32
EFEKTIVITAS JUMLAH KEMASAN OKSIDAN ETILEN TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH PEPAYA HARDIAN EKO PRASETYO DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

EFEKTIVITAS JUMLAH KEMASAN OKSIDAN ETILEN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam ... karya ilmiah ini bermanfaat. ... yaitu pisang,

  • Upload
    lyquynh

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

EFEKTIVITAS JUMLAH KEMASAN OKSIDAN ETILEN

TERHADAP KUALITAS DAN DAYA

SIMPAN BUAH PEPAYA

HARDIAN EKO PRASETYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Jumlah

Kemasan Oksidan Etilen terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Hardian Eko Prasetyo

NIM A24080078

ABSTRAK

HARDIAN EKO PRASETYO. Efektivitas Jumlah Kemasan Oksidan Etilen

terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya. Dibimbing oleh DINY

DINARTI dan KETTY SUKETI.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas jumlah kemasan oksidan

etilen terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan

Hortikutura IPB, Darmaga, Bogor, pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan

Oktober 2012. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap

Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal. Faktor perlakuan berupa jumlah kemasan

oksidan etilen pada masing-masing tipe pepaya dengan empat pengulangan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian 30 g bahan oksidan etilen belum

dapat memperpanjang umur simpan dan tidak memengaruhi kualitas buah pepaya

tipe Bangkok dan IPB 9. Umur simpan pepaya Bangkok berkisar 13-16 HSP dan

IPB 9 berkisar 12-15 HSP. Pembagian bahan oksidan etilen berdasarkan jumlah

kemasan tidak memengaruhi umur simpan, indeks skala warna kulit buah, susut

bobot buah, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan

kandungan vitamin C pada pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.

Kata kunci : indeks skala warna kulit buah, kekerasan kulit buah, susut bobot

buah, umur simpan

ABSTRACT

HARDIAN EKO PRASETYO. The Effectivity of Ethylene Oxidant Bag Quantity

towards Quality and Shelf Life Storage of Papaya Fruit. Supervised by DINY

DINARTI dan KETTY SUKETI.

The objective of this research was to find out the effectivity of ethylene

oxidant bag quantity towards quality and shelf life storage of papaya Bangkok and

IPB 9 type. This research was conducted at Post Harvest Laboratory, Agronomy

and Horticulture IPB, Darmaga, Bogor from August 2012 to October 2012. The

experiment was arranged in completely randomized block design with single

treatment. The treatment was the quantities of ethylene oxidant bags in each type

of papaya with four replication. The result of this research was that the 30 g of

ethylene oxidant was not effective to preserve the shelf life storage and quality of

papaya Bangkok and IPB 9 type. Papaya Bangkok has the shelf life of 13-16 day

storage and papaya IPB 9 has 12-15 day storage. The distribution of ethylene

oxidant based on bag quantity has no respond towards shelf life, peel color index,

physiological weight loss, firmness, total soluble solid, titrable acidity, and total

ascorbic acid of Bangkok and IPB 9.

Keyword : firmness, peel color index, physiological weight loss, shelf life

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

EFEKTIVITAS JUMLAH KEMASAN OKSIDAN ETILEN

TERHADAP KUALITAS DAN DAYA

SIMPAN BUAH PEPAYA

HARDIAN EKO PRASETYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Judul Skripsi : Efektivitas Jumlah Kemasan Oksidan Etilen terhadap Kualitas dan

Daya Simpan Buah Pepaya

Nama : Hardian Eko Prasetyo

NIM : A24080078

Disetujui oleh

Dr Ir Diny Dinarti, MSi

Pembimbing I

Dr Ir Ketty Suketi, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah

sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian dengan judul Efektivitas Jumlah Kemasan Oksidan Etilen terhadap

Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya telah dilaksanakan sejak bulan Agustus

2012 sampai Oktober 2012.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Winarso D. Widodo, MS yang telah memberikan kesempatan, bimbingan,

pengarahan, dan dukungan dana selama masa penelitian.

2. Dr Ir Diny Dinarti, MSi dan Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen

pembimbing yang telah memberikan dukungan moral, bimbingan dan

pengarahan selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

memberi motivasi dan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi

saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Supriyadi dan Ibu Zaini yang telah mendidik,

memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang selama ini.

6. Pak Indra yang telah menyediakan buah pepaya dan Mas Agus yang telah

memberikan bimbingan dalam menggunakan fasilitas Laboratorium

Pascapanen AGH selama penelitian.

7. Ami, Wulan, Rene, Indi, Rista, Elin, Muaz, Yudi, Heni, Upi, Andri, keluarga

Pondok Handsome, dan teman-teman Indigenous 45 yang telah memberikan

dorongan yang tulus baik moril maupun materiil.

8. PT Minamas Gemilang yang telah memberikan dukungan beasiswa selama

perkuliahan dan penelitian.

9. Putri Nurzita dan keluarga yang telah memberikan doa dan semangat hingga

skripsi ini selesai.

Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah diberikan, dan semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Hardian Eko Prasetyo

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Botani 3

Fisiologi Pasca Panen Buah 3

Peran dan Sifat Etilen 4

Bahan Oksidan Etilen (Kalium Permanganat) 4

METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan 5

Alat 5

Metode Percobaan 6

Prosedur Kegiatan 6

Pengamatan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum 11

Umur Simpan dan Indeks Skala Warna Kulit Buah 12

Susut Bobot Buah 14

Kekerasan Kulit Buah 15

Padatan Terlarut Total, Asam Tertitrasi Total, dan Vitamin C Buah 16

KESIMPULAN DAN SARAN 18

Kesimpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 22

DAFTAR TABEL

1 Umur simpan, susut bobot, dan kekerasan kulit buah pepaya tipe

Bangkok dan IPB 9 15

2 Kekerasan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total

(ATT), dan vitamin C buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9 17

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan ukuran buah pepaya 1 2 Pembuatan bahan oksidan etilen 7 3 Persiapan kardus dan penyimpanan buah 7

4 Lay out peletakan bahan oksidan etilen 8 5 Indeks skala warna kulit buah pepaya Bangkok 9 6 Indeks skala warna kulit buah pepaya IPB 9 9 7 Gejala penyakit pada buah pepaya Bangkok 11 8 Perubahan warna kulit buah pepaya Bangkok dan IPB 9 13 9 Penyusutan bobot buah pepaya Bangkok dan IPB 9 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh jumlah kemasan bahan oksidan

etilen pada pasca panen buah pepaya Bangkok 21 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh jumlah kemasan bahan oksidan

etilen pada pasca panen buah pepaya IPB 9 21

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu sentra produksi buah-buahan, terutama

buah tropika. Produksi buah-buahan di Indonesia cukup tinggi dan menunjukkan

peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) terdapat 6 jenis buah tropika

yang memiliki nilai ekspor dan angka produksi tinggi, yaitu pisang, jeruk, nanas,

mangga, salak, dan pepaya.

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah tropika yang

mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Buahnya sangat digemari masyarakat di

berbagai negara termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi

buah pepaya matang dalam bentuk segar, buah dalam sirup, saus, dan manisan,

sedangkan buah yang masih hijau dimasak sebagai sayur atau disadap papainnya.

Buah pepaya disukai karena tekstur buah yang lunak, warna yang menarik, rasa

yang manis, dan kaya nutrisi terutama pro-vitamin A, vitamin C, dan kalsium.

Pepaya juga memiliki kandungan enzim proteolitik dalam getah papain yang

dihasilkan oleh buah.

Total produksi pepaya nasional pada tahun 2011 mencapai 958 251 ton dan

untuk provinsi Jawa Barat mencapai 98 253 ton (BPS 2012). Menurut

Chaerningrum (2010) jenis pepaya yang banyak dibudidayakan petani di daerah

Bogor adalah pepaya tipe Bangkok dan California.

Pepaya California merupakan pepaya hasil introduksi. Tipe pepaya yang

memiliki kemiripan dengan tipe California adalah pepaya IPB 9 atau Callina.

Pepaya ini merupakan genotipe yang dikembangkan Pusat Kajian Hortikultura

Tropika. Pepaya IPB 9 memiliki daging buah tebal dan berwarna jingga

kemerahan, ukuran buah sedang dengan bobot sekitar 1.24 kg/buah, rasa manis

dengan kadar PTT sebesar 11obrix (Sujiprihati dan Suketi 2009). Menurut Suketi

et al. (2010) pepaya IPB 9 memiliki panjang buah 23.78 cm, kandungan PTT

sebesar 10.33oBrix, diameter buah 9.63 cm, dan kandungan vitamin C sebesar

78.61 mg/100 mg.

Pepaya Bangkok juga merupakan tipe pepaya hasil introduksi. Pepaya ini

memiliki kulit luar kasar dan tidak rata, ukuran buah yang besar dengan bobot

lebih kurang 3.5 kg/buah, daging buah berwarna jingga bersemu merah, dan

tekstur keras sehingga tahan dalam angkutan (Kalie 2010). Secara fisik ukuran

pepaya bangkok lebih besar dari pepaya IPB 9 (Gambar 1).

(a) (b)

Gambar 1 Perbandingan ukuran buah pepaya; tipe IPB 9 (a) dan tipe Bangkok (b)

5 cm

5 cm

2

Pepaya merupakan produk hortikultura yang umumnya bersifat tidak tahan

lama, mudah rusak, dan meruah. Kualitas dan daya simpan produk hortikultura

akan cepat menurun setelah dipanen apabila tidak dilakukan perlakuan pasca

panen dengan tepat. Menurut Ariyanti (2004) perlakuan pasca panen pada pepaya

dapat dilakukan dengan menyimpan pada kotak karton (kardus) dengan bahan

pengisi kertas koran. Hasil penelitian Rini (2008) menunjukkan bahwa

penambahan sekat dalam kemasan kardus dan oksidan etilen berupa kalium

permanganat (KMnO4) dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah pepaya

IPB 9 selama 7 hari.

Menurut Sholihati (2004) penggunaan KMnO4 sebagai bahan penyerap

etilen mampu menghambat pematangan, yaitu dengan cara menekan produksi

etilen dan mempertahankan warna hijau, tekstur serta aroma pisang Raja selama

15 hari pada suhu 28 oC dan 45 hari pada suhu 13

oC. Penggunaan KMnO4 secara

langsung pada buah tidak dianjurkan karena bentuknya yang cair dan berwarna

ungu pekat.

Penggunaan campuran tanah liat dengan KMnO4 sebagai bahan penyerap

etilen dapat mempertahankan warna kulit buah pisang Raja Bulu dan mengurangi

terjadinya susut bobot buah selama penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan

tanpa bahan penyerap etilen (kontrol). Campuran tanah liat dengan KMnO4 ini

kemudian disebut dengan bahan oksidan etilen (Kholidi 2009).

Mulyana (2011) merekomendasikan bahwa serat nilon dapat digunakan

sebagai bahan pembungkus oksidan etilen. Penggunaan bahan pembungkus serat

nilon dengan 30 g bahan oksidan etilen dapat meningkatkan daya simpan buah

pisang Raja Bulu. Menurut Sugistiawati (2013) pembagian kemasan bahan

oksidan etilen pada pisang Raja Bulu tidak menunjukkan perbedaan efektivitas

oksidan etilen dan tidak memengaruhi mutu buah pisang pada saat matang pasca

panen.

Perumusan Masalah

Kualitas dan daya simpan buah pepaya akan cepat menurun setelah dipanen

apabila tidak dilakukan perlakuan pasca panen dengan tepat. Penggunaan jumlah

kemasan bahan oksidan etilen yang tepat sesuai dengan tipe pepaya diharapkan

dapat meningkatkan daya simpan dan kualitas buah. Oleh karena itu perlu

dilakukan penelitian tentang jumlah kemasan oksidan etilen KMnO4 yang tepat

dalam pengemasan buah pepaya.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah kemasan oksidan etilen

terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Buah pepaya mempunyai ciri-ciri daging buahnya lunak dengan warna

merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak

air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena mengandung banyak provitamin A,

vitamin C dan mineral kalsium. Pepaya juga memiliki kandungan enzim

proteolitik dalam getah papain yang dihasilkan oleh buah.

Varietas pepaya lebih banyak dikenal dari bentuk, ukuran, warna, rasa, dan

tekstur buahnya sehingga dikenal buah pepaya yang berukuran besar atau kecil,

berbentuk bulat atau lonjong, daging buah berwarna merah atau kuning, keras atau

lunak berair, rasanya manis atau kurang manis, dan kulit buah licin menarik atau

kasar tebal (Kalie 2010).

Fisiologi Pasca Panen Buah

Proses metabolisme pada buah dan sayuran akan tetap berlangsung

meskipun buah tersebut telah dipanen. Proses tersebut menandakan bahwa buah

berusaha mempertahankan sistem fisiologisnya sebagaimana saat melekat pada

pohon induknya. Setelah dipanen energi yang dibutuhkan untuk melakukan

metabolisme diambil dari cadangan pangan dan air yang terdapat pada komoditi

tersebut. Kehilangan ini menyebabkan kerusakan. Kerusakan ini umumnya

berbanding lurus dengan laju respirasi (Santoso dan Purwoko 1995).

Kehilangan air akibat proses respirasi dan transpirasi pada buah merupakan

penyebab utama proses deteriorasi karena berpengaruh secara kualitatif maupun

kuantitatif pada umur simpan buah. Pengaruh secara kuantitatif yaitu susut bobot.

Susut bobot buah semakin meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan.

Pengaruh secara kualitatif adalah penampilan buah yang menurun karena layu,

perubahan tekstur buah yang menjadi lunak, hilangnya kerenyahan dan

kandungan air (Kader 1992).

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan pasca

panen. Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan yang

pendek. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme

sehingga sering dianggap sebagai petunjuk mengenai daya simpan buah

(Pantastico et al. 1989).

Perubahan fisiologi pasca panen terutama dipengaruhi oleh respirasi dan

pengaruh etilen dalam pemasakan buah. Menurut Phan et al. (1989) berdasarkan

tingkat respirasi dan produksi etilen, buah-buahan dibedakan menjadi buah

klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik adalah buah yang memiliki

kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan serta memiliki laju produksi

etilen yang tinggi pula, sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang

memiliki laju produksi etilen dan CO2 yang sangat rendah. Contoh buah

klimakterik yaitu apel, apokat, pisang, mangga, pepaya, melon dan semangka,

sedangkan buah non klimakterik contohnya anggur, jeruk dan nanas.

Menurut Pantastico et al. (1989) proses pematangan buah sering

dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat, yaitu: warna,

4

flavour (rasa dan bau), konsistensi, dan aroma. Santoso dan Purwoko (1995)

mengemukakan bahwa pematangan adalah kejadian dramatik dalam kehidupan

buah karena mengubah organ tanaman dari matang secara fisiologis menjadi dapat

dimakan serta terkait dengan tekstur, rasa dan aroma. Pematangan merupakan

istilah khusus untuk buah yang merupakan tahap awal dari senesen. Senesen

(senescence) dapat diartikan sebagai periode menuju ke arah penuaan (ageing)

dan akhirnya mengakibatkan kematian dari jaringan.

Peran dan Sifat Etilen

Etilen (C2H4) merupakan suatu gas tidak berwarna yang memegang peranan

penting dalam pematangan buah. Jumlah etilen dalam buah berubah-ubah selama

proses pematangan. Laju etilen pada pepaya termasuk golongan tinggi yaitu

berada pada kisaran 10-100 μC2H4/kg-jam (Santoso dan Purwoko 1995).

Etilen adalah suatu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang berbentuk gas

pada suhu kamar. Dalam kehidupan tanaman, etilen dapat digolongkan sebagai

hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat

memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat

mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. (Winarno dan

Wirakartakusumah 1981).

Etilen memegang peranan penting dalam fisiologi pasca panen produk

hortikultura. Etilen akan menguntungkan ketika meningkatkan kualitas buah dan

sayuran melalui percepatan dan penyeragaman pematangan sebelum dipasarkan.

Akan tetapi etilen juga dapat memberikan efek yang merugikan dengan

meningkatkan laju senesen. Etilen dapat menghilangkan warna hijau pada buah

mentah dan sayuran daun, mempercepat pematangan buah selama penanganan

pasca panen dan penyimpanan, serta mempersingkat masa simpan dan

memengaruhi kualitas buah, bunga, dan sayur setelah panen (Santoso dan

Purwoko 1995).

Bahan Oksidan Etilen (Kalium Permanganat)

Pencegahan deteriorasi komoditi sayuran dan buah dapat dilakukan

dengan membuang sumber-sumber etilen yang terdapat pada area penyimpanan.

Pembuangan etilen salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan bahan

oksidan etilen berupa kalium permanganat atau KMnO4. Nama dagang zat yang

mengandung senyawa ini adalah purafil dan biasa diperdagangkan dalam bentuk

padat. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) kalium permanganat merupakan

penyerap etilen yang paling banyak digunakan karena harganya murah dan mudah

didapat.

Menurut Hein et al. (1984) kalium permanganat merupakan oksidan kuat

yang dapat memecah ikatan rangkap etilen menjadi etilen glikol, mangan dioksida

dan kalium hidroksida dengan reaksi sebagai berikut :

C2H4 + KMnO4 + H2O C2H4(OH)2 + MnO2 + KOH

(etilen) (etilen glikol)

5

Menurut Priyono (2005) penggunaan KMnO4 berpengaruh terhadap

kekerasan buah pepaya sampai 15 HSP. Hasil penelitian Rini (2008) menyatakan

bahwa penambahan sekat dalam kemasan kardus dan oksidan etilen berupa

kalium permanganat (KMnO4) dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah

pepaya selama 7 hari. Silva et al. (2009) menyatakan bahwa KMnO4 dapat

menghambat pematangan dan dosis 0.5 g KMnO4/kemasan cukup untuk

mempertahankan mutu pepaya yang dikemas menggunakan lembar polietilen

selama 25 hari.

Menurut Jayathunge et al. (2011) pengemasan buah pepaya dalam kemasan

Low Density Polyethylene (LDPE) dengan KMnO4 yang sebelumnya dilakukan

perendaman pada suhu 49oC selama 20 menit kemudian disemprot menggunakan

alkohol 5% dapat mempertahankan umur simpan buah pepaya varietas Rathne

sampai 12 hari.

Efektivitas penggunaan KMnO4 sebagai katalis dalam menghilangkan etilen

sangat dipengaruhi oleh bahan pendukung KMnO4 yang digunakan pada berbagai

metode. Bahan pendukung berupa campuran silika (Si) dan aluminat (Al)

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap proses pengeringan dan jumlah etilen

yang diserap (Liu 2006).

METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 hingga bulan Oktober

2012 di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikutura,

Fakultas Pertanian IPB Darmaga, Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pepaya tipe

Bangkok dan IPB 9. Bahan yang digunakan untuk perlakuan yaitu kalium

permanganat (KMnO4) sebagai bahan oksidan etilen, tanah liat sebagai bahan

penyerap larutan KMnO4, serat nilon sebagai bahan pembungkus oksidan etilen,

bahan pengemas berupa kotak kardus, silika gel sebagai penyerap uap air, larutan

natrium hipoklorit 5.25% sebagai desinfektan, larutan iodine 0.01 N dan NaOH

0.1 N, aquades, indikator phenoftalein, tepung kanji, dan larutan amilum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, timbangan analitik,

penetrometer, refraktometer, dan alat-alat titrasi untuk menguji kandungan

vitamin C dan asam tertitrasi total.

6

Metode Percobaan

Percobaan ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

(RKLT) dengan faktor tunggal pada masing-masing tipe pepaya. Tipe pepaya

yang digunakan yaitu, tipe Bangkok dan tipe IPB 9. Faktor perlakuan berupa dosis

oksidan etilen KMnO4 yang dibagi dalam beberapa jumlah kemasan. Bahan

oksidan etilen yang dipakai sebanyak 30 g tiap perlakuan. Selanjutnya perlakuan

dibagi berdasarkan jumlah kemasan, yaitu :

K0 = Kontrol (tanpa bahan oksidan etilen),

K1 = 1 bungkus bahan oksidan etilen (30 g/bungkus),

K2 = 2 bungkus bahan oksidan etilen (15 g/bungkus),

K3 = 3 bungkus bahan oksidan etilen (10 g/bungkus), dan

K4 = 4 bungkus bahan oksidan etilen (7.5 g/bungkus)

Percobaan terdiri dari lima perlakuan dengan empat ulangan pada masing-

masing tipe pepaya. Setiap satuan percobaan terdiri dari empat buah pepaya yang

dikemas dalam kardus bersekat. Total buah pepaya yang digunakan sebanyak 160

buah. Berikut ini adalah model rancangan yang digunakan.

Yij = µ + αi + βj + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan jumlah kemasan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh jumlah kemasan ke-i, i = 1,2,3,4,5

βj = pengaruh kelompok ke-j, j = 1,2,3,4

ε ij = galat percobaan

Pengaruh perlakuan diuji menggunakan analisis ragam (uji F). Jika hasil uji

F menunjukkan pengaruh nyata, maka dillakukan uji DMRT pada taraf 5%.

Seluruh proses analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

Microsoft® Office Excel 2010 dan SAS System for Windows versi 9.0.

Prosedur Kegiatan

Pembuatan Bahan Oksidan Etilen

Pembuatan bahan oksidan etilen merujuk pada hasil penelitian Rini (2008)

dan Kholidi (2009). Pembuatan bahan oksidan etilen dilakukan dua hari sebelum

perlakuan. Langkah pertama yaitu melarutkan serbuk tanah liat dengan aquades.

Serbuk tanah liat dilarutkan sampai berbentuk pasta. Bahan penyerap etilen dibuat

dengan mencampur 900 g tanah liat dengan 100 g KMnO4 yang kemudian

dilarutkan dengan aquades sampai berbentuk pasta. Pasta tanah liat dikeringkan

dalam oven dengan suhu 60 oC selama + 24 jam. Setelah kering bahan tersebut

kemudian dihancurkan sampai berbentuk serbuk kemudian dikeringkan kembali

dalam oven dengan suhu 60 oC selama + 24 jam. Serbuk yang telah kering

dibungkus dengan kantong serat nilon berukuran + 8x8 cm. Bahan oksidan etilen

yang dipakai sebanyak 30 g tiap perlakuan. Banyaknya bahan yang dibungkus

masing-masing kemasan sesuai dengan perlakuan jumlah kemasan.

7

Persiapan Kardus dan Peletakan Bahan Oksidan Etilen

Kemasan yang digunakan berupa kotak kardus berukuran 30x30x30 cm

untuk pepaya IPB 9 dan ukuran 40x34x34 cm untuk pepaya Bangkok (Gambar

3a). Kardus diberi plastik dan sekat untuk empat buah pepaya kemudian diisi

dengan silika gel (Gambar 3b).

Silika gel yang digunakan sebanyak 5 g/kardus. Silika gel diganti setiap

pengamatan. Bahan oksidan etilen diletakkan pada dasar kardus tepat dibawah

sekat. Jumlah kemasan bahan oksidan disesuaikan dengan perlakuan (Gambar 4).

(a) (b)

Gambar 3 Persiapan kardus dan penyimpanan buah; (a) kotak kardus yang

digunakan; (b) peletakan silika gel, sekat, dan buah

Sekat

Silika gel

Buah

Gambar 2 Pembuatan bahan oksidan etilen

8

Persiapan dan Penyimpanan Buah Buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9 diperoleh dari petani di Kecamatan

Rancabungur, Bogor. Berdasarkan metode dari Rini (2008) tingkat kematangan

buah yang digunakan adalah buah pepaya dengan warna kulit masih hijau dan

memiliki semburat kuning 25 %. Pepaya disortasi kemudian dicuci untuk

menghilangkan kotoran dan getah. Setelah itu dicelupkan selama 30 detik dalam

larutan natrium hipoklorit 0.525%, dikeringanginkan lalu dikemas dalam kotak

kardus.

Buah pepaya dimasukkan ke dalam kardus sebanyak 4 buah/kardus dan

disusun sesuai perlakuan. Penyimpanan buah dilakukan pada kisaran suhu 27-

30oC dan RH 90-95% di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi

Hortikultura IPB, Darmaga, Bogor.

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur simpan dan indeks

skala warna kulit buah, susut bobot buah, kekerasan kulit buah, padatan terlarut

total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan kandungan vitamin C buah.

Pengamatan nondestruktif berupa umur simpan, susut bobot buah, dan indeks

skala warna kulit buah dilakukan pada umur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, dan 24 HSP.

Pengamatan destruktif berupa kekerasan kulit buah, PTT, ATT, dan kandungan

vitamin C buah dilakukan pada saat 0 HSP (panen) dan ketika pepaya sudah layak

konsumsi. Jika pada saat pengamatan nondestruktif pepaya sudah rusak parah

karena hama atau penyakit maka perlu dilakukan pengamatan destruktif.

Indeks Skala Warna Kulit Buah dan Umur Simpan

Indeks skala warna kulit buah diukur dengan pengamatan visual

menggunakan indeks derajat kekuningan kulit buah. Derajat kekuningan kulit

buah disesuaikan dengan kondisi tipe pepaya.

Indeks skala warna > 4 dijadikan acuan dalam menentukan umur simpan

buah. Hal ini berdasarkan bahwa buah pepaya dengan indeks skala warna 4 telah

mencapai matang yang layak jual dan konsumsi. Parameter umur simpan dihitung

dengan cara melihat perubahan fisik buah pepaya terutama perubahan indeks

skala warna.

Gambar 4 Lay out peletakan bahan oksidan etilen

1 bungkus

(30 g/bungkus)

3 bungkus

(10 g/bungkus)

2 bungkus

(15 g/bungkus)

4 bungkus

(7.5 g/bungkus)

Keterangan :

: Buah pepaya : Sekat kardus : Bahan oksidan etilen

9

Kekerasan Kulit Buah Kekerasan buah diukur dengan penetrometer pada satuan mm/50 g/5 detik.

Pengukuran dilakukan pada bagian ujung, tengah, dan pangkal buah sebanyak dua

kali. Data tersebut kemudian dirata-rata untuk mendapatkan kekerasan satu buah

pepaya.

Susut Bobot Buah Susut bobot buah dilakukan dengan membandingkan bobot pepaya awal

sebelum perlakuan dan pada saat pengamatan. Rumus yang digunakan :

g

100

Padatan Terlarut Total (PTT)

Padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menghancurkan daging buah,

kemudian disaring dengan kain kasa untuk diambil sarinya. Sari buah yang telah

Gambar 5 Indeks skala warna kulit buah pepaya Bangkok; (1) hijau, (2) hijau

dengan sedikit garis kuning, (3) hijau dengan garis kuning penuh,

(4) hijau kekuningan, (5) kuning lebih banyak dari hijau

1 2 3 4 5

Gambar 6 Indeks skala warna kulit buah pepaya IPB 9; (1) hijau, (2) hijau

dengan sedikit kuning, (3) hijau kekuningan, (4) kuning lebih

banyak dari hijau, (5) kuning dengan ujung hijau, (6) kuning

penuh

10

diperoleh kemudian diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat

pada alat dengan satuan oBrix. Sebelum dan sesudah digunakan, lensa

refraktometer dibersihkan dengan aquades dan dikeringkan.

Asam Tertitrasi Total (ATT)

Asam tertitrasi total (ATT) diukur dengan metode titrimetri (Sibarani et al.

1986). Pengukuran ATT dilakukan dengan menghancurkan 25 g daging buah

dengan menggunakan mortar. Daging buah yang telah hancur ditambahkan

aquades hingga 100 ml lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak

25 ml dan ditambahkan dua tetes indikator phenoftalein. Kemudian dilakukan

titrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berwarna merah muda. Kandungan

ATT dihitung dengan menggunakan rumus :

i i /100 g H 0 1 100

g

Keterangan :

N = Normalitas larutan NaOH (0.1 N)

Fp = Faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

Kandungan Vitamin C Kandungan vitamin C diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan 3-4

tetes indikator larutan amilum dengan konsentrasi 1 g/100 ml (Sudarmadji et al.

1984). Larutan amilum dibuat dengan cara mencampurkan tepung kanji sebanyak

1 g ke dalam aquades 100 ml.

Pengukuran kandungan vitamin C dilakukan dengan menghancurkan bahan

25 g daging buah, kemudian bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100

ml dan ditambahkan aquades sampai tera lalu disaring. Setelah disaring, larutan

diambil sebanyak 25 ml diberi 3-4 tetes indikator larutan amilum kemudian

dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang

stabil. Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus :

i i C g/100g i 0 01 0 100

g

Keterangan :

Fp = faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

N = Normalitas larutan Iodine (0.01 N)

1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kondisi secara umum buah pepaya selama 15 hari penyimpanan cukup

baik. Namun terdapat cukup banyak buah yang terserang penyakit. Gejala

penyakit mulai menyerang buah pepaya pada 12 HSP dan ketika indeks warna

kulit 4. Gejala yang muncul berupa hifa berbentuk sarang laba-laba yang terdapat

pada pangkal buah (Gambar 7). Hasil penelitian Hamaisa (2008) pada pepaya IPB

1 menunjukkan bahwa gejala penyakit pada buah mulai terlihat ketika buah

berada pada suhu ruang (27-30oC). Selama penyimpanan buah pada suhu rendah

(10-15oC) tidak terlihat adanya gejala penyakit pada permukaan kulit buah.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium klinik tanaman, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, buah pepaya tersebut terserang

cendawan Rhizopus sp. Penyebab berkembangnya cendawan ini bersumber dari

lingkungan dalam laboratorium. Kondisi laboratorium dengan suhu berkisar 27-

30oC dan RH 90-95% merupakan kondisi yang cocok bagi perkembangan

cendawan. Selain itu, kondisi kemasan plastik yang tertutup rapat dan lembab juga

mempercepat penyebaran penyakit ini. Menurut Kartasapoetra (1994)

perkembangbiakan cendawan banyak ditunjang oleh suhu, pada suhu optimal

perkembangbiakan lebih cepat sedangkan pada suhu rendah perkembangannya

akan terhambat. Awoite et al. (2013) mengemukakan bahwa reaksi isolat

cendawan Rhizopus stolonifer pada perlakuan pasca panen buah pawpaw (Carica

papaya) menyebabkan pembusukan yang paling cepat dan parah didikuti oleh

cendawan Penicillium italicum dan Neurospora sitophila. Sifat patogenik

Rhizopus stolonifer yang menyebabkan cepatnya pembusukan dapat dikaitkan

dengan kemampuannya untuk tumbuh cepat pada aktivitas air yang tinggi dari

buah busuk.

Metode pencucian dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 0.525%

belum dapat menghilangkan sisa patogen yang terdapat pada permukaan kulit

buah. Hasil penelitian Hasbullah et al. (2008) pada pepaya IPB 3

merekomendasikan metode pencucian vapor hot treatment (VHT) pada suhu

46.5oC kemudian dilanjutkan dengan pelilinan menggunakan lilin lebah

konsentrasi 6% untuk dapat mempertahankan buah pepaya dari serangan penyakit

selama 21 hari.

Gambar 7 Gejala penyakit pada buah pepaya Bangkok

Gejala penyakit

oleh Rhizopus sp.

12

Penyakit pasca panen yang menyerang sebagian pepaya menyebabkan

pepaya menjadi tidak layak konsumsi dan semakin memperpendek umur simpan

buah. Selain itu, pepaya menjadi cepat busuk, berair, dan dipenuhi cendawan.

Kondisi berair pada pepaya yang terserang cendawan menyebabkan rusaknya

sekat dan pembungkus bahan oksidan etilen yang terdapat pada dasar kemasan.

Kondisi uap air yang tinggi didalam kemasan dikendalikan dengan

menggunakan silika gel sebanyak 5 g/kardus. Silika gel yang digunakan pada

pengamatan berubah menjadi berwarna merah apabila telah jenuh menyerap uap

air sehingga perlu dilakukan penggantian dengan silika gel baru. Penggunaan

silika gel sebanyak 5 g/kardus belum dapat mengurangi kondisi uap air yang

tinggi dalam kemasan meskipun telah dilakukan penggantian setiap pengamatan.

Liu (2006) menyatakan bahwa campuran silika (Si) dan aluminat (Al) mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap proses pengeringan.

Persentase penyakit yang menyerang pepaya Bangkok dan IPB 9 masing-

masing sebesar 50% dan 18% selama pengamatan. Jumlah pepaya yang terserang

penyakit yaitu sebanyak 41 buah pepaya Bangkok dan 15 buah pepaya IPB 9 dari

total 80 buah pada masing-masing tipe pepaya. Perbedaan persentase penyakit

yang menyerang buah diduga karena kondisi fisik buah dan sekat didalam

kemasan. Kondisi fisik dan bobot buah pepaya Bangkok lebih besar dari pepaya

IPB 9. Hal ini menyebabkan sekat didalam kemasan pepaya Bangkok lebih cepat

rusak akibat tidak mampu menahan benturan fisik buah selama penyimpanan.

Sekat didalam kemasan yang terbuat dari kardus lebih mudah rusak karena

pengaruh uap air hasil respirasi buah. Kondisi sekat yang rusak mengakibatkan

sekat tidak mampu menahan bobot buah sehingga buah saling berbenturan.

Benturan antar buah mengakibatkan luka pada permukaan kulit buah sehingga

buah mudah terserang penyakit.

Pepaya yang terserang cendawan cukup banyak sehingga data pengamatan

pada setiap ulangan dan perlakuan menjadi tidak lengkap. Oleh karena itu data

yang diinterpretasikan hanya yang sudah matang mencapai indeks warna kulit

buah > 4. Pengamatan pada penelitian ini dibedakan berdasarkan tipe pepaya,

yaitu tipe Bangkok dan IPB 9 dengan peubah yang sama pada masing-masing

tipe. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah kemasan bahan oksidan etilen

tidak memengaruhi umur simpan, indeks skala warna kulit buah, susut bobot

buah, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan

kandungan vitamin C buah pada masing-masing tipe pepaya (Lampiran 1).

Umur Simpan dan Indeks Skala Warna Kulit Buah

Parameter umur simpan dihitung dengan cara melihat perubahan fisik buah

pepaya terutama perubahan indeks skala warna. Pengamatan umur simpan buah

dilakukan dari awal percobaan hingga buah tidak layak konsumsi atau mencapai

indeks skala warna > 4.

Jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak memengaruhi umur simpan

buah pepaya Bangkok dan IPB 9 (Tabel 1). Penggunaan bahan oksidan etilen

belum dapat memperpanjang umur simpan buah. Umur simpan pepaya Bangkok

berkisar 13-16 HSP dan IPB 9 berkisar 12-15 HSP. Semua perlakuan umumnya

dapat mencapai 15 HSP untuk masing-masing tipe pepaya. Namun infeksi

13

penyakit pasca panen pada 12 HSP menyebabkan semakin berkurangnya umur

simpan buah. Rini (2008) menyatakan bahwa perlakuan sekat dan penambahan

KMnO4 pada pepaya IPB 9 menunjukkan bahwa pepaya dapat bertahan selama 7

HSP sedangkan pada hari-hari selanjutnya sudah mulai terserang penyakit pasca

panen.

Indeks skala warna > 4 dijadikan acuan dalam menentukan umur simpan

buah. Hal ini berdasarkan bahwa buah pepaya dengan indeks skala warna > 4

telah mencapai matang yang layak jual dan konsumsi. Penggunaan acuan ini juga

disebabkan adanya infeksi cendawan yang berkembang cepat ketika mencapai

indeks warna tersebut sehingga berkurangnya umur simpan buah. Menurut

Kartasapoetra (1994) ketika buah matang maka substrat-substrat yang dibutuhkan

cendawan untuk melakukan metabolisme tersedia sehingga cendawan dapat

berkembangbiak dengan baik. Oleh karena itu, semakin matang buah pepaya

maka cendawan yang terdapat pada buah tersebut semakin memenuhi permukaan

kulit buah pepaya.

Indeks skala warna dengan skor 4 dicapai oleh masing-masing tipe pepaya

pada umur 12 HSP (Gambar 8). Semua perlakuan menunjukkan indeks skala

warna secara lengkap sampai 15 HSP. Sebagian besar buah pepaya tidak dapat

mempertahankan warna kulit buah hingga akhir pengamatan. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan jumlah kemasan oksidan etilen tidak berpengaruh

terhadap perubahan warna kulit buah.

(A) (B)

Gambar 8 Indeks warna kulit buah pepaya Bangkok (A) dan IPB 9 (B);

K0 = Kontrol (tanpa bahan oksidan etilen), K1 = 1 bungkus

bahan oksidan etilen (30 g/bungkus), K2 = 2 bungkus bahan

oksidan etilen (15 g/bungkus), K3 = 3 bungkus bahan oksidan

etilen (10 g/bungkus), K4 = 4 bungkus bahan oksidan etilen

(7.5 g/bungkus)

0

1

2

3

4

5

6

0 3 6 9 12 15

Ind

eks

War

na

HSP

K0 K1 K2 K3 K4

0

1

2

3

4

5

6

0 3 6 9 12 15

Ind

eks

War

na

HSP

K0 K1 K2 K3 K4

14

Secara umum masing-masing tipe pepaya mengalami peningkatan skor

warna kulit buah. Semakin lama buah disimpan maka semakin tinggi skor warna

kulit buah. Pantastico (1989) menyatakan bahwa buah yang masih berwarna hijau

biasanya masih mengandung banyak klorofil, kemudian perlahan akan berubah

warna menjadi kuning yang menandakan bahwa kandungan klorofil yang terdapat

dalam buah tersebut sudah berkurang selama pematangan dan mulai munculnya

zat warna karotenoid.

Susut Bobot Buah

Jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak memengaruhi penyusutan bobot

buah pepaya Bangkok dan IPB 9 pada umur 12 HSP (Tabel 1). Penyusutan bobot

buah dalam percobaan ini dihitung sampai umur 12 HSP. Hal ini disebabkan oleh

adanya infeksi cendawan yang semakin parah dan semakin menurunkan bobot

buah setelah umur 12 HSP. Secara umum terjadi kenaikan susut bobot buah untuk

semua perlakuan pada masing-masing tipe pepaya (Gambar 9). Semakin lama

buah disimpan maka semakin besar persentase penyusutan bobot buah.

Penyusutan bobot buah selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya

kandungan air dalam buah sewaktu terjadi proses transpirasi buah selama masa

penyimpanan. Kehilangan substrat akibat respirasi yang tidak tergantikan

menyebabkan kerusakan pada buah mulai terjadi (Santoso dan Purwoko 1995).

(A) (B)

Gambar 9 Susut bobot buah pepaya Bangkok (A) dan IPB 9 (B); K0 = Kontrol

tanpa bahan oksidan etilen), K1 = 1 bungkus bahan oksidan

etilen (30 g/bungkus), K2 = 2 bungkus bahan oksidan

etilen (15 g/bungkus), K3 = 3 bungkus bahan oksidan

etilen (10 g/bungkus), K4 = 4 bungkus bahan oksidan etilen

(7.5 g/bungkus)

0.000

0.002

0.004

0.006

0.008

0.010

0.012

0.014

0.016

0.018

3 6 9 12

Susu

t B

ob

ot

(%)

HSP

K0 K1 K2 K3 K4

0.000

0.002

0.004

0.006

0.008

0.010

0.012

0.014

0.016

0.018

0.020

3 6 9 12

Susu

t B

ob

ot

(%)

HSP

K0 K1 K2 K3 K4

15

Kekerasan Kulit Buah

Kekerasan kulit buah diukur pada saat awal panen dan akhir pengamatan.

Semakin tinggi nilai kekerasan kulit buah maka semakin lunak kulit buah tersebut.

Rata-rata nilai kekerasan kulit buah pepaya Bangkok dan IPB 9 pada saat 0 HSP

(awal panen) masing-masing sebesar 13.22 dan 12.81 (Tabel 1). Kemudian pada

akhir pengamatan nilai kekerasan kulit buah pepaya Bangkok berkisar 18.59-

38.93 dan IPB 9 berkisar 34.93-48.01. Jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak

memengaruhi kekerasan kulit buah pepaya Bangkok dan IPB 9 (Tabel 1). Hasil

penelitian Silva et al. (2009) menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 tidak

memengaruhi kekerasan kulit buah pepaya Sunrise Golden yang dikemas

menggunakan lembar polietilen selama 25 hari. Sugistiawati (2013)

mengemukakan bahwa perlakuan pembungkus bahan oksidan etilen tidak

memengaruhi kekerasan kulit buah pisang Raja Bulu selama 12 hari

penyimpanan.

Nilai kekerasan kulit buah semakin bertambah seiring dengan lamanya

waktu penyimpanan. Hal ini menandakan bahwa semakin lama buah disimpan

maka semakin lunak kulit buah. Menurut Pantastico et al. (1989) pelunakan buah

disebabkan oleh bertambahnya jumlah zat-zat pektat selama perkembangan buah.

Hasil penelitian Purwoko (2000) dan Rini (2008) menyatakan bahwa semakin

lama buah pepaya disimpan maka semakin meningkat kelunakannya.

Tabel 1 Umur simpan, susut bobot, dan kekerasan kulit buah pepaya tipe

Bangkok dan IPB 9

Tipe

pepaya

Perla

kuan

Umur simpan

(HSP)

Susut Bobot

(%)

Kekerasan kulit buah

(mm/50 g/5 detik)

Awal Akhir

Bangkok

K0 13 0.013 13.22 24.28

K1 15 0.016 13.22 38.93

K2 15 0.012 13.22 27.39

K3 15 0.014 13.22 24.17

K4 16 0.014 13.22 18.59

IPB 9

K0 15 0.018 12.81 38.33

K1 14 0.019 12.81 34.93

K2 15 0.016 12.81 41.70

K3 12 0.018 12.81 48.01

K4 12 0.016 12.81 44.05

Data diolah pada uji F taraf 5%, HSP: Hari Setelah Perlakuan, K0: Kontrol (tanpa bahan

oksidan etilen); K1: 1 bungkus bahan oksidan etilen (30 g/bungkus); K2: 2 bungkus bahan

oksidan etilen (15 g/bungkus); K3: 3 bungkus bahan oksidan etilen (10 g/bungkus); K4: 4

bungkus bahan oksidan etilen (7.5 g/bungkus).

16

Padatan Terlarut Total, Asam Tertitrasi Total, dan Vitamin C Buah

Jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak memengaruhi nilai padatan

terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan vitamin C buah pepaya

Bangkok dan IPB 9 (Tabel 2). Rata-rata nilai PTT pepaya Bangkok dan IPB 9

pada saat panen (0 HSP) masing-masing sebesar 8.87oBrix dan 7.79

oBrix.

Kemudian pada akhir pengamatan nilai PTT pepaya Bangkok berkisar 8.66-

9.42oBrix dan IPB 9 berkisar 7.13-7.66

oBrix (Tabel 2). Nilai PTT tidak

mengalami perubahan selama penyimpanan. Nilai PTT pepaya IPB 9 lebih rendah

dari hasil penelitian yang dilakukan Suketi et al. (2010) dimana pepaya IPB 9

memiliki kandungan PTT sebesar 10.33oBrix. Perbedaan nilai PTT ini diduga

karena buah tidak seragam dalam umur petik. Menurut Rafikasari (2006)

kandungan PTT pada pepaya genotipe IPB 10A berkorelasi positif terhadap umur

petik. Suketi (2011) menyatakan bahwa kandungan PTT buah pepaya meningkat

dengan semakin tuanya umur petik.

Rata-rata nilai ATT pepaya Bangkok dan IPB 9 pada saat panen (0 HSP)

masing-masing sebesar 12.05% dan 11.96%. Kemudian pada akhir pengamatan

nilai ATT pepaya Bangkok berkisar 8.60-11.86% dan IPB 9 berkisar 11.54-

12.76% (Tabel 2). Secara umum nilai PTT dan ATT hasil percobaan tidak

mengalami perubahan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini

diduga karena buah yang diamati pada akhir pengamatan belum mencapai

kematangan penuh sehingga masih memiliki kandungan asam organik yang

tinggi. Winarno dan Wiratakusumah (1981) menyatakan bahwa apabila buah-

buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan

asamnya menurun. Akibatnya rasio gula dan asam akan mengalami perubahan

yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah klimakterik, sedang pada buah

nonklimakterik perubahan rasio gula dan asam pada umumnya tidak jelas.

Menurut Santoso dan Purwoko (1995) kandungan asam organik buah meningkat

selama proses pematangan. Kandungan asam organik yang tinggi mencapai batas

maksimum saat kematangan penuh dan setelah itu akan menurun.

Penentuan indeks skala warna kematangan yang dipakai diduga berkaitan

dengan hasil percobaan. Penggunaan indeks skala warna 4 dipakai berdasarkan

keadaan fisik buah yang terlihat matang dan layak konsumsi, meskipun secara

kimia masih belum layak atau kurang enak dikonsumsi. Buah pepaya yang enak

dikonsumsi yaitu buah yang manis, nilai padatan terlarut total menunjukkan kadar

kemanisan buah pepaya. Buah pepaya yang memiliki rasa manis memiliki nilai

PTT (oBrix) yang tinggi dan nilai ATT yang rendah.

Kandungan vitamin C pepaya Bangkok dan IPB 9 pada saat panen (0 HSP)

masing-masing sebesar 75.56 mg dan 54.52 mg. Kemudian pada akhir

pengamatan kandungan vitamin C pepaya Bangkok berkisar 55.99-72.25 mg dan

IPB 9 berkisar 51.24-81.93 mg (Tabel 2). Hasil penelitian yang dilakukan Suketi

et al. (2010) mengemukakan bahwa pepaya IPB 9 memiliki kandungan vitamin C

sebesar 78.61 mg/100 g. Kandungan vitamin C mengalami perubahan selama

masa simpan. Menurut Purwoko (2000) kandungan vitamin C pada buah pepaya

Solo semakin meningkat sejalan dengan semakin lama buah disimpan.

Kadar vitamin C pada pepaya IPB 9 mengalami peningkatan selama

penyimpanan meskipun terdapat penurunan kadar vitamin C pada perlakuan K3.

Penurunan kadar vitamin C juga dialami pepaya Bangkok pada semua perlakuan

17

selama penyimpanan. Penurunan kadar vitamin C diduga karena buah sudah

mendekati busuk akibat penyakit pasca panen yang menyerang. Hasil penelitian

tentang kandungan gizi buah pepaya oleh Bari et al. (2006) menyatakan bahwa

kandungan vitamin C pada stadia kematangan awal akan meningkat dan menurun

lagi pada buah yang disimpan sampai mendekati busuk.

Infeksi penyakit menyebabkan pepaya menjadi busuk dan berair. Hal ini

mengakibatkan vitamin C menjadi terlarut dalam air. Vitamin C merupakan salah

satu vitamin yang mudah larut dalam air. Menurut Winarno (1997) vitamin C

merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah teroksidasi. Menurut hasil

penelitian Zewter et al. (2012) pada buah pisang perbedaan kadar vitamin C antar

buah dalam perlakuan penyimpanan yang berbeda dapat disebabkan oleh efek dari

perlakuan pada pematangan sebelumnya.

Tabel 2 Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan

vitamin C buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9

Tipe

pepaya

Perla

kuan

PTT (oBrix) ATT (%)

Vitamin C

(mg/100g)

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

Bangkok

K0 8.87 9.01 12.05 11.86 75.56 72.25

K1 8.87 8.66 12.05 10.01 75.56 68.14

K2 8.87 8.93 12.05 9.48 75.56 55.99

K3 8.87 8.74 12.05 8.79 75.56 66.02

K4 8.87 9.42 12.05 8.60 75.56 64.68

IPB 9

K0 7.79 7.27 11.96 12.76 54.52 81.93

K1 7.79 7.13 11.96 12.70 54.52 54.82

K2 7.79 7.56 11.96 12.36 54.52 72.30

K3 7.79 7.66 11.96 11.85 54.52 51.24

K4 7.79 7.16 11.96 11.54 54.52 55.26

Data diolah pada uji F taraf 5%, K0: Kontrol (tanpa bahan oksidan etilen); K1: 1 bungkus

bahan oksidan etilen (30 g/bungkus); K2: 2 bungkus bahan oksidan etilen (15 g/bungkus);

K3: 3 bungkus bahan oksidan etilen (10 g/bungkus); K4: 4 bungkus bahan oksidan etilen

(7.5 g/bungkus).

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian 30 g bahan oksidan etilen belum dapat memperpanjang umur

simpan dan tidak memengaruhi kualitas buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.

Umur simpan buah pepaya Bangkok berkisar 13-16 HSP dan IPB 9 berkisar 12-15

HSP. Pembagian bahan oksidan etilen berdasarkan jumlah kemasan tidak

memengaruhi umur simpan buah, indeks skala warna kulit buah, susut bobot buah,

kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan kandungan

vitamin C pada buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.

Saran

Penambahan dosis KMnO4 perlu dilakukan agar dapat meningkatkan umur

simpan dan kualitas buah pepaya. Metode penyimpanan dengan penambahan

dosis silika gel dan tanpa memakai plastik dalam pengemasan buah perlu

dilakukan agar buah tidak cepat terserang penyakit pasca panen. Penggunaan

sekat sebaiknya menggunakan bahan yang kuat dan tidak mudah rusak apabila

terkena air, seperti gabus atau styrofoam.

Penggunaan indeks skala warna > 4 dijadikan acuan dalam menentukan

umur simpan buah. Buah pepaya dengan indeks skala warna 4 telah mencapai

matang yang layak jual dan konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti N. 2004. Pengaruh bahan pengemas dan bahan pengisi terhadap tingkat

kerusakan dan kualitas buah pepaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Awoite TM, Olorunfemi MF, Ajani AO, Oyelakin MO. 2013. Studies on fungi

associated with post harvest spoilage of pawpaw Carica papaya fruit. IOSR-

JPBS. 4(6): 01-04.

Bari L, Hasan P, Absar N, Haque ME, Khuda MIIE, Pervin MM, Khatun S,

Hossain MI. 2006. Nutritional analysis of local varieties of papaya (Carica

papaya L.) at different maturation stages. Pakistan J Biol Sci. 9:137-140.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi buah-buahan menurut provinsi

[Internet]. [diunduh 2013 Februari 06]. Tersedia pada: http://bps.go.id/

Chaerningrum R. 2010. Analisis usaha tani pepaya California (kasus: desa Cikopo

Mayak, kecamatan Jasinga, kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Hamaisa A. 2008. Pengaruh tingkat ketuaan terhadap perubahan mutu buah

pepaya genotipe IPB 1 selama proses penyimpanan dan pematangan buatan

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

19

Hasbullah R, Marlisa E, Parjito A, Hartulistiyoso E, Dadang. 2008. Lama

pemanasan metode vapor heat treatment dan pelilinan untuk mempertahankan

mutu pepaya selama penyimpanan. JTEP. 22(1):41-46.

Hein M, Best LR, Pattison S. 1984. College Chemistry, An Introduction to

General, Organic and Biochemistry. Ed ke-3. California (US): Brooks/Cole

Pub. Co.770 p.

Jayathunge KGLR, Prasad HUKC, Fernando MD, Palipane KB. 2011. Prolonging

the postharvest life of papaya using modified atmosphere packaging. J Agric

Technol. 7(2): 507-518.

Kader AA. 1992. Postharvest biology and technology, p. 15-20. Di dalam: Kader

AA. Bananas and Plantains. Postharvest Technology Horticulture Corps.

California (US): Agriculture and Natural Resources Publication, University of

California.

Kalie MB. 2010. Bertanam Pepaya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kartasapoetra AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta (ID): PT

Rineka Cipta.

Kholidi. 2009. Studi tanah liat sebagai pembawa kalium permanganat pada

penyimpanan pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Liu ZE, Cho WM, Baeg OJ, Lee WC. 2006. Removal of ethylene over

KMnO4/Al2O3-SiO2. Bull Korean Chem Soc.27(12):2064-2066.

Mulyana E. 2011. Studi pembungkus bahan oksidan etilen dalam penyimpanan

pasca panen pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pantastico EB. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Kamariyani,

penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari:

Postharvest Physiology, Handling and Utilization Tropical and Sub-tropical

Fruits and Vegetables.

Phan CT, Pantastico EB, Ogata K, Chachin K. 1989. Respirasi dan puncak

respirasi, hal 136-159. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pasca Panen,

Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan

Subtropika. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Priyono AF. 2005. Pemberian KMnO4 dan pemberian lilin untuk memperpanjang

daya simpan pepaya pada suhu dingin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Purwoko BS, Fitradesi P. 2000. Pengaruh jenis bahan pelapis dan suhu simpan

terhadap kualitas dan daya simpan buah pepaya. Bul Agron. 28(2):66-72.

Rafikasari I. 2006. Umur petik dan kualitas buah pepaya (Carica papaya L.)

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rini P. 2008. Pengaruh sekat dalam kemasan kardus terhadap masa simpan dan

mutu pepaya IPB 9 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Santoso B, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman

Hortikultura Indonesia. Mataram (ID): Indonesia Australia Eastern Universitas

Project, Universitas Mataram. 187 hal.

Sholihati. 2004. Kajian penggunaan bahan penyerap etilen kalium permanganat

untuk memperpanjang umur simpan pisang Raja (Musa paradisiaca var.

Sapientum L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20

Sibarani S, Anwar F, Rimbawan, Setioso B. 1986. Penuntun Praktikum Analisa

Zat Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga,

Fakultas Pertanian, IPB.

Silva DFB, Salomao LCC, De Siquera DL, Cecon PR, Rocha A. 2009. Potassium

permanganate effects in postharvest conservation of the papaya cultivar

Sunrise Golden. Pesq Agropec Bras. 44(2): 669-675.

Sudarmaji S, Haryono B, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan

dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty. 138 hal.

Sugistiawati. 2013. Studi penggunaan oksidan etilen dalam penyimpanan

pascapanen pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sujiprihati S, Suketi K. 2009. Budi Daya Pepaya Unggul. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Suketi K. 2011. Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah

sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB [disertasi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo WD. 2010. Studi karakter

mutu buah pepaya IPB. J Horti Indonesia. 1(1):17-26.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Winarno FG, Wirakartakusumah MA. 1981. Fisiologi Lepas Panen Cetakan

Pertama. Jakarta (ID): Sastra Hudaya.

Zewter A, Woldetsadik K, Workneh TS. 2012. Effect of 1-methylcyclopropene,

potassium permanganate and packaging on quality of banana. AJAR.7(16):

2425-2437.doi:10.5897/ajar11.1203.

21

Lampiran 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh jumlah kemasan bahan

oksidan etilen pada pasca panen buah pepaya Bangkok

Peubah Uji F Koefisien keragaman

(%) Perlakuan Ulangan

Umur simpan tn ** 10.16

Susut bobot buah tn tn 11.18

Kekerasan kulit buah tn tn 20.56

Padatan terlarut total tn * 11.64

Asam tertitrasi total tn tn 13.25

Kandungan vitamin C tn tn 17.69 tn: tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, *: berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%,

**: berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 1%.

Lampiran 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh jumlah kemasan bahan

oksidan etilen pada pasca panen buah pepaya IPB 9

Peubah Uji F Koefisien keragaman

(%) Perlakuan Ulangan

Umur bimpan tn tn 16.81

Susut bobot buah tn tn 11.14

Kekerasan kulit buah tn * 15.66

Padatan terlarut total tn tn 15.86

Asam tertitrasi total tn tn 16.12

Kandungan vitamin C tn * 14.84 tn: tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, *: berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%,

**: berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 1%.

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Batin Baru, Lampung Tengah pada tanggal 18

Mei 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Supriyadi dan Zaini. Pendidikan

taman kanak-kanak ditempuh di TK Satya Dharma Sudjana, lulus pada tahun

1996. Pada tahun 1996 penulis diterima di SD Negeri 1 Gunung Madu dan lulus

tahun 2002. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah

pertama di SMP Satya Dharma Sudjana, lulus tahun 2005. Pendidikan selanjutnya

ditempuh penulis di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008.

Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada tahun 2008 di Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan program studi Agronomi dan

Hortikultura.

Penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan dan organisasi. Penulis menjabat

sebagai Ketua Divisi Kominfo Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung pada

tahun 2010 dan Ketua Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas

Pertanian pada tahun 2011. Kegiatan kepanitiaan yang pernah penulis ikuti yaitu

Masa Perkenalan Fakultas Pertanian 2010, Simposium Bersama Peragi-Perhorti-

Peripi-Higi tahun 2012, dan Kader Tani Muda TNI Angkatan Darat-Jawa Barat

tahun 2012. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Minamas angkatan 2011.