Upload
phungphuc
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN
KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
KE NON PERTANIAN
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DENY RACHMANTO
NIM.E0006102
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : DENY RACHMANTO
NIM : E0006102
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN
KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN adalah betul - betul karya sendiri. Hal -
hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar sarjana yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi ) ini.
Surakarta, 12 Juli 2011
Yang membuat pernyataan
DENY RACHMANTO
NIM. E0006102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
DENY RACHMANTO. E0006102. 2011. EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian serta mengetahui Tujuan dan sasaran efisiensi kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat perspektif, untuk menemukan hukum atau norma yang dilaksanakan dan yang seharusnya mengatur. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data kepustakaan. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Analisis data yang dilaksanakan dengan intrepretasi terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan tujuan dan sasaran efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan simpulan: Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melaksanakan kebijakan dalam rangka mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan Perijinan pengalihan fungsi lahan. Perijinan tersebut banyak menyita dana, sumber daya, pengaturan, dan keterlibatan para pihak untuk kelancaran kebijakan tersebut. Prosedur penyelenggaraan perijinan yang dilaksanakan perlu efisiensi yaitu menyederhanakan prosedur, proses, tahapan pelaksanaan, pengaturan serta sumber daya penyelenggara tanpa menghilangkan esensi dan landasan konstitusi. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar belum efisien untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Karena kurangnya koordinasi pihak terkait, penggunaan waktu dan biaya yang banyak, dan kurang terfokusnya kebijakan.Tujuan Efisiensi kebijakan Kabupaten Karanganyar mempunyai tujuan dan sasaran untuk meminimal dampak alih fungsi lahan dari pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan perijinan yang melibatkan banyak pihak dan sumber daya lainnya. Dampak pengalihan lahan pertanian ke non pertanian akan sangat dirasakan oleh petani khususnya di daerah karanganyar. Tujuan dan sasaran kebijakan kurang fokus pada lahan pertanian, sehingga tujuan belum mencapai sasaran.
Kata Kunci: Kebijakan Kabupaten Karanganyar, alih fungsi lahan, efisiensi kebijakan, lahan pertanian, tujuan dan sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Tuhan meninggikan derajat orang beriman yang berilmu pengetahuan ( S. Chandra)
Mimpi adalah kunci menaklukkan dunia
( Nidji)
Setiap langkah besar selalu diawali dengan sebuah langkah kecil
( Penulis)
PERSEMBAHAN
Tuhan pencipta seluruh alam, pencipta manusia, penciptaku, pencipta orang-orang
yang aku cintai. Terima kasih ya Tuhan atas segala rahmadmu, sehingga aku
mampu menjalani semua.
Orangtuaku yang selalu memberi kasih sayang dan semangat untuk aku jalani
segala hal tentang hidup.
Gina teman dalam suka dan duka yang selalu memberi spirit dan tempat bercurah.
Saudara - saudaraku yang selalu memberi semangat dalam meraih cita - cita
Teman - temanku fakultas hukum universitas sebelas maret angkatan 2006 yang
menjadi temanku selama kuliah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan hukum
yang berjudul “EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN
KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN KE NON PERTANIAN ”. Penulisan hukum atau skripsi
merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk
melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Penulisan Hukum ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan baik moril maupun materiil serta doa dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi S.H., Msi, selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara sekaligus selaku pembimbing Skripsi, yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis bagi
tersusunnya penulisan hukum ini.
3. Ketua PPH, Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum, dan Mas Wawan anggota PPH
yang banyak membantu penulis dalam skripsi ini.
4. Ibu Diana Tantri C, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik ,yang selalu
memberi nasehat dan bantuan selama penulis belajar di Fakultas Hukum
Univertas Sebelas Maret.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberi ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal
dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan motivasi dalam meraih cita-
cita penulis, sehinnga dapat menjalani penulisan skripsi dengan baik.
7. Almarhum Ayah tercinta yang selalu menjadi sumber motivasi dan inspirasi
dalam penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
8. Teman terbaik dalam suka dan duka Gina Dwi Korina, yang selalu
memberikan dukungan dan nasehat, sehingga penulisan skripsi dapat
terlaksana dengan baik.
9. Sahabat-Sahabatku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Hery, Bayu,
Wendy, Angga Brewok, Dody, Agus Toni, Fitri dan Rengga.
10. Dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penulisan hukum atau
skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum masih jauh dari sempurna baik
dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbang saran dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi,
praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, 12 Juli 2011
Penulis
DENY RACHMANTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL............................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan Masalah .............................................................. 5
C. Perumusan Masalah............................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
F. Metodelogi Penelitian ............................................................. 7
G. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ....................................................................... 13
1. Tinjauan Mengenai Kebijakan ..........................................
a. Kajian Ilmu Kebijakan dan Pengertian Kebijakan ...... 13
b. Tahap-tahap Pembuatan Kebijakan ............................ 13
c. Kebijakan Publik ......................................................... 14
2. Tinjauan tentang Teori Efisiensi ....................................... 15
3. Tinjauan tentang Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang 15
a. Teori Pengembangan Wilayah .................................... 15
4. Tinjauan tentang Fungsi Lahan dan Alih Fungsi Lahan ... 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
a. Konsep Alih Fungsi Lahan ......................................... 17
b. Konsep Lahan dan Fungsi Lahan ............................... 17
c. Pengertian Lahan......................................................... 18
5. Tinjauan Mengenai Lahan Pertanian ................................ 19
a. Pengertian Tanah........................................................ 19
b. Penguasaan Hak Tanah .............................................. 21
c. Tanah Pertanian.......................................................... 22
B. Kerangka Pikir ........................................................................ 24
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam -
Efisiensi Kebijakan Mencegah Alih Fungsi LahanPertanian -
Ke Non Pertanian ....................................................................
................................................................................................. 27
B. Tujuan dan Sasaran Kebijakan Pemerintah -
Kabupaten Karanganyar dalam Mencegah Alih Fungsi Lahan -
Pertanian Ke Non Pertanian dalam efisiensi Kebijakan ......... 39
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 52
B. Saran....................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Tabel 1. Skematik Kerangka Berpikir.............................................................. 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang yang saat ini
sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, termasuk
diantaranya adalah pembangunan di bidang hukum. Hukum mempunyai tempat
yang sangat penting dan tidak bisa terlepas dari realita atau kenyataan yang ada
dalam masyarakat, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka ragam
adat istiadatnya diseluruh nusantara. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perjalanan pembaharuan hukum di Indonesia, baik langsung maupun tidak
langsung terhadap kelancaran pembangunan nasional.
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan itu tanpa ada kecualinya, sehingga aturan-aturan yang ada itu tidak
hanya diperuntukan bagi orang-perorang atau kelompok tertentu saja tetapi
bersifat umum demi kepentingan individu dan atau masyarakat. Hukum adalah
harta pusaka dari seluruh kemanusiaan. Namun demikian, hukum tanpa prinsip-
prinsip kemanusiaan, pada hakekatnya adalah bukan hukum karena akan
merupakan penindasan dan tirani.
Pembangunan hukum tidak terlepas dari pertimbangan struktur masyarakat,
ekonomi, sosial, dan budaya karena sasaran utama pembangunan bangsa
Indonesia adalah terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang
maju dalam suasana tentram sejahtera lahir maupun batin. Perkembangan dari
pembangunan hukum itu tidak terlepas kaitannya dengan dimensi kultural nilai-
nilai kemanusiaan yang beranjak dari nilai keadilan yang bersumber pada Hak
Asasi Manusia. Dimensi ini sangat penting dalam kaitan dengan upaya untu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
menegakkan hukum dalam kerangka mencapai tujuan yaitu keadilan dan
kepastian hukum. Perkotaaan di Indonesia sedang mengalami percepatan
pertumbuhan yang tinggi yang membawa dampak pada peningkatan kebutuhan
ruang perkotaan dan penyediaan prasarana dan sarana dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Hal ini terutama dikaitkan
dengan kemungkinan peningkatan produktivitas (ekonomik) perkotaan. Berbagai
ragam dinamika perkotaan diprediksi membawa konsekuensi yang secara
signifikan menentukan laju pertumbuhan kota. Pergeseran tata nilai sosial dan
budaya maupun ruang wilayah terus menggejala dan mewarnai perkembangan
kota (Rijadi, 2006:35)
Karena kebutuhan manusia semakin bertambah, sehingga memaksa manusia
untuk membutuhkan lahan atau tanah yang lebih luas, baik untuk tempat tinggal
(pemukiman) ataupun untuk usaha bisnis (ekonomi). Maka dari itu membuat
lahan atau tanah pertanian baik dari sawah, tegalan ataupun pekarangan menjadi
berkurang. Taraf hidup manusia semakin tinggi, maka semakin bertambah pula
macam dan ragam kebutuhannya. Jelas bahwa taraf hidup manusia mempengaruhi
kebutuhan. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang
memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk
memenuhi kebutuhan di atas dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya alam yang tersedia di sekitarnya dengan melakukan berbagai macam
kegiatan, baik langsung maupun tidak. Kegiatan tersebut memerlukan ruang atau
tempat.
Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai
alternatif kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya.
Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada
waktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat
terjadi persaingan. Bahkan, terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang antara
berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak
guna usaha, misalnya kegiatan pertanian, yang terdapat dalam suatu ruang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa
pertambangan.
Di samping itu, sutu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan
lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu
pada tempat kediaman atau pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah
meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di hulu sungai
terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di bawahnya
karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.
Banyaknya kebutuhan manusia mempengaruhi tinggi rendahnya pemakaian
lahan, sehingga penting adanya peraturan pemerintah sebagai fungsi engginering
dalam suatu masyarakat untuk mempertahankan tata ruang sebagai sarana kontrol
sosial. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten secara
khusus terfokus kabupaten Karanganyar sebagai kawasan pertanian yang semakin
hari semakin banyak pembangunan perumahan menginggat banyaknya lahan
produksi bahan setengah jadi, dan bahan setengah jadi yang mendirikan pabrik-
pabrik kawasan industri.
Pertanian di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang menjadi
dampak berkurangnya lahan pertanian. Sedikitnya 180.000 ha lahan pertanian
dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian setiap tahunnya dan permasalahan
yang timbul dari tahun ke tahun tidak pernah berubah seperti kelangkaan pupuk,
kekeringan, banjir serta anjloknya harga gabah pada musim panen yang pada
akhirnya berdampak pada penghasilan petani. Sebagai jalan keluar karena tidak
ada kepedulian pelaku ekonomi terjadi pergeseran struktur ketenagakerjaan dan
penguasaan pemilihan lahan pertanian pedesaan serta struktur ekonomi dari
pertanian ke industri dan demografis dari pedesaan ke perkotaan.
Terdapat beberapa faktor yang memberikan sumbangan terjadinya alih
fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu :
a. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik, spasial), lengkapnya sarana dan
prasarana penunjang industri (geografis daerah), demografi (pertambahan
jumlah penduduk) maupun ekonomi.
b. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam.
Dapat disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian
pengguna lahan, kurangnya atau kelangkaan lahan dan air.
c. Faktor kebijakan.
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun
daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan.
d. Faktor pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih
dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT);
e. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan
produktif milik warga;
f. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke
beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10
hektar; dan
g. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sebagai bentuk pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, pemerintah harus
mengupayakan bentuk-bentuk partisipasi yang efektif dan produktif. Pemerintah
pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian community driven planning
tersebut. Dengan demikian proses pelaksanaan pengembangan wilayah dan kota
diharapkan akan mencapai hasil secara efektif dengan memanfaatkan sumber daya
secara efisien dan ditangani melalui kegiatan penataan ruang.( Yainal, 2006:28)
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat
akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, industri dan
transportasi menjadi meningkat. Bagaikan kepingan uang logam yang memiliki
dua sisi, demikian pun dengan yang terjadi pada peningkatan pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan kota. Di satu sisi dengan mengejar tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi yang disertai dengan pembangunan sarana maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
prasarana kota dapat menjadi jaminan bagi kesejahteraan rakyat, namun di sisi
lain pembangunan yang dilakukan dengan tidak terencana dapat membawa
dampak yang luar biasa bagi kerusakan lingkungan alam.
Di daerah Karanganyar khususnya yang mana masyarakatnya dahulu hidup
dari sektor pertanian, sekarang sebagian telah beralih ke sektor industri. Lahan
yang dialihkan tersebut harus melalui beberapa prosedur dan persyaratan. Dengan
adanya peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian ini diharapkan dapat
memberikan dampak posistif terhadap perkembangan daerah Karanganyar. Dalam
hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten secara khusus terfokus
kabupaten Karanganyar sebagai kawasan pertanian yang semakin hari semakin
banyak pembangunan perumahan mengingat banyaknya lahan produksi bahan
setengah jadi, dan bahan setengah jadi yang mendirikan pabrik-pabrik kawasan
industri. Kebijakan mencegah alih fungsi pertanian ke non pertanian merupakan
upaya pencegahan tata ruang yang tidak terkontrol dan mempertahankan lahan
pertanian dalam kawasan karanganyar. Akan tetapi, meskipun memberikan sisi
positifnya pasti ada sisi negatif dari pelaksanaan peralihan fungsi lahan pertanian
ke non pertanian tersebut. Pelaksanaan kebijakan akan sangat menguras Sumber
Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dana dan tenaga, sehingga untuk pelaksanaan
memperlukan efisiensi pelaksanaan kebijakan mencegah alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian.
Dengan latar belakang tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk
mengangkat persoalan mengenai: “EFISIENSI KEBIJAKAN PEMERINTAH
KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENCEGAH ALIH FUNGSI
LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN”
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu pedoman untuk
menganalisis persoalan yang diteliti, serta untuk mempermudah pembatasan
permasalahan sehingga sasaran yang hendak dicapai lebih jelas dan terarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam
efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian?
2. Apakah Tujuan dan sasaran dalam efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian telah
dapat dicapai sesuai sasaran?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas
sehingga memberikan arah pada penelitinya. Adapun tujuan yang ingin dicapai
penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimanakah efisiensi kebijakan pengalihan fungsi
dari lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Karanganyar.
b. Untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran mengenai efesiensi
kebijakan mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten karanganyar telah dapat dicapai sesuai sasaran.
2. Tujuan subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dibidang
Hukum administrasi Negara, khususnya dalam pelaksanaan alih fungsi
lahan dari petanian ke non pertanian.
b. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hokum yang telah peneliti peroleh agar
dapat member manfaat bagi peneliti dan masyarakat pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari
penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data
sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Diharapkan dapat menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah
yang dapat dijadikan acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk
tahap berikutnya.
c. Memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberikan
masukan serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam
masalah yang diteliti.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam
penelitian dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, terlebih dahulu akan
dikemukakan mengenai pengertian, metode itu sendiri. Kata ”metode” (Inggris:
method, Latin: methodus, Yunani: methodus-meta) yang berarti sesudah, diatas,
sedangkan hodos berarti suatu jalan atau suatu cara.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 35). Penelitian hukum ini merupakan penelitian doktrinal karena
keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum
doktrinal di mana keilmuan hukumya bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
3. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang dapat digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Dari kelima pendekatan tersebut,
pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum yang penulis angkat
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah suatu tempat di mana penelitian dilaksanakan
guna memperoleh keterangan-keterangan, informasi, dan data yang
diperlukan dalam penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti. Penulis
mengambil lokasi penelitian di kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar
(Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karanganyar) serta tempat-tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
lain yang terdapat data-data yang diperlukan, dalam rangka mengidentifikasi
data-data secara sistematis.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber penelitian hukum ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan Hukum Primer
meliputi:
1). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.
3). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
4). Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
5). Peraturan Menteri Agraria Nomor 5332/MK/9/1994 tentang
Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk
Penggunaan Tanah Non Pertanian.
6). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 410-2261
tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi
Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian.
7). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-1594
tentang Pencegahan Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis
Menjadi Tanah Kering.
8). Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-3346
tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi
Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
9). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
10). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan
11). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan
12). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun
2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
13). Surat Edaran Menteri Agraria Nomor 590/11108/SJ tentang
Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.
b. Bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan. Peneliti menggunakan buku-
buku teks, kamus-kamus hukum serta jurnal-jurnal hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 141).
6. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan- bahan hukum
yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik
studi pustaka dengan mengumpulkan data-data mengenai isu hukum yang
dihadapi yakni mengenai efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Peneliti juga mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data dengan metode
deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan
metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian
diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan dalam penulisan karya ilmiah,
maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hokum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan
dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hokum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran singkat mengenai keseluruhan
skripsi, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian Hukum, Sistematika Penulisan Hukum
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi mengenai teori dasar dalam skripsi ini meliputi :
Tinjauan Umum tentang Kebijakan, Teori mengenai Efisiensi,
Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang, mengenai Alih Fungsi
Lahan, Lahan Pertanian
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai : Kebijakan pemerintah
kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan mencegah
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan tujuan dan
sasaran efisiensi kebijakan mencegah alih fungsi Lahan
Pertanian ke Non pertanian
BAB IV : PENUTUP
Bab ini meliputi : Kesimpulan dan Saran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Kebijakan
a). Kajian ilmu kebijakan dan pengertian kebijakan:
1). Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata
policy science, dikaitkan dengan keputusan pemerintah,karena
pemerintah yang mempunyai wewenang kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani
kepentingan umum.
2). Kebijakan dalam arti yang luas
Sebagai usaha pengadaan informasi yang diperlukan untuk
menunjang proses pengambilan kebijakan.
3). Kebijakan menurut Thomas Dye
Kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
4). Kebijakan menurut H.hugh Heglo
Kebijakan sebagai a course of action intended to accomlist some
end atau sebagai tindakan yang dimaksud untuk mencapai tujuan
tertentu (Said Zainal, 2004, Buku Teori Kebijakan :vol.34 No.3).
b). Tahap-tahap pembuatan kebijakan menurut William Dun yaitu;
1) Penyusunan agenda
Agenda setting adalah fase atau proses sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik.
2) Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan.
3) Adopsi atau legitimasi kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan
4) Penilaian atau evaluasi kebijakan
Kegiatan menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang
mencakup substansi, implementasi dan dampak
c). Kebijakan Publik
Tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1). Analisis kebijakan prospektif Analisis, yang berupa produksi dan
transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat
untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan
alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara
komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif
sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan
kebijakan.
2). Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3
tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok
analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang
berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi.
Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan
kelemahan.
3). Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh
perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan
sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk
mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mentransformasikan informasi setiap saat ( William N Dunn,
2000:117)
2. Tinjauan Mengenai Teori Efisiensi
Efisiensi secara umum tidak dapat dilepaskan dari kata efektivitas, dalam
suatu kebijakan yang akan dilaksanakan secara efisien meliputi:
a. penyederhanaan prosedural;
b. proses yang sederhana;
c. pengaturan yang efisien dapat dilaksanakan;
d. tahapan pelaksanaan dapat dilaksanakan secara sederhana berkaitan
dengan proses; dan
e. dari segi logistik dan keterlibatan penyelenggara tidak memakan banyak
sumber daya dan dana,tanpa menghilangkan esensi dan landasan konstitusi
(http://efisiensikebijakan.artf//pdf//legalgovernment.go.id )
Efisiensi berhubungan dengan ekonomis, efisien, dan efektif. Ekonomis
adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam
moneter, yaitu menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas, pengukuran efisiensi
dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan
terhadap input yang digunakan( cost of output) atau penggunaan sumber daya
dan dana yang serendah-rendahnya. Efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai, dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan(
Mardiasmo, 2002:34)
3. Tinjauan Mengenai Tata Lahan dalam Lingkup Tata Ruang
Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari
tujuan penerapan masing-masing teori.
a. teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local
prosperity). Perkembangan wilayah harus mempunyai penekanan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kemakmuran untuk hal-hal yang berkaitan dengan wilayah yaitu:
masyarakat, flora, fauna.
b. menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai
sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu
daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut
sebagai sangat perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
c. memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance
yang bisa bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).
d. perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi (people prosperity).
Hukum Penataan Ruang dapat diberi batasan sebagai keseluruhan aturan
hukum yang mengatur seluk-beluk dalam penataan ruang, balk bersifat
heteronom maupun otonom. Pengertian seluk-beluk dalam penataan ruang
tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wewenang, tugas, hak,
kewajiban, tanggung jawab, kriteria, klasifikasi, dan aspek-aspek teknis
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan di bidang penataan ruang. Dari
batasan pengertian hukum penataan ruang tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum tata ruang sepenuhnya memiliki bersifat publik atau menjadi
bagian integral dari aspek yuridis kenegaraan maupun kemasyarakatan. Peran
pengaturan hukum dalam penataan ruang secara teoritik dapat disandarkan
pada pandangan Roscoe Pound sebagai tugas hukum sebagai “law as a tool of
social engineering”, bahwa aturan dapat dipakai sebagai alat untuk
merekayasa masyarakat dalam sistem tata ruang atau penataan lahan
(Rijadi,2005:42).
Tata ruang tidak hanya terjadi pada satu negara, tetapi juga terdapat diberbagai negara.Sehubungan dengan penataan ruang kota telah timbul berbagai teori tentangnya. Sebagai bahan perbandingan patut disajikan teori-teori mengenai perkotaan di Amerika Serikat. Banyak penelitian dilakukan oleh ilmuwan terhadap kota-kota modern di Amerika Serikat untuk mencari dasar-dasar yang dapat membentuk model kota yang serasi dengan lingkungan daerahnya “the ecological pattern of modern city Ernest W.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Burgess The Growth of the City: An Introduction to a Research Project Robert E. Park, Ernest W. Burgess, and Roderick D. Mekenzie, The City The global environment suffers. Important in the standard of living must pararallel anticipated growth,our goal continues to be the achievement of sustainable development with effective protection of the ecosystem, an equitable distribution of resourses an the achievement of cultural weel Chicakago The Concentric Zone Theory urban area concentric zone radially business centre Zone The Loop downtown The Zone in Transition” (Zona d Pemukiman adalah tempat manusia hidup dan berkehidupan, oleh karena itu suatu permukiman terdiri atas manusia dan alam yaitu tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia.Permukiman tidak hanya digambarkan tiga dimensi saja tapi empat dimensi alam masyarakat terbagi atas zona Daerah-daerah lingkaran ini mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan berkembang radial dan pusat perdagangan sebagai sentrum pengembangan kota yang merupakan daerah pusat perdagangan sebagai daerah dalam transisi dan sentra industri (Journal America ernestw in journal of the American institute of planner vol.31 no 4 pp.burgess,twitterdel.icio.usstumbleuponreddit.journal urban area)
4. Tinjauan Mengenai Alih Fungsi Lahan
a. Konsep Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain
yang menjadi dampak negative (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan memerlukan biaya, Sumber
Daya Manusia, Sumber Daya Alam, dan penyelenggara. Alih fungsi
lahan dalam daerah Kabupaten dilaksanakan berdasar otonomi daerah
yang diterima dari pemerintah pusat untuk pengolahan wilayah daerah
tersebut. Dampak yang sering terjadi dari pengalihan fungsi lahan adalah
dampak negatif. (http://www.wikipedia.alihfungsilahan//indo//?.com)
b. Konsep Lahan dan Fungsi Lahan
1). Secara Agraria
Pengertian agraria menurut UUPA 1960 (UU No.5 Tahun 1960)
adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
(a). Jenis-jenis sumber agraria meliputi:
(1). Tanah atau permukaan bumi, yang merupakan modal
alami utama dari pertanian dan peternakan.
(2). Perairan, yang merupakan modal alami dalam kegiatan
perikanan.
(3). Hutan, merupakan modal alami utama dalam kegiatan
ekonomi komunitas perhutanan.
(4). Bahan tambang, yang terkandung di “tubuh bumi”
(5). Udara, yang termasuk juga materi “udara” sendiri.
2). Pengertian Lahan
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting
dalam kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu
terkait dengan tanah. Tanah merupakan tanah sekumpulan tubuh
alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin
secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang,
ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan
penutup yang dijumpai ( Akbar, 2008: 12).
Utomo menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang
melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua
fungsi dasar, yakni:
1. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai
kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi
dan lain-lain.
2. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan
nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang
pemanfaatan budidaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Sihaloho membedakan penggunaan tanah ke dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan
tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem
sewa atau bagi hasil.
2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani
dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan
tenaga kerja buruh tani.
3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak
memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah
sempit maupun bertanah luas.
5. Tinjauan Mengenai Lahan Pertanian
a). Tinjauan tentang Tanah
1). Pengertian tanah
Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti.
Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui
dalam arti apa istilah tersebut digunakan.
Dalam Hukum Tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti
yuridis, sebagai suatu pengertianyang telah diberi batasan resmi oleh
UUPA.
Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai
dari Negara....ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang...
Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian
yuridis adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedang hak atas tanah
adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas,
berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-
hak tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan
apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian
tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada
diatasnya. Oleh karena itu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa hak-hak
atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk
mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang
bersangkutan, yang disebut ”tanah”, tetapi juga tubuh bumi yang ada
di bawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya.
Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu
adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
Tetapi wewenang menggunakan yang bersumber pada hak tersebut
diperluas hingga meliputi juga penggunaan ”sebagian tubuh bumi
yang ada di bawah tanah dan air serta ruang yang ada di atasnya”.
Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksudkan itu bukan
kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ia hanya
diperbolehkan menggunakannya. Dan itu pun ada batasnya seperti
yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2) dengan kata-kata: sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan
teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang
haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
Penggunaan tubuh bumi itu harus ada hubungannya langsung
dengan gedung yang dibangun di atas tanah yang bersangkutan.
Misalnya untuk untuk pemancngan tiang-tiang pondasi, untuk
basement, ruang parkir dan lain-lain keperluan yang langsung
berhubungan dengan pembangunan dan penggunaan gedung yang
dibangun.
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (1994) tanah adalah:
(a). Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;
(b). Keadaan bumi disuatu tempat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(c). Permukaan bumi yang diberi batas;
(d). Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,
cadas, napal dan sebagainya);
2). Pengertian Hak Penguasaan Atas Tanah
Dalam tiap Hukum Tanah terdapat pengaturan mengenai
berbagai ”hak penguasaan atas tanah”.
Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata
jenjang atau hirearki hak-hak penguasaan tanah dalam Hukum Tanah
Nasional kita, yaitu:
(a). Hak Bangsa Indonesia yang disebut dala Pasal 1, sebagai hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan
publik;
(b). Hak Menguasai sari Negara yang disebut dalam Pasal 2, semata-
mata beraspek publik;
(c). Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dala Pasal 3,
beraspek perdata dan publik;
(d). Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata,
terdiri atas:
(1). Hak-hak atas Tanah sebagai hak-hak individual yang
semuanya secara langsung ataupun tidak langsung
bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16
dan 53.
(2). Wakaf, yaitu hak milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal
49.
(3). Hak jaminan atas Tanah yang disebut ”Hak Tanggungan”
dalam pasal 25, 33, 39, dan 51.
Biarpun bermacam-macam, tetapi semua hak penguasaan atas
tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan
bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dihaki. ”Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat,
yang merupkan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium
atau tolak pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang
diatur dalam Hukum Tanah.
3). Pengertian Tanah Pertanian, Sawah dan Tanah kering
Dalam Undang-undang No.56 Prp Tahun 1960 tidak diberikan
penjelasan apakah yang dimaksud dengan tanah pertanian, sawah
dan tanah kering. Berhubungan dengan itu dalam Instruksi Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal
5 januari 1961 no. Sekra/9/12 diberikan penjelasan sebagai berikut:
”yang dimaksud dengan tanah pertanian ialah juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selainnya tanah untuk perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang tanah luas berdiri rumah tempat tinggal seorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa yang merupakan tanah pertanian”. (Boedi Harsono, ibid, kode H 4).
Biasanya tidaklah sukar untuk menentukan apakah sebidang
tanah itu termasuk golongan sawah atau tanah kering. Tambak untuk
perikanan dimasukkan ke dalam golongan tanah kering, sesuai
dengan praktek Instansi Pajak Hasil Bumi pada waktu itu.
Angka maksimum yang ditetapkan oleh Undang-undang No.56
Prp 1960 dan ditegaskan oleh Menteri Agraria tersebut mengenai
sawah atau tanah kering. Bagaimanakah maksimumnya kalau yang
dikuasai itu sawah dan tanah kering? Dalam hal yang demikian
Pasal1 ayat 2 menetapkan, bahwa untuk menghitung luas maksimum
tersebut luas sawah dijumlahkan dengan luas tanah kering dengan
menilai tanah kering sama dengan sawah ditambah 30% didaerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
daerah yang tidak padat dan 20% di daerah-daerah yang padat, tidak
boleh lebih dari 20 hektar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 1.1
1.Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 Pasal 33 2.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 3.Perda No.2 Tahun 1999 jo No.6 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar
1.Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian 2.Efisiensi Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
1.Pencegahan Alih fungsi Lahan pertanian ke Non pertanian sudah terlaksana atau belum? 2.Efisiensi Alih fungsi Lahan Pertanian ke Non pertanian sudah terlaksana atau belum?
1.Alih fungsi lahan pertanian ke Non-pertanian di Kabupaten Karanganyar untuk memenuhi kebutuhan industi, teknomogi 2.Pencegahan Alih fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, kita
berkewajiban untuk mengelola Sumber Daya Alam termasuk tanah
untuk kemakmuran rakyat serta mempertahankan kelestarian
lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009,
adalah bukti pelaksanaan Undang-Undang Dasar untuk pengelolaan
lahan pertanian berkelanjutan. Efisiensi adalah sistem dan metode
untuk menekan pengeluaran secara dana, Efisiensi tidak lepas dari
efektifitas yang juga merupakan ketepatan waktu.
Efisiensi berhubungan dengan ekonomis, efisien, dan efektif.
Ekonomis adalah perbandingan input dengan output value yang
dinyatakan dalam moneter, yaitu menghindari pengeluaran yang
boros dan tidak produktif. Efisiensi berhubungan erat dengan konsep
produktivitas, pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan( cost of output) atau penggunaan sumber daya dan dana
yang serendah-rendahnya. Sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
1999 jo Nomor 6 Tahun 2003, yangmana di Daerah Kabupaten
Karanganyar merencanakan Tata Ruang Wilayah Khususnya
pengalihan fungsi lahan pertanian.
Berdasarkan rumusan masalah kebijakan Pemerintah Kabupaten
untuk melaksanakan alih fungsi lahan difokuskan untuk efisiensi
kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
dengan tujuan dan arah sasaran yang tepat. Tujuan dan sasaran yang
dimaksud adalah untuk mencapai efisiensi kebijakan pemerintah
Kabupaten Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke
Non Pertanian. Menginggat, di daerah Karanganyar khususnya yang
mana masyarakatnya dahulu hidup dari sektor pertanian, sekarang
sebagian telah beralih ke sektor industri. Lahan yang dialihkan
tersebut harus melalui beberapa prosedur dan persyaratan. Dengan
adanya peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
diharapkan dapat memberikan dampak posistif terhadap
perkembangan daerah Karanganyar.
Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dalam daerah kabupaten
secara khusus terfokus kabupaten Karanganyar sebagai kawasan
pertanian yang semakin hari semakin banyak pembangunan
perumahan mengingat banyaknya lahan produksi bahan setengah jadi,
dan bahan setengah jadi yang mendirikan pabrik-pabrik kawasan
industri.
Kebijakan mencegah alih fungsi pertanian ke non pertanian
merupakan upaya pencegahan tata ruang yang tidak terkontrol dan
mempertahankan lahan pertanian dalam kawasan karanganyar. Akan
tetapi, meskipun memberikan sisi positifnya pasti ada sisi negatif dari
pelaksanaan peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian
tersebut. Pelaksanaan kebijakan akan sangat menguras Sumber Daya
Manusia, Sumber Daya Alam, dana dan tenaga, sehingga untuk
pelaksanaan memperlukan efisiensi pelaksanaan kebijakan mencegah
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Dalam pelaksanaan
efisiensi kebijakan tersebut penulis ingin mengetahui pelaksanaan
kebijakan tersebut sesuai dengan efisiensi yang dimaksudkan apa
belum atau telah mengarah pada tujuan dan sasaran utama untuk
efisiensi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam
mencegah alih fungsi lahan pertanian ke Non Pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi
kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
Penyerahan wewenang untuk pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-
luasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten
harus memposisikan dirinya sebagai pengemban amanat di wilayahnya. Strategi
pembangunan wilayah dan perkotaan mempunyai prinsip dasar pembangunan dari
masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai bila
proses pembangunan berakar pada kemampuan sumber daya alamnya dan
kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Terkait dengan prinsip dasar di atas,
pemerintah harus mengupayakan bentuk-bentuk partisipasi yang efektif dan
produktif. Pemerintah pusat dalam hal ini adalah fasilitator untuk pencapaian
community driven planning tersebut. Dengan demikian proses pelaksanaan
pengembangan wilayah dan kota diharapkan akan mencapai hasil secara efektif
dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan ditangani melalui kegiatan
penataan ruang(http://regionalplaning.rft.governance).
a. Pengaturan mengenai tata lingkungan agar sesuai dengan keadaan suatu
wilayah dan mempertahankan mahkluk hidup didalamnya merupakan
kewajiban semua orang. Pelestarian sumber daya alam tidak lepas dari
pelestarian lingkungan hidup untuk kepentingan pembangunan, kesejahteraan
dan kemekmuran rakyat. Dalam pengaturan internasional mengenai
pelestarian dan pengembangan kelestarian serta wilayah, The first
declaration of tinos with this declaration we ecommit the promises made 40
year ago in country, we have seen the arrival of the global village we foretold
and have witnessed our forecast materialize, not the least of which are
megapolitan development around the globe. While many technological
advances have improved our lives their bebefit are ill distributed. The global
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
environment suffers, improvement in the standard of living must parallel
anticipated growth (Devas N and Rakodi C eds (1993) managing fast
Growing cities. Logman. New York. Vol. 31 No. 4 pp 331-338)
Dengan berkembangnya zaman mau tidak mau kebutuhan manusia
akan berkembang pula. Kerasnya kehidupan memaksa manusia harus mampu
bertahan bersaing dengan yang lain. Berbagai cara manusia tempuh untuk
mencapai apa yang diinginkan. Bertambahnya populasi manusia pada suatu
tempat tidak menambah pula jumlah luas lahan. Justru membuat lahan –
lahan menjadi semakin menyempit digunakan sebagai tempat tinggal dan lain
sebagainya. Bagi bangsa Indonesia ketersediaan tanah merupakan faktor
penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat
berlangsungnya kegiatan ekonomi lain di luar pertanian. Terjadinya
pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa
mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap.
Manusia adalah makhluk individu dan social. Ada perbedaan antara
perilaku individu dan perilaku social dari manusia. Perilaku sosial manusia
terkait dengan kebutuhan untuk berinteraksi antara satu sama lain. Interaksi
dilakukan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Perumahan
dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia berfungsi sebagai
tempat tinggal untuk berlindung diri dari cuaca dan gangguan lain. Rumah
dan pemukiman mempunyai peranan yang sangat strategis, diantaranya untuk
mewujudkan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Selain kebutuhan akan rumah
dan pemukiman, untuk meningkatan pembangunan nasional pula,
dibangunlah kawasan industri atau pabrik untuk mencukupi kebutuhan
manusia yang semakin meningkat dan mengurangi tingkat pengangguran.
Secara sederhana Pemerintah sendiri berkewajiban menyediakan tanah
yang diperlukan, baik untuk investasi maupun keperluan pembangunan
lainnya. Sedangkan tanah harus diambil dari rakyat karena tanah negara dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dikatakan sudah sulit dijumpai. Berlangsungnya fenomena penyusutan luas
tanah pertanian, terutama persawahan di Pulau Jawa dan sekitar kota-kota
besar, menunjukkan bahwa dinamika perubahan penggunaan tanah menjadi
semakin intensif dengan semakin berkembangnya perekonomian wilayah.
Dengan demikian, permasalahan ini tidak terlepas dari proses transformasi
struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia, yakni dari yang berbasiskan sektor
pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Sebagai suatu konsekuensi
pembangunan, hal ini dapat dinilai wajar terjadi. Pertumbuhan penduduk kota
dan aktivitas perekonomian memerlukan tanah untuk perumahan, industri,
sarana dan prasarana penunjang lainnya. Dalam konteks yang lebih luas,
penyusutan tanah-tanah pertanian dapat pula menimbulkan persoalan
ekonomi dan goncangan politik karena penyusutan tersebut berpotensi
menciptakan kelangkaan pangan di masa mendatang.
Untuk melaksanakan amanat pelestarian dan pertahanan lingkungan
pemerintah Kabupaten Karanganyar menyelenggarakan pemerintahan dengan
kebijakan untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak terkontrol yang
tidak menyeimbangkan tata ruang di Kabupaten Karanganyar yaitu dengan
kebijakan mencegah alih fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. Untuk
pelaksanaan pertahanan lahan yang diprioritaskan seperti lahan pertanian sebagai
konsekuensi Negara agraris yang menghasilkan pangan dari pertanian. Kabupaten
Karanganyar berusaha mencegah pengalihan fungsi lahan pertanian ke non
pertanian dengan kebijakan yang ditentukan yang dilaksanakan secara efisiensi,
mengingat untuk melaksanakan kebijakan tersebut membutuhkan banyak dana
yang dikeluarkan. Efisiensi dilakukan dengan penyederhanaan prosedur, proses,
pengaturan, tahapan pelaksanaan, keterlibatan penyelenggara tanpa
menghilangkan esensi dan landasan konstitusi.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan Undang- Undang Nomor 41 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan. Pengaturan
tersebut dibentuk untuk dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah
dengan otonomi daerahnya. Pengaturan tersebut tidak lepas dengan pertahanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
wilayah bangsa Indonesia dan menyeimbangkan fungsi agraris dan yang lainnya,
mengingat bangsa Indonesia adalah negara agraris yaitu lahan pertanian yang
dikelola dan dipertahankan untuk kemakmuran rakyat seluruhnya. Menurut
Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2), Lahan Pertanian adalah
bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. Sedangkan alih fungsi lahan
pertanian menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian yang
dilakukan secara tetap maupun sementara.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria Nomor 590/11108/SJ
perihal Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian kemudian ditindaklanjuti
dengan Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tentang
Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Yang Tidak Terkendali,
dan melalui Surat Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 310/89 Tahun 2001
tentang Pembentukan Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian Kabupaten Karanganyar, maka daerah Kabupaten Karanganyar yang
mayoritas terdiri atas tanah persawahan, dapat dialih fungsikan ke sektor lain,
seperti industri, perdagangan, dan pemukiman. Alih fungsi lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti
yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negative (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pertanian sendiri mempunyai
fungsi yaitu dapat mengukur hasil gabah, jerami yang dihasilkan untuk satuan luas
tertentu, menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan hidrologis daerah aliran
sungai, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan
daya tarik pedesaan dan mempertahankan nilai – nilai budaya. Dan ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah mutu, aman,
merata, dan terjangkau.
Pertanian di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang menjadi
dampak berkurangnya lahan pertanian. Sedikitnya 180.000 ha lahan pertanian
dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian setiap tahunnya dan permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
yang timbul dari tahun ke tahun tidak pernah berubah seperti kelangkaan pupuk,
kekeringan, banjir serta anjloknya harga gabah pada musim panen yang pada
akhirnya berdampak pada penghasilan petani. Sebagai jalan keluar karena tidak
ada kepedulian pelaku ekonomi terjadi pergeseran struktur ketenagakerjaan dan
penguasaan pemilihan lahan pertanian pedesaan serta struktur ekonomi dari
pertanian ke industri dan demografis dari pedesaan ke perkotaan.
Dari uraikan di atas didapat ada beberapa faktor yang memberikan
sumbangan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, yaitu :
h. faktor eksternal, yaitu faktor dari luar. Dinamika pertumbuhan perkotaan
(fisik, spasial), lengkapnya sarana dan prasarana penunjang industri
(geografis daerah), demografi (pertambahan jumlah penduduk) maupun
ekonomi.
i. faktor internal, yaitu faktor dari dalam. Dapat disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan, kurangnya atau
kelangkaan lahan dan air.
j. faktor kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan.
k. Faktor pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih
dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT);
l. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan
produktif milik warga;
m. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke
beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10
hektar; dan
n. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Ada banyak teori pengembangan wilayah yang dapat dijadikan acuan
dalam rangka penataan ruang Kabupaten Karanganyar. Secara umum teori
pengembangan wilayah maupun penataan ruang sudah berkembang jauh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sejak dikembangkannya pada tahap awal. Teori-teori pengembangan wilayah
menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan masing-masing teori.
e. teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local
prosperity). Perkembangan wilayah harus mempunyai penekanan untuk
kemakmuran untuk hal-hal yang berkaitan dengan wilayah yaitu: masyarakat,
flora, fauna.
f. menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai
sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah
(sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat
perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
g. memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan
keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang
bisa bertanggung jawab (resposnsible) dan berkinerja bagus (good).
h. perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu
lokasi (people prosperity)
(http://www.pengembanganwilayahdalamalihfungsilahan.ekstrick.org?)
Rencana tata ruang wilayah menurut Lembaran Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 136 Tahun 1999 Seri D Nomor 112 Peraturan Daerah Dati II
Karanganyar Nomor 2 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Karanganyar adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten daerah
tingkat II Karanganyar adalah kebijaksanaan daerah yang menetapkan lokasi di
kawasan yang harus dilindungi, lokasi dari kawasan budi daya termasuk kawasan
produksi dan kawasan pemukiman, pola jaringan dan wilayah di dalam Kabupaten
Daerah Tingat II Karanganyar yang akan diperioritaskan pengembangannya
dalam kurun waktu perencanaan.
Untuk dapat melakukan proses peralihan lahan pertanian ke non pertanian,
harus melalui izin dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah Cq. Kepala Direktorat
Agraria bagi tanah yang luasnya lebih dari 10.000 m2 (lebih dari 1 ha).
b. Bupati atau Walikota Kepala Daerah bagi tanah yang luasnya kurang dari
10.000m2 atau kurang dari 1 ha.
Dalam rangka penyelesaian permohonan izin Perubahan Tanah Pertanian
ke non pertanian harus memperhatikan pertimbangan dari panitia pertimbangan
perubahan tanah pertanian ke non pertanian yang dibentuk oleh Bupati atau
Walikota Kepala Daerah setempat.
Untuk menindaklanjuti kegiatan proses peralohan lahan pertanian ke non
pertanian, maka dibentu Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.
Susunan keanggotaan Panitia Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian
Kabupaten Daerah Tingkat II adalah sebagai berikut :
a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai ketua merangkap
anggota;
b. Kepala Bagian Pemerintahan sebagai wakil Ketua merangkap sebagai
anggota;
c. Seorang staf Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sebagai Sekretaris
bukan anggota;
d. Ketua BAPEDDA sebagai anggota;
e. Kepala Bagian Hukum dan Ortala sebagai anggota;
f. Kepala Bagian Perekonomian sebagai anggota;
g. Kepala Cabang Dinas Pertanian Pangan sebagai anggota tidak tetap;
h. Kepala Seksi Pengairan sebagai anggota tidak tetap;
i. Kepala Cabang Dinas Perkebunan sebagai anggota tidak tetap.
Tugas pokok Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non
Pertanian adalah membantu Bupati atau Walikota Kepala Daerah dalam
menyelesaikan permohonan izin perubahan tanah pertanian ke non pertanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dengan menyajikan bahan – bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohonkan,
sebagai hasil kegiatan – kegiatan :
a. Penelitian secara administratif atas permohonan izin;
b. Pembahasan – pembahasan dengan memperhatikan :
1) fatwa tata guna tanah
2) planologi kota atau daerah, khususnya Perencanaan Pengembangan
Irigasi (Koordinasi dengan instansi terkait)
3) peraturan perundang – undangan atau ketentuan – ketentuan yang
berlaku.
c. Mengadakan peninjauan lapangan dan wawancara dengan pemohon yang
bersngkutan, khususnya yang menyangkut status tanah, keadaan fisik tanah
dan lingkungan hidup sekitarnya.
Selain itu, tugas – tugas lainnya adalah sebagai berikut ini :
a. Membuat berita acara atau pertimbangan pemeriksaan lapangan dan
diajukan kepada Bupati.
b. Menyelesaikan hal – hal lain yang berhubungan dengan perubahan tanah
pertanian kenon pertanian.
c. Melaporkan hasil atau tugasnya kepada Bupati.
Pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke
Non Pertanian dipakai juga sebagai bahan pertimbangan Bupati atau Walikota
Kepala Daerah dalam rangka pemberian rekomendasi atas permohonan ijin lokasi
dan pembebasan tanah untuk keperluan perusahaan.
Saat ini kegiatan yang banyak dilakukan oleh seksi Pengaturan dan
Penataan Pertanahana (P3) dalah pertimbangan teknis penatagunaan tanah untuk
permohonan hak atas tanah dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT). Setiap
badan hukum yang akan memperoleh tanah milik atau hak atas tanah lain dari
perorangan harus mendapatkan ijin perubahan penggunan tanah. Biasanya dasar
permohonan IPPT adalah Akta Perikatan Jual Beli. Dengan dasar akta tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
jika permohonan IPPT dikabulkan, maka dapat dilanjutkan pada proses
sejanjutnya yaitu jual beli.
Dalam memberikan IPPT, Kantor Pertanahan perlu mendapatkan
pertimbangan dari instansi terkait seperti Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan,
BAPPEDAL, Kecamatan, Kelurahan. Untuk itu sebelum penetapan perlu
diadakan rapat koordinasi. Selama proses rapat koordinasi, pihak pemohon juga
diundang untuk mendengarkan keterangan dari tiap-tiap instansi dan memberikan
argumen mengenai permohonannya tersebut.
Pemohon yang hendak mengalihkan lahan pertanian ke lahan non
pertanian harus melalui persyaratan – persyaratan. Permohonan Izin Perubahan
Tanah Pertanian ke non pertanian diajukan dengan cara mengisi formulir yang
tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat disertai kelengkapan
sebagai lampiran, persyaratan yang harus dilengkapi oleh pemohon adalah sebagai
berikut :
a. Keterangan identitas pemohon dan kelengkapan data yuridis yang terdiri
dari :
1) fotocopi kartu tanda penduduk (KTP),
2) fotocopi sertifikat tanah atau bukti pemilikan lain yang sah.
b. Keterangan fisik tanah untuk :
1) Perorangan
a) sketsa dan letak lokasi,
b) pernyataan rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang akan
dilaksanakan dalam jangka waktu maksimal 36 bulan.
2) Badan Hukum dan Instansi Pemerintah
a) sketsa dan letak lokasi,
b) proposal yang memuat Rencana penggunaan dan pemanfaatan
tanah dan tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka
waktu 36 bulan,
c) rekomendasi dari instansi terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Bahwa tidak semua lahan pertanian dapat dialihkan dengan mudah, ada
kriteria – kriteria yang harus diperhatikan, yaitu antara lain :
a. untuk tanah pertanian sawah di daerah pedesaan yang dipertahankan sebagai
tanah pertanian dan yang dapat dikonversi untuk kegiatan non pertanian
dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, dan sawah tadah hujan
yang dapat ditanami 2x padi setahun atau ditanami 1x padi dan 1x
palawija setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih, tidak
boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian, termasuk dalam sawah
lestari,
2) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana yang dapat ditanami 1x
padi setahun dengan intensitas pertanaman berkurang dari 200% boleh
dikonversi untuk kegiatan non pertanian apabila tidak tersedia air irigasi
yang cukup dan produktivitas 65% atau kurang dari rata – rata
produktivitas pada tingkat wilayah administrasi yang bersangkutan,
3) sawah tadah hujan yang dapat ditanami 1 x padi setahun dengan
intensitas pertanaman kurang dari 200% dapat dikonversi untuk
kegiatan non pertanian.
b. untuk tanah pertanian sawah di daerah perkotaan yang dipertahankan
sebagai tanah pertanian dan yang dapat dikonversi untuk kegiatan non
pertanian dengan menggunakan criteria sebagai berikut :
1) sawah irigasi teknis, setengah teknis yang dapat ditanami 2x padi
setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih tidak boleh
dikonversi untuk kegiatan non pertanian,
2) sawah irigasi teknis, setengah teknis yang dapat ditanami 1x padi dan
1x palawija setahun dengan intensitas pertanaman sama dengan 200%
boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian apabila luas hamparan
sawah kurang dari rata – rata produktivitas tingkat wilayah administrasi
yang bersangkutan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3) sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan sawah tadah hujan
yang dapat ditanami 1x padi setahun dengan intensitas pertanaman
kurang dari 200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian,
4) sawah irigasi sederhana dan tadah hujan yang dapat ditanami 2x padi
setahun dengan intensitas pertanaman 200% atau lebih, boleh
dikonversi untuk kegiatan non pertanian,
5) sawah irigasi sederhana dan tadah hujan yang dapat ditanami 1x padi
dan 1x palawija setahun dengan intensitas pertanaman sama dengan
200% boleh dikonversi untuk kegiatan non pertanian.
Setelah persyaratan dari pemohon terpenuhi, maka dapat dilakukan alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Prosedur izin perubahan penggunaan
tanah (IPPT) di Kabupaten Karanganyar :
1. petugas loket II menerima dan meneliti kelengkapan dokumen serta
meneruskan permohonan ke Kakantah.
2. Kakantah mendisposisikan ke Kasi Pengaturan dan Penatagunaan Tanah.
3. Kasi Pengaturan dan Penatagunaan Tanah menerima berkas dan
mendisposisikan ke Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu.
4. Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mengagendakan dan
mempelajari dokumen serta meneruskannya kepada Kasubsi Landreform dan
Konsolidasi Pertanahan. Terhadap rencana perubahan penggunaan tanah
pertanian, Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu
menginformasikan Kasubag Tata Usaha untuk mempersiapkan undangan
Rapat Koordinasi.
5. Kasubag Tata Usaha atas nama Kepala Kantor Pertanahan mengagendakan
rapat koordinasi dan menyiapkan undangan kepada instansi terkait.
6. Tim Koordinasi melaksanakan rapat koordinasi dan pemeriksaan lapangan
untuk membahas permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
7. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Pertanahan melaksanakan pemeriksaan
lapangan meliputi antara lain penggunaan tanah setempat dan sekitarnya,
jaringan irigasi, aksestabilitas, dan kondisi social ekonomi setempat.
8. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Pertanahan membuat peta PGT
berdasarkan hasil pemeriksaan lapang dan diserahkan kepada Kasubsi
Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu.
9. Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu melaksanakan analisis
Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) yang meliputi antara lain analisis
kesesuaian penggunan dan pemanfaatan tanah dengan RTRW, ketersediaan
tanah, analisis perubahan penggunaan tanah, analisis lokasi (fasilitas, utilitas,
aksesibilitas), analisis social ekonomi dan pembatasan penggunaan dan
pemanfataan tanah.
10. Kasubsi Landreform dan Konsolidasi Tanah membuat konsep peta IPPT
berdasarkan hasil analisis IPPT dan hasil rapat koordinasi apabila pemohon
mengajukan perubahan penggunaan tanah pertanian.
11. Kasubsi Penggunaan Tanah dan Kawasan Tertentu menyiapkan konsep Izin
Perubahan Penggunaan Tanah.
12. Kasi Pengaturan dan Penggunaan Tanah mengkoreksi dan membubuhkan
tanda tangan pada konsep IPPT.
13. Kakantah menandatangani IPPT.
Pelaksanaan kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian dilakukan dengan ijin pengalihan lahan pertanian ke non pertanian. Ijin
tersebut melibatkan banyak pihak dan biaya yang banyak dalam prosedur, proses
perijinan dan keterlibatan instansi lain seperti Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan,
BAPPEDAL, Kecamatan, Kelurahan, Gubernur, Bupati, Kantor Pertanahan. Hal
tersebut menyita banyak waktu, biaya, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya
Alam dan penyelenggara. Untuk mengefisiensikan diperlukan pengaturan khusus
untuk penyederhanaan prosedur, proses dan tahapan pelaksanaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
4. Tujuan dan Sasaran kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar
dalam Efisiensi Kebijakan Pencegahan Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke
Non Pertanian
Efisiensi kebijakan Kabupaten Karanganyar mempunyai tujuan dan
sasaran untuk meminimal dampak alih fungsi lahan dari pencegahan alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian dengan perijinan yang melibatkan banyak pihak
dan sumber daya lainnya. Dampak pengalihan lahan pertanian ke non pertanian
akan sangat dirasakan oleh petani khususnya di daerah karanganyar. Kabupaten
karanganyar banyak memasok komoditi hasil pertanian ke daerah sekitarnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlidungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan Pasal 3 mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. melindungi kawasan lahan pertanian;
b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan;
d. melindungi kepemilikan lahan pertanian
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan mayarakat;
f. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; dan
h. mempertahankan keseimbangan ekologis.
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang masih diandalkan oleh
Negara Indonesia dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu
pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunya adalah ketahanan pangan
nasional. Akan tetapi, setiap tahunnya kita dapat cermati sering terjadi alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian di Karanganyar,
terutama lahan sawah menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dari tahun ke
tahun dan sulit dihindari sebagai akibat berkembangnya ekonomi, demografis,
pembangunan yang digunakan untuk pemukiman, industri, sarana – sarana
infrastruktur dan lainnya. Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat peralihan
fungsi lahan pertanian ke non pertanian perlu dilihat bukan saja berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang
lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut antara lain adalah :
a. Dampak positif :
1) pembangunan di daerah – daerah semakin maju, sehingga apa yang
menjadi rencana pemerintah daerah untuk memajukan masyarakat,
seperti sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat dapat
terpenuhi.
2) Penyerapan tenaga kerja. Dengan diberdirinya kawasan industri hal ini
berarti membawa berkah bagi masyarakat karena dapat mengurangi
pengangguran dan meningkatnya pendapatan masyarakat di daerah yang
tidak hanya menggantungkan dari sector pertanian.
3) Memberikan nilai surplus pendapatan daerah yang nantinya masuk ke
PAD (Pendapatan Asli Daerah) karena adanya pajak bangunan, pajak
IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan lain – lainnya.
b. Dampak negatif :
1) Perubahan pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui
dari pemilikan tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang
lain. Bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap dan petani
penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini yaitu
buruh tani sulit mendapatkan lahan dan terjadinya proses marginalisasi.
2) Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari
bagaimana masyarakat dan pihak-pihak lain memanfaatkan sumber daya
agraria tersebut. Peralihan lahan menyebabkan pergeseran tenaga kerja
dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga kerja wanita.
Peralihan lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di sektor
pertanian. Selain itu, Peralihan lahan menyebabkan perubahan pada
pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi.
Kerugian ekologis bagi sawah sekitar yaitu hilangnya hamparan efektif
untuk menampung kelebihan air luapan yang mengurangi banjir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3) Perubahan pola hubungan agraria Perubahan terjadi karena meningkatnya
nilai tanah dan makin terbatasnya tanah.
4) Perubahan pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem
mata pencaharian masyarakat dari hasil-hasil produksi pertanian
dibandingkan dengan hasil non pertanian. Keterbatasan lahan dan
keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran sumber
mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
5) Perubahan sosial dan komunitas. peralihan lahan menyebabkan
kemunduran kemampuan ekonomi. Pengaruhnya terhadap kestabilan
politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang
merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang
menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan
air untuk menjamin kehidupan masyarakat dimasa depan.
6) Menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran air (limbah dari
pabrik), udara (sisa pembakaran pabrik), maupun tanah.
Dapat dilihat bahwa manfaat yang didapat dengan kerugian yang diderita
karena peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidaklah seimbang.
Hampir semua pembangunan fisik memerlukan tanah dan kalau kita lihat tanah
merupakan sumber daya alam yang jumlahnya relatif tetap dan tidak mungkin
bertambah, Maka dari itu, kita sebagai generasi muda penerus bangsa yang
bangga akan kekayaan alam Indonesia yang subur dan makmur harus dapat
mengelola dan memanfaatkan hasil alam sebaik – baiknya demi kelangsungan
hidup umat manusia. Kita generasi sekarang dapat melakukan pencegahan atau
pengendalian terhadap maraknya peralihan lahan pertanian ke non pertanian.
Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil
pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini tidak terkendali, maka
dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan terus berkurang dan pada
akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan. Untuk
mengurangi alih fungsi lahan yang lebih luas, Menteri Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional mengeluarkan Peraturan Nomor 460-1594 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pencegahan konversi tanah sawah irigasi teknis menjadi tanah kering.
Meningkatnya permintaan tanah untuk keperluan pembangunan perumahan,
industri, dan kegiatan non pertanian lainnya terutama di sekitar kota – kota akan
semakin mengancam tanah sawah beririgasi teknis dialihkan penggunaannya ke
non pertanian. Kebijaksanaan larangan menggunakan tanah sawah beririgasi
teknis ke penggunaan non pertanian telah dikeluarkan, yakni berupa :
a. Keppres Nomor 53 Tahun 1989 tentang kawasan Industri, dimana antara lain
ditegaskan bahwa untuk kawasan industri tidak menggunakan tanah sawah
dan tanah pertanian subur lainnya. Dalam pelaksanaannya larangan ini telah
pula diberlakukan untuk semua pengguna tanah non pertanian lainnya seperti
perumahan, jasa, dan lainnya.
b. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua
Bappenas kepada Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 5334/MK/9/1994
tanggal 29 September 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah
Berirgasi Tenknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian.
c. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua
Bappenas kepada Menteri Dalam NEgeri Nomor 5335/MK/9?1994 tanggal
29 September 1994 tentang Penyusunan RTRW Dati II.
d. Surat Edaran Menteri Negara Agraria / Kepala BPN kepada para Kepala
Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kotamadya seluruh Indonesia Nomor 460-3346 tanggal 31 Oktober 1994
tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk
Penggunaan Tanah Non Pertanian.
Menurut Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tentang
petunjuk pelaksanaan pencegahan perubahan tanah pertanian ke non pertanian
yang tidak terkendali di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dapat dilakukan
upaya pengawasan oleh Bupati atau Walikota terhadap kemungkinan terjadinya
perubahan tanah pertanian ke non pertanian di daerah secara koordinatif dengan
instansi – instansi Pemerintah yang ada di daerah. Bupati atau walikota selalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
memonitor, melakukan pendataan terhadap pelaksanaan izin perubahan
penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dengan cara :
a. membuat peta indek lokasi perubahan penggunaan tanah Kabupaten atau
Kotamadya,
b. memetakan lokasi tanah – tanah yang sudah berubah penggunaannya pada
peta Kecamatan,
c. melaporkan perubahan penggunaan tanah kepada :
1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah Cq. Ketua BAPEDDA
Propinsi Jawa Tengah,
2) Kepala Direktorat Agraria Propinsi Jawa Tengah,
3) Asisten I Sekwilda Propinsi Jawa Tengah,
4) Bupati atau Walikota Kepala Daerah
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 590/11108/SJ
tentang Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, pencegahan perubahan alih
fungsi lahan pertanian dilakukan dengan cara:
a. Melaksanakan koordinasi antar instansi Pemerintah di wilayah masing –
masing agar kerjasama ditingkatkan dan sedapat mungkin mencegah
terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sehingga
tidak mengganggu usaha peningkatan produksi pangan yang telah diusahakan
selama ini,
b. Menginstruksikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) untuk melaksanakan inventaris yang teliti tentang kasus
penggunaan tanah pertanian yang diubah menjadi tanah non pertanian,
c. Menginstruksikan langsung kepada instansi – instansi tersebut di atas untuk
memonitoring atas tanah pertanian produktif dan perubahan – perubahannya
menjadi tanah non pertanain, monitoring mana dilaporkan pertriwulan dan
disampaikan kepada Gubernur Dati I c.q. Bappeda,
d. Menerbitkan Peraturan Daerah yang sesuai dan sejalan dengan peraturan atau
perundangan yang berlaku, yang berkaitan dengan penggunaan tanah
pertanian ini, perda mana berisikan secara terperinci :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
1) pengawasan yang ketat atas perubahan tanah pertanian menjadi tanah non
pertanian,
2) dicegah sedapat mungkin terjadinya pengurangan produksi pangan
karena adanya perubahan tanah pertanian menjadi tanah non pertanian
yang tidak dapat dihindarkan,
3) mengimbangi pengurangan tanah pertanian dan sungguh – sungguh
dengan memperhatikan luas areal tanah, kualitas lahan, sarana dan
prasarana yang mendukung sektor pertanian tersebut.
e. Mengadakan penyuluhan – penyuluhan kepada para pemilik dan penggarap
tanah pertanian di wilayah sentra – sentra produksi tentang :
1) pencegahan penurunan produksi pangan yang diakibatkan tanah
pertanian ditelantarkan, diperjualbelikan, dialihkan di bawah tangan,
digadaikan dan perbuatan – perbuatan yang tidak bertanggung jawab,
2) penggunaan pupuk, insektisida serta penerapan teknologi pertanian yang
mudah diserap para pemilik atau penggarap tanah pertanian, di dalam
mengusahakan perbaikan kesuburan tanah dalam rangka intensifikasi
pertanian,
3) pelestarian tanah pertanian dalam rangka catur tertib pertanahan serta
himbauan agar lingkungan di daerah pertanian ini dapat dijamin
kemurniannya.
Karena penyebab alih fungsi lahan pertanian karena banyak faktor, maka
untuk mengendalikan alih fungsi tersebut harus dengan beberapa strategi
pengendalian. Ada strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian yaitu dengan beberapa pendekatan. Ada tiga pendekatan yang dapat
diambil yaitu :
a. Regulation. Pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam
pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis,
ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bisa melakukan pewilayahan
(zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi.
Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi
lahan. Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui
penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di
tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di
lapangan belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.
b. Acquisition and Management. Pihak terkait perlu menyempurnakan sistem
dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land
tenure system) yang ada guna mendukung upaya kearah mempertahankan
keberadaan lahan pertanian.
c. Incentive and Charges. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat
meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang
menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan
bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi
lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih
diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian
berikut usaha ikutannya.
Selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian
alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan pendekatan
pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu diwujudkan suatu
kebijakan alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu
memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun
komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif
masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan
peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen
ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi.
Sebagai upaya pengendalian, maka pemerintah daerah akan memberikan
insentif dan disinsentif dalam menggunakan tanah. Upaya insentif adalah suatu
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang, yang berupa pengeringan pajak,
pemberian kompensasi, subsidi silang, pengadaan infrastruktur, urun saham, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
lain sebagainya. Sedangkan, upaya disinsentif adalah perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan
infrastruktur.
Pengendalian peralihan fungsi lahan dengan peraturan-peraturan yang
bersifat larangan akan sulit dijamin efektivitasnya selama tidak didukung dengan
sistem pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang berlaku. Untuk
mengoptimalkan pengendalian peralihan fungsi lahan pertanian, maka diperlukan
perubahan pendekatan, yaitu dari pelarangan juridis menjadi akomodasi
kompensatif dan pengendalian sosio – ekonomi – yuridis. Dengan pendekatan
akomodasi kompensatif, proses alih fungsi lahan dapat diterima sebagai kenyataan
yang tak terhindarkan namun dampak negatifnya dinetralisir dengan membuka
lahan pertanian baru dan atau merehabilitasi lahan pertanian yang ada, cukup luas
dan produktif sehingga, setidaknya dapat mengkompensasi penurunan kapasitas
produksi akibat konversi lahan pertanian tersebut.
Apabila dikaji lebih lanjut, maka kebijakan-kebijakan pengendalian
konversi tanah sawah beririgasi teknis mempunyai implikasi penting, yakni bahwa
instrumen utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang untuk mencegah
terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis adalah RTRW yang kemudian
dilanjutkan dengan mekanisme pemberian ijin lokasi. Oleh karena itu, sangat
perlu untuk mengkaji sejauh mana RTRW mampu menjamin kepentingan untuk
mempertahankan keberadaan lahan sawah beririgasi dan menetapkan secara tegas
kawasan pertanian, tanah persawahan yang akan tetap dipertahankan.
Pengamanan lahan pertanian terutama sawah beririgasi teknis sudah
merupakan kebijakan pemerintah, dan untuk itu telah dituangkan dalam berbagai
rumusan keputusan pemerintah. Badan Pertanahan Nasional, sebagai lembaga
yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan administrasi pertanahan nasional memiliki komitmen tegas
untuk melaksakan kebijakan tersebut. Namun, langkah ini akan kurang berhasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
apabila upaya pengendalian tanah persawahan tersebut tidak memperoleh
dukungan memadai ke dalam upaya pembangunan sektor pertanian dalam dimensi
yang lebih luas. Apalagi dalam era globalisasi, daerah akan cenderung mengejar
pertumbuhan ekonomi dari sektor non pertanian.
Pembangunan pertanian, apalagi memasuki era globalisasi mendatang
memerlukan perhatian yang serius dan diarahkan untuk membangun masyarakat
petani itu sendiri. Dengan kata lain, visi baru kebijakan yang akan datang haruslah
memiliki keberpihakan kepada peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan
masyarakat pedesaan atau petani perlu di arahkan kepada penciptaan sektor
pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik, sehingga alih fungsi tanah
pertanian ke non pertanian dapat dicegah secara alamiah. Dengan demikian upaya
pencegahan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui peraturan-
peraturan formal pemerintah akan menjadi lebih bermakna.
Peraturan Daerah Tingkat II Karanganyar merupakan rencana tata ruang
wilayah adalah kebijaksanaan Daerah yang menetapkan lokasi dari kawasan yang
harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan
produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan wilayah-wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar yang akan diprioritaskan
pengembanganya dalam kurun waktu perencanaan.
Selama ini sudah banyak peraturan pemerintah yang mengatur mengenai
peralihan lahan pertanian ke non pertanian. Peraturan tersebut mungkin hanya
sebatas memperlambat proses peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian,
tetapi tidak memberi solusi yang utuh bagi berbagai pihak yang berkepentingan
dalam pemanfaatan lahan pertanian. Maka dari itulah, para pengembang
perumahan dan industri memanfaatan celah tersebut untuk melaksanakan
peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Semua kembali kepada moral
manusianya sendiri. Semoga kelak anak cucu kita masih dapat menikmati hasil
pertanian dari Negeri Indonesia ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun 2003 dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah menpunyai asas-asas sebagai berikut:
a. manfaat, yaitu pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin dalam
penentuan jenjang fungsi pelayanan kegiatan dan sistem jaringan.
b. Keseimbangan dan keserasian, yaitu menciptakan keseimbangan dan
keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu
wilayah.
c. Kelestarian, yaitu menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan
lingkungan yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang.
d. Berkelanjutan, yaitu bahwa penataan ruang menjamin kelestarian
kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan
kepentingan lahir dan batin antar generasi.
e. Keterbukaan, yaitu bahwa setiap orang atau pihak dapat memperoleh
perlindungan hukum dan keterangan mengenai produk perencanaan tata
ruang serta proses yang ditempuh dalam penataan ruang.
Dalam asas-asas tersebut diatas jelas bahwa untuk pencegahan alih fungsi
lahan sangat ditekankan dalam keseimbangan wilayah, kelestarian, dan wilayah
berkelanjutan. Hal ini sangat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan selanjutnya
untuk lahan-lahan yang dimanfaatkan di wilayah Kabupaten Karanganyar. Dapat
dilihan Tujuan dan Sasaran kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar.
Tujuan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam pencegahan alih fungsi
lahan sebagai berikut:
a. mewujudkan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah di
Daerah.
b. Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah
c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
masyarakat di daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
d. Menyusun rencana rinci tata ruang di daerah, serta pelaksanaan
pembangunan dalam memanfaaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan
dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan lokasi
pembangunan
Hal-hal diatas merupakan tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tingkat II Karanganyar dalam pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian dengan ijin dari Badan Pertanahan dan instansi-instansi lain yan terkait,
yang mana banyak membutuhkan biaya yang banyak serta waktu yang banyak,
sehingga perlu efisiensi pelaksanaan kebijakan tersebut. Untuk mengetahui
sasaran pencegahan alih fungsi lahan dalam Kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah Daerah Kabupaten Karanganyar. Sasarannya sebagai berikut:
a. tertatanya kawasan yang berfungsi lindung
b. tertatanya jenjang pusat-pusat pelayanan
c. tertatanya sistem transportasi
d. tertatanya prasarana dan sarana fasilitas sosial, ekonomi dan lainnya
e. tertatanya kawasan budidaya
f. tertatanya kawasan perdesaan
g. tertatanya kawasan tertentu
Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun 2003
Pasal 10 ada 7(tujuh) sub wilayah pembangunan meliputi:
a. Sub wilayah pembangunan I meliputi 3 (tiga) kecamatan, yaitu
kecamatan karanganyar, Tasikmadu, dan mojogedang dengan pusat
pertumbuhan di Kota Karanganyar. Potensi yang perlu dikembangkan
adalah sektor pemerintahan, pendidikan, perumahan, kesehatan,
perhubungan, perdagangan, dan pertanian.
b. Sub wilayah pembagunan II meliputi 2(dua) kecamatan, yaitu
kecamatan jaten dan kebakkramat dengan pusat pertumbuhan di Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Jaten. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor perdagangan,
perhubungan, pertanian dan industri.
c. Sub wilayah pembangunan III meliputi 3( tiga) kecamatan, yaitu
Kecamatan Karangpandan, kerjo dan mateseh dengan pusat
pertumbuhan di Kota Karangpandan. Potensi yang perlu dikembangkan
adalah sektor perkebunan, perdagangan, perhubungan, pariwisata dan
perikanan.
d. Sub wilayah pembangunan IV meliputi 3 (tiga) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Tawangmangu, ngargoyoso, dan Jenawi dengan pusat
pertumbuhan di Kota Tawangmangu. Potensi yang perlu dikembangkan
adalah sektor pariwisata, perhubungan, perkebunan, pertanian
holtikultura dan perdagangan.
e. Sub wilayah pembangunan V meliputi 4(empat) Kecamatan, yaitu
kecamatan Jumapolo, Jumantono, jatiyoso, Jumapolo dengan pusat
pertumbuhan di Kota Jumapolo. Potensi yang perlu dikembangkan
adalah sektor pertanian, peternakan, pengairan, dan perdagangan.
f. Sub wilayah pembangunan VI meliputi 1 (satu) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Colomadu. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor
perumahan, pendidikan, perhubungan, dan perdagangan.
g. Sub wilayah pembangunan VII meliputi 1 (satu) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Gondangrejo dengan pusat pertumbuhan di Kota
Gondangrejo. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor
pariwisata, perhubungan, perkebunan, pertanian, holtikultura, industri,
perumahan, dan perdagangan.
Pada dasarnya dampak pengalihan lahan pertanian ke non pertanian adalah
suatu terobosan untuk efisiensi dan kebijakan mencegah alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian. Untuk menyederhanakan sumber daya pencegahan
alih fungsi lahan dibutuhkan efisiensi dan sasaran untuk memiminimal dampak
yang akan dirasakan oleh petani Karanganyar khususnya. Kebijakan pencegahan
alih fungsi lahan untuk meminimal dampak alih fungsi lahan pertanian ke non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
pertanian itu sendiri. Tujuan dan Sasaran secara umum berdasar Perda Nomor 2
Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun 2003, Pencegahan Alih Fungsi Lahan Pertanian
Ke Non Pertanian secara Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar
untuk memfokuskan pada Kebijakan Daerah dan tertatanya kawasan pertanian
secara seimbang. Perencanaan Tata Ruang berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun
1999 jo Nomor 6 Tahun 2003, untuk pemanfaatan dalam wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Karanganyar dilaksanakan secara terpadu, optimal, seimbang,
tertib, lestari serta berkesinambungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi kebijakan
mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan
mengenai Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam efisiensi
kebijakan mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Berdasarkan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 590/11108/SJ Tentang
Perubahan Tanah Pertanian ke Nonpertanian, Dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Untuk menindaklanjuti Peraturan tersebut Pemerintah Kabupaten Karanganyar
membentuk Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun 2003
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, khususnya lahan pertanian. Kebijakan
pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah:
a. Perijinan, untuk mendapatkan ijin pengalihan fungsi lahan
pertanian ke non pertanian diperlukan biaya, prosedur yang
rumit, dan keterkaitan instansi-instansi yaitu Dinas Tata Kota,
Dinas Pembangunan, BAPPEDAL, Kecamatan, Kelurahan,
Gubernur, Bupati, Kantor Pertanahan. Berdasarkan hasil
penelitian kebijakan belum terlaksana secara efisien untuk
mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
b. Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk
Tata Ruang dan Kebijakan Pencegahan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian dengan memfokuskan
pembangunan kawasan pertanian dengan menyederhanakan
sumber daya pencegahan alih fungsi lahan. Pembagunan
dalam lahan pertanian adalah pengairan, perkebunan,
pertanian, pembagunan perumahan, holtikultura, perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
hasil pertanian. Semua dilaksanakan secara seimbang untuk
Tata Ruang lahan yang baik dan seimbang. Kebijakan
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam Peraturan
daerah belum efisien untuk mencegah alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian. Karena kurang koordinasi antar
pihak terkait dalam perijinan, terlalu banyaknya biaya dan
waktu yang dibutuhkan, dan kurang terfokusnya kebijakan
Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam pencegahan alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
2. Tujuan dan sasaran dalam efisiensi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Tujuan secara umum kebijakan Pemerintah Kabupaten Karanganyar
dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 jo Nomor 6 Tahun 2003
Tentang Rencana Tata Ruang wilayah dalam pencegahan alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian adalah:
a. Tertatanya kawasan yang berfungsi lindung
b. Tertatanya kawasan pusat-pusat pelayanan
c. Tertatanya sistem transportasi
d. Tertatanya prasarana dan sarana
e. Tertatanya kawasan budidaya
f. Tertatanya kawasan perdesaan
g. Tertatanya kawasan tertentu
Tujuan secara khusus, pada dasarnya dampak pengalihan lahan
pertanian ke non pertanian suatu terobosan untuk efisiensi dan kebijakan
mencegah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Efisiensi kebijakan
secara khusus untuk pengelolaan anggaran secara terpadu dan pencegahan alih
fungsi lahan untuk meminimalkan dampak pengalihan fungsi lahan pertanian
ke non pertanian. Dampak terhadap pertanian meliputi, kehilangan hasil
pertanian secara permanen dan ketidakstabilan ketahanan pangan. Kebijakan
pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dalam efisiensi
kebijakan belum sesuai sasaran, mengingat banyaknya pihak yang terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Sehingga koordinasi kurang maksimal, pengelolaan dana perijinan
membutuhkan biaya yang banyak dan tidak terkontol dengan jelas, kebijakan
Pemerintah Kabupaten Karanganyar kurang memfokuskan pada lahan
pertanian secara nyata. Sehingga kebijakan Kabupaten Karanganyar dalam
mencegah alih fungsi lahan pertanian belum sesuai sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
B. SARAN
Kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian menjadi bukan
pertanian Pemerintah Kabupaten Karanganyar, seharusnya kebijakan dalam
Peraturan Daerah mengenai Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
diatur secara terfokus dan berkala. Setiap perbaharuan Peraturan Daerah
kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dilakukan
setiap ada perubahan untuk alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Dalam pelaksanaan kebijakan harus ada koordinasi yang lancar antar pihak-
pihak terkait, khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memberi
ijin secara langsung dalam alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Untuk petani, seharusnya aktif memberi partisipasi pengembangan lahan
pertanian terhadap Pemerintah kabupaten Karanganyar. Dalam kebijakan
pencegahan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian seharusnya ada
pengelolaan dana secara khusus dan pemeriksaan anggaran secara berkala
oleh BPK, agar kebijakan dapat terkontrol baik waktu maupun biaya. Dalam
Tujuan dan sasaran dalam efisiensi kebijakan seharusnya nyata berdampak
positif terhadap pengembangan kawasan pertanian yaitu kelancaran
pemasokan hasil pertanian, kawasan pertanian yang dikelola terus menerus,
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Karanganyar pada umumnya dan
kesejahteraan petani Kabupaten Karanganyar pada khususnya. Pemerintah
Daerah Kabupaten Karanganyar seharusnya mempunyai tujuan dan sasaran
yang jelas dalam efisiensi kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian
ke non pertanian, sehingga terarah dengan jelas pelaksanaan kebijakan
tersebut. Untuk pelaksanaan secara tepat seharusnya ada peraturan dari
Bupati yang memberikan pelaksanaan kebijakan secara teknis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Akbar. 2008. Konsep dan Pengertian Lahan.( Http:// mengenai lahan di indonesia? Indo// rtf//jft. Javanska.com)( 23 April 2011 Pukul 10.00 WIB)
Adrian Sutedi. 2009. Tinjauan Hukum Pertanahan. Jakarta: PT Pradnya Paramita Aryadi. 2010. http: //rtf. Kebijakan pemerintah. Articles. Teory.go id Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Buku Satu. Jakarta: Balai
Pustaka Utama. Devas N and Rakodi C eds (1993) managing fast Growing cities. Logman. New
York. Vol. 31 No. 4 pp 331-338 ( Journal Internasional) ErnestW.Burgess. Http//www.Twitterdel.icio.usStumbleUponreddit.journal urban
area ( Jornal Internasional) Juniarso Ridwan. 2008. Hukum Tata Ruang :Bandung .Nuansa Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi
Revisi. Malang: Banyumedia. J.S. Badudu, Sutan. Mohammad Zain. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jw. Muliawan, S.H., C.N., M.Kn. 2009. Pemberian Hak Milik Untuk Rumah
Tinggal. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher. Mardiasmo. 2002. Kebijakan Moneter& Akuntansi Moneter. Universitas Sumatra
Utara Maria S.W. Sumardjono. 2009. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan
Budaya. Jakarta: Buku Kompas. Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Munadjat Danusaputra. 1993. Hukum Lingkungan.Bandung: Bina Cipta Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. Prof. Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: djambatan. Rijadi. 2006.( Http:// www. Public.Pembangunan berkelanjutan.NAD.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Said Zainal. 2004. Buku Teori Kebijakan Vol.34 No.3 ( jurnal nasional university) (Http. Teori kebijakan dan kebijakan public.wikipedia// pdf.caracter/pres.( 13 April 2011 Pukul 09.00 WIB)
Utomo dan Silalaho( Http :// tanah dan lahan? Indo// rtf//jft. Javanska.com)( 23
April 2011 Pukul 10.00 WIB) Yainal, http:// Regional Planing. Rft. Governance. April, 28 Th 2006 ( 20 Maret
2011 Pukul 15 WIB) http://www. pengembangan wilayah dalam alih fungsi lahan. ekstrick.org? )( 22
April 2011 Pukul 10.00 WIB) http: //www.ekistrics.org.journal wes law//( 21 April 2011 Pukul 09.00 WIB) http: www. wikipedia. alih fungsi lahan//indo//?.com ( 21 April 2011 Pukul 09.00
WIB) http:// efisiensi kebijakan. artf// pdf// legal government. go. id ( 23 April 2011
Pukul 09.00 WIB) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Agraria Nomor 5332/MK/9/1994 tentang Perubahan
Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian.
Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 410-2261 tentang Pencegahan
Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian.
Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-1594 tentang Pencegahan
Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering. Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 460-3346 tentang Perubahan
Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan
Surat Edaran Menteri Agraria Nomor 590/11108/SJ tentang Perubahan Tanah
Pertanian ke Non Pertanian. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok – Pokok Agraria. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945