Upload
phamphuc
View
261
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIFITAS ZAT PENGATUR TUMBUH EKSTRAK KECAMBAHKACANG HIJAU (TAUGE) DAN BAWANG MERAH TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis
(Skripsi)
Oleh
FENTY DWI JAYANTI
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
ABSTRAK
EFEKTIFITAS ZAT PENGATUR TUMBUH EKSTRAK KECAMBAHKACANG HIJAU (TAUGE) DAN BAWANG MERAH TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis
Oleh
FENTY DWI JAYANTI
Gaharu merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
permintaannya terus meningkat dari waktu ke waktu, oleh karena itu diperlukan
pemberian hormon alami untuk membantu pertumbuhan bibit gaharu agar
memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kecambah kacang hijau (tauge) dan
bawang merah terhadap pertumbuhan bibit A.malaccensis serta mengetahui dosis
yang paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit. Penelitian ini dirancang
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan yaitu kontrol,
pemberian ekstrak tauge dengan dosis 100 g/l, 200 g/l, 300 g/l, 400 g/l serta pem-
berian ekstrak bawang merah dengan dosis 100 g/l, 200 g/l, 300 g/l, dan 400 g/l.
Analisis data yang digunakan yaitu uji homogenitas ragam, analisis ragam dan uji
BNT. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tauge dan
bawang merah memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi
(sampai dengan 11,47 pada perlakuan pemberian ekstrak bawang merah 200g/l),
Fenty Dwi Jayantijumlah daun (sampai dengan 9,67 helai pada perlakuan pemberian ekstrak bawang
200g/l), dan indeks mutu bibit (sampai dengan 0,18 pada perlakuan pemberian
ekstrak bawang merah 200g/l). Pelakuan terbaik untuk pertumbuhan bibit
A.malaccensis yaitu pemberian ekstrak bawang merah dengan dosis 200 g/l.
Perlakuan tersebut dapat diaplikasikan pada bibit gaharu untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
Kata kunci : A.malaccensis, bawang merah, tauge, ZPT.
ABSTRACT
(THE INFLUENCE OF GIVING BEAN SPROUT AND RED ONIONEXTRACT TO THE GROWTH OF Aquilaria malaccensis SEEDLING
By
FENTY DWI JAYANTI
Agarwood is a plant that has high economic value and its demand continues to
increase from time to time, therefore it is necessary to provide a natural hormones
to help the growth of agarwood seedlings to have good quality and quantity. The
purpose of study were to determine the effect of extract bean sprouts application
and onion extract application to increase the growth of A.malaccensis seedlings
and to find out the best dosage of bean sprout extract and onion extract to
increase the seedling growth. The study was designed in a complete randomized
design (CRD) in 9 treatments namely control, bean sprout extract at the dose of
100 g/l, 200 g/l, 300 g/l, 400 g/l and onion extract at the dose of 100 g/l, 200 g/l,
300 g/l, and 400 g/l. The homogeneity test, analysis of variance and LSD test
were employed as the data analysis. The results of study showed that bean sprouts
and onion extract application, have a significant effect to the increasing of height
(up to 11,47 cm on the treatment onion extract at a dose of 200 g/l), number of
leaves (up to 9,67 leaves on the treatment onion extract at a dose of 200 g/l), and
Fenty Dwi Jayantiseedling quality index (up to 0,18 on the treatment onion extract at a dose of 200
g/l). The best treatment to the increase of A.malaccensis seedlings was the onion
extract application at a dose of 200 g/l. The treatment can be applied in agarwood
seeds to get maximum results.
Keywords : A.malaccensis; bean sprout; onion; plant growth regulator.
EFEKTIFITAS ZAT PENGATUR TUMBUH EKSTRAK KECAMBAHKACANG HIJAU (TAUGE) DAN BAWANG MERAH TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT Aquilaria malaccensis
Oleh
FENTY DWI JAYANTI
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN KEHUTANANFAKULTAS PERTANIAN
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 12
Januari 1997, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
pasangan Bapak Drs. Khairuz Zaman dan Ibu Dian
Rihati. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-
Kanak (TK) Al - Amin Bandar Lampung dan selesai
pada tahun 2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Rawa Laut (Teladan) Bandar Lampung
pada tahun 2008, SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2011, dan MAN (Model)
1 Bandar Lampung pada tahun 2014. Tahun 2014, penulis melanjutkan pendidik-
an di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama kuliah, penulis menjadi Anggota Utama Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva) dan menjadi salah satu anggota penggurus pada bidang komunikasi,
informasi, dan pengabdian masyarakat. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Tematik di Desa Sendang Ayu, Kecamatan Padang Ratu,
Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Januari hingga Februari 2017 selama 40
hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Umum (PU) di Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan
(BKPH) Larangan, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur yang selalu terucap kehadirat Allah SWT,
shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat anugerah dari-Nya saya dapat men-
nyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Zat Pengaruh Tumbuh Ekstrak
Kecambah Kacang Hijau (Tauge) dan Bawang Merah terhadap
Pertumbuhan Bibit Gaharu (Aquilaria malaccensis)” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Terselesaikannya penulisan skripsi tidak terlepas
dari bantuan, dorongan, dan kemurahan hati dari berbagai pihak. Maka dari itu,
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dan selaku pembahas atau penguji yang
senantiasa memberikan semua saran, kritik, dan masukan yang sangat
bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.
iii
3. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si., selaku dosen pembimbing pertama yang
senantiasa membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis
selama proses perkuliahan serta penyelesaian skripsi.
4. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., selaku dosen pembimbing kedua yang telah
membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis selama proses
perkuliahan serta penyelesaian skripsi.
5. Ibu Rusita, S.Hut., M.P., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu penulis dalam menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Universitas
Lampung.
6. Segenap Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Kehutanan yang telah membantu
dan memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan
Kehutanan Universitas Lampung.
7. Kedua orang tua penulis, Drs. Khairuz Zaman dan Dian Rihati yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materiil hingga penulis dapat
melangkah sejauh ini.
8. Saudara kandung penulis Dina Farida Utami dan Fahru Hidayahtulloh yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
9. Teman seperjuangan Kehutanan 2014 “Lugosyl” khususnya Rizki
Parliansyah, Ghina Zhafira, Naili Rahmah, Hasanatun Diah Eka Wuri, Atikah
Badzlina, dan Rofika Wiliyanuari atas segala bantuan, dukungan, dan
kebersamaan yang kalian berikan.
iv
10. Serta semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi mulai dari awal hingga akhir, yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
Bandar Lampung, Januari 2019
Fenty Dwi Jayanti
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Latar Belakang ............................................................................... 11.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 31.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 41.5 Kerangka Pemikiran....................................................................... 41.6 Hipotesis ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 92.1 Gaharu (Aquilaria malaccensis) .................................................... 92.2 Benih Rekalsitran........................................................................... 112.3 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).......................................................... 122.4 Zat Pengatur Tumbuh Alami ......................................................... 132.5 Kecambah Kacang Hijau (Tauge).................................................. 142.6 Bawang Merah ............................................................................... 16
III. METODE PENELITIAN ................................................................. 183.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 183.2 Alat dan Bahan............................................................................... 183.3 Rancangan Percobaan .................................................................... 183.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................... 203.5 Pengumpulan Data ......................................................................... 223.6 Analisis Data .................................................................................. 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 264.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 26
4.1.1 Analisis Ragam .................................................................... 264.1.2 Uji Beda Nyata Terkecil ...................................................... 27
4.2 Pembahasan.................................................................................... 29
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 335.1 Simpulan ........................................................................................ 335.2 Saran .............................................................................................. 33
vi
HalamanDAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 34
LAMPIRAN............................................................................................... 39Gambar 18–23............................................................................................. 39Tabel 4–28................................................................................................... 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Hasil uji analisis ragam pertumbuhan bibit gaharu............................... 26
2. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter pertumbuhan tinggi..... 27
3. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter pertumbuhanjumlah daun........................................................................................... 28
4. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter pertumbuhanindeks mutu bibit (IMB) ....................................................................... 28
5. Hasil pengamatan tinggi A.malaccensis................................................ 43
6. Analisis ragam parameter tinggi ........................................................... 43
7. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter penambahan tinggi...... 43
8. Hasil pengamatan diameter A.malaccensis ........................................... 44
9. Analisis ragam parameter diameter....................................................... 44
10. Hasil pengamatan jumlah daun A.malaccensis ..................................... 45
11. Analisis ragam parameter jumlah daun................................................. 45
12. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter penambahanjumlah daun........................................................................................... 45
13. Hasil pengamatan panjang akar A.malaccensis .................................... 46
14. Analisis ragam parameter panjang akar ................................................ 46
15. Hasil pengamatan indeks mutu bibit A.malaccensis ............................. 47
16. Analisis ragam parameter indeks mutu bibit......................................... 47
17. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) parameter indeks mutu bibit ........ 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Diagram alir penelitian......................................................................... 7
2. Tata letak perlakuan percobaan............................................................ 19
3. Biji Aquilaria malaccensis ................................................................... 39
4. Semai Aquilaria malaccensis ............................................................... 39
5. Proses pemindahan semai ke polybag.................................................. 40
6. Proses aplikasi ekstrak bawang merah dan kecambah kacang hijau.... 40
7. Proses pembongkaran bibit .................................................................. 41
8. Pengukuran tinggi bibit. ....................................................................... 41
9. Pengukuran panjang akar ..................................................................... 42
10. Proses pengovenan ............................................................................... 42
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan tumbuhan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, karena tanaman ini mengandung resin yang harum sebagai salah
satu hasil hutan nonkayu (Whitmore, 1980). Resin gaharu memiliki banyak
kegunaan seperti bahan pewangi sabun, parfum, pengobatan, sampo dan yang
lainnya, sehingga menyebabkan meningkatnya permintaan pasar secara nasional
maupun internasional terus meningkat dari waktu ke waktu.
Meningkatnya permintaan pasar gaharu menyebabkan penebangan pohon secara
liar di hutan alam untuk dipanen gubalnya serta eksploitasi hutan alam untuk
keperluan industri, sehingga menyebabkan sulitnya ditemukan pohon jenis ini di
hutan alam. Produktivitas biji pohon gaharu yang rendah serta sifat benih yang
rekalsitran menyebabkan biji gaharu ini tidak dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Kesulitan ini ditambah dengan sulitnya menemukan anakan pohon
gaharu di hutan alam (Situmorang, 2000).
Penebangan di hutan alam menyebabkan tanaman ini masuk ke dalam Apendiks II
CITES sebagai pohon yang terancam punah (endangerous species) (Soehartono
dan Mardiastuti, 2003). Tahun 1995 pohon gaharu telah masuk dalam IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) red
2list. IUCN merekomendasikan agar pemerintah negara pengekspor gubal gaharu
untuk memroduksi gaharunya dalam upaya menghindari terjadinya kepunahan
terhadap jenis ini (Rahayu dan Situmorang, 2006).
Ketersedian benih yang cukup baik dalam kualitas maupun kuantitas perlu dicari
dari sumber benih baik hasil budidaya atau dari alam. Dari benih berkualitas baik
akan didapatkan bibit yang diinginkan. Selain itu pula untuk mendapatkan bibit
yang berkualitas. Dalam mendapatkan bibit berkualitas dalam jangka waktu yang
singkat dapat digunakan beberapa cara, salah satunya adalah dengan
menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT).
ZPT merupakan senyawa organik bukan hara yang dapat mendukung proses
fisiologis tumbuhan. Penggunaan ZPT dapat berguna dalam menstimulasi akar,
meningkatkan persentase perakaran dan memberikan keseragaman waktu dalam
perakaran (Weaver, 1972). Selain itu, penggunaan ZPT dapat membantu dalam
perbanyakan daun pada tanaman.
Upaya penggunaan ZPT untuk pengadaan bibit secara generatif dapat dibantu
dengan penggunaan 2 jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yaitu ZPT kimia dan ZPT
alami. ZPT alami contohnya yaitu kecambah kacang hijau dan bawang merah.
Hal ini dikarenakan bawang merah dan kecambah kacang hijau memiliki
kandungan hormon dari jenis auksin yang dapat mendukung terjadinya
pemanjangan sel dan giberelin yang dapat mendukung pertumbuhan akar dalam
konsentrasi yang tinggi sehingga mampu membantu dalam memacu pertumbuhan
akar dan daun (Marfiani dkk., 2014). Dengan demikian penggunaan hormon
auksin dapat membantu dalam mempercepat daur pohon gaharu dan mampu
3menghasilkan bibit yang baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam jangka
waktu yang lebih singkat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan masalah antara
lain sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak bawang
merah terhadap pertumbuhan bibit gaharu?
2. Dosis berapakah yang paling efisien dalam meningkatkan pertumbuhan bibit
gaharu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak bawang merah dan
kecambah kacang hijau terhadap pertumbuhan bibit gaharu (A. malaccensis).
2. Untuk menganalisis dosis ekstrak kecambah kacang hijau dan bawang merah
yang paling efisien untuk meningkatkan pertumbuhan bibit gaharu (A.
malaccensis).
41.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu teknik
perbanyakan jenis tanaman potensial agar dapat mempertahankan kualitas,
kuantitas dan kelestarian tanaman gaharu (A. malaccensis) di alam.
1.5 Kerangka Pemikiran
Gaharu merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena
mengandung resin yang harum sehingga banyak digunakan untuk berbagai
macam produk. Namun demikian, perbanyakan gaharu memiliki kendala
dikarenakan biji gaharu termasuk dalam kelompok rekalsitran. Oleh karena itu,
perlu dilakukannya perbanyakan secara cepat namun tetap menghasilkan kualitas
dan kuantitas bibit sesuai dengan kebutuhan.
Dalam rangka menghasilkan bibit dengan kualitas dan kuantitas yang mencukupi,
salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah penggunaan zat pengatur
tumbuh (ZPT). Hormon pertumbuhan yang paling umum digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah hormon auksin dan giberelin. Kedua
hormon tersebut merupakan hormon yang dapat membantu dalam pertumbuhan
akar dan pucuk batang tanaman (Dengler, 2008). Hormon tersebut dapat
ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan yang ada di alam diantaranya
kecambah kacang hijau dan bawang merah.
Pemberian ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak bawang merah dapat
digunakan sebagai ZPT alami yang mudah ditemukan dengan biaya murah.
5Menurut Setiawati dkk. (2008), bawang merah mengandung fitohormon auksin
yang mampu membantu dalam pertumbuhan akar, sedangkan kecambah kacang
hijau senyawa ZPT auksin, giberelin dan sitokonin (Ulfa, 2014). Pemberian
ekstrak bawang merah dan kecambah kacang hijau ini diharapkan dapat
membantu dalam mendapatkan kualitas dan kuantitas tanaman yang diinginkan.
Menurut Siregar dkk. (2015) pemberian ZPT bawang merah pada bibit gaharu
dapat meningkatkan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun dan
penambahan lingkar batang secara nyata. Sedangkan menurut Muswita (2011)
pemberian bawang merah terhadap stek gaharu berpengaruh terhadap persentase
hidup stek dengan konsentrasi 1% (10 cc/liter air) dan jumlah akar stek gaharu
dengan konsentrasi 0,5 % ( 5 cc/liter air) sedangkan menurut Tustiyani (2017)
pengaruh terbaik pada tanaman kopi dengan konsentrasi 200 gram/liter air.
Menurut Wardoyo (1996) perlakuan ekstrak bawang merah dengan konsentrasi
150 g/l air memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan cabang angsana
(Pterocarpus indicus). Menurut Tarigan dkk. (2017) pemberian ekstrak bawang
merah memberikan hasil yang lebih baik terhadap persentase stek hidup ketika
muncul tunas, panjang tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan volume akar stek lada
dengan konsentrasi 60 % (60 ml/liter air).
Perlakuan menggunakan ekstrak kecambah kacang hijau terhadap pertumbuhan
bibit lada berpengaruh nyata terhadap panjang tunas, panjang akar dan jumlah
akar dengan konsentrasi 300 ml/liter (Rauzana dkk., 2017), sedangkan menurut
Adelia dkk. (2013) ekstrak kecambah kacang hijau dengan konsentrasi 100 g/l air
memberikan hasil tertinggi pada hasil pengamatan tinggi tanaman bawang merah
6dan konsetrasi 200 gram/liter memberikan hasil terbaik pada jumlah daun, jumlah
anakan dan berat umbi bawang merah. Menurut Nurlaeni dan Surya (2015)
penggunaan ZPT alami seperti kecambah kacang hijau tidak terdapat perbedaan
yang nyata dengann ZPT sintetis. Hal ini mengindikasikan bahwa ZPT organik
yang dibuat memiliki kemampuan yang sama dengan ZPT sintetik untuk
merangsang pertumbuhan stek pucuk Camelia japonica dengan konsentrasi 100%
mampu memberikan persentase stek tumbuh terbaik, dan konsentrasi 50%
memberikan persentase jumlah akar, panjang akar, dan berat kering. Dari
kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat diagram alir pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Diagram alir.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijabarkan, maka dapat ditemukan
hipotesis sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh nyata dari pemberian ekstrak kecambah kacang hijau dan
bawang merah terhadap pertumbuhan bibit gaharu (A. malaccensis).
ZPT (Auksin dan Giberelin)- Membantu pertumbuhan akar- Membantu pertumbuhan
pucuk dan batang- Membantu percabangan akar
Sintetis Alami
Ekstrak
Bibit gaharu
Disiram Disemprot
- 100 gram/liter- 200 gram/liter- 300 gram/liter- 400 gram/liter
Peningkatan pertumbuhan pada bibit gaharu
Kecambahkacang hijau
Rebung Air kelapa Bawangmerah
82. Konsentrasi yang paling efektif untuk pertumbuhan bibit gaharu
(A. malaccensis) pada ekstrak kacang hijau dan ekstrak bawang merah antara
100 gram/liter sampai 300 gram/liter.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gaharu (Aquilaria malaccensis)
Gaharu memiliki nama lokal ahir, gaharu, garu, halim, alim, karas, mangkaras dan
seringak di daerah Sumatera dan di Kalimantan disebut gambil, sigi-sigi (Ponirin,
1997). Gaharu merupakan nama perdagangan dari produk kayu (incense) yang
dihasilkan oleh beberapa jenis pohon penghasil gaharu. Gaharu di dunia
perdagangan internasional dikenal dengan istilah agarwood, aloeswood, dan
eaglewood (Sumarna, 2005).
Taksonomi tanaman gaharu (A. malaccensis) menurut Tarigan (2004) adalah
Kingdom : Plantae
Sub divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotil
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Aquilaria
Spesies : A. malaccensis
A. malaccensis memiliki ciri-ciri fisiologi yang sangat unik, tinggi pohon gaharu
mencapai 40 meter dengan diameter 60 cm. Permukaan batang pada gaharu licin,
10berwarna keputihan, kadang beralur dan kayu agak keras. Bentuk daun pada
tanaman ini lonjong agak memanjang, panjang daun sekitar 6-8 cm, lebar 3-4 cm,
bagian ujung daun meruncing, dan tulang daun sekunder 12-16 pasang.
Sedangkan bunga pada pohon ini terdapat di ujung ranting, ketiak daun, kadang-
kadang di bawah ketiak daun. Bunga berbentuk lancip dengan panjang sekitar 5
mm, dan buah berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang
berwarna merah dengan panjang kurang lebih 4 cm dan lebar 2,5 cm (Tarigan,
2004).
A.malaccensis dapat tumbuh di antara daerah dataran rendah hingga ke
pegunungan pada ketinggian 0-750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan
kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk tumbuhnya tanaman ini
antara 27oC hingga 32oC dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Tanah
yang sesuai dengan jenis pohon ini adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan
pH tanah antara 4,0-6,0 (Sumarna, 2005).
Di Indonesia gaharu menyebar dari Sumatera hingga Irian Jaya. Survei pada
tahun 2001 yang dilakukan ASGARIN sisa pohon gaharu di daerah penghasil
utama gaharu adalah Sumatera sebesar 26%, Kalimantan sebesar 27%, Nusa
Tenggara sebesar 5%, Sulawesi sebesar 4%, Maluku sebesar 6% dan Papua
sebesar 37% (Tarigan, 2004).
Beberapa jenis pohon gaharu yang berpotensi untuk memroduksi gubal dan sudah
banyak eksplorasi diantaranya yaitu Aquilaria sp, Aetoxylon sympetallum,
Gyrinops, dan Gonystylus yang tersebar di daerah Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua (Sidiyasa dan Suharti, 1987).
11Pemanfaatan gaharu dapat dalam bentuk bahan baku maupun yang lainnya.
Produk yang dihasilkan dapat beranekaragam seperti aroma wangi atau harum
dengan membakar secara sederhana yang dilakukan oleh masyarakat Timur
Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Oman) untuk
mengharumkan tubuh dan ruangan. Selain itu China dan Korea menggunakan
gaharu untuk bahan baku industri minyak wangi, obat-obatan, kosmetik, dupa
serta pengawet berbagai jenis aksesoris untuk keperluan kegiatan keagaman
(Salampesi, 2004). Menurut Sumarna (2009) kandungan kimia yang terdapat
pada gaharu seperti furanoid sesquiterpen, chromone, sequiterpenoida,
cudesmana dan paleman dapat menyebabkan bau harum ketika dibakar dan
banyaknya kandungan minyak atsiri pada gaharu.
Selain digunakan untuk bahan kosmetik dan bahan parfum, gaharu dapat
digunakan untuk bahan obat herbal untuk pengobatan stress, reumatik, liver,
radang ginjal dan lambung, bahan antibiotik TBC serta kanker dan tumor. Bagian
daun dan batang serta kulit sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat
wajah dan menghaluskan kulit, serta daun pohon gaharu dapat dibuat teh untuk
kebugaran tubuh dikarenakan senyawa aktif agarospirol yang terkandung dalam
daun pohon gaharu dapat menekan syaraf pusat sehingga menimbulkan efek
menenangkan dan ampuh sebagai obat anti mabuk (Asgarin, 2004).
2.2 Benih Rekalsitran
Benih rekalsitran merupakan benih yang tidak tahan desikasi, benih jenis ini
mengalami kematian bila dikeringkan sampai batas kadar air tertentu. Benih
12rekalsitran mempunyai sifat-sifat yaitu tidak mengalami proses pengeringan pada
saat benih masak pada pohon induknya dan pada saat kadar air benih tinggi antara
40-70% tergantung jenis benihnya (Chin dkk., 1984), sedangkan menurut (King
dan Robert, 1980) benih rekalsitran memiliki sifat yang sangat peka terhadap
pengeringan dan tidak dapat disimpan pada kondisi yang cocok untuk benih
ortodok, tidak dapat dikeringkan di bawah kadar air kritikal, peka terhadap suhu
rendah, bersifat mikrobiotik atau daya relatif singkat.
Menurut Stubsgaard (1992) sebagian besar benih yang termasuk dalam benih
rekalsitran adalah benih yang berdaging dan spesies tanaman kehutanan. Menurut
King dan Robert (1980) benih rekalsitran diproduksi oleh dua tipe tanaman yaitu
tanaman yang tumbuh pada lingkungan perairan dimana benihnya tidak dapat
dikeringkan dan tanaman yang memroduksi benih pada waktu yang beraturan
serta lingkungan yang lembab.
Tingkat aktivitas metabolisme pada benih rekalsitran sangat tergantung pada sifat
rekalsitran yang dimiliki. Pada benih rekalsitran aktivitas metabolisme
berlangsung selama perkembangan benih. Hal ini mengindikasikan strategi
perkecambahan yang berbeda. Menurut (Farrant dkk., 1988) benih rekalsitran
mengalami aktivitas respirasi tinggi pada saat lepas dari tanaman induk.
2.3 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik selain hara yang dalam konsentrasi
rendah yang dapat mendorong atau menghambat proses fisiologi tanaman (Tukey,
1954). Pemakaian zat pengatur tumbuh pada stek dapat menstimulasi akar,
13meningkatkan persentase perakaran dan memberikan keseragamaan waktu
perakaran (Weaver, 1972). ZPT yang paling banyak digunakan adalah golongan
auksin.
Auksin adalah senyawa yang dicairkan dengan fungsi untuk pemanjangan sel
pada pucuk dengan struktur kimianya dicirikan oleh adanya indole ring dan
senyawa organik yang dapat mengatur bentuk pembentukan tanaman dan dapat
aktif di luar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit. Auksin adalah
salah satu hormon tumbuh yang mendukung proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Abidin, 1983).
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), beberapa ZPT yang tergolong auksin
sintetik, yang sering digunakan untuk merangsang pembentukan akar adalah
Indole Acetic Acid (IAA) dan Naphthalene Acetic Acid (NAA). Perbedaan
aktifitas ZPT ini ditentukan oleh spesies yang dipakai, fisiologi stek dan keadaan
lingkungan. Auksin yang banyak digunakan adalah IAA (Indole Acetic Acid),
IBA (Indole Butyric Acid) dan NAA (Napthalene Acetic Acid). Untuk mendorong
pertumbuhan stek dari tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak banyak
digunakan auksin sintetik NAA dan IBA. Mekanisme kerja NAA dan IBA adalah
merangsang pembelahan sel (Wattimena, 1988).
2.4 Zat Pengantur Tumbuh Alami
Zat pengatur tumbuh tanaman mengandung pengertian senyawa organik bukan
nutrisi yang disintesis di salah satu bagian tubuh tanaman dan dipindahkan ke
bagian lain dalam konsentrasi rendah mampu menimbulkan respon biokimia,
14fisiologi dan morfologi (Santoso dan Nursandi, 2003). Berdasarkan sumbernya,
ZPT dapat diperoleh baik secara alami maupun sintetik. Umumnya ZPT alami
langsung tersedia di alam dan berasal dari bahan organik, contohnya air kelapa,
urin sapi, ekstrak buah-buahan (tomat, pisang ambon, alpukat) dan ekstrak
kecambah tanaman (kecambah jagung dan kecambah kacang hijau) dan dari
bagian tanaman lainnya (Nurlaeni dan Surya, 2015). ZPT yang bersumber dari
bahan organik lebih bersifat ramah lingkungan, mudah didapat, aman digunakan,
dan lebih murah.
Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok yaitu, Auksin,
Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Asam Absisat dengan ciri khas serta pengaruh
yang berlainan terhadap proses fisiologis tanaman (Salisbury dan Ross, 1995).
Hormon yang paling sering digunakan pada perbanyakan tanaman yaitu auksin
dan sitokinin.
2.5 Kecambah Kacang Hijau
Kecambah kacang hijau merupakan suatu bahan alami yang mengandung mineral
dan vitamin yang berguna bagi tanaman. Salah satu kandungan yang ada pada
kecambah kacang hijau yaitu hormon auksin dimana hormon ini berperan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hormon auksin berperan
untuk perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem,
pembentukan akar, dominan apikal, respon tropisme serta menghambat
pengguguran daun. Menurut Ulfa (2014) ekstrak kecambah kacang hijau
15memiliki konsentrasi senyawa zat pengatur tumbuh auksin 1,68 ppm, giberelin
39,94 ppm, dan sitokinin 96,26 ppm.
Ekstrak kecambah kacang hijau merupakan bahan yang sangat potensial sebagai
fitohormon auksin dalam bentuk IAA. Konsentrasi optimum dari ekstrak
kecambah kacang hijau dapat meningkatkan pembentukan akar tanaman dengan
baik, sehingga penggunaan banyak auksin dapat membantu dalam pertumbuhan
dari berbagai jenis tanaman (Sujanaatmaja dan Ukun, 2006).
Menurut Soepraptop (1992) kecambah kacang hijau merupakan bahan yang
mengandung vitamin dan mineral yang dapat berguna bagi tanaman. Mineral
yang ditemukan dalam kecambah kacang hijau adalah kalsium (Ca), besi (Fe),
magnesium (Mg), fosfor (P), kalium (K), natrium (Na), zink (Zn), tembaga (Cu),
dan mangan (Mn). Sedangkan asam amino esensial yang terkandung dalam
kecambah kacang hijau antara lain triptofan 1,35%, treonin 4,50%, fenilalanin
7,07%, metionin 0,84%, lisin 7,94%, leusin 12,90%, isoleusin 6,95%, valin
6,25%. Tryptophan adalah zat organik terpenting dalam proses biosintesis IAA
(auksin). Kecambah kacang hijau juga mempunyai kandungan beberapa anti
oksidan yaitu fitosterol, vitamin E, fenol dan beberapa mineral seperti mangan,
zink, tembaga dan besi.
Selain itu juga kecambah kacang hijau mengandung beberapa antioksidan dan zat
yang berhubungan dengan antioksidan yaitu fitosterol, vitamin E, fenol dan
beberapa mineral (Astawan, 2005). Vitamin E berperan sebagai antioksidan yang
dapat melindungi asam lemak tak jenuh agar tidak teroksidasi dan sebagai
pemelihara keseimbangan intraseluler (Yulfiperius dkk., 2003).
16Penggunaan beberapa zat pengatur tumbuh alami pada perbanyakan tanaman
diantaranya berdasarkan hasil penelitian Apriska dkk. (2015), ekstrak kecambah
kacang hijau sebagai pengganti zat pengatur tumbuh sintetik memberikan
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perbanyakan jumlah propagul pisang
barangan (Musa acuminata Colla.) secara in vitro dengan konsentrasi 8 ppm.
Selain itu, ekstrak kecambah kacang hijau juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan anggrek bulan secara in-vitro dengan konsentrasi tertinggi yaitu
150 g/l pada variabel tinggi tanaman, panjang dan jumlah daun, serta panjang dan
jumlah akar (Amilah dan Astuti, 2006).
2.6 Bawang Merah
Bawang merah merupakan sejenis umbi-umbian yang mengandung fitohormon
dan aliin. Fitohormon yang dikandung bawang merah adalah auksin (Setiawati,
2008). Menurut Abidin (1993) auksin berfungsi dalam pengembangan sel,
pertumbuhan akar, fototropisme, geotropisme, partenokarpi, apikal dominan,
pembentukan kalus, dan respirasi. Bawang merah merupakan bahan tanaman
yang fitratnya dapat digunakan untuk pembibitan. Menurut Kusdijanto (1998)
fitrat bawang merah mengandung ZPT yang mempunyai peranan mirip IAA.
Umbi bawang merah memroduksi hormon auksin dalam jaringan meristem aktif,
yaitu jaringan yang memiliki sel yang dapat membelah dengan cepat. Biasanya
auksin dapat ditemukan pada tunas, pucuk tanaman, daun muda, buah, dan ketiak
daun (Gardner dkk., 1991). Hormon auksin pada bawang merah dapat
meningkatkan proses pemanjangan sel, auksin pada bawang merah menyebabkan
17sel penerima dalam tanaman mengeluarkan hormon ion hidrogen ke dinding sel
kemudian menurunkan pH dan mengakibatkan dinding sel mengendor dan terjadi
pertumbuhan pemanjangan sel (Siswanto, 2010).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, pada bulan Maret sampai dengan Juni 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan polybag, timbangan, blender, gelas ukur, pisau, penggaris,
caliper, kertas label, benang, saringan dan pita meter. Bahan yang digunakan
adalah bibit gaharu (A. malaccensis), bawang merah, kecambah kacang hijau
(tauge), media tanam berupa top soil, dan air.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan
berupa 2 kontrol, 4 pemberian ekstrak bawang merah dengan berbagai dosis, dan
4 pemberian ekstrak kecambah kacang hijau dengan berbagai dosis. Perlakuan
diulang sebanyak 3 kali ulangan dengan unit percobaan 5 tanaman pada setiap
unit percobaan, sehingga keseluruhan tanaman yang dibutuhkan berjumlah 135
tanaman. Perlakuan dosis ekstrak kecambah kacang hijau (tauge) yaitu dengan
dosis 0 g kecambah kacang hijau/liter air (CO), 100 g kecambah kacang
19hijau/liter air (K1), 200 g kecambah kacang hijau/liter air (K2), 300 g kecambah
kacang hijau/liter air (K3), dan 400 g kecambah kacang hijau/liter air (K4).
Sedangkan perlakuan dosis bawang merah yaitu dengan dosis 0 g bawang
merah/liter air (CO), 100 g bawang merah/liter air (B1), 200 g bawang merah/liter
air (B2), 300 g bawang merah/liter air (B3), dan 400 g bawang merah/liter air (B4).
Tata letak setiap satuan ditentukan dengan menggunakan tabel acak sehingga
setiap satuan percobaan mempunyai peluang letak yang sama. Tata letak
perlakuan percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tata letak perlakuan percobaan.
Model matematika dari rancangan acak lengkap efektivitas ZPT ekstrak kecambah
kacang hijau (tauge) dan bawang merah pada pertumbuhan bibit gaharu adalah.
Ŷ = µ + ɑ + ɛ
Keterangan :Ŷ = Hasil Pengamatanµ = Nilai Tengah Umumɑ = Pengaruh ZPTɛ = Efek Galat Percobaan
K4U1 B1U1 K2U1 B4U2K2U2B2U2B3U1K4U2COU1
K3U1
B3U2
B4U4
K3U4
B1U5
B2U4
B3U4
B2U3
K1U4 COU5
B3U3
K1U1B4U3 COU2
K1U5
B1U3
K2U5 B1U2
K4U3
B2U1
COU4
B4U5
K4U4 B4U1
K1U3
B2U5
B1U4
K3U3
K3U5
B3U5
K2U3
K4U5
K3U2
K2U4
COU3
K1U2
203.4 Pelaksanaan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:
A. Persiapan media tumbuh
Media yang digunakan berupa top soil yang sebelumnya telah disterilkan
dengan cara disangrai selama 10 – 15 menit. Media tumbuh kemudian
dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 15 cm x 15 cm.
B. Persiapan semai
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih gaharu yang
diperoleh dari budidaya tanaman gaharu di daerah Pekalongan, Lampung
Timur. Benih kemudian disemaikan menggunakan media pasir sebelumnya
yang telah disterilisasi. Semai gaharu yang dipilih adalah semai dengan
kondisi yang sehat (bebas dari hama dan penyakit) dan memiliki
pertumbuhan yang normal. Kemudian semai disapih dan dipilih semai dalam
kondisi sehat dan memiliki tinggi seragam yang kemudian dipindahkan ke
polybag yang berisi media tumbuh semai. Setelah itu semai disiram dan
dibersihkan dari gulma.
C. Pembuatan ekstrak bawang merah dan kecambah kacang hijau (tauge)
a. Pembuatan ekstrak bawang merah
Pembuatan ekstrak bawang merah dengan cara memilih bawang merah yang
kondisi baik (tidak busuk) kemudian dikupas kulitnya setelah itu ditimbang
berdasarkan bobotnya setelah itu bawang merah dihaluskan dengan cara di
blender. Setelah diblender bawang merah yang sesuai takaran dicampurkan
air sebanyak 1 liter per masing-masing bobot dan ekstrak siap diaplikasikan.
21b. Pembuatan ekstrak kecambah kacang hijau (tauge)
Pembuatan ekstrak kecambah kacang hijau (tauge) dengan cara direndam
menggunakan air kemudian dipisahkan antara kacang hijau yang tenggelam
dan terapung. Kacang hijau yang tenggelam kemudian direndam selama 24
jam, setalah itu kecambah kacang hijau diblender dan dicampurkan air
sebanyak 1 liter sesuai dengan bobotnya dan ekstrak siap diaplikasikan.
D. Penyapihan
Setelah kecambah berumur 8 minggu, semai disapih menggunakan media
tumbuh yang berisi tanah top soil. Bibit gaharu siap diberi perlakuan setelah
seminggu penyapihan.
E. Pengaplikasian ekstrak tauge dan bawang merah
Ekstrak tauge disemprotkan pada bibit A.malaccensis dengan dosis 0 g/l
(CO), 100 g/l (K1), 200 g/l (K2), 300 g/l (K3), dan 400 g/l (K4). Ekstrak
bawang merah dengan dosis 0 g/l (CO), 100 g/l (B1), 200 g/l (B2), 300 g/l
(B3), dan 400 g/l(B4) per bibit pada taraf perlakuan. Penyemprotan tersebut
dilakukan setiap bulan selama 3 bulan perlakuan. Pengaplikasian ZPT
dengan cara disemprotkan untuk beberapa jenis tanaman menunjukkan daya
serap yang lebih baik, karena hormon dan nutrisi dapat diserap melalui
stomata ataupun melalui celah retakan kutikula dan celah epidermis di
permukaan daun bagian atas (Trubus, 2010), karena auksin diproduksi dalam
jaringan yang masih aktif seperti tunas, daun muda, dan buah (Gardner dkk.,
1991). Auksin merupakan ZPT yang sifatnya mobile. Hormon auksin
22menyebar luas dalam tubuh tanaman, penyebar luasannya dari atas ke bawah
hingga titik tumbuh akar melalui floem atau parenkim (Rismunandar, 1998).
F. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan untuk memberikan kondisi yang baik bagi bibit
gaharu dalam proses pertumbuhan. Kegiatan yang dilakukan yaitu
penyiraman serta pengendalian gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari.
Pengendalian gulma dilakukan setiap seminggu sekali dengan membersihkan
media tumbuh.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati peubah pertumbuhan bibit.
Peubah yang diamati diantaranya sebagai berikut.
A. Pertambahan tinggi (cm)
Pengukuran tinggi dimulai dari kolet sampai dengan buku-buku batang
(nodus) terata dengan menggunakan penggaris. Kolet adalah daerah
perbatasan antara hipokotil dengan akar semai yang merupakan tempat
letaknya kotiledon. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
B. Perubahan diameter (mm)
Diameter batang diukur dari kolet dengan menggunakan caliper. Pengukuran
dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
23C. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung pada awal dan akhir penelitian. Daun yang dihitung
adalah daun yang telah terbuka karena daun yang membuka sempurna
memperoleh fotosintesis lebih optimal. Sedangkan daun muda yang masih
menggulung tidak dihitung.
D. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur dari kolet sampai dengan akar terpanjang dengan
menggunakan benang, mengikuti bentuk akar. Kemudian benang diukur
dengan penggaris 30 cm. Pengukuran dilakukan saat akhir penelitian.
E. Indeks mutu bibit (IMB)
BKTIMB = T + BKP
D BKA
Keterangan :IMB = Indeks mutu bibitBKT = Berat kering total (g)T = Tinggi (cm)D = Diameter (mm)BKP = Berat kering pucuk (g)BKA = Berat kering akar (g)
3.6 Analisis data
Analisis data yang dilakukan setalah data didapatkan yaitu.
A. Uji homogenitas ragam
Homogenitas ragam diuji menggunakan uji Bartlett untuk menentukan ada
tidaknya kehomogenan data, dan hasil dari perhitungannya disajikan ke dalam
bentuk tabel (Garpersz, 1994).
24Rumus:
X2 = (ln10)[B ∑(n log Si2]
B = (log S2)∑(ni
S2
Jika X2hitung > X2
tabel, maka data yang diperoleh tidak homogen, sehingga perlu
dilakukan transformasi data menggunakan transformasi akar √Y+1. Sedangkan
jika X2hitung < X2
tabel, maka homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis
ragam.
B. Analisis Ragam
Analisis ragam dilakukan untuk menguji hipotesis tentang faktor perlakuan
terhadap keragaman data hasil percobaan atau untuk menyelidiki ada tidaknya
pengaruh perlakuan terhadap keragaman data hasil penelitian.
FK = (Y…)2
t.r
JKP = (Y1)2 + (Y2)2 + (Yi….)2
r
JKT = (Y1.1)2+(Yi…)2 FK
JKG = JKT JKP
KTP = JKPdb perlakuan
KTG = JKTdb Galat
F hitung = KT PerlakuanKT Galat
FK
25Jika Fhitung > Ftabel, maka terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah menggunakan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Namun jika Fhitung < Ftabel maka tidak ada
pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak perlu dilakukan uji
lanjut.
C. Uji Beda Nyata Terkecil
Untuk mengetahui dosis yang paling baik terhadap pertumbuhan bibit mahoni
dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Semua perhitungan dilakukan pada taraf nyata 5% (Hanafiah, 2011). Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut.
BNT : tα(v). Sd
Sd : √2KNTr
Keterangan : tα(v): nilai baku student pada taraf α dan derajat bebas galat v.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemberian ZPT alami kecambah kacang hijau dan ekstrak bawang merah ter-
bukti meningkatkan pertumbuhan tinggi, penambahan diameter, jumlah daun,
panjang akar, dan indeks mutu bibit (IMB) A. malaccensis.
2. Ekstrak bawang merah dengan dosis 200 g/l adalah ZPT alami terbaik untuk
meningkatkan indeks mutu bibit A. malaccensis.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman A. malaccensis disarankan untuk
memberikan hormon alami berupa ekstrak kecambah kacang hijau dan bawang
merah dengan dosis 200 g/l.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Zat Pengatur Tumbuh. Buku.Angkasa. Bandung. 85 hlm.
Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.Buku. Angkasa. Bandung. 85 hlm.
Adelia, A., Sarjiah. dan Utama, N.A. 2013. Pengaruh konsentrasi dan lamaperendaman ekstrak rebung dan tauge terhadap pertumbuhan tunas dan hasilbawang merah (allium ascalonicum l). Jurnal Agroteknologi. 1(1) : 1-7.
Amilah dan Astuti, Y. 2006. Pengaruh konsentrasi ekstrak taoge dan kacanghijau pada media vacin and went (vw) terhadap pertumbuhan kecambahanggrek bulan (phalaenopsis amabilis, l). Bulletin Penelitian. 1(9) : 78-96.
Apriska, F., Latunra, A.I., Baharuddin. dan Masniawati, A. 2015. Responpertumbuhan propagul pisang barangan (musa acuminata colla.) padabeberapa konsentrasi ekstrak kecambah kacang hijau secara in vitro. JurnalBiologi. 1(1) : 1-12.
Artanti, F. Y. 2007. Pengaruh Macam Pupuk Organik Cair dan Konsentrasi IAATerhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana BertoniM.). Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 116 hlm.
Asgarin. 2004. Tata niaga perdagangan gaharu indonesia. ProsidingPengelolaan HHBK Gaharu. Jakarta. 1 : 21-28
Astawan, M. 2005. Kacang Hijau, Antioksidan yang Membantu Kesuburan Pria.Artikel. <http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_kacanghijau.php>.Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Chin, H.F., Hor, Y.L. dan Lassim, M. 1984. Indentification on recalcitrant seed.Jurnal Seed Sci Tech. 12(1) : 429-437.
Dengler, N.G. 2008. Plant Development.http:www.bioone/plant_development.htm. Artikel. Diakses pada tanggal23 Desember 2017.
35Farrant, J.M., Pammenter, N.W. dan Berjak, P. 1988. Recalcitrant a current
assessmment. Jurnal Seed Sci Technol. 16(1) : 155-166.
Gardner, F. P., Pearce, R.B. dan Mitchell, R.L. 1991. Physiology of Crop Plants.Buku. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hlm
Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung.472 hlm.
Hairiah, K., Widianto. dan Sunaryo. 2004. Ketebalan Seresa sebagai IndikatorDaerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. Buku. World Agroforestry Centre.Universitas Brawijaya. Malang. 41 hlm.
Hanafiah, K. A. 2011. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku.PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm.
Hendromono. 2003. Kriteria penilaian mutu bibit dalam wadah yang siap tanamuntuk rehabilitasi hutan dan lahan. Bulletin Litbang Kehutanan. Vol. 4(3) :12-15.
Karnedi. 1998. Pengaruh Konsentrasi Urine Sapi Terhadap Pertumbuhan BibitPanili (Vanila planifora Andrew). Skripsi. Universitas Andalas. Padang.54 hlm.
Kasijadi, F., Purbiati, T., Mahfudi, M.C., Sudaryono, T. dan Soemarsono, S.R.1999. Teknologi pembibitan salak secara cangkok. Jurnal Hort. 9(1) : 1-7.
King, M.W. dan Robert, E.H. 1980. The Characteristic of Recalcitrant Seeds.Buku. Tropical press SDN. Kuala Lumpur. 241 hlm.
Khair, H., Meizal. dan Hamdani, Z.R. 2013. Pengaruh konsentrasi ekstrakbawang merah dan air kelapa terhadap pertumbuhan stek tanaman melatiputih (jasminum sambac l.). Jurnal Agrium. 18(2) : 130-138.
Kusdijanto, E. 1998. Peran Konsentrasi dan Perbandingan Campuran AirKelapa dan Homogenat Bawang Merah Terhadap Pertumbuhan Awal StekBeberapa Kultivar Jeruk. Skripsi. Universitas Jember. Jember. 45 hlm.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Buku. Jasaguna. Bogor.97 hlm.
Marfiani, M., Rahayu, Y.S. dan Ratnasari, E. 2014. Pengaruh pemberianberbagai konsentrasi filtrate umbi bawang merah rootone f terhadappertumbuhan stek melati “rato ebu”. Jurnal Lentera Bio. 3(1): 73-76.
Muswita. 2011. Pengaruh konsentrasi bawang merah (alium cepa l) terhadappertumbuhan setek gaharu (aquilaria malaccensis oken). Jurnal PenelitianUniversitas Jambi Seri Sains. 13(1) : 15-20.
36Noggle, G.R. and Fritz, G.R. 1983. Introductory Plant Physiology. Buku.
Englewood Cliffs. New Jersey. 627 hlm.
Nurlaeni, Y. dan Surya, M.I. 2015. Respon stek pucuk camelia japonica terhadappemberian zat pengantur tumbuh organik. Jurnal Sem Nas Masy BiodivIndon. 1(5) : 1211-1215.
Ponirin, S. 1997. Budidaya Gaharu. Buku. Departemen Kehutanan. Jakarta.54 hlm.
Pidjath, C. 2006. Kualitas Bibit Acacia Crassicarpa A. Cun. Ex Benth. HasilSinergi Bioorganic dengan Cendawan Mikoriza Arbuskular Di Ultisol.Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hlm.
Rauzana, A., Marlina. dan Mariana. 2017. Pengaruh pemberian ekstrak taugeterhadap pertumbuhan bibit lada (piper nigrum linn). Jurnal Agrotropikahayati. 4(3) : 178-186.
Rahayu ,G. dan Situmorang, J. 2006. Menuju Produksi Senyawa Gaharu secaraLestari. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI. Lembaga Penelitian danPemberdayaan Masyarat Institut Pertanian Bogor. Bogor. 242 hlm.
Rismunandar. 1992. Hormon Tanaman dan Ternak. Buku. Penebar Swadaya,Jakarta. 58 hlm.
Rochiman, K. dan Harjadi, S.S. 1973. Pembiakan Vegetatif. Buku. DepartemenAgronomi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hlm.
Salampesi, F. 2004. Tata Niaga Perdagangan dan Ekspor Komoditi Gaharu.Makalah Pengajaran Pengembangan Gaharu. Seameo Biotrop. Bogor.34 hlm.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Keempat.Buku. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 315 hlm.
Santoso, U. dan Nursandi, F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Buku.Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang. 191 hlm.
Setiawati, W. R., Murtiningsih, N., Gunaeni. dan Rubiati, T. 2008. TumbuhanBahan Pestisida Nabati. Buku. Balai Penelitian Tanaman Sayur. Bandung.203 hlm.
Sidiyasa, K. dan Suharti, M. 1987. Jenis-jenis tumbuhan penghasil gaharu.Prosiding Diskusi Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal. 3(4) : 11-16.
Siregar, A.P., Zuhry, E. dan Sampoerno. 2015. Pertumbuhan bibit gaharu(aquilaria malaccensis) dengan pemberian zat pengatur tumbuh asal bawangmerah. Jurnal Jom Faperta. 2(1) : 1-10.
37Siswanto. 2004. Penggunaan auksin dan sitokinin alami pada pertumbuhan bibit
lada panjang (piper retrofractumvah l.). Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia.3(2) : 128-132.
Siswanto, U., Sekta, N.D. dan Romeida, A. 2010. Penggunaan auksin dansitokinin alami pada pertumbuhan bibit lada panjang (piper retrofractumvah l). Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. 3(2) : 128-132.
Situmorang, J. 2000. Mikropropagasi Kayu Gaharu (Aquilaria spp.) Asal RiauSerta Identifikasi Sifat Genetiknya Berdasarkan Analisa Isoenzim. Tesis.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 hlm.
Soehartono, T. dan Mardiastuti, A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES diIndonesia. Buku. JICA. Jakarta. 373 hlm.
Soeprapto, H.S. 1992. Bertanam Kacang Hijau. Buku. Penebar Swadaya.Jakarta. 59 hlm.
Stubsgaard, F. 1992. Seed Storage. Buku. Danida Forest Seed Centre.Denmark. 36 hlm.
Sujanaatmaja dan Ukun. 2006. Pemanfaatan Limbah dan Bahan Alam Hayatiuntuk Produksi Biostimulant-fitohormon Perangsang PertumbuhanTanaman Pangan Dan Hortikultura. Buku. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Bandung. 64 hlm.
Sumarna, Y. 2009. Gaharu Budidaya dan Rekayasa Produksi. Buku. PenebarSwadaya. Jakarta. 291 hlm.
Sumarna, Y. 2005. Budidaya Gaharu Edisi ke-2. Buku. Penebar Swadaya.Jakarta. 93 hlm.
Sumiasri, N. dan Priadi, D. 2003. Pertumbuhan stek cabang sungkai (peronemacanescens jack) pada berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh (ga3) dalammedia cair. Jurnal Natur Indonesia. 6(1) : 1-2.
Susanti, E. 2011. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Filtrat UmbiBawang Merah (Allium ascolanicum L. ) dan Rootone-F TerhadapPertumbuhan Vegetatif Tanaman Jambu Air (Syzygium aqueum L.) denganCara Stek Batang. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.50 hlm.
Tukey, H. B. 1954. Plant Regulator in Agriculture. Buku. John Wiley and SonsInc. New York. London. 296 hlm.
Tarigan, P.L., Nurbaiti. dan Yoseva, S. 2017. Pemberian ekstrak bawang merahsebagai zat pengatur tumbuh alami pada pertumbuhan setek lada (pipernigrum l). Jom Faperta. 4(1) : 1-11.
38Tarigan, K. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Buku. Departemen
Kehutanan. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. 43 hlm.
Trubus. 2010. Semprot Saja ke Daun!. http://www.trubus-online.co.id/semprot-saja-ke-daun/. Artikel. Diakses pada hari Rabu, 14 November 2018.Pukul 10.45 WIB.
Tustiyani, I. 2017. Pengaruh pemberian berbagai zat pengatur tumbuh alamiterhadap pertumbuhan stek kopi. Jurnal Pertanian. 8(1) : 46-50.
Ulfa. 2014. Peran Senyawa Bioaktif Tanaman sebagai Zat Pengatur Tumbuhdalam Memacu Produksi Umbi Mini Kentang Solanum tuberosum L. PadaSistem Budidaya Aeroponik. Disertasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.38 hlm.
Wardoyo. 1996. Respon Pertumbuhan Stek Cabang Sungkai (Peronemacanescens Jack) Terhadap Posisi Penanaman dan Hormon Tumbuh AirKelapa Muda. Skripsi. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.48 hlm.
Wattimena, G.A. 1988. Respon pertumbuhan bibit stek lada (piper nisrum l.)terhadap pemberian air kelapa dan berbagai jenis cma. Jurnal Agronobis.1(1) : 36-47.
Weaver, J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. Buku. WH Freemanand Company. San Fancisco. 594 hlm.
Whitmore, T.C. 1980. Potentially economic species of southeast asia forest.Jurnal Bio Indonesia. 7(1) : 65–74.
Yulfiperius., Mokoginta, I. dan Jusadi, D. 2003. Pengaruh kadar vitamin e dalampakan terhadap kualitas telur ikan patin (pangasius hypophthalmus). Jurnallktiologi Intlonesia. 3(1) : 11-18.