119
EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA PRODUK MURABAHAH DI BMT KOTA SORONG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) OLEH Amalia Karim Seknun 11140460000014 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

  • Upload
    vandang

  • View
    237

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

i

EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH

PADA PRODUK MURABAHAH DI BMT KOTA SORONG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

OLEH

Amalia Karim Seknun

11140460000014

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

Page 2: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

ii

Page 3: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

iii

Page 4: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

iv

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Amalia Karim Seknun

NIM : 11140460000014

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh strata satu (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini sudah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkan.

4. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau

tanpa izin pemilik karya.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya

ini.

Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah

melakukan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang

ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat

dengan sesungguhnya.

Ciputat, 17 Januari 2019

Penulis

Amalia Karim Seknun

Page 5: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

v

ABSTRAK

Amalia Karim Seknun. NIM 11140460000014. EFEKTIVITAS

PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA PRODUK

MURABAHAH DI BMT KOTA SORONG. Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

1439/2019. x + 93 halaman 5 lampiran.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu indikator penting

dalam mewujudkan tatanan perekonomian syariah yang lebih baik. Kepengawasan

DPS menjadi aktivitas penting untuk mengawasi perkembangan produk-produk di

lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk pada Baitul Maal wat Tamwil

(BMT). DPS pada BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah Kota

Sorong melakukan pengawasan terhadap produk-produk di BMT tersebut

terutama pada produk pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah kini

menjadi permintaan pembiayaan terbanyak oleh nasabah BMT kota Sorong,

sehingga skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimanakah implementasi

akad murabahah yang terjadi pada BMT Kota Sorong dengan kesesuaiannya pada

fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

apakah DPS telah mengawasi akad pembiayaan murabahah ini sesuai dengan

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

penelitian hukum normatif-empiris dengan menggunakan pendekatan Statue

Approach dan Case Approach yangmana menggunakan teknik pengumpulan data

dengan melakukan kajian dengan cara studi pustaka, studi lapangan dengan corak

wawancara, studi dokumen, dan teknik triangulasi.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi akad

murabahah di BMT Kota Sorong masih belum sesuai dengan yang diatur oleh

fatwa-fatwa DSN MUI dan Peraturan Perundang-undangan. Ketidaksesuain ini

dikarenakan kurangnya evaluasi DPS dalam pengawasan BMT tersebut, sehingga

kepengawasan DPS dalam produk Murabahah di BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah

dan BMT Nur Rahmah Kota Sorong dapat dikatakan belum efektif.

Kata Kunci : Dewan Pengawas Syariah (DPS), Baitul Maal wat

Tamwil (BMT), Akad Murabahah, dan Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesi (SKKNI).

Dosen Pembimbing : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.

Daftar Pustaka : 1992 s.d 2017

Page 6: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمان الرحيم

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Pertama-tama penulis panjatkan puji

syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan

segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan dengan seizin Nya. Shalawat serta Salam semoga tercurahkan kepada baginda

Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya dan semoga dapat

menjadi suri tauladan bagi kita semua umat manusia dan semoga kita dapat

mendapatkan syafa‟atnya.

Penulisan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak dalam penyusunannya.

Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap civitas

akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara

khusus pula penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Asep Saifudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Hasan Ali selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan

Bapak Abdul Rouf selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.

3. Bapak Ah. H. Azharuddin Lathief selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan

Bapak Fathurrahman Djamil selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis

hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Para Pengurus Perpustakaan

Fakultas, dan Para Pengurus Perpustakaan Utama.

5. Para pengurus akademik Fakultas Syariah dan Hukum, Bapak Guruh, Ibu

Mia, Ibu Senja, Ibu Susi, Ibu Rohaya, Ibu Yanti, Pak Mara dan lain-lain

para pengurus Fakultas Syariah dan Hukum.

6. Bapak Nursono Sidik,Bapak Mungawan, Bapak Syamsul Arifin, Bapak

Siswanto, Mas Hakin, dan Ibu Astini selaku Dewan Pengawas Syariah

BMT Kota Sorong dan Para Manager BMT di Kota Sorong yang sudah

meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan wawancara

yang penulis ajukan dan telah memberikan dokumen yang penulis

butuhkan.

7. Orang Tua tercinta dan tersayang Ayahanda Abdul Karim Seknun dan

Ibunda Dince Ajub yang selalu memberikan dukungannya kepada penulis,

baik dukungan spiritual maupun dukungan material.

Page 7: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

vii

8. Abang-abang tercinta Ali Zainal Abidin dan Muslih Muhaimin serta adik

tercinta Dinda Maharani Seknun yang selalu memberikan dukungan baik

spiritual maupun material.

9. Teman-teman penulis, Faa Izah, Syifa Conita, Dina Ismiyanti, Apriyani,

Thoivah, dan Saniyyah serta teman-teman HES angkatan 2014 yang selalu

setia menemani dan memberikan banyak kenangan selama masa-masa

perkuliahan.

10. Teman-teman penulis tercinta yang selalu ada saat suka dan duka, Bens,

Bakrie, Tacki, Ammar, Richard, Ferdian, Nadir, Daffa, Oji, Fathur, Ulum,

Rifqi, Aulia, Amri, Fachri, Mine, Unuy, Indah, dan Leha.

11. Keluarga HMI dan KOHATI KOMFAKSY, Keluarga Lawson, Keluarga

HMPS HES, Keluarga DEMA FSH 2017, Keluarga IKPDN Jakarta, serta

seluruh adik-adik mahasiswa-mahasiswi FSH yang tidak bisa disebutkan

satu persatu yang selalu memberikan semangat dan senyum terbaiknya

kepada penulis.

12. Abang-abang, kakak-kakak, adik-adik terbaik selama masa perkuliahan,

Bang Husnul Qari, Bang Kevin, Bang Ume, Bang Abenk, Bang Zaki,

Bang Aslam, Bang Diaz, Bang Cenna, Bang Binjo, Bang Fawwaz, Ka

Matin, Ka Aam, Ka Nurul, Ka Dendi, Ka Wirda, Riri, Dhea, Yuni, Kiki,

Ayu, Vania, Fanny, Acong, Akmal, Umam, Rikas, Rayhan, Yasin, Kemal,

Dita, Cika, Diah, Fildzah, Juray, Ikhwan, Hafsah, Nina, Uum, Arul, Egar,

dan Arsyad yang selalu memberikan waktu-waktu terbaiknya untuk

penulis.

Terima kasih atas semua dukungan yang telah diberikan oleh orang-orang

yang telah hadir di dalam kehidupan penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu. Semoga semua dukungan dan kebaikan yang telah kalian berikan

mendapat balasan yang mulia dari Allah SWT dan kita semua selalu berada dalam

lindungan-Nya serta dipermudah segala urusan di dunia maupun di akhirat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh

dari kata sempurna, namun semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga kita semua selalu

berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal Aalamiin.

Penulis

Amalia Karim Seknun

Page 8: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah............................................. 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7

E. Kajian (review) Studi Terdahulu ................................................ 8

A. Metode Penelitian ........................................................................ 13

B. Sistematika Penulisan .................................................................. 18

BAB II EFEKTIVITAS PENGAWASAN DAN FATWA DALAM

TINJAUAN TEORITIS ................................................................... 20

A. Kerangka Teori ............................................................................ 20

B. Konsep Dewan Pengawas Syariah (DPS) ................................... 26

C. Baitul Maal Wat Tamwil ............................................................. 39

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI AKAD

MURABAHAH ................................................................................ 44

A. Akad Murabahah ......................................................................... 44

B. Profil BMT Al-Hijrah .................................................................. 62

C. Profil BMT Aisyiyah ................................................................... 64

D. Profil BMT Nur Rahmah ............................................................ 67

Page 9: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

ix

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN DPS

DENGAN SKNNI NO. 25 TAHUN 2017 ........................................ 70

A. Analisis Pelaksanaan Inventarisasi Bahan Pengawasan DPS

di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No.25 Tahun

2017 ............................................................................................. 71

B. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Akta

Perjanjian Murabahah di BMT Kota Sorong sesuai dengan

SKKNI No.25 Tahun 2017 .......................................................... 72

C. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Prosedur

Produk dan/atau Layanan Baru di BMT Kota Sorong sesuai

dengan SKKNI No.25 Tahun 2017 ............................................. 79

D. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Pemasaran

Produk di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No.25

Tahun 2017 .................................................................................. 81

E. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Laporan

Keuangan di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No.25

Tahun 2017 .................................................................................. 82

F. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap

Penyusunan Opini Syariah di BMT Kota Sorong sesuai

dengan SKKNI No.25 Tahun 2017 ............................................. 85

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 87

A. Kesimpulan .................................................................................. 87

B. Rekomendasi ............................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 89

LAMPIRAN

Page 10: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI)

PengawasanSyariah .......................................................................... 34

Tabel 2.2 Ruang Lingkup Pengawasan ........................................................... 35

Page 11: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kegiatan Usaha KSPPS/USPPS Koperasi ..................................... 35

Gambar 3.1 Skema Pembiayaan Murabahah ..................................................... 47

Gambar 3.2 Akad murabahah li al-amir bi al-syira‟ .......................................... 60

Gambar 3.3 Akad Murabahah di LKS versi Fatwa DSN-MUI. ........................ 60

Gambar 3.4 Produk murabahah ......................................................................... 61

Page 12: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai cita-cita yakni untuk

menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata

dan berkeadilan, sesuai dengan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Dengan cita-cita negara yang

seperti ini, dapat diwujudkan dengan memberikan kesehjateraan

perekonomian yang baik kepada warga negara Indonesia tanpa terkecuali baik

dari daerah yang terpencil maupun daerah yang telah maju pesat, baik dari

kepulauan yang terkecil sampai pulau yang paling besar.

Maka itu, perlu diperhatikan bahwa masih banyak perekonomian

daerah-daerah yag jauh dari pengamatan pemerintahan, sehingga harus

adanya kebijakan-kebijakan yang menjadi pembaharu untuk dapat

mewujudkan cita-cita Indonesia. Perekonomian yang tumbuh dengan pesat

juga tidak luput dari berbagai macam transaksi yang dilakukan setiap individu

di negeri ini. Dari transaksi yang berbasis konvensional sampai dengan

transaksi yang berbasis syariah. Transaksi berbasis syariah mulai

menunjukkan perkembangan yang pesat yang mampu disetarakan dengan

transaksi yang bersifat konvensional.2

Terjadinya transaksi syariah ini merupakan peningkatan terhadap

mekanisme pada transaksi konvensional yang tidak sesuai dan bertentangan

dengan Hukum Islam. Maka dengan peningkatan ini, muncul berbagai

lembaga keuangan makro maupun mikro syariah. Tidak bisa dinafikkan

bahwa perkembangan lembaga mikro syariah tumbuh cepat, baik bank

maupun non bank. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya koperasi syariah

dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang muncul di tengah masyarakat.3

1Pembukaan UUD 1945

2Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, (Jakarta:UUI Pres, 2004), h.129.

3Abdul Aziz, Hisyam Faturrahman, Nugraha, “Peran DPS dalam pengawasan Operasional

BMT” , (Vol.III No.II, 2015), h. 21.

Page 13: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

2

BMT ini muncul bukan hanya di daerah-daerah pusat yang telah

berkembang, tetapi juga daerah-daerah terpencil di ujung pulau yang

menandakan telah adanya kemajuan perekonomian yang bersifat syariah.

Salah satunya adalah di daerah Papua Barat yakni Kota Sorong telah berdiri

empat BMT yang membantu aktivitas ekonomi masyarakat kota Sorong,

sebagaimana yang diketahui bahwa Papua-Papua Barat adalah daerah yang

berdomisili dengan keyakinan yang dianut sebagian besarnya adalah non

muslim, tetapi aspek syariah kini dapat berdiri di tengah-tengah Kota

tersebut. BMT sebagai bagian instrument pengembang aktivitas di bidang

ekonomi, juga mengalami beragam tantangan yang dihadapi system

keuanganislam seperti aspek teoritis, operasional, maupun implementasi.4

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan pelaku ekonomi baru

dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan

prinsip syariah dimana Baitul Maal Wat Tamwil bersifat sosial, namun dalam

pelaksanaannya juga berorientasi untuk kepentingan bisnis namun

operasional dan transaksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam

Hukum Islam.5 BMT didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat setempat

sehingga mengakar pada masyarkat dan perputaran dana semaksimal

mungkin digunakan.

Kemudian untuk menjaga agar BMT ini tidak menyimpang dari rambu-

rambu yang telah diatur maka harus ada kepengawasan tentang hal tersebut.

Perlunya pengawasan tersebut dibutuhkannya Dewan Pengawas Syariah

(DPS), seperti halnya yang ada pada perbankan syariah. Peraturan yang

menyebutkan bahwa lembaga keuangan yang menjalankan bidang usahanya

berdasarkan prinsip syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah di

dalamnya, khususnya pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro.6

Tugas dan fungsi DPS pada BMT tidak jauh berbeda dengan apa yang

terdapat pada perbankan. Dewan Pengawas Syariah ini diberi kewenangan

4Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam : Teori dan Praktek, terj.Oleh

A.K. Anwar, (Jakarta:Prenada Media Group, 2008), h. 373. 5Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil, (Jakarta:UUI Pres, 2004), h. 34.

6Heri Sudarsono, Bank& Lembaga Keuangan Syariah, Deskrpsi dan Ilustrasi,

(Yogyakarta:Ekonisia,2004), h. 45.

Page 14: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

3

untuk mengawasi dan mengarahkan aktivitas lembaga keuangan tersebut agar

tetap berada pada koridor yang ditetapkan Hukum Islam. Permasalahan yang

kemudian timbul yaitu apakah DPS yang ada pada BMT sekarang ini telah

mengawasi prosedur sesuai dengan syariat serta tidak melanggar aturan-

aturan yang terdapat di dalam Hukum Islam.7

Beberapa tahun terakhir ini lembaga keuangan syariah dihantam berita-

berita kurang baik soal pelaksanaan tata kelola dan pengawasan yang ternyata

dapat dibobol dan dipermainkan bahkan oleh pihak internal sendiri.

Lemahnya pengendalian internal ini disinyalir dari kurang kuatnya sistem

pengawasan yang dijalankan oleh entitas tersebut. Namun yang lebih

disayangkan lagi, adalah nama besar syariah yang diusungnya, yang

kemudian menjadi demikian tercemar. Meski yang dibenturkan adalah resiko

operasionalnya, sisi syariah tetap saja dipertanyakan. Sebab untuk kesekian,

lembaga ini diuji, bahwa entitas syariah juga ternyata tidak kebal dari moral

hazard.8

Mohammad Hudaib, dari University of Glasglow, UK, dalam sebuah

diskusi yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Islam (STEI)

SEBI, Depok, mengkritik pelaksanaan pengawasan syariah yang selama ini

hanya mengandalkan komite syariah atau Dewan Pengawas Syariah.

Sementara manajemen sendiri tidak memiliki kapabilitas syariah yang cukup.

Beliau menyampaikan bahwa setidaknya ada empat, isu utama yang menjadi

tantangan penerapan pengawasan atau audit syariah di lembaga keuangan

syariah. Meliputi, masih terpisahnya pelaksanaan audit syariah dan

konvensional, masih lemahnya independensi auditor syariah, kurang jelasnya

ruang lingkup audit syariah, serta kompetensi dan kualifikasi dari pelaksana

audit syariah itu sendiri yang perlu ditingkatkan.9

Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lebaga keuangan

syariah dan bank agar tidak menyimpang dari prinsip syariah yang telah

7Abdul Latif, “Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada BMT Tumang”,

(Vol.III no.III, 2017), h. 14. 8Diakses tanggal 28 November 2016 dalam Mysharing.co/Dewan-Pengawas-Syariah-Saja-

Tidak-Cukup. 9Diakses tanggal 28 November 2016 dalam Mysharing.co/Dewan-Pengawas-Syariah-Saja-

Tidak-Cukup.

Page 15: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

4

difatwakan oleh DSN. Pengawasan yang dilakukan oleh DPS mengalami

kesulitan dikarenakan banyak faktor, seperti anggota DPS yang tidak

menguasai fiqh muamalah terapan dan penguasaan ilmu ekonomi dan

keuangan khususnya perbankan. 10

Kesalahan dalam penetapan DPS di Indonesia adalah mengangkat DPS

yang sangat terkenal dari organisasi masyarakat (ormas) Islam atau terkenal

dalam ilmu agamanya (ulama), tetapi tidak berkompeten dalam bidang

ekonomi perbankan dan keuangan syariah, akibatnya pengawasan dan peran-

peran strategis lainnya sangat tidak optimal.

Dewan Pengawas Syariah juga harus memiliki ilmu yang terkait

dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter misalnya, dampak

bunga terhadap investasi, produksi, unemployment. Dampak bunga terhadap

inflasi dan volatilitas currency. Maka dari itu, peran dan fungsi DPS

sangatlah penting dalam rangka menjaga kemurnian ajaran islam dalam

bermuamalah dan dalam praktik perbankan, sehingga belum optimalnya

peran DPS memungkinkan terjadinya pelanggaran aspek syariah dalam

kegiatan usaha keuangan syariah.

Banyak kasus yang menyimpang yang terjadi pada lembaga keuangan

syariah dari kurangnya peran Dewan Pengawas Syariah seperti adanya DPS

dalam melakukan pertemuan dengan manajemen seminggu sekali, tapi ada

juga yang dalam setahun tidak pernah muncul. Kisah kurang aktifnya para

Dewan Pengawas Syariah mengakibatkan manajemen yang mengelola

lembaga keuangan syariah mendasarkan operasionalnya kepada

pengetahuannya sendiri yang tentunya terbatas. Hal ini dapat menimbulkan

pertanyaan akan keabsahan operasional di mata masyarakat.

Para dewan pengawas syariah yang kurang aktif tentu tanpa sebab.

Petama, bisa jadi DPS yang ditempatkan di lembaga keuangan syariah

tersebut adalah tokoh masyarakat yang sangat sibuk sehingga tidak punya

waktu untuk mengawasi laporan dari manajemen. Kedua, DPS yang merasa

10

Abdul Aziz, Hisyam Faturrahman, Nugraha, “Peran DPS dalam pengawasan Operasional

BMT “, (Vol.III No.II, 2015), h. 22.

Page 16: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

5

kurang pengetahuannya dalam bidang itu sehingga menyerahkan saja

sepenuhnya masalah lembaga keuangan syariah kepada manajemen. Padahal,

DPS biasanya terdiri dari ulama yang memiliki spesialisasi dalam fiqh

muamalah maaliyah atau hukum syariah mengenai transaksi yang

berhubungan dengan utang-piutang dan sejenisnya.11

Adapula yang DPS nya memang selalu hadir dalam pertemuan

seminggu sekali dan mengkaji kajian ekonomi syariah dengan para

manajemennya dalam dua atau tiga bulan sekali, namun tetap saja hasil dari

kegiatan tersebut tidak berimpek kepada pembiayaan yang diterapkan oleh

manajemennya di BMT itu sendiri. Salah satu contohnya adalah, DPS yang

berada di daerah Papua-Papua Barat tidak bersertifikasi Dewan Syariah

Nasional (DSN) karena kurangnya pemahaman yang memumpuni soal

hukum ekonomi Syariah. Ditambah lagi, kurangnya pengetahuan dari

manajemen itu sendiri, sehingga kurangnya kesesuaian dalam penerapan

pembiayaan syariah yang berada di BMT-BMT kota Sorong.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik

untuk membahas masalah keefektivitasan pengawasan Dewan Pengawas

Syariah (DPS) pada produk Murabahah di BMT kota Sorong, Papua Barat.

Karena pada dasarnya pembiayaan murabahahlah yang paling banyak

digunakan di BMT Kota Sorong. Terdapat tiga BMT di kota Sorong yang

akan menjadi objek penelitian ini. Dalam observasi pertama yang dilakukan

penulis, ketiga BMT ini masing-masing memiliki tiga orang Dewan

Pengawas Syariah. Dari permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap evektivitas pengawasan DPS dengan

mengambil judul : “EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN

PENGAWAS SYARIAH PADA PRODUK MURABAHAH DI BMT

KOTA SORONG”.

11

Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam: Catatan kritis Terhadap

Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Tanggerang: Shuhuf Media Insani,

2012), h. 252-253.

Page 17: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis

mengidentifikasi adanya masalah yang diantaranya adalah :

1. Bagaimanakah peran dan wewenang DPS di Lembaga Keuangan

Syariah ?

2. Apakah penunjukan DPS sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur ?

3. Bagaimana cara DPS mengawasi kegiatan usaha yang berprinsip

syariah ?

4. Apa saja akad-akad pembiayaan yang digunakan oleh BMT Kota

Sorong ?

5. Apakah mekanisme akad pembiayaan yang digunakanoleh BMT Kota

Sorong sudah sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia ?

6. Apakah semua lini baik DPS maupun manajemen BMTtelah

mengetahui ketentuan dan mekanisme akad-akad pembiayaan yang

digunakan oleh BMT Kota Sorong ?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Setelah latar belakang dan identifikasi masalah diuraikan, untuk

membuat penelitian ini menjadi lebih terarah, pembatasan masalah perlu

dilakukan. Untuk memfokuskan penelitian dan memudahkan proses

analisis, maka penelitian ini dibatasi hanya dengan membahas tentang

efektivitas pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap produk

murabahah di BMT Kota Sorong berdasarkan Peraturan Menteri

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonsesia (SKKNI). Hal ini mencakup peran,

pelaksanaan, serta kendala yang terjadi di dalam BMT Kota Sorong

selama melaksanakan regulasi tersebut. BMT kota Sorong yang menjadi

fokus penelitian yakni pada BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah, dan BMT

Nur Rahmah.

Page 18: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

7

2. Rumusan Masalah

Berikut merupakan perumusan masalah penelitian yang dirincikan

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah kesesuaian akad murabahah di BMT kota Sorong

dengan Fatwa DSN MUI tentang Murabahah ?

b. Bagaiamanakah mekanisme pengawasan DPS terhadap produk

Murabahah di BMT kota Sorong ? apakah sudah efektif sesuai dengan

Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017

Tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonsesia (SKKNI) ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Tujuan Umum

1) Secara umum, tujuan penelitian atas beberapa permasalahan

yang telah dipaparkan di atas untuk mengetahui dan memahami

efektivitas suatu pengawasan DPS terhadap produk Murabahah

di BMT kota Sorong. Yakni pada BMT Al-Hijrah, BMT

Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah.

b) Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian atas beberapa permasalahan

yang telah dipaparkan di atas untuk:

1) Mengetahui kesesuaian akad murabahah di BMT kota Sorong

dengan Fatwa DSN MUI tentang Murabahah.

2) Mengetahui mekanisme pengawasan DPS terhadap produk

Murabahah di BMT kota Sorong dan efektivitas pengawasan

DPS terhadap produk Murabahah di BMT kota Sorongsesuai

dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun

2017 Tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonsesia

(SKKNI).

Page 19: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

8

2. Manfaat Penelitian

Pada permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, diharapkan

dapat memberikan beberapa manfaat. Terdapat dua hal yang dapat

memberikan manfaat dari penilitian ini, yaitu manfaat secara teoritis dan

praktis.

a) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat serta

pembelajaran kepada para pihak yang akan melakukan penelitian pada

bidang Hukum Ekonomi Syariah terkait keefektivitasan pengawasan

DPS terhadap produk Murabahah di BMT kota Sorong berdasarkan

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonsesia (SKKNI).

b) Manfaat Praktis

Penelitian ini, secara praktis diharapkan bisa memberikan

manfaat bagi penulis guna menambah wawasan dan pengetahuan

sertamenambah rujukan kepada para praktisi dalam mengevaluasi

perkembangan pengawasan DPS terhadap produk BMT maupun

melihat kemajuan dari BMT sebagai perekonomian masyarakat di

Kota Sorong. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang efektivnya suatu

kepengawasan terhadap produk di BMT kota Sorong, sehinnga mampu

mewujudkan perkembangan dan kemajuan perekonomian di daerah itu

sendiri maupun negara sesuai pada cita-cita yang terdapat pada pilar

bangsa.

E. Kajian (review) Studi Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai efektivitas

pengawasan DPS terhadap produk di BMT oleh para akademisi. Agar

penelitian yang dilakukakn penulis mengenai pengawasaan ini tidak sama

dengan penelitian sebelumnya, maka penulis mencari data serta memahami

penelitian yang sudah ada. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya

Page 20: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

9

kesamaan dengan penelitian sebelumnya dan penulis akan menyertakan

beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai pembanding mengenai penelitian

yang akan penulis bahas. Adapun penelitian terdahulu sebagai berikut:

Penulis yang bernama Ulfa Fauziah, dengan judul jurnal “Analisis

Peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap produk BMT As-

Syafi’iyyah Gisting Tanggamus Menurut Etika Kerja Islam” Tahun 2017.

Membahas tentang tugas dan fungsi dewan pengawas syariah pada lembaga

keuangan syariah yakni BMT As-Syafi‟iyyah Gisting Tanggamus. Pembinaan

dan pengawasan BMT dilakukan oleh DPS terkait dengan pemenuhan prinsip

atau produk dan lembaga keuangan syariah. Namun apakah DPS telah

melaksanakan setiap tugasnya dengan baik dan mengawasi prinsip syariah

yang disusun oleh BMT. Bahwa tugas pokok dewan pengawas syariah KJKS

BMT sebenarnya telah disebutkan secara jelas dalam Standar Operasional

Prosedur (SOP) KJKS yang tertuang dalam peraturan Mentri Negara

Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesai Nomor:

35.2/Per/Mkum/X/2007. Peran utama para ulama dalam DPS adalah

mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan

ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku

di BMT sangat khusus dibanding bank konvensional. Karena itu diperlukan

garis panduan yang mengaturnya. Garis panduan itu disusun dan ditentukan

oleh DSN.

Salah satu yang masih menjadi tanda tanya di lapangan adalah tugas

pokok DPS pada KJKS BMT, kebingungan dan ketidakjelasan ini

menjadikan sebagian besar DPS menjadi pasif dan memposisikan diri hanya

sebagai konsultan syari‟ah padahal berbeda tugas pokok konsultan syariah

dengan pengawas syariah. Dengan demikian, bahwa DPS yang ada pada

BMT As-Syafi‟iyyah Gisting Tanggamus fungsi sebagai DPS jauh dari

optimal. Banyak diantaranya anggota DPS tidak berperan sama sekali

mengawasi operasional perbankan atau lembaga syariah tersebut. Hal ini

disebabkan dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, tugas,

wewenang, dan tanggungjawab DPS dalam mengawasi produk-produk di

Page 21: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

10

BMT tersebut. Fenomena yang ada pada BMT ini bahwa peran DPS tidak

sesuai dengan kewajibannya.

Pada jurnal ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang diteliti oleh

penulis, yakni pada keefektivitasan pengawasan DPS. Keefektivitasan

pengawasan DPS ini akan diukur dengan kepatuhan syariahnya, bukan hanya

pada peran dan fungsi DPS pada BMT tersebut. Perbedaan yang sangat jelas

pula pada objeknya yakni BMT kota Sorong yangmana terdiri dari empat

BMT. Akan dihimpun hasil keefektivitasan pengawasan DPS terhadap satu

akad yang berada di keempat BMT di kota Sorong tersebut dengan tolak ukur

yang dipakai adalah kepatuhan syariah itu sendiri.

Penulis yang bernama Sofiyah dengan judul jurnal “Analisis

Efektivitas Keputusan DSN-MUI No.3 Tahun 2000 Berkaitan dengan

Dewan Pengawas Syariah di Baitul Mal Wa Tamwil Studi Kasus di BMT

Magelang” Tahun 2012. Membahas tentang upaya untuk menelaah dan

menganalisa kembali efektivitas Keputusan DSN-MUI No. 3 Tahun 2000

berkaitan dengan DPS di Lembaga Keuangan Syariah. Kemudian keputusan

DSN-MUI No. 3 Tahun 2000 ini masih berkaitan dengan DPS di LKS efektif

untuk dilaksanakan pada BMT atau tidak. Maka analisis ini menunjukkan

bahwa Keputusan DSN-MUI No.3 tahun 2000 berkaitan dengan DPS yang

ada di BMT belum mampu memenuhi sebagian persyaraan penetapan

anggota dewan pengawas syariah diantaranya syarat tiap anggota BMT

minimal memiliki tiga orang DPS serta syarat untuk memenuhi kelayakan

sebagai Dewan Pengawas Syariah harus memiliki surat/sertifikasi dari DSN.

Selain itu, keberadaan DSN baru sebatas memayungi hukum lingkup lembaga

keuangan makro, sementara itu, lembaga keuangan mikro belum terlingkupi

olehnya.

Pada jurnal ini terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan ditulis

oleh penulis yakni penulis akan membahas tentang efektivitasnya

pengawasan DPS terhadap produk di BMT kota Sorong, yangmana tolak

ukurnya ada pada kepatuhan syariahnya. Kemudian tidak hanya terfokus pada

Keputusan DSN-MUI No.3 Tahun 2000 saja, karena dengan adanya

Page 22: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

11

Keputusan Menteri Koperasi No. 2 Tahun 2017 yang baru, maka menjadi

regulasi yang kuat terkait kepengawasan DPS pada BMT itu sendiri.

Penulis yang bernama Devika Refgiani, dengan Judul “Efektivitas

Pengawasan Penerapan Prinsip Syariah Oleh Dewan Pengawas Syariah

(Studi Kasus pada BPRS Amanah Sejahtera)” Tahun 2016. Membahas

tentang efektivitas pengawasan penerapan prinsip syariah dengan pendekatan

dari penilaian informan. Yangmana informan memiliki pertimbangan lain

dalam menilai efektivitas pengawasan oleh DPS. Pertimbangan dalam menilai

pengawasan DPS adalah bagaimana DPS sendiri telah melakukan

pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan dengan baik. Kemudian DPS juga

menjalankan pengawasan dengan kemampuan terbaiknya. DPS juga

memberikan prioritas kepada BPRS Amanah Sejahtera dan memberikan

kemudahan dalam komunikasi.

Jurnal diatas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan ditulis

oleh peneliti, yakni pada jurnal ini akan meneliti pada BMT kota Sorong

bukan pada BPRS. Kemudian penilaian DPS bukan hanya pada penilaian

informan melainkan pada kepatuhan syariah. Pada jurnal ini juga akan

menjadikan keputusan Mentri Ketenagakerjaan sebagai landasan hukum

untuk mengkur keefektivitasan pengawasan DPS pada produk di BMT kota

Sorong.

Penulis yang bernama Abdul Latif, dengan judul “Mekanisme

Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Baitul Mal Wat

Tamwil (BMT) Tumang”. Tahun 2017. Membahas bahwa mekanisme

pengawasan DPS di BMT Tumang melakukan pengawasan setiap bulannya,

yakni tiga kali dalam satu bulan. Proses mekanisme pengawasan DPS atas

penerapan prinsip syariah di BMT Tumang dilakukan secara on the spot, tiba-

tiba DPS datang untuk melihat dan meminta data. mekanisme pengawasan

DPS di BMT Tumang melakukan pengawasan setiap bulannya, yakni tiga

kali dalam satu bulan. Proses mekanisme pengawasan DPS atas penerapan

prinsip syariah di BMT Tumang dilakukan secara on the spot, tiba-tiba DPS

datang untuk melihat dan meminta data. Aktivitas DPS pada BMT ini murni

Page 23: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

12

pengawasan, dalam praktiknya ke cabang-cabang BMT Tumang agenda

dengan audit internal. DPS juga turut menjadi bagian untuk menyusun SOP

pada BMT tersebut.

Jurnal diatas memiliki perbedaan dengan penelitian yang diteliti oleh

penulis yakni, penulis akan membahas tentang keefektivitasan pengawasan

DPS pada produk di BMT kota Sorong, yangmana akan mencakup

mekanisme DPS tetapi berkesimpulan pada keefektivitassannya. Mekanisme

pengawasan DPS nantinya akan menjadi tolak ukur saja. Karena pada

mekanisme hanya membahas bagaimana cara kerja atau aturan main dalam

kepengawasan DPS itu sendiri, sedangkan keefektivitasan kepengawasan

DPS pada produk BMT di Kota Sorong membutuhkan lebih daari itu, harus

pada kesesuaian Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017

Tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Penulis yang bernama Khotibul Umam, dengan judul “Urgensi

Standarisasi Dewan Pengawas Syariah dalam Meningkatkan Kualitas

Audit Kepatuhan Syariah”. Tahun 2015. Membahas Standarisasi Dewan

Pengawas Syariah perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat kapasitas

mereka sebagai audit kepatuhan yariah yang memberikan jaminan kepada

masyarakat atas kehalalan investasi dan aktivitas ekonomi di lingkungan

lembaga keuangan syariah. Keberadaan standarisasi DPS akan menjadi suatu

keniscayaan mengingat bentuk jasa yang diberikan oleh DPS menyangkut

penegasan tentang suatu kualitas pernyataan kesesuaian syariah yang harus

mempertanggungungjawabkan asersi tersebut kepada pihak lain, baik kepada

masyarakat maupun kepada regulator yang mengawasi kinerja dan

perkembangan lembaga keuangan syariah seperti DSN, BI maupun OJK.

Dengan memasukkan syariah kedalam sekolah profesi di perguruan tinggi,

niscaya akan dapat meningkatkan profesionalisme DPS.

Jurnal diatas memiliki perbedaan dengan penelitian yang diteliti oleh

penulis yakni, penulis akan membahas tentang keefektivitasan pengawasan

DPS pada produk di BMT kota Sorong, bukan pada urgensi standarisasi DPS

itu sendiri. Walaupun penulis akan membahas keefektivitasan pengawasan ini

Page 24: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

13

diukur pada kepatuhan syariah, sepeerti yang dibahas oleh jurnal diatas, tetapi

penulis menekankan pada Efektivitas kepengawasan yang dilakukan oleh

DPS pada produk BMT di kota Sorong

Penulis yang bernama Abdul Aziz, Hisyam, Nugraha dengan judul

jurnal “Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Pengawasan Operasional

Baitul Mal Wat Tamwil (Studi di BMT Alfa Dinar Karanganyar)” Tahun

2017. Membahas tentang Dewan Pengawas Syariah yang menjalankan tugas

dan wewenangnya dengan cukup baik. Karena proses pengawasan dari DPS

telah dilakukan sesuai patokan. Mulai dari mengawasi kesesuaian kegiatan

operasional BMT terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI serta

pedoman Akad Syariah BMT, dan juga penilaian aspek syariah terhadap

pedomann operasional dan produk yang dikeluarkan oleh BMT. Pengawasan

ini meliputi pemeriksaan terhadap jenis akad yang akan diterapkan pada

produk BMT agar tidak terjadi penyimpangan transaksi syariah, serta

pengawasan pada saat proses transaksi sedang dilakukan.

Pada jurnal ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang diteliti oleh

penulis, yakni pada keefektivitasan pengawasan DPS. Keefektivitasan

pengawasan DPS ini akan diukur dengan kepatuhan syariahnya, bukan hanya

pada peran dan fungsi DPS pada BMT tersebut. Perbedaan yang sangat jelas

pula pada objeknya yakni BMT kota Sorong yangmana terdiri dari empat

BMT. Akan dihimpun hasil keefektivitasan pengawasan DPS terhadap satu

akad yang berada di keempat BMT di kota Sorong tersebut dengan tolak ukur

yang dipakai adalah kepatuhan syariah itu sendiri. Pada jurnal diatas

membahas peran DPS pada operasionalnya jadi secara keseluruhan, tidak

seperti yang akan dibahas oleh penulis yangmana hanya mencakup pada satu

akad di BMT kota Sorong.

C. Metode Penelitian

Penelitian (research) berarti pencarian kembali, yaitu pencarian

terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah) dan hasil dari pencarian tersebut

Page 25: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

14

digunakan untuk menjawab permasalahan tertentu.12

Penelitian pada dasarnya

adalah suatu kegiatan yang terencana dilakukan dengan metode ilmiah

bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran

ataupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa yang ada.13

Inti daripada metodelogi dalam setiap penelitian hukum adalah

menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus

dilakukan. Disini peneliti menentukan metode apa yang akan diterapkan, tipe

penelitian yang dilakukan, metode populasi dan sampling, bagaimana

pengumpulan data akan dilakukan serta analisis yang dipergunakan. Seorang

peneliti sebelum melakukan penelitian dituntut umtuk menguasai dan dapat

menerapkan metodologi penelitian hukum dengan baik.14

Agar penelitian ini memiliki metode yang sesuai dalam penelitian yang

akan dilakukan. Oleh karena itu, pada bab ini akan membahas mengenai

metode penelitian hukum yang digunakan, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini jelas penelitian yang digunakan adalah jenis

penelitian hukum normatif-empiris. Jenis penelitian hukum normatif

empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara jenis penelitian

hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.

Metode penelitian normatif-empiris adalah sebuah implementasi ketentuan

hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa

hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.

Hukum empiris normatif, yaitu pendekatan yang bergerak dari teori

ke fakta/pengalaman untuk menguji kebenaran teori atau teori sebagai

pintu masuk ke dalam permasalahan. Pendekatan ini diarahkan kepada

identifikasi terhadap hukum nyata yang berlaku sepenuhnya di dalam

perundangan atau yang diuraikan dalam kepustakaan dan diarahkan

12

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), hlm.19 13

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.2 14

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.17

Page 26: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

15

kepada efektivitas hukum itu dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan ini

melakukan pengamatan langsung ke lapangan.

Penelitian hukum pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan

ilmiah yang berdasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum

tertentu dengan jalan menganalisisnya.15

Mengenai penelitian normatif hanya ditujukan pada peraturan

tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan

karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada

perpustakaan. Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis

dikaji dari berbagai aspek seperti teori, filosofi, perbandingan, struktur

atau komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap

pasal, formalitas, dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta

bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.16

Sedangkan penelitian empiris yang menjadikan hukum sebagai

refleksi pengalaman manusia yang mana penelitian empiris

memperhatikan orang-orang yang terlibat, lokasi suatu kasus terjadi, dan

waktu penelitian. Penelitian empiris merupakan penelitian yang bergerak

dari teori ke fakta atau pengalaman untuk menguji kebenaran teori atau

teori sebagai pintu masuk ke permasalahan. Model penelitian ini disebut

dengan aliran deduktif.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan ini peneliti akan menggunakan pendekatan

perundang-undangan atau Statue Approach, karena yang akan diteliti

adalah sebagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus pusat dari

suatu penelitian.17

15

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan

Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 83. 16

Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, ID, Tesis, https://idtesis.com/metode-

penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, 14 April 2018. 17

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media,

2006), h. 302.

Page 27: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

16

Penulis juga menggunakan pendekatan Case Approach atau

pendekatan khusus, pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah

pada kasus-kasus yang berkaitan dengan keefektivitasan Dewan Pengawas

Syariah. Dengan pendekatan ini penulis mengumpulkan dan memaparkan

data yang diperoleh dengan melakukan studi lapangan (Field research)

dan penelitian kepustakaan dengan cara mengadakan wawancara, yang

kemudian hasil penelitian tersebut akan dipaparkan oleh penulis dalam

bentuk kata-kata tanpa menggunkan data angka.

3. Data Penelitian

Adapun kriteria dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Data primer, merupakan data utama untuk menjadikan keabsahan dari

skripsi ini, berupa data observasi dengan cara melakukan wawancara

kepada BMT yang ada di kota Sorong yakni BMT Al-Hijrah, BMT

Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah. Bahkan hukum primer dalam

penelitian ini ialah fatwa-fatwa DSN MUI dan Keputusan Menteri

Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

b. Data sekunder, merupakan data yang bersumber dari literatur

kepustakaan yakni dari sumber Al-Qur‟an , Hadist, buku-buku ilmiah,

kitab-kitab, makalah-makalah, dan bahan bacaan lainnya yang

berkaitan erat dengan skripsi ini.Serta data hukum primer atau bahan

hukum lainnya yang bersifat mengikat dan hukum sekunder yaitu

bahan hukum yang melengkapi data hukum primer seperti rancangan

perundang-undangan. Adapun bahan hukum tersier yaitu bahan hukum

yang berupa informasi yang tersaji melalui media.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhan dalam

penelitian ini, penulis melakukan kajian dengan cara :

Page 28: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

17

b. Studi Pustaka, studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan

mencatat serta mengolah bahan penelitian.18

Dengan teknik

pengumpulan studi pustaka ini digunakan untuk mendapatkan acuan

teori dalam mempelajari serta melengkapi data yang akan digunakan

dalam penulisan skripsi. Data-data yang digunakan diperoleh dari

mempelajari berbagai macam teori yang diperoleh dari membaca dan

mempelajari beberapa literatur, buku-buku, dan catatan yang sesuai

dengan pembahasan yang akan diteliti.

c. Studi lapangan, studi lapangan adalah studi yang dilakukan langsung

oleh penulis untuk mendapatkan data yang akurat. Studi ini dilakukan

bertujuan untuk mendapatkan data primer yang merupakan data utama

dalam penelitian ini. Studi lapangan yang dilakukan penulis berupa

upaya observasi dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait

serta dengan melakukan pengumpulan data-data yang diperoleh

langsung dari studi lapangan yang dilakukan.

d. Studi dokumentasi, studi dokumentasi adalah suatu teknik

pengumpulan data melalui cara mempelajari dokumen yang terkait

dengan bahan penelitian. Tujuan dari studi dokumentasi ini ialah untuk

mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan rumusan

masalah yang telah dirumuskan. Studi dokumentasi ini dilakukan

dengan cara mengumpulkan data-data pendukung yang berkaitan

dengan data utama pada penelitian ini, yakni berupa data yang ditulis

oleh lembaga terkait, catatan, buku, surat kabar, laporan tahunan

lembaga, dan lain sebagainnya.

e. Triangulasi, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data

dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik triangulasi teknik, yang berarti penulis

menggunakan tenik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan dari data sumber yang sama. Penulis menggunakan

18

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2008), h.3.

Page 29: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

18

observasi partisipatif, wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data

yang sama secara serempak.19

5. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam tulisan ini adalah efektivitas pengawasan

DPS pada produk Murabahah di BMT kota Sorong. Berdasarkan sumber

penelitian pada tulisan ini yang menggunakan data sekunder berupa

hukum primer UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU No.1

Tahun 2013 Tentang LKM dan Keputusaan Menteri Koperasi No.

02/PER/M.UKM/II/2017, Fatwa-fatwa DSN MUI dan Keputusan Menteri

Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonsesia (SKKNI).

Bogdan dan Taylor, mereka menjelaskan bahwa analisis data

adalah proses yang merinci usaha formal untuk menemukan tema dan

merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai

usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah telaah terhadap data-data

yang sudah diperoleh kemudian membandingkannya dengan teori-teori

yang ada.20

Data yang sudah diperoleh dalam penelitian ini secara konkrit akan

dihubungkan dengan teori yang ada. Sehingga data tersebut bisa

disimpulkan sesuai dengan pembahasan masalah dalam penelitian ini.

Penelitian ini juga dapat dianggap sudah sesuai antara data hasil penelitian

dengan teori yang digunakan dan dapat dikatakan sebagai hasil yang

konkrit.

D. Sistematika Penulisan

Penulisan proposal skripsi ini disusun secara sistematis menjadi lima

babyang terdiri dari atas beberapa sub bab sesuai dengan pembahasan dan

materiyang diteliti dengan rincian sebagai berikut :

19

Sugiyono, Metode Penelitin Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011).

h.241. 20

Diakses dari http://metode360.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-metode-analisis-data.html

pada 11 Februari 2018

Page 30: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

19

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan, yang memuat latar belakang

masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, review studi

terdahulu dan sistematika penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

Membahas teori-teori tentang efektivitas, Pengawasan,

Fatwa DSN, Baitul Mal Wat Tamwil dan Dewan Pengawas

Syariah.

BAB III GAMBARAN AKAD MURABAHAH DI BMT KOTA

SORONG

Membahas penerapan akad murabahah di BMT Kota

Sorong, juga sekilas profil yang terdiri dari latar belakang,

tugas dan fungsi, visi dan misi, serta badan hukum yang ada

pada BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyyah, dan BMT Nur

Rahmah.

BAB IV PEMBAHASAN

Dari pembahasan mengenai efektivnya suatu pengawasan

Dewan Pengawas Syariah terhadap produk Murabahah Di

BMT kota Sorong berdasarkanKeputusan Menteri

Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonsesia (SKKNI).

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dari

hasil penulisan yang telah dilakukan diBMT Al-Hijrah,

BMT Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah, serta memberikan

simpulan dan rekomendasi atas permasalahan dari rumusan

masalah yang telah dipaparkan.

Page 31: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

20

BAB II

EFEKTIVITAS PENGAWASAN DAN FATWA DALAM TINAJAUAN

TEORITIS

A. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kumpulan gambaran terhadap seperangkat

kumpulan konsep/kontrak, definisi, dan proposisi yang terkait secara

sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi tentan suatu

fenomena/gejala21

, dengan hukum atau aturan yang mengatur keterkaitan

antara konstruk dengan lainnya.

Teori berguna menjadi titik tolak atau landasan berpikir dalam

memecahkan atau menyoroti masalah. Dalam sebuah tulisan ilmiah kerangka

teori adalah hal yang sangat penting, karena dalam kerangka teori tersebut

akan dimuat teori-teori yang relevan dalam menjelaskan masalah yang sedang

diteliti. Kemudian kerangka teori ini digunakan sebagai landasan teori atau

dasar pemikiran dalam penelitian yang dilakukan.22

Fungsi kerangka teori tersebut untuk pengembangan penelitian yang

direncanakan, pengembangan konsep dan variable, pengembangan hipotesis,

pengembangan definisi operasional, dan pengembangan instrumen

pengumpulan data. Dengan adanya kerangka teori ini pembaca dapat melihat

batasan-batasan dari penelitian dan variable apa saja yang akan menjadi

pembahasan dalam penelitian. Adapun kerangka yang akan penulis jelaskan

adalah teori efektivitas, teori pengawasan, dan fatwa DSN MUI, berikut

penjelasannya :

1. Teori Efektivitas

Teori yang pertama adalah teori efektivitas, efektivitas adalah

ukuran dalam menilai sejauh mana kinerja yang telah dilakukan mencapai

tujuan atau sasaran. Efektivitas diukur atau dilihat dari kenyataan bahwa

sesuatu itu berhasil, memiliki dampak atau menjadi sebab tercapainya

21

Juliansyah Noor, Metode Penelitian, Skripsi, Tesis & Karya Ilmiah, (Jakarta:Kencana

Prenada Media Group, 2012), h. 65. 22

Diakses dari http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kerangka-teori-definisi.html

pada 11 Februari 2018

Page 32: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

21

tujuan atau sasaran. Efektivitas merupakan unsur penting dalam mencapai

tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh sebuah organisasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikemukakan

efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur

atau mujarab, dapat membawa hasil. Masih menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki hasil dan

merupaan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan.

Efektivitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh

sebuah organisasi. Untuk memperoleh teori efektivitas peneliti dapat

menggunakan konsep-konsep dalam teori manajemen dan organisasi

khusunya yang berkaitan dengan teori efektivitas. Oleh karena itu,

efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih rencana yang tepat

untuk mencapai target yang telah ditetapkan ataupun konsistensi kerja

yang tinggi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.23

Efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi. Karena

keduanya memiliki arti yang bebeda, walaupun dalam berbagai

penggunaan kata efisiensi lekat dengan efektivitas. Efisiensi mengandung

pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas

secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan.

Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini dalah penerapan

yang dilakukan oleh DPS terhadap regulasi yang telah ditetapkan oleh

DSN-MUI. Bagaimana pelaksanaan serta peran DPS terhadap lembaga

keuangan syariah yang mereka awasi, kemudian melihat tindakan korektif

apa yang dilakukan oleh DPS dalam mengatasi masalah tersebut.

Peran DPS sangat menentukan dalam memberikan penilaian

apakah lembaga keuangan syariah dan fatwa yang telah ditetapkan oleh

DSN-MUI. Selain itu efektivitas disini juga untuk memastikan standar

pengawasan yang dilakukan oleh DPS telah dilakukan secara maksimal.

Sehingga peran dan fungsi DPS dalam pengawasan dapat menambah

23

T. Hani Handoko, Manajemen Edisi 2 (Yogyakarta: BPFE, 2013), h.363.

Page 33: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

22

kepercayaan nasabah bahwa penerapan prinsip syariah yng digunakan

dalam lembaga keuangan syariah telah sesuai dengan prinsip syariah.

2. Teori Pengawasan

Teori selanjutnya adalah teori pengawasan. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, pengawasan berarti penilikan atau penjagaan.24

Sedangkan dalam istilah umum pengawasan merupakan bagian dari fungsi

manajemen yang khusus berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan

dapat tercapai sebagaimana mestinya.25

Menurut T. Hani Handoko, pengawasan dapat didefinisikan

sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan

manajemen tercapai. Menurut George R. Terry, pengawasan dapat

didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai mengenai

standar apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan

dan apabila perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan

sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang

bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen

tercapai. Secara fungsional terdapat banyak sebutan pengawasan

(controlling), seperti evaluating dan correcting, hanya saja pengawasan

lebih banyak digunakan karena lebih mengandung konotasi yang

mencakup penetapan standar, pengukuran kegiatan, dan pengambilan

tindakan korektif.26

Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok)

tertentu yang bersifat fundamental bagi seluruh pengawasan manajerial,

langkah-langkah pokok ini menurut George R. Terry pertama, menetapkan

standar pengawasan dimana menjadi standar (tolak ukur) yang merupakan

patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang

diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan ini

24

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, 2008), h.108. 25

Sukarna, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Mandar Maju, 1992), h.360 26

Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 2003), h.359.

Page 34: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

23

mengandung tiga aspek, yaitu rencana yang telah ditetapkan, ketentuan

serta kebijakan yang berlaku, dan prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna

dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua, mengukur pelaksanaan pekerjaan

dengan cara pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah atau senyatanya

dikerjakan dapat melalui laporan, buku catatan harian, jadwal atau grafik

hasil kerja dan inspeksi atau pengawasan langsung. Ketiga,

membandingkan standar pengawasan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan,

dan tindakan koreksi apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebab

perbedaan dan letak sumber perbedaan.

Pengawasan dalam pengertian istilah syariah bermakna

pemantauan (ishraf), pemeriksaan (muraja‟ah) dan investigasi (fahsh)

bertujuan untuk menjaga manfaat (mura‟at mashlahah) dan menghindari

kehancuran (idra‟mafsadah).27

Pengawasan dalam pandangan Islam

dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan

membenarkan yang hak.28

Pengawasan (control) dalam ajaran Islam

(hukum syariah) terbagi menjadi dua hal :

Pertama, control yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari

tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Seseorang yang yakin bahwa

Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan bertindak hati-hati.29

Ketika sendiri, ia yakin bahwa Allah yang kedua dan ketika berdua, ia

yakin Allah yang ketiga Allah SWT berfirman dalam Surat Al-

Mujadilah:(7)

27

Muhammad Ridwan, Konstruksi Bank Syariah Indonesia (Yogyakarta: Pustaka SM, 2007),

h. 27. 28

Didin Hafidhuddin, Manajemen Syariah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2003), h.156. 29

Nana Herdiana Abdurrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan (Bandung:

CV Pustaka Setia, 2013), h.135.

Page 35: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

24

Artinya :”Tidaklah kamu perhatikan, bahwa seseungguhnya Allah

mengetahui apa yang ada di langit dan dibumi ? Tiada pembicaraan

rahasi antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada

(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan

tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih

banyak, melainkan Dia berada bersama mereka dimanapun mereka

berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari

kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah itu Maha

mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Mujadilah:7)30

Pengawasan internal yang melekat dalam setiap pribadi muslim

akan menjauhkannya dari bentuk penyimpangan, dan menuntutnya

konsisten menjalankan hukum-hukum dan syariah Allah dalam setiap

aktivitasnya, dan ini menerapkan tujuan utama Islam. Akan tetapi, mereka

hanyalah manusia biasa yang berpotensi melakukan kesalahan. Dalam

sebuah masyarakat, salah seorang dari mereka pasti ada yang cenderung

menyimpang dari kebenaran, atau menurti hawa nafsu. Oleh karena itu,

Islam menetapkan sistem sosio politik untuk menjalankan fungsi

pengawasan pelaksanaan hukum dan syariat Allah. Pengawasan

merupakan tangung jawab sosial dan public yang harus dijalankan

masyarakat, baik dalam bentuk lembaga formal maupun non formal.

Kedua, sebuah pengawasan akan lebih efektif jika system

pengawasan tersebut juga dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem

pengawasan tersebut dapat terdiri dari mekanisme pengawasan dari

pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang didelegasikan,

kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas.

3. Teori Fatwa

Teori selanjutnya adalah teori fatwa. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia fatwa adalah keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti

tentang suatu masalah dengan kata lain yaitu nasihat orang alim. Definisi

fatwa secara terminologi, dikemukakan oleh para ulama dengan pengertian

yang beragam. Muhammad Rowas Qal‟aji, fatwa adalah hukum syar‟i

30

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Penerbit

Diponegoro, 2007), h.910.

Page 36: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

25

yang dijelaskan oleh seorang faqih untuk orang yang bertanya kepadanya.

Menurut Sulaiman Abdullah, fatwa sahabat diterbitkan berdasarkan

pemikiran dan ijtihad melalui riwayat yang masyhur dan tidak diingkari

seorang pun, termasuk dalam kategori ijma‟ syukuty.

Menurut Wahbah Al-Zuhaili, fatwa didefinisikan sebagai jawaban

atas pertanyaan mengenai hukum syariat yang sifatnya tidak mengikat.

Makna yang serupa juga dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa fatwa

diartikan sebagai sebuah keterangan atau ketentuan hukum syara‟ dari

suatu permasalahan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik yang

bertanya itu jelas identitasnya maupun tidak baik secara personal maupun

kolektif.31

Para sarjana kontemporer seperti Joseph Schacht

mendefinisikan fatwa sebagai “formal legal opinion” (opini legal formal).

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan, fatwa adalah upaya

penjelasan dari seorang mufti disebabkan adanya pertanyaan tentang

hukum syara‟, baik pertanyaan itu bersifat individual maupun kolektif

alam rangka kepentingan masyarakat dan penjelasan fatwa bisa dalam

bentuk tulisan maupun lisan yang sifatnya tidak mengikat. Apabila

dihubungkan otoritas fatwa lebih bersifat kelembagaan dari individual.

Jarang lagi ditemukan fatwa yang bersifat individual. Kebutuhan

masyarakat terhadap hukum selalu dipertanyakan kepada lembaga yang

mempunyai otoritas untuk itu. Dalam posisi ini fatwa semakin luas bukan

hanya sebatas persoalan hukum begitu juga kelembagaannya. Posisi mufti

pun semakin penting dalam berbagi sektor dan lini kehidupan, seperti

kepentingan politik, fatwa dibutuhkan dalam konstelasi politik tertentu

begitu juga halnya pada aspek ekonomi dan kesehjateraan masyarakat,

produk-produk fatwa dibutuhkan oleh masyarakat.

Perubahan paradigma ini ditegaskan oleh Muhammad Atho

Mudhar, fatwa dalam perspektif bentuk dan kekuatan hukum, perannya

lebih luas tidak hanya sebatas “legal opinium” (pendapat hukum), tetapi

31

Yusuf Qardhawi, al-Fatwa Baina al-Indibad aw al-Tasayyub (Mesir: Maktabah Wahbah,

1997), h. 5.

Page 37: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

26

juga sebuah produk interaksi sosial antara mufti dengan komunitas politik,

ekonomi dan budaya yang mengelilinya yang memberikan ragam

informasi terhadap perkembangan sosial umat islam.32

Pendapat yang sama juga ditegaskan Wael B. Hallaq, setelah

melihat para ahli ushul fiqh menyamakan antara mujtahid dengan mufti, di

semua karya mereka kedua istilah (mujahid/mufti) dipakai secara sinonim.

Persyaratan apapun yang dimiliki mujtahid juga berlaku pada mufti.33

Mufti tidak hanya harus bersifat adil dan dapat dipercaya, tetapi juga harus

diketahui bahwa ia menjadikan agama dan persoalan agama dengan sangat

serius. Perubahan paradigma fatwa juga telah terlihat dalam pedoman dan

penyelenggaraan organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dimana MUI

berperan sebagai mufti. Peran ini menempatkan MUI untuk memberikan

fatwa terutama persoalan berkaitan dengan hukum Islam, baik diminta

maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa, MUI

mengakomodir dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang

sangat beragam aliran, pemahaman, dan pemikiran serta organisasi

keagamannya. 34

Dalam kondisi tertentu akhirnya menurut Yeni Salma Barlinti

dalam penyelesaian doktoralnya tentang kedudukan fatwa dalam hukum

positif bahwa beberapa fatwa yang dikeluarkan DSN MUI merupakan

hukum positif yang mengikat dikarenakan keberadaan fatwa sering

dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga

pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah.

B. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

1. Pengertian DPS

Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang

terdiri dari beberapa orang yang pekerjaannya memutuskan sesuatu

32

Muhammad Atho Mudhar, Islam and Islamic Law in Indonesia : Asocial Historycal

Approach (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 93. 33

Wael B Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam Pengantar untuk Ushul Fiqh Mazhab Sunni

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 182. 34

Hasil Rakernas tahun 2011, Pedoman Penyelenggara Organisasi MUI (Jakarta: Sekretariat

MUI pusat, 2011), h.13.

Page 38: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

27

dengan jalan berunding. Sedangkan Pengawas dari kata “awas” yang

artinya dapat melihat baik-baik; tajam penglihatan. Pengawas berarti orang

yang mengawasi.35

Sedangkan “syariah” adalah komponen ajaran Islam

yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari bidang ibadah

(habl minallah) maupun dalam bidang muamalah (habl minannas) yang

merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara

muamalah sendiri meliputi berbahgai bidang kehidupan antara lain yang

menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan yang disebut muamalah

maliyah.36

Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan pakar ekonomi dan

ulama yang menguasai bidang Fiqh Muamalah (Islamic commercial

Jurisprudence) yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan

mengawasi operasional lembaga keuangan syariah dan produk-produknya

agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat islam, yaitu dengan

mengawasi secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan/akad yang

dilaksanakan oleh lembaga keuangan syariah.37

Supaya dewan tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik

dengan tetap berpijak pada fungsi amanah tersebut, maka keanggotaannya

disyaratkan terdiri dari orang-orang yang ahli syariah dan sedikit banyak

menguasai Hukum Dagang positif serta sudah berpengalaman dalam

penyelenggaraan kontrak-konrak bisnis. DPS juga merupakan unit yang

hanya dimiliki oleh perusahaan atau organisasi yang dijalankan sesuai

syariat islam. DPS adalah suatu lembaga yang berkewajiban mengarahkan,

dan menguasai aktifitas lembaga keuangan agar dapat diyakinkan bahwa

mereka memenuhi aturan dan prinsip syariat Islam.38

DPS juga terdiri dari

35

Poewadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.289. 36

Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia

(Jakarta: Erlangga, 2010), h.24. 37

Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:

Ekonisia, 2004), h.45. 38

Sofyan Syafri Harahap, Auditing dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Pustaka Quantum 2002),

h.207.

Page 39: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

28

pakar syariah yang mengawasi aktivitas dan operasional institusi financial

untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. 39

Merujuk pada surat keputusan Dewan Pengawas Syariah Nasional

No.3 Tahun 2000 bahwa DPS adalah bagian dari lembaga keuangan mikro

syariah yang bersangkutan yang penetapannya atasa persetujuan Dewan

Syariah Nasional (DSN) DPS adalah suatu yang mengawasi pelaksanaan

keputusan DSN di lembaga keuangan mikro syariah.Menurut Peraturan

Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 tentang Perbankan Syariah Pasal

19 ayat (2), DPS adalah institusi independen dalam bank syariah yang

fungsi utamanaya adalah melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah

dalam kegiatan operasional bank syariah. Keputusan Dewan Pimpinan

MUI No. Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN-MUI,

DPS adalah badan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah dan bertugas

mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional.

DPS adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi

jalannya Bank Islam sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah

dalam islam. Praturan Bank Indonesia No.06/24/PBI/2004 mengenai tugas

dan fungsi serta keberadaan dewan pengawas syariah dalam bank syariah

memiliki landasan hukum baik dari sisi fiqih maupun undang-undang

perbankan di Indonesia. Dewan Pengawas Syariah merupakan istilah

umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi pengawasan

internal syariah di bank syariah. Jumlah keanggotaan berbeda-beda untuk

setiap negara meskipun secara fungsi dan tugasnya sama.

DPS juga bertugas mengawasi operasional produk-produk lembaga

keuangan mikro syariah sesuai dengan ketentuan syariah. DPS biasanya

diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris. Disamping itu,

DPS juga harus membuat laporan berkala (biasanya tiap bulan) bahwa

produk-produk yang diawasinya telah berjalan dengan optimal sesuai

dengan syariat. Pernyataan biasanya dimuat dalam laporan tahunan

(annual report) yang bersangkutan DPS juga meneliti dan membuat

39

Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011), h.37

Page 40: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

29

rekomendasi produk-produk yang akan dikeluarkan dari lembaga

keuangan mikro syariah yang diawasi oleh DPS. 40

Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 pasal 14

tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah oleh Koperasi Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah adalah :

1) KSPPS dan koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha simpan

pinjam pembiayaan syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah

yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.

2) Jumlah Dewan Pengawas Syariah paling sedikit berjumlah 2 orang dan

setengahnya memiliki sertifikasi DSN MUI.

3) Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah

meliputi :

a) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang

merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yan berkaitan

dengan sector keuanagn, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum

pengangkatan;

b) Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda

sampai derajat kesatu dengan pengurus.

4) Dewan Pengawas Syariah diutamakan dari anggota koperasi dan dapat

diangkat dari luar anggota koperasi untuk masa jabatan paling lama 2

(dua) tahun.

5) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (satu)

bertugas :

a. Memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan pengawas

serta mengawasi kegiatan KSPPS agar sesuai dengan prinsip

syariah.

b. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh KSPPS.

40

Ghufron Safinyah, Mengatasi Masalah dengan Pengadaian Syariah, (Jakarta : Renaisan,

2007), h.50.

Page 41: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

30

c. Mengawasi pengembangan produk baru

d. Meminta fatwa kepada DSN MUI untuk produk baru yang belum

ada fatwanya.

e. Melakukan review secara berkala terhadap produk-produk

simpanan dan pembiayaan syariah.

Mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah, setidak-

tidaknya setiap enam bulan sekali Dewan Pengawas Syariah

menganalisa operasional Bank Syariah/Lembaga Keuangan

Syariah dan menilai kegiatan maupun produk bank/Lembaga

Keuangan Syariah tersebut yang pada akhirnya Dewan Pengurus

Syariah dapat memastikan bahwa kegiatan operasional bank

syariah telah sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional kemudian menyampaikan hasil pengawasan tersebut

kepada pihak yang bersangkutan.

Dari beberapa penjelasan mengenai pengertian DPS dapat

disimpulkan bahwa DPS merupakan dewan yang dibentuk oleh DSN-MUI

sebagai perwakilan DSN-MUI dalam melakukan pengawasan terhadap

operasional Lembaga Keuangan Syariah.41

Hal ini dilakukan untuk

memastikan bahwasetiap kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga

Keuangan Syariah telah sesuai dengan prinsip syariah sekaligus fatwa

yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.

2. Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu komponen

organisasi Bank Syariah adalah adanya Dewan Pengawas Syariah. Dasar

hukum dibentuknya DPS dan implementasinya dapat dilihat dari perintah

Allah dalam Q.S. Al-Taubah 9 : 105

41

Ghufron Safinah, Sistem Dan Mekanisme Pengawasan Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2007),

h. 17.

Page 42: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

31

Artinya : “dan katakanlah :”bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul- Nya

serta orang mu‟min melihat pekerjaan itu dan kamu akan dikembalikan

kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu

diberikannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S Al-

Taubah: 105).42

Pengawasan yang dilakukan oleh DPS wajib mengacu pada

prinsip-prinsip dasar pengawasan dalam Islam yang meliputi :

a. Jalb al-Mashalih, yaitu menerapkan, mengambil dan menjaga unsure-

unsur kebaikan (maslahah) serta memaksimalkan kebaikan tersebut.

Jalb al-Mashalih dilaksanakan dalam rangka memelihara maqasid al-

shariah (terpeliharanya lima masalah), yakni resiko moral dan agama

(Hifz al-Din), resiko akal/intelektual (Hifz al-„Aql), resiko keuangan

(Hifz al-Mal), resiko keturunan (Hifz al-Nasl), serta resiko reputasi

(Hifzal-Nafs).43

b. Dar al-Mafasid, yaitu menghindarkan dari unsure-unsur yang dapat

menimbulkan kerusakan dan keburukan (mafsadah) serta dapat

menimalisir resiko. Prinsip ini dilakukan dalam rangka

menghindarkan praktik atau kegiatan yang dapat menyebabkan

timbulnya kerusakan maqasid al-shari‟ah serta kerugian material

lainnya.

c. Sad al-Dzari‟ah yaitu prinsip kehati-hatian untuk mencegah dan

mengantisipasi adanya resiko pelarangan terhadap syariah dan

peraturan lainnya yang berlaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa

setiap individu, satuan organisasi maupun pihak otoritas dapat

melaksanakan tindakan pencegahan dan sikap kehati-hatian untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya praktik pelanggaran terhadap

ketentuan syariah dengan tetap mempertimbangkan aspek

pertumbuhan, produktivitas, profotabilitas, kemanfaatan dan

kemaslahatan.

42

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Penerbit

Diponegoro, 2007), h.204. 43

Miftahul Huda, Filsafat Hukum Islam, Menggali Hakikat, Sumber dan Tujuan Hukum Islam

(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2006), h.127-130.

Page 43: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

32

3. Tugas, Peran, dan Fungsi DPS

a. Tugas Dewan Pengawas Koperasi Syariah :44

1) Memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan pengawas

serta mengawasi kegiatan koperasi agar sesuai prinsip syariah;

2) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh koperasi;

3) Mengawasi perkembangan produk baru;

4) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum

ada fatwanya; dan

5) Melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk simpanan dan

pembiayaan syariah.

b. Peran dan Fungsi

Peran dan fungsi DPS antara lain :

1) Memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan pengawas

serta mengawasi kegiatan KSPPS agar sesuai dengan prinsip

syariah;

2) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman

operasional dan produk yang dikeluarkan oleh KSPPS;

3) Mengawasi pengembangan produk baru;

4) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum

ada fatwanya.

5) Melakukan review secara berkala terhadap produk-produk

simpanan dan pembiayaan syariah.

c. Wewenang Dewan Pengawas Syariah

1) Memberikan pedoman serta garis besar tentang aspek syariah dari

operasional bank Islam, baik penyerahan dana maupun kegiatan-

kegiatan yang lainnya pada lembaga keuangan mikro syariah dan

perbankan syariah.

2) Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk lembaga keuangan

mikro syariah dan bank Islam yang telah atau sedang berjalan,

44

DSNMUI.INSTITUT

Page 44: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

33

namun dinilai pelaksanannya bertentangan dengan ketentuan

syariah. Berhasil atau tidaknya DPS tergantung pada indepensinya

didalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan

indepensinya DPS ini diharapkan dapat dijamin karena beberapa

hal yaitu sebagai berikut :

a) Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk pada kekuasaan

administratif.

b) Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

demikian juga dengan penentuan hororiumnya.

c) DPS mempunyai sistem kerja tugas-tugas seperti halnya

dengan pengawas lainnya.

Untuk menyatukan pendapat antara DPS yang mungkin

berbeda yang satu dengan yang lainnya. Untuk tingkat

internasional telah dibentuk “Internasional Asociation Of

Islamic Bank‟s” yang kedudukannya di Cairo. Sedangkan

ditingkat Nasional dibentuklah suatu “Konsorsium

(penyusunan) Dewan Pengawas Syariah Nasional” yang

dibawah naungan MUI yang bekerja sama dengan Bank

Indonesia”.45

d. Persyaratan Anggota DPS

Dalam Keputusan DSN MUI No:03 DSN Tahun 2000

disebutkan tentang keanggotaan Dewan Pengawas Syariah yaitu :

1) Jumlah anggota DPS untuk bank umum syariah sekarang-

kurangnya 2-5 orang. Sedangkan untuk BPR Syariah sekurang-

kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.

2) Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua

3) Masa tugas anggota DPS adalah empat tahun dan akan mengalami

pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti,

diusulkan oleh lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, atau

telah merusak citra DSN.

45

Harahap S.Sofyan, Auditing Dalam Perspektif Islam. (Jakarta : Tim Quantum. 2002), h.208.

Page 45: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

34

e. Kedudukan DPS

1) Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan

Unit Usaha Syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah.

2) Sebagai mediator antara bank dengan DSN dalam

mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk yang

memerlukan kakajian dan fatwa dari DSN.

3) Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga

keuangan syariah. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha dan

perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada

DSN satu kali dalam satu bulan minimal. Selain itu DPS juga

berkedudukan sebagai penjamin bahwa lembaga keuangan syariah

yang diawasinya sesuai dengan prinsip syariah.

f. Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKNNI) Pengawasan Syariah46

Tabel 2.1

Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKNNI) Pengawasan

Syariah

No Kode Unit Judul Unit Kompetensi

1 M.74DPS00.001.1 Menginventarisasi bahan pengawasan

syariah sesuai tugasnya

2 M. 74DPS00.002.1 Melakukan pengawasan terhadap akta

perjanjian

3 M. 74DPS00.003.1 Melakukan pengawasan terhadap

prosedur produk dan / atau layanan

baru

4 M.74DPS00.004.1 Melakukan pengawasan terhadap

pemasaran produk

5 M.74DPS00.005.1 Melakukan pengawasan terhadap

laporan keuangan

6. M.74DPS00.006.1 Menyusun Opini

46

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.25 Tahun 2017

Page 46: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

35

g. Ruang Lingkup Pengawasan

Tabel 2.2

Ruang Lingkup Pengawasan No Ruang lingkup Obyek Pengawasan Syariah 1 Akad yang digunakan

dalam hubungan hukum para pihak

1. Antar anggota koperasi (keanggotaan : simpanan pokok dan simpanan wajib)Syirkah (musahamah)

2. Pengurus Vs Anggota (Wakalah bil Ujrah/Mudharabah)

3. Pengurus Vs Anggota (Wakalah bil Ujrah/ Ijarah)

4. Pengelola Vs Anggota/ Calon Anggota (Dalam penghimpunan dan Penyaluran pinjaman dan Pembiayaan)

2 Produk /Kegiatan Usaha Baru Out Put : Opini/Pernyataan Kesesuaian Syariah

1. akad yang digunakan 2. Penuangan akad dalam akta perjanjian 3. SOP/SOM Produk 4. Dokumen lainnya yang menyertai 5. Konsep dan media pemasarannya

3 Implementasi Produk Laporan dan Opini

1. Implementasi akad dalam dokumen-dokumen produk (perjanjian, SOP, pemasaran, dokumen MoU dengan pihak lain)

2. Analisa aspek syariah atas laporan keuangan

h. Kegiatan Usaha KSPPS/USPPS Koperasi47

Gambar 2.1

Kegiatan Usaha KSPPS/USPPS Koperasi

47

Peraturan Menteri KUKM No.11 Tahun 2017 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi

KSPPS/USPPS

Simpanan

Baitul Maal

Zakat

Infaq

Shadaqah Pembiayaan

Pinjaman

Wakaf

Baitul Tamwil

Page 47: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

36

i. Pengawasan Terhadap Produk Baru Koperasi Syariah (Model di

Perbankan)

Langkah-langkah strategis

1) Meminta penjelasan dari pengurus/pengelola Kopsyah yang

berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan fatwa dan/atau

akad yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan

produk dan aktivitas baru;

2) Memeriksa ada/tidak fatwa DSN terhadap akad yang akan

digunakan. Jika ada: melakukan analisa atas kesesuaian akad

tentang fatwa. Jika ada : melakukan analisa atas kesesuaian akad

dengan fatwa. Jika “tidak ada” : mengusulkan kepada direksi

untuk melengkapi fatwanya (meminta fatwa ke DSN-MUI)

3) Mengkaji fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, system dan

prosedur produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan

prinsip syariah (SOP/SOM);

4) Memeriksa draf akta perjanjian (akad) yang akan digunakan dalam

produk baru;

5) Memeriksa draf sistem dan media pemasaran produk baru;

6) Memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan prinsip syariah

atas produk dan aktivitas baru yang akan dikeluarkan; dan

7) Menjelaskan secara mendalam dan holistic mengenai pemenuhan

prinsip syariah atas produk dan aktivitas baru LKS.

j. Format Pernyataan Kesesuaian Syariah/ Opini

1) Format opini syariah mengikuti ketetapan fatwa, namun dengan

bentuk yang lebih sederhana

2) Sebuah opini harus ditulis dengan kepala surat “Dewan Pengawas

Syariah” dari bank yang bersangkutan

3) Kata “Opini Syariah” harus menjadi judul pernyataan

4) Apabila diperlukan opini dapat diberikan nomor yang diletakkan

dibawah kata “opini syariah”

Page 48: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

37

5) Opini harus berisi konsideran

Bahwa DPS telah membaca dan mengerti tentang produk dan

transaksi tersebut serta dokumen-dokumen terkait

Bahwa pengurus LKS telah menjelaskan secara detail produk

dan transaksi dimaksud

6) Opini harus berisi penetapan

Bahwa produk dan transaksi dimaksud telah sesuai dengan

syariah

Opini belum dapat dikeluarkan apabila salah satu anggota

DPS tidak sepakat atas kesesuain syariah dari produk dan

transaksi dimaksud

7) Opini harus berisi Pernyataan Kondisi ketika opini disampaikan

Bahwa tidak ada informasi penting mengenai produk dan

transaksi itu yang tidak disampaikan oleh pengurus kepada

DPS

Bahwa tidak terdapat perbedaan antara teori tentang produk

dan transaksi yang disampaikan dengan kenyataan yang

dipraktekkan dalam bank

8) Opini harus berisi hak DPS untuk mencabut kembali opininya

Apabila terdapat perbedaan antara keterangan pengurus bank

dengan hal-hal yang diperoleh dalam kenyataan

k. Teknik Pelaporan Hasil Pengawasan DPS

Pengawasan terhadap kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan

kegiatan jasa Koperasi Syariah lainnya.

1. Ruang lingkup pengawasan

a. Kesesuaian produk dan jasa dengan prinsip syariah/fatwa

DSN-MUI;

b. Kesesuaian akta perjanjian dan dokumen yang menyertainya

dengan fatwa DSN-MUI

c. Kesesuaian pedoman Operasional dan Produk LKS dengan

Fatwa DSN-MUI;

Page 49: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

38

d. Kesesuaian Laporan Keuangan dengan Prinsip Syariah/Fatwa

DSN-MUI;

2. Langkah-langkah pengawasan

a. Melakukan pemeriksaan di kantor Koperasi Syariah paling

kurang sekali sebulan;

b. Meminta laporan kepada pengurus/pengelola mengenai

pelaksanaan produk dan jasa koperasi syariah, misalnya di

koperasi syariah ada produk penghimpunan dana, produk

penyaluran dana, dan produk layanan jasa keuangan.

c. Melakukan pemeriksaan secara uji petik (sampling) paling

kurang sebanyak tiga nasabah untuk masing-masing produk

dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan

jasa lainnya termasuk penanganan pembiayaan yang

direstrukturisasi oleh LKS;

d. Memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang ditetapkan

sebagai sampel untuk mengetahui pemenuhan prinsip syariah;

Misalnya:

Pemenuhan syarat dan rukun dalam akad (perjanjian),

pembiayaan maupun akad penghimpunan dana antara

LKS dengan nasabah;

Kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang

dalam pembiayaan murabahah;

Kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha

nasabah yang dibiayai sebagai dasar perhitungan bagi

hasil untuk pembiayaan mudharabah atau pembiayaan

muyarakah ; dan

Penetapan dan pembebanan ujrah (fee) kepada nasabah

untuk produk pembiayaan qardh untuk meyakini bahwa

penetapan ujrah (fee) tidak terkait dengan besarnya

pembiayaan qardh;

Page 50: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

39

e. Melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan

dan/atau konfirmasi kepada pegawai LKS dan/atau nasabah

untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen;

f. Meminta bukti dokumen kepada pimpinan LKS;

Perhitungan dan pembayaran bonus atau bagi hasil

kepada nasabah penyimpan;

Pembayaran bagi hasil kepada LKS lain dalam hal LKS

menerima pembiayaan dari LKS lain;

Pencatatan dan pengakuan pendapatan yang berasal dari

pengenaan denda, penempatan pada LKS lain

konvensional, dan pendapatan non halal lainnya; dan

Pencatatan dan pelaporan penerimaan dana dari zakat,

infak, dan sedekah

g. Memberikan pendapat (opini) terkait aspek pemenuhan

prinsip syariah atas kegiatan penghimpunan dana,

pembiayaan dan kegiatan jasa, dan perhitungan dan

pencatatan transaksi keuangan;

h. Melakukan pembahasan dengan LKS mengenai hasil temuan

pengawasan penerapan prinsip syariah yang hasilnya

dituangkan dalam risalah rapat;

i. Menyusun laporan hasil pengawasan penerapan prinsip

syariah atas kegiatan usaha LKS kepada pengurs; dan

j. Menyampaikan hasil laporan pengawasan penerapan prinsip

syariah kepada otoritas terkait.

C. Baitul Maal Wat Tamwil

Baitul maal Wat Tamwil (BMT) secara etimologis, istilah “Baitul

Maal” berarti “rumah uang” sedangkan “Baiut Tamwil” mengandung

pengertian “rumah pembiayaan”.48

Sehingga dikatakan bahwa Baitul Maal

48

Dr.Jamal Lulail Yunus, SE,. M.M, Managemen Bank Syariah “Mikro”, (Malang:UIN

Malang press, 2009), h. 5.

Page 51: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

40

Wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah,

yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha –

usaha non profit, seperti zakat , infaq, dan sedekah. Adapun baitul tamwil

sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.49

BMT menurut para ahli yaitu menurut Karnaen A. Perwataatmadja,

Baitul Mal Wal Tamwil merupkan pengembangan ekonomi berbasis masjid

sebagai sarana untuk memakmurkan masjid.50

Menurut Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah Baitul Mal wa Tamwil

(BMT) adalah lembaga mkro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,

menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka

mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir

miskin.

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan nonbank

yang beroperasi berdasarkan syariah dengan prinsip bagi hasil, yang didirikan

oleh dan untuk masyarakat di suatu tempat atau daerah.51

Dapat disimpulkan

bahwa Baitul Mal wa Tamwil adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya

berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-

usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi

pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan

menabung dan menunjang pembiyaan kegiatan ekonominya.52

Baitul Mal wa Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau keuangan

syariah non perbankan yang sifatnya informal. Lembaga yang didirikan oleh

Kelompok Swadaya Masyarkat (KSM) yang berbeda dengan lembaga

keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya sehingga BMT

disebut bersifat informal. Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT

juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi (Baitul Tamwil). Selain BMT

bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada

49

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan

Praktis, (Jakarta : PT. Fajar Interpratama Mandiri, 2013), h. 363. 50

Karnaen A. Perwataatmadja, Membmikan Ekonomi Islam Di Indonesia, (Depok:Usaha

Kami,2002), h. 17. 51

Azyumardi Azra, Berdema Untuk Semua, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2003), h.236. 52

PINBUK, "Pedoman Cara Pembentuk BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu”, (PINBUK,

Jakarta), h. 1

Page 52: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

41

masyarkat. BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti pedagangan,

industri, dan pertanian.53

BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai

lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan

yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun

dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya pada sektor

ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi

BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor

keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena

BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.54

Secara etimologis adalah suatu lembaga yang memunyai tugas khusus

menangani segara harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran

Negara. Baitul Maal Wat Tamwil sebenarnya adalah lembaga swadaya

masyarakat dalam pengertian didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat.

Terutama sekali pada awal berdiri, biasanya dilakukan dengan menggunakan

sumber daya, termasuk dana atau modal dari masyarakat setempat itu

sendiri.55

Sebagai bentuk lembaga keuangan syariah non bank, BMT

mempunyai cirri-ciri utama yang membedakannya dengan Lembaga

Keuangan Bank, yaitu :56

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi, terutama untuk anggota dan lingkunganya.

2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengaktifkan

penggunaan dana sosial untuk kesehjateraan orang banyak serta dpat

menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan

anggotanya dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.

53

A. Djazuli dan Yadi Yanwari, Lembaga-Lembaga perekonomian Umat Sebuah

Pengenalan, (Jakarta: Rajawali Press,2002), h. 98. 54

Muhammad Ridwan, manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003),

h.256. 55

Awalil Rizky, BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil, (Yogyakarta: Kreaso

Wacana, 2007), h.3. 56

Sri Dewi Yusuf, “Peran Strategis BMT dalam Peningkatan Ekonomi Rakyat”, (Volume 10

No.1), Edisi Juni 2014, h.74.

Page 53: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

42

3. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat

sekitarnya.

4. Milik bersama masyarakat kecil, bawah dan menengah, yang berada di

lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang

lain dari luar masyarakat itu.

Filosofis kegiatan BMT terdapat dalam beberapa surat di dalam Al-

Qur‟an dan hadist diantaranya adalah :

1. Surat Al-Baqarah ayat 275 :

Artinya :

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan

dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba)maka baginya

apa apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil

riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya”.

2. Surah Al-Baqarah ayat 279

Page 54: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

43

Artinya :

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa

Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan

riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

3. Surah At-Taubah ayat 103

Artinya :

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658]

dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu

(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan allah maha mendengar lagi maha

mengetahui.

Page 55: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

44

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI AKAD

MURABAHAH

A. Akad Murabahah

1. Pengertian Akad Murabahah

Al murabahah berasal dari kata al-ribh yang secara bahasa berarti

al-ziyadah (tambahan) dan al-nama‟ (tumbuh dan berkembang) dalam

perniagaan (al-tijarah). Arti al-murabahah secara harfiah sama dengan arti

al-riba secara harfiah, yaotu bertambah, tumbuh, dan berkembang.

Jual beli al-murabahah adalah kebalikan dari jual beli al-wadhi‟ah,

yaitu penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli mengenai objek

tertentu yang harganya lebih tinggi dinbandingkan dengan harga

perolehan. Wahbah al-Zuhaili menegaskan bahwa jual-beli murabahah

adalah :

ح ب ر دة ا ي ز ع م ل و ال ن م الث ل ث م ب ع ي ب و )بيع المرابحة( ه “jual beli dengan harga perolehan disertai tambahan sebagai

keuntungan”.

Jual beli murabahah merupakan akad yang sangat mahsyur di

kalangan pelaku usaha perbankan syariah. Karena dihubungkan dengan

praktik bisis yang demikian kompleks, akad murabahah yang pada

dasarnya merupakan bagian dari akad amanah merupakan topik akad yang

banyak didiskusikan di berbagai kalangan. Diantara cirinya adalah

banyaknya fatwa DSN-MUI terkait jual beli murabahah.

Murabahah adalah penjualan dan pembelian yang meliputi

penetapan harga dan ditambah dengan keuntungan yang disepakati oleh

pihak penjual dan pembeli. Murabahah pada dasarnya yaitu penjualan

yang berasaskan kepercayaan, dimana pembeli tergantung dan bergantung

pada kejujuran penjual dan penjual menyebutkan biaya sesungguhnya atas

perolehan barang tersebut.57

Murabahah adalah sebuah pergeseran kepemilikan sesuatu yang

dimiliki yang kemudian dijual dengan harga pertama lalu diberikan sedikit

57

Usmani, Taqi. 2002. An Introduction To Islamic Finance. Makataba Ma‟arif Quran

Karachi. h. 167.

Page 56: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

45

tambahan keuntungan. Dari seluruh definisi yang dinyatakan beberapa

sumber intinya adalah sama, bahwa murabahah adalah kegiatan beli

dimana penjual menceritakan biaya perolehan barang yang sesungguhnya

kepada pembeli lalu ditambahkan keuntungan atas penjualan tersebut

berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan kesepakatan antara penjual dan

pembeli. Oleh karena itu seringkali salah presepsi mengenai penetapan

margin murabahah menjadi hal yang kurang menguntungkan, karena

tujuan jual beli yang baik bisa disalah artikan.58

2. Margin dalam murabahah

Pendapat ahli hukum islam menjelaskan mengenai biaya yang

dapat ditambahkan ke harga dan merupakan dasar untuk perhitungan laba.

Menurut hanafi semua biaya yang diterima dari praktek komersial atau jual

beli dapat ditambahkan ke harga biaya mengenai biaya perolehan dari

komoditas tersebut. Menurut Hanbali dan Imam Syafi‟i semua biaya aktual

yang terjadi sehubungan pembelian komoditas dapat ditambahkan asal ada

kesepakatan dengan nasabah. Menurut Maliki biaya yang dapat

ditambahkan kedalam harga adalah biaya yang dikeluarkan seperti

penyimpanan barang atau biaya pengangkutan, namun biaya tersebut tidak

termasuk dalam keuntungan dan untuk keuntungan dapat ditambahkan

lagi.59

Selain itu penetapan pada margin murabahah menurut otoritas jasa

keuangan ada beberapa point, sebagai berikut :

a. Margin jual beli murabahah merupakan tingkat keuntungan yang

diharapkan (expected yield) oleh Lembaga Keuangan Syariah.

b. Margin (mark up price) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara

lembaga keuangan syariah dan nasabah.

c. Margin dinyatakan dalam bentuk nominal atau presentase tertentu dari

harga pook lembaga keuangan syariah.

58

Lukman Haryono, “Penerapan Prinsip Pembiayaan Syariah (Murabahah) pada BMT

Usaha di Kabupaten Semarang”, (Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1), pada April 2017, h. 81. 59

M. Tahir Mansuri,“Islamic Law Of Contracts And Bussiness Transactions”, (New Dellhi:

Adam Publisher And Distribution, 2006) h. 95.

Page 57: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

46

d. Perhitungan margin dapat mengacu pada tingkat imbalan yang berlaku

umum pada pasar keuangan dengan mempertimbangkan ekspektasi

biaya dana, risk premium dan tingkat keuntungan.

e. Margin tidak boleh bertambah sepanjang masa pembiayaan setelah

kontrak disepakati dan ditandatangani kedua belah pihak.

f. Lembaga keuangan syariah dapat memberikan potongan margin

murabahah sepanjang tidak menjadi kewajiban bank yang tertuang

dalam perjanjian.

3. Aplikasi Modern Murabahah Dan Skema Pembiayaan Murabahah

Lembaga keuangan syariah menggunakan teknik ini untuk

membiayai proyek-proyek. Mereka membeli komoditas untuk kas dan

kemudian menjualnya kepada nasabah dengan biaya ditambah keuntungan

atas dasar pembayaran tangguhan. Di lembaga keuangan syariah

murabahah dipraktekkan dengan cara berikut :60

a. Nasabah mengajukan kepada lembaga keuangan syariah untuk

melakukan permintaan pembelian terhadap barang-barang tertentu.

Nasabah juga diminta untuk mendeskripsikan spesifikasi barang yang

diminta.

b. Dalam hal ini lembaga keuangan syariah menyetujui permintaannya,

kenudian meminta nasabah yang membeli barang tersebut membuat

kesepakatan mengenai margin yang ditetapkan.

c. Setelah penandatanganan usaha untuk pembelian, lembaga keuangan

syariah melakukan pembelian barang yang dibutuhkan.

d. Setelah lembaga keuangan syariah telah membeli dan megambil

kepemilikan dari mereka, itu masuk ke dalam kontrak murabahah

dengan nasabah. Kontrak termasuk mark-up atas biaya barang dan

jadwal pembayaran. Lembaga keuangan syariah menyerahkan barang

ke nasabah sebagai pengganti cek barang tanggal masa sesuai dengan

jadwal pembayaran.

60

Lukman Haryono, “Penerapan Prinsip Pembiayaan Syariah (Murabahah) pada BMT

Usaha di Kabupaten Semarang”, (Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1), pada April 2017, h. 82.

Page 58: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

47

e. Untuk menjamin pembayaran harga, lembaga keuangan syariah dapat

meminta pembeli untuk memberikan keamanan dalam bentuk jaminan.

Gambar 3.1

Skema Pembiayaan Murabahah

Tipe pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap

fikih muamalah. Dalam tipeini, Lembaga Keuangan Syariah membeli

dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian

sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama Lembaga Keuangan Syariah

kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin

keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai

(cash), atau tangguh, baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu

tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh.

Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan

kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan

pembayaran dilakukan lembaga keuangan syariah langsung kepada penjual

pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima barang setelah

sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan lembaga keuangan

syariah. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik

berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya,

nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan

murabahah yang asli, tapi rawan dari aspek legal.61

61

Lathif, A.A, “Konsep Dan Aplikasi akad Murabahah pada Perbankan Syariah di

Indonesia”. (Jurnal Ahkam : Vol.XII, No.2, 2012), h.69-78.

Negoisasi dan persyaratan

Lembaga keuangan

syariah

penjual

Nasabah

Page 59: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

48

Contoh lain dengan skema ini untuk seorang pedagang yang

hendak membeli barang dagangan melalui pembiayaan murabahah.

Pedagang tersebut mengajukan permohonan kepada BMT, lalu BMT

membelikan barang tersebut kepasa supplier, kemudian BMT

menyerahkan barang pesanan kepada pedagang dengan tingkat margin

yang telah disepakati ketika akad, lalu pedagang membayar harga barang

kepada BMT secara tunai maupun melalui cicilan beserta margin yang

disepakati.

4. Rukun Dan Syarat Murabahah

Murabahah sebagai wujud dari kegiatan muamalah tentu memiliki rukun

dan syarat, agar kegiatannya bisa sah menurut syariah Islam. Dibawah ini

ada beberapa point mengenai rukun dan syarat pembiayaan murabahah

yaitu :62

a. Rukun Murabahah

1) Pihak yang berakad: penjual dan pembeli

2) Objek yang diakadkan : barang yang diperjualbelikan dan harga

3) Sighat / Akad : Serah (ijab) dan terima (qabul)

b. Syarat murabahah

1) Pihak yang berakad :

a) Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus

cakap hukum.

b) Sukarela (ridho), tidak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa dan

tidak di bawah tekanan.

2) Obyek yang diperjualbelikan :

a) Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang

dilarang (haram), dan bermanfaat serta tidak menyembunyikan

adanya cacat barang.

b) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad

c) Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang

diterima pembeli.

d) Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan

62

Anggadini, S. D. “Penerapan Margin Pembiayaan Murabahah pada BMT Pacet Cianjur.”

(Fakultas Ekonomi Unikom. Vol. 9 No. 2, 2008),h.187-198.

Page 60: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

49

3) Sighat :

a) Harus jelas dan disebutkan secara spesifik (siapa) para pihak

yang berakad

b) Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras dan transparan

baik dalam spesifikasi barang (penjelasan fisik barang) maupun

harga yang disepakati (memberitahu biaya modal kepada

pembeli).

c) Tidak mengundang klausul yang bersifat menggantungkan

keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.

5. Murabahah Sebagai Model Pembiayaan

Pada awalnya murabahah hanya dijadikan sebagai model jual beli

saja bukan pembiayaan. Model pembiayaan yang sesungguhnya menurut

syariah adalah mudharabah dan musyarakah namun ada kesulitan terdiri

dalam praktiknya. Oleh sebab itu ahli syariah kontemporer telah

memungkinkan murabahah dijadikan sebagai model pembiayaan sesuai

dengan kondisi tertentu. Terdapat dua poin penting yang harus dipahami

dalam hal ini: 63

a. Hal ini tidak boleh diabaikan pada konteks aslinya bahwa murabahah

bukanlah sebuah model pembiayaan, namun murabahah dijadikan

sebagai pembiayaan karena untuk menghindar dari adanya bunga dan

bunga bukanlah sebuah instrumen yang ideal untuk melakukan tujuan

riil ekonomi islam. Dan untuk penggunanya harus dibatasi pada

kasus-kasus tertentu dimana mudharabah dan musyarakah tidak lagi

praktis.

b. Hal yang penting kedua adalah pembiayaan murabahah tidak hanya

mengganti bunga dengan laba atau mark-up saja, namun murabahah

digunakan sebagai model keuangan oleh para ulama dengan model jual

beli barang produktif atau yang dapat dijual kembali. Oleh sebab itu

murabahah haruslah sesuai dan tidak boleh sama dengan pinjaman

berbunga. Apabila sama maka transaksi murabahah tidak valid.

63

Usmani, Taqi. 2002. An Introduction To Islamic Finance. Makataba Ma‟arif Quran

Karachi.

Page 61: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

50

6. Fatwa DSN MUI Terkait Murabahah

Murabahah sebagai pembiayaan tentu memiliki seuah aturan

khusus agar transaksinya tidak keluar dari syariah Islam. Aturan khusus

tersebut dimuat dalam sebuah fatwa MUI (2000) tentang ketentuan

murabahah yang dapat disarikan sebagai berikut :64

a. barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam

b. BMT membiayai sebaguan atau keseluruhan harga pembelian barang

yang telah disepakati kualifikasinya.

c. BMT membelikan barang yang diperlukan atas nama BMT sendiri dan

pembelian ini harussah dan bebas riba.

d. BMT harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

e. BMT kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)

dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan

ini BMT harus memberitahukan secara jujur harga pokok pembelian

barang berikut biaya yang diperlukan.

f. Jika BMT hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang

dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah

barang secara prnsip menjadi milik BMT.

g. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil

BMT harus dibayar dari uang muka tersebut.

h. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan

pesanannya.

7. Akad Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah

Jual beli murabahah, berdasarkan fatwa DSN MUI yang dijadikan

dasar hukum tidak tertulis bagi perbankan syariah, merupakan akad yang

kurang lebih sama dengan keputusan Mi‟yar Syar‟iyyah mengenai akad

murabahah. Pada prinsipnya, akad murabahah di perbankan syariah

merupakan jalan tengah antara mazhab pembiayaan dan mazhab fikih,

terutama mengenai syarat sah akad murabahah.

64

Lukman Haryono, “Penerapan Prinsip Pembiayaan Syariah (Murabahah) pada BMT

Usaha di Kabupaten Semarang”, (Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1), pada April 2017, h. 84.

Page 62: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

51

Dalam fatwa DSN MUI Nomor 04 Tahun 2000 tentang Murabaah

dijelaskan bahwa jual beli murabahah adalah penjualan suatu barang

dengan menegaskan (menjelaskan) harga belinya kepada pembeli dan

pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan.

Fatwa tersebut memperlihatkan akad jual beli murabahah, sebagaimana

dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah dijelaskan bahwa pembiayaan murabahah adalah

penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa

transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan atau Unit Usaha

Syariah (UUS) serta pihak lain (nasabah) yang mewajibkan pihak yang

dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan yang berupa keuntungan (al-

ribh).

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah, pasal 1 angka 25 menyebutkan bahwa pembiayaan adalah

penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa :65

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk Ijarah Muntahiya bittamlik;

c) Transaksi jual beli dalam piutang murabahah, salam, dan ishtishna‟;

d) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

syariah dan/atau fasilitas dana untuk mengembalikan data tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalam ujrah, tanpa imbalan,

atau bagi hasil. Murabahah dalam praktik di LKS telah dimodifikasi

sehingga dikenal dengan nama akad murabahah li al-amir bi al-syira‟.

Akad jual beli murabahah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah

merupakan pengembangan akad jual beli murabahah yang terdapat

65

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli, (Jakarta :

Simbiosa Rekatama Media, 2018), h. 216.

Page 63: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

52

dalam kitab fikih. Jual beli murabahah dalam kitab fikih merupakan

jual beli yang bersifat langsung, sedangkan jual beli murabahah dalam

praktik perbankan merupakan akad jual beli yang bersifat tidak

langsung karena fungsi Intermediary bank (sebagai institusi keuangan)

dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Mi‟yar Syar‟i dikenalkan akad murabahah li al-Amir bi al-

Syira‟ (akad jual beli murabahah yang disertai dengan perintah kepada

nasabah untuk membeli barang yang diperlukan). Sedangkan dalam

fatwa DSN MUI dikenalkan akad wakalah sebagai jembatan

pemenuhan syarat mutsman, yaitu mutsman harus milik penjual

(Lembaga Keuangan Syariah) pada saat akad murabahah dilakukan.

Kiranya penting untuk diperhatikan substansi fatwa DSN MUI

Nomor 04 Tahun 2000 tentang Murabahah yang terdiri atas enam

keputusan, antara lain :66

1. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah adalah sebagai

berikut :

b. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas

riba.

c. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah.

d. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang

yang telah disepakati kualifikasinya.

e. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank

sendiri dan pembelian ini harus sah serta bebas riba.

f. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

g. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah

(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus

keuntungannya. Dalam kaitan ini, bank harus memberi tahu secara

66

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli, (Jakarta :

Simbiosa Rekatama Media, 2018), h.217.

Page 64: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

53

jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biayay yang

diperlukan.

h. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut

pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

i. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad

tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan

nasabah.

j. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli

barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan

setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

2. Ketentuan murabahah bagi nasabah adalah sebagai berkut :

a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu

barang atau asset kepada bank.

b. Jika bank menerima permohonan tersbut, ia harus membeli terlebih

dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

c. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan

nasabah harus menerima (membeli)nya sesuai dengan janji yang

telah disepakatinya karena secara hukum janji tersebut mengikat;

kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

d. Dalam jual beli ini, bank dibolehkan meminta nasabah untuk

membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal

pemesan.

e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya

riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung

oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya pada

nasabah.

g. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari

uang muka maka;

Page 65: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

54

1) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia

tinggal membayar sisa harga.

2) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank

maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat

pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,

nasabah wajib melunasi kekurangannya.

3. Ketentuan terkait jaminan dalam murabahah adalah sebagai berikut :

a. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan

pesanannya.

b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang

dapat dipegang.

4. Ketentuan terkait uang murabahah adalah sebagai berikut :

a. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi

murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang

dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika

nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau

kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya

kepada bank.

b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran

berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah

tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia

tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta

kerugian itu diperhitungkan.

5. Ketentuan mengenai penundaan pembayaran utang murabahah adalah

sebagai berikut :

a. nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda

penyelesaian utangnya.

b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau jika

salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, penyelesaiannya

Page 66: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

55

dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

6. Ketentuan mengenai bankrut dalam murabahah adalah jika nasabah

telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus

menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali atau

berdasarkan kesepakatan.

8. Uang Muka dan Diskon Murabahah

DSN MUI telah menerbitkan fatwa mengenai uang muka dan

diskon murabahah, yaitu Fatwa DSN MUI Nomor 13 Tahun 2000 tentang

Uang Muka dalam Murabahah dan Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun

2000 tentang Diskon Murabahah.

Substansi fatwa DSN MUI Nomor 13 Tahun 2000 tentang Uang

Muka Dalam Murabahah terdiri atas lima butir, yaitu :67

a) Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan syariah

dibolehkan meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.

b) Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.

c) Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus

memberikan ganti rugi kepada Lembaga Keuangan Syariah dari uang

muka tersebut.

d) Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, lembaga keuangan

syariah dapat meminta tambhan kepada nasabah.

e) Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, lembaga keuangan

syariah harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.

f) Uang muka dalam fatwa ini bukan terjemahan dari „urbun (ba‟i al-

„urbun) sebagaimana larangan jual-beli „urbun yang dilarang oleh

Rasulullah SAW, tetapi merupakan terjemahan dari Hamisy jiddiyah

karena kesamaan substansi atau dhawabith-nya. Karena ciri utama

„urbun adalah down payment (uang muka) menjadi milik calon penjual

meskipun jual beli tidak jadi dilakukan sehingga terjadi gharar atas

kepemilikan uang muka tersebut. Sementara ketentuan fatwa terkait

67

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli, (Jakarta :

Simbiosa Rekatama Media, 2018), h.220.

Page 67: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

56

uang muka, uang muka tidak atau bukan menjadi milik penjual dalam

jual beli gagal dilakukan.

g) Sementara itu, substansi fatwa Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Diskon

dalam murabahah terdiri atas lima butir, yaitu :

1) Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati

oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang

menjadi objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.

2) Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang

diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.

3) Jika dalam jual beli murabahah lembaga keuangan syariah

mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga

setelah diskon. Karena itu, diskon adalah hak nasabah.

4) Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon

tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang

dimuat dalam akad.

5) Pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan

ditandatangani.

9. Potongan dan Penyelesaian Piutang Murabahah

DSN MUI telah menerbitkan dua fatwa mengenai potongan dalam

murabahah, yaitu fatwa DSN MUI Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Potongan Pelunasan dalam Murabahah dan fatwa Nomor 46 Tahun 2005

tentang Potongan Tagihan Murabahah. Sedangkan fatwa mengenai

penyelesaian piutang murabahah diatur dalam fatwa DSN MUI Nomor 47

Tahun 2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah yang

Tidak Mampu Membayar.

Substansi fatwa DSN MUI Nomor 23 Tahun 2002 tentang

potongan pelunasan dalam murabahah adalah sebagai berikut :68

1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan

pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah

68

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli, (Jakarta :

Simbiosa Rekatama Media, 2018), h.221.

Page 68: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

57

disepakati, Lembaga Keuangan Syariah boleh memberikan potongan

dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan

dalam akad.

2. Besar potongan, sebagaimana dimaksud di atas, diserahkan pada

kebijakan dan pertimbangan Lembaga Keuangan Syariah.

Sementara itu, substansi Fatwa Nomor 46 Tahun 2005 tentang

Potongan Tagihan Murabahah adalah :

1. Lembaga Keuangan Syariah boleh memberikan potongan dari total

kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad)

murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya

dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan

kemampuan pembayaran.

2. Besar potongan, sebagaimana dimaksud di atas, diserahkan pada

kebijakan Lembaga Keuangan Syariah.

3. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.

Substansi fatwa DSN MUI Nomor 47 Tahun 2005 tentang

Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah yang Tidak Mampu

Membayar adalah bahwa Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan

penyelesaian/ melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang

telah disepakati, dengan ketentuan :

1. Objek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada

atau melalui lembaga keuangan syariah dengan harga pasar yang

disepakati.

2. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada Lembaga Keuangan Syariah

dari hasil penjualan.

3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka Lembaga Keuangan

Syariah (LKS) mengembalikan sisanya kepada nasabah.

4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang

tetap menjadi utang nasabah.

5. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka

lembaga keuangan syariah dapat membebaskannya.

Page 69: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

58

10. Penjadwalan Ulang dan Konversi Murabahah

DSN MUI menerbitkan dua fatwa mengenai penjadwalan ulang

tagihan murabahah dan konversi akad murabahah, yaitu fatwa Nomor 48

Tahun 2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah dan fatwa

Nomor 49 Tahun 2005 tentang Konversi Akad Murabahah.

Konteks penerbitan Fatwa Nomor 48 Tahun 2005 adalah

pertanyaan masyarakat mengenai adanya nasabah yang mengalami

penurunan kemampuan dalam membayar utang secara angsur kepada

Lembaga Keuangan Syariah. Substansi fatwanya adalah lembaga

keuangan syariah boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling)

tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan / melunasi

pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan

ketentuan :69

1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa.

2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya

riil.

3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdassarkan kesepakatan kedua

belah pihak.

Fatwa ini secara lagsung berhubungan dengan teori harga, di mana

semakin lama jangka waktu yang digunakan untuk membayar utang

secara angsuran maka harga semakin tinggi. Semntara apabila nasabah

mengalami penurunan kemampuan membayar cicilan, jangka

waktunya boleh diperpanjang (misalnya dari 60 bulan menjadi 120

bulan), tetapi harganya tidak boleh berubah (ditambah). Apabila

harganya ditambah, transaksi tersebut termasuk riba (riba jahiliyah).

Untuk menghindari riba tersebut, salah satu solusinya adalah konversi

akad murabahah, sebagaimana diatur dalam fatwa nomor 49 Tahun

2005.

69

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli, (Jakarta :

Simbiosa Rekatama Media, 2018), h.222

Page 70: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

59

Substansi fatwa DSN MUI Nomor 49 Tahun 2005 tentang

Konversi akad murabahah adalah bahwa lembaga keuangan syariah boleh

melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi

nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaan

murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia

masih prospektif, dengan ketentuan dipatuhi dua langkah berikut :

1. memberhentikan/menyelesaikan akad murabahah yang eksisting.

2. Membuat akad baru sebagai tindakan konversi akad.

Ketentuan fatwa mengenai pemberhentian atau penyelesaian akad

murabahah adalah :

1. objek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar.

2. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan.

3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang, kelebihan itu dapat

dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari

mudharabah dan musyarakah.

4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang, sisa utang tetap

menjadi utang nasabah yang secara pelunasannya disepakati antara

lembaga keuangan syariah dan nasabah.

Ketentuan fatwa mengenai pembuatan akad baru adalah bahwa

lembaga keuangan syariah dan nasabah ex-murabahah dapat membuat

akad baru dengan akad :

1. Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik atas ex-objek murabahah dengan tunduk

dan patuh pada ketentuan fatwa DSN No.27 /DSN-MUI/III/2002

tentang al-Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik.

2. Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.07/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).

3. Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

Dengan adanya konversi akad maka lembaga keuangan syariah

terhindar dari kerugian dan sekaligus terhindar dari riba jahiliah. Fatwa

Page 71: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

60

ini merupakan solusi yang saling menguntungkan dalam melakukan

usaha atau bisnis secara syariah. Pada tahapan penerapan fatwa, pada

prinsipnya pilihan tiga akad tersebut harus mempertimbangkan kondisi

usaha nasabah yang eksisting.

11. Produk Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan dengan menggunakan skema akad murabahah

merupakan pembiayaan yang paling popular di Indonesia karena Lembaga

Keuangan Syariah pada umumnya, baik bank maupun non bank, sangat

banyak menggunakan skema ini. Pada saat akad murabahah dipraktikkan

di LKS, akad murabahah tidak lagi merupakan akad yang berdiri sendiri.

Pada umumnya, akad murabahah digandengkan secara paralel dengan janji

(al-wa‟d) pemberian kuasa (akad wakalah). Penggandengan akad ini dalam

literature disebut „aqd al-murabahah li al-amir bi al-syira‟ yang secara

harfiah berarti akad murabahah yang disertai dengan perintah untuk

membeli. Ada sedikit perbedaan antara skema jual beli murabahah

berdasarkan fatwa DSN-MUI dan skema murabahah yang ditetapkan

dalam Mi‟yar Syar‟i (standar syariah). Akad murabahah dalam ketentuan

standar syariah menganut akad mu‟allaq (efektif [nafadz] akad murabahah

setelah pembeli menyatakan telah membeli barang). Berarti, barang yang

menjadi objek akad belum menjadi milik LKS pada saat akad. Sedangkan

dalam fatwa DSN MUI lebih berhati-hati karena LKS tidak boleh menjual

barang, kecuali barang tersebut sudah menjadi LKS (ba‟i ma la yamlik).

Lihat dua gambar berikut :

Gambar 3.2

Akad murabahah li al-amir bi al-syira’

Gambar 3.3

Akad Murabahah di LKS versi Fatwa DSN-MUI.

Wa’d Wakalah Murabahah

Murabahah Wakalah Wa’d

Page 72: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

61

Adapun akad murabahah pada saat menjadi produk di LKS dapat

mengikuti alur yang terdapat pada gambar berikut :

Gambar 3.4

Produk murabahah

Keterangan :

1. Nasabah mengajukan (wa‟d) pembiayaan kepada LKS. LKS melakukan

analisis kelayakan dan pemohon dapat diminta uang panjar (hamsy

jiddiyah).

2. LKS memberikan kuasa (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli

barang yang sesuai dengan pesanannya.

3. Nasabah memberitahukan kepada LKS bahwa ia telah mebeli barang

sesuai dengan kuasa yang diberikan (barang secara prinsip telah menjadi

milik LKS).

4. LKS melakukan akad murabahah dengan nasabah ; LKS sebagai penjual

dan nasabah sebagai pembeli (LKS memperoleh keuntungan);

5. Barang yang dibeli nasabah dijadikan agunan (al-rahn) di LKS sampai

pembayaran utang lunas.

Gambar Nasabah Gambar LKS 1. nasabah memesan (wa‟d) barang untuk

dibelinya dengan akad murabahah

2. LKS memberikan kuasa (wakalah) kepada

nasabah untuk membeli barang yang

diinginkan

3. dilkukan akad murabahah antara LKS dan

nasabah

Page 73: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

62

B. Profil BMT Al-Hijrah

1. Sejarah BMT Al-Hijrah

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Al-Hijrah didirikan pada tanggal

16 Agustus 1995, oleh para tokoh dari berbagai kalangan di Kota Sorong,

pejabat pemerintah, pengusaha muslim dan para aktifis dakwah yang

memiliki komitmen keumatan. Setelah melalui berbagai proses persiapan,

pada tanggal 02 Oktober 1995 BMT Al-Hijrah resmi beroperasi sebagai

KSM pra koperasi yang selanjutnya pada akhir tahun 1996 resmi

memperoleh pengesahan badan hukum dari Departemen Koperasi sebagai

KSP BMT.

Dengan modal awal dua belas juta rupiah dari dua puluh empat

orang pendiri, BMT Al-Hijrah terus berupaya membangun citranya

sebagai lembaga keuangan mikro yang berusaha menerapkan transaksi

syariah. Pada akhir tahun 2009, asset yang dihimpun BMT Al-Hijrah telah

lebih dari dua milyar rupiah, artinya kepercayaan umat Islam terhadap

institusi ini telah mulai tumbuh. Perspalannya adalah, bagaimana agar

semua pihak (pendiri, pengurus, pengelola dan anggota) dapat menjaga

amanah ini serta secara bersama-sama untuk terus berikhtiar

memberdayakan ekonomi umat seraya menjaga konsistensi dalam

penerapan syariat (ekonomi) Islam. Diharapkan, BMT Al-Hijrah

menggandengkan integrasi dan kerjasama vertikal serta horizontal antar

anggota BMT, antar BMT dan lembaga yang ada diatasnya.

2. Landasan Hukum

Adapun dasar pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wat

Tamwil (BMT) Al-Hijrah Sorong adalah :

1. Undang-Undnag Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentnag

Perkoperasian;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi;

3. Keputusan Rapat Badan Pendiri KJKS BMT Al-Hijrah Sorong tanggal

16 Agustus 1995

Page 74: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

63

3. Nature of Bussiness

BMT Al-Hijrah merupakan badan usaha yang kegiatan usahanya

diarahkan pada bidang yang berkaitan langsung dengan kepentingan

anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesehjateraannya.

Kelebihan kemampuan pelayanan dapat digunakan untuk memenuhi

kebtuhan masyarakat yang bukan anggota dengan tujuan untuk

mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar volume usaha

dan menekan biaya per unit yang memberikan manfaat sebesar-besarnya

kepada anggotanya untuk memasyaratkan koperasi.

4. Visi dan Misi

Untuk meningkatkan pelayanan kepada para anggota serta meningkatkan

kesehjateraannya, KJKS BMT Al-Hijrah memiliki visi :

Menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat, khususnya

masyarakat lapisan menengah dan bawah

Sebagai pelaksana sistem ekonomi syariah

Penghubung antara pemilik dana (shahibul maal) dengan anggota

Sebagai Mudharib yang secara berkesinambungan meningkatkan nilai

tambah bagi usaha anggotanya.

Untuk mewujudkan visi tersebut maka dijabarkan dalam misi sebagai

berikut :

Memperluas dan memperbesar pangsa pasar usaha anggota dan

masyarakat lapisan bawah.

Meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah dan lembaga

pendukung lainnya.

Memobilisasi dana sehingga berkembang dan bisa dijangkau oleh

masyarakat bagian bawah dan menengah guna mengembangkan

kesempatan kerja.

Mempertinggi kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan

Islami

Meningkatkan kesehjateraan anggota

Page 75: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

64

5. Maksud dan Tujuan

BMT Al-Hijrah didirikan dengan maksud untuk meningkatkan

kesehjateraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya

serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan

syariah Islam.

6. Metode dan Obyek Pengawasan

Pengawasan syariah oleh DPS pada KSPPS BMT Al-Hijrah selama

tahun 2017 dilaksanakan dengan dua pendekatan, yakni pencegahan atau

antisipasi dan pemeriksaan. Pencegahan dilaksanakaan dengan senantiasa

memberikan nasehat dalam setiap forum kajian dan rapat-rapat, serta

membuka ruang konsultasi sampai melahirkan keputusan boleh atau

tidaknya terhadap permasalahn yang dihadapi. Sedangkan pemeriksaan

yang dimaksud adalah upaya untuk mengungkap kebenaran sebuah

tindakan atau transparansi yang dilakukan oleh KSPPS BMT Al-Hijrah

dengan cara memeriksa dokumen transaksi atau akad dan

membandingkannya dengan fatwa DSN. Obyek pengawasan DPS untuk

tahun 2017 ini, meliputi kegiatan operasional, produk dan aktivitas KSPPS

BMT Al-Hijrah serta pemeriksaan terhadap akad pembiayaan.

Pemeriksaan akad pembiayaan dimulai dari proses pengajuan yakni

proposal permohonan, analisa kelayakan pembiayaan, surat persetujuan

prinsip pembiayaan serta akad yang telah ditandatangani kedua belah

pihak. DPS belum melakukan pemeriksaan langsung kepada anggota

penerima pembiayaan untuk memastikan kebenaran penggunaan dana

tidak menyimpang dari akad.

C. Profil BMT Aisyiyah

1. Sejarah BMT Aisyiyah

Koperasi primer ini adalah koperasi jasa keuangan syariah Baitul

Maal wat Tamwil Aisyiyah selanjutnya dalam anggaran dasar ini disebut

BMT Aisyiyah. Koperasi jasa keuangan syariah BMT Aisyiyah

berkedudukan di kantor Pimpinan daerah Muhammadiyyah kota Sorong,

Page 76: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

65

jalan Merpati No.17 Kelurahan Malaingkedi distrik Malaimsimsa kota

Sorong Papua Barat. Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Aisyiyah

didirikan pada tanggal 21 April 2015 bersama dengan Anggaran Dasar

disetujui dan disahkan oleh pejabat berwenang, dan didirikan untuk jangka

waktu tidak terbatas.

Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Aisyiyah merupakan suatu

lembaga yang didirikan oleh organisasi Aisyiyah. Adapun pertama kali

yang mengusulkan untuk pendiri BMT Aisyiyah adalah Ibu Sumaryati,

S.H. Ibu Sumaryati adalah salah satu anggota pemimpin daerah Aisyiyah

Kota Sorong yang menduduki jabatan sebagai bendahara. Karena beliau

melihat potensi asset yang dimiliki Aisyiyah dan Muhammadiyyah cukup

banyak maka perlu adanya sebuah lembaga yang mengelola asset tersebut.

Maka beliau dan beberapa teman Aisyiyah yang lainnya menggagas untuk

pendirian BMT Aisyiyah. Maksud dari BMT Aisyiyah itu sendiri pertama,

membuat daya tarik agar jama‟ah Aisyiyah dapat berkumpul, selain

pengajian yang di program, pengurus Aisyiyah membuat strategi yang

berbeda dalam menghidupkan anggota-anggota Aisyiyah. Kedua,

diharapkan saling membantu sesame manusia dengan memegang prinsip

rahmatan lil alamiin.

Koperasai jasa keuangan syariah „Aisyiyah‟ berdiri dengan

berlandaskan pada Undang-Undnag Dasar 1945 dan pancasila dengn

memegang prinsip kekeluargaan, keikhlasan, dan gotong-royong.

Koperasai jasa keuangan syariah „Aisyiyah‟ melaksanakan dan

menjalankan prinsip perkoperasian adalah sebagai berikut :

a) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

b) Pengelolaan secara demokratis

c) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secra adil sebanding dengan

besarnya jasa usaha masing-masing anggota

d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal

e) Kemandirian

Page 77: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

66

2. Visi Misi

Visi BMT Aisyiyah Kota Sorong adalah meningkatkan kualitas ibadah

anggota BMT sehinggamampu berperan sebagai khalifa Allah.Misi BMT

Aisyiyah Kota Sorong adalah menerapkan prinsip-prinsip Syariah dalam

kegiatan ekonomi, UKM (Usaha Kecil Menengah), serta membina

kepedulian aghnia kepada dhuafa secara terpola dan berkesinambungan.

3. Tujuan BMT Aisyiyah Kota Sorong

Koperasi Jasa Keuangan Syariah „Aisyiyah bertujuan untuk :

Meningkatkan kesehjateraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya, serta membangun tatanan perekonomian yang

berkeadilan sesuai prinsip-prinsip Islam.

a. memperluas dan memperbesar pangsa pasar usaha anggota dan

masyarakat lapisan bawah

b. meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah, dan lembaga

pendukung

c. ikut membangun tatanan perekonomian ummat dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur yang diridhai

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

4. Kelebihan BMT Aisyiyah

BMT Aisyiyah lahir dari organisasi Aisyiyah, dimana organisasi

Aisyiyah ini adalah salah satu organisasi ortom Muhammadiyah dimana

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi terbesar di Indonesia dengan

ratusan bahkan ribuan amal usaha yang dimilikinya seperti sekolah, rumah

sakit, universitas, dan lain sebagainya. Untuk organisasi muhammadiyah

yang berada di kota Sorong pun memiliki beberapa amal usaha yang

otomatis akan menjadi anggota BMT Aisyiyah itu sendiri, beberapa amal

usaha Muhammadiyah yang telah menjadi nasabah yaitu

SD Muhammadiyah 1

SD Muhammadiyah 2

Page 78: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

67

MTS Muhammadiyah Al-Amin

SMP Muhammadiyah Al-Amin

SMA Muhammadiyah Al-Amin

TK ABA 2

TK ABA 3

D. Profil BMT Nur Rahmah

1. Sejarah BMT Nur Rahmah

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Baitul Maal wat

Tamwil (KSPPS BMT) Nur Rahmah didirikan pada tanggal 03 Desember

2016, yang memiliki komitmen untuk meningkatkan perekonomian

anggota pada khususnya dan umat pada umumnya. Sejak berdirinya dan

ditetapkan kepengurusan KSPPS BMT Nur Rahmah periode 2016-2017

pada Rapat Angggota Pendiri tanggal 03 Desember 2016, seluruh

pengurus dengan didukung oleh jajaran manajemen (pengelola) telah

mengupayakan berbagai langkah dalam rangka meningkatkan kerja

KSPPS. Adapun dasar pendirian KSPPS BMT Nur Rahmah adalah :

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Perkoperasian;

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Taun 1995 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi;

2. Nature Of Busines

BMT Nur Rahmah merupakan badan usaha yang kegiatan

usahanya diarahkan pada bidang yang berkaitan langsung dengan

kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun

kesehjateraannya. Kelebihan kemampuan pelayanan dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota dengan

tujuan untuk mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar

volume usaha dan menekan biaya per unit yang memberikan manfaat

sebesar-besarnya kepada anggotanya serta untuk memasyarakatkan

koperasi.

Page 79: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

68

3. Visi Misi

Untuk meningkatkan pelayanan kepada para anggota sarta

meningkatkan kesehjateraannya, KSPPS BMT Nur Rahmah memiliki visi

yaitu menjadi Lembaga Keuangan Mikro yang terbesar di wilayah Papua,

terluas jaringan pelayanannya, terbaik dalam pelayanan, dan konsisten

pada nilai & kaidah syariat serta ditunjang teknologi informasi yang

paripurna. Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, KSPPS BMT Nur

Rahmah menjabarkan dalam misi utamanya sebagai berikut :

Membeikan layanan yang prima kepada seluruh angota dan masyarakat

luas

Mendorong anggota dan masyarakat luas untuk menabung dan

investasi

Mengembangkan SDM yang amanah, tangguh, kreartif dan inovatif.

Membangun industry Jasa Keuangan yang kokoh untuk kesehjateraan

semua pihal terkait

Berkomitmen mengembangkan lembaga dengan mengaplikasikan

nilai-nilai Islam dalam operasionalnya dan prinsip serta budaya

lembaga.

4. Maksud Dan Tujuan

BMT Nur Rahmah didirikan dengan maksud untuk meningkatkan

kesehjateraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umunya serta

ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan

syariah Islam.

5. Budaya Kerja

Dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan perusahaan untuk KSPPS

BMT Nur Rahmah mengembangkan bdaya perusahaan dengan komitmen

pada :

Page 80: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

69

Menciptakan suasana kerja yang kondusif serta kerjasama antar

karyawan yang harmonis guna meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia

Memberikan pelayanan kepada anggota dengan cepat dan tepat secara

profesional

Pengelolaan usaha yang bersih, terbuka (transparan) dan akuntabel.

Page 81: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

70

BAB IV

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN DPS

DENGAN SKNNI NO. 25 TAHUN 2017

Standarisasi dan pengembangan kompetensi, mutu serta profesionalitas

profesi Pengawas Syariah menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini mengingat penting

dan strategisnya profesi tersebut dalam memastikan kesesuaian syariah (sharia

compliance) pada produk dan aktivitas usaha yang dijalankan oleh Lembaga

Keuangan Syariah (LKS), Lembaga Bisnis Syariah (LBS), dan Lembaga

Perekonomian Syariah (LPS).

Kesesuaian syariah tersebut merupakan tujuan dari Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 109 yang berbunyi : (1)

Perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah

selain memiliki Dewan Komisaris, wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (2)

Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari seorang

ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia, dan (3) Dewan Pengawas

Syariah sebagaimana dimkasud pada ayat 1 bertugas memberikan saran dan

nasihat pada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan

prinsip syariah.

Berdasarkan amanat Undang-Undang tersebut, MUI memandang perlu

menyusun SKKNI bidang Pengawas Syariah untuk dijadikan acuan baku standar

kompetensi kerja pengawas syariah yang profesional.

Untuk dapat melahirkan Pengawasan Syariah yang berkualitas dan

kompeten, dianjurkan langkah nyata dengan mempersiapkan perangkat standar

(acuan baku) yang dapat mengukur kualitas kerja pengawas syariah. Dalam

undang-undang nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 10

ayat (2), telah dijelaskan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan

program pelatihan yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja. Hal itu

diperjelas lagi dengan peraturan pelaksanaannya yang tertuang dalam pasal 3

huruf (b) Peratuan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan

Page 82: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

71

Kerja Nasional yang menyatakan bahwa prinsip dasar pelatihan kerja adalah

berbasis pada kompetensi kerja dan pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa program

pelatihan kerja disusun berdasarkan SKKNI, Standar Internasional, dan/atau

Standar Khusus.

Ketentuan mengenai pengaturan standar kompetensi di Indonesia tertuang

di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata

Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Maka, DSN

membuat SKKNI untuk menjadi stadar kepengawasan oleh para DPS seluruh

Indonesia, dengan mengeluarkan SKKNI No. 25 Tahun 2017.

A. Analisis Pelaksanaan Inventarisasi Bahan Pengawasan DPS di BMT Kota

Sorong sesuai dengan SKKNI No. 25 Tahun 2017

Dalam SKKNI untuk melaksanakan persiapan pengawasan syariah

dengan Kode unit M. 74DPS00.001.1 yaitu dengan menginventarisasi bahan

pengawasan syariah sesuai tugasnya mempunyai kriteria untuk kerja dalam

menyiapkan bahan yaitu bahan diidentifikasi sesuai tujuan pengawasan dan

dikumpulkan sesuai kebutuhan. Sedangkan, dalam mengelompokkan bahan

kriterianya adalah bahan-bahan dipilih antara fatwa DSN-MUI dan Peraturan

Perundang-undangan, kemudian dikelompokkan berdasarkan entitas dan

pokok masalahsertadikelompokkan berdasarkan jenis usaha, produk, dan

pelayanan.

DPS pada BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah

mempunyai persiapan pengawasan untuk mengawasi kegiatan di BMT

tersebut terutama pada pembiayaan murabahah. Para DPS telah menyiapkan

bahan sesuai dengan standar SKKNI pada unit ini, yaitu bahan yang

digunakan adalah seluruh fatwa DSN MUI dan Peraturan Perundang-

undangan terkait Murabahah. DPS Pada BMT Al- Hijrah, BMT Aisyiyah dan

BMT Nur Rahmah telah menyiapkan dan mengidentifikasi fatwa DSN-MUI

dan Peraturan perundang-undangan terkait murabahah sesuai tujuan

pengawasan. Tetapi Dewan Pengawas Syariah tidak mengelompokkan

Page 83: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

72

berdasarkan entitas dan pokok masalah serta jenis usaha, produk, dan

pelayanan. 70

Peraturan tersebut meliputi, UU No. 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah, UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan

Mikro, Permenkop No.16 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah, serta Fatwa yang digunakan adalah

fatwa DSN MUI No. 04 Tahun 2000 Tentang Murabahah, fatwa DSN MUI

No. 13 Tahun 2000 Tentang Uang Muka dalam Murabahah, fatwa DSN MUI

No. 16 Tahun 2000 Tentang Diskon dalam Murabahah, fatwa DSN MUI No.

23 Tahun 2002 Tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah, fatwa DSN

MUI No.46 Tahun 2005 Tentang Potongan Tagihan Murabahah, fatwa DSN

MUI No.47 Tahun 2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi

Nasabah Tidak Mampu Membayar, fatwa DSN MUI No. 48 Tahun 2005

Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah, fatwa DSN MUI No. 49

Tahun 2005 Tentang Konversi Akad Murabahah, fatwa DSN MUI No. 50

Tahun 2006 Tentang Akad Murabahah Musytarakah, fatwa DSN MUI No. 77

Tahun 2010 Tentang Murabahah Emas, fatwa DSN MUI No. 84 Tahun 2012

Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah, dan fatwa

DSN MUI No. 90 Tahun 2013 Tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah

antar Lembaga Keuangan Syariah.

B. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Akta Perjanjian

Murabahah di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No. 25 Tahun

2017

Dalam melaksanakan pengawasan syariah Pada kode unit M.

74DPS00.002.1 dengan Judul Unit Melakukan pengawasan terhadap akta

perjanjian. Terdapat 3 (tiga) kompetensi dalam unit ini dengan 8 (delapan)

kriteria, kompetensi yang pertama yaitu mengkaji draf akta perjanjian dengan

kriteria yaitu draf akta perjanjian dikaji dari segi terpenuhi atau tidaknya

70

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur Rahmah

Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018

Page 84: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

73

rukun dan syarat akad. Kemudian, hasil pengkajian draf akta perjanjian ditulis

salam Kertas Kerja Pengkajian (KKP). Serta, Laporan Hasil Pengkajian

(LHP) draf akta perjanjian disusun berdasarkan standar otoritas.

Kompetensi kedua yaitu mengevaluasi implementasi Akta Perjanjian

dengan kriteria yaitu permohonan penyediaan dokumen perjanjian diajukan

kepada manajemen entitas dengan cara uji petik. Kemudian, dokumen

perjanjian dianalisis kesesuaiannya dari aspek syariah dan Peraturan

Perundang-undangan. Serta Laporan Hasil Evaluasi (LHE) disusun

berdasarkan standar otoritas.

Elemen ketiga yaitu menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan (LHP)

dengan kriteria bahwa Surat pengantar dibuat untuk menyampaikan LHP/LHE

pengawasan akta perjanjian. LHP/LHE pengawasan akta perjanjian

disampaikan kepada manajemen.

Pada DPS BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah dan BMT Nur Rahmah juga

melakukan pengawasan pada akta perjanjian murabahah yang dibuat oleh

manajemen dengan nasabah. DPS mengkaji dari segi terpenuhi atau tidaknya

rukun dan syarat akad murabahah. DPS juga menulis hasil pengkajian draf

akta perjanjian murabahah tersebut pada kertas kerja pengkajian, juga

membuat laporan hasil pengkajian draf akta perjanjian murabahah.71

Hanya saja DPS tidak mengevaluasi implementasi akta perjanjian

murabahah tersebut. Akta perjanjian murabahah yang dibuat belum

sepenuhnya sesuai dengan standar otoritas. Masih banyak ketidaksesuaian

dalam akta perjanjian murabahah yang dibuat oleh manajemen, tetapi tidak

dievaluasi oleh DPS. DPS juga tidak membuat surat pengantar kepada

manajemen untuk menyampaikan laporan hasil evaluasiakta akad murabahah,

hanya saja laporan akta perjanjian tersebut yang belum dievalusi disampaikan

kepada manajemen.72

71

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur Rahmah

Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018. 72

Wawancara pribadi dengan Nur Hakin, Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong, Sorong,

21 September 2018.

Page 85: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

74

Sehingga, akta perjanjian murabahah yang dibuat belum sesuai dengan

standar akta perjanjian pada umumnya dan diberlakukan oleh manajemen

dengan nasabah. DPS mengakui mengkaji draf akta perjanjian murabahah,

dan mengevaluasi akta perjanjian tersebut. Namun, masih banyak

ketidaksesuaian dalam draf akta perjanjian murabahah yang ditemukan,

diantaranya :

a. Pada akta perjanjian murabahah BMT Al- Hijrah, akta perjanjian

murabahah BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian murabahah BMT Nur

Rahmah masih banyak salah penulisan yang terjadi. Padahal, dalam draf

akta perjanjian, kata yang ditulis harus jelas maknanya dan sesuai dengan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga, makna dan maksud

dapat tersampaikan dengan baik. Tidak hanya pada kesalahan penulisan

saja, tetapi tidak teraturnya format akta perjanjian juga ditemukan dalam

akta perjanjian ketiga BMT ini.

b. Dalam akta perjanjian murabahah ketiga BMT tersebut masih banyak

klausula yang belum dimasukkan, terutama pada akta perjanjian

murabahah BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian murabahah BMT Nur

Rahmah. Sehingga kontrak belum memenuhi standar perjanjian.

c. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Al-Hijrah, keterangan setelah

identitas seharusnya menyebutkan “PIHAK PERTAMA dan PIHAK

KEDUA secara bersama-sama disebut “PARA PIHAK” dan masing-

masing disebut „PIHAK”. Karena penjelasan selanjutnya di dalam pasal

akan menyebutkan diksi tersebut.

d. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Al-Hijrah, terdapat klausul

yang mengatur sesuai dengan standar perjanjian murabahah, hanya saja

klausul tersebut belum sepenuhnya menjelaskan secara rinci. Seperti :

1) Pasal 1 (satu) terkait Definisi belum dicantumkan definisi-definisi

lainnya untuk menjelaskan kata yang termuat dalam pasal-pasal

selanjutnya. Definisi lain yang seharusnya dimuat dalam akta

perjanjian murabahah ini adalah Masa Pencairan, Deklarasi

Murabahah, Dokumen Perjanjian, Jaminan, Margin atau Keuntungan,

Page 86: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

75

Nasabah, Pembelian, Pembiayaan Murabahah, Utang Murabahah serta

Surat Sanggup Untuk Membayar.

2) Pasal 1 (satu) terkait Definisi Hari Kerja pihak pertama adalah Hari

Kerja Pihak Pertama Indonesia. Jika dilihat, maka hari kerja pihak

pertama yang dimaksud dalam akta perjanjian ini adalah orang

perseorangan bukan lembaga, sehingga masih rancu jika dikatakan hari

kerja pihak pertama Indonesia.

3) Pasal 5 (lima) terkait Jangka Waktu dan Tata Cara Pembayaran. Dalam

pasal ini, tidak dicantumkan secara rinci, kapan waktu pembayaran

setiap bulannya, dan tidak menyebutkan secara eksplisit tanggal

penyelesaiaan pembayaran.

4) Pasal 7 (tujuh) terkait Biaya. Dalam pasal ini, tidak dijelaskan definisi

Biaya Administrasi, Biaya Asuransi, dan Biaya Lain-lain. Sehingga,

tidak diketahui alasan nasabah harus membayar biaya-biaya seperti ini.

5) Pasal 9 (sembilan) terkait Jaminan. Dalam pasal ini, seharusnya

menambahkan klausul “ jika jaminan tidak lagi cukup untuk menjamin

utang murabahah PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, maka

atas permintaan PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA wajib

menambah jaminan lainnya yang disetujui PIHAK PERTAMA.

6) Pasal 13 (tiga belas) terkait Penyelesaian Perselisihan. Dalam pasal ini,

masih digunakan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI),

sedangkan sesuai peraturan MUI No. 23 Tahun 2003 Tentang telah

dihapus dan digantikan oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS).

7) Pasal 13 (tiga belas) terkait Penyelesaian Perselisihan. Dalam pasal ini,

seharusnya menambahkan klausul “PIHAK PERTAMA tidak akan

melakukan eksekusi jaminan secara langsung sesaat setelah terjadi

tunggakan ataupun wanprestasi sebelum ada putusan pengadilan yang

menyatakan bahwa PIHAK KEDUA lalai dan Pengadilan telah

memberikan hak kepada PIHAK PERTAMA untuk melakukan

eksekusi Jaminan.”

Page 87: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

76

e. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Al-Hijrah, tidak dicantumkan

pasal yang menerangkan tentang hal-hal berikut ini ;

1) Prinsip Pembiayaan Murabahah

2) Penunjukan Nasabah Sebagai Kuasa Bank (Wakalah)

3) Ketentuan Uang Muka dan Margin

4) Denda

5) Pelunasan Dipercepat

6) Kewajiban Nasabah

7) Larangan Bagi Nasabah

8) Force Majeur atau Keadaan Memaksa

f. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah, seharusnya mencantumkan pernyataan

waktu perjanjian dibuat, sebelum mencantumkan identitas, seperti

“Perjanjian Jual Beli murabahah dibuat di BMT Aisyiyah dan

ditandatangani pada Hari Senin, Tanggal 23 Mei 2018, oleh dan antara

pihak-pihak.”

g. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah, keterangan setelah identitas seharusnya

menyebutkan “PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-

sama disebut “PARA PIHAK” dan masing-masing disebut „PIHAK”.

Karena penjelasan selanjutnya di dalam pasal akan menyebutkan diksi

tersebut.

h. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah, tertulis Judul dahulu kemudian Pasal,

yang seharusnya menuliskan Pasal dahulu kemudian Judul. Beberapa pasal

juga tidak mempunyai judul, sehingga ketika membaca akta perjanjian,

terdapat kekeliruan. Seharusnya, ketika pasal dicantumkan tanpa memuat

judul, maka yang dipakai adalah Bab per Bab, bukan Pasal per Pasal.

i. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah sudah ada klausul-klausul yang

mengatur sesuai dengan standar perjanjian murabahah, hanya saja klausul

tersebut belum sepenuhnya menjelaskan secara rinci. Seperti :

Page 88: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

77

1) Pasal 2 (dua) terkait Biaya.73

Dalam pasal ini, tidak dijelaskan definisi

Biaya Administrasi, Biaya Asuransi, dan Biaya Lain-lain. Sehingga,

tidak diketahui alasan nasabah harus membayar biaya-biaya seperti

ini. Dalam pasal ini juga tidak mengatur tentang biaya yang

ditimbulkan akibat cedera janji karena penggunaan jasa penasihat

hukum/kuasa.

2) Pasal 7 (Tujuh) terkait Jaminan.74

Dalam pasal ini, seharusnya

menambahkan klausul “ jika jaminan tidak lagi cukup untuk

menjamin utang murabahah PIHAK KEDUA kepada PIHAK

PERTAMA, maka atas permintaan PIHAK PERTAMA, PIHAK

KEDUA wajib menambah jaminanlainnya yang disetujui PIHAK

PERTAMA.

3) Pasal 9 (sembilan) terkait Pengawasan Dan Pemeriksaan. Dalam pasal

ini seharusnya ditambahkan penjelasan “pengawasan/pemeriksaan

terhadap barang maupun barang jaminan, serta pembukuan dan

catatan pada setiap saat selama berlangsungnya Perjanjian ini, dan

kepada petugas PIHAK PERTAMA tersebut diberi hak untuk

mengambil gambar (foto), memuat fotokopi dan/atau catatan-catatan

yang dianggap perlu.”

4) Pasal 11 (sebelas) terkait Wanprestasi. Dalam pasal ini, seharusnya

menambahkan klausul :75

a) “PIHAK KEDUA dinyatakan dalam pailit, ditaruh di bawah

pengampuan, dibubarkan, insolvensi dan/atau likuidasi.”

b) Apabila karena suatu sebab, seluruh atau sebagian akta jaminan

dinyatakan batal atau dibatalkan berdasarkan Putusan Pengadilan

atau Badan Arbitrase”

c) Apabila pihak yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili

PIHAK KEDUA dalam Perjanjian ini menjadi pemboros,

pemabuk, atau dihukum berdasarkan putusan pengadilan yang

telah berkekuatan tetap dan pasti karena tindak pidana yang

73

Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Hal. 185. 74

Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Hal. 187. 75

Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Hal. 190.

Page 89: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

78

dilakukannya, yang diancam dengan hukuman penjara atau

kurungan selama satu tahun atau lebih.

5) Pasal 16 (enam belas) terkait Domisili atau seharusnya ditulis

Penyelesaian Sengketa.76

Dalam pasal ini,masih digunakan Pengadilan

Negeri Sorong. Sedangkan kewenangan pengadilan dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah kewenangan

Pengadilan Agama. 77

6) Pasal 16 (enam belas) terkait Domisili atau seharusnya ditulis

Penyelesaian Sengketa. Dalam pasal ini, seharusnya menambahkan

klausul “PIHAK PERTAMA tidak akan melakukan eksekusi jaminan

secara langsung sesaat setelah terjadi tunggakan ataupun wanprestasi

sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa PIHAK

KEDUA lalai dan Pengadilan telah memberikan hak kepada PIHAK

PERTAMA untuk melakukan eksekusi Jaminan.”

j. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah, tidak dicantumkan pasal yang

menerangkan tentang hal-hal berikut ini :78

1) Pokok Perjanjian

2) Syarat dan Tata Cara Realisasi Pembiayaan

3) Prinsip Pembiayaan Murabahah

4) Penunjukan Nasabah Sebagai Kuasa BMT

5) Penyerahan Barang

6) Jangka Waktu dan Cara Pembayaran

7) Pengakuan Utang dan Pemberian Jaminan

8) Biaya

9) Force Majeur atau Keadaan Memaksa.

10) Penutup

k. Dalam akta perjanjian murabahah di BMT Aisyiyah, dan akta perjanjian

murabahah di BMT Nur Rahmah banyak klausul yang belum dimuat atau

dimasukkan, sehingga klausul yang terdapat dalam kontrak tidak memuat

76

Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Hal. 193. 77

UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama 78

Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Hal. 171.

Page 90: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

79

rukun dan syarat akad murabahah sendiri, sehingga akad jual beli

murabahah yang tertuang dalam akad murabahah BMT Aisyah dan BMT

Nur Rahmah dapat dikatakan batal atau tidak sah, dan dapat dikategorikan

sebagai akad konvensional.

C. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Prosedur Produk

dan/atau Layanan Baru di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI

No.25 Tahun 2017

Untuk melaksanakan pengawasan syariah Pada kode unit M.

74DPS00.003.1 dengan Judul melakukan pengawasan terhadap prosedur

produk dan/atau layanan Baru terdapat 3 (tiga) kompetensi dengan 8 (delapan)

kriteria.

Kompetensi pertama yaitu mengkaji draf prosedur produk dan/atau

layanan baru dengan kriteria yaitu draf prosedur produk dan/atau layanan baru

dikaji dari segi terpenuhi atau tidaknya prinsip-prinsip syariah, kemudian hasil

pengkajian draf prosedur produk dan/atau layanan baru ditulis dalam Kertas

Kerja Pengkajian (KKP), serta Laporan Hasil Pengkajian (LHP) draf prosedur

produk dan/atau layanan baru disusun brdasarkan standar otoritas.

Kompetensi kedua yaitu mengevaluasi implementasi prosedur produk

dan/atau layanan baru dengan kriteria permohonan penyediaan dokumen

prosedur produk dan/atau layanan baru yang telah diimplementasikan

diajukan kepada manajemen. Kemudian dokumen prosedur dan/atau layanan

baru dianalisis kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah. Serta LHE

implementasi layanan baru disusun berdasarkan standar otoritas.

Kompetensi ketiga yaitu menyampaikan LHP prosedur produk

dan/atau layanan baru dengan kriteria surat pengantar dibuat untuk

menyampaikan LHP/LHE pengawasan prosedur produk dan/atau layanan

baru, serta LHP/LHE prosedur produk dan/atau layanan baru disampaikan

kepada manajemen.79

79

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur Rahmah

Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018

Page 91: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

80

Dalam unit ini, DPS pada BMT Al-Hijrah, DPS BMT Aisyiyah dan

DPS BMT Nur Rahmah mengakui melakukan pengkajian terhadap Standar

Operasional Prosedur (SOP) pada akad murabahah. Seperti menuliskan

laporan hasil pengawasan yang disampaikan kepada manajemen. Hanya saja,

dalam wawancara dengan manajemen BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah, dan

BMT Nur Rahmah tidak dikatakan bahwa DPS mengawasi Standar

Operasional Produk tersebut. Dalam SOP akad murabahah yang

diimplementasikan, banyak yang tidak sesuai dengan SOP yang sesuai dengan

peraturan. SOP yang tidak sesuai tersebut dalam hal :80

a. Dalam praktek murabahah, seharusnya barang atau objek tersebut menjadi

milik BMT dahulu, lalu kemudian diperjualbelikan dengan nasabah. Jika

BMT ingin mewakilakan pembelian barang tersebut kepada nasabah

seharusnya adanya akad wakalah yang digunakan, yang termasuk dalam

konversi akad murabahah yang diatur dalam fatwa DSN MUI. Hanya saja,

pada implementasi akad murabahah pada BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah

dan BMT Nur Rahmah tidak mengimplementasikannya. Barang atau

objek tersebut belum menjadi milik BMT, dan jika mewakilkan barang

tersebut kepada nasabah, maka tidak terjadi konversi dengan akad

wakalah seperti yang diatur oleh fatwa DSN MUI.

b. Seharusnya Ijab Qabul yang dilakukan setelah barang secara prinsip

menjadi milik BMT juga tidak dilakukan oleh ketiga BMT tersebut.

Beberapa akad murabahah yang terjadi, barang atau objeknya belum

menjadi milik BMT.

c. Seharusnya Bukti pembelian (jika menggunakan wakalah) diserahkan

nasabah kepada BMT. Tetapi pada implementasinya hanya diperlihatkan

kepada BMT, bukti tetep dipegang oleh nasabah, karena akan menjadi

catatan nasabah untuk memperhitungkan usahanya. Hanya modal

kepercayaan dari BMT kepada nasabah, dan mencatat pengeluaran/biaya

80

Wawancara pribadi dengan Syamsul Arifin, Manajer BMT Nur Rahmah Sorong, Sorong,

24 September 2018

Page 92: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

81

yang dikeluarkan dalam catatan biasa, dan tidak menyertakan bukti

pembelian berupa nota.81

d. Tidak pernah diimplementasikan adanya uang muka. Manajemen tidak

pernah menyampaikan prosedur uang muka kepada nasabah, sehingga

tidak ada pula nasabah yang membayar dengan uang muka.

e. Tidak memberlakukan denda ketika terjadi kemacetan dalam pelunasan

utang murabahah.

f. Bagi BMT Nur Rahmah, denda adalah sesuatu yang haram diberlakukan

karena akan menyusahkan para nasabah.82

g. DPS tidak menyampaikan surat pengantar yang dibuat untuk

menyampaikan laporan hasil pengawasan SOP murabahah kepada

manajemen. 83

D. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Pemasaran Produk di

BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No. 25 Tahun 2017

Untuk melaksanakan pengawasan syariah Pada kode unit M.

74DPS00.004.1 dengan Judul melakukan pengawasan terhadap pemasaran

produk adalah tugas Dewan Pengawas Syariah dengan deskripsi Unit yaitu

unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan terhadap

pemasaran produk berdasarkan prinsip syariah. Terdapat 3 (tiga) elemen

kompetensi dengan 8 (delapan) kriteria.

Elemen pertama yaitu mengkaji rancangan pemasaran produk dengan

kriteria rancangan pemasaran produk dikaji dari segi terpenuhi atau tidaknya

prinsip-prinsip syariah. Kemudian Hasil pengkajian Rancangan pemasaran

produk ditulis dalam KKP, serta LHP rancangan pemasaran produk disusun

berdasarkan standar otoritas.

81

Wawancara pribadi dengan Astini, Manajer BMT Aisyiyah Sorong, Sorong, 21

September 2018. 82

Wawancara pribadi dengan Syamsul Arifin, Manajer BMT Nur Rahmah Sorong, Sorong,

28 September 2018. 83

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur Rahmah

Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018.

Page 93: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

82

Elemen kedua yaitu mengevaluasi implementasi pemasaran produk

dengan kriteria permohonan penyediaan dokumen pemasaran produk yang

telah diimplementasikan diajukan kepada manajemen. Kemudian dokumen

pemasaran produk dianalisis kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah.

Serta LHP implementasi pemasaran produk disusun berdasarkan standar

otoritas.

Elemen ketiga yaitu menyampaikan LHP pemasaran produk dengan

kriteria, Surat pengantar dibuat untuk menyampaikan LHP/LHE pemasaran

produk disampaikan kepada manajemen.

Pada kepengawasan BMT Al-Hijrah, BMT Aisyiyah dan BMT Nur

Rahmah, DPS telah mengkaji rancangan pemasaran produk. Rancangan

pemasaran produk yang dibuat sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Hasil rancangan pemasaran produk tersebut ditulis dalam kertas pengkajian,

laporan juga telah disusun berdasarkan standar otoritas. Laporan pemasaran

produk juga disampaikan kepada manajemen.84

Tetapi laporan manajemen bahwa rancangan pemasaran produk dikaji

oleh manajemen sendiri dan dievalusi oleh DPS. Kajian pemasaran produk

oleh manjemen sendiri sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Untuk

pengkajian pemasaran produk pada ketiga BMT ini oleh manajemen masing-

masing BMT, masih banyak yang perlu dikembangkan sehingga pemasaran

produk disesuaikan dengan teknologi maupun media lain yang lebih

mengikuti perkembangan jaman. 85

E. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Laporan Keuangan di

BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No. 25 Tahun 2017

Dalam melaksanakan pengawasan syariah Pada kode unit M.

74DPS00.005.1 dengan Judul melakukan pengawasan terhadap laporan

keuangan adalah tugas DPS dengan deskripsi Unit yaitu unit kompetensi ini

84

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Aisyiyah,

Jakarta, 26 Desember 2018. 85

Wawancara pribadi dengan Nur Hakin Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong, Sorong,

25 September 2018.

Page 94: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

83

berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang

dibutuhkan dalam melakukan pengawasan laporan keuangan. Terdapat 7

(tujuh) elemen kompetensi dengan 14 (empat belas) kriteria.

Kompetensi pertama yaitu memperoleh laporan keuangan dari

manajemen entitas syariah dengan kriteria laporan keuangan diminta dari

manajemen dan laporan keuangan diterima dalam bentuk tertulis. Kedua,

mengevaluasi laporan keuangan menyangkut kesesuaian akun dengan standar

akuntansi syariah dengan kriteria akun-akun yang dipergunakan dalam

laporan keuangan entitas syariah dikaji dan akun-akun yang dipergunakan

dibandingkan dengan standar akuntansi syariah.

Ketiga, mengevaluasi kesesuaian pengakuan atas bagi hasil, marjin,

hasil denda, kontribusi asuransi, dan pos-pos non-halal dengan ketentuan

syariah dengan kriteria pengakuan atas pendapatan bagi hasil, marjin, ujrah,

hasil denda, dan kontribusi asuransi, dan pos-pos non-halal dikaji, serta

pengakuan yang dilakukan dibandingkan dengan fatwa DSN-MUI.

Keempat, memastikan kebenaran pengakuan atas penerimaan dan

penyaluran dana ZIS dan wakaf dengan kriteria laporan penerimaan dana ZIS

dan wakaf dikaji serta penerimaan dan penyaluran dana ZIS dibandingkan

dengan ketentuan syariah , terutama fatwa MUI dan DSN MUI.

Kelima, menyimpulkan kesesuaian umum laporan keuangan dengan

ketentuan syariah dengan kriteria laporan keuangan entitas syariah secara

umum dinyatakan tidak melanggar fatwa DSN MUI serta laporan keuangan

entitas syariah secara umum dinyatakan sesuai/belum sesuai dengan prinsip

syariah.

Keenam, memberikan masukan dan/atau rekomendasi terkait

pelaporan keuangan entitas syariah dengan kriteria masukan dan rekomendasi

dirumuskan serta dicatat dalalm dokumen.

Ketujuh adalah menyelesaikan dokumen catatan

masukan/rekomendasi dengan kriteria dokumen catatan masukan/rekomendai

diselesaikan dan diserahkan.

Page 95: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

84

Pada kepengawasan laporan keuangan akad murabahah BMT Al-

Hijrah, BMT Aisyiyah dan BMT Nur Rahmah, DPS telah menerima laporan

keuangan murabahah dari manajemen dalam bentuk tertulis.86

Laporan

keuangan murabahah yang dibuat oleh manajemen juga sudah disesuaikan

dengan standar akuntansi syariah. Laporan keuangan yang diberikan dari

manajemen kepada DPS juga dinyatakan tidak melanggar fatwa DSN MUI

dan sudah sesuai dengan prinsip syariah.87

Laporan Keuangan BMT Al-Hijrah, yaitu :88

Sebagai indikator dalam penilaian kinerja sebuah lembaga keuangan

mikro, beberapa pos keuangan yang dapat diukur kemajuannya antara lain :

a. Total Asseet mengalami peningkatan 64,67% dari sebelumnya.

b. Simpanan anggota mengalami peningkatan sebesar 79,42% dari

sebelumnya.

c. Outstanding pembiayaan mengalami peningkatan sebesar 32,26% dari

sebelumnya.

d. Realisasi pembiayaan mengalami kenaikan sebesar 72,92 dari

sebelumnya.

e. Pendapatan yang diterima mengalami kenaikan sebesar 48,04%

dibandingkan dengan jumlah pendapat tahun sebelumnya.

f. Biaya yang dikeluarkan naik 25,23% dibanding jumlah biaya tahun

sebelumnya.

g. Sedangkan laba bersih atau Sisa Hasil Usaha sebelum Zakat

mengalami peningkatan besar 106,66% dari sebelumnya.

h. Peningkatan modal sendiri.

86

Wawancara pribadi dengan Nursono Sidik Dewan Pengawas Syariah BMT Al-Hijrah

Sorong, Sorong, 30 September 2018. 87

Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur Rahmah

Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018. 88

Laporan Tahunan dalam Rapat Anggota Tahunan BMT Al-Hijrah Kota Sorong tahun

2017.

Page 96: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

85

Laporan Keuangan pada BMT Nur Rahmah

Sebagai indikator dasar dalam penilaian kerja sebuah lembaga

keuangan mikro, beberapa pos keuangan yang dapat dilihat kemajuannya

antara lain;89

a. Total asset bertambah

b. Outstanding pembiayaan pada akhir bertambah dengan 46 orang

anggoa peminjam

c. Laba bersih sebelum zakat dan pajak bertambah

d. Simpanan anggota bertambah

e. Modal sendiri bertambah

f. Aktiva tetap bertambah

F. Analisis Pelaksanaan Pengawasan DPS Terhadap Penyusunan Opini

Syariah di BMT Kota Sorong sesuai dengan SKKNI No. 25 Tahun 2017

Untuk melaksanakan pengawasan syariah Pada kode unit M.

74DPS00.006.1 dengan Judul Menyusun Opini Syariah adalah tugas DPS

dengan deskripsi Unit yaitu unit kompetensi ini berhubungan dengan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam menyusun

opini sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Terdapat 4 (empat) elemen

kompetensi dengan 10 (sepuluh) kriteria.

Kompetensi pertama yaitu menyiapkan bahan penyusunan opini

syariah dengan kriteria yaitu masalah yang diajukan pemohon opini

diidentifikasi secara cermat dan teliti, kemudian bahan penyusunan opini

syariah disiapkan secara lengkap sesuai dengan pokok maslah yang

disampaikan, serta bahan opini syariah berupa data dan/atau informasi

diperoleh dari pihak peminta opini syariah secara lisan dan/atau tertulis.

Kompetensi kedua yaitu mendeskripsikan pokok persoalan dengan

kriteria yaitu pokok persoalan dipaparkan secara tertulis dengan jelas, serta

89

Laporan Tahunan dalam Rapat Anggota Tahunan BMT Nur Rahmah Kota Sorong tahun

2017.

Page 97: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

86

deskripsi pokok masalah dikonfirmasikan kembali kepada pihak peminta opini

syariah.

Kompetensi ketiga yaitu menganalisis masalah berdasarkan prinsip

syariah dengan kriteria pokok maslah dianalisis kesesuaiannya dengan

prinsip-prinsip syariah, serta hasil analisisis pokok masalah opini syariah

dibuat secara tertulis.

Kompetensi keempat yaitu, menyampaikan hasil opini syariah kepada

pihak-pihak terkait dengan kriteria surat pengantar dibuat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, kemudian hasil opini syariah

dikirimkan kepada DSN MU, regulator, dan pihak terkait, serta hasil opini

syariah diarsipkan.

DPS pada BMT Al-Hijrah, DPS BMT Aisyiyah dan DPS BMT Nur

Rahmah juga telah membuat opini syariah terkait murabahah yang diajukan

oleh pemohon opini yaitu manajemen masing-masing BMT. Opini terkait

murabahah dibuat dalam bentuk tulisan dan diberikan kepada DPS.90

DPS

kemudian menyampaikan hasil opini syariah terkait murabahah kepada DSN

MUI. Permintaan opini biasanya dikumpulkan pada rapat seluruh BMT di

Kota Sorong, yang dilakukan setiap satu minggu sekali pada hari Selasa pukul

08.00 – 10.00 Waktu Indonesia Timur (WIT).91

90

Wawancara pribadi dengan Nur Hakin Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong, Sorong,

25 September 2018. 91

Wawancara pribadi dengan Syamsul Arifin, Manajer BMT Nur Rahmah Sorong, Sorong,

28 September 2018.

Page 98: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang sudah penulis kemukakan pada bab

sebelumnya, dan merujuk pada rumusan masalah yang terdapat di bab

pendahuluan, maka simpulan dari penelitian ini dapat dilihat pada uraian

berikut :

1. Implementasi akad murabahah di BMT Kota Sorong masih belum sesuai

dengan aturan yang diatur oleh fatwa-fatwa DSN MUI dan Peraturan

Perundang-undangan. Dapat dilihat dari implementasi yang dilakukan oleh

manajemen kepada nasabah pembiayaan Murabahah di BMT Kota Sorong,

diantaranya :

a. Dalam praktek murabahah, seharusnya barang atau objek tersebut

menjadi milik BMT dahulu, lalu diperjualbelikan dengan nasabah.

b. Seharusnya Ijab Qabul yang dilakukan setelah barang secara

prinsip menjadi milik BMT juga tidak dilakukan oleh ketiga BMT

tersebut.

c. Seharusnya Bukti pembelian (jika menggunakan wakalah)

diserahkan nasabah kepada BMT.

d. DPS tidak menyampaikan surat pengantar yang dibuat untuk

menyampaikan laporan hasil pengawasan SOP murabahah kepada

manajemen.

e. Pada BMT Aisyiyah dan BMT Nur Rahmah, kontrak yang dibuat

tidak memuat klausul yang seharusnya, sehingga kontrak dapat

dikatakan batal atau tidak sah dan termasuk dalam akad

konvensional.

2. Mekanisme Pengawasan DPS terhadap produk murabahah di BMT Kota

Sorong belum maksimal sehingga belum efektif sesuai dengan SKKNI.

Pada SKKNI ini terdapat enam standar kepengawasan dengan empat

stnadar kepengawasan yang belum dicapai oleh DPS BMT Kota Sorong,

diantaranya :

Page 99: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

88

a. DPS tidak mengelompokkan bahan pengawasan berdasarkan

entitas dan pokok masalah serta jenis usaha, produk, dan

pelayanan.

b. DPS tidak mengevaluasi implementasi akta perjanjian murabahah.

c. DPS tidak mengevaluasi prosedur produk dan/atau layanan baru.

d. Dalam hal pengawasan pemasaran produk, DPS menyerahkan

pengkajian kepada para management, dan tidak dievaluasi oleh

DPS.

B. Rekomendasi

1. Pengawasan Dewan Pengawas Syariah di BMT Al-Hijrah, terutama di

BMT Aisyiyah, dan BMT Nur Rahmah perlu ditingkatkan lagi. Walaupun

pengawasan sekarang sudah baik, ditambah dengan menimbulkan adanya

aspek ruhiyah kepada manajemen BMT dan para anggotanya, sehingga

para manajemen dan anggota BMT sadar akan kepentingan membangun

lingkungan yang bernuansa syariah. Tetapi tidak cukup untuk

menanamkan kepada semua lini di BMT agar paham dan sadar dalam

menyesuaikan produk dan implementasi sesuai peraturan yakni

perundang-undangan maupun fatwa DSN MUI.

2. Para manajemen dan seluruh anggota BMT Al-Hijrah, terutama BMT

Aisyiyah dan BMT Nur Rahmah harus memahami dengan baik standar

operasional prosedur akad pembiayaan murabahah, karena akad

pembiayaan murabahah yang paling banyak diminati oleh para nasabah.

Sehingga, perlu pemahaman yang lebih secara rinci terkait pembiayaan

murabahah.

3. Akan jauh lebih baik lagi jika semua lini di BMT Al-Hijrah, terutama pada

BMT Aisyiah, dan BMT Nur Rahmah mensosialisasikan lagi kepada

masyarakat terkait produk-produk BMT, sehingga masyarakat sadar akan

adanya pertumbuhan ekonomi mikro syariah yang menjangkau masyarakat

ekonomi menengah di kota Sorong.

Page 100: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

89

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdurrahman Nana Herdiana, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan. Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.

Abu Sinn, Ahmad Ibrahim. Manajemen Syariah : Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Atho, Mudhar Muhammad, Islam and Islamic Law in Indonesia : A social Historical Approach. Jakarta: Departemen Agama, 2003.

Azra Azyumardi.Berdema Untuk Semua. Jakarta: PT. Mizan Publika.

Bambang Waluyo.Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Bungin Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Burhanuddin. Koperasi Syariah dan Pengaturannya di Indonesia. Malang: UIN-Maliki Press, 2013.

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2007.

Djazuli Ahmad dan Yadi Yanwari. Lembaga-Lembaga perekonomian Umat Sebuah Pengenalan, Jakarta: Rajawali Press, 2002.

Hafidhuddin Didin. Manajemen Syariah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2003.

Hakim Cecep Maskanul. Belajar Mudah Ekonomi Islam: Catatan kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Tanggerang: Shuhuf Media Insani), 2012.

HandokoT. Hani. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE, 2013.

Harahap Sofyan Syafri, Auditing dalam PerspektifIslam. Jakarta: Pustaka Quantum, 2002.

Hasil Rakernas. Pedoman Penyelenggara Organisasi Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Sekretariat Majelis Ulama Indonesia Pusat, 2011.

Huda Miftahul.Filsafat Hukum Islam : Menggali Hakikat, Sumber dan Tujuan Hukum Islam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2006.

Huda Nurul dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta : PT. Fajar Interpratama Mandiri, 2013.

Page 101: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

90

Ibrahim Johny. Teori dan Metodologi Penelitan Hukum Normatif. Malang:Bayu Media, 2006.

Iqbal Zamir dan Abbas Mirakhor.Pengantar Keuangan Islam : Teori dan Praktek, terjemahan oleh A.K. Anwar. Jakarta:Prenada Media Group, 2008.

Ismail,Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011.

Karim Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Lathif, A.H Azharuddin.Bahan Ajar Kontrak Bisnis Syariah, Jakarta: UIN Press, 2016.

Machmud Amir dan Rukmana. Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Mubarak Jaih dan Hasanudin. Fikih Muamalah Maliyyah: Akad Jual Beli. Jakarta : Simbiosa Rekatama Media, 2018.

Muhammad. Audit & Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press, 2011.

Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005.

Noor Juliansyah. Metode Penelitian, Skripsi, Tesis & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

Perwataatmadja Karnaen A.Membumikan Ekonomi Islam Di Indonesia. Depok: Usaha Kami,

PINBUK, Pedoman Cara Pembentuk BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu, PINBUK, Jakarta

Poewadarmita. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Qardawi, Yusuf. al-fatwa Baina al-Indibad awa al-Tasayyub. Mesir; Maktabah Wahbah, 1997.

Ridwan, Muhammad. Konstruksi Bank Syariah Indonesia. Yogyakarta: Pustaka SM, 2007.

Ridwan, Muhammad.Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil. Jakarta:UUI Press, 2004.

Ridwan, Muhammad.Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003.

Rizky Awalil.BMT : Fakta dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil. Yogyakarta: Kreaso Wacana, 2007.

Safinyah Ghufron, Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah. Jakarta : Renaisan, 2007.

Sudarsono Heri. Bank& Lembaga Keuangan Syariah, Deskrpsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.

Sugiyono. Metode Penelitin Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2011.

Sukarna. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju, 1992.

Page 102: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

91

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Usmani, Taqi. An Introduction To Islamic Finance. Makataba Ma‟arif Quran Karachi, 2002.

Yunus Jamal Lulail, Managemen Bank Syariah “Mikro”. Malang: UIN Malang press, 2009.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Peraturan-Peraturan

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 4 Tahun 2000 Tentang Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 13 Tahun 2000 Tentang Uang Muka dalam Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 16 Tahun 2000 Tentang Diskon dalam Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 23 Tahun 2002 Tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah

Fatwa DSN MUI No.46 Tahun 2005 Tentang Potongan Tagihan Murabahah

Fatwa DSN MUI No.47 Tahun 2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar

Fatwa DSN MUI No. 48 Tahun 2005 Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 49 Tahun 2005 Tentang Konversi Akad Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 50 Tahun 2006 Tentang Akad Murabahah Musytarakah

Fatwa DSN MUI No. 77 Tahun 2010 Tentang Murabahah Emas

Fatwa DSN MUI No. 84 Tahun 2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 90 Tahun 2013 Tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah antar Lembaga Keuangan Syariah.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 2017 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Peraturan Menteri Koperasi No. 2 Tahun 2017 Tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi

Peraturan Menteri KUKM No.11 Tahun 2017 Tentang Pedoman Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi

Jurnal, Skripsi, dan Tesis Abdul Aziz, Hisyam Faturrahman, dan Nugraha “Peran DPS dalam pengawasan

Operasional BMT” , Vol.III No.II, 2015.

Page 103: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

92

Aisyiah, Novita Dewi “Analisis Normatif Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atas status Badan Hukum Dan Pengawasan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)”, jurnal Ekonomika Volume V, edisi 2, Oktober 2014.

Anggadini, S. D“Penerapan Margin Pembiayaan Murabahah pada BMT Pacet Cianjur”, Fakultas Ekonomi. Unikom. Vol. 9 No. 2, 2008.

Ansori, Isa “Problematika Dewan Pengawaws Syariah Dan Solusinya”,Jurnal Studi Keislaman, No. 1 Juni-Januari 2013.

Dewi, Nourma “Regulasi Keberadaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Dalam Sistem Perekonomian di Indonesia”,Jurnal Serambi Hukum Vol. 11 No. 01 Februari – Juli 2017.

Faozan, Akhmad “Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Di Lembaga Keuangan Syariah”, Jurnal FH. UNISBA, Vol.8 No.3. Tahun 2011.

Haitam, Ibnu “Review Of The Theory And Practice Of Islamic Banking In Indonesia. AICIF, 2015.

Heykal, Mohammad “Perbandingan Pembiayaan Murabhah & Musyarakah Menurun Untuk Produk Pembiayaan Konsumtif Pada Bank Syariah”. CBAM. ISSN : 2302 – 9791. Vol : 1. No : 1, 2012.

Hidayat, Farid “Alternatif Sistem Pengawasan Pada Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Dalam Mewujudkan Shariah Compliance, Mahkamah”Vol. 2, No. 1, Desember 2016.

Lathif, A.A “Konsep Dan Aplikasi akad Murabahah pada Perbankan Syariah di Indonesia”. MES. Jakarta. Ahkam : Vol.XII, No.2, 2012.

Latif, Abdul“MekanismePengawasan Dewan Pengawas Syariah pada BMT Tumang”,Vol.III no.III, 2017.

Lukman, Haryono “Penerapan Prinsip Pembiayaan Syariah (Murabahah) pada BMT Usaha di Kabupaten Semarang”. Jurnal Law and Justice Vol. 2 No.1, 1 April 2017 .

Mansuri, M. Tahir “Islamic Law Of Contracts And Bussiness Transactions”, New Dellhi Adam Publisher And Distribution, 2006.

Sa‟diyah, Mahmudatul“Pengembangan Produk-Produk Lembaga Keuangan Mikro Syariah”, Vol. 2 No. 1,

Umam, Khotibul“Urgensi Standarisasi Dewan Pengawas Syariah Dalam Meningkatkan Kualitas Audit Kepatuhan Syariah”,Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakrta, Vol. 1 No. 2 Tahun 2015.

Usmani, Taqi. An Introduction To Islamic Finance.Makataba Ma‟arif Quran Karachi, 2002.

Page 104: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

93

Website Mysharing.co/Dewan-Pengawas-Syariah-Saja-Tidak-Cukup pada 28 November

2016. Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, ID, Tesis,

https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, 14 April

2018. Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Standar Produk Perbankan Syariah.

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Buku Standar-Produk-Perbankan-Syariah-Syariah-Murabahah/Buku Standar Produk Murabahah.pdf. pada Desember 2016.

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kerangka-teori-definisi.html

pada 11 Februari 2018. http://metode360.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-metode-analisis-data.html

pada 11 Februari 2018. Wawancara Wawancara pribadi dengan Nur Hakin Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong,

Sorong, 19 September 2018. Wawancara pribadi dengan Astini, Manajer BMT Aisiyah Sorong, Sorong, 19

September 2018. Wawancara pribadi dengan Nur Hakin Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong,

Sorong, 21 September 2018. Wawancara pribadi dengan Astini, Manajer BMT Aisyiyah Sorong, Sorong, 21

September 2018. Wawancara pribadi dengan Syamsul Arifin, Manajer BMT Nur Rahmah Sorong,

Sorong, 24 September 2018. Wawancara pribadi dengan Nur Hakin Asisten Manajer BMT Al-Hijrah Sorong,

Sorong, 25 September 2018. Wawancara pribadi dengan Syamsul Arifin, Manajer BMT Nur Rahmah Sorong, Sorong, 28 September 2018. Wawancara pribadi dengan Nursono Sidik Dewan Pengawas Syariah BMT Al-

Hijrah Sorong, Sorong, 30 September 2018. Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT

Aisyiyah, Jakarta, 26 Desember 2018. Wawancara pribadi dengan Mungawan, Dewan Pengawas Syariah BMT Nur

Rahmah Sorong, Jakarta, 26 Desember 2018.

Page 105: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

94

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 106: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

95

Lampiran 1

Hasil analisisis kesesuaian akad Murabahah

BMT Al-Hijrah sesuai Fatwa DSN MUI

No Deskripsi B S Keterangan

1.

Para pihak jelas dan memenuhi syarat

akad

2. Obyek murabahah jelas dan tidak

bertentangan dengan syariah

3. Obyek murabahah berupa barang atau

dominanberupa barang bukan jasa

4. Ijab qobul secara lisan dan/atau tulisan √ Lebih banyak secara lisan

5. Penjual/kopsyah memberitahu biaya

modal kepada pembeli (nasabah)

6.

Spesifikasi obyek jual beli jelas dan

tertentu

7.

Jika penjual (kopsyah) mewakilkan

pembelian barang kepada nasabah ada

akad wakalah

√ Tapi tidak menuliskan akad wakalah

8. Resiko atas pelaksanaan akad wakalah

pada prinsipnya ada pada kopsyah

9.

Ijab qabul akad dilaksanakan setelah

barang secara prinsip telah menjadi

milik penjual/kopsyah

√ Tapi tidak semua dilangsungkan

seperti itu, kebanyakan belum menjadi

milik kopsyah, karena barang yang

diperjualbbelikan adalah barang-

barang eceran meupun barang” mentah

10.

Akta perjanjian murabahah

ditandatangani setelah akta perjanjian

wakalah

√ Hanya saja akad wakalah belum

sempurna, karena tidak ada perjanjian

tertulis dalam akad wakalah

11. Bukti pembelian (jika menggunakan

wakalah) diserahkan nasabah kepada

kopsyah (penjual)

√ Hanya diperlihatkan kepada kopsyah,

bukti tetep dipegang oleh nasabah,

karena akan menjadi catatan nasabah

untuk memperhitungkan usahanya.

Terutama barang eceran kios.

Karena bukti pembelian eceran, jadi

hanya modal kepercayaan dari kopsyah

kepada nasabah, dan mencatat

pengeluaran/biaya yang dikeluarkan

dalam catatan biasa, dan tidak

menyertakan bukti pembelian berupa

nota.

12.

Jika kopsyah membeli sendiri barang

pesanan murabahah, akad murabahah

dilakukan setelah barang telah dibeli

kopsyah

13. Harga jual adalah harga beli (termasuk

biaya perolehan) ditambah margin

keuntungan disampaikan secara jelas

14. Jika ada jaminan atas pembiayaan, √ Hanya saja jaminan berupa BPKP, atau

Page 107: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

96

proses pengikatan jaminan dan obyek

jaminan telah sesuai syariah (fidusia,

APHT, Gadai, Hipotik)

Akta tanah

15. Uang muka diperlukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek jual

beli (membiayai sebagian obyek

murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka

16.

Uang muka diperlakukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek jual

beli (membiayai sebagian obyek

murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka sebagai pemotong harga

17. Biaya asuransi obyek pembiayaan

dihitung sebagai paket harga barang

(harga perolehan)

√ Karena BMT di seluruh kota Sorong

mempunyai PUSKOPSYAH yang

dikelola bersama untuk kepentingan

asuransi

18.

Jika ada discount menjadi hak nasabah √

19. Jika ada discount setelah akad jual beli

berlangsung telah disepakati pihak

yang berhak atasnya

20. Perlunasan dipercepat kopsyah tidak

menjanjikan adanya discount

√ Memang tidak dijanjikan

21. Denda (ta‟zir) ditentukan berdasarkan

nominal atau prosentase tertentu sesuai

kesepakatan

√ Belum ada denda yang diberlakukan,

karena dengan cara menagih dan

menegur secara baik-baik, ataupun

mendatangi ke tempat nasabah untuk

diberitahukan secara baik-baik

22. Denda (ta‟zir) untuk dana sosial √

23. Ganti rugi (ta‟zir) disebutkan sesuai

prinsip syariah/fatwa DSN MUI

24.

Jumlah nominal ta‟zir tidak disebutkan

di akta perjanjian (akad)

25. Akad murabahah bukan digunakan

untuk kepentingan refinancing

√ Karena murni akad murabahah dan

hasilnya untuk semestinya

26. Penyelesaian sengketa dilakukan

melalui musyawarah, arbitrase,

dan/atau pengadilan agama.

√ Selalu dengan cara musyawarah,

karena tidak pernah diselesaikan di

arbitrase manapun atupun di

pengadilan agama, karena pada

hakikatnya diselesaikan dengan cra

musyawarah dengan permasalahan

penunggakan.

Page 108: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

97

Lampiran 2

Hasil analisisis kesesuaian akad Murabahah

pada BMT Aisyiyah sesuai Fatwa DSN MUI

No Deskripsi B S Keterangan

1.

Para pihak jelas dan memenuhi

syarat akad

2. Obyek murabahah jelas dan tidak

bertentangan dengan syariah

3. Obyek murabahah berupa barang

atau dominan berupa barang bukan

jasa

4.

Ijab qobul secara lisan dan/atau

tulisan

√ Lebih banyak secara lisan

5. Penjual/kopsyah memberitahu

biaya modal kepada pembeli

(nasabah)

6.

Spesifikasi obyek jual beli jelas dan

tertentu

7.

Jika penjual (kopsyah) mewakilkan

pembelian barang kepada nasabah

ada akad wakalah

√ Mewakilkan hanya saja tidak pernah

terjadi akad wakalah

8. Resiko atas pelaksanaan akad

wakalah pada prinsipnya ada pada

kopsyah

√ Adanya perwakilan terhadap nasabah,

tetapi tidak menggunakan akad

wakalah, jadi resiko atas pelaksanaan

perwakilan kepada nasabah pada

kopsyah lebih besar, karena hanya

modal kepercayaan, tidak ada bukti

tertulis dalam perwakilan tersebut.

9.

Ijab qabul akad dilaksanakan

setelah barang secara prinsip telah

menjadi milik penjual/kopsyah

√ Tapi tidak semua dilangsungkan seperti

itu, kebanyakan belum menjadi milik

kopsyah, karena barang yang

diperjualbbelikan adalah barang-barang

eceran meupun barang” mentah. Dari

50 nasbah atau berlangsungnya

transaksi murabahah, hanya 2-3 saja

Page 109: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

98

transaksi yang barangnya menjadi

milik kopsyah dahulu.

10.

Akta perjanjian murabahah

ditandatangani setelah akta

perjanjian wakalah

√ Tidak ada akad wakalah, hanya secara

lisan dalam member perwakilan, jadi

langsung murabahah

11. Bukti pembelian (jika

menggunakan wakalah) diserahkan

nasabah kepada kopsyah (penjual)

√ Ada bukti pembelian seperti nota

barang yang diberikan kepada kopsyah,

tetapi dengan perwakilan kepada

nasabah tadi.

12.

Jika kopsyah membeli sendiri

barang pesanan murabahah, akad

murabahah dilakukan setelah

barang telah dibeli kopsyah

13. Harga jual adalah harga beli

(termasuk biaya perolehan)

ditambah margin keuntungan

disampaikan secara jelas

14. Jika ada jaminan atas pembiayaan,

proses pengikatan jaminan dan

obyek jaminan telah sesuai syariah

(fidusia, APHT, Gadai, Hipotik)

√ Hanya saja jaminan berupa BPKP, atau

Akta tanah

15. Uang muka diperlukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek

jual beli (membiayai sebagian

obyek murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka

16.

Uang muka diperlakukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek

jual beli (membiayai sebagian

obyek murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka sebagai pemotong harga

17. Biaya asuransi obyek pembiayaan

dihitung sebagai paket harga barang

(harga perolehan)

√ Karena BMT di seluruh kota Sorong

mempunyai PUSKOPSYAH yang

dikelola bersama untuk kepentingan

asuransi

18.

Jika ada discount menjadi hak

nasabah

Page 110: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

99

19. Jika ada discount setelah akad jual

beli berlangsung telah disepakati

pihak yang berhak atasnya

20. Perlunasan dipercepat kopsyah

tidak menjanjikan adanya discount

√ Memang tidak dijanjikan, dan

walaupun adanya discount hanya

berlaku pada pembayaran yang jangka

waktunya 1-2 bulan. Selebihnya bila

perlunasan dipercepat dalam waktu

memajukan 2-3 bulan, maka tetap

membayar seperti yang tertera dalam

akad.

21. Denda (ta‟zir) ditentukan

berdasarkan nominal atau

prosentase tertentu sesuai

kesepakatan

√ Belum ada denda yang diberlakukan,

karena dengan cara menagih dan

menegur secara baik-baik, ataupun

mendatangi ke tempat nasabah untuk

diberitahukan secara baik-baik. (pernah

ada permasalahan, yang ketika uangnya

sudah dicairkan, tetapi usaha si nasabah

tidak dilanjutkan atau berhenti, tetapi

cicilannya tetap berlanjut )

22.

Denda (ta‟zir) untuk dana sosial √

23. Ganti rugi (ta‟zir) disebutkan sesuai

prinsip syariah/fatwa DSN MUI

24.

Jumlah nominal ta‟zir tidak

disebutkan di akta perjanjian (akad)

25. Akad murabahah bukan digunakan

untuk kepentingan refinancing

√ Karena murni akad murabahah dan

hasilnya untuk semestinya

26. Penyelesaian sengketa dilakukan

melalui musyawarah, arbitrase,

dan/atau pengadilan agama.

√ Selalu dengan cara musyawarah,

karena tidak pernah diselesaikan di

arbitrase manapun atupun di

pengadilan agama, karena pada

hakikatnya diselesaikan dengan cra

musyawarah dengan permasalahan

penunggakan.

Page 111: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

100

Lampiran 3

Hasil analisisis kesesuaian akad Murabahah

pada BMT Nur Rahmah sesuai Fatwa DSN MUI

No Deskripsi B S Keterangan

1.

Para pihak jelas dan memenuhi

syarat akad

2. Obyek murabahah jelas dan tidak

bertentangan dengan syariah

3. Obyek murabahah berupa barang

atau dominan berupa barang bukan

jasa

4.

Ijab qobul secara lisan dan/atau

tulisan

√ Lebih banyak secara lisan

5. Penjual/kopsyah memberitahu

biaya modal kepada pembeli

(nasabah)

6.

Spesifikasi obyek jual beli jelas dan

tertentu

7.

Jika penjual (kopsyah) mewakilkan

pembelian barang kepada nasabah

ada akad wakalah

√ Tapi tidak menuliskan akad wakalah

8. Resiko atas pelaksanaan akad

wakalah pada prinsipnya ada pada

kopsyah

9.

Ijab qabul akad dilaksanakan

setelah barang secara prinsip telah

menjadi milik penjual/kopsyah

√ Tapi tidak semua dilangsungkan seperti

itu, kebanyakan belum menjadi milik

kopsyah, karena barang yang

diperjualbbelikan adalah barang-barang

eceran meupun barang” mentah

10.

Akta perjanjian murabahah

ditandatangani setelah akta

perjanjian wakalah

√ Akta wakalah dahulu baru akta

perjanjian murabahah. Hanya saja akad

wakalah belum sempurna, karena tidak

ada perjanjian tertulis dalam akad

wakalah.

11. Bukti pembelian (jika

menggunakan wakalah) diserahkan

nasabah kepada kopsyah (penjual)

√ Hanya diperlihatkan kepada kopsyah,

bukti tetep dipegang oleh nasabah,

karena akan menjadi catatan nasabah

Page 112: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

101

untuk memperhitungkan usahanya.

Terutama barang eceran kios.

Karena bukti pembelian eceran, jadi

hanya modal kepercayaan dari kopsyah

kepada nasabah, dan mencatat

pengeluaran/biaya yang dikeluarkan

dalam catatan biasa, dan tidak

menyertakan bukti pembelian berupa

nota.

( al- hijrah juga sama sebenarnya)

12.

Jika kopsyah membeli sendiri

barang pesanan murabahah, akad

murabahah dilakukan setelah

barang telah dibeli kopsyah

√ Karena pada hakkikatnya, barang harus

milik kopsyah.

13. Harga jual adalah harga beli

(termasuk biaya perolehan)

ditambah margin keuntungan

disampaikan secara jelas

14. Jika ada jaminan atas pembiayaan,

proses pengikatan jaminan dan

obyek jaminan telah sesuai syariah

(fidusia, APHT, Gadai, Hipotik)

√ Hanya saja jaminan berupa BPKP, atau

Akta tanah

15. Uang muka diperlukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek

jual beli (membiayai sebagian

obyek murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka

16.

Uang muka diperlakukan sebagai

pemotong harga pembelian obyek

jual beli (membiayai sebagian

obyek murabahah)

√ Tidak pernah memberlakukan uang

muka sebagai pemotong harga

17. Biaya asuransi obyek pembiayaan

dihitung sebagai paket harga

barang (harga perolehan)

√ Karena BMT di seluruh kota Sorong

mempunyai PUSKOPSYAH yang

dikelola bersama untuk kepentingan

asuransi

18.

Jika ada discount menjadi hak

nasabah

Page 113: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

102

19. Jika ada discount setelah akad jual

beli berlangsung telah disepakati

pihak yang berhak atasnya

20. Perlunasan dipercepat kopsyah

tidak menjanjikan adanya discount

√ Memang tidak dijanjikan, tetapi tetap

diberikan diskon sesuai kesepakatan

manager kopsyahnya.

21. Denda (ta‟zir) ditentukan

berdasarkan nominal atau

prosentase tertentu sesuai

kesepakatan

√ Belum ada denda yang diberlakukan,

karena dengan cara menagih dan

menegur secara baik-baik, ataupun

mendatangi ke tempat nasabah untuk

diberitahukan secara baik-baik.

Denda bagi kopsyah ini hukumnya

haram. Karena ini sangat mempersulit

nasabah.

22.

Denda (ta‟zir) untuk dana sosial √ Haram hukumnya.

23. Ganti rugi (ta‟zir) disebutkan sesuai

prinsip syariah/fatwa DSN MUI

24.

Jumlah nominal ta‟zir tidak

disebutkan di akta perjanjian (akad)

25. Akad murabahah bukan digunakan

untuk kepentingan refinancing

√ Karena murni akad murabahah dan

hasilnya untuk semestinya.

26. Penyelesaian sengketa dilakukan

melalui musyawarah, arbitrase,

dan/atau pengadilan agama.

√ Selalu dengan cara musyawarah, karena

tidak pernah diselesaikan di arbitrase

manapun atupun di pengadilan agama,

karena pada hakikatnya diselesaikan

dengan cara musyawarah dengan

permasalahan penunggakan.

Page 114: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

103

Lampiran 4

Hasil wawancara tentang Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) No. 25 Tahun 2017 dengan DPS BMT

Aisyiyah dan BMT Nur Rahmah

No. Pertanyaan Jawaban Keterangan dan/atau jawaban

yang terkait Ya Tidak

1. Apakah DPS mempunyai standar

untuk mengawasi kegiatan BMT ?

2. Apa standar yang digunakan DPS

dalam mengawasi tersebut ?

√ Misalnya :

Standar kepengawasan DPS adalah

Fatwa MUI

3. Apakah DPS menggunakan

Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI) yang

dikeluarkan oleh Keputusan

Menteri Ketenagakerjaan no 25

Tahun 2017 ?

4. Apakah DPS menginventarisasi

bahan pengawasan syariah sesuai

tugasnya ? sesuai SKNNI No. 25

Tahun 2017 ?

V

5. Apakah DPS melakukan

pengawasan terhadap Akta

Perjanjian ?

V

6. Apakah DPS mempunyai Draf

Akta Perjanjian yang dikaji dari

segi terpenuhi atau tidaknya rukun

dan syarat akad ?

V

7. Apakah DPS menulis hasil

pengkajian draf akta perjanjian

pada Kertas Kerja Pengkajian ?

V

8. Apakah DPS membuat Laporan

Hasil Pengkajian draf akta

perjanjian yang disusun

berdasarkan standar otoritas ?

V

9. Apakah DPS mengevaluasi

implementasi akta perjanjian ?

V

10. Apakah DPS membuat

permohonan penyediaan dokumen

perjanjian yang dilakukan kepada

manajemen ?

V

11. Apakah DPS menganalisis

dokumen perjanjian dari segi

kesesuainnyya dengan aspek

syariah dan Peraturan Perundang-

undangan ?

V

12. Apakah DPS membuat Laporan

Hasil Evaluasi yang disusun

berdasarkan standar otoritas ?

V

13. Apakah DPS menyampaikan

Laporan Hasil Pengawasan ?

V

Page 115: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

104

14. Apakah DPS mebuat surat

pengantar untuk menyampaikan

Laporan Hasil Evaluasi ?

V

15. Apakah DPS mengkaji draf

prosedur produk dan/atau layanan

baru ?

V

16. Apakah DPS mengkaji draf

tersebut sesuai dengan

terpenuhinya prinsip syariah ?

V

17. Apakah DPS menuliskan draf

tersebut dalam Kertas Kerja

Pengkajian ?

V

18. Apakah DPS menyusun Laporan

Hasil Pengkajian draf tersebut

berdasarkan standar otoritas ?

V

19. Apakah DPS mengevaluasi

prosedur produk dan/atau layanan

baru ?

V

20. Apakah DPS membuat

permohonan penyediaan dokumen

tersebut ?

V

21. Apakah dokumen tersebut

disesuaikan dengan prinsip syariah

?

V

22. Apakah DPS membuat laporan

Hasil Evaluasi berdasarkan standar

otoritas ?

V

23. Apakah DPS menyempaikan

Laporan Hasil Pengawasan

prosedur tersebut ?

V

24. Apakah DPS Mengkaji Rancangan

Pemasaran Produk ?

V

25. Apakah Hail Pengkajian

Rancangan Produk terebut ditulis

dalam Kertas Kerja Pengkajian ?

V

26. Apakah Laporan Hasil Pengkajian

disusun berdasarkan standar

otoritas ?

V

27. Apakah DPS mengevaluasi

implementasi pemasaran produk

dengan permohonan penyediaan

dokumen pemasaran produk ?

V

28. Apakah Laporan Hasil Evaluasi

tersebut disusun berdasarkan

standar otoritas ?

V

29. Apakah DPS menyampaikan

Laopran Hasil Pengawasan tersebut

kepada manajemen ?

V

30. Apakah DPS melakukan

pengawasan terhadap laporan

keuangan ?

V

31. Apakah DPS memperoleh laporan

keuangan dari manajemen ?

V

32. Apakah laporan keuangan diterima

dalam bentuk tertulis ?

V

Page 116: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

105

33. Apakah DPS mengevaluasi laporan

keuangan menyangkut kesesuaian

akun dengan standar akuntansi

syariah ?

V

34. Apakah DPS mengevaluasi

kesesuain pengakuan atas bagi

hasil, marjin, hasil denda,

kontribusi asuransi, dan pos-pos

non-halal dengan syariah ?

V

35. Apakah DPS menyimpukan

kesesuaian umum laporan

keuangan dengan ketentuan syariah

?

V

36. Apakah DPS memberikan masukan

dan/atau rekomendasi terkait

pelaporan keuangan entitas syariah

?

V

37. Apakah rekomendasi tersebut

dicatat dalam dokumen ?

V

38. Apakah DPS menyelesaikan

dokumen masukan/rekomendasi

tersebut dan diserahkan kepada

manajemen ?

V

39. Apakah DPS menyiapkan bahan

penyusunan opini syariah ?

V

40. Apakah Bahan penyusunan opini

syariah disisapkan secara lengkap

dengan pokok masalah yang

disampaikan ?

V

41. Apakah bahan opini syariah

tersebut diperoleh dari pihak

peminta opini syariah secara

lisan/tertulis ?

V

42. Apakah DPS mendeskripsikan

pokok persoalan ? dan

menganalisis masalah berdasarkan

prinsip syariah ?

V

43. Apakah Hasil analisis tersebut

dibuat secara tertulis ?

V

44. Apakah DPS menyampaikan hasil

opini syariah kepada DSN MUI,

regulator, dan pihak terkait ?

V

45. Apakah DPS mengarsipkan hasil

opini syariah ?

V

Page 117: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

106

Lampiran 5

Hasil Wawancara tentang pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) terkait Standar

Kompetensi Kerja √Nasional Indonesia (SKKNI) No. 25 Tahun 2017 dengan Managemen

BMT Al-Hijrah

No. Pertanyaan Jawaban Keterangan dan/atau jawaban

yang terkait Ya Tidak

1. Apakah DPS mempunyai standar

untuk mengawasi kegiatan BMT ?

2. Apa standar yang digunakan DPS

dalam mengawasi tersebut ?

Misalnya :

Standar kepengawasan DPS adalah

Permenkop Tahun 2017.

3. Apakah DPS menggunakan Standar

Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia (SKKNI) yang

dikeluarkan oleh Keputusan

Menteri Ketenagakerjaan no 25

Tahun 2017 ?

4. Apakah DPS menginventarisasi

bahan pengawasan syariah sesuai

tugasnya ? sesuai SKNNI No. 25

Tahun 2017 ?

5. Apakah DPS melakukan

pengawasan terhadap Akta

Perjanjian ?

6. Apakah DPS mempunyai Draf Akta

Perjanjian yang dikaji dari segi

terpenuhi atau tidaknya rukun dan

syarat akad ?

7. Apakah DPS menulis hasil

pengkajian draf akta perjanjian

pada Kertas Kerja Pengkajian ?

8. Apakah DPS membuat Laporan

Hasil Pengkajian draf akta

perjanjian yang disusun

berdasarkan standar otoritas ?

9. Apakah DPS mengevaluasi

implementasi akta perjanjian ?

10. Apakah DPS membuat permohonan

penyediaan dokumen perjanjian

yang dilakukan kepada manajemen

?

11. Apakah DPS menganalisis

dokumen perjanjian dari segi

kesesuainnyya dengan aspek

syariah dan Peraturan Perundang-

undangan ?

12. Apakah DPS membuat Laporan

Hasil Evaluasi yang disusun

berdasarkan standar otoritas ?

13. Apakah DPS menyampaikan

Laporan Hasil Pengawasan ?

14. Apakah DPS mebuat surat √

Page 118: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

107

pengantar untuk menyampaikan

Laporan Hasil Evaluasi ?

15. Apakah DPS mengkaji draf

prosedur produk dan/atau layanan

baru ?

16. Apakah DPS mengkaji draf tersebut

sesuai dengan terpenuhinya prinsip

syariah ?

17. Apakah DPS menuliskan draf

tersebut dalam Kertas Kerja

Pengkajian ?

18. Apakah DPS menyusun Laporan

Hasil Pengkajian draf tersebut

berdasarkan standar otoritas ?

19. Apakah DPS mengevaluasi

prosedur produk dan/atau layanan

baru ?

20. Apakah DPS membuat permohonan

penyediaan dokumen tersebut ?

21. Apakah dokumen tersebut

disesuaikan dengan prinsip syariah

?

22. Apakah DPS membuat laporan

Hasil Evaluasi berdasarkan standar

otoritas ?

23. Apakah DPS menyempaikan

Laporan Hasil Pengawasan

prosedur tersebut ?

24. Apakah DPS Mengkaji Rancangan

Pemasaran Produk ?

25. Apakah Hail Pengkajian Rancangan

Produk terebut ditulis dalam Kertas

Kerja Pengkajian ?

26. Apakah Laporan Hasil Pengkajian

disusun berdasarkan standar

otoritas ?

27. Apakah DPS mengevaluasi

implementasi pemasaran produk

dengan permohonan penyediaan

dokumen pemasaran produk ?

28. Apakah Laporan Hasil Evaluasi

tersebut disusun berdasarkan

standar otoritas ?

29. Apakah DPS menyampaikan

Laopran Hasil Pengawasan tersebut

kepada manajemen ?

30. Apakah DPS melakukan

pengawasan terhadap laporan

keuangan ?

31. Apakah DPS memperoleh laporan

keuangan dari manajemen ?

32. Apakah laporan keuangan diterima

dalam bentuk tertulis ?

33. Apakah DPS mengevaluasi laporan

keuangan menyangkut kesesuaian

Page 119: EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44875/1/AMALIA KARIM... · i EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH PADA

108

akun dengan standar akuntansi

syariah ?

34. Apakah DPS mengevaluasi

kesesuain pengakuan atas bagi

hasil, marjin, hasil denda,

kontribusi asuransi, dan pos-pos

non-halal dengan syariah ?

35. Apakah DPS menyimpukan

kesesuaian umum laporan keuangan

dengan ketentuan syariah ?

36. Apakah DPS memberikan masukan

dan/atau rekomendasi terkait

pelaporan keuangan entitas syariah

?

37. Apakah rekomendasi tersebut

dicatat dalam dokumen ?

38. Apakah DPS menyelesaikan

dokumen masukan/rekomendasi

tersebut dan diserahkan kepada

manajemen ?

39. Apakah DPS menyiapkan bahan

penyusunan opini syariah ?

40. Apakah Bahan penyusunan opini

syariah disisapkan secara lengkap

dengan pokok masalah yang

disampaikan ?

41. Apakah bahan opini syariah

tersebut diperoleh dari pihak

peminta opini syariah secara

lisan/tertulis ?

42. Apakah DPS mendeskripsikan

pokok persoalan ? dan menganalisis

masalah berdasarkan prinsip

syariah ?

43. Apakah Hasil analisis tersebut

dibuat secara tertulis ?

44. Apakah DPS menyampaikan hasil

opini syariah kepada DSN MUI,

regulator, dan pihak terkait ?

45. Apakah DPS mengarsipkan hasil

opini syariah ?