Upload
buidiep
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
mengawal perubahan
Edisi XXXIV/2017
rujukanlaporan utama laporan khusus
Operasionalisasi “Money Follow Program”
Revaluasi dan Pengukuran Kinerja Aset
Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja
2 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 3Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
editoriallaporan utama
redaksi
Diterbitkan Oleh:Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat JenderalKementerian Keuangan
PelindungMenteri Keuangan
PengarahSekretaris JenderalKementerian Keuangan
Penanggung JawabKepala Biro Perencanaandan Keuangan
RedakturMoch. Asep Kurniawan, Rahmat Widiana, Dianita Suliastuti, Suci Putri Ayu, Susmianti, Rachmad Arijanto
Penyunting/EditorR. Aji Setiantoko, Agus Dwiatmoko, Hening Indreswari, Azharuddin, Abdul Muta’alii, Mei Chrissye Darliyanti, Rizki Pramita Sari
Kontributor TetapManajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai
Desain Grafis & FotograferVenggi Obdi Ovisa, Resha Aditya Pratama,Langgeng Wahyu Pamungkas
Pencetakan dan DistribusiBiro Komunikasi dan Layanan Informasi
Alamat Redaksi:Gedung Djuanda I Lt. 9Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1Jakarta 10710 Kotak Pos 21Telp. 021 3449230 pst 6252Fax. 021 3852146Website: www.kemenkeu.go.id/emagazineEmail: [email protected]; [email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial
11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email
redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak
mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat. Bagi tulisan/artikel
yang dimuat, akan diberikan souvenir menarik.
Pembaca yang berbahagia, buletin Kinerja edisi ke XXXIV kali ini mengupas beberapa topik terkini seputar Kementerian Keuangan. Dalam rubrik Laporan Utama, diulas mengenai prinsip Money Follow Program yang digunakan dalam proses perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Dalam penyusunan anggaran, instansi atau satuan kerja didorong untuk makin berorientasi outcome dan output. anggaran harus dialokasikan kepada kegiatan yang menjadi agenda prioritas atau utama pemerintah. Selain itu, penentuan besaran alokasi anggaran harus tetap memperhatikan prinsip efisiensi.
efisiensi harus menjadi “bahasa” bersama, dimulai dengan selektif dalam menggunakan sumber daya serta menjalankan kegiatan yang benar-benar dibutuhkan untuk mencapai sasaran (outcome). Dan tentu saja, dalam pembiayaan kegiatan pun harus benar-benar kompetitif. Sehingga kedepannya bangsa ini memiliki lebih banyak sumber daya untuk membiayai sasaran, program, dan kegiatan penting lainnya.
“Setiap rupiah yang kita belanjakan secara tidak efisien
akan menghilangkan kesempatan untuk membangun Republik”
-Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati-
efisiensi harus diartikan sebagai upaya sungguh-sungguh untuk mencapai sasaran (outcome) dengan menggunakan sumber daya secara minimal. Pemanfaatan sumber daya secara minimal tentu tidak dimaknai pembatasan penggunaan sumber daya, tanpa memperhatikan apakah sasaran (outcome) yang diharapkan tercapai atau tidak. Semangat efisiensi dan semangat mencapai output dan outcome tidak perlu dipertentangkan dan seharusnya semakin menstimulasi kita agar lebih inovatif dalam bekerja. Penganggaran berbasis kinerja harus benar-benar kita wujudkan, sehingga institusi publik menjadi institusi yang semakin profesional dalam mengelola anggaran. masyarakat pun akan semakin memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pengelolaan keuangan negara.
Selain mengupas tentang Money Follow Program, pada rubrik Laporan Khusus dan Wawancara, diangkat topik hangat bertalian dengan hajat besar berskala nasional, yaitu Revaluasi barang milik Negara (bmN) berupa aset tetap yang dimiliki pemerintah pusat. Revaluasi bmN pernah dilakukan di tahun 2007, dimana guliran keduanya telah mulai dilaksanakan di tahun 2017 dan ditargetkan rampung pada tahun 2018. Revaluasi ini bertujuan agar nilai aset negara pada LKPP memiliki nilai terkini sehingga informasi keuangan yang disajikan menjadi lebih akurat dan aktual. Keandalan nilai bmN menjadi prioritas, karena neraca keuangan pemerintah harus menggambarkan dua sisi yang kredibel, yaitu aset dan utang.
Revaluasi bmN ini dapat dikatakan sebagai hajat nasional yang relatif besar karena banyak melibatkan pihak di luar Kementerian Keuangan. Keberhasilan revaluasi bmN ini akan menjadi keberhasilan pemerintah seluruhnya, seluruh Kementerian dan Lembaga. Peran serta dan keterlibatan aktif dari seluruh Kementerian dan Lembaga akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program ini.
Semoga asa Kementerian Keuangan untuk menyukseskan gerakan efisiensi dan revaluasi bmN bukan sekadar mimpi, namun menjadi realitas… amin.
Agenda Besar Nasional
Operasionalisasi “Money Follow Program”
Teks: Moch. Asep Kurniawan Teks: Malul Azam, Kepala Subbagian Perencanaan III, Biro Perencanaan dan Keuangan
PRoSeS perencanaan dan penganggaran merupakan salah satu proses penting karena dari hasil proses tersebut bisa diketahui kemana arah suatu organisasi. oleh karenanya proses perencanaan dan penganggaran senantiasa berusaha terus diperbaiki (continuous improvement) guna mencapai anggaran yang lebih kredible. Salah satu upaya perbaikan tersebut dilakukan dengan memperkenalkan prinsip money follow program. Prinsip ini dikemukakan pertama kali oleh Presiden Jokowi pada saat kick-off penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017 sebagai pengganti prinsip money follow function. berangkat dari analisis kurang fokusnya alokasi anggaran Kementerian/Lembaga, utamanya dalam mendukung prioritas-prioritas pemerintah, Presiden mengarahkan agar anggaran dialokasikan kepada kegiatan yang menjadi agenda prioritas atau utama pemerintah.
Sudah jamak dalam proses perencanaan dan penganggaran Kementerian/Lembaga cenderung untuk mengalokasikan anggaran secara merata “peanut butter
costing”, kurang melihat prioritas apa yang akan dilakukan sehingga anggaran yang diterima cenderung tipis atau kecil. alokasi anggaran biasanya dilakukan hanya didasarkan pada tugas dan fungsi saja tidak berorientasi pada prioritas untuk mencapai tujuan pembangunan nasional demi memberikan manfaat terbaik kepada rakyat.
Kenapa harus money follow program?
Pemrioritasan anggaran sudah pasti menjadi hal krusial yang harus dilakukan, mengingat tantangan keterbatasan resource envelope pemerintah guna mencukupi seluruh kebutuhan program-program pembangunan. Penerimaan perpajakan sebagai sumber utama penopang aPbN masih terbatas kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pendanaan agenda pembangunan. belum pulihnya ekonomi dunia ikut andil terhadap kurang optimalnya raihan pundi-pundi negara dari sektor perpajakan sehingga otomatis resource pemerintah untuk mendanai pembangunan makin terbatas.
Keterbatasan sumber daya belanja ini tentunya berbanding terbalik dengan tingginya tuntutan masyarakat agar pemerintah terus berkinerja tinggi. akselerasi belanja pemerintah untuk infrastruktur dan meningkatnya kebutuhan belanja wajib (mandatory spending) juga membutuhkan anggaran yang besar. Penyediaan infrastruktur dasar, pemenuhan kebutuhan energi, dan sarana transportasi yang memadai merupakan salah tiga dari beberapa fokus pembangunan yang terus disuarakan berbagai kalangan. Tidak kurang tentunya tuntutan pelayanan publik yang makin baik, misalnya dibidang kesehatan dan bidang pendidikan.
oleh karenanya tidak berlebihan jika pemerintah memandatkan kepada Kementerian/Lembaga untuk memfokuskan anggarannya guna menunjang pencapaian kinerja pemerintah, utamanya terhadap program-program yang memiliki leverage nasional tinggi. Program-program tersebut juga lebih berorientasi eksternal, tidak hanya memberikan manfaat kepada birokrasi pemerintah. Hal ini sejalan dengan tema penyusunan RKP tahun 2018 berdasarkan Perpres nomor 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018 yaitu “memacu investasi dan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan”. artinya, alokasi anggaran Kementerian/Lembaga seyogyanya difokuskan untuk mendukung pencapaian tema tersebut.
Berilah prioritas apa yang
ingin dikerjakan dan jangan
banyak-banyak. Jangan
semuanya menjadi prioritas. 1
1arahan Presiden pada pembukaan musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (musrenbangnas) Tahun 2017, Jakarta, 26 april 2017.
“
“
4 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 5Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
laporan utama laporan utama
Operasionalisasi money follow program
Pertanyaan berikutnya, bagaimana mengkonkretkan pendekatan money follow program dalam proses perencanaan dan penganggaran. Kementerian Keuangan sebagai K/L mengimplementasikan pendekatan ini salah satunya melalui penguatan resource forum sebagai sarana komunikasi antara pengelola fungsi sumber daya dan pengelola fungsi teknis untuk menyepakati target kinerja dan dukungan penganggaran yang dibutuhkan. Forum ini sejalan dengan prinsip money follow program, mengingat forum ini membahas usulan rencana kerja dan inisiatif strategis tahun yang akan datang dengan memperhatikan capaian tahun sebelumnya dan proyeksi tahun berjalan. Forum ini juga dilakukan secara berjenjang baik ditingkat kementerian maupun tingkat eselon I sehingga nantinya tercipta ownership dan komitment dari pemilik kegiatan prioritas. Forum ini didesain dilakukan pada saat penyusunan rencana kerja atau pagu indikatif, penyusunan RKaKL atau pada saat pagu anggaran dan pagu alokasi anggaran.
Guna mempermudah pembahasan pada tahap penyusunan rencana kerja, selanjutnya masing-masing usulan kegiatan prioritas atau inisiatif strategis tersebut dituangkan dalam suatu dokumen yang dinamakan Comprehensive Budget Document (cbD). Dokumen tersebut memberikan gambaran informasi secara menyeluruh mulai dari profil, pengukuran kinerja, profil risiko, penanggung jawab, timeline pelaksanaan, trajectory capaian dan kebutuhan anggaran atas kegiatan. Nantinya dokumen tersebut dijadikan referensi pada berbagai forum pembahasan rencana kerja dan anggaran dengan berbagai pihak. Harapannya dari awal informasi akan suatu kegiatan prioritas atau inisiatif strategis bisa tersaji dari awal sebelum alokasi anggarannya disetujui.
Kegiatan prioritas sendiri ada yang bersifat bersifat mandatory (top-down) dari pemerintah pusat. Penentuan alokasinya dilakukan melalui serangkaian pertemuan yang dikoordinasikan oleh bappenas. antara lain pembahasan pada multilateral meeting dengan kementerian/lembaga yang menjadi leading sector, termasuk pembahasan pada forum musyawarah Pembangunan Nasional (musrenbang) agar selaras dengan agenda pemerintah daerah. Terdapat beberapa Prioritas Nasional yang didukung oleh Kementerian Keuangan tahun 2018, yaitu Prioritas Nasional Kesehatan, Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata, Ketahanan energi, Penanggulangan Kemiskinan, Pembangunan Wilayah, dan Politik Hukum dan Pertahanan Keamanan.
Salah satu contoh Prioritas Nasional Pembangunan Wilayah, terdapat Program Prioritas Pembangunan Perdesaan dengan Kegiatan Prioritas Penguatan Pemerintahan Desa, Kementerian Keuangan berkontribusi melalui pelaksanaan Diklat Dana Desa untuk meningkatkan kapasitas para pengelola dana desa. Hal ini penting, menimbang makin besarnya alokasi anggaran desa dari tahun ke tahun. melalui peningkatan kapasitas para pengelolanya diharapkan multiplier effect dana desa dalam pembangunan menjadi lebih optimal.
Selain bersifat top-down, usulan kegiatan prioritas atau inisiatif strategis bisa berasal dari kementerian (bottom-
up) melalui pembahasan pada forum menteri dan seluruh pemilik portfolio program atau dalam hal ini para pejabat eselon I bisa disepakati rencana kegiatan prioritas atau inisiatif strategis. Untuk tahun 2017, kesepakatan inisiatif strategis tersebut dituangkan dalam Keputusan menteri Keuangan nomor 974/KmK.01/2016 tentang Inisiatif Strategis Program Reformasi birokrasi dan Tranformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Kesepakatan tersebut merupakan penajaman atas inisiatif reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan, utamanya agar lebih berorientasi outcome dan berdampak nasional. Sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, beberapa inisiatif yang disepakati antara lain fokus pada tema sentral, tema pendapatan, tema penganggaran dan tema perbendaharaan. Pada tema sentral misalnya ada penguatan budaya Kementerian Keuangan, terutama budaya efisiensi. Dari aspek penerimaan, terdapat inisiatif untuk terus meningkatkan penerimaan perpajakan maupun PNbP salah satunya melalui modernisasi sistem informasi. Demikian halnya terkait dengan penganggaran dan perbendaharaan dituntut untuk lebih efisien dalam pengalokasian maupun dalam pelaksanaanya, salah satunya melalui penyederhanaan proses administrasi dengan tetap menjaga akuntabilitasnya.
alternatif usulan kegiatan prioritas juga bisa mengacu pada dokumen perencanaan jangka menengah atau strategis, lebih dikenal dengan Rencana Strategis (Renstra). Dokumen Renstra menjadi salah satu acuan, mengingat pada dokumen tersebut telah ditetapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai Kementerian Keuangan, berikut sasaran strategis termasuk ukuran keberhasilannya. Secara lebih operasional juga diuraikan arah kebijakan dan strategi untuk mencapainya. Strategi inilah yang selanjutnya diejawantahkan dalam bentuk aktivitas-aktivitas riil prirotas bagi Kementerian.
Tantangan implementasi dan way forward
Perubahan ini bukannya tanpa tantangan, terlebih proses existing telah berjalan untuk waktu lama. Kebiasaan pengalokasian anggaran yang cenderung fokus pada alokasi untuk kegiatan rutin dan kurang memperhatikan hal-hal bersifat strategis atau terobosan tentunya tidak bisa diubah dalam waktu singkat. Dalam praktiknya juga perlu dihindari hal strategis tersebut malah tidak memperoleh alokasi anggaran sehingga harus meminta anggaran tambahan.
Selain itu, meskipun strategis dan harus terdanai, penentuan besaran alokasi harus tetap memperhatikan prinsip efisiensi. Kementerian Keuangan secara internal mengarahkan agar kegiatan strategis tersebut dapat tercukupi alokasinya dari refokusing alokasi anggaran yang kurang strategis atau pelaksanaan core function unit sebagai salah satu alternatif usaha untuk memenuhi kebutuhan anggaran. Jika tidak dapat dilakukan dalam suatu unit eselon I dengan merealokasi anggaran antar kegiatan, bisa ditempuh realokasi antar program atau antar unit
eselon I. Secara input biasanya, bisa ditempuh dengan mengefisienkan belanja barang terkait perjalanan dinas, honorarium tim, atau dengan mengurangi belanja bersifat kurang produktif lainnya.
Tidak kalah penting, setelah dilakukan pemrioritas anggaran adalah pelaksanaan monev untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan. Guna membangun keselarasan dengan pengelolaan kinerja, hal-hal prioritas tersebut selanjutnya bisa dijadikan sebagai salah satu inisiatif strategis dan dapat terus dipantau kinerjanya. Tentunya dengan tetap memperhatikan peta risiko atas inisiatif strategis dimaksud, sehingga hal-hal yang berpotensi mengganggu atau menyebabkan kurang optimalnya capaian kinerja bisa dipetakan dan dicarikan mitigasinya dari awal. Dengan kata lain money follow program juga bisa menjadi katalis implementasi penganggaran berbasis kinerja dan makin menyelaraskan perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan kinerja.
6 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 7Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
klinik kinerja rujukan
PeNeTaPaN Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara merupakan tonggak sejarah
reformasi pengelolaan keuangan sektor
publik di Republik Indonesia. Selain
memberikan kepastian hukum dalam
pengelolaan keuangan negara yang
saat itu masih diatur dengan produk
hukum kolonial, UU Nomor 17 Tahun
2013 juga mengamanatkan perubahan
sistem perencanaan dan penganggaran
yang semula menggunakan pendekatan
tradisional (line item budget, incremental,
berorientasi pada input, dan berperspektif
tahunan) menuju perencanaan dan
penganggaran yang berbasis prestasi kerja
(Performance Based Budgeting), berorientasi
lebih dari satu tahun anggaran (Medium
Term Expenditure Framework), serta
penganggaran terpadu (Unified Budget)
sebagai bentuk harmonisasi antara belanja
operasional dengan belanja modal.
Dalam rangka pelaksanaan
amanah tersebut khususnya terkait
penganggaran berbasis prestasi kerja,
Kementerian Keuangan selaku regulator
di bidang keuangan negara/Chief Financial
Officer (cFo) telah memformulasikan
serta menetapkan beberapa peraturan/
kebijakan terkait penyusunan rencana
kerja dan anggaran (RKa-K/L).
Peraturan/kebijakan tersebut merupakan
pedoman kementerian/lembaga dalam
memulai penyusunan anggarannya
dengan berorientasi pada prestasi kerja/
berbasis kinerja. Penyusunan anggaran
berbasis prestasi kerja/penganggaran
berbasis kinerja adalah suatu pendekatan
dalam sistem perencanaan penganggaran
belanja negara yang menunjukan secara
jelas keterkaitan antara alokasi pendanaan
dan kinerja yang diharapkan atas alokasi
belanja tersebut, serta memperhatikan
efisiensi dalam pencapaian kinerja.
Salah satu wujud komitmen
Kementerian Keuangan dalam
melaksanakan penganggaran berbasis
kinerja (PbK) adalah penataan arsitektur
dan Informasi Kinerja (aDIK) dalam
dokumen penganggaran. Kebijakan
penataan aDIK merupakan inisiasi
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat
Jenderal anggaran (DJa) berdasarkan
hasil evaluasi implementasi penganggaran
berbasis kinerja yang dilakukan pada
tahun 2013. Hasil evaluasi menyebutkan
bahwa keterkaitan antara sumber daya
(input) dengan keluaran (output) yang
ingin dihasilkan, dan antara output dengan
outcome yang ingin dicapai masih sangat
lemah. oleh karena itu perlu dilakukan
penyempurnaan implementasi PbK dalam
bentuk penataan aDIK dalam dokumen
anggaran dengan pendekatan logic model.
Kementerian Keuangan c.q. DJa
menetapkan kebijakan untuk mengubah
arsitektur kinerja dalam RKa-KL yang
semula berdasarkan struktur organisasi
menjadi berbasis pada hasil (outcome).
arsitektur kinerja yang baru tersebut
menggunakan pendekatan kerangka logika
(logic model) dengan susunan komponen
yang terdiri atas outcome, output, aktivitas,
dan input, serta indikator dan target
untuk masing-masing outcome dan output.
Selanjutnya dilakukan penguatan dan
penajaman informasi kinerja yang semakin
jelas, relevan, dan terukur.
Sebagai hasil atas kebijakan
penataan aDIK, dokumen anggaran
seluruh kementerian/lembaga tahun
2017 telah dilakukan penataan aDIK
dengan pendekatan logic model. Penataan
aDIK dalam dokumen anggaran tersebut
menghasilkan peningkatan implementasi
penganggaran berbasis kinerja antara lain :
1. relevansi antara input dengan output,
Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja
Teks: Suroso, Kepala Bagian Perencanaan, Nandhi Endrayanto, Kepala Subbagian Perencanaan II,Biro Perencanaan dan Keuangan
dan dengan outcome dapat terlihat
dengan jelas;
2. rumusan outcome jelas dan selaras
dengan tugas dan fungsi kementerian
dan masing-masing unit eselon I; dan
3. rumusan output yang secara jelas
menggambarkan barang atau jasa yang
di-deliver oleh masing-masing unit
organisasi kepada customer.
Selain sebagai cFo, Kementerian
Keuangan selaku Pengguna anggaran/
Chief Operational Officer (coo) juga
terus berupaya mengimplementasikan
PbK dalam proses perencanaan dan
penganggaran di internal Kementerian
Keuangan bersinergi dengan kebijakan
DJa di level nasional. Salah satu bentuk
upaya tersebut adalah disusunnya
buku Better Practice Guide (bPG)
dalam rangka penerapan PbK pada
Kementerian Keuangan. buku bPG
disusun berdasarkan hasil benchmarking
Kementerian Keuangan terkait best
practices penerapan reformasi pengelolaan
keuangan publik berstandar internasional.
buku bPG merupakan framework
penerapan PbK yang berisikan intisari
prinsip-prinsip serta pertimbangan-
pertimbangan yang diperlukan dalam
rangka penyusunan rencana dan anggaran
yang berbasis kinerja. Dengan menerapkan
langkah-langkah yang diatur dalam bPG
diharapkan mampu mengharmonisasi
antara strategi, perencanaan, dan
penganggaran yang bermuara pada
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran Kementerian Keuangan yang
akuntabel.
Selain memberikan prinsip-
prinsip penerapan PbK secara umum, bPG
memuat beberapa hal yang bersifat teknis
dan baru dalam penyusunan anggaran
Kementerian Keuangan. Hal-hal baru
SeTeLaH klinik kinerja pada edisi sebelumnya
membahas tentang Indikator Risiko Utama (IRU), edisi
kali ini kita akan sedikit mengulas tentang manual IRU.
Seperti kita ketahui, sesuai dengan KmK Nomor 845/
KmK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan manajemen
Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan, setiap risiko
utama memiliki suatu ukuran yang dapat memberikan
informasi sebagai sinyal awal tentang adanya peningkatan
besaran risiko yang disebut IRU. Setiap IRU harus disertai
dengan manual IRU. Seperti apa manual IRU?
Penyusunan Manual IRUTeks: R. Aji Setiantoko, Suci Putri Ayu
manual IRU disusun sebagai panduan atau
acuan dalam menyusun dan melaporkan aktual IRU serta
interpretasinya, sehingga pengukurannya konsisten. manual
IRU disusun sebelum penetapan Piagam manajemen Risiko
oleh Pengelola Risiko di masing-masing level.
manual IRU berisi informasi seperti deskripsi IRU,
definisi IRU, batasan nilai, formula, satuan pengukuran,
penanggung jawab, penyedia data, sumber data, periode
pelaporan, dan tabel data yang juga berisi data aktual IRU
dalam 3 (tiga) tahun kebelakang.
berikut cara pengisian manual IRU:
Nama Risiko : Tuliskan nama risiko yang diukur oleh IRU
Nama IRU : Tuliskan nama IRU
Deskripsi IRU : Tuliskan deskripsi IRU yang meliputi pengertian dan ruang lingkup
Batas Atas : Tuliskan nilai maksimal yang dapat diterima atas indikator tersebut
Batas Aman : Tuliskan nilai yang diharapkan dan menunjukkan bahwa indikator tersebut masih dalam kondisi normal. Seluruh IRU harus memiliki batas aman
Batas Bawah : Tuliskan nilai minimal yang dapat diterima atas indikator tersebut
Formula : Tuliskan formula IKU
Satuan Pengukuran : Tuliskan unit pengukuran yang digunakan untuk menunjukkan kuantitas IRU, misal %, Rp, Indeks, kali, buah, orang
Unit Penanggung Jawab : Tuliskan Unit yang bertanggung jawab terhadap IRU tersebut
Unit Penyedia Data : Tuliskan Unit yang bertanggung jawab terhadap penyedia data
Sumber Data : Tuliskan nama dokumen sebagai sumber data untuk mengisi formula IRU
Periode Pelaporan Berikan tanda X pada salah satu dari tiga periode pelaporan (triwulanan, semesteran, tahunan), untuk menunjukkan seberapa sering data aktual Indikator Risiko perlu dilaporkan
Tabel Data : Tuliskan periode, Batas Aman, Batas Atas, Batas Bawah, dan Nilai Aktual IRU tiga tahun
Periode Pelaporan : pilih salah satu dari tiga periode pelaporan (triwulanan, semesteran, tahunan), untuk menunjukkan seberapa sering data aktual Indikator Risiko perlu dilaporkan
8 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 9Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
rujukan rujukan
tersebut antara lain adalah: Resource Forum,
Budget Statement, dan Project Selection atau
prosedur pengusulan proyek. Resource
Forum merupakan forum manajerial pada
Unit eselon I dan/atau Kementerian
Keuangan yang terdiri dari para
pengelola sumber daya organisasi yang
dilaksanakan untuk mengkoordinasikan
penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Budget Statement adalah pernyataan
komitmen Pimpinan Unit eselon I
dalam merencanakan dan melaksanakan
anggaran dalam rangka pencapaian
outcome. adapun Project Selection adalah
prosedur/tata cara pengusulan proyek
yang memuat ketentuan bahwa usulan
harus dimulai 3 (tiga) tahun sebelum tahun
anggaran dengan tujuan memastikan
kesiapan perencanaan dan pelaksanaan
proyek. Ketiga hal baru tersebut telah
diimplementasikan pada Kementerian
Keuangan dalam proses penyusunan
anggaran.
Sejalan dengan usaha penerapan
PbK, Kementerian Keuangan juga
mengadopsi Balanced Scorecard (bSc)
sebagai strategic managerial tools dalam
memformulasikan indikator kinerja
pada Kementerian Keuangan. Penerapan
bSc tersebut menjadi nilai tambah serta
bersinergi dengan penetapan indikator
kinerja dalam PbK. Perumusan dan
penetapan indikator-indikator kinerja
pada dokumen anggaran dilakukan secara
simultan dengan pendekatan logic model
dan bSc. Harmonisasi yang terus menerus
antara PbK dan bSc terus dilakukan
untuk terciptanya perencanaan dan
penganggaran yang berkualitas.
Terkait penataan aDIK pada
Kementerian Keuangan, telah dilakukan
penataan aDIK dalam dokumen
perencanaan dan penganggaran unit
eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan. Dari penataan tersebut, benang
merah keterkaitan secara logic model antara
outcome, output, indikator output, dan
aktivitas sesuai tingkatan organisasi dapat
tergambar lebih jelas. adapun framework
yang digunakan dalam penataan aDIK
Kementerian Keuangan secara singkat
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perumusan dan penetapan kinerja
yang akan dicapai berdasarkan
perencanaan strategis Kementerian
Keuangan (Rencana Strategis, Blueprint
Reformasi birokrasi dan Transformasi
Kelembagaan) maupun perencanaan
tingkat nasional (Nawa cita, Rencana
Kerja Pemerintah/RKP).
2. Penentuan output kepada customers/
stakeholders beserta targetnya dalam
rangka mencapai kinerja yang telah
ditetapkan;
3. Perbaikan struktur komponen/
tahapan/aktivitas dalam rangka
menghasilkan output;
4. Perbaikan struktur biaya/detail belanja
dalam rangka pembiayaan komponen/
tahapan/aktivitas;
5. Penguatan fungsi monitoring dan
evaluasi.Ilustrasi Penerapan PbK pada Unit
eselon I Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
1. Perumusan dan penetapan kinerja
yang akan dicapai berdasarkan
perencanaan strategis
Dalam rangka perwujudan amanat Nawa cita III, Kementerian Keuangan merumuskan beberapa strategi dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019. Salah satu strategi untuk pelaksanaan amanat Nawa cita III tersebut adalah meningkatkan kemampuan fiskal daerah. Salah satu upayanya adalah melakukan percepatan pelayanan evaluasi perda/raperda terkait pajak daerah dan restribusi daerah. Strategi ini secara tidak
langsung akan mendukung pencapaian target kinerja Program Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
2. Penentuan output beserta target
Output yang terkait dengan pelaksanaan strategi tersebut adalah output “Layanan evaluasi Pendapatan asli Daerah” dengan indikator kinerja :
i. Persentase Pemenuhan Kewajiban bagi Hasil Pajak Provinsi ke Kabupaten/Kota dengan target sebesar 90%;
ii. Persentase Penyelesaian Rekomendasi atas Permasalahan
PDRD dengan target sebesar 100%; dan
iii. Persentase ketepatan waktu penyelesaian rekomendasi atas evaluasi Raperda PDRD dengan target sebesar 100%.
3. Perbaikan struktur komponen/
tahapan/aktivitas
Untuk menghasilkan output
“Layanan evaluasi Pendapatan asli Daerah” disusun aktivitas/tahapan yang diperlukan sehingga output dapat dihasilkan dengan baik. Dalam penataan aDIK, disusun aktivitas/tahapan/komponen untuk menghasilkan output dimaksud sebagai berikut :
051 – Koordinasi dan Rekonsiliasi 052 – monitoring dan evaluasi053 – Penyusunan Kajian dan Rekomendasi, dst ....
4. Perbaikan struktur biaya/detail
belanja
Struktur biaya/detail belanja adalah besaran anggaran yang diperlukan dalam rangka melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan. Dalam struktur anggaran, detail belanja mencantumkan secara terperinci besaran anggaran sesuai akun yang telah ditetapkan. Terkait detail belanja untuk aktivitas 053 – Penyusunan Kajian dan Rekomendasi adalah sebagai berikut:
a. Rekomendasi atas Perda dan Raperda tentang PDRD: 521211 ...
b. Penyusunan evaluasi Perda dan Raperda PDRD: 524111..
c. Pedoman Penyusunan Perda PDRD: 521211, 522151...
D. bimbingan teknis kepada daerah mengenai pengelolaan Keuangan Daerah: 524119, 521211, dst
5. Penguatan fungsi monitoring dan
evaluasi.
atas penataan aDIK tersebut, dilakukan sistem monitoring dan evaluasi atas capaian pelaksanaan kegiatan maupun realisasi anggaran untuk pembiayaan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam rangka pencapaian kinerja yang telah ditetapkan.
10 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 11Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
wawancara wawancara
Optimalisasi Aset melalui Revaluasi
Teks: Azharuddin, Rachmad Arijanto
DaLam rangka peningkatan akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) dan optimalisasi pengelolaan barang milik Negara (bmN), Pemerintah telah
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali bmN.
Sejalan dengan hal tersebut, pada tanggal 29 agustus 2017 bertempat di Gedung Dhanapala
Jakarta, menteri Keuangan mencanangkan dimulainya program nasional “Penilaian Kembali
(Revaluasi) bmN”.
Untuk mengetahui informasi lebih dalam mengenai program revaluasi, Tim buletin
kinerja berkesempatan mewawancarai langsung Direktur Jenderal Kekayaan Negara, bapak
Isa Rachmatarwata. berikut petikan wawancara yang telah diredaksikan kembali oleh Tim
buletin Kinerja:
Apa yang melatarbelakangi ditetapkannya kebijakan revaluasi BMN?
Gagasan pelaksanaan revaluasi bmN muncul pada saat pelaksanaan Rapat Kerja
(Raker) Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR RI terkait penetapan underlying
asset untuk Surat berharga Syariah Negara (SbSN) pada tanggal 23 mei 2016. Pemikiran
yang berkembang saat itu adalah apabila pemerintah memiliki nilai terkini atas aset yang
dimiliki, maka tidak perlu lagi menambah jumlah aset yang dijadikan sebagai underlying
untuk SbSN setiap tahun.
Sebagai upaya memutakhirkan nilai wajar bmN dan membangun database
pengelolaan bmN yang lebih baik, menteri Keuangan kemudian memberi tugas kepada
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk melaksanakan penilaian kembali
bmN. Program ini sekaligus menjadi momentum untuk menertibkan kembali bmN yang
sebelumnya telah diinventarisasi dan dinilai pada tahun 2007 sampai dengan 2010.
Hasil dari program ini diharapkan juga dapat menjawab isu negatif yang
berkembang selama ini bahwa jumlah utang Indonesia lebih besar daripada nilai aset yang
dimiliki. melalui revaluasi, kita akan tunjukkan kepada publik bahwa nilai aset yang dimiliki
negara kita sebenarnya sangat besar.
Revaluasi bmN dilaksanakan mulai tahun 2017 sampai dengan tahun 2018, dan
difokuskan terhadap aset tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan
jaringan yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015. Pertimbangannya adalah jenis
aset tersebut memiliki potensi kenaikan nilai wajar yang tinggi.
Tantangan apa saja yang dihadapi dan strategi apa yang telah ditetapkan DJKN
dalam menyukseskan kebijakan nasional tersebut?
Tantangan utama pelaksanaan revaluasi bmN adalah jumlah objek revaluasi yang
banyak dan tersebar di seluruh negeri, sementara di sisi lain jumlah SDm terbatas, baik di
internal DJKN maupun satuan kerja Kementerian/Lembaga (K/L). Selain itu, singkatnya
waktu pelaksanaan juga menuntut DJKN untuk melakukan mitigasi risiko melalui beberapa
strategi.
Pertama, menyiapkan dasar hukum untuk melakukan revaluasi. berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar akuntansi Pemerintahan
dan PP Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan barang milik Negara/Daerah,
pemerintah dapat melakukan penilaian kembali/revaluasi atas bmN yang telah ditetapkan
dalam neraca Pemerintah Pusat berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara
FOTO: Langgeng Wahyu Pamungkas
12 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 13Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
wawancara wawancara
nasional. Sebagai payung hukum pelaksanaan revaluasi bmN,
ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 tentang
Penilaian Kembali barang milik Negara/Daerah. Selanjutnya
untuk regulasi teknis pelaksanaan revaluasi khususnya bmN
ditetapkan Peraturan menteri Keuangan (PmK) Nomor 118/
PmK.06/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali
bmN dan PmK nomor 111/PmK.06/2017 tentang Penilaian
bmN.
Kedua, menyiapkan SDm dan metodologi. SDm yang
dimaksud tidak hanya mencakup pegawai internal DJKN,
tetapi juga pengelola bmN pada seluruh satker K/L. Untuk
meningkatkan kapasitas, pemahaman, dan awareness pegawai,
DJKN melakukan sosialisasi, pelatihan, dan bimbingan teknis
kepada K/L baik di tingkat pusat maupun daerah. Harapannya,
kualitas SDm pengelola bmN dapat melaksanakan tugas secara
optimal dan menghasilkan laporan yang berkualitas sehingga
tidak diragukan oleh pihak eksternal, terutama oleh auditor.
Terkait metodologi, DJKN telah menyiapkan SoP dan petunjuk
pelaksanaan revaluasi sebagai panduan bagi pengelola bmN
dalam melaksanakan tugas.
Ketiga, menyusun perencanaan operasional yang
baik, termasuk kebutuhan anggaran. DJKN terutama Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) perlu
menyiapkan strategi dan teknis pelaksanaan revaluasi. Salah satu
yang harus menjadi pertimbangan adalah perbedaan kondisi
geografis wilayah kerja. KPKNL dengan wilayah kerja terpisah
antarpulau tentunya berbeda dengan KPKNL yang wilayah
kerjanya masih dalam satu pulau. Perbedaan ini mendasari
perlunya suatu pendekatan/strategi yang khas antarKPKNL.
Keempat, melakukan persiapan dan pembahasan data
awal bmN objek revaluasi dengan masing-masing satker K/L.
Revaluasi 2017-2018 dilakukan terhadap bmN pada 82 K/L,
dengan target penyelesaian 55 K/L selesai di tahun 2017 dan 27
K/L selesai sampai dengan 2018.
Kelima, penyiapan alat bantu untuk memudahkan
pelaksanaan revaluasi, misalnya untuk mencatat koreksi
nilai bmN hasil revaluasi melalui aplikasi SImaK bmN dan
rekonsiliasi hasil pencatatan koreksi nilai bmN tersebut melalui
aplikasi SImaN fitur revaluasi bmN. Fitur ini merupaan alat
hitung berupa desktop valuation untuk bangunan serta jalan,
jembatan dan bangunan air.
Keenam, peningkatan koordinasi dan komunikasi baik
di tingkat kantor pusat DJKN, Kanwil DJKN, dan KPKNL
serta dengan K/L terkait pencapaian target dan identifikasi
permasalahan yang timbul selama pelaksanaan revaluasi. Untuk
saat ini, koordinasi intensif dilakukan terhadap 6 K/L yang
mengelola bmN terbesar yaitu Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pendidikan, Kementerian
agama, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian
Perhubungan, dan Kementerian Kesehatan. Keenam K/L ini
telah mencakup hampir 80% dari total aset yang dimiliki negara.
Di tingkat kantor daerah, dilakukan koordinasi instansi
vertikal Kanwil DJKN dan KPKNL dengan satuan kerja terkait
untuk penghimpunan data awal bmN objek revaluasi dari satker
daerah, serta persiapan tim pelaksana revaluasi yang terdiri dari
unsur KPKNL yang melakukan penilaian dan unsur satuan kerja
yang melakukan inventarisasi.
Ketujuh, langkah selanjutnya yang tidak kalah penting
adalah menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi sebagai
alat bantu untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
revaluasi secara real time. Setiap minggu, kantor pusat
berkoordinasi dengan Kanwil dan KPKNL untuk memantau
perkembangan revaluasi. Kepala Kanwil dan Kepala KPKNL
bertanggung jawab secara langsung dalam menyukseskan
program ini.
Bagaimana rencana DJKN ke depan untuk
mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara
khususnya BMN?
Sebagai asset manager, DJKN tidak hanya berfokus pada
aspek revenue, tetapi juga aspek ekonomis. Hal ini dikarenakan
pemanfaatan aset tidak selamanya menghasilkan revenue,
tetapi juga diharapkan dapat memberikan nilai ekonomis yang
tinggi. misalnya penggunaan aset oleh pemerintah untuk
penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Penggunaan aset ini
memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena pemerintah dapat
menjalankan aktivitas pemerintahan dan memberikan layanan
yang optimal kepada masyarakat (service excellent).
Pelaksanaan revaluasi tahun 2017 dan 2018 diharapkan
tidak hanya dapat menyajikan update atau koreksi nilai wajar
atas bmN objek revaluasi berupa tanah, gedung, jalan, jembatan,
dan bangunan air dalam neraca pemerintah. Lebih dari itu,
pelaksanaan revaluasi diharapkan dapat menghasilkan database
bmN yang komprehensif sehingga diperoleh gambaran
mengenai data atas bmN dengan kondisi rusak berat atau rusak
ringan, serta bmN berupa tanah dan bangunan yang terindikasi
idle.
Dengan database bmN yang komprehensif, penggunaan
bmN dapat terukur menurut standar dan didorong sesuai tugas
dan fungsi K/L. Untuk bmN idle yang teridentifikasi dapat
diupayakan langkah-langkah strategis untuk dioptimalkan
antara lain alih status kepada K/L yang membutuhkan,
pendayagunaan bmN dalam bentuk pemanfaatan, atau
pelepasan aset untuk meningkatkan PNbP serta efisiensi biaya
pemeliharaan aset.
Ke depan, peran DJKN sebagai asset manager menjadi
sangat challenging. DJKN diharapkan tidak hanya menjadi
asset administrator, tetapi juga dapat berperan sebagai revenue
center dan mampu mengoptimalkan cost saving (penghematan
anggaran). Pada akhirnya. Pengelolaan aset dapat memberikan
nilai ekonomis dan finansial yang lebih tinggi bagi negara.
FOTO: Dok. Humas DJKN
Ke depan, peran DJKN sebagai asset
manager menjadi sangat challenging.
DJKN diharapkan tidak hanya menjadi
asset administrator, tetapi juga dapat
berperan sebagai revenue center dan mampu
mengoptimalkan cost saving (penghematan
anggaran)
“
“
FOTO: Dok. Humas DJKN
14 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 15Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
laporan khusus laporan khusus
Upaya Penerapan Evaluasi Portofolio Barang Milik
Negara
berdasarkan Laporan barang milik Negara Tahun
2016 (Audited), Nilai bmN per 31 Desember 2015 sebesar Rp
2.127.449.070,83 juta terdiri dari nilai bmN Intrakomptabel
sebesar Rp 2.126.487.522,29 juta dan ekstrakomptabel sebesar
Rp 961.548,54 juta. Sedangkan nilai bmN per 31 Desember
2016 sebesar Rp2.188.359.011,69 juta terdiri dari nilai
bmN Intrakomptabel sebesar Rp2.187.489.725,66 juta dan
ekstrakomptabel sebesar Rp869.286,03 juta. Nilai bmN yang
demikian besar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun,
tentunya merupakan tanggung jawab Kementerian Keuangan
selaku Pengelola barang untuk menatausahakan bmN dengan
baik dan melaporkannya dalam laporan keuangan guna
memenuhi prinsip akuntabilitas. Dalam pelaksanaan evaluasi
portofolio aset, perlu memprioritaskan evaluasi kinerja atas aset
idle signifikan berupa tanah dan bangunan yang teridentifikasi
dari pelaksanan revaluasi bmN. Proses evaluasi portofolio
aset dilakukan secara sistematis dan menyeluruh untuk semua
portofolio aset. Namun demikian, untuk mencapai outcome yang
signifikan atas pengelolaan aset, evaluasi kinerja aset diutamakan
pada portofolio aset yang signifikan berupa tanah dan bangunan.
meskipun evaluasi portofolio bmN secara sistematis
dan komprehensif belum secara eksplisit diatur dalam PP Nomor
27 Tahun 2014 maupun dalam peraturan pengelolaan bmN
lainnya, beberapa prinsip/kriteria evaluasi portofolio bmN
secara parsial telah diatur dan dilakukan. amanat penyusunan
peraturan terkait pengukuran kinerja portofolio aset telah
diamanatkan dalam pasal 41b PmK Nomor: 52/PmK.06/2016
tentang Perubahan atas Peraturan menteri Keuangan Nomor
244/PmK.06/2012 Tentang Tata cara Pelaksanaan Pengawasan
dan Pengendalian barang milik Negara. Kerangka pengukuran
kinerja aset diharapkan dapat selesai pada tahun 2017 sebagai
payung hukum evaluasi portofolio aset.
Melalui Revaluasi kita tingkatkan validitas nilai aset.
Dengan Evaluasi kinerja kita ciptakan optimalisasi aset.
DIReKToRaT Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
merupakan satu unit eselon I Kementerian Keuangan yang
bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara,
dan lelang. Dalam tugas di bidang kekayaan Negara, DJKN
melaksanakan kegiatan penertiban barang milik Negara (bmN)
dalam bentuk Inventarisasi dan Penilaian bmN (IP bmN).
DJKN melaksanakan inventarisasi dan penilaian
bmN untuk pertama kali pada tahun 2007 melalui Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2007 dengan tujuan untuk
memperbaiki pencatatan aset sebagai respon opini disclaimer
bPK atas LKPP. Inventarisasi dan Penialian (IP) dilaksanakan
untuk seluruh bmN yang diperoleh sampai dengan 31 Desember
2004, dengan harapan mampu mewujudkan 3T Pengelolaan
bmN, yaitu Tertib administrasi, Tertib Hukum dan Tertib
Fisik. Kegiatan IP bmN tahun 2007 menghasilkan neraca K/L
dan Pemerintah Pusat yang dapat diyakini keandalannya oleh
bPK serta menjadi tonggak awal pengelolaan aset yang lebih
baik.
Tahun 2017, DJKN kembali melaksanakan kegiatan
IP bmN. IP bmN tahun 2017 dan 2018 ini didasarkan
oleh Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 tentang
Penilaian Kembali barang milik Negara. Pelaksanaan IP bmN
dilatarbelakangi oleh permintaan Komisi XI DPR RI kepada
menteri Keuangan untuk melakukan revaluasi nilai bmN yang
akan digunakan sebagai dasar penerbitan underlying asset Surat
berharga Syariah Negara (SbSN) dalam Raker tanggal 23 mei
2016. Untuk mewujudkan nilai wajar bmN dan membangun
database pengelolaan bmN yang lebih baik, menteri Keuangan
meminta untuk dilaksanakan penilaian kembali bmN.
objek pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017 dan 2018
adalah aset tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta
jalan, irigasi, dan jaringan yang diperoleh sampai dengan 31
Desember 2015. Untuk bmN berupa jalan, irigasi, dan jaringan
yang direvaluasi hanya bmN berupa jalan dan jembatan serta
bangunan air. Pertimbangan pemilihan objek revaluasi yaitu
pemilihan aset-aset yang memiliki potensi kenaikan (perubahan
nilai wajar) yang tinggi serta nilai aset tetap objek revaluasi
tersebut memiliki bobot nilai/persentase yang signifikan
dari keseluruhan nilai total aset tetap, yaitu senilai 79,9%
dari total aset tetap.
Revaluasi bmN tahun 2017 dan 2018
dilaksanakan untuk meningkatkan validitas dan akurasi
nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan serta
meningkatkan leverage aset tetap sebagai underlying asset
untuk penerbitan SbSN. Penilaian kembali aset tetap
juga dilakukan untuk mengidentifikasi bmN yang idle
yaitu bmN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak
digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
dan fungsi K/L. Database bmN dan informasi bmN idle
khususnya tanah dan bangunan dapat dimanfaatkan oleh
DJKN selaku Pengelola barang untuk mengoptimalkan
aset-aset idle tersebut. Indikasi penggunaan aset yang belum
optimal (penggunaan aset selain untuk pelaksanaan tugas
dan fungsi, aset idle, aset tidak terpelihara, aset berlebih, dan
sebagainya) merupakan tantangan bagi Pengelola barang
untuk dapat mengambil langkah strategis optimalisasi
pengelolaan aset.
Pentingnya Pengukuran Kinerja Aset Sektor Publik
Sebagai Upaya Optimalisasi Aset
Salah satu langkah strategis pengelolaan aset
adalah perlunya evaluasi secara periodik dan menyeluruh
terhadap portofolio aset yang dimiliki oleh Pemerintah
Pusat khususnya terhadap golongan aset yang nilainya
sangat signifikan yaitu tanah dan bangunan (Hanis,
Trigunarsyah & Susilawati, 2010b). evaluasi yang dilakukan
bertujuan untuk menilai tingkat optimalisasi aset dan
memberikan rekomendasi untuk peningkatan optimalisasi
aset.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa Indonesia
perlu membangun dan mengembangkan framework
pengukuran kinerja aset dalam proses manajemen aset
publik. Jolicoeur dan Barret (Jolicoeur & Barrett, 2004)
menunjukkan bahwa penerapan strategi manajemen aset
serta pengukuran kinerja aset di sektor publik semakin
penting. Sebagai pemilik, operator dan pengelola aset publik,
Revaluasi dan Pengukuran Kinerja Aset
(sebuah langkah strategis untuk optimalisasi BMN)
Teks: Bambang Sriwiyono, Direktorat BMN, DJKN
pemerintah bertanggungjawab memastikan keberhasilan
pengukuran kinerja aset, terutama infrastruktur dan real
property, terlaksana dengan efisien dan efektif.
evaluasi portofolio aset telah dilaksanakan oleh
berbagai negara seperti belanda dan australia. Di belanda,
evaluasi portofolio aset fokus pada stakeholder sebagai
representasi kepentingan suatu aset yang mewakili masing-
masing aspek yang dinilai. Pemangku kepentingan dalam
evaluasi portofolio aset di belanda meliputi: Local Authorithy,
Policy Department, Service Provider, Property Manager,
Owner, Area Developer and/or Asset Manager. Di australia,
pemerintah melakukan evaluasi portofolio aset secara
berkala berdasarkan ukuran dan kompleksitasnya, sebagai
bagian dari strategic asset management yang membantu
pemerintah untuk mengkonfirmasi bahwa aset tersebut
layak sesuai dengan persyaratan pelaksanaan program.
evaluasi terhadap portofolio aset dapat mempertimbangkan
hal-hal berikut:
a. menggunakan indikator performa aset untuk
mengindentifikasi apakah aset yang ada digunakan
secara tepat, dipelihara secara baik, dan sesuai
tujuan.
b. memonitor kinerja portofolio dari sisi hukum, kode,
dan standar, serta kinerja keuangan.
c. memelihara daftar rincian aset dan melaksanakan
proses akuntansi aset sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku.
Benchmark pada praktek terbaik di beberapa
negara, Pemerintah Indonesia perlu melaksanakan evaluasi
portofolio aset. Dengan revaluasi bmN, database aset
khususnya tanah/ bangunan idle yang komprehensif dapat
diperoleh, sehingga pemerintah dapat mengambil langkah
strategis dalam rangka optimalisasi aset-aset tersebut.
Sebagai langkah strategi optimaliasi aset idle khususnya
tanah dan/atau bangunan, evaluasi kinerja aset penting
dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan/kebijakan terkait keberlangsungan aset, apakah
akan tetap dimiliki dengan atau tanpa penanganan khusus
atau bahkan diputuskan untuk dilepas.
16 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 17Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
selingan lensa peristiwa
Jawaban Kuis Buletin Kinerja Edisi XXXIII:
43 Bujur Sangkar
Tebak kuis di bawah ini, kirimkan jawaban beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat) anda ke [email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz buletin Kinerja XXXIV”
atau dikirim ke bagian Pengelolaan Kinerja dan Risiko, biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan d/a: Gedung Djuanda I Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta
Bincang Santai dan Produktif bersama Sekretaris Jenderal
Jakarta, 31 Agustus 2017.
FOTO: Yogha Apriantoro
Daftar Pemenang Kuis
Buletin Kinerja Edisi XXXIII :
1. Teguh Imam Santoso
KPPN Pati, DJPB;
2. Danar Sutopo Sidig
PPPK, Setjen;
3. Erys Al Fauzi M
Direktorat SITP, DJPB;
4. Much. Irvan Fahrurrozi
Sekretariat DJP;
5. Yan Pagiu
KPPN Makale, DJPB.
?Dialog Kinerja Organisasi
Kemenkeu-Wide-One Semester I Tahun 2017
Jakarta, 31 Juli 2017.
FOTO: Dok. Biro KLI
Kemenkeu Kembali Raih Penghargaan sebagai Pengelola JDIH Terbaik
Jakarta, 2 Oktober 2017.
FOTO: Dok. Biro Hukun
18 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017 19Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
profil profil
HaWa dingin sangat terasa di pagi itu. Hujan lebat
baru saja mengguyur Jakarta, saat tim buletin menemui
sosok pria ini. Ketika sebagian besar pegawai Kementerian
Keuangan baru saja tiba ke kantor dan berjibaku dengan
derasnya hujan, laki-laki kelahiran Tasikmalaya ini sudah
mulai sibuk di ruangannya yang asri dan tertata rapi.
begitulah keseharian Dudung Rudi Hendratna, Kepala
bagian Kepatuhan dan Verifikasi Kekayaan Pegawai
(KVKP), Sekretariat Inspektorat Jenderal (Itjen). Datang
ke kantor lebih awal memang sudah menjadi kebiasaan dari
pria yang akrab dipanggil Dudung ini.
Penugasan KVKP dimulai sejak tahun 2016, dimana
sebelumnya Dudung dipercaya sebagai Kepala bagian
Sumber Daya manusia Itjen. Salah satu tugas utamanya
adalah sebagai manajer Kinerja organisasi (mKo)
sekaligus manajer Kinerja Risiko (mKR) Itjen. Tugas
pengelolaan kinerja bukanlah hal baru baginya. Ia pernah
menjadi administrator pengelolaan kinerja, saat pertama
kali menteri Keuangan Sri mulyani mengamanatkan
implementasi Balanced Scorecard (bSc) di Itjen pada tahun
2006. “Saat itu Itjen ditetapkan Ibu sebagai unit piloting
dan ini merupakan awal penerapan bSc di Kementerian
Keuangan (Kemenkeu)”, ujar Dudung membuka
percakapan.
Tugas sebagai pengelola kinerja dimulai pertama
kali saat menjabat sebagai Kasubag Tata Usaha (TU)
Inspektorat bidang III, mengingat unit eselon II nya
ditetapkan sebagai champion dalam program tersebut.
“Jadi secara otomatis Kasubag TU menjadi administrator”,
imbuhnya lagi. Tugasnya sebagai pengelola kinerja terus
berlanjut saat Dudung dipromosikan menjadi Kepala bagian
Kepegawaian Itjen yang kemudian berganti nama menjadi
bagian SDm. Selain sebagai manajer Kinerja Pegawai
(mKP) Itjen, ia juga mengemban tugas sebagai Sub manajer
Kinerja organisasi (SmKo) Sekretariat Itjen.
Sudah satu dasawarsa lebih Dudung terlibat
langsung dalam pengelolaan kinerja Itjen. bapak dari
dua anak ini berbagi tips mengenai kunci sukses dalam
implementasi pengelolaan kinerja. Hal pertama adalah
penyiapan kompetensi pegawai. Pegawai memiliki
peran yang sangat penting, karena mereka yang akan
mengimplementasikan sehari-hari. Tingkat pemahaman
pegawai akan sangat berpengaruh terhadap seberapa
besar peran pegawai tersebut berhasil dijalankan. Faktor
kedua, adalah infrastruktur. Yang dimaksud disini adalah
unit yang mengkoordinasikan pengelolaan kinerja atau
manajer Kinerja. manajer Kinerja menjadi partner utama
Perubahan Budaya, Faktor Kunci Keberhasilan
Teks: Agus Dwiatmoko, Rachmad Arijanto
pimpinan dalam monitoring kinerja unitnya. Faktor ketiga
adalah perubahan budaya. Hal ini sangat penting, karena ke
depan diharapkan pengelolaan kinerja menjadi suatu kebutuhan
organisasi dan pegawai, bukan lagi sebagai beban.
“merubah budaya kinerja merupakan tantangan
tersendiri”, tutur Dudung. Perubahan tidak dapat terealisasi
sesuai harapan, tanpa pemahaman pegawai yang utuh terhadap
pengelolaan kinerja. manfaat bagi pegawai maupun organisasi
perlu terus dipahami, agar kinerja menjadi kebutuhan yang
harus dipenuhi dalam bekerja. oleh karenanya, penguatan
budaya organisasi pun menjadi mutlak. “Untuk mendukung hal
tersebut, saat ini Itjen sedang melakukan survei pembangunan
persepsi integritas bersama Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK)”, tambah Dudung yang ditugaskan sebagai koordinator
tim Kemenkeu.
“Upaya terobosan pun perlu terus dikembangkan”,
ujarnya lagi sambil menyeruput secangkir teh hangat. aplikasi
yang memadai dan user friendly serta sistem reward/punishment
yang semakin baik dan fair, akan terus memotivasi pegawai
dalam berkinerja. Sinergi antar unit juga penting.
Perumusan indikator kinerja yang mendorong sinergi
antar unit perlu terus dikembangkan. Proses alignment
ini tentunya akan mengoptimalkan kinerja unit. Di sisi
individu, perlu terus dikembangkan sistem yang mampu
meminimalisir adanya free rider dalam mencapai kinerja.
Di akhir wawancara, pria yang gemar sepakbola
ini menegaskan kembali bahwa pengelolaan kinerja
dan risiko merupakan hal yang sifatnya strategis
serta menjadi perhatian pimpinan. Untuk itu, perlu
terus dijaga ruhnya jangan sampai menjadi rutinitas
dan formalitas. Harapannya, penggabungan fungsi
perencanaan, pengelolaan kinerja dan risiko di Itjen
dapat segera terealisasi. Selain align dengan level
kementerian, hal ini diharapkan menjadi momentum
untuk sinergi yang lebih baik. Harapan lainnya, agar
inovasi baru terus dikembangkan dalam menyelaraskan
pengelolaan kinerja dan risiko baik Itjen maupun
Kemenkeu.FOTO: Dok. Pribadi
FOTO: R. Aji Setiantoko
20 Buletin Kinerja Edisi XXXIV/2017
kata mereka
SeLama ini, masyarakat condong menyoroti masalah utang saja, sehingga menimbulkan persepsi serta kekhawatiran yang tidak semestinya. Hal ini tentu akan berbeda apabila masyarakat juga mengetahui informasi terkait apa saja yang telah dihasilkan dari kebijakan utang tersebut. masyarakat perlu tahu bahwa kebijakan utang lebih banyak dialokasikan untuk belanja produktif, yang salah satunya dibuktikan dengan tingginya nilai aset yang dimiliki oleh pemerintah. Perkembangan nilai aset pemerintah dapat dilihat melalui hasil revaluasi aset. Dengan data dan informasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan penyajian dan publikasi antara sisi aset, utang, dan ekuitas pada LKPP.
Revaluasi tidak berhenti sampai dengan koreksi nilai saja, namun juga memutakhirkan kembali data barang milik Negara (bmN) yang belum digunakan secara optimal untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga (idle). Kedepannya, diharapkan aset-aset idle tersebut dapat dioptimalkan sesuai dengan potensi penggunaan tertinggi dan terbaiknya.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam revaluasi adalah terkait dengan biaya yang dikeluarkan. biaya yang tidak sedikit memang selalu menjadi constraint, akan tetapi dampak capital gain hasil revaluasi akan jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. oleh karena itu, revaluasi setiap 10 tahun mungkin perlu dan masih wajar untuk dilakukan.
Andar Ristabet HesdaPelaksana Bagian OKI,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
ReVaLUaSI bmN tahun 2017, ditargetkan menyelesaikan sebanyak 937 satuan kerja yang memiliki objek revaluasi. adapun objek revaluasi yaitu berupa tanah, gedung, jalan, irigasi, dan bangunan-bangunan air, tidak termasuk meja, kursi, atau mobil.
Kegiatan revaluasi didahului dengan inventarisasi atau cek fisik, yang diharapkan satker akan memperbaiki database bmNnya dengan melengkapi dokumen sumber perolehan. Dari situ akan didapat informasi mengenai kondisi yang terbaru atas keberadaannya aset, baik aset idle ataupun aset yang masih digunakan.
adapun tujuan lain dari revaluasi sesuai arahan menteri Keuangan adalah jaminan SbSN, karena nantinya aset akan dinilai kembali, sehingga nilainya akan naik. Selain itu, revaluasi bmN juga mendukung kegiatan Sensus bmN Kementerian Keuangan secara menyeluruh di tahun 2018. Jadi dengan adanya revaluasi di tahun 2017 ini, maka sebagian bmN telah dilakukan inventarisasi.
Achmad SuhaemiKepala Subbagian Penatausahaan BMN IBiro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal
Revaluasi BMN
SecaRa menyeluruh, Kementerian Keuangan melakukan revaluasi terhadap bmN agar dapat memberikan nilai bmN yang kredibel yang dapat digunakan kembali
(roll over) sebagai underlying asset SbSN. Tujuannya untuk memberikan nilai wajar bmN yang akurat dan aktual serta memberikan gambaran yang utuh atas proses dan hasil kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut tentunya sangat penting, dimana aset yang tersaji pada LKPP pada saat ini masih menggunakan nilai
hasil revaluasi yang dilakukan pada periode tahun 2007 s.d. 2010 yang mana nilai bmN dalam kurun waktu yang lalu tersebut pastinya sudah tidak relevan dengan nilai bmN saat ini. Ketidakakuratan nilai tersebut berpotensi menimbulkan kesalahan penafsiran
terhadap informasi keuangan negara. atas dasar tersebut, kegiatan revaluasi bmN menjadi sangat penting agar neraca pemerintah menggambarkan nilai yang updated, reliable serta mencerminkan kondisi wajar sebagai perwujudan dari good governance.
Revaluasi bmN mulai dilaksanakan bulan agustus 2017, jadwal ini mundur dari yang direncanakan pada bulan april 2017. Harapannya, dengan adanya tenaga
penilai yang kompeten dan koordinasi yang baik antar Kementerian/Lembaga, kegiatan revaluasi bmN akan dapat diselesaikan sesuai dengan target yang ditetapkan.
Ririen FransiskaKepala Subbagian Perencanaan Anggaran,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara