 : 8-9).
Burhanuddin Al-Zamuji (dalam Agus Setiawan, 2014 : 9) mengemukakan prinsip
pendidikan karakter dalam agama Islam identik dengan pendidikan etika lahir dan batin. Menurut
Al-Ghazali (dalam Agus Setiawan, 2014 : 9) karakter lebih dekat dengan akhlaq yang bersumber
dari nilai-nilai luhur yang secara moral membentuk pribadi, tercermin dalam bersikap dan
berperilaku dan mengakar dalam diri seseorang. Nashir (2013: 13) mengatakan bahwa betapa
pentingnya akhlaq sehingga nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq manusia.
Artinya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam : 4)
Penerapan metode dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dan akan berpengaruh
pada keberhasilan anak didik dalam belajar sehingga proses belajar akan berlangsung dengan
menyenangkan dan tidak terkesan membosankan dan menjenuhkan. Metode yang dapat diterapkan
dalam pendidikan karakter untuk anak usia dini agar lebih mudah dipahami dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari anak terdapat di dalam QS. Al-A’raf: 35.
Artinya: Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripada kamu yang
menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka Barangsiapa yang bertakwa dan
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
62 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (QS. Al-A’raf : 35)
Metode yang menarik untuk anak usia dini yang dapat diterapkan dalam proses belajar
mengajar pendidikan karakter dapat melalui metode cerita. Pada QS.Al-A‟raf: 35 mengandung
metode cerita yang dijelaskan dalam tafsir ath-Thabari, bahwa Dia berfirman : “Membacakanmu
ayat-ayat dari kitab-Ku dan memberitahukanmu dalil-dalil serta tanda-tanda kebenaran yang mereka
bawa kepadamu dari sisi-Ku, hakikat dari apa yang mereka dakwahkan kepadamu, yaitu pengesaan
terhadap-Ku”. (Abu Ja’far, 2008 : 51).
Abu Ja’far (2008:51) mengemukakan bahwa ayat ini bila diaplikasikan pada pendidikan,
metode pembelajaran yang efektif dan menarik bagi anak dengan menggunakan metode cerita.
Utsman (2010 : 155) mengemukakan bahwa cerita merupakan sarana penting yang digunakan
dalam Al-Qur’an untuk membangkitkan motivasi belajar yang mempunyai pengaruh bersifat
mendidik untuk mengajarkan akhlak baik, nilai agama dan etika dengan menyenangkan sehingga
akal dan jiwa mendapatkan hikmah, nasihat, pelajaran dan keteladanan dari cerita tersebut.
Ahmad Tafsir (2010 : 109) mengatakan bahwa metode cerita sangat bagus digunakan dalam
proses belajar mengajar anak usia dini karena :
a. Anak dapat mengikuti dan mengetahui maksud dari cerita itu.
b. Anak akan tersentuh hatinya karena dalam cerita itu menampilkan tokoh-tokoh dalam konteks
yang menyeluruh.
c. Mendidik perasaan keimanan anak
Jejen (2009 : 109) mengatakan bahwa Al-Qur’an menegaskan betapa pentingnya metode
cerita yang terdapat dalam QS. Yusuf : 111
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf : 111)
Al-Qur’an dalam menyampaikan kisah diungkapkan dengan bahasa yang indah, fasih
penjelasannya dan ringkas dalam mengungkapkannya sehingga dapat menyentuh perasaan dan
emosi serta lebih dekat pada pemuasan akal dan pembenaran hati. Moeslichatoen (2004:170)
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
63 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
mengatakan bahwa kegiatan bercerita dengan menggunakan bahasa yang sederhana dalam proses
pembelajaran anak usia dini untuk memberikan suatu pengalaman belajar agar anak didik dapat
menyerap pesan yang disampaikan dalam cerita tersebut dan diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Muhaimin (2011 : 258) mengatakan bahwa metode bercerita sangat tepat digunakan untuk
anak usia dini yang dalam proses perkembangannya masih fantastis. Metode bercerita juga sangat
efektif digunakan untuk anak usia dini dalam proses pembelajaran untuk:
1. Mengugah kepekaan jiwa dan perasaan anak didik.
2. Menyampaikan ajaran tentang akhlak dan keimanan.
3. Mengajak anak agar dapat meneladani dan meniru perbuatan baik tokoh-tokoh Islam untuk
berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Allah.
4. Mendorong anak didik untuk berbuat kebajikan dan membentuk akhlak yang mulia.
Arifin (2005:72) mengatakan bahwa cerita berisi kisah 25 Nani utusan Allah dapat
disampaikan kepada anak usia dini dan secara tidak langsung mengajarkan nilai-nilai akidah dan
akhlakul karimah kepada anak didik. Misalnya cerita dalam QS. Al-Maidah : 27 tentang nabi Adam
yang saling bermusuhan dan iri hari tetapi ada salah seorang dari mereka yang mempunyai watak
yang sabar dan penuh kasih sayang.
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)
dari orang-orang yang bertakwa". (Qs. Al-Maidah: 27)
Metode pendidikan karakter yang diterapkan dalam proses belajar mengajar selain metode
bercerita menurut Abdullah Nashih Ulwan (1997) ada 5 metode pendidikan :
1. Pendidikan dengan keteladanan
Metode keteladan paling efektif karena salah satu karakteristik anak usia dini adalah
meniru dan akan selalu diingat anak sampai anak menginjak dewasa. Anak akan melihat,
mendengar dan merasakan keteladanan orang dewasa di sekitarnya. Orang tua dan guru sebagai
pendidik Islam harus dapat menanamkan kepada anak sejak dini sosok Rasulullah SAW untuk
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
64 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
ditiru akhlaknya, kerendahan hati, kesantunan, kekuatan fisik, keberanian, ketabahan, ketulasan
dan masih banyak bentuk keteladanan Rasulullah. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah. (QS al-Ahzab: 21)
2. Pendidikan dengan kebiasaan (pengulangan).
Setiap anak dilahirkan ibarat kertas kosong yang siap diberi tulisan apapun. Anak menjadi
sholeh harus ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang baik agae terbentuk
kepribadaian dan tumbuh kaidah iman dan Islam. Rasulullah saw bersabda
الفطرة على يولد مولود كل
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dilahirkan dalam keadaan fitrah” (H.R. Bukhori)
يجسانه أو رانهي نص أو ي هودانه فأب واه الفطرة على يولد مولود كل
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (kesucian), maka
orang tualah yang akan menjadikan dia sebagai seorang Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” (H.R. Bukhori).
3. Pendidikan dengan nasihat
Metode nasihat membuat anak mengetahui perbuatan benar atau salah, mendorong anak
menjadi lebih baik dan berakhlak mulia berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Agar nasihat orang
dewasa diterima tanpa anak merasa sakit hati dan bosan menerima nasihat:
a. Nasihat dengan seruan.
b. Bercerita disertai perumpamaan (tamsil).
c. Pengarahan dengan wasiat dan nasihat.
Orang dan guru memberikan nasihat kepada anak merupakan bentuk komunikasi secara
verbal dan perasaan tulus agar terbuka jiwa anak secara langsung dan tertanam ke lubuk hati
anak.
4. Pendidikan dengan memberikan perhatian dan pengawasan.
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
65 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
Orang tua dan guru dalam memberikan pendidikan yaitu dengan memperhatikan,
mencurahkan dan selalu mengikuti perkembangan anak dalam membina aqidah dan moral serta
mempersiapkan spiritual dan sosial anak. Guru dan orang tua sebaiknya memberikan dorongan
apabila anak berbuat baik. Namun sebaliknya, bila anak berbuat kurang baik sebaiknya orang tua
dan guru segera mencegah, memberi peringatan dan penjelasan akibat dari perbuatan yang
dilakukan agar anak mengerti dan memahami kesalahan yang diperbuatnya.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan ada beberapa aspek yang harus diperhatikan pendidik
kepada anak sejak dini, antara lain :
a. Perhatian segi keimanan anak.
Hendaknya orang tua dan guru menanamkan prinsip-prinsip tauhid dan mengokohkan
fondasi iman dengan memperhatikan apa yang dilihat anak baik melalui media televisi
maupun buku bacaan dan menjaga pergaulan anak dengan teman yang menyesatkan.
b. Perhatian segi moral anak.
Hendaklah orang tua dan guru menjaga lisan anak agar tidak mengucapkan kata-kata
kotor, berdusta dan memiliki sikap munafik. Berilah nasehat dengan memberikan pemahaman
kepada anak supaya anak dapat memperbaiki dan mengetahui letak kesalahan dan tidak
mengulanginya lagi.
c. Perhatian segi mental dan intelektual anak.
Hendaklah guru dan orang tua mendorong dan mengarahkan anak dengan bercerita dan
membacakan buku-buku tentang Islam dan perbuatan baik para nabi sehingga daya
kemampuan intelektual anak meningkat.
d. Perhatian segi jasmani anak.
Yang harus diperhatian dan dilakukan guru dan orang tua dari segi jasmani anak :
1) Orang tua memberikan dan memenuhi gizi sempurna kepada anak.
2) Orang tua dan guru mengetahui dasar-dasar kesehatan yang diperintahkan Islam mengenai
makan, minum dan tidur serta memperhatikan bila anak mulai tidak enak badan (sakit) dan
segera membawa berobat ke dokter.
3) Guru di sekolah memberikan pembelajaran sesuai dengan usia tingkat perkembangan anak.
e. Perhatian segi psikologi anak.
Hendaklah orang tua dan guru mencegah anak tidak merasa rendah diri dan menjadi
pemalu dengan cara mengajak anak sering berkumpul dengan teman sebaya dan orang lain,
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
66 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
meminta anak mengikuti lomba mewarnai, lomba puzzle hijaiyah, lomba menghafal suratan
pendek, lomba adzan supaya tumbuh keberanian dan kematangan.
f. Perhatian segi sosial anak.
Hendaklah orang tua dan guru memperhatikan sikap anak, apakah anak egois, mudah
marah, tidak bertanggung jawab, mengambil hak teman dan orang lain dan lain sebagainya.
Apabila hal itu terjadi, guru dan orang tua segera memberikan penjelasan atas sikap yang
kurang baik kepada anak agar anak memahami dan dapat menumbuhkan rasa cinta kepada
sesama serta menjernihkan jiwa anak.
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman dan penghargaan.
Hukuman yang diberikan kepada anak bila anak melanggar dan tidak menjaga hukum
Islam seperti menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta benda. Hukuman diberikan agar
anak mendapatkan kedamaian, keamanan, ketenteraman dan hidupnya menjadi tenang. Rasul
bersabda:
يدها لقطعت سرقت ممد بنت فاطمة أن لو بيده ن فسي والذيArtinya: “Demi jiwaku yang berada dibawah kekuasaan-Nya, jika Fatimah binti Muhammad
mencuri, niscaya akan saya potong tangannya”. (HR. Bukhari).
Orang tua dan guru dalam memberikan hukuman kepada anak penuh dengan kelembutan
dan sesuai dengan usia serta tingkat perkembangan anak, tidak dengan ancaman apalagi melukai
jiwa dan fisik anak.
B. Penutup
Pendidikan untuk anak usia dini harus seiring antara pendidikan karakter dengan pendidikan
yang menunjang aspek perkembangan anak pada agama moral, fisik motorik, kognitif, bahasa dan
sosial emosional. Penerapan pendidikan anak usia dini dalam proses belajar mengajar hendaklah
tidak lepas dari ajaran agama Islam di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai bekal utama dan
fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia berlandaskan ajaran agama Islam dan
menjadikan anak seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah.
e-ISSN: 2550-0058
p-ISSN: 2615-1642
Wulandari Retnaningrum
67 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nashih Ulwan (1997). Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, Dar al-Salam, Mesir, juz 2.
Abdurrahman, S.J. (2016). Cara Nabi Menyiapkan Generasi. Surabaya : Pustaka eLBA.
Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. (2008). Tafsir Ath-Thabari, Terj. Abdul Somad.
Jakarta : Pustaka Azzam.
Arifin, M. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Arifin, M. (2005). Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner). Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta : Mahkota
Surabaya.
Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Dewantara, K.H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Fathuddien, U. (2018). Intisari – Terjemah & Al-Qur’an. Bandung : Yayasan Putra Fatahillah.
Istadi, I. (2017). Rumahku Tempat Belajarku. Yogyakarta : Pro-U Media.
Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Musfah. J (2009). Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam. TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama
Islam, 3 (1). 405-412. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/JejenMusfah-FITK.pdf.
Nashir, H. (2013). Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya. Yogyakarta : Multi Presindo.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 20 Tahun 2018 Tentang
Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal.
https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2018_Nomor20.pdf.
Setiawan, A. (2014). Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam (Studi Komparasi Pemikiran Al-
Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji) Dinamika Ilmu. Dinamika Ilmu Journal of Education,
14 (1), 1-12 P-ISSN 1411-3031. https://journal.iain-
samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/4.
Sutomo, I. (2014). Modification of character education into akhlaq education for the global
community life. IJIMS, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 4 (2), 291-316.
http://oaji.net/articles/2015/2511-1445829240.pdf.
Suyadi & Ulfah, M. (2013). Konsep Dasar Paud. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.