Upload
fatimatuznugroho
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ft
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh
instingnya. Sedangkan manusia, hidup menggunakan akal pikiran yang dimilikinya dalam
setiap berprilaku. Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan, yang didapat dari lembaga formal maupun non formal.
1. Latar Belakang
Pada dasarnya hakikat pendidikan sangatlah luas. Hakikat pendidikan bukanlah hanya
sekedar pengertian serta definisi pendidikan semata. Didalam hakekat pendidikan banyak hal
menarik untuk dipelajari contohnya saja seperti objek ilmu pendidikan dan macam-macam
ilmu pendidikan. Hal-hal menarik inilah yang mendorong kami untuk mempelajari lebih
dalam mengenai hakikat pendidikan diluar dari tugas yang telah ditentukan.
2. Tujuan
Tujuan dari makalah hakikat pendidikan ini adalah untuk memberi pemahaman pada
pembaca mengenai hakikat pendidikan serta hal-hal yang terkandung didalamnya.
1
BAB II
ISI
1. Pengertian Pendidikan
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan.
Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, didalamnya
terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan
pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya
merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Sekedar memperjelas pengertiannya, berikut ini kita kutipbeberapa definisi :
1. Menurut Carter Education berarti :
- Proses perkembangan pribadi
- Proses sosial
- Profesional cources
- Seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang
diwarisi/dikembangkan masa lampau oleh tiap generasi bangsa.
2. Menurut buku “HigherEducation for American Democracy”
Education is an institution of civilized society, but thepurposes of education are
not the same in all societies. An educational system finds its the guiding principles
and ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in wich it
functions (11 : 5).
Pendidikan ialah satu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi
tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan
suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas
2
prinsip-prinsip (nilai-nilai), cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu
masyarakat (bangsa).
Dari uraian di atas dapat kita kemukakan kesimpulan sebagai berikut :
a. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, karsa, rasa,
cipta, dan budinurani) dan jasmani (pancaindra serta ketrampilan-ketrampilan).
b. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita
(tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan.
Lembaga-lembaga ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat (negara).
c. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan
manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan
dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu
kesatuan.
2, Konsep Mendidik, Mengajar dan Belajar
Terdapat perbedaan mendasar antara mendidik dan mengajar, beberapa orang mungkin
terjebak antara definisi mendidik dengan mengajar. Padahal, terdapat perbedaan yang
mendasar antara keduanya. Mengajar merupakan kegiatan teknis keseharian seorang guru.
Semua persiapan guru untuk mengajar bersifat teknis. Hasilnya juga dapat diukur dengan
instrumen perubahan perilaku yang bersifat verbalistis. Tidak seluruh pendidikan adalah
pembelajaran, sebaliknya tidak semua pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara
mendidik dan mengajar sangat tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik
adalah mendidik. Dengan kata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar sebagai
sarana untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan
Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang.
Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan
merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan
perkembangan tingkat penalaran peserta didik.
3
Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi sehingga materi
yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuwan, tumbuhnya keterampilan dan
menghasilkan peru bahan sikap mental/kepribadian, sesuai dengan nilai-nilai absolute dan
nilai-nilai nisbi yang berlaku di lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah
kegiatan mendidik. Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi
anak didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan dan
keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang
guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh
perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar
belum mendidik.
Istilah mengajar, mendidik dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan.
Mengajar lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan tertentu, sedangkan
mendidik lebih ditekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-
nilai).
Belajar adalah usaha anak didik untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotorik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Pengertian Batas Awal dan Batas Akhir Proses
Batas kemungkinan dididik ditentukan oleh keterbatasan potensi bawaan yang
disebabkan oleh cacat rohani jasmani yang berat. Menurut Langeveld, batas bawah (awal)
atau saat siap memperoleh pendidikan ialah pada saat anak sudah sanggup menerima dan
mengakui kewibawaan pendidik. Tampak pada usia 3,5 tahun dan jelas kelihatan pada usia 5
tahun. Saat anak didik sanggup menerima dan mengakui kewibawaan pendidik dengan ikhlas
dan kesadaran sendiri yang menandakan dimulainya pendidikan sebenarnya, karena anak
didik benar – benar sadar bahwa apa yang diajarkan dan dilakukan pendidikan adalah semata
– mata untuk kepentingan dirinya. Menurut Langeveld, masa sebelumnya merupakan masa
pendidikan pendahuluan dimana anak hanya menuruti, meniru orang tua dalam tingkah laku
tertentu, dan tidak langsung dikaitkan dengan tujuan pembendtukan pribadi dewasa susila.
Selanjutnya dikatakan oleh Langelveld, bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikannya
bilamana telah mencapai pribadi dewasa susila.
4
Sejak bayi sampai terbentuknya pribadi susila anak didik tetap mendapat bantuan dan
bimbingan dari pendidik, dan setelah menyelesaikan pendidikannya tak ada lagi ikatan antara
pendidik dan anak didik. Anak didik itu sendiri akan terus menyempurnakan hidupnya namun
pad saat – saat tertentu dapat saja memperoleh pendidikan untuk menyempurnakan
kepribadiannya. Oleh karena itu pendidikan bisa berlangsung seumur hidup.
4. Pendidikan Sepanjang Hayat
Life long education cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam
masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan terus-menerus
seolah-olah tidak ada batasannya sampai meninggal. Ini berarti bahwa pendidikan itu tidak
hanya penting bagi anak-anak (yang biasa dianggap belum siap kehidupan sosialnya dan
melakukan peranan masyarakat dewasa), tetapi juga penting untuk orang dewasa maupun
orangtua dalam rangka pencapaian perkemmbangan manusia yang penuh.
Bahwa manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu
kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik
dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun
keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan
terus.
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian
sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
5. Pendidikan sebagai Suatu Ilmu
Pendidikan merupkan salah satu faktor penting yang dapat digunakan merealisasi bakat-bakat
yang dibawa manusia sejak lahir (talenta, teori konvergensi), sehinga manusia mempunyai
keterampilan yang dapat digunakan untuk menghidupi dirinya (profesi). Bila semua
masyarakat mempunyai ketrampilan yang berguna, dapat diharapkan akan muncul
masyarakat yang dinamis, efektif dan produktif.sasaran terakhir dari masyarakat yang seperti
itu adalah pencapaian cita-cita bangsa sesuai isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea 4 ayat 1 yaitu “...memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kesejahteraan individu-individu melalui penghasilan yang diperolehnya, sedang
penghasilan dapat dicapai bila manusia memiliki ketrampilan dari hasil pendidikannya.
5
Ilmu ialah : - pengetahuan yang telah diuji kebenarannya
- Membahas tentang hal-hal yang dapat diamati (observabel)
6. Obyek Ilmu Pendidikan
Anak Didik
Pendidik
Materi Pendidikan
Metodelogi Pendidikan
Evaluasi Pengajaran
Alat-alat Pendidikan
Lingkungan Sekitar
Tujuan Pendidikan
7. Macam – Macam Ilmu Pendidikan
a. Normatif, memiliki ciri – ciri dasar/aturan yang mendukung aturan – aturan dasar
yang sudah baku. Contoh : melestarikan budaya bangsa melalui pembinaan
budaya – budaya daerah yang bersifat positif.
b. Deskriptif : menggambarkan seluruh peristiwa belajar dengan tepat/tidak
dimanipulasi dari mulai siapa siswa, apa yang telah diajarkan sampai nilai yang
diberikan harus betul – betul menggambarkan perolehan hasil belajar anak.
c. Teoritis, mengkaji bidang keilmuannya secara luas (profesional) sampai hal – hal
yang sekecil – kecilnya (atomistik).
d. Praktis/terapan, teori – teori yang dikaji digunakan untuk melancarkan proses
pendidikan.
6
8. Hubungan Antara Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis
Pada dasarnya, semua ilmu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Ilmu Murni : Ilmu yang membahas/mendalami ilmu itu sendiri. Dalam pendidikan
ilmu murni akan tampak dari adanya usaha membahas teori – teori pendidikan secara
dalam (sampai tingkat elementer-atomistik)
b. Ilmu Terapan : Ialah usaha-usaha menerapkan dalam kegiatan proses kehidupan
(sebagai alat yang memudahkan kehidupan). Dalam kegiatan proses pendidikan
menggunakan bantuan teori dan pendidikan dalam mengatasi masalah – masalah anak
didik tidak terkecuali pendidikan memerlukan ilmu murni lain seperti : psokologi,
matematika, biologi, untuk proses pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa ilmu
pendidikan tidak dapat berdiri sendiri.
Hakikat Manusia
Tuhan menciptakan mahluk hidup diduinia ini atas berbagai jenis dan tingkatan. Dari
berbagai jenis dan tingkatan mahluk hidup tersebut manusia adalah mahluk yang paling mulia
dan memiliki berbagai kelebihan.
Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain(hewan), selain memiliki
insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang memiliki beberapa
kemampuan antara berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah, harapan, menciptakan dan
lain-lain.sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat insting dan kemampuan berfikir yang
rendah untuk mencari makan, mempertahankan diri dan mempertahankan kelangsungan
hidup jenisnya.lain halnya dengan manusia, selain memiliki insting manusia juga mampu
berfikir(homo sapiens), mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan
rasa keindahan dan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral dan
religious.
Dari penjelasan tentang perbedaan manusia dan hewan, maka mucul beberapa pandangan
tentang hakikat manusia sebagai berikut:
1. Pandangan psikoanalitik
7
a) Tokoh psikoanalitik (Hansen, stefic, wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia [ada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif.
Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah ada
pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan dan insting biologisnya.
b) Sigmund freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga
komponen yakni: ide, ego, super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan manusia.
1. Pandangan Humanistik
a) Pandangan Humanistik(Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan Freud bahwa manusia
pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control
terhadapnasibnya sendiri. Tokoh Humanistik (Roger) berpendapat bahwa manusia itu
memiliki dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri kearah positif, manusia itu rasional,
tersosialisasikan, mengatur, dan mengontrol dirinya sendiri.
b) Pandangan Adler (1954), bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab social serta
oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
1. Pandangan Martin Buber
Mrtin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa manusia
berdosa dan dalam gengaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia merupakan sesuatu
keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Namun, diharapkan pada kesemestaan atau potensi
manusia itu terbatas.Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi
keterbatsan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan akan dilakukan oleh manusia
ini tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi pusat ketakterdugaan dunia.
1. Pandangan Behaviouristik
Kaum behaviouristik (Hansen, dkk, 1977) berpendapat bahwa manusia sepenuhnya adalah
mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh fakto-fakto yang datang dari luar.
Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan demikian kepribadian
individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu dengan 8
lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hokum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan
(conditing) dan peniruan.
Setelah mengikuti beberpa pendapat tentang manusia diatas dapat ditarik beberapa pengertian
bahwa:
1) Manusia pada dasarnya memiliki “teanga dalam” yang mengerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Dlam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas
tingkah laku social dan rasional individu.
3) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan posotif, mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menetukan “nasibnya” sendiri.
4) Manusia pada hakikatnya dalam proses berkembang terus tidak pernah selesai.
5) Dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dlam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain, dan membantu dunia lebih baik untuk ditempati.
6) Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang perwujudannya merupakan
ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas.
7) Manusia adalah mahluk tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8) Lingkungan adalah penentuan tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan
wujud kepribadian manusia.
Hakikat Manusia Dengan Dimensi-Dimensinya
Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatauan dari potensi-potensi esensial yang ada
pada diri manusia, yakni: Manusia sebagai mahluk pribadi/individu, Manusia sebagai mahluk
social, manusia sebagai mahluk susila/moral. Ketiga hakikat manusia tersebut diatas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
9
1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu (individual being)
Lysen mengartikan individu sebagai “orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide). Selanjutnya individu diartikan sebgai
pribadi. Karena adanya individualitas itu setiap orang memliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kencerungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesangupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat esensial
dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat-sifat sebagaimana digambarkan diatas
secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan
agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, memlalui pendidikan, benih-benih
individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya sesuatu
kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki
warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah
membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya atau menemukan kepribadiannya
sendiri. Pola pendidikan yang brsifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangannya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola
pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter )
dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis
2) Manusia sebagai mahluk social / dimensi social
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkadung untuk saling memberikan dan
menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan
untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi
dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasikan sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta
menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya didalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam
saling menerima dan member, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
10
3) Manusia sebagai mahluk susila/ dimensi kesusialaan
Susila berasaldari kata su dan sial yang berarti kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi
didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalam
yang pantas atau sopan itu misalnnya terkandung kejahatan terselubung. Karean itu maka
pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan
selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu
adalah mahluk susila.
Pengembangan Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi
hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik
tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi keslahan-kesalahan yang lazimnya
disebut salah didik. Sehubugan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu:
1. Pengembangan yang utuh
Tingkst krutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu
kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk
memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
a) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualian,
sesosialan,kesusilaan dan keberagamaan, antar aspek kognitif. Afektif dan psikomotorik.
Pengembangan aspek jasmanisah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat
pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan,kesusilaan
11
dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan layanan dengan
baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif
dan psikomotor dikatakan utuh jika tiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
b) Dari arah pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dpat diarahkan kepada pengembangan
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dam kebergamaan secara terpadu. Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusi yang utuh diartikan sebagai
pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan
berkembang seacra selaras. Perkrmbangan di maksud mencakup yang horizontal (yang
menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian
martabat manusia). Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.
1. Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam
proses pengembangan jika ada unsure dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oelh pengembangan dimensi
keindividualan atupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak
mentap pengambangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
Sosok Manusia Indonesia
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBNH mengenai arah
pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahirlah, sperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan atupun kepuasaan batiniah
seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab atau 12
rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan kseimbangan antara kedua sekaligus
batiniah.
Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan hanya
untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Salanjutnya juga di artikan sebagai
keselarasan hubugan antara manusia dan tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia
dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga
keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan diakhirat.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disumpulkan bahwa sifat hakikat manusia dengan segnap dimensinya
hanya dimiliki oleh manusia tidak terdapat pada hewan. Cirri-ciri yang khas tersebut
membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia manusia. Adanya hakikat tersebut
membrikan tempat kedudukan pada manusia sedimikian rupa sehingga derajat lebih tinggi
dari pada hewan dan sekaligus menguasai hewan.salah satu hakikat yang istimewa ialah
adanya kemampuan menghayati kabahagian pada manusia semua sifat hakikat manusia dapat
dan harus ditumbuhkan kembangkan melalui pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat
hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi
manusia yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja, umar.1990.pengantar pendidikan.jakarta.rineka cipta.
http://muhammadmuslih06.blogspot.com/2012/12/hakikat-manusia-dan-
pengembangannya.html
http://jayustic.blogspot.com/2013/02/hakikat-manusia-dan-pengembangannya.html
c.
13
14
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan hakikatnya tidaklah berbuntu pada tembok sekolah saja. Lebih luas lagi
kehidupan adalah pendidikan itu sendiri. Kehidupan adalah suatu perguruan yang mahaluas.
Segala sesuatu yang kita temukan adalah sang guru. Namun dalam kehidupannya manusia
membuat rule agar pendidikan itu berjalan sistematis dan memenuhi harapan daripada tujuan
pendidikan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar – Dasar Pendidikan, Surabaya, Usana
Offset.
Dra. Sri Martini Meilani, M.Pd. Penagntar Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Jakarta, 2011
Browse
15
LANDASAN PENDIDIKAN
Sebelum kita membicarakan tentang landasan-landasan pendidikan yang dianut oleh suatu
bangsa, maka terlebih dahulu kita harus mempunyai kesatuan pendapat tentang arti landasan
pendidikan. Landasan pendidikan merupakan norma dasar pendidikan yang bersifat
imperatif; artinya mengikat dan mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan untuk setia melaksanakan dan mengembangkan berdasarkan landasan pendidikan
yang dianut.
Umumnya ada lima landasan pendidikan utama yang menjadi norma dasar pendidikan, yakni:
(1) Landasan Filosofis Pendidikan,
(2) Landasan Sosiologis Pendidikan,
(3) Landasan Kultural Pendidikan,
(4) Landasan Psikologis Pendidikan,
(5) Landasan Ilmiah dan Teknologi.
Landasan Filosofis Pendidika Ada aliran utama filsafat di dunia sampai sekarang
(Laboratorium Pancasila IKIP MALANG, hal.14):
Materialisme: mengajarkan bahwa hakikat realitas semesta, termasuk mahluk hidup, manusia,
hakikatnya ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi dan terikat oleh hukum
alat: sebab akibat yang bersifat obyektif.
Idealisme/Spiritualisme: mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup
dan pengertian manusia, subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena ada
akal budi dan kesadaran rohani. Hakikat diri adalah akal dan budi (ide, spirit).
Realisme: mengajarkan bahwa materialisme dan idealisme tidak sesuai dengan kenyataan:
tidak realistis.
Realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukan materi semata-mata. Realita adalah
perpaduan materi dan non materi (spiritual, ide, rohani); terutama pada manusia nampak
adanya gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi realisme merupakan sintesis jasmani dan
rohani, materi dan non materi.
Landasan Sosiologis Pendidikan Sejalan dengan uraian di atas, landasan sosiologis
mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat
yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita
harus memusatkan perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi an antar kelompok
16
dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan
dama, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma
sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing
anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya:
(1) paham individualisme,
(2) paham kolektivisme,
(3) paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing,
asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. (Usman dan Alfian, 1992:255). Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas
kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan
diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah
yang dapat eksis.
Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan
kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara
perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Menurut Soepomo (Laboratorium IKIP MALANG, 1993) dalam masyarakat yang
menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat
satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Sedangkan menurut Soeryanto
Poespowardoyo (Oesman & Alfian, 1992) masyarakat integralistik mnempatkan manusia
tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi,
namun juga merupakan relasi.
Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan
pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan,
musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat,
(3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan
kewajiban.
17
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang
perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Landasan Kultural Pendidikan
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari
norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi
(Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk
yang “belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha
pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi: (1) kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi
manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan (2) kebudayaan merupakan suatu sistem dan
terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial
dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem
sosial.
Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan tersebut di atas dapat
dikemukakan, bahwa landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi
jawaban terhadap masalah berikut: (1) semangat kekeluargaan dalam rumusan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan pendidikan, (2) rule of law dalam masyarakat yang
berbudasya kekeluargaan dan kebersamaan,(3) apa yang menjadi “etos” masyarakat
Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang
menjadi “etos” sesuai dengan budaya Pancasila; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras tangguh
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat jasmani dan rohani, dan (4) cara
bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya. Bagaimana
tiap warga memandang dirinya dalam masyarakat yang integralistik, bagaimana perkembanga
cara peningkatan hrkat dan martabat sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.
Landasan Psikologis Pendidikann
Landasan psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari
hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum dasar perkembangan
peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia akan mengalami
perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun
kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus-
menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan,
18
bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya
kemampuan dan cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku
atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-
perubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik
dan lingkungan sosial. Lingkungan fiik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang
non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam kehidupan
anak, yakni orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegiatan bersama atau bekerja
sama.
Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan
anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan pngetahuan
tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang
dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita
perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan.
Tiap-Tiap Anak Memiliki Sifat Kepribadian yang Unik Anak didik merupakan pribadi
yang sdang bertumbuh dan berkembang. Apabia kita amati secara seksama, mungkin kita
menghadapi dua anak didik yang tidak sama benar. Di samping memiliki kesamaan-
kesamaan, tentu masing-masing punya sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh diri masing-
masing. Diakatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak
memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain.
Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: (1)
keturunan/heredity, (2) lingkungan/environment, (3) diri/self. Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak
memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan
potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang sukar berubah baik
melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu
pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi
pertumbuhan fisik, mental, maupun sifat kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini
nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam lingkungan
kehidupan manusia biasanya potensi individu juga merupakan masalah penting. Sedang para
ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya
cenderung mengecilkan pengaruh pembawaan ini (naïve endowment). Mereka lebih
menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional
19
agar seseorang dapat bertumbuh secara sehat dengan penyesuaian hidup secara baik.
Faktor Lingkungan
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri dari lingkungan
yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan
ibu, anak mendapat pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya,
keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu
pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan kondisi
lingkungan anak yang berupa sikap, perilaku orang-orang di sekitar anak. Kebiasaan makan,
berjalan, berpakaian, itu bukan pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari
anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk
menyerap kebudayaan masyarakat dimana anak tinggal. Tidak saja makna hafiah kata yang
terdapat dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam
perbuatan. Faktor Diri
Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak
ialah faktor diri (self), yaitu faktor kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari
perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan anggapan yang
semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila
dapat dipahami diri seseorang, maka dapat dipahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita
tentang pola hidup seseorang akan dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi
tujuan orang itu dibalik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita menginterpretasikan
pengaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain
yang tidak kurang pentingnya bagi pertumbuhan anak, yaitu diri (self). Memang pengaruh
pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling melengkapi;
tetapi masalah pertumbuhan belum berakhir tanpa memperhitungkan peranan self, yakni
bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan lingkungannya. Di sinilah
pemahaman tentang self atau pola hidup dapat membantu memahami seseorang. Self
mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan dan
kuatnya daya lingkungan. Contoh yang ekstrim ada anak yang cacat fisik, tetapi beberapa
fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacat yang lain menggunakan kecacatannya
sebagai suatu alasan untuk ketidakmampuannya. Ini tidak lain karena pernana self. Self
berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk pribadi seseorang.
Tiap Anak Memiliki Kecerdasan yang Berbeda-beda
20
Sebagaimana diterangkan di atas, sejak anak dilahirkan, mereka itu memiliki potensi yang
berbeda-beda dan bervariasi. Pendidikan memberi hak kepada anak untuk mengembangkan
potensinya.
Kalau kita perhatikan siswa-siswa, kita akan segera mengetahui bahwa mereka
memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka mempunyai usai kalender
yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama. Dikatakan mereka memiliki usia
kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak
memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda. Indeks kecerdasan atau IQ diperoleh
dari hasil membagi usia kecerdasan denga usia kalender (usia senyatanya) dikalikan
100. Baik usia kecerdasan maupun usia kronologis (usia senyatanya) dinyatakan
dalam satuan bulan.
Contoh:
Seorang anak dengan usia kecerdasan 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan) diambil dari
hasil tes intelegensi yang valid dan reliabel. Usia kronologisnya 10 tahun dan 6 bulan
(126 bulan), maka IQ anak tersebut 100. Untuk kepentingan praktis IQ normal
ditentukan antara 90 – 10.
Dengan melihat indeks kecerdasan anak, kita dapat mengklasifikasi anak itu pada
kecerdasan tertentu.
Klasifikasi Kecerdasan
> 140 = Genius
130 – 139 = Sangat Pandai
120 – 129 = Pandai
110 – 119 = Di atas Normal
90 –109 = Normal/Sedang
80 – 89 = Di bawah Normal
70 – 79 = Bodoh
50 – 69 = Feeble Minded: Moron 21
< 49 = Feeble Monded: Imbicile/Idiot
Anak golongan idiot mempunyai kemampuan mental yang paling rendah. Golongan
ini tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya atau melayani kebutuhan dirinya sendiri.
Umurnya biasanya tidak panjang dan hanya mampu menumbuhkan kemampuan
mentalnya pada tingkat usia 4 tahun. Golongan imbicile satu tingkat lebih baik daripada
golongan idiot. Anak golongan imbicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhan dirinya
dan menguasai ketrampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini
dapat mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari
tingkatan usia 8 tahun. Sedangkan golongan moron mampu melayanai kebutuhan dirinya.
Dengan pendidikan sekolah yang direncanakan dengan seksama, mereka dapat
mempelajari hal-hal yang sederhana dan menguasai ketrampilan yang terbatas untuk
lapangan pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan moron jarang sekali mencapai
tingkat usia 12 tahun. Terbuka kemungkinan memasuki lapangan pekerjaan yang
menguntungkan dirinya sendiri dan yang mengerjakannya. Golongan genius pada waktu
sekarang lebih mendapat perhatian para ahli daripada sebelumnya. Kemampuan berpikir
dan penalaran golongan pada tingkatan kemampuan mental yang tinggi, sehingga mampu
melakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan invertif. Anak-anak berbakat ini ditemukan
ada pada semua bangsa dan pada semua tingkatan sosial ekonomi dan semua jenis (laki-
laki atau perempuan). Berdasarkan data yang ada ternyata jumlah jenius laki-laki lebih
banyak dari perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat, kondisi
fisiknya lebih baik dari yang normal, lebih kuat dan sehat dari umumnya anak-anak pada
usia yang sama. Dalam hal penyesuaian sosial sama baiknya.
Tiap Tahap Pertumbuhan Mempunyai Ciri-ciri Tertentu Karena tiap tahap
pertumbuhan itu memiliki ciri-ciri tertentu hal ini dapat membantu pendidik untuk
mengatur strategi pendidikan dengan kesiapan anak muda untuk menerima, memahami
dan menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuan. Jadi strategi pendidikan
untuk siwa Sekolah Taman Kanak-kanak akan berbeda dengan strategi yang
diperuntukkan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan jenjang persekolahan yang
lain.
Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan Landasan ilmiah dan teknologi
pendidikan mengandung makna norma dasar yang bersumber dari perkembangan ilmu
22
pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksana pendidikan
untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan. Norma dasarnya yang bersumber dari
ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan yang hakiki
(Lihat jurnal pendidikan, Mei 1989). (1) Ontologis, yakni adanya objek penalaran yang
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati dan diuji. (2) Epistomologis,
yakni adanya cara untuk menelaah objek tersebut dengan metode ilmiah, dan (3)
Aksiologis, yakni adanya nilai kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan lahir batin.
Bagi pendidikan di Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh aspek kehidupan
diklasifikasikan ke dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan keamanan, serta agama. Yang dalam pengembangannya senantiasa harus dipedomi
nilai-nilai Pancasila. Demikian pula cara telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut
selain memperhatikan segi ilmiahnya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila.
Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya terkait dengan
peningkatan kesejahteraan lahir batin, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya
saing sebagai bangsa, serta tidak bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa.
Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu (1)
memberikan kesejahteraan lahir dan batin setinggi-tingginya, (2) mendorong pemanfaatan
pengembangan sesuai tuntutan zaman, (3) menjamin penggunaannya secara bertanggung
jawab, (4) memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa, (5)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (6) meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas sumber daya manusia.
Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki
Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Dan yang
kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional yang
selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua Undang-
undang yang mengatur tentang system pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki
Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang
Nomor 4 tahun 1950.
23
Adanya perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003
dimaksudkan agar system pendidikan nasional kita bisa menjadi jauh lebih baik dibanding
dengan system pendidikan sebelumnya. Hal ini seperti yang dikemukan oleh seorang
pengamat hokum dan pendidikan, Frans Hendrawinata[ii] beliau mengatakan bahwa dengan
adanya undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru, maka diharapkan undang-
undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita untuk memiliki suatu sistem pendidikan
nasional yang mantap, yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber
daya manusia yang berkualitas. Apalagi mengingat semakin dekatnya era keterbukaan pasar.
Hal tersebut sesungguhnya harus menjadi kekhawatiran bagi kita semua mengingat kualitas
sumber daya manusia di Indonesia berada di bawah negara-negara lain termasuk negara-
negara tetangga di Asean. Oleh sebab itulah diperlukan suatu platform berupa sistem
pendidikan nasional yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing
dengan dunia internasional khususnya dalam era keterbukaan pasar saat ini.
B. Analisis
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS
Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi,
misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari
kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang
dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan Ahlaq dan
budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB
Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian
karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama.
Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, “Tenaga pengajar
pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta
didik yang bersangkutan”. Padahal dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No
4/1950 dinyatakan, 1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut; 2) Cara
menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan
Menteri Agama
24
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga
pendidikan Islam dimana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-
madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam
UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan
kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak
tujuh mata pelajaran. Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan
nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan
Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa
MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan “SD/SMP”.
Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun
1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA)
diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional
Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor
370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA
dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islamnya)[iii]
Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 terjadi juga
kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh Kelompok tertentu sebagai RUU yang sangat
tidak pluralis. Yang dianggap paling kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi:
“Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan nasional sangat terfokus
pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan
berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
pendidikan nasional dipersempit secara substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan adalah tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga
pendidikan.
Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga pendidikan
swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok penyelenggara
pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut keharusan sekolah-sekolah
swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pasal ini menimbulkan
konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan baik Kristen
25
maupun Islam. Karena mereka harus merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman
agama anak didiknya.
Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai kewajiban yang
sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari non-Islam, sebaliknya sekolah-
sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam. Hanya realitasnya adalah
banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara
itu anak-anak dari keluarga non-Islam sedikit sekali – untuk tidak menyatakan tidak ada –
yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam.
Konsekuensinya, beban anggaran sekolah-sekolah non-Islam untuk menyediakan guru-guru
agama Islam lebih besar daripada anggaran sekolah-sekolah swasta Islam untuk menggaji
guru-guru agama lain. Padahal UU itu cukup adil. Masalah itu bisa terjawab manakala
pemerintah menyediakan dan menanggung gaji guru-guru agama itu. Atau beban itu
diserahkan sepenuhnya ke orang tua anak didik, bukan lembaga pendidikan. Jika ini tidak
diatasi, akan menimbulkan bahaya besar. Sekolah-sekolah swasta baik Islam maupun non-
Islam karena keterbatasan anggaran lalu membatasi jumlah anak didik yang berbeda agama.
Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga guru-guru
agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah dan
mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di sekolah-sekolah non-
Islam.
Lain halnya jika dalam memaknai dan memahami pasal 13 RUU Sisdiknas, semula kalangan
dari penyelenggara negara sampai lembaga-lembaga pendidikan keagamaan masih terjebak
pada kecurigaan-kecurigaan isu agama seperti adanya islamisasi dan seterusnya yang
semestinya sudah lama dihilangkan.
Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang
berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua
kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarno Putri.
Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU
SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, diantaranya :26
1. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-
nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia
yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar
dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama
sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama
dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
3. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan
nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
4. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian
khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh
kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
5. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan
pendidikan tinggi (Pasal 37).
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan UUSPN No 2/89 menjadi
UUSISDIKNAS No 20/2001.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dirubahnya UUSPN No 2/89 menjadi UUSISDIKNAS
No 20 Tahun 2003 diantaranya adalah :
1. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih bersifat sentralistik
2. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih belum bermutu, kemudian sesuai tuntutan dalam
UUSISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dibuatlah Standar Nasional Pendidikan
3. UUSPN No. 2 Tahun 1989 belum mengarah pada pendidikan untuk semua
4. Belum Mengarah pada pendidikan seumur hidup
5. Pendidikan belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja.
6. Belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
D. Penutup
27
Selama tidak ada keinginan dan tidak memiliki prinsip bahwa hari ini harus jauh lebih baik
dari hari kemarin maka sehebat apapun undang-undang yang dibuat tetapi tidak meiliki
keinginan untuk memperaktekannya di lapangan, maka undang-undang tersebut hanya
bagaikan guru di atas kertas tetapi menjadi tikus pada tataran realita.
DAFTAR BACAAN
1. Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 1989
2. Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003
1. Husni Rahim, Pengakuan madrasah sebagai sekolah umum (berciri khas
Islam) dalam http://pendis.depag.go.id
1. Eko Budi Harsono, RUU Sistem Pendidikan Nasional dan Jebakan Isu Agama
dalam http://www.suarapembaruan.com
P R O P O S A L P E N D A H U L U A N
Pengembangan Aplikasi Belajar
untuk Perguruan Tinggi
“Our progress as a nation can be no swifter than our progress in education”- John F.
Kennedy
28
LATAR BELAKANG
ektor pendidikan saat ini sedang dilanda perubahan yang dramatis. Di seluruh dunia,
penggunaan teknologi telematika dalam pendidikan semakin mengemuka. Kenneth
C. Green (1999), dalam satu kajian mengenai penerapan teknologi informasi (IT) di
perguruan tinggi Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa hampir semua perguruan
tinggi meletakkan agenda integrasi teknologi dalam penyampaian pendidikan sebagai tujuan
utama agenda IT mereka. Disamping itu, makin banyak kuliah yang memanfaatkan teknologi
Internet dan multimedia, seperti e-mail, halaman web untuk kelas, jelajah Internet, dan juga
sumber dalam bentuk cakram padat
SDi negara kita, projek-projek yang melibatkan aplikasi Teknologi Telematika (TT) masih amat
terbatas. Salah satu projek dalam kaitan itu adalah Project for Advancement of Education
Technology, yang memberi fasilitas dan layanan Internet kepada 10 Perguruan Tinggi Negeri di
Indonesia. Projek ini merupakan langkah permulaan untuk memaksimumkan penggunaan TT di
dunia pendidikan. Memang masalah aplikasi TT masih tidak menentu dan tidak stabil. Banyak
orang mungkin masih meragukan urgensi TT ini. Namun bila dilihat betapa arus TT telah melanda
perguruan tinggi di seluruh dunia, tidak seharusnya TT dikesampingkan sebagai suatu trend
mutakhir semata-mata. TT bukan gejala temporal yang lewat dengan berlalunya waktu. TT
merupakan gejala fundamental yang mengekalkan dan mematangkan diri secara terus-menerus.
Seiring dengan itu, penggunaan TT di perguruan tinggi juga akan mencapai tahap kematangannya.
Seharusnyalah, PTN maupun PTS di negara kita mempercepatkan penggunaannya agar tidak
ketinggalan dari segenap segi.
29
Trend dalam pembelajaran elektronik (belajar atau e-learning)
Penerapan TT dalam pembelajaran memungkinkan diselenggarakannya belajar (tele-ajar) atau
pembelajaran elektronik (e-learning). Belajar termasuk ke dalam kategori Pembelajaran Berbasis
Teknologi (PBT), sebagai alternatif dari Pembelajaran Berbasis Instruktur (PBI), (Lihat Bagan 1).
Hampir semua pembelajaran di Indonesia saat ini berlangsung di dalam kelas dengan instruktur
sebagai sumber utama penyampaian bahan ajar. Mekanisme pembelajaran PBI ini sudah
berlangsung efektif selama beberapa ribu tahun. Akan tetapi dengan besarnya biaya PBI, maka
PBT merupakan alternatif yang semakin menjanjikan. Di negara-negara maju PBT dalam 10
tahun
terakhir berkembang amat pesat. Sedikitnya 20% pembelajaran sudah dilaksanakan dengan
menggunakan metode PBT.
Bagan 1. Aplikasi Teknologi Belajar
Di luar dugaan banyak orang, PBT tidak berkembang sebagai substitusi PBI, melainkan sebagai
pelengkapnya. PBT sangat bermanfaat untuk meningkatkan mutu PBI karena lebih meningkatkan
interaksi, memungkinkan pengiriman bahan ajar dalam jumlah besar dan untuk memperbaiki
kualitas sistem evaluasi.
PBI nampaknya akan tetap mengambil peranan terbesar dalam penyampaian pembelajaran.
Sayangnya PBI sangat mahal. Lebih dari separuh biaya PBI dibelanjakan untuk perjalanan. Selain
itu sangat sulit meningkatkan skala PBI kalau ingin menjangkau lingkup wilayah dan audiens
30
yang besar. Hal itu dapat diatasi dengan memanfaatkan salah satu teknologi PBT seperti
konferensi jarak-jauh dan video. Walaupun demikian trend di depan sudah nyata, memanfaatkan
PBT untuk meningkatkan dan memperluas jangkauan PBI, bukan untuk menggantikannya.
Memilih Aplikasi Belajar
Untuk merancang suatu aplikasi belajar, kita perlu mempertimbangkan tiga faktor, yaitu kelompok
sasaran, media belajar dan metode interaksi (dan kerjasama). Kelompok sasaran dari aplikasi
belajar menentukan pilihan topik muatan, infrastruktur yang tersedia dan tingkat kesiapan
menerima belajar. Adapun teknologi belajar menyediakan spektrum pilihan yang cukup luas untuk
media dan metode interaksi. Setiap pilihan mengandung implikasi yang berbeda, baik dalam
tingkat kerumitan pembuatan/pelaksanaannya maupun biayanya.
Kelompok Sasaran Belajar
Secara umum belajar bermanfaat bagi semua orang. Dalam empat dekade terakhir ini, kekuatan-
kekuatan ekonomi dan teknologi telah mengubah dunia dari perekonomian berbasis produksi
menjadi berbasis jasa. Tidak heran bila norma-norma perusahaan diciptakan terutama menurut
aset fisik dan keuangan. (Pegawai yang paling berprestasi adalah mereka yang menyumbang
laba terbesar untuk perusahaan. Eksekutif tertinggi tentu memakai BMW).
Ekonomi baru, yang sedang kita jelang itu, membawa kecenderungan baru yaitu semakin
menghargai modal intelektual. Pengetahuan atau modal intelektual telah menjadi faktor yang
semakin penting dalam keunggulan kompetisi perusahan-perusahaan. Akan tetapi usia kompetensi
dalam pengetahuan dan ketrampilan semakin singkat. Untuk senantiasa memimpin di muka
seseorang mesti belajar terus di sepanjang karirnya. Di tengah globalisasi dan revolusi teknologi,
empat tahun di perguruan tinggi hanyalah awal dari 40 tahun pembelajaran berikutnya.
Pembelajaran sepanjang hayat (L3 - longlife learning) mungkin dulu dianggap retorika belaka,
namun sekarang ia telah menjadi semakin penting.
Di dalam konteks ini belajar sangat berguna karena pembelajaran dapat diselenggarakan tanpa
terikat tempat dan waktu serta dapat memanfaatkan sumberdaya di internet yang amat kaya. Jadi
kelompok sasaran belajar dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kelompok reguler, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
31
2. Kelompok kursus ketrampilan (vocational)
3. Kelompok Pembelajaran Sepanjang Hayat (eksekutif, pekerja pabrik, administratur,
birokrat dsb).
Ini adalah kelompok sasaran yang amat luas. Suatu implementasi belajar yang menjangkau
seluruh kelompok sasaran ini tentu membutuhkan biaya yang luar biasa besar. Investasi semacam
itu tentu tidak perlu terburu-buru, perlu memperhitungkan berbagai faktor yang menyangkut
kesiapan pemanfaatannya.
Media belajar
Pada saat ini pilihan media pembelajaran amat bervariasi, mulai dari teks dan grafik ke simulasi
canggih, telah dipergunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Berbagai perangkat juga
dikembangkan untuk meletakkan muatan (content) dalam bentuk elektronik.
Berbagai media itu antara lain:
1. Slide presentasi. Slide yang dibuat dengan PowerPoint atau perangkat lain sudah banyak
dimanfaatkan dalam PBT. Slide tersebut sekarang dapat diakses melalui web. Oleh karena
itu berbagai muatan pembelajaran yang sudah ada dapat dengan mudah dan otomatis
diubah menjadi bahan ajar elektronik.
2. Dokumen. Buku rujukan dan diktat sudah lama menjadi andalan untuk pemberian
informasi dalam jumlah banyak dan terinci. Buku ini dapat dilengkapi grafik, seperti
halnya slide presentasi, dapat diterbitkan melalui web.
3. Muatan web. Perangkat merancang halaman web sudah semakin mudah. Banyak
instruktur meningkatkan muatan kuliahnya dengan memberikan rujuk-silang ke berbagai
dokumen lain di dalam web. Halaman web semakin populer sebagai media penyalur
muatan kuliah karena mudah pendistribusiannya, dibanding dokumen asli atau bentuk
antara lainnya (Acrobat).
4. Media streaming. Dalam rangka memanfaatkan kembali muatan PBI, presentasi hidup
dapat direkam kemudian didistribusikan melalui web dengan menggunakan Netshow dan
RealMedia. Produk PowerPoint misalnya, anda cukup merekam suaranya saat presentasi,
untuk kemudian dipancarkan melalui web.
32
5. Animasi PBK. PBK adalah Pembelajaran Berbasis Komputer, salah satu metode dalam
PBT, memiliki kemampuan animasi. Tujuan animasi adalah untuk memaksimalkan efek
visual dan memberikan interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar
meningkat. Sayangnya, seperti juga perangkat rancang grafik, animasi cukup sulit bagi
pakar sekalipun.
6. Simulasi. Kelemahan media ini adalah biaya yang mahal.
Daftar di atas diurut menurut besarnya biaya dan waktu pembuatan muatan, juga berkorelasi
dengan tingkat keterlibatan yang disediakan bagi pelajar. Suatu aplikasi pembelajaran
membutuhkan media yang berbeda. Media mana yang dipilih tergantung kepada nilai aplikasi
tersebut, jumlah penggunanya dan kecepatan informasi disampaikan.
Faktor yang terpenting dalam belajar adalah waktu. Pada saat ini infrastruktur telekomunikasi di
Indonesia, terutama di luar Jawa, masih amat terbatas. Membuat media muatan yang canggih
selain mahal membutuhkan waktu yang lama, bukan saja dalam pembuatannya namun yang
terpenting adalah ketika diakses oleh para penggunanya. Oleh karena itu yang sangat perlu
dikembangkan sekarang ini adalah media yang lebih sederhana seperti dokumen dan presentasi.
Interaksi dan kerjasama
Kita sudah mengetahui bahwa pembelajaran akan meningkat seiring semakin meningkatnya
keterlibatan pelajar. Salah satu alasan keberhasilan PBI adalah adanya interaksi antara pengajar
dengan pelajar. Bahkan di dalam kelas yang besar yang tidak memungkinkan semua pelajar aktif,
mendapatkan seseorang berbicara kepada anda meningkatkan perhatian atas muatan pembelajaran.
Media muatan diatas memberikan jenis interaksi yang berbeda dengan tingkat kesuksesan yang
berbeda pula. Teks hanya mengundang sedikit perhatian karena itu perlu ditingkatkan dengan
mempergunakan grafik, di sisi lain simulasi menuntut masukan pelajar secara terus menerus. Di
tengah-tengah, PBK memaksa pelajar “berselancar” di atas muatan, sementara media streaming
memberi pengalaman yang setara dengan menonton TV.
Di ruang kelas yang membolehkan interaksi, pelajar tidak hanya belajar dari pengajar namun juga
dari pelajar lain. Teknologi yang mendukung interaksi saat ini sudah semakin berkembang
misalnya online chat, konferensi video dan sistem manajeman kelas. Aplikasi untuk pembelajaran
harus mendefinisikan dengan jelas kebutuhan interaksi dan kerjasamanya. Tingkatan dalam
interaksi dan kerjasama dapat diringkaskan sbb:
33
1. Berbasis pengetahuan. Untuk topik kuliah yang sangat populer, fasilitas TAD (Tanya
Acap Dilontarkan – Frequently Asked Questions) sudah cukup memadai bagi pelajar
tingkat dasar. Pakar pada topik ini, sudah memahami segala pertanyaan yang penting, dan
melalui TAD ia menjawabnya sesuai waktu (just in time).
2. Kelompok diskusi. Meluasnya penggunaan mailing list, newsgroup dan berbagai mode
percakapan “melalui surat” sudah cukup memadai untuk mendapatkan jawaban dari
pengajar atau kerjasama dari pelajar lainnya.
3. Akses kepada pengajar. Untuk muatan yang lebih kompleks pelajar acap memerlukan
akses kepada pengajar untuk mendapatkan bantuan yang lebih terinci dan bimbingan yang
lebih pribadi. Perangkat seperti virtual blackboard, selain online chat, dapat membantu
memenuhi kebutuhan itu.
4. Diskusi interaktif. Topik yang sangat kompleks membutuhkan komunikasi interaktif.
Perangkat seperti NetMeeting dan Centra menyediakan sarana interaksi real time untuk
memenuhi kebutuhan itu.
Dalam hal interaksi dan kerjasama juga berlaku ketentuan, semakin meningkat interaksi maka
biaya sistem, pengajar, perjalanan, juga akan meningkat. Jadi aplikasi apa yang akan
dikembangkan untuk belajar harus memiliki justifikasi atas tingkat interaksi yang diinginkan.
Strategi Pemilihan Aplikasi Belajar
Berdasarkan ketiga kriteria di atas, kita dapat memetakan aplikasi belajar yang sesuai. Peta
tersebut dapat diperlihatkan oleh bagan di bawah ini:
34
Bagan 2. Peta Strategi Aplikasi Belajar
Dari bagan 2 kita melihat ada 4 kemungkinan strategi yang menempati kwadran berbeda. Pada
kwadran 1, aplikasi belajar dicirikan oleh media dengan kompleksitas dan tingkat interaksi rendah.
Disini kelompok sasaran cukup dilayani dengan menggunakan media teks dan grafik, slide serta
sedikit audio; tingkat interaksi yang dilayani terbatas pada TAD dan kelompok diskusi. Dengan
layanan ini biaya, baik untuk pengembangan maupun akses, dapat ditekan rendah. Dengan
rendahnya biaya ini maka diharapkan penggunanya akan cukup banyak. Sedangkan pada kwadran
kedua, muatan lebih kompleks, memasukkan juga animasi dan simulasi. Biaya pembuatan dan
akses untuk muatan ini menjadi mahal. Sekalipun kelompok sasaran yang dapat dijangkau luas,
karena interaksi pakar dibatasi, peminat atas aplikasi ini akan terkendala oleh ketersediaan
infratruktur dan biaya akses. Untuk diketahui, video streaming membutuhkan akses internet paling
tidak T1, atau 1 Mbps. Akses ini sangat mahal dan untuk luar Jawa barangkali belum dapat
disediakan oleh Telkom.
Kategori aplikasi pada kuadran 3 praktis terlalu mewah untuk ukuran perguruan tinggi di
Indonesia. Pilihan ini di negara maju sekalipun masih amat terbatas. Aplikasi pada kuadran 4
dicirikan oleh interaksi yang intensif sekalipun muatan diberikan secara sederhana. Biaya
pengembangan muatan rendah namun biaya operasional relatif tinggi karena membutuhkan
ketersediaan pengajar secara terus menerus.
35
Dari deskripsi keempat kuadran di atas nampaknya bila dilihat keterbatasan infrastruktur
telekomunikasi dan kesiapan penerimaan belajar, teknologi pada kuadran 1 dan 4 adalah yang
paling sesuai dengan kebutuhan belajar kita. Aplikasi yang sesuai untuk dijelaskan dibawah ini.
Aplikasi Belajar untuk Dosen dan Mahasiswa
Dengan membandingkan karakteristik teknologi belajar seperti disampaikan di atas maka dapat
dipertimbangkan dua tipe aplikasi yang diperlukan oleh dunia perguruan tinggi di Indonesia.
Kedua aplikasi tersebut adalah:
1. Aplikasi Belajar Untuk Dosen (ATD). Seperti diketahui terdapat kesenjangan yang luas
dalam mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan
adalah mutu pengajar atau dosennya. Maka untuk meningkatkan pemerataan mutu antar-
perguruan tinggi perlu disediakan aplikasi belajar yang memungkinkan setiap dosen
mengapresiasi muatan dan metode pembelajaran yang setara. Aplikasi belajar ini dikelola
oleh otoritas pendidikan tinggi, misalnya oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Aplikasi belajar disini terdiri dari dua bagian: resource center dan learning center.
Resource center akan terdiri dari kepustakaan rujukan yang luas, termasuk buku teks,
jurnal-jurnal profesi yang mutakhir, bank soal (kualitas pendidikan sebanding dengan
kualitas evaluasi), metode didaktik terbaru, pertukaran buku teks (dokumen), diktat,
handout, slide presentasi, manuskrip dan riset mutakhir. Interaksi di kalangan dosen disini
diintensifkan sehingga terjadi pertukaran pengetahuan yang intensif.
Learning center pada aplikasi belajar ini berkisar pada pembahasan topik kontemporer
dalam teori maupun aplikasi yang dipimpin oleh pakar terkemuka. Pada beberapa
kesempatan dapat diselenggarakan konferensi jarak jauh yang melibatkan pakar tingkat
dunia. Pembelajaran disini mengutamakan pendekatan kasus dan komprehensi.
Karena keterlibatan pada learning center bersifat bebas, agaknya perlu diberikan insentif
bagi dosen yang aktif, mungkin berbentuk kemudahan bea-siswa, kredit tambahan untuk
kenaikan pangkat atau yang lainnya.
Teknologi aplikasi belajar ini sesuai dengan deskripsi kuadran 4 pada bagan di atas.
2. Aplikasi Belajar Untuk Mahasiswa (ATM). Teknologi kuadran 1 sangat sesuai untuk
aplikasi belajar ini. Seperti halnya aplikasi pertama, aplikasi juga terdiri dari resource
center dan learning center. Aplikasi ini dikelola oleh dosen mata kuliah yang
36
bersangkutan. Adanya dan berfungsinya ATD memberikan dukungan yang sangat berarti
bagi dosen yang bersangkutan.
Dengan demikian ATD dan ATM adalah dua aplikasi belajar yang saling melengkapi dalam
rangka pemerataan mutu pendidikan di perguruan tinggi Indonesia.
Tahapan Implementasi Aplikasi Belajar
Implementasi ATD dan ATM pada saatnya perlu disesuaikan dengan kondisi, baik yang
menyangkut biaya maupun teknis pengembangannya. Penerapan suatu teknologi tidak dapat
dilakukan sekaligus karena khususnya belajar kesinambungannya sangat tergantung kepada daya
dukung dari komunitasnya. Apabila komunitas tidak mampu mendukung intriduksi teknologi ini
maka dalam jangka panjang teknologi tersebut lumpuh karena ditinggalkan oleh mereka. Maka
agar komunitas berkembang dengan baik dan kemudian mendukung keberadaan teknologi ini,
introduksinya harus bersifat evolusioner disesuaikan dengan “daya cerna” komunitas yang dituju.
Tahapan dalam implementasi aplikasi belajar adalah sbb:
1. Pembangunan Aplikasi Belajar. Tahap pertama ini terdiri dari dua bagian. Pertama
adalah akuisisi perangkat lunak Sistem Manajemen dan Penciptaan belajar. Dari studi
yang telah dilakukan Aplikasi Sistem Manajemen Belajar yang paling sesuai adalah
WebCT (Web Course Tools). Aplikasi ini telah dipergunakan di 1.500 fakultas di seluruh
dunia dan melayani tidak kurang dari 20 juta mahasiswa. Evaluasi mengenai keunggulan
teknologi dan features dari WebCT dapat dilihat pada lampiran proposal ini. Setelah
akuisisi bagian berikutnya adalah pembentukan situs sekaligus tim untuk mengelola
aplikasi ini sehingga dapat diakses dari seluruh Indonesia.
2. Sosialisasi belajar. Tahap kedua adalah penciptaan muatan. Content atau muatan belajar
adalah jiwa dari sistem belajar. Tanpa ada muatan. Sistem ini sama sekali lumpuh. Untuk
menciptakan muatan itu perlu dilakukan sosialisasi, yang termasuk di dalamnya pelatihan
dalam content authoring, atau penciptaan bahan ajar. Salah satu cara mudah untuk
mempercepat proses pengayaan muatan dapat dilakukan melalui reverse engineering.
Projek dapat membeli ready to use content, yang umumnya berbahasa Inggris, untuk
kemudian dialih-bahasa oleh dosen bersangkutan. Berbagai penambahan dan pelengkapan
tentu saja dapat dilakukan sesuai kehendak dosen yang bersangkutan. Kualitas muatan
37
bahan ajar mungkin pada tahap ini tidak terlalu dipersoalkan.
Termasuk dalam tahap ini adalah pembangunan resource center. Administratur situs
dapat melakukan tugas ini, yaitu mengidentifikasi sumberdaya di Internet yang sesuai bagi
setiap disiplin ilmu, mengorganisasikannya dan menginformasikannya kepada komunitas.
Administratur juga mengupayakan pembentukan kepustakaan rujukan melalui akuisisi
atau melanggan sejumlah online journal yang terkemuka.
3. Pelembagaan. Setelah jumlah muatan dirasa memadai, baik untuk resouce center maupun
learning center, dilakukan pemisahan ke dalam ATD dan ATM. Pemisahan ini hanya
menyangkut operasi dalam database dan sistem administrasi sehingga sama sekali tidak
menyulitkan dosen bersangkutan. Manajemen dan administrasi ATD dan ATM disini
masih dilakukan di Ditjen Dikti.
4. Pemantapan kelembagaan. Berbagai persoalan kelembagaan akan segera berkembang
sejalan dengan berkembangnya komunitas pendukung ATD dan ATM. Pada saatnya
kedua aplikasi ini menjadi cukup kompleks untuk diadministrasikan bersama-sama.
Lembaga terpisah mungkin perlu didirikan. Perkembangan juga akan terjadi pada tingkat
perguruan tinggi, sehingga kebutuhan untuk mengadministrasikan sistem belajar oleh
universitas semakin nyata. Dalam hal demikian proses pemantapan kelembagaan
mencapai final, yaitu tatkala sistem belajar semakin terdesentralisasikan secara vertikal
(universitas) maupun regional.
Proposal projek hanya menyangkut tahap 1 (pembangunan Aplikasi belajar) dan tahap 2
(sosialisasi belajar). Dua tahapan berikutnya dijalankan sesuai perkembangan.
Skedul Implementasi
Perspektif waktu dari tahapan-tahapan di atas, dapat digambarkan sbb:
1. Pembangunan Aplikasi Belajar. Membutuhkan waktu sedikitnya 3 (tiga) bulan, yang
diperlukan untuk akuisisi, pembangunan website, penyusunan bahan ajar Pelatihan
Penciptaan Muatan Belajar.
2. Sosialisasi belajar, diperlukan sedikitnya 9 bulan. Sehingga seluruh jangka waktu projek
berlangsung dalam 12 bulan.
38
Kegiatan Projek
Ruang lingkup kegiatan dari projek ini ditunjukkan oleh Lampiran A. Pada dasarnya terdapat 6
kelompok kegiatan:
1. Penentuan dan pemilihan lokasi Web Hosting, yaitu tempat dari server yang melayani
berbagai fasilitas belajar.
2. Pengembangan portal sebagai web front-end, yaitu situs web tempat orang mengakses
berbagai informasi mengenai belajar. Setelah koneksi ke internet seorang dosen dari
Universitas Syah Kuala misalnya, dapat pergi ke alamat web ini lantas mengakses
Kepustakaan Virtual, Bank Soal, WebCT dsb.
3. Implementasi Sistem Manajemen Belajar, termasuk didalamnya recruitment staff,
pelatihannya, penyusunan Standard Operating Procedure dsb.
4. Pelatihan dalam Penciptaan Muatan Belajar bagi para dosen
5. Penciptaan, penyimpanan dan distribusi Online Content, termasuk di dalamnya bahan
kuliah, quiz, soal-soal evaluasi (post-learning assesment) dan certification test..
Administratur juga akan mengembangkan Resource Center.
6. Percobaan belajar, yaitu kegiatan untuk memberikan pengalaman nyata belajar kepada
dosen. Percobaan terbatas diselenggarakan untuk sejumlah kecil mahasiswa. Interaksi
selama percobaan menjadi umpan balik untuk sistem manajemen maupun bagi dosen
terkait.
39
40