4
ni kisah biasa. Diceritakan dengan I cara biasa. Pak Munajat dan Bu Warni adalah sepasang petani kecil. Mereka hanya punya lahan seperempat hektar. Anaknya tiga, Imam, Subhan, dan Lastri. Di antara ketiga anaknya, hanya Imam yang kuliah. Subhan lulusan STM, lalu bekerja menjadi satpam di sebuah bank. Lastri begitu lulus SMA bekerja di pabrik sepatu. Pasangan itu banting tulang agar Imam bisa lulus sarjana. Pak Munajat kadang menjadi kuli bangunan. Bu Warni menjadi tukang masak di sebuah warung milik tetangganya. Imam anak yang cerdas. Ia lulus tepat waktu dan kemudian bekerja di sebuah perusahaan mobil ternama. Ia menikah, istrinya bekerja di sebuah perusahaan elektronika. Pasangan ini dikaruniai dua anak, laki-laki (5 tahun) dan perempuan (2 tahun). Keluarga Buletin SANTRI Edisi 05 Jum’at, 20 Maret 2015 1 Edisi 05/2015 Seorang Anak kepada Orang Tuanya Oleh Puthut EA

Edisi 5 - Seorang Anak kepada Orang Tuanya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

ni kisah biasa. Diceritakan dengan Icara biasa. Pak Munajat dan Bu Warni

adalah sepasang petani kecil. Mereka

hanya punya lahan seperempat hektar.

Anaknya tiga, Imam, Subhan, dan Lastri.

Di antara ketiga anaknya, hanya Imam

yang kuliah. Subhan lulusan STM, lalu

bekerja menjadi satpam di sebuah bank.

Lastri begitu lulus SMA bekerja di pabrik

sepatu.

Pasangan itu banting tulang agar

Imam bisa lulus sarjana. Pak Munajat

kadang menjadi kuli bangunan. Bu

Warni menjadi tukang masak di sebuah

warung milik tetangganya.

Imam anak yang cerdas. Ia lulus

tepat waktu dan kemudian bekerja di

sebuah perusahaan mobil ternama. Ia

menikah, istrinya bekerja di sebuah

perusahaan elektronika. Pasangan ini

dikaruniai dua anak, laki-laki (5 tahun)

dan perempuan (2 tahun). Keluarga

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015 1Buletin SANTRI Edisi 05

Jum’at, 20 Maret 20154

Edisi 05/2015

Seorang Anak

kepada Orang TuanyaOleh Puthut EA

Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat Gusdurian

Rabu, 25 Maret 2015 di Pendapa Hijau Yayasan LKIS.

Jl. Pura No. 203 Surowajan, yogyakarta.

Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.

Jawaban: Dalam tafsir-tafsir AlQuran, ulama dalam menafsirkan QS. Al-Isra: 32 berkata

bahwa Allah melarang zina dan hal-hal yang dapat menjadi pendorong serta permulaan zina.

Diantara pendorong dan permulaan zina (muqaddimatuzina) adalah khalwah, yakni berdua-

duaan layaknya yg dilakukan muda-mudi zaman sekarang.

Dalam Islam, jatuh cinta tidak dilarang. Bahkan jatuh cinta akan menjadi terpuji jika

mendorong orang yg sedang dimabuk cinta semakin dekat dengan Allah SWT. Dalam kitab

al-Tawwabin dikisahkan, bahwa Fudhail bin Iyyad adalah pembegal kelas kakap yang sangat

ditakuti bertaubat karena cinta. Suatu hari ia jatuh cinta pada wanita cantik nan shalihah. Pada

suatu malam, Fudhail memanjat tembok agar bisa mengintip pujaan hatinya. Saat itu, sang

pujaan hati sedang membaca Al-Quran: "Belumlah datang waktunya bagi mereka yang

beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah (QS. AL-Hadid: 16). Ayat yang

dibaca oleh sang pujaan hati tersebut menembus relung hati Fudhail lalu ia bertaubat. Di sini

kita melihat cinta tidak membuat Fudhail lupa pada Allah SWT. Cinta Fudhail tidak

mendorongnya melanggar larangan Allah SWT. Justru cintanya menjadi jalan pertaubatan.

Inilah cinta yang mulia.

Pertanyaan: Assalamualaikum Ustadz. Benarkah Pacaran adalah bahasa modern dari Zina,

yg artinya QS Al Isro' ayat 32, juga boleh diartikan jangan dekati pacaran, sesungguhnya

pacaran adalah perbuatan keji dan jalan buruk?

Mobare, Papringan.

Pacaran adalah Zina?

memperbolehkan. Kali ini, Pak Munajat

tetap bersikukuh dengan sikapnya, dia

tetap ingin melanjutkan acara doa

bersama sampai 7 hari. Bu Warni

dengan bersimbah airmata pun

m e m o h o n a g a r I m a m

memperbolehkan ritual

i t u . To h m e r e k a

m e m a k a i u a n g

mereka sendir i ,

bukan uang dari

Imam atau dari

siapapun. Imam

marah luarbiasa.

Dia tunjuk muka

kedua orangtuanya

yang masih berduka

itu dan bilang: kalian

kafir!

Malam itu, sampai

menjelang subuh, Pak Munajat dan

Bu Warni masih menangis di dalam

kamar. Di atas sajadah mereka

menangis. Mereka tidak menyesal telah

menyekolahkan Imam hingga menjadi

sarjana. Mereka bersyukur karir Imam

cemerlang dan dianugerahi keluarga

yang sejahtera. Tapi mereka berdua

tidak bisa mengerti, setiap hal yang

m e n d a m a i k a n m e r e k a , y a n g

m e n e n a n g k a n m e r e k a , y a n g

menyenangkan mereka, harus diakhiri

dengan tiga kata: bid'ah, haram, dan

bahkan kafir. Mereka tidak bisa

mengerti kenapa anak yang begitu

disayangi tega mengatakan kafir

kepada orangtuanya padahal mereka

merasa tidak pernah menyembah

apapun selain Allah.

Malam itu, mereka

berdua terisak. Tak tahu

a p a y a n g a k a n

dilakukan. Tak bisa

menerima apa yang

t e l a h t e r j a d i .

Mereka hanya bisa

menangis di depan

Allah.

Sekarang ini

ada banyak sekali

orang yang mengalami

seperti apa yang dialami

oleh Pak Munajat. Ada banyak

sekali orang yang berperilaku seperti

Imam.

Subuh ini, saya menangis untuk

mereka.

Yogyakarta, 1 Februari 2015

Penulis adalah seorang sastrawan yang

tinggal di Yogyakarta.

yang sempurna. Pak Munajat dan Bu

Warni sangat bangga dengan anak

pertama mereka.

Hingga tiba suatu saat, Imam

melarang bapaknya pergi ke langgar

sebelum salat Magrib dimulai. Karena

Pak Munajat sering ikut pujian, ritual

nyanyian yang dilakukan di antara

waktu usai azan sampai sebelum

iqomah. Ketika Pak Munajat bertanya

kenapa, Imam menjawab: Itu bid'ah. Pak

Munajat tidak berani membantah

anaknya. Dia kalah pintar. Dia tidak tahu

banyak soal Al Quran dan Hadist.

Akhirnya Pak Munajat mengalah. Ia

hanya bergegas ke langgar ketika

iqomah sudah diserukan.

Tidak lama kemudian, Imam

melarang Pak Munajat melakukan

Yas inan ber sama orang-orang

kampungnya di malam Jumat. Padahal

acara itu sangat ditunggu oleh Pak

Munajat karena di forum Yasinan itulah,

dia bisa berkumpul dan bercengkerama

dengan tetangga-tetangganya, berbagi

kabar, dan sering mendapatkan ilmu

baru. Ketika Pak Munajat bertanya

kenapa, Imam menjawab: itu bid'ah.

Imam juga melarang Pak

Munajat merokok. Haram, kata Imam.

Padahal merokok bagi Pak Munajat

mungkin satu dari sedikit kesenangan

yang dimilikinya. Selain itu, merokok

juga penting kalau sedang ngobrol

dengan tetangga atau ketika datang ke

sebuah hajatan. Sebetulnya Pak

Munajat hendak membantah. Tapi

karena diancam jika masih merokok

tidak boleh mendekati kedua cucunya,

terpaksa Pak Munajat menghentikan hal

yang disukainya itu.

Imam juga melarang Pak

Munajat datang ke berbagai kendurian

yang biasa dihelat di kampungnya.

Mulai dari tasyakuran, manakiban,

khataman dll. Lagi-lagi Pak Munajat

tidak bisa membantah. Dia kalah pintar.

Suatu saat, emak Pak Munajat

meninggal dunia. Sebagaimana biasa,

digelar ritual doa bersama tetangga

selama 7 hari di rumahnya, kelak

dilanjut 40 hari, 100 hari, 1.000 hari dst.

Baru berjalan semalam, Imam kemudian

melarang acara itu diteruskan. Bid'ah,

katanya. Kal i ini , Pak Munajat

membantah. Dia bilang, sosok yang

barusan meninggal adalah emak yang

sangat disayangi dan dicintainya. Orang

y a n g m e n g a n d u n g d i r i n y a ,

melahirkannya, merawatnya dan

membesarkannya seorang diri karena

bapaknya meninggal saat dia berumur

10 tahun. Pak Munajat hanya ingin

berdoa, ingin tetangga-tetangganya

ikut berdoa. Dia hanya ingin menjadi

anak yang berbakti. Pak Munajat

memohon betul agar kali ini Imam

memperbolehkannya melakukan ritual

yang sangat penting itu.

I m a m t e t a p t i d a k

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015

“Mereka tidak bisa

mengerti kenapa anak

yang begitu disayangi tega

mengatakan kafir kepada

orangtuanya padahal mereka

merasa tidak pernah

menyembah apapun

selain Allah.”

memperbolehkan. Kali ini, Pak Munajat

tetap bersikukuh dengan sikapnya, dia

tetap ingin melanjutkan acara doa

bersama sampai 7 hari. Bu Warni

dengan bersimbah airmata pun

m e m o h o n a g a r I m a m

memperbolehkan ritual

i t u . To h m e r e k a

m e m a k a i u a n g

mereka sendir i ,

bukan uang dari

Imam atau dari

siapapun. Imam

marah luarbiasa.

Dia tunjuk muka

kedua orangtuanya

yang masih berduka

itu dan bilang: kalian

kafir!

Malam itu, sampai

menjelang subuh, Pak Munajat dan

Bu Warni masih menangis di dalam

kamar. Di atas sajadah mereka

menangis. Mereka tidak menyesal telah

menyekolahkan Imam hingga menjadi

sarjana. Mereka bersyukur karir Imam

cemerlang dan dianugerahi keluarga

yang sejahtera. Tapi mereka berdua

tidak bisa mengerti, setiap hal yang

m e n d a m a i k a n m e r e k a , y a n g

m e n e n a n g k a n m e r e k a , y a n g

menyenangkan mereka, harus diakhiri

dengan tiga kata: bid'ah, haram, dan

bahkan kafir. Mereka tidak bisa

mengerti kenapa anak yang begitu

disayangi tega mengatakan kafir

kepada orangtuanya padahal mereka

merasa tidak pernah menyembah

apapun selain Allah.

Malam itu, mereka

berdua terisak. Tak tahu

a p a y a n g a k a n

dilakukan. Tak bisa

menerima apa yang

t e l a h t e r j a d i .

Mereka hanya bisa

menangis di depan

Allah.

Sekarang ini

ada banyak sekali

orang yang mengalami

seperti apa yang dialami

oleh Pak Munajat. Ada banyak

sekali orang yang berperilaku seperti

Imam.

Subuh ini, saya menangis untuk

mereka.

Yogyakarta, 1 Februari 2015

Penulis adalah seorang sastrawan yang

tinggal di Yogyakarta.

yang sempurna. Pak Munajat dan Bu

Warni sangat bangga dengan anak

pertama mereka.

Hingga tiba suatu saat, Imam

melarang bapaknya pergi ke langgar

sebelum salat Magrib dimulai. Karena

Pak Munajat sering ikut pujian, ritual

nyanyian yang dilakukan di antara

waktu usai azan sampai sebelum

iqomah. Ketika Pak Munajat bertanya

kenapa, Imam menjawab: Itu bid'ah. Pak

Munajat tidak berani membantah

anaknya. Dia kalah pintar. Dia tidak tahu

banyak soal Al Quran dan Hadist.

Akhirnya Pak Munajat mengalah. Ia

hanya bergegas ke langgar ketika

iqomah sudah diserukan.

Tidak lama kemudian, Imam

melarang Pak Munajat melakukan

Yas inan ber sama orang-orang

kampungnya di malam Jumat. Padahal

acara itu sangat ditunggu oleh Pak

Munajat karena di forum Yasinan itulah,

dia bisa berkumpul dan bercengkerama

dengan tetangga-tetangganya, berbagi

kabar, dan sering mendapatkan ilmu

baru. Ketika Pak Munajat bertanya

kenapa, Imam menjawab: itu bid'ah.

Imam juga melarang Pak

Munajat merokok. Haram, kata Imam.

Padahal merokok bagi Pak Munajat

mungkin satu dari sedikit kesenangan

yang dimilikinya. Selain itu, merokok

juga penting kalau sedang ngobrol

dengan tetangga atau ketika datang ke

sebuah hajatan. Sebetulnya Pak

Munajat hendak membantah. Tapi

karena diancam jika masih merokok

tidak boleh mendekati kedua cucunya,

terpaksa Pak Munajat menghentikan hal

yang disukainya itu.

Imam juga melarang Pak

Munajat datang ke berbagai kendurian

yang biasa dihelat di kampungnya.

Mulai dari tasyakuran, manakiban,

khataman dll. Lagi-lagi Pak Munajat

tidak bisa membantah. Dia kalah pintar.

Suatu saat, emak Pak Munajat

meninggal dunia. Sebagaimana biasa,

digelar ritual doa bersama tetangga

selama 7 hari di rumahnya, kelak

dilanjut 40 hari, 100 hari, 1.000 hari dst.

Baru berjalan semalam, Imam kemudian

melarang acara itu diteruskan. Bid'ah,

katanya. Kal i ini , Pak Munajat

membantah. Dia bilang, sosok yang

barusan meninggal adalah emak yang

sangat disayangi dan dicintainya. Orang

y a n g m e n g a n d u n g d i r i n y a ,

melahirkannya, merawatnya dan

membesarkannya seorang diri karena

bapaknya meninggal saat dia berumur

10 tahun. Pak Munajat hanya ingin

berdoa, ingin tetangga-tetangganya

ikut berdoa. Dia hanya ingin menjadi

anak yang berbakti. Pak Munajat

memohon betul agar kali ini Imam

memperbolehkannya melakukan ritual

yang sangat penting itu.

I m a m t e t a p t i d a k

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015

“Mereka tidak bisa

mengerti kenapa anak

yang begitu disayangi tega

mengatakan kafir kepada

orangtuanya padahal mereka

merasa tidak pernah

menyembah apapun

selain Allah.”

ni kisah biasa. Diceritakan dengan Icara biasa. Pak Munajat dan Bu Warni

adalah sepasang petani kecil. Mereka

hanya punya lahan seperempat hektar.

Anaknya tiga, Imam, Subhan, dan Lastri.

Di antara ketiga anaknya, hanya Imam

yang kuliah. Subhan lulusan STM, lalu

bekerja menjadi satpam di sebuah bank.

Lastri begitu lulus SMA bekerja di pabrik

sepatu.

Pasangan itu banting tulang agar

Imam bisa lulus sarjana. Pak Munajat

kadang menjadi kuli bangunan. Bu

Warni menjadi tukang masak di sebuah

warung milik tetangganya.

Imam anak yang cerdas. Ia lulus

tepat waktu dan kemudian bekerja di

sebuah perusahaan mobil ternama. Ia

menikah, istrinya bekerja di sebuah

perusahaan elektronika. Pasangan ini

dikaruniai dua anak, laki-laki (5 tahun)

dan perempuan (2 tahun). Keluarga

Buletin SANTRI Edisi 05Jum’at, 20 Maret 2015 1Buletin SANTRI Edisi 05

Jum’at, 20 Maret 20154

Edisi 05/2015

Seorang Anak

kepada Orang TuanyaOleh Puthut EA

Hadirilah Rutinan Majlis Sholawat Gusdurian

Rabu, 25 Maret 2015 di Pendapa Hijau Yayasan LKIS.

Jl. Pura No. 203 Surowajan, yogyakarta.

Terbuka untuk umum. Ajak sanak dan keluarga terdekat.

Jawaban: Dalam tafsir-tafsir AlQuran, ulama dalam menafsirkan QS. Al-Isra: 32 berkata

bahwa Allah melarang zina dan hal-hal yang dapat menjadi pendorong serta permulaan zina.

Diantara pendorong dan permulaan zina (muqaddimatuzina) adalah khalwah, yakni berdua-

duaan layaknya yg dilakukan muda-mudi zaman sekarang.

Dalam Islam, jatuh cinta tidak dilarang. Bahkan jatuh cinta akan menjadi terpuji jika

mendorong orang yg sedang dimabuk cinta semakin dekat dengan Allah SWT. Dalam kitab

al-Tawwabin dikisahkan, bahwa Fudhail bin Iyyad adalah pembegal kelas kakap yang sangat

ditakuti bertaubat karena cinta. Suatu hari ia jatuh cinta pada wanita cantik nan shalihah. Pada

suatu malam, Fudhail memanjat tembok agar bisa mengintip pujaan hatinya. Saat itu, sang

pujaan hati sedang membaca Al-Quran: "Belumlah datang waktunya bagi mereka yang

beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah (QS. AL-Hadid: 16). Ayat yang

dibaca oleh sang pujaan hati tersebut menembus relung hati Fudhail lalu ia bertaubat. Di sini

kita melihat cinta tidak membuat Fudhail lupa pada Allah SWT. Cinta Fudhail tidak

mendorongnya melanggar larangan Allah SWT. Justru cintanya menjadi jalan pertaubatan.

Inilah cinta yang mulia.

Pertanyaan: Assalamualaikum Ustadz. Benarkah Pacaran adalah bahasa modern dari Zina,

yg artinya QS Al Isro' ayat 32, juga boleh diartikan jangan dekati pacaran, sesungguhnya

pacaran adalah perbuatan keji dan jalan buruk?

Mobare, Papringan.

Pacaran adalah Zina?