10
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH PADA TOPIK KACAMATA DAN LUP Elok Nur Fauzia Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) pada topik kacamata dan lup serta respon siswa terhadap pembelajaran. Efektivitas dilihat dari peningkatan penguasaan konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran serta aspek keterampilan berpikir ilmiah yang dapat dilatihkan. Dengan model quasi experiment one group pretest posttest yang dilengkapi analisis deskriptif, data yang diperlukan adalah penguasaan konsep siswa sebelum dan sesudah dilakukan treatment, keterampilan berpikir ilmiah dan respon siswa terhadap pembelajaran. Data diperoleh dengan teknik observasi, tes, dan angket. Penelitian dilakukan di kelas X MIA 4 SMA Negeri 2 Malang yang terdiri dari 26 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dengan hasil Cohen’s d-effect size sebesar 3.23, dan rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0.57. Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatihkan tujuh macam aspek keterampilan berpikir ilmiah siswa. Berdasarkan respon siswa, pembelajaran di kelas lebih menyenangkan serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman. Kata kunci: inkuiri terbimbing (guided inquiry), efektivitas, keterampilan berpikir ilmiah, penguasaan konsep, kacamata dan lup Fisika berupaya mendidik siswa berilmu dan memiliki keterampilan unggul, melatih melakukan penelitian sesuai proses ilmiah, memiliki sifat ilmiah, mampu bekerjasama, serta mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata. Karena itu, belajar fisika merupakan proses aktif yang harus dilakukan oleh siswa. Salah satu pokok bahasan fisika yang akrab dengan kehidupan manusia adalah alat optik. Topik kacamata dan lup merupakan contoh dari alat optik yang dibahas di bagian awal pembelajaran (Serway dan Jewett, 2004). Dalam pokok bahasan ini siswa dituntut untuk dapat menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa serta menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip pemantulan dan pembiasan cermin dan lensa (Permendiknas nomor 69, 2013). Salah satu pembelajaran inkuiri yang diduga efektif untuk membelajarkan topik kacamata dan lup adalah metode pembelajaran penemuan atau inkuiri terbimbing (Guided Inquiry). Pembelajaran guided inkuiri adalah salah satu pembelajaran yang disarankan ahli pendidikan untuk mencapai upaya tersebut.

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

DAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH

PADA TOPIK KACAMATA DAN LUP

Elok Nur Fauzia

Universitas Negeri Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran

inkuiri terbimbing (guided inquiry) pada topik kacamata dan lup serta respon siswa

terhadap pembelajaran. Efektivitas dilihat dari peningkatan penguasaan konsep

siswa sebelum dan sesudah pembelajaran serta aspek keterampilan berpikir ilmiah

yang dapat dilatihkan. Dengan model quasi experiment one group pretest posttest

yang dilengkapi analisis deskriptif, data yang diperlukan adalah penguasaan konsep

siswa sebelum dan sesudah dilakukan treatment, keterampilan berpikir ilmiah dan

respon siswa terhadap pembelajaran. Data diperoleh dengan teknik observasi, tes,

dan angket. Penelitian dilakukan di kelas X MIA 4 SMA Negeri 2 Malang yang

terdiri dari 26 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui

inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dengan hasil

Cohen’s d-effect size sebesar 3.23, dan rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0.57.

Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatihkan tujuh macam aspek keterampilan

berpikir ilmiah siswa. Berdasarkan respon siswa, pembelajaran di kelas lebih

menyenangkan serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.

Kata kunci: inkuiri terbimbing (guided inquiry), efektivitas, keterampilan berpikir

ilmiah, penguasaan konsep, kacamata dan lup

Fisika berupaya mendidik siswa berilmu dan memiliki keterampilan

unggul, melatih melakukan penelitian sesuai proses ilmiah, memiliki sifat ilmiah,

mampu bekerjasama, serta mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata.

Karena itu, belajar fisika merupakan proses aktif yang harus dilakukan oleh

siswa. Salah satu pokok bahasan fisika yang akrab dengan kehidupan manusia

adalah alat optik. Topik kacamata dan lup merupakan contoh dari alat optik yang

dibahas di bagian awal pembelajaran (Serway dan Jewett, 2004). Dalam pokok

bahasan ini siswa dituntut untuk dapat menganalisis cara kerja alat optik

menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa

serta menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip

pemantulan dan pembiasan cermin dan lensa (Permendiknas nomor 69, 2013).

Salah satu pembelajaran inkuiri yang diduga efektif untuk membelajarkan

topik kacamata dan lup adalah metode pembelajaran penemuan atau inkuiri

terbimbing (Guided Inquiry). Pembelajaran guided inkuiri adalah salah satu

pembelajaran yang disarankan ahli pendidikan untuk mencapai upaya tersebut.

Page 2: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

Guided inquiry merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang melibatkan

kemampuan siswa dalam mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,

analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan

bantuan pertanyaan panduan (Wenning , 2005). Penelitian menunjukkan bahwa

inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan, keterampilan proses, motivasi

dan pengalaman belajar siswa (Andriani, 2011; Suwasono, 2011; Lynn, 2012).

Penelitian lain menunjukkan bahwa inkuiri memberikan pengaruh terhadap

peningkatan prestasi belajar siswa (Kholifudin, 2012; Deta, 2013).

Penelitian ini dimaksudkan untuk merancang pembelajaran kacamata dan

lup dengan inkuiri terbimbing dan melihat efektivitasnya untuk mencapai

kompetensi dalam menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat

pembiasan cahaya oleh lensa dan mendesain/merancang sendiri percobaan untuk

menyelidiki fenomena. Secara garis besar, rancangan pembelajarannya adalah

sebagai berikut.

Gambar 5.1 Diagram Kegiatan Pembelajaran

METODE

Penelitian ini menggunakan model penelitian quasi experiment One Group

Pretest-Posttest (Sugiyono, 2010) yang dilengkapi dengan analisis deskriptif.

Pretest dilaksanakan sebelum perlakuan diberikan, sedangkan posttest

dilaksanakan setelah perlakuan (pembelajaran dengan inkuiri terbimbing)

diberikan. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 2 Malang kelas X MIA 4

tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri dari 8 laki-laki dan 18 perempuan.

Jenis data dalam penelitian ini mencakup data kuantitatif dan data

kualitatif. Data yang diperlukan adalah pemahaman konsep siswa sebelum dan

KEGIATAN

PENDAHULUAN

(klasikal)

KEGIATAN

INTI

(kelompok)

KEGIATAN

PENUTUP

(klasikal)

Menggali pengetahuan awal siswa, memberi permasalahan,

merumuskan masalah

Merancang penyelidikan, melaksanakan penyelidikan, diskusi,

mengkomunikasikan hasil secara lisan maupun tertulis

Membuat kesimpulan dan menggunakannya untuk

memecahkan permasalahan awal

Page 3: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

sesudah dilakukan treatment, serta perkembangan keterampilan berpikir ilmiah

siswa. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest siswa. Data

kualitatif diperoleh dari catatan observer dan peneliti selama proses pembelajaran,

isian LKS dan angket respon siswa. Instrumen yang digunakan yaitu rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), soal tes untuk pretest dan posttest, lembar kerja

siswa (LKS), lembar pengamatan observer, dan angket respon siswa yang diisi di

akhir pembelajaran. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah berupa tes,

observasi, serta sebaran LKS dan angket. Pada teknik tes, dilakukan penyekoran

oleh dua korektor yang reabilitasnya datanya (skor 26 siswa) diukur dengan

Cohen’s kappa koefisien agreement.

Teknik analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Data

pelaksanaan pembelajaran, keterampilan berpikir ilmiah dan respon siswa

terhadap pembelajaran dianalisis secara deskriptif. Data penguasaan konsep siswa

pada topik kacamata dan lup berasal dari hasil pretest dan posttest yang dianalisis

menggunakan paired sample t-test untuk menguji ada tidaknya pengaruh suatu

perlakuan yang dikenakan pada kelompok objek penelitian. Kekuatan peningkatan

hasil dari pretest ke posttest diukur dengan Cohen’s d-effect size (Morgan, dkk,

2005) dan rata-rata gain ternormalisasi (Hake, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran pada topik kacamata maupun lup yang

dilaksanakan pada prinsipnya sesuai dengan RPP yang telah disusun.

Perbedaannya terletak pada kegiatan inti, yakni pada tahap merancang dan

melaksanakan penyelidikan. Pada topik kacamata penyelidikan dilakukan dengan

kegiatan diskusi kelompok dengan pertanyaan pemandu, sedangkan pada topik

lup dilakukan praktikum kelompok. Secara umum siswa masih mengalami

kesulitan pada tahap manipulation dan generalization. Sebagian besar siswa

masih membutuhkan bimbingan dalam menjawab pertanyaan pemandu dalam

LKS. Pada tahap application, guru juga belum sempat meminta siswa untuk

menghubungkan kesimpulan dengan fenomena awal karena kendala waktu.

Page 4: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

Penguasaan Konsep Siswa pada Topik Kacamata dan Lup

Penguasaan konsep siswa pada topik kacamata dan lup dilihat dari hasil

pretest dan posttest. Hasil tersebut disajikan dalam bentuk grafik sebaran (scatter

plot) seperti ditunjukkan pada Gambar 2, sedangkan hasil perhitungan statistik

deskriptif menggunakan SPSS 16 for Windows ditunjukkan pada Tabel 1.

Gambar 2. Grafik Sebaran (Scatter Plot) Skor Pretest dan Posttest Siswa

Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Frekuensi

Statistik Pretest Posttest

N Valid 26 26

Missing 0 0

Mean 48.69 77.85

Median 51.00 78.00

Std. Deviation 9.797 8.274

Skewness -.499 -.117

Std. Error of Skewness .456 .456

Minimum 28 60

Maximum 62 94

Percentiles 25 40.00 72.00

50 51.00 78.00

75 56.00 84.00

Nilai Skewness pada hasil pretest adalah -0.49 dan pada posttest adalah -

0.11. Nilai tersebut berada di dalam interval | | sehingga data dianggap

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Po

stte

st

Pretest

Page 5: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

terdistribusi normal (Morgan, dkk, 2005). Data tersebut bisa diuji beda

menggunakan t-test, tepatnya paired sample t-test. Skor rata-rata pretest adalah

48.69 (SD=9.79), sedangkan rata-rata skor posttest adalah 77.84 (SD=8.27).

Berdasarkan hasil t-test di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.00. nilai

tersebut kurang dari 0.50, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan skor

pretest dan posttest adalah signifikan. Dengan kata lain, skor posttest lebih tinggi

daripada skor pretest. Ini berarti bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing bisa

meningkatkan pemahaman konsep siswa pada topik kacamata dan lup.

Kekuatan peningkatan pretest ke posttest diukur menggunakan nilai

Cohen’s d-effect size dan rata-rata gain ternormalisasi. Berdasarkan perhitungan,

nilai Cohen’s d-effect size adalah 3.23 yang termasuk dalam kategori “lebih besar

sekali dari standar”. Peningkatan skor melalui perhitungan rata-rata gain siswa

ternormalisasi (N-gain) diperoleh hasil 0.57 yang tergolong dalam kategori

“sedang atas”. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kholifudin

(2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran fisika dengan inkuiri dapat

memberikan pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini juga

sesuai dengan pendapat Wenning (2011) bahwa pembelajaran melalui inkuiri

membuat siswa belajar sains dengan pemahaman yang sangat baik.

Meskipun hasil rata-rata setiap butir soal menunjukkan peningkatan yang

baik, namun ternyata sebagian besar siswa masih mengalami kesalahan pada

beberapa konsep. Beberapa miskonsepsi yang banyak terjadi disajikan dalam

Tabel 2.

Tabel 2. Temuan Miskonsepsi yang Banyak Dialami Siswa

Nomor

Soal Konsepsi Siswa yang Salah

Frekuensi

Pretest Posttest

10 Bayangan nyata hanya dapat dilihat

dengan bantuan layar

14 16

11 Bayangan maya dapat dilihat dengan

bantuan layar

25 14

12 Bayangan maya tidak dapat dilihat

secara langsung oleh mata

18 16

14 Jarak fokus sebuah lup dapat berubah-

ubah sesuai kebutuhan

23 13

Miskonsepsi yang dialami sebagian besar siswa menunjukkan bahwa

siswa masih lemah dalam konsep bayangan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

dikatakan bahwa pembelajaran pada topik kacamata maupun lup masih belum

Page 6: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

bisa memfasilitasi siswa dalam menjawab soal nomor 10, 11 dan 12. Penguatan

materi tentang pembiasan lensa di awal pertemuan juga belum sempat

menyampaikan demonstrasi yang akan menjadi dasar kuat untuk memahami

ketiga konsep tersebut. Untuk konsepsi pada jarak fokus lup, 13 siswa

menganggap bahwa jarak fokus sebuah lup dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.

Hal ini terjadi dikarenakan konsep tersebut tidak terdapat dalam design

pembelajaran. Guru bermaksud agar siswa dapat menemukan/menyadari sendiri

konsep tersebut, namun pada kenyataannya harapan guru belum bisa tercapai

dengan baik.

Selain itu, masih banyak siswa yang belum memahami bagaimana syarat

agar lensa positif dapat berperan sebagai lup. Penilaian penguasaan siswa pada

konsep ini diwakilkan oleh soal uraian (bagian C) nomor 6. Hasil rekap data skor

posttest menunjukkan sebanyak 12 siswa masih mendapat skor nol pada soal ini.

Presentase jawaban soal uraian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Presentase Jawaban Pretest dan Postests Setiap Butir Soal Bagian C

Belum maksimalnya penguasaan konsep siswa tentang syarat penggunaan

lensa positif agar dapat berperan sebagai lup dikarenakan kurang lancarnya

kegiatan diskusi kelompok setelah kegiatan praktikum. Pada saat praktikum,

masih belum ada penjelasan lebih lanjut tentang hubungan jarak yang mereka

temukan dengan jarak fokus lup yang digunakan. Meskipun pada saat kegiatan

penutup guru memberikan penjelasan, namun pada saat kegiatan praktikum guru

belum bisa menggali pemahaman siswa lebih dalam tentang hal ini dikarenakan

jam pelajaran telah berakhir. Kurang lancarnya kegiatan diskusi kelompok di

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6

Pre

sen

tase

Sko

r (%

)

Nomor Soal

Soal Bagian C

Skor Prestest Skor Posttest

Page 7: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

dalam kelas disebabkan karena sedikitnya waktu pembelajaran. Jadwal penelitian

yang berubah secara mendadak menyebabkan proses pembelajaran terganggu.

Kesulitan siswa dalam melakukan kegiatan diskusi maupun praktikum

terjadi karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pra syarat, yakni

pembiasan lensa. Sebagaimana dalam Permendiknas nomor 69 tahun 2013 yang

menjelaskan bahwa kompetensi dasar untuk materi alat optik adalah menganalisis

cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan lensa pembiasan cahaya

oleh cermin dan lensa. Hal ini berarti bahwa sebelum memasuki tahap

pembelajaran alat optik, seharusnya siswa telah memahami materi prasyaratnya

dengan baik terlebih dahulu.

Keterampilan Berpikir Ilmiah

Ada beberapa aspek ilmiah yang ingin dilatihkan melalui pembelajaran

inkuiri terbimbing. Aspek yang dilatihkan antara lain kemampuan merumuskan

masalah; kemampuan mengidentifikasi fenomena yang diselidiki, kemampuan

mendesain percobaan untuk menyelidiki fenomena, kemampuan menggunakan

alat untuk melakukan pengukuran, kemampuan mendeskripsikan hasil

pengamatan dengan kalimat ataupun gambar, kemampuan membuat kesimpulan,

serta kemampuan mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing (guided inquiry) mempunyai

sintaks yang cocok untuk melatihkan keterampilan berpikir ilmiah siswa.

Pencapaian siswa tidak dilihat dari hasil akhir saja, namun juga pada proses

pembelajaran dalam mencapai hasil akhir tersebut. Hasil refleksi menyatakan

bahwa semua siswa mengalami perkembangan dalam beberapa aspek berpikir

ilmiah. Perkembangan baik banyak maupun sedikit dinyatakan siswa dalam

menjawab angket yang diberikan. Hasil tersebut adalah hasil yang cukup baik,

mengingat mereka baru dua kali mendapatkan pembelajaran seperti ini. Hal ini

menunjukkan bahwa dari sudut pandang siswa, pembelajaran inkuiri terbimbing

dapat melatihkan keterampilan berpikir ilmiah dalam membelajarkan topik

kacamata dan lup. Jadi dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir ilmiah siswa

terlatih melalui setiap tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing.

Page 8: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

Respon Siswa terhadap Pembelajaran

Berdasarkan pertanyaan pertama didapatkan bahwa sebagian besar siswa

kelas X-MIA 4 SMAN 2 Malang menyukai pelajaran fisika yaitu sebanyak 22

siswa (84.62%) dari 26 siswa. Respon siswa pada masing-masing pembelajaran

ditunjukkan pada Tabel 3.

Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran melalui

inkuiri terbimbing. Sebagian besar siswa menyatakan pembelajaran inkuiri

terbimbing cocok untuk membelajarkan topik kacamata dan lup. Mereka

mengatakan bahwa pembelajaran topik tersebut dengan menggunakan inkuiri

terbimbing lebih menyenangkan. Adanya kegiatan praktikum inkuiri dan diskusi

kelompok yang dibantu dengan pertanyaan pemandu membuat siswa berpikir

kritis dan tertantang untuk bersaing dengan kelompok lain dalam mendapatkan

hasil yang baik.

Tabel 3. Respon Siswa terhadap Pembelajaran

Aspek yang Ditanyakan

Pembelajaran

Kacamata Pembelajaran Lup

Banyaknya

Siswa Setuju

Persen

(%)

Banyaknya

Siswa Setuju

Presen

(%)

Belum pernah mendapatkan pembelajaran

inkuiri terbimbing (guided inquiry) serupa

23 88.46 22 84.62

Pembelajaran melalui inkuiri terbimbing

lebih menyenangkan

26 100 23 84.62

Inkuiri terbimbing cocok untuk diterapkan

dalam pembelajaran

24 92.31 22 84.62

Kegiatan lebih menarik 22 86.62 21 80.77

Siswa mengakui bahwa pembelajaran ini memiliki kekurangan. Pada

pembelajaran kacamata siswa mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan

di LKS. Pada pembelajaran lup, siswa kesulitan dalam melaksanakan praktikum

dikarenakan petunjuk langkah kerjanya minim. Kelebihan dari pembelajaran

inkuiri terbimbing ini yaitu dapat mengukur pengetahuan awal siswa, melatih

siswa berpikir lebih kritis dan logis saat menjawab pertanyaan, serta lebih aktif

bersama kelompok karena ingin mendapatkan hasil yang baik. Siswa menganggap

pembelajaran inkuiri yang dilakukan dengan kerja kelompok lebih menantang.

Hasil ini sesuai dengan pendapat Wenning (2011) dan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lynn (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dapat

meningkatkan motivasi dan pengalaman belajar siswa. Penelitian lain juga

Page 9: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

menyatakan bahwa penggunaan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam pembelajaran fisika (Andriani, 2011).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) efektif untuk membelajarkan

topik kacamata dan lup karena dapat meningkatkan penguasaan konsep pada topik

kacamata dan lup serta dapat melatihkan tujuh aspek keterampilan berpikir ilmiah,

antara lain merumuskan masalah; mengidentifikasi fenomena yang diselidiki,

mendesain percobaan untuk menyelidiki fenomena, menggunakan alat untuk

melakukan pengukuran, mendeskripsikan hasil pengamatan dengan kalimat

ataupun gambar, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan, pembelajaran di

kelas lebih menyenangkan serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

belajar. Adanya kegiatan praktikum dan diskusi kelompok dapat membuat siswa

aktif, kritis dan tertantang untuk memperoleh hasil yang baik.

Saran

Sebelum memberikan pembelajaran bab alat optik, guru sebaiknya

memastikan terlebih dahulu bahwa siswa telah memahami materi prasyarat, yaitu

pembiasan lensa. Jika sebagian besar siswa belum memahami, maka sebaiknya

guru memberikan penguatan terlebih dahulu demi kelancaran proses pembelajaran

dan pemahaman siswa tentang alat optik.

Sebaiknya guru mendahulukan kelompok siswa yang tertinggal lebih jauh

daripada kelompok lain agar semua kelompok dapat menyelesaikan permasalahan

secara bersama-sama. Guru harus cekatan dalam melakukan pembimbingan

kepada setiap kelompok agar waktu tidak habis untuk memberikan bimbingan

kepada salah satu atau beberapa kelompok saja.

Mata merupakan topik yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum

masuk ke topik kacamata. Sebelum mulai pembelajaran kacamata, sebaiknya guru

memberikan tugas berupa pertanyaan dasar tentang mata kepada siswa agar tidak

Page 10: EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED

menghabiskan banyak waktu di awal pembelajaran untuk memberikan

penjelasan/penguatan tentang mata.

RUJUKAN

Andriani, N. dkk. 2011. Efektifitas Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

(Guided Inquiry) pada Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya di

Kelas VIII SMP Negeri 2 Muara Padang. Makalah disajikan Prosiding

Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan SAINS 2011, Bandung,

22-23 Juni 2011.

Hake, R. R. 1998.Interartive-Engagement versus Traditional Methods: A Six-

Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory

Physics Courses. American Journal of Physisc. 66(1): 67-74.

Kholifudin ,M. Y. 2012. Pembelajaran Fisika dengan Inkuiri Terbimbing Melalui

Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa.

Makalah disajikan dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng &

DIY, Purworejo, 14 April.

Lynn, H. B. 2012. Guided Inquiry Using The 5E Instructional Model with High

School Physics. Skripsi tidak diterbitkan. Bozeman: Montana State

University.

Morgan, G. A, dkk. 2005. SPSS for Introductory Statistic: Use and Interpretation

(Second Edition). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Permendiknas Nomor 69. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas

Serway, R. A. & Jewett, J. W. 2004. Physics for Scientist and Engineers Sixth

Edition. California: Thomson Brooks/Cole

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Suwasono, P. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Fisika

Angkatan Tahun 2010/2011 Offering M Kelas G Melalui Penerapan

Pembelajaran Fisika Model Inkuiri Terbimbing. Jurnal Fisika dan

Pembelajarannya. 15 (1).

Wenning, C. J. 2005. Levels of Inquiry Model of Science Teaching: Levels of

inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inqury processes.

Journal of Physics Teacher Education Online, 2(3): 3-11. (Online),

(http://www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses 27 November 2013.

Wenning, C. J. 2011. Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses.

Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2): 9-16. (Online),

(http://www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses 27 November 2013.