Upload
ekoindrajit1969
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 1 DARI 5 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
Tahapan Inisiatif E-Government Michiganoleh Prof. Richardus Eko Indrajit - [email protected]
EKOJI9
99 N
omor
191
, 18
Mar
et 2
013
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email [email protected].
PENDAHULUANIstilah e-‐Government mengacu pada cukup banyak de�inisi. Secara umum, istilah yang berawalan “e” biasanya memiliki nuansa penggunaan teknologi internet sebagai sarana utama yang menggantikan media konvensional. Mengingat bahwa esensi tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik, maka konsep e-‐Government akan mengandung arti pada bagaimana pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media teknologi terutama internet untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagai “customer”-‐nya.
Ragam pelayanan publik yang diperikan pemerintah tentu saja sangat banyak modelnya. Usaha untuk mencari model pelayanan mana saja yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi internet secara efektif tidaklah mudah. Melihat besarnya ruang lingkup pelayanan publik dan lebarnya spektrum jenis pelayanan yang ada, maka baik kiranya jika inisiatif e-‐Government yang dikembangkan oleh suatu pemerintahan dibagi menjadi beberapa jenis tahapan pengembangan berdasarkan “kematangan” karakteristiknya.
Salah satu contoh menarik adalah bagaimana Washtenaw County membagi berbagai inisiatif e-‐Government yang ada menjadi tiga tahapan besar, yaitu: e-‐Information, e-‐Commerce dan e-‐Democracy (Kinney, 2001). Selain berbeda karakteristiknya, tiga jenis klasi�ikasi inisiatif ini sekaligus merupakan tiga fase besar pengembangan e-‐Government yang masing-‐masing membutuhkan proses dan perjalanan panjang untuk mewujudkannya.
eInforma eComme eDemocr
Sumber: Stiftung, 2001
TIGA TAHAPAN INISIATIFKonsep e-‐Information terkait dengan obyektif bagaimana agar seluruh stakeholder pemerintah – terutama yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat -‐ dapat di satu sisi menyediakan dan di sisi lain mengakses informasi secara cepat dan tepat melalui berbagai kanal akses. Kanal akses tersebut dapat merupakan saluran komunikasi tradisional seperti kantor-‐kantor, telepon, fax, dan lain sebagianya -‐ maupun melalui media teknologi informasi seperti internet, call center, web-‐TV, PDA (Personal Digital Assistant) dan lain-‐lain. Program pembangunan aplikasi e-‐Government dalam tahapan ini biasanya dimulai dengan membangun website yang berisi informasi mengenai berbagai hal yang dibutuhkan oleh masyarakat, yang seyogiyanya merupakan tugas pemerintah untuk menyediakannya. Dengan adanya website ini diharapkan masyarakat dapat secara mandiri mencari data dan informasi yang dibutuhkannya, sekaligus memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif antara mereka dengan pihak pemerintah yang membangun website tersebut. Pada aplikasi yang lebih kompleks, biasanya website tersebut telah menjadi sebuah portal pengetahuan (knowledge portal) yang di dalamnya tidak sekedar berisi data dan informasi yang dibutuhkan masyarakat, namun lebih jauh lagi berisi berbagai pengetahuan penting yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Tahap selanjutnya adalah tahap e-‐Commerce, di mana konsep pelayanan yang ada tidak hanya berhenti pada pertukaran informasi antara masyarakat dan pemerintahnya, tetapi lebih jauh sudah melibatkan sejumlah proses transaksi pertukaran barang dan/atau jasa. Masyarakat
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 2 DARI 5 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
yang selama ini perlu mendatangi kantor-‐kantor pemerintahan secara �isik untuk berbagai proses perijinan dan berbagai pembayaran – seperti membuat Kartu Tanda Penduduk, Surat Ijin Mengemudi, Penyetoran Pajak Bumi Bangunan, dan lain-‐lain – saat ini tidak perlu berpergian lagi karena semua hal tersebut dapat dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan media internet.
Tahapan ketiga adalah tahapan e-‐Democracy, di mana terjadi suatu lingkungan yang kondusif bagi pemerintah, wakil rakyat, partai politik, dan konstituennya untuk saling berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkoopreasi melalui sejumlah proses interaksi melalui media internet. Dalam kaitan ini masyarakat dapat menyampaikan penilaian dan pandangannya terhadap kinerja pemerintah dan menyampaikan pendapatnya secara bebas kepada para wakil rakyat secara online dengan menggunakan fasilitas semacam email, mailing list, discussion/forum, chatting, dan polling. Arah perkembangan akhirnya adalah bagaimana membangun sistem pemilihan umum yang dapat dilakukan secara online. Dengan adanya komunikasi politik yang intensif dan terbuka ini, maka diharapkan akan dapat membantu mempromosikan proses demokrasi di negara yang bersangkutan.
Ketiga fase ini perlu dijalankan prosesnya satu per satu secara sekuensial karena memang satu fase merupakan landasan bagi pengembangan fase berikutnya. Dengan kata lain dikatakan bahwa sulit untuk menjalankan fase kedua jika fase pertama tidak dibangun terlebih dahulu. Fase terberat tentu saja adalah fase ketiga, dimana dibutuhkan tidak hanya infrastruktur teknologi informasi yang kuat, tetapi juga dibutuhkan perubahan kultur yang besar di masyarakat (suprastruktur).
HAL PENTING DAN UTAMABanyak sekali kendala dalam memulai inisiatif e-‐Government. Namun demikian, kendala-‐kendala tersebut seyogyanya tidak perlu menjadi halangan bagi inisiatif pelaksanaan e-‐Government. Karena bagaimanapun, sebagaimana tujuan awalnya, diharapkan dengan e-‐Government pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya akan menjadi semakin lebih baik. Mengambil pelajaran dari pelaksanaan e-‐Government di Washtenaw County – terutama dalam kaitannya untuk menjalankan ketiga tahapan tersebut -‐ beberapa hal di bawah ini perlu menjadi catatan bagi inisiatif pelaksanaan e-‐Government.
Pertama, perlu adanya rencana strategis (strategic planning) yang terperinci lengkap dengan tahapan-‐tahapan pelaksanaan e-‐Government yang akan dilakukan. Rencana strategis ini kerap disebut sebagai peta perjalanan atau roadmap dari implementasi e-‐Government. Keberadaan hal ini sifatnya adalah mutlak mengingat e-‐Government tidak saja membutuhkan biaya yang sangat besar untuk mengimplementasikannya, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen kerjasama antar departemen yang terpadu (lintas sektoral). Tanpa adanya kerjasama yang baik, program e-‐Government akan jalan di tempat atau tersendat. Rencana strategis yang baik tidak saja berisi portofolio dan pentahapan berbagai program e-‐Government lengkap dengan de�inisi kebutuhan beragam sumber daya yang diperlukan, namun lebih jauh berisi pula bagaimana berbagai institusi pemerintahan yang berbeda perlu perkoordinasi dan saling mendukung serta bekerjasama.
Kedua, perlu adanya keterlibatan antara seluruh pihak yang terkait dengan permasalah teknis pelaksanaan – tidak sekedar antara mereka di tataran level strategis semata. Tercatat ada beberapa pihak yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek e-‐Government, selain pemerintah sebagai penanggung jawab (sekaligus eksekutor) dan masyarakat sebagai pihak pengguna (user), seperti: konsultan teknologi informasi, pengembang website, penyedia infrastruktur teknologi, media massa, dan berbagai pihak lainnya. Karena e-‐Government pada
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 3 DARI 5 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
dasarnya merupakan sebuah sistem, dimana keseluruhan pihak yang terlibat dalam pengembangannya adalah merupakan komponen-‐komponen dalam sistem tersebut, maka kerjasama efektif antara mereka tidak saja merupakan suatu hal yang mutlak, tetapi telah menjadi salah satu critical succes factor utama yang menentukan sukses tidaknya pengembangan program e-‐Government.
Ketiga, perlu diperhatikan berbagai masalah terkait dengan manajemen sistem informasi. Manajemen sistem informasi yang benar akan menjadi kunci bagi kesuksesan pelaksanaan e-‐Government. Menjadi kecenderungan umum bahwa data-‐data dan informasi yang sekarang ini ada pada tiap departemen saling tumpang tindih. Begitu pula data-‐data dari masyarakat. Dengan adanya sistem informasi terpadu, data-‐data dan informasi baik yang ada di departemen maupun data-‐data masyarakat menjadi data sentral yang bisa dipakai antar departemen. Masalah data yang tersentralisasi merupakan satu isu tersendiri yang perlu diperhatikan. Sentralisasi data tidak hanya berhubungan dengan bagaimana prosedur pengumpulan data itu sendiri, tetapi akan terkait dengan masalah infrastruktur, kapasitas penyimpanan, dan juga faktor keamanan data. Dalam hal ini perlu juga semacam review yang melihat apakah masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi dan pelayanan melalui e-‐Government ini. Kemudahan ini di samping menyangkut prosedur, juga terkait dengan kualitas sistem informasi yang dibangun.
Keempat, perlu dicari jalan bagaimana agar pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat dapat secara bersama-‐sama mengatasi kesenjangan digital (digital gap) yang dihadapi. Kesenjangan digital adalah isu yang berkaitan dengan ketidakseimbangan antara mereka yang memiliki pemahaman, kemampuan, dan ketersediaan akses terhadap infrastruktur digital dengan mereka yang sama sekali jauh dari keberadaan tersebut. Sebagaimana tujuan awalnya, e-‐Government ditujukan untuk memperluas akses masyarakat terhadap pelayanan pemerintah melalui berbagai teknologi baru, terutama internet. Jika penggunaan internet belum menjadi budaya di kalangan masyarakat, akan sulit mewujudkan e-‐Government secara maksimal.
Setidaknya ada beberapa pihak yang dapat mensosialisasikan penggunaan internet kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas dan kepentingannya masing-‐masing, yaitu:
Pemerintah, yang tentu saja memiliki kepentingan untuk mempersempit jurang kesenjangan digital yang ada di kalangan masyarakatnya;
Industri (swasta) atau bisnis -‐ terutama mereka yang memiliki produk dan jasa di bidang teknologi informasi, seperti: penyedia jasa internet (internet service provider, ISP), penyedia konten di internet, application service provider, konsultan, dan lain sebagainya – karena mereka membutuhkan pasar yang dapat menyerap produk dan jasa yang mereka miliki dan tawarkan;
Perguruan tinggi, yang merupakan institusi dengan misi utama untuk meningkatkan level edukasi masyarakat sehingga mereka berkepentingan untuk turut membantu meningkatkan e-‐literacy komunitas yang ada di sekitarnya; dan
Lembaga Swadaya Masyarakat maupun organisasi non pemerintah, yang secara sosial bekerja untuk pengembangan dan perluasan pemakaian teknologi informasi dan internet.
Dalam kaitan dengan hal ini, jelas terlihat bahwa salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah adalah bagaimana memfasilitasi berbagai pihak tersebut agar tercipta suatu lingkungan yang kondusif untuk terselenggaranya berbagai inisiatif e-‐Government secara efektif. bisa menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Dari sisi bisnis misalnya, tentu
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 4 DARI 5 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
dibutuhkan infrastruktur hukum yang mendukung iklim dan industri yang berhubungan dengan internet. Sehingga dengan demikian, akan terjadi win-‐win solution antara pemerintah dan berbagai pihak.
Kelima, perlu diperhatikan dan dipertimbangkan secara sungguh-‐sungguh berbagai isu yang menyangkut keamanan data dan privacy masyarakat yang menggunakan internet. Keamanan data merupakan salah satu isu paling penting dalam inisiatif e-‐Government. Data yang dimaksud dapat berupa data yang dimiliki oleh pemerintah maupun data yang dimiliki atau terkait pribadi-‐pribadi atau individu-‐individu dalam masyarakat. Aspek keamanan menjadi isu menarik karena informasi yang dimiliki pemerintah perlu dijamin keamanan dan kerahasiannya agar tidak disalahgunakan oleh mereka yang tidak berhak. Dengan kata lain, jika data tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab, dapat menimbulkan dampak yang serius. Isu lain menyangkut data adalah jaminan bahwa privacy masyarakat dapat terjaga. Pemerintah perlu menjamin bahwa data masyarakat yang bersifat pribadi akan tetap aman dan tidak akan dibeberkan kepada mereka yang tidak selayaknya mengetahui. Kepercayaan masyarakat dengan pemerintah yang mempromosikan program e-‐Governmentnya akan sangat ditentukan oleh hal ini.
Keenam, perlu dipahami bahwa akan lebih mudah untuk memulai inisiatif e-‐Government dengan melihat best practice dan/atau melakukan benchmarking dengan pihak-‐pihak lain yang sudah menjalankan inisiatif ini. Karena itu, faktor dokumentasi menjadi sangat penting. Dokumentasi secara internal akan menjadi semacam catatan perjalanan yang bisa dikaji kemajuan dan perkembangannya. Dan secara umum, dokumentasi yang baik dapat menjadi referensi berguna bagi mereka yang akan memiliki inisiatif e-‐Government serupa dan berniat menerapkannya; selain untuk mempersiapkan langkah-‐langkah yang diperlukan sekaligus menghindari kesalahan yang sama dari penerapan inisiatif yang sudah ada. Untuk memulai langkah benchmarking, ada baiknya dilihat karakter-‐karakter yang mempunyai kemiripan dari sisi budaya, teknologi, ekonomi, dan juga demogra�i penduduknya. Diharapkan, kemiripan faktor-‐faktor tersebut akan memudahkan proses pengembangan e-‐Government yang sesuai dengan wilayahnya dengan sedikit penyesuaian pada beberapa aspek.
PENUTUPE-‐Government bukanlah lagi merupakan sebuah teori atau konsep mimpi belaka, karena keberadaannya telah nyata terlihat di tengah-‐tengah globalisasi dunia saat ini. Bukanlah merupakan suatu hal yang berlebihan jika dikatakan bahwa dengan diterapkannya konsep tersebut oleh pemerintah, beberapa negara telah berhasil meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya. Untuk dapat memulai e-‐Government, tentu saja tidak bisa menunggu hingga seluruh masyarakatnya. Dengan perencanaan yang matang, pemerintah setiap negara seyogyanya telah mulai memikirkan inisiatif pelaksanaan e-‐Government dari mulai tahapan yang paling sederhana sekalipun. Karena bagaimanapun, penerapan e-‐Government akan dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat.
-‐-‐-‐ akhir dokumen -‐-‐-‐
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
HALAMAN 5 DARI 5 (C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013