85
1 EFEKTIVITAS DAKWAH MELALUI MAJELIS TAKLIM DI DESA LADUMPI KECAMATAN RROWATU KABUPATEN BOMBANA SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh MUHAMMAD SYARIF NIM : 105270019515 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M

EFEKTIVITAS DAKWAH MELALUI MAJELIS TAKLIM DI DESA …dakwah pada majelis taklim terbukti dengan adanya pengajian majelis taklim para peserta lebih giat lagi mempelajari agama islam

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    EFEKTIVITAS DAKWAH MELALUI MAJELIS TAKLIM DI DESA LADUMPI KECAMATAN RROWATU KABUPATEN BOMBANA

    SULAWESI TENGGARA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

    Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

    Oleh

    MUHAMMAD SYARIF NIM : 105270019515

    PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

    ABSTRAK

    MUHAMMAD SYARIF. 2018 Efektivitas Dakwah Melalui Majelis Taklim

    (dibimbing oleh Ilham Muchtar Dan Husni Yunus)

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dakwah melalui

    majelis taklim di Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana

    Penelitian ini bersifat deskriptip kualitatip yaitu sebuah penelitian yang

    dimaksudkan untuk mengunkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah

    dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh

    metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.

    Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui: 1.bagaimana

    pelaksanaan dakwah melalui majelis taklim 2. Bagaimana pelaksanaan

    aktifitas dakwah pada majelis taklim 3. Bagaimana efektifitas dakwah melalui

    Pengajian Majelis Taklim di Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten

    Bombana

    Adapun hasil penelitian ini ialah menunjukkan adanya efektifitas

    dakwah pada majelis taklim terbukti dengan adanya pengajian majelis taklim

    para peserta lebih giat lagi mempelajari agama islam karena diantara mereka

    banyak memilih melanjutkan sekolahnya di pondok-pondok pesantren yang

    sederajat smp, sma, dan perguruan tinggih

  • 6

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirahim

    Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan

    nikmat-nya, nikmat iman, kesehatan dan kesempatan sehingga penulisan

    skripsi ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada

    Rasulullah SAW, Keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa

    mengikuti beliau

    Skripsi ini berjudul Efektifitas Dakwah Melalui Majelis Taklim Di Desa

    Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana. Skripsi ini upaya

    penulis untuk mengetahui efektifitas dakwah melalui majelis taklim. Skipsi ini

    juga merupakan tugas akhir akademik perkuliahan pada Universitas

    Muhammadiyah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar sarjana

    strata satu komunikasi pentiaran islam (KPI)

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin

    dapat terselesaiikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak moril maupun

    materil, olehnya penulis menyampaikan ucapan syukur kepada:

    1. Ayahanda Muhammad Nasir, Ibunda Aisyah yang selalu memberikan

    dukungan dan selalu mendoakanku serta saudara-saudaraku.

  • 7

    2. Syaikh Muhammad Muhammad Thoyyib Khoory, keluarganya, teman

    dan karib kerabatnya yang menjadi donator bagi kami, jazakumullahu

    Khairan.

    3. Dr H Abd Rahman Rahim SE MM selaku rektor Universitas

    MUhammadiyah Makassar

    4. Drs. H. Mawardi Pawangi, M. Pd.I selaku dekan fakultas agama islam

    universitas muhammadiyah Makassar

    5. Dr. Abbas Baco Miro, Lc, MA selaku ketua prodi komunikasi penyiaran

    islam universitas muhammadiyah Makassar

    6. Dr. M, Ilham Muchtar, Lc, MA selaku pembingbing 1 skripsi

    7. Drs, H.M Husni Yunus, M.Pd.I selaku pembingbing 2 skripsi

    8. Seluruh dosen-dosen universiyas muhammadiyah atas kerja samanya

    9. Seluruh teman-teman angkatan 1 prodi penyiaran agama islam yang

    selama ini telah bersama-sama menjalani proses perkuliahan dan

    membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini Alhamdulillah

    Jazakumullahu khairan katsiran

    Makassar 26 Desember 2017

    Penulis

    Muhammad Syarif

  • 8

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ......................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL ........................................... ii

    DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

    A. Latar Belakang ....................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .................................................................. 4

    C. Tujuan Penilitian ..................................................................... 4

    D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4

    E. Defenisi Operasional .............................................................. 5

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................ 7

    A. Pengertian Dakwah ................................................................ 7

    B. Unsur-Unsur Dakwah ............................................................. 12

    1. Da‟i (pelaku dakwah) ......................................................... 12

    2. Mad‟u (Penerima Dakwah) ................................................ 13

    3. Media Dakwah .................................................................. 14

    4. Metode Dakwah ................................................................ 17

    C. Majelis Taklim Sebagai Lembaga Pendidikan Agama Non Formal 34

  • 9

    Aspek-Aspek Pendidikan Dalam Majelis Taklim............................. 41

    1. Pendidik ................................................................................. 42

    2. Anggota Majelis Taklim .......................................................... 43

    3. Alat Pendidikan ....................................................................... 45

    4. Lingkungan Atau Masyarakat .................................................. 47

    BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 49

    A. Metode Dan Jenis Penelitian .................................................. 49

    B. Lokasi Dan Objek Penelitian ................................................... 50

  • 10

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan

    ummatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat

    manusia sebagai Rahmatan Lil Alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya

    kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajaranya dijadikan sebagai

    pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten serta konsekuen. Usaha

    penyebarluasan Islam realisasi terhadap ajaran adalah melalui dakwah.1

    Seperti di dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman:

    ًَ أَۡحَسُنُۚ إِنَّ ِدۡلُهم ِبٲلَِّتً ِه ٱۡدُع إَِلٰى َسِبٌِل َربَِّك ِبٲۡلِحۡكَمِة َوٱۡلَمۡوِعَظِة ٱۡلَحَسَنِةِۖ َوَجٰ

    َك ُهَو أَۡعَلُم بَِمن َضلَّ َعن َسِبٌلِِهۦ َوُهَو أَۡعَلُم ِبٲۡلُمۡهَتِدٌَن َٕ٘ٔربَّ

    Terjemahanya:

    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Al-Nahl:125)2

    1 Siti Muriah, metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hal. 12.

    2 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih

    Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 281

  • 11

    Dari ayat di atas mengandung beberapa arti yang beraneka ragam.

    Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau defenisi

    terhadap istilah tersebut. Hal ini tergantung pada sudut pandangan mereka

    dalam memberikan pengertian kepada istilah tersebut. Sehingga antara

    definisi menurut yang satu dengan lainya terdapat perbedaan dan kesamaan.

    Pengajian agama merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah atau

    tabligh, karena di dalam pengajian itu sendiri tidak lepas dari usaha

    penyampaian ajaran-ajaran Islam dalam rangka mengajak atau membina

    umat manusia untuk senantiasa berada di jalan Islam, sehingga tercapai

    kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    Pengajian merupakan salah satu kegiatan keagamaan dalam Islam,

    pengajian tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, seperti santri dan

    siswa namun pengajian juga di ikuti oleh bapak bapak, ibu-ibu, remaja dan

    anak-anak serta untuk semua kalangan.

    Pada umumnya pengajian di dalam pengajian di bahas te+ntang ajaran-

    ajaran Islam dan penjelasanya, seperti masalah akidah akhlak, tauhid dan

    masih banyak lagi ajaran Islam lainya. Bagi sebagian muslim pengajian juga

    merupakan kebutuhan seorang untuk bisa mendapatkan ajaran-ajaran Islam

    yang baik dan benar. Sekaligus dijadikan sebagai sarana komunikasi dan

    sosialisasi.

  • 12

    Akan tetapi didalam sebuah pengajian Majelis taklim biasanya muncul

    berbagai masalah seperti kurangnya antusias masyarakat untuk mengikuti

    pengajian Majelis taklim.oleh sebab itu kami berusaha semaksimal mungkin

    mendatangkan ustadz dari luar desa atau kecamatan agar antusias

    masyarakat lebih tinggi untuk mengikuti pengajian Majelis taklim

    Pengajian rutin di Desa Taubonto, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten

    Bombana sultra dilaksanakan setiap sekali sepekan setelah shalat fardhu,

    waktu pengajian berdurasi selama satu jam, metode yang digunakan dalam

    pengajian tersebut adalah ceramah.

    Tujuan pengajian Majelis Taklim yang dilaksanakan di Desa Taubonto

    Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra ini adalah terpenuhinya

    kebutuhan spiritual agama, meningkatkan pemahaman agama dan

    menambah wawasan para masyarakat, selain itu pengajian Majelis Taklim ini

    juga bertujuan untuk membangun kesadaran beragama para jemaah di Desa

    Taubonto Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra.

    Persoalan ini sangat penting untuk diteliti dan persoalan ini menantang

    saya untuk menelitinya pada jamaah di Desa Taubonto Kecamatan Rarowatu

    Kabupaten Bombana Sultra.

  • 13

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diajukan pertanyaan

    berikut:

    1. Bagaimana pelaksanaan dakwah melalui Majelis Taklim?

    2. Bagaimana pelaksanaan aktifitas dakwah pada Majelis taklim di Desa

    Ladumpi?

    3. Bagaimana efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di

    Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Provinsi

    Sulawesi Tenggara?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui pelaksanaan dakwah melalui Majelis taklim

    2. Untuk mengetahui pelaksanaan aktifitas dakwah pada pengajian

    Majelis taklim

    3. Membuktikan efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di

    Desa Ladumpi Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sultra

    D. Manfaat Penelitian

    Secara teorotis, penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan

    pengetahuan ilmu dakwah khususnya bidang dakwah/tabligh (komunikasi

  • 14

    penyiaran Islam). Penelitian juga ini dapat berguna untuk mengetahui

    bagaimana efektivitas pelaksanaan shalat pada masyarakat di tengah-tengah

    kesibukanya dan barangkali bisa menghasilkan teori tentang dakwah kepada

    masyarakat pedesaan

    Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan oleh para muballigh atau

    ustadz dan semua yang berkecimpung dalam pelaksanaan dakwah terutama

    pada masyarakat pedesaan.

    E. Defenisi Operasional

    Untuk lebih memperjelas maksud dan ruang lingkup penelitian ini, maka

    ditegaskan secara operasional sebagai berikut:

    1. Efektivitas yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

    telah tercapai, apabila target yang ingin dicapai semakin besar

    presentasenya maka semakin besar pula efektivitasnya.

    2. Dakwah yaitu mengajak manusia, memanggil atau menyeru kepada

    seluruh ummat manusia untuk senantiasa mempelajari ajaran-ajaran

    islam agar mereka memahami bahwa hanya agama islam yang

    diterima disisi Allah SWT.

    3. Pengajian adalah merupakan pendidikan non formal yang khusus

    dalam bidang agama yang bertujuan mengajarkan dasar-dasar

    agama pada masyarakat.

  • 15

    4. Majelis adalah kumpulan orang banyak untuk suatu tujuan yang

    bersifat positif seperti musyawarah atau berkumpul untuk

    mempelajari ajaran-ajaran agama Islam.

    5. Taklim adalah penyampaian atau pengajaran ilmu pengetahuan yang

    benar oleh karena itu taklim mencangkup aspek-aspek pengetahuan

    dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya.

  • 16

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Pengertian Dakwah

    Secara etimologi, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da‟a, yad‟u.3

    yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan

    dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama diberi istilah-istilah

    tabliqh, amar ma‟ruf dan nahi munkar, mauu‟idzahoh hasanah, tabsyir,

    indzhar, washiyah, tarbiyah, Taklim dan khotbah.

    Pada tataran praktis dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga

    unsur, yaitu: penyampai pesan (Da‟i), informasi yang disampaikan (Materi),

    dan penerima pesan (Mad‟u). Namun dakwah mengandung pengertian yang

    lebih luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung

    makna sebagai aktivitas penyampaian ajaran Islam, menyuru berbuat baik

    dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan

    peringatan bagi manusia.

    Istilah dakwah dalam Al-Qur‟an diungkapkan dalam bentuk fi‟il maupun

    mashdar sebanyak lebih dari seratus kata. Al-Qur‟an menggunakan kata

    dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang disertai dengan resiko

    masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur‟an, dakwah dalam arti mengajak

    3 Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyah, 1972: 286

  • 17

    ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan

    kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Disamping itu,

    banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam konteks

    yang berbeda.4

    Terlepas dari beragamanya makna istilah ini, pemakaian kata dakwah

    dalam masyarakat Islam, terutama di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak

    asing. Arti dari kata dakwah yang dimaksud adalah “seruan” dan “ajakan”

    kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang dimaksud adalah seruan

    kepada Islam atau seruan atau seruan Islam. Demikian juga halnya kalau

    diberi arti “ajakan”, maka yang dimaksud adalah ajakan kepada Islam atau

    ajakan Islam. Kecuali itu, “Islam” sebagai agama disebut “agama dakwah”,

    maksudnya adalah agama yang disebar-luaskan dengan cara damai, tidak

    lewat kekerasan.5

    Setelah mendata seluruh kata dakwah dapat didefinisikan bahwa

    dakwah Islam adalah sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan

    memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meneliti jalan Allah dan

    istiqomah dijalan-Nya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.

    4 Andy Dermawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI, 2002). hal, 29

    5 Muhammad Husain Haikal sejarah hidup muhammadiya, diterjemahkan dari Hayat

    Muhammad oleh Ali Audah (Jakarta: Tintamas, 1984), hal. 217.

  • 18

    Kata “mengajak, mendorong, dan memotivasi” adalah kegiatan

    dakwah yang berada dalam lingkup tabliqh. Kata “bashirah” untuk

    menunjukan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik.

    Kalimat “menelii jalan Allah” untuk menunjukan tujuan dakwah, yaitu

    mardhotillah. Kalimat “istiqomah” di jalan-Nya” untuk menunjukan bahwa

    dakwah dilakukan secara berkesinambungan. Sedangkan kalimat “berjuang

    bersama meninggikan agama Allah” untuk menunjukan bahwa dakwah bukan

    hanya untuk menciptakan keshalehan pribadi, tetapi harus juga menciptakan

    keshalehan sosial. Untuk mewujudkan masyarakat yang shaleh tidak bisa

    dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama-

    sama.

    Oleh karena itu, secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari

    aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan

    dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan defenisi yang

    bervariasi antara lain:

    1. Ali Makhfudh dalam kitabnya “hidayatul mursyidin” mengatakan,

    dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan

    mengikiuti petunjuk [agama], menyeru mereka kepada kebaikan dan

  • 19

    mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar memperoleh

    kebahagiaan dunia dan akhirat.6

    2. Nasaruddin Latif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha

    aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru,

    mengajak, memanggil manusia lainya untuk beriman dan menaati

    Allah SWT. Sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak

    Islamiah.7

    3. Masdar Helmy mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak dan

    menggerakan manusia agar menaati ajaran-ajaran Allah [Islam]

    termasuk amar ma‟ruf nahi mungkar untuk bisa memperoleh

    kebahagiaan dunia dan akhirat.8

    4. Quraish Shihab mendefinisikanya sebagai seruan atau ajakan kepada

    keinfasan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada

    situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun

    masyarakat.9

    6 Ali Mahfus, Hidayat al-mursyidin ila Thuruq al-wa‟ziwa al-khitbah, (Dar al-Ma‟rif, tt.), hal. 17.

    7 H.M.S. Nasaruddin Latief, teori dan praktik dakwah Islamiyah, (Jakarta: PT Firman Dara, tt,),

    hal. 11.

    8 Masdar Helmy, Dakwah dalam Alam pembangunan, (semarang; CV Toha Putra, tt,), hal. 31.

    9 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1992), hal 194.

  • 20

    5. M. Abu al-Fath al-Bayunani, dakwah adalah menyampaikan dan

    mengajarkan Islam kepada manusia serta menerapkanya dalam

    kehidupan manusia.10

    6. Taufik Al-Wa‟i, dakwah adalah mengajak kepada pengesahan Allah

    dengan menyatakan dua kalimat syahadat dan mengikuti manhaj Allah

    di muka bumi baik perkataan maupun perbuatan, sebagaimana yang

    terdapat dalam Al-Qur‟an dan assunnah, agar memperoleh

    kebahagiaan di dunia dan akhirat.11

    7. Syaikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia

    untuk melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta

    memerintah berbuat ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan munkar

    agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.12

    8. Al-Bahy al-Khuli, dakwah adalah mengubah situasi kepada yang lebih

    baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun masyarakat.13

    10

    M. Abu al-Fath al-Bayunani, Al-Madkhal ila „ilm al-da‟wah,(Beirut: Muassasah al-Risalah,

    1991), hal. 17.

    11 Taufik Al-Wa‟i, Al-Da‟wah ila Allah,(cet, II, Mesir: Dar Al-Yaqin, 1995) hal. 19.

    12 Syaik Ali Mahfudz, Hidayah al-Mursyidin,(cet. VII, Mesir: Dar al-Mishr, 1975), hal. 7.

    13 Ali-bahi Al-Khuli, Tadzkirat al-Du‟at, (cet, VIII, Kairo: Maktabah Dar al-tun 1987), hal. 39.

  • 21

    B. Unsur-Unsur Dakwah

    1. Da‟i (pelaku dakwah)

    Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan,

    maupun perbuatan yang dilakukan baik secara invidu, kelompok, atau lewat

    organisasi/lembaga.

    Secara umum kata da‟i ini sering disebut dengan sebutan muballiq

    (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini

    konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikanya

    sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui Lisan, seperti

    penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa

    saja yang mengatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya

    menjadi seorang da‟i, dan harus dijalankan sesuai hujjah yang nyata dan

    kokoh. Dengan demikian, wajib banginya untuk mengetahui kandungan

    dakwah baik dari sisi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan

    hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus, maka kewajiban

    berdakwa dibebankan kepada orang-orang tertentu.

    Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da‟i adalah muslim dan

    muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas

  • 22

    ulama. Ahli dakwah adalah wa‟ad, mubaligh mustama‟in (juru penerang) yang

    menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.14

    Da‟i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang

    Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah

    untuk memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi manusia, juga

    metode-metode yang dihadirkan untuk menjadikan agar pemikiran dan

    perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.15

    2. Mad‟u (Penerima Dakwah)

    Mad‟u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia baik laki-

    laki ataupun perempuan, tua maupun muda, miskin atau kaya, muslim

    maupun non muslim, kesemuanya menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam

    ini, semua berhak menerima ajakan dan seruan ke jalan Allah SWT.

    Ditinjau dari segi kehidupan psikoligi, masing-masing dari golongan

    masyarakat tersebut memilik karakteristik yang berbeda-beda antara yang

    satu dengan yang lainya, sesuai dengan kondisi dan kontekstualitas

    lingkunganya. Dan hal tersebut menuntut kepada sebuah sistem dan

    pendeketan dakwah yang efektif lagi efisien, mengingat dakwah adalah

    14

    H.M.S Nasaruddin Lathief, teori dan praktik dakwah Islamiah, (Jakarta: PT Firman Dara tt,)

    hal. 20

    15 Mustafah Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardhowi Harmoni Antara Kelembutan Dan

    Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hal 18.

  • 23

    penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal, rasional,

    dan dinamis.16

    3. Media Dakwah

    Dakwah memang tidak cukup bila disampaikan dengan lisan belaka. Ia

    harus didukung oleh keberadaan media, yang menjadi saluran penghubung

    antara ide dengan umat, yang menjadi elemen vital serta urat nadi dalam

    totalitet dakwah itu sendiri. Media di sini bisa berupa seperangkat alat

    modern, yang sering kita sebut dengan alat komunikasi massa. Mengapa

    keberadaan media menjadi sangat penting? Karena setiap kata yang terucap

    dari masuk gaungnya hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas,

    sedangkan dengan memanfaatkan media atau alat komunikasi massa, maka

    jangkauan dakwah pun tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu.

    Adapun media dakwah yang dapat dimanfaatkan antara lain:

    a. Bil lisan

    Da‟wah bil lisan yaitu penyampain informasi atas pesan dakwah

    melalu lisan. Termasuk dalam bentuk ini adalah ceramah khutbah, tausyiah,

    pengajian, pendidikan agama (lembaga pendidikan formal), kuliah, diskusi,

    seminar, nasehat, anjangsana, dan lain sejenisnya.

    16

    An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:

    Amzah, 2008,), hal, 234.

  • 24

    b. Bil Qalam

    Da‟wah bil qalam yaitu penyampaian materi dakwah dengan

    menggunakan media tulisan. Termasuk dalam jenis ini adalah buku-buku,

    majalah, surat kabar, risalah, buletin, brosur, dan lain sejenisnya. Dalam

    memanfaatkan media ini, hendaknya ia ditampilkan dengan gaya bahasa

    yang lancar, muda dicerna, dan menarik minat publik, baik mereka yang

    awam maupun kaum terpelajar.

    c. Audio Visual

    Dakwah dengan media audio visual merupakan suatu cara

    penyampaian yang meransang penglihatan serta pendengaran audiance.

    Yang termasuk dalam jenis ini adalah televisi, film, sinetron, sandiwara,

    drama, teater, dan lain sebagainya. Terkadang, pesan yang disampaikan

    melalui media ini, cenderung lebih diterima oleh audiance, bahkan dapat

    membentuk karakter mereka. Materi dakwah yang dikemas dalam bentuk

    hiburan akan cenderung lebih disukai dari pada dakwah yang disampaikan

    melalui ceramah keagamaan yang kaku, apalagi membosangkan.

  • 25

    d. Lingkungan Keluarga

    Suasana keluarga pun mempunyai konstribusi dan cukup kuat dalam

    kelancaran dakwah. Apabila ikatan keluaraga itu senantiasa bernafaskan

    Islami, maka akidah dan amaliyahnya pun akan semakin kuat. Dengan

    demikian, dakwah dalam keluarga akan selalu berjalaan dengan baik, bahkan

    ia dapat mempengaruhi cara berfikir keluarga lain.

    e. Uswah dan Qudwah hasanah

    Yaitu suatu cara penyamapaian dakwah yang dilakukan dalam bentuk

    perbuatan nyata. Ia tidak banyak berbicara, namun langsung

    memperaktekanya. Ia tidak mengancurkan, tetapi langsung memberi contoh

    kepada mad‟u-nya. Termasuk dalam bentuk ini adalah seseorang yang

    membesuk saudara atau tetangganya yang sakit, bergaul bersama

    masyarakat dengan menunjukan keluhuran budi pekerti, menyediakan diri

    untuk membantu orang-orang yang berada dalam kesusahan, selalu menjalin

    dan menjaga tali silaturahmi, turut serta dalam pembangunan masjid, pondok

    pesantren, madrasah, unit kesehatan, dan lain sebagainya.

    f. Organisasi Islam

    Berbicara tentang organisasi Islam, tentunya perhatian kita akan

    tertuju pada sekumpulan umat yang terorganisir, yang bergerak dalam bidan

    keagamaan, khususnya di sini adalah Islam. Ia akan memperhatikan

  • 26

    pentingnya jalinan ukhuwah Islamiyah. Menyembatangi antara umat dengan

    petunjuk agama, menuntun mereka kepada kebenaran, dengan mengadakan

    berbagai acara keagamaan yang diikuti oleh keluarga besar organisasi

    tersebut. Dan dalam satu yang menjadi agenda kerjanya adalah turut serta

    dalam menyebarkan dakwah Islami, dengan cara yang ma‟ruf, efektif, efisien,

    dan penuh rasa kekeluargaan. Diantara organisasi Islam yang terbesar

    ditanah air tercinta ini, anatara lain Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah,

    Ikhwanul muslimin, Dan lain sebagainya.17

    4. Metode Dakwah

    Metode berasal dari bahasa yunani Methodos, yang merupakan

    gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau

    sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah atau cara. Jadi, metode bisa

    diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang bisa ditempuh.

    Pada dasarnya, metode dakwah itu banyak jumlahnya, yang oleh Al-

    qura‟an telah dijelaskan dan di uraikan secara gamblang, melalui ayat-

    ayatnya yang penuh makna, mengetuk hati serta pandangan orang-orang

    yang mau memikirkannya. Adapun metode dakwah ini menjadi sedemikian

    beragam adalah disebabkan oleh milieu yang berbeda, karakter serta

    tingkatan berfikir mad‟u yang tidak sama.

    17

    An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:

    Amzah, 2008,), hal, 235.

  • 27

    Terkadang seorang da‟i dalam suatu lingkungan masyarakat maka

    memerlukan banyak metode dengan berbagai kombinasinya. bila bisa jadi

    dirinya akan menemukan segi-segi penting yang tidak jelas dalam kajian

    keilmuanya, atau ia tidak mampu melihat berbagai hal yang seharusnya

    diketaui, yang pada akhiranya upaya dakwahnya itu tidak memuaskan hasil

    yang memuaskan, serta tidak mendapat sambutan dari masyarakat. Dalam

    kondisi seperti itulah, ia harus mengintropeksi diri, berinisiatif untuk

    mengubah langkah dan metode dakwahnya.

    Cukup banyak metode atau strategi yang telah dipraktikan oleh para

    da‟i dalam menyampaikan pesan dakwahnya, seperti ceramah, tausyiah,

    nasehat, diskusi, bimbingan keagamaan, uswah dan qudwah hasanah, dan

    lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat diterapkan sesuai dengan kondisi

    yang dihadapi. Tetapi yang harus digaris bawahi, bahwa suatu metode yang

    baik sekalipun tidak dapat menjamin dirinya memperoleh hasil yang baik

    secara otomatis pula, karena metode bukanlah satu-satunya kunci

    kesuksesan. Suatu dakwah dapat berhasil, apabila ditunjang dengan

    seperangkat syarat, baik itu dari pribadi sijuru dakwah itu sendiri, materi yang

    dikemukakan, kondisi objek yang sedang didakwahi, namun elemen-elemen

    penting lainya.

    Adapun metode yang akurat untuk diterapkan dalam berdakwah, telah

    tertuang dalam QS. An-Nahl Ayat 125 berikut:

  • 28

    َك هُ ًَ أَۡحَسُنُۚ إِنَّ َربَّ ِدۡلُهم ِبٲلَِّتً ِه َو ٱۡدُع إَِلٰى َسِبٌِل َربَِّك ِبٲۡلِحۡكَمِة َوٱۡلَمۡوِعَظِة ٱۡلَحَسَنِةِۖ َوَجٰ

    ٕ٘ٔأَۡعَلُم ِبَمن َضلَّ َعن َسِبٌلِِهۦ َوُهَو أَۡعَلُم ِبٲۡلُمۡهَتِدٌَن

    Terjemahanya:

    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.18

    Dari redaksi ayat di atas, terdapat tiga kerangka dasar tentang metode

    dakwah, yang dapat pilih salah satunya, atau kesemuanya. Kerangka dasar

    itu adalah sebagai berikut:

    1. da‟wah bil hikmah

    Hikmah adalah meletakaan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kata

    hikmah ini sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu

    pendekatan sedemikian rupa sehingga akan timbul suatu kesadaran pada

    pihak mad‟u untuk melaksanakan apa yang didengarnya dari dakwah itu,

    atas dasar kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan, komplit maupun

    rasa tertekan. Dengan demikian, da‟wah bil hikmah merupakan suatu metode

    pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif.

    Kata hikmah disini mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

    18

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 281

  • 29

    A. Unsur ilmu, yaitu ilmu yang shahih yang dapat memisahkan antara

    yang haq dan yang bathil.

    B. Unsur jiwa, yaitu menyatukan ilmu tersebut ke dalam jiwa sang ahli

    hikmah, sehingga mendarah daginglah ia dengan sendirinya.

    C. Unsur amal perbuatan, yaitu ilmu pengetahuan yang menyatu

    kedalam jiwanya itu mampu memotivasi dirinya untuk berbuat baik.

    Seorang da‟i yang baik harus mampu menyesuaikan dirinya dengan

    segala lapisan yang mereka hadapi, dari rakyat jelata, orang berpangkat,

    kaum cerdik-cendikiawan, kaum awam, atau berbagi lapisan sosial lainya,

    yang kesemuanya itu menuntut suatu pendekatan yang berbeda, antara yang

    satu dengan yang lainya.

    Said Bin Ali Bin Wakif Al-Qahthani memberikan perincian tentang

    pengertian hikmah, yang dituangkan dalam kitab Al-hikmah wa fid Da‟wah wa

    illallah ta‟ala antara lain:

    1. Al-hikmah menurut bahasa (luqhawi) berarti, adil, ilmu, sabar,

    kenabian, al-quran, dan injil. Ia juga berarti memperbaiki (membuat seuatu

    menjadi baik dan sesuai), dan terhindar dari kerusakan. Juga dapat diartikan

    sebagai ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang

    utama pula. Atau berarti al-haq (kebenaran) yang didapat melalui ilmu dan

    akal. Serta pengetahuan atau ma‟rifat.

  • 30

    2. Al-Hikmah menurut istilah (syar‟i), terjadi perbedaan penafsiran

    diantara para ulama, anatara lain:

    a. Valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan.

    b. Mengetahui yang benar dan mengamalkanya, jadi terdapat unsur ilmu dan

    amal di dalamnya.

    c. Wara‟ dalam agama Allah SWT

    d. Meletakan sesuatu pada tempatnya.

    e. Menjawab dengan tegas dan tepat segala permasalahan yang diajukan

    kepadanya.

    Dengan demikian, maka da‟wah bil-hikamh ini bisa diartikan sebagai

    kemampuan seorang da‟i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, yang

    menyajikanya dengan berbagai strategi dan pendekatan jitu, efektif, dan

    efisien karena keluasan pengetahuan dan banyaknya pengalaman tentang

    lika-liku dakwah. Ia tahu benar tentang waktu, tempat, dan keadaan manusia

    yang dihadapi sehingga ia dapat memlilih metode yang tepat untuk

    menyampaikan materi dakwanya serta menempatkan segala sesuatu itu

    tepat pada tempatnya masing-masing.

  • 31

    2. Da‟wah bil Mau‟izhatil Hasanah

    Mau‟izhah Hasanah ialah kalimat atau ucapan yang diucapkan oleh

    seorang da‟i atau muballiq, disampaikan dengan cara yang baik, berisikan

    petunjuk-petunjuk kearah kebajikan, diterangkan dengan gaya bahasa yang

    sederhana, supaya yang disampaikan itu dapat ditangkap, dicerna, dihayati,

    dan pada tahapan selanjutnya dapat di amalkan. Bahasanya yang lembut

    begitu enak didengar, berkenan dihati, dan menyentu sanubari. Ia senantiasa

    menghindari segala bentuk kekerasan dan caci maki, sehingga mad‟u yang

    didakwahi tersebut memperoleh kebaikan dan menerima dengan rela hati,

    serta merasakan kesungguhan sang da‟i dalam menyelamatkan mereka dari

    suatu kemudharatan. Sebagaimana firman Allah SWT.

    َبٍة أَۡصلَُها َثاِبٞت َوَفۡرُعَها فًِ أَلَ ٌِّ ٌَِّبةا َكَشَجَرٖة َط ُ َمَثٗلا َكلَِمةا َط َف َضَرَب ٱَّللَّ ٌۡ ۡم َتَر َك

    َمآِء اِس لََعلَُّهۡم ٕٗٱلسَّ ُ ٱۡۡلَۡمَثاَل لِلنَّ ۡضِرُب ٱَّللَّ ٌَ َهۗا َو ًٓ أُُكَلَها ُكلَّ ِحٌِنِۢ ِبإِۡذِن َربِّ ُتۡؤِت

    ُروَن َتَذكَّ ٌَٕ٘

    Terjemahanya:

    “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”

  • 32

    25. “pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (QS. Ibrahim: 24-25).19

    Mau‟izhah hasanah yang disampaikan dengan lemah lembut dan

    penuh pancaran kasih sayang akan menyisahkan kebahagiaan pada diri

    umat manusia. Ia akan menuntun mereka ke jalan yang haq, memberi

    pelajaran yang baik dan bermanfaat, memberi nasihat dan mengingatkan

    orang lain dengan bahasa yang baik dan penuh kelembutan. Hal ini tercermin

    dalam firman-nya:

    ِ لِنَت لَُهۡمِۖ َوَلۡو ُكنَت فَ َن ٱَّللَّ واْ ِمۡن َحۡولَِكِۖ َفٲۡعُف َفِبَما َرۡحَمٖة مِّ ا َغلٌَِظ ٱۡلَقۡلِب َلَنَفضُّ ّظًّ

    ٌُِحبُّ َ ُِۚ إِنَّ ٱَّللَّ ۡل َعَلى ٱَّللَّ َعۡنُهۡم َوٱۡسَتۡغفِۡر َلُهۡم َوَشاِوۡرُهۡم فًِ ٱۡۡلَۡمِرِۖ َفإَِذا َعَزۡمَت َفَتَوكَّ

    لٌَِن ١٘ٔٱۡلُمَتَوكِّ

    Terjemahanya:

    “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali „Imran: 159).20

    19

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 258-259

    20 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih

    Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 71

  • 33

    Ayat diatas menerangkan, bahwa aktifitas dakwah yang dilakukan

    dengan cara mau‟ izhah hsanah harus selalu mengarah kepada pentingnya

    manusiawi dalam segala hal. Sikap lemah lembut dan menghindari sikap

    egoisme, adalah warna yang tidak terpisahkan untuk melancarkan pesan

    dakwah kepada orang lain, yang disampaikan secara persuasif.

    Di sini, seorang da‟i harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan

    message dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup pengalaman

    si mad‟u, supaya tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan

    nilai-nilai dan ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi atau masyarakat

    dapat terwujud, dan mengarahkan mereka sebagai khairul ummah, yaitu

    umat yang adil dan terpilih (ummatan wasathan), sehingga terwujudlah umat

    yang sejahtera lahir dan batin, bahagia di dunia dan di akhirat nanti. Insya

    allah.

    3. Da‟wah Bil Mujadalah

    Metode untuk mengajak manusia kepada Allh SWT. Memang sangat

    banyak dan beragam. Yang paling umum digunakan adalah komunikasi

    verbal, untuk menyampaikan pesan kepada akal, perasaan, dan hati, baik

    dengan ungkapan maupun tulisan. Dan pada tahapan tertentu, suatu

    pembicaraan sering berlanjut dengan diskusi bahkan perdebatan. Padahal,

    tidak semua da‟i menguasai dan memahami dengan benar berbagai

  • 34

    persoalan agama, baik dalam bentuk penafsiran maupun aplikasinya.

    Perbedaan itu sendiri sering kali meruncing dan pembahasanya pun menjadi

    demikan seru dan memanas. Masing-masing pihak tentu ingin memenangkan

    pendapatnya atas pendapat pihak lain. Dalam kondisi seperti ini, maka ia

    mengharuskan adanya pihak yang kalah dan pihak yang menang (win-loss

    solution).

    ٌُوُسَفِۖ َما لَِك ِكۡدَنا لِ تِِهۡم َقۡبَل ِوَعآِء أَِخٌِه ُثمَّ ٱۡسَتۡخَرَجَها ِمن ِوَعآِء أَِخٌِهُۚ َكَذٰ ٌَ َفَبَدأَ ِبأَۡوِع

    َشآُءۗ َوَفۡوَق ن نَّ ٖت مَّ ُُۚ َنۡرَفُع َدَرَجٰ َشآَء ٱَّللَّ ٌَ ٓ أَن ۡأُخَذ أََخاهُ فًِ ِدٌِن ٱۡلَملِِك إَِّلَّ ٌَ ُكلِّ ِذيَكاَن لِ

    ٦ِٙعۡلٍم َعلٌِٞم

    Terjemahanya:

    “Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”. (QS. Surah Yusuf: 76).21

    Terkadang dalam suatu perdebatan memang mengharuskan adanya

    pihak yang kalah dan menang. Begitulah aturanya yang berlaku. Namun,

    janganlah seseorang itu merasa bangga atas kemampuanya dan

    21

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 245

  • 35

    kepasihanya dalam bersilat lidah, karena sesungguhnya, masih ada yang

    lebih unggul dan lebih hebat dari pada mereka. Kebenaran hakiki itu hanya

    terdapat pada ayat-ayat Al-Qur‟an yang qath‟i, keteladanan yang diperankan

    dalam perjalanan hidup Rasulullah SAW, dan realita hidup orang-orang yang

    berpegang teguh kepada keduanya, yang kesemuanya itu tidak dapat

    dibantah oleh siapaun juga, sekalipun mereka bekerja sama untuk

    membantahnya.

    Pada dasarnaya penyampaian nilai-nilai dakwah Islam tidaklah

    memberi peluan bagi munculnya debat kusir, karena debat semacam ini tidak

    membuahkan suatu kebaikan sedikitpun. Al-Qura‟an sendiri telah

    mengisyaratkan hal tersebut dalam ayat-ayat berikut:

    ِدقٌَِن َلَنا َفۡأِتَنا ِبَما َتِعُدَنآ إِن ُكنَت ِمَن ٱلصَّٰ َدۡلَتَنا َفأَۡكَثۡرَت ِجَدٰ ُنوُح َقۡد َجٰ ٌَٰ َٕٖقالُوْا

    Terjemahanya:

    “Mereka berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (QS. Hud: 32).22

    ٖء َجَدَّلا وَ ًۡ ُن أَۡكَثَر َش اِس ِمن ُكلِّ َمَثٖلُۚ َوَكاَن ٱۡۡلِنَسٰ َذا ٱۡلقُۡرَءاِن لِلنَّ ۡفَنا فًِ َهٰ َٗ٘لَقۡد َصرَّ

    22

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 225

  • 36

    Terjemahanya:

    “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (QS. Al-Kahfi: 54).23

    َعآَء إَِذا َولَّۡوْا ُمۡدبِِرٌَن مَّ ٱلدُّ َك ََّل ُتۡسِمُع ٱۡلَمۡوَتٰى َوََّل ُتۡسِمُع ٱلصُّ ِدي ٠ٓإِنَّ نَت بَِهَٰوَمآ أَ

    ٌُۡؤِمُن بِ لَِتِهۡمِۖ إِن ُتۡسِمُع إَِّلَّ َمن تِ َ ٱۡلُعۡمًِ َعن َضَلٰ ٌَٰ ۡسلُِموَن ا ٠َٔنا َفُهم مُّ

    Terjemahanya:

    “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”

    81. “Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri”. (QS. An-Naml: 80-81).24

    Perlu disadari, bahwasanya berdebat dengan orang-orang seperti ini

    tidaklah akan memberi manfaat, bahkan hanya akan menemui jalan buntu.

    Karena itulah, Allah SWT. menyuruh Rasulullah SAW. agar berdakwah

    dengan hikmah dan memberi mau‟izha hasanah, juga mewajibkan pada

    kaum muslimin supaya mendebat orang lain dengan cara yang baik. Hal ini

    sesuai dengan kesucian dan kebenaran dan terkandung dalam dakwah

    23

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 300

    24 Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih

    Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 384

  • 37

    Islam, yang dilakukan dengan tanggung jawab seorang muslim terhadap

    keyakinanya.

    Secara umum, metode dakwah yang satu ini ditunjukan bagi orang-

    orang yang taraf berfikirnya telah maju dan kritis seperti halnya Ahlul Kitab,

    yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan Allah SWT

    sebelumnya. Karena itulah, Al-Qur‟an memberikan perhatian khusus kepada

    Ahlul Kitab ini, yaitu melarang kaum muslimin berdebat dengan mereka,

    kecuali jika perdebatan itu dilakukan dengan cara yang baik. Hal ini teruang

    dalam Al-Qur‟an surah Al-A‟nkabut ayat 46 berikut:

    ًَ أَۡحَسُن إَِّلَّ ِب إَِّلَّ بِٲلَّتًِ ِه ِدلُٓوْا أَۡهَل ٱۡلِكَتٰ ا بِٲلَِّذٓي ۞َوََّل ُتَجٰ ٱلَِّذٌَن َظلَُموْا ِمۡنُهۡمِۖ َوقُولُٓوْا َءاَمنَّ

    ِحٞد َوَنۡحُن لَُهۥ ُمۡسلُِموَن ُهُكۡم َوٰ ُهَنا َوإِلَٰ ُكۡم َوإِلَٰ ٌۡ َنا َوأُنِزَل إِلَ ٌۡ ٙٗأُنِزَل إِلَ

    Terjemahanya:

    “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”."25

    Karena bentuknya yang demikian itu, maka dakwah dengan

    pendekatan mujadalah ini akan menuntut adanya propesionalisme dari para

    da‟i. Dalam kata lain, seorang da‟i bukan hanya dituntut untuk sekedar

    25

    Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahanya Dilengkapi Dengan Kajian Usul Fiqih Dan Intisari Ayat, (cet: III, Bandung, Syaamil Quran, 2011) hal. 402

  • 38

    mampu berbicara dan beretorika, ber-uswah dan ber-qudwah hasanah, tetapi

    juga dituntut untuk memperbanyak pembendaharaan ilmu pengetahuan yang

    sifatnya ilmiah

    4. Da‟wah Bil Hal

    Da‟wah Bil Hal adalah dakwah yang diberikan oleh seorang melalui

    amal perbuatan yang nyata. Dapat kita ambil sebagai contoh, adalah apa

    yang dilakukan Rasulullah SAW, ketika untuk yang pertama kalinya beliau

    serta sahabat muhajirin tiba di Madinah. Dalam beberapa kitab Sirah telah

    kita ketahui, bahwasanya yang pertama-tama yang beliau lakukan setibanya

    di Madinah adalah membangun Masjid Nabawi, tepat di tempat

    menderumnya unta beliau, Al-Qashwa. Bahkan beliau terjun langsung dalam

    pembangunan masjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya berdoa,

    “Ya Allah, Tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat.

    Maka ampunilah orang-orang anshar dan muhajirin.”

    Beliau bersabda: para pekerja ini bukanlah para pekerja khaibar. Ini

    adalah pemilik yang paling baik dan paling suci.

    Ternyata sabda beliau ini semakin memompa para sahabtnya dalam

    bekerja, hingga salah seorang diantara mereka berkata, “jika kita duduk saja

    sedangkan Rasulullah bekerja, itu adalah tindakan orang yang tersesat.”

  • 39

    Lalu beliau mempersatukan kaum muslimin, dengan mengikat antara

    kaum anshar dan kaum muhajirin dalam suatu ikatan persaudaraan karena

    Allah SWT. beliau menjadikan ikatan persaudaraan ini sebagai ikatan yang

    benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekedar isapan jempol dan omong

    kosong semata. Persaudaraan itu harus merupakan tindakan nyata yang

    mepertautkan darah dan harta, bukan sekedar ucapan selamat dibibir, lalu

    setelah itu hilang tidak berbekas sama sekali. Dan memang itulah yang

    terjadi, dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain,

    saling kasih-mengasihi dan memberikan pertolongan benar-benar

    bersenyawa dalam persaudaraan ini, mewarnai masyarakat yang baru

    dibangun dengan beberapa gambaran yang mengandung decak kekaguman.

    Bukan pada perang Ahzab, Rasulullah SAW, tampa segan turut

    mengusung tanah bersama para sahabat beliau, sehingga perut beliau yang

    putihpun menjadi kotor karena tertutup tanah. Dengan mengusungi tanah

    tersebut, beliau bersenandung:

    َنا ٌْ ْقَنا َوََّلَصلَّ َنا # َوََّل َتَصدَّ ٌْ ِ َلْوََّل أَْنَت َما اْهَتَد َوَّللاَّ

    َنا # ٌْ َنةًّ َعَل ٌْ َنا َفأَْنِزَلْن َسِك ٌْ إِنَّ ْاۡلَُلى َقْد أََبْوا َعَل26

    .

    26

    دار إحٌاء التراث ; 3مسلم بن الحجاج أبو الحسن القشٌري النٌسابوري, صحٌح مسلم, باب غزوة اۡلحزب وهً الخندق, )جزء 0331: بٌروت, د.س.( الصفحة –العربً

  • 40

    “Demi allah! Seandainya bukan karena-Mu,

    Kami tidak akan mendapat bimbingan,

    Tidak bersedekah dan tidak pula shalat.

    Maka berikanlah ketenangan kepada kami,

    Karena para pemuka itu tidak menyukai kami”.

    (HR. Al-Bukhari Dan Muslim)

    Begitulah Rasulullah SAW berdakwah dengan cara memberikan

    contoh secara langsung dengan perbuatan yang nyata, bukan hanya yang

    berbicara, bukan hanya menyuruh dan melarang, tetapi langsung

    memperaktikanya sendiri. Dan ternyata, da‟wa bil hal yang dicontohkan

    beliau tersebut terbukti ampuh dan sampai kepada tujuan yang hendak beliau

    capai. Dengan kata lain, da‟wa bil hal ini merupakan suatu metode dakwah

    yang sangat efektif dan efisien.

    Akan tetapi, sebagaian besar umat Islam justru kurang memperhatikan

    efektivitas da‟wah bil hal ini, sehingga mereka lebih suka ber-da‟wah bil lisan.

    Padahal hasil yang dicapai dengan metode bil-lisan tersebut bisa dikatakan

    kurang maksimal, bahkan terkesan sangat lamban. Berbeda dengan da‟wah

    bil-hal yang menghasilkan karya nyata dan mampu menjawab hajat hidup

    manusia. Contoh sederhana, da‟wah bil-hal ini dapat dilakukan dengan

    membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, turut serta dalam

    pembangunan masjid, mushallah, surau, madrasah, dan berbagai amalan

    saleh lainya.

  • 41

    Konsep da‟wah bil-hal itu sendiri sebenarnya bersumber pada ajaran

    Islam, sebagaimana yang dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah

    SAW. serta para sahabat beliau, dan umat Islamlah yang seharusnya

    menjadi pelopor bagi pelaksanaan dakwah ini. Namun pada realita di

    lapangan, justru para misionaris yang memperaktikanya, sedangkan dakwah

    Islam masih terjebak pada nilai-nilai normalistik yang kaku. Secara langsung,

    keadaan inilah yang sering menyebabkan terjadinya perpindahan agama,

    khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di pelosok-pelosok desa,

    yang kondisi ekonomi masyarakatnya dapat dibilang cukup

    memperihatingkan.

    Kenyataan dilapangan telah membuktiakan beberapa efektifnya

    da‟wah bil-hal itu. Dan tanpa mengabaikan peranan prioritas utama bagi para

    da‟i, sekalipun merupakan usaha preventif bagi umat Islam, khususnya yang

    tinggal di pelosok-pelosok desa, supaya tidak terjadi lagi yang namanya

    pindah agama (murtad).

    5. da‟wah bil-qalb

    Sesungguhnya, dakwah itu tidak cukup dengan melakukan metode

    sebagaimana yang telah diuraikan diatas, yaitu da‟wah bil-hikah, da‟wah bil-

    mauizhatul hasanah, bil-mujadalah, bil-hal ataupun da‟wah bil-mal. Akan

  • 42

    tetapi, adapula yang dinamakan da‟wah bil-qalb (dakwah dengan hati). Dan

    yang terakhir disebut inilah yang sebenarnya memegang kunci keberhasilan.

    Semua metode diatas pada prinsifnya sangat konplementer, saling

    melengkapi. Dengan lisan misalnya, kata-kata yang diucapkan oleh seorang

    da‟i pun tentunya haruslah kata-kata hikamh yang berdasarkan pada Al-

    Qura‟an dan Hadits. Dengan perilaku dan amal perbuatan nyata, juga

    memegang peranan yang sama pentingnya, karena ada kebanyakan orang-

    orang yang lisanya saja yang bagus dan fasih, namun sikap dan perilakunya

    tidak sesuai. Nah, orang yang hendak berdakwah kepada orang lain, tetapi

    sikap dan perilakunya tidak cocok, maka ucapan yang demikian yang bagus

    dengan teknik retorika yang mumpuni pun tidak bakal didengar terlebih diikuti

    orang.

    Semua metode itu memang sangat penting untuk diterapkan, namun

    yang jauh signifikan, adalah berdakwah dengan hati dalam (bil-qalb).

    Pasalnya, hatilah yang mampu meggerakan perbuatan diri seseorang ketika

    lisan dan perilaku tidak mempan. Dakwah dengan pendekatan hati ini

    menjadi sangat diperlukan, mengingat banyak para da‟i yang berdakwah

    dengan lebih mengedepankan nalar (logika) saja. Padahal orang yang

    berdakwah dengan pikiran, kecendurunganya akan lari ke filsafat. Dan kalo

    sudah berbicara tentang filsafat, maka tidak akan ada ujungnya.

  • 43

    Mungkin kita terheran heran ketika melihat seseorang yang mampu

    memberikan ceramah atau tausyiah sedemikian mengagumkan, namun bila

    hal itu kita cermati, sesungguhnya mereka dapat menyampaikan suatu

    ceramah ataupun tausyiah secara mengagumkan adalah karena ia diawali

    dari hati, diucapkan dengan niat yang baik dan tulus. Disinilah letak

    kehebatan dakwah yang sebenarnya, yaitu hati. Kendatipun lisanya tidak

    menggunakan kata-kata, tanganya tidak menggoreskan tinta dan tulisan,

    jasadnyapun tidak melakukan amalan perbuatan, namun cukup dengan hati

    saja itupun sudah terhitung dakwah serta mendapatkan pahala

    Oleh karena itu. sebelum seseorang berdakwah kepada orang lain,

    seyogyanya ia menata diri atau berdakwah kepada dirinya terlebih dahulu.

    Jangan sampai ia menyeru kepada orang lain untuk berbuat kebajikan,

    namun dirinya sendiri justru terlupakan Artinya, prioritas yang utama adalah

    memang untuk melakukan pembenahan terhadap diri sendiri, khususnya

    segala sesuatu yang menyangkut masalah hati.27

    C. Majelis Taklim sebagai lembaga pendidikan agama non formal

    Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu pada

    saat ini ada istilah pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Manusia

    27

    An-Nabiry Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da‟i, (cet. 1; Jakarta:

    Amzah, 2008,), hal, 254.

  • 44

    diperintahkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat.

    Sebagaimana hadits Nabi SAW yang berbunyi : 28اللَّْحدِ ِعْلَم ِمَن اْلَمْهِد إَلى الْ اْطلُب

    Artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.

    Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam

    lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan

    adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan

    pemerintah.29

    Oleh karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama, maka

    lembaga pendidikan yang bermunculan di masyarakat merupakan suatu hal

    yang sangat mutlak keberadaannya. Lembaga pendidikan Islam yang

    bermunculan di masyarakat seperti Majelis Taklim adalah lembaga

    pendidikan Islam yang dapat mengantisipasi dalam menangkal berbagai hal

    yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh IPTEK yang semakin maju.

    Menurut bahasa Majelis Taklim berasal dari kata bahasa Arab yaitu

    dari kata majlis yang artinya tempat duduk. dan Taklim yang artinya

    pengajaran. Jadi Majelis Taklim adalah tempat untuk mengadakan

    pengajaran dan pengajian agama Islam. Pengertian Majelis lainnya adalah

    tempat berkumpulnya

    28

    https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1 (diakses pada tanggal 28-01-2017)

    29 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (cet.1; Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 19

    https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1https://www.google.com/search?q=hadits+tentang+menuntut+ilmu&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiUnuPk_vjRAhUFsI8KHVopD0AQsAQIEw#mhpiv=1

  • 45

    sekelompok orang untuk melakukan semua kegiatan, sehingga dikenal

    sebagai Majelis semua Majelis syuro, Majelis hakim dan sebagainya.30

    Sedangkan kata Taklim berasal dari akar kata َتْعلٌِمٌَُعلُِّم –َعلََّم : yang

    berarti mengajar.31 Dari beberapa pendapat tentang definisi Taklim, maka

    dapat disimpulkan bahwa Taklim adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan

    oleh orang yang ahli dengan memberikan atau mengajarkan ilmu kepada

    orang lain.32 Taklim diartikan sebagai proses pengajaran yang memperkuat

    tingkat pemahaman masyarakat, sedangkan tarbiyah selain mengandung

    pengajaran, juga mendorong manusia untuk melaksanakanya dalam

    kehidupan sehari-hari.33

    Dari beberapa definisi Taklim, maka dapat disimpulkan bahwa Taklim

    adalah bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam memberikan

    atau mengajarkan ilmu kepada orang lain.34

    Pengertian Majelis yang lainnya adalah tempat berkumpulnya

    sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, sehingga dikenal

    sebagai Majelis, seperti Majelis syuro, Majelis hakim dan lain sebagainya.

    30

    Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Taklim, (cet. ke-2 1990) hal.

    5

    31 Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, (cet. Ke; 2 Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 8

    32 Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta: Pedoman Majelis Taklim, hal. 6

    33 Sayyid Muhammad Nuh, penyebab gagalnya dakwah, (cet. V, Mesir: Daarul Wafa 1993), hal.

    50.

    34 Muzayyin A. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (cet. Ke; 1 Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hal.

    118

  • 46

    sedangkan secara istilah pengertian Majelis Taklim adalah, Organisasi

    pendidikan luar sekolah (non formal) yang bercirikan keagamaan Islam.35

    Keberadaan Majelis Taklim tidak hanya terbatas sebagai tempat

    pengajian saja, tetapi menjadi lebih maju lagi menjadi lembaga yang

    menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Oleh karena itu

    Majelis Taklim menjadi sarana dakwah pembinaan dan peningkatan kualitas

    hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Sedangkan yang dimaksud

    lembaga pendidikan Islam itu sendiri adalah wadah atau sarana yang

    mengarahkan, membimbing, dan meningkatkan pendidikan peserta didik

    melalui sistem pendidikan yang bernuansa Islam yang mengarah kepada

    manusia berilmu serta berakhlak dan berkepribadian yang beriman dan

    bertaqwa. Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia

    cukup banyak, diantaranya :

    a. Masjid ( surau, langgar, mushalla, dan muanasah )

    b. Madrasah dan pondok pesantren

    c. Pengajian dan penerangan Islam (Majelis Taklim)

    d. Kursus-kursus keIslaman (training)

    e. Badan-badan pembinaan rohani

    f. Badan-badan konsultasi keIslaman

    g. Musabaqoh tilawatil qur‟an.36

    35

    Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (cet. Ke; 2 Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 76

  • 47

    Kalau kita membuka lembaran sejarah pendidikan Islam, maka akan

    kita jumpai lembaga atau institusi Pendidikan Islam yang berjenis-jenis

    macamnya, semenjak Nabi Muhammad mendakwahkan Islam secara aktif di

    Mekkah sampai periode abad ke-8 H telah berdiri dan berkembang lembaga

    pendidikan Islam antara lain :

    a. Lembaga pendidikan rumah : Dar al-Arqam

    b. Lembaga pendidikan masjid : Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan

    sistem halaqah

    c. Lembaga pendidikan al-Kuttab

    d. Lembaga pendidikan Madrasah yakni : madrasah an-Nizamiyah

    e. Madrasah annashiriyah, madrasah Al-Qumhi, As-Safi‟iyah, An-Nuriyah

    (Syiria), madrasah al-Kamiliyah (Mesir), madrasah addahiliyah

    f. Lembaga pendidikan Zawiyah : suatu tempat belajar di masjid.

    Lalu pengertian Zawiyah ini meluas sehingga dikenal sebagai tempat

    belajar yang terpisah dari bangunan masjid yang hampir menyamai fungsi

    madrasah. Akhirnya berkembang pada abad ke 8 H di negara Maghribi

    (Afrika Utara), yang akhirnya lembaga pendidikan ini berkembang dalam

    bentuk formal (Madrasah) semua jenjang sampai dengan Universitas (al

    Jami‟ah) dan bentuk non formal (Majelis Taklim) dan pendidikan individual

    (langsung dengan guru atau ulama).37

    36

    Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1987), hal. 203

    37 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (cet. Ke; 4 Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hal. 83-87

  • 48

    Dalam era sekarang ini, lembaga pendidikan Islam yang ada semakin

    mengalami kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan perkembangan

    zaman. Terutama setelah adanya pemberian kesempatan untuk berkembang

    oleh pemerintah Indonesia dalam keikutsertaannya membina akhlak bangsa

    yang berkepribadian Pancasila. Selain itu juga diperkuat oleh peraturan

    perundang-undangan, seperti UU Pendidikan No IV/1950, No XII/1954, dan

    UU Pendidikan No I/1989 dan berbagai peraturan yang mengatur lembaga-

    lembaga pendidikan Islam. Penyelenggaraan Majelis Taklim berbeda dengan

    peyelenggaraan pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah,

    baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Menurut penulis pada

    Majelis Taklim ada hal-hal yang membedakan dari yang lain, yaitu:

    a. Majelis Taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam

    b. Pengikut atau pesertanya disebut jama‟ah (orang banyak), bukan

    pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di Majelis

    Taklim tidak merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban

    murid menghadiri sekolah

    c. Waktu belajar berkala tetapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana

    halnya sekolah dan madrasah

    d. Tujuannya yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam Kemunculan

    Majelis Taklim di kota-kota besar antara lain faktor keresahan dan

  • 49

    kegelisahan yang terjadi akibat pengaruh dari kebudayaan asing

    yang kurang baik, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan

    nilai dalam masyarakat.

    Majelis Taklim merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat

    sebagai wadah belajar bersama mengenai berbagai masalah keagamaan.

    Pertumbuhan dan perkembangan Majelis Taklim dikalangan masyarakat

    menunjukkan kebutuhan dan hasrat masyarakat yang lebih luas lagi, yaitu

    usaha untuk memecahkan masalah-masalah menuju kehidupan yang lebih

    bahagia.

    Majelis Taklim adalah lembaga pengajian dan pengajaran agama

    Islam yang mensyaratkan adanya:

    a. Badan yang mengurusi sehingga kegiatan Taklim tersebut

    berkesinambungan

    b. Guru, ustadz, muballigh, baik seorang atau lebih yang memberikan

    pelajaran secara rutin dan berkesinambungan

    c. Peserta atau jama‟ah yang relatif tetap

    d. Kurikulum atau materi pokok yang diajarkan

    e. Kegiatannya dilaksanakan secara teratur dan berkala

    f. Adanya tempat tertentu untuk menyelenggarakannya.38

    38

    M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 89-91

  • 50

    Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Majelis Taklim

    sebagai lembaga pendidikan agama non formal, merupakan wadah bagi

    penerapan konsep pendidikan “minal mahdi ilal lahdi” yaitu pendidikan

    seumur hidup dan merupakan sarana bagi pengembangan gagasan

    pembangunan berwawasan Islam. Sebagai media

    silaturrahmi, Majelis Taklim merupakan wahana bagi persemaian

    persaudaraan Islam

    (ukhuwah Islamiyah) yang di dalamnya mengandung konsep Islam tentang

    persaudaraan antar bangsa dan persaudaraan antar sesama umat manusia.

    Dengan demikian Majelis Taklim sebagai lembaga pendidikan agama non

    formal adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang dapat

    mengembangkan kegiatan yang berfungsi untuk membina dan

    mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang

    bertaqwa kepada Allah SWT.

    Aspek-aspek Pendidikan Dalam Majelis Taklim

    Aspek menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, Segi

    pandangan, (sesuatu hal atau peristiwa dan sebagainya), pandangan

    terhadap bagaimana terjadinya sesuatu peristiwa dari permulaan sampai

    akhirnya.39 Aspek-aspek pendidikan dalam Majelis Taklim yang dimaksudkan

    39

    W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia bagian 1 (cet. Ke; 4 Jakarta; Balai

    Pustaka, 1966), hal. 63

  • 51

    penulis di sini adalah aspek pendidikan agama yang lebih menekankan pada

    proses pendidikan agamanya, antara lain :

    a. Pendidik

    Pendidik adalah orang yang sangat berjasa dan memegang

    peranan penting dalam dunia pendidikan. Sebagai pengemban

    amanah, seorang pendidik khususnya di bidang agama haruslah

    orang yang memiliki pribadi yang shaleh. Hal ini merupakan

    konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya

    menjadi anak shaleh.40

    Al Ghazali berpedapat, istilah pendidik dengan berbagai cara seperti

    : almu „allim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-

    walid (orang tua).41

    Menurut al-Ghazali pula sebagaimana dikutip Mukhtar, Seorang guru

    pendidik agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan

    jiwa atau hati murid-muridnya sehingga semakin dekat kepada Allah SWT

    dan memenuhi tugasnya sebagai khalifah di bumi ini semua ini tercermin

    melalui perannya dalam sebuah proses pembelajaran.42

    40

    M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 91

    41 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, (cet. Ke; 1 Jakarta: Bumi Aksara,

    1991), hal. 50

    42 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (cet. Ke; 1 Jakarta: CV Misaka

    Galiza 2003), hal 93

  • 52

    Oleh karena peran pendidik sangat berarti dan memegang peranan

    penting dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka Islam sangat

    menghargai orang yang berilmu dan mengamalkannya serta mengajarkannya

    kepada orang lain. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama dalam

    keluarga. Peran orang tua sangat berarti bagi anak didik untuk membantu

    dan membimbingnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Untuk mendidik anak,

    seseorang juga membutuhkan bantuan orang lain, seperti guru, kyai, dosen,

    dan lain-lain yang sejenisnya tersebut merupakan tenaga profesional yang

    ditujukan membantu orang tua dalam membimbing dan memberi bantuan

    kepada anak didik guna mencapai kedewasaannya. Dalam pendidikan

    agama, seorang pendidik tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja,

    tetapi juga menanamkan keimanan dalam jiwa peserta didik, membimbingnya

    agar taat menjalankan agama dan budi pekerti yang mulia. Seorang pendidik

    agama Islam juga harus memiliki jiwa pendidik, menguasai ilmu pendidikan

    agama Islam. Selain itu guru agama harus bersifat ramah, sabar, ikhlas,

    tegas, adil dalam bertindak, dan sebagainya.

    Persyaratan tersebut tidak lain bertujuan agar para pendidik dalam

    memberikan pendidikan tidak merugikan peserta didik dan tidak merugikan

    agama. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan para pendidik

    mempunyai pengaruh yang besar terhadap peserta didik dalam mewujudkan

    tujuan pendidikan terutama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.

    b. Anggota Majelis taklim

  • 53

    Interaksi antara anggota Majelis taklim dan pendidik merupakan hal

    yang sangat perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Pengajaran yang

    baik akan mampu menarik minat si terdidik, keluarga mereka, dan apa yang

    hendak mereka lakukan di masyarakat. 43

    Anggota Majelis taklim merupakan orang yang memerlukan bantuan

    dan bimbingan. Oleh karena itu peran serta pendidik sangat diperlukan

    terutama bagi anggota Majelis taklim yang sedang dalam tahap

    perkembangan jasmani dan rohani. Zuhairini mengatakan berkaitan dengan

    hal di atas, Islam memandang bahwa seorang anak sejak lahir telah memiliki

    pembawaan untuk beragama yaitu fitrah. Fitrah itu akan berjalan ke arah

    jalan yang benar bilamana mendapat pendidikan yang baik dan mendapatkan

    pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.44

    Dalam mencari nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan hidupnya,

    anggota Majelis taklim memerlukan bantuan dari pendidik, kerana manusia

    dilahirkan dalam keadaan lemah. Selain itu lingkungan anggota Majelis taklim

    juga akan memberi warna terhadap nilai-nilai pendidikan Islam peserta didik.

    Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan

    dari lingkungannya. Tetapi anak didik juga seorang manusia yang memiliki

    43

    Zaenuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, hal. 64

    44 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (cet. Ke; 8 Surabaya: Usaha Nasional,

    1981) hal : 27

  • 54

    kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis.

    Untuk itu, pendidikan agama senantiasa memperhatikan manusia

    sebagai faktor pendidikan agama, di mana pendidikan agama tersebut

    diarahkan untuk mendidik manusia berakhlak mulia sebagaimana fitrahnya,

    sehingga dapat mengetahui ajaran agama Islam dan pada akhirnya akan

    mampu menghindari diri dari

    kemerosotan akhlak. Oleh karena anak sejak lahir sudah memiliki potensi

    beragama, sehingga orang tua perlu mendapat penambahan ilmu

    pengetahuan agama yang bisa didapat di Majelis Taklim, agar orang tua

    khususnya kaum ibu dapat mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang

    diridhoi Allah SWT.

    c. Alat Pendidikan

    Alat pendidikan merupakan suatu bagian yang integral dari suatu

    proses pendidikan atau pembelajaran. Secara harfiah .alat. berarti perantara

    atau penyalur pesan atau informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini

    menunjukkan bahwa, .Alat

    pendidikan agama Islam merupakan wadah dari pesan yang disampaikan

    oleh sumber

    atau penyalurnya yaitu guru, kepada sasaran atau penerima pesan yaitu

    anak didik.45

    45

    Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 103

  • 55

    Pesan yang ingin disampaikan adalah bahan atau materi pendidikan agama

    Islam, sedangkan tujuan penggunaan alat pendidikan alat tersebut adalah

    agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung

    dengan baik.46 Adapun alat pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :

    a. Alat pendidikan yang bersifat rohaniah (normatif) Zuhairini

    berpendapat bahwa, .alat pendidikan yang bersifat normatif berfungsi

    preventif (pencegahan) dan refresif (reaksi setelah ada perbuatan).

    Keduanya dapat bersifat positif maupun negatif. Alat pendidikan yang

    normativ yang preventif dan positif, yaitu keteladanan, anjuran, ajakan,

    suruhan, pengarahan, dan pembiasaan. Alat pendidikan normativ yang

    preventif dan negatif, yaitu contoh untuk dijauhi, peraturan yang memberi

    larangan dan pengawasan. Selanjutnya alat pendidikan normativ yang

    represif dan positif, yaitu isyarat tanda setuju (anggukan), katakata setuju,

    puas, pujian, dan hadiah. Yang termasuk alat pendidikan normatif yang

    represif dan negatif, yaitu isyarat tanda tidak setuju, teguran, ancaman dan

    kecaman serta hukuman.

    b. Alat Pendidikan yang bersifat materi

    Dalam hal Alat pendidikan berupa materi Zuhairini berpendapat bahwa

    .Alat sebagai sarana pendidikan atau sarana belajar mengajar, ataupun alat

    pengajaran. Alat pendidikan yang bersifat kebendaan tersebut tidak terbatas

    46

    Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28

  • 56

    pada benda-benda yang bersifat konkret saja, tetapi juga berupa nasihat,

    tuntutan, bimbingan, contoh, hukuman, ancaman, dan sebagainya.47 Dalam

    pendidikan Islam, alat atau pendekatan pendidikan yang utama adalah

    teladan, nasihat dan peringatan, yang kesemuanya dapat digunakan sesuai

    dengan situasi dan kondisi masing-masing. Jadi alat atau pendekatan

    pendidikan adalah hal yang sangat penting, yang dapat menunjang berhasil

    atau tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agama.48

    d. Lingkungan atau Masyarakat

    Dalam hal lingkungan atau masyarakat Muchtar berpendapat,

    .Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap berhasil atau tidaknya

    pendidikan agama. Lingkungan masyarakat tidak dapat diabaikan dalam

    upaya membentuk dan membina akhlak serta kepribadian seseorang.

    Seorang anak yang tinggal dalam lingkungan yang baik, maka ia juga akan

    tumbuh menjadi individu yang baik. Sebaliknya, apabila orang tersebut

    tinggal dalam lingkungan yang rusak akhlaknya, maka tentu ia juga akan ikut

    terpengaruh dengan hal-hal yang kurang baik pula.49 Jadi lingkungan dapat

    memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan jiwa

    peserta anak didik dalam sikap akhlak dan perasaan agamanya. Untuk

    47

    Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28

    48 Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 29

    49 Muchtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal. 75

  • 57

    menghadapi pengaruh lingkungan yang negatif yang dapat membahayakan

    akhlak dan moral, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:

    1.Perlu diadakan seleksi terhadap kebudayaan yang masuk, agar unsur-

    unsur negatif dapat dihindarkan

    2.Pendidikan agama Islam baik formal atau non formal perlu di intensifkan

    3.Perlu diadakannya biro konsultasi (konsultan) pendidikan yang bersifat

    independen untuk membantu terwujudnya kualitas pendidikan yang

    diharapkan

    4.Adanya Political Will dari pemerintah setempat yang mendukung misi

    pendidikan yang lebih moralitas.50

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting

    dalam membuat karakter anak didik. Mengambil yang positif dan menolak

    segala bentuk kebudayaan yang negatif yang dapat merusak moral generasi

    penerus.

    50

    Zuhairani, Metodologi Pendidikan Agama Islam, hal. 28

  • 58

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk

    melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki.51

    Sedangkan penelitian ialah pemeriksaan yang diteliti ; atau kegiatan

    pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan

    secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau

    menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.52 Jadi

    metode penelitian adalah cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah.53

    Sedangkan menurut Arief furchan, metode penelitian merupakan strategi

    umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan

    guna menjawab persoalan yang dihadapi.54

    A. Metode dan jenis penelitian

    Suatu penelitian dikatakan menenuhi syarat apabila penelitian tersebut

    memperhatikan pendekatan penelitian dan konsisten dalam memilih jenis

    penelitian dalam pelaksanannya. Secara umum, metode penelitian ada dua

    macam, yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif. Penenelitian yang

    51

    Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. (Cet.1; Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

    2011), hal. 17

    52 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 19

    53 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 26

    54 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian. 2011, hal. 18

  • 59

    penulis lakukan ini menerapkan metode kualitatif dalam pelaksanannya. Dan

    menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

    Deskriptif kualitatif maksudnya adalah sebuah penelitian yang

    dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah

    dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh

    metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.55

    B. Lokasi Dan Objek Penelitian

    Subyek penelitian adalah informan yang akan di minta informasinya

    tentang obyek yang akan diteliti.56 Lokasi penelitian merupakan tempat

    dimana suatu penelitian dilaksanakan. Penelitian yang penulis lakukan ini

    megambil lokasi di Desa Taubonto Kec. Rarowatu Kab. Bombana Sul-tra.

    Sebuah penelitian yang utuh harus memiliki objek penelitian yang

    konkrit. Penelitian yang dilakukan di Desa Taubonto Kec. Rarowatu Kab.

    Bomaban Sul-tra ini mengambil objek penelitian Sedangkan Obyek penelitian

    adalah Remaja, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, para Orang

    Tua, dan Aparat Desa yang masing-masing akan dimintai keterangan untuk

    mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

    C. Pokus Penelitian

    55

    Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. (Cet. 1 Jakarta: Referensi GP Press

    Group, 2013), hal. 29

    56 Komarudin, Metode Penelitian Skripsi dan Tesis, (Bandung : Aksara, 1987)h.113

  • 60

    Fokus penelitian seluruhnya merujuk kepada rumusan masalah, dan fokus

    peneltian ada tiga poin yaitu:

    1. Bagaimana gambaran pengajian Majelis taklim di desa taubonto

    kecamatan rarowatu kabupaten bombana provinsi sultra?

    2. Bagaimana pelaksanaan dakwah melalui Majelis taklim?

    3. Bagaimana efektivitas dakwah melalui pengajian Majelis taklim di desa

    taubonto kecamatan rarowatu kabupaten bombana sultra?

    D. Deskripsi Fokus Penelitian

    1. Efektivitas dakwah di Taubonto

    a. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh

    target telah tercapai, apabila target yang ingin dicapai semakin besar

    presentasenya maka semakin besar pula efektivitasnya.

    b. dakwah adalah suatu kegiatan mengajak, menyeru, dan

    memotivasi seseorang untuk senantiasa di jalan Allah serta berjuang

    meninggikan dan menyebarkan agamanya, dan senantiasa mengajak

    manusia menaati perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.

    c. Taubonto adalah salah satu wilayah pedesaan yang berada di

    Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi

    Tenggara.

  • 61

    2. Pengajian Majelis Taklim

    a. Pengajian adalah merupakan pendidikan non formal yang khusus

    dalam bidang agama yang bertujuan mengajarkan dasar-dasar agama

    pada masyarakat.

    b. Majelis adalah kumpulan orang banyak untuk suatu tujuan yang

    bersifat positif seperti musyawarah atau berkumpul untuk mempelajari

    ajaran-ajaran agama Islam.

    c. Taklim adalah penyampaian atau pengajaran ilmu pengetahuan yang

    benar oleh karena itu taklim mencangkup aspek-aspek pengetahuan

    dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya.

    E. Sumber Data

    Adapun sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini, yaitu

    sumber data primer. Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan data

    yang diperoleh dari informan yang orang yang berpengaruh dalam proses

    perolehan data atau bias disebut key member yang memegan kunci sumber

    penelitian ini, karna informan benar-benar tahu situasi daerah tersebut dan

    juga mengetahui kondisi keberagamaan reamaja di daerah Seko. Penetapan

    informan ini dalakukan dengan mengambil orang yang telah terpilih betul oleh

    penulis menurut cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel atau memilih

    sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hal tersebut dinamakan teknik

  • 62

    purposive sampling yaitu sampel yang dipilih dengan cermat hingga dengan

    design penelitian. Penelitian akan berusaha agar dalam sampel itu terdapat

    wakil-wakil dari segala lapisan populasi sehingga dapat dianggap cukup

    representative.57

    F. Instrument penelitian

    Instrument penelitian merupakan salah satu unsure yang sangat

    penting dalam penulisan karena berfungsi sebagai alat atau sarana

    pengumpulan data, masalah dan aspek yang diteliti. Instrument adalah

    sarana peneltian (berupa seperangkat tes dan sebagainya) untuk

    mengumpulkan data seabagai pengolahan.

    Untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah agar hipotesis

    dapat di uji kebenarannya, maka penulis mempergunakan instrument

    penelitian yang dianggap tepat yaitu :58

    1. Pedoman observasi adalah instrumen yang digunakan dalam

    pengamatan ataupun observasi di lokasi penelitian.

    2. Pedoman wawancara merupakan instrument atau sebuah

    konsep pertanyaan tertulis yang dijadikan pedoman oleh

    57

    S. Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996)h.9 58

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktis, h. 156

  • 63

    penelitian dalam melakukan proses pengumpulan data dari

    para responden.

    3. Pedoman dokumentasi adalah instrument yang digunakan

    untuk mencatat ataupun mendata data-data yang diperlukan

    dalam penelitian.

    Adapun pemilihan wawancara sebagai sumber data yang utama

    sedangkan dokumentasi dan observasi sebagai data pelengkap.

    G. Teknik Pengumpulan Data

    Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sitematis dan memenuhi

    semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Salah satu aspek yang

    merupakan syarat dalam penelitian adalah adanya data yang terkumpul

    melalui beberapa teknik atau cara pengumpulan data. Teknik pengumpulan

    data yang penulis terapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

    a. Observasi (pengamatan)

    Metode Observasi merupakan proses untuk memperoleh data dari

    tangan pertama dengan mengamati orang dan tempat pada saat

    dilakukan penelitian. Penggunaan metode ini bertujuan untuk

    mendapatkan pengetahuan dan gambaran tentang objek penelitian.

    Observasi sering diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

  • 64

    dengan sistematika fenomena-fenomena yang akan diselidiki.59

    Pengamatan atau dalam dunia penelitian lebih dikenal dengan

    sebutan observasi, adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap

    suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.60 Dengan

    demikian, dalam pelaksanaannya, pengamatan atau observasi selalu

    melibatkan penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan

    pengecapan. Bahkan mungkin pula dengan cara menerjunkan diri

    kedalam objeknya, (obsevasi langsung atau participant observasion),

    sehingga situasi dan kondisi yang ada pada objek itu bisa dialami

    sendiri oleh si peneliti. Selain mengadakan pengamatan langsung

    demikian, pengamatan juga bisa dilakukan secara tidak langsung,

    seperti dengan mengadakan test, kuesioner melalui angket,

    wawancara, rekaman gambar (foto), atau rekaman suara.61

    b. Interview (Wawancara)

    Metode ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

    peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

    permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

    59

    Sutrisno Hadi, Metodologi Research. (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi,

    1984), hal. 136

    60 Sukarsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 111

    61 Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah Persfektif Komunikasi, (Cet. I ; Bandung: PT, Remaja

    Rosdakarya, 2013), hal. 126

  • 65

    mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

    respondennya sedikit atau kecil.

    Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

    penelitian dengan cara Tanya Jawab sambil bertatap muka antara si

    penanya atau pewawancara dengan si penjawab dengan

    menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan

    wawancara).62

    c. Metode dokumentasi

    Metode ini merupakan suatu cara pemgumpulan data yang

    menghasilkan catatan-catatan penting, yang berhubungan dengan

    masalah yang diteliti sehingga diperoleh data yang lengkap, sah, dan

    bukan berdasarkan perkiraan.63

    Metode Dokumentasi,merupakan metode pencarian data

    mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku,

    surat kabar, majalah, prasasti, notulenrapat, agenda dan sebagainya.

    Atau pemberian bukti-bukti dan keterangan-keterangan

    (sepertikutipan-kutipan) transkrip, dan notulen. Dalam hal ini sumber

    datayang dibutuhkan dalam penelitian adalah dokumen tertulisyang

    ada hubungannyadengan permasalahan.

    62

    Moh. Natsir, Metode Penelitian, (Jakarta, Ghalis Indonesia, 1999), hal. 234

    63 Basrowi Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2008), hal. 158

  • 66

    H. Teknik Analisis Data

    Terdapat dua metode pendekatan analisis data, yaitu metode deduktif

    dan induktif.

    1. Metode Deduktif

    Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau

    jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta

    untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisa