Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS BUAH TOMAT (Solanum lycopersicum L.)
SEBAGAI RADIOPROTEKTOR PADA
LIMFOSIT DARAH MANUSIA BERBASIS MIKRONUKLEI
APRIANI MUTMAINAH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
ii
EFEKTIVITAS BUAH TOMAT (Solanum lycopersicum L.)
SEBAGAI RADIOPROTEKTOR PADA
LIMFOSIT DARAH MANUSIA BERBASIS MIKRONUKLEI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
APRIANI MUTMAINAH
11160950000058
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
iii
EFEKTIVITAS BUAH TOMAT (Solanum lycopersicum L.)
SEBAGAI RADIOPROTEKTOR PADA
LIMFOSIT DARAH MANUSIA BERBASIS MIKRONUKLEI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
APRIANI MUTMAINAH
11160950000058
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Dasumiati, M.Si Teja Kisnanto, S.Si., M.Biomed
NIP. 197309231999032002 NIP. 198411032009011004
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 197505262000122001
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Efektivitas Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) sebagai
Radioprotektor pada Limfosit Darah Manusia Berbasis Mikronuklei” yang
ditulis oleh Apriani Mutmainah, NIM 11160950000058 telah diuji dan
dinyatakan “LULUS” dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Juni 2021.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui:
Penguji I, Penguji II,
Narti Fitriana, M.Si
NIDN. 0331107403 NIP. 197006282014112002
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Dasumiati, M.Si Teja Kisnanto, S.Si., M.Biomed
NIP. 197309231999032002 NIP. 19841103 2009011004
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi
Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 197106082005011005 NIP. 197505262000122001
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2021
Apriani Mutmainah
11160950000058
vi
ABSTRAK
Apriani Mutmainah. Efektivitas Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.)
sebagai Radioprotektor pada Limfosit Darah Manusia berbasis Mikronuklei.
Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Dasumiati
dan Teja Kisnanto.
Paparan radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung
dengan menginduksi ionisasi dan eksitasi molekul Deoxyribonucleic Acid (DNA)
dan secara tidak langsung melalui pembentukan radikal bebas. Kandungan
antioksidan pada buah tomat dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam
menangkap senyawa radikal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
potensi buah tomat sebagai radioprotektor dalam menekan pembentukan
mikronuklei (MN) pada limfosit darah manusia. Sampel darah diambil dari tiga
orang responden dan dibagi dalam kelompok radiasi dan non radiasi. Masing-
masing kelompok diberi perlakuan buah tomat konsentrasi 0, 5, 10, dan 25 mg/ml
dengan interval waktu pemberian 1 dan 2 jam sebelum paparan radiasi gamma
dosis 2 Gy. Dilakukan uji Cytokinesis-Block Micronucleus Cytome (CBMNCyt)
untuk mengamati pembentukan MN pada sel limfosit. Paparan radiasi
meningkatkan frekuensi MN dalam sel limfosit darah (p<0,05). Pemberian buah
tomat dan lamanya durasi inkubasi tidak mempengaruhi tingkat frekuensi MN
pada limfosit darah (p>0,05), namun dapat menurunkan frekuensi MN sebesar 4-
9%. Konsumsi buah tomat sebelum radiasi berpotensi sebagai radioprotektor pada
limfosit darah dengan menekan pembentukan MN.
Kata kunci: Mikronuklei, Radiasi Pengion, Radioprotektor, Solanum
lycopersicum L.
vii
ABSTRACT
Apriani Mutmainah. Effectiveness of Tomatoes (Solanum lycopersicum L.)
as Radioprotector in Human Blood Lymphocytes Micronuclei-based.
Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and
Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021.
Advised by Dasumiati and Teja Kisnanto.
Exposure to ionizing radiation can cause cell damage directly by inducing
ionization and excitation of Deoxyribonucleic Acid (DNA) molecules and
indirectly through the formation of free radicals. The content of various
antioxidants in tomatoes are known to be strong radical scavengers. The study
aimed to investigate whether tomato can act as radioprotector by suppressing
micronuclei formation in human lymphocytes. Blood samples taken from 3
respondents were divided into radiation and non-radiation groups. Each group was
treated with tomato concentrations of 0, 5, 10, and 25 mg/ml at appropriate
intervals 1 and 2 hours before ɣ-irradiation at dose of 2 Gy. The Cytokinesis-
Block Micronucleus Cytome (CBMNCyt) assay was carried out to observe the
formation of micronuclei (MN) in blood lymphocytes. Radiation exposure
increase the number of MN in human lymphocytes (p<0,05). Tomato pretreatment
and the duration of incubation did not affect the level of MN frequency in blood
lymphocytes (p>0.05), but it could reduce the MN frequency by 4-9%.
Consumption of tomatoes before radiation have a potential as a radioprotector on
blood lymphocytes by suppressing the formation of MN.
Keywords: Micronuclei, Ionizing Radiation, Radioprotector, Solanum
lycopersicum L.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah subhanahu wata’ala atas rahmat dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Buah Tomat (Solanum
lycopersicum L.) sebagai Radioprotektor pada Limfosit Darah Manusia berbasis
Mikronuklei”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Priyanti, M.Si. dan Narti Fitriana, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Dosen Pembimbing I Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membimbing dan memberikan arahan selama proses penyusunan skripsi.
4. Teja Kisnanto, S.Si., M.Biomed selaku Pembimbing II Pusat Teknologi
Keselamatan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR-
BATAN), Pasar Jum’at, Jakarta Selatan yang telah membimbing dan
memberikan arahan selama proses penyusunan skripsi.
5. Dra. Yanti Lusiyanti selaku Pembimbing teknis di PTKMR-BATAN, Pasar
Jum’at, Jakarta Selatan yang selalu memberikan pengarahan serta pemahaman
selama penelitian berlangsung.
6. Dr. Nani Radiastuti, M.Si dan Indri Garnasih, M.Si selaku Dosen Penguji I
dan II Seminar Proposal dan Seminar Hasil yang telah memberikan berbagai
masukan dan saran kepada penulis.
ix
7. Narti Fitriana, M.Si dan Ir. Etyn Yunita, M.Si selaku Dosen Penguji I dan II
Sidang Skripsi yang telah memberikan berbagai masukan dan saran kepada
penulis.
8. Prof. Dr. Mukh Syaifudin selaku Kepala PTKMR-BATAN, Pasar Jum’at,
Jakarta Selatan beserta jajarannya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan
dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran dari semua pihak penulis perlukan
agar terbentuk tulisan yang bermanfaat bagi semua.
Jakarta, Juni 2021
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ...x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1
1.1.Latar Belakang .................................................................................... ..1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................... ..3
1.3.Hipotesis .............................................................................................. ..3
1.4.Tujuan Penelitian ................................................................................. ..4
1.5.Manfaat Penelitian ............................................................................... ..4
1.6.Kerangka Berpikir ............................................................................... ..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... ..6
2.1. Radiasi ................................................................................................ ..6
2.2. Interaksi Radiasi Pengion dengan Materi Biologis ............................ ..7
2.3. Limfosit .............................................................................................. ..8
2.4. Uji Cytokinesis-Block Micronucleus Cytome (CBMNCyt)................ ..9
2.5. Radioprotektor .................................................................................... 13
2.6. Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) ............................................ 14
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 16
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 16
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 16
3.3. Rancangan Penelitian ......................................................................... 16
3.4. Cara Kerja .......................................................................................... 17
3.5. Analisis Data ...................................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20
4.1. Determinasi Efek Sitostatik pada Sampel Darah ............................... 20
4.2. Determinasi Pembentukan MN pada Sampel Darah .......................... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 31
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 31
5.2. Saran ................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32
LAMPIRAN .......................................................................................................... 38
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian Efektivitas Buah Tomat (Solanum
lycopersicum L.) sebagai Radioprotektor pada Limfosit Darah
Manusia berbasis Mikronuklei ............................................................ ..5
Gambar 2. Daya tembus berbagai jenis radiasi pengion ....................................... ..6
Gambar 3. Mikronuklei pada sel binukleat limfosit darah manusia ..................... 10
Gambar 4. Proses pembentukan Mikronuklei (MN) dan Nucleoplasmic
Bridge (NPB) ...................................................................................... 11
Gambar 5. Proses pembentukan Mikronuklei (MN) dan Nuclear Bud
(NBUD) ............................................................................................... 12
Gambar 6. Visualisasi sel limfosit mononukleat, binukleat, trinukleat, dan
tetranukleat sebagai dasar perhitungan Nuclear Division Index
(NDI) ................................................................................................... 20
Gambar 7. Grafik nilai Nuclear Division Index (NDI) berdasarkan
perlakuan pemberian buah tomat dan durasi inkubasi pada
sampel radiasi dan non radiasi ............................................................ 21
Gambar 8. Visualisasi Binucleated Cell (BNC) disertai Mikronuklei (MN)
pada sampel radiasi ............................................................................. 23
Gambar 9. Grafik frekuensi Mikronuklei (MN) berdasarkan perlakuan
pemberian buah tomat dan durasi inkubasi pada sampel radiasi
dan non radiasi ................................................................................... 25
Gambar 10. Visualisasi Binucleated Cell (BNC) disertai Nucleoplasmic
Bridge (NPB) dan Nuclear Bud (NBUD) ........................................... 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil identifikasi/determinasi tanaman oleh Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ....................... 38
Lampiran 2. Dokumentasi penelitian .................................................................... 39
Lampiran 3. Data hasil perhitungan nilai Nuclear Division Index (NDI)
dari semua sampel radiasi ................................................................... 41
Lampiran 4. Data hasil perhitungan nilai Nuclear Division Index (NDI)
dari semua sampel non radiasi ............................................................ 42
Lampiran 5. Data hasil pengamatan Mikronuklei (MN) pada semua
sampel radiasi ...................................................................................... 43
Lampiran 6. Data hasil pengamatan Mikronuklei (MN) pada semua
sampel non radiasi ............................................................................... 44
Lampiran 7. Data hasil pengamatan Nucleoplasmic Bridge (NPB) dan
Nuclear Bud (NBUD) pada semua sampel radiasi ............................. 45
Lampiran 8. Data hasil analisis statistik nilai Nuclear Division Index
(NDI) ................................................................................................... 46
Lampiran 9. Data hasil analisis statistik frekuensi Mikronuklei (MN) ................ 49
Lampiran 10. Data hasil analisis statistik frekuensi Nucleoplasmic Bridge
(NPB) .................................................................................................. 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan teknologi nuklir semakin meningkat seiring dengan
perkembangan zaman. Saat ini, teknologi nuklir telah dimanfaatkan pada berbagai
bidang seperti bidang kesehatan, energi, industri, pertanian, konstruksi, dan
penelitian (United Nations Environment Programme (UNEP), 2016). Tingginya
tingkat pemanfaatan radiasi tentu tidak luput dari kesadaran manusia akan efek
negatifnya pada kesehatan. Aplikasi radiasi di bidang kedokteran seperti terapi
kanker memberikan manfaat yang besar, namun karena sifatnya yang non selektif,
radiasi juga dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel normal (Kamlasi &
Juswono, 2014).
Radiasi dapat merusak sel dengan kemampuannya mengionisasi inti sel
secara langsung mengenai DNA, maupun secara tidak langsung melalui
pembentukan radikal bebas (Hasan & Djakaria, 2013). Pembentukan radikal
bebas menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid, modifikasi protein, dan
kerusakan DNA. Kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki dapat mengarah
pada mutasi gen dan penyimpangan kromosom yang dapat diamati dalam bentuk
Dicentric Chromosome (DC) dan Mikronuklei (MN) (Fenech et al., 2011).
Mikronuklei telah dikenal secara luas sebagai salah satu biomarker dari
peristiwa genotoksik dan ketidakstabilan kromosom. Peristiwa anomali yang
terjadi pada nukleus tersebut umumnya terlihat pada sel kanker dan merupakan
indikasi adanya kerusakan genom yang dapat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit degeneratif (Fenech et al., 2011). Mikronuklei terbukti sebagai indikator
kelainan kromosom yang disebabkan oleh paparan radiasi pengion atau senyawa
kimia yang memiliki korelasi positif dengan dosis (Nurhayati & Syaifudin, 2017).
Pengamatan MN pada limfosit dijadikan salah satu uji yang digunakan dalam
biodosimetri karena memungkinkan deteksi simultan dari berbagai peristiwa
molekuler yang mengarah pada kerusakan kromosom dan ketidakstabilan
kromosom (Fenech et al., 2011). Menurut International Atomic Energy Agency
(IAEA) (2011), limfosit merupakan sel yang memiliki tingkat radiosensitivitas
2
tertinggi sehingga sering digunakan untuk menganalisis tingkat kerusakan sel
akibat paparan radiasi.
Ketidakstabilan kromosom akibat paparan radiasi akan mengarah pada
kematian sel, diikuti dengan kerusakan jaringan, organ, bahkan organisme (Hasan
& Djakaria, 2013). Oleh karena itu, diperlukan agen yang dapat melindungi sel
dari kerusakan akibat radiasi (radioprotektor). Antioksidan dapat dijadikan
sebagai radioprotektor, yaitu zat yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidatif
dengan kemampuannya menangkap senyawa radikal sehingga dapat melindungi
molekul-molekul dalam sel dari kerusakan (Mishra & Bisht, 2011). Beberapa
bahan alami terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dalam
mengurangi stres oksidatif pada sel akibat paparan radiasi, salah satunya adalah
buah tomat (Kisnanto, Kurnia, & Sadikin, 2020).
Buah tomat (Solanum lycopersicum L.) telah lama dikenal sebagai buah
yang mengandung zat-zat penting yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh (Raiola,
Rigano, Calafiore, Frusciante, & Barone, 2014). Senyawa bioaktif utama buah
tomat adalah karotenoid, vitamin C dan E, serta senyawa fenolik (Pinela, Oliveira,
& Ferreira, 2016). Likopen sebagai karotenoid utama dalam buah tomat memiliki
sifat antioksidan yang paling kuat diantara karotenoid lain (Gajowik &
Dobrzyńska, 2017). Vitamin C dan vitamin E juga telah dilaporkan dapat
menghentikan reaksi berantai oksidatif dari radikal bebas peroksil dengan
bertindak sebagai donor elektron dan donor atom hidrogen (Pinela et al., 2016).
Pemberian tomat dapat menurunkan radikal bebas yang terbentuk pada
limfosit tikus akibat paparan radiasi gamma (Kisnanto et al., 2020). Srinivasan,
Devipriya, Kalpana, & Menon (2009) menunjukkan bahwa pemberian likopen
sebelum radiasi dapat menekan pembentukan MN pada limfosit akibat paparan
radiasi. Waktu pemberian juga berpengaruh terhadap efektivitas zat radioprotektor
yang digunakan. Penelitian Gajowik & Dobrzyńska (2017) tentang efek
radioprotektif likopen pada limfosit dengan interval waktu pemberian yang
berbeda menunjukkan bahwa pemberian likopen 1 jam sebelum paparan radiasi
menurunkan kerusakan DNA sel limfosit secara signifikan dibandingkan sel yang
diberi likopen segera sebelum paparan radiasi.
3
Beberapa penelitian tentang pemberian likopen sebagai agen
radioprotektor pada limfosit darah sudah dilakukan, namun penelitian mengenai
pemberian buah tomat secara langsung sebagai agen radioprotektor masih minim
dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, buah tomat konsentrasi 20
mg/ml mampu menurunkan frekuensi MN pada limfosit darah akibat paparan
radiasi sebesar 33,6%. Pada penelitian ini, dilakukan uji efektivitas beberapa
variasi konsentrasi buah tomat, yaitu 0, 5, 10, dan 25 mg/ml dengan durasi
inkubasi 1 dan 2 jam dalam menekan pembentukan MN pada limfosit darah akibat
paparan radiasi dosis tunggal 2 Gy. Dosis yang umum digunakan dalam satu kali
paparan radioterapi berkisar antara 1,8-2,0 Gy (Williams, James, Summers,
Barrett & Ash, 2006). Variasi konsentrasi tomat dan durasi inkubasi yang
digunakan diharapkan efektif dalam mengurangi kerusakan sel akibat paparan
radiasi.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah buah tomat dapat berperan sebagai radioprotektor pada limfosit darah
dalam menekan pembentukan mikronuklei?
2. Berapakah konsentrasi optimum buah tomat yang efektif sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei?
3. Berapakah durasi inkubasi optimum buah tomat yang efektif sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei?
1.3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Buah tomat dapat berperan sebagai radioprotektor dengan menangkal radikal
bebas yang disebabkan oleh paparan radiasi pengion sehingga menekan
pembentukan mikronuklei.
2. Pemberian konsentrasi buah tomat tertinggi akan lebih efektif sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei
3. Durasi inkubasi optimum buah tomat yang efektif sebagai radioprotektor pada
limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei adalah 1-2 jam.
4
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efektivitas buah tomat sebagai radioprotektor pada limfosit darah
dalam menekan pembentukan mikronuklei.
2. Mengetahui konsentrasi optimum buah tomat yang efektif sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei.
3. Mengetahui durasi inkubasi optimum buah tomat yang efektif sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
efektivitas buah tomat sebagai radioprotektor pada limfosit dalam menekan
pembentukan mikronuklei, serta dapat bermanfaat bagi populasi yang berisiko
tinggi terkena paparan radiasi seperti pekerja radiasi medis, pekerja industri
tenaga nuklir, dan pasien yang menerima terapi radiasi rutin.
5
1.6. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1).
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian efektivitas buah tomat (Solanum
lycopersicum L.) sebagai radioprotektor pada limfosit darah manusia
berbasis mikronuklei
Paparan radiasi pengion pada tubuh
menimbulkan kerusakan sel
Secara langsung mengionisasi
molekul organik dalam sel
Secara tidak langsung dengan
radiolisis air membentuk radikal bebas
Radikal bebas bersifat reaktif terhadap molekul
organik dalam sel, terutama DNA
Kerusakan DNA mengarah pada mutasi gen dan
penyimpangan kromosom
Diperlukan agen radioprotektor berupa antioksidan
Buah tomat kaya akan antioksidan yang dapat
menangkap radikal bebas dan mengurangi kerusakan
sel akibat radiasi pengion
Uji MN pada limfosit digunakan sebagai biomarker
dari peristiwa penyimpangan kromosom
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi populasi
yang berisiko tinggi terkena paparan radiasi pengion
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Radiasi
Radiasi adalah pemancaran energi yang menembus suatu substansi dalam
bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik (Boel, 2009). Radiasi
berdasarkan sumbernya ada dua, yaitu radiasi alam dan buatan. Radiasi alam
berasal dari radiasi kosmik, radiasi primordial, dan hasil peluruhan gas radon di
udara (Hiswara, 2015). Beberapa sumber radiasi buatan diaplikasikan pada bidang
medis, militer, dan reaktor nuklir. Sebanyak 98% dari paparan radiasi buatan total
dimanfaatkan dalam bidang medis untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit
(UNEP, 2016).
Radiasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi non pengion.
Radiasi pengion memiliki energi yang besar sehingga mampu mengionisasi
substansi yang dilaluinya, sedangkan radiasi non pengion tidak memiliki energi
yang cukup untuk menyebabkan terjadinya ionisasi (Alatas et al., 2016). Ionisasi
adalah proses atom menjadi bermuatan positif dengan kehilangan elektron dari
lintasannya akibat adanya energi eksternal yang mengenai atom tersebut (UNEP,
2016). Radiasi pengion dapat berupa gelombang elektromagnetik (sinar-x dan
sinar-γ) maupun partikel (sinar-α dan sinar-β) yang memiliki tingkatan energi dan
daya tembus yang berbeda (Gambar 2). Daya tembus terendah hingga tertinggi
secara berturut turut adalah sinar-α, sinar-β, serta sinar-x dan sinar-γ (Carrol,
2011; IAEA, 2004).
Gambar 2. Daya tembus berbagai jenis radiasi pengion (Mavragani et al., 2016)
7
2.2. Interaksi radiasi pengion dengan materi biologis
Interaksi radiasi pengion dengan materi biologis diawali dengan transfer
energi ke atom atau molekul dalam struktur seluler yang menyebabkan ionisasi
dan eksitasi. Radiasi dapat mengionisasi molekul DNA secara langsung dan
secara tidak langsung (IAEA, 2004). Mekanisme tidak langsung terjadi dengan
radiolisis molekul air dalam sel. Molekul air menyerap energi radiasi membentuk
ion radikal (H2O+ dan e-) yang akan berinteraksi dengan molekul air lain
membentuk radikal bebas (Hall & Giaccia, 2019). Radikal bebas berumur sangat
pendek, dengan waktu paruh dalam satuan mili-, mikro- bahkan nanodetik mampu
merusak ikatan kimia dan menginisiasi peroksidasi lipid (Maurya &
Devasagayam, 2011).
Mekanisme tersebut dapat menyebabkan stres oksidatif, terutama berbagai
kerusakan DNA, seperti ikat silang basa DNA, terputusnya untai tunggal DNA
(Single Strand Breaks, SSB) dan untai ganda DNA (Double Strand Breaks, DSB),
serta kehilangan basa DNA (Hall & Giaccia, 2019). Kerusakan sel akibat radiasi
juga bergantung pada proses perbaikan yang berlangsung. Apabila proses
perbaikan berlangsung baik dan tepat serta tingkat kerusakan rendah, maka sel
dapat kembali normal. Sebaliknya, apabila proses perbaikan kurang tepat serta
tingkat kerusakan tinggi, maka sel dapat mengalami perubahan bahkan kematian
(Fauziah, Juswono, & Herwiningsih, 2013). Menurut IAEA (2010), radiasi
dengan dosis serap 1 Gy diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya 100000
ionisasi pada sel yang memunculkan 1000-3000 ikat silang DNA, 1000 kerusakan
struktur DNA, 500-1000 SSB, dan 25-50 DSB.
Efek kesehatan yang timbul akibat paparan radiasi terbagi dua, yaitu efek
akut (deterministik) dan efek kronis (stokastik). Secara klinis, efek akut dapat
terlihat dalam waktu beberapa jam, hari, atau minggu setelah individu terkena
paparan radiasi. Gejalanya mencakup mual, muntah, diare, kram perut, dehidrasi,
kelelahan, demam, sakit kepala, dan tekanan darah rendah (Alatas et al., 2016;
UNEP, 2016). Keparahan gejala akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis radiasi yang diterima. Efek kronis akibat radiasi disebabkan oleh modifikasi
materi genetik sel, sehingga timbul tumor, kanker, dan kelainan genetik. Efek
kronis muncul setelah paparan berulang dalam jangka panjang. Berapapun dosis
8
radiasi yang diterima dapat menimbulkan efek kronis karena gejalanya muncul
setelah periode paparan yang cukup lama (Carrol, 2011; Hiswara, 2015).
2.3. Limfosit
Limfosit merupakan sel yang berperan dalam respon imun spesifik.
Respon imun humoral dilakukan oleh limfosit B, sedangkan respon imun seluler
dilakukan oleh limfosit T (Khairinal, 2012). Limfosit B memberikan pertahanan
terhadap patogen dengan memproduksi antibodi, sebagai Antigen Presenting Cell
(APC), dan sebagai sumber sitokin. Sekitar 15% dari total leukosit darah tepi
adalah limfosit B (Tobón, Izquierdo, & Cañas, 2013). Limfosit T berperan dalam
memberikan bantuan pada sel B (sel T-helper), membunuh sel yang
terinfeksi/tumor, dan mengatur respon kekebalan (Paris & Lythe, 2011).
Limfosit menjadi salah satu sel yang sensitif terhadap paparan radiasi
karena fungsi limfosit sebagai antibodi mengharuskannya untuk melakukan
pembelahan yang lebih sering dibandingkan sel lain. Paparan radiasi dosis 0,1 Gy
sudah mampu merusak limfosit (IAEA, 2004). Carrol (2011) menyatakan bahwa
sel dan jaringan yang memiliki radiosensitivitas tinggi secara berturut-turut adalah
limfosit, eritroblas, lensa mata, oosit, dan spermatogonia.
Tingginya tingkat radiosensitivitas limfosit menjadikan sel tersebut sering
digunakan untuk menganalisis tingkat kerusakan sel akibat paparan radiasi. Selain
itu, limfosit juga merupakan penanda baik yang mencerminkan keadaan tubuh
secara aktual dan untuk mempelajari efek penambahan antioksidan tertentu pada
tubuh (Islamian & Mehrali, 2015). Limfosit darah perifer biasa digunakan untuk
keperluan dosimetri biologi. Konsentrasinya berkisar antara 1300-4800/mm3
untuk orang dewasa yang sehat. Sebagian besar limfosit darah perifer berada
dalam tahap istirahat dari siklus sel (G0). Limfosit dapat melakukan pembelahan
secara in vitro apabila distimulasi oleh phytohaemagglutinin (PHA), sebuah
protein yang berasal dari tanaman Phaseolus vulgaris. Empat puluh delapan jam
setelah distimulasi, volume limfosit dalam darah dapat meningkat hingga 110
mm3 dari volume awal bergantung pada media kultur yang digunakan (IAEA,
2011).
9
2.4. Uji Cytokinesis-Block Micronucleus Cytome (CBMNCyt)
Uji CBMN merupakan metode standar yang paling banyak digunakan
untuk mengukur frekuensi mikronukleus dalam limfosit manusia secara in vitro
(Fenech et al., 2003). Sitokalasin-B digunakan untuk menghambat sitokinesis
limfosit. Siklus sel diberhentikan dengan sitokalasin B saat sel dalam tahap
telofase dan sebelum pemisahan sitoplasma sehingga fragmen kromosom yang
tidak tersegregasi dengan baik pada tahap mitosis dapat teridentifikasi dalam
bentuk MN (IAEA, 2011).
Dalam uji CBMN, sel-sel yang telah melakukan pembelahan terlihat
dalam bentuk Binucleated Cell (BNC), sehingga pemberian skor MN dibatasi
pada sel-sel BNC saja (Fenech, 2007). Pemblokkan oleh sitokalasin B penting
untuk memastikan bahwa hanya sel-sel yang telah melakukan pembelahan
pertama yang teridentifikasi. Tanpa penggunaan sitolakasin B, MN tidak akan
teridentifikasi dengan baik karena apabila sel melanjutkan pembelahan yang
kedua, MN mungkin akan dikeluarkan dari sel atau bergabung kembali dengan
inti sel (Rodrigues, Beaton-Green, Wilkins, & Fenech, 2018).
Dalam beberapa tahun terakhir, uji CBMN telah berkembang menjadi uji
Cytome (CBMNCyt), dimana uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
bentuk ketidakstabilan kromosom yang lain (Rodrigues et al., 2018). Bonassi, El-
Zein, Bolognesi, & Fenech (2011) menunjukkan bahwa selain MN, uji CBMN
juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya anomali nukleus lain saat
pembelahan, seperti terbentuknya Nucleoplasmic Bridge (NPB) dan Nuclear Bud
(NBUD). Uji CBMNCyt dapat mengamati peristiwa genotoksik (MN, NPB, dan
NBUD dalam BNC), sitotoksik (proporsi sel nekrotik dan apoptosis), dan
sitostatik (proporsi dan rasio sel mono-, bi-, dan multinukleat, NDI) dalam satu
pengujian (Fenech, 2007).
2.4.1. Mikronuklei (MN)
Mikronuklei adalah inti berukuran kecil yang berada di luar inti utama sel
dan dapat dijadikan biomarker dari peristiwa genotoksik dan ketidakstabilan
kromosom (Gambar 3). Hubungan antara ekspresi MN dan paparan agen
lingkungan pertama kali diamati pada sel ujung akar Vicia faba yang terpapar
10
radiasi pengion, sedangkan induksi MN oleh bahan kimia diamati dalam sel tumor
asites yang diobati dengan kolkisin (Fenech et al., 2011). Mikronuklei merupakan
salah satu indikator kelainan kromosom yang disebabkan oleh paparan radiasi
pengion atau senyawa kimia yang memiliki korelasi positif dengan dosis
(Nurhayati & Syaifudin, 2017).
Gambar 3. Mikronuklei pada sel binukleat limfosit darah manusia
(Nurhayati & Syaifudin, 2017)
Pembentukan MN akibat radiasi pengion dimulai dari dosis kurang dari 1
Gy hingga lebih dari 4 Gy (IAEA, 2011). Dosis radiasi pengion 0,5 Gy telah
menginduksi pembentukan MN dengan peningkatan yang signifikan dibanding
kontrol (Lusiyanti, Alatas, Syaifudin, & Purnami, 2016). Karakteristik MN dalam
sel limfosit antara lain memiliki diameter yang bervariasi antara 1/16 sampai 1/3
diameter rata-rata nukleus, MN berbentuk bulat atau oval, MN tidak terhubung
atau terhubung ke nukleus, MN tidak tumpang tindih dengan nukleus, serta
intensitas warna MN biasanya sama atau lebih pekat dari nukleus (IAEA, 2011).
Mikronuklei terbentuk dari fragmen kromosom atau seluruh kromosom
yang tertinggal pada saat anafase akibat kerusakan benang spindel dan gagal
masuk ke dalam inti sel anak (IAEA, 2011). Fragmen tersebut kemudian
diselubungi membran nukleus sehingga secara morfologis terlihat seperti nukleus
dalam ukuran kecil. Fragmen kromosom dapat timbul dari beberapa mekanisme,
salah satunya kerusakan DNA DSB yang tidak diperbaiki. Kecacatan pada gen
BRCA1 dan BRCA2 serta keberadaan basa yang tidak sesuai dalam untaian DNA
dapat menggagalkan proses perbaikan DNA (Fenech et al., 2011).
11
2.4.2. Nucleoplasmic Bridge (NPB)
Mekanisme pembentukan NPB ada dua, yaitu berasal dari kromosom
disentrik yang terbentuk dari DNA DSB melalui kesalahan jalur perbaikan DNA
dan berasal dari fusi ujung telomer (Zeljezic, Bjelis, & Mladinic, 2015).
Kesalahan dalam pemasangan untai DNA dapat menyebabkan pembentukan
kromosom disentrik dan kromosom cincin gabungan yang dapat mengakibatkan
pembentukan NPB (Fenech, 2007). Berikut beberapa mekanisme yang mengarah
pada pembentukan NPB (Gambar 4).
Gambar 4. Proses pembentukan Mikronuklei (MN) dan Nucleoplasmic Bridge
(NPB). (A) Tahap inisiasi, (B) NPB yang berasal dari kromatid
disentrik dan fragmen asentrik, (C) NPB yang berasal dari kromatid
cincin dan dua fragmen asentrik, (D) NPB yang berasal dari dua
kromosom disentrik dan dua fragmen asentrik (Thomas, Umegaki, &
Fenech, 2003)
Kesalahan perbaikan DNA DSB dapat mengarah pada pembentukan
kromatid disentrik dan fragmen asentrik. Sentromer dari kromosom disentrik
bergerak ke arah berlawanan saat anafase dan membentuk NPB, sedangkan
12
fragmen asentrik yang tertinggal membentuk MN. Kromatid cincin bergerak ke
arah yang berlawanan dan dua fragmen asentrik membentuk dua MN. Dua
kromatid cincin yang telah menyelesaikan 1 Sister Chromatid Exchange (SCE)
bertransformasi menjadi kromatid cincin disentrik lalu membentuk NPB.
Sentromer dari kromatid disentrik bergerak ke kutub yang sama, fragmen asentrik
yang tertinggal membentuk MN. Apabila sentromer salah satu kromatid disentrik
bergerak ke arah berlawanan maka akan membentuk 1 NPB, tetapi jika keduanya
maka akan membentuk 2 NPB (Thomas et al., 2003).
2.4.3. Nuclear Bud (NBUD)
Morfologi NBUD memiliki kemiripan dengan MN, namun terdapat
tangkai sempit yang menghubungkannya ke nukleus (Rodrigues et al., 2018).
Nuclear bud berasal dari proses anafase yang lamban dan secara independen
membentuk membran nukleus pada tahap telofase sebelum sepenuhnya
terintegrasi ke dalam nukleus atau berasal dari NPB yang pecah dan sisa-sisanya
menyusut kembali ke inti (Fenech et al., 2011; Lindberg et al., 2007).
Gambar 5. Proses pembentukan Mikronuklei (MN) dan Nuclear Bud (NBUD)
(Lindberg et al., 2007)
Pembentukan MN dan NBUD terjadi akibat kerusakan jembatan
kromosom selama tahap telofase (Gambar 5). Jembatan yang terbentuk dapat
berasal dari kromatid disentrik yang tidak memiliki urutan sentromer atau telomer
dan kromosom disentrik yang berasal dari fusi telomerik. Proses pembentukan
13
MN dan NBUD ini juga dijelaskan oleh Tanaka & Shimizu (2000) untuk sel-sel
COLO 320DM yang menampilkan amplifikasi ganda tingkat tinggi per menit.
Sebagian patahan-patahan kromosom dibiarkan terperangkap oleh lamin dalam
sitoplasma selama penyelesaian mitosis membentuk MN, sedangkan yang lainnya
dienkapsulasi pada fase S ketika sintesis DNA membentuk NBUD yang
selanjutnya dapat menjadi MN (Lindberg et al., 2007).
2.5. Radioprotektor
Radioprotektor merupakan suatu senyawa yang dapat melindungi
organisme dari dampak buruk paparan radiasi. Setiap agen radioprotektor
memiliki mekanisme tersendiri dalam melindungi sel, antara lain dengan
menetralisir radikal bebas, meningkatkan proses perbaikan DNA, memodifikasi
jalur pensinyalan, serta dapat bekerja sebagai immunomodulator (Maurya &
Devasagayam, 2011). Radioprotektor terbagi menjadi radioprotektor sintetis dan
radioprotektor alami. Pada tahun 1957, lebih dari 4400 senyawa dari asam amino
sistein disintesis untuk digunakan sebagai radioprotektor (Kuntić, Stanković,
Vujić, Brborić, & Uskoković-Marković, 2013). Amifostine merupakan senyawa
kimia yang dinilai memiliki efek radioprotektif yang baik, namun senyawa
tersebut mulai ditinggalkan penggunaannya akibat menimbulkan efek samping
seperti hipotensi dan gangguan gastrointestinal, lalu beralih mengembangkan
radioprotektor dari bahan alami (Maurya & Devasagayam, 2011; Singh & Seed,
2019). Radioprotektor dari bahan alami memiliki tingkat toksisitas yang rendah
dan tidak menimbulkan efek samping yang serius (Kuntić et al., 2013).
Antioksidan dapat digunakan sebagai radioprotektor, yaitu zat yang dapat
menghentikan reaksi oksidatif dengan kemampuannya menangkap senyawa
radikal, sehingga dapat melindungi molekul-molekul dalam sel dari kerusakan
(Mishra & Bisht, 2011). Antioksidan terbagi menjadi antioksidan endogen dan
antioksidan eksogen. Antioksidan endogen adalah antioksidan yang diproduksi
secara alami oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit
(Anbudhasan, Surendraraj, Karkuzhali, & Sathishkumaran, 2014). Beberapa
contoh antioksidan endogen antara lain superoksida dismutase (SOD), katalase
(CAT), dan gluthation peroksidase (GPx). Antioksidan eksogen adalah
14
antioksidan yang dipasok secara eksternal ke dalam tubuh melalui makanan yang
dikonsumsi, seperti vitamin (A, C, dan E), karotenoid, isoflavon, dan saponin
(Werdhasari, 2014). Antioksidan eksogen dapat diperoleh secara alami maupun
sintetis. Antioksidan alami ini dapat berasal dari buah-buahan, sayuran, rempah-
rempah, biji-bijian, bahkan mikroorganisme. Antioksidan sintetis berupa senyawa
fenolik yang banyak digunakan pada industri makanan (Mishra & Bisht, 2011).
2.6. Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Tomat berasal dari Amerika tropis yang ditemukan pada ketinggian 1–
1600 mdpl. Tanaman ini membutuhkan tanah yang gembur dan subur, serta tidak
tahan hujan dan terik sinar matahari (Wardani, 2017). Tomat termasuk ke dalam
famili Solanaceae yang mencakup lebih dari 3.000 spesies. Genus Solanum
merupakan salah satu genus dari famili Solanaceae yang terdiri dari 13 spesies,
yaitu Solanum lycopersicum yang merupakan satu-satunya spesies yang
dibudidayakan dan 12 lainnya termasuk spesies liar, seperti S. chmielewskii, S.
habrochaites, S. pennellii, dan S. Pimpinellifolium (Raiola et al., 2014).
Saat ini, tanaman tomat telah tersebar luas di seluruh dunia dan menjadi
salah satu tanaman yang paling penting secara ekonomi. Pada tahun 2013, sekitar
164 juta ton tomat diproduksi di dunia dan mengalami peningkatan lebih dari 2,6
juta ton dari tahun sebelumnya (Pinela et al., 2016). Peningkatan tersebut terjadi
karena tomat tidak hanya memasok pasar segar namun juga produk-produk olahan
tomat seperti sup, jus, pasta, dan saus. Economic Research Service dari USDA
memperkirakan 35% tomat mentah diolah menjadi saus, 18% menjadi pasta
tomat, 17% menjadi tomat kalengan, 15% menjadi jus, dan 15% menjadi saus
tomat (Raiola et al., 2014).
Buah tomat telah lama dikenal sebagai buah yang mengandung zat-zat
penting yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh (Raiola et al., 2014). Pinela et al.
(2016) menyatakan bahwa buah tomat mengandung nutrisi penting yang dapat
meningkatkan kesehatan tubuh, yaitu karotenoid (likopen dan β-karoten), vitamin
(vitamin C dan E), senyawa fenolik, dan mineral (K, Mn, Ca, Cu, dan Zn). Nutrisi
penting tersebut berperan sebagai antioksidan yang menjadikan konsumsi buah
tomat dikaitkan dengan penurunan risiko proses inflamasi, kanker, serta berbagai
15
penyakit kronis seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes (Raiola
et al., 2014). Penelitian Frusciante et al. (2007) menunjukkan bahwa tomat
mengandung 9,47 mg likopen, 0,41 mg β-karoten, 9,03 mg vitamin C, 0,23 mg
vitamin E, 3,41 mg flavonoid, dan 2,31 mg asam fenolik per 100 gram berat
segar.
Karotenoid, terutama likopen dan β-karoten adalah bagian dari sistem
pertahanan antioksidan yang dapat berinteraksi secara sinergis dengan senyawa
bioaktif lain dalam sel (Pinela et al., 2016). Likopen merupakan karotenoid utama
yang terdapat dalam buah tomat. Secara struktural, likopen merupakan
tetraterpene yang tersusun dari delapan unit isoprena yang seluruhnya terdiri dari
karbon dan hidrogen. Likopen tidak larut dalam air. Sebelas ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur likopen yang memberikan warna merah dan aktivitas
antioksidan likopen (Saha, Vashi, Mistry, Pithawala, & Chakraborty, 2015).
Penelitian in vitro menunjukkan bahwa likopen memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi dalam memadamkan oksigen singlet dan memerangkap
radikal bebas peroksil (Islamian & Mehrali, 2015). Pinela et al. (2016)
menyatakan bahwa likopen memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena
kapasitasnya dalam menangkap radikal bebas dua kali lipat dari β-karoten.
Pemberian likopen sebelum radiasi dapat melindungi limfosit dari kerusakan
akibat radiasi dengan menghambat peroksidasi lipid dan pembentukan radikal
bebas yang menyebabkan rusaknya untai DNA (Srinivasan et al., 2009).
Vitamin C dan vitamin E yang melimpah pada buah tomat dilaporkan
dapat menghentikan reaksi berantai oksidatif dari radikal bebas. Vitamin C
memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai donor elektron yang melindungi
low-density lipoprotein (LDL) dari oksidasi akibat berbagai reaksi stres oksidatif.
Vitamin E mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas peroksil
membentuk radikal tokoferoksil yang tidak reaktif sehingga menghentikan radikal
peroksil melakukan reaksi oksidatif (Pinela et al., 2016). Antioksidan lainnya
adalah senyawa fenolik, salah satunya flavonoid. Dua mekanisme flavonoid
dalam mencegah kerusakan akibat radikal bebas, yaitu berperan sebagai donor ion
hidrogen sehingga terbentuk radikal fenoksil yang kurang reaktif dan bertindak
langsung sebagai radical scavenger (Astuti, 2008).
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga November 2020.
Preparasi sampel dan pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Sitogenetik,
sedangkan pengamatan preparat dilakukan di Ruang Pengamatan Bidang Teknik
Nuklir Kedokteran dan Biologi Radiasi (TNKBR), Pusat Teknologi Keselamatan
dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR-BATAN), Pasar
Jum’at, Jakarta Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pesawat Gamma
Chamber 4000 A, hotplate, parutan keju, tabung sentrifus 15 ml, refrigerator,
freezer, syringe, tabung heparin, inkubator, shaker, Biology Safety Cabinet (BSC),
sentrifus, pipet disposible, pipet serologis, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu ukur,
gelas objek, gelas penutup, rak pewarnaan, dan mikroskop cahaya.
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah tomat, sampel darah, media
RPMI 1640 yang telah dilengkapi L-Glutamine dan HEPES (Gibco), Fetal Bovine
Serum (FBS) (Gibco), penisilin dan streptomisin (Gibco), Phytohaemaglutinine
(PHA) (Gibco), sitokalasin B, KCl dingin 0,56% (4ºC), larutan Carnoy
(metanol:asam asetat = 10:1), larutan Ringer-Carnoy (1:1), pewarna Giemsa 4%
dalam bufer fosfat, dan akuades. Sampel darah yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dari 3 orang berjenis kelamin perempuan usia 22-23 tahun.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental in vitro.
Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan 3 faktor, yaitu paparan radiasi (diberi paparan radiasi dan tidak), variasi
konsentrasi tomat (0, 5, 10, dan 25 mg/ml), dan variasi durasi inkubasi (1 dan 2
jam). Sampel darah normal sebagai kontrol negatif dan sampel darah yang
diradiasi tanpa pemberian buah tomat sebagai kontrol positif..
17
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Preparasi buah tomat
Buah tomat yang digunakan pada penelitian ini merupakan spesies
Solanum lycopersicum L. (berdasarkan hasil identifikasi/determinasi tumbuhan
oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI, Lampiran 1). Preparasi buah tomat mengacu
pada metode Kisnanto et al. (2020). Sebanyak 3 buah tomat direbus dalam air
mendidih hingga bertekstur lunak, kemudian tiap buah dipotong menjadi dua
bagian dan diparut. Hasil parutan disaring kemudian dipindahkan ke dalam tabung
berpenutup dan disimpan pada suhu -20ºC.
3.4.2. Pengambilan dan pemberian perlakuan pada sampel darah
Sampel darah yang diambil dari 3 responden dimasukkan ke dalam tabung
heparin lalu dihomogenkan. Sampel darah kemudian diberi perlakuan buah tomat
dengan konsentrasi 0, 5, 10, dan 25 mg/ml. Masing-masing perlakuan diinkubasi
selama 1 dan 2 jam. Setelah inkubasi, dilanjutkan dengan pemberian paparan
radiasi gamma dosis serap tunggal 2 Gy dengan laju dosis 17,5 detik/Gy
(Lampiran 2).
3.4.3. Pembiakkan sel darah
Pembiakkan sel darah dilakukan dengan mengacu pada metode standar
Laboratorium Sitogenetik PTKMR-BATAN dalam Lusiyanti et al. (2016).
Sampel darah sebanyak 0,5 ml dikultur dalam 4,5 ml medium RPMI 1640 yang
telah dilengkapi 25 mM L-Glutamin dan HEPES, 0,8 ml Fetal Bovine Serum
(FBS), dan 0,1 ml penisilin-streptomisin. Kemudian distimulasi dengan 0,1 ml
Phytohaemagglutinin (PHA). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC yang dialiri
CO2 5% selama 72 jam. Pada 44 jam pertama kultur ditambahkan 15 μl
sitokalasin B dan diinkubasi kembali hingga 72 jam.
3.4.4. Pemanenan
Kultur darah disentrifus pada kecepatan 800 rpm selama 10 menit.
Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 6 ml larutan hipotonik dingin (KCl
0,56%) 4ºC, disentrifus kembali pada kecepatan 800 rpm selama 8 menit.
Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 5 ml larutan fiksatif Ringer-Carnoy (1:1)
ke dalam tabung berisi endapan, dan disentrifus kembali pada kecepatan 800 rpm
18
selama 8 menit. Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 5 ml larutan Carnoy
(metanol:asam asetat = 10:1), disentrifus kembali pada kecepatan 800 rpm selama
8 menit. Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 5 ml larutan Carnoy dan disimpan
di dalam freezer selama ±12 jam.
3.4.5. Pembuatan preparat
Kultur darah yang telah dipanen disentrifus dengan kecepatan 800 rpm
selama 8 menit. Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 5 ml larutan Carnoy dan
disentrifus kembali pada kecepatan 800 rpm selama 8 menit. Pembilasan dengan
larutan Carnoy diulangi 1-2 kali hingga diperoleh endapan sel limfosit yang putih.
Selanjutnya endapan diteteskan 25-30 µl secara merata ke atas gelas objek dan
dikeringanginkan.
3.4.6. Pewarnaan preparat
Pewarnaan dilakukan dengan cara meneteskan pewarna Giemsa 4% ke
atas gelas objek yang berisi preparat yang telah disusun di atas rak pewarnaan.
Preparat didiamkan selama 8-10 menit kemudian dibilas dengan air mengalir dan
dicelupkan ke dalam akuades. Preparat dikeringanginkan pada suhu ruang selama
±12 jam. Setelah kering, preparat ditutup dengan gelas penutup menggunakan
perekat entellan sebanyak 3 tetes.
3.4.7. Pengamatan
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran
400x. Efek sitostatik pada limfosit darah dari paparan radiasi diamati melalui
parameter Nuclear Division Index (NDI). Determinasi efek sitostatik pada sampel
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi pada sel akibat
paparan agen tertentu yang menghambat proliferasi dan pertumbuhan sel (Anttila
et al., 2019). Nilai NDI menunjukkan informasi kuantitatif dari status proliferatif
sel limfosit setelah distimulasi oleh mitogen (Istifli, Hüsunet, & Ila, 2019). Dasar
penentuan nilai NDI adalah dengan menghitung proporsi sel mononukleat (M1),
binukleat (M2), trinukleat (M3), dan tetranukleat (M4) dalam 500 sel limfosit.
Standar NDI dihitung menggunakan rumus:
N
MMMMNDI
4433221
19
Keterangan: M1 = mononukleat
M2 = binukleat
M3 = trinukleat
M4 = tetranukleat
N = jumlah keseluruhan sel (500 sel) (IAEA, 2011).
Pengamatan untuk mengetahui frekuensi MN dalam limfosit darah
dilakukan dengan mencatat jumlah Binucleated Cell (BNC) dengan 1 MN, 2 MN,
3 MN, dan 4 MN dalam 1000 BNC. Selain itu, dicatat pula jumlah BNC yang
mengandung Nucleoplasmic Bridge (NPB) dan Nuclear Bud (NBUD) dalam 1000
BNC.
3.5. Analisis Data
Data nilai NDI dan frekuensi MN yang diperoleh dari hasil pengamatan
dianalisis menggunakan Statistic Package for Social Science (SPSS) 20 for
windows. Paired Sample t test digunakan untuk membandingkan rata-rata
frekuensi MN dan nilai NDI antara sampel radiasi dan sampel non radiasi.
Selanjutnya, digunakan metode Two Way Analysis of Variance (ANOVA) untuk
mengetahui pengaruh pemberian variasi konsentrasi tomat dan durasi inkubasi
terhadap kemampuan sel limfosit untuk melakukan pembelahan dan
pembentukan MN pada sel limfosit. Jika nilai p<0,05 maka perlakuan yang
dilakukan berpengaruh secara nyata, sedangkan jika nilai p>0,05 maka perlakuan
yang dilakukan tidak berpengaruh secara nyata. Apabila hasilnya berpengaruh
nyata, dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf
kepercayaan 95%.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Determinasi Efek Sitostatik pada Sampel Darah
Efek sitostatik pada limfosit darah dari paparan radiasi diamati melalui
parameter Nuclear Division Index (NDI). Nilai NDI juga dapat digunakan sebagai
biomarker dari respon mitogen limfosit (Fenech, 2000). Nilai NDI menunjukkan
informasi kuantitatif tentang status proliferasi sel limfosit setelah distimulasi oleh
mitogen. Peningkatan atau penurunan nilai NDI bergantung pada kemampuan
proliferasi sel limfosit (IAEA, 2011; Istifli, Husunet, & Ila, 2019). Morfologi
mikroskopis sel limfosit darah setelah distimulasi oleh PHA ditampilkan pada
Gambar 6.
Gambar 6. Visualisasi sel limfosit (A) mononukleat, (B) binukleat, (C) trinukleat,
dan (D) tetranukleat sebagai dasar perhitungan Nuclear Division
Index (NDI)
Rerata nilai NDI dari setiap kelompok perlakuan variasi konsentrasi buah
tomat dan durasi inkubasi tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara sampel
radiasi dan sampel non radiasi (p>0,05) (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan
bahwa paparan radiasi gamma dosis 2 Gy tidak berpengaruh terhadap pembelahan
sel limfosit. Menurut IAEA (2011), aktivitas pembelahan sel limfosit akan
terganggu pada paparan radiasi dosis 5 Gy. Fenech (2007) menyebutkan bahwa
terganggunya siklus sel limfosit akan teramati pada paparan radiasi dosis di atas 4
Gy. Namun, dapat dilihat bahwa rerata NDI sampel yang diradiasi memiliki nilai
yang lebih rendah dari sampel yang tidak diradiasi (Gambar 7), yang berarti
paparan radiasi dosis 2 Gy tetap dapat mempengaruhi proses pembelahan sel
limfosit sehingga menurunkan nilai NDI pada sampel. Terbukti dengan jumlah sel
mononukleat yang lebih tinggi pada sampel radiasi dibandingkan sampel non
(A) (D) (C) (B)
21
radiasi yang menandakan hilangnya kemampuan sel untuk membelah (Lampiran 3
dan 4).
Gambar 7. Grafik nilai Nuclear Division Index (NDI) berdasarkan perlakuan
pemberian buah tomat dan durasi inkubasi pada sampel (A) radiasi dan
(B) non radiasi
Penelitian Pejchal et al. (2011) melaporkan rerata nilai NDI sampel yang
diradiasi gamma dosis 2 Gy (1,45±0,06) lebih rendah dibandingkan sampel
kontrol (1,60±0,08). Ramachandran et al. (2017) juga mengevaluasi nilai NDI dari
sampel yang diberi paparan radiasi gamma 0, 1, dan 2 Gy menunjukkan adanya
penurunan nilai NDI seiring dengan kenaikan dosis paparan radiasi (p>0,05).
Kemampuan radiasi dalam mengionisasi molekul DNA secara langsung dan
1,50
1,55
1,60
1,65
1,70
1,75
1,80
0 10 20 30
Nil
ai
ND
I
Konsentrasi Tomat (mg/ml)
1 jam inkubasi
2 jam inkubasi
Linear (1 jam inkubasi)
Linear (2 jam inkubasi)
(A)
1,50
1,55
1,60
1,65
1,70
1,75
1,80
0 10 20 30
Nil
ai
ND
I
Konsentrasi Tomat (mg/ml)
1 jam inkubasi
2 jam inkubasi
Linear (1 jam inkubasi)
Linear (2 jam inkubasi)
(B)
22
secara tidak langsung dengan membentuk radikal bebas dapat menyebabkan
kematian sel secara langsung, menggangu proses pembelahan sel, serta terjadinya
mutasi genetik (Hasan & Djakaria, 2013). Ionescu et al. (2011) juga menyatakan
paparan radiasi yang menyebabkan kerusakan DNA dan kromosom dapat
mengarah pada terganggunya proses pembelahan sel. Sel dengan kerusakan
kromosom yang tinggi memiliki sedikit kemungkinan untuk membelah, bahkan
mati sebelum pembelahan sel. Jika seluruh sel limfosit gagal membelah dan masih
berada dalam fase G0 maka memiliki NDI dengan nilai terendah, yaitu 1,0 yang
berarti seluruh sel tetap dalam bentuk mononukleat. Sebaliknya, jika seluruh sel
mampu membelah menjadi binukleat hingga tetranukleat maka nilai NDI dapat
mencapai 2.0 bahkan lebih.
Pada sampel radiasi dan non radiasi, hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa perlakuan pemberian variasi konsentrasi buah tomat dan durasi inkubasi
tidak memberikan pengaruh terhadap nilai NDI (p>0,05) (Lampiran 8). Hal ini
berarti senyawa yang terkandung dalam buah tomat tidak mempengaruhi
kelanjutan siklus sel limfosit. Patel, Mehta, Bakshi, & Tewari (2016) juga
melakukan penelitian tentang pengaruh radioprotektor dari bahan alam (Ekstrak
daun Phyllostachys parvifolia) terhadap nilai NDI dan MN, hasilnya tidak
memberikan pengaruh terhadap nilai NDI. Sama halnya dengan buah tomat,
ekstrak daun Phyllostachys parvifolia juga mengandung flavonoid dalam bentuk
c-glikosida seperti orientin, homo orientin, iso orientin, dan isoviteksin.
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat adanya penurunan nilai NDI setelah
pemberian berbagai konsentrasi buah tomat pada sampel radiasi (Gambar 7A).
Namun, rerata nilai NDI pada setiap perlakuan masih berada dalam standar
normal yang menunjukkan bahwa sel limfosit merespon mitogen dengan baik.
Nilai NDI limfosit darah normal berkisar antara 1,3-2,2 (Fenech, 2007).
Penurunan yang terjadi dapat dipengaruhi oleh besaran dosis radiasi dan variasi
konsentrasi buah tomat yang digunakan. Variasi konsentrasi buah tomat yang
digunakan mungkin belum cukup untuk dapat meningkatkan aktivitas pembelahan
sel limfosit setelah paparan radiasi dosis 2 Gy. Vrinda & Devi (2001) meneliti
tentang efek radioprotektif senyawa flavonoid (Orientin dan Vicenin) pada sel
limfosit yang diradiasi dosis bertingkat 0,5, 1, 2, 3, dan 4 Gy menghasilkan
23
peningkatan proliferasi sel limfosit hanya pada kelompok sampel yang diradiasi di
bawah dosis 1 Gy. Selain itu, terdapat peningkatan rerata nilai NDI setelah
paparan radiasi pada sampel yang diberi buah tomat konsentrasi 5 mg/ml dengan
durasi inkubasi 1 jam, yaitu dari 1,58 menjadi 1,64 (Gambar 7). Dalam hal ini,
tomat berpotensi menekan efek sitostatik pada sel limfosit akibat paparan radiasi
pengion, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
4.2. Determinasi Pembentukan Mikronuklei (MN) pada Sampel Darah
Paparan radiasi gamma dosis 2 Gy menyebabkan pembentukan MN pada
Binucleated Cell (BNC) limfosit darah hingga 4 MN dalam BNC (Lampiran 5).
Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis tersebut, radiasi telah menyebabkan
kerusakan yang tergolong tinggi pada sel limfosit. Hasil penelitian Syaifudin,
Lusiyanti, Purnami, Lee, & Kang (2017) mengenai pengaruh paparan radiasi dosis
bertingkat terhadap pembentukan MN pada sel limfosit menunjukkan pada dosis
0,5 Gy, paparan radiasi telah menyebabkan pembentukan MN hingga 4 MN
dalam BNC. Berbeda dengan sampel non radiasi yang hanya ditemukan hingga 2
MN dalam BNC (Lampiran 6). Visualisasi distribusi mikronuklei (MN) yang
terbentuk dalam Binucleated Cell (BNC) limfosit darah sampel radiasi dapat
dilihat Gambar 8.
Gambar 8. Visualisasi Binucleated Cell (BNC) disertai Mikronuklei (MN) pada
sampel radiasi (A) 1 MN, (B) 2 MN, (C) 3 MN, dan (D) 4 MN
Pada setiap kelompok perlakuan sampel radiasi terjadi peningkatan
pembentukan MN/1000 BNC yang tinggi dibanding sampel non radiasi (p<0,05)
(Lampiran 9). Frekuensi MN untuk sampel radiasi berkisar antara 223 – 256
MN/1000 BNC, sedangkan sampel non radiasi berkisar antara 3 – 7 MN/1000
BNC (Gambar 9). Paparan radiasi gamma dosis 2 Gy menyebabkan peningkatan
frekuensi MN pada limfosit darah yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan
kontrol negatif. Hal ini berarti kerusakan DNA DSB yang terjadi tidak dapat
(C) (B) (A) (D)
24
melalui proses perbaikan DNA yang baik sehingga timbul patahan-patahan
kromosom yang mengarah pada pembentukan mikronuklei. Kerusakan tersebut
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan standar frekuensi MN pada limfosit
darah normal yang disebutkan oleh IAEA (2001), yaitu berkisar antara 3-30
MN/1000 BNC. Hasil penelitian Lusiyanti et al. (2016) memperlihatkan bahwa
paparan radiasi pengion dosis 0,5 Gy telah menginduksi pembentukan MN hingga
(72/1000 BNC) lebih tinggi dibanding kontrol (p<0,05) dan Syaifudin et al.
(2017) paparan radiasi pengion dosis 2 Gy meningkatkan frekuensi MN menjadi
245/1000 BNC.
Perlakuan variasi konsentrasi buah tomat dan durasi inkubasi tidak
berpengaruh terhadap tingkat frekuensi MN limfosit darah pada sampel radiasi
maupun non radiasi (p>0,05) (Lampiran 9), namun terlihat adanya kecenderungan
penurunan frekuensi MN pada sampel yang diberi perlakuan variasi konsentrasi
buah tomat jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 9). Pada sampel radiasi,
rerata frekuensi MN tertinggi diperoleh dari sampel kontrol positif, yaitu
256±40,23. Pemberian variasi konsentrasi buah tomat menurunkan rerata tingkat
frekuensi MN menjadi 223-246 MN/1000 BNC atau penurunannya sekitar 4-9%.
Penurunan tingkat frekuensi MN pada sampel menunjukkan bahwa buah tomat
memiliki efek perlindungan bagi sel limfosit dari paparan radiasi. Nakamura et al.
(2017) menyatakan bahwa mengonsumsi jus tomat selama 3 minggu sebelum
paparan radiasi menurunkan tingkat frekuensi MN dan DC secara signifikan. Hal
ini merupakan efek perlindungan dari antioksidan yang terkandung dalam buah
tomat yang mampu memadamkan oksigen singlet dan memerangkap radikal bebas
(Nakamura et al., 2017). Pemberian tomat selama 8 hari pada tikus sebelum
paparan radiasi mampu mengurangi stres oksidatif akibat radiasi dan
meningkatkan aktivitas antioksidan endogen seperti GSH, CAT, dan GPx secara
signifikan dibanding kontrol yang diradiasi (Kisnanto et al., 2020).
Pada studi ini, penurunan tingkat frekuensi MN yang tidak signifikan
setelah diberi perlakuan buah tomat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya kandungan senyawa lain dalam buah tomat, besaran dosis paparan
radiasi, variasi durasi inkubasi yang digunakan, serta mekanisme lain yang
mempengaruhi pembentukan MN dalam sel limfosit darah. Kehadiran senyawa
25
lain dalam buah tomat dapat mempengaruhi efektivitas antioksidan utama dalam
tomat, yaitu karotenoid (likopen dan β-karoten). Selain karotenoid, tomat juga
mengandung senyawa antioksidan lain seperti vitamin C, vitamin E, dan flavonoid
(Raiola et al., 2014). Gajowik & Dobrzyńska (2014) menyebutkan bahwa
kapasitas antioksidan likopen bergantung pada sumber likopen dan oksidan yang
digunakan, serta interaksi likopen dengan antioksidan lain khususnya vitamin E
dan C.
Gambar 9. Grafik frekuensi Mikronuklei (MN) berdasarkan perlakuan pemberian
tomat dan durasi inkubasi pada sampel (A) radiasi dan (B) non radiasi
220
225
230
235
240
245
250
255
260
0 10 20 30
Fre
ku
ensi
MN
Konsentrasi Tomat (mg/ml)
1 jam inkubasi
2 jam inkubasi
Linear (1 jam inkubasi)
Linear (2 jam inkubasi)
(A)
0
2
4
6
8
10
0 10 20 30
Fre
ku
ensi
MN
Konsentrasi Tomat (mg/ml)
1 jam inkubasi
2 jam inkubasi
Linear (1 jam inkubasi)
Linear (2 jam inkubasi)
(B)
26
Besaran dosis radiasi yang digunakan juga mempengaruhi efektivitas
antioksidan yang terkandung dalam buah tomat. Radiasi gamma dosis 2 Gy
mungkin terlalu tinggi sehingga variasi konsentrasi buah tomat yang digunakan
tidak cukup untuk dapat mengurangi tingkat kerusakan DNA yang terbentuk.
Penelitian Nakamura et al. (2017) mengenai tingkat frekuensi MN dan DC pada
limfosit darah yang diradiasi dengan dosis 0,1, 0,5, dan 2 Gy setelah 3 minggu
asupan jus tomat menghasilkan penurunan frekuensi MN dan DC yang signifikan
pada sampel yang diradiasi dosis 0,5 Gy, namun didapat penurunan yang tidak
signifikan pada sampel yang diradiasi dosis 2 Gy. Hal tersebut diduga karena
asupan jus tomat tidak memadai untuk menurunkan frekuensi MN pada dosis
radiasi yang lebih tinggi.
Semakin lama durasi inkubasi, tomat akan berada dalam kondisi jenuh dan
menghasilkan produk sampingan yang dapat menghambat aktivitas antioksidan
yang terkandung dalam buah tomat. Perlakuan dengan tiga konsentrasi buah tomat
menghasilkan penurunan frekuensi MN pada semua durasi inkubasi (1 dan 2 jam),
walaupun tidak signifikan. Konsentrasi buah tomat 25 mg/ml dengan durasi
inkubasi 1 jam menunjukkan penurunan frekuensi MN tertinggi (9%), sedangkan
konsentrasi tomat 25 mg/ml dengan durasi inkubasi 2 jam menunjukkan
penurunan frekuensi MN terendah (4%) (Gambar 9A). Hal ini menunjukkan
semakin lama durasi inkubasi dapat menurunkan aktivitas antioksidan buah tomat.
Gruszecki (1999) melaporkan bahwa karotenoid dalam konsentrasi tinggi
memiliki kecenderungan untuk mengkristal dari larutan membentuk senyawa
yang berbeda dengan sifat yang berbeda dari monomernya. Gajowik &
Dobrzyńska (2017) juga mendapati lamanya inkubasi likopen mempengaruhi
tingkat kerusakan DNA sel limfosit baik pada sampel radiasi maupun non radiasi.
Hal ini dikaitkan dengan adanya produk samping bersifat auto-oksidatif yang
terbentuk selama inkubasi.
Tingkat frekuensi MN dalam sel limfosit darah dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti usia, jenis kelamin, nutrisi, dan gaya hidup (Fenech & Bonassi,
2011). Frekuensi MN pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan laki-
laki karena pengaruh hormon estrogen (Fenech & Bonassi, 2011; Santos et al.,
2010). Dalam tubuh, estrogen dapat bertransformasi menjadi zat antara
27
elektrofilik yang sangat aktif seperti estrogen cathecols, quinone, dan
semiquinone yang bersifat genotoksik. Zat tersebut dapat membentuk Reactive
Oxygen Species (ROS) dalam sel dan menurunkan efisiensi perbaikan kerusakan
DNA (Buchynska & Brieieva, 2018). Oleh karena itu, peningkatan frekuensi MN
dalam sel limfosit dapat berasal dari hormon estrogen terlebih saat menstruasi.
Nutrisi merupakan aspek yang bervariasi antar individu tergantung makanan yang
dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kadar mikronutrien
dalam sel (Fenech & Bonassi, 2011). Defisiensi mikronutrien seperti vitamin B12
dan folat dapat meningkatkan frekuensi MN karena vitamin B12 dan folat
berperan sebagai kofaktor dalam proses sintesis dan perbaikan DNA (Battershill,
Burnett, & Bull, 2008).
Pada sampel non radiasi, tidak ditemukan adanya peningkatan frekuensi
MN setelah pemberian variasi kosentrasi buah tomat dan durasi inkubasi yang
digunakan (Gambar 9B). Rerata frekuensi MN berkisar antara 1-8 MN/1000 BNC
yang masih tergolong dalam kisaran normal, yaitu 3-30 (IAEA, 2001). Hal ini
menunjukkan bahwa variasi konsentrasi buah tomat yang digunakan dalam
penelitian ini tidak menimbulkan efek genotoksik pada sel limfosit. Berbeda
dengan hasil penelitian Srinivasan et al. (2009) yang menyebutkan bahwa
toksisitas suatu senyawa menjadi pertimbangan penting yang perlu diperhatikan
dalam mengevaluasi antioksidan potensial dari bahan tertentu, terutama pada
konsentrasi yang lebih tinggi. Likopen dengan konsentrasi 5 µg/ml lebih efektif
dari 10 µg/ml dalam mengurangi kerusakan DNA, karena pada konsentrasi yang
lebih tinggi likopen mungkin telah menghasilkan produk samping yang dapat
menghambat aktivitas antioksidannya (Srinivasan et al., 2007; Srinivasan et al.,
2009). Perbedaan hasil ini mungkin terletak pada sumber antioksidan. Beberapa
penelitian sebelumnya menggunakan likopen murni (Gajowik & Dobrzyńska,
2017; Srinivasan et al., 2009) dan likopen yang di ekstrak (Kelkel, Schumacher,
Dicato, & Diederich, 2011). Sementara itu, penelitian ini menggunakan buah
tomat secara langsung yang menyebabkan toksisitasnya lebih rendah dari sumber
likopen lainnya.
Selain identifikasi pembentukan MN, studi ini juga mengkaji
pembentukan NPB dan NBUD. Bonassi et al. (2011) menunjukkan bahwa selain
28
MN, uji CBMNCyt juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya anomali
nukleus lain saat pembelahan, seperti terbentuknya NPB dan NBUD. Berikut
merupakan hasil visualisasi NPB dan NBUD yang terbentuk dalam BNC akibat
paparan radiasi gamma dosis 2 Gy (Gambar 10).
Gambar 10. Visualisasi Binucleated Cell (BNC) disertai (A) Nucleoplasmic
Bridge (NPB) dan (B) Nuclear Bud (NBUD)
Jumlah NPB dan NBUD yang ditemukan pada sampel yang diradiasi
berkisar antara 0-4 NPB dengan rerata 2 dan 0-2 NBUD dengan rerata 0,5 (Tabel
1). Baik NPB maupun NBUD keduanya tidak ditemukan pada sampel non radiasi.
Oleh karena itu, paparan radiasi gamma dosis 2 Gy berpengaruh terhadap
pembentukan NPB dan NBUD. Hasil penelitian Pejchal et al. (2011) paparan
radiasi gamma dosis 2 Gy meningkatkan pembentukan NPB pada limfosit darah
menjadi 13±6 NPB/1000 BNC dibanding kontrol (2±1 NPB/1000 BNC). Pada
penelitian ini, pembentukan NPB dan NBUD pada limfosit darah masih tergolong
dalam batas normal yang disebutkan oleh Fenech (2007), yaitu 0-10 untuk NPB
dan 0-5 untuk NBUD.
Tabel 1. Distribusi pembentukan NPB dan NBUD berdasarkan perlakuan
pemberian tomat dan durasi inkubasi pada sampel radiasi
Konsentrasi
Tomat (mg/ml)
Durasi
Inkubasi (jam) ƩNPB ƩNBUD
0
4 0
5 1 2 0
2 1 0
10 1 1 1
2 0 0
25 1 2 2
2 2 1
(B) (A)
29
Jumlah NPB tertinggi didapat dari sampel kontrol positif, yaitu 4 NPB
(Tabel 1). Pemberian variasi konsentrasi buah tomat menurunkan tingkat NPB
menjadi 0-2 NPB. Meskipun perbandingan antar kelompok perlakuan
menunjukkan perbedaan dalam jumlah NPB, namun tidak ditemukan efek nyata
secara statistik (p>0,05) (Lampiran 10). Pembentukan NPB melalui uji CBMNCyt
terjadi melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama, yaitu NPB berasal dari
kromosom disentrik yang terbentuk dari DNA double strand breaks (DSB)
melalui kesalahan jalur perbaikan DNA. Kedua, NPB berasal dari fusi ujung
telomer (Zeljezic et al., 2015). Nucleoplasmic Bridge (NPB) timbul dari fusi
ujung telomer yang disebabkan oleh disfungsi telomer karena kehilangan protein
pengikat telomer (Fenech, 2007).
Nuclear Bud (NBUD) hanya teramati pada sampel dengan pemberian buah
tomat konsentrasi 10 dan 25 mg/ml. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
faktor. Salah satunya besaran dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi yang
digunakan belum menginisiasi pembentukan NBUD dalam jumlah besar.
Lindberg et al. (2007) melaporkan bahwa nuclear bud lebih jarang ditemukan
dibandingkan mikronuklei dalam banyak jenis sel. Penggunaan propolis dan
quercetin (bahan alami yang kaya akan flavonoid) sebagai radioprotektor tidak
teramati pengaruhnya terhadap pembentukan NPB dan NBUD (Benković et al.,
2008). Nuclear Bud (NBUD) dapat berasal dari kelebihan DNA yang kemudian
dilokalisasi ke lokasi-lokasi spesifik di pinggiran inti dan dieliminasi keluar inti
membentuk NBUD selama fase S dari siklus sel. Nuclear Bud (NBUD) juga telah
terbukti terbentuk ketika NPB antara dua inti pecah dan sisa-sisa menyusut
kembali ke inti (Fenech et al., 2011).
Tingkat aktivitas antioksidan dalam buah tomat dapat berbeda-beda pada
setiap orang, bergantung pada makanan yang dikonsumsi, konsentrasi antioksidan
dalam darah, dan aktivitas berbagai reseptor lipoprotein pada permukaan sel
(Gajowik & Dobrzyńska, 2017). Penelitian ini masih dalam tahap penelitian
pendahuluan, karena hanya didasarkan pada 3 orang responden yang sehat,
sehingga belum dapat diterapkan pada populasi secara umum. Untuk saat ini,
30
buah tomat dapat menjadi pilihan alternatif yang baik untuk dikonsumsi orang
sehat sebelum terpapar radiasi, terutama paparan radiasi dosis rendah.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pemberian buah tomat sebelum paparan radiasi dapat berpotensi sebagai
radioprotektor pada limfosit darah dengan menekan pembentukan MN
2. Konsentrasi optimum buah tomat yang efektif sebagai radioprotektor pada
limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei belum
ditemukan.
3. Durasi inkubasi optimum buah tomat yang efektif sebagai radioprotektor
pada limfosit darah dalam menekan pembentukan mikronuklei belum
ditemukan
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut saran yang dapat
diberikan untuk penelitian selanjutnya:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel darah dan dosis radiasi
yang lebih bervariasi, serta konsentrasi buah tomat yang lebih tinggi untuk
mengetahui efektivitas tertinggi buah tomat dalam menekan kerusakan
DNA akibat paparan radiasi
2. Optimalisasi metode preparasi buah tomat untuk memaksimalkan kinerja
antioksidan yang terkandung dalam buah tomat pada penelitian in vitro.
32
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Z., Hidayati, S., Akhadi, M., Purba M., Purwadi, D., Ariyanto, S., ...
Syahri. (2016). Buku Pintar Nuklir. Jakarta: BATAN Press.
Anbudhasan, P., Surendraraj, A., Karkuzhali1, S., & Sathishkumaran, S. (2012).
Natural antioxidants and its benefits. International Journal Of Food And
Nutritional Sciences, 3(6), 225-232.
Anttila, JV., Shubin, M., Cairns, J., Borse, F., Guo, Q., Mononen, T., Garcia, I V.,
Pulkkinen, O., & Mustonen, V. (2019) Contrasting the impact of cytotoxic
and cytostatic drug therapies on tumour progression. PLoS Comput Biol,
15(11), 1-18.
Astuti, S. (2008). Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap radikal
bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, 13(2), 136-146.
Battershill, JM., Burnett, K., & Bull, S. (2008). Factors affecting the incidence of
genotoxicity biomarker in peripheral blood lymphocytes: impact on design
of biomonitoring studies. Mutagenesis, 23(6), 423-437.
Benkovic, V., Kopjar, N., Knezevic, A. H., Dikic, D., Basic, I., Ramic, S.,
Viculin, T., Knez’evic, F., & Ors’olic, N. (2008). Evaluation of
radioprotective effects of propolis and quercetin on human white blood
cells in vitro. Biol. Pharm. Bull., 31(9), 1778-1785.
Boel, T. (2009). Dental radiologi: prinsip dan teknik. Medan: USU Press.
Bonassi, S., El-Zein, R., Bolognesi, C., & Fenech, M. (2011). Micronuclei
frequency in peripheral blood lymphocytes and cancer risk: evidence from
human studies. Mutagenesis, 26(1), 93–100.
Buchynska, LG. & Brieieva, OV. (2018). Sensitivity to 4-hydroxyestradiol and
dna repair efficiency in peripheral blood lymphocytes of endometrial
cancer patients. Exp. Oncol., 40(1), 68-72.
Carrol, Quinn B. (2011). Radiography in the digital age: physics exposure
radiation biology. Illinois: Charles C Thomas Publisher, Ltd.
Fauziyah, FF., Juswono, UP., & Herwiningsih, S. (2013). Pengaruh pemberian
buah manggis, buah sirsak, dan kunyit terhadap kandungan radikal bebas
pada daging sapi yang diradiasi dengan sinar gamma. Jurnal Natural UB,
5(1), 24-31.
Fenech, M. (2000). The in vitro micronucleus technique. Mutation Research, 455,
81-95.
Fenech, M., Chang, W. P., Kirsch-Volders, M., Holland, N., Bonassi, S., &
Zeiger, E. (2003). HUMN project: detailed description of the scoring
criteria for the cytokinesis-block micronucleus assay using isolated human
33
lymphocyte cultures. Mutation Research - Genetic Toxicology and
Environmental Mutagenesis, 534(1–2), 65–75.
Fenech, M. (2007). Cytokinesis-block micronucleus cytome assay. Nature
Protocols, 2(5), 1084–1104.
Fenech, M. & Bonassi, S. (2011). The effect of age, gender, diet and lifestyle on
DNA damage measured using micronucleus frequency in human
peripheral blood lymphocytes. Mutagenesis, 26(1), 43-49.
Fenech, M., Kirsch-Volders, M., Natarajan, A. T., Surralles, J., Crott, J. W., Parry,
J., Norppa, H., Eastmond, DA., Tucker, JD., & Thomas, P. (2011).
Molecular mechanisms of micronucleus, nucleoplasmic bridge and nuclear
bud formation in mammalian and human cells. Mutagenesis, 26(1), 125–
132.
Frusciante, L., Carli, P., Ercolano, MR., Pernice, R., Matteo, AD., Fogliano, V., &
Pellegrini, N. (2007). Antioxidant nutritional quality of tomato. Mol. Nutr.
Food Res., 51, 609-617.
Gajowik, A., & Dobrzyńska, M. M. (2014). Lycopene-antioxidant with
radioprotective and anticancer properties. A review. Rocz Panstw Zakl
Hig, 65(4), 263–271.
Gajowik, A., & Dobrzyńska, M. M. (2017). The evaluation of protective effect of
lycopene against genotoxic influence of x-irradiation in human blood
lymphocytes. Radiation and Environmental Biophysics, 56(4), 413–422.
Gruszecki, W. I. (1999). Carotenoids in membranes. In: Frank HA, Young AJ,
Britton G, Cogdell RJ (eds) The photochemistry of carotenoids. Springer,
Dordrecht, pp 363–379.
Hall, EJ. & Giaccia, AJ. (2019). Radiobiology for the radiologist 8th edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer.
Hasan, I. & Djakaria, H. (2013). Kematian sel akibat radiasi. Radioterapi &
Onkologi Indonesia, 4(2).
Hiswara, E. (2015). Buku pintar proteksi dan keselamatan radiasi di rumah sakit.
Jakarta: BATAN Press.
International Atomic Energy Agency (IAEA). (2001). Biological dosimetry
chromosomal aberration analysis for dose assessments. Vienna:
International Atomic Energy Agency.
International Atomic Energy Agency (IAEA). (2004). Practical radiation
technical manual: health effects and medical surveillance. Vienna:
International Atomic Energy Agency..
International Atomic Energy Agency (IAEA). (2010). Minimum essential syllabus
for radiobiology in radiation biology: A handbook for teacher and student.
Vienna: International Atomic Energy Agency.
34
International Atomic Energy Agency (IAEA). (2011). Cytogenetic dosimetry:
Application in preparedness for and response to radiation emergencies.
Vienna: International Atomic Energy Agency.
Ionescu, M.E., Ciocirlan, M., Becheanu, G., Nicolaie, T., Ditescu, C., Teiusanu,
A.G., Gologan, S.I., Arbanas, T., & Diculescu, M.M. (2011). Nuclear
division index may predict neoplastic colorectal lesions. Maedica
(Buchar), 6(3), 173–178.
Islamian, J. P., & Mehrali, H. (2015). Lycopene as a carotenoid provides
radioprotectant and antioxidant effects by quenching radiation-induced
free radical singlet oxygen: An overview. Cell Journal, 16(4), 386–391.
Istifli, ES., Hüsunet, MT., & Ila, HS. (2019). Cell division, cytotoxicity, and the
assays used in the detection of cytotoxicity. IntechOpen, 1-19.
Kamlasi, F., & Juswono, U. P. (2014). Efek paparan radiasi gamma dan
pemberian ekstrak kecambah kacang hijau (Phaseoulus radiatus) terhadap
tingkat kesuburan gonad hewan mencit. Natural B, 2(4), 380–386.
Kelkel, M., Schumacher, M., Dicato, M., & Diedierich, M. (2011). Antioxidant
and anti-proliferative properties of lycopene. Free Radic Res., 45(8), 925-
940.
Khairinal. (2012). Efek kurkumin terhadap proliferasi sel limfosit dari limpa
mencit C3H bertumor payudara secara in vitro. Tesis, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Kisnanto, T., Kurnia, I., & Sadikin, M. (2020). Effect of garlic, stinky bean,
dogfruit, tomato extracts, and N-acetylcysteine on rats after 5 Gy
irradiation. Atom Indonesia, 46(1), 53-60.
Kuntic, V. S., Stankovic, M. B., Vujic, Z. B., Brboric, J. S., Uskokovic, S. M.
(2013). Radioprotectors, the evergreen topics. Chemistry and Biodiversity,
10, 1791-1803.
Lindberg, H. K., Wang, X., Järventaus, H., Falck, G. C. M., Norppa, H., &
Fenech, M. (2007). Origin of nuclear buds and micronuclei in normal and
folate-deprived human lymphocytes. Mutation Research - Fundamental
and Molecular Mechanisms of Mutagenesis, 617(1–2), 33–45.
Lusiyanti, Y., Alatas, Z., Syaifudin, M., & Purnami, S. (2016). Establishment of a
dose-response curve for x-ray-induced micronuclei in human lymphocytes.
Genome Integrity, 7(7), 1-4.
Maurya, D. K. & Devasagayam, T. P. A. (2011). Role of radioprotectors in the
inhibition of DNA damage and modulation of DNA repair after exposure
to gamma-radiation. Selected Topics in DNA Repair, In Tech, 483-496.
Mavragani, IV., Laskaratou, DA., Frey, B., Candéias, SM., Gaipl, US.,
Lumniczky, K., & Georgakilas, AG. (2016). Key mechanisms involved in
35
ionizing radiation-induced systemic effects. A current review. Toxicol Res
(Camb)., 5(1):12–33.
Mishra, R., & Bisht, S., S. (2011). Antioxidants and their charecterization.
Journal of Pharmacy Research, 4(8),2744-2746.
Nakamura, A., Itaki, C., Saito, A., Yonezawa, T., Aizawa, K., Hirai, A.,
Suganuma, H., Miura, T., Mariya, Y., & Haghdoost, S. (2017). Possible
benefits of tomato juice consumption: A pilot study on irradiated human
lymphocytes from healthy donors. Nutrition Journal, 16(1), 1–11.
Nurhayati, S., & Syaifudin, M. (2017). Pemanfaatan biomarker mikronuklei untuk
mendukung program proteksi radiasi. Seminar Nasional Sains Dan
Teknologi Nuklir, 436–442.
Paris, CM. & Lythe, G. (2011). Mathematical models and immune cell biology.
Springer, pp. 75-105
Patel, M., Mehta, P., Bakshi, S., & Tewari, S. (2016). Effect of Phyllostachys
parvifolia leaf extract on ionizing radiation-induced DNA damage: A
preliminary in vitro cytogenetic study. Journal of Ayuveda and Integrative
Medicine, 30, 1-3.
Pejchal, J., Vasilieva, V., Hristozova, M, Vilasová, Z., Vávrová, J., Alyakov, M.,
Tichý, A., Zárybnická, L., Šinkorová, Z., Tambor, V., Kubelková, V.,
Dresler, J. (2011). Cytokinesis-block micronucleus (CBMN) assay/CBMN
cytome assay in human lymphocytes after in vitro irradiation and its use in
biodosimetry. Military Medical Science Letters, 80, 28-37.
Pinela, J., Oliveira, MBPP., & Ferreira, ICFR. (2016). Bioactive compounds of
tomatoes as health promoters. Natural Bioactive Compounds from Fruits
and Vegetables, 2(3), 48–91.
Raiola, A., Rigano, M. M., Calafiore, R., Frusciante, L., & Barone, A. (2014).
Enhancing the health-promoting effects of tomato fruit for biofortified
food. Mediators of Inflammation, 1–16.
Ramachandran, E. N., Karuppasamy C. V., Kumar, V. A., Soren, D. C., Kumar, P.
R. V., Koya, P. K. M., Jaikrishan, G., & Das, B. (2017). Radio-adaptive
response in peripheral blood lymphocytes of individuals residing in high-
level natural radiation areas of Kerala in the southwest coast of India.
Mutagenesis, 32, 267–273.
Rodrigues, M. A., Beaton-Green, L. A., Wilkins, R.C., & Fenech, M. (2018). The
potential for complete automated scoring of the cytokinesis block
micronucleus cytome assay using imaging flow cytometry. Mutat Res Gen
Tox En, 836, 53–64.
Saha, S., Vashi, S., Mistry, D., Pithawala, M., & Chakraborty, S. (2015).
Lycopene lessens bleomycin induced micronuclei frequency in cultured
36
human lymphocytes in vitro. World Journal of Pharmaceutical Research,
4(11), 1509-1518.
Santos, RA., Teixeira, AC., Mayorano, MB., Carrara, HHA., Andrade, JM., &
Takahashi, CS. (2010). Basal levels of DNA damage detected by
micronuclei and comet assays in untreated breast cancer patients and
healthy women. Clin.Exp.Med, 10, 87-92.
Singh, VK. & Seed, TM. (2019). The efficacy and safety of amifostine for the
acute radiation syndrome. Expert Opinion on Drug Safety, 18(11), 1077–
1090.
Srinivasan, M., Sudheer, AR., Pillai, KR., Kumar, PR., Sudhakaran, PR., &
Menon, PV. (2007). Lycopene as a natural protector against γ-radiation
induced DNA damage, lipid peroxidation and antioxidant status in primary
culture of isolated rat hepatocytes in vitro. Biochimica et Biophysica Acta,
1770, 659–665.
Srinivasan, M., Devipriya, N., Kalpana, K. B., & Menon, V. P. (2009). Lycopene:
An antioxidant and radioprotector against γ-radiation-induced cellular
damages in cultured human lymphocytes. Toxicology, 262(1), 43–49.
Syaifudin, M., Lusiyanti, Y., Purnami, S., Lee, Y. S., & Kang, C. M. (2017).
Assessment of ionizing radiation induced dicentric chromosome and
micronuclei in human peripheral blood lymphocytes for preliminary
reconstruction of cytogenetic biodosimetry. Atom Indonesia, 43(1), 47 –
54.
Tanaka, T. & Shimizu, N. (2000) Induced detachment of acentric chromatin from
mitotic chromosomes leads to their cytoplasmic localization at G1 and the
micronucleation by lamin reorganization at S phase. J. Cell. Sci., 113,
697–707.
Thomas, P., Keizo U., M. Fenech. (2003). Nucleoplasmic bridges are a sensitive
measure of chromosome rearrangement in the cytokinesis-block
micronucleus assay. Mutagenesis, 18 (2): 187-194.
Tobon, GJ., Izquierdo, JH., & Canas, CA. (2013). B Lymphocytes: Development,
tolerance, and their role in autoimmunity-Focus on systemic lupus
erythematosus. Autoimmune Disease, 2013, 1-17.
United Nations Environment Programme (UNEP). (2016). Radiation: Effects and
sources. Austria: United Nations Environment Programme.
Vrinda, B. & Devi, VU. (2001). Radiation protection of human lymphocyte
chromosomes in vitro by orientin and vicenin. Mutation Research, 498,
39-46.
Wardani, D. (2017). Pengaruh Kombinasi Tomat (Solanum lycopersicum L.) dan
Zink terhadap Jumlah Oosit Tikus Putih Betina Galur Sprague Dawley
37
yang Diinduksi Gelombang Elektromagnetik Radiasi Ponsel. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Werdhasari, A. (2014). Peran antioksidan bagi kesehatan. Jurnal Biotek
Medisiana Indonesia, 3(2), 59-68.
Williams, M.V., James, N.D., Summers, E.T., Barrett, A., & Ash, V. (2006).
National Survey of Radioteraphy Fractination Practice in 2003. Clinical
Oncology, 18 (1), 3-14.
Zeljezic, D., Bjelis, M., & Mladinic, M. (2015). Evaluation of the mecanism of
nucleoplasmic bridge formation due to premature telomere shortening in
agricultural workers exposed to mixed pestisides: Indication for further
studies. Chemospere, 120, 45-51.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil identifikasi/determinasi tanaman oleh Pusat Penelitian Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
39
Lampiran 2. Dokumentasi penelitian
No. Gambar Keterangan
1.
Ekstrak cair tomat yang digunakan
dalam penelitian
2.
Sampel darah dari 3 orang
responden
3.
Perlakuan pemberian paparan
radiasi oleh pesawat Gamma
Chamber 4000 A dosis tunggal 2
Gy dengan laju 17,5 detik/Gy
40
4.
Proses pembiakkan sel darah
5.
Proses pewarnaan preparat
mikronuklei (MN) dengan
menggunakan pewarna Giemsa 4%
41
Lampiran 3. Data hasil perhitungan nilai Nuclear Division Index (NDI) dari
semua sampel radiasi
Konsentrasi
Tomat
(mg/ml)
Durasi
Inkubasi
(jam)
Sampel Distribusi Nukleat N NDI
M1 M2 M3 M4
0 1 1 309 131 28 32 500 1,57
2 267 170 31 32 500 1,66
3 270 156 35 39 500 1,69
2 1 309 131 28 32 500 1,57
2 267 170 31 32 500 1,66
3 270 156 35 39 500 1,69
5 1 1 260 168 36 36 500 1,70
2 278 166 23 33 500 1,62
3 276 170 31 23 500 1,60
2 1 270 182 26 22 500 1,60
2 300 165 17 18 500 1,51
3 321 155 13 11 500 1,43
10 1 1 265 189 19 27 500 1,62
2 295 163 18 24 500 1,54
3 284 156 25 35 500 1,62
2 1 240 187 26 47 500 1,76
2 260 191 24 25 500 1,63
3 287 174 23 16 500 1,54
25 1 1 325 124 26 25 500 1,50
2 304 154 15 27 500 1,53
3 295 171 21 13 500 1,50
2 1 237 174 40 49 500 1,80
2 309 159 14 18 500 1,48
3 345 130 11 14 500 1,39
TOTAL 6843 3892 596 669 12000 1,59
42
Lampiran 4. Data hasil perhitungan nilai Nuclear Division Index (NDI) Nuclear
Division Index (NDI) dari semua sampel non radiasi
Konsentrasi
Tomat
(mg/ml)
Durasi
Inkubasi
(jam)
Sampel Distribusi Nukleat N NDI
M1 M2 M3 M4
0 1 1 208 222 23 47 500 1,82
2 305 151 28 16 500 1,51
3 307 154 20 19 500 1,50
2 1 208 222 23 47 500 1,82
2 305 151 28 16 500 1,51
3 307 154 20 19 500 1,50
5 1 1 304 168 10 18 500 1,48
2 229 208 19 44 500 1,76
3 301 168 13 18 500 1,50
2 1 274 190 10 26 500 1,58
2 209 240 14 37 500 1,76
3 212 226 33 29 500 1,76
10 1 1 211 208 32 49 500 1,84
2 263 181 15 41 500 1,67
3 239 179 28 54 500 1,79
2 1 219 216 19 46 500 1,78
2 283 141 24 52 500 1,69
3 221 234 23 22 500 1,69
25 1 1 294 173 13 20 500 1,52
2 217 221 18 44 500 1,78
3 234 220 27 19 500 1,66
2 1 224 191 30 55 500 1,83
2 232 179 38 51 500 1,82
3 263 206 15 16 500 1,57
TOTAL 6069 4603 523 805 12000 1,67
43
Lampiran 5. Data hasil pengamatan Mikronuklei (MN) pada semua sampel radiasi
Konsentrasi
Tomat
(mg/ml)
Durasi
Inkubasi
(jam)
Sampel Distribusi MN Total
MN
Total
BNC 1
MN
2
MN
3
MN
4
MN
0 1 1 203 86 18 1 308 1000
2 206 24 5 1 236 1000
3 191 20 2 0 213 1000
2 1 203 86 18 1 308 1000
2 206 24 5 1 236 1000
3 191 20 2 0 213 1000
5 1 1 181 66 12 1 260 1000
2 173 52 11 1 237 1000
3 156 33 10 3 202 1000
2 1 153 34 2 0 189 1000
2 205 78 9 2 294 1000
3 160 46 8 1 215 1000
10 1 1 213 60 17 4 294 1000
2 187 51 10 1 249 1000
3 154 28 2 0 184 1000
2 1 154 41 4 2 201 1000
2 177 62 17 3 259 1000
3 198 66 14 1 279 1000
25 1 1 194 50 6 3 253 1000
2 180 49 7 0 236 1000
3 149 27 3 0 179 1000
2 1 152 41 1 0 194 1000
2 195 82 15 1 293 1000
3 170 73 6 3 252 1000
TOTAL 4351 1199 204 30 5784 24000
44
Lampiran 6. Data hasil pengamatan Mikronuklei (MN) pada semua sampel non
radiasi
Konsentrasi
Tomat
(mg/ml)
Durasi
Inkubasi
(jam)
Sampel Distribusi MN Total
MN
Total
BNC 1
MN
2
MN
3
MN
4
MN
0 1 1 7 0 0 0 7 1000
2 7 1 0 0 8 1000
3 7 0 0 0 7 1000
2 1 7 0 0 0 7 1000
2 7 1 0 0 8 1000
3 7 0 0 0 7 1000
5 1 1 6 0 0 0 6 1000
2 6 0 0 0 6 1000
3 6 0 0 0 6 1000
2 1 4 0 0 0 4 1000
2 3 0 0 0 3 1000
3 5 0 0 0 5 1000
10 1 1 4 0 0 0 4 1000
2 4 0 0 0 4 1000
3 2 0 0 0 2 1000
2 1 2 1 0 0 3 1000
2 4 1 0 0 5 1000
3 4 0 0 0 4 1000
25 1 1 1 0 0 0 1 1000
2 7 1 0 0 8 1000
3 4 0 0 0 4 1000
2 1 6 0 0 0 6 1000
2 3 0 0 0 3 1000
3 4 0 0 0 4 1000
TOTAL 117 5 0 0 122 24000
45
Lampiran 7. Data hasil pengamatan Nucleoplasmic Bridge (NPB) dan Nuclear
Bud (NBUD) pada sampel radiasi
Konsentrasi
Tomat
(mg/ml)
Durasi
Inkubasi
(jam)
ƩNPB ƩNBUD Total
BNC
0 1 4 0 3000
2 4 0 3000
5 1 2 0 3000
2 1 0 3000
10 1 1 1 3000
2 0 0 3000
25 1 2 1 3000
2 jam 2 0 3000
TOTAL 16 2 24000
46
Lampiran 8. Data hasil analisis statistik nilai Nuclear Division Index (NDI)
1. Hasil uji paired sample t-test antara sampel radiasi dan non radiasi
Kontrol Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
0,300 0,243 0,140 -0,574 -0,634 0,214 2 0,851
Tomat
5
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
0,600 0,183 0,106 -0,395 -0,515 0,567 2 0,628
Tomat
5
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
-0,187 0,183 -0,106 -0,642 -0,269 -1,763 2 0,220
Tomat
10
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
-0,173 0,045 0,026 -0,285 -0,061 -6,658 2 0,022
Tomat
10
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
-0,077 0,067 0,038 -0,242 0,089 -1,994 2 0,184
Tomat
25
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
-0,143 0,116 0,067 -0,431 0,145 -2,142 2 0,165
Tomat
25
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
-0,183 0,155 0,090 -0,568 0,202 -2,048 2 0,177
47
2. Hasil uji normalitas sampel radiasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
NDI ,161 24 ,111 ,943 24 ,188
a. Lilliefors Significance Correction
3. Hasil analisis ANOVA sampel radiasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Nilai NDI
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,067a 7 ,010 ,999 ,467
Intercept 60,706 1 60,706 6290,798 ,000
Tomat ,036 3 ,012 1,258 ,322
Inkubasi ,000 1 ,000 ,035 ,854
Tomat * Inkubasi ,031 3 ,010 1,062 ,393
Error ,154 16 ,010
Total 60,928 24
Corrected Total ,222 23
a. R Squared = ,304 (Adjusted R Squared = ,000)
4. Hasil uji normalitas sampel non radiasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
NDI ,176 24 ,053 ,924 24 ,073
a. Lilliefors Significance Correction
48
5. Hasil analisis ANOVA sampel non radiasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Nilai NDI
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,100a 7 ,014 ,756 ,630
Intercept 67,134 1 67,134 3571,757 ,000
Tomat ,063 3 ,021 1,124 ,369
Inkubasi ,010 1 ,010 ,511 ,485
Tomat * Inkubasi ,027 3 ,009 ,471 ,707
Error ,301 16 ,019
Total 67,534 24
Corrected Total ,400 23
a. R Squared = ,249 (Adjusted R Squared = -,080)
49
Lampiran 9. Data hasil analisis statistik frekuensi Mikronuklei (MN)
1. Hasil uji paired sample t-test antara sampel radiasi dan non radiasi
Kontrol Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
245 49,73 28,71 121,47 368,53 8,53 2 0,013
Tomat
5
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
227 29,21 16,86 154,45 299,55 13,46 2 0,005
Tomat
5
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
228,67 55,41 31,99 91,02 366,31 7,15 2 0,019
Tomat
10
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
239 54,25 31,32 104,24 373,76 7,63 2 0,017
Tomat
10
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
242,33 39,8 22,98 143,46 341,21 10,55 2 0,009
Tomat
25
mg/ml
(1 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
218,33 39,4 22,75 120,46 316,21 9,6 2 0,011
Tomat
25
mg/ml
(2 jam)
Paired Differences t df Sig (2-
tailed) Mean SD S.Error
Mean
95% Confidence
Lower Upper
242 51,26 29,6 114,65 369,35 8,18 2 0015
50
2. Hasil uji normalitas sampel radiasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
MN ,157 24 ,131 ,926 24 ,078
a. Lilliefors Significance Correction
3. Hasil analisis ANOVA sampel radiasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Frekuensi MN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2841,292a 7 405,899 ,189 ,984
Intercept 1404084,375 1 1404084,375 653,950 ,000
Tomat 1976,458 3 658,819 ,307 ,820
Inkubasi 273,375 1 273,375 ,127 ,726
Tomat * Inkubasi 591,458 3 197,153 ,092 ,963
Error 34353,333 16 2147,083
Total 1441279,000 24
Corrected Total 37194,625 23
a. R Squared = ,076 (Adjusted R Squared = -,328)
4. Hasil uji normalitas sampel non radiasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
MN ,192 24 ,023 ,934 24 ,119
a. Lilliefors Significance Correction
51
5. Hasil analisis ANOVA sampel non radiasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Frekuensi MN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 54,958a 7 7,851 3,140 ,027
Intercept 610,042 1 610,042 244,017 ,000
Tomat 48,792 3 16,264 6,506 ,004
Inkubasi 1,042 1 1,042 ,417 ,528
Tomat * Inkubasi 5,125 3 1,708 ,683 ,575
Error 40,000 16 2,500
Total 705,000 24
Corrected Total 94,958 23
a. R Squared = ,579 (Adjusted R Squared = ,394)
52
Lampiran 10. Data hasil analisis statistik frekuensi Nucleoplasmic Bridge (NPB)
1. Hasil uji normalitas sampel radiasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Standardized Residual for
NPB ,149 24 ,181 ,945 24 ,209
a. Lilliefors Significance Correction
2. Hasil analisis ANOVA sampel radiasi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Nilai NPB
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4,667a 7 ,667 ,842 ,569
Intercept 10,667 1 10,667 13,474 ,002
Tomat 4,333 3 1,444 1,825 ,183
Inkubasi ,167 1 ,167 ,211 ,653
Tomat * Inkubasi ,167 3 ,056 ,070 ,975
Error 12,667 16 ,792
Total 28,000 24
Corrected Total 17,333 23
a. R Squared = ,269 (Adjusted R Squared = -,050)