13
e-ISSN: 2550-0058 p-ISSN: 2615-1642 Wulandari Retnaningrum 56 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018 PENDIDIKAN KARAKTER BAGI ANAK USIA DINI PERSPEKTIF ISLAM Wulandari Retnaningrum Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap [email protected] ABSTRACT Economis crisis problems affect the education system. Education in Indonesia emphasizes results more than processes and further develops intelligence. Parents will feel more happy and proud if their children are smart in the field of technology and science than having children who have good character. The demand to teach children to learn to read, write and count early will result in the implementation of the teaching and learning process of early childhood education. Learning emphasizes cognitive development and this is very contrary to the characteristics of early childhood. Learning about religious knowledge, reading and writing the Al-Qur’an and reading prayers with a memorization system. This learning process will make religion a separate subject. The learning process for early childhood is more useful when emphasizing ways of habituation and example. Character education is very important to be instilled early so children can behave well. The process of coaching and character education must be planned because the character cannot be formed easily and in a short time. The application of early childhood education is inseparable from the teaching of Islam in the Al-Qur’an and Al-Hadith as the main and fundamental provisions so that children can live life in the world based on the teachings of Islam and make the child of a scientist who is pious. Keywords: character education, early childhood, Islamic perspective. ABSTRAK Permasalahan krisis ekonomi mempengaruhi sistem pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan hasil daripada proses dan lebih mengembangkan kecerdasan. Orang tua akan merasa lebih senang dan bangga bila anak mereka pandai di bidang tekonologi dan sains dibanding mempunyai anak yang berkarakter baik. Tuntutan mengajarkan anak belajar membaca, menulis dan berhitung lebih awal akan berakibat pada pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan anak usia dini. Pembelajaran lebih menekankan perkembangan kognitif dan ini sangat bertentangan dengan karakteristik anak usia dini. Pembelajaran mengenai pengetahuan agama, membaca dan menulis Al-Qur’an serta membaca doa- doa dengan system hafalan. Proses pembelajaran ini akan membuat agama sebagai subyek yang terpisah. Proses pembelajaran untuk anak usia dini lebih bermanfaat apabila menekankan pada cara pembiasaan dan memberikan teladan. Pendidikan karakter sangat penting untuk ditanamkan sejak dini agar anak dapat berperilaku baik. Proses pembinaan dan pendidikan karakter harus terencana karena karakter tidak dapat dibentuk dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Penerapan pendidikan anak usia dini tidak lepas dari ajaran agama Islam di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai bekal utama dan fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia berlandaskan ajaran agama Islam dan menjadikan anak seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah. Kata kunci: pendidikan karakter, anak usia dini, perspektif Islam.

e-ISSN: 2550-0058 p-ISSN: 2615-1642 Wulandari Retnaningrum

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

56 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

PENDIDIKAN KARAKTER

BAGI ANAK USIA DINI PERSPEKTIF ISLAM

Wulandari Retnaningrum Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap

[email protected]

ABSTRACT

Economis crisis problems affect the education system. Education in Indonesia emphasizes results

more than processes and further develops intelligence. Parents will feel more happy and proud if

their children are smart in the field of technology and science than having children who have good

character. The demand to teach children to learn to read, write and count early will result in the

implementation of the teaching and learning process of early childhood education. Learning

emphasizes cognitive development and this is very contrary to the characteristics of early

childhood.

Learning about religious knowledge, reading and writing the Al-Qur’an and reading prayers with a

memorization system. This learning process will make religion a separate subject. The learning

process for early childhood is more useful when emphasizing ways of habituation and example.

Character education is very important to be instilled early so children can behave well. The process

of coaching and character education must be planned because the character cannot be formed

easily and in a short time. The application of early childhood education is inseparable from the

teaching of Islam in the Al-Qur’an and Al-Hadith as the main and fundamental provisions so that

children can live life in the world based on the teachings of Islam and make the child of a scientist

who is pious.

Keywords: character education, early childhood, Islamic perspective.

ABSTRAK

Permasalahan krisis ekonomi mempengaruhi sistem pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih

menekankan hasil daripada proses dan lebih mengembangkan kecerdasan. Orang tua akan merasa

lebih senang dan bangga bila anak mereka pandai di bidang tekonologi dan sains dibanding

mempunyai anak yang berkarakter baik. Tuntutan mengajarkan anak belajar membaca, menulis dan

berhitung lebih awal akan berakibat pada pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan anak usia

dini. Pembelajaran lebih menekankan perkembangan kognitif dan ini sangat bertentangan dengan

karakteristik anak usia dini.

Pembelajaran mengenai pengetahuan agama, membaca dan menulis Al-Qur’an serta membaca doa-

doa dengan system hafalan. Proses pembelajaran ini akan membuat agama sebagai subyek yang

terpisah. Proses pembelajaran untuk anak usia dini lebih bermanfaat apabila menekankan pada cara

pembiasaan dan memberikan teladan. Pendidikan karakter sangat penting untuk ditanamkan sejak

dini agar anak dapat berperilaku baik. Proses pembinaan dan pendidikan karakter harus terencana

karena karakter tidak dapat dibentuk dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Penerapan

pendidikan anak usia dini tidak lepas dari ajaran agama Islam di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits

sebagai bekal utama dan fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia berlandaskan

ajaran agama Islam dan menjadikan anak seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah.

Kata kunci: pendidikan karakter, anak usia dini, perspektif Islam.

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

57 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

A. Pendahuluan

Masalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mempunyai dampak yang sangat serius di

bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih fokus pada bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi karena dianggap dapat menjadi modal pembangunan ekonomi. Sedangkan pendidikan di

bidang moral dan spiritual belum dikembangkan secara maksimal. Hal ini membuat situasi di

negara Indonesia menjadi tidak aman, korupsi merajalela, terjadi konflik antar kelompok dalam

masyarakat, tingkah laku dan tutur kata masyarakat tidak mencerminkan orang yang berpendidikan.

Selain itu sistem demokrasi yang telah diterapkan di Indonesia akan menghilang dan memunculkan

tindakan anti demokrasi, yang pada akhirnya Indonesia dapat menjadi negara kleptokratis karena

masyarakat Indonesia menjadi masyarakat munafik dan tidak bertanggung jawab.

Permasalahan krisis ekonomi mempengaruhi sistem pendidikan mulai dari pendidikan anak

usia dini hingga pendidikan tingkat lanjut. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada hasil

daripada proses dan lebih mengembangkan kecerdasan. Pembelajaran lebih banyak mengajarkan

sains dan teknologi dibanding pendidikan karakter. Orang tua merasa lebih senang dan bangga bila

anak mereka pandai di bidang tekonologi dan sains dibanding mempunyai anak yang berkarakter

baik. Pendidikan karakter diabaikan padahal pendidikan karakter akan sangat mempengaruhi

perkembangan anak. Apabila anak kurang mendapatkan pendidikan karakter sejak usia dini akan

menanamkan anak yang kurang bertanggung jawab hingga dewasa.

Kenyataan yang terjadi saat ini adalah pola pendidikan di Indonesia yang tidak seimbang

juga dilaksanakan pada pendidikan untuk anak usia dini di lembaga-lembaga Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini dipaksa untuk mengajarkan pembelajaran yang lebih

menekankan pada perkembangan kognitif daripada pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang

seharusnya diajarkan sejak anak berusia dini dikesampingkan. Guru di sekolah tidak lagi

mengajarkan bagaimana meningkatkan sikap dan perilaku anak didik tetapi lebih menekankan pada

pelajaran kognitif. Di rumah orang tua tidak lagi memperhatikan dan perduli pada sikap dan tingkah

laku anaknya. Di lingkungan anak, masyarakat tidak lagi dapat mengendalikan perbuatan anak yang

menyimpang norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Hal ini lebih diperparah dengan adanya tuntutan dari masyarakat untuk mengajarkan

anaknya belajar membaca, menulis dan berhitung lebih awal, dengan alasan mayoritas sekolah

dasar menerima anak didik yang sudah mampu membaca, menulis dan berhitung. Hal ini berakibat

pada pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan anak usia dini lebih menekankan

perkembangan kognitif agar anak dapat membaca, menulis dan berhitung sebelum anak masuk ke

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

58 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

SD (Sekolah Dasar). Proses belajar mengajar untuk anak usia dini seperti ini sangat bertentangan

dengan karakteristik anak usia dini. Anak usia dini dalam proses belajar mengajar seharusnya lebih

menekankan dan memberi kesempatan kepada anak untuk terlibat langsung dalam permainan ketika

anak sedang belajar, tidak dengan memberikan materi dan menuntut anak untuk menghafal. Anak

akan mendapatkan pengalaman dari proses belajar sambil bermain. Bermain merupakan hak dasar

anak-anak.

Masalah lain yang terjadi, proses pembelajaran agama dan moral untuk anak usia dini

masih menggunakan sistem hafalan mengenai pengetahuan tentang agama, menghafalkan doa dan

ayat-ayat huruf hijaiyah serta membaca dan menulis Al-Qur’an. Semakin cepat anak-anak belajar

agama dan menghafal ayat-ayat dan doa-doa dianggap semakin baik. Proses pembelajaran ini akan

membuat agama sebagai subyek yang terpisah yang mempunyai ciri hanya suatu pengetahuan

agama secara kognitif dan bersifat hafalan saja.

Proses pembelajaran yang diterapkan untuk anak usia dini seperti ini, sangat

memprihatinkan dan hasilnya tidak akan maksimal. Anak usia dini berada pada usia emas (golden

age) harus dirangsang dan distimulasi semua aspek perkembangan yang ada pada diri anak.

Seharusnya proses pembelajaran juga diimbangi dengan membiasakan anak untuk berpikir dan

berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Proses pembelajaran untuk anak usia dini lebih bermanfaat

apabila lebih ditekankan pada cara pembiasaan dan memberikan teladan agar anak didik

mendapatkan pengalaman langsung seperti mengucapkan salam, memberikan contoh cara wudhu

dan sholat yang benar, menghormati, menghargai dan bertutur kata yang baik kepada orang yang

lebih tua maupun teman sebaya daripada belajar bersifat hafalan sehingga anak dapat bersikap dan

berperilaku baik.

A. Pembahasan

Pendidikan karakter anak sebaiknya dibentuk sejak usia dini. Hal disebabkan karena anak

usia dini berada pada usia emas (golden age) yang harus benar-benar kita rangsang dan stimulasi

secara maksimal semua aspek perkembangannya seiring dengan pendididkan karakter. Ibnu

Qayyim (dalam Abdurrahman, 2016:113) berkata “Di antara hal-hal yang dibutuhkan oleh anak

adalah perhatian terhadap masalah akhlaknya. Karena anak akan tumbuh dengan pembiasaan

pendidikannya sejak kecil dan setelah dewasa kelak akan sulit mengubahnya. Seperti perbuatan

suka menentang, marah, keras kepala, tergesa-gesa, terpengaruh hawa napsu, bodoh, rakus, dan lain

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

59 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

sebagainya. Perilaku tersebut akan menjadi sifat dan karakter anak yang kelak akan

mempermalukan orang tuanya.”

Untuk itu orang dewasa di sekitar anak harus dapat mendidik sejak anak berusia dini.

Karakter anak-anak yang terbentuk sejak usia dini akan sangat menentukan karakter bangsa

Indonesia di kemudian hari. Pendidikan karakter merupakan salah satu aspek sangat penting bagi

generasi penerus bangsa Indonesia sehingga pendidikan karakter harus diberikan seiring dengan

perkembangan intelektual anak. Karakter anak dapat terbentuk dengan baik bila dalam proses

tumbuh kembang anak diberikan ruang yang cukup agar anak dapat mengekspresikan diri secara

leluasa. Proses pembinaan dan pendidikan karakter harus terencana karena karakter tidak dapat

dibentuk dengan mudah dan dalam waktu yang singkat.

Pendidikan karakter adalah upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan

dalam bentuk sikap dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur

seperti kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir. Pendidikan

karakter tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih keterampilan tertentu tetapi

dimulai dalam proses pembelajaran dengan memberikan keteladanan dan melakukan pembiasaan

kepada anak baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Keberhasilan dalam

mendidik karakter anak sejak dini dapat menjadikan seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah

yang mempunyai jiwa sosial, jujur, adil, mencintai dan menghormati yang lebih tua dan orang lain,

dan dapat berpikir secara kritis.

Pendidikan karakter saat ini menjadi prioritas pemerintah Indonesia. Melalui Menteri

Pendidikan Dan Kebudayaan No 20 Tahun 2018 tentang penguatan pendidikan karakter pada satuan

pendidikan formal, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No 87 tahun 2017 yang didasarkan

pada 3 (tiga) pertimbangan :

1. Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya merupakan negara yang menjunjung tinggi akhlak

mulia, nilai-nilai luhur, kearifan, dan budi pekerti.

2. Usaha dalam mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur,

toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat

kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, perlu

3. Penguatan pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama keluarga, satuan pendidikan,

dan masyarakat.

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

60 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

Untuk mencapai tujuan pendidikan karakter berdasarkan Peraturan Presiden No 87 tahun

2017 yang bersifat koheren dan fundamental harus ada kerjasama antara negara, agama dan keluarga.

Tujuan pendidikan karakter ini dapat terlaksana apabila masyarakat dapat beradaptasi dan siap

dengan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) seiring

dengan adanya pemahaman mendalam tentang ajaran agama berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits,

seperti firman Allah dalam surat Muhammad: 24.

Artinya: Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS.

Muhammad:24)

Al-Qur’an dan Al-Hadits mengajarkan dan membimbing manusia kepada jalan kebajikan

serta menjaga hubungan baik antara Allah Swt, sesama manusia dan alam semesta. Dalam ajaran

Islam yang dikuatkan dengan fungsi nabi dan ajaran tauhid, akhlak menjadi perhatian utama karena

merupakan buah dari keimanan dan ibadah seorang muslim. Muhammad Fadil Al-Djamaly

(Muzayyin, 2005 : 17) mengemukakan bahwa pendidikan yang benar memiliki landasan iman,

karena iman yang benar memimpin manusia ke arah akhlak yang mulia, dan akhlak yang mulia

memimpin manusia ke arah menuntut ilmu yang benar, sedang ilmu yang benar memimpin manusia

ke arah amal yang saleh.

Irawati (2017:36) mengemukakan bahwa di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits menjelaskan

bagaimana orang dewasa (guru dan orang tua) mengajarkan pendidikan karakter kepada anak sejak

usia dini sebagai bekal utama dan fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia

berlandaskan ajaran agama Islam. Dalam mendidik karakter anak usia dini tidak hanya dengan

materi dan hafalan melainkan adanya pemahaman dan teladan langsung dari orang dewasa

mengenai ajaran agama dan mengaplikasikan dalam kehidupan anak sehari-hari secara bertahap dan

berkelanjutan. Mendidik karakter anak bukan sebuah proses instan dan harus dimulai sejak anak

berusia dini sampai anak dewasa (baligh).

Pendidikan karakter anak usia dini tidak bisa lepas dari tanggungjawab bersama antara

keluarga, sekolah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara (2004:71) mengatakan bahwa pusat

pendidikan pertama dan utama adalah keluarga yang paling berpengaruh pada perkembangan budi

pekerti seorang anak hingga kelak menjadi dewasa untuk kelangsungan hidupnya di masyarakat.

Irawati (2017:36) mengemukakan bahwa peran ayah di dalam keluarga ibarat sebagai kepala

sekolah yang bertugas menentukan arah pendidikan, menyusun kurikulumnya, mencarikan guru dan

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

61 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

menyusun target yang harus dicapai anak dalam mendapatkan ilmu pendidikan. Ibu ibarat sebagai

al-madrasatul ula berperan sebagai guru utama bagi anak-anak yang bertugas memberikan

pendidikan sejak anak dalam kandungan hingga lahir dan dewasa.

Imam Sutomo (2014:300) mengatakan pendidikan selanjutnya setelah keluarga adalah

sekolah. Keberadaan sekolah sangat penting untuk penanaman karakter pada anak sejak usia dini

maka sekolah harus mempersiapkan aturan dan kebijakan serta memiliki struktur dan program yang

jelas dan sesuai dengan kebutuhan, tumbuh kembang dan permasalahan yang dihadapi anak usia

dini. Kementrian Pendidikan Nasional menjabarkan nilai-nilai karakter yang harus muncul pada

setiap anak Indonesia, antara lain religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung

jawab. (Suyadi & Ulfah, 2013 : 8-9).

Burhanuddin Al-Zamuji (dalam Agus Setiawan, 2014 : 9) mengemukakan prinsip

pendidikan karakter dalam agama Islam identik dengan pendidikan etika lahir dan batin. Menurut

Al-Ghazali (dalam Agus Setiawan, 2014 : 9) karakter lebih dekat dengan akhlaq yang bersumber

dari nilai-nilai luhur yang secara moral membentuk pribadi, tercermin dalam bersikap dan

berperilaku dan mengakar dalam diri seseorang. Nashir (2013: 13) mengatakan bahwa betapa

pentingnya akhlaq sehingga nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq manusia.

Artinya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam : 4)

Penerapan metode dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dan akan berpengaruh

pada keberhasilan anak didik dalam belajar sehingga proses belajar akan berlangsung dengan

menyenangkan dan tidak terkesan membosankan dan menjenuhkan. Metode yang dapat diterapkan

dalam pendidikan karakter untuk anak usia dini agar lebih mudah dipahami dan dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari anak terdapat di dalam QS. Al-A’raf: 35.

Artinya: Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripada kamu yang

menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka Barangsiapa yang bertakwa dan

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

62 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)

mereka bersedih hati. (QS. Al-A’raf : 35)

Metode yang menarik untuk anak usia dini yang dapat diterapkan dalam proses belajar

mengajar pendidikan karakter dapat melalui metode cerita. Pada QS.Al-A‟raf: 35 mengandung

metode cerita yang dijelaskan dalam tafsir ath-Thabari, bahwa Dia berfirman : “Membacakanmu

ayat-ayat dari kitab-Ku dan memberitahukanmu dalil-dalil serta tanda-tanda kebenaran yang mereka

bawa kepadamu dari sisi-Ku, hakikat dari apa yang mereka dakwahkan kepadamu, yaitu pengesaan

terhadap-Ku”. (Abu Ja’far, 2008 : 51).

Abu Ja’far (2008:51) mengemukakan bahwa ayat ini bila diaplikasikan pada pendidikan,

metode pembelajaran yang efektif dan menarik bagi anak dengan menggunakan metode cerita.

Utsman (2010 : 155) mengemukakan bahwa cerita merupakan sarana penting yang digunakan

dalam Al-Qur’an untuk membangkitkan motivasi belajar yang mempunyai pengaruh bersifat

mendidik untuk mengajarkan akhlak baik, nilai agama dan etika dengan menyenangkan sehingga

akal dan jiwa mendapatkan hikmah, nasihat, pelajaran dan keteladanan dari cerita tersebut.

Ahmad Tafsir (2010 : 109) mengatakan bahwa metode cerita sangat bagus digunakan dalam

proses belajar mengajar anak usia dini karena :

a. Anak dapat mengikuti dan mengetahui maksud dari cerita itu.

b. Anak akan tersentuh hatinya karena dalam cerita itu menampilkan tokoh-tokoh dalam konteks

yang menyeluruh.

c. Mendidik perasaan keimanan anak

Jejen (2009 : 109) mengatakan bahwa Al-Qur’an menegaskan betapa pentingnya metode

cerita yang terdapat dalam QS. Yusuf : 111

Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang

mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan

(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan

rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf : 111)

Al-Qur’an dalam menyampaikan kisah diungkapkan dengan bahasa yang indah, fasih

penjelasannya dan ringkas dalam mengungkapkannya sehingga dapat menyentuh perasaan dan

emosi serta lebih dekat pada pemuasan akal dan pembenaran hati. Moeslichatoen (2004:170)

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

63 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

mengatakan bahwa kegiatan bercerita dengan menggunakan bahasa yang sederhana dalam proses

pembelajaran anak usia dini untuk memberikan suatu pengalaman belajar agar anak didik dapat

menyerap pesan yang disampaikan dalam cerita tersebut dan diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari.

Muhaimin (2011 : 258) mengatakan bahwa metode bercerita sangat tepat digunakan untuk

anak usia dini yang dalam proses perkembangannya masih fantastis. Metode bercerita juga sangat

efektif digunakan untuk anak usia dini dalam proses pembelajaran untuk:

1. Mengugah kepekaan jiwa dan perasaan anak didik.

2. Menyampaikan ajaran tentang akhlak dan keimanan.

3. Mengajak anak agar dapat meneladani dan meniru perbuatan baik tokoh-tokoh Islam untuk

berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Allah.

4. Mendorong anak didik untuk berbuat kebajikan dan membentuk akhlak yang mulia.

Arifin (2005:72) mengatakan bahwa cerita berisi kisah 25 Nani utusan Allah dapat

disampaikan kepada anak usia dini dan secara tidak langsung mengajarkan nilai-nilai akidah dan

akhlakul karimah kepada anak didik. Misalnya cerita dalam QS. Al-Maidah : 27 tentang nabi Adam

yang saling bermusuhan dan iri hari tetapi ada salah seorang dari mereka yang mempunyai watak

yang sabar dan penuh kasih sayang.

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang

sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang

dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil):

"Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)

dari orang-orang yang bertakwa". (Qs. Al-Maidah: 27)

Metode pendidikan karakter yang diterapkan dalam proses belajar mengajar selain metode

bercerita menurut Abdullah Nashih Ulwan (1997) ada 5 metode pendidikan :

1. Pendidikan dengan keteladanan

Metode keteladan paling efektif karena salah satu karakteristik anak usia dini adalah

meniru dan akan selalu diingat anak sampai anak menginjak dewasa. Anak akan melihat,

mendengar dan merasakan keteladanan orang dewasa di sekitarnya. Orang tua dan guru sebagai

pendidik Islam harus dapat menanamkan kepada anak sejak dini sosok Rasulullah SAW untuk

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

64 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

ditiru akhlaknya, kerendahan hati, kesantunan, kekuatan fisik, keberanian, ketabahan, ketulasan

dan masih banyak bentuk keteladanan Rasulullah. Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan

Dia banyak menyebut Allah. (QS al-Ahzab: 21)

2. Pendidikan dengan kebiasaan (pengulangan).

Setiap anak dilahirkan ibarat kertas kosong yang siap diberi tulisan apapun. Anak menjadi

sholeh harus ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang baik agae terbentuk

kepribadaian dan tumbuh kaidah iman dan Islam. Rasulullah saw bersabda

الفطرة على يولد مولود كل

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan adalah dilahirkan dalam keadaan fitrah” (H.R. Bukhori)

يجسانه أو رانهي نص أو ي هودانه فأب واه الفطرة على يولد مولود كل

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (kesucian), maka

orang tualah yang akan menjadikan dia sebagai seorang Yahudi, Nasrani, atau

Majusi.” (H.R. Bukhori).

3. Pendidikan dengan nasihat

Metode nasihat membuat anak mengetahui perbuatan benar atau salah, mendorong anak

menjadi lebih baik dan berakhlak mulia berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Agar nasihat orang

dewasa diterima tanpa anak merasa sakit hati dan bosan menerima nasihat:

a. Nasihat dengan seruan.

b. Bercerita disertai perumpamaan (tamsil).

c. Pengarahan dengan wasiat dan nasihat.

Orang dan guru memberikan nasihat kepada anak merupakan bentuk komunikasi secara

verbal dan perasaan tulus agar terbuka jiwa anak secara langsung dan tertanam ke lubuk hati

anak.

4. Pendidikan dengan memberikan perhatian dan pengawasan.

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

65 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

Orang tua dan guru dalam memberikan pendidikan yaitu dengan memperhatikan,

mencurahkan dan selalu mengikuti perkembangan anak dalam membina aqidah dan moral serta

mempersiapkan spiritual dan sosial anak. Guru dan orang tua sebaiknya memberikan dorongan

apabila anak berbuat baik. Namun sebaliknya, bila anak berbuat kurang baik sebaiknya orang tua

dan guru segera mencegah, memberi peringatan dan penjelasan akibat dari perbuatan yang

dilakukan agar anak mengerti dan memahami kesalahan yang diperbuatnya.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan ada beberapa aspek yang harus diperhatikan pendidik

kepada anak sejak dini, antara lain :

a. Perhatian segi keimanan anak.

Hendaknya orang tua dan guru menanamkan prinsip-prinsip tauhid dan mengokohkan

fondasi iman dengan memperhatikan apa yang dilihat anak baik melalui media televisi

maupun buku bacaan dan menjaga pergaulan anak dengan teman yang menyesatkan.

b. Perhatian segi moral anak.

Hendaklah orang tua dan guru menjaga lisan anak agar tidak mengucapkan kata-kata

kotor, berdusta dan memiliki sikap munafik. Berilah nasehat dengan memberikan pemahaman

kepada anak supaya anak dapat memperbaiki dan mengetahui letak kesalahan dan tidak

mengulanginya lagi.

c. Perhatian segi mental dan intelektual anak.

Hendaklah guru dan orang tua mendorong dan mengarahkan anak dengan bercerita dan

membacakan buku-buku tentang Islam dan perbuatan baik para nabi sehingga daya

kemampuan intelektual anak meningkat.

d. Perhatian segi jasmani anak.

Yang harus diperhatian dan dilakukan guru dan orang tua dari segi jasmani anak :

1) Orang tua memberikan dan memenuhi gizi sempurna kepada anak.

2) Orang tua dan guru mengetahui dasar-dasar kesehatan yang diperintahkan Islam mengenai

makan, minum dan tidur serta memperhatikan bila anak mulai tidak enak badan (sakit) dan

segera membawa berobat ke dokter.

3) Guru di sekolah memberikan pembelajaran sesuai dengan usia tingkat perkembangan anak.

e. Perhatian segi psikologi anak.

Hendaklah orang tua dan guru mencegah anak tidak merasa rendah diri dan menjadi

pemalu dengan cara mengajak anak sering berkumpul dengan teman sebaya dan orang lain,

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

66 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

meminta anak mengikuti lomba mewarnai, lomba puzzle hijaiyah, lomba menghafal suratan

pendek, lomba adzan supaya tumbuh keberanian dan kematangan.

f. Perhatian segi sosial anak.

Hendaklah orang tua dan guru memperhatikan sikap anak, apakah anak egois, mudah

marah, tidak bertanggung jawab, mengambil hak teman dan orang lain dan lain sebagainya.

Apabila hal itu terjadi, guru dan orang tua segera memberikan penjelasan atas sikap yang

kurang baik kepada anak agar anak memahami dan dapat menumbuhkan rasa cinta kepada

sesama serta menjernihkan jiwa anak.

5. Pendidikan dengan memberikan hukuman dan penghargaan.

Hukuman yang diberikan kepada anak bila anak melanggar dan tidak menjaga hukum

Islam seperti menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta benda. Hukuman diberikan agar

anak mendapatkan kedamaian, keamanan, ketenteraman dan hidupnya menjadi tenang. Rasul

bersabda:

يدها لقطعت سرقت ممد بنت فاطمة أن لو بيده ن فسي والذيArtinya: “Demi jiwaku yang berada dibawah kekuasaan-Nya, jika Fatimah binti Muhammad

mencuri, niscaya akan saya potong tangannya”. (HR. Bukhari).

Orang tua dan guru dalam memberikan hukuman kepada anak penuh dengan kelembutan

dan sesuai dengan usia serta tingkat perkembangan anak, tidak dengan ancaman apalagi melukai

jiwa dan fisik anak.

B. Penutup

Pendidikan untuk anak usia dini harus seiring antara pendidikan karakter dengan pendidikan

yang menunjang aspek perkembangan anak pada agama moral, fisik motorik, kognitif, bahasa dan

sosial emosional. Penerapan pendidikan anak usia dini dalam proses belajar mengajar hendaklah

tidak lepas dari ajaran agama Islam di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai bekal utama dan

fundamental agar anak dapat menjalani kehidupan di dunia berlandaskan ajaran agama Islam dan

menjadikan anak seorang ilmuwan yang sholeh dan sholehah.

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

67 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nashih Ulwan (1997). Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, Dar al-Salam, Mesir, juz 2.

Abdurrahman, S.J. (2016). Cara Nabi Menyiapkan Generasi. Surabaya : Pustaka eLBA.

Abu ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. (2008). Tafsir Ath-Thabari, Terj. Abdul Somad.

Jakarta : Pustaka Azzam.

Arifin, M. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Arifin, M. (2005). Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner). Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta : Mahkota

Surabaya.

Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Dewantara, K.H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Fathuddien, U. (2018). Intisari – Terjemah & Al-Qur’an. Bandung : Yayasan Putra Fatahillah.

Istadi, I. (2017). Rumahku Tempat Belajarku. Yogyakarta : Pro-U Media.

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Muhaimin. (2011). Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Musfah. J (2009). Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam. TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama

Islam, 3 (1). 405-412. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/JejenMusfah-FITK.pdf.

Nashir, H. (2013). Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya. Yogyakarta : Multi Presindo.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 20 Tahun 2018 Tentang

Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal.

https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud_Tahun2018_Nomor20.pdf.

Setiawan, A. (2014). Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam (Studi Komparasi Pemikiran Al-

Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji) Dinamika Ilmu. Dinamika Ilmu Journal of Education,

14 (1), 1-12 P-ISSN 1411-3031. https://journal.iain-

samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/4.

Sutomo, I. (2014). Modification of character education into akhlaq education for the global

community life. IJIMS, Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 4 (2), 291-316.

http://oaji.net/articles/2015/2511-1445829240.pdf.

Suyadi & Ulfah, M. (2013). Konsep Dasar Paud. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

e-ISSN: 2550-0058

p-ISSN: 2615-1642

Wulandari Retnaningrum

68 | Jurnal Warna Vol. 2 , No. 2, Desember 2018

Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Utsman, M.N. (2010). Psikologi Qurani. Bandung : MARJA