Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
EFEKTIVITAS DAKWAH MELALUI MAJELIS TAKLIM DI DESA LADUMPI KECAMATAN RROWATU KABUPATEN BOMBANA
SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
MUHAMMAD SYARIF NIM : 105270019515
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M
2
3
4
5
ABSTRAK
MUHAMMAD SYARIF. 2018 Efektivitas Dakwah Melalui Majelis Taklim
(dibimbing oleh Ilham Muchtar Dan Husni Yunus)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dakwah melalui
majelis taklim di Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana
Penelitian ini bersifat deskriptip kualitatip yaitu sebuah penelitian yang
dimaksudkan untuk mengunkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah
dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh
metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui: 1.bagaimana
pelaksanaan dakwah melalui majelis taklim 2. Bagaimana pelaksanaan
aktifitas dakwah pada majelis taklim 3. Bagaimana efektifitas dakwah melalui
Pengajian Majelis Taklim di Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten
Bombana
Adapun hasil penelitian ini ialah menunjukkan adanya efektifitas
dakwah pada majelis taklim terbukti dengan adanya pengajian majelis taklim
para peserta lebih giat lagi mempelajari agama islam karena diantara mereka
banyak memilih melanjutkan sekolahnya di pondok-pondok pesantren yang
sederajat smp, sma, dan perguruan tinggih
6
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan
nikmat-nya, nikmat iman, kesehatan dan kesempatan sehingga penulisan
skripsi ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada
Rasulullah SAW, Keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa
mengikuti beliau
Skripsi ini berjudul Efektifitas Dakwah Melalui Majelis Taklim Di Desa
Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana. Skripsi ini upaya
penulis untuk mengetahui efektifitas dakwah melalui majelis taklim. Skipsi ini
juga merupakan tugas akhir akademik perkuliahan pada Universitas
Muhammadiyah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar sarjana
strata satu komunikasi pentiaran islam (KPI)
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin
dapat terselesaiikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak moril maupun
materil, olehnya penulis menyampaikan ucapan syukur kepada:
1. Ayahanda Muhammad Nasir, Ibunda Aisyah yang selalu memberikan
dukungan dan selalu mendoakanku serta saudara-saudaraku.
7
2. Syaikh Muhammad Muhammad Thoyyib Khoory, keluarganya, teman
dan karib kerabatnya yang menjadi donator bagi kami, jazakumullahu
Khairan.
3. Dr H Abd Rahman Rahim SE MM selaku rektor Universitas
MUhammadiyah Makassar
4. Drs. H. Mawardi Pawangi, M. Pd.I selaku dekan fakultas agama islam
universitas muhammadiyah Makassar
5. Dr. Abbas Baco Miro, Lc, MA selaku ketua prodi komunikasi penyiaran
islam universitas muhammadiyah Makassar
6. Dr. M, Ilham Muchtar, Lc, MA selaku pembingbing 1 skripsi
7. Drs, H.M Husni Yunus, M.Pd.I selaku pembingbing 2 skripsi
8. Seluruh dosen-dosen universiyas muhammadiyah atas kerja samanya
9. Seluruh teman-teman angkatan 1 prodi penyiaran agama islam yang
selama ini telah bersama-sama menjalani proses perkuliahan dan
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini Alhamdulillah
Jazakumullahu khairan katsiran
Makassar 26 Desember 2017
Penulis
Muhammad Syarif
8
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL ........................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penilitian ..................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4
E. Defenisi Operasional .............................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................ 7
A. Pengertian Dakwah ................................................................ 7
B. Unsur-Unsur Dakwah ............................................................. 12
1. Da‟i (pelaku dakwah) ......................................................... 12
2. Mad‟u (Penerima Dakwah) ................................................ 13
3. Media Dakwah .................................................................. 14
4. Metode Dakwah ................................................................ 17
C. Majelis Taklim Sebagai Lembaga Pendidikan Agama Non Formal 34
9
Aspek-Aspek Pendidikan Dalam Majelis Taklim............................. 41
1. Pendidik ................................................................................. 42
2. Anggota Majelis Taklim .......................................................... 43
3. Alat Pendidikan ....................................................................... 45
4. Lingkungan Atau Masyarakat .................................................. 47
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 49
A. Metode Dan Jenis Penelitian .................................................. 49
B. Lokasi Dan Objek Penelitian ................................................... 50
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan
ummatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat
manusia sebagai Rahmatan Lil Alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajaranya dijadikan sebagai
pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten serta konsekuen. Usaha
penyebarluasan Islam realisasi terhadap ajaran adalah melalui dakwah.1
Seperti di dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman:
ًَ أَۡحَسُنُۚ إِنَّ ِدۡلُهم ِبٲلَِّتً ِه ٱۡدُع إَِلٰى َسِبٌِل َربَِّك ِبٲۡلِحۡكَمِة َوٱۡلَمۡوِعَظِة ٱۡلَحَسَنِةِۖ َوَجٰ
َك ُهَو أَۡعَلُم بَِمن َضلَّ َعن َسِبٌلِِهۦ َوُهَو أَۡعَلُم ِبٲۡلُمۡهَتِدٌَن َٕ٘ٔربَّ
Terjemahanya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Al-Nahl:125)2
1 Siti Muriah, metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hal. 12.
2 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih
Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 281
11
Dari ayat di atas mengandung beberapa arti yang beraneka ragam.
Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau defenisi
terhadap istilah tersebut. Hal ini tergantung pada sudut pandangan mereka
dalam memberikan pengertian kepada istilah tersebut. Sehingga antara
definisi menurut yang satu dengan lainya terdapat perbedaan dan kesamaan.
Pengajian agama merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah atau
tabligh, karena di dalam pengajian itu sendiri tidak lepas dari usaha
penyampaian ajaran-ajaran Islam dalam rangka mengajak atau membina
umat manusia untuk senantiasa berada di jalan Islam, sehingga tercapai
kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pengajian merupakan salah satu kegiatan keagamaan dalam Islam,
pengajian tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, seperti santri dan
siswa namun pengajian juga di ikuti oleh bapak bapak, ibu-ibu, remaja dan
anak-anak serta untuk semua kalangan.
Pada umumnya pengajian di dalam pengajian di bahas te+ntang ajaran-
ajaran Islam dan penjelasanya, seperti masalah akidah akhlak, tauhid dan
masih banyak lagi ajaran Islam lainya. Bagi sebagian muslim pengajian juga
merupakan kebutuhan seorang untuk bisa mendapatkan ajaran-ajaran Islam
yang baik dan benar. Sekaligus dijadikan sebagai sarana komunikasi dan
sosialisasi.
12
Akan tetapi didalam sebuah pengajian Majelis taklim biasanya muncul
berbagai masalah seperti kurangnya antusias masyarakat untuk mengikuti
pengajian Majelis taklim.oleh sebab itu kami berusaha semaksimal mungkin
mendatangkan ustadz dari luar desa atau kecamatan agar antusias
masyarakat lebih tinggi untuk mengikuti pengajian Majelis taklim
Pengajian rutin di Desa Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten
Bombana sultra dilaksanakan setiap sekali sepekan setelah shalat fardhu,
waktu pengajian berdurasi selama satu jam, metode yang digunakan dalam
pengajian tersebut adalah ceramah.
Tujuan pengajian Majelis Taklim yang dilaksanakan di Desa Taubonto
Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra ini adalah terpenuhinya
kebutuhan spiritual agama, meningkatkan pemahaman agama dan
menambah wawasan para masyarakat, selain itu pengajian Majelis Taklim ini
juga bertujuan untuk membangun kesadaran beragama para jemaah di Desa
Taubonto Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra.
Persoalan ini sangat penting untuk diteliti dan persoalan ini menantang
saya untuk menelitinya pada jamaah di Desa Taubonto Kecamatan Rarowatu
Kabupaten Bombana Sultra.
13
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diajukan pertanyaan
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan dakwah melalui Majelis Taklim?
2. Bagaimana pelaksanaan aktifitas dakwah pada Majelis taklim di Desa
Ladumpi?
3. Bagaimana efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di
Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Provinsi
Sulawesi Tenggara?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pelaksanaan dakwah melalui Majelis taklim
2. Untuk mengetahui pelaksanaan aktifitas dakwah pada pengajian
Majelis taklim
3. Membuktikan efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di
Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra
D. Manfaat Penelitian
Secara teorotis, penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan
pengetahuan ilmu dakwah khususnya bidang dakwah/tabligh (komunikasi
14
penyiaran Islam). Penelitian juga ini dapat berguna untuk mengetahui
bagaimana efektivitas pelaksanaan shalat pada masyarakat di tengah-tengah
kesibukanya dan barangkali bisa menghasilkan teori tentang dakwah kepada
masyarakat pedesaan
Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan oleh para muballigh atau
ustadz dan semua yang berkecimpung dalam pelaksanaan dakwah terutama
pada masyarakat pedesaan.
E. Defenisi Operasional
Untuk lebih memperjelas maksud dan ruang lingkup penelitian ini, maka
ditegaskan secara operasional sebagai berikut:
1. Efektivitas yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
telah tercapai, apabila target yang ingin dicapai semakin besar
presentasenya maka semakin besar pula efektivitasnya.
2. Dakwah yaitu mengajak manusia, memanggil atau menyeru kepada
seluruh ummat manusia untuk senantiasa mempelajari ajaran-ajaran
islam agar mereka memahami bahwa hanya agama islam yang
diterima disisi Allah SWT.
3. Pengajian adalah merupakan pendidikan non formal yang khusus
dalam bidang agama yang bertujuan mengajarkan dasar-dasar
agama pada masyarakat.
15
4. Majelis adalah kumpulan orang banyak untuk suatu tujuan yang
bersifat positif seperti musyawarah atau berkumpul untuk
mempelajari ajaran-ajaran agama Islam.
5. Taklim adalah penyampaian atau pengajaran ilmu pengetahuan yang
benar oleh karena itu taklim mencangkup aspek-aspek pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Dakwah
Secara etimologi, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da‟a, yad‟u.3
yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan
dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama diberi istilah-istilah
tabliqh, amar ma‟ruf dan nahi munkar, mauu‟idzahoh hasanah, tabsyir,
indzhar, washiyah, tarbiyah, Taklim dan khotbah.
Pada tataran praktis dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga
unsur, yaitu: penyampai pesan (Da‟i), informasi yang disampaikan (Materi),
dan penerima pesan (Mad‟u). Namun dakwah mengandung pengertian yang
lebih luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung
makna sebagai aktivitas penyampaian ajaran Islam, menyuru berbuat baik
dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan
peringatan bagi manusia.
Istilah dakwah dalam Al-Qur‟an diungkapkan dalam bentuk fi‟il maupun
mashdar sebanyak lebih dari seratus kata. Al-Qur‟an menggunakan kata
dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang disertai dengan resiko
masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur‟an, dakwah dalam arti mengajak
3 Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyah, 1972: 286
17
ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan
kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Disamping itu,
banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam konteks
yang berbeda.4
Terlepas dari beragamanya makna istilah ini, pemakaian kata dakwah
dalam masyarakat Islam, terutama di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak
asing. Arti dari kata dakwah yang dimaksud adalah “seruan” dan “ajakan”
kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang dimaksud adalah seruan
kepada Islam atau seruan atau seruan Islam. Demikian juga halnya kalau
diberi arti “ajakan”, maka yang dimaksud adalah ajakan kepada Islam atau
ajakan Islam. Kecuali itu, “Islam” sebagai agama disebut “agama dakwah”,
maksudnya adalah agama yang disebar-luaskan dengan cara damai, tidak
lewat kekerasan.5
Setelah mendata seluruh kata dakwah dapat didefinisikan bahwa
dakwah Islam adalah sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan
memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meneliti jalan Allah dan
istiqomah dijalan-Nya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.
4 Andy Dermawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI, 2002). hal, 29
5 Muhammad Husain Haikal sejarah hidup muhammadiya, diterjemahkan dari Hayat
Muhammad oleh Ali Audah (Jakarta: Tintamas, 1984), hal. 217.
18
Kata “mengajak, mendorong, dan memotivasi” adalah kegiatan
dakwah yang berada dalam lingkup tabliqh. Kata “bashirah” untuk
menunjukan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik.
Kalimat “menelii jalan Allah” untuk menunjukan tujuan dakwah, yaitu
mardhotillah. Kalimat “istiqomah” di jalan-Nya” untuk menunjukan bahwa
dakwah dilakukan secara berkesinambungan. Sedangkan kalimat “berjuang
bersama meninggikan agama Allah” untuk menunjukan bahwa dakwah bukan
hanya untuk menciptakan keshalehan pribadi, tetapi harus juga menciptakan
keshalehan sosial. Untuk mewujudkan masyarakat yang shaleh tidak bisa
dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama-
sama.
Oleh karena itu, secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari
aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan
dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan defenisi yang
bervariasi antara lain:
1. Ali Makhfudh dalam kitabnya “hidayatul mursyidin” mengatakan,
dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan
mengikiuti petunjuk [agama], menyeru mereka kepada kebaikan dan
19
mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.6
2. Nasaruddin Latif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha
aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia lainya untuk beriman dan menaati
Allah SWT. Sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak
Islamiah.7
3. Masdar Helmy mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak dan
menggerakan manusia agar menaati ajaran-ajaran Allah [Islam]
termasuk amar ma‟ruf nahi mungkar untuk bisa memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.8
4. Quraish Shihab mendefinisikanya sebagai seruan atau ajakan kepada
keinfasan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada
situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun
masyarakat.9
6 Ali Mahfus, Hidayat al-mursyidin ila Thuruq al-wa‟ziwa al-khitbah, (Dar al-Ma‟rif, tt.), hal. 17.
7 H.M.S. Nasaruddin Latief, teori dan praktik dakwah Islamiyah, (Jakarta: PT Firman Dara, tt,),
hal. 11.
8 Masdar Helmy, Dakwah dalam Alam pembangunan, (semarang; CV Toha Putra, tt,), hal. 31.
9 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1992), hal 194.
20
5. M. Abu al-Fath al-Bayunani, dakwah adalah menyampaikan dan
mengajarkan Islam kepada manusia serta menerapkanya dalam
kehidupan manusia.10
6. Taufik Al-Wa‟i, dakwah adalah mengajak kepada pengesahan Allah
dengan menyatakan dua kalimat syahadat dan mengikuti manhaj Allah
di muka bumi baik perkataan maupun perbuatan, sebagaimana yang
terdapat dalam Al-Qur‟an dan assunnah, agar memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.11
7. Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia
untuk melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta
memerintah berbuat ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan munkar
agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.12
8. Al-Bahy al-Khuli, dakwah adalah mengubah situasi kepada yang lebih
baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun masyarakat.13
10
M. Abu al-Fath al-Bayunani, Al-Madkhal ila „ilm al-da‟wah,(Beirut: Muassasah al-Risalah,
1991), hal. 17.
11 Taufik Al-Wa‟i, Al-Da‟wah ila Allah,(cet, II, Mesir: Dar Al-Yaqin, 1995) hal. 19.
12 Syaik Ali Mahfudz, Hidayah al-Mursyidin,(cet. VII, Mesir: Dar al-Mishr, 1975), hal. 7.
13 Ali-bahi Al-Khuli, Tadzkirat al-Du‟at, (cet, VIII, Kairo: Maktabah Dar al-tun 1987), hal. 39.
21
B. Unsur-Unsur Dakwah
1. Da‟i (pelaku dakwah)
Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan baik secara invidu, kelompok, atau lewat
organisasi/lembaga.
Secara umum kata da‟i ini sering disebut dengan sebutan muballiq
(orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikanya
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui Lisan, seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa
saja yang mengatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya
menjadi seorang da‟i, dan harus dijalankan sesuai hujjah yang nyata dan
kokoh. Dengan demikian, wajib banginya untuk mengetahui kandungan
dakwah baik dari sisi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan
hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus, maka kewajiban
berdakwa dibebankan kepada orang-orang tertentu.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da‟i adalah muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas
22
ulama. Ahli dakwah adalah wa‟ad, mubaligh mustama‟in (juru penerang) yang
menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.14
Da‟i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang
Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah
untuk memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi manusia, juga
metode-metode yang dihadirkan untuk menjadikan agar pemikiran dan
perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.15
2. Mad‟u (Penerima Dakwah)
Mad‟u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia baik laki-
laki ataupun perempuan, tua maupun muda, miskin atau kaya, muslim
maupun non muslim, kesemuanya menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam
ini, semua berhak menerima ajakan dan seruan ke jalan Allah SWT.
Ditinjau dari segi kehidupan psikoligi, masing-masing dari golongan
masyarakat tersebut memilik karakteristik yang berbeda-beda antara yang
satu dengan yang lainya, sesuai dengan kondisi dan kontekstualitas
lingkunganya. Dan hal tersebut menuntut kepada sebuah sistem dan
pendeketan dakwah yang efektif lagi efisien, mengingat dakwah adalah
14
H.M.S Nasaruddin Lathief, teori dan praktik dakwah Islamiah, (Jakarta: PT Firman Dara tt,)
hal. 20
15 Mustafah Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardhowi Harmoni Antara Kelembutan Dan
Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hal 18.
23
penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal, rasional,
dan dinamis.16
3. Media Dakwah
Dakwah memang tidak cukup bila disampaikan dengan lisan belaka. Ia
harus didukung oleh keberadaan media, yang menjadi saluran penghubung
antara ide dengan umat, yang menjadi elemen vital serta urat nadi dalam
totalitet dakwah itu sendiri. Media di sini bisa berupa seperangkat alat
modern, yang sering kita sebut dengan alat komunikasi massa. Mengapa
keberadaan media menjadi sangat penting? Karena setiap kata yang terucap
dari masuk gaungnya hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas,
sedangkan dengan memanfaatkan media atau alat komunikasi massa, maka
jangkauan dakwah pun tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu.
Adapun media dakwah yang dapat dimanfaatkan antara lain:
a. Bil lisan
Da‟wah bil lisan yaitu penyampain informasi atas pesan dakwah
melalu lisan. Termasuk dalam bentuk ini adalah ceramah khutbah, tausyiah,
pengajian, pendidikan agama (lembaga pendidikan formal), kuliah, diskusi,
seminar, nasehat, anjangsana, dan lain sejenisnya.
16
An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:
Amzah, 2008,), hal, 234.
24
b. Bil Qalam
Da‟wah bil qalam yaitu penyampaian materi dakwah dengan
menggunakan media tulisan. Termasuk dalam jenis ini adalah buku-buku,
majalah, surat kabar, risalah, buletin, brosur, dan lain sejenisnya. Dalam
memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dengan gaya bahasa
yang lancar, muda dicerna, dan menarik minat publik, baik mereka yang
awam maupun kaum terpelajar.
c. Audio Visual
Dakwah dengan media audio visual merupakan suatu cara
penyampaian yang meransang penglihatan serta pendengaran audiance.
Yang termasuk dalam jenis ini adalah televisi, film, sinetron, sandiwara,
drama, teater, dan lain sebagainya. Terkadang, pesan yang disampaikan
melalui media ini, cenderung lebih diterima oleh audiance, bahkan dapat
membentuk karakter mereka. Materi dakwah yang dikemas dalam bentuk
hiburan akan cenderung lebih disukai dari pada dakwah yang disampaikan
melalui ceramah keagamaan yang kaku, apalagi membosangkan.
25
d. Lingkungan Keluarga
Suasana keluarga pun mempunyai konstribusi dan cukup kuat dalam
kelancaran dakwah. Apabila ikatan keluaraga itu senantiasa bernafaskan
Islami, maka akidah dan amaliyahnya pun akan semakin kuat. Dengan
demikian, dakwah dalam keluarga akan selalu berjalaan dengan baik, bahkan
ia dapat mempengaruhi cara berfikir keluarga lain.
e. Uswah dan Qudwah hasanah
Yaitu suatu cara penyamapaian dakwah yang dilakukan dalam bentuk
perbuatan nyata. Ia tidak banyak berbicara, namun langsung
memperaktekanya. Ia tidak mengancurkan, tetapi langsung memberi contoh
kepada mad‟u-nya. Termasuk dalam bentuk ini adalah seseorang yang
membesuk saudara atau tetangganya yang sakit, bergaul bersama
masyarakat dengan menunjukan keluhuran budi pekerti, menyediakan diri
untuk membantu orang-orang yang berada dalam kesusahan, selalu menjalin
dan menjaga tali silaturahmi, turut serta dalam pembangunan masjid, pondok
pesantren, madrasah, unit kesehatan, dan lain sebagainya.
f. Organisasi Islam
Berbicara tentang organisasi Islam, tentunya perhatian kita akan
tertuju pada sekumpulan umat yang terorganisir, yang bergerak dalam bidan
keagamaan, khususnya di sini adalah Islam. Ia akan memperhatikan
26
pentingnya jalinan ukhuwah Islamiyah. Menyembatangi antara umat dengan
petunjuk agama, menuntun mereka kepada kebenaran, dengan mengadakan
berbagai acara keagamaan yang diikuti oleh keluarga besar organisasi
tersebut. Dan dalam satu yang menjadi agenda kerjanya adalah turut serta
dalam menyebarkan dakwah Islami, dengan cara yang ma‟ruf, efektif, efisien,
dan penuh rasa kekeluargaan. Diantara organisasi Islam yang terbesar
ditanah air tercinta ini, anatara lain Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
Ikhwanul muslimin, Dan lain sebagainya.17
4. Metode Dakwah
Metode berasal dari bahasa yunani Methodos, yang merupakan
gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau
sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah atau cara. Jadi, metode bisa
diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang bisa ditempuh.
Pada dasarnya, metode dakwah itu banyak jumlahnya, yang oleh Al-
qura‟an telah dijelaskan dan di uraikan secara gamblang, melalui ayat-
ayatnya yang penuh makna, mengetuk hati serta pandangan orang-orang
yang mau memikirkannya. Adapun metode dakwah ini menjadi sedemikian
beragam adalah disebabkan oleh milieu yang berbeda, karakter serta
tingkatan berfikir mad‟u yang tidak sama.
17
An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:
Amzah, 2008,), hal, 235.
27
Terkadang seorang da‟i dalam suatu lingkungan masyarakat maka
memerlukan banyak metode dengan berbagai kombinasinya. bila bisa jadi
dirinya akan menemukan segi-segi penting yang tidak jelas dalam kajian
keilmuanya, atau ia tidak mampu melihat berbagai hal yang seharusnya
diketaui, yang pada akhiranya upaya dakwahnya itu tidak memuaskan hasil
yang memuaskan, serta tidak mendapat sambutan dari masyarakat. Dalam
kondisi seperti itulah, ia harus mengintropeksi diri, berinisiatif untuk
mengubah langkah dan metode dakwahnya.
Cukup banyak metode atau strategi yang telah dipraktikan oleh para
da‟i dalam menyampaikan pesan dakwahnya, seperti ceramah, tausyiah,
nasehat, diskusi, bimbingan keagamaan, uswah dan qudwah hasanah, dan
lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
yang dihadapi. Tetapi yang harus digaris bawahi, bahwa suatu metode yang
baik sekalipun tidak dapat menjamin dirinya memperoleh hasil yang baik
secara otomatis pula, karena metode bukanlah satu-satunya kunci
kesuksesan. Suatu dakwah dapat berhasil, apabila ditunjang dengan
seperangkat syarat, baik itu dari pribadi sijuru dakwah itu sendiri, materi yang
dikemukakan, kondisi objek yang sedang didakwahi, namun elemen-elemen
penting lainya.
Adapun metode yang akurat untuk diterapkan dalam berdakwah, telah
tertuang dalam QS. An-Nahl Ayat 125 berikut:
28
َك هُ ًَ أَۡحَسُنُۚ إِنَّ َربَّ ِدۡلُهم ِبٲلَِّتً ِه َو ٱۡدُع إَِلٰى َسِبٌِل َربَِّك ِبٲۡلِحۡكَمِة َوٱۡلَمۡوِعَظِة ٱۡلَحَسَنِةِۖ َوَجٰ
ٕ٘ٔأَۡعَلُم ِبَمن َضلَّ َعن َسِبٌلِِهۦ َوُهَو أَۡعَلُم ِبٲۡلُمۡهَتِدٌَن
Terjemahanya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.18
Dari redaksi ayat di atas, terdapat tiga kerangka dasar tentang metode
dakwah, yang dapat pilih salah satunya, atau kesemuanya. Kerangka dasar
itu adalah sebagai berikut:
1. da‟wah bil hikmah
Hikmah adalah meletakaan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata
hikmah ini sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu
pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran pada
pihak mad‟u untuk melaksanakan apa yang didengarnya dari dakwah itu,
atas dasar kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan, komplit maupun
rasa tertekan. Dengan demikian, da‟wah bil hikmah merupakan suatu metode
pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif.
Kata hikmah disini mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
18
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 281
29
A. Unsur ilmu, yaitu ilmu yang shahih yang dapat memisahkan antara
yang haq dan yang bathil.
B. Unsur jiwa, yaitu menyatukan ilmu tersebut ke dalam jiwa sang ahli
hikmah, sehingga mendarah daginglah ia dengan sendirinya.
C. Unsur amal perbuatan, yaitu ilmu pengetahuan yang menyatu
kedalam jiwanya itu mampu memotivasi dirinya untuk berbuat baik.
Seorang da‟i yang baik harus mampu menyesuaikan dirinya dengan
segala lapisan yang mereka hadapi, dari rakyat jelata, orang berpangkat,
kaum cerdik-cendikiawan, kaum awam, atau berbagi lapisan sosial lainya,
yang kesemuanya itu menuntut suatu pendekatan yang berbeda, antara yang
satu dengan yang lainya.
Said Bin Ali Bin Wakif Al-Qahthani memberikan perincian tentang
pengertian hikmah, yang dituangkan dalam kitab Al-hikmah wa fid Da‟wah wa
illallah ta‟ala antara lain:
1. Al-hikmah menurut bahasa (luqhawi) berarti, adil, ilmu, sabar,
kenabian, al-quran, dan injil. Ia juga berarti memperbaiki (membuat seuatu
menjadi baik dan sesuai), dan terhindar dari kerusakan. Juga dapat diartikan
sebagai ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang
utama pula. Atau berarti al-haq (kebenaran) yang didapat melalui ilmu dan
akal. Serta pengetahuan atau ma‟rifat.
30
2. Al-Hikmah menurut istilah (syar‟i), terjadi perbedaan penafsiran
diantara para ulama, anatara lain:
a. Valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan.
b. Mengetahui yang benar dan mengamalkanya, jadi terdapat unsur ilmu dan
amal di dalamnya.
c. Wara‟ dalam agama Allah SWT
d. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
e. Menjawab dengan tegas dan tepat segala permasalahan yang diajukan
kepadanya.
Dengan demikian, maka da‟wah bil-hikamh ini bisa diartikan sebagai
kemampuan seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, yang
menyajikanya dengan berbagai strategi dan pendekatan jitu, efektif, dan
efisien karena keluasan pengetahuan dan banyaknya pengalaman tentang
lika-liku dakwah. Ia tahu benar tentang waktu, tempat, dan keadaan manusia
yang dihadapi sehingga ia dapat memlilih metode yang tepat untuk
menyampaikan materi dakwanya serta menempatkan segala sesuatu itu
tepat pada tempatnya masing-masing.
31
2. Da‟wah bil Mau‟izhatil Hasanah
Mau‟izhah Hasanah ialah kalimat atau ucapan yang diucapkan oleh
seorang da‟i atau muballiq, disampaikan dengan cara yang baik, berisikan
petunjuk-petunjuk kearah kebajikan, diterangkan dengan gaya bahasa yang
sederhana, supaya yang disampaikan itu dapat ditangkap, dicerna, dihayati,
dan pada tahapan selanjutnya dapat di amalkan. Bahasanya yang lembut
begitu enak didengar, berkenan dihati, dan menyentu sanubari. Ia senantiasa
menghindari segala bentuk kekerasan dan caci maki, sehingga mad‟u yang
didakwahi tersebut memperoleh kebaikan dan menerima dengan rela hati,
serta merasakan kesungguhan sang da‟i dalam menyelamatkan mereka dari
suatu kemudharatan. Sebagaimana firman Allah SWT.
َبٍة أَۡصلَُها َثاِبٞت َوَفۡرُعَها فًِ أَلَ ٌِّ ٌَِّبةا َكَشَجَرٖة َط ُ َمَثٗلا َكلَِمةا َط َف َضَرَب ٱَّللَّ ٌۡ ۡم َتَر َك
َمآِء اِس لََعلَُّهۡم ٕٗٱلسَّ ُ ٱۡۡلَۡمَثاَل لِلنَّ ۡضِرُب ٱَّللَّ ٌَ َهۗا َو ًٓ أُُكَلَها ُكلَّ ِحٌِنِۢ ِبإِۡذِن َربِّ ُتۡؤِت
ُروَن َتَذكَّ ٌَٕ٘
Terjemahanya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”
32
25. “pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (QS. Ibrahim: 24-25).19
Mau‟izhah hasanah yang disampaikan dengan lemah lembut dan
penuh pancaran kasih sayang akan menyisahkan kebahagiaan pada diri
umat manusia. Ia akan menuntun mereka ke jalan yang haq, memberi
pelajaran yang baik dan bermanfaat, memberi nasihat dan mengingatkan
orang lain dengan bahasa yang baik dan penuh kelembutan. Hal ini tercermin
dalam firman-nya:
ِ لِنَت لَُهۡمِۖ َوَلۡو ُكنَت فَ َن ٱَّللَّ واْ ِمۡن َحۡولَِكِۖ َفٲۡعُف َفِبَما َرۡحَمٖة مِّ ا َغلٌَِظ ٱۡلَقۡلِب َلَنَفضُّ ّظًّ
ٌُِحبُّ َ ُِۚ إِنَّ ٱَّللَّ ۡل َعَلى ٱَّللَّ َعۡنُهۡم َوٱۡسَتۡغفِۡر َلُهۡم َوَشاِوۡرُهۡم فًِ ٱۡۡلَۡمِرِۖ َفإَِذا َعَزۡمَت َفَتَوكَّ
لٌَِن ١٘ٔٱۡلُمَتَوكِّ
Terjemahanya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali „Imran: 159).20
19
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 258-259
20 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih
Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 71
33
Ayat diatas menerangkan, bahwa aktifitas dakwah yang dilakukan
dengan cara mau‟ izhah hsanah harus selalu mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala hal. Sikap lemah lembut dan menghindari sikap
egoisme, adalah warna yang tidak terpisahkan untuk melancarkan pesan
dakwah kepada orang lain, yang disampaikan secara persuasif.
Di sini, seorang da‟i harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan
message dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup pengalaman
si mad‟u, supaya tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai dan ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi atau masyarakat
dapat terwujud, dan mengarahkan mereka sebagai khairul ummah, yaitu
umat yang adil dan terpilih (ummatan wasathan), sehingga terwujudlah umat
yang sejahtera lahir dan batin, bahagia di dunia dan di akhirat nanti. Insya
allah.
3. Da‟wah Bil Mujadalah
Metode untuk mengajak manusia kepada Allh SWT. Memang sangat
banyak dan beragam. Yang paling umum digunakan adalah komunikasi
verbal, untuk menyampaikan pesan kepada akal, perasaan, dan hati, baik
dengan ungkapan maupun tulisan. Dan pada tahapan tertentu, suatu
pembicaraan sering berlanjut dengan diskusi bahkan perdebatan. Padahal,
tidak semua da‟i menguasai dan memahami dengan benar berbagai
34
persoalan agama, baik dalam bentuk penafsiran maupun aplikasinya.
Perbedaan itu sendiri sering kali meruncing dan pembahasanya pun menjadi
demikan seru dan memanas. Masing-masing pihak tentu ingin memenangkan
pendapatnya atas pendapat pihak lain. Dalam kondisi seperti ini, maka ia
mengharuskan adanya pihak yang kalah dan pihak yang menang (win-loss
solution).
ٌُوُسَفِۖ َما لَِك ِكۡدَنا لِ تِِهۡم َقۡبَل ِوَعآِء أَِخٌِه ُثمَّ ٱۡسَتۡخَرَجَها ِمن ِوَعآِء أَِخٌِهُۚ َكَذٰ ٌَ َفَبَدأَ ِبأَۡوِع
َشآُءۗ َوَفۡوَق ن نَّ ٖت مَّ ُُۚ َنۡرَفُع َدَرَجٰ َشآَء ٱَّللَّ ٌَ ٓ أَن ۡأُخَذ أََخاهُ فًِ ِدٌِن ٱۡلَملِِك إَِّلَّ ٌَ ُكلِّ ِذيَكاَن لِ
٦ِٙعۡلٍم َعلٌِٞم
Terjemahanya:
“Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”. (QS. Surah Yusuf: 76).21
Terkadang dalam suatu perdebatan memang mengharuskan adanya
pihak yang kalah dan menang. Begitulah aturanya yang berlaku. Namun,
janganlah seseorang itu merasa bangga atas kemampuanya dan
21
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 245
35
kepasihanya dalam bersilat lidah, karena sesungguhnya, masih ada yang
lebih unggul dan lebih hebat dari pada mereka. Kebenaran hakiki itu hanya
terdapat pada ayat-ayat Al-Qur‟an yang qath‟i, keteladanan yang diperankan
dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW, dan realita hidup orang-orang yang
berpegang teguh kepada keduanya, yang kesemuanya itu tidak dapat
dibantah oleh siapaun juga, sekalipun mereka bekerja sama untuk
membantahnya.
Pada dasarnaya penyampaian nilai-nilai dakwah Islam tidaklah
memberi peluan bagi munculnya debat kusir, karena debat semacam ini tidak
membuahkan suatu kebaikan sedikitpun. Al-Qura‟an sendiri telah
mengisyaratkan hal tersebut dalam ayat-ayat berikut:
ِدقٌَِن َلَنا َفۡأِتَنا ِبَما َتِعُدَنآ إِن ُكنَت ِمَن ٱلصَّٰ َدۡلَتَنا َفأَۡكَثۡرَت ِجَدٰ ُنوُح َقۡد َجٰ ٌَٰ َٕٖقالُوْا
Terjemahanya:
“Mereka berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (QS. Hud: 32).22
ٖء َجَدَّلا وَ ًۡ ُن أَۡكَثَر َش اِس ِمن ُكلِّ َمَثٖلُۚ َوَكاَن ٱۡۡلِنَسٰ َذا ٱۡلقُۡرَءاِن لِلنَّ ۡفَنا فًِ َهٰ َٗ٘لَقۡد َصرَّ
22
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 225
36
Terjemahanya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (QS. Al-Kahfi: 54).23
َعآَء إَِذا َولَّۡوْا ُمۡدبِِرٌَن مَّ ٱلدُّ َك ََّل ُتۡسِمُع ٱۡلَمۡوَتٰى َوََّل ُتۡسِمُع ٱلصُّ ِدي ٠ٓإِنَّ نَت بَِهَٰوَمآ أَ
ٌُۡؤِمُن بِ لَِتِهۡمِۖ إِن ُتۡسِمُع إَِّلَّ َمن تِ َ ٱۡلُعۡمًِ َعن َضَلٰ ٌَٰ ۡسلُِموَن ا ٠َٔنا َفُهم مُّ
Terjemahanya:
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”
81. “Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri”. (QS. An-Naml: 80-81).24
Perlu disadari, bahwasanya berdebat dengan orang-orang seperti ini
tidaklah akan memberi manfaat, bahkan hanya akan menemui jalan buntu.
Karena itulah, Allah SWT. menyuruh Rasulullah SAW. agar berdakwah
dengan hikmah dan memberi mau‟izha hasanah, juga mewajibkan pada
kaum muslimin supaya mendebat orang lain dengan cara yang baik. Hal ini
sesuai dengan kesucian dan kebenaran dan terkandung dalam dakwah
23
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 300
24 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih
Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 384
37
Islam, yang dilakukan dengan tanggung jawab seorang muslim terhadap
keyakinanya.
Secara umum, metode dakwah yang satu ini ditunjukan bagi orang-
orang yang taraf berfikirnya telah maju dan kritis seperti halnya Ahlul Kitab,
yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan Allah SWT
sebelumnya. Karena itulah, Al-Qur‟an memberikan perhatian khusus kepada
Ahlul Kitab ini, yaitu melarang kaum muslimin berdebat dengan mereka,
kecuali jika perdebatan itu dilakukan dengan cara yang baik. Hal ini teruang
dalam Al-Qur‟an surah Al-A‟nkabut ayat 46 berikut:
ًَ أَۡحَسُن إَِّلَّ ِب إَِّلَّ بِٲلَّتًِ ِه ِدلُٓوْا أَۡهَل ٱۡلِكَتٰ ا بِٲلَِّذٓي ۞َوََّل ُتَجٰ ٱلَِّذٌَن َظلَُموْا ِمۡنُهۡمِۖ َوقُولُٓوْا َءاَمنَّ
ِحٞد َوَنۡحُن لَُهۥ ُمۡسلُِموَن ُهُكۡم َوٰ ُهَنا َوإِلَٰ ُكۡم َوإِلَٰ ٌۡ َنا َوأُنِزَل إِلَ ٌۡ ٙٗأُنِزَل إِلَ
Terjemahanya:
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”."25
Karena bentuknya yang demikian itu, maka dakwah dengan
pendekatan mujadalah ini akan menuntut adanya propesionalisme dari para
da‟i. Dalam kata lain, seorang da‟i bukan hanya dituntut untuk sekedar
25
Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 402
38
mampu berbicara dan beretorika, ber-uswah dan ber-qudwah hasanah, tetapi
juga dituntut untuk memperbanyak pembendaharaan ilmu pengetahuan yang
sifatnya ilmiah
4. Da‟wah Bil Hal
Da‟wah Bil Hal adalah dakwah yang diberikan oleh seorang melalui
amal perbuatan yang nyata. Dapat kita ambil sebagai contoh, adalah apa
yang dilakukan Rasulullah SAW, ketika untuk yang pertama kalinya beliau
serta sahabat muhajirin tiba di Madinah. Dalam beberapa kitab Sirah telah
kita ketahui, bahwasanya yang pertama-tama yang beliau lakukan setibanya
di Madinah adalah membangun Masjid Nabawi, tepat di tempat
menderumnya unta beliau, Al-Qashwa. Bahkan beliau terjun langsung dalam
pembangunan masjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya berdoa,
“Ya Allah, Tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat.
Maka ampunilah orang-orang anshar dan muhajirin.”
Beliau bersabda: para pekerja ini bukanlah para pekerja khaibar. Ini
adalah pemilik yang paling baik dan paling suci.
Ternyata sabda beliau ini semakin memompa para sahabtnya dalam
bekerja, hingga salah seorang diantara mereka berkata, “jika kita duduk saja
sedangkan Rasulullah bekerja, itu adalah tindakan orang yang tersesat.”
39
Lalu beliau mempersatukan kaum muslimin, dengan mengikat antara
kaum anshar dan kaum muhajirin dalam suatu ikatan persaudaraan karena
Allah SWT. beliau menjadikan ikatan persaudaraan ini sebagai ikatan yang
benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekedar isapan jempol dan omong
kosong semata. Persaudaraan itu harus merupakan tindakan nyata yang
mepertautkan darah dan harta, bukan sekedar ucapan selamat dibibir, lalu
setelah itu hilang tidak berbekas sama sekali. Dan memang itulah yang
terjadi, dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain,
saling kasih-mengasihi dan memberikan pertolongan benar-benar
bersenyawa dalam persaudaraan ini, mewarnai masyarakat yang baru
dibangun dengan beberapa gambaran yang mengandung decak kekaguman.
Bukan pada perang Ahzab, Rasulullah SAW, tampa segan turut
mengusung tanah bersama para sahabat beliau, sehingga perut beliau yang
putihpun menjadi kotor karena tertutup tanah. Dengan mengusungi tanah
tersebut, beliau bersenandung:
َنا ٌْ ْقَنا َوََّلَصلَّ َنا # َوََّل َتَصدَّ ٌْ ِ َلْوََّل أَْنَت َما اْهَتَد َوَّللاَّ
َنا # ٌْ َنةًّ َعَل ٌْ َنا َفأَْنِزَلْن َسِك ٌْ إِنَّ ْاۡلَُلى َقْد أََبْوا َعَل26
.
26
دار إحٌاء التراث ; 3مسلم بن الحجاج أبو الحسن القشٌري النٌسابوري, صحٌح مسلم, باب غزوة اۡلحزب وهً الخندق, )جزء 0331: بٌروت, د.س.( الصفحة –العربً
40
“Demi allah! Seandainya bukan karena-Mu,
Kami tidak akan mendapat bimbingan,
Tidak bersedekah dan tidak pula shalat.
Maka berikanlah ketenangan kepada kami,
Karena para pemuka itu tidak menyukai kami”.
(HR. Al-Bukhari Dan Muslim)
Begitulah Rasulullah SAW berdakwah dengan cara memberikan
contoh secara langsung dengan perbuatan yang nyata, bukan hanya yang
berbicara, bukan hanya menyuruh dan melarang, tetapi langsung
memperaktikanya sendiri. Dan ternyata, da‟wa bil hal yang dicontohkan
beliau tersebut terbukti ampuh dan sampai kepada tujuan yang hendak beliau
capai. Dengan kata lain, da‟wa bil hal ini merupakan suatu metode dakwah
yang sangat efektif dan efisien.
Akan tetapi, sebagaian besar umat Islam justru kurang memperhatikan
efektivitas da‟wah bil hal ini, sehingga mereka lebih suka ber-da‟wah bil lisan.
Padahal hasil yang dicapai dengan metode bil-lisan tersebut bisa dikatakan
kurang maksimal, bahkan terkesan sangat lamban. Berbeda dengan da‟wah
bil-hal yang menghasilkan karya nyata dan mampu menjawab hajat hidup
manusia. Contoh sederhana, da‟wah bil-hal ini dapat dilakukan dengan
membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, turut serta dalam
pembangunan masjid, mushallah, surau, madrasah, dan berbagai amalan
saleh lainya.
41
Konsep da‟wah bil-hal itu sendiri sebenarnya bersumber pada ajaran
Islam, sebagaimana yang dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah
SAW. serta para sahabat beliau, dan umat Islamlah yang seharusnya
menjadi pelopor bagi pelaksanaan dakwah ini. Namun pada realita di
lapangan, justru para misionaris yang memperaktikanya, sedangkan dakwah
Islam masih terjebak pada nilai-nilai normalistik yang kaku. Secara langsung,
keadaan inilah yang sering menyebabkan terjadinya perpindahan agama,
khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di pelosok-pelosok desa,
yang kondisi ekonomi masyarakatnya dapat dibilang cukup
memperihatingkan.
Kenyataan dilapangan telah membuktiakan beberapa efektifnya
da‟wah bil-hal itu. Dan tanpa mengabaikan peranan prioritas utama bagi para
da‟i, sekalipun merupakan usaha preventif bagi umat Islam, khususnya yang
tinggal di pelosok-pelosok desa, supaya tidak terjadi lagi yang namanya
pindah agama (murtad).
5. da‟wah bil-qalb
Sesungguhnya, dakwah itu tidak cukup dengan melakukan metode
sebagaimana yang telah diuraikan diatas, yaitu da‟wah bil-hikah, da‟wah bil-
mauizhatul hasanah, bil-mujadalah, bil-hal ataupun da‟wah bil-mal. Akan
42
tetapi, adapula yang dinamakan da‟wah bil-qalb (dakwah dengan hati). Dan
yang terakhir disebut inilah yang sebenarnya memegang kunci keberhasilan.
Semua metode diatas pada prinsifnya sangat konplementer, saling
melengkapi. Dengan lisan misalnya, kata-kata yang diucapkan oleh seorang
da‟i pun tentunya haruslah kata-kata hikamh yang berdasarkan pada Al-
Qura‟an dan Hadits. Dengan perilaku dan amal perbuatan nyata, juga
memegang peranan yang sama pentingnya, karena ada kebanyakan orang-
orang yang lisanya saja yang bagus dan fasih, namun sikap dan perilakunya
tidak sesuai. Nah, orang yang hendak berdakwah kepada orang lain, tetapi
sikap dan perilakunya tidak cocok, maka ucapan yang demikian yang bagus
dengan teknik retorika yang mumpuni pun tidak bakal didengar terlebih diikuti
orang.
Semua metode itu memang sangat penting untuk diterapkan, namun
yang jauh signifikan, adalah berdakwah dengan hati dalam (bil-qalb).
Pasalnya, hatilah yang mampu meggerakan perbuatan diri seseorang ketika
lisan dan perilaku tidak mempan. Dakwah dengan pendekatan hati ini
menjadi sangat diperlukan, mengingat banyak para da‟i yang berdakwah
dengan lebih mengedepankan nalar (logika) saja. Padahal orang yang
berdakwah dengan pikiran, kecendurunganya akan lari ke filsafat. Dan kalo
sudah berbicara tentang filsafat, maka tidak akan ada ujungnya.
43
Mungkin kita terheran heran ketika melihat seseorang yang mampu
memberikan ceramah atau tausyiah sedemikian mengagumkan, namun bila
hal itu kita cermati, sesungguhnya mereka dapat menyampaikan suatu
ceramah ataupun tausyiah secara mengagumkan adalah karena ia diawali
dari hati, diucapkan dengan niat yang baik dan tulus. Disinilah letak
kehebatan dakwah yang sebenarnya, yaitu hati. Kendatipun lisanya tidak
menggunakan kata-kata, tanganya tidak menggoreskan tinta dan tulisan,
jasadnyapun tidak melakukan amalan perbuatan, namun cukup dengan hati
saja itupun sudah terhitung dakwah serta mendapatkan pahala
Oleh karena itu. sebelum seseorang berdakwah kepada orang lain,
seyogyanya ia menata diri atau berdakwah kepada dirinya terlebih dahulu.
Jangan sampai ia menyeru kepada orang lain untuk berbuat kebajikan,
namun dirinya sendiri justru terlupakan Artinya, prioritas yang utama adalah
memang untuk melakukan pembenahan terhadap diri sendiri, khususnya
segala sesuatu yang menyangkut masalah hati.27
C. Majelis Taklim sebagai lembaga pendidikan agama non formal
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu pada
saat ini ada istilah pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Manusia
27
An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:
Amzah, 2008,), hal, 254.
44
diperintahkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat.
Sebagaimana hadits Nabi SAW yang berbunyi : 28اللَّْحدِ ِعْلَم ِمَن اْلَمْهِد إَلى الْ اْطلُب
Artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.29
Oleh karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama, maka
lembaga pendidikan yang bermunculan di masyarakat merupakan suatu hal
yang sangat mutlak keberadaannya. Lembaga pendidikan Islam yang
bermunculan di masyarakat seperti Majelis Taklim adalah lembaga
pendidikan Islam yang dapat mengantisipasi dalam menangkal berbagai hal
yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh IPTEK yang semakin maju.
Menurut bahasa Majelis Taklim berasal dari kata bahasa Arab yaitu
dari kata majlis yang artinya tempat duduk. dan Taklim yang artinya
pengajaran. Jadi Majelis Taklim adalah tempat untuk mengadakan
pengajaran dan pengajian agama Islam. Pengertian Majelis lainnya adalah
tempat berkumpulnya
28
https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1 (diakses pada tanggal 28-01-2017)
29 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (cet.1; Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 19
https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1
45
sekelompok orang untuk melakukan semua kegiatan, sehingga dikenal
sebagai Majelis semua Majelis syuro, Majelis hakim dan sebagainya.30
Sedangkan kata Taklim berasal dari akar kata َتْعلٌِمٌَُعلُِّم –َعلََّم : yang
berarti mengajar.31 Dari beberapa pendapat tentang definisi Taklim, maka
dapat disimpulkan bahwa Taklim adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan
oleh orang yang ahli dengan memberikan atau mengajarkan ilmu kepada
orang lain.32 Taklim diartikan sebagai proses pengajaran yang memperkuat
tingkat pemahaman masyarakat, sedangkan tarbiyah selain mengandung
pengajaran, juga mendorong manusia untuk melaksanakanya dalam
kehidupan sehari-hari.33
Dari beberapa definisi Taklim, maka dapat disimpulkan bahwa Taklim
adalah bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam memberikan
atau mengajarkan ilmu kepada orang lain.34
Pengertian Majelis yang lainnya adalah tempat berkumpulnya
sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga dikenal
sebagai Majelis, seperti Majelis syuro, Majelis hakim dan lain sebagainya.
30
Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Taklim, (cet. ke-2 1990) hal.
5
31 Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, (cet. Ke; 2 Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 8
32 Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Taklim, hal. 6
33 Sayyid Muhammad Nuh, penyebab gagalnya dakwah, (cet. V, Mesir: Daarul Wafa 1993), hal.
50.
34 Muzayyin A. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (cet. Ke; 1 Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hal.
118
46
sedangkan secara istilah pengertian Majelis Taklim adalah, Organisasi
pendidikan luar sekolah (non formal) yang bercirikan keagamaan Islam.35
Keberadaan Majelis Taklim tidak hanya terbatas sebagai tempat
pengajian saja, tetapi menjadi lebih maju lagi menjadi lembaga yang
menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Oleh karena itu
Majelis Taklim menjadi sarana dakwah pembinaan dan peningkatan kualitas
hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Sedangkan yang dimaksud
lembaga pendidikan Islam itu sendiri adalah wadah atau sarana yang
mengarahkan, membimbing, dan meningkatkan pendidikan peserta didik
melalui sistem pendidikan yang bernuansa Islam yang mengarah kepada
manusia berilmu serta berakhlak dan berkepribadian yang beriman dan
bertaqwa. Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia
cukup banyak, diantaranya :
a. Masjid ( surau, langgar, mushalla, dan muanasah )
b. Madrasah dan pondok pesantren
c. Pengajian dan penerangan Islam (Majelis Taklim)
d. Kursus-kursus keIslaman (training)
e. Badan-badan pembinaan rohani
f. Badan-badan konsultasi keIslaman
g. Musabaqoh tilawatil qur‟an.36
35
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (cet. Ke; 2 Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 76
47
Kalau kita membuka lembaran sejarah pendidikan Islam, maka akan
kita jumpai lembaga atau institusi Pendidikan Islam yang berjenis-jenis
macamnya, semenjak Nabi Muhammad mendakwahkan Islam secara aktif di
Mekkah sampai periode abad ke-8 H telah berdiri dan berkembang lembaga
pendidikan Islam antara lain :
a. Lembaga pendidikan rumah : Dar al-Arqam
b. Lembaga pendidikan masjid : Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan
sistem halaqah
c. Lembaga pendidikan al-Kuttab
d. Lembaga pendidikan Madrasah yakni : madrasah an-Nizamiyah
e. Madrasah annashiriyah, madrasah Al-Qumhi, As-Safi‟iyah, An-Nuriyah
(Syiria), madrasah al-Kamiliyah (Mesir), madrasah addahiliyah
f. Lembaga pendidikan Zawiyah : suatu tempat belajar di masjid.
Lalu pengertian Zawiyah ini meluas sehingga dikenal sebagai tempat
belajar yang terpisah dari bangunan masjid yang hampir menyamai fungsi
madrasah. Akhirnya berkembang pada abad ke 8 H di negara Maghribi
(Afrika Utara), yang akhirnya lembaga pendidikan ini berkembang dalam
bentuk formal (Madrasah) semua jenjang sampai dengan Universitas (al
Jami‟ah) dan bentuk non formal (Majelis Taklim) dan pendidikan individual
(langsung dengan guru atau ulama).37
36
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1987), hal. 203
37 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (cet. Ke; 4 Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hal. 83-87
48
Dalam era sekarang ini, lembaga pendidikan Islam yang ada semakin
mengalami kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan perkembangan
zaman. Terutama setelah adanya pemberian kesempatan untuk berkembang
oleh pemerintah Indonesia dalam keikutsertaannya membina akhlak bangsa
yang berkepribadian Pancasila. Selain itu juga diperkuat oleh peraturan
perundang-undangan, seperti UU Pendidikan No IV/1950, No XII/1954, dan
UU Pendidikan No I/1989 dan berbagai peraturan yang mengatur lembaga-
lembaga pendidikan Islam. Penyelenggaraan Majelis Taklim berbeda dengan
peyelenggaraan pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah,
baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Menurut penulis pada
Majelis Taklim ada hal-hal yang membedakan dari yang lain, yaitu:
a. Majelis Taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam
b. Pengikut atau pesertanya disebut jama‟ah (orang banyak), bukan
pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di Majelis
Taklim tidak merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban
murid menghadiri sekolah
c. Waktu belajar berkala tetapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana
halnya sekolah dan madrasah
d. Tujuannya yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam Kemunculan
Majelis Taklim di kota-kota besar antara lain faktor keresahan dan
49
kegelisahan yang terjadi akibat pengaruh dari kebudayaan asing
yang kurang baik, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan
nilai dalam masyarakat.
Majelis Taklim merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sebagai wadah belajar bersama mengenai berbagai masalah keagamaan.
Pertumbuhan dan perkembangan Majelis Taklim dikalangan masyarakat
menunjukkan kebutuhan dan hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu
usaha untuk memecahkan masalah-masalah menuju kehidupan yang lebih
bahagia.
Majelis Taklim adalah lembaga pengajian dan pengajaran agama
Islam yang mensyaratkan adanya:
a. Badan yang mengurusi sehingga kegiatan Taklim tersebut
berkesinambungan
b. Guru, ustadz, muballigh, baik seorang atau lebih yang memberikan
pelajaran secara rutin dan berkesinambungan
c. Peserta atau jama‟ah yang relatif tetap
d. Kurikulum atau materi pokok yang diajarkan
e. Kegiatannya dilaksanakan secara teratur dan berkala
f. Adanya tempat tertentu untuk menyelenggarakannya.38
38
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 89-91
50
Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Majelis Taklim
sebagai lembaga pendidikan agama non formal, merupakan wadah bagi
penerapan konsep pendidikan “minal mahdi ilal lahdi” yaitu pendidikan
seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan
pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media
silaturrahmi, Majelis Taklim merupakan wahana bagi persemaian
persaudaraan Islam
(ukhuwah Islamiyah) yang di dalamnya mengandung konsep Islam tentang
persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan antar sesama umat manusia.
Dengan demikian Majelis Taklim sebagai lembaga pendidikan agama non
formal adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang dapat
mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk membina dan
mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT.
Aspek-aspek Pendidikan Dalam Majelis Taklim
Aspek menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, Segi
pandangan, (sesuatu hal atau peristiwa dan sebagainya), pandangan
terhadap bagaimana terjadinya sesuatu peristiwa dari permulaan sampai
akhirnya.39 Aspek-aspek pendidikan dalam Majelis Taklim yang dimaksudkan
39
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia bagian 1 (cet. Ke; 4 Jakarta; Balai
Pustaka, 1966), hal. 63
51
penulis di sini adalah aspek pendidikan agama yang lebih menekankan pada
proses pendidikan agamanya, antara lain :
a. Pendidik
Pendidik adalah orang yang sangat berjasa dan memegang
peranan penting dalam dunia pendidikan. Sebagai pengemban
amanah, seorang pendidik khususnya di bidang agama haruslah
orang yang memiliki pribadi yang shaleh. Hal ini merupakan
konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya
menjadi anak shaleh.40
Al Ghazali berpedapat, istilah pendidik dengan berbagai cara seperti
: almu „allim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-
walid (orang tua).41
Menurut al-Ghazali pula sebagaimana dikutip Mukhtar, Seorang guru
pendidik agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan
jiwa atau hati murid-muridnya sehingga semakin dekat kepada Allah SWT
dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini semua ini tercermin
melalui perannya dalam sebuah proses pembelajaran.42
40
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 91
41 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, (cet. Ke; 1 Jakarta: Bumi Aksara,
1991), hal. 50
42 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (cet. Ke; 1 Jakarta: CV Misaka
Galiza 2003), hal 93
52
Oleh karena peran pendidik sangat berarti dan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka Islam sangat
menghargai orang yang berilmu dan mengamalkannya serta mengajarkannya
kepada orang lain. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama dalam
keluarga. Peran orang tua sangat berarti bagi anak didik untuk membantu
dan membimbingnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Untuk mendidik anak,
seseorang juga membutuhkan bantuan orang lain, seperti guru, kyai, dosen,
dan lain-lain yang sejenisnya tersebut merupakan tenaga profesional yang
ditujukan membantu orang tua dalam membimbing dan memberi bantuan
kepada anak didik guna mencapai kedewasaannya. Dalam pendidikan
agama, seorang pendidik tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja,
tetapi juga menanamkan keimanan dalam jiwa peserta didik, membimbingnya
agar taat menjalankan agama dan budi pekerti yang mulia. Seorang pendidik
agama Islam juga harus memiliki jiwa pendidik, menguasai ilmu pendidikan
agama Islam. Selain itu guru agama harus bersifat ramah, sabar, ikhlas,
tegas, adil dalam bertindak, dan sebagainya.
Persyaratan tersebut tidak lain bertujuan agar para pendidik dalam
memberikan pendidikan tidak merugikan peserta didik dan tidak merugikan
agama. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan para pendidik
mempunyai pengaruh yang besar terhadap peserta didik dalam mewujudkan
tujuan pendidikan terutama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
b. Anggota Majelis taklim
53
Interaksi antara anggota Majelis taklim dan pendidik merupakan hal
yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Pengajaran yang
baik akan mampu menarik minat si terdidik, keluarga mereka, dan apa yang
hendak mereka lakukan di masyarakat. 43
Anggota Majelis taklim merupakan orang yang memerlukan bantuan
dan bimbingan. Oleh karena itu peran serta pendidik sangat diperlukan
terutama bagi anggota Majelis taklim yang sedang dalam tahap
perkembangan jasmani dan rohani. Zuhairini mengatakan berkaitan dengan
hal di atas, Islam memandang bahwa seorang anak sejak lahir telah memiliki
pembawaan untuk beragama yaitu fitrah. Fitrah itu akan berjalan ke arah
jalan yang benar bilamana mendapat pendidikan yang baik dan mendapatkan
pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.44
Dalam mencari nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan hidupnya,
anggota Majelis taklim memerlukan bantuan dari pendidik, kerana manusia
dilahirkan dalam keadaan lemah. Selain itu lingkungan anggota Majelis taklim
juga akan memberi warna terhadap nilai-nilai pendidikan Islam peserta didik.
Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan
dari lingkungannya. Tetapi anak didik juga seorang manusia yang memiliki
43
Zaenuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, hal. 64
44 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (cet. Ke; 8 Surabaya: Usaha Nasional,
1981) hal : 27
54
kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis.
Untuk itu, pendidikan agama senantiasa memperhatikan manusia
sebagai faktor pendidikan agama, di mana pendidikan agama tersebut
diarahkan untuk mendidik manusia berakhlak mulia sebagaimana fitrahnya,
sehingga dapat mengetahui ajaran agama Islam dan pada akhirnya akan
mampu menghindari diri dari
kemerosotan akhlak. Oleh karena anak sejak lahir sudah memiliki potensi
beragama, sehingga orang tua perlu mendapat penambahan ilmu
pengetahuan agama yang bisa didapat di Majelis Taklim, agar orang tua
khususnya kaum ibu dapat mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang
diridhoi Allah SWT.
c. Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu bagian yang integral dari suatu
proses pendidikan atau pembelajaran. Secara harfiah .alat. berarti perantara
atau penyalur pesan atau informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini
menunjukkan bahwa, .Alat
pendidikan agama Islam merupakan wadah dari pesan yang disampaikan
oleh sumber
atau penyalurnya yaitu guru, kepada sasaran atau penerima pesan yaitu
anak didik.45
45
Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 103
55
Pesan yang ingin disampaikan adalah bahan atau materi pendidikan agama
Islam, sedangkan tujuan penggunaan alat pendidikan alat tersebut adalah
agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung
dengan baik.46 Adapun alat pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Alat pendidikan yang bersifat rohaniah (normatif) Zuhairini
berpendapat bahwa, .alat pendidikan yang bersifat normatif berfungsi
preventif (pencegahan) dan refresif (reaksi setelah ada perbuatan).
Keduanya dapat bersifat positif maupun negatif. Alat pendidikan yang
normativ yang preventif dan positif, yaitu keteladanan, anjuran, ajakan,
suruhan, pengarahan, dan pembiasaan. Alat pendidikan normativ yang
preventif dan negatif, yaitu contoh untuk dijauhi, peraturan yang memberi
larangan dan pengawasan. Selanjutnya alat pendidikan normativ yang
represif dan positif, yaitu isyarat tanda setuju (anggukan), katakata setuju,
puas, pujian, dan hadiah. Yang termasuk alat pendidikan normatif yang
represif dan negatif, yaitu isyarat tanda tidak setuju, teguran, ancaman dan
kecaman serta hukuman.
b. Alat Pendidikan yang bersifat materi
Dalam hal Alat pendidikan berupa materi Zuhairini berpendapat bahwa
.Alat sebagai sarana pendidikan atau sarana belajar mengajar, ataupun alat
pengajaran. Alat pendidikan yang bersifat kebendaan tersebut tidak terbatas
46
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
56
pada benda-benda yang bersifat konkret saja, tetapi juga berupa nasihat,
tuntutan, bimbingan, contoh, hukuman, ancaman, dan sebagainya.47 Dalam
pendidikan Islam, alat atau pendekatan pendidikan yang utama adalah
teladan, nasihat dan peringatan, yang kesemuanya dapat digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing. Jadi alat atau pendekatan
pendidikan adalah hal yang sangat penting, yang dapat menunjang berhasil
atau tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agama.48
d. Lingkungan atau Masyarakat
Dalam hal lingkungan atau masyarakat Muchtar berpendapat,
.Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap berhasil atau tidaknya
pendidikan agama. Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang.
Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan
tumbuh menjadi individu yang baik. Sebaliknya, apabila orang tersebut
tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut
terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.49 Jadi lingkungan dapat
memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan jiwa
peserta anak didik dalam sikap akhlak dan perasaan agamanya. Untuk
47
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
48 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 29
49 Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 75
57
menghadapi pengaruh lingkungan yang negatif yang dapat membahayakan
akhlak dan moral, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:
1.Perlu diadakan seleksi terhadap kebudayaan yang masuk, agar unsur-
unsur negatif dapat dihindarkan
2.Pendidikan agama Islam baik formal atau non formal perlu di intensifkan
3.Perlu diadakannya biro konsultasi (konsultan) pendidikan yang bersifat
independen untuk membantu terwujudnya kualitas pendidikan yang
diharapkan
4.Adanya Political Will dari pemerintah setempat yang mendukung misi
pendidikan yang lebih moralitas.50
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting
dalam membuat karakter anak didik. Mengambil yang positif dan menolak
segala bentuk kebudayaan yang negatif yang dapat merusak moral generasi
penerus.
50
Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28
58
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki.51
Sedangkan penelitian ialah pemeriksaan yang diteliti ; atau kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau
menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.52 Jadi
metode penelitian adalah cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah.53
Sedangkan menurut Arief furchan, metode penelitian merupakan strategi
umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan
guna menjawab persoalan yang dihadapi.54
A. Metode dan jenis penelitian
Suatu penelitian dikatakan menenuhi syarat apabila penelitian tersebut
memperhatikan pendekatan penelitian dan konsisten dalam memilih jenis
penelitian dalam pelaksanannya. Secara umum, metode penelitian ada dua
macam, yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif. Penenelitian yang
51
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. (Cet.1; Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), hal. 17
52 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 19
53 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 26
54 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 18
59
penulis lakukan ini menerapkan metode kualitatif dalam pelaksanannya. Dan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Deskriptif kualitatif maksudnya adalah sebuah penelitian yang
dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah
dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh
metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.55
B. Lokasi Dan Objek Penelitian
Subyek penelitian adalah informan yang akan di minta informasinya
tentang obyek yang akan diteliti.56 Lokasi penelitian merupakan tempat
dimana suatu penelitian dilaksanakan. Penelitian yang penulis lakukan ini
megambil lokasi di Desa Taubonto Kec. Rarowatu Kab. Bombana Sul-tra.
Sebuah penelitian yang utuh harus memiliki objek penelitian yang
konkrit. Penelitian yang dilakukan di Desa Taubonto Kec. Rarowatu Kab.
Bomaban Sul-tra ini mengambil objek penelitian Sedangkan Obyek penelitian
adalah Remaja, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, para Orang
Tua, dan Aparat Desa yang masing-masing akan dimintai keterangan untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
C. Pokus Penelitian
55
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. (Cet. 1 Jakarta: Referensi GP Press
Group, 2013), hal. 29
56 Komarudin, Metode Penelitian Skripsi dan Tesis, (Bandung : Aksara, 1987)h.113
60
Fokus penelitian seluruhnya merujuk kepada rumusan masalah, dan fokus
peneltian ada tiga poin yaitu:
1. Bagaimana gambaran pengajian Majelis taklim di desa taubonto
kecamatan rarowatu kabupaten bombana provinsi sultra?
2. Bagaimana pelaksanaan dakwah melalui Majelis taklim?
3. Bagaimana efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di desa
taubonto kecamatan rarowatu kabupaten bombana sultra?
D. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Efektivitas dakwah di Taubonto
a. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target telah tercapai, apabila target yang ingin dicapai semakin besar
presentasenya maka semakin besar pula efektivitasnya.
b. dakwah adalah suatu kegiatan mengajak, menyeru, dan
memotivasi seseorang untuk senantiasa di jalan Allah serta berjuang
meninggikan dan menyebarkan agamanya, dan senantiasa mengajak
manusia menaati perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
c. Taubonto adalah salah satu wilayah pedesaan yang berada di
Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi
Tenggara.
61
2. Pengajian Majelis Taklim
a. Pengajian adalah merupakan pendidikan non formal yang khusus
dalam bidang agama yang bertujuan mengajarkan dasar-dasar agama
pada masyarakat.
b. Majelis adalah kumpulan orang banyak untuk suatu tujuan yang
bersifat positif seperti musyawarah atau berkumpul untuk mempelajari
ajaran-ajaran agama Islam.
c. Taklim adalah penyampaian atau pengajaran ilmu pengetahuan yang
benar oleh karena itu taklim mencangkup aspek-aspek pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya.
E. Sumber Data
Adapun sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini, yaitu
sumber data primer. Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan data
yang diperoleh dari informan yang orang yang berpengaruh dalam proses
perolehan data atau bias disebut key member yang memegan kunci sumber
penelitian ini, karna informan benar-benar tahu situasi daerah tersebut dan
juga mengetahui kondisi keberagamaan reamaja di daerah Seko. Penetapan
informan ini dalakukan dengan mengambil orang yang telah terpilih betul oleh
penulis menurut cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel atau memilih
sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hal tersebut dinamakan teknik
62
purposive sampling yaitu sampel yang dipilih dengan cermat hingga dengan
design penelitian. Penelitian akan berusaha agar dalam sampel itu terdapat
wakil-wakil dari segala lapisan populasi sehingga dapat dianggap cukup
representative.57
F. Instrument penelitian
Instrument penelitian merupakan salah satu unsure yang sangat
penting dalam penulisan karena berfungsi sebagai alat atau sarana
pengumpulan data, masalah dan aspek yang diteliti. Instrument adalah
sarana peneltian (berupa seperangkat tes dan sebagainya) untuk
mengumpulkan data seabagai pengolahan.
Untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah agar hipotesis
dapat di uji kebenarannya, maka penulis mempergunakan instrument
penelitian yang dianggap tepat yaitu :58
1. Pedoman observasi adalah instrumen yang digunakan dalam
pengamatan ataupun observasi di lokasi penelitian.
2. Pedoman wawancara merupakan instrument atau sebuah
konsep pertanyaan tertulis yang dijadikan pedoman oleh
57
S. Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996)h.9 58
Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktis, h. 156
63
penelitian dalam melakukan proses pengumpulan data dari
para responden.
3. Pedoman dokumentasi adalah instrument yang digunakan
untuk mencatat ataupun mendata data-data yang diperlukan
dalam penelitian.
Adapun pemilihan wawancara sebagai sumber data yang utama
sedangkan dokumentasi dan observasi sebagai data pelengkap.
G. Teknik Pengumpulan Data
Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sitematis dan memenuhi
semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Salah satu aspek yang
merupakan syarat dalam penelitian adalah adanya data yang terkumpul
melalui beberapa teknik atau cara pengumpulan data. Teknik pengumpulan
data yang penulis terapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Observasi (pengamatan)
Metode Observasi merupakan proses untuk memperoleh data dari
tangan pertama dengan mengamati orang dan tempat pada saat
dilakukan penelitian. Penggunaan metode ini bertujuan untuk
mendapatkan pengetahuan dan gambaran tentang objek penelitian.
Observasi sering diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
64
dengan sistematika fenomena-fenomena yang akan diselidiki.59
Pengamatan atau dalam dunia penelitian lebih dikenal dengan
sebutan observasi, adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap
suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.60 Dengan
demikian, dalam pelaksanaannya, pengamatan atau observasi selalu
melibatkan penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan
pengecapan. Bahkan mungkin pula dengan cara menerjunkan diri
kedalam objeknya, (obsevasi langsung atau participant observasion),
sehingga situasi dan kondisi yang ada pada objek itu bisa dialami
sendiri oleh si peneliti. Selain mengadakan pengamatan langsung
demikian, pengamatan juga bisa dilakukan secara tidak langsung,
seperti dengan mengadakan test, kuesioner melalui angket,
wawancara, rekaman gambar (foto), atau rekaman suara.61
b. Interview (Wawancara)
Metode ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
59
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi,
1984), hal. 136
60 Sukarsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 111
61 Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah Persfektif Komunikasi, (Cet. I ; Bandung: PT, Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 126
65
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau kecil.
Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara Tanya Jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).62
c. Metode dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pemgumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting, yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti sehingga diperoleh data yang lengkap, sah, dan
bukan berdasarkan perkiraan.63
Metode Dokumentasi,merupakan metode pencarian data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulenrapat, agenda dan sebagainya.
Atau pemberian bukti-bukti dan keterangan-keterangan
(sepertikutipan-kutipan) transkrip, dan notulen. Dalam hal ini sumber
datayang dibutuhkan dalam penelitian adalah dokumen tertulisyang
ada hubungannyadengan permasalahan.
62
Moh. Natsir, Metode Penelitian, (Jakarta, Ghalis Indonesia, 1999), hal. 234
63 Basrowi Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2008), hal. 158
66
H. Teknik Analisis Data
Terdapat dua metode pendekatan analisis data, yaitu metode deduktif
dan induktif.
1. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau
jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta
untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisa