Upload
coco-cool
View
249
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penataletak indikator kemiskinan di kutai kartanegara
Citation preview
1
EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Kutai Kartanegara
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Jenjang Sarjana ( S-1 )
Oleh :
DHANUR DWI JATMIKO NPM : 04.11.108.501101.001603
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA
TENGGARONG 2011
2
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum WR,WB.
Alhamdullilahirabbil alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat, Ridho dan izin-Nya jualah penulis
dapat menyelesaikan perjalanan panjang penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam melaksanakan penelitian dan penulisan
skripsi ini, penulis banyak dibantu dan didukung oleh bebagai pihak. Yang dalam
kesempatan ini Penulis menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang turut berperan mendukung melalui
saran dan masukkan positif dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Rektor Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong Bapak
Prof.DR.H.M.Aswin.MM yang juga merupakan mantan Pimpinan penulis
di Sekretariat DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah memberikan
inspirasi dan acuan semangat penulis, serta atas kesempatan penulis untuk
menyelesaikan pendidikan pada perguruan tinggi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Kutai Kartanegara, para
Pembantu Dekan serta Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
yang telah banyak memberikan pengarahan serta membina penulis selama
mengikuti pendidikan.
3. Bapak Drs.H. Jemain selaku Dosen pembimbing I dan Bapak Sudirman,
SIP., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3
4. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Kutai
Kartanegara Tenggarong yang telah sudi memberikan ilmu pengetahuannya
kepada penulis selama mengikuti pendidikan reguler.
5. Ayahnda Haris Indriyanto.S.Pd dan Ibunda Juwairiah, serta seluruh sanak
keluarga besar Takim Harto Marsono dan H. Andi Zakaria, penulis ucapkan
banyak terima kasih yang tak terhingga atas susah payah mengasuh,
membesarkan, mendidik, serta selalu memberikan inspirasi, pengalaman
dan semangat hidup yang luar biasa. Penulis telah berhutang banyak dalam
hidup ini, bantuan dan keikhlasan serta budi baik itu hanya Allah yang
dapat membalasnya.
6. Sekretaris DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, Bapak Drs.H.Awang
Ilham.MM yang telah memberikan kesempatan serta mengijinkan penulis
melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata 1, dan telah mengijinkan
penulis untuk mengadakan penelitian dan Pengembangan hingga selesainya
skripsi ini.
7. dr. Aji Raihan Nila Kartika, atas motivasi yang luar biasa dalam menjalani
hidup.
8. Rekan- rekan seangkatan Program Ilmu Administrasi Negara terutama
angkatan 2004 kelas D, serta kepada semua pihak yang telah membantu
penulis di dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Kiranya segala bantuan dan amal kebaikan yang telah diberikan dengan
tulus ikhlas mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata, tak
ada gading yang tak retak, tak ada ombak jikalau tak ada angin, tak ada laut yang
4
tak bersisi. Penulis menyadari sepenuhya bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan dari rekan-rekan dan semua pihak agar dapat menjadi
penyempurna skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi semua pihak yang memerlukan.
Tenggarong, 23 September 2010
Penulis,
5
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………….. i HALAMAN PENGESAHAN …………………… ii KATA PENGANTAR ………………………… iii DAFTAR ISI ………………………………………….. iv DAFTAR TABEL DAN GAMBAR …………………….. v BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………. 1 B. Rumusan Masalah ……...…………………..…… 11 C. Tujuan Penelitian ……………….……………...… 12 D. Kegunaan Penelitian ……...……………………….. 12 E. Sistematika Skripsi ……...……………………..… 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu dan Deskripsi Teori ….... 15 1. Penelitian Terdahulu ………………………… 15
2. Deskripsi Teori ……………………….... 17 2.1. Pengertian Teori ………………………….. 17 2.1. Teori Efektifitas ………………………….. 19 2.3. Teori Implementasi………………………... 22 2.4. Teori Hambatan ………………………….. 26 2.5. Teori Kemiskinan ………………………… 30 B. Definisi Konsepsional ……………..…….. 33 C. Fokus Penelitian …….…………….……...... 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………….………….… 37 B. Wilayah Penelitian …….…………..…………….. 39 C. Teknik Pengumpulan Data …………………...…… 40 D. Analisis Data …………………………………..….. 41 E. Jadwal Penelitian ……………….…….………… 43
BAB IV DATA DAN ANALISIS A. Data Penelitian ………………….….………….… 45 B. Indikator Hasil Pedoman Wawancara tentang efektifitas
implementasi Perda nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan. .................................... 56
B.1. Metode Pengambilan Sampel Jawaban ............... 56 B.2. Profil Masyarakat Miskin atas hasil Pedoman Wawancara.................................................... 58 B.3. Peranan Pemerintah atas Hasil Pedoman Wawancara …………………………….. 72 C. Data Dokumenter Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara Sebelum dan Sesudah terbentuknya
6
Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan ……………………………………… 80 C.1. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005 ........................................................ 81 C.2. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2006 ...................................................... 82 C.3. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2007 ....................................................... 83 C.4. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2008 ........................................................ 86 C.5. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2009 ........................................................ 88
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data … ………………….………….… 92 B. Pembahasan ............................................................. 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan … …….…………….………….… 103 B. Saran ....... .............................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA
7
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR TABEL
1. Jumlah Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005, tahun 2006, dan tahun 2007.
2. Perkembangan Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara. 3. Intensitas Pangan Dalam 1 (Satu) Hari oleh Masyarakat Miskin Kabupaten
Kutai Kartanegara. 4. Tingkat Pendidikan Formal dan Non Formal Masyarakat Miskin di
Kabupaten Kutai Kartanegara. 5. Persentase Angka Partisipasi Murni (APM) Masyarakat Umum di
Kabupaten Kutai Kartanegara. 6. Tingkat Kriminalitas di wilayah Hukum Polres Kutai Kartanegara pada
tahun 2010 (setelah terbentuknya Perda nomor 2 tahun 2007). 7. Status Kepemilikan Hunian Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai
Kartanegara. 8. Sumber Air Minum Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara. 9. Sumber Penerangan Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara. 10. Tempat Pembuangan Tinja Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai
Kartanegara. 11. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005. 12. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2006. 13. Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun 2007. 14. Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin Kabupaten Kutai
Kartanegara 2008. 15. Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin Kabupaten Kutai
Kartanegara 2009.
GAMBAR 1. Lingkaran Penyebab Kemiskinan 2. Grafik pemenuhan standarisasi gizi 4 sehat 5 sempurna dalam satu hari
oleh masyarakat miskin Kabupaten Kutai Kartanegara.
3. Grafik tingkat pendidikan formal dan non formal oleh masyarakat miskin
Kab. Kutai Kartanegara.
4. Grafik status kepemilikan hunian masyarakat miskin Kab. Kutai
Kartanegara.
8
5. Grafik sumber air minum masyarakat miskin Kab. Kutai Kartanegara. 6. Grafik sumber penerangan masyarakat miskin Kab. Kutai Kartanegara.
7. Grafik tempat pembuangan tinja masyarakat miskin Kab. Kutai
Kartanegara.
8. Grafik penduduk miskin Kab. Kutai Kartanegara tahun 2005,2006,2007,2008 dan 2009.
9
PERNYATAAN
ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan
saya, di dalam naskah SKRIPSI ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akedemik di suatu Perguruan
Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah SKRIPSI ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia SKRIPSI ini digugurkan dan gelar
akademik yang telah saya peroleh (STRATA I) dibatalkan, serta diperoses sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU No. 20 Tahun 2003,
pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Tenggarong, 26 Nopember 2012
Nama : Dhanur Dwi Jatmiko
NIM : 04.11.108.501101.001603
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa
lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi
miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan
modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan kemudahan- kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti
Inggris dan Amerika Serikat.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya
mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survei Sosial
Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari
17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih
dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis
ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di
11
Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis ekonomi tersebut, jumlah
penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni
kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain
akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan
bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di
masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai
sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap
miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan
pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak
dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan,
dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan
kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
12
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan,
papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya.
Kemiskinan memiliki dimensi yang kompleks yang merupakan dampak
pembangunan yang tidak berkeadilan dan tidak berkelanjutan. Kemiskinan
merupakan masalah utama yang dapat membawa permasalahan lain apabila tidak
dapat segera diatasi. Berbagai telaahan memperlihatkan bahwa dampak
kemiskinan dapat membahayakan kelangsungan sebuah bangsa.
Kemisikinan merupakan problem sumber daya manusia dan
ketenagakerjaan. Sumber daya manusia yang belum berkembang (Under
Development) dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan, konsumsi gizi yang
rendah serta penyediaan fasilitas kehidupan belum memadai, dengan demikian
13
kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa masih relatif rendah. Kemudian
kemiskinan juga dicirikan dengan keterampilan dan kemampuan sumber daya
manusia yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal (Under Utilization).
Pada dasarnya di negara-negara belahan dunia ketiga seperti di sebagian
negara-negara Asia Tenggara termasuk didalamnya Negara Indonesia, masalah
kemiskinan merupakan momok yang harus dijadikan “First Priority” agar bisa dan
mampu bersaing secara global dengan negara lain karena masalah kemiskinan
juga menyangkut seluruh aspek pemerintahan negara termasuk politik dan
ekonomi. Namun pada kenyataanya, tidak menutup kemungkinan bahwa negara-
negara maju juga memiliki problema yang sama dengan negara-negara
berkembang, hal ini juga bahkan menjangkit negara adidaya seperti Amerika
Serikat. Artinya secara garis besar pada pernyataan awal ini, penulis dapat
menyimpulkan bahwa ” kemiskinan merupakan satu status kehidupan yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada umatnya agar menjadi takdir
didalam hidupnya “. Selain daripada hal tersebut, pokok permasalahan yang
dihadapi selanjutnya adalah bagaimana menemukan formula yang tepat dengan
kultur masyarakat di tiap-tiap negara agar kemiskinan dapat ditekan secara
optimal.
14
Kabupaten Kutai Kartanegara adalah salah satu dari 13 Kabupaten / Kota
yang berada diwilayah Propinsi Kalimantan Timur, dimana dengan adanya
pemekaran wilayah, saat ini memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 , secara
administratif Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah kecamatan
dan 222 desa/kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 4,13 % pertahun,
penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 521.062 jiwa (2005) dengan
kepadatan penduduk rata-rata 17,6 jiwa/km2 , dimana sebagian besar penduduknya
bermukim di pedesaan.
Tabel 1 Jumlah Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005, tahun 2006,
dan tahun 2007
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
2005 % 2006 % 2007 %
1 Samboja 43.964 8,4 43.157 8,1 44.184 8,0
2 Muara Jawa 24.286 4,7 24.077 4,5 27.209 4,9
3 Sanga-Sanga 12.251 2,4 13.852 2,6 15.239 2,8
4 Loa Janan 47.991 9,2 51.648 9,7 49.757 9,0
5 Loa Kulu 34.809 6,7 37.381 7,0 38.374 7,0
6 Muara Muntai 16.413 3,1 15.291 2,9 16.976 3,1
7 Muara Wis 7.692 1,5 8.185 1,5 8.482 1,5
8 Kota Bangun 27.499 5,3 27.850 5,2 28.754 5,2
9 Tenggarong 74.769 14,3 67,639 12,7 72.458 13,2
10 Sebulu 33.034 6,3 33.619 6,3 33.930 6,2
11 Tenggarong Seberang 46.994 9,0 48.715 9,2 49.393 9,0
12 Anggana 25.105 4,8 27.289 5,1 28.696 5,2
15
13 Muara Badak 34.411 6,6 34.437 6,5 36.527 6,6
14 Marang Kayu 21.247 4,1 21.630 4,1 23.836 4,3
15 Muara Kaman 30.513 5,9 31.972 6,0 32.841 6,0
16 Kenohan 10.911 2,1 11.717 2,2 11.692 2,1
17 Kembang Janggut 19.564 3,8 20.563 3,9 21.033 3,8
18 Tabang 9.609 1,8 9.817 1,8 10.655 1,9
JUMLAH TOTAL 521.062 100 531.039 100 550.027 100
Sumber : Bapemas, 2006 dan Panwas Pilkada Kukar, 2008. Tenggarong.
Berdasarkan data dari BPS tahun 2005 angka kemiskinan di Kabupaten
Kutai Kartanegara sebesar 70.358 jiwa (19.231 KK) atau 12,85 % dari jumlah
penduduk pada tahun 2005 (574.254 jiwa) yang tersebar pada 222
Desa/Kelurahan dalam 18 Kecamatan.
Dengan potensi kekayaan alam yang melimpah dan anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) yang tinggi, bukan berarati Kabupaten Kutai
Kartanegara tidak memiliki permasalahan krusial, seperti halnya menyangkut
kemiskinan yang tinggi, pengangguran, pelayanan publik yang buruk,
Sumberdaya manusia (SDM) yang rendah, serta infrastruktur pembangunan yang
memprihatinkan. APBD Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2007
diperkirakan mencapai 3 trilyun lebih, meningkat dibandingkan APBD tahun
sebelumnya. Jika dibanding dengan kabupaten / kota di Kalimantan Timur yang
hanya memiliki rata-rata APBD sekitar 750 Milyar, bahkan Kabupaten Kutai
Kartanegara membuat predikat sebagai pemilik APBD tertinggi tingkat kabupaten
16
di Indonesia. Anehnya, dengan APBD sebesar itu ternyata, Kabupaten Kutai
Kartanegara pun menempatkan dirinya sebagai kabupaten tertinggi angka
kemiskinan dan putus sekolahnya di Kalimantan Timur. Sungguh ironis untuk
Provinsi Kalimantan Timur sendiri, berdasarkan data statistik tahun 2005, dari
jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara yang mencapai 2.957.465 orang,
561.287 orang di antaranya tergolong warga miskin.
Artinya, tingkat kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 18,98
persen. Angka kemiskinan ini rata-rata meningkat 3,9 persen tiap tahunnya. Pihak
pemerintah senantiasa menuding bahwasanya pendatang dari luar Kabupaten
Kutai Kartanegara yang membebani dan menambah angka kemiskinan. Kenyataan
ini mungkin perlu diklarifikasi lebih jauh, mengingat senantiasa kita mendengar
keluhan dari para investor atau perusahaan tentang rendahnya kualitas SDM
masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara.
Pada sektor pelayanan publik, hampir semua kabupaten / kota di Kalimantan
Timur mengalami kasus yang sama termasuk didalamnya Kabupaten Kutai
Kartanegara, mengalami krisis air bersih dan listrik. Ini juga menjadi sebuah ironi
karena Kalimantan Timur yang memiliki banyak Daerah Aliran Sungai (DAS),
dengan dukungan anggaran yang lebih dari cukup namun tidak mampu
17
menyediakan kebutuhan dasar masyarakat. Hampir setiap tahun, masyarakat
mengalami krisis air bersih. Anehnya, sampai hari ini pun tidak ada langkah-
langkah yang Signifikan dari pihak pemerintah Kalimantan Timur maupun
pemerintah kabupaten / kota yang secara serius untuk mencari solusi dari
permasalahan yang cukup akut ini. Akan halnya dengan krisis listrik. Kabupaten
Kutai Kartanegara yang terkenal sebagai lumbung migas dan batubara ternyata
mengalami krisis listrik. Hampir setiap hari terjadi pemadaman listrik. entah
berapa banyak kerugian masyarakat, cost produksi perusahaan meningkat akibat
penggunaan generator. Tapi, anehnya, walaupun krisis listrik ini sudah bertahun-
tahun, sampai hari ini hanya menjadi wacana yang tidak dianggap sebagai
masalah krusial yang membutuhkan penanganan serius.
Pada aspek pembangunan manusia, Kabupaten Kutai Kartanegara juga masih
terseok-seok, diakibatkan tidak adanya grand design dalam menata dan
mengembangkan pendidikan yang berkualitas. Yang ada hanyalah slogan, seperti
anggaran pendidikan 20 % dari APBD. Asumsinya, dengan anggaran sebesar itu
SDM Kabupaten Kutai Kartanegara bisa ditingkatkan. Logika yang sangat keliru,
mengingat Pendidikan bukan hanya menyangkut pendanaan, tetapi sebuah system
dimana berhubungan dengan aspek kelembagaan, kurikulum, metodologi
18
pengajaran, dan infrastruktur pendidikan. Artinya, untuk membenahi kondisi
pendidikan di Kabupaten Kutai Kartanegara mesti dilakukan secara menyeluruh,
terpola dan integratif. Dan ini bukan hanya menyangkut anggaran yang memadai,
tetapi membutuhkan visi kedepan dan komitemen khususnya dari pemerintah
daerah untuk menjaga agar kebijakan yang diambil bisa berjalan secara
konsekuen.
Rendahnya kualitas pendidikan berimplikasi pada meningkatnya angka
pengangguran dikarenakan kurangnya keahlian individu. Perusahaan-perusahaan
yang menjamur di Kabupaten Kutai Kartanegara senantiasa mengeluhkan
rendahnya kualitas SDM dari masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara, sehingga
demi menjaga produktifitas, perusahaan tidak memiliki pilihan lain kecuali
mendatangkan tenaga kerja dari luar Kabupaten Kutai Kartanegara. Belum lagi
jika dikaitkan dengan degradasi lingkungan, akibat dari eksploitasi sumber daya
alam secara serampangan (pembabatan hutan) menjadi ancaman bagi
sustainabilitas pembangunan. Setiap tahun banjir menjadi momok dan menghantui
masyarakat. Jika diakumulasi, ratusan milyar rupiah sudah dikeluarkan untuk
penanggulangannya, tetapi sampai hari ini pun persoalan banjir belum selesai.
19
Bahkan beberapa kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara telah menjadi
langganan banjir setiap musim hujan.
Melihat momok menakutkan diatas dan sebagai wujud nyata Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara dalam memerangi dan menekan angka kemiskinan,
maka Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara bergerak cepat untuk melakukan
tindakan komperhensif yang telah dimatangkan oleh kajian-kajian ilmiah dengan
menuangkan konsep-konsep pokok penanggulangan kemiskinan kedalam
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sehubungan dengan uraian-uraian tersebut, dan untuk mengetahui seberapa
besar dampak yang telah dihasilkan dengan diterbitkannya Peraturan Daerah
tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti nilai efektifitas yang ditempuh
dengan melakukan dan melihat signifikansi antara pra dan pasca diterbitkannya
peraturan daerah tersebut bagi lapisan masyarakat miskin di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Untuk itu Penulis melakukan penelitian dengan judul : “ Efektifitas
Implementasi Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara ”.
20
B. Rumusan Masalah
Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar terhadap pengertian
masalah karena pada dasarnya sebelum menguraikan tentang apa yang menjadi
masalah dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan
pengertian dari masalah itu sendiri. Seperti dikemukakan Sugiyono (2001 : 35)
masalah dapat diartikan sebagai : “ Penyimpangan antara yang seharusnya dengan
apa yang benar-benar terjadi “.
Lebih lanjut menurut Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat ( 2006 : 36)
mengatakan bahwa : “ Permasalahan penelitian adalah pembatasan fokus
perhatian ruang lingkupnya sampai sampai menimbulkan pertanyaan ”. Setelah
memperhatikan pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah
merupakan suatu persoalan yang perlu dicarikan jalan keluar pemecahannya atau
untuk mencari jawaban atas persoalan yang telah timbul.
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan,
dalam penulisan ini adalah : “ Bagaimanakah dampak Implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara nomor 2 tahun 2007
tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara ? “.
21
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Peraturan Daerah Kabupaten
Kutai Kartanegara nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan
di Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan
Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Mencari pokok masalah penyebab rentannya kemiskinan didalam lingkup
masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara serta mencari solusi konkrit
penanggulangan bagi masalah kemiskinan tersebut.
3. Untuk memperoleh jawaban terhadap pokok permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian.
D. Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai kegunaan tersendiri,
demikian juga halnya dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Berdasarkan
latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian kegunaan yang
diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan informasi yang didapat penulis
dalam berbagai pengalaman pribadi dan penelitian kepada seluruh pihak
22
(stake holders) yang bertanggungjawab dalam penanggulangan kemiskinan
di Kabupaten Kutai Kartanegara, terutama bagi Aparatur Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara dan rekan-rekan mahasiswa dalam
menjalankan fungsi “ independent control ”.
2. Sebagai aplikasi langsung antar ilmu yang didapat dibangku kuliah dengan
keadaan sesungguhnya dilapangan.
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Kutai Kartanegara
E. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi yaitu untuk memudahkan penulis dalam melakukan
penelitian, sehubungan dengan hal tersebut maka penulis menyusun sistematika
penulisan skripsi antara lain sebagai berikut :
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian
serta sistematika penulisan
BAB II : Memuat landasan teori yang menguraikan tentang penelitian
terdahulu, deskripsi teori, definisi konsepsional serta fokus
penelitian.
BAB III : Membahas tentang metode penelitian yang meliputi jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan
data dan prosedur analisa data.
23
BAB IV : Memuat analisis data dari data yang ada serta metodologi analisis
yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan.
BAB V : Merupakan bab penutup yang menguraikan kesimpulan dan
saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
24
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu dan Deskripsi Teori.
1. Penelitian Terdahulu
Dalam konteks kajian Ilmiah yang dituangkan kedalam penelitian ilmiah,
penulis menemukan adanya literatur yang sejenis dan berkaitan dengan penelitian
mengenai kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara salah satu diantaranya
adalah Tesis Program Pasca Sarjana Sdr. Efri Noviyanto.S.Sos.M.Si yang diberi
judul Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Kemiskinan. Namun berbagai referensi lain yang didapat penulis
didalam penulisan ini adalah karena penulis terlibat secara langsung sebagai
Pendamping Tim Pembentukan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) DPRD
Kabupaten Kutai Kartanegara tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Kutai Kartanegara yang telah melakukan kegiatan Uji Materi Raperda secara
Internal maupun Eksternal didalam maupun keluar daerah yang lebih dahulu
memberlakukan peraturan daerah dan ketentuan-ketentuan tentang
penanggulangan kemiskinan, misalnya di Propinsi Jawa Timur yang membentuk
Program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu - Taskin) yang
dituangkan kedalam Pedoman Umum dan Rencana Strategis Program Gerdu –
25
Taskin yang diformulasikan oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan Propinsi
Jawa Timur.
Didalam pedoman umum dan rencana strategis Gerdu – Taskin Propinsi
Jawa Timur, pada dasarnya memiliki berbagai kesamaan rancangan program dasar
seperti apa yang telah dirumuskan oleh Raperda tentang Penanggulangan
Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara, dimana persamaan didalam
kerangka tersebut antara lain adalah:
1. Program Awal, yang meliputi aspek pemberdayaan manusia, pemberdayaan
usaha serta pemberdayaan lingkungan;
2. Program Penguatan, yang meliputi pelatihan pendampingan dan bantuan
dana operasional guna memantapkan kelembagaan, manajemen usaha
masyarakat dan keterampilan. Kemudian melakukan pembinaan guna
memantapkan kewirausahaan, keterampilan produktif, administrasi kelompok
usaha, pengembangan permodalan dan pengelolaan ekonomi rumah tangga.
Serta melakukan penilaian didalam perkembangan kelembagaan guna
persiapan pemandirian usaha mandiri masyarakat;
3. Program Pemandirian, yang meliputi persiapan dan pembentukan Badan
Usaha Masyarakat (BUM), pelatihan Pengelolaan BUM, bantuan permodalan
26
BUM, penyusunan database BUM, pengembangan akses permodalan,
manajemen, teknologi, pemasaran dan bantuan tehnis.
Sedangkan perbedaan mendasar diantara kedua materi tersebut adalah adanya
perbedaan kultur sosial masyarakat yang meliputi budaya hidup dan tingkat
kesadaran masyarakat akan harkat hidupnya, serta pendapatan per kapita yang
berbeda-beda di tiap-tiap daerah..
Penelitian ini juga ditunjang dengan literatur serta artikel yang berkenaan
dengan penelitian yang dibahas oleh penulis yang diadapat dari berbagai buku,
media baik cetak maupun elektronik serta situs web internet. Dengan harapan
bahwa akan dikemukakan sebuah rancangan ataupun suatu formula yang
merincikan secara detail sebuah konsep program yang sesuai dengan model kultur
masyarakat di Kabupaten Kutai Kartanegara yang juga menentukan tingkat
keberhasilan perda yang pada bab berikutnya akan penulis paparkan lebih lanjut.
2. Deskripsi Teori
2.1 Pengertian Teori.
Deskripsi teori dalam penelitian ini, sebagai landasan kajian atas buku-buku
yang relevan dengan masalah yang diteliti, digunakan untuk melakukan
pembuktian teoritis dengan pengujian data secara empiris dilapangan. Penelaahan
pustaka mencakup pengindentifikasian, penjelasan dan penguraian secara
27
sistematis buku-buku serta dokumen-dokumen yang mengandung informasi
berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Suatu teori ilmiah sangat diperlukan sekali adanya teori-teori yang
berfungsi sebagai penopang atau landasan dalam merumuskan hipotesis untuk
diuji kebenarannya. Adanya beberapa teori yang mendukung, maka dapat
ditentukan tujuan dari suatu penelitian yang hendak dilakukan sesuai dengan judul
yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menunjang penelitian ini
diperlukan teori pendukung yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan
secara umum.
Adapun pengertian teori seperti yang dikemukakan oleh. Sugiyono
(2001:43) yang menyatakan sebagai berikut :
Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi dan proposi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction) dan pengendalian (control) suatu gejala. Sehingga nantinya pendeskripsian teori dapat menghasilkan dan
menentukan suatu capaian yang berhasil guna dan tepat sasaran dengan
mempertimbangkan berbagai aspek teoritis maupun gejala lain serta paradigma
yang sedang berlaku didalam pola kepemerintahan dan kehidupan masyarakat itu
sendiri sebagai objek langsung penelitian.
28
Dalam hal ini, begitu banyak teori yang berkenaan dengan penelitian yang penulis
dapatkan. Namun penulis merasa perlu untuk mengambil sebuah konsep serta
langkah penentuan teori-teori yang dianggap paling relevan dan sesuai dengan
pola kehidupan masyarakat khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sehingga
maksud dan tujuan penulis dapat terlaksana dengan baik.
2.2 Teori Efektifitas.
Efektifitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah
organisasi. Untuk memperoleh teori efektifitas, peneliti dapat menggunakan
konsep-konsep dalam teori manajemen dan organisasi pada khususnya yang
berkaitan dengan toeri efektifitas.
Efektifitas tidak bisa disamakan dengan efisiensi. Karena keduanya memiliki arti
yang berbeda, walaupun dalam berbagai penggunaan kata efisiensi melekat pada
efektifitas. Efisiensi mengandung pengertian perbandingan biaya dan hasil,
sedangkan efektifitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan.
Atmosuprapto (2002:139) menyatakan bahwa :
Efektifitas adalah hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektifitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat.
Efektifitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana didasarkan oleh David J. lawless
dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26) antara lain :
29
1. Efektifitas Individu, yang didasarkan pada pandangan dari segi individu yang
menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.
2. Efektifitas Kelompok, yang didasarkan pada pandangan bahwa pada
kenyataannya individu saling bekerjasama dalam kelompok. Jadi efektifitas
kelompok merupakan jumlah kontribusi dari semua anggota kelompoknya.
3. Efektifitas Organisasi, yang pada dasarnya merupakanya efektifitas gabungan
dari efektifitas individu dan efektifitas kelompok melalui pengaruh sinergitas.
Organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya
daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.
Didalam dunia Ilmu Administrasi Negara, efektifitas dalam kegiatan
organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang
menunjukkan sejauh mana sasaran dapat atau telah dicapai. I Nyoman
Sumaryadi (2005:105) berpendapat dalam bukunya “ Efektifitas Implementasi
Kebijakan Otonomi Daerah ” bahwa :
Organisasi dapat dikatakan efektif apabila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektifitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional.
Dengan demikian pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau
sasaran organisasional sesuai dengan ketetapan. Efektifitas juga berkenaan dengan
seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan
30
keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu
pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat
dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lainnya.
Sedangkan dalam kaitannya untuk mengukur dimensi atau kriteria efektifitas,
banyak penulis yang menggunakan model yang bervariasi. Ukuran efektifitas
yang univariasi, dikemukakan oleh Campbell (dalam Steers 1985:46-48), yaitu :
Kualitas, produktifitas, kesiagaan, efisiensi, laba atau penghasilan, pertumbuhan, pemanfaatan lingkungan, stabilitas, perputaran atau keluar masuknya pekerja, kemangkiran, kecelakaan, semangat kerja, motivasi, kepuasan, penerimaan tujuan-organisasi, kepaduan konflik-konflik kompak, keluwesan adaptasi, penilaian oleh pihak luar.
Dan berdasarkan beberapa ukuran kriteria tersebut diatas, menurut Gibson, at.all.
(1996:50-52) dan Steers (1985:46-48) paling tidak terdapat sejumlah kriteria
yang dapat dijadikan ukuran efektifitas dalam pelaksanaan produk suatu
organisasi (dalam hal ini adalah pemerintah), yaitu produktifitas, kualitas/mutu,
efisiensi, fleksibilitas dan kepuasan.
Berkenaan dengan konsep-konsep efektifitas tersebut diatas, maka didalam
konteks pembentukan peraturan perundang-undangan yang efektif dan efisien
bagi daerah adalah dengan membentuk suatu Peraturan Daerah yang memiliki visi
dan misi tertentu yang diakomodir sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
31
2.3 Teori Implementasi
Implementasi program atau kebijakan merupakan salah satu tahap yang
penting dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan.
Wahab dalam Setyadi (2005) mengutip pendapat para pakar yang menyatakan
bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan
administrative yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut
jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada
akhirnya berpengaruh terhadap dampak negative maupun positif, dengan
demikian dalam mencapai keberhasilan implemetasi, diperlukan kesamaan
pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak utnuk
memberikan dukungan.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan, dapat diukur dengan melihat
kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan desain, tujuan
dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memerikan dampak atau hasil yang positif
bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi (Ekowati, dkk 2005).
32
Teori Implementasi menurut Edward III (1980) dan Emerson, Grindle, serta
Mize menjelaskan bahwa terdapat empat variable kritis dalam implementasi
kebijakan public atau program diantaranya, komunikasi atau kejelasan informasi,
konsistensi informasi (communications), ketersediaan sumberdaya dalam jumlah
dan mutu tertentu (resources), sikap dan komitment dari pelaksana program atau
kebijakan birokrat (disposition), dan struktur birokrasi atau standar operasi yang
mengatur tata kerja dan tata laksana (bureaucratic strucuture).
Variabel-variabel tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan
implementasi kebijakan.
1. Komunikasi (communications): berkenaan dengan bagaimana kebijakan
dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik, ketersediaan sumberdaya
untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang
terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui
apa yang harus mereka lakukan. Bagi suatu organisasi, komunikasi
merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide- ide diantara para
anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator,
33
yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan
komunikasi. Faktor komunikasi dianggap penting, karena dalam proses
kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan selalu
berurusan dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.
2. Ketersediaan sumberdaya (resources): berkenaan dengan sumber daya
pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu :
a) Sumber daya manusia: merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu
kebijakan dan merupakan potensi manusiawi yang melekat
keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa
kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang
pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan personal.
b) Informasi: merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam
implementasi kebijakan. Informasi yang disampaikan atau diterima
haruslah jelas sehingga dapat mempermudah atau memperlancar
pelaksanaan kebijakan atau program.
c) Kewenangan: hak untuk mengambil keputusan, hak untuk mengarahkan
pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah.
34
d) Sarana dan prasarana: merupakan alat pendukung dan pelaksana suatu
kegiatan. Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan
yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di dalam
pelaksanaan kegiatan mereka.
e) Pendanaan: membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut,
informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara
mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau kesanggupan
dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut.
Hal ini dimaksud agar para implementator tidak melakukan kesalahan
dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3. Sikap dan komitment dari pelaksana program (disposition): berhubungan
dengan kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan
publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi
tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana
kebijakan. Kunci keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah
sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau
dukungan yang telah ditetapkan.
35
4. Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture).: berkenaan dengan kesesuaian
organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan
public. Struktur birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana
kebijakan, memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan prosedur
standar operasi.
2.4 Teori Hambatan
Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
Berdasarkan asalnya :
1. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan
jam mesin. Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk
meningkatkan throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan
persediaan dan biaya operasional.
2. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang
membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya
permintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
Kendala eksternal yang berupa volume produk yang dapat dijual, dapat
36
diatasi dengan menemukan pasar, meningkatkan permintaan pasar ataupun
dengan mengembangkan produk baru.
Berdasar sifatnya :
1. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala
yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan
sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam
tiga bagian yaitu:
1. Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa
kemampuan factor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam
mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat
minimal dan maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam periode
perencanaan.
37
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai
produksi dalam siklus produksi.
Theory of Constraint (TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi
oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala
untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan
(continious improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:
1. Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan
uang melalui penjualan.
2. Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk
mengubah bahan baku mentah melalui throughput. Bahan persediaan
dalam TOC merupakan semua aktiva yang dimiliki dan terrsedia secara
potensial untuk penjualan.
3. Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah
persediaan menjadi throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung
dan mengoptimalkan throughput dalam kendala.
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya
saing perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk
yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat
38
terhadap kebutuhan pelanggan Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam
meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau jasa yang berkualitas serta
pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi
secara efektif dan efisien.
Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan,
Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses
perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah
tersebut adalah :
1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi
bagian system manakah yang paling lemah kemudian melihat
kelemahanya apakah kelemahan fisik atau kebijakan.
2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara
menghilangkan atau mengelola constraint dengan biaya yang paling
rendah.
3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources).
Setelah menemukan konstrain dan telah diputuskan bagaimana mengelola
konstrain tersebut maka harus mengevaluasi apakah kostrain tersebut
masih menjadi kostrain pada performansi system atau tidak. Jika tidak
39
maka akan menuju ke langkah kelima, tetapi jika yam aka akan menuju ke
langkah keempat.
4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini dilakukan,
maka langkah kedua dan ketiga tidak berhasil menangani konstrain. Maka
harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan
modal, atau modifikasi substansi system.
5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah
ketiga dan keempat telah berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi
dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai siklus. Tetap
waspada bahwa suatu solusi dapat menimbulkan konstrain baru perlu
dilakukan.
2.5 Teori Kemiskinan.
Dari begitu banyak teori tentang kemiskinan yang dipaparkan oleh para
ahli dan peneliti terdahulu, sebagian besar memiliki banyak kesamaan dalam hal
definisi kemiskinan. Beberapa diantaranya yang populer adalah sebagai berikut :
Menurut World Bank (2000), yang mendefinisikan bahwa “ kemiskinan
adalah ketidakmampuan seseorang untuk mencapai suatu standar hidup minimum
tertentu. Oleh karena itu tingkat ditiap-tiap negara akan berbeda-beda, semakin
40
tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka semakin tinggi pula batas tingkat
kemiskinan “.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2006), mendefinisikan bahwa
“ kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang yang hanya dapat memenuhi
makanannya kurang dari 2,100 kalori per hari “.
Secara implisit, Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Propinsi
Kalimantan Timur (2006) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah keluarga
miskin dengan kondisi :
1. Makan rata-rata 1 kali sehari.
2. Pakaian hanya 1 stel pertahun.
3. Rumah tidak layak huni.
4. Tidak mampu menyekolahkan anak ketingkat pendidikan lebih tinggi.
5. Tidak mampu membawa keluarga ke tempat pelayanan kesehatan.
Sumodiningrat (dalam Mahrufah 2009:9) mengemukakan bentuk
kemiskinan yaitu:
a. Presistent Poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun
temurun. Daerah yang mengalami kemiskinan ini pada umumnya merupakan
daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi;
41
b. Cyclical Poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi
secara keseluruhan;
c. Seasonal Poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering
dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan;
d. Accidental Poverty, yaitu kemiskinan karena terjadi bencana alam atau
dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat.
Lebih jauh Robert Chambert (1996) mengungkapkan bahwa kemiskinan
merupakan masalah multi dimensional . dalam uraiannya, Chambert menekankan
kemiskinan dari dua sisi, yaitu masalah kemiskinan wilayah dan kemiskinan
individu, dimana perangkap kemiskinan terdiri dari 5 ketidakberuntungan. Kelima
hal yang dimaksud digambarkan dalam bentuk diagram dibawah ini :
Gambar 1. Lingkaran Penyebab Kemiskinan
KEMISKINAN
KETIDAK BERDAYAAN
ISOLASI MISKIN
KERENTANAN KELEMAHAN FISIK
42
Berdasarkan pemikiran chambert diatas, pengukuran dan pemetaan
terhadap kondisi kemiskinan membutuhkan pendekatan baru. Model pendekatan
dengan menggunakan analisis kemiskinan partisipatif merupakan salah satu
metode yang dianggap dapat menjelaskan penyebab kemiskinan di masyarakat
secara lengkap dengan menghadirkan suara komunitas miskin, tekhnik-tehnis
partisipasi yang dikembangkan dalam metode analisis kemiskinan partisipasi
banyak mengadopsi tekhnik-tekhnik PRA (Partipatory Rural Appraisal).
Analisis Kemiskinan Partisipatif didefinisikan sebagai suatu proses
partisipasi yang memberikan ruang kepada masyarakat miskin (laki-laki dan
perempuan) serta lintas pelaku (stakeholders) disuatu daerah untuk memahami,
memetakan, serta bekerjasama dalam membuat perencanaan untuk
menanggulangi permasalahan kemiskinan.
B. Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional adalah kerangka konsepsional yang merupakan
pembahasan tentang konsep yang terkandung dalam suatu penelitian / fokus
penelitian. Kemudian dikatakan pula oleh Mardalis (2003 : 46) bahwa : “ Konsep
berfungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pemikiran, digunakan agar orang
lain yang membacanya dapat segera memahami maksudnya sesuai dengan
keinginan penulis yang memakai konsep tersebut ”.
43
Sehubungan dengan hal tersebut, maka berikut ini akan penulis rumuskan
definisi konsepsional dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut :
1. Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 2
Tahun 2007 adalah produk acuan hukum yang diimplementasikan bagi
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara, dimana
berbagai program-program penanggulangan kemiskinan yang digunakan
akan diuji materikan dengan memberlakukan penelitian yang melibatkan
pihak-pihak terkait yang berkompeten sebagai tolak ukur terhadap
keberhasilan perda tersebut diatas.
2. Efektifitas Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Kutai Kartanegara sebelum diterbitkannya Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 2007 yang dibandingkan dengan angka pada saat telah
diberlakukannya peraturan daerah tersebut, namun kesimpulan terhadap
keberhasilannya ditentukan dengan melihat indikator-indikator penting
lainnya yang dapat menunjang, antara lain dapat berupa berupa data-data
dokumenter dan juga pertanyaan / dialog dengan unsur pengelola
kebijakan, serta masyarakat sebagai objek kemiskinan.
44
C. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah istilah-istilah
atau topik-topik pokok yang akan diungkap dalam penelitian ini. Fokus penelitian
berisi data-data atau pertanyaan yang dinilai sebagai indikator yang memetakan
tingkat keberhasilan yang nantinya akan dijawab didalam penelitian serta akan
dijelaskan alasan-alasan ditampilkannya data dan pertanyaan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dengan demikian fokus penelitian pada
penelitian ini tidak lain adalah untuk mengukur serta menentukan indikator yang
akan penulis teliti, dengan demikian berarti fokus penelitian merupakan langkah
untuk mencari jawaban dan membuktikan berhasil atau tidaknya Peraturan Daerah
nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan. Dalam penelitian ini
akan penulis rumuskan fokus penelitian yang indikatornya masing-masing sebagai
berikut :
1. Kekurangan Gizi;
2. Keterbelakangan Kualitas Sumber Daya Manusia / tingkat pendidikan formal
dan non formal;
4. Kriminalitas;
5. Lingkungan warga masyarakat yang sukar diatur.
45
6. Data dokumenter sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan berupa jumlah total penduduk serta
jumlah penduduk miskin tahun 2005 - 2007.
7. Data dokumenter setelah diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan berupa jumlah total penduduk serta
jumlah penduduk miskin tahun 2008 - 2009.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis sampaikan ini adalah Penelitian Deskriptif,
yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variabel atau lebih
yang dilihat secara mandiri, yang didasari oleh teori yang berkenaan dengan fokus
penelitian dan diharapkan menghasilkan suatu konsep ataupun teori baru yang
lebih efisien dan efektif. Marzuki.C. ( 1999 ) mengatakan bahwa : ” Penelitian
Deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variabel
secara mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan variabel dengan variabel lainnya ”. Dengan demikian Efektifitas
Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dinilai dengan meneliti fokus penelitian yang
telah disampaikan pada bab sebelumnya.
Pada penelitian jenis ini, penelitian yang melibatkan data-data dokumenter akan
menimbulkan adanya masalah-masalah yang tidak bisa dihindari oleh penulis
yang pada dasarnya merupakan hal yang tidak bisa diprediksi pada satu waktu
tertentu, semisal adanya bencana alam dengan tingkat mortalitas manusia yang
tinggi, adanya program transmigrasi penduduk dan tingginya tingkat fertilitas
47
yang berdampak signifikannya pertambahan dan juga pengurangan penduduk
pada suatu waktu tertentu dan juga adanya wabah penyakit yang menyebabkan
bertambahnya tingkat angka kemiskinan serta krisis global yang melanda dan
dirasakan hampir seluruh belahan negara “dunia ketiga” termasuk Indonesia.
Pendataan yang tidak sinkron diantara lembaga survey ataupun lembaga
pengumpul data juga memberikan dampak yang negatif terhadap proses pemetaan
program pemerintah, dalam hal ini ditandai dengan adanya kemiskinan moral dan
kultural didalam pola hidup masyarakat, misalkan adanya warga mampu yang
mengaku dan melaporkan bahwa kondisi finansialnya lemah atau miskin, yang
pada hakikatnya mengakibatkan mental miskin masyarakat menjadi-jadi. Hal ini
tentunya merupakan masalah tersendiri yang dihadapi penulis melihat kondisi
yang demikian bahwa kemungkinan jumlah penduduk miskin akan lebih besar
daripada data menurut definisi kemiskinan absolut. Hal-hal inilah yang perlu
penulis pikirkan untuk menentukan rekomendasi pemikiran dan strategi baru yang
kedepannya menyentuh lebih dekat dengan akar permasalahan kemiskinan,
khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara.
48
B. Wilayah Penelitian
Pada umumnya penelitian dilakukan bila mana timbul suatu masalah yang
memerlukan pemecahan., dimana salah satu cara untuk memecahkannya adalah
melalui sarana penelitian. Tempat atau wilayah penelitian yang penulis lakukan
adalah dengan bekerja sama dengan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (TKPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara, Badan Pemberdayaan
Masyarakat (Bapemas) Kabupaten Kutai Kartanegara yang bertempat pada Jalan
Jelawat Kelurahan Timbau Kecamatan Tenggarong. Penulis juga bekerja sama
dalam hal pengumpulan data statistik dengan Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Kutai Kartanegara Jalan Danau Aji Kelurahan Melayu Kecamatan
Tenggarong.
Penulis memilih wilayah penelitian ini didasari permasalahan-permasalahan
yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara yang kegiatannya dihimpun oleh Badan
Pemberdayaan Masyarakat melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (TKPKD) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga dalam melakukan
penelitian dan pencarian data dapat lebih akurat dan dapat lebih menyentuh akar
permasalahan yang ada.
Selain data-data dokumenter, penulis juga akan melakukan penelitian
dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait yang
49
berkompeten dengan efektifitas serta keberhasilan Perda nomor 2 tahun 2007
tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara dalam hal
ini penelitian difokuskan dengan nara sumber dari Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara.
Proses pelaksanaan wawancara melalui pertanyaan yang diajukan penulis akan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan keefisienan dari segi waktu, jarak lokasi
penelitian, tenaga dan biaya yang dikeluarkan penulis tanpa mengurangi nilai
keefektifitasan penelitian ini.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik dalam pengumpulan data dilapangan yang penulis lakukan
dalam penelitian ini antara lain yaitu :
1. a. Penelitian Kepustakaan ( library research )
yaitu dengan cara mempelajari literatur, buku-buku ilmiah, laporan-laporan
dari sumber bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian skripsi ini,
termasuk juga literatur dari media cetak maupun elektrik terutama media
internet.
b. Observasi ( observation research )
Yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung kelapangan serta mengumpulkan data yang diperlukan.
50
2. Penelitian Lapangan ( field work research )
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung dilapangan
dengan menggunakan tehnik :
a. Dokumentasi yaitu dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan
kepada masyarakat yang menjadi objek dalam penelitian ini.
b. Pedoman Wawancara yaitu penulis mengajukan pertanyaan dan dialog
langsung kepada masing-masing responden yang berkompeten dalam
fokus penelitian untuk memberikan jawaban secara riil.
D. Analisa Data
Data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk sederhana yang berupa
data tabel, diagram ataupun hasil jawaban hasil wawancara kemudian dianalisis,
dibahas dan ditarik kesimpulan dengan penggunaan tata bahasa dan redaksi yang
mudah dipahami. Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Kutai
Kartanegara dilakukan dengan menggunakan Analisis Partisipatif.
Pemilihan Analisis Partisipatif yang diambil penulis adalah dengan didasari oleh
gambaran umum pokok-pokok permasalahan kemiskinan di Kabupaten Kutai
Kartanegara, yang pada hakikatnya merupakan permasalahan yang kompleks
sehingga memerlukan solusi yang komperhensif dalam menyelesaikan
51
permasalahan tersebut. Pada kenyataannya selama ini pemerintah hanya
menggunakan pendekatan ekonomi semata untuk mengatasi permasalahan
kemiskinan. Namun, kenyataannya pendekatan ekonomi tersebut dianggap
tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah kemiskinan didalam masyarakat.
Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan metode analisis kemiskinan
partisipatif adalah sebagai berikut :
a. Memberikan ruang dan akses pada masyarakat miskin untuk terlibat dalam
perencanaan dan penangguhan kemiskinan.
b. Memberikan peran pada lintas pelaku untuk terlibat dalam penanggulangan
kemiskinan.
c. Memahami persepsi dan kriteria secara lebih jelas berdasar persepsi dari
masyarakat miskin.
d. Menghasilkan perencanaan penganggulangan kemiskinan yang partisipatif
dengan melibatkan lintas pelaku dan masyarakat miskin.
Metode analisis kemiskinan partisipatif selain untuk mengetahui
permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat miskin secara langsung,
juga dapat digunakan untuk melakukan pemantauan secara langsung terhadap
peran kelembagaan (pemerintah dan non pemerintah) yang terlibat dalam
penganggulangan kemiskinan disuatu wilayah. Berikut ini sejumlah hal yang
52
difokuskan dalam melihat peran kelembagaan (pemerintah dan non pemerintah)
dalam hal penanggulangan kemiskinan, yang antara lain :
a. Ketersediaan Pelayanan Sosial disuatu wilayah, seperti pendidikan,
pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih dan sanitasi, transportasi, serta
ketersediaan sumberdaya kelistrikan.
b. Peran Jaringan Sosial dan Organisasi Sosial Masyarakat Miskin (laki-laki
dan perempuan) dalam mengurangi tingkat kerentanan.
c. Partisipasi Masyarakat Miskin (laki-laki dan perempuan) dalam perumusan
kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah.
d. Akses Masyarakat Miskin dalam hal untuk memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya melalui berbagai media informasi yang disediakan
Pemerintah Daerah atas dasar transparansi pengelolaan pemerintahan yang
baik dan benar.
e. Peran Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah untuk mengurangi
kemiskinan di suatu wilayah.
53
E. Jadwal Penelitian
Penyusunan skripsi ini diperkirakan memerlukan waktu kurang lebih lima
bulan terhitung sejak pengajuan judul skripsi ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik sampai dengan ujian pendadaran. Secara garis besarnya, jadwal penulisan
skripsi ini diuraikan sebagai berikut :
No Uraian 2010 - 2011 / Bulan 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pengajuan Judul
2 Memulai menulis Bab I - III
3 Melakukan perbaikan dan konsultasi Bab I – III
4 Seminar I
5 Revisi Proposal
6 Mangadakan penelitian dan memulai penulisan
Bab IV – V
7 Merencanakan mengikuti ujian skripsi atau
pendadaran dan melakukan revisi
54
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan maka diperoleh hasil
pengumpulan data yang ada. Pengumpulan data penulis lakukan guna melengkapi
penulisan serta merupakan tujuan utama untuk memperoleh penjelasan secara
umum guna memperoleh data secara terperinci.
A. Data Penelitian
Secara umum, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang
(15,42 %). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang
berjumlah 37,17 juta orang (16,58 %), berarti jumlah penduduk miskin turun
sebesar 2,21 juta orang. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk
miskin di daerah pedesaan berkurang 1,42 juta orang, sementara didaerah
perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah
perkotaan dan pedesaan tidaklah banyak berubah. Pada bulan Maret 2008,
sebagian besar (63,47%) penduduk miskin di daerah pedesaan (data BPS RI,
2008).
55
Menurut Pandangan yang dikemukakan oleh Nasikun (2001) yang
menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yang
antara lain :
1. Policy induces processes, proses pemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy)
diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru
melestarikan kemiskinan.
2. Socio-economical dualism, negara eks koloni mengalami kemiskinan
karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena
tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi
ekspor.
3. Population growth, perspektif yang didasari pada teori Malthus, bahwa
pertambahan penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan
seperti deret hitung.
4. Recources management and the environment, adanya unsur
mismanajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen
pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
5. Natural cycles and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan
56
terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga
tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
6. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena
perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas dua sehingga akses
dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah daripada laki-
laki.
7. Cultural and ethnic factor, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani
dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat
upacara adat atau keagamaan.
8. Exploitation intermediation, keberadaan penolong yang menjadi
penodong, seperti rentenir (lintah darat).
9. Internal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang
diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat
menjadi penyebab kemiskinan.
10. International processes, bekerjanya sistem-sistem internasional
(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi
semakin miskin.
57
Memperhatikan berbagai unsur penyebab dan proses kemiskinan diatas,
maka formula yang sistematis dan tepat sasaran diperlukan untuk mengatasi
kemiskinan, serta kebijakan yang keliru dapat menyebabkan suatu keadaan yang
semakin mengkhawatirkan. Indikator utamanya adalah dengan ketidakmampuan
masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan,
merupakan tantangan bagi seluruh stake holder Kabupaten Kutai Kartanegara.
Perjuangan dengan gigih memerangi kemiskinan tersebut diatas dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara bersama pemerintah pusat.
Selama ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara pada dasarnya telah pula
melakukan berbagai upaya untuk memerangi dan mengurangi kemiskinan melalui
penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan
kesempatan kerja, pembangunan bidang pertanian, pemberian dana bergulir,
pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan, berbagai upaya tersebut
nampaknya telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sejak tahun 2001
hingga tahun 2007 sebagaimana nampak pada tabel sederhana berikut ini :
58
Tabel 2
Perkembangan Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara
No. Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) %
1
2001 85.400 19,75
2
2002 75.400 16,39
3
2003 72.900 14,96
4
2004 75.404 13,94
5
2005 70.385 12,84
6
2006 59.087 11,13
7
2007 120.035 8,32
Sumber : Bappeda Kukar, RPJM Kab. Kukar 2005-2010 & BPS, Des. ‘08
Sekalipun krisis ekonomi yang terjadi sejak Juli 1997 secara nasional
membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, seperti melemahnya
kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan,
memburuknya kondisi sarana dan prasarana umum. Namun krisis ekonomi ini
nampaknya tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap kondisi Kabupaten
Kutai Kartanegara, bila dilihat dari data penurunan penduduk miskin pada tabel
yang telah penulis sajikan secara sederhana diatas.
59
Saat ini, dalam tataran internasional, upaya penanggulangan kemiskinan
menemukan urgensinya seiring dengan komitmen berbagai negara di dunia bagi
pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) yang berkomitmen
secara luas untuk menurunkan angka kemiskinan global pada tahun 2015. Di
Indonesia sendiri, komitmen pemerintah diwujudkan melalui penyusunan
dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) dan
pembentukan sebuah lembaga khusus yang bertanggungjawab untuk memenuhi
pencapaian target pengurangan kemiskinan tersebut dalam wadah Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan. SNPK sendiri telah diadopsi dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menjadi dokumen
aktualisasi Visi dan Misi Presiden terpilih periode 2004-2009. SNPK merupakan
sebuah dokumen strategi nasional, sehingga sebagai konsekuensinya, setiap
pemerintah daerah, baik propinsi, kota maupun kabupaten diwajibkan untuk
membuat dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) melalui
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di daerahnya.
Melalui SPKD, para pemangku kepentingan didaerah diharapkan mampu
merumuskan strategi dan rencana aksi penanggulangan kemiskinan yang lebih
kontekstual, sesuai dengan karakteristik masing-masing. Dengan demikian, upaya
penanggulangan kemiskinan di setiap daerah dapat mencapai tujuannya secara
60
lebih maksimal dan optimal. Sebagaimana SNPK, SPKD merupakan dokumen
yang terdiri dari proses dan substansi. Dari sisi proses, SPKD haruslah taat dengan
prinsip dan prasyarat seperti keterlibatan beragam pemangku kepentingan secara
partisipatif (multistakeholders participation). Sedangkan dari sisi substansi,
SPKD harus dipastikan benar-benar memuat perumusan kebijakan yang memihak
kepentingan kaum miskin.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) adalah sebuah
dokumen strategi yang menjadi pengarah bagi upaya penanggulangan kemiskinan
disuatu daerah yang disusun secara bersama-sama antara pemerintah, swasta,
kelompok masyarakat sipil dan masyarakat luas lainnya. SPKD berisi tentang
strategi, kebijakan dan program (rencana aksi) yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi kemiskinan yang merupakan kesepakatan bersama antara kaum
miskin, pemerintah daerah, swasta, kelompok masyarakat sipil dan lainnya untuk
menanggulangi kemiskinan. Semua daerah, baik propinsi, kota maupun kabupaten
wajib menyusun SPKD. Beberapa acuan regulasi yang menjadi dasar hukum bagi
kewajiban tersebut diantaranya adalah :
1. Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
61
2. Keputusan Pemerintah Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan nomor
052/KEP/MENKO/KESRA/II2006 tentang Pedoman Umum dan
Kelompok Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
3. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 412.6/3186/SJ perihal
Tindak Lanjut PP nomor 54 tahun 2005 tentang Tim Korrdinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
Selain ikatan legal tersebut diatas, secara faktual kemiskinan merupakan
masalah riil yang dihadapi oleh semua pemerintah daerah. Karakteristik
kemiskinan, baik itu penyebab maupun turunan-turunan masalah yang
dibawakannya, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, ekonomi
dan politik ditingkat lokal sehingga upaya penanggulangannya acap kali
membutuhkan strategi dan pendekatan yang khas dan berbeda antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, SPKD merupakan dokumen strategis
dalam penanggulangan kemiskinan yang harus sesuai dengan karakteristik daerah
tersebut. Selain itu, dengan adanya dokumen SPKD, suatu daerah dapat :
1. Memiliki arah, strategi dan rencana aksi yang jelas dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
62
2. Mempermudah dalam mengkoordinasi kerja-kerja penanggulangan
kemiskinan.
3. Memonitor dan mengevaluasi kerja-kerja penanggulangan kemiskinan.
Penyusunan SPKD harus taat dengan prinsip dan nilai yang harus
mengacu pada penyusunan SNPK dan pedoman yang tgelah dibuat. Prinsip-
prinsip tersebut adalah :
1. Partisipatif multipihak, terutama kaum miskin, kaum perempuan, dan
kelompok rentan lainnya. Partisipasi tersebut dari mulai proses
diagnosis kemiskinan, review kebijakan, penyusunan strategi,
pengembangan program, implementasi, monitoring dan evaluasi SPKD.
2. Distric Ownership, yaitu dimiliki bersama oleh seluruh masyarakat
didaerah tersebut karena sesuai dengan karakteristik daerah masing-
masing.
3. Transparansi, dilakukan secara terbuka agar publikdapat mengetahui
perkembangan dan hasil yang telah dicapai.
4. Pertanggunggugatan, dilaksanakan atas dasar meminimalisir setiap
dampak negatif hasil, terutama yang berkaitan dengan penyajian data.
Hal ini cenderung dilakukan dengan kerjasama dan komunikasi yang
baik dari berbagai pihak.
63
5. Manfaat bersama atas usaha-usaha penanggulangan kemiskinan di
daerah.
Proses dan substansi pada dasarnya sama pentingnya. Hanya proses yang
benar akan menciptakan substansi yang baik dan benar, oleh karena itu pastikan
prosedur dan proses pelaksanaannya sesuai dengan prinsip awal.
SPKD harus disusun bersama-sama oleh semua pihak yang
berkepentingan, khususnya kaum miskin, kelompok perempuan, kelompok rentan
harus dijamin keterlibatannya. Namun demikian, lembaga yang bertugas untuk
mengkoordinasi proses SPKD adalah TKPKD yang ada dimasing-masing daerah.
SPKD pada dasarnya merupakan dokumen acuan bersama mengenai
langkah-langkah strategis yang mampu dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, dan
masyarakat di daerah untuk mengatasi persoalan kemiskinan sesuai dengan
kewenangan, sumber daya, dan semangat kebersamaan yang diwujudkan melalui
proses yang partisipatif, akuntabel, dan didasarkan pada informasi yang realistis.
SPKD dibuat tidak hanya dijadikan sebagai dokumentasi semata, namun
juga mempunyai beberapa maksud antara lain :
1. Memetakan penduduk miskin (siapa dan dimana) berdasarkan data dari
beberapa lembaga dan mengidentifikasi beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan.
64
2. Mengarahkan strategi penanggulangan kemiskinan serta
mengidentifikasi seluruh potensi (asset personal maupun asset sosial)
yang dapat dikembangkan baik yang menyangkut perorangan, keluarga
maupun kelompok masyarakat miskin lainnya.
Diharapkan uraian dokumen SPKD dapat menjadi salah satu rujukan
dalam upaya penanggulangan kemiskinan didaerah, khususnya Kabupaten Kutai
kartanegara berdasarkan faktor penyebab dan potensi lokal yang mampu
diberdayakan di masing-masing wilayah miskin.
Selain itu SPKD pada dasarnya merupakan arah bersama bagi pemerintah
kabupaten, swasta, masyarakat, dan serta berbagai pihak dalam mendorong
gerakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh
karena itu tujuan SPKD adalah :
1. Menegaskan komitmen pemerintah kabupaten, DPRD, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha,
lembaga lainnya, dan pihak yang peduli untuk memecahkan masalah
kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara;
2. Membangun konsensus bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan
melalui pendekatan hak-hak dasar dan pendekatan partisipatif dalam
perumusan strategi, kebijakan dan rencana aksi;
65
3. Menyelaraskan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten, kecamatan, desa, kelurahan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga lainnya, dan pihak-
pihak yang peduli.
B. Indikator Hasil Pedoman Wawancara tentang efektifitas
implementasi Perda nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Kemiskinan.
B.1. Metode Pengambilan Sampel Jawaban
Pengambilan sampel jawaban pedoman wawancara dilakukan penulis guna
memperlihatkan seberapa besar tingkat efektifitas perda yang telah benar-benar
dirasakan langsung oleh masyarakat miskin, sampel yang diambil merupakan
masyarakat miskin yang memenuhi kategori miskin serta faktor-faktor pendukung
yang dinilai dari kedudukan dalam pekerjaan dan tingkat pendidikan responden.
Daerah yang diambil penulis sebagai objek sampel juga merupakan kawasan
dengan populasi penduduk miskin yang merata (daerah kantong kemiskinan) yang
ada di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dalam proses pengambilan sampel jawaban untuk memenuhi penelitian,
maka penulis mengambil sistem dua arah dalam pengambilan jawaban, yang
petama, penulis mengambil sampel jawaban atas Pedoman wawancara yang
66
diberikan penulis kepada masyarakat miskin sebagai objek langsung Perda nomor
2 tahun 2007 tentang Penangulangan Kemiskinan. Yang kedua, penulis
mengambil sampel jawaban atas Pedoman Wawancara yang diberikan penulis
kepada Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kabupaten Kutai
Kartanegara sebagai ketua Tim Koordinasi Penganggulangan Kemiskinan Daerah
Kabupaten Kutai Kartanegara dan juga didukung oleh data dokumenter dari
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Kutai
Kartanegara. Diharapkan dari sistem dua arah yang ditetapkan oleh penulis, maka
sasaran atau pokok permasalahan yang dituju dapat dirumuskan dan dipecahkan
dengan teori konsepsi yang lebih baik.
Pada prosesnya, penulis tidak memberikan pedoman wawancara di seluruh
kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara dikarenakan adanya keterbatasan
waktu, dana / biaya serta jarak tempuh sebagian kecamatan yang tidak bisa
dijangkau oleh penulis dalam waktu singkat. Hal inilah yang menjadi
permasalahan utama penulis didalam memaparkan kajian hasil dialog langsung
dengan masyarakat miskin dengan lebih seksama dan lebih realistis, namun hal
tersebut tidak mengurangi keseriusan penulis dalam melakukan penelitian ini
dengan harapan bahwa jawaban atas quisioner ini telah mewakili seberapa besar
67
tingkat efektifitas dan peran serta pemerintah dana memberlakukan Peraturan
Daerah nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:108). Sugiyono
(2003:55) mengemukakan, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu. Populasi dalam
penelitian ini adalah keluarga miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara .
Pada dasarnya semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk
menjadi anggota sampel dalam sebuah penelitian (Sutrisno Hadi, 2000:220).
B.2. Profil Masyarakat Miskin atas hasil Pedoman Wawancara.
Berdasarkan hasil pedoman wawancara yang telah dilakukan oleh penulis
maka pada setiap indikator dapat diinterpretasikan secara deskriptif dilengkapi
dengan data data sederhana sebagaimana yang akan penulis sajikan sebagai
berikut :
1. Kekurangan Gizi.
Ada beberapa hal mendasar yang mampu menyimpulkan adanya keterbatasan
dan kekurangan gizi yang dialami oleh masyarakat, salah satu pemicu hal tersebut
adalah Intensitas Pangan Dalam Satu Hari oleh masyarakat miskin.
Kemampuan pemenuhan standarisasi gizi masyarakat miskin pada tiap-tiap
kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki rata-rata yang berbeda,
68
penyebab utama adalah factor financial masyarakat yang lemah, selain itu juga
ditambah penyediaan komoditi pangan yang terbatas pada suatu daerah tertentu.
untuk memperkuat penjelasan diatas dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3
Intensitas Pangan Dalam 1 (Satu) Hari
Oleh Masyarakat Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan 1 (Satu) Kali 2 (Dua) Kali 3 (Tiga) Kali Jumlah KK Tenggarong 23 67 110 200 Tenggarong Sbr 37 81 82 200 Loa Kulu 33 75 74 182 Loa Janan 18 34 60 112 Sanga-Sanga 18 23 54 95 Samboja 29 38 43 110 Muara Jawa 12 41 33 86 Muara Badak 8 29 38 75 Marang Kayu 14 23 30 67 Sebulu 21 18 43 82 Muara Kaman 10 32 42 84 Muara Muntai 14 17 30 61 Kembang Janggut 8 21 24 53 Kenohan 7 20 17 44 Anggana 4 14 22 40 Kota Bangun 13 23 20 56 Muara Wis 11 17 23 51 Tabang 9 22 9 40
Jumlah 289 595 754 1638 Persentase (%) 17.6 36.4 46.0 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
69
0
20
40
60
80
100
120
Teng
garo
ng
Teng
garo
ng S
br
Loa
Kulu
Loa
Jana
n
Sang
a-Sa
nga
Sam
boja
Mua
ra Ja
wa
Mua
ra B
adak
Mar
ang
Kayu
Sebu
lu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
i
Kem
bang
Jang
gut
Keno
han
Ang
gana
Kota
Ban
gun
Mua
ra W
is
Taba
ng
1 (Satu) Kali
2 (Dua) Kali
3 (Tiga) Kali
Gambar 2, grafik pemenuhan standarisasi gizi 4 sehat 5 sempurna dalam satu
hari oleh masyarakat miskin Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dari data yang telah diolah diatas, maka didapatkan kesimpulan bahwa setiap
penduduk miskin hampir seluruhnya tidak mendapatkan standar yang tepat dalam
pemenuhan standarisasi gizi. Dimana persentase intensitas pangan masyarakat
miskin sebanyak 3 kali dalam satu hari hanya sebesar 46 %, dibawah standar
kebutuhan pemenuhan intensitas pangan > 50 %. sedangkan pemenuhan intensitas
pangan 1 kali dan 2 kali dalam satu hari memiliki total persentase sebesar 54 %
dari penduduk miskin di tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
70
2. Keterbelakangan Kualitas Sumber Daya Manusia / tingkat pendidikan
formal.
Tingkat kesejahteraan keluarga mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan tingkat pendidikan kepala keluarga dan anggota keluarganya (laki-laki dan
perempuan), kemampuan kepala keluarga dalam hal mempertahankan harkat
hidup keluarganya berpengaruh besar jika berdasarkan tingkat pendidikannya,
dalam hal ini adalah tingkat pendidikan yang bersifat formal (setingkat SD,SMP,
SLTA dan Perguruan Tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, bahkan didapati
beberapa kepala keluarga yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal sama
sekali. Untuk memperjelas, dapat dikemukakan bahwa tingkat pendidikan
keluarga miskin di tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4
Tingkat Pendidikan Formal dan Non Formal
Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan SD SMP SLTA PT Tidak Sekolah Jumlah KK
Tenggarong 47 84 40 0 29 200 Tenggarong Sbr 77 64 34 0 25 200 Loa Kulu 51 79 30 0 22 182 Loa Janan 44 19 15 0 34 112 Sanga-Sanga 22 35 9 0 29 95 Samboja 33 36 31 0 10 110 Muara Jawa 18 32 20 0 16 86
71
Muara Badak 15 22 18 0 20 75 Marang Kayu 12 25 18 0 12 67 Sebulu 24 28 21 0 9 82 Muara Kaman 33 23 7 0 21 84 Muara Muntai 14 26 9 0 12 61 Kembang Janggut 17 15 10 0 11 53 Kenohan 13 12 8 0 11 44 Anggana 17 10 5 0 8 40 Kota Bangun 23 12 7 0 14 56 Muara Wis 12 19 11 0 9 51 Tabang 15 7 7 0 11 40
Jumlah 487 548 300 0 303 1638 Persentase (%) 29.7 33.4 18.3 0 18.4 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
0102030405060708090
Teng
garo
ng
Teng
garo
ng S
br
Loa
Kulu
Loa
Jana
n
Sang
a-Sa
nga
Sam
boja
Mua
ra Ja
wa
Mua
ra B
adak
Mar
ang
Kayu
Sebu
lu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
i
Kem
bang
Jang
gut
Keno
han
Ang
gana
Kota
Ban
gun
Mua
ra W
is
Taba
ng
SD
SMP
SLTA
PT
Tidak Sekolah
Gambar 3 grafik tingkat pendidikan formal dan non formal oleh masyarakat
miskin Kab. Kutai Kartanegara.
72
Sebagai pelengkap, penulis juga akan menampilkan Angka Partisipasi Murni
(APM) masyarakat miskin pada tahun 2009 dan tahun 2010 yang datanya didapat
dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kutai Kartanegara, sebagai berikut :
Tabel 5
Persentase Angka Partisipasi Murni (APM)
Masyarakat Umum di Kabupaten Kutai Kartanegara
Angka
Partisipasi
Murni (APM)
2009
2010
Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total
SD / MI
96.89 97.49 97.20 96.12 97.95 97.04
SMP / MTs
65.85 76.65 71.26 76.76 78.52 77.45
SLTA / MA
43.36 51.17 47.37 46.77 52.43 51.18
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kutai Kartanegara, 2010-2011.
Dari data yang telah diolah diatas, maka didapatkan kesimpulan bahwa setiap
penduduk miskin hampir seluruhnya tidak mendapatkan standar pendidikan yang
tepat sesuai dengan program pemerintah dalam mencanangkan program
pendidikan sembilan tahun. Dimana tingkat pendidikan yang paling menonjol
hanya ada pada tingkat SMP yang memiliki persentase rata-rata sebesar 33.4 %,
sedangkan tingkat pendidikan SD juga lumayan tinggi yaitu sebesar 29,7 %,
73
tingkat pendidikan SLTA hanya sebesar 18,3 %, dan untuk tingkat pendidikan PT
sebesar 0 %. Namun yang memprihatinkan adalah jumlah masyarakat miskin yang
tidak bersekolah dikarenakan berbagai factor mempunyai nilai yang melebihi
tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 18,4 %.
Jika dibandingkan dengan data Angka Partisipasi Murni (APM) masyarakat
umum di Kabupaten Kutai Kartanegara, maka perbandingan yang didapatkan
adalah tidak terlalu signifikan, dengan penjelasan bahwa partisipasi masyarakat
miskin dalam hal pendidikan hanya sebatas tingkat SD dan SMP.
Dampak rendahnya tingkat pendidikan inilah yang diperkirakan mempengaruhi
mentalitas, pola pikir serta etos kerja masyarakat miskin menjadi lemah.
3. Kriminalitas.
Ketika kita berbicara tentang tingginya angka kemiskinan, maka salah satu
hal ikut menonjol adalah tingginya tingkat kriminalitas. Hal yang mendasari
tingginya angka kriminalitas umumnya adalah dengan adanya ketidakmampuan
masyarakat untuk mengendalikan diri atau ketidakmampuan masyarakat untuk
mempertahankan diri dari kerasnya persaingan hidup.
Hampir seluruh pelaku tindak kriminalitas adalah mereka yang hidup dibawah
garis kemiskinan, sehingga “benang merah” yang yang menjadi pemicu utama
74
adalah factor “kemiskinan”, baik itu kemiskinan mentalitas dan moralitas maupun
kemiskinan harta dalam artian sebenarnya.
Untuk melihat seberapa besar angka kriminalitas yang melibatkan masyarakat
miskin sejak diberlakukannya Perda nomor 2 tahun 2007, maka penulis
mendapatkan data sebagai berikut :
Tabel 6
Tingkat Kriminalitas di wilayah Hukum Polres Kutai Kartanegara
Pada tahun 2010 (setelah terbentuknya Perda nomor 2 tahun 2007)
Bulan Jumlah Kriminal Jumlah Kasus Angka Kriminalitas (%)
Januari 74 42 56.76
Pebruari 82 61 74.39
Maret 76 41 53.95
April 45 26 57.78
Mei 88 51 57.95
Juni 68 38 55.88
Juli 65 55 84.62
Agustus 83 51 61.45
September 78 54 69.23
Oktober 85 59 69.41
Nopember 79 47 59.49
Desember 66 39 59.09
Jumlah 889 564 63.44
Sumber : Polres Kabupaten Kutai Kartanegara, 2010-2011.
Jika dilihat dari data yang disajikan diatas maka didapatkan penjelasan
yang cukup mencengangkan bahwa tingkat kriminalitas setelah terbentuknya
75
Perda nomor 2 tahun 2007 mencapai rata-rata nilai sebesar 63,44 %, hal ini
menggambarkan bahwa efektifitas penanggulangan kemiskinan dan tindak
kriminalitas masih belum mencapai target yang dicanangkan.
4. Lingkungan warga masyarakat yang sukar diatur.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu identitas yang menggambarkan taraf
social ekonomi masyarakat adalah gambaran visual yang didapat ketika kita
melihat lingkungan individu suatu populasi masyarakat. Layak ataupun tidaknya
hunian masyarakat merupakan symbol yang paling sederhana untuk menentukan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam berbagai indikator umum tidak layak huni, penulis mengambil beberapa
sampel dari masyarakat miskin yang dijumpai untuk kemudian disajikan menjadi
data, yang antara lain indikator tersebut adalah status hunian, sumber air minum,
sumber penerangan serta tempat pembuangan tinja masyarakat miskin. Sebagai
berikut :
4.1 Status Hunian
Tabel 7
Status Kepemilikan Hunian
Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan Menumpang Sewa / Kontrak Milik Sendiri Jumlah KK
Tenggarong 47 87 66 200
76
Tenggarong Sbr 32 77 91 200 Loa Kulu 40 53 89 182 Loa Janan 27 35 50 112 Sanga-Sanga 14 33 48 95 Samboja 34 40 36 110 Muara Jawa 26 27 33 86 Muara Badak 12 21 42 75 Marang Kayu 16 24 27 67 Sebulu 12 31 39 82 Muara Kaman 22 29 33 84 Muara Muntai 18 23 20 61 Kembang Janggut 7 12 34 53 Kenohan 7 13 24 44 Anggana 14 5 21 40 Kota Bangun 10 14 32 56 Muara Wis 8 25 18 51 Tabang 13 12 15 40
Jumlah 359 561 718 1638 Persentase (%) 21.9 34.2 43.8 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
0102030405060708090
100
Teng
garo
ng
Teng
garo
ng S
br
Loa
Kulu
Loa
Jana
n
Sang
a-Sa
nga
Sam
boja
Mua
ra Ja
wa
Mua
ra B
adak
Mar
ang
Kayu
Sebu
lu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
i
Kem
bang
Jang
gut
Keno
han
Ang
gana
Kota
Ban
gun
Mua
ra W
is
Taba
ng
Menumpang
Sewa
Milik Sendiri
Gambar 4 grafik status kepemilikan hunian masyarakat miskin Kab. Kutai
Kartanegara.
77
4.2 Sumber Air Minum
Tabel 8
Sumber Air Minum
Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan Air Isi Ulang
Leding Meteran
Sumur Bor Terlindung
Air Sungai / Laut
Jumlah KK
Tenggarong 14 112 33 41 200 Tenggarong Sbr 7 88 84 21 200 Loa Kulu 0 74 67 41 182 Loa Janan 3 41 32 36 112 Sanga-Sanga 11 34 23 27 95 Samboja 0 43 20 47 110 Muara Jawa 11 37 16 22 86 Muara Badak 23 23 10 19 75 Marang Kayu 4 27 11 25 67 Sebulu 5 14 15 48 82 Muara Kaman 0 11 17 56 84 Muara Muntai 0 6 9 46 61 Kembang Janggut 0 17 5 31 53 Kenohan 0 16 6 22 44 Anggana 0 20 3 17 40 Kota Bangun 6 9 0 41 56 Muara Wis 0 7 0 44 51 Tabang 0 4 4 32 40
Jumlah 84 583 355 616 1638 Persentase (%) 5.1 35.5 21.6 37.6 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
78
0
20
40
60
80
100
120
Teng
garo
ngTe
ngga
rong
Sbr
Loa
Kulu
Loa
Jana
nSa
nga-
Sang
aSa
mbo
jaM
uara
Jaw
aM
uara
Bad
akM
aran
g Ka
yuSe
bulu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
iKe
mba
ng Ja
nggu
tKe
noha
nA
ngga
naKo
ta B
angu
nM
uara
Wis
Taba
ng
Air Isi Ulang
Air Leding Meteran
Sumur Bor Terlindung
Air Sungai / Laut
Gambar 5 grafik sumber air minum masyarakat miskin Kab. Kutai Kartanegara.
4.3 Sumber Penerangan
Tabel 9
Sumber Penerangan
Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan Listrik PLN Listrik Generator Petromak Jumlah KK Tenggarong 163 9 28 200 Tenggarong Sbr 128 8 64 200 Loa Kulu 96 19 67 182 Loa Janan 62 24 26 112 Sanga-Sanga 41 8 46 95 Samboja 49 14 47 110 Muara Jawa 33 13 40 86 Muara Badak 48 7 20 75 Marang Kayu 31 11 25 67 Sebulu 20 27 35 82 Muara Kaman 14 26 44 84 Muara Muntai 12 18 31 61 Kembang Janggut 12 12 29 53 Kenohan 9 13 22 44 Anggana 11 10 19 40
79
Kota Bangun 23 20 13 56 Muara Wis 10 14 27 51 Tabang 6 8 26 40
Jumlah 768 261 609 1638 Persentase (%) 46.8 15.9 37.1 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
020406080
100120140160180
Teng
garo
ngTe
ngga
rong
Sbr
Loa
Kulu
Loa
Jana
nSa
nga-
Sang
aSa
mbo
jaM
uara
Jaw
aM
uara
Bad
akM
aran
g Ka
yuSe
bulu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
iKe
mba
ng Ja
nggu
tKe
noha
nAn
ggan
aKo
ta B
angu
nM
uara
Wis
Taba
ngListrik PLN
Listrik Generator
Petromak
Gambar 6 grafik sumber penerangan masyarakat miskin Kab. Kutai Kartanegara.
4.4 Tempat Pembuangan Tinja
Tabel 10
Tempat Pembuangan Tinja
Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Kecamatan Tangki / SPAL
Kolam / Sawah Sungai / Laut Lubang
Tanah Jumlah KK
Tenggarong 57 26 84 33 200 Tenggarong Sbr 35 41 68 56 200 Loa Kulu 42 20 77 43 182 Loa Janan 33 11 32 36 112 Sanga-Sanga 11 24 33 27 95
80
Samboja 42 9 29 30 110 Muara Jawa 22 11 16 37 86 Muara Badak 23 10 23 19 75 Marang Kayu 4 17 21 25 67 Sebulu 14 5 48 15 82 Muara Kaman 0 11 56 17 84 Muara Muntai 0 6 46 9 61 Kembang Janggut 0 5 31 17 53 Kenohan 2 4 16 22 44 Anggana 0 20 3 17 40 Kota Bangun 6 9 38 3 56 Muara Wis 5 5 34 7 51 Tabang 0 4 32 4 40
Jumlah 296 238 687 417 1638 Persentase (%) 18.0 14.5 41.9 25.4 100 %
Sumber : Data Penelitian diolah, 2010-2011.
Jika dijabarkan melalui diagram, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
0102030405060708090
Teng
garo
ng
Teng
garo
ng S
br
Loa
Kulu
Loa
Jana
n
Sang
a-Sa
nga
Sam
boja
Mua
ra Ja
wa
Mua
ra B
adak
Mar
ang
Kayu
Sebu
lu
Mua
ra K
aman
Mua
ra M
unta
i
Kem
bang
Jang
gut
Keno
han
Angg
ana
Kota
Ban
gun
Mua
ra W
is
Taba
ng
Tangki / SPAL
Sawah / Kolam
Sungai / Laut
Lubang Tanah
Gambar 7 grafik tempat pembuangan tinja masyarakat miskin Kab. Kutai
Kartanegara.
81
Berdasarkan tabel-tabel dan diagram yang penulis sajikan berdasarkan pedoman
wawancara tentang identifikasi kemiskinan indikator tata ruang / lingkungan
masyarakat sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Kemiskinan, maka didapatkan penjelasan bahwa hampir semua masyarakat
miskin tidak mendapatkan kebutuhan pengelolaan lingkungan yang memenuhi
standar yang layak, hal ini berpengaruh besar terhadap beberapa factor penting
taraf hidup masyarakat terutama dalam hal kesehatan lingkungan dan
personalisasi masyarakat.
B.3. Peranan Pemerintah atas Hasil Pedoman Wawancara.
Selanjutnya penulis melakukan peninjauan ulang dan tindakan evaluasi
terhadap konsep-konsep yang ada pada Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (SPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara yang diterbitkan oleh Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Kutai
Kartanegara, maka setelah itu akan terungkap fakta yang berupa adanya
kelemahan-kelemahan pada program dan strategi penanggulangan yang selama
ini terjadi di lapangan. Adapun rumusan kelemahan strategi penanggulangan
kemiskinan yang selama ini seringkali dihadapi tersebut adalah sebagai berikut :
82
No Kelemahan Program Upaya Penanggulangan Prinsip-Prinsip Penanggulangan
1
Perencanaan, penentuan sasaran, dan kriteria miskin serta pengaturan tehnis pelaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah bersifat top-down seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau daerah tertentu.
Mendidik masyarakat miskin untuk terus menerus menemukenali potensi yang dimiliki baik secara individu, keluarga, maupun lingkungan sebagai modal dasar untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
Program penanggulangan kemiskinan harus mengarah pada pendekatan yang menyeluruh.
2
Program-program yang dilakukan secara sektoral seringkali mengakibatkan adanya semangat ego sektoral dan saling tumpang tindih.
Mendorong tumbuhnya rasa percaya diri akan kemampuan untuk lepas daripada belenggu kemiskinan.
Perencanaan dan penentuan sasaran dilakukan oleh masyarakat bersama aparat dilapangan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3
Banyak program penanggulangan kemiskinan yang menempatkan masyarakat sebagai objek, sehingga kurang berpartisipasi secara aktif.
Menyadarkan bahwa tidak akan ada seseorang yang dapat keluar dari kemiskinan, selain atas usaha orang itu sendiri.
Masyarakat ditempatkan sebagai “pelaku utama” dalam perang melawan kemiskinan, agar masyarakat berpartisipasi secara aktif.
4
Sulitnya menjaga konsistensi strategi penanggulangan kemiskinan, sehingga tidak berkesinambungan.
Memberikan pemahaman bahwa masalah penanggulangan kemiskinan merupakan tugas dan tanggungjawab bersama pemerintah dan masyarakat.
Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat untuk membangun keterbukaan dan akuntabilitas.
83
5
Pertanggunjawaban hanya bersifat administratif kepada pemerintah, sehingga tidak terbangun keterbukaan dan akuntabilitas publik, akibat pendekatan proyek maka keberhasilan program hanya diukur dengan prosentase bantuan yang berhasil disalurkan dan jumlah sasaran penerima.
Penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha untuk menguatkan ekonomi rakyat, penguatan organisasi masyarakat serta memberikan bantuan fasilitas yang dibutuhkan untuk mendayagunakan potensi yang dimiliki.
Merupakan program yang berkesinambungan.
Dari rumusan kelemahan strategi diatas, maka setiap gerak-gerik yang
direncanakan dalam rangka penentuan kebijakan penanggulangan kemiskinan
yang tepat sasaran pada momentum kedepan haruslah memperhatikan setiap aspek
diatas. Untuk itulah, penulis merasa tertantang untuk menemukan formula yang
kedepannya berlaku dan diharapkan jauh lebih efektif dan efisien.
Pemetaan pada tahap tahap berikutnya lebih dititik beratkan kepada pendekatan
berbasis hak, hal ini dilakukan guna menghindari adanya penolakan atau
pelanggaran hak karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat sebagai
manusia. Yang diupayakan dengan rumusan-rumusan kebijakan yang
dicanangkan oleh Pemerintah. Adapun rumusan dasar tersebut antara lain adalah :
84
1. Kebijakan Terkait dengan Pemenuhan Hak Dasar.
Usaha penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam
rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umu, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Banyak pasal pasal dan ayat
ayat yang tercantum didalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan
secara gamblang mengenai pemenuhan hak masyarakat Indonesia dan kewajiban
dasar mereka guna berpartisipasi aktif didalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Berdasarkan amanat undang undang tersebut diatas, maka penanggulangan
kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara ini tidak beranjak dari hal hal
tersebut, pendekatan berbasis hak dasar hidup masyarakat yang mengakui bahwa
masyarakat yang nhidup dibawah garis kemiskinan mempunyai hak yang sama
dengan anggota masyarakat lainnya, karena kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas kemiskinan atau ketidakmampuan social ekonomi, melainkan juga
kegagalan pemenuhan hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
85
kelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan, dalam menjalani kehidupan
secara bermartabat.
Adapun hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya
:
a. Kebutuhan pangan;
b. Kesehatan dan Pendidikan;
c. Pekerjaan;
d. Perumahan dan Air bersih;
e. Pertanahan;
f. Sumber daya alam dan lingkungan hidup;
g. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan;
h. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social politik, baik bagi
perempuan maupun laki-laki.
Peristiwa penolakan ataupun pelanggaran hak serta peristiwa tidak
terpenuhinya hak masayarakat dianggap sebagai perampasan atas daya hidup
masyarakat miskin karena bisa juga dianggap sebagai penegasan dalam
merendahkan martabat manusia, untuk itu konsep yang termaktub dalam Strategi
Penangulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara
bertolak dari Undang-Undang 1945, yang pada implementasinya diberlakukan
86
Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai ujung tombak pemberantasan kemiskinan.
2. Kebijakan Terkait dengan Pengembangan Wilayah.
Kebijakan penganggulangan kemiskinan yang ditempuh Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, juga
terkait dengan pengembangan wilayah. Kebijakan yang diambil yaitu dengan
mengarahkan investasi pemerintah pada pengembangan sarana dan prasarana
sisoal dan infrastruktur perdesaan yang merupakan prasyarat bagi peningkatan
investasi swasta.
Adapun strategi pokok yang terkait dengan aspek pendekatan wilayah, akan
diimplementasikan melalui kebijakan pembangunan perkotaan dan perdesaan
yang berimbang.
Masyarakat miskin yang pada umumnya tinggal dalam populasi yang lebih padat
di daerah perdesaan lebih menjadi prioritas utama bagi pemerintah untuk
diberlakukan konsep-konsep kebijakan pengembangan daerah. Untuk itu,
kebijakan pembangunan perdesaan yang diambil oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan keberpihakan pada masyarakat melalui pembangunan
ekonomi sesuai dengan potensi wilayah perdesaan;
87
b. Melanjutkan peningkatan kualitas sumber daya manusia;
c. Melanjutkan dan meningkatkan pembangunan infrastuktur sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan desa;
d. Melanjutkan dan meningkatkan aktualisasi nilai nilai luhur warisan budaya
local;
e. Memberdayakan seluruh komponen desa dalam memperbaiki dan
melestarikan lingkungan hidup.
3. Kebijakan Terkait dengan Penggunaan Anggaran.
Kurangnya keterpaduan antara perencanaan dalam penganggaran sering
dialami pemerintah daerah, relevansi program atau kegiatan kurang responsive
dengan permasalahan dengan peluang yang dihadapi. Penangulangan kemiskinan
harus dijadikan “mainstreaming” penentuan arah penganggaran, selain itu
kebijakan anggaran setidaknya mampu menciptakan stabilitas ekonomi daerah,
memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi kesenjangan.
Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara mengambil beberapa
kebijakan untuk menwujudkan arah anggaran sebagai upaya penanggulangan
kemiskinan, yang antara lain :
a. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap permodalan, dengan
memperluas jangkauan pelayanan lembaga keuangan mikro dan
88
memperingan persyaratan agunan yang diperlukan, serta meningkatkan
mutu manajemen serta operasi lembaga dan jasa keuangan mikro lainnya
yang mendukung penyaluran kredit mikro dengan itnkgat suku bunga yang
rendah;
b. Reorientasi APBD terutama penajaman alokasi dana bagi pemenuhan hak
dasar rakyat miskin di wilayah kanton-kantong kemiskinan dengan
melakukan sinkronisasi alokasi berbagai anggaran kegiatan / program
kerja dinas serta instansi terkait yang mengakomodir pemenuhan hak dasar
rakyat miskin di wilayah kantong-kantong kemiskinan.
4. Kebijakan Terkait dengan Kesetaraan Gender.
Kebijakan yang terkait dengan kesetaraan gender mempunyai tujuan untuk
menghapus segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, marginalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan baik dalam ruang lingkup domestic maupun public dengan
menjamin persamaan hak dalam pengambilan keputusan, memperoleh pelayanan
public, dan mencapai kesejahteraan social.
Selama ini di Kabupaten Kutai Kartanegara, dalam hal mendapatkan
pelayanan public tidak ada diskriminasi terhadap gender, ras, suku maupun
agama. Namun untuk lebih meningkatkan dan menumbuhkembangkan keadilan
89
dan kesetaraan gender, maka pemerintah perlu mengambil langkah-langkah
konkrit yang antara lain :
a. Memperkuat lembaga organisasi pemberdayaan perempuan;
b. Meningkatkan pelayan public yang berkeadilan gender;
c. Meningkatkan perlindungan terhadap perempuan baik di sector public
maupun domestic;
d. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
C. Data Dokumenter Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Kutai
Kartanegara Sebelum dan Sesudah terbentuknya Perda Nomor 2
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk memperkuat hasil penellitian lapangan yang telah dilakukan
penulis, maka diperlukanlah sebuah data documenter yang bersifat konkrit dan
objektif, yang dimaksudkan sebagai pembanding suatu variable dengan variable
lainnya, agar diharapkan dapat mencitrakan seberapa besar nilai kemajuan
ataupun kemunduran suatu program yang telah diberlakukan oleh sebuah lembaga
pemerintah serta untuk menjelaskan keberhasilan atau kegagalan visi dan misi
program.
Dalam hal ini penulis akan membandingkan variable sebelum
terbentuknya perda nomor 2 tahun 2007 dengan variable sesudah terbentuknya
90
perda nomor 2 tahun 2007 tentang penanggulangan kemiskinan. Adapun data
documenter tersebut penulis dapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Kutai Kartanegara. Sebagai berikut :
C.1. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2005.
Tabel 11
Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun
2005
Jumlah Penduduk
Miskin Kabupaten
Kutai Kartanegara
tahun 2005
1 Samboja 43.964 8,4 9.013 20,5
2 Muara Jawa 24.286 4,7 2.594 10,7
3 Sanga-Sanga 12.251 2,4 2.460 20,1
4 Loa Janan 47.991 9,2 2.739 5,7
5 Loa Kulu 34.809 6,7 4.075 11,7
6 Muara Muntai 16.413 3,1 2.245 13,7
7 Muara Wis 7.692 1,5 1.840 23,9
8 Kota Bangun 27.499 5,3 5.632 20,5
9 Tenggarong 74.769 14,3 6.277 8,4
10 Sebulu 33.034 6,3 3.730 11,3
11 Tenggarong Seberang 46.994 9,0 6.656 14,2
12 Anggana 25.105 4,8 3.010 12,0
13 Muara Badak 34.411 6,6 3.776 11,0
14 Marang Kayu 21.247 4,1 4.396 20,7
15 Muara Kaman 30.513 5,9 5.973 19,6
16 Kenohan 10.911 2,1 2.580 23,6
17 Kembang Janggut 19.564 3,8 2.693 13,8
91
18 Tabang 9.609 1,8 669 7,0
TOTAL 521,062 100 70,358 12,8
Sumber, Bappemas Kab. Kukar 2008.
C.2. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2006.
Tabel 12
Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2006
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun
2006
Jumlah Penduduk
Miskin Kabupaten
Kutai Kartanegara
tahun 2006
1 Samboja 43.157 8,1 4.007 9,3
2 Muara Jawa 24.077 4,5 1.850 7,7
3 Sanga-Sanga 13.852 2,6 1.342 9,7
4 Loa Janan 51.648 9,7 2.169 4,2
5 Loa Kulu 37.381 7,0 4.138 11,1
6 Muara Muntai 15.291 2,9 6.972 45,6
7 Muara Wis 8.185 1,5 3.022 36,9
8 Kota Bangun 27.850 5,2 4.561 16,4
9 Tenggarong 67,639 12,7 4.572 6,8
10 Sebulu 33.619 6,3 2.487 7,4
11 Tenggarong Seberang 48.715 9,2 2.872 5,9
12 Anggana 27.289 5,1 4.236 15,5
13 Muara Badak 34.437 6,5 4.216 12,2
14 Marang Kayu 21.630 4,1 5.279 24,4
15 Muara Kaman 31.972 6,0 3.986 12,5
16 Kenohan 11.717 2,2 948 8,1
17 Kembang Janggut 20.563 3,9 1.767 8,6
18 Tabang 9.817 1,8 1.663 16,9
92
TOTAL 531.039 100 59.087 11,1
Sumber, Bappemas Kab. Kukar 2008.
C.3. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2007.
Tabel 13
Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin
Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2007
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun
2007
Jumlah Penduduk
Miskin Kabupaten
Kutai Kartanegara
tahun 2007
1 Samboja 44.184 8,0 4.453 10,1
2 Muara Jawa 27.209 4,9 1.164 4,3
3 Sanga-Sanga 15.239 2,8 1.371 9,0
4 Loa Janan 49.757 9,0 2.609 5,2
5 Loa Kulu 38.374 7,0 3.343 8,7
6 Muara Muntai 16.976 3,1 3.443 20,3
7 Muara Wis 8.482 1,5 1.394 16,4
8 Kota Bangun 28.754 5,2 3.308 11,5
9 Tenggarong 72.458 13,2 4.094 5,7
10 Sebulu 33.930 6,2 2.932 8,6
11 Tenggarong Seberang 49.393 9,0 2.944 6,0
12 Anggana 28.696 5,2 1.999 7,0
13 Muara Badak 36.527 6,6 3.790 10,4
14 Marang Kayu 23.836 4,3 3.263 13,7
15 Muara Kaman 32.841 6,0 3.128 9,5
16 Kenohan 11.692 2,1 666 5,7
17 Kembang Janggut 21.033 3,8 1.244 5,9
18 Tabang 10.655 1,9 651 6,1
93
TOTAL 550.027 100 120.035 21,48
Sumber, Bappemas Kab. Kukar 2008.
Tabel 1 di atas, juga dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2005 yang
sebesar 521.062 jiwa, terdapat beberapa titik tingkat kemiskinan pada suatu
kecamatan yang sangat signifikan (prosentase tingkat kemiskinan penduduk > 20
%) diantaranya adalah Kecamatan Samboja, Sanga-Sanga, Muara Wis, Kota
Bangun, Marang kayu dan Kenohan. Untuk daerah pesisir seperti Kecamatan
Samboja, Sanga-Sanga dan Marang Kayu, penulis telah mengkaji dengan
melakukan wawancara dengan penduduk miskin setempat. Hasilnya, penulis
menyimpulkan beberapa faktor penyebab rentannya kemiskinan di kecamatan
tersebut, antara lain :
1. Faktor Internal : Kurangnya pengetahuan tentang petanian dan perikanan serta
peralatan yang terbatas, kurang tersedianya lahan pertanian, tingkat upah buruh
yang rendah, serta tingkat inisiatif dan motivasi kerja yang rendah.
2. Faktor Eksternal : Tingkat ketergantungan terhadap iklim alam sangat tinggi
karena lahan pertanian kurang subur, akses jalan dan sarana transportasi yang
buruk, harga jual yang rendah, tingginya tingkat fertilitas, serta aktivitas
pernikahan yang membebani ekonomi.
94
Tabel 2 di atas, diuraikan sebagai berikut :
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 adalah sebesar
531.039 jiwa, dan jumlah ini naek sebesar 10.000 jiwa jika dibanding dengan
tahun sebelumnya. Terdapat beberapa peningkatan angka kemiskinan pada suatu
kecamatan yang sangat signifikan diantaranya adalah Kecamatan Muara Muntai,
Muara Wis, dan Marang Kayu. Jumlah angka kemiskinan yang ada pada tahun ini
meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya (naik sebesar 4 – 10 %), sedangkan
sebagian kecamatan lainnya mengalami penurunan angka kemiskinan yang
lumayan signifikan diantaranya adalah Kecamatan Sanga-Sanga, Kota Bangun
dan Kenohan (turun sebesar 4-11 %). Jumlah total penduduk miskin pada tahun
2006 adalah sebesar 11,1 % dari jumlah penduduk yang ada.
Tabel 3 di atas, diuraikan sebagai berikut :
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2007 adalah sebesar
550.027 jiwa (terdiri dari jumlah rumah tangga sebanyak 35.631 kepala keluarga),
dan jumlah ini meningkat tajam jika dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada
tahun 2007 ini, jumlah penduduk miskin juga mengalami peningkatan hampir di
setiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dan dari tabel ini penulis
mendapatkan indikasi bahwa peningkatan jumlah penduduk yang ada pada tahun
2007, tidak diimbangi dengan kemampuan sosio-ekonomi masyarakat yang
95
merata, daya beli masyarakat juga relatif menurun dengan tingkat ekonomi
menengah kebawah yang timpang dengan adanya persaingan ekonomi skala kecil
menengah dengan penduduk pendatang dari luar pulau kalimantan yang rata-rata
memiliki kemapanan dan kesiapan dalam memperbaiki harkat hidupnya.
Berdasarkan tabel-tabel diatas, secara umum terlihat jumlah penduduk di
Kabupaten Kutai Kartanegara dari tahun ke tahun terus mengalami penambahan
dikarenakan beberapa aspek sosial pendukung termasuk didalamnya tingkat
fertilitas masyarakat serta migrasi penduduk pada daerah tertentu di suatu
kecamatan dan lain-lain. Namun secara global jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun-tahun diatas tidak mengalami
penurunan yang signifikan. Jangkauan tingkat angka kemiskinan malah
mengingkat tajam pada tahun 2007 dan hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya
perhatian pemerintah dalam mengimplementasikan peraturan perundang-
undangan tentang penanggulangan kemiskinan di daerah.
C.4. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2008.
Tabel 14
Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin
Kabupaten Kutai Kartanegara 2008
Kabupaten : Kutai Kartanegara
96
No Kecamatan Banyaknya Rumah Tangga
[1] [2] [3]
010 Samboja 2.418
020 Muara Jawa 629
030 Sanga-Sanga 1.054
040 Loa Janan 3.016
050 Loa Kulu 2.213
060 Muara Muntai 2.325
070 Muara Wis 1.348
080 Kota Bangun 2.217
090 Tenggarong 2.898
100 Sebulu 2.036
110 Tenggarong Seberang 2.950
120 Anggana 2.066
130 Muara Badak 4.507
140 Marang Kayu 1.263
150 Muara Kaman 2.538
160 Kenohan 734
170 Kembang Janggut 762
180 Tabang 657
J u m l a h 35.667 Rumah Tangga
(120.717 Jiwa)
Sumber, Bappemas Kab. Kukar 2009.
97
C.5. Data Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara tahun
2009.
Tabel 15
Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Miskin
Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
Kabupaten : Kutai Kartanegara
No Kecamatan Banyaknya Rumah Tangga
[1] [2] [3]
010 Samboja 3.411
020 Muara Jawa 698
030 Sanga-Sanga 762
040 Loa Janan 2.242
050 Loa Kulu 2.178
060 Muara Muntai 915
070 Muara Wis 1.341
080 Kota Bangun 925
090 Tenggarong 2.865
100 Sebulu 2.216
110 Tenggarong Seberang 2.262
120 Anggana 1.348
130 Muara Badak 2.970
140 Marang Kayu 2.699
150 Muara Kaman 1.848
160 Kenohan 442
170 Kembang Janggut 779
180 Tabang 314
98
J u m l a h 30.215 Rumah Tangga
(105.753 Jiwa)
Sumber, Bappemas Kab. Kukar 2009.
Tabel 4 di atas, diuraikan sebagai berikut :
Tahun pertama setelah diberlakukannya Peraturan Daerah tentang Kemiskinan di
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan tantangan pemerintah untuk melakukan
aksi pemberantasan kemiskinan dengan lebih terprogram, pemberlakuan perda ini
juga merupakan acuan awal tingkat efektifitas Peraturan Daerah tersebut. Realita
dilapangan, jumlah penduduk miskin Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun
2008 adalah sebanyak 35.667 rumah tangga / kepala keluarga dan jumlah ini
mengalami kenaikan jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang jika
dikalkulasikan adalah sekitar 35.631 rumah tangga / kepala keluarga. Peningkatan
ini disinyalir merupakan dampak non tehnis dari model pendataan yang dilakukan
oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten
Kutai Kartanegara, dimana pendataan dilakukan dengan sistem jemput bola yang
salah satu resikonya mengakibat banyak penduduk yang mengaku menjadi miskin
padahal tidak memenuhi indikator-indikator miskin.
Selain itu juga faktor yang bersifat tehnis juga memberikan sumbangsih besar
terhadap stagnansi angka kemiskinan, misalnya dengan adanya program
pemerintah yang masih dalam fase penyesuaian dengan kondisi realita dilapangan
99
dan juga tahap-tahap sosialisasi tentang legalitas yang berlaku serta
penataletakkan dinas tehnis yang membidangi suatu sasaran kerja yang masih
tumpang tindih. Sehingga memberikan dampak bahwa pemerintah dinilai lamban
dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin.
Tabel 5 di atas, diuraikan sebagai berikut :
Jumlah penduduk miskin Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2009 adalah
sebanyak 30.215 rumah tangga / kepala keluarga, dan jumlah ini menurun tajam
jika dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 ini, penulis
mendapatkan indikasi bahwa pada tahun 2009 pendataan penduduk miskin
dilakukan dengan lebih akurat, dengan memperhatikan detail indikator miskin
dengan lebih baik. Hasilnya jumlah penduduk menurun drastis dikarenakan
eliminasi penduduk miskin yang tidak memenuhi kategori miskin.
Pada tahun ini juga strategi penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan
pemerintah juga berangsur baik, hal ini ditandai mulai terbiasanya masyarakat
dengan pola kemitraan program pemerintah yang benar-benar dirasakan
masyarakat miskin.
Pada indikator data pada kedua tabel diatas, secara kasat mata peraturan daerah
tentang penanggulangan kemiskinan memberikan dampak positif yang signifikan,
namun satu hal yang paling menjadi titik berat adalah, bagaimana strategi dalam
100
mempertahankan dampak positif ini dapat berlanjut sampai pada tercapainya
komitmen pemerintah daerah Kabupaten Kutai Kartanegara untuk menekan angka
kemiskinan menjadi < 10 % pada tahun 2010 (sesuai dengan amanat peraturan
daerah). Ketika target tidak bisa dicapai, maka perlu diberlakukan amandemen
terhadap peraturan daerah tersebut dengan kembali memperhitungkan kelemahan-
kelemahan yang terjadi di lapangan.
101
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
Didalam menganalisis data yang ada, penulis mengumpulkan data berupa
hasil wawancara serta tabel-tabel yang telah disajikan penulis yang berdasar dari
sumber yang dipercaya diatas, selanjutnya hasil dari tabel-tabel tersebut
dituangkan kedalam diagram sederhana untuk mempermudah pemahaman dan
juga untuk melihat secara langsung dan jelas tingkatan angka penduduk miskin
sebelum maupun sesudah diberlakukannya Perda nomor 2 tahun 2007.
Kemudian, untuk seluruh jawaban pedoman wawancara yang telah dilakukan
proses tabulasi tersebut nantinya akan dikelompokkan dan dijadikan alat
menganalisa dan proses ini berguna untuk memperkuat hasil kesimpulan yang
dihasilkan oleh data tabel indikator jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kutai
Kartanegara pada tahun sebelum dan sesudah terbentuknya Peraturan Daerah
nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
Pengelompokkan analisis tabel serta hasil pedoman wawancara tersebut
diatas dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman mengontrol data yang
dianalisis apakah saling mendukung atau tidak, serta memungkinkan ada data
yang tertinggal ataupun kesalahan lain yang terjadi. Berdasarkan data itu pula,
102
kemudian sentuhan akhir analisis akan dilakukan dengan melakukan
pembandingan apakah data yang diolah tersebut terdapat kesesuaian atau tidak.
Jika tidak terdapat kesesuaian maka metode tersebut diatas dianggap tidak saling
mendukung dan berarti tidak sesuai dengan rumusan yang direncanakan penulis
pada bab-bab awal.
Pembandingan dilakukan dengan didasari oleh beberapa data yang dihimpun
sehingga tingkat obyektifitasnya dapat dipertanggungjawabkan, melihat dari sisi
kemanusiaan dan independensional akan sangat memperkuat hasil kerja lapangan
yang dilakukan penulis. Sehingga, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan masyarakat luas.
Untuk memperoleh pemahaman selengkapnya tentang data masyarakat
miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tiap-tiap tahun sebelum dan sesudah
terbentuknya Perda nomor 2 tahun 2007 tentang Penanggulangan Kemiskinan
yang masuk dalam penelitian ini dirangkum melalui rancangan diagram
sederhana, dapat dilihat pada diagram berikut :
103
Diagram angka penduduk miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara
Tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009
Gambar 8 grafik penduduk miskin Kab. Kutai Kartanegara tahun
2005,2006,2007,2008 dan 2009.
Untuk pemberlakuan metode selanjutnya adalah dengan melakukan
penilaian serta analisis hasil jawaban pedoman wawancara yang telah disebar
penulis pada wilayah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara serta data
dokumenter yang telah berhasil dikumpulkan. Didalam pengumpulannya, penulis
memberikan pertanyaan yang dijawab langsung oleh responden untuk kemudian
disimpulkan seberapa besar capaian efektifitas yang telah dilakukan pemerintah
melalui Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007 terhadap penanggulangan
104
kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Lebih jelasnya dapat diperjelas
sebagai berikut :
1. Kekurangan Gizi.
Dari data yang diperoleh pada pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan
bahwa setiap penduduk miskin hampir seluruhnya tidak mendapatkan
standar yang tepat dalam pemenuhan standarisasi gizi. Dimana persentase
intensitas pangan masyarakat miskin sebanyak 3 kali dalam satu hari hanya
sebesar 46 %, dibawah standar kebutuhan pemenuhan intensitas pangan >
50 %. sedangkan pemenuhan intensitas pangan 1 kali dan 2 kali dalam satu
hari memiliki total persentase sebesar 54 % dari penduduk miskin di tiap -
tiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tingkat perbandingan
yang tidak terlalu signifikan ini tetap menjadi kendala besar bagi
pemerintah daerah, dikarenakan kebutuhan atas pemenuhan pangan
merupakan dasar hidup manusia yang bebannya ditanggung sepenuhnya
oleh pemerintah.
2. Keterbelakangan Kualitas Sumber Daya Manusia / tingkat
pendidikan formal dan non formal.
Dari data yang diperoleh pada pembahasan sebelumnya, maka didapatkan
kesimpulan bahwa setiap penduduk miskin hampir seluruhnya tidak
105
mendapatkan standar pendidikan yang tepat sesuai dengan program
pemerintah dalam mencanangkan program pendidikan sembilan tahun.
Dimana tingkat pendidikan yang paling menonjol hanya ada pada tingkat
SMP yang memiliki persentase rata-rata sebesar 33.4 %, sedangkan tingkat
pendidikan SD juga lumayan tinggi yaitu sebesar 29,7 %, tingkat
pendidikan SLTA hanya sebesar 18,3 %, dan untuk tingkat pendidikan PT
sebesar 0 %. Namun yang paling memprihatinkan adalah jumlah
masyarakat miskin yang tidak bersekolah dikarenakan berbagai factor
financial mempunyai nilai yang melebihi tingkat pendidikan SLTA yaitu
sebesar 18,4 %.
Jika dihunungkan dengan data Angka Partisipasi Murni (APM)
masyarakat umum di Kabupaten Kutai Kartanegara, maka perbandingan
yang didapatkan adalah tidak terlalu signifikan, dengan penjelasan bahwa
partisipasi masyarakat miskin dalam hal pendidikan hanya sebatas tingkat
SD dan SMP.
Dampak rendahnya tingkat pendidikan inilah yang diperkirakan
mempengaruhi mentalitas, pola pikir serta etos kerja masyarakat miskin
menjadi lemah.
106
3. Kriminalitas.
Jika dilihat dari data yang disajikan diatas maka didapatkan penjelasan
yang cukup mencengangkan bahwa tingkat kriminalitas setelah
terbentuknya Perda nomor 2 tahun 2007 mencapai rata-rata nilai sebesar
63,44 %, hal ini menggambarkan bahwa efektifitas penanggulangan
kemiskinan dan tindak kriminalitas masih belum mencapai target yang
dicanangkan.
4. Lingkungan warga masyarakat yang sukar diatur.
Berdasarkan data yang penulis sajikan berdasarkan pedoman wawancara
tentang identifikasi kemiskinan indikator tata ruang / lingkungan
masyarakat sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Kemiskinan, maka didapatkan penjelasan bahwa hampir semua
masyarakat miskin tidak mendapatkan kebutuhan pengelolaan lingkungan
yang memenuhi standar yang layak, hal ini berpengaruh besar terhadap
beberapa factor penting taraf hidup masyarakat terutama dalam hal
kesehatan lingkungan dan personalisasi masyarakat.
B. Pembahasan
Berdasarkan data–data yang telah disajikan tersebut diatas dapat diketahui
secara kasat mata seperti yang penulis tuangkan kedalam diagram sederhana
107
bahwa angka kenaikan dan penurunan penduduk miskin pada tiap-tiap tahun
sebelum dan sesudah terbentuknya Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Kemiskinan mengalami ”pasang surut”, hal ini dikarenakan
banyaknya faktor penyebab hal tersebut diatas. Secara frontal dan kebanyakan
terjadinya kenaikan angka kemiskinan bisa diakibatkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk (dikarenakan adanya program perpindahan penduduk / migrasi pada
suatu daerah tertentu di Kabupaten Kutai Kartanegara) yang tidak diiringi dengan
skill serta keahlian personal terhadap persaingan hidup di lingkungan yang baru.
Didalam penelitian komparatif yang dipilih oleh penulis, maka diberlakukan
adanya perbandingan data yang diiringi dengan penjelasan sederhana yang
diperkuat dengan aspek pemenuhan penilaian data, yang pada penelitian ini
penulis ambil adalah wawancara dengan responden penduduk miskin.
Pada data dokumenter sebelum terbentuknya Peraturan Daerah nomor 2
tahun 2007 pada setiap indikatornya dapat dijabarkan sebagai berikut. Tahun 2005
dengan jumlah penduduk sebesar 521.062 jiwa memiliki jumlah penduduk miskin
sebesar 70.358 jiwa, jika dibanding dengan angka pertambahan penduduk pada
tahun 2006, maka telah terjadi kenaikan jumlah penduduk menjadi sebesar
531.039 jiwa namun jumlah ini tidak diiringi dengan adanya kenaikan jumlah
penduduk miskin yang turun daripada tahun sebelumnya menjadi hanya 59.087
108
jiwa. Hal positif ini disinyalir adalah dampak dari meningkatnya fertilitas
masyarakat, namun diiringi juga dengan meningkatnya taraf hidup dalam hal
pemenuhan kebutuhan primer masyarakat. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah
penduduk mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 550.027 jiwa dan diiringi
juga kenaikan drastis penduduk miskin yang sebesar 120.035 jiwa. Seperti yang
penulis sampaikan pada paragraf sebelumnya, pada tahun inilah jumlah migrasi
terbanyak yang tidak diiringi dengan perbaikan taraf hidup masyarakat dan juga
kondisi mental dengan adanya pengakuan terhadap kondisi miskin masyarakat
yang menjadi trend terbaru.
Jika dibandingkan dengan data dokumenter setelah terbentuknya Peraturan
Daerah nomor 2 tahun 2007, indikator pada tahun 2008 hampir tidak mengalami
perubahan jika dibanding dengan tahun 2007, peningkatan jumlah penduduk juga
dalam keadaan yang relatif normal yaitu sebesar 560.946 jiwa, namun jumlah
penduduk miskin meningkat sangat tipis yaitu sebesar 120.717 jiwa. Jika
diprosentase hanya sebesar < 0,1 %.
Pada tahun 2009 bisa disebut sebagai fase evaluasi awal dari terbentuknya
Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007, pada indikator tahun 2009 ini, penulis
meneliti secara seksama melalui analisis partisipatif terhadap kinerja pemerintah
maupun partisipasi unsur ”Stakeholders” terhadap pemberantasan kemiskinan.
109
Hasil di lapangan juga sedikit banyak membuktikan hal yang positif, yang
ditandai dengan menurunnya angka kemiskinan menjadi hanya sebesar 105.753
jiwa. Penurunan angka penduduk miskin yang lumayan signifikan ini disinyalir
merupakan dampak positif dari Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Kemiskinan melalui Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan tabel hasil jawaban wawancara yang telah disajikan pada bab
sebelumnya, maka secara garis besar dapat dijabarkan bahwa hampir disetiap
kecamatan yang disinggahi oleh penulis untuk melakukan dialog dan jawaban
quisioner memberikan tanggapan yang negatif terhadap strategi penanggulangan
kemiskinan yang dicanangkan pemerintah melalui program bantuan dan tunjangan
yang diproyeksikan untuk meningkatkan kemampuan diri (individu), sosial dan
ekonomi masyarakat miskin. Dan juga melihat begitu besarnya angka yang
didapatkan dalam penelitian yang mebuktikan bahwa banyak penduduk miskin
yang hidup sangat tidak layak dalam pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai
manusia.
Permasalahan yang perlu digaris bawahi adalah tidak semua penduduk miskin di
kecamatan tertentu yang merasa puas terhadap strategi aksi tersebut diatas, hal ini
ditandai dengan minimnya skor total yang didapatkan penulis pada suatu
110
kecamatan tertentu seperti di Kecamatan Samboja, Tabang, Muara Muntai dan
Muara Kaman sebagai kecamatan penyumbang skor terendah dari total 18
kecamatan yang dikunjungi penulis. Indikasi ini mengisyaratkan bahwa masih
diperlukan adanya peran serta yang lebih aktif dari unsur pemerintah secara
khusus maupun unsur Stakeholders secara umum guna mengurangi kesenjangan
dan memberlakukan pemerataan program maupun strateginya di setiap kecamatan
di seluruh Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, jiika dilihat dari data
tabel yang telah disampaikan penulis, maka jumlah penduduk miskin sebelum dan
sesudah terbentuknya Perda nomor 2 tahun 2007 mengalami pasang surut, namun
hal ini bukan berarti Perda nomor 2 tahun 2007 tidak menunjukkan gejala positif
dalam hal pemberantasan kemiskinan. Karena jika dibandingkan dengan
peningkatan jumlah penduduk yang pesat pada tiap tahun. Maka hasilnya jumlah
penduduk miskin terus mengalami penurunan yang signifikan sesuai amanat perda
nomor 2 tahun 2007, dan langkah ini merupakan awal dari target penekanan angka
kemiskinan < 10 % pada tahun 2010.
Namun, Jika dilihat dari hasil jawaban wawancara yang disebar oleh
penulis kepada responden penduduk miskin yang dinilai memenuhi berbagai
kategori, maka hasil yang didapat adalah penilaian negatif terhadap strategi
111
pemerintah dalam memberikan santunan dan bantuan sesuai amanat Pasal 10 Ayat
(2) Perda nomor 2 tahun 2007. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa akan
ada penilaian yang lebih baik lagi jika mekanisme bantuan yang tepat perlu dikaji
ulang oleh pemerintah untuk mencapai target yang efektif sesuai amanat perda.
112
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemenuhan dan perlindungan terhadap hak dasar masyarakat miskin
bergantung terhadap komitmen kuat Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara
secara aspek politis, ekonomi dan sosial yang berperikemanusiaan.
Penanggulangan kemiskinan selain membutuhkan sumber daya pendukung baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, juga diperlukan adanya
pengelolaan tata pemerintahan yang baik dalam hal pengelolaan keuangan untuk
meningkatkan penganggaran produktif yang tepat sasaran. Kehendak pemerintah
ini sangat membutuhkan dukungan moril yang besar dari pihak swasta maupun
masyarakat luas.
Penciptaan tata pemerintahan yang baik dengan mengedepankan adanya
sinkronisasi antara elemen-elemen negara, swasta, serta masyarakat sipil yang
berdasarkan prinsip partisipasi, akuntabel dan transparan merupakan hal yang
perlu untuk dipertahankan dan diperjuangkan dengan lebih baik dimasa
mendatang. Penanggulangan kemiskinan perlu didukung dengan peran serta
pelaku pembangunan dari kalangan pusat dan daerah, DPR dan DPRD, perguruan
tinggi, organisasi serta lembaga swadaya masyarakat, pihak swasta dan lembaga
113
donor lainnya. Keterlibatan seluruh pelaku tersebut diharapkan akan mendorong
terbangunnya kesamaan cara pandang serta sinergitas dalam upaya bersama
menanggulangi kemiskinan.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara manual dan penghitungannya, setelah
dilakukan analisis, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan dan analisis dengan menggunakan formulasi
pembandingan (komparasi) terhadap data yang relevan, didapatkan bahwa
peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara terus
mengalami peningkatan tiap-tiap tahunnya yang diiringi dengan
meningkatnya pula jumlah penduduk miskin. Dengan telah dibentuknya
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara nomor 2 tahun 2007 telah
mampu menekan angka kemiskinan secara sistemik melalui strategi
konkrit yang telah dirasakan masyarakat miskin dilapangan.
2. Hasil penilaian terhadap data yang didapat penulis serta hasil jawaban
wawancara terhadap responden penduduk miskin yang memenuhi kriteria
tertentu di setiap kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara
membuktikan bahwa rumusan Perda Nomor 2 tahun 2007 tentang
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara tidak
berjalan sebagai mana mestinya. yaitu dengan perbandingan yang diambil
114
dari data tabel yang disederhanakan dengan diagram sederhana serta
besarnya nilai ketidaklayakan taraf hidup sangat jelas dan signifikan.
3. Ganjalan lain yang perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara, adalah bahwasanya strategi
penanggulangan kemiskinan yang diprogram oleh pemerintah untuk
penduduk miskin tidak selalu dirasakan disetiap populasi kantong
kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pembuktian terhadap hal ini
adalah adanya suatu kecamatan yang menyumbang skor total terendah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai
perbaikan seperti berikut ini :
1. Penyempurnaan konkrit terhadap metodologi pengumpulan data yang
dilakukan oleh lembaga penyedia data daerah perlu untuk memperhatikan
hak-hak dasar masyarakat miskin dengan memperhatikan detail variabel
dan indikator miskin dengan memperluas kerjasama sampai pada tingkat
pemerintahan terendah dengan berbagai pihak yang berkompeten.
2. Peningkatan mutu manajemen lembaga keuangan mikro yang dapat
mendukung terwujudnya penyaluran kredit bagi pengusaha kecil dan
mikro dengan tingkat suku bunga yang rendah.
115
3. Pengalokasian dana APBD yang terfokus pada dinas / badan / instansi
tekhnis (yang terkoordinir) untuk mempercepat pemenuhan hak dasar
masyarakat miskin di wilayah kantong kemiskinan secara efektif dan
efisien.
4. Perlu untuk menentukan produk unggulan yang sesuai dengan
karakteristik wilayah daerah masing-masing sebagai prioritas utama
komoditas di kecamatan dalam rangka memperkuat pondasi ekonomi
sektoral.
5. Peningkatan motivasi diri dan peningkatan kompetensi / skill individu
masyarakat miskin (Self Help Effort) dengan memperbanyak program
pelatihan serta penyuluhan oleh dinas / badan / instansi tekhnis dengan
memperhatikan potensi usaha masyarakat dalam wilayah tertentu.
6. Pemerataan, pematangan serta pemantapan strategi penanggulangan
kemiskinan di setiap kecamatan agar tidak ada lagi kesenjangan yang
selama ini ada di wilayah kecamatan tertentu di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
116
DAFTAR PUSTAKA Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Kutai Kartanegara
(2009). Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Kutai Kartanegara. Bappemas : tenggarong
Badan Pusat Statistik (BPS) (2007). Kutai Kartanegara dalam angka 2007, BPS
Kutai Kartanegara : Tenggarong. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Sosial (2002). Penduduk Fakir
Miskin Indonesia, BPS Pusat : Jakarta. Bappeda (2005). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009,
Bappeda : Tenggarong. Bappenas (2005). Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Tim Penyusun,
Sekretariat Kelompok Kerja Perencanaan Makro Penanggulangan Kemiskinan, Komite Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas : Jakarta.
Nasikun (2003). Bahan Kuliah ; Isu Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan.
UGM : Yogyakarta. Nasikun (1995). Kemiskinan di Indonesia menurun, dalam perangkap kemiskinan,
problem, dan strategi pengentasannya, (Bagong Suyanto, ed). Airlangga University Press.
Indriyo Gitosudarmo, & I Nyoman Sudita. (2000). Perilaku Organisasi.BPFE
UGM : Yogyakarta. I Nyoman Sumaryadi. (2005). Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah. CV.Citra Utama : Jakarta. Kerlinger, Fert. N. (1992). Azas-azas Penelitian Behavioral. Terjemahan Landung
R. Simatupang. UGM : Yogyakarta. Koentjaraningrat. (1998). Masalah-masalah Perencanaan Penelitian. PT Gramedia
: Jakarta. Marihot Manulang.(1994). Manejemen Sumber Daya Manusia : Yogyakarta. Nana Sudjana, & Ibrahim. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar
Baru Algensindo : Bandung. Sutrisno Hadi. (1990). Stasistik Penelitian. CV. Andi : Yogyakarta.
117
Sofian Effendi & Masri Singarimbun. (1996). Metode Penelitian Ilmiah.BPEE UGM : Yogyakarta.
Windi Novia. (2004). Kamus Bahasa Indonesia. CV. Andi : Yogyakarta. Al Bantany – 112.Blogspot.com/2009/11/11/Kumpulan Teori Efektifitas.html.
(diakses tanggal 25 Mei 2011).
Setyadi, Iwan Tritenty. 2005. Evaluasi Implementasi Proyek Inovasi Manajemen Perkotaan Pekerjaan Pemberdayaan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima Kota Magelang. (Tesis). Yogyakarta: MPKD Universitas Gadjah Mada
Edward III, Merilee S. 1980. Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press, Washington.