Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS
LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017
ARTIKEL ILMIAH
Oleh:
ROBBY SURYANA
NPM 4012036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2016
2
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS
LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017
Oleh
Robby Suryana 1
Fadli 2
dan Drajat Friansah 3
Email: [email protected]
Penelitian ini berjudul “Efektivitas Model Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas VIII SMP Xaverius Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/ 2017.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah kemampuan berpikir kritis
siswa setelah mengikuti model Discovery Learning dalam kategori baik? Apakah
kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mengikuti model Discovery
Learning dalam kategori baik? Apakah respon siswa terhadap model
pembelajaran Discovery Learning dalam kategori baik? Apakah aktivitas siswa
yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model Discovery
Learning dalam kategori aktif? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Xaverius
Lubuklinggau. Populasi nya adalah siswa kelas VIII SMP Xaverius Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2016/ 2017 yang berjumlah 133 siswa dan sampel nya adalah
kelas VIII D yang berjumlah 27 siswa. Metode penelitian yang digunakan
penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik tes dan non tes. Teknik analisis data dengan teknik tes rubrik kemampuan
berpikir kritis dan pemecahan masalah, observasi, dan angket. Hasil penelitian
menunjukkan efektivitas model discovery learning terhadap kemampuan berpikir
kritis sebesar 51,54% dalam kategori baik dan pemecahan masalah sebesar
51,11% dalam kategori baik, aktivitas pembelajaran siswa dalam kategori aktif
sebesar 63,65% dan respon siswa terhadap pembelajaran dalam kategori baik
sebesar 71,06%.
Kata kunci: Efektivitas, Kemampuan Berpikir Kritis, Kemampuan Pemecahan
Masalah, Discovery Learning
PENDAHULUAN
Tujuan diberikannya matematika dalam Kurikulum Matematika Sekolah
(Tim MKKBPM, 2001:83) antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan
3
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Selain itu,
matematika merupakan media untuk memecahkan masalah. Sejalan dengan
National Council of Teacher of Mathematics (dalam Yuliani, 2014:392) tujuan
matematika diberikan kepada siswa yaitu agar peserta didik memiliki
kemampuan: belajar untuk berkomunikasi, belajar untuk bernalar, belajar untuk
memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, dan pembentukan sikap
positif terhadap matematika. Oleh karena itu siswa harus diberikan kesempatan
untuk membangun sendiri konsep berdasarkan pengetahuan yang diperoleh
sebelumnya.
Berdasakan beberapa pendapat di atas terdapat bahwa tujuan pembelajaran
matematika antara lain agar siswa dapat belajar berpikir kritis dan pemecahan
masalah yang merupakan salah satu proses berpikir dalam pembelajaran
matematika. Secara umum berpikir kritis menurut Moore dan Parker (dalam
Haryani, 2012:165) adalah penentuan secara berhati-hati dan sengaja apakah
menerima, menolak atau menunda keputusan tentang suatu klaim/ pernyataan.
Sedangkan menurut Hartono (2013:144) belajar yang baik adalah memecahkan
masalah. Belajar yang menghadapkan siswa pada masalah secara tak langsung
telah mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreativitas anak untuk
memecahkan masalah. Potensi berpikir kritis siswa ketika dihadapkan dengan
masalah secara otomatis akan terangsang. Siswa akan diajak kritis untuk
menganalisis masalah secara mendalam dan dituntun kreatif dalam rangka
melahirkan alternatif pemecahan masalah.
4
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Berdasarkan laporan TIMSS 2011 (dalam Masduki dkk 2013:421-422)
para siswa kelas VIII Indonesia menempati posisi ke 38 diantara 42 negara yang
berpartisipasi dalam tes matematika. Dari rata-rata skor internasional 500, para
siswa Indonesia hanya memperoleh skor rata-rata 386. Skor siswa Indonesia
tersebut tertinggal dengan siswa sesama Negara ASEAN seperti Singapura,
Malaysia, dan Thailand yang masing-masing mendapatkan skor rata-rata 661,
440, dan 427. Rata-rata skor tersebut menunjukkan kemampuan matematika para
siswa Indonesia berada pada tingkatan yang rendah (low) diantara empat tingkatan
yaitu lanjut (advanced), tinggi (high), dan menengah (intermediate). Hasil survey
ini menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kemampuan berpikir kritis yang
masih rendah.
Hasil survey TIMMS tentang kemampuan matematika siswa Indonesia
tidak jauh berbeda dengan hasil survey dari lembaga lain seperti PISA
(Programme International for Student Assesment). Berdasarkan hasil survey PISA
2009 (dalam Masduki dkk 2013:422) , kemampuan matematika siswa Indonesia
menempati ranking 61 dari 65 negara yang berpartisipasi dengan skor rata-rata
371 yang jauh dari skor rata-rata internasional yaitu 496. Hasil survey ini juga
menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih relatif rendah.
Berdasarkan hasil survey di atas dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir kritis
dan kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.
Berdasarkan studi pendahuluan di SMP Xaverius Lubuklinggau, terlihat
bahwa siswa mengalami kesulitan ketika diberi soal-soal tentang kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini terjadi karena siswa
5
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
belum terbiasa menyelesaikan soal yang membutuhkan aspek pemahaman,
perencanaan, penyelesaian, dan menemukan hasil.
Adapun upaya untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan model
pembelajaran yang dapat membentuk siswa aktif serta mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan pemecahkan masalah. Salah satu model yang
diharapkan sesuai dengan hal tersebut adalah model Discovery Learning. Sesuai
dengan namanya, model Discovery Learning ini mengarahkan siswa untuk dapat
menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang di ikuti. Menurut
Sulistyowati (dalam Andani, 2015:5) model Discovery Learning menuntut siswa
berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan menjawab berbagai pertanyaan
dan memecahkan persoalan untuk menemukan suatu konsep. Hal senada juga
dikatakan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Sulistyowati dan Indarti
(dalam Andani, 2015:5) menyatakan bahwa penerapan model Discovery Learning
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Sedangkan menurut hasil
penelitian Astuti (2015:49) dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa meningkat setelah pembelajaran menggunakan lembar kegiatasn siswa
(LKS) berbasis Discovery Learning.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Model Discovery Learning terhadap
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas VIII SMP Xaverius Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/ 2017”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat di
rumuskan masalah sebagai berikut:
6
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
1. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah mengikuti model Discovery
Learning dalam kategori baik?
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mengikuti model
Discovery Learning dalam kategori baik?
3. Apakah respon siswa terhadap model pembelajaran Discovery Learning
dalam kategori baik?
4. Apakah aktivitas siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan model Discovery Learning dalam kategori aktif?
LANDASAN TEORI
A. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas adalah penggambaran seluruh siklus input, proses dan output
yang mengacu pada hasil guna daripada suatu program atau kegiatan yang
menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai,
serta ukuran berhasil tidaknya mencapai tujuannya dan mencapai target-tergetnya.
Sedangkan menurut The Liang Gie (dalam Riduwan, 2013:205) menyatakan
bahwa efektivitas berarti terjadi suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam
suatu perbuatan. Setiap pekerja yang efisien tentu juga berarti efektif, perbuatan
itu telah tercapai secara maksimal (mutu atau jumlahnya). Sebaliknya dilihat dari
segi usaha efek yang diharapkan juga telah tercapai dan bahkan dengan
penggunaan unsur usaha secara maksimal. Hartono (2013:160) mengemukakan
bahwa efektivitas menjadi poin penting dalam proses pembelajaran. Efektif-
tidaknya sebuah pembelajaran bisa dilihat dari sejauh mana sasaran minimal dari
kompetensi dasar yang telah ditetapkan itu tercapai. Serta akan dikatakan efektif
7
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
sebuah pembelajaran apabila mampu memberi pengalaman baru bagi siswa atau
pun bagi guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas pembelajaran adalah gambaran dalam proses pembelajaran yang
menghasilkan apa yang harus dikuasai oleh siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung serta mampu memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar
untuk mencapai tujuan.
B. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide
atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang diberikan atau masalah yang
dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis
idea atau gagasan ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan
asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu
dikembangkan untuk kemampuan yang optimal (Susanto, 2013:121).
Menurut Ennis (Susanto, 2013:121), berpikir kritis adalah suatu berpikir
dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau
dilakukan. Sedangkan menurut Langrehr (dalam Jayadipura, 2014:125)
mengartikan berpikir kritis sebagai berpikir evaluatif yang melibatkan kriteria
yang relevan dalam mengakses informasi disertai dengan ketepatan, relevansi,
kepercayaan, ketegapan, dan bias. Pendapat senada dikemukakan juga oleh
Anggelo berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis, mengenal permasalahan
dan pemecahan masalahnya, menyimpulkan dan mengevaluasi. Begitu juga
8
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
menurut Krulik (dalam Ismamuiza, 2013:375) mengemukakan bahwa berpikir
kritis itu adalah suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan
mengevaluasi termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi,
mengingat, menganalisis situasi, membaca serta memahami dan mengidentifikasi
hal-hal yang diperlukan.
Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, diperlukan rubrik yang di
modifikasi dari Facione (dalam Ismamuiza, 2013:377) yang menggukan pedoman
pada tabel 1.
Tabel 1. Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Aspek yang
diukur
Respon siswa terhadap soal Skor
Mengidentifikasi
Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah 0
Menemukan fakta, data dari soal yang diberikan tetapi
sebagian kecil benar
1
Menemukan fakta, data dari soal yang diberikan yang benar
dan salah seimbang
2
Menemukan fakta, data dari soal yang diberikan hampir benar
tetapi belum bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya
3
Menemukan fakta, data dari soal yang diberikan benar dan
bisa menghubungkan ke langkah selanjutnya
4
Merumuskan dan
Memecahkan
Masalah
Tidak menjawab, atau memberikan jawaban yang salah 0
Bisa merumuskan masalah dan memecahkan masalah tetapi
sebagian kecil benar
1
Bisa merumuskan masalah dan memecahkan masalah dari
soal yang diberikan yang benar dan salah seimbang
2
Bisa merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang
diberikan, serta melakukan perhitungan dan langkah
selanjutnya hampir benar
3
Bisa merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang
diberikan, serta melalukan perhitungan dan langkah
selanjutnya dengan benar
4
Menarik
Kesimpulan
Tidak menjawab, atau memberikan jawaban yang salah 0
Bisa menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau
permasalahan yang diberikan tetapi sebagian kecil benar
1
Bisa menarik kesimpulan dari langkah selanjutnya atau
permasalahan yang diberikan tetapi yang salah dan benar
seimbang
2
Bisa menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau 3
9
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
permasalahan yang diberikan hampir benar
Bisa menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau
permasalahan yang diberikan dengan benar
4
Menghubungkan
Tidak menjawab, atau memberikan jawaban yang salah 0
Bisa menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya tetapi sebagian kecil benar
1
Bisa menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya yang benar dan yang salah seimbang
2
Bisa menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya hampir benar
3
Bisa menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya dengan benar
4
Mengevaluasi
argumen
Tidak menjawab atau memberikan jawabn yang salah 0
Bisa mengevaluasi argumen dari permasalahan yang diberikan
tetapi sebagian kecil benar
1
Bisa mengevaluasi argumen dari permasalahan yang diberikan
yang benar dan salah seimbang
2
Bisa mengevaluasi argumen dari permasalahan yang diberikan
hampir benar
3
Bisa mengevaluasi argumen dari permasalahan yang diberikan
dengan benar.
4
Skor Minimal = 0 Skor Maksimal = 20
Kategori kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini berdasarkan berbagai
sumber yang ada serta pembuatan rentang skor atau nillai akhir berdasarkan
sumber (Sugiyono, 2013:36). Ada 3 soal untuk kemampuan berpikir kritis dengan
skor total 60. Masing-masing soal memiliki skor tertinggi 20, sedangkan skor
terendah 0. Adapun kategori kemampuan siswa berdasarkan tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Kategori Kemampuan Berpikir Kritis
Rentangan Skor Nilai akhir Siswa Kategori
46 – 60
31 – 45
16 – 30
0 – 15
76 – 100
51 – 75
26 – 50
0 – 25
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
10
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
C. Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi
situasi yang baru. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong
seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa
yang harus dikerjakan (Tim MKPBM, 2001:86) . Menurut Abdurrahman (dalam
Sukasno, 2015:303) pemecahan masalah matematika merupakan aplikasi dari
konsep dan keterampilan. Sedangkan menurut Setya (dalam Munandar, 2014:328)
pemecahan masalah merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan
sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya.
Kategori kemampuan pemecahan masalah serta rubrik penskoran nya
berdasarkan tabel 3 dan tabel 4 berikut ini:
Tabel 3. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Aspek yang dinilai dan rubrik penilaian Skor
a. Memahami masalah
1) Benar
2) Sebagian kecil benar
3) Salah atau tidak ada jawaban
2
1
0
b. Rencana strategi pemecahan masalah
1) Runtut dan benar
2) Hampir runtut dan benar
3) Tidak runtut atau tidak membuat atau salah
2
1
0
c. Proses melaksanakan strategi pemecahan masalah
1) Benar
2) Hampir benar
3) Yang benar dan salah seimbang
4) Sebagian kecil benar
5) Salah
6) Tidak menghitung
5
4
3
2
1
0
d. Menuliskan jawaban permasalahan
1) Benar
2) Salah atau tidak ada
1
0
Skor minimal = 0, skor maksimal 10
Wardhani (2010: 27)
11
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Tabel 4. Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
Rentangan Skor Nilai akhir Siswa Kategori
22,6 – 30
15,1 – 22,5
7,6 – 15
0 – 7,5
75,33 – 100
50,33 – 75
25,33 – 50
0 – 25
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang Baik
D. Model Discovery Learning
Rusefendi (dalam Rahman, 2014:36) mengemukakan bahwa discovery
adalah metode mengajar yang diatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui itu tidak melalui pemberitahuan,
dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan sendiri dengan bantuan
guru. Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund (dalam
Roestiyah, 2012:20) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental
tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-
golongkan, membuat fugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan
sebagainya. Suatu konsep misalnya: segitiga, panas, demokrasi, dan sebagainya,
sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan
akan mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau
mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan
instruksi.
12
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) yaitu:
Guru bertanya tentang apa yang diketahui siswa tentang materi prasyarat, (2)
Problem Statement (pernyataan/ identifikasi masalah yaitu: bila siswa belum
mampu menjawabnya, guru memberikan contoh permasalahan yang berkaitan
dengan kehiudpan sehari-hari yang terkait dengan materi prasyarat, (3) Data
Collection (pengumpulan data) yaitu: (a) guru membentuk kelompok yang
heterogen terdiri dari 5-6 orang siswa dalam satu kelompok, (b) guru memberikan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS), (c) Guru meminta setiap kelompok melakukan
pembagiann tugas, sehingga semua siswa dapat mencermati, mengumpulkan data/
informasi sebanyak-banyaknya (membaca buku, literature, dll) serta mulai
membangun strategi penyelesaian, (4) Data processing (pengolahan data) yaitu:
siswa mencermati dan menjawab pertanyaan yang ada pada Lembar Kegiatan
Siswa (LKS), kemudian menuliskan hasil analisisnya dalam LKS, (5)
Verification (Pembuktian) yaitu: Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan konsep, teori, atau pemahaman mengenai materi yang ada di
dalam lembar kerja siswa (LKS) melalui contoh-contoh yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, dan (6) Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
yaitu: (a) siswa dapat menyimpulkan konsep atau teori tentang materi, (b) selama
siswa bekerja di dalam kelompok, guru memperhatikan siswa untuk terlibat
diskusi.
13
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
E. Respon
Respon dalam penelitian ini adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan
pembelajaran dengan model discovery learning yang dapat diukur melalui angket
respon siswa.
Adapun indikator respon siswa yang digunakan dalam penelitian ini ada
16 indikator. Respon siswa dibedakan menjadi dua, yaitu respon positif dan
respon negatif yang mengacu pada langkah-langkah model discovery learning
dapat di lihat pada tabel 5.
Tabel 5. Indikator Respon Siswa
Langkah-langkah Pembelajaran
Indikator
Stimulation (pemberi
rangsangan)
Guru memberikan
pertanyaan kepada
siswa tentang materi
prasyarat
Saya memiliki kemampuan tinggi untuk
mengikuti pelajaran matematika
Guru memberikan kesempatan kepada saya
untuk mempelajari materi prasyarat
sehingga kemampuan saya dibangun
sedikit demi sedikit agar mudah
dimengerti.
Saya terpaksa belajar matematika karena
merupakan salah satu pelajaran yang
wajib diikuti
Problem Statement
(pernyataan/
identifikasi masalah)
Bila siswa belum
mampu menjawab,
guru memberikan
contoh permasalahan
yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari
Materi yang disampaikan menjadi mudah
dimengerti karena berawal dari kehidupan
sehari-hari
Masalah yang diberikan membuat saya
bingung dengan materi yang diajarkan
14
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Langkah-langkah Pembelajaran
Indikator
Data Collection
(pengumpulan data)
Guru membentuk
kelompok
Saya senang belajar matematika dengan
berkelompok
Guru memberikan
LKS
Saya malas untuk mempelajari materi
yang ada di dalam lembar kerja
Pembelajaran matematika seperti ini
membuat saya menjadi lebih mandiri
Setiap kelompok
melakukan pembagian
tugas, sehingga semua
siswa dapat
mencermati,
mengumpulkan
data/informasi
sebanyak mungkin
Pembelajaran matematika seperti ini
membuat saya menjadi berani untuk
mengeluarkan pendapat dan gagasan
Saya menjadi lebih mengerti belajar
matematika dengan cara menemukan
Saya dapat menemukan konsep dengan
cara mencermati dan mengumpulkan data
sebanyak mungkin
Data Processing
(pengolahan data)
Siswa mencermati dan
menjawab pertanyaan
dari LKS yang
diberikan. Kemudian
melakukan analisis
pada lembar jawaban
yang telah disediakan
Pembelajaran matematika seperti ini
membuat saya menjadi lebih mengerti dan
mudah memahami isi materi
Pembelajaran matematika seperti ini
menyulitkan saya untuk memahami materi
Verification
(pembuktian)
Guru memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
menemukan konsep,
teori dan pemahaman
Saya senang belajar matematika dengan
cara menemukan karena kemampuan saya
dibangun sedikit demi sedikit sehingga
menjadi lebih mengerti
Saya menjadi termotivasi untuk berprestasi
dalam pembelajaran matematika
Generalization
(menarik
kesimpulan)
Mau menyimpulkan
hasil diskusi
Pembelajaran matematika seperti ini
membuat saya mampu menyimpulkan hasil
diskusi
Modifikasi Syah (dalam Andani, 2015:21)
15
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
F. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah mengamati aktivitas belajar
siswa dengan langkah-langkah model Discovery Learning menggunakan lembar
kegiatas siswa dan diamati oleh 2 observer, masing-masing guru dan mahasiswa
lainnya
Adapun indikator aktivitas yang diamati dalam penelitian ini berjumlah 9
indikator. Indikator tersebut berdasarkan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan langkah-langkah discovery learning antara lain :
1. Siswa penuh perhatian dalam kegiatan belajar.
2. Siswa bertanya kepada guru/ teman tentang hal-hal yang kurang jelas.
3. Siswa melakukan kerja sama yang aktif dan tearah dalam kelompok.
4. Siswa antusias belajar kelompok serta mampu mengendalikan diri dari
kegaduhan.
5. Siswa mau berbagi dengan anggota kelompok.
6. Siswa mampu memecahkan masalah dalam kelompok.
7. Siswa berani mengemukakan pendapat atau gagasan.
8. Respon positif terhadap siswa yang melakukan presentasi, bertanya,
memberikan tanggapan atau menyanggah.
9. Siswa mau menyimpulkan hasil diskusi.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan
satu variabel secara sistematis. Adapun desain penelitian yang digunakan yaitu
16
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
dengan menggunakan Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Dependen.
Variabel dalam penelitian ini adalah model discovery learning untuk variabel
bebas sedangkan variabel terikat nya yaitu kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII D
SMP Xaverius Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 27
orang. Siswa laki-laki berjumlah 12 orang dan perempuan berjumlah 15 orang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes dan non tes.
Teknik tes berupa soal uraian sebanyak 6 soal. Sedangkan teknik non tes
menggunakan lembar aktivitas siswa dan angket respon terhadap pembelajaran.
Teknik analisis data menggunakan rubrik penskoran kemampuan berpikir kritis
dan kemampuan pemecahan masalah serta angket respon dan lembar aktivitas
siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebelum pemberian perlakuan pembelajaran, dilakukan tes awal untuk
mengetahui kemampuan awal siswa tentang kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah matematika. Berdasarkan hasil tes awal,
diperoleh data bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 10,25% dalam
kategori kurang baik dan kemampuan pemecahan masalah siswa sebesar 2,22%
dalam kategori baik. Jadi, secara deskriptif dapat dikatakan kemampuan awal
siswa tentang berpikir kritis dan pemecahan masalah sebelum mengikuti model
Discovery Learning masih dalam kategori kurang baik.
17
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Setelah diberikan tes awal, dilanjutkan dengan pemberian perlakuan
sebanyak tiga kali pertemuan pembelajaran dengan model Discovery Learning
dan masing-masing proses pembelajaran tersebut aktivitas siswa dinilai dengan
menggunakan lembar observasi yang diamati oleh guru dan mahasiswa lain. Pada
pertemuan sebelumnya diakhir pembelajaran siswa diberikan lembar angket
respon untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan model
Discovery Learning yang telah dilaksanakan. Pada pertemuan kelima, siswa diberi
tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas
siswa di peroleh rata-rata aktivitas pada pertemuan pertama sebesar 60,42, pada
pertemuan kedua sebesar 65,28, dan pada pertemuan ketiga 65,28. Sedangkan
rata-rata respon siswa sebesar 71,06. Berdasarkan hasil tes akhir, diperolah data
bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 51,54% dan kemampuan
pemecahan masalah siswa sebesar 51,11%. Jadi secara deskriptif dapat dikatakan
aktivitas siswa dalam kategori baik, respon siswa dalam kategori baik, dan
kemampuan akhir berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa setelah mengikuti
model Discovery Learning dalam kategori baik.
PEMBAHASAN
1. Hasil Pretest
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 4.2, 4.3, 4.4 distribusi
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika dan distribusi
aspek kemampuan siswa dapat dilihat dalam gambar 4.1, 4.2, dan 4.3 berikut ini:
18
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Gambar 1 Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa
Gambar 2 Distribusi Kategori Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Matematika Siswa
0
5
10
15
20
25
30
Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
Jum
lah
Sis
wa
Kategori Kemampuan
Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Berpikir Kritis
Pemecahan Masalah
0 10 20 30 40 50 60 70 80
sko
r ya
ng
dip
ero
leu
Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Distribusi Kategori Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Soal 1
Soal 2
Soal 3
19
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Gambar 3 Distribusi Kategori Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir
kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada hasil pretest atau tes awal
materi relasi dan fungsi secara keseluruhan berada dalam kategori kurang baik.
Secara terpisah dapat dilihat kemampuan berpikir kritis siswa bahwa untuk aspek
mengidentifikasi kemampuan siswa mencapai 26,85%, aspek merumuskan dan
memecahkan masalah 17,59%, aspek menarik kesimpulan 0,31%, aspek
menghubungkan sebesar 2,78% dan aspek mengevaluasi argumen sebesar 3,70%
Semua aspek berada dalam kategori kurang baik. Sedangkan untuk kemampuan
pemecahan masalah siswa di dapat bahwa tahapan memahami masalah sebesar
6,79%, tahapan rencana proses melaksanakan sebesar 1,23%, tahapan proses
melaksanakan sebesar 1,23%, dan tahapan menarik kesimpulan sebesar 0%.
Semua tahapan berada dalam kategori kurang baik.
0 1 2 3 4 5 6 7 8
A (Memahami Masalah)
B (Rencana Strategi
Pemecahan Masalah)
C (Proses Melaksanakan
Strategi Pemecahan
Masalah)
D (Menuliskan Jawaban
Permasalahan)
Sko
r ya
ng
dip
ero
leh
sis
wa
Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
Distribusi Kategori Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
soal 4
soal 5
soal 6
20
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Kemampuan berpikir kritis matematika siswa untuk masing-masing soal
dijabarkan sebagai berikut.
Untuk soal 1, pada aspek mengidentifikasi diperoleh persentase siswa bisa
menemukan fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke
langkah selanjutnya sebesar 65,74%, sebesar 57,78% siswa dapat merumuskan
dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan perhitungan
dan langkah selanjutnya dengan benar, sebesar 0,93% siswa bisa menarik
kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan, sebesar
7,41% siswa mampu menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya dengan benar, sedangkan sebesar 11,11% siswa bisa mengevaluasi
argumen dari permasalahan yang diberikan dengan benar.
Untuk soal 2, pada aspek mengidentifikasi diperoleh persentase siswa bisa
menemukan fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke
langkah selanjutnya sebesar 14,81%, sebesar 0% siswa dapat merumuskan dan
memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan perhitungan dan
langkah selanjutnya dengan benar, sebesar 0 % siswa bisa menarik kesimpulan
dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan, sebesar 0,92 % siswa
mampu menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah selanjutnya dengan
benar, sedangkan sebesar 0 % siswa bisa mengevaluasi argumen dari
permasalahan yang diberikan dengan benar.
Untuk soal 3, semua aspek kemampuan berpikir kritis sebesar 0%. Tidak
ada siswa yang menjawab soal nomor 3.
21
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Adapun kemampuan pemecahan masalah masing-masing tahapan
penyelesaian soal dijabarkan sebagai berikut
Untuk soal 4, pada tahapan memahami masalah dalam soal diperoleh
persentase siswa bisa memahami masalah dalam soal dengan benar 14,81%,
sebesar 3,70 % siswa dapat merencanakan strategi pemecahan masalah dengan
benar, sebesar 3,70 % siswa bisa melakukan proses melaksanakan strategi
pemecahan masalah yang diberikan dengan benar, sedangkan sebesar 0 % siswa
dapat menuliskan jawaban permasalahan dengan benar.
Untuk soal 5, semua tahapan kemampuan pemecahan masalah siswa
sebesar 0%. Tidak ada siswa yang menjawab soal nomor 5.
Untuk soal 6, hanya pada tahapan memahami masalah dalam soal
diperoleh persentase siswa bisa memahami masalah dalam soal dengan benar
5,55%, sedangkan pada tahapan kemampuan pemecahan masalah lainnya sebesar
0%.
2. Hasil Postest
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 4.6, 4.7, 4.8 distribusi
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika dan distribusi
aspek kemampuan siswa dapat dilihat dalam gambar 4.4, 4.5, dan 4.6 berikut ini:
22
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Gambar 4 Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa
Gambar 5 Distribusi Kategori Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Matematika Siswa
0
5
10
15
Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
Jum
lah
Sis
wa
Kategori Kemampuan
Distribusi Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Berpikir Kritis
Pemecahan Masalah
0 20 40 60 80
100 120
Sko
r ya
ng
dip
ero
leh
sis
wa
Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Distribusi Kategori Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Soal 1
Soal 2
Soal 3
23
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Gambar 6 Distribusi Kategori Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir
kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada hasil postest atau tes akhir
materi relasi dan fungsi sebagian besar berada dalam kategori baik, sebagian
lainnya berada dalam kategori cukup. Secara terpisah dapat dilihat kemampuan
berpikir kritis siswa bahwa untuk aspek mengidentifikasi, kemampuan siswa
mencapai 70,06%, aspek merumuskan dan memecahkan masalah 54,94%, aspek
menarik kesimpulan 43,83%, aspek menghubungkan sebesar 46,91% dan aspek
mengevaluasi argumen sebesar 41,97%. Dua aspek berada dalam kategori baik
yaitu aspek mengidentifikasi dan merumuskan dan memecahkan masalah, tiga
aspek lainnya berada dalam kategori cukup pada aspek menarik kesimpulan,
menghubungkan dan mengevaluasi argumen. Sedangkan untuk kemampuan
pemecahan masalah siswa di dapat bahwa tahapan memahami masalah sebesar
0
20
40
60
80
100
A (Memahami Masalah)
B (Rencana Strategi
Pemecahan Masalah)
C (Proses Melaksanakan
Strategi Pemecahan
Masalah)
D (Menuliskan Jawaban
Permasalahan)
Sko
r ya
ng
dip
ero
leh
sis
wa
Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
Distribusi Kategori Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah
soal 1
soal 2
soal 3
24
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
54,32%, tahapan rencana proses melaksanakan sebesar 37,65%, tahapan proses
melaksanakan sebesar 53,08%, dan tahapan menarik kesimpulan sebesar 61,72%.
Sebagian besar tahapan berada dalam kategori baik, hanya pada tahapan rencana
proses pada kategori cukup.
Kemampuan berpikir kritis matematika siswa untuk masing-masing soal
dijabarkan sebagai berikut.
Untuk soal 1, pada aspek mengidentifikasi diperoleh persentase siswa bisa
menemukan fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke
langkah selanjutnya sebesar 100%, sebesar 96,29% siswa dapat merumuskan dan
memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan perhitungan dan
langkah selanjutnya dengan benar, sebesar 85,18 % siswa bisa menarik
kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan, sebesar
87,96% siswa mampu menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
selanjutnya dengan benar, sedangkan sebesar 85,18% siswa bisa mengevaluasi
argumen dari permasalahan yang diberikan dengan benar.
Untuk soal 2, pada aspek mengidentifikasi diperoleh persentase siswa bisa
menemukan fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke
langkah selanjutnya sebesar 79,63%, sebesar 62,04% siswa dapat merumuskan
dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan perhitungan
dan langkah selanjutnya dengan benar, sebesar 41,67 % siswa bisa menarik
kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan, sebesar
50% siswa mampu menghubungkan antara aspek sebelumnya ke langkah
25
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
selanjutnya dengan benar, sedangkan sebesar 29,63% siswa bisa mengevaluasi
argumen dari permasalahan yang diberikan dengan benar.
Untuk soal 3, pada aspek mengidentifikasi diperoleh persentase siswa bisa
menemukan fakta, data dari soal yang diberikan dan bisa menghubungkan ke
langkah selanjutnya di dapat sebesar 30,56%, sebesar 6,48% siswa dapat
merumuskan dan memecahkan masalah dari soal yang diberikan serta melakukan
perhitungan dan langkah selanjutnya dengan benar, sebesar 4,63 % siswa bisa
menarik kesimpulan dari langkah sebelumnya atau permasalahan yang diberikan,
sebesar 2,78% siswa mampu menghubungkan antara aspek sebelumnya ke
langkah selanjutnya dengan benar, sedangkan sebesar 11,11% siswa bisa
mengevaluasi argumen dari permasalahan yang diberikan dengan benar.
Adapun kemampuan pemecahan masalah masing-masing tahapan
penyelesaian soal dijabarkan sebagai berikut.
Untuk soal 4, pada tahapan memahami masalah dalam soal diperoleh
persentase siswa bisa memahami masalah dalam soal dengan benar 59,26%,
sebesar 25,95% siswa dapat merencanakan strategi pemecahan masalah dengan
benar, sebesar 48,89% siswa bisa melakukan proses melaksanakan strategi
pemecahan masalah yang diberikan dengan benar, sedangkan sebesar 48,15%
siswa dapat menuliskan jawaban permasalahan dengan benar.
Untuk soal 5, pada tahapan memahami masalah dalam soal diperoleh
persentase siswa bisa memahami masalah dalam soal dengan benar 66,67%,
sebesar 46,29% siswa dapat merencanakan strategi pemecahan masalah dengan
benar, sebesar 73,33% siswa bisa melakukan proses melaksanakan strategi
26
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
pemecahan masalah yang diberikan dengan benar, sedangkan sebesar 77,78%
siswa dapat menuliskan jawaban permasalahan dengan benar.
Untuk soal 6, pada tahapan memahami masalah dalam soal diperoleh
persentase siswa bisa memahami masalah dalam soal dengan benar 37,03,74%,
sebesar 40,74% siswa dapat merencanakan strategi pemecahan masalah dengan
benar, sebesar 37,03% siswa bisa melakukan proses melaksanakan strategi
pemecahan masalah yang diberikan dengan benar, sedangkan sebesar 59,26%
siswa dapat menuliskan jawaban permasalahan dengan benar.
3. Aktivitas Belajar Siswa
Adapun rata-rata aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan
model discovery learning pada pertemuan pertama sampai dengan pertemaun
ketiga sebagai berikut:
Tabel 6
Rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran
Aktivitas siswa Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Observer 1 56,95 61,11 63,89
Observer 2 63,89 69,44 66,67
Rata-rata 60,42 65,28 65,28
Skor 63,66
Kategori Aktif
Adapun persentase rata-rata untuk masing-masing indikator aktivitas siswa
yang diamati oleh observer 1 dan observer 2 yaitu pada langkah-langkah
pembelajaran discovery learning. Pada langkah Stimulation (pemberi rangsangan)
dengan indikator siswa penuh perhatian dalam kegiatan belajar aktivitas siswa
sebesar 95%, pada langkah Problem Statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
dengan indikator siswa bertanya kepada guru/ teman tentang hal-hal yang kurang
27
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
jelas sebesar 67,5%, pada langkah Data Collection (pengolahan data) dengan
indikator siswa melakukan melakukan kerja sama yang aktif dan terarah dalam
kelompok sebesar 72,5%, sedangkan pada indikator siswa antusias belajar
kelompok serta mampu mengendalikan diri dari kegaduhan sebesar 72,5%,
selanjutnya pada langkah pembelajaran Data Processing (pengolahan data)
dengan indikator siswa mau berbagi dengan anggota kelompok sebesar 52,5%,
sedangkan pada indikator siswa mampu memecahkan masalah dalam kelompok
sebesar 65%. Kemudian pada langkah verification (pembuktian) dengan indikator
siswa berani mengemukakan pendapat atau gagasan sebesar 55%, sedangkan pada
indikator respon positif terhadap siswa yang melakukan presentasi, bertanya,
memberikan tanggapan atau menyanggah sebesar 55%. Selanjutnya pada langkah
pembelajaran menarik kesimpulan dengan indikator siswa mau menyimpulkan
hasil diskusi sebesar 35%. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh observer
didapat bahwa persentase aktivitas siswa tertinggi berada pada indikator siswa
penuh perhatian dalam kegiatan belajar yang termasuk dalam langkah awal
discovery learning yaitu pada langkah stimulation (pemberi rangsangan) dimana
guru memberikan materi prasyarat tentang materi yang akan dipelajari. Sedangkan
persentase terkecil berada pada indikator siswa mau menyimpulkan hasil diskusi
yang termasuk dalam langkah terakhir model discovery learning yaitu pada
langkah generalization (menarik kesimpulan), hal tersebut terlihat ketika peneliti
meminta untuk menyimpulkan hasil akhir pada lembar kerja siswa pada masing-
masing aktivitas hanya beberapa orang siswa yang mau memberikan kesimpulan
terhadap materi yang dipelajari.
28
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
4. Respon Siswa
Berdasarkan analisis angket respon siswa terhadap pembelajaran discovery
learning diperoleh bahwa rata-rata respon siswa terhadap 16 indikator angket
yang terdiri dari 27 orang dalam kategori baik sebesar 71,06%. Berdasarkan tabel
4.10 dapat dilihat ada 13 indikator pernyataan yang berada dalam kategori baik,
sedangkan kategori sangat baik sebanyak 3 indikator pernyataan. Masing-masing
indikator pernyataan termasuk dalam langkah-langkah pembelajaran discovery
learning sebagai berikut; pada langkah stimulation (pemberi rangsangan) terdiri
dari 3 indikator pernyataan pada butir 1,2, dan 3; langkah Problem Statement
(pernyataan/ identifikasi masalah) terdiri dari 2 indikator pernyataan pada butir 4
dan 5; langkah data collection (pengumpulan data) terdiri dari 6 indikator
pernyataan pada butir 6,7,8,9,10 dan 11; selanjutnya pada langkah data
processing (pengolahan data) terdiri dari 2 indikator pernyataan pada butir 12 dan
13; kemudian pada langkah verification (pembuktian) terdiri dari 2 indikator
pernyataan pada butir 14 dan 15; adapun langkah pembelajaran terakhir
generalization (menarik kesimpulan) terdiri dari 1 indikator pernyataan pada butir
16.
Adapun indikator pernyataan yang memiliki kategori sangat baik
berdasarkan langkah-langkah model discovery learning yaitu pada indikator guru
memberikan kesempatan kepada saya untuk mempelajari materi prasyarat
sehingga kemampuan saya dibangun sedikit demi sedikit agar mudah dimengerti
dengan jumlah skor 87 yang berkaitan dengan langkah awal pembelajaran model
discovery learning pada pemberian rangsangan (stimulation). Hal ini berkaitan
29
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
dengan aktivitas siswa dimana pada langkah-langkah pemberi rangsangan
(stimulation) persentase aktivitas siswa juga besar dengan persentase 95%.
Selanjutnya pada indikator saya senang belajar matematika dengan berkelompok
yang berkaitan dengan langkah pembelajaran Data Collection dengan jumlah 86
ini berkaitan juga dengan aktivitas siswa pada dengan indikator siswa antusias
belajar kelompok serta mampu mengendalikan diri dari kegaduhan sebesar 72,5%.
Sedangkan pada langkah verification (pembuktian) dengan indikator saya menjadi
termotivasi untuk berprestasi dalam pembelajaran matematika dengan jumlah 83
berkaitan terhadap aktivitas siswa dengan indikator siswa berani mengemukakan
pendapat dan gagasan sebesar 55%. Sedangkan untuk 13 indikator pernyataan hal
ini juga berkaitan dengan aktivitas siswa dimana pada indikator termasuk dalam
kategori baik dan pada aktivitas siswa yang mengacu dalam langkah-langkah
model discovery learning rata-rata aktivitas dalam kategori aktif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kemampuan Berpikir kritis siswa setelah mengikuti pembelajaran model
discovery learning dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor
kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 51,54%.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah mengikuti
pembelajaran model discovery learning dalam kategori baik. Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah siswa sebesar
51,11%.
30
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
3. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan model discovery
learning dalam kategori baik. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata persentase
aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama sebesar 60,42%. Pada
pertemuan kedua aktivitas belajar siswa sebesar 65,28%. Kemudian pada
aktivitas belajar siswa pada pertemuan ketiga sebesar 65,28%. Dari
keseluruhan pertemuan pertama sampai ketiga rata-rata aktivitas belajar siswa
dengan model discovery learning dalam kategori baik sebesar 63,65%.
4. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran dengan model discovery
learning dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase
siswa yang memberikan respon sebesar 71,06 %.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model
discovery learning efektif terhadap kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa serta aktivitas dan respon siswa dalam
kategori aktif dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N.M. & Kusuma, F.W. 2012. Implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Akutansi Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Wonosari. Jurnal
Pendidikan Akutansi Indonesia, vol. X, hal 43-63.
Andani, S.N. 2015. Keefektifan Model Discovery Learning terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa kelas VIII. Universitas Negeri Semarang.
Astuti, H.Y. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Discovery Learning
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Universitas
Negeri Semarang.
Hartono, R. 2013. Ragam Model Belajar yang Mudah di Terima Murid.
Yogyakarta: Diva Press.
31
Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Ismaimuza, D. & Musdalifah, S. 2013. Pengembangan Instrumen Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Untuk Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Matematika II FKIP UNTAD, 375 – 378.
Masduki, Subhandriah, M.R., Irawan, D.Y., & Prihantoro, A. 2013. Level
Kognitif Soal-soal Buku Pelajaran Matematika SMP. Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Hal 421 – 424.
Jayadipura, Y. 2014. Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematik.
Prosiding Seminar Nasional Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol
(1), Hal: 125 – 130.
Rahman, R. & Maarif, S. 2014. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery
terhadap kemampuan Analogis Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan
Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol 3, No 1, 33 – 58.
Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2013. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia.
Wardhani, S. 2010. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Matematika di SMP/ MTS. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pusat Pengembang dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK) Matematika.
Yuliani, A. 2014. Meningkatkan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa SMP
dan Sikap Siswa Terhadap Matematika dengan Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing. Prosiding Seminar Nasional Matematika STKIP
Siliwangi Bandung, Vol (1), Hal 392 – 397.