Upload
dongoc
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Om Swastiastu
Sudah menjadi visi kami Santrian Gallery untuk selalu memberi ruang apresiasi bagi
perkembangan seni rupa Bali. Ini adalah wujud darma bakti kami kepada medan sosial seni rupa
Bali yang sangat kaya akan kosa rupa yang membentang dari kosa rupa tradisi, modern, dan seni
rupa hari ini (kontemporer). Sejak berdiri hingga sekarang, para perupa baik individu maupun
berkelompok, baik yang muda maupun yang sudah lama malang melintang dalam percaturan
seni rupa lokal, nasional bahkan internasional. Telah silih berganti kami persilakan untuk
mempresentasikan hasil-hasil pencapaian kreatif mereka kehadapan apresiatornya. Tak hanya
perupa Bali , Indonesia, tapi juga dari negeri manca.
Hari ini, adalah saat yang membahagiakan bagi kami. Karena seorang maestro seni rupa Bali dari
generasi 1980an mempresentasikan karya-karya mutakhirnya di Santrian Gallery. Ia adalah
Nyoman Erawan, perupa yang sarat pengalaman, dengan gairah berkesenian yang terus
membara. Selama hampir empat dasawarsa ia mengarungi jagat seni rupa telah banyak
capaian-capaian artistik dan estetik, yang Ia persembahkan melalui ritus-ritus keseniannya kepada
para apresiator. Yang perlu juga dicatat dalam hajatan kreatif yang digelar Erawan hari ini adalah
adanya peluncuran Buku yang digarap oleh Gurat Institute sebuah lembaga riset independen
yang digerakkan oleh para penulis dan peneliti muda Bali. Ini adalah bukti bahwa Erawan juga
kerap berbagi ruang untuk pengembangan produksi pengetahuan di bidang kesenirupaan
terlebih dengan basis orang orang muda. Salut untuk Nyoman Erawan.
Akhir kata, kami dari Santrian Galleri sangat mengapresiasi gelaran pameran tunggal Nyoman
Erawan yang berjudul E®MOTIVE ; Reconstructing Visual Thought ini. Selamat mengapresiasi.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Owner Santrian Gallery
ttd
Ida Bagus Gede Sidarta Putra
E®MOTIVE
Reconstructing Visual Thought
oleh Tim Gurat Institute
Membahas sosok Nyoman Erawan dengan bentangan proses kreasi yang panjang dan juga
melebar melampaui batas-batas konvensi seni, lintas medium dan lintas disiplin, sungguh
merupakan hal yang tidak mudah.Terlebih kreativitasnya yang begitu kompleks dan pembacaan
terhadap dirinya juga sudah cukup komprehensif, lapis demi lapis ruang-ruang kreativitasnya
sudah dikaji dan diungkap. Sebagai sosok yang selalu gelisah, tangannya tak pernah tenang
dalam diam, ide dan pikirannya terus bergejolak. Kreativitasnya begitu khusuk pada konsep yang
berpusat pada sirkulasi kosmoslogi-filsafat Hindu Bali, yang senantiasa memberinya ruang
kreativitas tak pernah pupus.
Perupa, seperti halnya Erawan sebetulnya adalah sosok-sosok yang senantiasa melakukan time
traveler, pada lapisan-lapisan ruang dan waktu yang menyelubungi sejarah kreativitasnya. Seperti
teori relativitas, ruang dan waktu yang telah dilalui bagi perupa adalah lapisan (layers) yang
senantiasa dapat diakses kembali. Di ranah kreativitas ruang dan waktu tidaklah linier
membentang bak horizon.
Jika terobosan dinamika modern telah memisahkan ruang dan waktu, sehingga kehadiran dan
ketakhadiran menjadi penanda penting kebermaknaan. Maka dalam dunia kreasi ruang dan
waktu tak terpisah, sebagaimana halnya kosmologi manusia Bali mengenal sesuatu yang kosong,
gerak, ruang, waktu semuanya memiliki dimensi makna dan filosofi. Maka dari itu ketakhadiran
wujud representasional dalam abstraksi karya Erawan tidak serta merta menjadikannya nir makna.
Maka jika kali ini Erawan kembali menampilkan karya-karya abstrak, yang dipadukan dengan
ornamen. Hal tersebut dapat terbaca dari rute traveler kreativitas Erawan yang selama hampir
empat dasawarsa tersebut. Apa yang ia tampilkan kali ini sesunguhnya adalah sebuah penegasan
capaian kreatif yang telah terbentang dalam perjalanan kreativitasnya. Ornamen ala kamasan
yang kini hadir pada karyanya, sesunguhnya sudah dapat terlacak dari nilai ornamentik yang
sudah hadir pada seri seri karya sebelumnya.
Karya-karya mutakhir Nyoman Erawan yang menggabungkan secara eklektis namun harmonis
antara unsur-unsur rupa abstraktif dengan ornamen ini, seolah-olah berselancar diantara riak riak
Rhythm In Various Tones #1, 2014, 55 x 75 cm, acrylic, ink on paper
Rhythm In Black Tone #1, 2014, 55 x 75 cm, ink on paper and aluminum
Rhythm In Black Tone #5, 2014, 235 x 231 cm, ink on paper and aluminum
sejarah khususnya sejarah seni rupa modern. Yang mana keberadaan seni ornamen dalam sejarah
seni rupa barat kerap mengalami pasang surut pembacaan, sering kali dituduhkan hanya sebagai
seni yang semata-mata menghias. "Ornament is a crime" begitu jargon yang kerap kita dengar
dari para arsitek modernis. Demikian juga dengan istilah form follow funtion yang mencerabut sisi
ornament dari struktur kegunaannya (functionalism).
Namun Erawan bukanlah seniman yang lahir di Barat, Ia lahir di dunia Timur, khususnya di
Indonesia yang menempatkan ornamen pada posisi yang luhur. Ornamen kaya akan nilai nilai
simbolik yang filosofis. Sehingga membedah kesenilukisan Erawan, tak cukup dengan
membedahnya dari sisi estetika semata. Epistimologi seni lukis Erawan, memiliki relavansi
dibedah secara ikonografis, guna menelisik dan mengurai nilai-nilai kosmologi Hindu Bali dalam
karya-karyanya. Sebab kesenian bagi Erawan adalah ritus.
Dalam pembacaan ikonologi potret mental suatu ikon dan motif dalam keseluruhan komposisi
memiliki asosiasi antara satu dengan yang lainnya, membentuk hubungan bisosiatif.
Karya-karyanya sering menghadirkan motif; api, batu, daun, bunga, angin, air, dan garis
melingkar-lingkar. Kesemuanya adalah symbol ikonografi yang lekat dengan nilai-nilai kosmologis
Hindu Bali. Semuanya mengacu pada Panca Maha Buta, lima unsur pembentuk makrokosmos dan
mikrokosmos.
Seni lukis Nyoman Erawan adalah refleksi atas dirinya yang hidup ditengah-tengah kebudayaan
Bali dan kebudayaan Global. Ia memproses ingatan-ingatan atas pengalaman estetiknya sebagai
untaian jejak langkahnya dalam berproses kreatif. Catatan perjalanan kerupaannya selalu ditandai
oleh ikonografi yang bernafaskan nilai filosofis. Ornamen bagi dan oleh Erawan bukanlah sekedar
“superficial form” (Kandinsky) tetapi “dimensional form”. Sebuah wujud dengan lapisan-lapisan
dimensi nilai dan makna
NYOMAN ERAWAN
May 27th, 1958
Banjar Dlodtangluk, Sukawati, Gianyar, Bali.
EDUCATION
Art High School, Denpasar, Indonesia
Indonesia Academy of Art (STSRI), Yogyakarta, Indonesia
SELECTED SOLO EXHIBITIONS 2015 EMOTIVE, Griya Santrian Gallery, Bali, Indonesia
2013 Action & [re]action, Agung Rai Museum of Art, Ubud, Bali, Indonesia
Archetive, Re-Reading Nyoman Erawan Komaneka Fine Art Gallery
2012 Salvation of The Soul (Painting, Sketch, Instalation Art and Performance Art), Tonyraka Art
Gallery, Ubud, Bali, Indonesia
SELECTED GROUP EXHIBITIONS 2014 Beyond a Light, Erawan vs Perupa Cahaya Sejati, Bentara Budaya Bali, Bali, Indonesia
Pameran Karya Pelukis Indonesia : Pasar Seni Lukis Indonesia 2014, IX International Surabaya,
Indonesia
Ethnicpower #1, Taman Budaya Bali, Bali, Indonesia
2013 Bali-Jeju (Korea) : Vice Verse, National Gallery, Jakarta, Indonesia
Bali Art Fair 2013 “Bali on the Move”, Maha Art Gallery, Denpasar, Bali, Indonesia
Bank Art Fair, Shangrila Hotel, Hongkong
Jiwa Ketok dan Kebangsaan, S. Sudjojono, Persagi dan Kita, National Gallery, Jakarta,
Indonesia
2012 An Atistic Journey, Sudakara Art Space, Sudamala Villa, Sanur, Bali, Indonesia
Karya Sang Juara, 1994-2010, Yayasan Seni Rupa Indonesia, National Gallery Jakarta,
Indonesia
Gaze and Ritual, Pararupa Sukawati, Bentara Budaya Bali, Bali, Indonesia
SELECTED PERFORMANCE ART SHOW 2014 Ritus Bunyi Kata Rupa “Salvation of The Soul” Erawan vs Penyair Sejati, Antida Sound Garden,
Denpasar, Bali
2013 Happening Art “Rotatiion”, Bali Art Fair 2013, Bali on The Move, TONYRAKA Art Gallery, Mas,
Ubud, Bali, Indonesia
Choostic Vibration, Komaneka Fine Art Gallery, Ubud, Bali, Indonesia
2012 Ritus Wajah Digoreng Goreng, TONYRAKA Art Gallery, Ubud, Bali, Indonesia
AWARDS1. The Best Art Painting Award at 35 Years Indonesian Academy of Art Ce;ebration, Yogyakarta,
Indonesia
2. The Best Art Painting Award at The Third Dies Natalies of Indonesian Institute of Art,
Yogyakarta, Indonesia
3. Lempad Prize for Painting from Sanggar Dewata Indonesia
4. Badge from Winsor & Newton, England, in 1992
5. Ten Best Painting, award prize from Indonesian Art Foundation at 1994 The Philip Morris
Group of Companies Indonesia Art Award Painting Competition
6. First Prize on 1994 The Philip Morris Group of Companies Indonesia Art Award
7. Third Winer of 1996 Best Artsist from 11 Indonesian art observer at May 11th 1996 Gatra
Magazine
8. 15th position in the Best Painters of 1996 from 11 Indonesian ar observer at May 11th , 1996
Gatra Magazine
9. Award from Indonesian Art Show People (MPSI), Milenium Art, Celebrating third millennium in
1999
10. 2004 Wija Kesuma Award for Art Lifetime achievement from The District Government of
Gianyar, Bali, Indonesia
11. The 2005 Astra Otoparts Art Award for lifetime achievement at 2005 Bali Biennale.
Rhythm In Kneaded Paper #5, 2014, 20 x 30 x 20 cm, acrylic, ink on paper and aluminum
Rhythm In Kneaded Paper #7, 2014, 60 x 55 cm, acrylic, ink on paper and aluminum
Ida Bagus Gede Sidarta PutraMade Astawa “Dollar”Griya Santrian Gallery dan staffJean CouteauAryanta Sutama Istri dan Anak-anakuWayan Seriyoga PartaMade Susanta DwitanayaDewa PurwitaMarcus Prihminto WidodoRichard Hortsman
Asok Purnama SantiBudhitomfreaker 221 CrewPenerbit ArtiGurat InstitutePro-DocWarna Creative Studio Serta pihak-pihak yang telah turut membantu terselengga-ranya Pameran ini
Terima Kasih kepada :