40
Pengelolaan #Uangkita yang akuntabel, mendukung kesinambungan fiskal KINERJA DAN FAKTA Edisi Juni 2019 APBN KITA Scan untuk Unduh

Edisi Juni 2019 APBN KITA - Kementerian Keuangan RI · 2019. 6. 21. · 3 APBN KITA (Kinerja dan Fakta) Edisi Juni 2019 2 “Dalam mengelola APBN berkomitmen mengedepankan tata kelola

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    Pengelolaan #Uangkita yang akuntabel, mendukung kesinambungan fiskal

    K I N E R J A D A N F A K T A

    Edisi Juni 2019

    APBN KITA

    Scan untuk Unduh

  • 3

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    2

    “Dalam mengelola APBN berkomitmen mengedepankan tata kelola yang baik agar seluruh kebijakan dari sisi pendapatan maupun belanja dapat berdampak positif dan optimal dalam rangka mendorang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

    masyarakat”

    Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

  • 5

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    4

    Infografis

    RINGKASANEKSEKUTIF

    Realisasi Penerimaan Perpajakan mencapai Rp569,32 triliun atau 31,87 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh 5,69 persen dibandingkan realisasi periode yang sama APBN tahun 2018 sebesar Rp538,68 triliun. .

    Realisasi Penerimaan Pajak mencapai Rp496,65 triliun atau 31,48 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 2,43 persen.

    Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai mencapai Rp 72,67 triliun atau 34,80 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 35,11 persen.

    PNBP membukukan realisasi sebesar Rp 158,42 triliun atau 41,88 persen dari target APBN tahun 2019.

    Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp 530,81 triliun atau 32,48 persen dari pagu APBN tahun 2019, meningkat 15,90 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

    TKDD mencapai Rp 325,10 triliun atau 39,32 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 1,12 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

    Ringkasan Eksekutif

    Prospek pertumbuhan perekonomian global tahun 2019 diperkirakan melemah, terutama karena

    pelemahan investasi di negara berkembang dan diikuti risiko-risiko termasuk kemungkinan eskalasi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok. Namun, prospek pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan masih stabil. Pemerintah secara konsisten akan mendorong investasi dan peningkatan produktivitas sebagai landasan pertumbuhan ekonomi ke depan. Stabilitas ekonomi masih tetap terkendali dengan tingkat inflasi yang relatif rendah yang diyakini akan menjaga tingkat konsumsi masyarakat. Hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor’s (S&P) pada 31 Mei 2019 yang menaikkan peringkat

    Indonesia dari BBB- ke BBB dengan outlook stable mengindikasikan perekonomian Indonesia yang masih tumbuh stabil ditengah ketidakpastian ekonomi global. Selanjutnya, perbaikan terhadap kinerja transaksi berjalan akan tetap dilakukan guna lebih memperkuat pertumbuhan ekonomi.

    Kinerja realisasi pendapatan negara dan hibah hingga akhir Mei 2019 masih menunjukkan tren positif. Realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp728,45 triliun atau 33,64 persen dari target APBN 2019. Capaian tersebut tumbuh sebesar 6,19 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan negara meliputi realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp569,32 triliun atau 31,87

  • 7

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    6

    persen dibandingkan target dalam APBN 2019, PNBP sebesar Rp158,42 triliun (41,88 persen), dan penerimaan hibah sebesar Rp706,30 miliar (162,25 persen). Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, penerimaan perpajakan mampu tumbuh sebesar 5,69 persen (yoy), PNBP tumbuh sebesar 8,61 persen (yoy), sedangkan untuk penerimaan hibah tumbuh negatif sebesar 51,13 persen (yoy).

    Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp496,65 triliun atau 31,48 persen dari target APBN 2019, tumbuh 2,43 persen (yoy). Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Mei 2019, ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang mencapai Rp294,14 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN&PPnBM) sebesar Rp173,31 triliun. Pertumbuhan kinerja penerimaan pajak didukung oleh faktor berlangsungnya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1440 H di bulan Mei dan awal Juni dengan adanya pembayaran THR dan bonus karyawan serta pergeseran penyetoran pajak yang lebih awal sebagai antisipasi libur cuti lebaran. Momen mudik juga mendorong meningkatnya penerimaan PPh pasal 22 dari sektor Industri Ketenagalistrikan dan Industri Bahan Bakar. Faktor lain yang mendorong

    kinerja PPh adalah penyerapan belanja barang yang tumbuh sebesar 16,89 persen (yoy) serta tren positif peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pasca pelaporan SPT Tahunan.

    Untuk penerimaan kepabeanan dan cukai, realisasi penerimaan mencapai Rp72,67 triliun atau 34,80 persen dari target APBN 2019, tumbuh 35,11 persen (yoy). Perbaikan kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut terutama ditopang oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang tumbuh masing-masing sebesar 60,17 persen (yoy) dan 27,79 persen (yoy). Pertumbuhan ini dampak dari kebijakan relaksasi pelunasan pemesanan pita cukai, tidak adanya kenaikan tarif CHT di tahun 2019 yang menyebabkan peningkatan pemesanan pita cukai di awal tahun serta keberhasilan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) dalam mengurangi peredaran Hasil Tembakau dan MMEA ilegal.

    Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp158,42 triliun atau mencapai 41,88 persen dari target APBN 2019. Capaian Realisasi PNBP ini mengalami pertumbuhan sebesar 8,61

    persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018. Realisasi Penerimaan PNBP Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp65,01 triliun atau 34,08 persen dibandingkan target dalam APBN 2019. Penerimaan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp64,81 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp13,63 triliun atau 43,99 persen terhadap APBN 2019. Di sisi lain, penerimaan negara yang bersumber dari Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan mencapai Rp32,81 triliun atau sebesar 71,96 persen. Di sisi penerimaan PNBP Lainnya, sampai dengan bulan Mei 2019 telah mencapai Rp42,25 triliun atau sebesar 44,91 persen dari target APBN 2019. Pendapatan BLU hingga Mei 2019 telah mencapai Rp18,35 triliun atau 38,33 persen dari target APBN 2019. Meskipun capaian PNBP cukup positif, Pemerintah senantiasa mewaspadai perkembangan harga komoditas maupun nilai tukar yang sensitif terhadap kinerja PNBP.

    Sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan APBN melalui perbaikan pola penyerapan belanja, realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Mei 2019 sebesar Rp855,90

    triliun (34,78 persen dari pagu APBN 2019), meningkat 9,80 persen (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp530,81 triliun (32,48 persen dari pagu APBN) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp325,10 triliun (39,32 persen dari pagu APBN). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai bulan Mei 2019 mengalami peningkatan sebesar 15,90 persen (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh realisasi belanja bantuan sosial yang telah mencapai Rp60,33 triliun (59,15 persen dari pagu) atau meningkat sebesar 53,70 persen (yoy) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Lebih tingginya realisasi belanja tersebut dapat mencerminkan komitmen Pemerintah yang senantiasa menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan.

    Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Mei 2019 mencapai Rp50,59 triliun atau 22,55 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN. Realisasi belanja subsidi tersebut meliputi subsidi energi Rp38,37 triliun dan subsidi nonenergi Rp12,22 triliun. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Mei

  • 9

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    8

    2019 lebih rendah Rp10,38 triliun atau 17,02 persen dibandingkan realisasi belanja subsidi pada periode yang sama tahun 2018. Lebih rendahnya realisasi subsidi dimaksud terutama dikarenakan realisasi subsidi energi yang lebih rendah karena pada tahun 2018 terdapat pembayaran sebagian kekurangan subsidi energi tahun sebelumnya, serta Harga Indeks Pasar (HIP) dan formula harga patokan LPG tahun 2019 yang lebih rendah dari tahun 2018. Sementara itu, realisasi subsidi nonenergi justru lebih tinggi Rp0,60 triliun atau 5,16 persen daripada periode yang sama tahun 2018 karena terdapat percepatan realisasi Subsidi Pupuk dan Subsidi Kredit Program dalam tahun 2019. Selain itu, percepatan realisasi Public Service Obligation yang diberikan pada PT KAI dan PT Pelni turut memberikan sumbangsih atas kenaikan realisasi subsidi nonenergi.

    Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Mei 2019 mencapai Rp325,10 triliun atau 39,32 persen dari pagu APBN 2019, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp304,66 triliun (40,26 persen) dan Dana Desa Rp20,43 triliun (29,19 persen). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp297,34 triliun (41,04 persen), Dana

    Insentif Daerah (DID) Rp5,18 triliun (51,75 persen), dan Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Rp2,14 triliun (9,67 persen). Realisasi TKD sampai dengan Mei 2019 tersebut lebih tinggi Rp3,81 triliun atau sekitar 1,27 persen (yoy) bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2018. Tingginya realisasi TKD sampai dengan Mei 2019 tersebut terutama disebabkan karena: (1) penyaluran DAU yang lebih tinggi 4,32 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, antara lain dipengaruhi oleh penyaluran DAU tambahan tahap I bantuan pendanaan kelurahan kepada beberapa Pemerintah Daerah serta penyelesaian kewajiban tunggakan iuran jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan oleh beberapa Pemda; (2) meningkatnya realisasi Dana Insentif Daerah sebesar 21,77 persen (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya karena adanya peningkatan penyaluran DID tahap I pada beberapa Pemerintah Daerah yang telah menyampaikan persyaratan penyaluran tahap I secara tepat waktu; serta (3) realisasi DAK Nonfisik yang meningkat sekitar 1,62 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya salah satunya karena kepatuhan daerah yang meningkat dalam menyampaikan

    pelaporan serta mulai disalurkannya jenis DAK Nonfisik baru yaitu Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Kesetaraan, BOP Museum dan Taman Budaya, serta Dana Pelayanan Kepariwisataan. Sementara itu, realisasi Dana Desa sampai dengan Mei 2019 lebih rendah Rp0,22 triliun atau negatif 1,09 persen (yoy) dibandingkan realisasi Dana Desa pada periode yang sama tahun 2018. Hal tersebut dipengaruhi oleh belum dipenuhinya persyaratan penyaluran Dana Desa tahap I oleh Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.07/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa. Untuk mengakselerasi penyaluran Dana Desa tahap I, Kementerian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara akan terus mendorong daerah agar segera menyampaikan persyaratan penyaluran Dana Desa tahap I.

    Keberlanjutan fiskal di tahun 2019 diharapkan akan tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga Mei 2019 mencapai Rp127,45 triliun atau sekitar 0,79 persen PDB. Sementara itu, posisi keseimbangan primer pada Mei 2019 berada pada posisi negatif Rp0,38 triliun. Realisasi pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga Mei 2019 mencapai Rp157,89 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp159,63 triliun yang meliputi penerbitan SBN (neto) sebesar Rp186,04 triliun dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp26,41 triliun. Pemerintah secara konsisten melakukan pengelolaan utang secara prudent dan produktif antara lain dengan menjaga rasio utang dalam batas aman, meningkatkan efisiensi atas pengelolaan utang, mendorong pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, serta menjaga keseimbangan pengelolaan utang.

  • 11

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    10

    Momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 tetap terjaga dengan pertumbuhan PDB

    tahun 2018 sebesar 5,17 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Selanjutnya, meskipun ketidakpastian ekonomi global masih akan berlanjut di tahun 2019, kinerja perekonomian 2018 diperkirakan akan memberikan

    landasan kuat di tahun 2019. Stabilitas ekonomi juga tetap terkendali dengan inflasi dan nilai tukar rupiah pada tingkat

    yang relatif terjaga. Pemerintah juga akan

    terus berupaya memperbaiki neraca perdagangan dengan meningkatkan kinerja ekspor guna lebih memperkuat fundamental

    ekonomi.

    Sampai dengan bulan Februari tahun 2019, kinerja realisasi

    pendapatan negara dan hibah secara umum masih menunjukkan tren yang positif. Hingga akhir Februari

    2019 realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp217,21 triliun atau 10,03 persen dibandingkan target dalam APBN 2019, tumbuh 8,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Realisasi pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan mencapai Rp177,24 triliun, PNBP sebesar Rp39,91 triliun, dan penerimaan hibah mencapai Rp62,7 miliar atau masing-masing telah mencapai 9,92 persen, 10,55 persen, dan 14,40 persen terhadap target yang ditetapkan pada APBN 2019.

    Komponen penerimaan perpajakan yaitu penerimaan pajak serta penerimaan kepabeanan dan cukai, masing-masing telah mencapai Rp160,85 triliun dan Rp16,39 triliun, atau 10,20 persen dan 7,85 persen dibandingkan target dalam APBN 2019. Realisasi pencapaian penerimaan pajak tersebut terutama didukung oleh Penerimaan PPh nonmigas dari PPh 21, PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh Final, serta penerimaan PPN dari PPN impor. Sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai terutama didorong oleh PEMBIAYAAN

    ANGGARAN

    KESEIMBANGAN PRIMER

    SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B)

    BELANJA NEGARA (B)

    dalam triliun Rupiah

    PENDAPATAN NEGARA (A)

    APBN 2019 Realisasi s.d. 31 Mei

    % thd APBN

    2.165,11

    2.461,11

    (20,11)

    (296,00)

    296,00

    728,45

    452,06

    (0,38)

    (127,45)

    157,89

    33,64%

    34,78%

    1,88%

    43,06%

    53,34%

    REALISASI APBN 2019

    s/d 31 Mei 2019

    Infografis

    Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

  • 13

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    12

    Realisasi APBN sampai dengan Mei 2019 P

    erkembangan realisasi APBN tahun 2019 sampai dengan 31 Mei 2019 masih menunjukkan capaian positif

    dengan pendapatan negara yang mampu tumbuh 6,19 persen dan belanja negara meningkat 9,80 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan kombinasi realisasi tersebut, defisit anggaran terkendali pada level 0,79 persen terhadap PDB.

    Secara ringkas APBN 2019 sampai dengan 31 Mei 2019 mencatat bahwa realisasi pendapatan negara sebesar Rp 728,45 triliun atau 33,64 persen dari target APBN tahun 2019, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai Rp 685,99 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp855,91 triliun atau 34,78 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 9,80 persen dibandingkan realisasi APBN pada periode yang sama tahun 2018. Adapun rincian dari realisasi tersebut meliputi:

    a. Realisasi Penerimaan Perpajakan mencapai Rp569,32 triliun atau 31,87 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh 5,69 persen dibandingkan realisasi periode yang sama APBN tahun 2018 sebesar Rp538,68 triliun. Realisasi penerimaan perpajakan terdiri atas:

    • Realisasi Penerimaan Pajak mencapai Rp496,65 triliun atau 31,48 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 2,43 persen.

    • Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai mencapai Rp 72,67 triliun atau 34,80 persen dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 35,11 persen.

    b. PNBP membukukan realisasi sebesar Rp 158,42 triliun atau 41,88 persen dari target APBN tahun 2019.

    c. Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp 530,81 triliun atau 32,48 persen dari pagu APBN tahun 2019, meningkat 15,90

    persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

    d. TKDD mencapai Rp 325,10 triliun atau 39,32 persen dari pagu APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 1,12 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018.

    Dengan capaian pendapatan negara dan belanja negara tersebut, maka realisasi Defisit APBN tahun 2019 sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp127,45 triliun atau 0,79 persen terhadap PDB, dengan nilai keseimbangan primer negatif Rp0,38 triliun. Realisasi Defisit APBN tahun 2019 tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran periode yang sama tahun 2018 yakni Rp93,52 triliun atau 0,63 persen PDB, dengan nilai keseimbangan primer Rp18,95 triliun. Dengan realisasi pembiayaan anggaran periode sampai dengan 31 Mei 2019 sebesar Rp157,89 triliun, termasuk untuk pembiayaan investasi Rp3,00 triliun, terdapat kelebihan pembiayaan anggaran sebesar Rp30,44 Triliun.

    (71,4)

    (189,1)

    (128,7)(93,5)

    (127,5)

    (0,61)

    (1,49)

    (0,94)

    (0,63)(0,79)

    (1,60)

    (1,40)

    (1,20)

    (1,00)

    (0,80)

    (0,60)

    (0,40)

    (0,20)

    -

    (200,0)

    (180,0)

    (160,0)

    (140,0)

    (120,0)

    (100,0)

    (80,0)

    (60,0)

    (40,0)

    (20,0)

    -

    2015 2016 2017 2018 2019

    Defisit (Rp triliun) % defisit thd PDB

    (6,3)

    (110,3)(29,9)

    19,0

    (0,4)(0,05)

    (0,87)

    (0,22)

    0,13 (0,00)

    -1,25

    -0,85

    -0,45

    -0,05

    0,35

    (120,0)

    (100,0)

    (80,0)

    (60,0)

    (40,0)

    (20,0)

    -

    20,0

    40,0

    2015 2016 2017 2018 2019

    keseimbangan primer (Rp triliun) % keseimbangan primer thd PDB

  • 15

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    14

    PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

    Stabilitas dan prospek ekonomi nasional tetap kuat dengan dukungan bauran kebijakan Pemerintah

    Ekonomi Makro

    Prospek pertumbuhan ekonomi global 2019 diperkirakan melemah yang didorong oleh pelemahan perdagangan dan investasi global. Hal ini dipicu terutama eskalasi perang dagang negara utama dunia yang secara langsung akan berpengaruh terhadap volume perdagangan global. Bank Dunia merevisi kebawah pertumbuhan ekonomi global 2019 dari semula 2,9 persen menjadi 2,6 persen. Namun demikian, ditengah prospek pelemahan ekonomi global, perekonomian nasional tahun 2019 diperkirakan masih tumbuh stabil. Pertumbuhan ekonomi nasional masih akan didorong terutama oleh konsumsi dan investasi. Prospek optimisme atas pertumbuhan ekonomi juga ditunjukkan oleh perkembangan Indeks kepercayaan konsumen (IKK) hingga Mei 2019 masih mengindikasikan optimisme. Demikian juga dengan PMI (purchasing Managers’ Index) Manufaktur Indonesia terus membaik dan

    pada Mei 2019 berada pada level tertinggi sejak Agustus 2018, yakni 51,6 yang menggambarkan adanya perbaikan kondisi bisnis sektor manufaktur. Perbaikan kondisi sektor manufaktur ini didorong oleh adanya ekspansi produksi dan pertumbuhan permintaan.

    Nilai tukar Rupiah mengalami penguatan dipengaruhi kemungkinan penurunan FFR dan sentiment positif peningkatan peringkat utang Indonesia. Pada 14 Juni 2019, Rupiah berada pada level Rp14.304 per dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, Rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,43 persen (ytd) dibandingkan awal tahun 2019. Sementara itu, cadangan devisa Indonesia berada pada level yang tetap tinggi, yakni sebesar USD120,35 miliar pada akhir Mei 2019, meskipun sedikit menurun dibandingkan posisi akhir April 2019 sebesar USD124,29 miliar. Penurunan cadangan devisa

    ini disebabkan terutama digunakan untuk pelunasan utang luar negeri pemerintah. Namun, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Posisi cadangan devisa dapat mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia masih mempertahankan BI-7-day Reverse Repo Rate pada level 6 persen guna menjaga stabilitas eksternal.

    Laju inflasi Mei 2019 yang bertepatan dengan masuknya periode Ramadan relatif terkendali sebesar sebesar 0,68 persen (mtm) atau 1,48 persen (ytd) atau 3,32 persen (yoy). Tekanan inflasi pada bulan Mei terutama dipengaruhi oleh kenaikan permintaan selama

    periode HBKN Ramadan dan jelang Idul Fitri. Sumbangan inflasi terbesar diberikan oleh komponen volatile food, terutama bersumber dari produk hortikultura (aneka cabai, bawang putih, beberapa jenis sayuran dan buah-buahan), peternakan (daging dan telur ayam ras), serta ikan segar. Namun demikian, tekanan inflasi pangan sedikit tertahan oleh deflasi yang terjadi pada bawang merah dan beras seiring masuknya masa panen bawang serta masih cukupnya pasokan beras. Selain komoditas pangan, meningkatnya tekanan inflasi bulan Mei juga dipengaruhi oleh kenaikan tarif transportasi (angkutan antarkota, udara, dan kereta api) akibat aktivitas mudik lebaran. Secara umum, terkendalinya inflasi hingga bulan ini pada kisaran tiga persen menunjukkan masih terjaganya daya beli masyarakat serta kondisi keseimbangan permintaan dan penawaran. Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia

  • 17

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    16

    untuk menjaga stabilitas harga nasional guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam kisaran sasaran inflasi sebesar 3,5±1 persen pada 2019.

    International Institute For Management Development (IMD) World Competitiveness Center menetapkan peringkat daya saing Indonesia pada posisi 32 di tahun 2019 meningkat 11 poin dari tahun 2018 di posisi 43. Hasil dari peringkat ini menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan perbaikan-perbaikan dalam mengatasi hambatan pembangunan melalui efisiensi birokrasi dan bisnis, serta pembangunan infrastruktur yang mendorong peningkatan daya saing. Disisi lain, lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) juga menaikkan rating Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB-. Peningkatan rating didasari oleh adanya prospek pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional yang kuat yang didukung oleh bauran kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan. Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

  • Sebagai tahapan akhir dari siklus pengelolaan keuangan negara, Pemerintah berkewajiban untuk menyampaikan Laporan

    Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) kepada BPK untuk diperiksa paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2018 kepada DPR RI pada tanggal 28 Mei 2019. Berdasarkan LHP atas LKPP Tahun 2018 dimaksud, BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP Tahun 2018, berdasarkan Pemeriksaan atas 86 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2018.

    Atas 87 Laporan Keuangan tersebut, 81 LKKL dan 1 LKBUN (95%) mendapatkan opini WTP, yang berarti

    meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 sebanyak 79 LKKL dan 1 LKBUN (91%). Sedangkan 4 LKKL mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), yang berarti menurun dibandingkan tahun 2017 sebanyak 6 LKKL. Masih terdapat 1 LKKL yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat, walaupun sebenarnya ini lebih baik dibanding tahun 2017 yaitu 2 LKKL yang mendapat Opini Tidak Menyatakan Pendapat.

    Opini WTP atas LKPP Tahun 2018 merupakan untuk yang ketiga kalinya, setelah sebelumnya Pemerintah mendapatkan Opini WTP atas LKPP Tahun 2016 dan LKPP Tahun 2017. LKPP Tahun 2018 secara sederhana melaporkan capaian pelaksanaan APBN yang lebih baik dibandingkan LKPP tahun – tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari kualitas LKKL dan

    19

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    18

    Foto:Biro KLI

    WTP LKPP Tahun 2018: Lebih Baik Tapi Lebih Sulit

    Laporan Utama

  • LKBUN yang mendapatkan Opini WTP, capaian realisasi APBN yang lebih baik, defisit APBN yang lebih dapat dikendalikan, dan indikator kesejahteraan masyarakat yang menunjukkan peningkatan serta beberapa indikator perbaikan lainnya. Di samping itu, LKPP Tahun 2018 adalah LKPP pertama kalinya yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dengan tanpa APBN-P.

    Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas LKPP Tahun 2018, antara lain:

    (i) menyempurnakan sistem aplikasi terintegrasi dalam penyusunan LKPP Tahun 2018, sehingga validitas data LKPP dapat memenuhi standar kualitas yang lebih baik,

    (ii) menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait pemeriksaan LKPP dan secara berkala memonitor tingkat penyelesaiannya,

    (iii) membentuk task force untuk mempercepat penyelesaian permasalahan penyebab opini Disclaimer pada dua K/L serta penyebab pengecualian pada enam K/L yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian,

    (iv) meningkatkan peran dan kualitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam pengelolaan keuangan negara, mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran.

    Dengan upaya yang telah dilakukan tersebut, Pemerintah telah berhasil meningkatkan kualitas LKPP Tahun 2018 jika biandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya, antara lain:

    a. Meningkatnya jumlah LKKL yang mendapatkan Opini WTP, dari 79 menjadi 81 LKKL.

    b. Menurunnya jumlah LKKL yang mendapatkan Opini WDP (dari 6

    menjadi 4 LKKL) dan TMP (dari 2 menjadi 1 LKKL).

    c. Penggunaan Sistem Aplikasi untuk penyusunan LKPP yang dapat memangkas waktu penyusunan face LKPP dari dua minggu hingga menjadi hanya satu atau dua jam saja.

    d. Penurunan secara signifikan nilai selisih pencatatan transaksi belanja antara K/L dengan BUN, menjadi hanya sekitar Rp222.

    e. Tidak ada (Nihil) selisih pencatatan Kas, baik Kas di Bendahara pengeluaran, Kas BLU, maupun Kas dari Hibah Langsung, antara KL dengan BUN.

    f. Penurunan secara signifikan, saldo outstanding Transaksi Antar Entitas, baik internal KL maupun antar KL, dari sekitar Rp3,5 Triliun menjadi hanya sekitar Rp513 miliar.

    g. Penurunan secara signifikan Saldo Kas Dalam Transito, dari sekitar Rp330 miliar menjadi Rp465,-.

    Walaupun LKPP Tahun 2018 memiliki kualitas yang lebih baik, proses pertanggungjawaban APBN TA 2018 melalui LKPP Tahun 2018, dapat dikatakan merupakan proses pertanggungjawaban yang paling kompleks dibandingkan dua tahun sebelumnya. Beberapa kondisi yang mengakibatkan proses pertanggungjawaban ini menjadi lebih sulit, misalnya adanya kebijakan

    baru yang diambil Pemerintah dalam pelaksanaan APBN, tindak lanjut rekomendasi BPK yang membutuhkan regulasi setingkat undang – undang yang penyelesaiannya memerlukan kehati-hatian ekstra dari Pemerintah, dan adanya beberapa Peristiwa Setelah Tanggal Pelaporan (Subsequent Event) yang mengakibatkan perlunya dilakukan beberapa kali perubahan atas Laporan Keuangan yang telah disampaikan. Beberapa kondisi tersebut merumuskan kesimpulan bahwa LKPP Tahun 2018 ini, walaupun menyajikan kualitas yang lebih baik, namun harus melalui proses pertanggungjawaban yang lebih sulit.

    Opini WTP yang diperoleh Pemerintah atas LKPP Tahun 2018 ini, bukan berarti tanpa permasalahan yang ditemukan oleh BPK. Hanya saja, permasalahan ini tidak berpengaruh terhadap kewajaran angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Temuan dan rekomendasi BPK atas LKPP Tahun 2018 tetap harus diselesaikan oleh Pemerintah. Temuan dan rekomendasi ini harus tetap menjadi perhatian serius agar keberlangsungan opini WTP di masa yang akan datang dapat dipertahankan.

    Dalam LHP atas LKPP Tahun 2018, BPK menyampaikan 25 temuan pemeriksaan dan 56 rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara di masa yang akan datang. Penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK oleh Pemerintah tentunya akan berpengaruh pada kualitas laporan

    21

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    20

  • keuangan pemerintah di tahun anggaran berikutnya. Jumlah temuan atas LKPP tahun 2018 lebih banyak dari pada jumlah temuan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 18 temuan. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah untuk mempertahankan opini WTP pada tahun 2019 ini, lebih besar dari pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan jumlah temuan yang lebih banyak, tentunya diperlukan perhatian yang lebih intensif dari Pemerintah untuk menyelesaikan temuan signifikan dan menindaklanjuti rekomendasi BPK secara komprehensif.

    Beberapa temuan memiliki sifat berulang dari tahun ke tahun, walaupun nilainya semakin kecil. Temuan tersebut antara lain adalah temuan terkait pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), PNBP dan piutang perpajakan. Seluruh temuan pemeriksaan, baik yang baru maupun yang berulang, tetap perlu menjadi perhatian Pemerintah untuk ditindaklanjuti sampai dengan tuntas, dengan harapan agar

    permasalahan yang ditemukan pada tahun ini tidak lagi berulang di tahun yang akan datang. Komitmen dan sinergi dari semua pihak pengelola keuangan negara untuk tetap fokus mengawal pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019 senantiasa perlu dikuatkan, sehingga opini WTP atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP, tetap dapat dipertahankan di masa mendatang.

    Sebagai kesimpulan, Opini WTP atas LKPP berarti penilaian terbaik atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, yang berarti bahwa bukan hanya laporan keuangannya yang dinilai baik, melainkan juga pelaksanaan anggaran Pemerintah yang mendapatkan nilai baik dari BPK. Untuk itu, semangat akuntabilitas untuk mempertahankan Opini WTP tetap relevan dijaga, untuk meyakinkan publik bahwa APBN telah dikelola secara pruden untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.

    Ringkasan informasi yang dapat diperoleh dari masing-masing laporan adalah sebagai berikut.

    1. Laporan Realisasi APBN

    Berdasarkan Laporan Realisasi APBN TA 2018, dapat dijelaskan bahwa kinerja pendapatan negara selama tahun 2018 menunjukkan hasil yang lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Negara mencapai 102,58 persen, yang berarti melebihi target dalam APBN Tahun 2018. Sementara itu, kinerja belanja negara juga menunjukkan tren kenaikan yang signifikan, yang ditunjukkan oleh penyerapan anggaran yang mencapai 99,66 persen. Realisasi defisit anggaran juga menunjukkan angka yang menggembirakan pada level 1,81 persen, atau jauh lebih rendah dibandingkan target dalam APBN sebesar 2,19 persen. Realisasi defisit tersebut merupakan yang terkecil sejak tahun 2012.

    2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih

    Laporan Perubahan Saldo

    Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih (SAL) selama periode 1 Januari 2018 sampai dengan 31 Desember 2018. Saldo Anggaran Lebih (SAL) awal 1 Januari 2018 adalah sebesar Rp138,35 triliun, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sampai dengan 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp36,25 triliun dan Penyesuaian SAL adalah sebesar Rp639,04 miliar, sehingga Saldo Anggaran Lebih (SAL) Akhir Tahun 2018 adalah sebesar Rp175,24 triliun.

    3. Neraca

    Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan Pemerintah Pusat yang menggambarkan posisi aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal 31 Desember 2018.

    Jumlah Aset per 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp6.325,28 triliun, yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp437,87 triliun, Investasi Jangka Panjang sebesar Rp2.877,28 triliun, Aset Tetap sebesar Rp1.931,05 triliun, Piutang Jangka Panjang sebesar Rp57,18 triliun, dan Aset Lainnya

    23

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    22

    Ringkasan LKPP Tahun 2018

  • sebesar Rp1.021,88 triliun.

    Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp4.917,47 triliun, yang terdiri dari Kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp750,50 triliun dan Kewajiban Jangka Panjang sebesar Rp4.166,97 triliun. Dengan Demikian, jumlah Ekuitas per 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp1.407,80 triliun.

    Nilai aset pada tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai aset dalam empat tahun terakhir. Trend peningkatan nilai aset tersebut mencerminkan semakin baiknya kualitas pengelolaan fiskal, dimana belanja negara tidak hanya digunakan untuk mendukung belanja operasional, namun juga menghasilkan aset yang bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

    4. Laporan Operasional

    Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya, yang dikelola oleh Pemerintah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan mulai periode 1 Januari 2018 sampai dengan 31 Desember 2018.

    Dari Kegiatan Operasional Pemerintah, terdapat Pendapatan-LO sebesar Rp2.169,15 triliun, Beban sebesar Rp2.249,59 triliun, dan defisit dari Kegiatan Non

    Operasional sebesar Rp145,29 triliun. Berdasarkan, Kegiatan Operasional dan Kegiatan non operasional tersebut, maka terdapat Defisit-LO sebesar Rp 225,73 triliun. Defisit-LO ini menunjukkan bahwa pemerintah masih menggunakan sumber daya yang lebih besar dari pada sumber daya ekonomi yang diperoleh selama Tahun 2018, dalam rangka menjalankan tugas negara, penyelenggaraan Pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

    5. Laporan Arus Kas

    Laporan Arus Kas menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas dari Kas Umum Negara untuk periode yang berakhir pada Tahun 2018. Laporan Arus Kas menunjukkan bahwa arus kas bersih dari Aktivitas Operasi sebesar minus Rp85,60 triliun, arus kas bersih dari Aktivitas Investasi sebesar minus Rp245,13 triliun, dan arus kas bersih dari Aktivitas Pendanaan sebesar Rp366,98 triliun, serta arus kas bersih dari Aktivitas Transitoris sebesar minus Rp5,37 triliun. Berdasarkan keempat aktivitas tersebut, selama tahun 2018 terjadi kenaikan Kas Pemerintah sebesar Rp31,64 triliun. Arus kas bersih dari Aktivitas Investasi yang bernilai negatif mencerminkan upaya Pemerintah untuk melakukan investasi terutama dalam berbagai proyek infrastruktur.

    6. Laporan Perubahan Ekuitas

    Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan perubahan ekuitas selama periode 1 Januari 2018 sampai dengan 31 Desember 2018.

    Ekuitas awal sebesar Rp1.540,78 triliun, dikurangi defisit LO sebesar Rp225,73 triliun, ditambah Koreksi-Koreksi yang Langsung Menambah/Mengurangi Ekuitas sebesar Rp91,24 triliun, dan ditambah Transaksi Antar Entitas sebesar

    Rp0,51 triliun, maka dihasilkan Ekuitas Akhir sebesar Rp1.407,80 triliun.

    7. Catatan Atas Laporan Keuangan

    Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menguraikan penjelasan pos-pos laporan keuangan di samping juga informasi mengenai kebijakan makro ekonomi, kebijakan fiskal, metodologi penyusunan LKPP, dan kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam periode pelaporan.

    25

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    24

  • “APBN untuk Akselerasi Daya Saing melalui Inovasi dan Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia”

    Penyusunan dan penyampaian dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

    (KEM-PPKF) merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pemerintah kepada rakyat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 178 ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa pemerintah wajib menyampaikan KEM dan PPKF paling lambat pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya.

    Penyusunan KEM PPKF tahun 2020 ini memiliki makna yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. KEM PPKF tahun 2020 ini merupakan awal dari pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pemerintah juga menjadikan KEM PPKF tahun 2020 sebagai titik tumpu kebulatan tekad untuk mencapai visi 100 tahun Indonesia merdeka, Visi Indonesia 2045, yaitu menjadi bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.

    Upaya pencapaian visi tersebut bukanlah jalan yang mudah. Dibutuhkan kerja keras dan fondasi yang kokoh yang harus disiapkan sejak dini. Perekonomian Indonesia harus tumbuh tinggi dan berkelanjutan dengan ditopang oleh sektor yang bernilai tambah tinggi. Penyediaan infrastruktur dan perbaikan kualitas SDM harus terus ditingkatkan. Selain itu , inovasi dan teknologi perlu terus dikembangkan untuk menjawab kebutuhan masa depan. Peningkatan kualitas layanan birokrasi juga perlu terus dilakukan. Sumber-sumber ekonomi dan keuangan harus terus dialokasikan secara lebih efisien dan efektif agar mampu memanfaatkan momentum bonus demografi agar Indonesia tidak terjebak dalam kondisi “tua sebelum kaya”.

    Upaya memperkokoh fondasi tersebut masih menghadapi tantangan yang berat. Kapasitas perekonomian Indonesia untuk tumbuh tinggi mengalami kendala keterbatasan output potensialnya. Potensi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebar di seluruh wilayah Indonesia namun infrastruktur pendukung belum terdistribusi secara merata. Akibatnya, industri manufaktur hanya terkonsentrasi di pulau Jawa sehingga terkendala pertumbuhannya. Saat ini Indonesia juga menghadapi perubahan demografi, potensi penduduk muda belum optimal dimanfaatkan, baik yang disebabkan oleh kualitas pendidikan atau pun mismatch ketenagakerjaan. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, transformasi struktural harus diakselerasi dengan mengadopsi revolusi industri 4.0. Di sisi lain, ketidakpastian perekonomian global perlu terus diperhatikan. Selain itu, perlu upaya yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menghindari risiko middle income trap.

    Reformasi ekonomi akan terus dilakukan untuk menjadi negara

    berpenghasilan menengah-tinggi dengan tingkat kesejahteraan yang merata. Dalam jangka menengah, reformasi ekonomi akan difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas dan daya saing nasional, peningkatan kualitas kelembagaan, pendalaman pasar keuangan, serta mendorong percepatan transformasi ekonomi. Reformasi ekonomi didukung oleh kebijakan fiskal yang responsif dan efektif, dengan tetap menjaga APBN tetap sehat dan berkelanjutan. Sejalan dengan itu, kebijakan fiskal tahun 2020 mengangkat tema “APBN untuk Akselerasi Daya Saing melalui Inovasi dan Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia”. Tema ini selaras dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2020, yaitu “Peningkatan Sumber Daya Manusia untuk Pertumbuhan Berkualitas”.

    Upaya peningkatan kinerja perekonomian nasional tersebut tidak mudah, baik akibat dinamika tantangan global maupun domestik, dan juga persoalan struktural fundamental yang memerlukan konsistensi kebijakan jangka panjang.

    27

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    26

    Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

  • Peningkatan kinerja ekonomi nasional masih akan dipengaruhi oleh ketidapastian kondisi perekonomian global. Hal ini terjadi seiring eskalasi perang dagang, persaingan geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas. Sehingga, kondisi tersebut menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia, pelemahan investasi, dan penurunan volume perdagangan global. Dengan mempertimbangkan kondisi global yang akan dihadapi dan kebijakan yang akan ditempuh, Pemerintah mengusulkan asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020 adalah sebagai berikut.

    Pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6 persen; inflasi 2,0-4,0 persen; tingkat bunga SPN 3 bulan 5,0-5,6 persen; nilai tukar rupiah Rp14.000-Rp15.000; harga minyak mentah Indonesia USD60-70/barel; lifting minyak 695-840 rbph; dan lifting gas 1.191-1.300 rbsmph.

    Sebagai pelaksanaan tahun pertama RPJMN 2020-2024, pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2020 didesain agar mampu menjadi instrumen kebijakan yang dapat memastikan arah pencapaian target pembangunan ekonomi baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Pemerintah masih

    akan menerapkan kebijakan fiskal ekspansif yang terarah dan terukur untuk menghadapi perlemahan global dan menjaga momentum pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kebijakan APBN terarah dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBN yang terukur artinya defisit APBN dijaga pada level yang tepat sehingga terjaga kesinambungannya.

    Kebijakan fiskal diarahkan untuk menstimulasi perekonomian sehingga dapat tumbuh pada level yang cukup tinggi. APBN didorong agar makin sehat, ditunjukkan dengan level pendapatan yang makin optimal, belanja yang berkualitas, serta pembiayaan yang efisien dan berkelanjutan. Tidak hanya itu, kebijakan fiskal juga diarahkan untuk perbaikan neraca pemerintah yang ditandai dengan peningkatan aset, terkendalinya liabilitas, dan peningkatan ekuitas.

    Berdasarkan tema kebijakan fiskal tahun 2020, Pemerintah akan menempuh tiga strategi makro fiskal, yaitu pertama, mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal. Kedua, kebijakan spending better untuk efisiensi belanja dan meningkatkan belanja modal pembentuk aset. Ketiga, mengembangkan pembiayaan yang kreatif serta mitigasi risiko untuk mengendalikan liabilitas.

    Mobilisasi pendapatan negara dilakukan baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pemerintah terus berupaya meningkatkan tax ratio. Reformasi perpajakan juga terus merespon perkembangan ekonomi, serta mendorong daya saing investasi dan ekspor melalui pemberian insentif fiskal dalam rangka memperbaiki keseimbangan eksternal. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan tax ratio 2020 hingga mencapai 11,8-12,4 persen terhadap PDB.

    Sementara itu, reformasi PNBP dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan aset dan sumber daya alam, dengan tetap menjaga kualitas pelayanan publik. Pemerintah terus memperbaiki pengelolaan aset Barang Milik Negara (BMN), termasuk mengasuransikannya terhadap bencana alam. Kinerja Badan Layanan Umum (BLU) dalam menyediakan layanan publik terus ditingkatkan. Peran dan kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penerimaan negara terus dioptimalkan dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatan keuangannya. Reformasi PNBP diintegrasikan dalam penyempurnaan peraturan perundangan yang merupakan turunan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP. Dengan demikian, PNBP dalam tahun 2020

    29

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    28

  • diperkirakan dapat mencapai kisaran 2,0-2,5 persen terhadap PDB.

    Belanja negara mempunyai peranan strategis dalam menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan. Belanja negara perlu dialokasikan dan direncanakan secara baik agar output/outcome menjadi jelas dan nyata. Berbagai program dan kegiatan yang beririsan perlu disinergikan agar lebih efektif dalam pencapaian sasaran dan lebih efisien. Belanja negara bukan hanya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semata tetapi juga untuk melakukan pemerataan pembangunan. Pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan kualitas tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli terus diupayakan. Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan belanja untuk menjaga stabilitas dan antisipasi ketidakpastian termasuk untuk mitigasi risiko bencana alam.

    Sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut, Pemerintah mendorong belanja yang lebih berkualitas, atau spending better. Hal ini dilaksanakan melalui penghematan belanja barang secara masif, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, peningkatan efektivitas termasuk ketepatan sasaran belanja bantuan sosial dan subsidi, serta penguatan belanja transfer ke daerah dan dana desa. Dengan berbagai upaya tersebut

    belanja negara dalam tahun 2020 diperkirakan mencapai kisaran 14,4-15,4 persen terhadap PDB.

    Pemerintah juga melakukan penguatan alokasi anggaran untuk program prioritas. Sesuai tema kebijakan fiskal 2020, penguatan alokasi anggaran program prioritas akan difokuskan pada pembangunan sumber daya manusia, perlindungan sosial yang komprehensif, pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas desentralisasi fiskal, dan reformasi institusional yang mendukung akselerasi daya saing dan perbaikan keseimbangan eksternal atau neraca pembayaran.

    Pembangunan manusia Indonesia dilakukan dengan peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan sehingga memiliki produktivitas tinggi dan mampu beradaptasi dengan revolusi industri 4.0. Kualitas tenaga kerja Indonesia harus naik kelas dari sebagian besar berpendidikan dasar dan kurang terampil menjadi tenaga kerja yang memiliki pendidikan yang baik dan terampil. Sejalan dengan hal tersebut program-program perlindungan sosial yang komprehensif terus dikembangkan untuk menunjukkan negara hadir dalam melindungi komponen bangsa yang masih lemah.

    Pembangunan infrastruktur terus dilanjutkan untuk meningkatkan konektivitas arus orang dan barang. Jaringan digital juga dikembangkan

    sebagai bentuk kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0. Kondisi infrastruktur yang semakin baik merupakan prasyarat percepatan transformasi ekonomi yang mendukung peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Pengembangan destinasi wisata unggulan dilakukan secara masif di empat kawasan, yaitu: Borobudur, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Mandalika. Kebijakan ini diharapkan dapat memacu pemasukan devisa dari sektor pariwisata dan mengembangkan ekonomi daerah.

    Desentralisasi fiskal di Indonesia pada tahun 2020 telah mencapai dua dasawarsa. Komitmen Pemerintah terus meningkat dan hingga saat ini lebih dari sepertiga belanja negara dialokasikan pada belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Peningkatan alokasi tersebut harus diiringi dengan peningkatan kualitas implementasinya. Belanja pemerintah daerah perlu ditingkatkan efektivitasnya untuk mendorong peningkatan layanan dasar publik serta upaya pengurangan kesenjangan dan kemiskinan. Di samping itu, peningkatan kualitas desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong peningkatan perekonomian daerah.

    Prioritas pembangunan lainnya adalah penataan institusi menciptakan tata kelola yang baik. Reformasi terus dilakukan untuk menciptakan birokrasi yang efisien, kompeten, berintegritas, serta profesional. Reformasi

    institusi tersebut diharapkan dapat menghadirkan pelayanan publik yang optimal sehingga tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Pemerintah meningkat dan mendorong daya saing bangsa.

    Sebagai konsekuensi atas kebijakan fiskal ekspansif, postur APBN diusulkan untuk mengalami defisit secara terukur dan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan secara aman, hati-hati dan berkelanjutan (sustainable). Pembiayaan yang kreatif dalam APBN 2020 akan dilaksanakan secara hati-hati (prudent). Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif. Kebijakan pembiayaan akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran BUMN dan BLU dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Pemerintah akan terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya. Sebagai tahun pembuka periode pemerintahan baru, kebijakan makro fiskal dalam tahun 2020 dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif yang terarah dan terukur dengan defisit pada level 1,75-1,52 persen terhadap PDB, keseimbangan primer yang positif, dan rasio utang di kisaran 30 persen terhadap PDB.

    31

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    30

  • 33

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    32

  • 35

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    34

    Foto:DJP

    PENDAPATANPAJAK

    (dalam triliun Rupiah)

    Uraian APBN 2019

    Realisasi Januari - Mei 2019

    ∆% 2018 - 2019

    % thd Target

    Pajak Penghasilan 894,45 320,49 6,77 % 35,83 %

    - Migas 66,15 26,35 3,73 % 39,83 %

    - Non Migas 828,29 294,14 7,05 % 35,51 %

    PPN & PPnBM 655,39 173,31 -4,41 % 26,44 %

    PBB & Pajak Lainnya 27,71 2,85 -16,66% 10,29 %

    Jumlah 1.577,56 496,65 2,43 % 31,48 %

    Realisasi

    Penerimaan

    Pajak s.d.

    Mei 2019

    Pendapatan Negara

    Berkah Ramadhan – Idul Fitri 1440H:

    THR Dongkrak Penerimaan PPh Pasal 21

    Realisasi penerimaan pajak yang terhimpun di Kas Negara sampai dengan tanggal 31 Mei 2019 tercatat sebesar Rp496,65

    triliun, atau 31,48 persen dari target

    APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan 2,43 persen (yoy). Pertumbuhan

  • 37

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    36

    Pertumbuhan

    Penerimaan

    Pajak

    Jenis Pajak Realisasi ∆%

    Jan-Mei 2019

    Jan-Mei 2018–2019

    PPh Pasal 21 65,22 22,49 %

    PPh Pasal 22 7,19 14,65 %

    PPh Pasal 25/29 117,31 5,63 %

    - Badan 109,68 5,07 %

    - Orang Pribadi 7,62 14,45 %

    PPh Final 47,59 5,05 %

    PPN Dalam Negeri 96,64 -5,47 %

    Pajak atas Impor 96,64 -2,08 %

    - PPh 22 Impor 23,86 0,61 %

    - PPN Impor 71,13 -2,72 %

    - PPnBM Impor 1,65 -10,97 %

    ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode sampai dengan bulan lalu (Januari - April), yang sebesar 1,02 persen (yoy). Secara bulanan, penerimaan bulan Mei 2019 tumbuh 7,73 persen (yoy) dibandingkan bulan Mei tahun lalu, jauh lebih tinggi dibandingkan bulan April 2019 yang tumbuh negatif 0,41 persen (yoy) terhadap April tahun lalu.

    Perkembangan kinerja penerimaan pajak cukup menarik untuk dicermati sebagai cerminan dinamika perekonomian. Tentu perkembangan penerimaan perpajakan tidak dapat serta-merta diinterpretasikan sebagai cerminan kondisi ekonomi, mengingat banyak faktor yang turut mempengaruhi penerimaan pajak, seperti tingkat kepatuhan Wajib Pajak, perbedaan tarif dan dasar pengenaan pajak, perbedaan metode perhitungan dan periodisasi, atau adanya fasilitas

    perpajakan terhadap subjek/objek/sektor tertentu. Namun demikian, untuk kondisi-kondisi tertentu penerimaan pajak dapat memberikan snapshot kondisi perekonomian Indonesia. Sebagai contoh, di bulan Mei 2019 ini dapat kita lihat bahwa datangnya Ramadhan – Idul Fitri 1440H memberikan efek positif terhadap beberapa jenis pajak.

    Efek yang paling kentara terlihat pada pengaruh pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus pegawai/karyawan terhadap penerimaan PPh Pasal 21. Sampai dengan Mei 2019 penerimaan PPh Pasal 21 mencapai Rp65,22 triliun, tumbuh hingga lebih dari dua puluh persen – tepatnya 22,49 persen (yoy) –dibandingkan penerimaan periode yang sama tahun lalu. Angka ini naik cukup signifikan dibandingkan bulan lalu, dimana untuk periode Januari – April penerimaan

    Industri Pengolahan

    Rp 132,35 T

    28 %

    PerdaganganRp 98,07 T

    20,7 %

    Jasa Keuangan Rp 70,44 T

    14,9 %

    Konstruksi &Real Estat

    Rp 30,92 T

    6,5 %

    PertambanganRp 28,90 T

    6,1 %

    Transportasi &Pergudangan

    Rp 21,24 T

    4,5 %

    Penerimaan

    Pajak Sektoral

    * penerimaan pajak sektoral non migas, non PBB, dan non PPh DTP

    growth y-o-y 2018growth y-o-y 2019-2,7 %

    15,7 %

    2,5 %31,0 %

    10,0 %2,6 %

    5,6 %16,1 %

    85,4 %

    25,1 %

    12,5 %

    -12,4%

    PPh Pasal 21 pun sebenarnya telah tumbuh double digits 12,09 persen (yoy), didorong solidnya kondisi ketenagakerjaan (employment). Dan apabila kita lihat penerimaan bulanan, terdapat peningkatan hingga 58,37 persen (YoY) dibandingkan penerimaan bulan Mei 2018, dan 69,71 persen (MoM) bila dibandingkan dengan penerimaan bulan April 2019. Peningkatan ini diperkuat efek pergeseran (time-shifting) penyetoran pajak lebih awal. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan berikutnya; artinya pembayaran pajak atas gaji, THR atau bonus yang dibayarkan di bulan Mei paling lambat disetor ke Kas Negara pada tanggal 10 Juni. Namun demikian, cukup banyak Wajib Pajak yang melakukan penyetoran pada bulan Mei, sebelum pelaksanaan libur – cuti bersama lebaran.

    Pengaruh Ramadhan – Idul Fitri juga dapat dilihat pada jenis pajak PPh Pasal 22. Sampai dengan Mei penerimaan PPh Pasal 22 tumbuh 14,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini naik dibandingkan periode Januari – April 2019 yang tumbuh 10,50 persen (yoy). Secara bulanan, terjadi peningkatan hingga 27,95 persen (yoy) dibandingkan dengan Mei 2018, dan 31,12 persen (MoM) bila dibandingkan dengan April 2019. Pendorong utama peningkatan ini berasal dari sektor Industri Ketenagalistrikan dan Industri Bahan Bakar, yang mencerminkan peningkatan penggunaan energi, serta tingginya konsumsi BBM untuk mudik Idul Fitri.

    Dari segi konsumsi, kinerja PPN Dalam Negeri sampai dengan bulan Mei secara umum masih menunjukkan perlambatan, dengan

  • 39

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    38

    Tabel

    Pembayaran

    PPh Pasal 21

    angka pertumbuhan yang masih negatif, yakni negatif 5,47 persen (yoy). Namun bila kita kesampingkan sejenak efek dari program percepatan restitusi, penerimaan PPN Dalam Negeri bruto sampai dengan bulan Mei masih tumbuh 7,65 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Bila kita gali lebih dalam, setoran masa (bulanan) PPN Dalam Negeri dari sektor Perdagangan Eceran di bulan Mei 2019 mengalami peningkatan hingga hampir 20 persen – tepatnya 19,11 persen (yoy) – dibandingkan bulan Mei tahun lalu, yang tampaknya mengindikasikan peningkatan belanja masyarakat. Demikian juga dengan peningkatan

    penerimaan dari sektor Kurir (Jasa Pengiriman) yang tumbuh hingga 44,30 persen (yoy) dibandingkan dengan Mei 2018, yang merefleksikan peningkatan belanja on-line masyarakat, umumnya dikirimkan melalui jasa kurir. Data inflasi yang dirilis BPS tampak mengkonfirmasi dugaan ini, dimana inflasi pada bulan Mei merupakan yang tertinggi sepanjang 2019, bahkan dalam satu tahun terakhir. Inflasi Mei terhadap April (mom) sebesar 0,68 persen, tertinggi sejak Desember 2017; dan Inflasi Mei 2019 terhadap 2018 (YoY) sebesar 3,32 persen, tertinggi sejak April 2018. Sektor yang juga terpengaruh positif adalah sektor Transportasi, yang tumbuh hingga

    53,12 persen (yoy) dibandingkan dengan Mei 2018. Kenaikan ini dapat diatribusikan kepada arus mudik lebaran. Menteri Perhubungan menyampaikan bahwa jumlah pemudik 2019 meningkat 7 persen (YoY) dibandingkan tahun lalu.

    Basis perhitungan PPh Pasal 25/29 secara umum lebih dipengaruhi efek profitabilitas tahun lalu, sehingga efek jangka pendek Ramadhan – Idul Fitri 1440H diperkirakan tidak terlalu besar. Sampai dengan bulan Mei PPh Pasal 25/29 Badan tumbuh 5,07 persen (yoy) sedangkan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tumbuh double digits 14,45 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Demikian juga dengan PPh Final yang tumbuh

    5,05 persen (yoy). Sementara itu, penerimaan pajak-pajak atas impor masih mengalami perlambatan seiring dengan penurunan nilai impor Indonesia. PPh Pasal 22 Impor tumbuh 0,61 persen (yoy) sedangkan PPN Impor dan PPnBM Impor tumbuh negatif, masing-masing 2,72 persen (yoy) dan 10,97 persen (yoy).

    Sedangkan untuk kinerja penerimaan dari sisi sektoral, secara umum penerimaan pajak sampai dengan bulan Mei ditopang oleh pertumbuhan dari sektor Jasa Keuangan yang tumbuh 10,0 persen (yoy) serta sektor Transportasi & Pergudangan yang tumbuh 25,1 persen (yoy).

  • Empat Inovasi Kementerian Keuangan Raih Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik

    Masih dalam suasana Ramadhan – Idul Fitri 1440H, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) mengumumkan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Jakarta (Selasa, 21/05). Menurut KemenPAN-RB, kompetisi ini diadakan untuk menjaring, mendokumentasikan, mendiseminasikan, dan mempromosikan inovasi sebagai upaya percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kompetisi ini juga diselenggarakan sebagai apresiasi dan penghargaan bagi penyelenggara pelayanan publik dengan inovasi terbaik. Di tahun 2019 ini, KemenPAN-RB mengambil tema “Inovasi Pelayanan Publik untuk Percepatan Reformasi Birokrasi dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”.

    Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik ini diselenggarakan di lingkungan

    Empat Inovasi Kementerian Keuangan Raih Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik

    Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah 2019. Tercatat 3.156 inovasi pelayanan publik yang didaftarkan, dari 331 instansi. Penilaian dilakukan oleh Tim Panel Independen yang diketuai oleh J.B. Kristiadi.

    Ada sembilan kategori yang masuk dalam kompetisi ini. Kategori tersebut adalah pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat, pelayanan publik responsif gender, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, serta tata kelola pemerintahan. Sementara itu, kriteria inovasi yang dinilai adalah inovasi yang harus bermanfaat terhadap masyarakat, kebaruan, efektif, dapat ditransfer, dan berkelanjutan.

    Berdasarkan hasil pengumuman, terdapat empat inovasi Kementerian Keuangan yang masuk dalam daftar Top 99 Inovasi Pelayanan Publik,

    dengan dua inovasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan masing-masing satu inovasi dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) .

    Inovasi DJP yang memperoleh penghargaan adalah e-Filing Semudah Menjentikkan Jari Kelingking dan Mobile Tax Unit (MTU). E-Filing adalah aplikasi yang memudahkan wajib pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan elektronik yang dilakukan secara real-time on-line melalui internet. DJP telah mengembangkan dan terus berupaya menyempurnakan layanan e-Filing sejak 2012. Berdasarkan data penyampaian SPT Tahunan per tanggal 30 April 2019, jumlah SPT yang dilaporkan secara e-Filing sebanyak 10.372.321 SPT. Naik 17,46% dari tahun sebelumnya.

    MTU adalah layanan mobil pajak keliling untuk menjangkau wajib pajak yang berada di daerah-daerah terpencil. MTU memberikan

    pelayanan berupa penyediaan materi dan sarana penyuluhan, konsultasi Perpajakan, pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui e-Registration untuk wajib pajak domisili, cetak ulang kartu NPWP, penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan, dan pengaduan masyarakat tentang masalah perpajakan.

    Inovasi DJPB yang memperoleh penghargaan adalah Sistem Informasi Manajemen Sertifikasi Bendahara (SIMSERBA). SIMSERBA adalah sebuah sistem yang menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Sertifikasi Bendahara. Sistem ini bermanfaat tidak hanya dalam proses pengambilan keputusan, namun juga untuk mendukung pelaksanaan Sertifikasi Bendahara secara keseluruhan yang terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap pendataan bendahara (profiling), registrasi, dan sertifikasi.

    Sedangkan Inovasi DJPK yang memperoleh penghargaan adalah Program Internship dan Secondment bagi Pemerintah Daerah (IdS). Program ini dikembangkan oleh DJPK untuk merespon belum optimalnya kinerja pengelolaan keuangan pada sebagian pemerintah daerah (Pemda) sejak implementasi kebijakan desentralisasi fiskal pada tahun 2001. Program IdS dikembangkan secara tailor made dengan menggabungkan berbagai metode pembelajaran yang kreatif, sistematis, aplikatif dan tepat sasaran sesuai dengan tema permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing Pemda.

    41

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    40

  • 43

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    42

    Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga bulan Mei 2019 tumbuh signifikan

    KEPABEANAN DAN CUKAI

    Pendapatan Negara

    No. Jenis Penerimaan APBN 2019

    Realisasi s.d.Mei 2019

    Pertumbuhan (yoy) %

    Capaian2018 2019 %2018 %2019

    1 BEA MASUK 38.90 15.48 14.97 14.60 -3.34 38.48

    2 CUKAI 165.50 35.51 56.21 15.35 58.27 33.96

    3 BEA KELUAR 4.42 2.79 1.50 85.87 -46.28 33.89

    TOTAL 208.82 53.79 72.67 17.44 35.11 34.80

    PPN Impor 73.12 71.13 25.66 -2.72

    PPn BM Impor 1.85 1.65 3.83 -10.97

    PPh Pasal 22 Impor

    23.72 23.86 30.49 0.61

    Total PDRI lainnya 98.69 96.64 26.28 -2.08

    Total Bea Cukai dan Pajak 152.48 169.31 23.02 11.04

    Realisasi

    Penerimaan Bea

    dan Cukai s.d.

    31 Mei 2019

    Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan 31 Mei 2019 adalah sebesar Rp72,67 triliun.

    Capaian tersebut tumbuh signifikan bila dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar 35,11 persen. Alhasil, penerimaan kepabeanan dan

    cukai telah mencapai 34,80 persen dari target pada APBN tahun 2019 yang sebesar Rp208,82 triliun. Penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI), yang terdiri atas PPN Impor, PPn BM Impor, dan PPh Pasal 22 Impor, juga tumbuh positif sebesar 11,04 persen dengan capaian Rp96,64 triliun. Total

    penerimaan kepabeanan dan cukai dan PDRI hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp169,31 triliun.

    Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai didorong oleh komponen penerimaan cukai yang kinerjanya tumbuh signifikan. Kinerja penerimaan cukai tersebut juga masih dikontribusi oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT), yang masih konsisten tumbuh positif.

    Penerimaan bea masuk (BM) hingga akhir bulan Mei 2019 mencapai sebesar Rp14,97 triliun. Capaian penerimaan tersebut merupakan 38,48 persen dari target BM pada APBN tahun 2019 yang sebesar Rp38,90 triliun. Persentase capaian penerimaan BM terhadap targetnya, merupakan yang tertinggi dibandingkan persentase capaian komponen penerimaan lainnya.

    Penerimaan cukai hingga 31 Mei 2019 berhasil mencapai Rp56,21 triliun. Capaian tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga sebesar 58,27 persen dibanding capaian penerimaan hingga bulan akhir Mei tahun lalu. Kinerja penerimaan cukai yang tumbuh tinggi, merupakan performa terbaik bila dibandingkan dengan komponen penerimaan lainnya.

    Penerimaan CHT merupakan pendorong utama, baik untuk penerimaan cukai maupun penerimaan kepabeanan dan cukai. penerimaan CHT hingga bulan Mei 2019 masih tumbuh signifikan, baik dengan efek kebijakan (PMK 57 tahun 2017) maupun tanpa efek kebijakan. Kinerja penerimaan CHT tumbuh baik secara year on year (YoY) maupun akumulatif. Namun demikian, growth akumulatif mulai melambat sejak

  • 45

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    44

    Pertumbuhan

    Penerimaan CHT

    s.d. Mei 2019

    bulan Maret hingga Mei 2019. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pemesanan pita cukai (kredit) mulai bulan Februari 2019 dibanding bulan Januari 2019.

    Penerimaan cukai juga mendapatkan dorongan positif dari penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol (EA), yaitu masing-masing sebesar Rp2,46 triliun dan Rp0,054 triliun. Penerimaan MMEA sendiri kinerjanya tumbuh positif sebesar 27,79 persen atau lebih baik dari pertumbuhan bulan Mei tahun lalu yang hanya sebesar 9,70 persen. Kinerja positif tersebut tidak lepas dari efek kebijakan kenaikan tarif MMEA yang di tahun 2019.

    Penerimaan bea keluar (BK) sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp1,50 triliun. Capaian penerimaan tersebut merupakan 33,89 persen dari target BK pada APBN tahun 2019 yang sebesar Rp4,42 triliun. Kontributor penerimaan BK masih didominasi oleh komoditas mineral tambang, terutama konsentrat tembaga. Namun demikian pertumbuhan penerimaan BK dari komoditas bauksit merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai 100,71 persen.

    Dengan Kebijakan

    Tanpa Kebijakan

    Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

  • Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memulai kampanye bersama penindakan rokok ilegal

    bertajuk “Gempur Rokok Ilegal”, yang dicanangkan dalam acara yang digelar di Kantor Pusat Bea Cukai, Kamis (23/05). Hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menindak peredaran rokok ilegal, baik melalui pendekatan administrasi pajak (tax administration approaches) maupun kebijakan (policy oriented).

    Secara administrasi, pemerintah akan terus mendorong penegakan hukum (law enforcement), memonitor produksi, dan melakukan lisensi (licensing). Sementara, dari sisi kebijakan, pemerintah terus mengharmonisasi tarif, menutup legal loopholes, dan memperluas kampanye anti rokok ilegal melalui pendidikan.

    Kondisi peredaran rokok ilegal saat ini bisa dibilang masih cukup tinggi, alhasil instrumen tarif tidak bisa

    dijadikan andalan atau dengan kata lain harus merubah fokus. Kombinasi dengan penegakan hukum, seperti melalui penindakan rokok ilegal (PCBT) menjadi alternatif kebijakan.

    Sebagai informasi, tingkat peredaran rokok ilegal (illicit cigarette) pada tahun 2018 adalah sebesar 7 persen. Target DJBC ke depan adalah mengurangi angka tersebut atau mampu menekan peredaran rokok ilegal hingga ke level 3 persen. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengawasan yang efektif, seperti aksi gempur rokok ilegal. Aksi ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan pengguna jasa di bidang cukai, dan pada akhirnya akan menurunkan persentase rokok ilegal di pasaran.

    Dirjen Bea dan Cukai memberikan arahan, bahwa kampanye atau aksi tersebut juga harus mampu menjadi satu bukti keseriusan Bea Cukai dalam penegakkan hukum di bidang cukai dan memberikan keadilan bagi para pengusaha rokok yang selama ini taat terhadap aturan yang ada. “Usaha yang legal kami perhatikan. Jangan dibuat susah, semuanya harus mudah, karena legal itu mudah. Sedangkan

    yang ilegal kita ajak agar patuhi aturan, persaingan jadi fair karena pasar diisi barang-barang yang legal”, ungkapnya.

    Lebih jauh mengenai kampanye Gempur Rokok Ilegal, bahwa diperlukan dukungan dan komitmen baik dari asosiasi industri rokok, pemerintah daerah, hingga masyarakat umum. Kampanye ini sendiri akan dijalankan dengan menyebarkan dan memasang materi kampanye Gempur Rokok ilegal melalui unit vertikal Bea Cukai, jaringan distribusi anggota asosiasi industri, hingga pemerintah daerah setempat.

    Perwakilan Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (GAPRI), Willem, menyebutkan bahwa asosiasi siap mendukung kampanye rokok ilegal yang dicanangkan oleh Bea Cukai. Asosiasi juga mendukung dan siap memberikan bantuan yang diperlukan untuk Bea Cukai. pihak asosiasi beranggapan bahwa penindakan rokok ilegal bukan hanya sebagai obat penurun panas, namun juga langkah strategis yang diperlukan untuk mengatasi peredaran rokok ilegal.

    47

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    46

    Bea Cukai Mulai Kampanye Gempur Rokok Ilegal

  • 49

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    48

    2019 Realisasi

    APBN 31Mei 2019 % thd APBN Growth y-o-y (%)

    I. Penerimaan Negara Bukan Pajak

    378.297,86 158.421,03 41,88 8,61

    A. Penerimaan SDA 190.754,77 65.011,80 34,08 0,16

    1. Migas 159.778,31 51.386,39 32,16 1,54

    a. Minyak Bumi 118.606,71 51.369,99 43,31 1,51

    b. Gas Alam 41.171,60 16,40 0,04 -

    2. Non Migas 30.976,46 13.625,41 43,99 (4,74)

    a. Pertambangan Minerba

    24.960,72 11.513,38 46,13 (5,92)

    b. Kehutanan 4.511,54 1.688,95 37,44 4,35

    c. Perikanan 625,81 229,41 36,66 2,02

    d. Pend. Per. Panas Bumi

    878,38 193,67 22,05 (12,76)

    B. Pendapatan dari KND 45.589,30 32.807,83 71,96 41,03

    C. PNBP Lainnya 94.069,33 42.249,40 44,91 2,93

    D. Pendapatan BLU 47.884,45 18.352,00 38,33 10,25

    Realisasi PNBP

    s.d. 31 Mei

    2019 (dalam

    miliar Rupiah)

    Awal tahun 2019 PNBP menunjukkan capaian kinerja yang positif

    PENERIMAANNEGARA BUKAN PAJAK

    Pendapatan Negara

    Sampai dengan tanggal 31 Mei 2019, realisasi PNBP mencapai Rp158,42 triliun atau 41,88 persen dari APBN tahun 2019,

    tumbuh 8,61 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp145,86 triliun.

    Di tengah tren penurunan harga komoditas pertambangan, penerimaan

    Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp65,01 triliun, tumbuh 0,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp64,91 triliun.

    Realisasi penerimaan SDA Migas mencapai Rp51,38 triliun atau 32,16 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,54

    persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yaitu sebesar Rp50,61 triliun. Kenaikan penerimaan SDA Migas tersebut antara lain disebabkan lebih tingginya nilai tukar rata-rata bulan April 2019 yaitu Rp14.138,00/USD dibandingkan nilai tukar rata-rata bulan April 2018 yaitu Rp13.802,95/USD.

    Realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp13,62 triliun atau 43,99 persen dari target APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 4,74 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yaitu sebesar Rp14,30 triliun. Hal tersebut disebabkan realisasi rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) Januari-Mei 2019 sebesar USD89,10 per ton, lebih rendah dari tahun sebelumnya (USD96,47 per ton).

    Dari sektor Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), realisasi mencapai Rp32,81 triliun realisasi tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2018 yaitu sebesar Rp23,26

    triliun. Penerimaan dari KND tersebut terutama bersumber dari setoran Sisa Surplus Bank Indonesia pada bulan Mei 2019 sebesar Rp30,00 triliun. Sementara itu pendapatan dividen dari BUMN diperkirakan akan tercatat secara signifikan mulai bulan Juni 2019 mengingat beberapa BUMN telah menyelesaikan RUPS pada bulan Mei 2019.

    Realisasi penerimaan PNBP Lainnya mencapai Rp42,25 triliun atau 44,91 persen dari target APBN tahun 2019. Realisasi tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,93 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai Rp41,05 triliun.

    Untuk pendapatan BLU, hingga 31 Mei 2019 terealisasi sebesar Rp18,35 triliun atau mencapai 38,33 persen dari target APBN tahun 2019, atau naik sebesar 10,25 persen dari periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp16,65 triliun.

  • 51

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    50

    Foto:Tino Adi

    Kinerja Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sampai dengan 31 Mei 2019 ditopang dengan meningkatnya penyerapan belanja K/L.

    BELANJA PEMERINTAH PUSAT

    Belanja Negara

    2019 Realisasi

    Belanja Pemerintah Pusat APBNs.d. 31

    Mei 2019

    % thd APBN

    % Growth (yoy)

    Belanja K/L 855,45 288,23 33,69 24,52

    Belanja Pegawai 224,41 99,62 44,39 30,28

    Belanja Barang 344,64 99,23 28,79 16,89

    Belanja Modal 189,34 29,06 15,35 (5,85)

    Bantuan Sosial 97,06 60,33 62,16 53,70

    Belanja Non K/L 778,89 242,58 31,14 7,09

    al. Pembayaran Bunga Utang 275,89 127,07 46,06 12,98

    Subsidi 224,32 50,59 22,55 (17,02)

    Jumlah 1.634,34 530,81 32,48 15,90

    Realisasi Belanja

    Pemerintah

    Pusat s.d Mei

    2019

    Realisasi BPP sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp530,81 triliun atau 32,48 persen dari pagu APBN tahun 2019.

    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kinerja realisasi BPP sampai dengan 31 Mei 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan kinerja penyerapan BPP tahun sebelumnya sebesar 31,49 persen dari pagu APBN tahun 2018. Kinerja penyerapan BPP tersebut, ditopang oleh meningkatnya realisasi belanja K/L dari 27,31 persen terhadap pagu APBN tahun 2018 menjadi 33,69 persen terhadap pagu

    APBN tahun 2019. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja realisasi belanja bantuan sosial. Sementara itu, kinerja realisasi belanja Non K/L mengalami penurunan dari 37,32 persen terhadap pagu APBN tahun 2018 menjadi 31,14 persen terhadap pagu APBN tahun 2019 yang terutama disebabkan karena menurunnya kinerja realisasi belanja subsidi.

    Secara nominal, realisasi BPP sampai dengan 31 Mei 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 15,90 persen

  • 53

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    52

    dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018. Pertumbuhan realisasi BPP terutama berasal dari realisasi belanja bantuan sosial yang tumbuh sebesar 53,70 persen, belanja pegawai sebesar 30,28 persen serta belanja barang sebesar 16,89 persen. Pertumbuhan ketiga jenis belanja tersebut diperkirakan akan mendorong pertumbuhan konsumsi, baik itu konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018.

    Kinerja realisasi belanja bantuan sosial sampai dengan 31 Mei 2019 telah mencapai 62,16 persen terhadap pagu APBN tahun 2019. Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 50,80 persen dari pagu APBN tahun 2018. Meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial tersebut menunjukkan bentuk keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat miskin untuk

    dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sejak awal tahun, yang antara lain direalisasikan melalui: (i) pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah mencapai 59,4 persen dari alokasinya, (ii) penarikan di muka iuran PBI JKN hingga bulan November (11 bulan) yang telah dibayarkan Januari hingga Mei tahun 2019, (iii) realisasi bantuan Pangan, dan (iv) realisasi Bansos lainnya (antara lain Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bidikmisi).

    Sementara itu, realisasi belanja pegawai (khususnya belanja pegawai K/L) juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 33,62 persen dari pagu APBN 2018 meningkat menjadi 44,39 persen dari pagu APBN 2019. Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya kenaikan tunjangan kinerja pada beberapa K/L seiring dengan capaian pelaksanaan reformasi birokrasi pada masing-masing K/L serta telah dicairkannya

    anggaran THR bagi aparatur negara pada akhir bulan Mei tahun 2019.

    Realisasi belanja barang sampai dengan 31 Mei 2019 mengalami peningkatan, yaitu dari 25,05 persen terhadap APBN tahun 2018 menjadi 28,79 persen terhadap APBN tahun 2019. Proporsi realisasi belanja barang yang terbesar adalah belanja barang dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Pemilu 2019, yaitu pemberian honor kepada badan Penyelenggara AdHoc Pemilu yang terdiri dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ditambah dengan Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) dan Relawan. Selain itu, proporsi terbesar berikutnya adalah realisasi belanja barang dalam rangka pemberian bantuan operasional dalam bentuk uang kepada siswa-siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah

    (BOS) dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) dalam rangka peningkatan akses, mutu, dan relevansi madrasah yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama.

    Realisasi belanja modal mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 15,14 persen menjadi 15,35 persen. Proporsi realisasi belanja modal terbesar antara lain 1) belanja modal pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan dipergunakan untuk preservasi rekonstruksi, rehabilitasi dan pembangunan jalan dan jembatan terutama untuk menunjang kelancaran arus barang dan penumpang menjelang hari Raya Idul Fitri Juni 2019 termasuk prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan, dan 2) belanja modal peralatan dan mesin dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan, Kepolisian RI, Kementerian Agama, dan Basarnas.

  • 55

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    54

    Grafik

    Perkembangan

    Penyerapan

    Belanja 10 K/L

    terbesar (%

    realisasi)

    No. KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA APBN Nilai Kontrak

    1 KEMEN PU PERA 110,73 56,92

    2 KEMENHAN 108,36 27,10

    3 KEMENHUB 86,19 19,32

    4 POLRI 41,55 17,41

    5 KEMENKUMHAM 13,31 3,18

    6 KEMENKEU 41,26 3,69

    7 KPU 58,75 2,72

    8 KEMENRISTEK DIKTI 45,16 1,99

    9 BSSN 18,10 1,65

    10 KEMENKES 2,31 1,32

    10 K/L dengan Nilai Kontrak Terbesar 525,72 135,28

    KL Lainnya 329,73 24,54

    Total KL 855,45 159,81

    Tabel Nilai belanja

    yang sudah

    dikontrakkan dan

    dilaporkan sampai

    dengan akhir Mei

    2019

    A. REALISASI BELANJA K/L TAHUN 2019

    Realisasi Belanja K/L sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp288,23 triliun atau 33,69 persen dari pagu APBN 2019. Realisasi belanja K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja K/L pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 27,31 persen. Realisasi belanja K/L tersebut didominasi oleh 15 K/L terbesar (81,8 persen), utamanya Kementerian Sosial

    yang telah merealisasikan sebagian Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan pangan nontunai. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan belanja K/L antara lain kelanjutan kebijakan percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini, beberapa kegiatan pendukung pelaksanaan Pemilu 2019, dan percepatan penyaluran belanja bantuan sosial seperti PKH, bidik misi, dan PBI (untuk mendukung keberlangsungan program JKN).

    Dalam rangka mendukung percepatan pelaksanaan kegiatan, nilai kontrak yang telah dilakukan K/L sampai dengan bulan Mei 2019 mencapai Rp159,81 triliun. Tiga K/L yang telah melakukan kontrak dengan nilai terbesar adalah Kemen PU PERA, Kemenhan, dan POLRI.

    Sementara itu, beberapa output strategis K/L sampai dengan bulan Mei 2019 menunjukan capaian yang positif diantaranya penyaluran JKN-KIS, penyaluran PKH, dan bantuan pangan. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga terus memperlihatkan adanya progres seperti pembangunan jalan baru, pembangunan jalan tol, dan pembangunan jembatan.

  • 57

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    56

    Belanja NonK/L

    2019

    % Growth APBNAPBN

    s.d Mei

    2019

    % thd APBN

    al 1. Pembayaran Bunga Utang 275,89 127,07 46,06 12,98

    2. Subdisi 224,32 50,59 22,55 (17,02)

    JUMLAH 778,89 242,58 31,14 7,09

    Tabel Realisasi

    Belanja non-K/L

    s.d Mei 2019

    INDIKATOR TARGET REAL S.D. MEI

    KEMENPUPERA

    Pembangunan jalan baru (km) 405,6 27,5

    Pembangunan jalan tol (km) 8,26 4,02

    Pembangunan jembatan (m) 17.283,29 693,06

    KEMENHUBPembangunan bandara 4 0

    Pembangunan rel KA (km 'sp) 540,6 0

    BNN

    Deteksi dini penyalahgunaan Narkoba di Instansi Pemerintah

    Berkas Perkara Tindak Pidana Narkotika (berkas) 626 0

    Berkas Perkara TPPU Hasil Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika (berkas) 47 0

    KEMDIKBUD Penyaluran KIP (siswa) 17,9 juta 10,4 juta

    KEMENAG

    Penyaluran KIP (siswa) 2,2 juta 4498

    Penyaluran BOS (siswa) 8,9 juta 4,0 juta

    Penyaluran Bidik Misi (mahasiswa) 40 ribu 8.777

    KEMRISTEKDIKTI Penyaluran Bidik Misi (mahasiswa) 430.961 294.961

    KEMENKES Penyaluran JKN-KIS (jiwa) 96,8 juta 96,8 juta

    KEMENSOSPenyaluran PKH (KPM) 10,0 juta 9,8 juta

    Bantuan pangan 15,6 juta 15,3 juta

    KEMENHAN

    Peningkatan/Pengadaan/Penggantian Alutsista, a.l:

    Alpung, Kri, Kal dan Ranpur/Rantis Matra Laut 29 3

    MKK (unit) 235.717 0

    POLRI

    Progress Pengadaan

    Almatsus (unit) 139.068 20.515

    Rumdin Personil (unit/KK) 89.914 4.448

    B. REALISASI BELANJA NONK/L TAHUN 2019

    Realisasi belanja non K/L sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp242,58 triliun lebih tinggi secara

    nominal dibanding dengan tahun 2018 yang mencapai Rp226,53 triliun. Namun demikian, secara persentase belanja non K/L mengalami penurunan dari 37,32 persen terhadap APBN 2018 menjadi 31,14 persen terhadap APBN 2019.

    Penurunan realisasi belanja non K/L terutama disebabkan menurunnya realisasi pembayaran bunga utang dan belanja subisidi.

    Realisasi pembayaran bunga utang sampai dengan 31 Mei 2019 sebesar 46,06 persen terhadap APBN 2019, atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 47,14 persen terhadap APBN 2018. Hal tersebut dikarenakan kondisi yield SBN yang cenderung menurun di awal tahun 2019 dibandingkan kondisi pada awal tahun 2018 sehingga biaya diskon cenderung lebih rendah. Selain itu, secara umum variasi komposisi penerbitan dan perbedaan jadwal pembayaran kupon SBN seri benchmark juga menyebabkan pembayaran bunga utang bersifat dinamis.

    Belanja subsidi diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka menjaga daya beli masyarakat serta membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan komoditas barang subsidi dengan harga terjangkau, antara lain LPG tabung 3 Kg, BBM jenis minyak solar dan minyak tanah, tarif listrik, dan pupuk. Namun demikian, Pemerintah akan terus berupaya untuk mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran. Dalam APBN 2019, belanja subsidi dialokasikan sebesar Rp224,3 triliun. Sementara itu, realisasi belanja subsidi sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp50,59 triliun atau 22,55 persen dari pagu APBN tahun 2019. Realisasi belanja subsidi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi belanja subsidi tahun sebelumnya yang mencapai Rp60,97

  • 59

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    58

    Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

    triliun atau 39,03 persen. Penurunan tersebut terutama disebabkan realisasi subsidi tahun 2018 selain untuk pembayaran subsidi tahun berjalan, juga terdapat pembayaran utang subsidi sebesar Rp15,3 Triliun, yang terdiri dari pembayaran sebagian kekurangan subsidi JBT sebesar Rp6,55 triliun, pembayaran sebagian kekurangan subsidi LPG tabung 3 Kg sebesar Rp5,75 triliun, dan pembayaran sebagian kekurangan subsidi listrik sebesar Rp3,0 triliun. Sementara itu, realisasi subsidi non energi mencapai Rp12,22 triliun atau lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp11,6 triliun.

    Lebih tingginya realisasi subsidi non energi terutama dipengaruhi oleh penyerapan realisasi subsidi pupuk, subsidi bunga KUR, PSO PT KAI dan PT Pelni, serta subsidi pajak. Adapun subsidi non energi lainnya belum terealisasi karena adanya proses administrasi dan verifikasi di KPA sebagai syarat pengajuan pencairan tagihan subsidi.

  • 61

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    60

    Foto:Media Keuangan

    TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

    Belanja Negara

    Topang pelaksanaan pemerintahan di Daerah, realisasi DAU meningkat dibanding tahun lalu

    Realisasi penyaluran TKDD sampai dengan 31 Mei 2019 mencapai Rp325,10 triliun atau 39,32 persen dari pagu

    alokasi. Tumbuh 1,12 persen (yoy) jika dibandingkan dengan realisasi penyaluran tahun lalu sebesar Rp321,51 triliun.

    DANA PERIMBANGAN

    DANA TRANSFER UMUM (DTU)

    DTU memiliki peranan yang sangat penting bagi APBD karena merupakan penopang utama penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan umum daerah. Hingga 31 Mei 2019, realisasi DTU berjumlah Rp242,07 triliun, atau 46,18 persen dari pagu alokasi.

    Dana Alokasi Umum (DAU)

    Sampai dengan akhir Mei 2019, realisasi penyaluran DAU telah mencapai Rp208,88 triliun atau 49,99

    persen dari pagu alokasi. Lebih tinggi jika dibandingkan capaiannya pada periode yang sama tahun 2018. Dari jumlah tersebut, Rp1,46 triliun diantaranya merupakan penyaluran DAU Tambahan (dengan pagu sebesar Rp3,00 triliun) kepada 403 Pemerintah Daerah.

    Secara umum, realisasi DAU di atas dipengaruhi oleh: (i) penyelesaian kewajiban Daerah Otonom Baru (DOB) pada 1 Pemerintah Daerah sebesar Rp2,00 miliar dan (ii) penyelesaian kewajiban tunggakan iuran jaminan kesehatan kepada Badan Penyelengaran Jaminan Sosial (BPJS) oleh 4 Pemerintah Daerah sebesar Rp19,68 miliar.

    Selain itu, terdapat penundaan penyaluran DAU reguler terhadap 5 Pemerintah Daerah yang belum menyampaikan laporan Informasi Keuangan Daerah (IKD) sebesar Rp14,22 miliar.

  • 63

    AP

    BN

    KIT

    A (

    Kin

    erj

    a d

    an

    Fa

    kta

    ) E

    dis

    i J

    un

    i 2

    01

    9

    62

    Dana Bagi Hasil (DBH)

    DBH yang bersumber dari persentase tertentu penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah penghasil, ditujukan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

    Per 31 Mei 2019, DBH telah disalurkan sebesar Rp33,19 triliun atau 29,82 persen dari pagu alokasi, termasuk didalamnya penyaluran sebagian Kurang Bayar (KB) DBH sebesar Rp2,21 triliun yang merupakan gabungan KB DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp1,40 triliun serta KB DBH Sumber Daya Alam Gas Bumi sebesar Rp0,81 triliun.

    Realisasi ini lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2018. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2018 terdapat penyaluran DBH TA 2018 untuk jenis PPh, PBB, dan Kehutanan pada bulan Mei, sedangkan pada tahun 2019 akan disalurkan pada bulan Juni.

    DANA TRANSFER KHUSUS (DTK)

    Salah satu upaya mengurangi kesenjangan layanan antardaerah

    adalah dengan earmarking (pengarahan/penentuan) penggunaan DTK. Sampai dengan 31 Mei 2019, realisasi penyaluran DTK telah mencapai Rp55,27 triliun atau 27,58 persen dari pagu alokasi.

    Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik

    Untuk meningkatkan governance pengelolaan DAK Fisik, Menteri Keuangan menerbitkan PMK No. 121 Tahun 2018 yang mengatur peran Inspektorat Daerah dalam melakukan reviu dokumen laporan realisasi penyera