Upload
volien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN
BANJARSARI KOTA SURAKARTA TAHUN 2009
(Penelitian Deskriptif Kualitatif Tentang Efektivitas Program Beras Untuk
Keluarga Miskin (Raskin) Di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
Disusun Oleh :
PEDRO HARMOKO NIM : D1107522
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dosen Pembimbing,
Drs. Suharsono, M.S NIP. 195107011979031001
iii
PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada hari : Kamis
Tanggal : 11 Februari 2010
Tim Penguji Skripsi :
1. Drs. Sudarmo, M.A. Ph.D : ___________________ NIP. 196311011990031002 Ketua
2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si : ___________________ NIP. 197505052008011033 Sekretaris
3. Drs. Suharsono, M.S : ___________________ NIP. 195107011979031001 Penguji
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN., S.U. NIP. 195301281981031001
iv
MOTTO
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna
(Einstein)
Hidup itu sebuah pilihan, take it or leave it...
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini saya persembahkan kepada :
v Allah SWT yang senantiasa memberi petunjuk dan melindungiku
v Bapak dan Mamah tercinta yang selalu
memberiku motivasi, serta doa yang tak pernah berakhir
v Rizal dan Aji, saudaraku tersayang,
yang sangat berarti dalam hidupku
v Kekasih dan sahabatku yang selalu memberiku semangat untuk berjuang dalam hidup
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009”.
Pada kesempatan ini, dalam suka cita penulis hendak menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan bantuan, sehingga pada akhirnya penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu terima kasih banyak saya haturkan
kepada :
1. Bapak Drs. Suharsono, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah
menyediakan waktu dan kesabarannya untuk membimbing dan memberikan
arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Sudarmo, M.A. P.hD dan Bapak Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si
sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang
berharga dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang berguna kepada penulis, sehingga dapat
dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga ilmu tersebut dapat
kami amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
4. Seluruh Pegawai dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang
telah banyak membantu kelancaran administrasi kepada penulis.
vi
5. Bapak H. Achmad Arief selaku Kepala Perum BULOG Subdivre III Surakarta
dan Bapak Pajar Yuwono, S.H selaku Ketua Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atas ijin yang diberikan kepada penulis
untuk melakukan penelitian serta membantu memberikan informasi yang
berkaitan dengan penulisan skripsi dan menyediakan segala macam bahan
yang penulis butuhkan di sela-sela kesibukan, atas pengertian, kesabaran, dan
keramah-tamahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh satgas Raskin dan pegawai kelurahan di wilayah Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta atas bantuan dan keramah-tamahannya.
7. Ibu Herminawati selaku Kepala Bidang Statistik Sosial dari Badan Pusat
Statistik Kota Surakarta atas waktu dan kerjasamanya.
8. Teman-teman AN Non Reg ’07 yang telah turut memberi motivasi, sehingga
menumbuhkan semangat penulis.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut
serta memberikan bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran
yang membangun, sehingga dapat menambah kesempurnaan dari tulisan ini dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR..................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR BAGAN........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
ABSTRAK ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 13
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 14
1. Efektivitas ............................................................................. 14
2. Evaluasi Kebijakan................................................................ 16
3. Evaluasi Pelaksanaan Program ............................................. 24
4. Program Raskin..................................................................... 34
viii
5. Efektivitas Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta............................................................................... 38
F. Kerangka Pemikiran.................................................................... 43
G. Metode Penelitian........................................................................ 48
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Umum Kecamatan Banjarsari ..................................... 57
1. Kondisi Demografis ................................................................ 57
2. Sumber Daya Alam ................................................................. 62
3. Sumber Daya Manusia ............................................................ 62
4. Perekonomian Daerah ............................................................. 62
B. Deskripsi Program Raskin........................................................... 63
C. Tim Koordinasi Raskin Di Kecamatan Banjarsari...................... 68
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ........ 70
1. Tahap Perencanaan ............................................................... 70
a. Sosialisasi Program........................................................... 70
b. Penetapan Kuota Dan Seleksi Penerima Raskin .............. 79
2. Tahap Pelaksanaan ............................................................... 96
a. Penyaluran Bantuan Beras ................................................ 97
b. Pemanfaatan Bantuan Beras ............................................. 110
c. Pelaporan .......................................................................... 112
B. Efektivitas Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari ............... 114
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi................................ 115
2. Transparansi Dan Akuntabilitas ........................................... 124
ix
3. Sumber Daya Yang Memadai .............................................. 127
4. Sikap Positif Pelaksana......................................................... 135
5. Dukungan Dan Partisipasi Kelompok Sasaran..................... 140
C. Hambatan-hambatan Dan Usaha Yang Dilakukan Dalam
Program Raskin Di Kecamatan Banjarsari ................................ 144
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 148
B. Saran............................................................................................ 152
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR BAGAN
1. Bagan 1.1 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ............... 26
2. Bagan 1.2 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Menurut Van
Meter dan Van Horn ............................................................. 29
3. Bagan 1.3 : Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan
Sabatier ................................................................................. 32
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 : Kerangka Pemikiran ......................................................... 48
2. Gambar 1.2 : Model Analisis Interaktif.................................................. 55
3. Gambar 3.1 : Mekanisme Perencanaan Kuota Raskin dan Penetapan
Penerima Manfaat ............................................................ 82
xii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 : Jumlah Keluarga Miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran
Di Wilayah Kota Surakarta ................................................... 8
2. Tabel 1.2 : Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari
Tahun 2009............................................................................ 11
3. Tabel 2.1 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009.................... 58
4. Tabel 2.2 : Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan
Banjarsari Tahun 2009 .......................................................... 59
5. Tabel 2.3 : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di
Kecamatan Banjarsari............................................................ 60
6. Tabel 3.1 : Rumah Tangga Sasaran Di Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta Tahun 2009 ........................................................... 83
7. Tabel 3.2 : Jumlah Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Banjarsari
Tahun 2009............................................................................ 93
8. Tabel 3.3 : Perbandingan Alokasi Beras Raskin Tahun 2008 dan 2009
Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ............................. 129
xiii
ABSTRAK Pedro Harmoko, D1107522, Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, 153 Halaman.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, dengan melihat pada proses implementasinya yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan distribusi beras Raskin, serta hambatan-hambatan yang muncul selama pelaksanaan program. Untuk melihat efektivitas pelaksanaan program ini digunakan lima indikator yang digunakan untuk menentukan keberhasilan program yaitu Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi, Transparansi dan Akuntabilitas, Sumber Daya Yang Memadai, Sikap Positif Pelaksana, serta Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber datanya meliputi data primer yang dilakukan melalui wawancara kepada sumber data yang dicari dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Selain data primer juga didukung dengan data sekunder yang diperoleh dari dokumen-dokumen, buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan tema penelitian. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi Program Raskin telah dilaksanakan secara tuntas dengan indikasi jatah alokasi dari pemerintah sebanyak 107.220 kg beras telah disalurkan seluruhnya kepada masyarakat miskin. Faktor yang mendukung adalah sumber daya, meliputi pelaksana distribusi, dana APBN dan beras subsidi yang tersedia pada saat pelaksanaan program. Selain itu Program Raskin di Kecamatan Banjarsari dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun terdapat beberapa hambatan dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut dapat diketahui dari komunikasi yang terjalin kurang baik karena dilaksanakan secara cepat dan kurangnya waktu bagi pelaksana untuk melakukan sosialisasi program. Hambatan lain yang terjadi adalah terbatasnya jumlah alokasi beras bantuan, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap program, keterlambatan pengiriman beras dan waktu pelaksanaan program yang bersamaan dengan pelaksanaan program lain. Namun sikap pelaksana yang positif untuk mendukung keberhasilan program ini mampu mengatasi permasalahan yang ada, meskipun masih ada kelemahan dalam penanganannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009 berjalan kurang efektif, karena masih banyak hal-hal yang perlu ditingkatkan, diantaranya dari segi pengetahuan tentang program, ketepatan waktu dan kuota alokasi raskin kepada rumah tangga miskin.
xiv
ABSTRACT
Pedro Harmoko, D1107522, The Effectiveness of Program Raskin (Subsidized Rice Program for Poor Family) at Banjarsari Sub-district in Surakarta City Year 2009, Thesis, Public Administration Department, Faculty of Social and Politics, Sebelas Maret University of Surakarta, 2010, 153 pages.
The purpose of this research is to measure the effectiveness of Program
Raskin at Banjarsari Sub-district, Surakarta, by looking at the implementation process includes planning and execution of subsidized rice distribution, and also resistances which emerge during program implementation. There are five indicators used to determine the program effectiveness such as; 1) The Accuracy of Communication and Coordination, 2) Transparancy and Accountability, 3) Sufficiency of Resources, 4) Positive Attitude of Executor, 5) Support and Participation of Target Group.
Research method used is descriptive qualitative. The data source includes the primary data conducted through interview toward data source which is searched by using technique of Purposive Sampling. Besides, it is also supported by the secondary data obtained from documents, books and notes related to research title. Techniques of data collecting are interview, observation and documentation. Data triangulation is used for the data validity. Technique of data analyzing used is interactive analysis.
Based on the research, the program implementation had been implemented entirely by fulfilling requirements at about 107.220 kilograms of subsidized rice. The rice had been distributed to the poor family. The supportive factors in the program among others; the availability of human resources, national budget, and subsidized rice. But there are some obstacles happen in Program Raskin implementation at Banjarsari Sub-district. It can be seen from the lack of communication caused by the instantly-applied communication and limited time for executors to socialize the program. The other obstacles are; the limited amount of subsidized rice, the lack of people’s understanding toward the program, the delay of rice distribution, and time of program execution is at the same time with the other programs execution. But the positive attitude of executors to support the program is able to overcome the obstacles, although there is still a weakness in handling it. In conclusion, implementation of Program Raskin at Banjarsari Sub-district, Surakarta City in 2009 is considered less effective because there are still many things required to be improved, such as the knowledge about program, the aspect of time accuracy and the quota of subsidized rice allocation to poor family.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan harus
dipenuhi. Bahkan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Begitu pentingnya
sehingga dapat dikatakan bahwa pangan merupakan tonggak kehidupan dalam
suatu wilayah, begitupun di suatu negara. Pemenuhan kebutuhan rakyat
merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. Khususnya di Indonesia,
yang memiliki wilayah luas dan jumlah penduduk yang besar, sangat rawan
terjadinya krisis pangan.
Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokok. Pemerintah perlu menyediakan persediaan beras yang mencukupi
untuk konsumsi sehari-hari rakyatnya dengan kualitas yang baik dan sesuai
dengan daya beli masyarakat. Namun masih ada permasalahan yang harus
diselesaikan oleh pemerintah, karena ternyata jumlah masyarakat Indonesia yang
mampu membeli beras dengan harga pasar normal masih sangat terbatas. Hal ini
dikarenakan masih terdapat banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah
sehingga berpengaruh pada daya beli mereka terhadap kebutuhan pangan.
Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan
pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat.
Masalah kemiskinan ini seakan tidak pernah berhenti dibahas dan diperhatikan
banyak cendekiawan, politisi, bahkan pemuka agama. Kemiskinan manusia tidak
xvi
hanya dilihat dari tingkat pendapatan yang rendah, juga harus dikaitkan dengan
tingkat pendidikan dan kesehatan, atau hidup dalam lingkungan yang tidak aman
sehingga berkurangnya kesempatan untuk memperluas kemampuan dan
potensinya. Adapun dasar kriteria atau indikator penentuan penduduk miskin
antara lain adalah; 1) luas lantai kurang dari 8 meter persegi per orang, 2) jenis
lantai tanah/bambu/kayu murahan, 3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester, 4) tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan
bukan listrik, 6) sumber air minum bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air
hujan, 7) tidak memiliki kompor atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli
daging maksimal 1 kali sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10)
frekuensi makan satu/dua kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke
Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan
lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan
tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah,
14) tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp
500 Ribu, (Sumber: Data BPS). Ke-14 indikator diatas mengukur kemiskinan
menggunakan pendekatan pendapatan atau konsumsi dan fisik. Seseorang
dikatakan miskin jika tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah
tingkat minimum atau garis kemiskinan/ poverty line. Berbagai aspek kemiskinan
dibahas dan berbagai cara mengentaskan kemiskinan dicarikan strateginya, namun
kemiskinan terus saja hidup.
Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu
dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun
daerah. Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam upaya
xvii
penanggulangan kemiskinan. Sebagai bagian dari pembangunan manusia itu
sendiri, maka program pemberdayaan tidak dapat dipisahkan dari usaha
pengentasan kemiskinan yang abadi. Dalam jangka pendek/menengah amat
diperlukan sejumlah upaya untuk mengatasi kerawanan pangan di rumah tangga
miskin. Program transfer pangan menjadi program komplementer penting. Upaya
tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 yaitu peningkatan efektivitas
penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan dan penyempurnaan sistem
perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Perberasan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka stabilitas ekonomi
nasional, meningkatkan pendapatan petani, peningkatan ketahanan pangan, dan
pengembangan ekonomi pedesaan, dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan
perberasan nasional. Berdasarkan hal tersebut, Presiden menginstruksikan Menteri
dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen tertentu, serta Gubernur dan
Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan
ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi nasional. Dan, Pemerintah secara khusus
menginstruksikan Perum BULOG untuk menyediakan dan menyalurkan beras
bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan, yang
penyediaannya mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri.
Pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin ini terkait dengan
sistem ketahanan pangan nasional. Pentingnya sistem ketahanan pangan (food
security system) tidak diragukan lagi. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan
pangan sebagai "akses terhadap kecukupan pangan bagi semua orang pada setiap
xviii
saat untuk memperoleh tubuh yang sehat dan kehidupan yang aktif". Kedaulatan
negara sangat ditentukan oleh kedaulatan pangan. Tanpa kecukupan pangan, suatu
negara tidak bisa beradab dan bermartabat. Maka dari itu, sebagai salah satu
program pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional, Program
Raskin dilaksanakan dengan prinsip pengelolaan berupa nilai-nilai dasar yang
menjadi landasan atau acuan setiap pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
rangkaian kegiatan, yang diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan
Program Raskin. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain; keberpihakan
kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin,
transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas.
Untuk mengefektifkan Program Raskin Tahun 2009, maka dibentuk Tim
Koordinasi Raskin mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota hingga
tingkat pemerintahan yang paling kecil yaitu Desa/Kelurahan. Tim Koordinasi
Raskin ini merupakan bagian dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
yang melaksanakan program perlindungan dan bantuan sosial seperti Jamkesmas,
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga harapan (PKH), Bantuan
Operasional Siswa (BOS) dan Program Raskin itu sendiri. Hal ini terkait dengan
Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, yang menjelaskan bahwa dalam rangka peningkatan
penanggulangan kemiskinan diperlukan koordinasi dan sinkronisasi penyusunan
dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan adalah forum lintas sektor sebagai
wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi ini dipimpin oleh
xix
Menteri Negara Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tim Koordinasi Raskin menyelenggarakan fungsi koordinasi dan
sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin. Guna memadukan
penyusunan dan pelaksanaan Program Raskin di daerah, Pemerintah Daerah
membentuk Tim Koordinasi Raskin di tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota,
bahkan hingga di tingkat Kecamatan. Di Kota Surakarta ini, Tim Koordinasi
Raskin Kota adalah sebagai pelaksana Program Raskin yang berkedudukan
dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Dan, Walikota merupakan
penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin di tingkat Kota. Tugas Tim
Koordinasi Raskin ini adalah merencanakan, melaksanakan, mengendalikan,
sosialisasi, monitoring, evaluasi dan melaporkan pelaksanaan Program Raskin di
wilayah Kota Surakarta.
Program Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi
keluarga miskin yang menyediakan 15 kg beras per rumah tangga miskin dengan
harga Rp. 1.600,- per kg. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam program penanggulangan kemiskinan. Peraturan perundangan yang
menjadi landasan pelaksanaan Program Raskin ini antara lain; UU No.7 Tahun
1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan
Pangan, Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan dan peraturan pendukung lainnya.
Dalam pasal 45 UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dijelaskan bahwa
pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan
pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah
xx
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Terkait
dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang merata
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka salah satu langkah yang diambil
pemerintah yaitu dengan melaksanakan Program Raskin. Program Raskin ini
merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan
pangan bagi masyarakat miskin melalui penyediaan beras bersubsidi yang
bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin dan untuk
meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan
pokoknya sebagai salah satu hak dasar masyarakat. Dalam Program Raskin,
keluarga miskin tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah “Rumah Tangga
Sasaran” atau disingkat “RTS”. Sasaran Program Raskin adalah berkurangnya
beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15
kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,- per kg.
Pada tahap implementasi Program Raskin di wilayah Surakarta agar
sesuai dengan perencanaannya dan berjalan dengan efektif, diperlukan kesiapan
dari semua pihak yang terlibat didalamnya, baik itu Pemerintah Kota, Perum
BULOG, Badan Pusat Statistik, Tim Koordinasi Raskin Kota, Tim Koordinasi di
tingkat bawah seperti Tim Satuan Kerja Kecamatan hingga tingkat Kelurahan,
masyarakat itu sendiri, dan pihak terkait lainnya. Selain itu juga diperlukan
koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder tersebut sehingga tidak
terjadi tumpang tindih kepentingan. Dalam hal ini diperlukan adanya keterlibatan
xxi
semua pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Kota, Tim Satuan Kerja
Kecamatan hingga tingkat Kelurahan, masyarakat, Perum BULOG, Perguruan
Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara
masyarakat dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan
kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan
dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya permasalahan dalam
pelaksanaan Program Raskin. Pada tahun sebelumnya pernah terjadi
permasalahan dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima, dan jenis
permasalahannya relatif sama dari tahun ke tahun. Selain itu masyarakat masih
meragukan mengenai sosialisasi dan transparansi program; sasaran penerima,
harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras; biaya pengelolaan program;
pelaksanaan monitoring dan evaluasi; dan fungsinya mekanisme pengaduan.
Di Kota Surakarta masih banyak terdapat masyarakat yang sulit memenuhi
kebutuhan hidup mereka, terutama kebutuhan pangan pokok berupa beras.
Sehingga masih banyak rumah tangga miskin di wilayah ini yang membutuhkan
program beras bersubsidi. Banyaknya masyarakat seperti ini dikarenakan tingkat
pendapatan yang rendah, dan harga barang-barang kebutuhan yang semakin
mahal, salah satunya adalah kebutuhan pangan. Jumlah keluarga miskin sebagai
Rumah Tangga Sasaran di wilayah Kota Surakarta dapat dilihat berdasarkan tabel
di bawah ini.
Tabel 1.1
Jumlah Keluarga Miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran
Di Wilayah Kota Surakarta
xxii
No Kecamatan Jumlah Keluarga Jumlah Keluarga Miskin Presentase (%)
1 Laweyan 25,814 3,211 12.4
2 Serengan 13,595 2,145 15.8
3 Pasar Kliwon 28,709 4,784 16.7
4 Jebres 32,408 5,441 16.8
5 Banjarsari 40,245 7,148 17.8
Total 140,771 22,729 16.1
Sumber :
Data BAPERMAS, PP, PA dan KB dan Badan Pusat Statistik Tahun 2009
Data di atas merupakan statistik jumlah keluarga miskin yang termasuk
dalam daftar Rumah Tangga Sasaran yang ada di wilayah Kota Surakarta. Data
tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, yang kemudian data
tersebut digunakan oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai dasar penetapan
jumlah penerima manfaat program Bantuan dan Perlindungan Sosial, misalnya
program pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah Program Raskin. Dalam
Program Raskin, penerima manfaat beras bersubsidi tersebut disebut sebagai
Rumah Tangga Sasaran (RTS). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada saat
ini jumlah Rumah Tangga Sasaran di Surakarta masih cukup banyak, sehingga
perlu adanya program pengentasan kemiskinan seperti Program Raskin ini guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan terbebas dari kemiskinan. Dari data
yang disebutkan dalam tabel diatas, diketahui bahwa dari 5 Kecamatan yang ada
di Kota Surakarta, Kecamatan Banjarsari merupakan Kecamatan dengan
presentase terbesar dalam jumlah keluarga miskin, yaitu hampir mencapai 18%.
xxiii
Dari data yang diperoleh, Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu
kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar di wilayah
Surakarta. Hal ini dikarenakan kondisi sosial-ekonomi beberapa masyarakat di
daerah tersebut yang masih kekurangan. Kecamatan Banjarsari merupakan daerah
urban serta tidak memiliki sumber daya alam sehingga potensi pertanian menjadi
kecil kontribusinya, akibatnya kebutuhan bahan pangan sangat tergantung dari
pasokan dari daerah sekitarnya. Selain itu, saat ini masih banyak masyarakat di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta terutama dari Rumah Tangga Sasaran yang
mengandalkan Program Raskin didasarkan pada fakta bahwa harga beras Raskin
yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga beras di pasaran yang
terbilang mahal. Hal ini secara signifikan mampu mengurangi beban pengeluaran
hidup mereka. Sehingga dalam hal ini, perlu adanya koordinasi yang terpadu
antara pemerintah setempat dengan pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan
Program Raskin di Kecamatan ini. Dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar,
diasumsikan bahwa Kecamatan Banjarsari rawan akan konflik atau permasalahan
terkait dengan pendistribusian beras Raskin. Untuk itu, diharapkan distribusi beras
untuk keluarga miskin ini dapat menjangkau jumlah keseluruhan rumah tangga
miskin di Kecamatan Banjarsari.
Maka penulis memilih judul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009” karena penulis sangat tertarik dengan
masalah program bantuan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah di lingkup
Kecamatan Banjarsari wilayah Kota Surakarta. Dengan banyaknya jumlah
keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari, tentunya perlu dilakukan pendataan
keluarga miskin yang layak menerima manfaat dari Program Raskin ini secara
xxiv
baik dan benar agar program beras berubsidi ini dapat tepat sasaran. Pendataan
keluarga miskin sebagai RTS dilakukan dalam rangka validasi data calon sasaran
penerima Program Raskin Tahun 2009 dengan menggunakan data sesuai
kebijakan yang disusun Badan Pusat Statistik dengan indikator : 1) luas lantai
kurang dari 8 meter persegi per orang, 2) jenis lantai tanah/bambu/kayu murahan,
3) dinding rumah bambu atau kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, 4)
tidak memiliki fasilitas MCK, 5) penerangan bukan listrik, 6) sumber air minum
bukan PDAM/tidak terlindung sungai dan air hujan, 7) tidak memiliki kompor
atau menggunakan arang/kayu bakar, 8) membeli daging maksimal 1 kali
sepekan, 9) 1 tahun membeli 1 stel pakaian baru, 10) frekuensi makan satu/dua
kali sehari, 11) tidak mampu berobat ke Puskesmas/poliklinik, 12) lapangan
pekerjaan buruh tani, buruh bangunan dan lainnya dengan pendapatan di bawah
Rp 600 Ribu per bulan, 13) pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak
sekolah/tidak tamat SD/tidak tamat sekolah, 14) tidak memiliki tabungan, barang
yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu, (Sumber: Data BPS).
Keluarga miskin yang menjadi sasaran Program Raskin akan mendapat
Kartu Raskin. Kartu Raskin ini ditandatangani oleh petugas pelaksana distribusi
Raskin di Kelurahan dengan masa berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang
selama pemilik kartu masih termasuk sasaran Program Raskin. Pendataan
keluarga miskin yang dilakukan di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
menghasilkan jumlah Rumah Tangga Sasaran ada 7,148 Kepala Keluarga dari
jumlah Kepala Keluarga sebanyak 40,245 atau 17,8% penduduk Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta. Masing-masing Kepala Keluarga yang tercantum
dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat Raskin) yang ditetapkan oleh Badan Pusat
xxv
Statistik akan mendapatkan jatah beras Raskin sebanyak 15 kg per bulan selama
12 bulan. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Banjarsari beserta
kuantum beras Raskin yang diperoleh terinci pada tabel 1.2.
Tabel 1.2
Jumlah Rumah Tangga Miskin
di Kecamatan Banjarsari
Tahun 2009
No. Kelurahan Jumlah KK Kuantum beras Raskin
1 Kadipiro 1,896 28,440
2 Nusukan 1,295 19,425
3 Gilingan 1,148 17,220
4 Banyuanyar 322 4,830
5 Sumber 605 9,075
6 Manahan 419 6,285
7 Mangkubumen 432 6,480
8 Timuran 127 1,905
9 Ketelan 235 3,525
10 Punggawan 148 2,220
11 Kestalan 112 1,680
12 Setabelan 224 3,360
13 Keprabon 185 2,775
Jumlah 7,148 107,220
Sumber: Data Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2009
Program Raskin telah mengalami beberapa kali penyesuaian, namun
efektivitasnya masih diperdebatkan. Meskipun demikian, penilaian keberhasilan
program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Program Raskin merupakan
sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada Rumah
xxvi
Tangga Sasaran. Dengan banyaknya jumlah Rumah Tangga Sasaran di
Kecamatan Banjarsari, tentunya tidak lepas dari hambatan dalam program
penyaluran beras bersubsidi. Penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengkaji efektivitas Program Raskin dan memetik pelajaran dalam rangka
perbaikan program ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai pendistribusian beras Raskin di wilayah Kecamatan tersebut, terkait
dengan tujuannya untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin
melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok berupa beras. Diharapkan
dengan Program Raskin yang efektif, maka kebutuhan pangan masyarakat miskin
dapat terpenuhi dengan baik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan diatas, maka dalam
penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta ?
2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dalam pelaksanaan Program Raskin
Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan bagaimana
upaya penyelesaiannya ?
C. Tujuan Penelitian
xxvii
1. Untuk mengkaji efektivitas Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan
Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan
upaya penyelesaiannya.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Tim Koordinasi
Program Raskin dalam melaksanakan Program Raskin sebagai tim yang
dibentuk oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya
beras bersubsidi bagi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta.
2. Dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai
perhatian terhadap terwujudnya pelaksanaan Program Raskin yang efektif
di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
3. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
E. Tinjauan Pustaka
1. Efektivitas
Mengenai pengertian efektivitas ini, pada kenyataannya para ahli
belum memperoleh kesepakatan dalam hal perumusannya. Masing-masing
ahli cenderung melihat dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, tetapi yang
xxviii
perlu diperhatikan disini bahwasanya secara umum efektivitas selalu
terkait dengan adanya suatu pencapaian tujuan atau hasil. Pengertian
efektivitas biasanya diartikan sebagai keberhasilan yang dicapai dalam
usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut
Richard M. Steers efektivitas memiliki arti sejauh mana organisasi
melakukan seluruh tugas pokoknya untuk mencapai semua sasarannya.
Kemudian ditegaskan lagi bahwa efektivitas paling mudah dipakai bila
dipandang dari sudut pencapaian tujuan optimum yakni efektivitas
organisasi dapat dipandang sebagai batas kemampuan organisasi
mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk
mencapai tujuan operasi dan operasionalnya (1985 : 17).
Menurut Emil Salim (1996 : 94) Efektivitas juga memiliki
pengertian sebagai suatu ketepatan dari suatu program tindakan atau
kesempurnaan (jaminan) hasil suatu pekerjaan itu sendiri. Kemudian
menurut Yutchman dan Seashore (dalam Alo Liliweri, 1997 : 121) bahwa
efektivitas organisasi sangat tergantung antara lain oleh bagaimana
organisasi secara relatif mengeksploitasi lingkungan dari sumber daya
yang langka dan sumber-sumber lain yang bernilai untuk mencapai tujuan
organisasi.
Dari beberapa penjelasan diatas bahwa efektivitas merupakan tolak
ukur dalam pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh sebuah organisasi. Hal ini sesuai dengan pengertian
efektivitas menurut Handayaningrat (1986 : 6) yaitu pengukuran dalam arti
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
xxix
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas selalu berorientasi pada pencapaian tujuan suatu program atau
kebijakan dari organisasi. Organisasi dimaksudkan sebagai alat untuk
mencapai tujuan bersama, yang tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai
sendiri-sendiri. Jadi dengan organisasi sebagai alat itulah, orang atau
orang-orang ingin mencapai tujuan. Dengan demikian, efektivitas
merupakan keberhasilan organisasi dalam menjalankan program atau
kebijakannya melalui berbagai sarana dan cara serta upaya memanfaatkan
segala sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Serta dalam mencapai ukuran efektivitas program atau kebijakan sebuah
organisasi dapat menggunakan kriteria – kriteria diatas.
2. Evaluasi Kebijakan
Perkembangan saat ini menunjukkan semakin kompleksnya
permasalahan yang dihadapi pemerintah sebagai lembaga penyelenggara
negara. Permasalahan yang semakin kompleks tersebut bukanlah terjadi
secara alami atau terjadi dengan sendirinya, tanpa campur tangan yang
secara sengaja oleh pihak lain. Tetapi permasalahan tersebut, baik
sebagian maupun keseluruhan merupakan hasil campur tangan pemerintah
melalui kebijakan-kebijakannya. Interaksi antara lingkungan dengan
kebijakan tidak berjalan satu arah, melainkan berjalan dua arah sehingga
membentuk proses timbal balik.
Interaksi antara lingkungan dengan kebijakan diwujudkan melalui
implementasi kebijakan. Mewujudkan kebijakan publik yang masih
bersifat abstrak kedalam realitas merupakan proses yang terjadi dalam
xxx
implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tahapan
terpenting dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan belum bisa
dinilai baik atau buruk, efisien atau tidak, efektif atau tidak, jika belum
menimbulkan dampak tertentu dalam masyarakat. Untuk menimbulkan
dampak tersebut suatu kebijakan harus diimplementasikan terlebih dahulu.
(“Notwithstanding the validity of the criticism that social scientists
tend to see everything as a “problem” that must be “solved,” as though
life itself were merely a mathematical exercise, certainly many
circumstances do exist that should not. We should be capable of
improving—and in some cases, even of eliminating—a number of these
circumstances. It should be clear to all that public policy has a key role to
play; in fact, most thoughtful observers recognize that its role is the key.
Recent economic developments make that role even more difficult to
ignore. Sound information is required, however, before deciding upon
which public policies to adopt, and before crafting and implementing
those policies. Much of the necessary information no doubt already exists,
often in studies around the world that receive little or no attention, but
certainly more information also needs to be developed and widely
disseminated”). (“Meskipun kebenaran dari kritikan bahwa para ahli ilmu
sosial cenderung berpandangan bahwa segala sesuatu merupakan suatu
permasalahan yang harus dipecahkan, seolah-olah kehidupan itu sendiri
hanya seperti suatu penggunaan ilmu pasti atau matematis, tentunya
banyak hal atau keadaan yang demikian yang seharusnya tidak ada. Kita
seharusnya mampu memperbaikinya dan dalam beberapa hal, bahkan
xxxi
dalam melenyapkan berbagai keadaaan ini. Seharusnya jelas bahwa semua
kebijakan publik memainkan peranan penting. Faktanya, sebagian besar
pengamat yang bijaksana mengakui bahwa peranan kebijakan publik
adalah yang utama. Kemajuan di bidang ekonomi belakangan ini bahkan
membuat peranannya lebih sulit untuk dielakkan. Bagaimanapun juga,
diperlukan bermacam bentuk informasi yang tepat, sebelum memutuskan
untuk mengadopsi beberapa alternatif kebijakan publik, dan sebelum
merumuskan serta mengimplementasikannya. Tidak diragukan lagi bahwa
telah ada banyak sekali informasi yang penting dan diperlukan, yang
seringkali terdapat di dalam berbagai studi di seluruh dunia yang
mendapatkan sedikit perhatian atau bahkan tidak ada perhatian sama
sekali. Namun yang pasti, informasi juga perlu dikembangkan dan
disebarluaskan." (Max J. Skidmore, 2009 : 1)).
Hal itu terkait dengan pengumpulan data dan informasi yang
diperlukan sebelum suatu kebijakan diimplementasikan, sehingga dengan
memperoleh data dan informasi yang tepat dan memadai, kebijakan
tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan apa yang
telah dirumuskan sebelumnya.
Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat tersebut, maka dapat
diambil pengertian bahwa implementasi program atau kebijakan adalah
rangkaian usaha yang terpola yang memerlukan berbagai macam sumber
daya dan informasi untuk merealisasikan kebijakan sehingga menimbulkan
dampak nyata pada masyarakat. Dalam kenyataan, keberhasilan
implementasi suatu program atau kebijakan dapat diukur dari hasil akhir
xxxii
yang dicapainya. Asumsinya adalah bahwa kebijakan itu dibuat untuk
mendapatkan hasil yang diukur dan diamati.
Dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya, pemerintah Indonesia
telah banyak menghasilkan dan mengimplementasikan program
pembangunan, baik program pembangunan teknologi maupun
pembangunan sosial. Namun demikian, dari sekian banyak kebijakan yang
diterapkan, dalam kenyataan banyak yang tidak mencapai sasaran, terjadi
penyelewengan dan sebagainya sehingga tidak mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dengan kata lain semakin menuntut kita untuk menguji keefektifan
program-program tersebut. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang
menguji kembali proses kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengukuran
hasil kebijakan. Dengan demikian dapat digunakan oleh para pengambil
kebijakan dan pelaksana kebijakan untuk digunakan di tingkat politik
sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah kebijakan itu
dapat diteruskan, diperluas, dipersempit atau diubah sama sekali. Selain itu
juga untuk mengetahui penyebab kegagalan dari suatu program agar hal
yang sama tidak terulang kembali di masa depan. Informasi tersebut dapat
diperoleh dengan adanya evaluasi kebijakan. Untuk mengetahui apa itu
evaluasi kebijakan, sebelumnya perlu diketahui arti kebijakan itu sendiri.
James E. Anderson dalam buku Solichin Abdul Wahab
menjelaskan makna kebijakan adalah:
“langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.” (Solichin A. Wahab, 2005 : 3)
xxxiii
Dari pengertian ini mendalilkan bahwa perhatian kita dalam
mempelajari kebijakan ini seyogyanya diarahkan pada apa yang
senyatanya dilakukan pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin
dilakukan. Disamping itu konsep tersebut juga membedakan secara tegas
antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti
pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.
Carl J. Friedrick (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3)
merumuskan kebijakan sebagai berikut :
“…serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu...” Sedangkan menurut pandangan Prof. Heinz Eulau dan Kenneth
Prewith (dalam Solichin Abdul Wahab, 2005 : 3) kebijakan dinyatakan
sebagai berikut :
“a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide by it”. (keputusan tetap yang bercirikan dengan konsistensi dan pengulangan dari pihak yang membuatnya dan yang mematuhinya). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kebijakan (policy) adalah serangkaian tindakan yang dipatuhi dan
dilaksanakan untuk memecahkan masalah dalam suatu bidang tertentu dan
mencapai tujuan tertentu setelah adanya pemilihan dari berbagai alternatif
yang tersedia.
xxxiv
Setelah mengetahui arti kebijakan, maka perlu diketahui juga
definisi evaluasi kebijakan, Lester dan Stewart (dalam Budi Winarno,
2008 : 226) memberikan definisi sebagai berikut :
“evaluasi kebijakan adalah suatu usaha untuk melihat apakah suatu kebijakan mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan atau tidak, dan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Subarsono (2005:119) juga memberikan definisi evaluasi kebijakan
menurut pengertiannya sebagai berikut :
“evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup lama.” Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur (1984:16) memberikan
pengertian yang hampir sama mengenai evaluasi, yakni :
“Yang dapat dilakukan oleh evaluasi adalah memberikan data untuk mengurangi ketidakpastian dan menjelaskan perolehan-perolehan dan kerugian-kerugian yang menyertai setiap keputusan. Dalam hal ini evaluasi memungkinkan pembuat keputusan menerapkan nilai-nilai dan preferensinya secara lebih tepat, dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai alternative-alternatif yang akan diputuskan.” Sedangkan Suchman (dalam Moh. Nazir, 1988:108)
mendefinisikan evaluasi adalah :
“penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjektif atau objektif) hasil (apakah baik atau tidak baik, sementara atau permanent, segera atau ditunda) yang diperoleh dengan beberapa kegiatan (suatu program, sebagian dari program dan sebagainya) yang dibuat untuk memperoleh suatu tujuan mengenai nilai atau performance.” Secara rinci Ripley (dalam Samodra Wibawa, 1994:8-9)
mengemukakan beberapa persoalan yang harus dijawab oleh suatu
kegiatan evaluasi sebagai berikut :
xxxv
1. Kelompok dan kepentingan mana yang memiliki akses di
dalam pembuatan kebijakan ?
2. Apakah proses pembuatannya cukup rinci, terbuka, dan
memenuhi prosedur ?
3. Apakah program didesain secara logis ?
4. Apakah sumber daya yang menjadi input program telah cukup
memadai untuk mencapai tujuan ?
5. Apa standar implementasi yang baik menurut kebijakan
tersebut ?
6. Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi dan
ekonomi ?
7. Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan dan barang
seperti yang didesain dalam program ?
8. Apakah program memberikan dampak kepada kelompok non
sasaran ? Apa jenis dampaknya ?
9. Apa dampaknya, baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan, terhadap masyarakat ?
10. Kapan tindakan program dilakukan dan dampaknya diterima
oleh masyarakat ?
11. Apakah tindakan dan dampak tersebut sesuai dengan yang
diharapkan ?
Sementara Leslie A. Pal (1987:52) membagi evaluasi kebijakan
dalam empat kategori :
1. Planning and needs evaluations
xxxvi
Mencakup penilaian terhadap target populasi, kebutuhan
sekarang dan yang akan datang serta sumber daya yang ada.
2. Process evaluations
Evaluasi terhadap tindakan pelaksana, media pelaksanaan
program dan system informasi.
3. Impact evaluations
Evaluasi dampak kebijakan baik yang diharapkan serta
perluasan hasil program.
4. Efficiency evaluations
Evaluasi efisiensi kebijakan yang dapat dilihat dari
perbandingan keuntungan biaya.
Dalam penelitian ini penulis tidak mengevaluasi keseluruhan tahap
kebijakan, melainkan memilih salah satu tahap kebijakan, yaitu
implementasinya (evaluasi implementasi) dengan latar belakang bahwa
implementasi merupakan hal yang penting dalam keseluruhan tahap
kebijakan. Seperti yang diungkapkan oleh Chief. J O. Udoji (dalam
Solichin A. Wahab, 2005:59) :
“the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented.” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan) Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Solichin A. Wahab,
2005:65) implementasi adalah sebagai berikut :
“those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy
xxxvii
decisions.” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakannya). Pariatra Westra (1989:32) memberikan definisi implementasi atau
pelaksanaan yaitu :
“usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, kapan waktu dimulai dan berakhirnya serta cara yang harus dilaksanakan.” Evaluasi implementasi dirumuskan oleh Ripley (dalam Samodra
W, 1994:10-11) sebagai berikut :
1. Evaluasi ditujukan untuk melaksanakan evaluasi proses.
2. Dilaksanakan dengan menambah pertanyaan yang harus
dijawab pada perspektif apa yang terjadi selain pada perspektif
kepatuhan.
3. Dilakukan untuk melaksanakan evaluasi aspek-aspek dampak
kebijakan yang terjadi jangka pendek.
3. Evaluasi Pelaksanaan Program
Suatu keputusan kebijakan akan dapat diimplementasikan jika
telah diinterprestasikan ke dalam program-program aksi yang lebih
operasional. Definisi program menurut Pariatra Westra (1989:41) adalah
perumusan yang memuat gambaran pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanakan berikut petunjuk mengenai cara pelaksanaannya. Biasanya
dalam program ini dikemukakan pula fasilitas-fasilitas yang diperlukan,
xxxviii
seperti waktu penggunaan alat-alat perlengkapan, ketentuan wewenang
serta tanggung jawab pelaksanaan program.
Menurut Pariatra Westra (1989:42), dalam suatu program
terkandung komponen kebijakan yang lain yaitu siapa pelaksananya,
berapa besar dan darimana dana diperoleh, siapa kelompok sasaran,
bagaimana program dilaksanakan serta bagaimana kinerja keberhasilan
program diukur. Selanjutnya agar lebih operasional lagi, program
dirumuskan sebagai proyek, yang dengannya pelaksana di tingkat
lapangan dapat bertindak. Proyek adalah suatu bagian dari program yang
relatif lebih terpisah dan mempunyai batas-batas yang tegas yang
direncanakan dan dilaksanakan tersendiri. Jadi evaluasi pelaksanaan
program adalah penilaian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, kebutuhan yang
diperlukan, sikap pelaksana, waktu pelaksana, dan cara pelaksanaan serta
dampak yang terjadi jangka pendek.
Grindle berpendapat bahwa pengukuran keberhasilan implementasi
program dilaksanakan pada program aksi dan hasil kebijakan. Program
aksi meliputi isi kebijakan dan konteks implementasi sedangkan hasil
kebijakan terdiri dari dampak dan perubahan pada masyarakat.
Selengkapnya seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
xxxix
Bagan 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Keterangan :
a. Isi Kebijakan :
1. Kepentingan yang dipengaruhi
Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda
akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang
menyangkut sedikit kepentingan.
2. Tipe manfaat
Suatu kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual dan
langsung dapat dirasakan oleh sasaran bukan hanya formal,
ritual dan simbolis akan lebih mudah diimplementasikan.
xl
3. Derajat perubahan yang diharapkan
Kebijakan cenderung lebih mudah diimplementasikan jika
dampak yang diharapkan dapat memberikan hasil yang
pemanfaatannya jelas dibanding yang bertujuan terjadi
perubahan sikap dan perilaku penerima kebijakan.
4. Letak pengambilan keputusan
Kedudukan pembuat kebijakan akan mempengaruhi
implementasi selanjutnya. Pembuat kebijakan yang mempunyai
wewenang dan otoritas yang tinggi akan lebih mudah dan
mempunyai wewenang dalam pengkoordinasian organisasi
dibawahnya.
5. Pelaksana program
Keputusan mengenai siapa yang ditugasi untuk
mengimplementasikan program yang ada dapat mempengaruhi
proses implementasi dan hasil akhir yang diperoleh. Dalam hal
ini tingkat kemampuan, keaktifan, keahlian, dan dedikasi yang
tinggi akan berpengaruh pada proses.
6. Sumber daya yang dilibatkan
Sumber daya yang digunakan dalam program, bentuk, besar
dan asal sumber daya akan menentukan pelaksanaan dan
keberhasilan kebijakan atau elit politik dan penguasa setempat
akan mempengaruhi pelaksanaan program.
b. Konteks implementasi, meliputi :
xli
1. Strategi yang digunakan dalam proses, kekuasaan dari badan
pelaksana.
2. Kondisi dan keberadaan badan pelaksana yang didukung
otoritas penguasa akan sangat berpengaruh dalam proses.
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Kepatuhan dapat berupa dukungan dari elit politik, kesediaan
agen atau instansi pelaksana birokrat yang ditugasi
melaksanakan program dari elit politik, juga kepatuhan
penerima manfaat atau sasaran program. Sedangkan daya
tanggap merupakan kepekaan lembaga publik seperti birokrasi
terhadap kebutuhan atau permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan.
Menurut Leslie A. Pal (1987:52) bahwa dalam evaluasi proses
terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau yaitu :
1. Program guidelines (program panduan)
2. The organization of field offices (badan-badan pelaksana)
3. Staff training (pelatihan staf)
4. Communication system (sistem komunikasi)
5. Even staff morale to improve organizational performance
(moral dari staf terhadap peningkatan kerja organisasi)
Van Meter dan Van Horn, merumuskan sebuah model yang
memperlihatkan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi
hasil atau kinerja kebijakan.
Bagan 1.2 Model Proses Implementasi Kebijakan
xlii
(Sumber : Samodra Wibawa, 1994:21)
Menurut model ini, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan
penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran. Oleh karena
dijadikan sebagai kriteria evaluasi dan pedoman konkret bagi pelaksana
maka standar dan sasaran ini harus dirumuskan secara spesifik dan
konkret. Kebijakan juga menuntut adanya sumber daya, baik berupa dana
maupun insentif lain. Kinerja kebijakan akan rendah jika dana yang
dibutuhkan tidak disediakan secara memadai.
Kejelasan standar dan sasaran tidak menjamin implementasi
kebijakan yang efektif jika tidak ada komunikasi antar organisasi dan
aktivitas pengukuhan, terlebih bila pelaksanaan kebijakan merupakan
kerjasama dari beberapa organisasi. Dengan komunikasi maka pelaksana
dapat memahami apa yang diidealkan oleh suatu kebijakan yang menjadi
tanggung jawab mereka.
Variabel di atas berkaitan erat dengan karakteristik yang dimiliki,
organisasi atasan ataupun koordinator program dapat mengkondisikan
Komunikasi antar organisasi dan
pengukuhan aktivitas Standar dan
sasaran kebijakan
Sumber daya
Karakteristik organisasi komunikasi antar
organisasi
Sikap pelaksana
Kinerja kebijakan
Kondisi sosial, ekonomi dan politik
xliii
pelaksanaan agar bertindak sesuai dengan yang diidealkan oleh kebijakan.
Menurut Meter dan Horn, organisasi pelaksana mempunyai enam variabel
yang harus dicermati, yaitu kompetensi dan jumlah staf, rentang dan
derajat pengendalian, dukungan politik yang dimiliki, kekuatan organisasi,
derajat keterbukaan dan kebebasan komunikasi serta keterkaitan dengan
organisasi lain.
Kondisi ekonomi, sosial, politik juga berpengaruh terhadap
efektivitas implementasi kebijakan baik kondisi sosial ekonomi sasaran
maupun dukungan opini publik dan elit politik. Sikap pelaksana dibentuk
oleh kelima variabel diatas. Kognisi, netralitas, dan objektivitas pelaksana
sangat mempengaruhi bentuk respon pelaksana. Kejelasan tujuan dan
karakteristik pelaksana sangat mempengaruhi sikap dan loyalitas
pelaksana terhadap organisasi (Samodra Wibawa, 1994:21)
Mazmanian dan Sabatier merumuskan model mengenai
implementasi kebijakan yang merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu:
(1) karakteristik masalah, (2) struktur manajemen program yang tercermin
dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan,
dan (3) faktor-faktor di luar peraturan. Kerangka berpikir mereka pada
dasarnya tidak jauh berbeda dengan model Meter dan Horn ataupun model
Grindle, dalam hal perhatiannya terhadap dua persoalan mendasar yakni
kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sabatier dan
Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi akan
efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan
xliv
oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan/teknis). Oleh karena itulah model ini
disebut sebagai model top-down.
Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi proses implementasi suatu
kebijakan adalah: kondisi sosial ekonomi, perhatian pers terhadap masalah
kebijakan, dukungan publik, sikap dan sumber daya kelompok sasaran,
dan dukungan kewenangan. Sedangkan daya dukung peraturan yang
mempengaruhi proses implementasui adalah: teori kausal yang memadai,
sumber kejelasan/konsistensi tujuan, kewenangan yang mencukupi,
integrasi organisasi pelaksana, diskresi pelaksana, rekruitmen dari pejabat
pelaksana, dan akses formal pelaksana ke organisasi.
Bagan 1.3
Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier
Karakteristik Masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori teknis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi 4. Derajat perubahan perilaku yang diharapkan
Daya Dukung Peraturan 1. Kejelasan/konsistensi
tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai
Variabel Non Peraturan 1. Kondisi sosio ekonomi dan
teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah
xlv
(Sumber : Samodra Wibawa, 1994:26)
Adang Setiana (2009:5) menyebutkan mengenai nilai-nilai dasar
yang menjadi landasan atau acuan setiap pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan rangkaian kegiatan, yang diyakini mampu mendorong
terwujudnya tujuan Program Raskin. Adapun prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut :
a. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Sasaran. Ini bermakna bahwa
program atau kebijakan ini mengusahakan agar kelompok sasaran
xlvi
dapat memperoleh pelayanan yang baik, yakni memperoleh beras
kualitas baik, cukup sesuai alokasi dan terjangkau.
b. Transparansi. Ini bermakna membuka akses informasi kepada
pemangku kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga
Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami adanya kegiatan
Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan secara mandiri.
c. Partisipatif. Ini bermakna mendorong masyarakat terutama Rumah
Tangga Sasaran untuk berperan secara aktif dalam setiap tahapan
pelaksanaan Program Raskin, mulai dari tahap perencanaan,
sosialisasi, pelaksanaan dan pengendalian.
d. Akuntabilitas. Ini bermakna bahwa setiap pengelolaan kegiatan
Program Raskin harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat setempat maupun kepada semua pihak yang
berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
atau yang telah disepakati.
4. Program Raskin
Program Raskin merupakan salah satu program pemerintah dari 3
kluster upaya penanggulangan kemiskinan, yaitu Kluster I (Bantuan dan
Perlindungan Sosial), Kluster II (PNPM Mandiri), dan Kluster III (Kredit
Usaha Rakyat). Program Raskin masuk di dalam Kluster I bersama
program perlindungan dan bantuan sosial lainnya seperti Jamkesmas,
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan
Bantuan Operasional Siswa (BOS). Sepuluh tahun lebih Program Raskin
xlvii
telah dilaksanakan pemerintah untuk membantu pemenuhan kebutuhan
pangan masyarakat dan telah dirasakan manfaatnya untuk membantu
meringankan beban pengeluaran masyarakat. Karena itu pemerintah tetap
mengalokasikan anggaran untuk Program Raskin. Namun sebelum
mengetahui lebih jelas mengenai Program Beras untuk Keluarga Miskin
ini, maka kita perlu mengetahui pengertian kemiskinan terlebih dahulu.
Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis
nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan,
yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan
(poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang
diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan
makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-
makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan,
transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002).
Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun
non-makanan. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila
kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal
dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan
jumlah rupiah yang dibutuhkan (BPS dalam (www.kompensasi-bbm.com),
2005).
(“There is no doubt that achieving economic development in
developing countries can only advance reduction of poverty. The crucial
xlviii
role of technological and industrial development for economic expansion
and alleviating poverty in developing states is widely recognized.”)
(“Tidak ada keraguan bahwa untuk mencapai keberhasilan pembangunan
ekonomi di negara berkembang hanya dapat dilakukan dengan membantu
pengurangan jumlah kemiskinan. Peranan yang krusial dari perkembangan
industri dan teknologi, dan pengurangan kemiskinan di negara-negara
berkembang diakui secara luas.” (Klaus Bosselmann, 2006:21)). Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kemiskinan merupakan masalah
serius yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang.
Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu negara yang berkembang dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dan mencapai keberhasilan
pembangunan dengan mengurangi angka kemiskinan yang ada di negara
tersebut. Kemiskinan tersebut dapat ditentukan dengan beberapa kriteria,
sehingga mempermudah pemerintah di negara yang bersangkutan dalam
mencapai target sasaran yang diharapkan dapat mengurangi jumlah
kemiskinan di negara tersebut. Menurut Riant Nugroho Dwidjowijoto,
kriteria kemiskinan yang menggunakan pendekatan gabungan antara
konsep kebutuhan dasar dan rumah tangga menghasilkan empat asumsi
dasar, yaitu (1) unit masyarakat paling kecil adalah keluarga sehingga
status kemiskinan seseorang/individu sangat terkait dengan status
kemiskinan keluarga/rumah tangga; (2) setiap rumah tangga miskin selalu
beranggotakan individu miskin sehingga keberhasilan menentukan sebuah
rumah tangga miskin berarti menunjukkan keberhasilan menentukan
individu-individu miskin dalam sebuah rumah tangga; (3) kebutuhan dasar
xlix
lebih mudah diformulasikan dalam unit rumah tangga dibandingkan dalam
unit individu; (4) tidak setiap individu miskin mampu mempunyai
pekerjaan dan penghasilan, dan tidak setiap individu miskin yang
mempunyai/memiliki pekerjaan dan penghasilan itu mampu memenuhi
standar minimal konsumsi untuk dirinya sendiri (Riant Nugroho
Dwidjowijoto, 2007 : 152).
Perlu disadari bahwa kemiskinan bukan hanya sederetan angka,
tetapi menyangkut nyawa jutaan rakyat miskin, terutama masyarakat yang
tinggal di pedesaan, kawasan pesisir, dan kawasan tertinggal. Sehingga
masalah kemiskinan menyentuh langsung nilai-nilai kemanusiaan,
kesetaraan dan keadilan. Masalah kemiskinan ini berkaitan erat dengan
tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin dalam
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya secara bermartabat.
Untuk bisa bermartabat dalam kehidupannya, masyarakat perlu ditopang
oleh kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara
layak. Banyak hal yang mempengaruhi seseorang dikatakan miskin bila
keadaannya memang tidak mampu berdiri sederajat dengan lingkungan
masyarakat secara memadai (Aep Rusmana, 08 Februari 2006).
Kemiskinan tersebut dapat membuat seseorang tidak mempunyai
kemampuan untuk mengakses kebutuhan pokok bagi keberlangsungan
hidupnya. Dan, salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap
harinya adalah kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan pokok yang
dimaksud adalah beras.
l
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan pokok berupa beras,
khususnya untuk rumah tangga miskin, maka Pemerintah melaksanakan
Program Raskin untuk memberikan akses kepada mereka dalam
memenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau. Program
Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga miskin
yang menyediakan 15 kg beras per rumah tangga miskin dengan harga
Rp.1.600 per kg. Program ini adalah program nasional yang bertujuan
membantu akses rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi.
Program ini merupakan kelanjutan Program Operasi Pasar Khusus (OPK)
yang diluncurkan pada Juli 1998. Melalui Program Raskin, rumah tangga
miskin diringankan beban pengeluarannya sehingga dapat mengalokasikan
sisa pendapatannya untuk kebutuhan lain. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Efektivitas Program Raskin
adalah merupakan tingkat keberhasilan yang menunjukkan tercapainya
tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam rancangan kegiatan yang
dilaksanakan pemerintah untuk membantu Rumah Tangga Miskin dalam
memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial
melalui penyediaan beras bersubsidi.
5. Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Menurut Handayaningrat (1986:18) Efektivitas adalah pengukuran
dalam arti pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan menurut The Liang Gie (1981:36) Efektivitas
adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya suatu efek
li
atau akibat yang dikehendaki. Dalam pengertian ini penekannya adalah
pada sasaran yang akan dicapai, yang sebelumnya telah ditetapkan
bersama. Intinya efektif atau tidaknya suatu kegiatan sangat tergantung
kepada bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan apakah sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang diharapkan atau tidak.
Untuk mengetahui efektivitas Program Raskin penulis melakukan
evaluasi Program Raskin dengan mengacu pada proses pelaksanaan dan
hasil pencapaian tujuan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam Program
Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin
melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk
beras. Sedangkan sasaran Program Raskin Tahun 2009 adalah
berkurangnya beban pengeluaran 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS)
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian
beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTM/bulan selama 12 bulan dengan
harga tebus Rp 1.600,- per kg netto di tempat penyerahan atau titik
distribusi yang disepakati.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dapat dilakukan dengan menilai dari
segi efektivitasnya, yaitu mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan
tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan dengan diukur
berdasarkan indikator keberhasilan dari kebijakan tersebut. Tentu saja
untuk mengetahui efektivitas kebijakan tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Indikator-indikator yang menjadi dasar penilaian
dalam penelitian ini adalah :
lii
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi
Program atau kebijakan akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung
jawab dalam kinerja program atau kebijakan. Dengan begitu, sangat
penting untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-
ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya
dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran
dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai
sumber informasi. Komunikasi dan koordinasi di dalam dan antara
organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit.
Dalam meneruskan pesan-pesan ke bawah dalam suatu organisasi atau
dari suatu organisai ke organisasi lainnya, para komunikator dapat
menyimpangkannya atau menyebarluaskannya, baik secara sengaja
atau tidak sengaja. Oleh karena itu, menurut van Meter dan Van Horn
(dalam Budi Winarno, 2008 : 159) kebijakan yang efektif ditentukan
oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan
oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran-
ukuran dan tujuan tersebut. Komunikasi adalah sesuatu yang mutlak
harus ada dalam pelaksanaan program koordinasi dan implementasi
pada umumnya. Koordinasi juga merupakan faktor penunjang
keberhasilan program terutama pada program yang melibatkan banyak
instansi juga untuk menyamakan pemahaman pelaksana dengan apa
yang dikehendaki oleh kebijakan. Komunikasi tersebut juga membuka
akses informasi kepada kelompok sasaran program, yang harus
liii
mengetahui dan memahami adanya kegiatan program serta dapat
melakukan pengawasan secara mandiri. Adapun komunikasi dan
koordinasi yang dilaksanakan dalam pelaksanaan Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari ini dilakukan secara intensif dan transparan.
Komunikasi dan koordinasi terjadi dalam pelaksanaan Program
Raskin, baik komunikasi antar pelaksana, maupun antara pelaksana
dengan kelompok sasaran. Agar dapat mencapai tujuan yang
diidealkan komunikasi dan koordinasi yang terjalin diantara kedua
belah pihak haruslah berjalan lancar. Dengan melakukan komunikasi
dan koordinasi diharapkan dapat menggali permasalahan yang dialami
oleh sasaran dan sekaligus membantu mencari penyelesaian yang tepat.
Melalui komunikasi dan koordinasi yang dijalankan Tim Koordinasi
Raskin, akan dapat diketahui apakah Tim Koordinasi Raskin ini
mampu menyampaikan tujuan yang diemban oleh pemerintah sehingga
kelompok sasaran menjadi sadar dan ikhlas dalam mentaati dan
melaksanakan setiap tahap pelaksanaan program, serta dapat
melakukan pengawasan demi keberhasilan program.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dalam Program Raskin bermakna membuka akses
informasi kepada pemangku kepentingan Program Raskin, terutama
Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui dan memahami
adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan pengawasan
secara mandiri. Dan, Akuntabilitas bermakna bahwa setiap
pengelolaan kegiatan Program Raskin harus dapat
liv
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat setempat maupun kepada
semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati.
3. Sumber Daya Yang Memadai
Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam
pelaksanaan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa materi/bahan pokok,
sumber dana/anggaran, perlengkapan, sarana dan prasarana yang
dibutuhkan maupun sumber daya manusia. Dalam Program Raskin ini,
sumber daya yang digunakan yaitu beras Raskin, dana dari APBN
untuk pengadaan beras bersubsidi, dan tenaga pelaksana program baik
dari pemerintah maupun non pemerintah.
4. Sikap Positif Pelaksana
Sikap positif pelaksana timbul sejalan dengan pemahaman terhadap
tujuan program, yang didukung ketersediaan sumber daya dan
lancarnya komunikasi. Kreativitas dalam pelaksanaan program akan
muncul dari sikap pelaksana yang mendukung program. Sikap ini
ditentukan oleh tingkat pemahaman pelaksanaan terhadap tujuan
program yang terlihat dalam sikap penerimaan aparat pelaksana guna
mensukseskan program dan kepatuhan aparat pelaksana dalam
memenuhi prosedur/ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat
dalam implementasi program Raskin baik dari tahap sosialisasi,
penentuan kuota dan seleksi penerima hingga pelaksanaan penyaluran
dan pendistribusian beras. Misalnya; sosialisasi yang menyeluruh dan
lv
tepat waktu, komunikasi secara rutin, penentuan Rumah Tangga
Sasaran yang benar-benar layak menerima beras Raskin secara benar
dan adil, pendistribusian beras sesuai dengan jadwal penyalurannya
dan tidak ada beras yang tersisa, dan sebagainya.
5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Daya dukung kelompok sasaran bisa meliputi kepatuhan dan
partisipasi kelompok sasaran dalam pelaksanaan program. Untuk
keberhasilan program, mutlak diperlukan sikap patuh dan daya dukung
dari kelompok sasaran sebagai bentuk partisipasi yang mendukung
setiap kegiatan program. Dalam kaitannya dengan implementasi
Program Raskin, daya dukung kelompok sasaran dapat dilihat dari
kesediaan kelompok sasaran menerima program ini yang salah satu
contohnya adalah dengan datangnya masyarakat penerima program ke
kelurahan atau tempat penyerahan beras Raskin untuk mengambil
beras dan membayarnya. Selain itu, partisipasi kelompok sasaran
dalam program dapat diketahui dari adanya peran serta kelompok
sasaran dalam setiap tahapan program, baik dalam tahap sosialisasi dan
seleksi penerima program, maupun pelaksanaan program.
Komponen-komponen diatas merupakan komponen yang
mendukung pelaksanaan program dan juga untuk menentukan
keberhasilan suatu program yang dalam hal ini adalah Program Raskin
Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari.
F. Kerangka Pemikiran
lvi
Berbagai kebijakan, termasuk Program Raskin yang dikeluarkan oleh
pemerintah bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di
dalam masyarakat. Namun demikian, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah tersebut belum tentu sepenuhnya dapat mengenai sasaran sesuai
yang diharapkan, dengan kata lain belum efektif. Sehingga untuk mengetahui
efektivitas suatu program atau kebijakan, diperlukan indikator-indikator yang
menjadi ukuran efektivitas kebijakan tersebut sehingga dapat diketahui
seberapa jauh keefektifan dari kebijakan tersebut.
Setiap organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah, proses
atau pelaksanaan manajemen sangat diperlukan agar segala pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Untuk itu,
perlu adanya koordinasi yang baik antara semua unsur yang mendukung
tercapainya sasaran tersebut. Dalam hal ini kaitannya dengan kebijakan yang
berorientasi pelayanan kepada publik, khususnya dalam memberikan
kemudahan akses terhadap masyarakat miskin untuk mendapatkan kebutuhan
pangan dengan harga yang terjangkau, maka pemerintah perlu memperhatikan
beberapa hal untuk memastikan bahwa program pemerintah ini berjalan
dengan efektif, misalnya dalam pelaksanaan distribusi, proses monitoring dan
sebagainya. Sehingga dengan adanya manajemen yang baik, pelaksanaan
Program Raskin sebagai program subsidi pangan dari pemerintah kepada
masyarakat miskin dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Proses
manajemen yang dimaksud adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan
proses pengawasan. Dari ketiga proses tersebut memang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Perencanaan tanpa adanya pelaksanaan dan pengawasan tidak
lvii
akan tercapai apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Salah satu proses manajemen yang penting dalam kegiatan organisasi
adalah pelaksanaan. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan bantuan pangan ini,
maka perlu adanya dukungan dan koordinasi yang baik antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah yang bersangkutan beserta unsur pelaksana
lainnya. Sehingga dalam proses distribusinya dapat tepat kepada sasaran yang
dituju, yaitu keluarga miskin berhak menerima manfaat beras Raskin tersebut.
Efektivitas suatu program kegiatan merupakan hal yang mutlak diperlukan,
tetapi seberapa jauh keefektifan kegiatan tersebut dapat terlaksana, merupakan
hal yang masih menjadi pertanyaan. Untuk mengetahui hal itulah maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang efektivitas Program Raskin
Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, mengingat bahwa
Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan dengan jumlah keluarga miskin
terbanyak di Kota Surakarta. Sehingga penulis ingin mengetahui lebih jauh
apakah Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini sudah berjalan dengan
baik, dalam arti Program Raskin yang dilaksanakan mampu mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sebagai salah satu kebijakan yang dibuat untuk memberikan subsidi
pangan terhadap Rumah Tangga Miskin yang layak menerimanya, tentu saja
Program Raskin memiliki tujuan tertentu. Untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dapat
dilakukan dengan menilai dari segi efektivitasnya, yaitu mengetahui sejauh
mana pelaksanaan kebijakan tersebut telah mencapai tujuan yang diharapkan
lviii
dengan diukur berdasarkan indikator keberhasilan dari kebijakan tersebut.
Tentu saja untuk mengetahui efektivitas kebijakan juga tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Efektivitas Program Raskin
menyangkut pertama, ketepatan komunikasi dan koordinasi yang merupakan
salah satu penentu kebijakan yang efektif melalui kejelasan ukuran dan tujuan
kebjakan yang dinyatakan oleh ketepatan dan konsistensi dalam
mengkomunikasikan ukuran dan tujuan kebijakan tersebut. Pelaksanaan
kebijakan memerlukan persepsi dan pemahaman yang sama dalam
pengalokasian tugas dan sumber daya. Selain itu komunikasi dan koordinasi
akan mendukung pelaksanaan sosialisasi kebijakan, kejelasan aparat pelaksana
dalam memberikan informasi akan mempermudah kelompok sasaran untuk
mengetahui isi, tujuan, manfaat dan ketentuan dari kebijakan tersebut. Oleh
karena itu, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
sebagai pemegang kebijakan pelaksanaan Raskin di tingkat Kecamatan harus
mampu menjalin koordinasi dan komunikasi yang baik dengan para
stakeholder dan kelompok sasaran. Kedua, Transparansi dan Akuntabilitas,
yakni dalam Program Raskin dibukakan akses informasi kepada pemangku
kepentingan Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus
mengetahui dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat
melakukan pengawasan secara mandiri. Selain itu, setiap pengelolaan kegiatan
Program Raskin harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
setempat maupun kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati. Ketiga,
Sumber Daya yang Memadai yang merupakan faktor penunjang pelaksanaan
lix
kebijakan, baik berupa sumber daya manusia maupun sumber daya material.
Ketersediaan sumber daya yang memadai secara tidak langsung akan
memperlancar pelaksanaan kebijakan. Keempat, sikap positif pelaksana akan
timbul seiring adanya sumber daya yang memadai dan ketepatan komunikasi.
Keduanya akan mendorong terbentuknya dukungan sikap pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan tersebut. Terakhir adalah dukungan dan partisipasi
kelompok sasaran, faktor ini ditentukan oleh adanya sumber daya yang
memadai, ketepatan komunikasi dan koordinasi, transparansi dan
akuntabilitas, dan sikap positif pelaksana. Sumber daya yang memadai,
komunikasi yang baik dan sikap pelaksana yang mendukung kebijakan serta
adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan akan mendorong kepatuhan
dan daya dukung kelompok sasaran. Keseluruhan faktor-faktor tersebut satu
sama lain saling berpengaruh terhadap efektivitas Program Raskin. Sehingga
dengan mengetahui efektivitas program atau kebijakan tersebut dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, setidaknya penelitian
ini dapat memberikan rekomendasi tentang kebijakan yang dapat diambil oleh
pemerintah dalam menangani permasalahan pangan di masa yang akan datang.
Kerangka pikir efektivitas Program Raskin dapat ditunjukkan dengan gambar
sebagai berikut:
lx
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa kelurahan yang terdapat di
wilayah Kecamatan Banjarsari. Kantor Kecamatan Banjarsari beralamat di
Jl. Adi Sumarmo No.136, Surakarta. Adapun pemilihan lokasi di wilayah
Kecamatan Banjarsari tersebut berdasarkan pada beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
Program Pemerintah (Beras untuk Keluarga Miskin)
Pedoman Pelaksanaan Program Raskin
Efektivitas Program diukur dengan : ¨ Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi ¨ Transparansi dan Akuntabilitas ¨ Sumber Daya yang Memadai ¨ Sikap Positif Pelaksana ¨ Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Keberhasilan Program Raskin
lxi
1. Adanya permasalahan yang cukup menarik peneliti, bahwa
berdasarkan data BPS, Kecamatan Banjarsari merupakan
kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kota
Surakarta, yakni dengan jumlah 7.148 kepala keluarga serta
mendapat alokasi beras bersubsidi yang paling besar di wilayah
Kota Surakarta, yakni sebanyak 107.220 kilogram. Sehingga
terkait dengan pelaksanaan Program Raskin ini, penulis ingin
mengetahui apakah seluruh keluarga miskin yang ada di
Kecamatan Banjarsari tersebut sudah mempunyai akses untuk
memperoleh beras bersubsidi dalam memenuhi kebutuhan pangan
mereka secara adil dan merata.
2. Dalam pelaksanaan program pemerintah seperti Program Raskin
ini tentunya rawan akan permasalahan baik dalam pelaksanaan
pendataan Rumah Tangga Sasaran maupun proses distribusi beras
Raskin. Penulis ingin mengetahui tentang hambatan dalam
pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari.
3. Pelaksanaan distribusi Program Raskin sebagai salah satu bentuk
pelayanan para aparat pemerintah Kecamatan Banjarsari kepada
para warga penduduk Kecamatan Banjarsari, terutama untuk
mendukung program pengentasan kemiskinan yang terdapat di
wilayah kecamatan tersebut.
4. Belum pernah dilakukan penelitian tentang efektivitas Program
Raskin bagi terbukanya akses bagi keluarga miskin untuk
memenuhi kebutuhan pangan dengan beras bersubsidi secara adil
lxii
dan merata, dimana peneliti sangat tertarik untuk mengungkap
permasalahan yang terdapat di dalamnya dan peneliti ingin
mengetahui tingkat efektivitas Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari
5. Tersedianya data sekunder berupa dokumen tertulis, surat-surat dan
arsip instansi terkait baik dari Pemerintah Kota Surakarta,
BULOG, BPS, maupun Kecamatan Banjarsari yang mendukung
penelitian.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada penelitian di
lapangan (field research), melalui penelitian di lapangan ini diharapkan
dapat lebih mengetahui permasalahan dan mendapatkan informasi-
informasi serta data yang ada di lokasi penelitian. Sehubungan dengan
permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini sangat
bervariasi seperti data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka serta
berdasarkan karakteristik populasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu Kecamatan Banjarsari maka metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif sehingga dapat menggambarkan atau
menjelaskan obyek penelitian yaitu efektivitas dalam pelaksanaan Program
Raskin dalam kaitannya dengan kegiatan distribusinya melalui fakta-fakta
yang ada.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
lxiii
a. Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian meliputi sumber data yang diperoleh
secara langsung dari para informan melalui wawancara dengan pihak yang
berkompeten. Adapun sumber data primer penelitian ini adalah:
1. Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari.
2. Lurah di wilayah Kecamatan Banjarsari
3. Petugas pelaksana distribusi Raskin di wilayah Kecamatan Banjarsari.
4. Petugas Raskin dari Perum BULOG.
5. Kasie Statistik Sosial dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.
6. Ketua RT/RW di kelurahan lingkup wilayah Kecamatan Banjarsari.
7. Kasub bid. KS – UE BAPERMAS, PP, PA & KB Pemkot Surakarta
8. Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin di
wilayah Kecamatan Banjarsari.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber data yang
secara tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut
mendukung data primer. Data sekunder tersebut merupakan data yang
sahih (valid) dan handal (reliable) Data sekunder tersebut terdiri dari :
1) Dokumen, arsip-arsip dan laporan kegiatan resmi yang ada di
Kantor Kecamatan Banjarsari, Perum BULOG, Badan Pusat
Statistik, Pemerintah Kota Surakarta maupun kelurahan-kelurahan
di wilayah Kecamatan Banjarsari.
2) Artikel dan informasi dari jurnal dan internet.
lxiv
3) Peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Pangan dan
Penanggulangan Kemiskinan, serta buku Pedoman Pelaksanaan
Program Raskin Tahun 2009.
Sumber data sekunder ini berfungsi untuk melengkapi dan sekaligus
mempermudah dalam menganalisa variabel penelitian serta untuk
memperkuat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian.
4. Teknik Penarikan Sampel
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling dimana peneliti cenderung memilih informan
yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang
mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. (H.B. Sutopo,
2002:56). Dalam tahap pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti
dalam memperoleh data. Namun demikian, informan yang dipilih tersebut
dapat menunjuk informan lain yang dianggap lebih tahu sehingga
informasi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan
penelitian dalam memperoleh data (snowball sampling). Snowball
sampling adalah penarikan sampel bertahap yang semakin lama jumlah
informan semakin besar (H.B. Sutopo, 2002:57).
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan
wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam
lxv
bentuk wawancara mendalam (in-depth interview) dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada informan. Disini peneliti
menggunakan pedoman wawancara sebagai kegiatan bertanya lebih
terarah.
b. Pengamatan (Observation)
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara intensif terhadap
obyek penelitian dalam hal ini difokuskan pada pelaksanaan Program
Raskin di Kecamatan Banjarsari yang meliputi proses distribusi dan
sebagainya.
c. Dokumentasi (Documentation )
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari
mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan
penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dokumen, dan literatur lainnya.
6. Validitas Data
Dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, peneliti
menggunakan teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
yang lain untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Ada 4 macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. (H.B.
Sutopo, 2002:78)
Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi dengan sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
lxvi
metode kualitatif. Hal ini menurut Lexy J. Moleong (2002:178) dapat
dicapai dengan langkah :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang
pemerintahan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. Berdasarkan langkah diatas maka dalam penelitian ini
pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber yang
berbeda yang tersedia. Dengan demikian data yang satu akan dikontrol
oleh data yang lain dari sumber yang berbeda.
7. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa
secara kualitatif dengan menggunakan model analisis interaktif. Dimana
analisa data disajikan berdasarkan konsep tertentu dalam kerangka teori
yang telah diuraikan sebelumnya. Data yang diperoleh dalam obyek
penelitian ini ditemukan, diolah dan dikonfirmasikan dengan opini dari
lxvii
responden yang berkompeten yang sedang diamati. Berdasarkan paparan
tersebut kemudian ditarik kesimpulan dan saran. Selain itu juga
bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang telah disebutkan
dalam rumusan masalah.
Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat model analisa yang
meliputi : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.2 : Model Analisis Interaktif
a. Reduksi Data
Merupakan bagian dari
proses analisis yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang
tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
penelitian dapat dilakukan.
b. Penyajian Data
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Penyajian Data
Sumber : (H.B. Sutopo, 2002 : 96)
lxviii
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian
data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang akan diteliti.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Dari awal pengumpulan data, peneliti harus sudah memahami apa arti dari
berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-
peraturan dan pola-pola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang
mungkin, arahan, sebab-akibat dan berbagai proporsi, kesimpulan perlu
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertahankan.
lxix
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Umum Kecamatan Banjarsari
1. Kondisi Demografis
Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu kecamatan yang ada
di Kota Surakarta selain Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan,
Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Serengan. Daerah Kecamatan
Banjarsari memiliki luas wilayah yang paling besar di Kota Surakarta jika
dibandingkan dengan keempat kecamatan yang lainnya yaitu sebesar
1.481,1 ha. Secara administrasi wilayah Kecamatan Banjarsari meliputi 13
kelurahan, mencakup 169 RW dan 851 RT, dengan penduduk sebanyak
161.247 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 10.888 jiwa per kilometer
persegi.
Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu wilayah dengan
kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Berdasarkan data tahun 2009,
jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari sebanyak 162.565 orang, terdiri
dari laki-laki sebanyak 80.397 orang atau sekitar 49,5% dan perempuan
sebanyak 82.168 orang atau sekitar 50,5%, dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 40.245 KK. Jumlah penduduk kecamatan yang didasarkan pada
kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin
lxx
Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa golongan usia penduduk
yang paling banyak berada pada kelompok umur 0 - 4 tahun, yaitu
sebanyak 25.060 orang, kemudian menyusul kelompok umur 25 - 29 tahun
sebanyak 17.895 orang. Apabila digolongkan lagi menjadi penduduk usia
produktif dan non produktif, maka penduduk usia produktif jumlahnya
jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Banjarsari pada umumnya
produktif untuk bekerja dan berkarya untuk mengembangkan usaha yang
dimiliki.
Penduduk Kecamatan Banjarsari memiliki beraneka ragam mata
pencaharian yang disesuaikan dengan keadaan geografis yang ada. Mata
pencaharian penduduk tersebut antara lain ada yang sebagai petani, buruh,
pedagang, pengusaha, pegawai negeri, pengrajin, ABRI, dan lain-lain.
Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0 - 4 12,824 12,236 25,060
5 - 9 8,135 7,756 15,891
10 - 14 8,599 8,879 17,478
15 - 19 8,950 8,772 17,722
20 - 24 8,118 9,264 17,382
25 - 29 8,905 8,990 17,895
30 - 39 8,851 8,912 17,763
40 - 49 6,959 8,332 15,291
50 - 59 5,757 5,053 10,810
60+ 3,299 3,974 7,273
Jumlah 80,397 82,168 162,565
Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
lxxi
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai mata pencaharian penduduk
Kecamatan Banjarsari dapat dilihat pada tabel berikut ini :
D
a
r
i
tabel diatas dapat diketahui bahwa profesi lain-lain memiliki jumlah
terbanyak sekitar 33,4%. Setelah profesi lain-lain, penduduk Kecamatan
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1 Petani Sendiri 337 0.3%
2 Buruh Tani 397 0.3%
3 Nelayan 1 0.1%
4 Pengusaha 2,808 2.3%
5 Buruh Industri 21,698 17.7%
6 Buruh Bangunan 21,600 17.6%
7 Pedagang 11,058 9%
8 Pengangkutan 6,218 5.1%
9 PNS / ABRI 9,600 7.9%
10 Pensiunan 7,692 6.3%
11 Lain-lain 40,785 33.4%
Jumlah 122,194 100%
Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
lxxii
Sumber : Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarsari Tahun
Banjarsari mempunyai mata pencaharian sebagai buruh industri, yaitu
mencapai 17,7%. Kemudian berturut-turut bekerja sebagai buruh
bangunan yaitu 17,6% dan bekerja sebagai PNS / ABRI yaitu 7,9%. Hal
ini bisa diasumsikan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di Kecamatan
Banjarsari relatif rendah, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi
energi dan protein juga rendah. Hal ini merupakan fenomena yang menjadi
prioritas Program Raskin.
Selain itu rendahnya tingkat pendidikan penduduk juga bisa
disebabkan oleh karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di
Kecamatan Banjarsari. Hal ini bisa dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Di Kecamatan Banjarsari
No. Tingkat Pendidikan Jumlah % 1 Tidak Sekolah 6,839 5 2 Belum Tamat SD 23,996 17.4 3 Tidak Tamat SD 11,046 8 4 Tamat SD 27,932 20.2 5 Tamat SLTP 27,474 19.8 6 Tamat SLTA 30,270 21.9 7 Tamat Akademi/PT 10,628 7.7 Jumlah 138,185 100
Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa penduduk Kecamatan
Banjarsari yang berpendidikan sampai dengan SD sebesar 69.813 jiwa
atau 50,6%. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang berpendidikan SLTP keatas yaitu sebesar 68.372 jiwa atau
49,4%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di
Kecamatan Banjarsari relatif rendah. Dengan rendahnya tingkat
lxxiii
pendidikan rata-rata masyarakat, maka diasumsikan mereka mempunyai
profesi yang rendah pula dan berpenghasilan rendah. Sehingga dengan
penghasilan rendah itu mengakibatkan kemampuan atau daya beli
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dapat dikatakan
masih rendah. Oleh karena itu Kecamatan Banjarsari layak untuk menjadi
daerah sasaran Program Raskin.
Dengan adanya Program Raskin di Kecamatan tersebut diharapkan
akan mampu mengurangi beban pengeluaran bagi mereka yang tergolong
sebagai keluarga miskin yang berpenghasilan rendah, atau biasa disebut
dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS). Hal ini dikarenakan adanya
pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Penyaluran beras bersubsidi ini dapat membantu sebagian besar
masyarakat miskin sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk
kebutuhan pangan dapat dikurangi. Selain itu, Program Raskin diharapkan
akan mampu mencegah penurunan konsumsi energi dan protein bagi
penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Sumber Daya Alam
Kecamatan Banjarsari merupakan daerah urban serta tidak
memiliki sumber daya alam sehingga potensi pertanian menjadi kecil
kontribusinya, akibatnya kebutuhan bahan pangan sangat tergantung dari
pasokan dari daerah sekitarnya. Potensi pertambangan relatif kecil/ tidak
ada kecuali galian C yang meliputi pasir dan kerikil.
lxxiv
3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia sebagai pengolah sumber daya alam dan
sumber daya buatan sehingga mencapai tingkat produktivitas yang optimal
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan
penduduk Banjarsari pada tahun 2007 0,48% dengan tingkat kepadatan
penduduk 10.888 jiwa/km2. Jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari
tahun 2007 adalah 161.492 terdiri dari 79.843 laki-laki dan 81.649
perempuan.
4. Perekonomian Daerah
Inflasi pada tahun 2008 bisa terkendali dalam angka satu digit
sebesar 3,28 persen, lebih rendah 2,9 persen dibanding tahun 2007 sebesar
6,18 persen. PDRB menurut harga berlaku tercatat sebesar
Rp.6.884.188.000.000,- atau meningkat dari tahun 2007 sebesar
Rp.6.394.202.990.000,-
Berdasarkan harga konstan tahun 2000, nilai PDRB tahun 2008
adalah sebesar Rp.4.308.617.530.000,- kondisi PDRB tersebut
mencerminkan kinerja ekonomi tahun 2008. Dari indikator pendapatan per
kapita tahun 2008 sebesar Rp.13.452.747,- lebih tinggi dari tahun 2007
sebesar Rp.12.466.812,- ini menggambarkan bahwa kemampuan daya beli
masyarakat semakin meningkat.
Namun demikian, masih ada kendala dalam meningkatkan
perekonomian daerah di Kecamatan Banjarsari. Hal ini disebabkan karena
banyaknya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Dua faktor ini saling
berkaitan satu dengan yang lain dalam mempengaruhi kehidupan beberapa
lxxv
penduduk di Kecamatan Banjarsari, terutama mereka yang tergolong
sebagai Rumah Tangga Miskin.
Maka dari itu, perlu adanya program penanggulangan kemiskinan
yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan di wilayah Banjarsari
sehingga perekonomian daerah yang meningkat dapat dirasakan oleh
semua lapisan masyarakat, karena terdapat kemerataan kesejahteraan. Hal
ini sudah diperhatikan oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan
berbagai macam program perlindungan sosial sebagai hasil kebijakan
untuk mengentaskan kemiskinan. Salah satu program penanggulangan
kemiskinan tersebut adalah Program Raskin (Program Beras untuk
Keluarga Miskin).
B. Deskripsi Program Raskin
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang menjadi hak setiap
warga negara, sejak tahun 1998 pemerintah menetapkan kebijakan penyediaan
dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin.
Penyaluran beras bersubsidi ini telah membantu sebagian besar masyarakat
miskin sehingga beban pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan
dapat dikurangi.
Program Raskin merupakan salah satu program pemerintah pusat yang
bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya untuk mengurangi
beban pengeluaran keluarga miskin yang terdaftar sebagai Rumah Tangga
Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk
beras. Sedangkan sasarannya adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5
lxxvi
juta Rumah Tangga Sasaran berdasarkan data BPS, melalui pendistribusian
beras bersubsidi sebanyak 15 kg untuk setiap Rumah Tangga Sasaran per
bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,- per kg. Dengan adanya
tujuan dan sasaran tersebut, maka keberhasilan Program Raskin merupakan
tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
seluruh masyarakat. Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada masing-
masing pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar melaksanakan Program
Raskin ini demi memenuhi kebutuhan pangan seluruh keluarga miskin yang
terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran. Pada tahun ini, pelaksanaannya
selama dua belas bulan mulai dari Bulan Januari sampai dengan Bulan
Desember tahun 2009.
1. Sosialisasi dan Sasaran
Sosialisasi Program Raskin adalah kegiatan penunjang program untuk
memberikan informasi yang lengkap sekaligus pemahaman yang sama dan
benar kepada seluruh pemangku kepentingan terutama kepada pelaksana,
masyarakat umum, dan khususnya kepada Rumah Tangga Sasaran penerima
manfaat. Informasi dan pemahaman yang sama dan benar dimaksud meliputi
latar belakang, kebijakan pemerintah, tujuan, sasaran, pengelolaan,
pengorganisasian, pengawasan, dan pelaporan serta hak-hak kewajibannya
masing-masing.
Sosialisasi program di Kecamatan Banjarsari dilakukan berkoordinasi
dengan pihak kelurahan, RT dan RW. Pada rapat RT atau RW yang diadakan
setiap bulan diberitahukan bahwa keluarga miskin yang terdaftar sebagai
Rumah Tangga Sasaran berdasarkan data BPS akan mendapatkan bantuan
lxxvii
beras bersubsidi. Kemudian dalam musyawarah kelurahan dan tokoh
masyarakat juga disinggung mengenai program ini.
Adapun sasarannya adalah keluarga miskin yang terdaftar sebagai
Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan 14 kriteria Rumah Tangga Miskin
yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang biasanya digunakan
dalam program penanggulangan kemiskinan. Di Kecamatan Banjarsari
pendataannya dilakukan oleh petugas Badan Pusat Statistik (BPS), aparat
kelurahan dan mitra kerja yang terdiri dari beberapa anggota masyarakat yang
telah diberikan pelatihan untuk menjadi tim pendata. Kemudian hasil dari
pendataan Rumah Tangga Miskin oleh Badan Pusat Statistik tersebut
diserahkan kepada tiap-tiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari dalam bentuk
buku yang berisi daftar Rumah Tangga Sasaran yang ditetapkan sebagai
penerima manfaat Raskin. Sementara untuk Kecamatan Banjarsari jumlah
kelompok sasarannya adalah 7.148 KK yang terbagi dalam 13 kelurahan dan
tiap kelurahan jumlah sasarannya juga berbeda.
2. Bentuk Bantuan
Program Raskin ini memberikan bantuan kepada Rumah Tangga
Sasaran berupa penjualan beras murah yang disubsidi oleh pemerintah. Pihak
kelurahan setiap awal bulan akan menerima kiriman beras dari Perum
BULOG Subdivre III Surakarta. Jumlah kiriman beras adalah sesuai dengan
kuota alokasi yang telah ditentukan untuk tiap kelurahan. Beras bersubsidi
tersebut dikirim dalam bentuk karungan, dan setiap karung beratnya adalah 15
kg. Beras tersebut akan dijual kepada kelompok sasaran, yaitu keluarga miskin
lxxviii
yang termasuk dalam kriteria Rumah Tangga Sasaran yang tercatat dalam
Daftar Penerima Manfaat Beras Raskin yang telah ditetapkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Beras bersubsidi tersebut dijual dengan harga Rp
1.600,- setiap kilonya, jadi harga tiap karung beras adalah Rp.24.000,-.
3. Penyaluran Beras
Penyaluran/penjualan beras dilakukan tiap bulan kepada Rumah
Tangga Sasaran di kelurahan. Petugas teknis penyaluran beras Raskin di
kelurahan adalah pegawai kelurahan dengan dibantu oleh petugas dari
BULOG. Sebelumnya Rumah Tangga Sasaran ini akan menerima Kartu
Raskin untuk pembelian beras Raskin oleh pihak kelurahan ataupun RT/RW.
Dalam Kartu Raskin tersebut terdapat daftar isian untuk diisi nama Kepala
Keluarga penerima manfaat Raskin beserta tanggal pembelian beras. Jangka
waktu yang diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran untuk membeli beras
Raskin adalah selama enam hingga sepuluh hari. Hal ini juga disesuaikan
dengan keadaan Rumah Tangga Miskin yang membutuhkan waktu untuk
mempersiapkan uang pembelian beras tersebut.
4. Penyetoran Dana
Setelah pelaksana distribusi di kelurahan menyelesaikan penjualan
beras bersubsidi, pelaksana distribusi tersebut wajib menyetorkan uang hasil
penjualan beras ke petugas kecamatan. Petugas yang berhak menerima dana
pembayaran beras Raskin di kecamatan adalah Sekretaris Camat atau pegawai
kecamatan yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan.
Setelah itu petugas penerima dana tersebut harus menyetorkan uang hasil
lxxix
penjualan beras Raskin dari tiap kelurahan ke rekening BULOG di bank yang
telah ditunjuk yaitu BRI.
5. Pelaporan
Pelaporan hasil pelaksanaan program dilakukan setiap bulan oleh
pihak BULOG Subdivre Surakarta dan Kecamatan Banjarsari. Untuk
pelaksana di Kecamatan Banjarsari, laporan tertulis tersebut diserahkan ke
Pemerintah Kota Surakarta dimana yang berwenang menerima adalah
Bapermas, PP, PA dan KB Pemkot Surakarta. Laporan tersebut sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari.
Dengan dilaksanakannya Program Raskin di Kecamatan Banjarsari
Kota Surakarta, penulis bermaksud menguraikan bagaimana efektivitas
pelaksanaan program beras bersubsidi untuk keluarga miskin tersebut di
Kecamatan Banjarsari dalam upaya pengentasan kemiskinan sesuai dengan
program pemerintah yang Pro Rakyat.
C. Tim Koordinasi Raskin di Kecamatan Banjarsari
Dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini dibentuk Tim
Koordinasi Raskin yang terdiri dari aparat kecamatan, kelurahan, dan institusi
kemasyarakatan setempat termasuk TP-PKK yang ditunjuk oleh Lurah. Lurah
dan Perangkat Wilayah dibantu Lembaga Kemasyarakatan dan anggota
masyarakat lain termasuk Rumah Tangga Sasaran bertanggungjawab dan
bertugas menyampaikan Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran.
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan ini merupakan pelaksana Program
Raskin di kecamatan, yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
lxxx
kepada Camat. Tim ini mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan,
mengendalikan, sosialisasi, monitoring, evaluasi, dan melaporkan pelaksanaan
Program Raskin oleh kelurahan-kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah koordinasi dengan pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaan distribusi Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran
(RTS) di wilayah Kecamatan Banjarsari dan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan program Raskin di wilayah ini berjalan dengan lancar, tertib,
tepat waktu dan terencana sesuai ketentuan yang ditetapkan.
lxxxi
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam rangka membantu masyarakat miskin dari dampak krisis global
yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat, pemerintah
mengeluarkan suatu program yang diberi nama “Program Perlindungan dan
Bantuan Sosial” yang salah satunya adalah di bidang pangan. Program ini diberi
nama Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin). Sasaran Program
Raskin Tahun 2009 adalah Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir
Miskin hasil pendataan ulang BPS pada tahun 2008 yang selanjutnya disebut
“Rumah Tangga Sasaran” (RTS).
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Perberasan Nasional yang menetapkan kebijakan penyediaan dan penyaluran
beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan rawan
pangan, maka diharapkan pelaksanaan Program Raskin dapat berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan Program Raskin dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia dengan
berdasarkan kuota alokasi beras Raskin yang telah ditetapkan pemerintah. Kuota
tersebut diberlakukan selama satu tahun bergulirnya Program Raskin. Salah satu
kecamatan yang mendapatkan jatah beras Raskin di wilayah Kota Surakarta
adalah Kecamatan Banjarsari.
lxxxii
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dilaksanakan di
seluruh kelurahan yang terdapat di wilayah kecamatan ini. Peneliti memilih
Kecamatan Banjarsari karena di kecamatan ini terdapat keluarga miskin dengan
jumlah terbanyak diantara kecamatan lainnya di Kota Surakarta. Pembahasan
mengenai efektivitas Program Raskin dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
pertama, pembahasan mengenai implementasi yang terdiri dari tahap perencanaan
dan tahap pelaksanaan. Bagian kedua, pembahasan mengenai indikator-indikator
penentu efektivitas Program Raskin. Bagian ketiga, dibahas mengenai hambatan-
hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program tersebut beserta upaya
pemecahannya.
Secara lebih jelas pembahasan tentang efektivitas Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tersebut dapat dilihat pada pembahasan
berikut ini :
A. PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA
SURAKARTA
Dalam implementasi Program Raskin ini, secara garis besar
prosesnya terbagi dalam dua tahapan yang meliputi :
1. Tahap Perencanaan
a. Sosialisasi Program
Sebagai langkah awal ketika akan dilaksanakan suatu program
tentunya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Dalam tahap ini
masyarakat diberi informasi tentang Program Raskin tersebut. Proses
lxxxiii
sosialisasi merupakan salah satu proses yang penting dalam
implementasi program, karena melalui sosialisasi ini masyarakat akan
mengetahui secara jelas apa makna dan tujuan program tersebut, serta
bagaimana pelaksanaannya. Keberhasilan sosialisasi akan bergantung
pada kemampuan aparat pelaksana baik dari lingkungan Pemda,
kecamatan maupun kelurahan beserta bawahannya dalam
menyampaikannya kepada masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan Program Raskin, agar dapat berjalan
dengan lancar, mantap serta sekaligus untuk lebih menyamakan persepsi
baik bagi para pelaksana program maupun pada kelompok sasaran, maka
diadakan sosialisasi atau penyampaian program dimana kegiatan
sosialisasi ini dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat
sampai dengan kelompok sasaran. Proses sosialisasi akan berkisar pada
apa yang ada dalam petunjuk teknis program. Dalam sosialisasi
dijelaskan mengenai latar belakang, sasaran, tujuan dan jumlah alokasi
beras yang diterima. Untuk Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009 ini
menerima bantuan 107.220 kg beras tiap bulannya selama dua belas
bulan. Beras tersebut kemudian didistribusikan kepada 13 kelurahan di
wilayah kecamatan tersebut.
Di Kota Surakarta, Program Raskin telah dilaksanakan sejak
tahun 1998 dan telah menjadi program pemerintah pusat yang rutin
dilaksanakan setiap tahunnya, sehingga sosialisasi program pada tahun
2009 dilakukan melalui pemberitahuan SK Walikota mengenai
lxxxiv
pelaksanaan Program Raskin kepada masing-masing camat untuk
selanjutnya mengadakan koordinasi dengan semua lurah di masing-
masing kecamatan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Tim Koordinasi
Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini:
“…Program Raskin ini sendiri sudah berjalan lama sejak tahun 1998, jadi masyarakat sudah banyak yang tahu keberadaan program ini sebagai program dari pemerintah pusat yang rutin diadakan tiap tahunnya. Jadi untuk tahun 2009 ini Walikota hanya melakukan sosialisasi melalui SK yang ditujukan kepada camat yang selanjutnya diteruskan ke masing-masing kelurahan. Walikota tidak melakukan sosialisasi secara khusus di seluruh wilayah Kota Surakarta karena dana APBD yang ada jumlahnya terbatas. Lagipula program ini telah lama berjalan dari tahun ke tahun, sehingga Walikota menganggap bahwa para pelaksana di tingkat kecamatan dan kelurahan sudah memahami Program Raskin ini...”
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Dalam proses sosialisasi Program Raskin ini, pihak pemerintah
pusat telah mengadakan pemberitahuan kepada masyarakat lewat iklan
di media cetak maupun elektronik. Karena program ini merupakan
program yang sudah berlangsung cukup lama dan rutin dari tahun ke
tahun, maka untuk selanjutnya sosialisasi di tingkat bawah telah
diserahkan kepada daerah masing-masing.
Penanganan sosialisasi program kepada masyarakat di
Kecamatan Banjarsari lebih diserahkan kepada masing-masing
kelurahan. Sosialisasi bisa dengan menggunakan cara yang dianggap
efektif yang sesuai dengan kebijakan masing-masing kelurahan tersebut.
Jalur yang ditempuh pada umumnya adalah dengan rapat koordinasi
lxxxv
antara lurah, pelaksana distribusi dengan ketua RT/RW, kemudian dapat
diteruskan melalui pertemuan RT/RW dan lain-lain. Jalur ini dirasa
cukup efektif karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Seperti
yang diutarakan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Banjarsari berikut ini :
“…tiap tahunnya untuk sosialisasi program Raskin ini diserahkan kepada masing-masing lurah dan pelaksana distribusi di kelurahan, baik dengan mengadakan rapat koordinasi secara formal maupun sosialisasi secara informal. Biasanya rapat koordinasi diadakan sebelum program Raskin berjalan, dan kemudian diumumkan kepada warga melalui RT/RW…”
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Hal tersebut juga ditegaskan oleh lurah dari Kelurahan Timuran
berikut ini :
“…kalau untuk sosialisasi kepada warga di wilayah Kecamatan Banjarsari sini, camat menyerahkan semuanya kepada lurah dan petugas pelaksana distribusi Raskin di masing-masing kelurahan. Tapi sebelumnya dilakukan rapat koordinasi terlebih dahulu antara pihak kelurahan dengan RT/RW, kemudian baru dilakukan sosialisasi kepada warga…”
(Wawancara dengan Bp. Marnoto, 16/07/2009)
Dari dua pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa
penyampaian informasi program kepada masyarakat lebih diserahkan
kepada para lurah untuk kemudian diteruskan kepada bawahannya. Pada
kenyataannya di masing-masing kelurahan dalam mengadakan
sosialisasi, tidak mengikutkan aparat kelurahan secara langsung. Mereka
lebih melimpahkan tugas tersebut kepada bawahannya seperti ketua
lxxxvi
RT/RW. Hal ini sesuai dengan penuturan pelaksana distribusi di
Kelurahan Sumber berikut ini :
“…sosialisasi kepada warga di sini biasanya dilakukan oleh ketua RT/RW. Lurah dan satgas Raskin (pelaksana distribusi) Kelurahan hanya menyampaikan informasi tentang jadwal pelaksanaan distribusi Raskin dan daftar penerima manfaat Raskin…”
(Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi, 22/04/2009)
Dari keterangan tersebut dapat dikatakan bahwa sosialisasi ini
lebih ditujukan kepada perangkat RT/RW, kemudian baru diteruskan
kepada masyarakat. Seperti juga diungkapkan oleh salah seorang
pelaksana distribusi di Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…untuk lebih memudahkan komunikasi, maka sosialisasi mengenai distribusi beras Raskin kepada warga di Kelurahan Setabelan kami serahkan kepada ketua RT RW…”
(Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Hal senada juga diutarakan oleh lurah dari Kelurahan Manahan
berikut ini :
“…sosialisasi Program Raskin kepada warga langsung dilakukan oleh ketua RT/RW setelah diadakan rapat koordinasi dengan lurah dan satgas (pelaksana distribusi) Raskin kelurahan…”
(Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Sosialisasi Program Raskin kepada warga di wilayah Kecamatan
Banjarsari memang tidak dilakukan secara langsung oleh pihak
kelurahan. Mereka lebih memanfaatkan pertemuan RT/RW yang
lxxxvii
diadakan tiap bulan sebagai jalur untuk menyampaikan informasi
tersebut. Sementara penyampaian informasi dari lurah kepada ketua
RT/RW bersifat singkat dan cepat. Maka informasi yang didapat pihak
RT/RW juga terbatas. Seperti pernyataan ketua RT.01 RW.05 di
Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…di kelurahan ini, petugas kelurahannya tidak langsung turun tangan ke lapangan untuk sosialisasi, tapi melalui pihak RT/RW, ya biar lebih mudah dan cepat mas. Waktu itu saya diberi surat edaran dari lurah yang menjelaskan tentang Program Raskin dan memberi perintah untuk melakukan sosialisasi kepada warga…”
(Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan lurah dari Kelurahan
Setabelan berikut ini :
“…memang kita tidak melakukan sosialisasi langsung pada warga. Ketika kita rapat koordinasi di kelurahan, disitulah kita memberitahukan bahwa ada Program Raskin. Sehingga pada waktu rapat koordinasi itu kita menginstruksikan ketua RT/RW untuk menginformasikan hal tersebut...”
(Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Dapat diketahui bahwa sosialisasi ini lebih ditujukan kepada
perangkat RT/RW kemudian baru diteruskan kepada masyarakat.
Mereka lebih memanfaatkan pertemuan RT/RW yang diadakan tiap
bulan sebagai jalur untuk menyampaikan informasi tersebut. Sementara
penyampaian informasi dari lurah kepada ketua RT/RW bersifat singkat
dan cepat. Maka informasi yang didapat pihak RT/RW juga terbatas.
Dengan terbatasnya pengetahuan aparat RT/RW tentang Program Raskin
lxxxviii
akan berakibat juga pada masyarakat. Mereka juga menangkap informasi
sebatas yang disampaikan ketua RT/RW tersebut. Apalagi sosialisasi
yang diadakan tidak secara khusus membahas program tersebut,
sehingga pengetahuan yang diperoleh juga terbatas. Hal ini bisa
diketahui dari wawancara dengan seorang warga penerima manfaat
Raskin di RT.04 RW.01 Kelurahan Sumber berikut ini :
“…saya nggak begitu ngerti tentang Program Raskin ini, karena di pertemuan RT dulu hanya diberi tahu kalau disini diadakan program beras bersubsidi dari pemerintah, ngambilnya di kelurahan...”
(Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Dari keterangan tersebut terlihat bahwa pemahaman masyarakat
akan program masih kurang. Jalur sosialisasi lewat pertemuan RT/RW
sebenarnya efektif, karena langsung berhubungan dengan masyarakat.
Namun karena keterbatasan pengetahuan aparat RT/RW sebagai
penyampai informasi perihal Raskin ini, maka masyarakat menjadi
kurang paham akan makna program tersebut secara keseluruhan.
Kondisi seperti ini dibenarkan oleh aparat kelurahan. Hal ini
terjadi karena biasanya informasi tentang program lama yang berjangka
panjang hanya mereka peroleh secara cepat dan lebih bersifat top down
dari atasan, sehingga pelaksana di tingkat bawah tinggal menjalankan
saja. Seperti ditegaskan lurah dari Kelurahan Manahan berikut ini :
“…program semacam ini kan merupakan program tahunan dari pemerintah pusat, dan kami yang ada di tingkat kelurahan ini sebagai pelaksana tinggal menunggu instruksi dari atasan untuk
lxxxix
menjalankan program ini sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan melalui petunjuk pelaksanaan program...”
(Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Hal itu didukung oleh pernyataan pelaksana distribusi Raskin di
Kelurahan Sumber berikut ini :
“…kami selaku petugas pelaksana distribusi di kelurahan hanya tinggal melaksanakan instruksi dari camat maupun Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan. Sebenarnya informasi yang diberikan cukup jelas tapi karena banyaknya program baru, maka Program Raskin yang cukup lama berjalan ini hanya disampaikan garis besarnya saja kepada aparat dan RT/RW...”
(Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Djatmi, 22/04/2009)
Pengetahuan aparat kelurahan sendiri sebagai salah satu
komponen pelaksana program masih perlu ditingkatkan. Kadang
informasi tentang program lama kurang begitu diperhatikan dan hanya
sepotong-sepotong yang mereka terima. Kondisi ini juga
dilatarbelakangi dengan banyaknya tugas aparat kelurahan yang cukup
banyak menyita sebagian besar waktu yang ada. Sehingga hal tersebut
mengakibatkan kurangnya waktu untuk melakukan sosialisasi Program
Raskin.
Pelaksanaan Program Raskin bersifat top down. Mazmanian dan
Sabatier menjelaskan bahwa model top down menganggap suatu
implementasi akan efektif bila birokrasi pelaksananya mematuhi apa
yang telah digariskan oleh peraturan atau petunjuk teknis. Pelaksanaan
Raskin yang bersifat top down dapat diketahui dengan adanya SK yang
xc
bertahap mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat paling bawah yaitu
kelurahan. Meskipun program ini telah berjalan rutin, namun sifat
pelaksanaan yang top down membuat pelaksana di tingkat kelurahan
hanya bisa melaksanakan program setelah memperoleh informasi dari
tingkat atas mengenai kuota alokasi beras Raskin yang akan diperoleh
dan informasi untuk melaksanakan sosialisasi.
Apabila perintah dan informasi yang diberikan dari pihak atas
terlambat, maka pihak bawah seperti kelurahan hanya diberi waktu
terbatas untuk melakukan sosialisasi dan seleksi penerima program
untuk segera disampaikan kembali ke pihak atas. Jadi pelaksanaan
program yang bersifat top down seperti Program Raskin ini sangat
dipengaruhi oleh pelaksanaan yang dimulai dari tingkat atas.
Kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa hambatan yang
muncul pada tahapan sosialisasi program. Hambatan tersebut meliputi;
pengetahuan aparat kelurahan, RT/RW dan kelompok sasaran mengenai
Program Raskin yang masih terbatas, serta proses sosialisasi yang
singkat dan cepat. Hal ini terjadi karena adanya waktu yang terbatas dari
pemerintah untuk melaksanakan sosialisasi yang baru diberikan pada
pertengahan Desember 2008. Padahal Program Raskin akan
dilaksanakan pada Januari 2009. Penyampaian program dilakukan secara
singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh oleh pihak
kelurahan dan kelompok sasaran hanya sepotong-sepotong.
b. Penetapan Kuota dan Seleksi Penerima Raskin
xci
Selain sosialisasi, dalam kegiatan perencanaan juga terdapat
penetapan Kuota Raskin (jatah alokasi beras Raskin). Penetapan Kuota
Raskin ini berskala nasional sampai dengan tingkat kelurahan
berdasarkan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) dari BPS. Penetapan
RTS penerima manfaat Raskin berdasarkan kesepakatan hasil
musyawarah kelurahan dan rencana pendistribusian Raskin.
Untuk penetapan RTS di kelurahan menggunakan data BPS yang
terdiri dari Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin.
Data tersebut merupakan sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan
secara nasional, termasuk Program Raskin. Oleh karena itu daftar RTS di
setiap kelurahan dibuat berdasarkan nama-nama Rumah Tangga Sasaran
hasil pendataan BPS tahun 2008. Apabila terdapat nama-nama RTS data
BPS yang sudah tidak sesuai dengan data riil di kelurahan, maka
dilakukan musyawarah kelurahan sebagai media verifikasi dengan tanpa
mengubah jumlah RTS setiap kelurahan. Musyawarah kelurahan
dipimpin oleh Lurah dan melibatkan aparat kelurahan (termasuk Kepala
Lingkungan, RW, RT), dewan kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat
(agama, adat, dll.) serta perwakilan dari RTS. Kriteria RTS yang
dinyatakan tidak sesuai meliputi :
1) RTS pindah tempat atau ke luar kelurahan.
2) RTS yang sudah tidak layak sebagai penerima manfaat
(meningkat menjadi rumah tangga mampu).
xcii
Terhadap kedua kelompok RTS tersebut dapat digantikan dengan
rumah tangga lain yang menurut musyawarah kelurahan dianggap layak
menerima Raskin. Terhadap nama kepala RTS yang telah meninggal
dunia dan masih dianggap layak menerima Raskin maka digantikan oleh
anggota rumah tangganya sesuai data RTS BPS.
Kesepakatan hasil verifikasi musyawarah kelurahan ditetapkan
sebagai RTS dan dicantumkan dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat)
yang ditandatangani oleh lurah dan disahkan oleh camat. RTS yang telah
terdaftar dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) diberi Kartu Raskin
sebagai kartu identitas keluarga miskin yang berhak menerima Raskin.
Data RTS di kelurahan direkap di tingkat kecamatan dilaporkan kepada
Tim Koordinasi Raskin Kota sebagai dasar penerbitan SPA (Surat
Permintaan Alokasi) untuk mendistribusikan beras Raskin kepada RTS.
Alokasi beras Raskin untuk RTS telah diatur dalam Pedoman
Pelaksanaan Raskin yaitu :
1. Berdasarkan data dari BPS, Tim Koordinasi Raskin Pusat
menetapkan jatah alokasi Raskin (Kuota Raskin) tahun 2009 per
Provinsi yang meliputi jumlah KK dan kuantum beras.
2. Atas dasar jatah per Propinsi, Tim Koordinasi Raskin Provinsi
menetapkan jatah tahunan meliputi jumlah KK dan kuantum beras
per Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam surat/SK Gubernur.
3. Atas dasar jatah tahunan per Kabupaten/Kota yang ditetapkan Tim
Koordinasi Raskin Provinsi, Tim Koordinasi Raskin Kab/Kota
xciii
menetapkan jatah bulanan, jumlah KK dan kuantum beras per titik
distribusi yang ditetapkan dalam surat/SK Bupati/Walikota.
Untuk lebih jelas dari langkah-langkah tersebut diatas dapat
dilihat mekanisme perencanaan Kuota Raskin dan penetapan penerima
manfaat Raskin pada gambar berikut :
Gambar 3.1
Mekanisme Perencanaan Kuota Raskin Dan Penetapan Penerima Manfaat
TIM KOORDINASI RASKIN PUSAT
KUOTA PROVINSI
TIM KOORDINASI RASKIN PROVINSI
KUOTA KAB/KOTA
DATA RTS BPS
DATA RTS BPS
xciv
Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan Raskin (2009)
Langkah awal yang dilakukan dalam seleksi penerima yaitu
dengan melakukan pendataan terhadap penduduk miskin di Kecamatan
Banjarsari yang dipilih berdasarkan 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin
oleh BPS. Data Rumah Tangga Sasaran ini berdasarkan pendataan tahun
2008 yang dilakukan oleh BPS dan merupakan data baru yang selalu
dibuat setiap tahunnya. Data tersebut diperlukan untuk menyusun sistem
rangking dari keluarga miskin tersebut. Dari data yang dibuat oleh BPS,
akan diketahui keluarga miskin yang layak mendapatkan beras Raskin.
Jumlah Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan Banjarsari yang diperoleh
dari BPS Kota Surakarta seperti ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.1
Rumah Tangga Sasaran
Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Tahun 2009
DATA RTS BPS
MUSYAWARAH KEL./ DESA Berbasis Data
RTS BPS
TIM KOORDINASI RASKIN KAB/KOTA
KUOTA KEC/ DESA/KELURAHAN
KEC/KADES/LURAH
PENERIMA MANFAAT
xcv
Jumlah No. Kategori RTS 14 Kriteria Miskin BPS
Tahap I Tahap II
1 Hampir Miskin Memenuhi 9-10 Kriteria 3,788 3,811
2 Miskin Memenuhi 11-13 Kriteria 2,170 2,274
3 Sangat Miskin Memenuhi 14 Kriteria 973 1,063
J u m l a h 6,931 7,148
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta
Dari tabel di atas, pendataan RTS pada tahap pertama
menghasilkan sejumlah 6,931 RTS yang berhak mendapatkan Raskin,
tetapi setelah dilakukan peninjauan ulang, terdapat penambahan kuota
pada Tahap II sehingga menghasilkan sejumlah 7,148 RTS sebagai
penerima Raskin. Dalam tabel tersebut terdapat 3 (tiga) kategori Rumah
Tangga Sasaran, yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan
Hampir Miskin. Ketiganya merupakan kelompok sasaran selaku
penerima Raskin yang memenuhi sejumlah persyaratan dari 14 Kriteria
Rumah Tangga Miskin yang ditetapkan oleh BPS (Badan Pusat
Statistik). Pendataan BPS dibuat sistem ranking dengan melihat keadaan
warga di lapangan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
akurat mengenai kondisi keluarga miskin dan mengklasifikasikannya
sesuai dengan pemenuhan standar yang ditetapkan. Seperti penuturan
salah satu petugas pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan
berikut ini :
“…kalau mengenai pendataan warga miskin yang layak menjadi penerima manfaat beras Raskin itu dilakukan oleh BPS dengan
xcvi
dibantu ketua RT/RW. Survey dilakukan dari rumah ke rumah. Kemudian setelah itu data dikirim ke pusat sebagai dasar penentuan jatah alokasi raskin masing-masing daerah, dan hasil data yang berisi daftar penerima manfaat Raskin tersebut dikirim ke pemerintah provinsi, kemudian ke tingkat kota hingga diedarkan ke kecamatan dan kelurahan…”
(Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Hal senada juga diutarakan oleh ketua RT.01 RW.05 di
Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…untuk menentukan keluarga miskin yang layak menerima beras Raskin, di kelurahan ini dilakukan pendataan oleh petugas BPS setelah meminta ijin kepada kelurahan dan RT/RW. Pendataan ini dilakukan pada bulan September…”
(Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Kegiatan pendataan yang dilakukan oleh petugas BPS melibatkan
mitra kerja baik itu dari pihak kelurahan, RT/RW ataupun Karang
Taruna. Petugas BPS sebagai penyedia data keluarga miskin
bekerjasama dengan mitra kerja untuk mendata keluarga miskin di
Kecamatan Banjarsari. Seperti diutarakan oleh Kasie Statistik Sosial dari
Badan Pusat Statistik Kota Surakarta berikut ini :
“…terkait dengan Program Raskin, BPS ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai penyedia data Rumah Tangga Sasaran sebagai penerima manfaat beras bersubsidi ini. Data tersebut adalah hasil pendataan BPS dengan didampingi mitra kerja baik dari kelurahan maupun RT/RW pada bulan September tahun 2008…”
(Wawancara dengan Ibu Herminawati, 26/07/2009)
xcvii
Pada kenyataannya, data tersebut berdasarkan pendataan yang
dilakukan oleh petugas BPS di lapangan dengan didampingi oleh ketua
RT untuk menentukan warga miskin yang layak mendapatkan Raskin.
Setelah hasil survey tersebut diolah di BPS Pusat, kemudian disusun
dalam bentuk buku. Buku tersebut berisi daftar nama penerima manfaat
beras Raskin. Setelah menerima dari BPS Pusat, kemudian BPS Kota
Surakarta memberikan data RTS tersebut kepada pihak pemerintah kota
melalui Bapermas, PP, PA, dan KB (badan pemerintah kota yang
mengurusi Program Raskin) untuk selanjutnya ditindaklanjuti dan
diedarkan ke kecamatan dan kelurahan. Setelah mengetahui jatah alokasi
Raskin yang diterima, melalui SK Walikota kepada camat yang
diteruskan ke lurah, data tersebut kemudian dimusyawarahkan dalam
musyawarah kelurahan untuk mengumumkan keluarga miskin yang
berhak menerima beras Raskin.
Dalam pengamatan penulis, diketahui bahwa pihak kelurahan dan
para ketua RT tidak membuat sistem rangking untuk menentukan warga
yang layak sebagai RTS. Sistem rangking ini diserahkan kepada BPS.
Mereka hanya menunjukkan kepada petugas BPS mengenai warga
miskin yang dianggap lebih membutuhkan sesuai dengan kondisi
keluarga miskin yang ada. Untuk upaya pendekatan di lingkungan
kelurahan se-wilayah Kecamatan Banjarsari, oleh lurah telah diserahkan
langsung kepada RT/RW setempat. Hal ini dilakukan karena RT/RW
dianggap paling mengetahui secara langsung kondisi sosial ekonomi
yang riil dari warganya.
xcviii
Jadi dalam pendekatan ini tidak semua warga di data satu per
satu, namun hanya dilakukan kepada keluarga miskin berdasarkan
informasi dari kelurahan dan RT/RW. Kemudian dari data tersebut
dilakukan seleksi penerima yang lebih berhak untuk menerima bantuan
beras bersubsidi berdasarkan penilaian petugas BPS yang dibantu mitra
kerja dari keadaannya di lapangan. Penilaian yang dilakukan oleh
petugas BPS juga dibantu dengan informasi dari tokoh masyarakat atau
perangkat RT/RW yang berdomisili di kelurahan se-wilayah Kecamatan
Banjarsari. Koordinasi ini dilakukan oleh BPS karena perangkat RT/RW
dan tokoh masyarakat setempat adalah yang paling dekat dengan
lingkungan warga masyarakat di wilayah tersebut dan dianggap paling
memahami kondisi warga masyarakat mereka sehingga pengetahuan
terhadap kondisi keluarga miskin dapat diperoleh secara mendalam.
Penilaian terhadap seleksi penerima juga tidak mengikutsertakan warga
di masing-masing RT karena warga hanya memiliki pengetahuan yang
terbatas terhadap Program Raskin sehingga mereka cenderung bersikap
pasif terhadap seleksi penerima program tersebut. Hal itu diutarakan oleh
seorang warga miskin penerima beras Raskin di Kelurahan Sumber
berikut ini :
“…dulu itu pernah dilakukan pendataan warga oleh petugas Statistik (BPS) mas, mereka dibantu oleh Pak RT. Setau saya tidak ada warga RT/RW sini yang ikut mendata karena kebanyakan sibuk dengan pekerjaannya dan juga kurang mengerti seluk beluk program pemerintah. Lagipula tugas pendataan itu kan memang pekerjaan petugas Statistik dengan kelurahan dan RT/RW, sedangkan warga hanya sebagai orang yang dimintai data saja...”
xcix
(Wawancara dengan Bp. Kusno, 28/05/2009)
Hal itu menunjukkan bahwa kelompok sasaran program
cenderung kurang memahami seleksi yang dilakukan oleh BPS. Mereka
hanya mengharapkan agar mendapat bantuan dari pemerintah tanpa
harus berperan serta dalam seleksi penerima.
Setelah pendataan selesai, Petugas BPS menyerahkan daftar
nama penerima Raskin tersebut ke Kantor BPS Pusat untuk diolah dan
hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Departemen Dalam
Negeri untuk ditindaklanjuti dengan membuat dan menetapkan Kuota
Raskin. Setelah data tersebut selesai ditindaklanjuti, maka daftar nama
RTS diserahkan secara prosedural melalui pemerintah provinsi,
kemudian diedarkan ke kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan.
Seperti dikemukakan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin di Kecamatan
Banjarsari berikut ini :
“…jadi setelah melakukan pendataan, petugas BPS menyerahkan hasil pendataan tersebut kepada Pusat untuk diverifikasi dan diolah untuk menentukan jatah alokasi Raskin. Setelah data selesai diolah kemudian ditetapkan jatah alokasi Raskin, maka berdasarkan alokasi Raskin Per Kota, Walikota kemudian membuat SPA (Surat Permintaan Alokasi) Raskin yang ditujukan kepada BULOG sebagai penyalur beras Raskin…”
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 14/04/2009)
Kemudian pihak kelurahan mengadakan rapat atau musyawarah
di kantor kelurahan dengan melibatkan lurah, pelaksana distribusi,
c
perangkat RT/RW, tokoh masyarakat, serta perwakilan dari kelompok
sasaran. Rapat tersebut untuk memberitahukan kepada warga mengenai
daftar penerima manfaat Program Raskin, yaitu keluarga miskin yang
layak mendapatkannya atau disebut Rumah Tangga Sasaran (RTS).
Dari pengamatan penulis di lapangan, ada warga miskin di
beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarsari yang tidak
mendapatkan beras Raskin, maka kemudian itu diserahkan kepada lurah
masing-masing untuk mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan
bersama dengan ketua RT dan warga. Apabila ada upaya untuk
pemerataan dalam pembagian Raskin sesuai dengan kondisi yang ada,
maka diawali dengan musyawarah bersama dengan berita acara resmi
oleh aparat kelurahan, setelah itu diserahkan kepada kesepakatan antara
warga penerima Raskin dengan warga yang tidak menerima Raskin tapi
layak untuk mendapatkannya.
Data RTS dari BPS dibahas dalam musyawarah kelurahan.
Setelah melalui proses musyawarah, kemudian setiap KK yang namanya
tercantum secara sah sebagai RTS dalam DPM (Daftar Penerima
Manfaat) diberikan kupon atau Kartu Raskin. Kartu Raskin tersebut
digunakan sebagai bukti pengambilan beras. Sedangkan untuk KK
penerima lainnya yang namanya tidak tercantum dalam DPM (Daftar
Penerima Manfaat) akan tetap dicatat oleh masing-masing kelurahan
dalam catatan kelurahan. Setelah musyawarah selesai, kemudian
ci
dibuatkan Berita Acara dan disahkan oleh lurah. Seperti yang
diungkapkan ketua RT.01 RW.05 Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…kalau untuk daftar nama RTS sendiri sudah ditetapkan oleh BPS melalui survey yang mereka lakukan pada bulan September tahun lalu. Dan apabila ada keluarga miskin yang telah ditentukan oleh BPS namun meninggal dunia atau pindah, maka jatah beras akan diberikan kepada KK pengganti yang berhak menerimanya, dan dalam Daftar Penerima Manfaat tetap menggunakan nama KK yang lama tersebut, sedangkan KK pengganti dicatat dalam buku administrasi di kelurahan. Tentu saja itu dilakukan melalui musyawarah kelurahan...”
(Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Hal itu didukung oleh pernyataan seorang warga penerima
Raskin berikut ini :
“…dulu pernah terjadi di RT sini ada warga yang tercatat sebagai penerima beras Raskin oleh BPS, namun ketika pendistribusian beras, ternyata warga itu telah pindah rumah. Sehingga jatah berasnya dialihkan kepada warga lain yang layak menerimanya. Meskipun warga yang mengganti tersebut belum tercatat dalam daftar di Pusat, tapi dicatat di kelurahan...”
(Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
Nampak bahwa dalam proses penetapan jumlah penerima beras
Raskin melalui mekanisme dan ketentuan yang jelas. Demikian pula
proses seleksi dilakukan oleh pelaksana program di Kecamatan
Banjarsari. Pada dasarnya pelaksanaannya tidak banyak mengalami
kesulitan, namun dalam proses seleksi tersebut tidak ada keterlibatan
dari kelompok sasaran. Hal ini dikarenakan pihak pelaksana baik dari
BPS maupun mitra kerja dari kelurahan dan RT/RW dituntut cepat
dalam melakukan pendataan warga miskin dan proses seleksinya agar
cii
hasil pendataan yang ada cepat diterima oleh pemerintah tingkat atas
untuk segera dapat dilaksanakan Program Raskin. Hal ini sesuai dengan
pernyataan lurah dari Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…kalau untuk proses pendataan warga miskin ini tergolong singkat mas, karena BPS hanya diberikan waktu sekitar dua bulan untuk menyelesaikan pekerjaannya dan segera melaporkan kepada BPS Pusat untuk diajukan kepada pemerintah pusat berapa jumlah warga miskin yang ada di tiap-tiap wilayah…”
(Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Meskipun Program Raskin telah berjalan lama, namun bantuan
yang diberikan setiap tahunnya belum tentu sama, apalagi setiap tahun
setidaknya ada perubahan kondisi sosial ekonomi di wilayah Kecamatan
Banjarsari. Selain itu, waktu yang terbatas membuat RT kesulitan untuk
melakukan pertemuan dengan kelompok sasaran. Hal ini terjadi karena
kesulitan mempertemukan waktu yang tepat dan cepat antara aparat dan
warganya. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang ketua RT berikut ini :
“…sosialisasi Program Raskin ini tergolong singkat mas, karena termasuk program tahunan dari pemerintah pusat. Jadi, warga dianggap sudah mengerti. Apalagi untuk mengumpulkan warga dalam rangka sosialisasi itu memang agak sulit karena mereka lebih memilih mencari nafkah daripada mendapatkan pengarahan dari kelurahan. Apalagi warga sini juga banyak yang pendidikannya tergolong rendah, jadi ya mereka enggan menyempatkan waktu mengikuti kegiatan itu…”
(Wawancara dengan Bp. Saptono, 11/06/2009)
Hal senada diungkapkan oleh salah seorang warga penerima
Raskin berikut ini :
ciii
“…karena saya sibuk jualan, jadi ya nggak bisa ikut sosialisasi dari kelurahan mas. Sosialisasinya itu setau saya hanya lewat pemberitahuan dari RT kalau beras Raskin dibagikan lagi tahun ini. Apalagi kalau seperti saya ini kan pendidikannya rendah, jadi ya tidak bisa banyak membantu tho mas…”
(Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Dari wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa warga
yang termasuk Rumah Tangga Sasaran (RTS) memungkinkan bahwa
ketidakhadiran mereka dalam musyawarah kelurahan dikarenakan
kesibukan untuk mencari nafkah dan juga karena rendahnya tingkat
pendidikan mereka, sehingga mereka enggan terlibat dalam tahapan
Program Raskin. Meskipun demikian, mereka tetap antusias terhadap
Program Raskin ini pada saat beras didistribusikan di daerah mereka.
Hal ini ditunjukkan dengan habisnya persediaan beras Raskin di
kelurahan se-wilayah Kecamatan Banjarsari dalam waktu sekitar lima
sampai tujuh hari setelah beras diturunkan di kelurahan karena sudah
dibeli oleh warga yang menjadi RTS.
Berdasarkan kebijakan Walikota, Kecamatan Banjarsari telah
menerima alokasi beras Raskin sebanyak 107.220 kg dibagi untuk 7.148
KK yang menjadi RTS dengan jatah beras 15 kilogram per KK setiap
bulannya. Dari 7.148 KK tersebut telah dibagi sesuai dengan alokasi per
RT/RW. Di bawah ini dapat dilihat tabel jatah beras untuk keluarga
miskin di Kecamatan Banjarsari :
civ
Tabel 3.2
Jumlah Rumah Tangga Miskin
Di Kecamatan Banjarsari
Tahun 2009
No Kelurahan Jumlah Kk Kuantum Beras Raskin
1 Kadipiro 1,896 28,440
2 Nusukan 1,295 19,425
3 Gilingan 1,148 17,220
4 Banyuanyar 322 4,830
5 Sumber 605 9,075
6 Manahan 419 6,285
7 Mangkubumen 432 6,480
8 Timuran 127 1,905
9 Ketelan 235 3,525
10 Punggawan 148 2,220
11 Kestalan 112 1,680
12 Setabelan 224 3,360
13 Keprabon 185 2,775
JUMLAH 7,148 107,220
Sumber : Data Bapermas, PP, PA dan KB Pemerintah Kota Surakarta
Dari tabel diatas nampak bahwa ada 7.148 KK yang menerima
jatah beras Raskin. Mereka adalah keluarga miskin yang dalam penilaian
cv
sistem rangking berada pada tingkat terbawah keluarga miskin yang
paling membutuhkan bantuan program tersebut. Namun, bagi keluarga
miskin yang berada pada tingkat teratas dalam sistem rangking ini tidak
mendapatkan jatah beras Raskin. Mereka adalah keluarga yang dianggap
potensial sebagai keluarga yang cukup mampu karena tidak memenuhi
jumlah minimum kriteria yang ditetapkan BPS sebagai RTS. Hal itu
menimbulkan rasa kecewa dari warga yang tidak menerima beras Raskin
tersebut. Seperti yang diungkapkan salah seorang warga yang tidak
menerima beras Raskin berikut ini :
“…terus terang ya mas, saya itu kecewa karena ternyata saya nggak dapat jatah beras Raskin dari pemerintah. Lha mau gimana lagi, soalnya data juga sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat. kalau dipikir-pikir saya ini juga termasuk keluarga miskin mas, tapi tahun ini saya tidak dapat jatah beras Raskin dari pemerintah. Saya sebenarnya sudah berusaha matur sama bu Lurah tapi data yang telah ditetapkan oleh BPS tidak dapat diganti hingga program Raskin tahun ini selesai karena data yang telah ditetapkan itu digunakan selama satu tahun …”
(Wawancara dengan Ibu Meni Budiyanti, 28/05/2009)
Hal senada diungkapkan oleh warga lainnya yang juga tidak
menerima beras Raskin berikut ini :
“…sebenarnya saya merasa kecewa karena tidak terdaftar sebagai penerima beras Raskin. Tetapi saya juga ndak bisa berbuat apa-apa mas, karena mungkin jatah Raskinnya sudah mulai berkurang untuk tahun ini…”
(Wawancara dengan Ibu Asih Retno Palupi, 30/05/2009)
Berdasarkan pengamatan penulis diketahui bahwa masih terdapat
persoalan dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari
cvi
karena data RTS penerima Raskin dari BPS mengakibatkan rasa iri dan
kecewa dari warga yang tidak mendapat Raskin. Namun, kenyataan
menunjukkan bahwa keluarga yang tidak mendapat jatah beras Raskin
masih bisa memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari meskipun
berpenghasilan rendah. Misalnya keluarga miskin yang memiliki saudara
yang cukup mampu sehingga dalam keadaan kesulitan pangan dapat
memperoleh bantuan dari saudaranya, dan keluarga miskin yang
memiliki anak-anak yang sudah bekerja, dan sebagainya. Sehingga,
meskipun mereka itu tergolong keluarga miskin, tapi secara umum
mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok sehari-hari dari pada
keluarga miskin lain yang lebih diprioritaskan mendapat bantuan beras
Raskin ini. Aparat kelurahan hanya memberikan solusi dengan adanya
“sistem bagi roto” atau disingkat “Bagito”, yakni pembagian beras
Raskin secara merata dengan berdasarkan kesepakatan warga. Selain itu,
kemungkinan bagi keluarga miskin yang tidak mendapat Raskin dapat
dialihkan sebagai penerima bantuan program pemerintah lainnya,
misalnya BLT (Bantuan Langsung Tunai), apabila memenuhi sejumlah
variabel kemiskinan yang ditetapkan BPS.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa dalam proses
distribusi beras Raskin di tiap titik distribusi di wilayah Kecamatan
Banjarsari timbul persoalan karena kuota bantuan beras Raskin yang
diterima pada tahun ini jumlahnya berkurang dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Apalagi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan
Banjarsari yang merasa dirinya miskin tapi tidak mendapatkan jatah
cvii
Raskin. Sehingga muncul rasa kecewa dan iri setiap kali distribusi beras
dilaksanakan di Kecamatan Banjarsari. Untuk penanganan masalah
tersebut biasanya diserahkan kepada pihak kelurahan atau RT/RW, yaitu
melalui sistem “Bagito” (Pembagian Rata). Artinya bahwa RTS
penerima Raskin dapat memberikan sebagian dari beras yang didapat
kepada warga yang layak mendapatkannya tapi tidak tercatat sebagai
RTS penerima Raskin. Dan untuk pembayarannya ditanggung oleh
masing-masing warga sesuai dengan kuantum beras yang diterima. Jadi
semua itu tergantung kesepakatan dari warga, baik dari warga yang
terdaftar sebagai RTS penerima program, maupun warga yang tidak
mendapatkan. Seperti yang diungkapkan pelaksana distribusi di
Kelurahan Gilingan berikut ini:
“…di Kelurahan Gilingan ini sebenarnya ada sejumlah warga yang tidak mendapat jatah Raskin mas. Pemecahannya ya dengan sistem “Bagito” (Pembagian Rata) berdasarkan kesepakatan warga…”
(Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang menjadi penerima tetap
adalah keluarga miskin yang benar-benar tidak mampu atau bisa disebut
sebagai keluarga miskin yang paling tidak mampu atau Rumah Tangga
Sangat Miskin. Sedangkan keluarga miskin yang menjadi penerima tidak
tetap adalah keluarga miskin yang tingkat kemiskinannya tidak terlalu
rendah.
2. Tahap Pelaksanaan
cviii
Dalam tahap pelaksanaan program ini meliputi beberapa kegiatan yang
dilakukan, diantaranya penyaluran/distribusi bantuan beras dan proses
pembayaran atau administrasi.
a. Penyaluran Bantuan Beras
Bentuk bantuan yang diterima oleh RTS penerima manfaat
Program Raskin yaitu dalam bentuk pembelian beras murah sebanyak 15
kg untuk setiap keluarga dengan harga Rp. 1.600,- per kilonya yang
diambil tiap bulan. Bantuan beras bersubsidi ini harus diterima secara
utuh oleh RTS, dan tidak diperkenankan melakukan potongan atau
pungutan biaya oleh pihak manapun. Mekanisme distribusi beras dari
kota ke kelurahan adalah sebagai berikut :
1. Dari jumlah Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat (RTS-PM)
digunakan oleh Walikota untuk mengajukan Surat Permintaan
Alokasi (SPA) Beras Raskin kepada Kepala Perum BULOG
Subdivre Surakarta dengan dilampiri jadwal rencana distribusi dan
jumlah RTS per kelurahan.
2. Berdasarkan data tersebut, Kepala Perum BULOG Subdivre
Surakarta menerbitkan Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB)
atau Delivery Order (DO) beras Raskin per kelurahan kepada
petugas Raskin BULOG sesuai jumlah dan jadwal permintaan
alokasi yang diajukan oleh Walikota.
cix
3. Atas dasar SPPB tersebut, kepala gudang BULOG melayani
distribusi beras dengan menugaskan petugas Raskin BULOG sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
4. Petugas Raskin BULOG mengangkut dan menyerahkan beras Raskin
ke titik distribusi.
5. Pelaksanaan pendistribusian beras Raskin dari titik distribusi (tempat
penyerahan beras Raskin) kepada RTS merupakan tanggung jawab
pegawai kelurahan yang ditunjuk sebagai pelaksana distribusi Raskin
di kelurahan.
Pada pelaksanaan Program Raskin ini, Kecamatan Banjarsari
mendapatkan kuota terbanyak menempati urutan pertama dalam
pendistribusian beras di Kota Surakarta. Di Kecamatan Banjarsari,
penyaluran beras Raskin ini diawali dengan didistribusikannya beras dari
BULOG Subdivre Surakarta ke wilayah Kecamatan Banjarsari sesuai
dengan jumlah alokasi yang telah ditentukan. Penyaluran beras dari
BULOG tidak melewati pihak kecamatan karena untuk memperpendek
jalur distribusi dan menghemat pengeluaran transportasi. Lagipula yang
digunakan sebagai tempat distribusi adalah di kantor kelurahan.
Distribusi beras Raskin di Kecamatan Banjarsari pada pertama
kalinya dilakukan pada pertengahan bulan Maret 2009. Distribusi Raskin
pertama pada tahun 2009 seharusnya dikirim pada awal bulan Januari
dan dilanjutkan dengan pengiriman untuk bulan Februari. Namun
pengiriman jatah Raskin pada dua bulan awal tahun 2009 tersebut belum
cx
dilakukan. Padahal masyarakat sudah mengharapkan agar beras Raskin
segera dikirim dan dibagikan, karena mereka sangat membutuhkannya
untuk menopang kebutuhan pangan mereka. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pengiriman Raskin ini mengalami penundaan atau keterlambatan.
Dengan adanya keterlambatan tersebut, maka Tim Koordinasi Raskin
Kota membuat kebijakan dengan mengirim jatah Raskin selama dua kali
dalam satu bulan untuk mengejar ketertinggalan, sehingga untuk bulan
selanjutnya pengiriman Raskin dapat berjalan normal kembali, yaitu
pengiriman dilakukan sekali tiap bulannya.
Dari pengamatan yang dilakukan, di Kecamatan Banjarsari ada
pengiriman jatah Raskin sebanyak dua kali dalam satu bulan, yaitu pada
bulan Maret dan Mei. Ini dilakukan sebagai ganti keterlambatan
pengiriman pada bulan Januari dan Februari, sehingga untuk bulan
berikutnya pengiriman sudah dapat berjalan stabil kembali hingga
program ini selesai pada akhir tahun. Tentunya jadwal pendistribusian
untuk bulan berikutnya tersebut disesuaikan dengan jadwal yang ada
dalam juklak Program Raskin yang menyebutkan bahwa pelaksanaan
penyaluran beras dari tanggal 1 – 15 setiap bulannya.
Untuk mengantisipasi keterlambatan distribusi beras pada bulan
berikutnya, pengiriman dilakukan lebih awal. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan berikut
ini :
cxi
“…saya biasanya mendapat informasi kedatangan beras, jadi pihak kelurahan tidak kerepotan dan keterlambatan distribusi bisa dihindari apabila pengiriman Raskin itu dilakukan lebih awal…”
(Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Berdasarkan jadwal yang sudah ada dan informasi pengiriman
beras, Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan menyampaikan ke lurah
yang diteruskan ke RT/RW untuk disampaikan kepada RTS untuk
memberitahu hari kedatangan beras sehingga RTS dapat mempersiapkan
uang pembayaran sebelum beras datang.
Sebelum kedatangan beras tersebut, perwakilan RT/RW
mendatangi RTS untuk meminta pembayaran atas jatah beras Raskin
yang akan mereka terima, atau RTS membayar langsung ke ketua
RT/RW. Namun, ada juga RTS yang langsung membayar ke pelaksana
distribusi Raskin di Kelurahan dan melakukan pengambilan beras sendiri
dikarenakan jarak rumahnya dekat dengan kelurahan. Seperti yang
diungkapkan pelaksana distribusi di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…kalau untuk pembayarannya biasanya dari petugas yang ditunjuk RT/RW mendatangi RTS untuk minta pembayaran atas beras Raskin yang akan diambil. Kemudian perwakilan RT/RW membayarkannya ke kelurahan sekalian mengambil jatah beras warga. Tapi ada juga warga yang mengambil beras sendiri dan melakukan pembayaran langsung di kelurahan…”
(Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi , 22/04/2009)
Hal ini didukung oleh pernyataan lurah Kelurahan Setabelan
berikut ini :
cxii
“…di kelurahan Setabelan ini memang ada beberapa warga yang menitipkan pembayaran beras Raskin kepada perwakilan RT, dan untuk mengambilkan jatah beras mereka. Itu dikarenakan warga yang rumahnya cukup jauh dari kantor kelurahan. Tapi ada juga warga yang mengambil beras sendiri dan melunasi pembayarannya ke satgas (pelaksana distribusi) kelurahan…”
(Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
Jadi pembayaran yang dilakukan RTS dapat langsung ke pihak
kelurahan ataupun dititipkan melalui perwakilan RT/RW untuk
disetorkan ke kelurahan. Setelah uang pembayaran Raskin terkumpul
seluruhnya di kelurahan, kemudian oleh pelaksana distribusi diserahkan
kepada Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan untuk ditransfer ke
rekening BULOG di Bank BRI yang ditunjuk. Seperti yang diungkapkan
oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari sebagai
berikut ini :
“…Biasanya penyetoran uang pembayaran Raskin oleh RTS dapat dibayar langsung ke kelurahan atau dititipkan pada perwakilan RT untuk dibayarkan ke kelurahan. Setelah itu, uang HPB (Hasil Penjualan Beras) diserahkan ke kecamatan untuk ditransfer ke Rekening BULOG lewat Bank BRI…“
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Pembayaran beras oleh RTS rata-rata dapat diselesaikan dengan
lancar. Tidak ada warga yang terlambat membayar, karena setelah beras
datang di kelurahan, para keluarga miskin pasti mengambil jatahnya
sambil membayar uang beras tersebut. Semua keluarga miskin pasti
dapat melunasi uang beras walaupun mereka harus bersusah payah
mendapatkan uang meskipun dengan cara berhutang sana-sini. Seperti
cxiii
yang dikatakan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Mangkubumen
berikut ini :
“…di kelurahan ini tidak ada keterlambatan pembayaran beras dari warga, karena mereka sangat antusias dengan pembagian beras murah ini. Jadi setiap ada pemberitahuan beras sudah datang, mereka langsung bergegas untuk membayar beras baik melalui perwakilan RT atau langsung ke kelurahan…”
(Wawancara dengan Bp. Lukito, 23/03/2009)
Selanjutnya, pada hari kedatangan beras, RTS dapat mengambil
langsung jatah beras yang akan diterima, baik melalui perwakilan
RT/RW maupun diambil sendiri. Menurut ketentuan, ketika beras telah
sampai di kantor kelurahan, sopir truk dan beberapa orang kuli (tenaga
panggul) menurunkan beras dari truk. Kemudian pelaksana distribusi
bersama dengan petugas Raskin BULOG, dan RTS melakukan
pengecekan antara jumlah beras yang datang dengan jumlah yang tertulis
di Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin. Apabila jumlahnya
sesuai maka pelaksana distribusi kelurahan menyetorkan uang pembelian
beras langsung kepada petugas BULOG. Kemudian surat terima Raskin
ditandatangani oleh Petugas BULOG, Lurah dan pelaksana distribusi.
Setelah itu, pelaksana distribusi menerima biaya operasional sebesar Rp.
30.000,- serta menandatangani kwitansi biaya operasional tersebut.
Biaya operasional tersebut diberikan secara merata untuk pelaksana
distribusi di tingkat kelurahan. Kemudian uang tersebut menjadi hak
milik petugas kelurahan sebagai ganti operasional yang meliputi biaya
transportasi dan makan.
cxiv
Namun dalam pengamatan penulis, pada waktu pendistribusian
beras di kantor kelurahan, seringkali tidak didampingi oleh petugas
Raskin BULOG. Hal ini dikarenakan BULOG sudah mempercayakan
pelaksanaan pendistribusian beras Raskin kepada aparat kelurahan. Dan,
Berita Acara Serah Terima (BAST) beras Raskin dititipkan melalui
Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan untuk diserahkan kepada
pihak kelurahan untuk ditandatangani. Dalam pelaksanaannya, tidak ada
penyelewengan beras yang dilakukan oleh para pelaksana di kelurahan
karena tidak ada satu aparatpun yang menerima jatah beras Raskin.
Setelah pelaksanaan distribusi beras di kelurahan selesai,
selanjutnya beras dapat dibawa pulang ke tempat masing-masing baik
oleh RTS yang mengambil langsung jatah berasnya maupun perwakilan
RT/RW yang dititipi pembayaran beras Raskin oleh RTS. Pengambilan
beras Raskin melalui perwakilan RT/RW tersebut dilakukan untuk
mempermudah RTS dalam mengambil jatah beras, terutama mereka
yang tempat tinggalnya terletak cukup jauh dari kelurahan. Sehingga
mereka tidak perlu bersusah payah pergi ke kantor kelurahan. Seperti
yang diutarakan oleh lurah Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…ada juga perwakilan RT/RW yang membawakan beras dari kelurahan ke RT masing-masing untuk mempermudah RTS dalam pengambilan beras Raskin. Sehingga dapat lebih menghemat waktu, biaya dan tenaga mereka…”
(Wawancara dengan Ibu Dra. Islamtini, 30/04/2009)
cxv
Hal senada juga diungkapkan oleh pelaksana distribusi di
Kelurahan Sumber:
“…biasanya ada perwakilan RT mengambil beras Raskin di kelurahan. Ada yang menggunakan gerobak dan becak, sehingga warga tidak perlu repot-repot ke kantor kelurahan…”
(Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Jatmi , 22/04/2009)
Dengan adanya perwakilan RT yang mengambilkan beras Raskin
di kelurahan, maka memberikan kemudahan bagi RTS yang tempat
tinggalnya terletak jauh dari kelurahan untuk mengambil jatah beras
mereka. Untuk biaya angkutnya sendiri sesuai dengan kesepakatan
antara warga dengan perwakilan RT yang mengambilkan beras, dan
bahkan banyak juga perwakilan RT yang secara sukarela mengambilkan
beras Raskin untuk RTS di daerahnya tanpa ada pungutan biaya.
Setelah beras tiba di kelurahan, RTS yang namanya tercantum
dalam DPM (Daftar Penerima Manfaat) beras Raskin yang sah dapat
mengambil beras dengan menggunakan kupon atau Kartu Raskin sebagai
bukti pengambilan beras. Kupon ini digunakan untuk mengambil beras
setiap bulannya dan kupon ini berlaku untuk satu tahun saja. Setiap
mengambil beras Raskin, RTS harus menandatangani laporan serah
terima yang dipegang oleh aparat kelurahan, sedangkan aparat kelurahan
menandatangani kupon atau Kartu Raskin yang dibawa RTS. Sesuai
dengan kebijakan yang telah berlaku, beras yang diperoleh RTS adalah
15 kg beras dengan harga Rp.24.000,-. Dalam pengambilan beras ini,
RTS mengambil jatahnya setelah melakukan pembayaran.
cxvi
Dari pengamatan penulis, pernah terjadi kekurangan kuantitas
beras sehingga RTS mengadukan kepada RT yang diteruskan ke kepala
kelurahan atau langsung ke kepala kelurahan. Kemudian kepala
kelurahan mengirim surat pengaduan ke BULOG Subdivre Surakarta
agar untuk bulan berikutnya timbangannya diperiksa kembali. Seperti
yang diungkapkan pelaksana distribusi Raskin di Kelurahan Setabelan
berikut ini :
“…bulan kemarin saya pernah mengadukan soal timbangan yang tidak pas lalu saya usul kepada Bu Lurah supaya menyampaikan keluhan ini pada petugas dari BULOG dan usulan saya sudah disampaikan sehingga sampai sekarang beras yang diperoleh warga sudah pas 15 kilo…”
(Wawancara dengan Bp. Maridjo, 28/05/2009)
Sehingga kasus kekurangan timbangan hanya terjadi sekali di
tahun 2009 karena pihak pelaksana baik di kelurahan maupun di
BULOG Subdivre Surakarta berusaha untuk menyelesaikan setiap
persoalan dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Sedangkan beras yang diperoleh kualitasnya cukup baik, hal ini
dibuktikan dengan pengakuan seorang penerima program:
“…saya mbayarnya Rp.24.000,- di kantor kelurahan, lalu tiap bulannya mendapat beras 15 kg. Saya tidak tau jenis berasnya, tapi berasnya layak untuk dikonsumsi, jadi saya merasa cukup senang dengan adanya beras Raskin ini…”
(Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
Hal ini ditegaskan pula oleh pelaksana distribusi Raskin di
Kelurahan Sumber berikut ini :
cxvii
“…meskipun beras ini harganya murah hanya Rp.24.000,- per 15 kg tapi kualitasnya ya cukup bagus mas, dan rasanya pun seperti beras yang dimasak pada umumnya...”
(Wawancara dengan Ibu Endang Sri Dwi Djatmi, 22/04/2009)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa selama pelaksanaan Program
Raskin kualitas beras yang didistribusikan selalu baik. Selain itu, tidak
diketemukan keluhan dari RTS mengenai kualitas beras yang diterima
sehingga hal itu membuktikan bahwa beras Raskin layak untuk dimakan
sehari-hari oleh RTS. Sementara itu, pihak BULOG Subdivre Surakarta
juga memberi penjelasan bahwa kualitas beras Raskin selalu terkontrol.
Pengiriman beras yang diperoleh dari para kontraktor selalu di cek oleh
pihak petugas pemeriksa kualitas dari BULOG di masing-masing
gudang. Seperti yang diungkapkan Koordinator Raskin dari BULOG
Subdivre Surakarta berikut ini :
“…beras dari kontraktor yang masuk ke Gudang BULOG pasti di cek kualitasnya sesuai dengan standar beras ideal yang layak untuk dikonsumsi. Kebanyakan yang distok di Gudang sini beras jenis IR, karena dapat disimpan cukup lama di Gudang. Jadi untuk Raskin, beras yang dikirim jenisnya IR... “.
(Wawancara dengan Bp. Liliek Washie Irawanto, 24/06/2009)
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kriteria beras yang baik adalah
sebagai berikut ini :
- Derajat soso (lapisan lembaga yang terasa pada butiran beras) atau
katul sebanyak 5%.
- Kadar air maksimal 14%.
cxviii
- Butir patah-patah maksimal 20%.
- Menir maksimal 62%.
- Butir utuh minimal 35%.
- Butir kuning rusak maksimal 3%.
- Kapur 3%.
- Benda-benda lain 0,05%.
Hal itu dilakukan pada 100 gram dari bagian beras yang dikirim.
Beras yang diterima kurang lebih harus sesuai standar, sehingga akan
diperoleh beras yang kualitasnya baik dan layak untuk dikonsumsi
penerima Raskin.
Sedangkan keluarga miskin yang tidak menerima Raskin merasa
kecewa karena tidak mendapatkan bantuan beras sehingga apabila
mereka kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, mereka harus
mengusahakan sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang
keluarga miskin berikut ini :
“…saya kecewa mas karena tidak memperoleh Raskin. Kadang kalau saya kesulitan beli beras ya saya terpaksa cari pinjaman sana-sini, selain bekerja jadi linmas di kelurahan ini…”
(Wawancara dengan Ibu Meni, 28/05/2009)
Namun diantara rasa kecewa warga yang tidak menerima beras
Raskin ada sedikit kesadaran bahwa kesalahan bukan pada petugas BPS
dan aparat kelurahan tapi karena berkurangnya jumlah alokasi bantuan
cxix
dari pemerintah pusat sehingga mereka tidak kebagian jatah. Seperti
yang diungkapkan salah seorang keluarga miskin berikut ini :
“…meskipun saya tidak mendapat beras Raskin, tapi saya menyadari kalau mereka yang menerima Raskin itu kondisi ekonominya memang lebih miskin dari saya. Dan kelihatannya bantuan beras dari pusat untuk tahun ini jumlahnya berkurang, jadi saya ya harus nrimo mas …”
(Wawancara dengan Ibu Asih Retno Palupi, 30/05/2009)
Jadi meskipun pengetahuan mereka tentang program terbatas dan
rasa kecewa mereka tidak bisa ditutupi tapi perasaan “ nrimo” yang
dimiliki oleh warga yang tidak menerima beras Raskin membuat mereka
tetap berusaha untuk memenuhi pangannya sendiri tanpa harus mengeluh
karena tidak mendapatkan beras Raskin.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada saat penyaluran beras
Raskin timbul persoalan ketika ada keterlambatan pengiriman beras
untuk jatah bulan Januari dan Februari. Hal tersebut karena pengiriman
jatah beras Raskin yang pertama justru dilakukan pada awal bulan
Maret. Namun untuk mengganti keterlambatan pengiriman tersebut,
dalam bulan Maret dan Mei dikirim beras Raskin sebanyak dua kali,
sehingga untuk bulan berikutnya pengiriman beras sudah berjalan stabil.
Hambatan lain yang muncul yaitu adanya pengiriman sopirnya saja
tanpa disertai petugas dari BULOG Subdivre Surakarta dan adanya
kekurangan kuantitas beras dari yang semestinya yaitu 15 kg per KK
sehingga pihak kelurahan perlu mengirim surat pengaduan untuk
cxx
menghindari terjadinya penyimpangan dan agar timbangan pada bulan
berikutnya tidak terjadi kekurangan.
Dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini
tidak ada LSM yang mengawasi, sehingga tidak ada pengawasan yang
dilakukan pada saat distribusi beras di kantor kelurahan. Meskipun
demikian, berdasarkan pengamatan penulis, tidak terdapat adanya
penyelewengan dari petugas kelurahan, karena mereka mengemban
amanat untuk melayani kepentingan masyarakat banyak dan mereka
menyadari betapa pentingnya arti beras Raskin itu bagi masyarakat yang
membutuhkan. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pelaksana
distribusi berikut ini :
“…melayani masyarakat sudah menjadi tugas kami mas, dan kami tidak punya niat untuk menyelewengkan dana Raskin atau apapun yang terkait dengan bantuan Raskin kepada warga miskin ini, karena kami bekerja dengan hati nurani. Apalagi pemerintah juga memberikan dana operasional bagi para pelaksana untuk kegiatan ini, jadi itu bisa menjadi semangat kami untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat…”
(Wawancara dengan Ibu Endang, 22/04/2009)
Hal ini didukung pula dengan pernyataan salah seorang lurah
berikut ini :
“…sebagai lurah, saya mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendukung kelancaran Program Raskin ini. Selama saya menjadi Lurah di Kelurahan Manahan, tidak ada satupun dari aparat kelurahan di sini yang melakukan penyalahgunaan terhadap bantuan pemerintah untuk warga miskin. Ketika tahun kemarin, beras Raskin kualitasnya jelek pun saya langsung memprotes BULOG untuk mendapatkan penggantian segera…”
cxxi
(Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
b. Pemanfaatan Bantuan Beras
Sesuai dengan ketentuan yang ada bahwa bantuan beras Raskin
dimanfaatkan untuk membantu Rumah Tangga Sasaran (RTS) terhindar
dari kerawanan atau kekurangan akan kebutuhan bahan pangan pokok
(beras). Untuk Kecamatan Banjarsari bantuan beras tersebut telah
diberikan kepada keluarga miskin yang membutuhkan, yang dalam
program ini disebut dengan RTS (Rumah Tangga Sasaran). Beras yang
didapatkan RTS di Kecamatan Banjarsari dimanfaatkan untuk dimakan
sehari-hari oleh RTS tersebut guna memenuhi kebutuhan pangan
mereka. Hal ini seperti penuturan salah seorang penerima beras Raskin
di Kelurahan Sumber berikut ini :
“…beras ini saya gunakan untuk makan sehari-hari sekeluarga. Saya bersyukur sekali dengan adanya bantuan pemerintah berupa beras murah ini…”
(Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Ditambah pula pernyataan oleh penerima beras Raskin lainnya di
Kelurahan Sumber :
“…saya cuma buruh, dan anak kami hanya satu, jadi beras ini bisa dimakan sekeluarga. Nggak perlu dijual untuk dibelikan beras yang lebih enak, karena ya sudah layak konsumsi…”.
(Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
cxxii
Selain kedua orang penerima beras Raskin diatas, beberapa RTS
lainnya yang ditemui oleh penulis menyatakan bahwa beras yang
diterima selalu digunakan untuk makan sehari-hari. Hal ini dibenarkan
oleh ketua RT.01 RW.05 Kelurahan Setabelan berikut ini :
“…ya memang sudah menjadi aturan kalau beras bantuan ini tidak boleh dijual. Kalau ada yang sampai ketahuan menjual Raskin, maka nantinya dia tidak akan mendapatkan bantuan beras lagi. Tapi yang saya tahu, warga sini membeli beras Raskin untuk dikonsumsi…”
(Wawancara dengan Bp. Sugino, 16/07/2009)
Pemanfaatan beras berdasarkan pengamatan tidak menunjukkan
adanya penyalahgunaan baik dari pihak kelurahan sebagai pelaksana
distribusi maupun RTS sebagai penerima program. Tidak ada pihak
aparat kelurahan yang memanfaatkan beras untuk kepentingan pribadi
dan RTS penerima program telah memanfaatkan beras untuk kebutuhan
makan sehari-hari. Kualitas beras yang diperoleh juga cukup baik karena
pihak BULOG Subdivre Surakarta telah menentukan kriteria dalam
menerima beras dari kontraktor sehingga memenuhi standar untuk
dimakan sehari-hari.
c. Pelaporan
Sebagaimana diketahui bahwa tingkat keberhasilan dan kemajuan
suatu kegiatan atau program dapat diukur dan diketahui melalui laporan
yang tepat waktu. Pelaporan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari dilakukan menurut model Bottom up. Proses pelaporan
cxxiii
dengan cara ini dilakukan oleh petugas di tingkat bawah untuk diberikan
kepada petugas yang berada di atasnya.
Prosedur pelaporan dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama,
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melaporkan pelaksanaan Program
Raskin kepada Camat sebagai penanggungjawab di Kecamatan dan Tim
Koordinasi Kota secara periodik. Kemudian, Tim Koordinasi Raskin
Kota melaporkan pelaksanaan Program Raskin secara periodik kepada
Walikota sebagai penanggungjawab pelaksana Program Raskin di Kota.
Kemudian Walikota melakukan pelaporan kepada Gubernur sebagai
penanggung jawab Program Raskin di Provinsi, dan Ketua Tim
Koordinasi Raskin Pusat secara periodik. Dan pada tahap selanjutnya,
Tim Koordinasi Raskin Pusat melaporkan pelaksanaan Program Raskin
kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian secara periodik. Pada akhir tahun,
Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, dan Kota membuat Laporan
Akhir Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009.
Selama pelaksanaan Program Raskin (Beras untuk Keluarga
Miskin) di Kecamatan Banjarsari, dibuatkan Berita Acara Serah Terima
(BAST) beras Raskin yang ditandatangani antara lain oleh; Petugas
Raskin BULOG yang mengawal pengiriman beras, lurah dan pelaksana
distribusi di kelurahan yang menerima beras. Berdasarkan BAST di
tingkat titik distribusi, BULOG Subdivre Surakarta membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kecamatan yang
cxxiv
ditandatangani pejabat BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat
Kecamatan. Kemudian BULOG Subdivre Surakarta membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kota yang
ditandatangani oleh kepala BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat
Pemkot Kota Surakarta disertai dengan nama terang dan stempel
instansi.
Kerutinan dalam memberikan laporan tersebut menunjukkan
komitmen dari para pelaksana untuk mentaati peraturan yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Di samping itu, pelaporan rutin tersebut
juga digunakan sebagai kegiatan yang efektif untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan program, sehingga akan mendukung kelancaran
pelaksanaan Program Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin) di
Kecamatan Banjarsari.
Pelaporan hanya dilakukan oleh pihak BULOG Subdivre
Surakarta saja sehingga dalam tahapan ini tidak muncul hambatan
karena laporan telah dibuat secara rutin setiap bulannya. Sedangkan
pihak Pemkot hanya menerima laporan mengenai pembayaran beras
sehingga apabila ada kelurahan yeng menunggak pembayaran beras,
maka Pemkot dapat segera memberi peringatan. Namun untuk kelurahan
di wilayah Kecamatan Banjarsari, pembayaran selalu dapat diselesaikan
tepat waktu.
cxxv
B. EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN
BANJARSARI
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari yang dilaksanakan mulai
dari tahap sosialisasi/ penyampaian program hingga tahap pelaksanaan
program telah memberikan manfaat nyata bagi Rumah Tangga Sasaran
(RTS) sebagai penerima program sehingga dapat mengurangi kondisi
kerawanan atau kekurangan akan kebutuhan bahan pangan pokok khususnya
beras. Keberhasilan pelaksanaan Program Raskin ini tentunya dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini, efektivitas Program Raskin
Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari dapat diketahui dengan menggunakan
5 kriteria yang diambil dari pendapat para ahli yaitu : ketepatan komunikasi
dan koordinasi, sumber daya yang memadai, sikap positif pelaksana, serta
dukungan dan partisipasi kelompok sasaran. Penjelasan dari lima indikator
penentu efektivitas dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari adalah sebagai berikut :
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi
Faktor penting yang dapat mendukung adanya pelaksanaan program
yang efektif adalah dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang baik.
Keberhasilan kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa
yang harus dilakukan. Untuk itu, perlu dilakukan komunikasi dan koordinasi
yang intensif baik di antara pelaksana kebijakan maupun antara pelaksana
kebijakan dengan kelompok sasaran. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran (target group)
cxxvi
dengan tepat sehingga mereka mengetahui tujuan dan sasaran kebijakan
tersebut secara jelas. Pola komunikasi dalam pelaksanaan Program Beras
untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Kecamatan Banjarsari dilakukan yaitu
dengan komunikasi yang dialogis, baik melalui forum resmi maupun tidak
resmi. Komunikasi yang dialogis ini terjadi dalam pelaksanaan Program
Raskin, baik komunikasi antar pelaksana, maupun antara pelaksana dengan
kelompok sasaran. Agar dapat mencapai tujuan yang diidealkan komunikasi
dan koordinasi yang terjalin diantara kedua belah pihak haruslah berjalan
lancar. Dengan melakukan komunikasi dan koordinasi diharapkan dapat
menggali permasalahan yang dialami oleh sasaran dan sekaligus membantu
mencari penyelesaian yang tepat. Komunikasi dan koordinasi juga harus
selalu dilakukan secara rutin untuk lebih menjamin kelancaran pelaksanaan
kebijakan atau program.
Melalui komunikasi dan koordinasi yang dijalankan oleh Tim
Koordinasi Raskin, akan dapat diketahui apakah Tim Koordinasi Raskin ini
mampu menyampaikan tujuan yang diemban oleh pemerintah sehingga
kelompok sasaran menjadi sadar dan ikhlas dalam mentaati dan
melaksanakan setiap tahap pelaksanaan program, serta dapat melakukan
pengawasan demi keberhasilan program. Komunikasi ini terjadi ketika
Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas, PP, PA dan KB memberikan
informasi mengenai pelaksanaan Program Raskin kepada Tim Koordinasi
Raskin Kecamatan Banjarsari. Demikian juga ketika Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan memberi informasi mengenai prosedur maupun petunjuk
pelaksanaan Program Raskin kepada para pelaksana di tingkat kelurahan.
cxxvii
Selain itu komunikasi juga terjadi pada saat aparat kelurahan menyampaikan
informasi tentang program kepada ketua RT/RW. Komunikasi ini juga
terjadi pada saat ketua RT/RW menyampaikan informasi program kepada
RTS. Pelaksanaan kegiatan ini diselenggarakan dengan memanfaatkan
pertemuan RT/RW yang diadakan. Bentuk penyampaian informasi yang
dilaksanakan adalah pemberian pengarahan dan pemahaman seputar
Program Raskin.
Upaya komunikasi secara transparan yang dilakukan oleh para
pelaksana tersebut antara lain dengan mengadakan pertemuan atau rapat
koordinasi antara para pelaksana yang ada di setiap tingkatan, baik yang
melibatkan pelaksana Program Raskin tingkat kota, kecamatan maupun
kelurahan. Di Kecamatan Banjarsari, tidak ada pertemuan rutin tiap
bulannya, namun ada rapat evaluasi pada pertengahan tahun untuk
membahas kelancaran pelaksanaan Program Raskin di kecamatan ini. Hal-
hal yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan program dan kendala
yang dihadapi serta mengambil langkah operasional lebih lanjut,
memberikan usul, saran, dan pendapat secara langsung memecahkan
persoalan yang ada. Seperti yang diutarakan oleh Ketua Tim Koordinasi
Raskin Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“…jadi rapat evaluasi di kecamatan ini hanya dilakukan pada pertengahan tahun dan akhir tahun saja dik Pedro. Ini dilakukan untuk menilai pelaksanaan Program Raskin apakah sudah berjalan dengan lancar atau belum, serta menerima masukan dari pihak-pihak terkait untuk kelancaran program ini…“
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
cxxviii
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa evaluasi adalah menilai
pelaksanaan Raskin di setiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari.
Sedangkan kendala yang dihadapi serta usul, saran, pendapat yang
diberikan dapat digambarkan pada contoh kasus berikut ini :
Kasus 1 :
“…kedatangan beras ke kelurahan pernah dikirim tidak tepat waktu. Maka saya mengajukan usul kepada Pak Pajar selaku Ketua Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Banjarsari untuk mengirim surat pengaduan kepada BULOG Subdivre Surakarta agar pengiriman pada bulan berikutnya tidak mengalami keterlambatan…”
(Wawancara dengan Bp. Edy Pramono, 18/06/2009)
Kasus 2 :
“…pernah terjadi pengiriman beras Raskin ternyata kuantitasnya tidak sesuai dengan ketentuan, maka kami melakukan pengaduan ke BULOG untuk mengirim beras dengan kuantitas yang sesuai dengan ketentuan pemerintah, yaitu 15 kilogram per karung… ”
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H., 23/04/2009)
Dari kasus di atas, kita bisa mengetahui bahwa para pelaksana di
Kecamatan Banjarsari berusaha untuk mengatasi berbagai kendala yang
ada. Namun para pelaksana di tingkat kelurahan tidak melakukan
pertemuan rutin yang membahas Program Raskin sehingga komunikasi
antar pelaksana kurang intensif. Meskipun setiap minggu ada pertemuan di
kantor kelurahan tetapi pertemuan itu tidak membahas Program Raskin
saja. Hal ini dikarenakan program ini telah berjalan lama sehingga
pelaksana di kelurahan cenderung mengabaikan pertemuan formal untuk
cxxix
membahas program ini, ditambah lagi dengan pelaksanaan program
pemerintah lainnya.
Selain itu, kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa
hambatan yang muncul pada tahapan sosialisasi program. Hambatan
tersebut meliputi; pengetahuan aparat kelurahan, RT/RW dan kelompok
sasaran mengenai Program Raskin yang masih terbatas, serta proses
sosialisasi yang singkat dan cepat. Hal ini terjadi karena adanya waktu
yang terbatas dari pemerintah untuk melaksanakan sosialisasi yang baru
diberikan pada pertengahan Desember 2008. Padahal Program Raskin
akan dilaksanakan pada Januari 2009. Penyampaian program dilakukan
secara singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh oleh pihak
kelurahan dan kelompok sasaran hanya sepotong-sepotong.
Meskipun pertemuan secara formal jarang dilakukan, tetapi bila
RTS dan masyarakat di kelurahan memiliki gagasan, pendapat, atau saran
tersebut dapat disampaikan secara langsung kepada aparat kelurahan.
Saran dan usul yang ditindaklanjuti tentunya saran atau usul yang tidak
menyalahi aturan atau prosedur. Contoh kasus yang menyatakan saran atau
usul yang langsung disampaikan kepada lurah adalah sebagai berikut :
“…bulan kemarin saya pernah mengadukan soal timbangan yang tidak pas lalu saya mengajukan usul kepada Bu Lurah supaya menyampaikan keluhan ini pada petugas dari BULOG dan usulan saya sudah disampaikan sehingga sampai sekarang beras yang diperoleh warga sudah pas 15 kilo…”
(Wawancara dengan Bp.Maridjo, 28/05/2009)
cxxx
Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa pelaksana di
Kecamatan Banjarsari selalu berusaha menyelesaikan setiap kasus yang
disampaikan oleh masyarakat meskipun saran tersebut hanya disampaikan
secara langsung melalui pembicaraan yang tidak formal. Sehingga hal itu
menunjukkan adanya kepedulian pelaksana di kelurahan terhadap
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan distribusi beras Raskin.
Ketepatan komunikasi dan koordinasi juga terjadi antara
Pemerintah Kota Surakarta dengan BULOG SubDivre Surakarta dalam
melakukan koordinasi untuk menentukan jadwal pendistribusian beras
Raskin dan pelunasan pembayaran beras Raskin serta pelaporan rutin tiap
bulannya. Selain itu, ketepatan komunikasi juga terjadi ketika ketua RT
dengan petugas BPS bersama-sama mendata warganya, mana yang lebih
pantas untuk diberi bantuan beras tersebut. Karena program telah berjalan
sejak tahun 1998 maka nampak adanya pembagian tugas yang jelas
diantara para pelaksana, antara lain :
¨ Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas, PP, PA dan KB
menerbitkan SPA (Surat Permintaan Alokasi) untuk dilakukan
pendistribusian beras oleh BULOG.
¨ BULOG sebagai penyalur beras bertugas mengangkut beras dan
mengirim beras ke titik distribusi (tempat penyerahan beras).
¨ Petugas BPS dibantu oleh RT/RW bertugas mendata dan
menyeleksi keluarga miskin yang akan menjadi RTS (Rumah
Tangga Sasaran) penerima manfaat Raskin.
cxxxi
¨ Aparat kelurahan sebagai pelaksana distribusi bertugas mengelola
uang pembayaran beras.
Mengenai pembagian tugas dan tanggung jawab lainnya dalam
pelaksanaan Program Raskin, diadakan rapat koordinasi untuk
menentukan tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi pelaksana.
Koordinasi untuk pembagian tugas hanya dilakukan sekali melalui
pertemuan formal karena masing-masing pelaksana telah dianggap
mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing karena program ini
telah berjalan lama.
Sementara itu salah seorang pelaksana distribusi di kelurahan
mengungkapkan bahwa masyarakat cenderung menerima begitu saja suatu
program, baik itu program lama atau baru, apalagi yang menguntungkan
baginya. Sehingga dalam rapat/pertemuan tidak banyak yang bertanya
lebih jauh tentang program tersebut. Dia juga menambahkan bahwa
masyarakat biasanya memberikan informasi dari mulut ke mulut antara
warga yang satu dengan warga yang lain. Seperti yang diungkapkannya
berikut ini :
“…saat rapat pada Desember tahun lalu ketika menginformasikan Program Raskin tahun 2009 tidak banyak yang bertanya. Pokoknya mereka itu senang menerima bantuan dari pemerintah tersebut. Selanjutnya informasi tersebut disebarkan dari mulut ke mulut kepada warga yang lain…”
(Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
cxxxii
Adapun penyampaian informasi antar masyarakat tersebut
menunjukkan komunikasi horisontal. Sementara pada kegiatan seleksi
penerima yang lebih dominan adalah komunikasi secara horisontal.
Komunikasi ini terjadi ketika petugas BPS dengan mitra kerja dari
kelurahan ataupun RT/RW mendata warganya yang lebih pantas untuk
diberi bantuan tersebut dan komunikasi antar aparat kelurahan dan petugas
BPS dalam menentukan RTS di tiap kelurahan berdasarkan usulan dari
masing-masing ketua RT.
Pada saat penyaluran beras, yang dominan adalah komunikasi
secara vertikal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya informasi pengiriman
beras dari pihak pemerintah kota ke kecamatan yang diteruskan ke
kelurahan yang diteruskan ke masyarakat penerima. Selain itu komunikasi
vertikal juga terjalin saat aparat kelurahan menyampaikan kupon
pengambilan beras (Kartu Raskin) kepada ketua RT/RW yang diteruskan
kepada Rumah Tangga Sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini
juga telah menunjukkan komunikasi vertikal antara aparat pelaksana dan
kelompok sasaran.
Komunikasi horisontal pada saat penyaluran beras tercermin pada
saat pelaksana distribusi di kelurahan menyelesaikan pelaksanaan
penyaluran beras Raskin kepada RTS yang bersamaan dengan pelaksanaan
program yang lain. Adanya komunikasi dan koordinasi antar aparat
kelurahan ini cukup membantu kelancaran pendistribusian beras pada
Rumah Tangga Sasaran sebagai kelompok sasaran. Dengan adanya usul
cxxxiii
atau saran dalam memecahkan masalah antar aparat pelaksana di
kelurahan, sehingga di dapat pemecahan yang dianggap baik dan tidak
merugikan pihak lain.
Dalam pelaporan, komunikasi yang terjalin hanya secara vertikal.
Pelaporan dilakukan oleh Petugas Raskin BULOG, yang akan diserahkan
kepada manajemen BULOG Subdivre Surakarta dengan memuat
Rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan setiap bulannya. Lembar laporan
tersebut harus disertai foto copy bukti penyetoran uang Hasil Penjualan
Beras (HPB) di Kecamatan Banjarsari. Komunikasi ini terjalin dengan
baik karena pelaporan dapat diselesaikan tepat waktu.
Menurut teori George C. Edward III (1980:43) komunikasi
merupakan penyampaian/ pengiriman pesan dari pemerintah
(komunikator) kepada publik sehingga diperoleh kejelasan atau mengerti
maksud dari pesan itu melalui berbagai tingkatan atau perantara yang
berakibat kepahaman dan dengan ditunjukkan pada reaksinya terhadap
tujuan dari pesan itu.
Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
dalam pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari masih perlu
ditingkatkan. Penyampaian pesan dari pemerintah mengenai Program
Raskin kepada tingkatan dibawahnya hanya melalui surat. Pertemuan
formal hanya diadakan di kecamatan dan kelurahan. Itupun dilakukan
secara singkat dan cepat sehingga informasi yang diperoleh terbatas. Hal
cxxxiv
itu berdampak pada informasi yang diperoleh kelompok sasaran yang
minim sehingga tujuan dan sasaran program kurang dimengerti.
Sedangkan komunikasi pada saat pendistribusian beras cukup baik
karena kedatangan beras selalu diinformasikan bahkan keterlambatan dan
kedatangan lebih awal juga selalu diinformasikan baik antar pelaksana
maupun kepada penerima program. Selain itu, komunikasi pada pelaporan
juga cukup efektif. Laporan BULOG Subdivre Surakarta selalu diberikan
tiap bulan sekali sehingga komunikasi dapat terus berjalan.
Dari uraian diatas komunikasi secara transparan diantara para
pelaksana program di Kecamatan Banjarsari terjalin cukup baik. Hal ini
dikarenakan adanya monitoring dari pihak kecamatan terhadap
pelaksanaan di kelurahan-kelurahan, baik dari distribusi maupun
pembayarannya. Dengan adanya komunikasi antara petugas pelaksana
sampai tingkat kota dan antara petugas pelaksana dengan masyarakat telah
membantu kelancaran pelaksanaan program tersebut, sehingga selesai
tepat pada waktunya.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dalam Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini
bermakna membuka akses informasi kepada pemangku kepentingan
Program Raskin, terutama Rumah Tangga Sasaran, yang harus mengetahui
dan memahami adanya kegiatan Program Raskin serta dapat melakukan
pengawasan secara mandiri. Sedangkan Akuntabilitas dalam pelaksanaan
cxxxv
Program Raskin di Kecamatan Banjarsari ini bermakna bahwa setiap
pengelolaan kegiatan Program Raskin harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat setempat maupun kepada semua pihak yang
berkepentingan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau
yang telah disepakati.
Transparansi dan akuntabilitas Program Raskin dapat dilihat dari
beberapa tahapan pelaksanaannya, baik dari sosialisasi maupun
pelaksanaannya. Transparansi dalam Program Raskin tersebut diterapkan
dalam hubungan antar pelaksana program, meliputi; Pemerintah Kota
Surakarta, Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, BULOG Subdivre
Surakarta, aparat Kecamatan Banjarsari dan tingkat kelurahan di lingkup
wilayahnya.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas Program Raskin juga
ditunjukkan kepada kelompok sasaran, diantaranya dengan adanya rekap
Berita Acara pelaksanaan Serah Terima Beras Raskin yang dibuat oleh
para pelaksana di tingkat kelurahan. Selain itu, pengelolaan Program
Raskin ini juga dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya laporan
rutin dari BULOG dan Pemerintah Kota Surakarta mengenai laporan
pelunasan pembayaran beras (HPB) dan rapat koordinasi maupun
evaluasi Tim Koordinasi Raskin.
Pelaporan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari
dilakukan menurut model Bottom up. Proses pelaporan dengan cara ini
dilakukan oleh petugas di tingkat bawah untuk diberikan kepada petugas
cxxxvi
yang berada di atasnya. Prosedur pelaporan dilakukan dengan beberapa
tahapan. Pertama, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melaporkan
pelaksanaan Program Raskin kepada Camat sebagai penanggungjawab
di Kecamatan dan Tim Koordinasi Kota secara periodik. Kemudian, Tim
Koordinasi Raskin Kota melaporkan pelaksanaan Program Raskin secara
periodik kepada Walikota sebagai penanggungjawab pelaksana Program
Raskin di Kota. Kemudian Walikota melakukan pelaporan kepada
Gubernur sebagai penanggung jawab Program Raskin di Provinsi, dan
Ketua Tim Koordinasi Raskin Pusat secara periodik. Dan pada tahap
selanjutnya, Tim Koordinasi Raskin Pusat melaporkan pelaksanaan
Program Raskin kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara periodik.
Pada akhir tahun, Tim Koordinasi Raskin Pusat, Provinsi, dan Kota
membuat Laporan Akhir Pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009.
Selama pelaksanaan Program Raskin (Beras untuk Keluarga
Miskin) di Kecamatan Banjarsari, dibuatkan Berita Acara Serah Terima
(BAST) beras Raskin yang ditandatangani antara lain oleh; Petugas
Raskin BULOG yang mengawal pengiriman beras, lurah dan pelaksana
distribusi di kelurahan yang menerima beras. Berdasarkan BAST di
tingkat titik distribusi, BULOG Subdivre Surakarta membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kecamatan yang
ditandatangani pejabat BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat
Kecamatan. Kemudian BULOG Subdivre Surakarta membuat
rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan Raskin per Kota yang
cxxxvii
ditandatangani oleh kepala BULOG Subdivre Surakarta dan pejabat
Pemkot Kota Surakarta disertai dengan nama terang dan stempel
instansi.
Kerutinan dalam memberikan laporan tersebut menunjukkan
komitmen dari para pelaksana untuk mentaati peraturan yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Di samping itu, pelaporan rutin tersebut
juga digunakan sebagai kegiatan yang efektif untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan program, sehingga akan mendukung kelancaran
pelaksanaan Program Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin) di
Kecamatan Banjarsari.
Pelaporan hanya dilakukan oleh pihak BULOG Subdivre
Surakarta saja sehingga dalam tahapan ini tidak muncul hambatan
karena laporan telah dibuat secara rutin setiap bulannya. Sedangkan
pihak Pemkot hanya menerima laporan mengenai pembayaran beras
sehingga apabila ada kelurahan yeng menunggak pembayaran beras,
maka Pemkot dapat segera memberi peringatan. Namun untuk kelurahan
di wilayah Kecamatan Banjarsari, pembayaran selalu dapat diselesaikan
tepat waktu.
3. Sumber Daya yang Memadai
Sumber daya merupakan faktor penting demi terselenggaranya
implementasi yang efektif. Faustinus Cardoso Gomez (1997:1) mengatakan
bahwa secara umum sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi
cxxxviii
dikelompokkan atas dua macam yaitu sumber daya manusia (SDM) dan
sumber daya non-manusia yang meliputi modal, bahan-bahan (material),
mesin dan lain-lain. Ketersediaan sumber daya manusia dan sumber daya
non manusia akan mendukung keberhasilan implementasi program. Terkait
dengan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari, maka
dukungan sumber daya yang dimaksud meliputi kemampuan sumber daya
manusia dari para pelaksana Program Raskin dan sumber daya non manusia
yang meliputi bantuan beras bersubsidi, dana APBN dan APBD, serta alat
transportasi pengiriman beras.
Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam pelaksanaan
Program Raskin ini, sumber daya non-manusia lah yang paling penting dan
sangat menentukan. Sumber daya tersebut yaitu berupa beras bersubsidi atau
beras Raskin. Hal ini dikarenakan beras Raskin merupakan produk utama
dari Program Raskin itu sendiri untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
Tentu saja SDM juga diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
program, karena semua potensi SDM juga sangat berpengaruh terhadap
upaya suatu organisasi, dalam hal ini adalah Tim Koordinasi Raskin, dalam
pencapaian tujuan. Bagaimanapun bagusnya perumusan tujuan/rencana,
akan sia-sia belaka jika unsur-unsur SDM tidak diperhatikan.
Setelah dilakukan pengamatan, dari sumber daya yang diperlukan
dalam pelaksanaan Program Raskin terdapat beberapa hambatan, terutama
dari sumber daya non-manusia yaitu beras Raskin. Hal ini diketahui dari
jumlah bantuan beras Raskin yang diberikan. Ternyata beras Raskin yang
cxxxix
didistribusikan pada tahun ini jumlahnya berkurang, sehingga ada warga
miskin yang tidak terdaftar sebagai RTS penerima beras Raskin. Maka
Program Raskin belum sepenuhnya mampu mencapai tujuannya yaitu
menghindarkan keluarga miskin dari kondisi kerawanan pangan.
Berkurangnya alokasi beras Raskin pada tahun 2009 apabila dibandingkan
dengan alokasi pada tahun 2008 dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Perbandingan Alokasi Beras Raskin Tahun 2008 Dan 2009
Di Kecamatan Banjarsari
Kota Surakarta
Alokasi Beras Raskin
Tahun 2008 Tahun 2009 No. Kelurahan
Jumlah
RTS
Kuantum
(Kg)
Nilai (Rp)
(Rp.1.600/Kg)
Jumlah
RTS
Kuantum
(Kg)
Nilai (Rp)
(Rp.1.600/Kg)
1 Kadipiro 1,779 26,685 42,696,000 1,896 28,440 45,504,000
2 Nusukan 1,161 17,415 27,864,000 1,295 19,425 31,080,000
3 Gilingan 1,071 16,065 25,704,000 1,148 17,220 27,552,000
4 Kestalan 244 3,660 5,856,000 112 1,680 2,688,000
5 Setabelan 278 4,170 6,672,000 224 3,360 5,376,000
6 Keprabon 505 7,575 12,120,000 185 2,775 4,440,000
7 Timuran 228 3,420 5,472,000 127 1,905 3,048,000
8 Ketelan 263 3,945 6,312,000 235 3,525 5,640,000
9 Punggawan 269 4,035 6,456,000 148 2,220 3,552,000
10 Mangkubumen 534 8,010 12,816,000 432 6,480 10,368,000
11 Manahan 545 8,175 13,080,000 419 6,285 10,056,000
12 Sumber 800 12,000 19,200,000 605 9,075 14,520,000
13 Banyuanyar 423 6,345 10,152,000 322 4,830 7,728,000
8,100 121,500 194,400,000 7,148 107,220 171,552,000
Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta
cxl
Dilihat dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah beras
Raskin yang didistribusikan pada tahun 2009 berkurang apabila
dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini dikarenakan meningkatnya
kehidupan masyarakat yang semula miskin menjadi masyarakat yang cukup
mampu, sehingga mereka yang pada tahun sebelumnya terdaftar sebagai
penerima program Raskin dicoret dari daftar penerima manfaat Raskin pada
tahun ini yang secara langsung mengurangi jumlah RTS dan jumlah beras
yang didistribusikan.
Sedangkan dalam hal SDM, terdapat kendala dalam pelaksanaan
Program Raskin ini. Hal ini diketahui dari pengetahuan para pelaksana
mengenai Program Raskin. Para pelaksana memiliki pengetahuan yang
terbatas mengenai program dan bahkan ada sebagian pelaksana distribusi di
kelurahan yang hanya memiliki pendidikan maksimal setara SMU yang
mengakibatkan rendahnya profesionalisme dalam bertugas sehingga
pelaksanaan distribusi beras kurang efektif karena mereka cenderung hanya
melaksanakan tugas yang telah diberikan dari atasan dan menganggap
apabila bantuan telah sampai ke penerima maka pelaksanaan program
dianggap selesai. Hal ini membuat SDM dari aparat pelaksana tidak
berkembang. Sedangkan pada kegiatan pelaporan, SDM yang ada di
BULOG Subdivre Surakarta cukup memadai yaitu tersedianya SDM yang
berpendidikan tinggi sehingga memiliki kemampuan yang mendukung
dalam pembuatan laporan secara cepat sehingga setiap bulannya dapat
disampaikan ke tingkat atas tepat pada waktunya.
cxli
Pada tahapan perencanaan, yaitu pada saat dilakukan sosialisasi,
sumber daya manusia terlihat dari adanya petugas pelaksana yang
melakukan sosialisasi kepada kelompok sasaran yaitu aparat kelurahan
ataupun ketua RT/RW. Selain itu, juga adanya petugas yang melakukan
pendataan yaitu petugas BPS beserta mitra kerja. Sementara dalam seleksi
kelompok sasaran, sumber daya yang terlibat adalah BPS, lurah, perangkat
RT/RW, dan tokoh masyarakat di Kecamatan Banjarsari dalam menentukan
siapa yang berhak menerima bantuan.
Sementara pada tahapan pelaksanaan Program Raskin, penyediaan
beras di Kecamatan Banjarsari berasal dari BULOG Subdivre Surakarta
yang diambil dari salah satu gudang BULOG di Kecamatan Mojolaban,
Sukoharjo. Di Kecamatan Banjarsari terdapat 7,148 KK sebagai Rumah
Tangga Sasaran (RTS). Sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan
program ini yang lebih dominan adalah petugas pelaksana distribusi di
tingkat kelurahan. Pada saat penyaluran beras, sumber daya manusianya
adalah aparat kelurahan yang melaksanakan penyaluran kepada Rumah
Tangga Sasaran.
Pelaksanaan Program Raskin tidak memerlukan fasilitas khusus.
Untuk keperluan pengangkutan dan pengiriman beras ke titik distribusi atau
kelurahan, disediakan truk pengirim beras dari BULOG. Sedangkan untuk
pengangkutan beras oleh warga dari kelurahan ke tempat tinggal mereka
biasanya menggunakan gerobak, becak, mobil pick-up, dan lain-lain.
Biasanya perwakilan RT/RW mengangkut beras ke rumah ketua RT/RW
cxlii
yang akan mendistribusikan beras ke warga miskin sehingga para penerima
dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga karena tidak perlu datang jauh-
jauh ke kantor kelurahan.
Demikian pula dalam hal ketersediaan waktu untuk melaksanakan
program, para pelaksana tidak melakukan penjadwalan khusus dalam satu
tahun anggaran program, misalnya pengaturan waktu untuk melaksanakan
setiap tahapan dari program disesuaikan dengan kedatangan surat
pemberitahuan dari kota. Ketika ada surat pemberitahuan untuk mendata
masyarakat miskin sebagai Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima Raskin,
petugas BPS dengan dibantu oleh mitra kerja segera melakukan pendataan
dan seleksi. Ketika ada pemberitahuan tentang distribusi beras, pihak
kelurahan segera melakukan pemberitahuan ke Rumah Tangga Sasaran
(RTS) dan pihak BULOG Subdivre Surakarta akan membuat laporan berupa
Berita Acara Serah Terima (BAST) setelah berasnya diterima pihak
kelurahan. Sehingga dalam pelaksanaan Program Raskin, pihak kelurahan
tidak menetapkan suatu pengaturan waktu yang ketat, ini disebabkan
pemberitahuan dari Pemkot tidak dapat ditentukan secara pasti
kedatangannya.
Untuk melaksanakan setiap tahapan dari pelaksanaan program, para
pelaksana tidak menyediakan waktu khusus untuk menyelesaikan tugasnya.
Jika beras secara keseluruhan telah didistribusikan ke Rumah Tangga
Sasaran (RTS) maka tugas para pelaksana telah dianggap selesai.
cxliii
Dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta, biaya operasionalnya diberikan melalui BULOG
Subdivre Surakarta kepada masing-masing pelaksana meliputi; Ketua Tim
Koordinasi Raskin Kecamatan sebanyak Rp.75.000,-, dan pelaksana
distribusi di Kelurahan sebanyak Rp.30.000,- untuk kegiatan
operasionalnya. Biaya tersebut digunakan untuk kegiatan operasional terkait
dengan proses distribusi Raskin baik untuk uang makan, biaya transportasi
ataupun untuk kegiatan pelayanan kepada RTS. Uang tersebut tidak
disalahgunakan oleh pelaksana Program Raskin baik di tingkat kecamatan
maupun aparat kelurahan karena mereka sudah mendapatkan honor sesuai
dengan pekerjaannya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Lurah
Kelurahan Setabelan berikut ini :
“Memang ada biaya operasional Raskin yang diberikan oleh BULOG kepada aparat kelurahan selaku satgas (Pelaksana Distribusi) Raskin, yaitu sebesar Rp.30.000,-. Ini biasanya digunakan untuk keperluan dalam pelaksanaan tugas, misalnya untuk uang makan dan transport “.
(Wawancara dengan Ibu Dra.Islamtini, 30/04/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan pelaksana distribusi Raskin
berikut ini :
“…saya biasanya mendapatkan honor Rp.30.000,- mas, ya sebagai uang lelah dalam menjalankan tugas sebagai satgas (pelaksana distribusi) Raskin di kelurahan ini…”
(Wawancara dengan Bp. Ngatimin, 31/07/2009)
cxliv
Pada kenyataannya, biaya operasional tersebut memang digunakan
untuk kegiatan operasional Raskin, misalnya; biaya transportasi aparat
kelurahan untuk monitoring ke RT/RW. Uang tersebut dijadikan hak milik
masing-masing aparat yang mendapatkannya. Hal ini sesuai penuturan
Lurah Kelurahan Timuran berikut ini :
“…kalau biaya operasional itu sebenarnya untuk pendukung kelancaran pelaksanaan Raskin saja mas, misalnya untuk monitoring maupun evaluasi. Kalau untuk transport truk yang mengirim beras semuanya sudah ditanggung oleh BULOG…”
(Wawancara dengan Bp. Marnoto, 16/07/2009)
Dari pengamatan yang dilakukan penulis, terdapat beberapa sumber
daya dalam implementasi Program Raskin yang kurang memadai. Hal ini
ditunjukkan terutama dari sumber daya non-manusia, yaitu beras Raskin.
Jumlah beras Raskin tidak sesuai dengan jumlah warga miskin di
Kecamatan Banjarsari dikarenakan adanya pengurangan Kuota Raskin pada
tahun 2009. Hal itu menyebabkan pelaksanaan Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari mengalami kendala. Meskipun tidak ada
penyimpangan dari pihak pelaksana, namun karena terbatasnya jumlah
bantuan beras bersubsidi dan terbatasnya pengetahuan pelaksana mengenai
program ini menjadikan pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta dapat dikatakan kurang berhasil. Meskipun
demikian, pelaksanaan program tetap dapat selesai tepat pada waktunya.
4. Sikap Positif Pelaksana
cxlv
Implementasi program juga membutuhkan dukungan dan sikap
positif dari para pelaksana, karena merekalah yang langsung berhubungan
dengan kelompok sasaran. Sikap pelaksana meliputi kemampuan dan
kemauan para pelaksana dalam menjalankan tugas-tugas tertentu untuk
mencapai tujuan program. Sikap pelaksana yang mendukung program akan
menumbuhkan kreativitas diri para pelaksana itu sendiri sehingga
pelaksanaan program akan efektif. Diterapkannya Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari memperoleh tanggapan yang positif dari para
pelaksananya. Beberapa pelaksana yang ditemui penulis berkaitan dengan
tanggapan pelaksana terhadap tujuan program menunjukkan bahwa para
pelaksana memandang baik serta mendukung terhadap tujuan yang telah
ditetapkan program ini. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang
pelaksana distribusi Raskin berikut ini :
“…kalau menurut saya program ini sangat membantu warga miskin mas. Apalagi program Raskin ini penggunaannya bisa tepat sasaran, mengena pada warga yang benar-benar membutuhkan. Daripada uang rakyat dialokasikan untuk kepentingan para pejabat, kan lebih bermanfaat kalau diberikan rakyatnya yang miskin...”
(Wawancara dengan Bp. Widodo Rahardjo, 13/07/2009)
Tanggapan pelaksana terhadap Program Raskin dapat terwujud
melalui sikap dan kesediaan pelaksana dalam melaksanakan setiap tahapan
program. Dukungan pelaksana terhadap program merupakan penunjang
keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuannya.
Namun pada kenyataannya dalam tahapan sosialisasi Program
Raskin, kemauan pelaksana belum sepenuhnya muncul. Pada sosialisasi
cxlvi
terkesan adanya pelemparan tugas dari aparat kecamatan kepada aparat
kelurahan dan pihak kelurahan lebih melimpahkan tugas kepada RT/RW.
Juga dengan adanya penyampaian informasi yang kurang jelas. Hal ini
menyebabkan masyarakat mengetahui program dalam pemahaman yang
terbatas. Pada saat seleksi kelompok sasaran, pelaksana yaitu petugas BPS
cenderung yang menentukan keputusan. Pendataan kelompok sasaran tidak
mengikutsertakan masyarakat dalam mengusulkan warga yang akan
menerima bantuan, karena petugas BPS hanya meminta pertimbangan
kelurahan dan RT. Sementara pada saat pemberitahuan penerima program,
pelaksana kelurahan yang bermusyawarah lebih dominan dalam menentukan
keputusan. Masyarakat juga kurang partisipatif dalam seleksi penerima
program di Kecamatan Banjarsari.
Pada tahapan pelaksanaan program sikap pelaksana dalam
pelaksanaan penyaluran beras terlihat sangat mendukung, karena tidak ada
penyelewengan dari Tim Koordinasi Raskin baik aparat kecamatan maupun
kelurahan terhadap dana operasional yang diberikan, dan pemberian beras
15 kg per KK telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yaitu SK Walikota
nomor 511.1/532/2009 tentang Alokasi Beras Raskin tahun 2009 agar
pembagian beras dapat tepat jumlahnya. Sikap pelaksana juga menunjukkan
kepedulian terhadap keluarga miskin lain yang tidak menerima Raskin.
Terlihat dari adanya pemecahan persoalan atas keluarga miskin yang tidak
menerima bantuan Raskin tersebut yaitu dengan adanya sistem “Bagi Roto”
atau “Bagito” (pembagian beras secara merata) atas dasar kesepakatan
warga. Selain itu, mereka yang tidak mendapatkan Raskin dapat diusulkan
cxlvii
sebagai penerima program lain (BLT) apabila memenuhi beberapa variabel
kemiskinan BPS.
Sementara sikap pelaksana yang mendukung program terlihat pada
saat distribusi beras di kantor kelurahan, dimana pelaksana distribusi Raskin
menunjukkan sikap yang mau bekerja dan sopan dalam melayani RTS
penerima beras Raskin. Ini menunjukkan sikap yang mendukung
keberhasilan dan kelancaran jalannya program tersebut. Selain itu, sikap
pelaksana yang menunjang keberhasilan program ditunjukkan dengan
penyelesaian Hasil Penjualan Beras (HPB) tepat pada waktunya. Sehingga
setelah beras datang dan dibagikan kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS),
uang tersebut dapat segera disetorkan kepada Ketua Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan untuk ditransfer ke Rekening BULOG melalui Bank BRI yang
ditunjuk, yaitu sebesar Rp 171.552.000,- setiap bulannya tanpa pernah ada
kekurangan seperti yang diungkapkan oleh Ketua Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan Banjarsari berikut ini :
“Setelah setoran HPB dari tiap-tiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari terkumpul dan diserahkan kepada saya, maka dapat segera saya transfer ke Rekening BULOG melalui Bank BRI.”
(Wawancara dengan Bp. Pajar Yuwono, S.H, 23/04/2009)
Hal itu didukung pula oleh pernyataan salah satu Petugas Raskin dari
BULOG:
“…gini mas Pedro, jadi pembayaran beras Raskin itu selalu dilakukan RTS pada saat mereka memperoleh beras Raskin. Setelah itu baru pelaksana distribusi di kelurahan menyerahkan setoran pembayaran RTS tersebut kepada petugas kecamatan untuk
cxlviii
ditransfer ke rekening BULOG. Sehingga dengan begitu pembayarannya berjalan lancar karena tepat waktu…”
(Wawancara dengan Bp. Suyadi Harjono, 02/07/2009)
Hal itu menunjukkan kemauan pelaksana yang mau ikut melancarkan
pelaksanaan program. Selain itu sikap pelaksana BULOG Subdivre
Surakarta juga cukup positif dimana pelaporan dilaksanakan segera setelah
pelaksanaan distribusi beras dan penyetoran hasil penjualan beras diterima.
Wibawa (1994:21) mengatakan bahwa sikap pelaksana merupakan
kognisi, netralitas, dan obyektivitas para individu pelaksana dalam
memberikan respon terhadap yang mereka implementasikan. Sikap
pelaksana yang dapat memahami kondisi dan menerima sasaran agar mau
melaksanakan aturan-aturan yang telah disepakati akan memberikan
dukungan positif terhadap keberhasilan implementasi.
Sikap pelaksana dalam Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan
Banjarsari telah menunjukkan tanggapan yang positif terhadap tujuan dan
sasaran program. Sikap pelaksana dalam distribusi beras telah menunjukkan
sikap mau bekerja dan sopan dalam melayani RTS penerima beras. Petugas
BULOG Subdivre Surakarta juga segera melakukan pelaporan setelah
penyaluran beras dan penyetoran Hasil Penjualan Beras (HPB) diterima.
Jadi dapat diartikan bahwa sikap pelaksana yang ditunjukkan dalam
pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari ini
mendukung kelancaran program. Hal ini ditunjukkan dengan kesungguhan
dan keseriusan mereka dalam menghadapi persoalan yang terjadi ketika
cxlix
Program Raskin ini berlangsung. Namun demikian, ada beberapa
kekurangan dari pelaksana yang menyebabkan kurang efektifnya Program
Raskin di Kecamatan Banjarsari. Hal ini dapat diketahui dari kurang
sigapnya mereka dalam menghadapi permasalahan yang ada. Selain itu,
pengetahuan mereka yang terbatas juga merupakan salah satu kendala yang
dapat mengurangi kelancaran Program Raskin ini. Namun secara
keseluruhan, pelaksanaan program ini dapat selesai tepat waktu sesuai
dengan prosedur yang berlaku, dan segala persoalan dapat diselesaikan
dengan cukup baik meskipun masih menyisakan permasalahan yang perlu
dicari solusinya untuk kelancaran pelaksanaan Program Raskin di tahun
berikutnya, yakni mengenai alokasi beras Raskin yang jumlahnya sesuai
dengan jumlah RTS yang layak menerimanya. Jadi kesimpulannya, sikap
pelaksana dalam tahap ini cukup positif, namun kemauan dari pelaksana
belum sepenuhnya muncul dalam melaksanakan kegiatan.
5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Dukungan kelompok sasaran adalah suatu sikap mendukung yang
dimiliki oleh satu kesatuan unit manusia yang menjadi obyek dari suatu
tujuan tertentu. Dukungan kelompok sasaran berupa peran serta atau
partisipasi. Faktor dukungan dan partisipasi kelompok sasaran perlu
diperhitungkan dalam pelaksanaan program. Dukungan dan partisipasi
kelompok sasaran dalam suatu program ini dikarenakan terpenuhinya
kebutuhan mereka. Dukungan kelompok sasaran meliputi peran serta
mereka dalam setiap kegiatan program. Tanpa adanya peran serta atau
cl
partisipasi kelompok sasaran, tujuan program tidak akan tercapai secara
efektif. Dalam pelaksanaan Program Raskin ini, dukungan dan partisipasi
kelompok sasaran sangat berpengaruh kepada proses pencapaian hasil yang
maksimal.
Dari pengamatan penulis, dukungan dan partisipasi kelompok
sasaran pada pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan
Banjarsari masih kurang terlihat. Hal ini ditunjukkan pada tahap sosialisasi,
terlihat pada kurangnya kesediaan mereka untuk datang pada pertemuan
RT/RW yang diselenggarakan bulan Desember tahun 2008. Selain itu,
warga juga kurang partisipatif dalam proses seleksi penerima Program
Raskin. Dukungan masyarakat pada tahap pendaftaran kelompok sasaran
kurang terlihat. Hal ini disebabkan hanya pelaksana sendiri yang melakukan
pendataan, tanpa membutuhkan datangnya usulan dari masyarakat karena
data berasal dari data yang sudah ada di kelurahan dan petugas BPS hanya
melakukan sistem rangking berdasarkan pendataan yang dilakukan dari
rumah ke rumah dan mempertimbangkan saran dari ketua RT. Pada tahap
pendaftaran dan seleksi penerima program, ketua RT merekomendasikan
nama sejumlah warga miskin kepada petugas BPS dalam melakukan sistem
rangking untuk menyeleksi penerima Program Raskin.
Begitu juga pada saat penentuan penerima program juga sedikit
mengikutkan kelompok sasaran di dalamnya. Pelaksanalah yang
menentukan keputusan keluarga miskin yang berhak menerima Program
Raskin. Keluarga miskin cenderung hanya menerima keputusan dari aparat
cli
pelaksana saja. Mereka tidak berpartisipasi dalam penentuan penerima
program di daerahnya. Mereka lebih cenderung menerima dan
melaksanakan keputusan dari pembuat kebijakan.
Sedangkan dalam tahapan pelaksanaan Program Raskin dukungan
kelompok sasaran penerima program cukup positif, sebab mereka merasakan
manfaat yang sangat besar dengan adanya pemberian bantuan beras murah
dari Program Raskin ini. Manfaat bantuan beras Raskin dirasakan cukup
efektif untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan harga yang
terjangkau. Mereka merasa senang dan beruntung sekali telah menerima
bantuan beras tersebut. Respon yang positif tersebut banyak ditunjukkan
oleh warga diantaranya banyak dari RTS penerima program yang datang ke
kantor kelurahan setelah diberitahukan bahwa pada hari itu ada pengiriman
beras di kelurahan dan mereka bersedia menunggu kedatangan beras serta
mengantri untuk mengambil jatah beras mereka dan melunasi pembayaran
beras tersebut tepat waktu. Seperti yang diungkapkan salah seorang
penerima program berikut ini :
“…saya merasa sangat beruntung bisa mendapat bantuan beras murah ini. Karena harganya murah saya kadang-kadang menunggu dan mengantri di kantor kelurahan untuk mengambil jatah beras saya dan langsung membayarnya …”
(Wawancara dengan Bp. Kusno, 13/05/2009)
Dukungan juga ditunjukkan oleh RTS penerima Raskin lainnya
melalui kesediaan mereka untuk selalu melakukan pembayaran tepat pada
waktunya yaitu sebelum beras datang. Bahkan ada juga warga yang bersedia
clii
berhutang dulu untuk mendapatkan beras itu. Seperti yang diutarakan
penerima Raskin berikut ini :
“…saya tetap berusaha tepat waktu meskipun saya harus utang untuk membayar beras Raskin ini. Sebab bantuan ini sangat meringankan beban saya…”
(Wawancara dengan Ibu Antuti, 14/06/2009)
Sementara dalam hal pelaporan, masyarakat tidak diikutkan secara
langsung, karena hal itu menjadi tugas dan tanggung jawab para pelaksana
program, dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Surakarta melalui Bapermas,
PP, PA dan KB, pelaksana di kecamatan dan kelurahan, serta BULOG
Subdivre Surakarta yang melaksanakan pelaporan secara rutin tiap bulannya.
Dalam pelaksanaan Raskin ini, kelompok sasaran hanya bersikap
pasif terhadap salah satu tahapan program, yaitu pada tahap perencanaan.
RTS sebagai kelompok sasaran cenderung menerima keputusan yang ada.
Mereka menerima hasil pendataan RTS penerima manfaat Raskin dari BPS
serta menerima keadaan beras Raskin yang mereka terima. Mereka hanya
mendatangi kantor kelurahan atau tempat pengambilan beras yang disepakati
sebagai titik distribusi ketika beras Raskin yang dikirim dari BULOG
Subdivre Surakarta sudah tiba di kelurahan atau titik distribusi. Sementara
dalam pelaksanaan penyaluran atau pendistribusian beras, RTS berperan
aktif dalam melakukan pelunasan pembayaran beras tepat waktu meskipun
berhutang dulu.
cliii
Jadi dapat diketahui bahwa dari segi dukungan kelompok sasaran,
maka pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari
dapat dikatakan kurang efektif. Hal ini dikarenakan dukungan yang masih
minim dari Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai penerima Raskin,
terutama pada tahap perencanaan baik pada saat sosialisasi maupun proses
seleksi penerima program. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasme dan
partisipasi yang masih kurang terlihat dalam mengikuti kegiatan sosialisasi,
baik melalui musyawarah kelurahan maupun pertemuan RT/RW. Selain itu,
kenyataan menunjukkan pelaksanaan program yang kurang efektif karena
masih ada beberapa keluarga miskin yang tidak menerima jatah beras Raskin
yang mengakibatkan rasa kecewa dan iri terhadap para RTS penerima
program, meskipun ada beberapa yang mau mengerti akan keterbatasan
jumlah bantuan yang ada. Sedangkan dukungan RTS dalam kesediaan
membeli beras sudah cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan sering
habisnya stok beras di kelurahan atau titik distribusi dalam waktu yang
relatif singkat, dikarenakan pembelian beras oleh RTS sejak satu hingga tiga
hari setelah diumumkannya kedatangan beras di kelurahan atau titik
distribusi.
C. HAMBATAN-HAMBATAN DAN USAHA YANG DILAKUKAN
DALAM PROGRAM RASKIN DI KECAMATAN BANJARSARI
Di setiap pelaksanaan suatu program tentunya tidak dapat terlepas
dari berbagai hambatan yang menyertainya, meskipun hal itu sedapat
cliv
mungkin telah diminimalisir dan diupayakan pemecahannya. Begitu juga
dengan pelaksanaan Program Raskin ini. Berdasarkan penelitian selama
program ini berjalan, muncul permasalahan yang menjadi hambatan baik
dalam tahap seleksi penerima program, sosialisasi maupun pelaksanaannya
di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hambatan yang dihadapi oleh para
petugas pelaksana di Kecamatan Banjarsari dalam pelaksanaan Program
Raskin (Program Beras untuk Keluarga Miskin) beserta upaya
pemecahannya adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap Program Raskin yang
masih rendah, sehingga mereka kurang memahami maksud dan tujuan
setiap tahapan kegiatan dalam Program Raskin yang dilaksanakan di
Kecamatan Banjarsari. Sehingga upaya pemecahan dari pihak pelaksana
yaitu dengan melakukan sosialisasi Program kepada masyarakat dengan
menjelaskan makna, tujuan dan proses pelaksanaan Program Raskin.
2. Pernah terjadi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan Banjarsari
yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran dan tidak
mendapatkan beras Raskin. Padahal mereka dipandang layak untuk
mendapatkannya. Sehingga upaya pemecahan dari pihak pelaksana yaitu
dengan membuat kesepakatan antara warga yang terdaftar sebagai
Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan warga yang tidak mendapatkan
beras Raskin tersebut, untuk kemudian menggunakan Sistem Pembagian
Rata yang dikenal dengan istilah “Sistem Bagito” atau “Sistem Bagi
Roto”. Sistem ini diterapkan dengan cara membagi rata jumlah beras
yang diperoleh antara warga penerima beras Raskin dengan warga yang
clv
tidak menerima beras Raskin tapi layak untuk mendapatkannya. Untuk
pembayarannya disesuaikan dengan jumlah beras yang diterima masing-
masing warga.
3. Pengiriman beras ke titik distribusi yaitu kantor kelurahan di wilayah
Kecamatan Banjarsari tidak disertai dengan petugas BULOG Subdivre
Surakarta. Sehingga apabila ada permasalahan di lapangan, pelaksana
distribusi di kelurahan tidak dapat segera menyelesaikannya. Misalnya;
kuantitas beras yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan ketentuan,
maka masyarakat sulit untuk langsung mengadukan dan minta
penggantian. Agar tidak terulang pada pengiriman bulan berikutnya,
maka lurah mengirim surat aduan ke kantor BULOG Subdivre Surakarta
supaya pada bulan berikutnya disertakan petugas Raskin dari BULOG
Subdivre Surakarta untuk mengawal dan memantau pendistribusian
beras tersebut.
4. Pengiriman beras Raskin pada bulan Januari dan Februari yang
mengalami keterlambatan karena baru dikirim pada bulan Maret.
Padahal masyarakat miskin yang terdaftar sebagai RTS telah menunggu
kedatangan beras Raskin untuk segera dibagikan kepada mereka pada
awal tahun, sesuai dengan ketentuan yakni pengiriman dilakukan tiap
bulan sekali. Karena pada bulan Januari dan Februari tidak ada
pengiriman beras Raskin, maka upaya pemecahan dari para pelaksana
agar pengiriman berjalan stabil kembali, yakni pada bulan Maret dan
Mei masing-masing dilakukan dua kali pengiriman jatah beras Raskin
untuk mengganti pengiriman jatah beras Raskin yang tidak dilakukan di
clvi
bulan Januari dan Februari. Sehingga untuk bulan berikutnya,
pengiriman beras dapat berjalan normal kembali, yaitu sekali pengiriman
dalam satu bulan.
5. Ada beberapa keluhan dari keluarga miskin mengenai kuantitas beras
yang kurang dari yang semestinya. Maka petugas pelaksana distribusi di
kelurahan mengirim surat aduan ke kantor BULOG Subdivre Surakarta
agar pengiriman berikutnya timbangan di cek kembali. Sehingga pada
bulan berikutnya jumlah beras yang diterima sesuai dengan jatah yang
seharusnya diterima yaitu 15 kg per RTS.
Semua permasalahan yang berkembang di lapangan telah diupayakan
pemecahannya di masing-masing kelurahan di Kecamatan Banjarsari selama
pelaksanaan program. Hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Kecamatan Banjarsari
lebih banyak dipengaruhi oleh aktor eksternal kelurahan. Para pelaksana di
Kecamatan Banjarsari memiliki beban moral sehingga mereka selalu
berusaha menyelesaikan setiap hambatan dalam pelaksanaan Program
Raskin ini. Meskipun tidak sepenuhnya bisa mengatasi hambatan tersebut,
tetapi solusi yang diberikan oleh para pelaksana telah dapat membuat
pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari berjalan
cukup lancar dan dapat selesai sesuai waktunya.
clvii
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini seperti yang tertulis di Bab I, yaitu
untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Raskin Tahun 2009 di
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta serta untuk mengetahui hambatan-hambatan
yang terjadi selama program tersebut berlangsung. Dalam penelitian yang penulis
lakukan berjudul “Efektivitas Program Raskin di Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta Tahun 2009”, setelah diadakan reduksi, penyajian dan analisa data,
maka penulis dapat menarik kesimpulan dan juga mencoba memberikan sedikit
saran.
A. Kesimpulan
Program Raskin Tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
dilaksanakan di 13 kelurahan, dan perinciannya dapat dilihat pada tabel 1.2. Pada
program ini telah diberikan bantuan beras bersubsidi kepada 7.148 Rumah Tangga
Sasaran di Kecamatan Banjarsari. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data
sebelumnya, secara umum pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Banjarsari
Kota Surakarta berjalan cukup baik dan lancar, namun masih ada beberapa
hambatan yang menyebabkan program ini kurang efektif. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dari lima indikator yang mempengaruhi keberhasilan program baik
dari tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaannya. Kelima indikator tersebut
antara lain sebagai berikut:
clviii
1. Ketepatan Komunikasi dan Koordinasi
Komunikasi dan koordinasi antara pihak pelaksana kelurahan di
Kecamatan Banjarsari dengan pihak BULOG SubDivre Surakarta sering
mengalami kendala. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ikutnya petugas
Raskin BULOG dalam pendistibusian beras di kelurahan, sehingga apabila
terjadi permasalahan di titik distribusi, pihak kelurahan tidak dapat
berkoordinasi secara langsung dengan BULOG untuk segera melakukan
tindakan penyelesaian. Selain itu, komunikasi dan koordinasi yang kurang
terjalin dengan baik pada saat sosialisasi Program dan seleksi penerima
manfaat Program. Meskipun demikian, komunikasi antara pihak pelaksana
dengan Rumah Tangga Sasaran penerima manfaat terjalin dengan baik,
terlihat pada saat pemberian Kartu Raskin dan pada waktu pengambilan
beras, komunikasi dan koordinasi antara aparat pelaksana juga bisa terjalin
dengan baik terbukti dengan adanya penanganan masalah yang timbul
pada saat distribusi beras. Komunikasi dan koordinasi antara aparat
pelaksana terjalin secara top down, yaitu terbukti dengan penyampaian
informasi secara cepat dan singkat dari atasan ke bawahan. Selain itu
komunikasi juga bersifat bottom up seperti terlihat pada saat penyelesaian
setoran Hasil Penjualan Beras (HPB) dan Pelaporan.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari ditunjukkan pada tahap pelaporan, yang mana
clix
BULOG dan Pemerintah Kota Surakarta selalu memberikan laporan rutin
tiap bulannya mengenai pelunasan pembayaran beras Raskin dan kegiatan
monitoring.
3. Sumber Daya Yang Memadai
Sumber daya dalam Program Raskin ini meliputi; sumber daya manusia
berupa pelaksana program dan sumber daya non-manusia berupa beras
Raskin, APBN serta alat transportasi. Sumber daya yang berupa sumber
daya manusia (SDM) dalam Program Raskin, dalam hal ini adalah para
pelaksana, jumlahnya sudah cukup memadai namun belum dapat
memberikan informasi secara detail/menyeluruh kepada masyarakat
tentang program pada saat sosialisasi. Hal ini disebabkan tugas-tugas rutin
para pelaksana, baik petugas/aparat pemerintah kota, kecamatan maupun
kelurahan yang banyak menyebabkan mereka tidak bisa terjun langsung
untuk melakukan sosialisasi di lapangan. Sumber daya lain yang berupa
jatah beras Raskin telah didistribusikan kepada kelompok sasaran dengan
baik. Namun, dengan berkurangnya jumlah bantuan beras ini
menimbulkan persoalan dalam distribusinya, karena terdapat sejumlah
warga yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran, padahal layak
untuk menerima beras Raskin.
4. Sikap Positif Pelaksana
Sikap positif pelaksana terlihat dari kemauan mereka melakukan
sosialisasi program, meskipun pelaksana tersebut lebih banyak
melimpahkan tugas ke bawahan. Namun demikian, pelaksana masih
clx
menunjukkan sikap bahwa merekalah yang menentukan keputusan tanpa
meminta partisipasi masyarakat. Terlihat dari pendataan kelompok sasaran
yang hanya dilakukan oleh BPS dan mitra kerja dari kelurahan atau RT.
Namun demikian setiap keluhan, usul dan saran dari warga pada saat
musyawarah kelurahan atau pertemuan RT/RW selalu diterima dengan
baik sebagai masukan untuk memecahkan persoalan yang ada.
5. Dukungan dan Partisipasi Kelompok Sasaran
Dukungan kelompok sasaran terlihat dari antusiasme mereka dalam
membeli beras Raskin. Dukungan Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai
kelompok sasaran terlihat cukup besar, terlihat pada saat kemauannya
membeli beras tersebut dan membayarnya dengan tepat waktu meskipun
harus mengupayakan pencarian uangnya dahulu. Namun mereka kurang
berpartisipasi dalam tahap perencanaan program baik itu dari proses
sosialisasi maupun seleksi penerima program.
Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam Program Raskin Tahun 2009
di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ini antara lain: kuantitas beras yang
pernah kurang dari ketentuan, terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap
program, waktu perencanaan yang sempit, dan keterlambatan pengiriman jatah
beras Raskin. Selain itu, pernah terjadi ada sejumlah warga di wilayah Kecamatan
Banjarsari yang tidak terdaftar sebagai Rumah Tangga Sasaran dan tidak
mendapatkan beras Raskin. Padahal mereka dipandang layak untuk
mendapatkannya.
clxi
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Program Raskin Tahun
2009 di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, tepatnya pada semester I, yakni
sejak bulan Januari hingga Juni tahun 2009 berjalan kurang efektif. Namun
meskipun dalam pelaksanaannya disertai dengan berbagai hambatan, tetapi
hambatan tersebut telah diusahakan solusinya. Program tersebut telah dapat
memberikan manfaat yang cukup besar bagi Rumah Tangga Sasaran (RTS) dalam
membantu memenuhi kebutuhan pokok mereka.
B. Saran
Guna lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Raskin di
Kecamatan Banjarsari dapat dilakukan berbagai upaya perbaikan. Menurut
penulis upaya tersebut dapat dilakukan melalui :
1. Penulis menyarankan bahwa Program Raskin masih tetap diperlukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan mengatasi masalah
kekurangan gizi pada masyarakat terutama masyarakat miskin.
2. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Program Raskin
maka sosialisasi, monitoring dan evaluasi terhadap Program Raskin secara
terus menerus perlu dilakukan.
3. Karena masih ditemukan adanya warga miskin yang tidak mendapatkan
jatah beras Raskin, penulis menyarankan agar ada penambahan Kuota
Raskin. Tambahan Kuota Raskin ini dapat disediakan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tingkat Pusat maupun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tingkat Daerah.
clxii
4. Ada reward untuk pemerintah daerah yang berhasil mengentaskan
kemiskinan dengan cara menambah jatah beras Raskin untuk Program
Raskin tahun berikutnya dan ada punishment untuk pemerintah daerah
yang tidak berhasil mengentaskan kemiskinan dengan cara menurunkan
Kuota Raskin untuk program Raskin tahun berikutnya.
5. Perlunya pendataan ulang keluarga sasaran dengan metode yang lebih
realistis dengan penentuan kriteria yang rasional. Pendataan RTS yang
dilakukan oleh BPS harus selalu up to date.
6. Perlunya peraturan yang jelas dan ketegasan dalam penentuan jadwal
pelaksanaan antara satu program dengan program yang lain, sehingga
pelaksanaan antar program tidak saling tumpang tindih. Mengingat hal itu
akan berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan program itu sendiri.
clxiii
DAFTAR PUSTAKA
Adang Setiana, 2009. Pedoman Umum Raskin Tahun 2009. Jakarta : Departemen Dalam Negeri.
Alo Liliweri, 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Abu Ahmadi, 1990. Kamus Lengkap Sosiologi. Solo, C.V Aneka Nakamura Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur Waseso. 1984. Penelitian Untuk
Mengevaluasi Efektivitas Program Kemasyarakatan. Surabaya, Usaha Nasional.
Budi Winarno, 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta :
MedPress. Carol H. Weiss, 1984. Penelitian Untuk Mengevaluasi Efektivitas Program
Kemasyarakatan, Terjemahan Abdillah Hanafi dan Mulyadi Guntur. Surabaya : Usaha Nasional.
Emil Salim. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia.
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996. Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. SA. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Difa Publisher. Faustinus Cardoso Gomes. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta, Andi offset Handayaningrat, S. 1986. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta :
Gunung Agung. H.B. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta, Sebelas Maret
University Press. Kasni Hariwoeryanto. 1987. Kebijaksanaan Sosial dan Evaluasi Program
Kesejahteraan Sosial. Bandung. PT. Karya Nusantara. Leslie A. Pal, 1987. Public Policy Analysis in Introduction. University of
Calgary: Department of Political Science. Lexy J. Moleong, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. Mohammad Nazir, 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
clxiv
Pariatra Westra, 1989. Ensiklopedia Administrasi. Jakarta : Haji Masagung. Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta,
Gramedia. Richard M. Steers, 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta, Erlangga. Samodra Wibawa dkk, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta, Rajawali
Grafindo Persada Solichin Abdul Wahab. 2005. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta, Bumi Aksara. Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar. The Liang Gie, 1981. Efisiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara. Yogyakarta :
UGM Press. Sumber-sumber lain :
¨ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ¨ Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Perberasan ¨ Klaus Bosselmann, 2006. Poverty Alleviation and Environmental
Sustainability Through Improved Regimes of Technology Transfer. New Zealand : University of Auckland http://www.lead-journal.org/content/06019.pdf
¨ Max J. Skidmore, 2009. Poverty in the Twenty-First Century : Explaining the Need for the New Journal and Decribing Its Goals. Kansas City : University of Missouri. http://www.bepress.com/pso_poverty/vol1/iss1/art1
¨ Aep Rusmana. Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan, 08 Februari 2006. http://ditppk.depsos.go.id/html/modules.php?name=News&file=article&sid=21
clxv