Upload
vanminh
View
228
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SUREN ( Toona sureni ) DAN DAUN
TITHONIA ( Tithonia diversifolia ) DALAM PENGENDALIAN HAMA
BUAH KAKAO
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Agronomi
Oleh :
WIDHY WAISANJANI
H0106113
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SUREN ( Toona sureni ) DAN DAUN
TITHONIA ( Tithonia diversifolia ) DALAM PENGENDALIAN HAMA
BUAH KAKAO
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
WIDHY WAISANJANI
H 0106113
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal : 19 Juli 2011
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Ir. Maidatun Kamila H, MP
NIP. 196807221997022001
Anggota I
Dr. Ir. Subagiya, MP
NIP. 196102271988031004
Anggota II
Dr. Samanhudi, SP, MSi
NIP. 196806101995031003
Surakarta, 19 Juli 2011
Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS
NIP. 19560225 198601 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas
Ekstrak Daun Suren ( Toona sureni ) Dan Daun Tithonia ( Tithonia
diversifolia ) Dalam Pengendalian Hama Buah Kakao”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat
berjalan baik dan lancar karena adanya bimbingan, bantuan, dan pengarahan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
2. Ir. Wartoyo, SP., MS selaku Ketua Jurusan Agronomi FP UNS
3. Ir. Maidatun Kamila Himawati, MP selaku Pembimbing Akademik dan
Dosen Pembimbing Utama
4. Dr. Ir. Subagiya, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping
5. Dr. Samanhudi, SP., MS selaku Dosen Pembahas
6. Ir. Retno Wijayanti, MSi selaku Dosen yang telah banyak membimbing
7. Kedua orang tua dan adik tercinta atas doa dan motivasinya
8. Teman-teman Agronomi 2006 dan The Zora’s
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini
Walaupun disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tetapi
diharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
RINGKASAN ................................................................................................. ix
SUMMARY .................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. Kakao ................................................................................................... 4
B. Hama Buah Kakao ............................................................................... 5
1. Conopomorpha cramerella ............................................................... 5
2. Helopeltis sp ...................................................................................... 7
C. Suren ..................................................................................................... 8
D. Tithonia ................................................................................................. 9
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 10
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 10
B. Bahan dan Alat ................................................................................... 10
C. Cara Kerja Penelitian ......................................................................... 10
1. Rancangan Penelitian .................................................................... 10
2. Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 11
3. Variabel Pengamatan .................................................................... 13
4. Analisis Data ................................................................................. 14
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ................................. 15
A. Kondisi Lahan .................................................................................... 15
B. Kerusakan Akibat Serangan Helopeltis .............................................. 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
C. Pengaruh Ekstrak Suren Terhadap Perkembangan Helopeltis……. 18
D. Pengaruh Ekstrak Tithonia Terhadap Perkembangan Helopeltis 20
E. Persentase Kerusakan Buah Kakao Pada Saat Panen……………. 21
F. Kerusakan Biji Buah Kakao Saat Panen………………………….. 22
G. Penggerek Buah Kakao…………………………………………….. 23
H. KESIMPULANDAN SARAN……………………………………… 26
I. Kesimpulan …………………………………………………………. 26
J. Saran………………………………………………………………… 26
K. DAFTAR PUSTAKA………………………………………............. 27
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Rata-rata Kerusakan Biji pada Buah Kakao Saat Panen dengan
Pemberian Ekstrak Daun Suren………………………………………. 23
2. Rata-rata Kerusakan Biji pada Buah Kakao Saat Panen dengan
Pemberian ekstrak Daun Tithonia……………………………………. 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Tanaman Suren ……………………………………………………….. 8
2. Tanaman Tithonia……………………………………………………... 9
3. Kondisi Lahan Kakao………………………………………………..... 15
4. Nimfa Helopeltis antonii……………………………………………… 16
5. Imago Helopeltis antonii………………………...................................... 16
6. Gejala Kerusakan akibat serangan Helopeltis antonii………………… 17
7. Perkembangan Tingkat Serangan Helopeltis pada Buah Kakao
dengan Pemberian Ekstrak Daun Suren……………………………….. 18
8. Perkembangan Tingkat Serangan Helopeltis pada Buah Kakao
dengan Pemberian Ekstrak Daun Tithonia…………………………… 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang perkembangannya sangat pesat. Potensi pengembangan
kakao di Indonesia cukup besar, baik sumber daya yang dimiliki, teknologi
yang dikuasai maupun peluang pasar dalam dan luiar negeri yang akan terus
berkembang pada masa yang akan datang. Kakao merupakan salah satu
komoditas ekspor Indonesia yang penting, karena Indonesia merupakan negara
penghasil kakao terbesar ke dua di dunia setelah Pantai Gading (Wardoyo dan
soekirman, 1987).
Hama utama pada tanaman kakao adalah Helopeltis sp dan Penggerek
buah kakao atau yang nama latinnya Conopomorpha cramerella Snellen. Di
beberapa daerah sentra tanaman kakao, biji yang dihasilkan rusak karena
serangan PBK dapat mencapai 80%. Artinya dari 1 kg hasil panen hanya 2 ons
kakao yang bisa diambil hasilnya. Bisa dibayangkan bila produksi sekitar 100
ton, tentu saja yang bisa didapatkan hanya 20 ton saja. Sebuah kerugian yang
sangat besar. Hasil survei Pusat Pengembangan Bersama Kakao yang
dilakukan di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sekitar 100.000 ha daerah
sentra produksi kakao mengalami serangan PBK yang serius. Keadaan
demikian juga dialami di Sulawesi Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa
serangan hama PBK benar-benar sangat merugikan dan perlu segera diambil
tindakan (Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian, 2005).
Hama pengisap buah Helopeltis antonii merupakan salah satu kendala
utama budidaya kakao di Indonesia. Hama ini menimbulkan kerusakan
dengan cara menusuk dan mengisap cairan buah maupun tunas-tunas muda.
Serangan pada buah muda umumnya menyebabkan matinya buah tersebut.
Sedangkan serangan pada buah berumur sedang mengakibatkan pertumbuhan
buah yang abnormal. Akibatnya daya hasil dan mutu kakao menurun
(Atmadja, 2003).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Hasil pengamatan di beberapa sentra produksi kakao menunjukkan,
bahwa cara pengendalian yang dilakukan oleh petani adalah dengan
menggunakan insektisida sintetik dengan frekuensi dan dosis yang umumnya
berlebihan (Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian, 2005). Selain
tidak efisien dari segi usaha tani, cara ini juga dapat berpengaruh negatif bagi
keberadaan musuh alami hama dan sangat membahayakan lingkungan.
Adanya berbagai dampak negatif tersebut, menyebabkan insektisida
nabati kembali mendapat perhatian untuk menggantikan insektisida sintetik.
Hal ini disebabkan karena insektisida nabati relative aman, murah, mudah
diapklikasikan neh di tingkat petani, tidak mencemari lingkungan dan efek
residunya relatif pendek (Oka,1994 cit Herminanto et al.,2004). Pemilihan
tumbuhan sebagai bahan insektisida nabati didasarkan pada khasiatnya
sebagai insektisida dan kemudahan dalam memperolehnya (Syahputra, 2001).
Suren (Toona sureni) merupakan salah satu jenis tanaman yang
mempunyai peluang untuk digunakan sebagai insektisida nabati. Masyarakat
memanfaatkan kayu suren untuk membuat almari, mebel, interior ruangan,
panel dekoratif, kerajinan tangan, alat musik, kotak cerutu, finir, peti kemas
dan konstruksi. Beberapa bagian pohon seperti kulit dan akar sering digunakan
untuk ramuan obat yaitu diare. Kulit dan buahnya digunakan untuk minyak
atsiri, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai insektisida nabati, karena
mengandung zat aktif piretrinnya mampu merusak system saraf hama
(Djam’an, 2002).
Selain suren, tanaman lain yang dapat digunakan sebagai bahan
insektisida nabati yaitu tanaman Tithonia ( Tithonia diversifolia), tanaman ini
biasanya tumbuh liar di lereng-lereng lahan, di parit dan sepanjang saluran air.
Larutan tithonia bekerja secara langsung, bertindak sebagai pencegah atau
pengobat tanaman yang terserang hama penyakit. Tanaman yang disemprot
larutan ini menyebabkan hama menjauh dari tanaman karena rasa pahit atau
bau yang ditimbulkan (Mahfud, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
Rumusan dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh ekstrak daun suren (Toona sureni) terhadap hama
buah kakao.
2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun tithonia (Tithonia diversifolia)
terhadap hama buah kakao.
3. Berapa konhsentrasi ekstrak daun suren dan daun tithonia yang efektif
dalam mengendalikan hama buah kakao.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui konsentrasi ekstrak daun suren (Toona sureni) dan
Tithonia (Tithonia diversifolia) yang efektif dalam mengendalikan
hama buah kakao.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun suren (Toona sureni) dan Tithonia
(Tithonia diversifolia) terrhadap tingkat kerusakan buah kakao akibat
serangan hama buah kakao.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kakao
Sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyte
Anak Divisi : Dicotyledoneae
Kelas : Angiospermae
Anak Kelas : Dilypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Jenis :Theobroma cacao
(Direktorat Perlindungan Pertanian, 2002).
Kakao (Theobroma cacao) adalah tanaman bawah hutan yang berasal
dari hutan hujan tropika Amerika Selatan. Pembungaan terpicu sebagai
tanggapan terhadap perubahan musim. Di Papua Nugini (PNG), kakao hibrida
mulai berbunga sekitar 30 bulan setelah tanam, sedangkan tanaman klonal
hanya 15–24 bulan. Produksi puncak tercapai pada saat pohon mencapai umur
4–5 tahun, dan dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih jika pengelolaannya
baik (Kojam et al., 2009).
Sejak mulai terbentuk sampai saat dipanen, buah kakao memerlukan
waktu 150-170 hari. Pada dataran rendah, ketinggian tempat sampai 300 m dpl,
buah coklat menjadi masak setelah umur sekitar 5 bulan, sedangkan di dataran
tinggi dengan ketinggian 500 m dpl buah menjadi masak setelah sekitar lima
setengah sampai 6 bulan (Humpries,1983 cit Tjasadiharjo, 1981).
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan bagi masyarakat
Indonesia. Secara nasional propinsi Sulawesi Tenggara termasuk sentra
pertanaman kakao di Indonesia. Di daerah ini pertanaman kakao mengalami
perkembangan yang pesat dari segi pertambahan areal tanam. Sampai pada
tahun 1999, luas pertanaman kakao di Sulawesi Tenggara telah mencapai
109.516,70 ha, dengan produksi 71.491, 48 ton. Akibatnya diduga telah
terbentuk jalur kakao (cacao belt) yaitu pertanaman kakao yang sambung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menyambung pada hamparan yang sangat luas. Hal ini mengandung resiko
kerugian oleh hama dan penyakit karena pemencaran yang cepat dari tempat
awal serangan (Wardoyo dan Soekirman, 1987).
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal
tahun 1980-an. Pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat
seluas 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan
selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta.
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak
dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh
perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2005).
B. Hama buah kakao
1. Conopomorpha cramerella
Menurut Kalshoven (1981) Penggerek Buah Kakao
(Conopomorpha cramerella) sebelumnya dikenal dengan nama Acrocercops
cramerella. Conomorpha cramerella tergolong dalam
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Gracillaridae
Genus : Conopomorpha
Spesies : Conopomorpha cramerella
Telur PBK berbentuk lonjong, permukaaan atas cembung dan
permukaan bawahnya rata yang menempel di permukaan kulit buah. Telur
berwarna kekuningan dengan garis-garis berwarna kemerahan mengelilingi
tepi dan bagian atasnya. Telur yang tidak subur berwarna keputihan. Rerata
jumlah telur yang diletakkan setiap kupu-kupu betina adalah 21 butir/hari
(Pardede et al., 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pada waktu telur menetas, larva muda di dalam kulit telur
menggigit kulit telur bagaian bawah kemudian langsung masuk ke dalam
epidermis kulit buah kakao. Jadi larva tidak keluar dari kulit telur ke udara
terbuka. Sifat ini menyebabkan sulitnya larva C. cramerella dikendalikan
dengan insektisida. Lebar kepala larva yang baru terbentuk sekitar 0,1 mm
dan panjang badannya sekitar 0,8m (Pardede et al., 1995).
Conopomorpha cramerella atau yang dikenal di Indonesia sebagai
Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan salah satu hama utama tanaman
kakao yang paling merusak. Serangan PBK menimbulkan kerugian ekonomi
sangat besar bagi petani karena (1) Kuantitas hasil panen dapat menurun
sampai 80%, (2) Kualitas hasil panen menurun akibat menurunnya mutu
fisik biji, meningkatnya kandungan sampah dan kandungan kulit ari, serta
menurunnya rendemen dan berat jenis biji kakao, (3) Biaya panen
meningkat karena biji-biji yang lengket sangat sulit dipanen
(Direktorat Perlindungan dan Pengembangan Pertanian, 2002).
Pemangkasan juga bermanfaat untuk mengendalikan PBK. Melalui
pemangkasan kita mengurangi atau membuang cabang, ranting, dan
daundaun yang tidak berguna sehingga penggunaan zat makanan lebih
efektif, dan tanaman kakao akan semakin baik pertumbuhannya, bukan
hanya dalam hal tajuk tetapi juga dalam pertumbuhan buah. Selain itu,
pemangkasan akan memberikan banyak penetrasi sinar matahari, serta
gerakan angin yang bebas sehingga akan mengurangi serangan PBK
(Direktorat Perlindungan Pertanian dan Pengembangan Pertanian, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Helopeltis sp
Klasifikasi hama Helopeltis sp adalah
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridea
Genus : Helopeltis
Spesies : Helopeltis sp (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2002).
Telur berwarna putih berbentuk lonjong. Diletakkan pada tangkai
buah, jaringan kulit buah, tangkai daun muda, atau ranting. Nimfa
mempunyai 5 instar. Dewasa mampu bertelur hingga 200 butir. Waktu
makannya pagi dan sore. Kehidupannya juga terpengaruh cahaya, sehingga
bila terlalu panas, nimfa muda akan pergi ke pupus dan dewasanya kesela-
sela daun yang berada di sebelah dalam (Pusat Penelitian Perkebunan,
1994).
Pada tanaman kakao periode nimfa berkisar antara 11-13 hari.
Lama pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah 2-3 hari
. Instar pertama berwarna bening kemudian berubah menjadi coklat, untuk
instar kedua tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua dan tonjolan
pada toraks mulai terlihat. Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna coklat
muda, antena coklat tua, tonjolan terlihat jelas dan bakal sayap mulai
terlihat. Nimfa instar keempat dan kelima ciri morfologinya sama
(Wardoyo, 1983).
Serangan Helopeltis sp bersifat menusuk dan menghisap pada buah
pentil dan pucuk-pucuk muda. Gejala serangan pada buah pentil didapati
bintik hitam yang mengakibatkan pentil mati dan gugur. Pada buah dewasa
serangan Helopeltis sp tidak menimbulkan kerugian berarti
(Siregar et al., 1998).
Gejala serangan yaitu terdapat bercak cekung warna coklat
kehitaman berukuran 3-4 mm. Bercak itu diakibatkan oleh cairan ludah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
serangga yang dikeluarkan sewaktu menghisap cairan buah kakao.
Kerusakan akan menjadi semakin besar jika terjadi infeksi jamur pada bekas
tusukan, beberapa jamur yang diidentifikasi dapat menginfeksi yaitu
Fusarium solani, Aspergilus sp dan Glomella cingulata (Sunanto, 1994).
Pengendalian Helopeltis pada tanaman kakao dapat dilakukan
dengan cara pemangkasan. Pemangkasan dilakukan dengan membuang
tunas air yang tumbuh disekitar cabang-cabang utama. Tunas air akan
mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat menjadi pesaing dalam
mengambil unsur hara dan air. Karena Helpeltis antonii meletakkan telurnya
pada jaringan yang lunak, termasuk tunas air maka pembuangan tunas air
secara teratur setiap 2 minggu akan mengurangi populasi karena telur yang
terdapat pada tunas air akan ikut terbuang (Direktorat Perlindungan
Pertanian, 2002).
C. Suren
Sistematika tanaman suren ( Toona sureni )adalah sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Sapindales
Suku : Meliaceae
Marga : Toona
Jenis : Toona sureni (Danu, 2007).
Gambar 1 Tanaman Suren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Pohon berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 40-60 m
dengan tinggi bebas cabang hingga 25 m. Diameter dapat mencapai 100 cm,
bahkan di pegunungan dapat mencapai hingga 300 cm. Kulit batang terlihat
pecah-pecah dan seolah tumpang tindih, berwarna coklat keputihan, pucat
hingga keabu abuan, dan mengeluarkan aroma apabila dipotong (Danu, 2007).
Daun suren, sering digunakan sebagai pestisida nabati dan merupakan
bahan alam yang potensial dikembangkan menjadi antikanker ovarium. Hasil
analisis fitokimia simplisia daun suren menunjukkan adanya senyawa golongan
flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. Serbuk simplisia diekstraksi secara
maserasi dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol (Sesilia, et al., 2006).
Zat aktif piretrinnya mampu merusak sistem saraf hama. Zat tersebut
bekerja sangat cepat (rapid in action) dan menimbulkan gejala kelumpuhan
yang mematikan. Semprotan air perasan suren bisa menjadi alternatif dalam
mengusir wereng. Menurut literatur, suren kaya akan kandungan surenon,
surenin, dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan,
insektisida, dan antifeedant (penghambat daya makan) terhadap larva serangga.
Bahan ini juga terbukti sebagai repellant (pengusir) nyamuk (Dede, 2008).
D. Tithonia
Sistematika tanaman tithonia dalam Herbarium Bandungense (2009)
adalah :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Tithonia
Jenis : Tithonia diversifolia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 2 Tanaman Tithonia
Tithonia diversifolia dikenal sebagai bunga matahari Meksiko dan di
Afrika barat dikenal sebagai tanaman hias dengan bunga berwarna
kuning.Tithonia termasuk famili Asteraceae gulma tanaman yang dapat
tumbuh tinggi mencapai 2,5 meter dan dapat beradaptasi pada berbagai jenis
tanah.Berdasarkan pengamatan di Nigeria, tanaman ini tersebar secara luas dan
tumbuh di sepanjang tepi sungai dan dilahan pertanian yang dibudidayakan
(Olabode et al., 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga T. diversifolia yang berasal
dari dataran tinggi lebih baik dibandingkan daun dataran tinggi dan dataran
rendah. Pengujian insektisida melalui metode celup dan lebih tinggi mortalitas
larva dibanding metode kontak. T. diversifolia selain sebagai insektisida juga
bersifat penghambat makan. Kandungan kimia daun, kulit batang dan akar
Tithonia diversifolia mengandung saponin, polifenol dan flavonoida
( Arneti et al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan di areal pertanaman kakao milik warga
Desa Wakah, Kacamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan
Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai bulan September 2010 sampai
Desember 2010.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun suren
(T. sureni), dan daun tithonia ( T. diversifolia).
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hand sprayer, lup,
pinset, blender, gunting, gelas ukur, kertas label
C. Cara Kerja Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan dua faktor perlakuan dengan 5 ulangan sebagai berikut :
a. Faktor pertama yaitu macam insektisida nabati, yaitu
M0 : Daun Suren
M1 : Daun Tithonia
b. Faktor kedua yaitu konsentrasi insektisida nabati, yaitu :
K0 : Kontrol (0%).
K1 : 15 gr daun/ lt air (1,5%).
K2 : 30 gr daun/ lt air (3%).
K3 : 45 gr daun/ lt air (4,5%).
K4 : 60 gr daun/ lt air (6%).
Sehingga diperoleh perlakuan:
M0K0: Kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
M0K1: Ekstrak daun suren konsentrasi 1,5%.
M0K2: Ekstrak daun suren konsentrasi 3%.
M0K3: Ekstrak daun suren konsentrasi 4,5%.
M0K4: Ekstrak daun suren konsentrasi 6%.
M1K0: Kontrol
M1K1: Ekstrak daun tithonia konsentrasi 1,5%.
M1K2: Ekstrak daun tithonia konsentrasi 3%.
M1K3: Ekstrak daun tithonia konsentrasi 4,5%
M1K4: Ekstrak daun tithonia konsentrasi 6%.
Masing-masing perlakuan di ulang sebanyak 5 kali.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Pemilihan buah kakao
Buah dipilih dari pohon kakao yang varietasnya sama. Setiap
perlakuan diusahakan bisa dilakukan pada satu pohon dan pengulangan
setiap perlakuan pada pohon yang lain. Buah kakao yang digunakan
sebagai bahan uji adalah buah kakao yang panjangnya 10 cm- 15 cm
dan buah tersebut tidak menunjukkan adanya kerusakan atau kerusakan
akibat serangan hama buah kakao maksimal 10 %.
b. Persiapan bahan insektisida nabati
Cara pembuatan ekstrak daun suren dan tithonia adalah :
1. Menyiapkan bahan ekstrak yaitu daun suren dan tithonia. Sebelum
di timbang daun suren dikeringanginkan terlebih dahulu,
sedangkan tithonia ditimbang dalam keadaan segar.
2. Untuk mendapatkan konsentrasi larutan 6%, bahan ekstrak di
timbang 60 gr di iris kecil-kecil kemudian di blender dengan
menambahkan air sebanyak 1 L.
3. Bahan ekstrak dihancurkan dengan blender sampai halus.
4. Hasilnya dituang dalam wadah dan disimpan selama 1 hari (24
jam).
5. Ekstrak tersebut di saring dan larutannya digunakan sebagai bahan
uji insektisida nabati. Untuk aplikasi ditambah sabun cair dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
volume 1 ml/L dan untuk control air ditambah sabun cair dengan
volume yang sama.
c. Pengujian di Lapang
1. Aplikasi ekstrak daun suren dan tithonia dengan cara disemprotkan
pada buah dengan hand sprayer. Penyemprotan dimulai dari
kontrol dan dilanjutkan pada konsentrasi terendah dan seterusnya.
2. Sebelum penyemprotan, dilakukan pengamatan terhadap kondisi
buah kakao, kondisi yang diamati adalah:
a. Panjang buah kakao
b. Ada tidaknya telur PBK, prapupa, pupa, lubang tempat masuk
larva ( berupa titik/ bintik hitam yang dalam), imago PBK.
Apabila ada dicatat jumlahnya.
c. Ada tidaknya nimfa/ imago Helopeltis dan gejala kerusakan
yang merupakan bekas tusukan berupa bercak cekung warna
coklat kehitaman berukuran 3 mm- 4 mm.
3. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari ( 07.00 WIB) dan
dilakukan satu minggu sekali sampai satu minggu menjelang
panen.
d. Panen
Mengamati presentase kerusakan biji pada tanaman kakao yang telah di
panen.
3. Variabel Pengamatan
a. Penggerek Buah Kakao
· Gejala Kerusakan
Menghitung jumlah lubang masuk larva penggerek,
dilakukan pada setiap pengamatan
· Jumlah Telur, Prapupa, dan Pupa
Menghitung jumlah telur, prapupa, dan pupa pada saat
pengamatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
· Tingkat kerusakan biji kakao yang dilakukan saat panen.
Penghitungan persentase kerusakan biji dengan cara
membandingkan jumlah biji buah kakao yang saling melekat
dan berwarna hitam dengan jumlah biji seluruhnya.
b. Helopeltis
· Persentase kerusakan
Penghitungan presentase kerusakan dilakukan pada setiap
pengamatan.
Kriteria kerusakan: Persentase kerusakan akibat serangan
Helopeltis dihitung dengan cara membandingkan luas
permukaan buah kakao yang menunjukan gejala serangan
dengan luas permukaan buah kakao.
Nilai skoring :
Kerusakan 1% - 25% skor 1
Kerusakan 26% - 50% skor 2
Kerusakan 51% - 75% skor 3
Kerusakan 76% - 100% skor 4
· Jumlah nimfa atau imago yang ditemukan pada setiap
pengamatan.
Pada penelitian ini keberadaan hama lain akan dicatat sebagai
data tambahan.
4. Analisis Data
Data akan dianalisis dengan uji F 5% dan apabila ada beda nyata akan
dilanjutkan dengan uji DMRT 5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum
Lahan yang digunakan untuk penelitian yaitu areal pekarangan milik
warga Desa Wakah, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
( Gambar 3 ). Ketinggian tempat yaitu 570 sampai 625 m dpl. Pada areal milik
warga ini rata-rata umur tanaman kakao yaitu 8 tahun. Sebagian besar jenis
tanaman yang ditanam di areal ini yaitu kakao jenis criolo, dengan ciri yaitu
memiliki alur buah yang dalam, kulit buah tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Jarak tanam antar pohon yaitu 3x3 m, tiap 100 m2
terdapat 10 pohon. Tajuk tanaman di areal ini sangat rapat karena jarang sekali
dilakukan pemangkasan. Akibat jarangnya dilakukan pemangkasan maka tunas
air yang tumbuh semakin banyak. Tumbuhnya tunas air ini dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman karena akan terjadi persaingan dalam penganbilan zat
hara. Helopeltis meletakkan telurnya pada jaringan yang lunak termasuk tunas
air, pembuangan tunas air ini akan mengurangi populasi helopelthis karena
telur yang berada di tunas air akan ikut terbuang. Karena tidak adanya
pemangkasan tunas air pada areal pekarangan milik warga ini maka banyak
tunas air yang tumbuh dan dapat memicu meningkatnya jumlah Helopeltis.
Gambar 3 Kondisi Lahan Kakao
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
B. Kerusakan akibat serangan Helopeltis
Helopeltis sp termasuk dalam ordo Hemiptera, famili Miridae.
Serangga ini bertubuh kecil ramping dengan tanda spesifik yaitu adanya
tonjolan yang berbentuk jarum pada mesoskutelum. Helopeltis merupakan
genus yang memiliki banyak spesies. Di Indonesia spesies yang banyak
merusak tanaman kakao yaitu Helopeltis antonii (Admaja, 2003)
Gambar 4 Nimfa Helopeltis antonii
Gambar 5 Imago Helopeltis antonii
Pada penelitian ini spesies Helopeltis yang ditemukan yaitu Helopeltis
antonii yang mempunyai ciri-ciri : bewarna coklat kehitaman, pada bagian
toraks terdapat tonjolan seperti jarum pentul yang menghadap ke atas atau
tegak lurus, antenanya 4 ruas dan panjangnya dua kali panjang tubuhnya
(Admaja, 2003).
Selain tidak adanya pemangkasan yang rutin, sanitasi yang rendah di
areal pekarangan juga mengakibatkan kelembaban yang tinggi sehingga dapat
memicu perkembangan Helopeltis. Halopeltis tumbuh optimal pada lahan yang
memiliki kelembaban tinggi.
Helopeltis antonii termasuk hama penting yang apabila menyerang buah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kakao tua tidak terlalu merugikan, tetapi sebaliknya serangan pada buah muda
akan menimbulkan kerugian. Selain kakao,hama ini juga memakan banyak
tanaman lain, diantaranya: teh, jambu biji, jambu mete, lamtoro, apokat,
mangga, dadap, ubijalar, dll. Buah muda yang terserang mengering lalu rontok,
tetapi jika tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan
bentuk. Serangan pada buah tua, tampak penuh bercak-bercak cekung
berwarna coklat kehitaman, kulitnya mengeras dan retak (Gambar 6)
(Direktorat Perlindungan dan Pengembangan Pertanian, 2002).
Gambar 6 Gejala kerusakan akibat serangan Helopeltis antonii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
C. Pengaruh Ekstrak Suren Terhadap Tingkat Serangan Helopeltis
Gejala kerusakan akibat serangan hama Helopeltis pada buah kakao
ditandai dengan adanya bercak cekung yang berwarna coklat kehitaman
berukuran 3-4 mm (Sunanto, 1994). Tingkat serangan Helopeltis dari minggu 1
sampai minggu ke 11 setelah perlakuan dapat dilihat pada gambar 7.
Keterangan: M0K0: Kontrol. M0K1: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 1,5 % M0K2: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 3 % M0K3: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 4,5 % M0K4: pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 6% Gambar 7 Perkembangan tingkat serangan Helopelthis pada buah kakao
dengan pemberian ekstrak daun suren.
Pada Gambar 7 menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun suren
menghambat serangan Helopelthis. Pada kontrol terlihat serangan hama
Helopelthis meningkat nyata tiap minggunya. Pada minggu ke 3 terjadi
peningkatan kerusakan pada semua perlakuan. Pada pemberian ekstrak daun
suren dengan konsentrasi 1,5 % mengalami peningkatan serangan pada minggu
ke 3, persentase kerusakan rata-rata mencapai 1,4 % Pada pemberian ekstrak
daun suren dengan konsentrasi 3 % mengalami peningkatan kerusakan buah
kakao pada minggu ke 3, persentase kerusakan rata-rata mencapai 1%. Pada
pemberian ekstrak daun suren dengan konsentrasi 4,5 %, kerusakan mengalami
peningkatan pada minggu ke 3 yaitu sebesar 1,8 %. Pada pemberian ekstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
daun suren dengan konsentrasi 6% juga terjadi peningkatan persentase
kerusakan rata-rata sebesar 0,4% pada minggu ke 3.
Pada minggu ke 8 sampai minggu ke 11, tidak terjadi peningkatan
kerusakan pada perlakuan pemberian ekstrak daun suren dengan konsentrasi
1,45%, 3%, 4,5% dan 6%, sedangkan pada kontrol masih terjadi peningkatan
kerusakan. Pada pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 1,5%, besarnya
persentase kerusakan yaitu 3,2%. Pada pemberian ekstrak daun suren
konsentrasi 3% kerusakan mencapai 5%, pada pemberian ekstrak daun suren
4,5% dan 6% masing-masing persentase kerusakan mencapai 6% dan 3,4%.
Menurut Dede (2008) suren kaya akan kandungan surenon, surenin, dan
surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan, insektisida, dan
antifeedant (penghambat daya makan) terhadap larva serangga. Senyawa
antifeedant adalah senyawa-senyawa yang jika dirasakan oleh serangga akan
menyebabkan penghentian aktifitas makan secara sementara atau permanen
tergantung pada potensi senyawa tersebut (Dadang, 1999).
Pada gambar terlihat bahwa semua perlakuan mengalami peningkatan
kerusakan pada minggu ke 3. Peningkatan kerusakan yang terjadi sangat kecil
sekali dibanding dengan peningkatan kerusakan pada kontrol. Pada minggu ke
8 sampai minggu ke 11 juga tidak terjadi peningkatan presentase kerusakan
akibat Helopelthis, hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak daun suren pada
berbagai konsentrasi perlakuan efektif menghambat peningkatan serangan
Helopelthis. Diduga karena ekstrak daun suren yang mengandung senyawa
antifeedant maka menyebabkan penghambatan daya makan Helopelthis
sehingga kerusakan akibat hama ini dapat dihambat. Selain itu populasi
Helopeltis juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan buah. Pada
minggu 1 dan ke 2 tidak ada kerusakan pada buah kakao, hal ini karena tidak
ditemukannya Helopeltis pada buah kakao, sedangkan pada minggu ke 3
sampai minggu ke 8 cenderung mengalami peningkatan kerusakan, hal ini
karena ditemukannya Helopeltis pada beberapa buah kakao dan jumlah
Helopeltis yang ditemukan sangat sedikit. Karena jumlah populasi yang
ditemukan hanya sedikit dan bekerjanya efek dari ekstrak daun suren ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sehingga pada minggu ke 8 sampai ke 11 tidak terjadi peningkatan kerusakan.
Pada penelitian ini serangan Helopeltis termasuk rendah, faktor yang
menyebabkan rendahnya serangan yaitu adanya musuh alami yang berupa
semut hitam selain itu juga karena curah hujan yang tinggi.
D. Pengaruh Ekstrak Tithonia Terhadap Tingkat Serangan Helopeltis
Tanaman Tithonia biasanya tumbuh liar di lereng-lereng lahan, di parit
dan sepanjang saluran air. Larutan tithonia bekerja secara langsung, bertindak
sebagai pencegah atau pengobat tanaman yang terserang hama. Tanaman yang
di semprot larutan ini menyebabkan hama menjauih dari tanaman karena rasa
pahit atau bau yang ditimbulkan (Mahfud, 1992). Pada gambar 8 menunjukkan
tingkat serangan dari minggu 1 sampai minggu ke 11 setelah perlakuan.
Keterangan: M1K0: Kontrol. M1K1: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 1,5%. M1K2: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 3% M1K3: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 4,5% M1K4: pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 6% Gambar 8 Perkembangan tingkat serangan Helopelthis pada buah kakao
dengan pemberian ekstrak daun tithonia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pada gambar 8 menunjukan bahwa penggunaan ekstrak daun tithonia
dengan konsentrasi 4,5% dan 6% mampu menghambat serangan Helopeltis
pada buah kakao, sedangkan pada pemberian ekstrak tithonia dengan
konsentrasi 1,5% dan 3% menunjukkan peningkatan kerusakan yang tinggi
dibanding dengan kontrol. Pada kontrol serangan cenderung rendah karena
ditemukan semut hitam pada beberapa buah kakao. Pada pemberian ekstrak
daun tithonia 4,5% dan 6% terjadi peningkatan kerusakan yang sangat kecil
pada minggu ke 3, besarnya kerusakan masing-masing yaitu 1% dan 0,8% dan
pada minggu ke 3 sampai minggu ke 11 peningkatan kerusakannya sangat
kecil.
Pemberian ekstrak tithonia dengan konsentrasi 4,5% dan 6% efektif
dalam menghambat kerusakan buah kakao akibat Helopelthis, hal ini diduga
karena kandungan senyawa pada konsentrasi tersebut membuat hama tidak
menyukai makanannya karena rasa yang pahit dan bau yang menyengat dari
ekstrak daun tithonia selain itu tithonia juga mengandung senyawa falvonoid
yang bersifat mengusir hama. Menurut Dadang (1999) serangga mampu
mengenali senyawa kimia pada makanannya walaupun dalam jumlah yang
kecil, sehingga serangga menolak makan. Hal ini diduga karena serangga
memiliki indera perasa dan pencium sehingga serangga tidak menyukai
makanannya misal bau menyengat dan rasa yang pahit.
Pemberian ekstrak daun tithonia pada konsentrasi 1,5% mengalani
peningkatan persentase rata-rata kerusakan buah pada minggu ke 3 yaitu
sebesar 3,6% dan persentase kerusakannya semakin meningkat tiap minggunya
sampai minggu ke 9. Pada minggu ke 9 sampai minggu ke 11 rata-rata
persentase kerusakan tidak meningkat, besarnya yaitu 14,6 %. Pemberian
ekstrak daun tithonia pada konsentrasi 3% juga mengalami peningkatan
kerusakan yang tinggi pada minggu ke 3, persentase rata-rata sebesar 5%.
Persentase kerusakan meningkat setiap minggunya sampai minggu ke 9. Pada
minggu ke 9 sampai minggu ke 11 tidak mengalami peningkatan kerusakan
pada buah, besar persentase rata-rata yaitu 22,25%. Terlihat bahwa ada
pemberian ektrak daun tithonia dengan konsentrasi 1,5% dan 3%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menunjukkan peningkatan serangan yang tinggi dibanding dengan kontrol. Hal
ini berarti ekstrak daun tithonia konsentrasi 1,5% dan 3% kurang efektif dalam
menghambat peningkatan kerusakan buah akibat Helopelthis, diduga karena
senyawa kimia yang terdapat pada konsentrasi tersebut sangat rendah sehingga
tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas serangga dalam memakan. Selain
itu insektisida nabati mempunyai sifat mudah menguap dan juga mudah hilang
karena tercuci oleh air hujan.
E. Persentase kerusakan buah kakao pada saat panen
Serangan Helopelthis bersifat menusuk dan menghisap pada buah pentil
dan pucuk pucuk muda. Buah muda yang terserang mengering lalu rontok,
tetapi jika tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan
bentuk. Serangan pada buah tua, tampak penuh bercak-bercak cekung
berwarna coklat kehitaman, kulitnya mengeras dan retak. (Siregar et al., 1998).
Dari hasil analisis ragam ( Lampiran 4) terlihat bahwa pemberian macam
insektisida nabati dan konsentrasi masing-masing perlakuan menunjukkan
tidak berbeda nyata terhadap kerusakan buah kakao pada saat panen.
Kerusakan buah kakao pada saat panen sebagian besar mengalami peningkatan
kerusakan. Kerusakan buah kakao pada saat panen meningkat dibanding
kerusakan buah pada minggu ke 11 setelah perlakuan, diduga karena satu
minggu sebelum panen pemberian insektisida nabati dihentikan sehingga
tingkat serangan Helopeltis meningkat karena insektisida yang disemprotkan
pada buah kakao efeknya tidak bertahan lama dan mudah menguap sehingga
tingkat toksiksitasnya rendah, selain itu terjadinya hujan setelah penyemprotan
juga dapat menyebabkan insektisida nabati yang di semprotkan pada buah
kakao hilang terbawa air hujan.
Menurut Sastroutomo (1992), semua senyawa pestisida adalah beracun,
meskipun tingkat keracunannya berbeda dari satu jenis ke jenis lainnya. Secara
umum masuknya pestisida melalui mulut jauh lebih toksik dibanding
masuknya pestisida melalui pernapasan, sedangkan yang melalui pernapasan
lebih toksik daripada yang melalui kulit, diduga karena insektisida nabati yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
disemprotkan pada buah kakao untuk mengendalikan Helopeltis masuk lewat
kulit sehingga tingkat toksisitasnya rendah
F. Kerusakan biji buah kakao saat panen
Kerusakan biji buah kakao akibat serangan Helopeltis dapat dilihat ketika
buah kakao sudah dibelah, ketika buah kakao yang menunjukkan gejala
serangan Helopeltis dibelah maka akan terlihat biji berwarna kecoklatan.
Tabel 1 Rata-rata kerusakan biji pada buah kakao saat panen dengan pemberian ekstrak daun suren
Perlakuan Ulangan Rata-rata
(%) 1 2 3 4 5
M0K0 3 0 3 - 0 1,5
M0K1 0 30 - 10 0 10
M0K2 15 - 0 3 0 4,5
M0K3 3 - 0 0 10 3,25
M0K4 10 - 20 0 3 8,25
Keterangan: (-) : Kerusakan biji bukan karena serangan Helopeltis antonii M0K0: Kontrol M0K1: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 1,5% M0K2: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 3% M0K3: Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 4,5% M0K4: pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 6%
Persentase kerusakan biji rata-rata pada pemberian ekstrak daun suren
konsentrasi 4,5% paling rendah diantara pemberian ekstrak daun suren pada
konsentrasi yang lain, persentase rata-ratanya yaitu 3,25%, sedangkan
persentase rata-rata kerusakan biji yang tertinggi yaitu pada pemberian ekstrak
daun suren dengan konsentrasi 1,5%, yaitu mencapai 10%.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa pemberian ekstrak daun suren pada
konsentrasi 1,5% , 3%, 4,5% dan 6% menunjukkan kerusakan biji yang lebih
besar dibanding dengan kontrol.
Pada perlakuan M0K2 ( Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 3%)
ulangan ke 3 terdapat nimfa sebanyak 7 spesimen pada minggu ke 2 dan 1
nimfa pada minggu ke 5, sedangkan pada perlakuan M0K4 (Pemberian ekstrak
daun suren konsentrasi 6%) ulangan ke 3, ditemukan 1 nimfa pada minggu ke 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dan 3 nimfa pada minggu ke 5. Diduga karena populasi Helopeltis pada buah
kakao ditemukan pada saat buah masih muda yaitu pada minggu ke 2,
walaupun populasi yang ditemukan sedikit tapi serangan pada buah kakao yang
masih muda menimbulkan kerusakan yang berarti, karena serangan yang terus
menerus akan menyebabkan buah kakao berwarna hitam dan mengeras
sehingga biji ikut rusak.
Dari hasil penelitian terdapat buah kakao yang busuk pada saat panen,
diduga ini akibat terkontaminasinya buah dari buah lain yang terserang
penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytoptora palmivora.
Menurut Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002), penyebaran penyakit
dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab terutama pada musim hujan.
Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada daerah yang mempunyai
curah hujan tinggi, kelembaban udara dan tanah yang tinggi terutama pada
pertanaman kakao dengan tajuk rapat.
Tabel 2 Rata-rata kerusakan biji pada buah kakao saat panen dengan pemberian ekstrak daun tithonia
Perlakuan Ulangan Rata-rata
(%) 1 2 3 4 5
M1K0 - 0 0 0 0 0
M1K1 0 100 0 0 0 20
M1K2 - 100 0 0 0 25
M1K3 - 0 0 0 0 0
M1K4 0 0 0 - 0 0
Keterangan: (-) : Kerusakan biji bukan karena serangan Helopelthis antonii M1K0: Kontrol M1K1: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 1,5% M1K2: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 3%. M1K3: Pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 4,5%. M1K4: pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 6% .
Pada tabel terlihat bahwa pada pemberian ekstrak daun tithonia
konsentrasi 4,5% dan 6% tidak terdapat kerusakan biji pada buah kakao, hal
ini diduga karena persentase kerusakan pada buah kakao akibar serangan
Helopelthis rendah, sehingga tidak menimbulkan kerusakan biji pada buah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kakao yang terserang Helopelthis. Pada pemberian ekstrak daun tithonia
dengan konsentrasi 4,5% dan 6% terlihat bahwa perkembangan tingkat
serangan Helopeltis rendah, populasi Helopeltis yang ditemukan pada buah
kakao dengan perlakuan tersebut yaitu ketika buah sudah besar dan hampir
masak, serangan Helopeltis pada buah yang sudah besar tidak menimbulkan
kerugian yang berarti, sebaliknya pada pemberian ekstrak daun tithonia dengan
konsentrasi 1,5% dan 3% kerusakan biji pada saat panen lebih tinggi dibanding
kontrol. Hal ini karena pada kontrol ditemukan semut hitam yang merupakan
musuh alami dari Helopeltis sehingga kerusakan buah saat panen rendah dan
kerusakan biji pada saat panen juga rendah.
G. Penggerek Buah Kakao
Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) sejenis ngengat yang
meletakkan telur pada permukaan buah kakao, Hama kakao ini sangat
merugikan. Serangannya dapat merusak hampir semua hasil. Penggerek Buah
Kakao dapat menyerang buah sekecil 3 cm, tetapi umumnya lebih menyukai
yang berukuran sekitar 8 cm. Ulatnya merusak dengan cara menggerek buah,
memakan kulit buah, daging buah dan saluran ke biji. Buah yang terserang
akan lebih awal menjadi berwarna kuning, dan jika digoyang tidak berbunyi.
Biasanya lebih berat daripada yang sehat. Biji-bijinya saling melekat, berwarna
kehitaman serta ukuran biji lebih kecil (Direktorat Perlindungan Perkebunan,
2002).
Pada penelitian ini tidak ditemukan gejala serangan dan juga spesimen
pada buah kakao. Hal ini diduga karena Penggerek Buah Kakao seringkali
muncul pada saat musim kemarau sedangkan pelaksanaan penelitian pada saat
musim penghujan. Pada musim penghujan jarang sekali ditemukan Penggerek
buah kakao karena telur PBK yang diletakkan di alur-alur buah banyak yang
terbawa oleh air hujan sehingga mengurangi populasi PBK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak daun suren dan ekstrak daun tithonia tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat kerusakan buah kakao akibat serangan Helopeltis
antonii pada saat panen.
2. Pemberian ekstrak daun suren konsentrasi 1,5% dapat menghambat tingkat
serangan Helopeltis dan pemberian ekstrak daun tithonia konsentrasi 4,5%
juga dapat menghambat tingkat serangan Helopeltis tiap minggunya.
3. Tingkat serangan Helopeltis rendah sehingga kerusakan pada biji buah
kakao saat panen juga rendah.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai tingkat konsentrasi ekstrak daun suren dan daun tithonia
yang diberikan, selain itu juga perlu dilakukan lebih lanjut mengenai rentang
waktu pemberian insektisida nabati.