23
TELAAH FUNGSI EKOLOGI DAN KONSERVASI TANAH AIR PADA TIPE EKOSISTEM HUTAN PANTAI DAN HUTAN RAWA GAMBUT Kelompok 4 (Sabtu) Fauzi Syukrillah (E24100050) Indra Tri Putra (E241000 Rizqi Adha Juniardi (E24100103) Asisten Praktikum: 1. Ardiyansyah Purnama 2. Desi Ratnasari 3. Dwi Atri Indriana 4. Ahmad Baiquni Rangkuti 5. Garry Ginanjar

Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

  • Upload
    adha

  • View
    985

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

TELAAH FUNGSI EKOLOGI DAN KONSERVASI TANAH AIR PADA TIPE

EKOSISTEM HUTAN PANTAI DAN HUTAN RAWA GAMBUT

Kelompok 4 (Sabtu)

Fauzi Syukrillah (E24100050)

Indra Tri Putra (E241000

Rizqi Adha Juniardi (E24100103)

Asisten Praktikum:

1. Ardiyansyah Purnama

2. Desi Ratnasari

3. Dwi Atri Indriana

4. Ahmad Baiquni Rangkuti

5. Garry Ginanjar

L a b o r a t o r i u m P e n g a r u h H u t a nD e p a r t e m e n S i l v i k u l t u r

F a k u l t a s K e h u t a n a nI n s t i t u t P e r t a n i a n B o g o r

Page 2: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan sebagai salah satu kekayaan alam yang ada dunia memiliki keragaman hayati yang

sangat tinggi dan tidak terhitung nilainya. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang

memiliki biodiversitas tertinggi. Selain tingkat biodiversitas yang tinggi, Indonesia juga memiliki

hutan yang cukup luas. Hutan yang terdapat di Indonesia sebagian besar adalah hutan hujan

tropis yang komposisinya sangat beragam, baik jenis kehidupan yang ada di dalamnya maupun

jenis interaksi antar komponen ekosistem di dalamnya. Keanekaragaman tersebut disebabkan

karena tipe iklim dan ekosistem di Indonesia dipengaruhi oleh dua benua, hutan di wilayah barat

Indonesia dipengaruhi oleh benua Asia, sedangkan hutan di wilayah timur Indonesia dipengaruhi

oleh benua Australia.

Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi menyebabkan Indonesia memiliki beberapa

tipe-tipe ekosistem hutan yang menyusun lahan-lahan mulai dari pantai hingga gunung. Jika

diperkirakan, Indonesia 14 ekosistem hutan diantaranya hutan mangrove, hutan rawa, hutan rawa

gambut, hutan pantai, hutan daratan rendah, hutan pegunungan, hutan musim, hutan kerangas,

hutan riparian, vegetasi kapur, hutan taiga, tundra, savana, dan padang rumput. Pada laporan ini,

hanya akan dibahas 2 ekosistem yaitu ekosistem hutan pantai dan ekosistem hutan rawa gambut.

Peranan-peranan yang dimiliki oleh masing-masing ekosistem juga berbeda sesuai

dengan komponen abiotik dan biotik penyusunnya. Identifikasi masalah-masalah yang terjadi

pada suatu ekosistem hutan sangat penting sehingga penyebabnya dapat dijauhkan dan dapat

dicarikan solusinya dalam mengatasi permasalahan pada ekosistem hutan tersebut.

1.2 Tujuan

-Menjelaskan fungsi ekologi dari berbagai tipe hutan melalui studi pustaka

-Menjelaskan teknik-teknik konservasi tanah dan air pada berbagai tipe hutan

-Mengidentifikasi permasalahan dan memberikan solusi penanganan terhadap permasalahan

yang terjadi di tipe hutan tersebut.

Page 3: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem dan Tipe-tipenya

Berdasarkan kepada proses terbentuknya hutan (suksesi hutan), maka hutan

dikelompokkan atas dua tipe, yaitu hutan alam dan hutan antropogen. (Arief 1994).

Berdasarkan faktor iklim, edafik, dan komposisi vegetasi, maka hutan dikelompokkan

atas enam tipe, yaitu hutan hujan tropic (tropical rain forest), hutan musim (monsoon forest),

hutan gambut (peat forest), hutan rawa (swamp forest), hutan payau (mangrove forest), dan hutan

pantai (littoral forest). (Direktorat Jenderal Kehutanan 1976).

2.2 Fungsi Ekologis

Hutan mempunyai fungsi ekologi/lingkungan yang berarti melindungi, karena potensi

hutan dan keanekaragaman hayati dapat berfungsi sebagai penyangga kesimbangan,

perlindungan kehidupan, memelihara kesuburan tanah, proteksi daerah aliran sungai, pengendali

erosi, penyimpang cadangan, penyerap CO2, dan pengendali O2. Fungsi hutan tersebut sebagai

penyangga tanah dan tata air, sumber hayati dan keanekaragaman hayat, serta penyangga iklim.

2.3 Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara

penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsjad

2000).  Dikatakan selanjutnya bahwa konservasi tanah tidaklah berarti penundaan atau

pelarangan pengunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya dengan kemampuan

tanah dan memberikan pelakuan sesuai dengan syarat syarat yang diperlukan, konservasi agar

tanah dapat berfungsi secara lestari. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air.

Setiap perlakuan konservasi yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air,

dan usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan

konservasi tanah adalah meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih

besar dari erosi yang dapat ditoleransikan merupakan masalah yang bila tidak ditanggulangi akan

Page 4: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah

merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam.

Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-

usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas, dan

kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutamak arena erosi maka kualitas air

terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah

air bersih semakin berkurang. Konservasi tanah pada umumnya terdapat di berbagai tempat yang

secara nyata berdampak pada perbandingan panjang kemiringan tanah yang diakibatkan oleh

air hingga tanah menyusut. Lalu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada konservasi

air dalam rangka pengontrolan erosi dimana kemiringan tanah yang telah ditentukan dalam

persen dan panjang kemiringan tanah yang disebut dengan sistem cropping.

Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu :

1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana

2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana

a) Metode Vegetatif

Pada dasarnya Teknik dan konsep konservasi tanah dan air diterapkan untuk mengendalikan

erosi dan mencegah degradasi lahan. Untuk memanen air dan mencegah kehilangan air melalui

aliran permukaan, perkolasi, dan evaporasi diperlukan teknologi konservasi air. Berikut ini

diuraikan berbagai macam teknik konservasi tanah dan air.

1. Sistem Pertanaman Lorong

Adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan

tanaman pagar.

Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan

sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.

2. Strip Rumput

Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak.

3. Tanaman Penutup Tanah

Merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok.

Bermanfaat untuk menutupi tanah dari terpaan langsung curah hujan, mengurangi erosi,

menyediakan bahan organik tanah, dan menjaga kesuburan tanah.

Page 5: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

b) Metode Mekanik.

1. Teras Gulud

Merupakan sistem pengendalian erosi secara mekanis yang berupa barisan gulud yang

dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran air di bagian lereng atas.

Bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan meningkatkan resapan air ke dalam

tanah.

Dapat diterapkan pada tanah dengan infiltrasi/permeabilitas tinggi dan tanah-tanah agak

dangkal dengan lereng 10-30%.

2. Teras Bangku

Adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan tanah di bidang

olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga.

Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan

dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (>60 cm), tanah yang relatif tidak mudah

longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan

besi.

3. Rorak

Adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk

menampung dan meresapkan air aliran permukaan.

Bermanfaat untuk (1) memperbesar peresapan air ke dalam tanah; (2) memperlambat

limpasan air pada saluran peresapan; dan (3) sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sehingga

sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah. Ukuran rorak sangat bergantung pada

kondisi dan kemiringan lahan serta besarnya limpasan permukaan. Umumnya rorak dibuat

dengan ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau panjang 1-2 m,

lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak

antara rorak bagian atas dengan rorak di bawahnya 3-5 m.

4. Embung

Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai pemanen limpasan air

permukaan dan air hujan.

Bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar pengisian dan

pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air

dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%.

Page 6: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

5. Mulsa

Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk pembuatan embung.

Adalah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk

menutup permukaan tanah.

Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi tanah dari

pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah.

6. Dam Parit

Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan

tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan

di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.

Keunggulan:

Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit.

Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.

Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran sungai

(DAS).

Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya

lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.

Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS,

sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.

Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.

Page 7: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Ekosistem Hutan Pantai

3.1.1 Karakteristik Ekosistem Hutan Pantai

Ekosisitem hutan pantai terdapat di daerah kering di tepi pantai. ekosistem tersebut tidak

terpengaruh oleh iklim, pada daerah dengan kondisi tanah berpasir dan berbatu-batu, serta

terletak diatas garis pasang tertinggi (Direktorat Jenderal Kehutanan 1976). Daerah pantai

merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Hutan pantai biasanya

tidak lebar dan terdapat di pantai yang agak tinggi dan kering. Daerah tersebut jarang digenangi

air laut. Akan tetapi, sering terjadi angin kencang dengan hembusan garam. Karena hempasan

gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat.

Setelah gundukan pasir itu, terdapat tegakan hutan yang dinamakan hutan pantai. Hutan pantai

lazim disebut formasi Barringtonia-Calophyllum dan terdapat di daerah pesisir karena bentuk

dan letak pantainya yang tidak terakumulasi pasir bahkan mengalami pengikisan, serta terdapat

pohon khas, yaitu anggota genus Barringtonia dan Calophyllum (Arief 1994). Jenis pohon

lainnya diantaranya Terminalia cattapa, Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia dan

Pisonia grandis.

3.1.2 Keberadaan dan Luas Ekosistem Hutan Pantai

Data menunjukan bahwa luas vegetasi pantai dari tahun ke tahun cenderung menurun,

jika pada tahun 1996 luas vegetasi pantai mencapai 180.000 ha sampai tahun 2004 hanya

tersisa 78.000 ha.

Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat.

Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan

ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan

hutan pantai. Secara umum, hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir

dan berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi. Daerah

penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. Dilaporkan pada

tahun 1990 luas hutan pantai tersisa ±1 juta hektar (Fakuara 1990) dan pada tahun 1996

tersisa 0,55 juta ha (Sugiarto dan Ekariyono 1996).

Page 8: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara

(81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai. Salah

satunya adalah vegetasi hutan pantai. Istilah hutan pantai pertama kali disebutkan oleh

Whitford (1911) sebagai salah satu tipe hutan. Kondisi hutan pantai umumnya berbentuk

substrat pasir serta ditemukan beberapa jenis tumbuhan pionir. Umumnya lebar hutan pantai

tidak lebih dari 50 meter dan tidak jelas batas zonasinya dengan tipe hutan lainnya serta

memiliki tinggi pohon mencapai 25 meter (Goltenboth et al 2006).

Soerianegara dan Indrawan (2005) menyebutkan beberapa ciri khas hutan pantai,

antara lain tidak terpengaruh iklim, tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, atau

lempung, tumbuh di pantai (tanah rendah pantai), pohon-pohon kadang penuh dengan epifit,

antara lain paku-pakuan dan anggrek di Indonesia banyak ditemukan di pantai selatan Pulau

Jawa, pantai barat daya Pulau Sumatera, dan Pantai Sulawesi.

3.1.3 Peranan/fungsi Ekologis dan Konservasi Tanah Air dari Ekosistem Hutan Pantai

Hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan

sosial ekonomi. Secara fisik hutan pantai mampu memecah  energi angin air laut sehingga

bermanfaat sebagai  buffer zone dari bencana alam tsunami maupun fungsi penyangga. Selain

itu optimalisasi pemanfaatan lahan pantai dengan vegetasi tanaman tahunan diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang nyata terhadap pengurangan dampak pemanasan global. Salah satu

formasi hutan tersebut adalah hutan pantai. Hutan pantai yang dimaksud disini tidak termasuk

hutan mangrove. Di Indonesia, formasi hutan ini mempunyai keunikan tersendiri. Hutan pantai

juga merupakan bagian dari ekosistem pesisir dan laut yang menyediakan sumberdaya alam

yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral maupun energi, media

komunikasi dan edukasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata serta penemuan produk

biochemical.

3.1.4 Permasalahan yang Terjadi Pada Ekosistem Hutan Pantai

Seiring dengan laju pertambahan penduduk dan dinamika pembangunan regional yang

tidak taat asas kelestarian lingkungan hidup, tipe hutan pantai akhir-akhir ini mulai mengalami

kerusakan yang berarti. Data menunjukkan bahwa luas vegetasi pantai dari tahun ke tahun

cenderung menurun, jika pada tahun 1996 luas vegetasi pantai mencapai 180.000 ha

sampai tahun 2004 hanya tersisa 78.000 ha.

Page 9: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

Rusaknya ekosistem hutan pantai dapat menimbulkan berbagai permasalahan

terutama berkaitan dengan abrasi pantai, intrusi air laut, perubahan iklim mikro, dan

turunnya nilai produktivitas hayati di ekosistem pantai. Kekhawatiran berbagai pihak akan

tenggelamnya 2.000 pulau di Indonesia pada tahun 2030 akibat naiknya permukaan air laut

seiring dengan perubahan iklim global dan rusaknya ekosistem pesisir bukanlah hal yang tidak

mungkin jika keadaan ini terus berlanjut.

Kerusakan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan faktor

eksternal lainnya (Clarck 1998; McLachlan and Brown 2006). Wilayah pantai dijadikan

sebagai tempat strategis bagi masyarakat umum, pengusaha, militer dan industri. Aktivitas

manusia seperti pencemaran pantai dari aktivitas industri dan masyarakat, aktivitas rekreasi,

perubahan bentang alam akibat aktivitas pembangunan dan aktivitas lain turut berkontribusi

terhadap kerusakan pantai. Sedangkan faktor eksternal lainnya, seperti angin badai, hurricane

dan tsunami serta pemanasan global yang berimplikasi terhadap perubahan iklim juga

menjadi faktor lain dalam kerusakan hutan (McLachlan and Brown 2006).

Berbagai aktivitas manusia tersebut di atas cenderung tidak

mempertimbangkan daya dukung (carrying capacity) dan kemampuan alamiah untuk

memperbaharui (assimilative capacity), serta kesesuaian penggunaannya. Kegiatan

pembangunan pada kawasan pantai masih menitikberatkan pada pertimbangan ekonomi,

dibanding aspek ekologi. Akibatnya ekosistem pantai mengalami degradasi fungsi yang sangat

parah.

Secara garis besar faktor penyebab kerusakan hutan pantai yang terjadi di

Indonesia disebabkan oleh:

a. Pencemaran Daerah Pantai

Umumnya pencemaran dan kontaminasi wilayah pantai disebabkan oleh beberapa

sumber yakni dari limbah industri (berupa limbah padat dan cair), limbah cair pemukiman,

pertambangan, pelayaran dan pertanian serta perikanan budidaya. Bahan pencemar

utama berupa sedimen, unsur hara, logam berat (seperti merkuri, unsur radioaktif, asam,

polyaromatic hydrocarbons (PAH) dan unsur kimia toksit lainnya), pestisida, organisme

eksotik dan sampah (Clarck 1998; Dahuri et al. 2008). Selain sumber pencemaran dari

limbah, pencemaran pantai juga dapat terjadi karena tumpahan minyak mentah dari

kapal tangker. Pencemaran juga dapat terjadi karenapengeboran minyak lepas

Page 10: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

pantai, terjadinya erosi permukaan tanah (surface run off) dari daratan dan dari

rembesan alami, pencemaran panas dari energi nuklir (McLachlan & Brown 2006).

b. Pemanasan Global

Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim telah dirasakan oleh semua

negara di dunia. Baru-baru ini, Inter-Goverment Panel on Climate Change (IPCC)

mempublikasi penelitian para pakar bahwa selama 1990-2005 telah terjadi peningkatan

suhu bumi sebesar 0,15 hingga 0,3 derajat celsius dan diperkirakan pada tahun 2050 atau

2070 akan terjadi peningkatan menjadi 1,6-4,2 derajat celsius. Kenaikan suhu ini akan

diiringi dengan bertambahnya volume air akibat mencairnya es di daerah kutub yang

menyebabkan permukaan air laut meningkat, hal ini menjadi ancaman bagi daerah

pesisir.

c. Perubahan Bentang Alam

Perubahan bentang alam berhubungan dengan aktivitas merubah kondisi geomorfologi

lahan setempat untuk penggunaan lainnya (McLachlan & Brown 2006). Perubahan

bentang alam terjadi melalui berbagai bentuk, yaitu eliminasi habitat untuk penggunaan

alternatif (golf, penambangan mineral & konstruksi bangunan), perubahan habitat selama

penggunaan lahan (rekreasi, pengembalaan ternak, eksplorasi minyak dan gas, penggunaan

lahan dan konstruksi bangunan untuk kepentingan militer), perubahan bentuk

geomorfologi (penghilangan pasir untuk kepentingan pembangunan tanggul penahan

banjir, tanggul untuk menghindari penggenangan, perbaikan bentang alam untuk rekreasi

serta perubahan lingkungan untuk kehidupan liar), perubahan viabilitas fauna (aktivitas

ekoturisme dan introduksi jenis hewan piaraan), perubahan bentang alam yang tidak stabil

(pembangunan sarana navigasi, seawalls, groins, breakwaters, introduksi sediment baru,

perubahan vegetasi, dll), restorasi lahan (pasir) serta perubahan kondisi eksternal

(pencemaran akibat minyak, bahan radioaktif, sampah, pemupukan, herbisida, dll) (Clarck

1998; McLachlan & Brown, 2006).

d. Aktivitas Kegiatan Pariwisata dan Rekreasi

Aktivitas pariwisata dan rekreasi dapat berdampak negatif terhadap kelestarian

ekosistem pantai. Pembangunan sarana prasarana pariwisata seperti pembangunan hotel,

resort, pembangunan dermaga & sarana lalu lintas turut berkontribusi terhadap

menurunnya stabilitas fisik dan meningkatnya mobilitas pasir.Kegiatan lain seperti

Page 11: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

pengamatan perilaku, reproduksi, kelimpahan dan migrasi burung dan penyu yang tidak

terkendali (bagian dari ekoturisme) dapat mengganggu kehidupan dan tempat

pembiakannya.

e. Penambangan Bahan Mineral

Pada beberapa daerah di Indonesia, kegiatan penambangan pasir cenderung

eksploitatif dengan tidak mempertimbangkan aspek ekologi dan lingkungan. Ternasuk di

sepanjang pantai selatan Pulau jawa, hampir seluruh gumuk-gumuk pasir telah mengalami

kerusakan akibat aktivitas penambangan pasir yang berlebihan. Kerusakan areal gumuk

pasir serta vegetasi penutupnya dapat menyebabkan penurunan fungsi dan kapasitas

ekosistem pantai. Akibat dari penambangan pasir juga dapat menghilangkan sejumlah

pulau di Indonesia.

3.1.5 Strategi Penanganan

Hutan pantai merupakan daerah penyangga atau peralihan antara kawasan daratan

dan laut sehingga sangat peka terhadap gangguan. Mengingat begitu pentingnya peran hutan

pantai maka perlu dilakukan upaya konservasi. Untuk mendukung upaya tersebut, beberapa

kawasan pantai di Indonesia telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Tujuan utama

pengelolaan kawasan konservasi adalah melindungi ekosistem, populasi dan beragam spesies

yang mengalami ancaman atau rentan terhadap kepunahan serta menjaga agar sumber daya

tersebut memberikan manfaat bagi kebutuhan manusia dan biosfer.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut

harus ditujukan untuk melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan habitat-habitat

kritis, melindungi garis pantai, melindungi lokasi-lokasi yang

bernilai sejarah dan budaya, menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam serta

mengakomodasi daerah-daerah yang tereksploitasi.

Dahuri (2000) dalam Dahuri (2003) menyarankan enam program strategis

yang perlu dilaksanakan :

1. Melibatkan secara aktif peran masyarakat lokal di kawasan konservasi

2. Perlindungan yang ketat di daerah zona inti

3. Pembentukan manajemen satu pintu

Page 12: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

4. Peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan

konservasi bagi bangsa Indonesia

5. Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal

6. Pengembangan program penelitian dan monitoring, serta sistem informasi bagi

pengelolaan kawasan konservasi.

3.1. Ekosistem Hutan Rawa Gambut

3.1.1 Karakteristik Ekosistem Hutan Rawa Gambut

Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan cekung yang lembab/basah tergenang

akibat air yang masuk dari sekitar aliran sungai disekitar lahan. Tanah pada rawa gambut tercipta

dari air yang masuk ke dalam lahan hutan cekung lalu melapukkan kayu yang ada didalamnya

lalu menumpuk hingga lahan meninggi melebihi

lahan yang ada di sekelilingnya. Kayu yang telah

lapuk tersebut menjadi tumpukan nutrien yang

berguna untuk pertumbuhan tanaman. Proses

terbentuknya lahan gambut diperkirakan

membutuhkan waktu hingga 10.000-40.000 tahun.

3.1.2 Keberadaan dan Luas Ekosistem Hutan Rawa Gambut

Terdapat 400 juta hektar lahan gambut di dunia, 90% diantaranya terdapat di daerah

temperate dan 10% sisanya berada di daerah beriklim tropis. Indonesia memiliki 20,6 juta ha

atau 10,8% luas daratan Indonesia, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

3.1.3 Peranan/fungsi Ekologis dan Konservasi Tanah Air dari Ekosistem Hutan Rawa

Gambut

Hutan rawa gambut memiliki peranan yang penting dalam menjaga ekologis lingkungan.

Untuk sistem hidrologi atau air, hutan rawa gambut memiliki kemampuan untuk mengontrol

sistem hidrologi sehingga siklus pengairan dapat terjaga dengan baik. Hutan rawa gambut

cenderung lebih tergenang oleh air dari sungai sehingga menjadi subur, berbeda dengan lahan

yang mengandalkan air hujan yang cenderung membuat lahan menjadi tidak subur. Kawasan

rawa gambut juga memiliki fungsi untuk mengikat karbon. Karbon yang berada diudara

Page 13: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

ditangkap oleh tanaman yang ada di lahan rawa gambut, lalu melapuk sehingga karbon yang ada

pada tanaman tertimbun di dalam gambut yang berada di dalam cekungan lahan. Ekosistem yang

berada di hutan rawa gambut cenderung unik sehingga membuat ekosistem ini menjadi kawasan

yang khas ditempati oleh fauna-fauna tertentu sebagai habitatnya dan hanya bisa ditemukan di

kawasan ekosistem hutan rawa gambut.

3.1.4 Permasalahan yang Terjadi pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut

Hutan rawa gambut rawan kebakaran hutan. Hal ini terjadi karena kandungan bahan

organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik dan porositas tinggi. Selain itu, sama

seperti permasalahan hutan lainnya, marak terjadinya pencurian kayu (illegal logging) pada

hutan rawa gambut sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah pohon yang berada di lahan

rawa gambut.

3.1.5 Strategi Penanganan

Penanganan yang perlu dilakukan adalah penutupan kanal yang menghubungkan

pemukiman dengan kawasan hutan rawa gambut sehingga masyarakat tidak dapat mencapai

hutan rawa gambut. Selain itu, perehabilitasian hutan juga diperlukan agar hutan rawa gambut

tetap terjaga ekosistemnya. Terbitnya Inpres No. 2 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi

dan Revitalisasi Kawasan Lahan Gambut Eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut merupakan

langkah pemulihan kerusakan dan pengembalian fungsi ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi

pada kawasan lahan gambut. Pengelolaan hutan dan lahan gambut ini perlu dilakukan secara

bijaksana dan hati-hati. Hal ini disebabkan karena hutan rawa gambut merupakan ekosistem

yang sangat rapuh sehingga apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik dan benar,

maka akan merusak dan membuat hutan rawa gambut menjadi tidak lestari.

Page 14: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setiap ekosistem memiliki ciri khas masing-masing baik dari komponen biotik berupa fauna

dan floranya maupun komponen abiotiknya penyusunnya. Perbedaan ini membuat Indonesia

memiliki keanekaragaman yang tinggi. Kekhasan setiap ekosistem perlu dilakukan pengontrolan

agar tidak mengalami penurunan spesies sehingga semua fauna dan flora yang menyusun

ekosistem tersebut tetap lestari. Permasalahan yang muncul dan mengganggu kestabilan

ekosistem perlu dikaji serta dicari solusinya sehingga dalam pemanfaatannya, manusia tetap

melestarikan keasliannya.

4.2 Saran

Dalam penanganannya, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mengatasi

masalah yang melanda bidang kehutanan Indonesia, terutama jika dalam hal ini terjadi

pengrusakan ekosistem hutan. Jika terjadi keserasian antara masyarakat dan pemerintah, maka

dalam penegakkan hukum akan mudah dan meminimalisirkan tingkat pengrusakan pada

ekosistem hutan.

Page 15: Ekosistem Hutan Pantai dan Ekosistem Rawa Gambut

Daftar Pustaka

Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta: Penerbit

Yayasan Obor Indonesia.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP dan Sitepu MJ. 2003. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir

dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradina Paramitha. Jakarta.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati Laut, Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia.

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen

Pertanian.

Fakuara MY. 1990. Pengantar Bioteknologi Kehutanan. Dirjen Pendidikan Tinggi dan PAU

IPB. Bogor.

Goltenboth, Friedhelm. 2006. Ecology of Insular Southeast Asia: The Indonesia Archipelago.

Elsevier. Amsterdam

McLachlan A, Brown AA. 2006. The ecology of sandyshores. Academic Press. California.

Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium

Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sugiarto, Ekariyono W. 1996. Penghijauan Pantai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Valentina, Novia. 2011.Ekosistem Hutan Rawa Gambut. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Whitford. 2011. Forest Hydrology and Biogeochemistry. Springer