Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EKSISTENSI PEDAGANG SEKTOR INFORMAL DI PERKOTAAN
(Studi Kasus Warung Tegal Di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang
Kota Tangerang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi
Persayaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Riska Andriani
11151110000003
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
EKSISTENSI PEDAGANG SEKTOR INFORMAL DI PERKOTAAN
(STUDI KASUS WARUNG TEGAL DI KELURAHAN NEROKTOG,
KECAMATAN PINANG, KOTA TANGERANG)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 17 September 2019
Riska Andriani
i
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang eksistensi sektor informal di perkotaan
(studi kasus warung tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang) dan juga apa saja faktor pendukung eksistensi warung tegal
berdasarkan teori pilihan rasional (rational choice). Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data penelitian ini
adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Strategi pemilihan informan
dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan sebelas informan
yang terdiri dari delapan pedagang warung Tegal dan tiga pembeli warung tegal
Adapun teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi Warung Tegal di
perkotaan tidak lepas dari faktor banyaknya variasi makanan, tempat yang mudah
dijangkau, ramahnya pelayanan, tempat yang nyaman dan harga yang terjangkau.
Hal tersebut penting untuk keberlangsungan warung tegal saat ini, agar bisa
bersaing dengan warung makan lainnya. Kemudian faktor pendukung eksistensi
warung tegal yaitu adanya keterlibatan anggota keluarga, kepercayaan dengan
karyawan warung tegal yang memiliki cabang, kerjasama dengan sistem aplusan,
perkumpulan sesama warung tegal. Faktor tersebut merupakan faktor yang
dianggap penting dalam menjaga keberadaan warung tegal hingga saat ini..
Kata kunci: eksistensi, sektor informal, warung tegal, pilihan rasional
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu terpanjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
senantiasa memberikan rahmat, kasih sayang dan hidayahNya kepada penulis.
Alhamdulillah berkat karuniaNya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Eksistensi Sektor Informal di Perkotaan (Studi Kasus Warung
Tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang) sebagai
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Telah selesainya skripsi ini tidak lepas dari banyak sekali bantuan berupa
dukungan dan motivasi serta bimbingan yang diberikan oleh berbagai pihak, baik
secara moril maupun meteril. Tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat, penulis
sampaikan rasa terima kasih yang besar-besarnya dengan tulus kepada:
1. Dr. Ali Munhanif, M.A (Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ).
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si (Selaku Ketua Program Studi Sosiologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta). Terimakasih sudah memberikan izin dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si (selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan juga sebagai dosen pembimbing
skripsi penulis. Terimakasih banyak sudah membimbing saya dengan
meluangkan waktunya dan memberikan perhatian serta bimbingannya
dalam pengerjaan penulisan skripsi ini. Sehingga penulis bisa
mendapatkan arahan yang tepat untuk penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Sosiologi yang telah memberikan banyak pelajaran dan
pengalaman yang sangat berharga selama saya menimba ilmu semasa
kuliah.
iii
5. Para informan Pekerja dan Pembeli Warung Tegal di Kawasan Kelurahan
Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, dengan baik hati yang
sudah mau meluangkan waktunya untuk diwawancara. Terimakasih atas
informasinya yang sangat berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Pemerintah Kelurahan Neroktog yang sudah memberikan izin penelitian,
sehingga penelitian bisa dilaksanakan dengan baik dan lancar.
7. Kedua orang tua saya yang bernama Bapak Tanuri dan Ibu Badriyah, yang
telah menemani saya selama ini dan terus memotivasi saya agar tidak
pantang meyerah untuk menyelesaikan skripsi dan juga tidak lupa untuk
kakak-kakak dan adik saya yang telah menemani proses penyusunan
skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman Sosiologi A angkatan tahun 2015: Anisa, Hilwa,
Rizka, Mita, Rara, Lintang, Amel, Amal, Tias, Farah, Keke, Sania dan
Zeniya yang sudah menemani proses perkuliahan dari semester awal
hingga proses penulisan skripsi dan teman-teman lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terimakasih sudah berjuang bersama,
memberikan dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan hingga
akhir.
9. Seluruh teman-teman KKN KOLONI 65 2018 yaitu Ica, Ita, Falia, Monik,
Aida, Eli, Ela, Elmi, Anin, Fazrin, Rizky, Andre, Azzam, Oding, Tegar,
dan Zhaki. Terimakasih sudah memberikan kebersamaan selama KKN
meskipun hanya dalam waktu singkat.
10. Kakak-kakak dan adik-adik dari HMI KOMFISIP yang sudah memberikan
pengalaman berorganisasi yang sangat luar biasa.
11. Teman-teman kontrakan selama di Ciputat yaitu: Risye, Dhea, dan Fatiya.
Terimakasih sudah menjadi teman berbagi keluh kesah dan menemani
langkah saya semenjak awal proses perkuliahan.
iv
12. Semua pihak yang telah membantu meyelesaikan proses penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 25 September 2019
Riska Andriani
v
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..........................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...............................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .............................................
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9
E. Kerangka Teoritis ..................................................................... 18
F. Metodologi Penelitian .............................................................. 26
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 34
BAB II KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DI KELURAHAN
NEROKTOG
A. Gambaran Umum ..................................................................... 35
1. Kondisi Lingkungan ............................................................. 35
2. Kondisi Penduduk ................................................................ 37
3. Kondisi Pendidikan .............................................................. 38
vi
4. Kegiatan Ekonomi ................................................................ 40
B. Latar Belakang Munculnya Warung Tegal .............................. 42
C. Deskripsi Profil Informan ......................................................... 46
BAB III EKSISTENSI WARUNG TEGAL DI KOTA TANGERANG
A. Warung Tegal Sebagai Pilihan Profesi ..................................... 56
1. Usaha Turun Temurun Dari Keluarga........................... 57
2. Rendahnya Pendidikan .................................................. 58
3. Lamanya Pengalaman Berjualan ................................... 59
4. Keterbatasan Keahlian................................................... 61
5. Pemenuhan Keburuhan Hidup ...................................... 60
B. Eksistensi Warteg Di Perkotaan ............................................... 63
1. Banyaknya Variasi Makanan ......................................... 62
2. Tempat Yang Mudah Dijangkau .................................... 64
3. Ramahnya Pelayanan ..................................................... 65
4. Tempat Yang Nyaman ................................................... 67
5. Harga Yang Terjangkau ................................................. 69
C. Faktor Pendukung Eksistensi Warteg Di Perkotaan ................. 71
1. Keterlibatan Anggota Keluarga...................................... 71
2. Kepercayaan Dengan Karyawan Warung Tegal Yang
Mempunyai Cabang ........................................................ 73
3. Kerjasama Dengan Sistem Aplusan ............................... 76
4. Perkumpulan Sesama Warung Tegal.............................. 77
5. Sistem Setoran Warung Tegal Yang Mempunyai 12
Cabang ............................................................................ 78
D. Analisis Teori Pilihan Rasional ................................................ 80
vii
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 86
B. Saran ......................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... x
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Bukti Bimbingan.......................................................................
Lampiran 2 Surat Pengantar Permohonan Wawancara/Mencari Data
Skripsi .......................................................................................
Lampiran 3 Pedoman Wawancara ...............................................................
Lampiran 4 Transkrip Wawancara ...............................................................
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ............................................................
viii
DAFTAR GAMBAR
Bagan II.B.1 Peta Warung Tegal di Kelurahan Neroktog .............................. 46
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Di Kota
Tangerang Menurut Pendidikan Tertinggi Yang
Ditamatkan Dan Lapangan Usaha Pekerjaan Utama
Tahun 2017 .......................................................................... 4
Tabel I.D.1 Tinjauan Pustaka .................................................................. 16
Tabel II.A.2.1 Kelompok Umur Di Kelurahan Neroktog Menurut Usia
Produktif 2017 ..................................................................... 37
Tabel II.A.3.1 Tamatan Tingkatan Pendidikan Penduduk di Kelurahan
Neroktog Tahun 2016 .......................................................... 38
Tabel II.A.4.1 Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Neroktog
Tahun 2016 .......................................................................... 40
Tabel II.A.4.2 Jumlah fasilitas perdagangan per kelurahan di
Kelurahan Neroktog Tahun 2017 ........................................ 41
Tabel II.C.1 Informan Pemilik dan Pekerja Warung Tegal ..................... 47
Tabel II.C.2 Informan Pembeli Warung Tegal ........................................ 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang eksistensi
pedagang sektor informal di perkotaan dengan mengambil studi kasus
mengenai Warung Tegal yang berada di Kelurahan Neroktog, Kecamatan
Pinang, Kota Tangerang. Dalam penelitian ini menjelaskan faktor-faktor
pendukung eksistensi usaha sektor informal mengenai Warung Tegal atau
biasa disingkat warteg. Teori yang digunakan adalah teori pilihan rasional,
dan juga dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk
menjelaskan secara deskriptif hasil penelitian yang telah dilakukan.
Kota menjadi daya tarik tersendiri untuk para pendatang. Seperti
kutipan berikut ini: “perkotaan adalah tempat yang menyediakan banyak
fasilitas yang sudah baik” (Nurhayati, 2015). Sehingga tidak heran jika
kota sebagai Central Business District (CBD), yang di dalamnya terdapat
pusat perumahan, perekonomian, dan pusat kegiatan lainnya. Selain itu
juga di kota mulai banyak berkembangnya bangunan gedung-gedung
industri seperti pabrik, hal itu tentunya tidak lain karena untuk menunjang
proses perekonomian dan perdagangan di kota.
Salah satu kota yang diminati oleh para pendatang adalah kota
Tangerang. Kota Tangerang saat ini terus mengalami perkembangan
2
terlihat adanya perindustrian dan fasilitas yang terus menerus dibangun.
Hal itu tentunya membuat Kota Tangerang ini menjadi kota yang menjadi
sasaran dari para pendatang untuk menetap hidup dan mengadu nasib.
“Menurut Lerner, adanya urbanisasi merupakan wujud kota yang semakin
berkembang. Namun, pendatang yang pindah ke tempat yang baru,
biasanya akan menyebabkan masalah sosial” (Chen dan Evers dikutip
Nurhayati, 2015). Dengan para pendatang yang mengadu nasib ke kota,
maka akan menimbulkan permasalahan baru yang terjadi seiring dengan
bertambahnya penduduk. Salah satu masalah yang ditimbulkannya yaitu
ketatnya persaingan dalam mencari lapangan pekerjaan. Dalam BPS
ketenagakerjaan Kota Tangerang 2017, dikatakan bahwa Kota Tangerang
memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 1.05 juta jiwa dan TPT (Tingkat
Pengangguran Terbuka) di Kota Tangerang sebesar 7.16% dari jumlah
angkatan kerja yaitu 75.180 jiwa.
Dengan begitu, bagi para pendatang yang datang ke kota dan
belum mempunyai pekerjaan, biasanya mereka membuat usaha sendiri
dengan modal yang dipunyai meskipun hanya usaha bentuk kecil salah
satunya yaitu dengan berdagang. Berdagang merupakan bentuk dari usaha
sektor informal, seperti yang ada pada kutipan berikut ini: “usaha sektor
informal diantaranya pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang
warung, tukang cukur, serta usaha rumah tangga seperti: pembuat tempe,
pembuat kue, barang-barang anyaman dan lain-lain” (Simanjuntak dikutip
Haris, 2011). Sektor informal merupakan usaha lain untuk para pendatang
3
yang tidak mampu bersaing di sektor formal. Karena kurangnya
kemampuan atau skill yang dimiliki oleh para pendatang. Sehingga sektor
informal dipilih untuk membuka jalan bagi para pendatang yang belum
mempunyai pekerjaan agar bisa bertahan hidup di kota.
Sektor informal seperti perdagangan yang dilakukan oleh
masyarakat, rupanya masih menjadi daya tarik tersendiri. Terlihat dari
jumlah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Tangerang
2017, untuk posisi perdagangan cukup banyak di Kota Tangerang. Hal
tersebut diperoleh melalui faktor pendidikan dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi, begitu pula dengan faktor usia dari 15 tahun ke
atas. Tingginya minat masyarakat kota Tangerang memilih sektor informal
yaitu perdagangan sebagai lapangan usaha pekerjaan utama, sehingga
membuat sektor informal semakin eksis di perkotaan.
Berikut adalah tabel yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat
Statistik) mengenai tabel tentang penduduk yang berumur 15 tahun ke atas
di Kota Tangerang menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan
lapangan usaha pekerjaan utama tahun 2017:
4
Tabel I.A.1
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Di Kota Tangerang Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Dan Lapangan Usaha Pekerjaan
Utama Tahun 2017
Pendidikan
Tertinggi
yang
Ditamatkan
2017
Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas di Kota Tangerang
Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan dan Lapangan
Usaha Pekerjaan Utama
Pertani-
an Industri Perdagangan
Jasa-
jasa
Lain
nya Total
Tidak/
Belum
Tamat SD/
Sederajat
2.391 7.243 12.538 13.859 11.718 47.749
SD/
Sederajat 75.883 31.734 32.182 26.446 15.402 181.647
SLTP/
Sederajat 986 51.869 48.279 26.263 24.517 151.896
SLTA/
Sederajat 4.406 126.740 136.740 73.942 100.407 442.235
Universitas/
Sederajat 0 23.851 37.941 87.829 77.241 226.862
Total 83.648 241.437 267.680 228.
339 229.285
1.050.
389
Sumber: BPS Kota Tangerang, Sakernas – Agustus 2017 (diunduh pada tanggal
15 April 2019)
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa perdagangan menempati
posisi paling tertinggi diminati untuk dijadikan sebagai lapangan usaha
pekerjaan utama menurut faktor pendidikan mulai dari tidak tamat SD
sampai dengan Universitas sejumlah 267.680 jiwa. Disusul dengan
industri sebanyak 241.437 jiwa. Dengan data tersebut menunjukkan bahwa
perdagangan di Kota Tangerang masih menjadi lapangan usaha pekerjaan
5
utama yang lebih dominan dibandingkan industri, pertanian, jasa-jasa dan
lainnya.
Penduduk di Kota Tangerang umumnya bekerja pada sektor
industri ataupun sektor formal, sedangkan tak sedikit pula penduduk yang
bekerja di sektor informal seperti berdagang. Dari sektor perdagangan
sendiri tentunya banyak menarik minat penduduk untuk bisa mengambil
keuntungan yang diharapkan bisa menopang kehidupannya. Salah satu
bentuk dari sektor informal yaitu Warung Tegal (warteg). Warung Tegal
atau yang biasa dikenal dengan singkatan warteg, merupakan warung yang
menjual berbagai macam menu makanan berat seperti nasi beserta lauk
pauknya. Seperti yang dikutip berikut ini “Warung Tegal menyediakan
lauk pauk yang bervariasi dan juga sayur yang sering masyarakat
konsumsi” (Liputan6.com, 4 Oktober 2018).
Menurut data yang diperoleh dari BPS Kota Tangerang di
Kecamatan Pinang terdapat 598 warung makan yang terdiri dari berbagai
macam warung makan. Kemudian dalam segi yang kecil yaitu di
Kelurahan Neroktog terdapat 59 warung makan atau restoran. Dengan
banyaknya warung nasi di Kota Tangerang, keberadaan warteg tentunya
semakin menambah peta persaingan usaha pedagang sektor informal.
Eksistensi warteg di Kota Tangerang merupakan tantangan tersendiri bagi
pedagangnya, karena memang banyak sekali warung makan di wilayah ini.
Selain itu warteg merupakan warung makan yang menyediakan menu
makanan tradisional, “makanan tradisional adalah makanan sederhana
6
yang dimasak dan masih menjadi pilihan masyarakat, karena makanan
tradisional memiliki harga terjangkau dan cocok dengan selera
penikmatnya.” (Andayani, 2014:66).
Adanya hubungan yang saling membutuhkan antara sektor formal
dan sektor informal, mungkin karena di dalamnya terdapat keterikatan satu
sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Sektor informal diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup para pekerja sektor formal. Para pekerja
sektor formal membutuhkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
informal. Seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
“Di Indonesia untuk sektor formal dan informal mempunyai kaitan yang
tidak dapat dipisahkan. Dalam kesehariannya karyawan yang bekerja
pada sektor formal membutuhkan makanan yang diproduksi dari sektor
informal seperti warteg. Warteg sebagai “juru selamat” yang hadir
dengan makanan tradisional dengan harga murah menjadi pilihan
masyarakat untuk bisa menyisihkan uang karena terhindar dari membeli
makanan yang mahal” (Haryanto. 2011:235).
Aktivitas di kota yang padat seperti adanya perekonomian dan
perdagangan yang dijadikan sebagai arena pertukaran uang. Di samping
itu kota juga disebut sebagai pusat perindustrian, karena tidak sedikit
tenaga kerja yang dipekerjakan. Menurut Castells kota juga sebagai arena
konsumsi, karena banyaknya konsumen yang ada di kota. Berikut
kutipannya:
Menurut Castells, penduduk yang tinggal di kota memiliki sifat
konsumen. Dimana di kota para penduduk membutuhkan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut dibutuhkan
untuk bisa memulihkan kembali aktivitas pekerjaannya. Setelah
mengonsumsi mereka kembali beraktivitas, kemudian mengonsumsi lagi,
begitu seterusnya. (Sumantri. 2004:6.14)
7
Kota sebagai tempat konsumsi, membuat banyak orang berlomba-
lomba untuk menjadi produsen. Hal tersebut dapat dilihat bahwa cukup
banyak penduduk di kota yang bekerja sebagai pedagang. Seiring dengan
berjalannya waktu, permintaan barang dan jasa yang meningkat maka
banyak pula pedagang yang bersaing memenuhi kebutuhan barang dan
jasa tersebut. Semakin banyak pedagang, tentunya persaingan juga
semakin ketat untuk bisa menarik para konsumen tersebut. Misalnya
dalam memenuhi kebutuhan pangan saja, pedagang harus bersaing dengan
pedagang lainnya dalam menawarkan dagangannya kepada para
konsumen. Pedagang yang tidak memiliki kreativitas ataupun yang lemah
dalam bersaing maka dipastikan usaha tersebut akan gulung tikar atau
“failed”. Dalam konteks warung nasi, banyaknya warung nasi sederhana
di zaman sekarang ini seperti warung nasi sunda, warung nasi padang,
warung tegal, dan sebagainya. Hal tersebut tentunya membuat pedagang
Warung Tegal (warteg) harus bisa menjaga eksistensinya agar bisa
bersaing dengan warung nasi sederhana lainnya. Dengan begitu, pedagang
sektor informal Warung Tegal (warteg) membutuhkan strategi tersendiri
dalam menjaga eksistensi usahanya dan tentunya bisa bersaing dengan
usaha lainnya.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, maka penulis
tertarik ingin mengambil judul tentang “Eksistensi Pedagang Sektor
Informal Di Perkotaan. Studi Kasus Warung Tegal di Kelurahan
Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang”. Karena ingin melihat
8
pedagang sektor informal menjaga eksistensi usahanya di perkotaan
khususnya mengenai usaha Warung Tegal dengan menggunakan teori
pilihan rasional (rational choice theory).
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana eksistensi pedagang sektor informal Warung Tegal di
Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang?
2. Apa saja faktor pendukung eksistensi pedagang sektor informal
Warung Tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menggambarkan eksistensi pedagang sektor informal
Warung Tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang,
Kota Tangerang
b. Untuk mendeksripsikan faktor pendukung eksistensi usaha
sektor informal Warung Tegal di Kelurahan Neroktog,
Kecamatan Pinang, Kota Tangerang
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Sebagai sumber informasi penulis tentunya untuk
mengetahui eksistensi pedagang sektor informal Warung
9
Tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang, yang sebelumnya belum diketahui oleh peneliti
2) Diharapkan bisa menjadi bahan acuan sebagai sumber
informasi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
kasus tersebut
b. Manfaat Praktis
1) Sebagai sumber informasi kepada mahasiswa/i untuk
mengetahui eksistensi pedagang sektor informal Warung
Tegal di Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang
2) Sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang
eksistensi pedagang sektor informal Warung Tegal di
Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang
3) Diharapkan bisa menjadi sumber informasi dan masukan
kepada pemerintah agar lebih memperhatikan pedagang
sektor informal khususnya Warung Tegal.
D. Tinjauan Pustaka
Pertama, Lena Uli Sihaloho (2013) dengan judul Eksistensi Pasar
Malam (Studi Kasus Pasar Malam Bayang Ohana Di Kota Pekanbaru).
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu untuk bisa bertahan hidup pengelola
pasar malam mengatur beberapa strategi-strategi dalam menghadapi
gangguan yaitu strategi menarik pengunjung untuk tertarik bermain,
10
kemudian apabila genset rusak, apabila pengunjung sepi, strategi apabila
ada gangguan cuaca, apabila ada kecelakaan dalam wahana, apabila
musim libur sekolah tiba, serta apabila ada pemindahan karena
pengunjung tidak ramai sehingga jika modal sudah balik, pengelola bisa
segera pindah ke tempat yang lain.
Kedua, Enni Lessetiawanti (2017) dengan judul Eksistensi
Pedagang Kaki Lima Ditempat Hiburan Malam Kawasan Bintan Plaza.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu modal sosial mengandung beberapa
aspek penting seperti (trust) kepercayaan, norma (norms) dan jaringan
(networks), hal itu digunakan untuk mengukur eksistensi mereka di tempat
hiburan malam kawasan Bintan Plaza. Di kawasan tersebut terlihat ada
nilai-nilai modal sosial yang terjalin antara pedagang kaki lima dengan
pembeli, pihak keamanan, pihak agen pemasok dan pihak hotel Bintan
Plaza, kemudian terdapat beberapa aturan yang bersifat informal yang
berlaku di dalam kelompok pedagang, walaupun tidak terdapat perjanjian
tertulis mereka tetap mematuhi aturan tersebut, kemudian dengan aturan
tersebut terdapat kemudahan akses dalam mendapat pasokan barang
dagang, kemudahan untuk melakukan kegiatan usaha serta terdapat rasa
kekeluargaan di kelompok yang mengikat para pedagang untuk tetap
bertahan berjualan di kawasan hiburan malam.
Ketiga, Gennya Prinita Sari dengan judul Eksistensi Pedagang
Kaki Lima Di Pasar Maling Wonokromo Surabaya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Pedagang kaki lima yang berada di pasar maling
11
wonokromo sudah bergabung ke dalam kelompok, dimana terdapat
paguyuban untuk menjalin silaturahmi diantara para pedagang. Pedagang
tersebut sudah berjualan di Pasar Maling lebih dari lima tahun. Para
pedagang kaki lima yang berjualan di Pasar Maling tidak memiliki strategi
yang khusus untuk bisa bertahan. Upaya mereka untuk dapat berjualan di
Pasar Maling Wonokromo yaitu dengan mematuhi aturan dari paguyuban
Pasar Maling. Dengan begitu Paguyuban mempunyai peran penting untuk
membantu pedagang kaki lima bisa bertahan dan tetap berjualan di Pasar
Maling Wonokromo.
Keempat, Indra Setia Bakti, dkk (2018) dengan judul eksistensi
dukun di tanah gayo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukun
masih mempunyai peran yang penting di kehidupan masyarakat Gayo.
Masyarakat Gayo memanfaatkan jasa dukun untuk keperluan politik,
sosial, ekonomi, budaya dan juga yang paling utama adalah masalah
kesehatan. Komunitas masyarakat Gayo masih memelihara budaya pergi
ke dukun. Adanya masyarakat Gayo yang beragama Islam tentunya tidak
bisa menentang praktek perdukunan tersebut, karena tidak adanya tindakan
secara kolektif untuk bisa menolak secara tegas praktek tersebut. Oleh
karena itu, praktek perdukunan masih melekat di masyarakat tanah Gayo.
Kelima, Trisni Andayani dan Irma Ries Verany (2015) dengan
judul Eksistensi Pedagang Rujak Simpang Jodoh di Pasar 7 Tembung,
Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah
untuk memepertahankan keberadaannya mereka menggunakan alat seperti
12
lampu senthir untuk penerangan di malam hari, lampu senthir merupakan
ciri khas dari pedagang rujak simpang jodoh. Kemudian faktor lain yang
membuat mereka tetap eksis yaitu adanya solidaritas yang dibangun antara
sesama pedagang rujak, kemudian juga pedagang rujak dengan pedagang
kaki lima dan pedagang rujak dengan masayarakt. Dengan solidaritas
tersebut akan ada interaksi yang dibangun yang dapat menguatkan
keberadaan mereka disana.
Keenam, Muhammad Ramadhana Alfaris (2018) dengan judul
Eksistensi Diri Waria Dalam Kehidupan Sosial Di Tengah Masyarakat
Kota (Fenomenologi Tentang Eksistensi Diri Waria Urbanisasi Di Kota
Malang). Hasil penelitian yang diperoleh yaitu para waria melakukan
usaha untuk mengeksiskan dirinya dengan cara aktif dalam penggunaan
media sosial untuk menunjukkan karakter sosialnya tentunya dengan
harapan dapat diketahui oleh masyarakat banyak. Teknologi sangat
membantu mereka dalam menghasilkan penghasilan tambahan para waria
tidak segan untuk aktif dalam organisasi mereka dengan cara mendukung
kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh kelompok mereka. Para waria
mengetahui batas-batas yang ada di masyarakat sehingga mereka masih
dalam baik dari segi moral dan etika yang ditunjukkannya, walaupun
mungkin masih ada saja masyarakat yang belum bisa menerima
keberadaannya.
Ketujuh, Triana Sofiani (2010) dengan judul eksistensi perempuan
pekerja rumahan dalam konstelasi relasi gender. Hasil penelitian yang
13
diperoleh adalah dalam relasi gender perempuan masih dikatakan warga
kelas dua, yang pertama adalah kaum laki-laki. Hal tersebut terjadi karena
kultur dan struktur yang ada pada realitas sosial masyarakat bersifat
patriarkhis. Ketika perempuan masuk ke dunia kerja, mereka terbagi di
sektor yang tidak menguntungkan dan memiliki upah yang rendah. Dalam
konteks negara, karena negara juga masih di dominasi kaum laki-laki, jadi
hukum juga tidak berpihak pada perempuan khususnya perempuan pekerja
rumahan. Hal tersebut masih terjadi di masyarakat, dimana institusi
pendukung maupun negara masih mengesampingkan perempuan pekerja
rumahan. Dengan begitu menjadi bukti bahwa eksistensi perempuan dalam
konstelasi relasi gender masih pada posisi awal yang menempati posisi
kedua.
Kedelapan, Zaenal Mustopa (2016) dengan judul Eksistensi
Mahasiswi Dalam Berorganisasi Di Lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah eksistensi mahasiswi di organisasi masih penting
karena menyangkut peran mereka dalam organisasi tersebut, akan tetapi
dalam hal pembagian tugas rasanya para mahasiswa belum terlepas dari
adanya stereotype. Keinginan mahasiswi untuk berorganisasi adalah untuk
bisa mendapatkan pengalaman bergorganisasi yang mendukung kegiatan
di akademik maupun ketika berhubungan langsung dengan kehidupan
masyarakat nantinya. Mungkin akses mahasiswi untuk menduduki suatu
posisi sangat terbuka, namun apabila untuk menempati posisi sebagai
14
ketua masih ada stereotype. Dimana ketua masih sangat identik dengan
sifat maskulinitas dari seorang laki-laki. Beberapa hambatan yang terjadi
ketika perempuan berorganisasi yaitu adanya mentruasi dan rentan
terjadinya konflik, namun hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan
meminum minuman penghilang nyeri dan juga untuk mencegah konflik
perlu adanya diskusi dengan sesama anggota organisasi.
Kesembilan, Maflahah dan Akhmad (2018) dengan judul Warung
Tegal: Relasi Kampung Menyangga Kota Jakarta (Studi Kasus Pada
Warung Tegal Di Jakarta Timur). Hasil penelitian yang diperoleh adalah
Relasi tersebut menunjukkan status sosial yang melekat pada para
pedagang bahwa ada sesuatu yang mengikat mereka antara ibukota dan
deaerah tempat asal mereka. Kedua hal tersebut saling terkait ditunjukkan
oleh para pedagang yang mendapat giliran setiap 4 bulan sekali pulang ke
kampungnya setelah berjualan, namun ketika sudah cukup di kampung
maka mereka akan kembali lagi ke Jakarta untuk berjualan. Perbedaan
status sosial mereka juga berbeda, ketika di kota mereka dianggap sebagai
orang kecil, maka ketika di desa mereka membawa kebanggaan tersendiri
terhadap pencapaian mereka selama hidup di kora dan dianggap kelas atas
oleh masyarakat desa.
Kesepuluh, Rinda Asytuti (2015). Dengan judul Pengusaha
Warung Tegal Di Jakarta (Pendekatan Modal Sosial). Hasil penelitian
yang telah diperoleh yaitu modal sosial yang ada pada pengusaha warung
tegal di Jakarta cukup baik. Adapun modal sosial terdiri dari tingkat
15
kohesitas, kepercayaan, jaringan, dan juga norma. Dari keempat modal
sosial yang ada, yang paling berpengaruh dalam penguatan ekonomi
pengusaha warteg adalah tingkat kohesitas dan juga jaringan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel modal
sosial terhadap penguatan ekonomi pengusaha Warung Tegal dengan besar
54,8 %.
Dari kesepuluh penelitian sebelumnya yang telah dilihat,
persamaannya adalah sebagian besar penelitian sebelumnya menggunakan
konsep eksistensi sebagai pokok pembahasan analisis dan juga setiap
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Jika dilihat terdapat
perbedaan pada pendekatan dan metode yang digunakan. Konsep dan teori
yang digunakan tidak sama dari setiap penelitian.
Kemudian antara fokus dan kasus dari setiap penelitian yang
digunakan juga berbeda dan hasil temuan yang diperoleh tidak sama.
Dimana dalam penelitian sebelumnya sudah ada yang meneliti tentang
eksitensi sektor informal dengan kasus PKL (Pedagang Kaki Lima), pasar
malam dan penelitian WARTEG namun dengan teori yang berbeda.
Penelitian sebelumnya belum ada yang membahas fokus eksistensi sektor
informal yang meneliti tentang kasus Warung Tegal (WARTEG) dengan
teori pilihan rasional (Rational Choice).
Selanjutnya belum ada penelitian yang berbasis sosiologis untuk
melihat fenomena tentang eksistensi pedagang sektor informal Warung
Tegal (warteg) di perkotaan. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti
16
dengan pokok pembahasan yang sama tetapi dalam fokus, kasus dan teori
yang berbeda. Sehingga dapat menambah literatur yang berbeda dalam
sudut pandang sosiologi ekonomi.
Tabel I.D.1
Tinjauan Pustaka
No Nama Judul Penelitian Konsep Metode
1 Lena Uli
Sihaloho
(2013)
Eksistensi Pasar
Malam (Studi Kasus
Pasar Malam
Bayang Ohana Di
Kota Pekanbaru)
Eksistensi, Pasar,
Organisasi
(Neuman)
Kualitatif
2 Enni
Lessetia-
wanti (2017)
Eksistensi Pedagang
Kaki Lima Ditempat
Hiburan Malam
Kawasan Bintan
Plaza
Eksistensi, Sektor
Informal, Pedagang
Kaki Lima, Modal
Sosial (Bordieu)
Kualitatif
3 Gennya
Prinita Sari
Eksistensi Pedagang
Kaki Lima Di Pasar
Maling Wonokromo
Surabaya
Eksistensi, sektor
informal, Survival
(James C. Scott)
Kualitatif
4 Indra Setia
Bakti, dkk.
(2018)
Eksistensi Dukun Di
Tanah Gayo
Eksistensi, Dukun,
Agama (P.L.
Berger)
Kualitatif
5 Trisni
Andayani
dan Irma
Ries Verany
(2015)
Eksistensi Pedagang
Rujak Simpang
Jodoh di Pasar 7
Tembung, Percut Sei
Tuan, Deli Serdang
Eksistensi,
Pedagang Rujak,
Interaksionisme-
Simbolik (Mead)
Kualitatif
6 Muhammad
Ramadhana
Alfaris
(2018)
Eksistensi Diri
Waria Dalam
Kehidupan Sosial Di
Tengah Masyarakat
Kota (Fenomenologi
Eksistensi, Konsep
Diri, Waria,
Gender (Giddens)
Kualitatif
17
Tentang Eksistensi
Diri Waria
Urbanisasi Di Kota
Malang)
7 Triana
Sofiani
Eksistensi
Perempuan Pekerja
Rumahan Dalam
Konstelasi Relasi
Gender
Eksistensi,
Perempuan
Pekerja, Gender
(Randall Collins)
Kualitatif
8 Zaenal
Mustopa
(2016)
Eksistensi
Mahasiswi Dalam
Berorganisasi Di
Lingkungan Fakultas
Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
Universitas
Pendidikan
Indonesia
Eksistensi,
Mahasiswi,
Organisasi, Budaya
(Liliweri)
Kualitatif
9 Maflahah
dan Akhmad
(2018)
Warung Tegal:
Relasi Kampung
Menyangga Kota
Jakarta (Studi Kasus
Pada Warung Tegal
Di Jakarta Timur)
Relasi, Sektor
Informal, Modal
Sosial (Pierre
Bourdieu)
Kualitatif
10
Rinda
Asytuti
(2015)
Pengusaha Warung
Tegal Di Jakarta
(Pendekatan Modal
Sosial)
Modal
Sosial(Coleman)
Kuantitatif
Penelitian yang ingin dibahas selanjutnya mengenai: Eksistensi Pedagang
Sektor Informal di Perkotaan (Studi Kasus Warung Tegal Di Kelurahan Neroktog,
Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Dalam penelitian ini menggunakan konsep
eksistensi, sektor informal dan juga teori pilihan rasional serta digunakan
pendekatan kualitatif dalam menganalisis permasalahan tersebut.
E. Kerangka Teoritis
18
1. Definisi Konseptual
Dalam menganalisis penelitian ini, digunakan beberapa konsep
yaitu eksistensi dan sektor informal, kemudian digunakan juga teori
pilihan rasional (rational choice theory) untuk membantu menganalisis
penelitian ini.
a. Eksistensi
“Eksistensi dianggap dengan sikap keberanian dalam
mengambil keputusan yang bisa menentukan hidup seseorang. Jika
tidak bisa mengambil keputusan secara benar dan tidak berani
berbuat, maka tidak bisa bereksistensi dalam arti yang
seseungguhnya” (Setiawan, 2016:231). Sedangkan eksistensi
dalam pengertian lain yaitu bersifat dinamis, yang artinya
kemampuan untuk bisa melampaui batas keberadaannya (Zaenal,
2017 dikutip Sihaloho, tanpa tahun: 3-4).
Jadi, eksistensi adalah upaya seseorang atau kelompok
dalam menjaga keberadaanya agar tidak hilang di masyarakat.
Terutama kemampuan untuk melampaui keberadaanya di
lingkungan sekitarnya. Eksistensi ini berkaitan dengan pilihan-
pilihan yang dianggap rasional untuk menjaga keberadaannya dan
diharapkan bisa lebih berkembang lagi. Upaya tersebut yang ingin
dilihat dalam eksistensi pedagang sektor informal khususnya
Warung Tegal (warteg), menjaga eksistensinya di tengah
19
persaingan dengan pedagang warung nasi lainnya seperti warung
nasi sunda, dan sebagainya.
b. Sektor Informal
Menurut Djojohadikusumo dikutip Haris (2011: 240),
sektor informal ditandai oleh usaha bentuk kecil dalam jumlah
banyak dan biasanya dimiliki oleh keluarga dengan menggunakan
cara produksi yang sederhana. Tenaga kerja di sektor informal
biasanya memiliki pendidikan dan kemampuan yang terbatas.
Sedangkan menurut Koyano dikutip Yusuf (2006) orang-orang
yang memilih sektor informal mendapat kesempatan memperoleh
pekerjaan, karena biasanya berdasarkan pada hubungan sosial di
antara migran.
Sektor informal adalah berbagai usaha dalam bentuk kecil
yang dibangun untuk bisa memberikan peluang pekerjaan kepada
masyarakat yang tidak bisa mencapai pekerjaan di sektor formal.
Usaha-usaha kecil ini bisa dijadikan sebagai pendamping pekerjaan
sektor formal, kedua sektor ini saling berhubungan misalnya ketika
ada karyawan pekerja sektor formal yang ingin makan dengan
harga yang terjangkau tanpa harus pergi ke restaurant yang
harganya mahal, mereka biasanya mencari alternatif lain untuk
menghemat pengeluaran seperti makan di warteg dan sebagainya.
Oleh karena itu sektor informal masih dibutuhkan untuk
melengkapi sektor formal.
20
c. Teori Pilihan Rasional
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori pilihan
rasional atau rational choice theory untuk menganalisis data
dengan fokus perhatiannya tertuju pada apa yang menyebabkan
sektor informal khususnya Warung Tegal (warteg) tetap eksis di
perkotaan dan juga apa saja faktor pendukung eksistensi dari
keberlangsungan Warung Tegal (warteg) di perkotaan. “Dalam
teori pilihan rasional, individu dilihat sebagai sangat rasional,
mampu melakukan yang terbaik untuk memuaskan keinginannya”
(Haryanto, 2011: 108).:
Dalam konteks ini pilihan rasional tidak muncul tiba-tiba
melainkan berdasarkan nilai-nilai yang dijadikan bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keinginan dari
individu untuk menerapkan pilihan rasional tentunya bertujuan
untuk memperoleh hasil yang terbaik dan menguntungkan bagi
individu tersebut. “Orang yang melakukan sesuatu secara rasional,
mereka memiliki kerangka pilihan dan mengambil keputusan
sesuai dengan kerangka pilihannya tersebut.” (Haryanto, 2016:
202). Maka dari itu pilihan-pilihan yang sengaja diambil sebagai
sebuah keputusan harus memenuhi nilai yang sesuai dengan
keinginan mereka. Sehingga dari keputusan tersebut akan
menghasilkan suatu tindakan yang rasional.
21
Menurut Coleman teori pilihan rasional sebagai landasan
tingkat mikro untuk menjelaskan peristiwa di tingkat makro (Ritzer
dan Douglass, 2007:364). Dalam hal ini menurutnya fenomena
makro harus dijelaskan oleh faktor internal, karena itu fenomena
mikro yaitu faktor individual hadir untuk menjelaskan teori pilihan
rasional ini melalui individu sampai dengan cakupan yang lebih
besar lagi.
Pilihan rasional adalah tindakan seseorang yang tertuju
kepada suatu tujuan dan tujuannya termasuk tindakan seseorang
yang ditentukan oleh pilihan atau nilai yang penting (Coleman
dikutip Ritzer dan Douglass, 2007:364). Dari penjelasan tersebut
faktor individual seperti aktor atau tindakan individu dibahas
dalam teori pilihan rasional. Coleman mengatakan bahwa aktor
rasional ini pada mulanya berasal dari ilmu ekonomi, dengan
melihat aktor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan
kegunaan dan keinginan mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa
tindakan individu sangat penting dalam menentukan suatu pilihan
untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan membuat
keputusan yang dapat memaksimalkan keuntungan mereka.
Kemudian Coleman menjelaskan bahwa ada 2 unsur utama
dalam teori pilihan rasional yaitu aktor dan sumber daya (Ritzer
dan Douglass, 2007:364). Dimana menurutnya aktor dan sumber
daya ini saling bergantung. Aktor sebagai orang yang menentukan
22
pertimbangan dalam setiap situasi untuk menciptakan keuntungan.
dari pertimbangan tersebut aktor dapat berperan mengendalikan
sumber daya, agar keduanya saling terlibat dalam sebuah tindakan
dan saling membutuhkan yang bertujuan untuk memaksimalkan
kepentingannya masing-masing.
Dalam pilihan rasional ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya:
1. Perilaku kolektif merupakan suatu fenomena makro yang di
dalamnya menyangkut perilaku. Seperti pemindahan kontrol
atas tindakan seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini upaya
tersebut dilakukan agar bisa memaksimalkan kepentingan
mereka.
2. Norma yaitu pada mulanya muncul dan dipertahankan oleh
beberapa orang. Dimana dari norma tersebut akan
menghasilkan keuntungan jika aktor dapat mengikuti norma
tersebut dengan baik, dan akan menimbulkan kerugian jika
aktor melakukan pelanggaran terhadap norma tersebut.
Coleman meringkas pendapatnya mengenai norma sebagai
berikut: “.....melepaskan sebagian hak untuk mengendalikan
tindakan diri sendiri dan menerima sebagian hak untuk
mengendalikan tindakan orang lain dan itulah akan
memunculkan norma” (Coleman dalam Ritzer dan Douglas,
23
2007:397). Dalam hal ini melihat aktor sebagai upaya untuk
memaksimalkan kegunaan mereka sebagian dengan
menggerakkan hak untuk mengendalikan diri mereka sendiri
dan memperoleh sebagian hak utnuk mengendalikan aktor lain.
3. Aktor Korporat merupakan aktor kolektif. Coleman
menegaskan bahwa dalam suatu kolektivitas, aktor indivdual
boleh bertindak menurut tujuan mereka pribadi yang bisa saja
berbeda dari kepentingan kolektif, tetapi disisi lain aktor
individual harus bertindak menurut kepentingan kolektivitas.
Kemudian ia menyatakan bahwa baik aktor kolektif maupun
individual keduanya mempunyai tujuan.
Di samping itu, dalam kehidupan modern aktor kolektif
memegang peranan yang penting. Aktor kolektif dapat bertindak
menciptakan keuntungan atau kerugian individu. Menurut
Coleman, perubahan sosial terpenting adalah dengan munculnya
aktor korporat sebagai pelengkap aktor individual. Dimana
keduanya dianggap sebagai aktor yang mempunyai pengendalian
atas sumber daya dan peristiwa, dan mempunyai kemampuan
mengambil tindakan untuk mencapai kepentingan mereka melalui
pengendalian itu.
Jadi dalam pilihan rasional, individu sudah memikirkan
bagaimana dampak yang akan terjadi setelah membuat keputusan.
24
Sebagaimana dalam “Teori pilihan rasional menyatakan bahwa
perilaku sosial dapat dijelaskan dalam istilah perhitungan rasional
yang dilakukan individu dalam berbagai pilihan yang tersedia bagi
mereka”. (Haryanto, 2016: 203)
Menurut Habermas, sebagaimana dikutip Haryanto. (2016:
201), teori pilihan rasional secara tegas memformulasikan asumsi-
asumsi seperti agen (pelaku) yang dipandang memiliki sebuah
aturan dan konsisten dengan seperangkat preferensinya dan
memilih cara atau strategi yang dapat memaksimalkan manfaat
baginya.
“Coleman dalam teorinya, berfokus pada struktur tindakan dan
kewenangan, kepercayaan, perilaku kolektif dan norma-norma.
Kemudian kewenangan digunakan untuk mengontrol individu
lain. Pemberian hak kontrol kepada orang lain atau pelaku
kolektif menurutnya adalah tindakan rasional. Pengalihan hak
tersebut diatur untuk menguntungkan individu tersebut daripada
mereka memegang haknya sendiri”. (Coleman, 1990 dikutip
Hariyanto, 2016: 203)
Biasanya orang yang rasional, sudah mempertimbangkan
bagaimana cara atau strategi yang dapat membuat dia merasa
diuntungkan khususnya dalam segi biaya, kemudian dalam segi
kepercayaan. Karena biasanya pemilik usaha tidak setiap hari
melakukan pengontrolan terhadap usahanya secara langsung, maka
dari itu biasanya ia membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya
untuk melakukan pengontrolan atas usaha tersebut. “usaha yang
rasional yang dilakukan oleh para pengusaha berupa tindakan
25
ekonomi untuk mendapatkan keuntungan, seperti menyerahkan
pekerjaan kepada pihak lain, mengerjakan produksi yang sedang
laku dan mempermainkan harga” (Damsar, 2009: 247).
Teori pilihan rasional dipilih dalam penelitian ini,
digunakan untuk bisa menjawab rumusan masalah dan juga untuk
membantu menganalisis data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian ini. Kemudian teori pilihan rasional dianggap tepat
untuk melihat 1) cara pedagang sektor informal khususnya
pedagang Warung Tegal (warteg) dalam menjaga eksistensinya
melalui pilihan rasional 2) faktor-faktor pendukung eksistensi
pedagang sektor informal di perkotaan khususnya Warung Tegal
(warteg). Hubungan antara teori pilihan rasional dengan eksistensi
adalah cara seseorang atau sekelompok orang untuk menjaga
keberadaaanya melalui pilihan-pilihan rasional sebagai keputusan
yang diambilnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk
menggali data dan memberikan pemahaman informasi secara
26
mendalam menggunakan instrumen wawancara dan observasi dengan
fokus penelitian yaitu eksistensi pedagang sektor informal (studi kasus
Warung Tegal di Kelurahan Neroktog, Kota Tangerang). Kemudian
dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dalam
pemilihan informan, purposive sampling dipakai karena peneliti
memilih informan dengan maksud dan tujuan tertentu berdasarkan data
yang ingin dicari.
2. Sumber Data
Menurut Moleong, (2017: 157-159) sumber data dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Data Primer atau data utama yaitu sumber yang berupa kata-
kata atau tindakan orang-orang yang diwawancarai, dapat juga
data yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui
perekaman video/ audio tapes, pengambilan foto atau film.
b. Data Sekunder yaitu bahan tambahan yang berasal dari sumber
tertulis yang dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah,
sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di Warung Tegal (WARTEG)
wilayah Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
27
penelitian ini dilakukan selama beberapa bulan mulai dari bulan Maret
sampai dengan bulan Agustus 2019.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
“Observasi merupakan suatu tehnik pengumpulan data
yang melalui penelitian dan pencatatan dengan sistematis”
(Arikunto dikutip Gunawan, 2013: 143). Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan pengumpulan data salah satunya melalui
observasi dengan menyatakan terus terang kepada subjek
penelitian sebagai sumber data, bahwa dia sebagai peneliti
sedang melakukan penelitian (Ghony dan Almanshur, 2016:
166-174). Setelah berterus terang dengan maksud dan tujuan
selanjutnya dilakukan observasi langsung yaitu mengumpulkan
data melalui pengamatan langsung pada tempat dimana suatu
peristiwa atau kejadian sedang terjadi (Nawawi, 2012: 101).
Pada observasi yang dilakukan ini, peneliti mengamati individu
yang menjadi informan dengan maksud melihat interaksi antara
informan satu dengan lainnya dan juga karakteristik Warung
Tegal, dan faktor keberlangsungan Warung Tegal lainnya.
Jadi dalam penelitian ini menggunakan observasi terus
terang dan observasi langsung, dimana peneliti sebelum
memberikan pertanyaan wawancara terlebih dahulu
28
memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dari adanya
wawancara tersebut dan terlibat dalam pengamatan langsung.
Supaya penelitian yang dilakukan bisa berjalan lancar dan bisa
mendapatkan data sesuai dengan yang diharapkan.
b. Wawancara
Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai
instrumen penelitian. Wawancara sangat dibutuhkan untuk
memperoleh data-data melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan langsung kepada informan yang dituju. Maykut dan
Morehouse mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif,
wawancara merupakan faktor penting untuk mendapatkan
informasi mengenai suatu fenomena tertentu untuk membantu
peneliti menyelesaikan penelitiannya (dikutip Gony dan
Almanshur, 2016: 176).
1) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang
dilakukan dengan merumuskan sendiri masalah dan
pertanyaan yang diajukan kepada informan (Moleong,
2017: 190). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
wawancara terstruktur untuk menggali informasi dari
informan. Seperti dengan merumuskan terlebih dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada
informan sebelum melakukan wawancara. Hal tersebut
29
dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pada saat wawancara
sedang berlangsung, sehingga tidak “out of topic” atau
keluar dari topik yang ingin diteliti.
2) Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur hampir sama dengan
percakapan informal. Bersifat luwes karena susunan
pertanyaannya dapat diubah pada saat wawancara,
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara,
termasuk karakteristik sosial-budaya informan yang
dihadapi (Ghony dan Almanshur, 2016: 177).
c. Dokumentasi
Pengumpulan data-data yang dilakukan pada saat
penelitian menjadi sangat penting dalam mendukung keaslian
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dokumen adalah
catatan kejadian yang sudah terjadi dalam bentuk tulisan,
gambar, atau karya dari seseorang (Sugiyono dikutip Gunawan
2013: 176). Dari data-data yang telah dikumpulkan tersebut
maka akan mempermudah proses analisis data.
d. Studi Pustaka
Untuk memahami penelitian secara lebih jelas dan
ilmiah, peneliti tentunya membutuhkan bahan-bahan materi
yang didapatkan melalui buku-buku, jurnal, dan referensi
lainnya yang disebut dengan studi pustaka. Menurut J.
30
Supranto dikutip Rosadi Ruslan (2003: 31), Studi pustaka
merupakan mencari informasi data melalui buku, jurnal ilmiah
dan juga data publikasi dari perpustakaan. Kegunaan dari
adanya studi pustaka ini adalah untuk membantu peneliti
menemukan penelitian terdahulu dan juga teori yang digunakan
dalam penelitian ini. Sehingga pemikiran yang ada sangat
beragam dengan adanya referensi tersebut.
5. Hambatan Penelitian
Dalam proses penelitian terdapat sedikit hambatan yang
terjadi. Beberapa informan awalnya bersifat tidak terbuka untuk
diwawancara, hal itu dikarenakan beberapa dari mereka secara tidak
langsung menolak untuk diwawancara. Hambatan tersebut kemudian
dapat diatasi dengan cara peneliti lebih bersikap ramah terhadap
informan pada saat wawancara berlangsung.
6. Proses Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang harus
dilalui sehingga pada akhirnya dapat menemukan jawaban pertanyaan
penelitian itu sendiri. Pertama, peneliti mencoba menggali sedikit
informasi awal mengenai WARTEG dengan mewawancarai informan.
Kemudian, setelah mendapat beberapa informasi awal, selanjutnya
peneliti menghitung sendiri WARTEG yang ada di Kelurahan
31
Neroktog yang masih bisa dijangkau oleh peneliti. Sehingga peneliti
memperoleh 6 warteg yang letaknya sangat strategis dan berada di
sekitar jalan raya utama yang menghubungkan antara jalan raya
Cipondoh dengan Ciledug yaitu Warteg Hijrah Bahari, Warteg Pesona
Bahari, Warteg Barokah, Warteg Karomah, Warteg Bahagia, dan
Warteg XII.
Setelah itu, peneliti melakukan wawancara terhadap informan yang
bersedia untuk di wawancara. Tahap wawancara dilakukan di sekitar
Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Tahapan
terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan pengumpulan data
yang telah didapatkan dari hasil observasi dan wawancara serta studi
pustaka. Kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis data.
7. Strategi Pemilihan Informan
Adapun penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling, penjelasannya sebagai berikut:
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana siapa
yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada
pertimbangan pengumpul data yang menurutnya sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitian. (Soehartono: 2015: 63)
Dengan begitu, strategi penentuan informan dalam penelitian
ini menggunakan Purposive Sampling dengan informan sebagai
berikut:
32
a. 8 orang pemilik atau pedagang Warung Tegal (warteg), yang
memiliki warung milik pribadi/sewa tempat di sekitar
kelurahan Neroktog, Kota Tangerang
b. 3 orang Pembeli Warung Tegal (warteg)
8. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif merupakan analisis yang dilakukan
dengan jalan mengumpulkan data, mengkategorikan data, memilahnya
sehingga bisa dikelola dengan baik, kemudian menemukan hal yang
dianggap penting untuk dikelola dan mengambil kesimpulan yang bisa
diberitahukan kepada orang lain. (Bogdan dan Biklen dikutip
Moleong, 2017:248)
Hal yang menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian yaitu
teknik analisis data. Miles dan Huberman mengatakan bahwa kegiatan
analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Adapun
menurut Usman dan Purnomo, (2014: 85-87) reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan sebagai berikut:
a) Reduksi data
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang tajam dengan
menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu serta memilah data sedemikian rupa dimana data akhir yang
terkumpul bisa diverifikasi.
33
b) Penyajian Data
Penyajian data merupakan penggambaran informasi yang
terkumpul dan disusun untuk memungkinkan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif
disajikan dalam bentuk teks yang menjelaskan data. Penyajian juga
dapat berbentuk tabel, grafik dan bagan.
c) Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan akhir
dalam penelitian kualitatif. Verifikasi dan kesimpulan harus
dilakukan secara baik dari segi makna maupun kebenaran
kesimpulan yang telah sesuai dengan data. Makna yang
dirumuskan peneliti harus diuji kebenarannya dan kecocokannya
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari (empat) 4 BAB, di dalam setiap BAB
terdapat Sub-Bab. Dimana masing-masing Sub-Bab saling terkait untuk
menjelaskan secara rinci hasil penelitian yang telah dilakukan.
Bab I Pendahuluan, membahas yang berkaitan dengan pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
kemudian terdapat tinjauan pustaka kerangka teoritis, metode penelitian
dan terakhir sistematika penulisan.
34
Bab II Kondisi Sosial Masyarakat di Kelurahan Neroktog, dalam
bab ini mnggambarkan kehidupan masyarakat yang berada di Kelurahan
Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang yang terdiri dari gambaran
umum dimana di dalamnya terdapat kondisi lingkungan, penduduk,
pendidikan dan kegiatan ekonomi. Kemudian tidak hanya itu, di dalam bab
ini dijelaskan latar belakang dan karakteristik Warung Tegal serta
mendeskripsikan profil dari masing-masing informan.
Bab III Eksistensi Warung Tegal di Kota Tangerang, bab ini
membahas mengenai hasil penelitian beserta analisisnya. Mulai dari
Warung Tegal yang dijadikan sebagai pilihan profesi, kemudian eksistensi
warteg di perkotaan dan faktor pendukung eksistensi Warung Tegal.
Bab IV Penutup, bab terakhir merupakan bab yang membahas
tentang kesimpulan dari hasil yang telah di dapatkan dalam penelitian ini.
35
BAB II
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DI KELURAHAN NEROKTOG
A. Gambaran Umum
Pemerintah Kelurahan Neroktog merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Kelurahan Neroktog mempunyai
luas wilayah 1.9 KM² (BPS Kota Tangerang 2017). Kelurahan Neroktog
ini cukup strategis karena dilalui jalan raya yang menghubungkan antara
Cipondoh dengan Ciledug. Kemudian juga sebagai jalan penghubung
menuju jalan tol yang terdapat di Kelurahan Gondrong, sehingga tidak
heran banyak kendaraan yang melintasi wilayah ini. Aktivitas
perekonomian di Kelurahan Neroktog juga cukup ramai, terlihat dari
banyaknya pertokoan, restoran dan warung yang sudah semakin bertambah
(Observasi, 8 April 2019)
1. Kondisi Lingkungan
Kelurahan Neroktog terletak dalam wilayah pembangunan. Mulai
dari pembangunan infrastruktur seperti perumahan, perbaikan jalan,
pertokoan dan tidak sedikit pula warung makan yang berada di daerah
ini (Observasi, 8 April 2019). Dengan perkembangannya tersebut,
Kelurahan Neroktog tentunya memiliki komposisi penduduk yang
36
heterogen. Dalam buku Kecamatan Pinang Dalam Angka yang dirilis
oleh BPS Kota Tangerang tahun 2018, menyatakan sebagai berikut:
a. Luas Wilayah Kelurahan Neroktog
Luas wilayah Kelurahan Neroktog dalam BPS 2017 adalah 1,9
KM², dengan persentase terhadap luas kecamatan Pinang sebesar 9,27%
dari 100%. Kelurahan Neroktog menempati posisi ke-6 dalam besar
luas kecamatan yang ada dari 11 Kelurahan di Kecamatan Pinang.
b. Batas Administrasi Wilayah Kelurahan Neroktog:
1) Utara : Kecamatan Cipondoh
2) Selatan : Kelurahan Pinang
3) Timur : Kecamatan Karang Tengah
4) Barat : Kelurahan Kunciran Jaya
Kelurahan Neroktog merupakan salah satu kelurahan yang
berada di wilayah Kecamatan Pinang dan terhubung dengan jalan
raya yang dilewati banyak orang setiap harinya. Kelurahan
Neroktog sendiri sudah didukung oleh berbagai sarana dan
prasarana yang dapat memudahkan penduduknya dalam
bermobilisasi dan juga melakukan kegiatan lainnya. Sarana dan
prasarana yang dibangun seperti pembangunan jalan, gedung
perkantoran, perumahan, sekolah, pasar, toko-toko, dan warung
37
lainnya merupakan fasilitas untuk mendukung perkembangan
kemajuan suatu kota. Terutama untuk warung makan sendiri yang
berada di wilayah Kecamatan Pinang saja berjumlah sebesar 595
warung makan (https://tangerangkota.bps.go.id/). Adapun untuk
jumlah warung makan nasi Tegal yang beradadi Kelurahan
Neroktog berjumlah lebih dari 6 warung makan, hal tersebut dilihat
dari banyaknya warung makan nasi Tegal di sekitar pinggir jalan
raya.
2. Kondisi Penduduk
Pada tahun 2017 jumlah penduduk di Kelurahan Neroktog
sebanyak 20.361 jiwa. Dengan jumlah laki-laki sebesar 10.494 jiwa
dan jumlah perempuan sebesar 9.867 jiwa. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan usia produktif di Kelurahan Neroktog:
Tabel II.A.2.1
Kelompok Umur Di Kelurahan Neroktog Menurut Usia Produktif 2017
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan
0-14 2.750 2.621
15-64 7.552 6.988
65+ 192 258
Jumlah 10.494 9.867
Sumber: BPS Kota Tangerang, Sakernas – Agustus 2017 (diunduh pada tanggal
15 April 2019)
38
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa penduduk produktif
yaitu pada rentang usia 15-64 tahun terdapat laki-laki sebanyak 7.552
jiwa dan perempuan sebanyak 6.988 jiwa dijumlahkan menjadi 14.540
Jiwa pada tahun 2017, dari total keseluruhan penduduk di Kelurahan
Neroktog sebanyak 20.361 Jiwa.
3. Kondisi Pendidikan
Berikut adalah tabel yang menunjukkan tamatan pendidikan
penduduk di wilayah Kelurahan Neroktog:
Tabel II.A.3.1
Tamatan Tingkatan Pendidikan Penduduk di Kelurahan Neroktog
Tahun 2016
Tingkatan Pendidikan Laki-Laki Perempuan
Tamat SD/ Sederajat 1725 1658
Tamat SMP/ Sederajat 854 823
Tamat SMA/ Sederajat 326 215
Tamat D-1/ Sederajat 8 15
Tamat D-2/ Sederajat 3 7
Tamat D-3/ Sederajat 4 9
39
Tamat S-1/ Sederajat 1124 854
Tamat S-2/ Sederajat 28 14
Total 4072 3595
Sumber: Data Monografi Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang. Diambil tanggal 8 Mei 2019.
Dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa tamatan pendidikan
penduduk di Kelurahan Neroktog masih cukup baik. Dilihat dari sudah
mulai banyaknya lulusan S-1 disusul tamatan SMA, tapi tidak dapat
dipungkiri bahwa masih banyaknya penduduk di wilayah Kelurahan
Neroktog yang memiliki tamatan SD atau sederajat. Untuk penduduk yang
memiliki tamatan pendidikan SD sudah pasti mereka tidak bisa menempati
pekerjaan di sektor formal. Oleh karena itu sektor informal menjadi pilihan
bagi mereka yang memiliki pendidikan minim. Hal tersebut terlihat dari
pekerjaan penduduk yang bertempat tinggal di Kelurahan Neroktog,
kebanyakan dari mereka bekerja di sektor informal salah satunya yaitu
berdagang.
40
4. Kegiatan Ekonomi
Kelurahan Neroktog memiliki penduduk yang bermata pencaharian
heterogen seperti yang dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel II.A.4.1
Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Neroktog Tahun 2016
No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan
1. Pegawai Negeri Sipil 782 870
2. TNI 9 1
3. POLRI 26 3
4. Wiraswasta 1856 0
5. Tidak Mempunyai
Pekerjaan Tetap
125 79
6. Belum bekerja 225 284
7. Ibu rumah tangga 0 2856
8. Buruh harian lepas 425 0
9. Anggota legislatif 2 0
10. Jumlah total penduduk 7.543
Sumber: Data Monografi Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota
Tangerang.Diambil tanggal 8 Mei 2019.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa posisi ibu rumah tangga yang
ditempati oleh perempuan cukup tinggi sebanyak 2.856 jiwa, kemudian
disusul oleh pekerjaan wiraswasta yang ditempati oleh laki-laki sebanyak
1.856 jiwa dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menempati posisi ketiga
sebanyak 1.652 jiwa. Di Tabel terlihat ibu rumah tangga cukup banyak di
41
Kelurahan Neroktog, sebagian dari mereka memilih untuk menjadi ibu
rumah tangga karena memiliki pendidikan yang minim untuk bekerja di
luar rumah dan kemungkinan lainnya adalah beberapa dari mereka berpikir
bisa mempunyai lebih banyak waktu di rumah untuk mengurusi
keluarganya.
Tabel Tabel II.A.4.2
Jumlah fasilitas perdagangan per kelurahan di Kelurahan Neroktog Tahun
2017
Fasilitas Perdagangan Jumlah
Toko/Warung 127
Toserba/Swalayan 3
Restoran/Rumah Makan 59
Kios Voucher 10
Bengkel Motor/ Mobil 11
Pom Bensin 1
Sumber : BPS Kota Tangerang 2017. Diakses tanggal 28 April 2019.
Di posisi pertama terdapat 127 toko atau warung dan di posisi
kedua terdapat 59 rumah makan hal tersebut menunjukkan bahwa fasilitas
perdagangan di wilayah ini cukup baik. Penduduk di Kelurahan Neroktog
masih banyak yang berpendidikan minim, sehingga tidak heran bahwa
mereka mengandalkan sektor informal sebagai sumber mata pencaharian.
Dari sektor restoran/rumah makan masih menjadi salah satu yang paling
42
diminati untuk dijadikan usaha, terlihat dari masih eksisnya sektor tersebut
di tengah persaingan perdagangan lainnya.
Keterkaitan dari 2 tabel sebelumnya yang berada pada sub bab
kegiatan ekonomi masyarakat di Kelurahan Neroktog adalah bahwa di
Kelurahan Neroktog masih banyak penduduk yang memiliki pendidikan
yang minim sehingga tidak heran bahwa sektor informal masih menjadi
sasaran utama penduduk yang ingin mendapat penghasilan terlihat dari
banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta,
kemudian di Kelurahan Neroktog juga terdapat sektor informal dalam
bentuk rumah makan yang berjumlah 59, termasuk di dalamnya adalah 6
buah Warung Tegal. Hal itu tentunya berkaitan dengan posisi Warung
Tegal di Kelurahan Neroktog, yang mungkin masih terjaga keberadaannya
hingga sekarang.
B. Latar Belakang Munculnya Warung Tegal
Pengusaha Warung Tegal yang sekarang ada saat ini merupakan
para pendatang yang berasal dari beberapa desa di Tegal. “pada awalnya
warung tegal didirikan oleh warga yang berasal dari Desa Sidapurna,
Sidakaton dan Krandon, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, yang
kemudian kepemilikan warteg mulai berkembang keseluruh daerah di kota
dan kabupaten Tegal” (Asytuti, 2015: 14). Bahkan sekarang kepemilikan
Warung Tegal bukan hanya dikelola oleh warga yang berasal dari Kota
Tegal saja melainkan juga ada yang berasal dari luar Kota Tegal.
43
Berkembangnya warteg tersebut salah satunya adalah karena faktor
ekonomi untuk memiliki penghasilan yang dirasa bisa memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Sehingga mereka yang ingin mencari
penghidupan yang lebih baik pergi dari desa, salah satu tujuannya yaitu
datang ke kota.
Kota masih menjadi tempat yang diminati oleh mereka yang ingin
memperbaiki kualitas hidupnya seperti yang dilakukan oleh para
pendatang yang berasal dari Kota Tegal, Jawa Tengah. Mereka mengadu
nasib ke kota dengan tujuan bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik
dan bisa memperbaiki perekonomian keluarga di desa. Mereka datang ke
kota untuk membuka usaha Warung Tegal (WARTEG) dengan harapan
bahwa di kota mereka akan sukses. “mereka menaruh harapan besar bagi
warteg yang mereka kelola, harapan mereka untuk bisa hidup yang lebih
baik lagi dari sebelumnya” (Maflahah dan Akhmad, 2018: 164). Kemudian
orang Tegal yang membuka Warung Tegal, mereka tidak hanya
menghidupi keluarganya sendiri melainkan bisa juga mempekerjakan
orang lain untuk bisa membantu pekerjaannya. Seperti kutipan berikut ini:
“Warteg menurut mereka adalah bentuk dari rasa mandiri. Dimana mereka
membuka usahanya sendiri dan tidak mau bergantung dengan orang lain.
bukan hanya itu mereka juga bisa mempekerjakan orang lain di
warungnya”. (Maflahah dan Akhmad, 2018: 163)
Warung Tegal dimiliki bukan hanya dari perorangan saja
melainkan ada juga yang dimiliki oleh beberapa orang. “Kepemilikan
44
warteg bukan hanya dimiliki oleh satu orang melainkan bisa juga dari
kerjasama dari beberapa orang, yang masih memiliki kekerabatan atau
bisa juga tidak” (Asytuti, 2015: 15).
Warung Tegal merupakan salah satu warung makan tradisional
yang menyajikan menu sederhana yang terdiri dari nasi beserta lauk
pauknya "Untuk menunya, biasanya sama antara warteg satu dengan
warteg lainnya. Intinya ada nasi bumbon, sambal tempe dan tahu, sayur
bening, ikan laut dan daging," (wawancara Asmawi melalui Liputan6.com,
4 Oktober 2018). Warung Tegal kini mempunyai banyak variasi makanan
bukan hanya nasi, tempe dan tahu tetapi sekarang ini menyediakan soto,
kentang balado, sambal goreng ampela, jamur dan masih banyak lagi. Dari
segi minuman juga menyediakan beberapa macam minuman seperti kopi,
teh dan sebagainya (Observasi, 10 Juli 2019).
Salah satu keunikan dari Warung Tegal yaitu bentuk fisik
bangunannya yang sederhana. “Warung Tegal (WARTEG) mempunyai
karakter arsitektur khas sebagai salah satu warung makan sederhana yang
berkembang di Indonesia. Warung Tegal mempunyai bentuk yang unik
yang berbeda dari warung makan ataupun rumah makan lainnya”
(Khamdevi dan Iqbal, 2015: 7). Dari sisi bangunan, Warung Tegal
memiliki ciri khas dengan tempat yang kecil dan juga cat berwarna biru
melambangkan Kota Tegal sebagai Kota Bahari. Seperti kutipan berikut:
“biasanya sebagian besar Warung Tegal memiliki cat berwarna biru yang
disebut cerminan Kota Tegal sebagai Kota Bahari. Bangunan dengan
lebar hanya sekitar 3-4 meter tersebut juga memiliki jendela khas yaitu
45
kayu-kayu yang diberi jarak, akan tetapi seiring berjalannya waktu juga
ada yang memakai kaca untuk jendela” (Khamdevi dan Iqbal, 2015: 4-5).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada
informan, menunjukkan bahwa panjang dan lebar bangunan Warung Tegal
memiliki luas yang relatif tergantung sewa tempat karena tempat masih
ngontrak, sekitar panjang 7-12 meter dan lebar bangunan sekitar 5-6
meter. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini: ” Ya relatif mba,
masing- masing lah. Ada yang panjangnya 12 meter x 4. Ada yang 3x12,
ada juga yang lebarnya 10 panjangnya berapa. Relatif semuanya mbak”
(Wawancara Bapak Tohirin sebagai bos warteg, 21 Agustus 2019).
Berbeda dari tahun 2015, dimana lebar bangunan hanya sekitar 3-4 meter
saja. Kemudian juga cat yang digunakan oleh Warung Tegal kini berwarna
hijau dan kuning yang berfungsi untuk memperindah warteg. Dari sisi
jendela warteg kini juga sudah memakai kaca.
Di Kelurahan Neroktog terdapat lebih dari 6 Warung Tegal
(Observasi, 5 April 2019). Di Peta menunjukkan lokasi WARTEG yang
berada di pinggir jalan raya utama Kota Tangerang yang menghubungkan
antara satu kelurahan dengan kelurahan lainnya serta terdapat beberapa
fasilitas perdagangan lainnya. Seperti pada gambar peta berikut ini:
46
Bagan II.B.1
Peta Warung Tegal di Kelurahan Neroktog
Sumber: Google Maps. Diambil tanggal 21 Maret 2019.
C. Deskripsi Profil Informan
Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai beberapa informan
sebagai narasumber, tentunya mempunyai informasi yang sangat berguna
terkait penelitian ini. Informan yang terdapat dalam penelitian ini meliputi
dua kategori. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah
berjumlah sebelas orang, yang terdiri dari delapan orang pedagang warteg
dan empat orang pembeli warteg. Berikut ini adalah informan yang telah
diwawancarai oleh peneliti:
47
Tabel II.C.1
Informan Pemilik dan Pekerja Warung Tegal
No Nama Usia Pendidikan Daerah
Asal
Lama
Ber-
jualan
Status Di-
bantu
oleh
1 Bpk
Saiful
42
Tahun
SMP Jawa
Timur
12
Tahun
Pemilik 1 orang
Pekerja 3 orang
2 Ibu
Suhartini
36
Tahun
SMP Tegal 15
Tahun
Pemilik 1 orang
Pekerja 3 orang
3 Bapak
Abu
Khoir
42
Tahun
SD Brebes 10
Tahun
Pemilik 1 orang
4 Mbak
Riyani
23
Tahun
SMK Cirebon 6 Bulan Pemilik 1 orang
5 Ibu Ani 47
Tahun
SD Madiun 1.5
Tahun
Pemilik 2 orang
6 Ibu
Farida
36
Tahun
SD Tegal 10
Tahun
Pemilik 1 orang
7 Ibu Lita 34
Tahun
Tidak
Sekolah
Tegal 6
Tahun
Pemilik 2 orang
8 Bpk
Tohirin
46
Tahun
SD Tegal 4
Tahun
Bos
Warteg
60
orang
Sumber: Data yang diolah dari hasil turun lapangan pada tanggal 10 April 2019-
21 Agustus 2019
48
Berikut deskripsi masing-masing informan sebagai pemilik dan pekerja di Warung
Tegal:
1. Bapak saiful
Bapak Saiful berasal dari Jawa Timur yang lahir 42 tahun lalu, ia
merupakan pemilik dari Warteg Hijrah Bahari, di sisi lain ia juga
merupakan pekerja di Warteg Pesona Bahari pada saat sedang berganti
berjualan atau aplusan. Sudah 12 tahun ia berjualan warteg. Sebelum
mengelola Warung Tegal, Bapak Saiful pernah memiliki pengalaman
membuka salon kecantikan. Pada awalnya ia berjualan Warung Tegal
setelah menikah dengan istrinya yang merupakan orang asli Tegal. Ia
memutuskan untuk membuka Warung Tegal karena istrinya sudah
berpengalaman di bidang tersebut.
Warung Tegal milik Bapak saiful merupakan hasil kerjasama
dengan adiknya yang bernama Ibu Lita. Warung Tegal tersebut diberi
nama Hijrah Bahari yang berada di Jalan KH. Mansyur, Kelurahan
Neroktog. Pada awalnya untuk membuka usaha, Bapak Saiful hanya
memiliki modal untuk membeli bahan makanan saja. Sedangkan untuk
bisa menyewa tempat julan ia tidak memiliki modal yang cukup, sehingga
ia memutuskan bekerjasama dengan adiknya untuk bisa menyewa tempat
berjualan. Dalam mengelola Warung Tegal pribadinya, sehari-hari ia
dibantu oleh istrinya. Ia berjualan Warung Tegal untuk bisa memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
49
2. Ibu Suhartini
Ibu Suhartini merupakan istri dari Bapak Saiful yang telah
dijelaskan sebelumnya. Ibu Suhartini asli dari Kota Tegal dan sudah
berumur 36 tahun. Ia sudah berpengalaman berjualan Warung Tegal
sekitar 15 tahun lamanya. Setelah menikah dengan Bapak Saiful ia
membuka Warung Tegal dengan belajar dari pengalaman sebelumnya. Ia
sudah mempunyai 2 orang anak yang ikut tinggal bersamanya di
warungnya. Ibu Suhartini ikut membantu Bapak Saiful dalam berjualan di
Warung Tegal miliknya. Dalam kesehariannya, ia yang bertugas memasak
makanan dan Bapak Saiful yang belanja ke pasar dan bertugas melayani
pembeli. Ia sebelumnya memiliki karyawan, akan tetapi sudah tidak
bekerja lagi. Sementara itu di Warteg Pesona Bahari, ia bersama suami dan
dibantu juga sepasang suami istri yang juga karyawan dari warteg tersebut.
3. Bapak Abu Khoir
Bapak Abu Khoir berasal dari Kota Brebes yang berbatasan
langsung dengan Kota Tegal. Ia lahir 42 tahun yang lalu. Bapak Abu Khoir
berjualan Warung Tegal karena meneruskan usaha mertuanya yang telah
meninggal. Warung Tegal yang dimilikinya bernama Warteg Bahagia,
yang berada di pinggir jalan raya KH. Hasyim Ashari, Kelurahan
Neroktog. Ia sudah 10 tahun berjualan warteg, selama berjualan ia pernah
menemui beberapa pembeli yang makan di warungnya dengan berhutang
50
terlebih dahulu, setelah cukup lama pembeli tersebut ternyata tidak
kembali lagi ke warungnya sehingga ia mengalami kerugian.
Dalam kesehariannya ia hanya dibantu oleh istrinya dan tidak
mempunyai karyawan lain. istrinya bertugas memasak makanan untuk
dijual sementara ia yang pergi belanja ke pasar membeli keperluan bahan
jualan. Ia mempunyai saudara-saudara yang berjualan Warung Tegal juga
yang berada lumayan jauh dari warungnya. Baginya Warung Tegal bukan
merupakan hal yang asing lagi.
4. Mbak Riyani
Mbak Riyani berasal dari Losari Cirebon, ia merupakan pemilik
Warung Tegal yang berumur 23 tahun dan sudah berjualan 6 bulan. Ia
meneruskan usaha ibu dan bapaknya yang sebelumnya berjualan Warung
Tegal di kawasan Bitung Tangerang. Kemudian warung makannya saat ini
berada di Jalan Gang Ambon, Kelurahan Neroktog, dan sekarang dikelola
oleh Mbak Riyani bersama adiknya dan juga terkadang dibantu oleh
bapaknya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Mbak Riyani merupakan
lulusan SMK dengan jurusan keperawatan. Sementara itu ia memutuskan
untuk memilih berjualan Warung Tegal karena penghasilan sebagai
perawat terbilang cukup kecil.
Keseharian Mbak Riyani bertugas memasak makanan sedangkan
adiknya yang laki-laki bertugas untuk mencuci piring. Untuk belanja
kebutuhan bahan usahanya, ia bersama adiknya yang pergi ke pasar.
51
Sementara itu, ia juga sebenarnya mempunyai satu karyawan yang
merupakan tetangga di kampungnya dan sedang pulang kampung karena
anaknya sakit. Penghasilan bersih yang ia peroleh setiap harinya mencapai
sekitar 200 ribu sampai dengan 300 ribu rupiah dan bisa juga lebih ketika
sedang ramai pembeli.
5. Ibu Ani
Ibu Ani berasal dari Jawa Timur lebih tepatnya Kota Madiun. Ia
saat ini berumur 47 tahun. Ia berjualan Warung Tegal sudah 1.5 tahun,
sementara itu ia bukan murni mendirikan usahanya sendiri, melainkan
karena membeli warung yang dahulunya ditempati oleh orang Tegal yang
memang berjualan warteg. Warung Tegal yang dikelolanya saat ini
bernama Warteg XII, yang berada di pinggri jalan raya KH.Hasyim
Ashari. Ia ngontrak dan tinggal bersama kedua orang anaknya. Dalam
berjualan, ia dibantu oleh kedua anaknya yang sudah dewasa dan baru
menginjak remaja. Setiap harinya yang bertugas ke pasar adalah ibu Ani,
sementara anaknya yang dewasa pergi ke warung terlebih dahulu untuk
bertugas memasak air dan merapikan warung, sedangkan anaknya yang
remaja ikut membantu untuk melayani pembeli selepas pulang dari
sekolah. Untuk hal memasak makanan Ibu Ani dibantu oleh anaknya yang
dewasa. Warung makannya buka pukul setengah 7 pagi dan tutup ketika
sudah mulai sepi pembeli sekitar jam 8 malam.
52
6. Ibu Farida
Ibu Farida berusia 36 tahun yang berasal dari Kota Tegal. Ia sudah
berjualan Warung Tegal selama 10 tahun lamanya. Pada awalnya ia
memutuskan untuk berjualan warteg, karena Warung Tegal merupakan
peninggalan kedua orang tuanya yang sudah meninggal akibat kecelakaan
saat belanja ke pasar membeli kebutuhan bahan warteg. Peninggalan
tersebut diamanatkan untuk dikelola dan dibagi oleh ketiga anaknya
termasuk Ibu Farida. Namun, hal tersebut tidak memungkinkan karena
adik Ibu Farida menderita penyakit autis (keterbelakangan mental) dan
membuat warteg tersebut hanya dikelola oleh Ibu Farida dan kakaknya.
Warung yang saat ini ia kelola bernama Warteg Barokah, yang berada di
sekitar Jalan Raya KH. Hasyim Ashari. Sistem yang dipakai adalah sistem
aplusan, dengan bergantian berjualan dengan kakaknya. Kesehariannya
dalam berjualan dibantu oleh suaminya dan ia tidak memiliki karyawan
lain.
7. Ibu Lita
Ibu Lita berasal dari Jawa Tengah yaitu Kota Tegal. Saat ini ia
berusia 34 Tahun. Dari tahun 2013 ia sudah mulai berjualan Warung Tegal
hingga kini, berarti sudah 6 tahun ia berjualan. Pada awalnya ia berjualan
warteg karena memang suami ibu Lita juga berjualan Warung Tegal.
Sebelum membuka usaha Warung Tegal sendiri, ia sudah berpengalaman
ikut membantu pekerjaan di warteg orang lain. Akhirnya mereka
53
memutuskan untuk membuka usaha warung tegal sendiri. sehari-harinya
Ibu Lita dibantu oleh suami dan keponakan suaminya. Mereka berbagi
tugas masing-masing, untuk masalah belanja ke pasar yang bertugas
adalah suami dari Ibu Lita. Sementara itu Ibu Lita dan keponakan
perempuannya yang bernama Ani bertugas memasak makanan untuk
dijual. Warung Tegal yang ia kelola saat ini bernama Warteg Hijrah
Bahari yang bekerjasama dengan Bapak Saiful. Kerjasama tersebut dengan
sistem aplusan, yaitu berganti berjulan selama 4 bulan sekali. Pada saat
berganti berjualan, ia dan suami pulang ke kampung halaman untuk
istirahat, baru setelah 4 bulan mereka balik kembali ke Tangerang untuk
berjualan seperti biasanya.
8. Bapak Tohirin (Bos Warteg Pesona Bahari)
Bapak Tohirin yang akrab dengan panggilan Pak Hirin. Bapak Hirin
ini merupakan lulusan SD yang saat ini sukses menjadi seorang Bos Warung
Tegal. Tidak Tanggung-tanggung kini Warung Tegalnya sudah memiliki 12
cabang, yang berlokasi di Condet, Pasar Minggu, Kebayoran, Neroktog,
Pejaten, Cijantung dan masih banyak lainnya. Sebelum ia membuka usaha
warteg di Jakarta dan Tangerang, ia berjualan ayam bakar di kampungnya
yaitu Kota Tegal. Namun, memang usaha yang dijalankan tersebut hanya
cukup untuk makan saja, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta
dengan bermodalkan nekat mencari penghidupan yang lebih baik. Karena
pada awalnya ia hanya membawa uang 80 ribu rupiah yang hanya cukup
untuk biaya transportasi. Kemudian nasib membawanya bertemu dengan
54
pengelola Warteg yang bersedia wartegnya dijaga oleh Pak Hirin. Akhirnya
lama-kelamaan ia belajar dari pengalamannya di warteg tersebut dan sudah
mempunyai modal yang dirasa cukup untuk membuka warteg sendiri.
kesuksesan Pak Hirin merintis warteg terlihat dari banyaknya warteg yang ia
punya saat ini yang terus semakin berkembang.
Tabel II.C.2
Informan Pembeli Warung Tegal
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Status
1 Bapak Arifin 37 Tahun SMP Buruh Meubeul Pembeli
2 Mas Iman 27 Tahun SMP Crew Pariwisata Pembeli
3 Mas Fudi 24 Tahun SMP Tidak Bekerja Pembeli
Sumber: Hasil Turun Lapangan pada tanggal 3 Juli 2019.
Berikut deskripsi informan sebagai pembeli di Warung Tegal:
1. Bapak Arifin
Bapak Arifin adalah seorang buruh meubeul yang berumur 37
tahun. Ia merupakan perantau yang sedang bekerja. Sebagai orang rantau,
ia tidak tinggal bersama istri dan anaknya. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan pangannya sehari-hari, ia memilih dan mengandalkan adanya
warteg.
55
2. Mas Iman
Mas Iman berasal dari Kota Tegal, ia berumur 27 tahun. Sehari-
harinya ia bekerja sebagai crew pariwisata. sebagai orang Tegal ia
tentunya sudah tidak asing lagi dengan warteg. Bahkan, hampir setiap hari
ia selalu mengunjungi warteg untuk makan karena letak kontrakannya
tidak jauh dari warteg.
3. Mas Fudi
Mas Fudi yang berusia 24 tahun, saat ini ia sedang tidak bekerja.
Namun, sebelumnya pekerjaan ia adalah seorang supir. Sebagai seorang
supir, ia sering pergi kemana saja dan tidak menentu untuk membeli
makanan. Akan tetapi sehari-harinya ia biasanya memilih untuk makan di
warteg.
56
BAB III
Eksistensi Warung Tegal di Kota Tangerang
A. Warung Tegal sebagai Pilihan Profesi
Persaingan yang ketat dalam mencari pekerjaan, tentunya membuat
setiap orang harus mempunyai kreativitas agar dapat bertahan hidup.
Sektor yang membutuhkan banyak kreativitas adalah sektor informal.
Sektor informal masih menjadi sasaran dikalangan orang-orang yang
masih sulit untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Salah satu
sektor informal yang diminati adalah dari segi perdagangan. Berdagang
bisa dilakukan oleh setiap orang, namun tentunya tidak dapat dibilang
mudah karena membutuhkan pengalaman dan strategi agar bisa bersaing
dengan pedagang yang lainnya.
Terutama untuk Warung Tegal yang dijadikan sebagai pilihan
profesi oleh penjualnya karena mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk
bekerja. Dan beberapa dari pedagang memilih berjualan Warung Tegal
karena pilihan-pilihan yang membuat mereka dapat bertahan hidup.
Pilihan-pilihan inilah yang tentunya menarik dan perlu untuk dikaji
melalui teori pilihan rasional. Bukan hanya dari segi pilihan pedagang
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, juga dari sisi pedagang dalam
bersaing dan mempertahankan keberadaan Warung Tegal miliknya.
57
1. Usaha Turun Temurun Dari Keluarga
Para pedagang Warung Tegal ini tidak membuka usahanya
begitu saja, melainkan karena memang awalnya usaha mereka dikelola
oleh orang tuanya. Ketika orang tuanya telah meninggal dunia maka
usaha Warung Tegal tersebut turun ke anak-anaknya. Beberapa dari
mereka berjualan Warung Tegal karena warisan turun temurun dari
orang tuanya terdahulu. Seperti kutipan wawancara berikut ini: “Itu
disana banjar wijaya sana, terus tanahnya dijual pindah kesini 2009.
Akhirnya mertua meninggal terus saya yang nerusin” (Wawancara
Bapak Abu Khoir sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019)
Bapak Abu Khoir mengatakan bahwa ia berjualan Warung
Tegal karena memang meneruskan usaha dari mertuanya. Kemudian hal
serupa dikatakan oleh ibu Farida ketika diwawancarai oleh peneliti,
seperti kutipan berikut ini: “Ini dulu awalnya punya almarhum
orangtua, jadinya ini warisan dari orang tua gitu” (Wawancara Ibu
Farida sebagai pedagang warteg, 10 Juli 2019)
Meneruskan usaha turun temurun dari para orang tua pedagang
terdahulu tentunya bukan merupakan hal yang mudah. Karena
pedagang Warteg di zaman sekarang semakin bertambah, belum lagi
dengan pedagang-pedagang lainnya. Mereka mengeluhkan penghasilan
yang didapat tidak sebanyak penghasilan ketika dikelola oleh orang
tuanya terdahulu. Seperti kutipan berikut ini: “Iya ini di gang haji
58
pendek ada 3, di gang annur ada 3. Dulu mah gak ada sekarang mah
udah banyak. Dulu almarhum mah bisa bangun rumah berapa kali,
sekarang mah boro-boro buat makan aja syukur” (Wawancara Ibu
Farida sebagai pedagang warteg, 10 Juli 2019). Penghasilan dahulu bisa
sampai bangun rumah beberapa kali, kini ketika dikelola oleh mereka
hanya cukup untuk makan sehari-hari. Hal itu dikarenakan
bertambahnya pedagang-pedagang lain, terutama pedagang makanan.
Disisi lain Pedagang Warung Tegal kini tidak hanya berasal dari
Kota Tegal saja. Melainkan ada yang berasal dari luar Kota Tegal,
mereka ada yang berasal dari Jawa Timur seperti Kota Madiun,
kemudian berasal dari Kota Brebes yang berbatasan langsung dengan
Kota Tegal dan juga dari Kota Cirebon. Pedagang yang berasal dari luar
kota tersebut, sudah membawa keluarganya untuk tinggal dan menetap
di wilayah Kelurahan Neroktog.
2. Rendahnya Pendidikan
Para pedagang Warung Tegal adalah para pendatang yang masa
kecilnya tinggal di desa. Hal itulah yang menyebabkan mereka
memiliki pendidikan minim. Karena minimnya pendidikan yang mereka
miliki, mereka terpaksa memilih untuk berjualan Warung Tegal sebagai
pilhan profesi mereka. Seperti yang dikatakan Bapak Saiful ketika
diwawancara oleh peneliti: “Dulu sekolah madrasah SD, dulu mts gak
nyampe setahun.” (Wawancara Bapak Saiful sebagai pedagang warteg,
59
10 April 2019). Kemudian hal serupa dikatakan oleh Ibu Ani yang
berasal dari Madiun, berikut kutipan wawancaranya: “Aduh saya mah
gak sekolah dulu, SD aja gak lulus. Namanya juga dulu di kampung pas
di Madiun” (Wawancara Ibu Ani sebagai pedagang warteg, 10 Juli
2019). Selanjutnya hal yang senada juga diungkapkan oleh Bapak
Tohirin selaku bos warteg berikut ini: “Kalo saya SD mbak hehe”
(Wawancara Bapak Tohirin sebagai bos warteg. 21 Agustus 2019).
Kebanyakan dari mereka sekolah hanya sampai tingkat SMP bahkan
ada yang tidak sampai menginjak bangku SMP. Mereka
menggantungkan hidupnya untuk berjualan warteg karena memang
tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk bisa mencari pekerjaan
lain. Terutama pekerjaan di sektor formal yang umumnya memang
membutuhkan pendidikan di atas tingkat SMP.
Pendidikan yang kurang tentunya membuat mereka sulit untuk
bisa bekerja di sektor formal. Sehingga mereka memutuskan untuk
memilih sektor informal sebagai usaha mereka bertahan hidup. Dengan
warung nasi sederhana yang seadanya sampai dengan yang ditata
dengan rapi, mereka bersyukur masih dapat menyekolahkan anak
mereka masing-masing.
3. Lamanya Pengalaman Berjualan
Pedagang di Warung Tegal biasanya dibekali pengalaman
sebelumnya dalam membuka usahanya. Karena pengalaman sangat
60
penting dalam membuka usaha, yang digunakan untuk mengetahui
kondisi dan strategi yang harus diterapkan. Misalnya untuk usaha di
bidang makanan khususnya Warung Tegal penting untuk mengetahui
cita rasa masakan yang disukai oleh para pembelinya. Kemudian cara
melayani pembeli dengan baik dan juga dalam hal mengelola waktu
setiap harinya. Pengalaman mereka sudah sampai bertahun-tahun dalam
menekuni profesi mereka sebagai penjual Warung Tegal. Seperti yang
pernah diungkapkan inforrman pada saat dialkukan wawancara, yaitu:
“Udah lama sekitar 15 tahun, pas saya masih perawan” (Wawancara Ibu
Suhartini sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019)
Bukan hal yang baru lagi bagi para pedagang Warung Tegal.
Mereka sudah mempunyai pengalaman yang mereka dapat saat masih
menjadi karyawan dari salah satu Warung Tegal, dan dari pengalaman
tersebut kemudian mereka berani untuk membuka usaha Warung Tegal
sendiri. Hal tersebut sama dengan jawaban informan selanjutnya:
“Disini baru 10 tahun” (Wawancara Bapak Abu Khoir sebagai
pedagang warteg, 3 Juli 2019)
Dari pengalaman mereka belajar memasak yang enak, kemudian
belajar cara mengelola waktu. Seperti waktu dalam membuka Warung
Tegal, kemudian waktu untuk tutup dan juga waktu untuk pergi belanja
ke pasar. Mengelola untuk membagi pekerjaan agar lebih efektif.
Sehingga mereka dapat lancar dalam berjualan.
61
4. Keterbatasan Keahlian
Individu sebenarnya memiliki keahlian yang bisa terus
dikembangkan, akan tetapi keahlian tersebut bisa didapat melalui
pengalaman yang telah dimiliki. Dengan pengalaman mereka yang
sudah lama dalam bidang makanan, tentunya membuat mereka ahli
dalam hal tersebut. Khususnya pengalaman para pedagang Warung
Tegal yang yang berdampak pada keahliannya dalam memasak
makanan. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini:
“Soalnya saya emang udah lama sih ya di warteg jadinya keahlian saya
disini, pernah saya dulu jualan sembako tapi gak laku. Ya karena itu
saya jadinya milih jualan warteg terus” (Wawancara Ibu Suhartini, 3
Juli 2019)
Pedagang mengakui bahwa pengalaman tersebut sangat penting,
sehingga ketika mereka mencoba beralih profesi untuk berjualan yang
lain tidak sesukses ketika mereka berjualan Warung Tegal. Maka dari
itu mereka memilih untuk tetap berjualan Warung Tegal.
5. Pemenuhan Kebutuhan Hidup
Keadaan ekonomi para pedagang Waung Tegal bisa dikatakan
cukup baik, karena mereka masih bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Meskipun harus bekerja lebih dengan waktu jualan yang panjang
bahkan ada yang tutup sampai dengan jam dua malam, kemudian buka
jam enam pagi. Semua itu mereka lakukan demi bisa menghidupi
62
keluarga mereka. Mereka merasa senang bahwa pilihan untuk berjualan
Warung Tegal ini bisa membuat mereka mendapat penghidupan yang
layak. Seperti jawaban yang diungkapkan informan berikut ini: “Ya
alhamdulillah sih kalo penghasilan bisa untuk belanja lagi yang penting
sama buat makan hehe” (Wawancara Ibu Lita sebagai pedagang warteg,
15 Agustus 2019). Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan
pada saat wawancara berikut ini: “Ya lumayan bisa buat nutup
kebutuhan, sama anak bisa di pesantren sekolah.” (Wawancara Bapak
Abu Khoir sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019)
Selain bisa untuk menutupi kebutuhan hidupnya, mereka juga
bisa menyekolahkan anaknya dari penghasilan berjualan di Warung
Tegal. Bahkan sebagian dari penghasilan mereka cukup untuk ditabung.
Mereka merasakan bahwa berjualan Warung Tegal tidak perlu lagi
untuk membeli makanan sehari-hari karena mereka bisa langsung
mengambil makanan dari etalase Warung Tegal. Mereka merasa
beruntung bisa berprofesi seperti itu dibandingkan dengan menjadi kuli
bangunan ataupun pekerjaan lainnya yang tidak mempunyai gaji yang
pasti dan dirasa bekerjanya sangat capek kemudian juga tidak mendapat
makanan. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini: “Ya cukup
bisa untuk nyekolahin anak, sama buat nabung dikit-dikit. Ya cukuplah
untuk kebutuhan sehai-hari. Kalo disini kan makan tinggal ngambil”
(Wawancara Ibu Suhartini sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019).
63
B. Eksistensi Warteg Di Perkotaan
Keberadaan Warung Tegal di perkotaan khususnya di Kota
Tangerang, merupakan bentuk dari persaingan pedagang makanan dengan
pedagang lainnya. Warung Tegal yang dikenal dengan warung nasi
sederhana yang menyediakan nasi dan beraneka ragam lauk pauk, tentunya
masih menjadi tempat favorit di kalangan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pangannya sehari-hari. Para pedagang harus mempunyai cara
untuk menjaga Warung Tegal agar tetap eksis dan dapat bersaing dengan
warung makan lainnya. Dengan semakin menjamurnya warung makan
sederhana, tentunya dibutuhkan beberapa cara agar membuat pembeli
tertarik dan tetap membeli makanan di Warung Tegal.
1. Banyaknya Variasi Makanan
Pedagang yang berjualan makanan, pastinya harus memiliki
keahlian memasak sehingga masakannya mempunyai rasa yang enak.
Hal tersebut karena dianggap penting, diharapkan agar pembeli merasa
senang dengan rasa masakannya dan bisa kembali untuk membelinya.
Tidak lupa juga bahwa bukan hanya dari rasa, warung makan juga harus
memperhatikan variasi makanan yang disediakan agar pembeli bisa
memilih makanan yang disukainya. Hal tersebut diungkapkan informan
pada saat wawancara, berikut kutipannya: “Dari rasa mungkin, tiap hari
ganti menunya….biar gak bosen” (Wawancara Mbak Riyani sebagai
pedagang warteg, 3 Juli 2019). Hal senada juga diungkapkan oleh
64
informan berikut ini: “kalo itu sih paling rasanya yang kita jaga, terus
menunya diperbanyak supaya pembeli gak bosen terus ya itu tadi harus
ramah sama pembeli tempat juga harus bersih” (Wawancara Ibu
Suhartini sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019).
Para pedagang ternyata mempunyai cara tersendiri agar pembeli
tidak merasa bosan dengan makanan yang disediakan. Mereka berusaha
untuk mengganti menunya setiap hari. Hal tersebut terlihat biasa,
namun bagi para pembeli hal tersebut merupakan hal yang
menyenangkan. Karena pembeli tidak harus membeli makanan yang
sama setiap harinya. Seperti jawaban wawancara oleh pembeli berikut
ini: “Ya rasa juga dari segi mau pilih apa aja ada” (Wawancara Mas
Fudi sebagai pembeli warteg, 10 Juli 2019). Bagi pembeli yang
terpenting dalam memilih untuk membeli makanan adalah banyak
variasi makannya. Mereka merasa senang ketika warung makan
memiliki banyak menu makanan, karena mereka tidak bingung lagi
untuk memilih makanan.
2. Tempat Yang Mudah Dijangkau
Pemilihan tempat yang strategis merupakan bagian terpenting
dalam berdagang. Tempat yang dekat dengan area tempat tinggal
penduduk maupun yang dekat dengan tempat kerja atau pabrik,
berpeluang untuk bisa mendapatkan pembeli yang banyak sehingga
dapat membuat pedagang diuntungkan. Dengan beradanya Warung
65
Tegal yang mudah untuk dijangkau, maka akan memudahkan pembeli
dalam membeli makanan. Seperti yang diungkapkan oleh informan
yang merupakan pembeli di Warung Tegal, berikut kutipannya:
“……yang penting deket aja” (Wawancara Bapak Arifin sebagai
pembeli warteg, 3 Juli 2019). Kemudian keterjangkauan warung
membuat pembeli mudah dan tidak perlu susah dalam mencari
makanan. Hal tersebut diungkapkan oleh informan berikut: “Mau
makan gak bingung sama susah lagi” (Wawancara Mas Fudi sebagai
pembeli warteg, 3 Juli 2019).
Pembeli merasa terbantu dengan Warung Tegal yang berada
dekat dengan jangkauan tempat tinggalnya. Terutama untuk pembeli
yang merupakan orang rantau dan terpisah dari keluarganya. Mereka
mau tidak mau harus setiap hari dari pagi, siang dan malam pergi
membeli makan di warung makan. Dengan begitu terjangkaunya
Warung Tegal akan memudahkan pembeli dalam memenuhi kebutuhan
pangannya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh informan sebagai
pembeli, berikut ini kutipannya: “Lebih mudah aksesnya karena disini
kan gak sama istri sendiri jadi gak ada yang masak” (Wawancara Bapak
Arifin sebagai pembeli warteg, 3 Juli 2019)
3. Ramahnya Pelayanan
Adanya interaksi antara pembeli dan pedagang semakin
menghidupkan suasana keakraban di dalam Warung Tegal. Kesadaran
66
tentang pentingnya arti interaksi yang dilakukan oleh penjual membuat
pembeli merasa dianggap, tidak lupa juga bahwa dalam interaksi
tersebut terdapat keramahan yang ditunjukkan oleh pedagang, dengan
memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli. Seperti yang
diungkapkan informan berikut ini: “ya kitanya harus ramah sama
pembeli kalo ngelayanin makanan harus sopan lah pokoknya gitu
“(Wawancara Ibu Suhartini sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019).
Kemudian informan berikut ini juga mengungkapkan hal yang sama:
“Pelayanan mungkin harus ramah”. (Wawancara Ibu Lita sebagai
pedagang warteg, 15 Agustus 2019). Para pedagang mengakui bahwa
mereka harus bersikap ramah kepada pembeli agar pembeli merasa puas
membeli makanan yang ada di warung makan miliknya, dan berharap
agar pembeli bisa datang kembali. Seperti yang diungkapkan informan
pada saat wawancara berikut ini: “Itu dari kebersihan, keramah
tamahan. Soalnya tiap warung mbak kalo jualan yang susah ngelayanin
orangnya. Mencari pelanggan, supaya orang itu mau balik lagi ke
warung kita” (Wawancara Bapak Tohirin sebagai bos warteg, 21
Agustus 2019).
Dalam konteks ini, pedagang merasa bahwa ketika berjualan
yang sulit adalah melayani pembeli dengan baik. Namun, ketika mereka
sudah melayani pembeli dengan ramah dan baik, ada saja pembeli yang
berbuat hal yang kurang baik. Hal ini tentunya yang menjadi hambatan
bagi para pedagang. Beberapa pedagang mengaku bahwa ada saja
67
pembeli yang tidak membayar setelah makan di warung miliknya,
dimana orang tersebut melarikan diri dan tidak membayar hutangnya.
Dengan kejadian tersebut, pedagang tidak melayani lagi pembeli yang
berhutang kembali.
4. Tempat Yang Nyaman
Setiap individu yang ingin memilih warung makan pasti
menginginkan tempat makan yang bersih sehingga tidak perlu
mengkhawatirkan kualitas makanan tersebut. Dari tempat yang bersih
juga tentunya individu akan merasa nyaman untuk membeli makanan.
Seperti yang diungkapkan oleh informan yang berprofesi sebagai
pedagang, berikut ini: “terus tempatnya bersih paling kalo orang mah
itu kan yang diliatnya. Jadi ya harus dibagusin lagi” (Wawancara Ibu
Ani sebagai pedagang warteg, 10 Juli 2019)
Para pedagang Warung Tegal juga berusaha untuk menyediakan
tempat yang bersih dan nyaman bagi pembeli. Tetapi memang tidak
bisa sangat betul-betul bersih. Mereka mengakui bahwa warung makan
seadanya yang berdiri diatas tanah sepetak tersebut dalam status
ngontrak, sehingga mereka tidak bisa leluasa dalam mengelolanya.
Belum lagi modal yang mereka punya terbatas, hanya bisa untuk
membeli bahan makanan dan kebutuhan masak lainnya. Mereka tidak
memikirkan untuk merenovasi sendiri warung makannya. Kecuali bagi
mereka yang menempati Warung Tegal memiliki banyak cabang, maka
68
mereka mempunyai modal untuk merenovasi warung makannya agar
terlihat lebih bagus dan modern. Dengan memperhatikan kebersihan
dan menyediakan peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang
kenyamanan pembeli. Hal tersebut diungkapkan oleh informan berikut
ini:
“Kenyamanannya itu sekarang ya bersih, nyaman. Dulu yang namanya
warteg gak pake kipas angin, sekarang kita pakein jadi nyaman. Kalo
dulu mah boro2 mba, kita sendiri aja gak nyaman. Kumuh lalatnya
banyak ibaratnya kan gitu. Kalo sekarang udah dijaga kebersihannya.
Makanya saya selalu pantau saya tegur, saya tegur juga baiknya untuk
mereka sendiri bukan buat saya.” (Wawancara Bapak Tohirin sebagai
bos warteg, 21 Agustus 2019)
Sebagai pedagang Warung Tegal harus memperhatikan
kenyamanan pembeli, mereka menganggap bahwa kebersihan itu
penting karena bisa menambah keuntungan bagi mereka juga. Dengan
warung makan yang bersih banyak pembeli yang mampir ke
warungnya, dan juga menambah pelanggan-pelanggan baru yang
datang. Seperti yang diungkapkan informan sebagai pembeli berikut ini:
“pokonya nyaman aja” (Wawancara Mas Iman sebagai pembeli warteg,
3 Juli 2019).
Warung Tegal kini sudah mulai lebih bersih dan rapih, tentunya
berbeda dengan yang terdahulu. Beberapa pedagang Warung Tegal
yang memiliki modal cukup, berusaha untuk merenovasi warungnya
agar terlihat lebih modern dan jauh dari kata kumuh. Sehingga mereka
berharap agar Warung Tegal kini tidak hanya diperuntukkan oleh
69
kalangan menengah kebawah tetapi juga untuk kalangan menengah
keatas. Hal tersebut diungkapkan oleh informan pada saat wawancara,
berikut kutipannya:
” …….Yang penting sekarang kan dibedakin biar rapih. Jadi menarik,
orang yang kelas menengah atas mau makan. Kalo dulu kan boro-boro
mau makan di warteg. Kalo sekarang kan ibaratnya gak malu-malu, artis-
artis juga pada mau mampir”. (Wawancara Bapak Tohirin sebagai bos
warteg, 21 Agustus 2019)
5. Harga Yang Terjangkau
Ketentuan harga yang digunakan dalam penggunaan harga jual
makanan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Salah satu cara
menarik pembeli adalah menggunakan harga yang terjangkau untuk
semua kalangan. Khususnya kalangan kelas menengah ke bawah,
Warung Tegal ini umumnya dikonsumsi setiap hari oleh mereka yang
bekerja dengan penghasilan pas-pasan. Oleh karena itu harga yang
terjangkau sangat disenangi oleh pembeli, dengan tidak mengurangi
keuntungan para pedagang. Seperti yang diungkapkan informan pada
saat wawancara berikut ini: “Mungkin sama aja sih ya, gak beda jauh.
Kaya orang padang gitu aja, kalo disitu 12 ribu ya hampir sama semua
gitu. Ya sama ajalah. Kalo gak sama nanti diomelin orang, nanti disana
murah kok disini engga gitu” (Wawancara Ibu Ani sebagai pedagang
warteg, 10 Juli 2019)
Harga yang rata-rata hampir sama antara Warung Tegal yang
satu dengan yang lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa pada awalnya
70
pedagang yang ingin berjualan Warung Tegal mencoba untuk membeli
makanan di Warung Tegal yang lain untuk melihat harga pasaran dan
bisa menjadi patokan harga yang mereka tawarkan kepada pembeli.
Alasan mereka karena tidak ingin ada rentang harga yang terlalu jauh,
apabila harga yang ditawarkan lebih mahal maka pembeli nantinya akan
komplain dan membandingkan warung makannya dengan yang lainnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh salah satu informan berikut ini:
“Kalo harganya ya sama aja sih kaya yang lain. Sekarang kan warung
banyak ya mbak, kalo dimahalin kan nanti orang pada komplain. Jadi,
kalo untung banyak takut gak ada yang makan, kalo untung dikit rugi.
Yang penting lancar aja lah” (Wawancara Ibu Farida sebagai pedagang
warteg, 10 Juli 2019)
Keberadaan Warung Tegal yang semakin bertambah, membuat
pedagang warteg harus pintar dalam menyiasati strategi yang akan
diterapkan dalam mempertahankan eksistensi Warung Tegalnya.
Bertambah Warung Tegal dan warung-warung lainnya berarti
bertambah pula saingan dalam berjualan. Hal tersebut tentunya akan
berdampak pada penghasilan yang diperoleh para pedagang. Hal
tersebut pernah diungkapkan informan pada saat sedang diwawancara,
berikut kutipannya: “Iya ini di gang haji pendek ada 3, di gang annur
ada 3. Dulu mah gak ada sekarang mah udah banyak. Dulu almarhum
mah bisa bangun rumah berapa kali, sekarang mah boro-boro buat
71
makan aja syukur.” (Wawancara Ibu Farida sebagai pedagang warteg,
10 Juli 2019)
C. Faktor Pendukung Eksistensi Warteg di Perkotaan
1. Keterlibatan Anggota Keluarga
Para pedagang Warung Tegal kebanyakan dari mereka sudah
mempunyai keluarga. Keluarga merupakan satu alasan bagi para
pedagang untuk mencari penghidupan yang lebih baik lagi, tentunya
bekerja keras untuk mendapatkan uang yang halal. Dorongan yang
kuat dari keluarga membuat para pedagang terbantu untuk lebih keras
menekuni profesi sebagai pedagang Warung Tegal. Para pedagang
yang berstatus sebagai orang rantau, kemudian membuat mereka harus
membawa keluarganya untuk menetap di sini, agar lebih memudahkan
untuk melakukan pekerjaannya. Keterlibatan keluarga dalam proses
berjualan ini, membuat mereka berhemat dalam hal pengeluaran.
Karena mereka tidak harus membayar karyawan untuk membantu
pekerjaan di warung makan milik pribadinya. Seperti yang
diungkapkan oleh informan berikut ini: “Oh gak ada cuma berdua
sama istri” (Wawancara Bapak Saiful sebagai pedagang warteg, 10
April 2019)
Anggota keluarga yang biasanya terlibat adalah istri dan anak.
Mereka mengajak anak dan istrinya untuk ikut berjualan. Hal tersebut
dilakukan karena untuk mengurangi biaya pengeluaran mereka.
72
Pembagian tugas yang yang biasanya dilakukan oleh mereka, suami
bertugas untuk pergi belanja ke pasar sebelum sekolah. Sedangkan
istrinya bertugas untuk memasak makanan yang bahannya telah dibeli
oleh suaminya. Sedangkan mereka yang melibatkan anaknya untuk
berjualan biasanya bertugas untuk melayani makanan untuk pembeli.
Hal tersebut mereka lakukan sehari-hari, hal tersebut dilakukan agar
mereka merasa tidak capek sendiri. Hal yang serupa diungkapkan oleh
informan berikut: “Bertiga itu sama anak yang satu lagi, kalo yang
satu sekolah ya berdua aja” (Wawancara Ibu Ani sebagai pedagang
warteg, 10 Juli 2019)
Pedagang yang belum mempunyai keluarga biasanya dibantu
untuk berjualan sehari-hari dengan adiknya. Mereka pun juga berbagi
tugas masing-masing, dimana kakaknya bertugas untuk memasak
makanan untuk jualan, sedangkan adiknya yang berjenis kelamin laki-
laki hanya ditugaskan untuk mencuci piring dan mengantarkan
kakaknya untuk belanja ke pasar. Akan tetapi mereka berdua tidak
tinggal berdua saja, melainkan bersama bapaknya yang bekerja
sebagai buruh pabrik. Seperti yang pernah diungkapkan oleh informan
berikut ini: “Ini berdua sama adik” (Wawancara Mbak Riyani sebagai
pedagang warteg, 3 Juli 2019)
Pedagang Warung Tegal yang hanya memiliki 1 warung,
biasanya mereka tidak menggunakan jasa karyawan, karena mereka
tidak begitu suka dengan sikap yang dimiliki oleh karyawan. Biasanya
73
karyawan yang bekerja tidak terlalu sesuai dengan harapan yang ada
pada pemilik warteg. Mulai dari awal mulai ikut bekerja, calon
karyawan sudah menanyakan gaji berapa gaji yang akan diterimanya.
Hal tersebut biasanya tidak disukai oleh para pedagang, seharusnya
yang pedagang inginkan adalah kerja dengan baik dan benar terlebih
dahulu setelah itu baru membicarakan kesepakatan gaji yang akan
diberikan. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini:
“Kemaren-kemaren sih ada, tapi udah sebulan kemarin lagi gak ada.
Saya sih sebenernya gak suka pake karyawan, karena kan kalo
karyawan masih muda ya dikit-dikit maunya dia main hp, terus juga
biasanya sikapnya sama gayanya kaya majikan, haha yang majikannya
kaya karyawan ya gitu deh. Terus juga pas awalnya harusnya kan dia
kerja dulu baru ngomongin gaji. Lah ini kerja aja belum ngomongnya
gajinya berapa. Jadinya agak gak suka kalo pake karyawan kecuali
kalo dari sodara sendiri”. (Wawancara Ibu Suhartini sebagai
pedagang warteg, 3 Juli 2019)
2. Kepercayaan Dengan Karyawan Warung Tegal Yang Mempunyai
Cabang
Kepercayaan antara Pemilik Warung Tegal dengan karyawan
diperlukan agar usaha warteg dapat berjalan dengan lancar. Terkadang
tidak mudah memberikan kepercayaan kepada orang lain, apalagi dalam
hal mengelola usaha. Keduanya harus saling menjaga kepercayaan yang
diberikan oleh masing-masing individu. Sama seperti halnya pemilik
warteg yang memberikan kepercayaan secara penuh kepada karyawan
warteg yang bertugas untuk mengelola sendiri warung tegal kepunyaan
pemiliknya tersebut. Para karyawan dibebaskan untuk bisa mengelola
74
warteg tersebut, akan tetapi dengan aturan yang telah disepakati di
awal. Pemilik warteg mengatakan bahwa para karyawan harus
menganggap warung tersebut seperti punya mereka sendiri, hal itu
dilakukan agar mereka bertanggung jawab menjaganya. Seperti yang
diungkapkan oleh informan yang merupakan bos warteg berikut ini:
“Ya itu mba, kadang-kadang gini kalo kamu ingin maju ya oke ayo maju
bareng tapi harus saling menjaga. Ya anggap aja kaya warung kamu
sendiri, yang penting pertama jaga kebersihan, masakan ketiga
pelayanan. Pokoknya ya bagusnya buat mereka sendiri, kadang saya juga
motivasi mereka. Ya pokoknya kalo mereka ingin merubah nasib benar2
ya saya bantu gitu mba”. (Wawancara Bapak Tohirin sebagai bos
warteg, 21 Agustus 2019)
Pemilik warung tegal sangat menjaga perilaku dengan
karyawannya, hal tersebut dilakukan agar tidak ada batasan jarak antara
majikan dengan karyawan. Pemilik warteg sangat mengayomi
karyawannya, ia sering memberikan motivasi dan solusi bagi
karyawannya yang sedang mempunyai masalah. Pemilik warteg
menganggap bahwa semua karyawannya adalah sodaranya, ia tidak
membeda-bedakan masing-masing dari karyawan. Pemilik warteg juga
menegaskan bahwa para karyawan sangat diperlukan dalam perjalanan
karir mereka. Hal tersebut diungkapkan informan ketika sedang
diwawancarai melalui telepon, berikut ini kutipannya:
“Ya kekeluargaan, soalnya kita jangan melihat itu karyawan atau
pembantu. Itu sodara, kita anggap gak ada majikan, juga gak ada
pembantu. Untuk mengayominya. Kalo dianggap pembantu ya jangan,
berarti mereka belum merdeka dong kalo gitu. Kadang-kadang orang
salah kaprah, makanya saya kadang-kadang saya memotivasi ke
temen-temen cara-cara mengayomi karyawan biar gini gini, jangan
75
dianggap pembantu. Kita anggap keluarga saudara. Soalnya tanpa
mereka kita gak ada apa-apanya mba hehe”. (Wawancara Bapak
Tohirin sebagai bos warteg, 21 Agustus 2019)
Kebanyakan dari pedagang Warung Tegal mempekerjakan
karyawan yang mereka kenal, biasanya dari anggota saudaranya sendiri
ataupun tetangga dekat yang berada di kampungnya. Namun, tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam urusan karyawan warteg juga memiliki
“calo” atau penyalur karyawan yang berusaha untuk menawarkan jasa
mereka ke pedagang-pedagang warteg yang memang sedang
membutuhkan karyawan untuk membantu pekerjaannya. Hal tersebut
diungkapkan oleh informan berikut ini: “Iya ada calonya gitu kaya
penyalur karyawan” (Wawancara Ibu Suhartini sebagai pedagang
warteg, 3 Juli 2019).
Calo tersebut ternyata berasal dari Kota Tegal, mereka biasanya
menawarkan jasa karyawan hampir ke setiap pedagang warteg yang
mereka tahu. Untuk jasanya tersebut mereka biasanya mematok harga
sekitar 300 ribu rupiah untuk setiap transaksinya. Sementara itu, mereka
meminta DP “Down Payment” 200 ribu rupiah kepada pedagang warteg
yang menggunakan jasanya tersebut. Setelah itu karyawan diberikan
kepada pedagang warteg yang telah membayar uang muka. Kemudian
jika semua uang sudah dibayarkan, maka pedagang warteg sudah
selesai berurusan dengan calo tersebut. seperti yang dikatakan informan
berikut: “Engga tiap bulan, jadi kita harus bayar dulu 300rb untuk sama
76
calonya terus bayar 200rb untuk dp awal karyawan gitu. Jadi gak
bulanan, kalo udah bayar ya lepas dari calonya” (Wawancara Ibu
Suhartini sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019).
3. Kerjasama Dengan Sistem Aplusan
Warung Tegal bukan hanya dimiliki oleh satu orang, melainkan
juga dimiliki oleh beberapa orang. Warung Tegal yang dimiliki oleh
lebih dari satu orang biasanya menerapkan sistem aplusan. Aplusan
merupakan pergantian jualan yang dilakukan oleh para pedagang.
Biasanya mereka berganti jualan selama 4 bulan sekali, sistem tersebut
disebut dengan istilah aplusan bagi para pedagang Warung Tegal.
Sistem aplusan ini ada karena adanya kerjasama yang dilakukan oleh
para pedagang Warung Tegal. Seperti yang diungkapkan oleh informan
berikut ini: “Biasanya sih 3-4 bulan sekali aplusan, ya kemarin saya
udah 4 bulan yang disana jadi aplusan deh” (Wawancara Ibu Suhartini
sebagai pedagang warteg, 3 Juli 2019). Kemudian hal yang sama
diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “Kalo saya kan aplus kalo
udah 4 bulan sekali di gondrong” (Wawancara Ibu Farida sebagai
pedagang warteg, 10 Juli 2019).
Kerjasama yang dilakukan oleh para pedagang Warung Tegal
dikarenakan mereka tidak sanggup untuk mengeluarkan biaya modal
sendiri, mulai dari biaya kontrakan yang disewa untuk mendirikan
Warung Tegal seharga dua puluh juta pertahunnya. Belum lagi untuk
77
biaya keperluan dan perlengkapan warung makan sehari-harinya yang
membutuhkan modal yang tidak sedikit. Maka dari itu mereka
melakukan kerjasama dengan pedagang lainnya. Sehingga mereka
mampu untuk bisa mendirikan Warung Tegal sendiri. Hal yang
biasanya terjadi adalah kerjasama dilakukan dengan saudara dari
pedagang, bukan dengan orang lain. seperti yang diungkapkan oleh
informan berikut ini:
“Ada sodara yang perempuan itu adik saya. Usaha bersama si sebenernya,
jadi mau ngontrak kita gak punya modal. Cukup buat beli bahan makan
doang, akhirnya kerjasama berdua sama adik. Dia kalo jualan sama
suaminya. Terus sistemnya gimana? Ya jadi kita sistemnya aplusan deh 4
bulan sekali gitu” (Wawancara Bapak Saiful sebagai pedagang warteg,
10 April 2019)
4. Perkumpulan Sesama Warung Tegal
Para pedagang warung tegal, membutuhkan tempat untuk bisa
berinteraksi dengan sesama pedagang lainnya. Maka dari itu,
perkumpulan antar sesama pedagang dibutuhkan sebagai sarana interaksi
mereka. Dalam konteks ini, pedagang mengakui perlunya perkumpulan
yang dilakukan oleh sesama warung tegal lainnya untuk bisa mempererat
tali silaturahmi diantara mereka. Biasanya perkumpulan tersbut diadakan
sebulan sekali, untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan karena setiap
hari harus berhadapan dengan kehidupan warung. Kemudian bukan
hanya berkumpul saja, mereka juga mengadakan arisan dan juga
membicarakan masa depan mengembangkan warteg. Dalam
78
perkumpulan tersebut mereka saling bantu membantu, jika ada keperluan
yang dirasa kurang. Hal tersebut diungkapkan oleh informan berikut ini
kutipannya: “Ada mbak itu, sesama pesona, mustika, kharisma banyak
mba. Semua gabung kita arisan silaturahim, terus ada usaha apa lagi nih
gitu, gimana nih caranya untuk memajukan warteg” (Wawancara Bapak
Tohirin sebagai bos warteg, 21 Agustus 2019).
5. Sistem Setoran Warung Tegal Yang Mempunyai 12 Cabang
Warung Tegal Pesona Bahari adalah Warteg yang dimiliki oleh
satu orang dengan 12 cabang yang berada di Jakarta ada 11 warteg dan
1 warteg lainnya berada di Tangerang. Pada awalnya yang memiliki
Warteg Pesona Bahari adalah karyawan di Warung Tegal Kharisma
Bahari, ia bekerja sebagai karyawan untuk bisa mengumpulkan modal.
Setelah modal terkumpul dan cukup untuk membuka usaha, maka dia
memutuskan untuk membuka usaha Warung Tegal dengan nama
Warteg Pesona Bahari. Seiring berjalannya waktu usahanya pun makin
berkembang dan bisa memiliki cabang yang cukup banyak. Seperti
yang diungkapkan salah satu informan yang merupakan karyawan di
Warteg Pesona Bahari sebagai berikut: “Iya beda lagi, dulu bos saya
nungguin kharisma belum punya apa-apa. Setelah dia punya modal dia
buka usaha sendiri.” (Wawancara Bapak Saiful sebagai pedagang
warteg, 10 April 2019)
79
Dengan Warung Tegal yang dimiliki sebanyak 12 cabang maka
untuk sistem pengecekan dan pengontrolan dilakukan sebulan sekali
oleh Bos Warteg. Terutama untuk setoran sendiri para karyawan
biasanya akan menyetorkan uang bulanannya kepada pemilik warteg
melalui transfer bank ataupun bos warteg yang datang ke warteg
tersebut. Untuk sistem setoran sendiri, besarnya setoran tergantung
dengan biaya kontrak atau sewa tempat jualan Warteg. Apabila harga
sewa tempat warteg mahal maka setoran akan besar, kemudian
sebaliknya jika sewa tempatnya murah maka setoran warteg akan kecil.
Oleh karena itu biasanya pemilik Warteg Pesona Bahari bisanya
mengadakan kesepakatan awal terhadap karyawannya agar bisa
mengetahui kesepakatan setoran yang akan disetorkan setiap bulannya.
Dengan sistem ini, akan menguntungkan karyawan apabila penghasilan
warteg jauh melebihi patokan yang disetorkan. Kemudian akan rugi jika
penghasilan jauh kurang dari patokan setoran tersebut. Namun hal ini
jarang terjadi karena selama ini warteg tetap stabil. Hal tersebut
diungkapkan oleh informan berikut ini:
“….Dia sistemnya setor, setornya sesuai kontrak kalo kontraknya gede,
setornya juga gede. Mau untungnya lebih gede apa kecil terserah yang
penting sesuai kontrak. Kontrak disini misalkan berapaa...misalnya
kontraknya 50 juta kasih patokan, ya 12 juta udah setoran. Kalo disini
untung satu juta terserah yang penting setorannya sesuai kontrak”
(Wawancara Bapak Saiful sebagai pedagang warteg, 10 April 2019)
Dengan sistem akumulasi kontrak, maka orang yang mau
bergabung dengan Warteg Pesona Bahari tidak perlu mengeluarkan
80
uang untuk modal lagi, karena semua sudah disediakan oleh pemilik
warteg. Para karyawan hanya tinggal menjalankan usahanya saja.
Dengan kesepakatan awal, setoran perbulan harus tepat dan sesuai.
Sistem tersebut tidak memberatkan para karyawan karena memang mau
tutup sehari diperbolehkan asal setorannya sama tidak kurang. Seperti
yang diungkapkan oleh informan berikut ini:
”Kalo saya sistemnya akumulasi kontrak. Kalo kharisma sistem bagi
hasil, belajar orang itu untuk jujur, tapi ada nggga enaknya juga karena
merasa dicurigain. Sekarang apa enaknya kalo usaha dicurigain.
Akhirnya saya gini aja, yaudah perbulan saya minta segini. Mau rame
mau sepi ya pokoknya saya minta segini. Mau sepi resikonya kamu,
mau rame ya rejekinya kamu. Yang penting saya akumulasi kontrak,
misal kontrakannya 40, saya minta 10 sebulannya. Saya kasih
kebebasan, mau nutup sehari atau 2 hari ya tetep setorannya segitu.
Kalo sistem bagi hasil kan investor gak mau rugi, kalo tutup sehari kan
gak boleh. Ya namanya manusia, kalo ada apa-apa dikampung mau
nutup gak bisa. Nah makanya saya ngasih kebebasan gitu.” (Wawancara
Bapak Tohirin sebagai bos warteg, 21 Agustus 2019)
D. Analisis Teori Pilihan Rasional (Rational Choice)
Keberadaan Warung Tegal di kota adalah bentuk dari dari
eksistensi yang dipertahankan oleh para pedagang Warung Tegal. Mereka
tentunya sudah mempersiapkan pilihan-pilihan yang dianggap rasional.
Pilihan rasional adalah tindakan seseorang yang tertuju kepada suatu
tujuan dan tujuannya termasuk tindakan seseorang yang ditentukan oleh
pilihan atau sesuatu yang dinilai penting (Coleman dikutip Ritzer dan
Douglass, 2007:364). Dalam konteks ini, pedagang Warung Tegal sudah
mempertimbangkan dengan baik pilihan-pilihan rasional dalam
81
menjalankan usahanya, karena terlihat bahwa sampai saat ini keberadaan
Warung Tegal tetap terjaga dan mengalami perkembangan.
Dalam sudut pandang pilihan rasional, dimana aktor dapat
menentukan keuntungan melalui pilihan-pilihan yang tersedia bagi
mereka. Sama seperti pedagang Warung Tegal yang memiliki warung
sendiri, untuk bisa menjaga eksistensi warung Tegalnya mereka sudah
membuat pilihan yang dirasa cocok dan menguntungkan baginya. Pada
awalnya mereka memilih tempat usaha yang dirasa cukup strategis dan
memberikan banyak keuntungan bagi mereka jika berjualan di tempat
tersebut. kemudian pedagang warung tegal yang memiliki banyak cabang
berusaha untuk memilih karyawan yang dapat mengelola warteg dan bisa
dipercaya.
Pemilik Warung Tegal merupakan individu yang bertugas untuk
memutuskan pilihan-pilihan untuk pengelolaan warung tegal kedepannya.
Pemilik Warung Tegal ibarat sebuah aktor yang harus mengendalikan
sumber daya yang mereka punya, agar sumber daya tersebut bisa terlibat
dan bergantung demi tercapainya sebuah tujuan. Dimana sumber daya
tersebut merupakan karyawan atau pekerja di Warung Tegal miliknya. Hal
itu berarti sejalan dengan pemikirannya Coleman yang menjelaskan bahwa
ada 2 unsur utama dalam teori pilihan rasional yaitu aktor dan sumber
daya (Ritzer dan Douglass, 2007:364). Dimana menurutnya aktor dan
sumber daya ini saling bergantung. Aktor sebagai orang yang menentukan
pertimbangan dalam setiap situasi untuk menciptakan keuntungan. Maka
82
dari pertimbangan tersebut aktor dapat berperan mengendalikan sumber
daya, agar keduanya saling terlibat dalam sebuah tindakan yang bertujuan
untuk memaksimalkan kepentingannya masing-masing.
Dalam pilihan rasional ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya:
1. Pemindahan hak kontrol yang dilakukan oleh pemilik Warung Tegal
yang memiliki banyak cabang kepada para karyawan dilakukan agar
dapat memaksimalkan kepentingan mereka. Dimana kepentingan
mereka yaitu untuk bisa bekerja sama mengembangkan warteg,
dengan beberapa cara pengelolaan yang baik dan benar. Dalam hal ini,
adanya pengontrolan tersebut supaya para karyawan tidak bekerja
keluar dari aturan yang telah disepakati. Karyawan diberikan
kepercayaan oleh pemilik Warung Tegal untuk bisa mengelola warteg
dengan sendirinya. Hal tersebut seperti kutipan berikut ini: “usaha
yang rasional yang dilakukan oleh para pengusaha berupa tindakan
ekonomi untuk mendapatkan keuntungan, seperti menyerahkan
pekerjaan kepada pihak lain, mengerjakan produksi yang sedang laku
dan mempermainkan harga” (Damsar, 2009: 247).
Karyawan berusaha maksimal untuk bisa memajukan warteg,
agar ia juga mendapatkan keuntungan dari warteg tersebut, begitu juga
hal yang sama dilakukan oleh pemilik warteg, mereka melakukan
usaha yang sama untuk bisa mendapatkan keuntungan dari warteg
83
yang mereka miliki. Hal tersebut merupakan perilaku kolektif yang
dilakukan oleh pemilik warteg dengan karyawan, di sisi lain mereka
mendapatkan keuntungan juga bisa mempertahankan eksistensi
Warung Tegal. Seperti apa yang telah dijelaskan Coleman dalam
Ritzer dan Douglas, (2007:397) bahwa perilaku kolektif merupakan
suatu fenomena makro yang di dalamnya menyangkut perilaku.
Seperti pemindahan kontrol atas tindakan seseorang kepada orang
lain. Dalam hal ini upaya tersebut dilakukan agar bisa memaksimalkan
kepentingan mereka.
2. Norma atau aturan berguna untuk mengatur sesuatu agar berjalan
dengan semestinya. Aturan tersebut biasanya dipertahankan oleh
orang-orang yang mempunyai hubungan, terutama hubungan
kerjasama yang dibangun oleh Pemilik Warung Tegal dengan
Karyawan. Biasanya mereka terlibat dalam perjanjian awal yang
berupa kesepakatan tentang aturan-aturan secara tidak tertulis yang
harus dijalankan, terutama untuk karyawan Warung Tegal. Pemilik
warteg yang memiliki karyawan memberikan aturan-aturan yang
harus diterapkan oleh karyawannya agar dapat menghasilkan
keuntungan bersama bagi keduanya. Aturan yang diberikan yaitu
untuk menjaga kebersihan, menjaga kualitas masakan dan juga
keramah tamahan dalam melayani pembeli, kemudian juga dalam
pembagian tugas dan pengelolaan waktu yang harus diperhatikan
dalam berjualan. Hal tersebut harus dipertahankan oleh pemilik
84
Warung Tegal maupun karyawan agar mereka bisa mendapatkan
keuntungan seperti bertambahnya pelanggan, dan mendatangkan
rezeki untuk mereka serta mampu eksis bersaing dengan warung
lainnya. Kemudian apabila norma tersebut tidak dijalankan dengan
baik, maka resiko untuk mendapatkan kerugian semakin besar karena
mereka akan kehilangan pelanggan, kemudian rezeki yang mereka
terima juga tidak sebesar ketika mereka menerapkan norma tersebut,
dan juga tentunya mereka tidak akan mampu bersaing dengan warung
lainnya. Norma atau aturan tersebut muncul dari kepercayaan yang
melibatkan pengendalian hak kontrol atas masing-masing individu
tersebut. Seperti yang dikatakan Coleman mengenai norma yang pada
mulanya muncul dan dipertahankan oleh beberapa orang. Dimana dari
norma tersebut akan menghasilkan keuntungan jika aktor dapat
mengikuti norma tersebut dengan baik, dan akan menimbulkan
kerugian jika aktor melakukan pelanggaran terhadap norma tersebut.
Coleman meringkas pendapatnya mengenai norma sebagai berikut:
“.....melepaskan sebagian hak untuk mengendalikan tindakan diri
sendiri dan menerima sebagian hak untuk mengendalikan tindakan
orang lain dan itulah akan memunculkan norma” (Coleman dalam
Ritzer dan Douglas, 2007:397). Dalam hal ini melihat aktor sebagai
upaya untuk memaksimalkan kepentingannya, dengan menggunakan
sebagian haknya untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan
melepaskan sebagian haknya untuk mengendalikan aktor lain.
85
3. Perkumpulan yang dilakukan setiap bulannya oleh para pedagang
warteg tentunya mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
warteg. Karena dalam perkumpulan tersebut aktor individu bersatu
menjadi aktor korporat. Mereka berkumpul biasanya untuk silaturahmi
yang didalamnya juga terdapat arisan. Bukan hanya itu mereka juga
sering bertukar pikiran dan juga membahas tentang apa saja hal yang
dapat dilakukan untuk memajukan warteg. Ketika mereka berkumpul
mereka menjadi satu kesatuan, akan tetapi diluar itu mereka boleh
menentukan sendiri hal apa saja yang dapat dilakukan untuk
kepentingan wartegnya seperti untuk sistem Warung Tegal yang
dijalankan, kemudian untuk harga yang digunakan dan sebagainya.
Namun, mereka tidak boleh jauh keluar dari aturan yang telah
ditetapkan secara kolektivitas misalnya untuk harga yang digunakan
terlalu tinggi, maka itu akan merusak image Warung Tegal yang
menyediakan makanan tradisional dengan harga yang terjangkau. Hal
tersebut sama seperti penjelasan Coleman dalam Ritzer (2007: 398).
Aktor Korporat merupakan aktor kolektif. Coleman menegaskan
bahwa dalam suatu kolektivitas, aktor individual boleh bertindak
menurut tujuan mereka pribadi yang bisa saja berbeda dari
kepentingan kolektif, tetapi di sisi lain aktor individual harus
bertindak menurut kepentingan kolektivitas. Kemudian ia menyatakan
bahwa baik aktor kolektif maupun individual keduanya mempunyai
tujuan.
86
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan dan analisis teori yang telah diuraikan
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Eksistensi Warung Tegal di perkotaan tidak lepas dari faktor
banyaknya variasi makanan, tempat yang mudah dijangkau,
ramahnya pelayanan, tempat yang nyaman dan harga yang
terjangkau. Namun, yang dianggap paling penting yaitu banyaknya
variasi makanan, tempat yang nyaman dan harga yang terjangkau.
Hal tersebut dirasa penting dan harus dijaga agar Warung Tegal
tetap eksis di perkotaan. Pemilik Warung Tegal berusaha
mengubah image warteg yang kumuh dan kotor menjadi Warteg
yang bersih dan nyaman, mereka tidak segan mengeluarkan modal
yang cukup besar untuk membuat wartegnya menarik. Saat ini
warteg di perkotaan telah semakin menjamur, dan juga sudah
sedikit mengalami perubahan lebih baik yang lebih memperhatikan
kenyamanan pembeli. Sehingga kini Warung Tegal bukan lagi
warung makan sederhana yang kumuh melainkan warung makan
sederhana yang bersih. Kemudian warteg dahulu yang hanya
87
dinikmati oleh kalangan kelas menengah ke bawah, Namun
sekarang juga bisa dinikmati oleh kalangan menengah keatas.
2. Faktor pendukung eksistensi Warung Tegal yaitu pertama, adanya
keterlibatan anggota keluarga dalam menjalankan usaha Warung
Tegal milik pribadi yang tidak memiliki cabang, karena selain bisa
menghemat pengeluaran untuk tidak memakai karyawan kemudian
juga bisa menjadi dorongan motivasi berjualan dari keluarga untuk
para pedagang Warung Tegal. Kedua, adanya kepercayaan antara
pemilik warteg yang memiliki banyak cabang dengan karyawan.
Karena memang kepercayaan sangat diperlukan dalam hubungan
pemilik dengan karyawan. Ketiga, adanya sistem kerjasama dengan
aplusan, dalam konteks ini sangat menguntungkan pedagang yang
memiliki modal terbatas, maka dari itu adanya kerjasama ini
membuat para pedagang Warung Tegal dapat membuka usahanya
dengan patungan untuk menyewa tempat dan menggunakan sistem
berganti giliran berjualan selama 4 bulan sekali. Keempat, adanya
perkumpulan antara sesama pedagang Warung Tegal, hal tersebut
sangat membantu dalam memajukan usaha Warung Tegal.
Terakhir, yaitu sistem setoran Warung Tegal yang memiliki 12
cabang, faktor ini menjadi penting karena kesuksesan dari sistem
ini cukup berhasil membuat Warung Tegal berkembang dan
bertambah banyak.
88
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka saran yang bisa
peneliti anjurkan sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema serupa,
diharapkan agar bisa mengungkapkan lebih banyak sistem setoran
yang terdapat pada warung tegal.
2. Bagi pemilik warteg dengan adanya penelitian ini diharapkan
untuk lebih meningkatkan kualitas dan layanan yang bisa menjaga
keberadaan warteg agar tetap bersaing dengan warung makan
lainnya.
3. Bagi masyarakat terutama yang mungkin masih mengandalkan
warung makan sederhana, diharapkan agar bisa mensupport
keberadaan sektor informal yaitu Warung Tegal sebagai bentuk
dari eksistensi makanan tradisional.
4. Bagi pemerintah diharapkan untuk lebih memperhatikan
keberadaan warteg sebagai warung makan sederhana di kalangan
masyarakat agar tetap eksis.
x
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Afrizal. 2015. Cet ke-2. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Neuman, Damsar dan Indrayani. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Neuman, Ghony, M Junaidi dan Fauzan Almanshur, ed., Sari. 2016. Metode
Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-ruz Media.
Gunawan, Imam, ed., Suryani. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan
Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.
Haryanto, Sindung. ed., Sandra. 2011. Sosiologi Ekonomi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Haryanto, Sindung. 2016. Spektrum Teori Sosial Dari Klasik Hingga Postmodern.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Moleong, Lexy. J. 2017. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Neuman, W. Lawrence. 2013. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif. Jakarta: Indeks.
Nurhayati, Cucu. 2015. Pembangunan sosial sektor informal perkotaan (studi
kasus pedagang kaki lima di pasar minggu DKI Jakarta). Jakarta: Orbit
Publishing Jakarta.
xi
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Ed.6. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana.
Sumantri, R Gumilar, dkk. 2004. Sosiologi Perkotaan, Modul UT.
Soehartono, Irawan. 2015. Metode Penelitian Sosial (Suatu Teknik Penelitian
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 2014. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Wirawan, 2012. Ed. Ke-1. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta
Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Jurnal Online:
Alfaris, Muhammad Ramadhana. 2018. Eksistensi Diri Waria Dalam Kehidupan
Sosial Di Tengah Masyarakat Kota (Fenomenologi Tentang Eksistensi
Diri Waria Urbanisasi Di Kota Malang). [jurnal online]; Internet;
diunduh pada tanggal 22 Maret 2018. Tersedia di
https://media.neliti.com/media/publications/234795-eksistensi-diri-waria-
dalam-kehidupan-so-66e493ff.pdf
Andayani, Trisni dan Irma Ries Verany. 2015. Eksistensi Pedagang Rujak
Simpang Jodoh di Pasar 7 Tembung, Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
[jurnal online]; Internet; diunduh pada tanggal 22 Maret 2018. Tersedia
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/antrophos/article/view/5069
Andayani, Sri Wahyu. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat
Konsumen Dalam Mengkonsumsi Makanan Tradisional Daerah Tegal
Di Warung Tegal (Warteg) Balek Maning Yogyakarta. [jurnal online];
Internet; diunduh pada tanggal 20 september 2018. Tersedia di
http://journal.ustjogja.ac.id/download/8.%20Sri%20wahyu_UST%20Yog
ya.pdf
Asytuti Rinda. 2015. Pengusaha Warung Tegal Di Jakarta (Pendekatan Modal
Sosial. [jurnal online]; Internet; diunduh pada tanggal 22 Juni 2019.
xii
Tersedia di https://media.neliti.com/media/publications/201757-
pengusaha-warung-tegal-di-jakarta-pendek.pdf
Bakti, Indra Setia, dkk. 2018. Eksistensi Dukun Di Tanah Gayo. [jurnal online];
Internet; diunduh pada tanggal 23 Maret 2018. Tersedia di
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=860950&val=
11051&title=Eksistensi%20Dukun%20di%20Tanah%20Gayo
Khamdevi, Muhammar dan Iqbal Rasyid Nasution. 2014. Studi Karakteristik
Arsitektur Khas Pada Warung Tegal Di Jabodetabek. [jurnal online];
Internet; diunduh pada tanggal 22 Juni 2019. Tersedia di
https://www.academia.edu/7796146/Studi_Karakteristik_Arsitektur_Kha
s_Pada_Warung_Tegal_Di_JABODETABEK
Lessetiawanti, Enni. 2017. Eksistensi Pedagang Kaki Lima Ditempat Hiburan
Malam Kawasan Bintan Plaza. [jurnal online]; Internet; diunduh pada
tanggal 23 Maret 2018. Tersedia di http://jurnal.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/gravity_forms/1-
ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2017/08/JURNAL68.pdf
Maflahah dan Akhmad Ramdhon. 2018. Warung Tegal: Relasi Kampung
Menyangga Kota Jakarta (Studi Kasus Pada Warung Tegal Di Jakarta
Timur). [jurnal online]; Internet; diunduh pada tanggal 22 Juni 2019.
Tersedia di https://jurnal.uns.ac.id/jodasc/article/download/23054/pdf
Mustopa, Zaenal. 2016. Eksistensi Mahasiswi Dalam Berorganisasi Di
Lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas
Pendidikan Indonesia. [jurnal online]; Internet; diunduh pada tanggal 22
Maret 2018. Tersedia di
http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/4238
Sari, Gennya Prinita. Tanpa tahun. Eksistensi Pedagang Kaki Lima Di Pasar
Maling Wonokromo Surabaya. [jurnal online]; Internet; diunduh pada
tanggal 22 Maret 2018. Tersedia di http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-kmnts44f076fdedfull.pdf
Setiawan, Eko. 2016. Eksistensi Budaya Bahari Tradisi Petik Laut Di Muncar
Banyuwangi. Universum vol. 10 No. 2 Juli 2016. [jurnal online];
Internet; diunduh pada tanggal 23 Maret 2018. Tersedia di
xiii
https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/universum/article/download/263/
227
Sihaloho, Lena Uli. Tanpa tahun. Eksistensi Pasar Malam (Studi Kasus Pasar
Malam Bayang Ohana Di Kota Pekanbaru). [jurnal online]; Internet;
diunduh pada tanggal 23 Maret 2018. Tersedia di
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/2457
Sofiani, Triana. Tanpa tahun. Eksistensi Perempuan Pekerja Rumahan Dalam
Konstelasi Relasi Gender. [jurnal online]; Internet; diunduh pada tanggal
23 Maret 2018. Tersedia di http://e-
journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah/article/view/17
Berita Online:
Awal Mula Kemunculan Warteg Hingga Mendunia. [berita online]; Internet;
Diakses Pada Tanggal 4 Oktober 2018. Tersedia Di
Https://Www.Liputan6.Com/Regional/Read/2606636/Awal-Mula-
Kemunculan-Warteg-Hingga-Mendunia
Data Online
https://tangerangkota.bps.go.id/ diakses dan diunduh pada tanggal 28 April 2019.
xiv
LAMPIRAN 3
PEDOMAN WAWANCARA
No Teori Pilihan Rasional Pertanyaan
1. Perilaku Kolektif
merupakan fenomena
makro yang di
dalamnya menyangkut
perilaku seperti
pemindahan hak kontrol
atas tindakan seseorang
kepada orang lain.
1. Bagaimana cara menjalin hubungan baik
antara pemilik dengan pekerja yang ada
di warteg?
2. Bagaimana cara membangun
kepercayaan antara pemilik dengan
pekerja warteg?
3. Bagaimana usaha atau cara yang
dilakukan oleh pemilik atau pekerja
warteg agar warteg tersebut dapat eksis
dan maju?
2. Norma merupakan
aturan yang akan
menghasilkan
keuntungan jika aktor
dapat mengikutinya
dengan baik dan
sebaliknya akan
menimbulkan kerugian
jika aktor melakukan
pelanggaran terhadap
norma tersebut.
1. Apa saja aturan yang telah disepakati?
2. Bagaimana cara mengatur waktu untuk
jualan?
3. Bagaimana cara pembagian tugas antara
pemilik dengan pekerja? Apakah telah
disepakati sebelumnya?
4. Bagaimana cara menciptakan
kenyamanan untuk bisa menarik
pembeli?
3. Aktor Korporat
merupakan aktor
kolektif. Dalam
kolektivitas tersebut
aktor boleh bertindak
yang bisa saja berbeda
dari kepentingan
kolektif, tetapi juga
disisi lain aktor
individual harus
bertindak menurut
kepentingan
kolektivitas
1. Apakah ada perkumpulan yang diikuti?
2. Berapa bulan sekali berkumpul?
3. Pada saat berkumpul apa saja hal yang
dilakukan?
4. Bagaimana pengaruhnya terhadap usaha
warteg yang dikelola?
5. Dalam perkumpulan tersebut apakah
dapat mempengaruhi kisaran harga
jualan?
6. Dengan mengikuti perkumpulan tersebut
apakah dapat menjaga eksistensi warteg?
xv
Mengapa alasannya?
7. Dalam perkumpulan tersebut apakah
berasal dari warteg yang sama?
Pertanyaan untuk pedagang Warung Tegal
1. Nama:
2. Umur:
3. Pendidikan:
4. Daerah Asal:
5. Status:
6. Lama jualan:
7. Apakah Wartegnya milik pribadi atau bukan?
8. Alasan kenapa memilih berjualan warteg?
9. Saat berjualan dibantu oleh siapa? Karyawan atau anggota keluarga?
10. Bagaimana cara mengatur waktu jualan? Dan apa saja pembagian tugasnya?
11. Bagaimana cara menentukan harga?
12. Apakah ada aplusan? Jika ada apa aktivitas selama aplusan?
13. Apakah ikut perkumpulan? Jika ada apa saja hal yang dilakukan dalam
perkumpulan tersebut? apakah perkumpulan tersebut dengan warteg yang
sama? perkumpulan tersebut mempengaruhi eksistensi warteg?
14. Bagaimana cara menciptakan kenyamanan pembeli?
15. Bagaimana cara menjalin hubungan baik antara pemilik dengan pekerja
yang ada di warteg?
xvi
16. Bagaimana cara membangun kepercayaan antara pemilik dengan pekerja
warteg?
17. Bagaimana usaha atau cara yang dilakukan oleh pemilik atau pekerja warteg
agar warteg tersebut dapat eksis dan maju?
Pertanyaan untuk pembeli Warung Tegal
1. Siapakah nama lengkap anda:
2. Berapakah umurnya?
3. Apa pendidikan terakhirnya?
4. Apa pekerjaannya?
5. Dimanakah tinggalnya?
6. Udah sering makan disini? Atau baru makan disini?
7. Kenapa memilih untuk makan di warteg?
8. Apakah terbantu banyaknya warteg sekarang ini? Apakah alasannya?
xvii
LAMPIRAN 4
TRANSKRIP WAWANCARA
1. Nama : Bapak Saiful (Suami Ibu Suhartini)
Umur : 42 tahun
Pendidikan : SD
Daerah asal : Jawa Timur
Status : Pedagang
Lama jualan : 12 Tahun
Tanggal wawancara : 10 April 2019 (Wawancara Pertama)
Peneliti : Kalo boleh tau nama bapak siapa ya? Umurnya berapa
pak?
Informan : Saiful, Umurnya 42
Peneliti : pendidikan terakhirnya apa ya pak?
Informan : Dulu sekolah madrasah SD, dulu mts gak nyampe
setahun.
Peneliti : Dulu awal buka warteg gimana pak?
Informan : Dulu pas nikah sama istri buka warteg, soalnya kan istri
saya nungguin warteg udah lama
Informan : Dulu sebelum buka warteg, buka salon dulu. Ya
pengalamannya banyaklah
Peneliti : Berapa lama di warteg?
xviii
Informan : Sudah lama disini mah, lamanya kaya usia anak saya
sekarang udah SMP
Peneliti : Berarti sekitar 12 tahunan ya pak?
Informan : Iya sekitar segitu
Peneliti : Bapak orang Tegal Asli?
Informan : Istri saya orang Tegal, saya mah bukan
Peneliti : Berarti bapak baru ya dagang warteg?
Informan : Iya kalo saya baru, yang lama istri saya jualan warteg
dari perawan
Peneliti : Tegalnya daerah mana bu?
Informan : Oh kalo saya di deket Kalinyamat
Peneliti : Ini ibu sama bapak jualan berdua aja?
Informan : Engga, ini biasanya ada yang bantuin tapi lagi nikah
jadinya belum ada lagi
Peneliti : Kalo boleh tau ini warteg punya sendiri atau gimana pak?
Informan : Kalo warteg yang ini punya saya pribadi
Peneliti : Berarti jualan disini bapak sama ibu terus dong ya? Gak
gantian sama orang lain?
Informan : Engga, saya juga gantian aplusan namanya sama yang lain
Peneliti : Oh gitu, biasanya aplusan berapa bulan sekali pak?
Informan : Biasanya 4 bulan sekali
Peneliti : Bapak ikut kerjasama atau kumpul gitu ga sama warteg
lainnya?
xix
Informan : Ikut tapi ya gak ikut arisannya karena ribet, jadi ya paling
ikut ngumpul aja kadang-kadang sama pesona bahari atau
kharisma bahari
(Wawancara Kedua Tanggal 15 Juli 2019)
Peneliti : Warteg disekitaran sini tambah banyak apa gak pak?
Informan : Saingannya lebih banyak sekarang
Peneliti : Bedanya dari warteg yang dulu apa pak?
Informan : Kalo yang lama wartegnya kurang bersih maksudnya kan
kurang modern kalo sekarang kan lebih bagus lah. Terus
ada tulisannya gede gitu kan. Kalo dulu kan jadul ya
Peneliti : Terus kalo kumpulan gitu kan ya kaya pesona gini, itu
semua warteg apa warteg pesona aja?
Informan : Warteg pesona aja
Peneliti : Kalo warteg pesona itu wartegnya sodaraan apa gimana
pak, kok bisa ngumpul gitu?
Informan : Ya jadi satu pengusaha dia punya modal buka warung jadi
dia cari anak buah buat nungguin buat setoran sama satu
orang itu. Jadi dia bikin warteg sebanyak-banyaknya terus
cari anak buah sebanyak-banyaknya buat nungguin. Dia
sistemnya setor, setornya sesuai kontrak kalo kontraknya
gede, setornya juga gede. Mau untungnya lebih gede apa
kecil terserah yang penting sesuai kontrak. Kontrak disini
misalkan berapaa...misalnya kontraknya 50 juta kasih
patokan, ya 12 juta udah setoran. Kalo disini untung satu
juta terserah yang penting setorannya sesuai kontrak.
xx
Peneliti : Berarti kalo misalnya untung berapa terserah gitu pak?
Informan : Ya untung yang nungguin, kalo rugi tinggal hehe kan gak
mau kita kalo rugi kan
Peneliti : Oh gitu iya pak. Berarti kalo ngumpul gitu karyawannya
yang ngumpul pak?
Informan : Iya karyawannya yang ngumpul setor itu
Peneliti : Kalo aturan dari bosnya ada gak pak?
Informan : Aturan dari bosnya itu gak terlalu ribet sih, asal dirawat
aja yang penting bersih itu doang. Gak terlalu harus ini
harus itu sih. Harus 24 jam engga juga. Tutup abis maghrib
gapapa yang penting setorannya cukup hehe jadi gak ada
aturan khusus
Peneliti : Terus kalo tempat disini yang milih bosnya pak?
Informan : Iya yang milih bosnya
Peneliti : Bosnya masih sodara apa gimana pak?
Informan : Kalo sama saya masih sodara satu ayah kalo sama yang
lain ya engga. Kan banyak wartegnya ada 12
Peneliti : Disini di Tangerang?
Informan : Di jakarta, di Tangerang cuma 1 ini
Peneliti : Oh ini doang pak yang disini?
Informan : Iya yang disini, karena deket saya. Jadi saya yang suruh
nungguin disini.
Peneliti : Oh pantesan pak saya cuma liatnya yang ini
Informan : Ada di kali tempe cuma beda bos lagi
xxi
Peneliti : Kalo di kharisma beda ya pak?
Informan : Iya beda lagi, dulu bos saya nungguin kharisma belum
punya apa-apa. Setelah dia punya modal dia buka usaha
sendiri. Tapi tetep nungguin yang kharisma itu, tapi dia
punya usaha sendiri.
Peneliti : Oh gitu, baru tau saya pak. Berarti warteg yang sekarang
udah maju belum sih pak?
Informan : Ya bisa dibilang udah sedikit modernlah sedikit kaya
restoran. Gak kaya dulu kan modalnya dikit jadi kan masih
jadul
Peneliti : Terus sama warteg yang satu lagi itu aplusan kan pak,
sodara apa engga pak?
Informan : Ada sodara yang perempuan itu adik saya. Usaha bersama
si sebenernya, jadi mau ngontrak kita gak punya modal.
Cukup buat beli bahan makan doang, akhirnya kerjasama
berdua sama adik. Dia kalo jualan sama suaminya. Terus
sistemnya gimana? Ya jadi kita sistemnya aplusan deh 4
bulan sekali gitu
(Wawancara Ketiga Tanggal 7 Agustus 2019)
Peneliti : Pak kalo boleh tau lebar warteg biasanya berapa yang
sekarang?
Informan : Lebarnya biasanya 5, panjangnya biasanya 8
Peneliti : Pak kalo bos wartegnya tinggalnya dimana?
xxii
Informan : Di kebayoran lama, tapi setiap hari mungkin gak ada di
rumah karena kan dia ngiter 12 wartegnya tuh jadi ya suka
sibuk
Peneliti : Itu bos warteg yang gede ya pak?
Informan : Iya bos warteg yang gede
Peneliti : Bos warteg itu sodara bapak bukan?
Informan : Bukan, kalo bos besarnya bukan sodara saya. Tapi kalo
kakak ipar saya yang jalanin usaha bos besar itu. Yang
nyari tempat atau apa gitu, nah jadi bos besarnya yang
ngasih modal gitu. Kakak ipar saya tugasnya nyari orang
juga. Nanti untuk setoran ya disetorin ke bos besar.
Peneliti : Kalo bos besar itu bapak kenal apa engga?
Informan : Kalo bos besarnya saya juga gak tau orang mana, tinggal
dimana ya gak pernah ketemu juga sih
Peneliti : Untuk wartegnya bapak tau dimana aja nih letak warteg
pesona bahari?
Informan : Tau saya sedikit
Peneliti : Dimana pak?
Informan : Di sini 1, di condet 2, pasar minggu, Tomang, untuk yang
baru-baru saya belum tau letaknya. Dia masih bangun terus
sampai sekarang mau menuhin jakarta hehe
Peneliti : Kan kalo setor warteg itu kan untungnya ke bapak kalo
rugi pernah gak pak?
Informan : Belom pernah, kalo saya belom pernah rugi alhamdulillah.
Pernah tuh ada temen yang rugi, dia masa percobaan.
xxiii
Sebenernya mah dia gak rugi soalnya kan dia gak sih modal
ya, tapi ya itu setorannya kurang. Akhirnya dia kan gak
megang duit setorannya kurang ya jadi dia mengundurkan
diri.
Peneliti : Tapi kalo sekarang ada yang nerusin gak pak disitu?
Informan : Ada, ada yang nerusin sekarang dibangun tempatnya
dibagusin, terus usahain pelangganya bertambah
Peneliti : Kenapa disitu pernah rugi pak?
Informan : Posisinya kurang strategis, bukan buat warung makan
malah dibangun disitu jadi ya gitu.
Peneliti : Kalo disini yang jaga berapa orang pak?
Informan : Disini 4 orang
Peneliti : Biasanya warteg lain juga dijagain sama 4 orang ya pak?
Informan : Engga juga, ada juga yang 6 orang kalo wartegnya rame
banget biasanya yang 24 jam. Disini sebenernya bisa 24
jam tapi karena tenaganya kurang jadi gak bisa, lagi nyari
orang tapi belom dapet. Itu susahnya kalo warteg sekarang,
nyari karyawan susah alesannya capek
Peneliti : Apa ada calo warteg gitu pak?
Informan : Iya istilahnya mah calo gitu, jadi kita make jasa dia buat
nyariin karyawan. Nah nanti sama dia dicariin nih orang.
Kalo udah dapet nanti baru disuruh kerja di kita. Nah nanti
satu orangnya bayarnya berapa. Cuma ya kita harus berjanji
dulu sama calonya, kalo gak janji nanti kita dipermainkan
sama calo. Kalo karyawannya dateng terus gak betah nanti
xxiv
pulang baru seminggu, nanti bisa dicaloin lagi sama orang
lagi dapet duit lagi.
Peneliti : Oh gitu ya pak, berarti gak bertahan lama ya pak?
Informan : Ya biasanya gitu sih
Peneliti : Suka dukanya berjualan warteg gimana pak?
Informan : Karena ya gak bisa kerja yang lain, ya kalo bisa kerja yang
lain yang gajinya lebih gede mungkin bisa tapi kan
pendidikannya kurang. Sukanya kalo jualan warteg
untungnya lumayan, kalo dukanya menguras tenaga, capek,
ngantuk terua harus disiplin. Bangunnya harus pagi-pagi.
Orang-orang belum bangun, kita udah bangun masak.
Peneliti : Berarti mengelola waktunya penting ya pak?
Informan : Iya mengelola waktunya penting, kalo gak ya nanti
keteteran
xxv
2. Nama : Ibu Suhartini (Istri Bapak Saiful)
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMP
Daerah asal : Tegal
Lama jualan : 15 Tahun
Tanggal wawancara : 3 Juli 2019
Peneliti : Namanya kalo boleh tau siapa ya bu?
Informan : Nama siapa? Saya apa yang lainnya? hehe
Peneliti : Iya nama ibu, bukan yang lain bu
Informan : Bukannya udah kenalan kemarin kita, yang kamu dateng
itu sebelum lebaran
Peneliti : Iya bu, tapi aku belum tau nama ibu siapa hehe
Informan : Nama saya suhartini
Peneliti : Daerah asal mana bu?
Informan : Daerah asal Tegal
Peneliti : Saya juga dari Tegal bu, Tegal tinggal dimana bu? Di
kotanya?
Informan : Oh kamu dari Tegal juga? Tegal mana? Iya di kota di
daerah margadana
Peneliti : Saya di slawinya bu
Informan : Oh di slawi ya
Peneliti : Iya bu, warteg ini punya pribadi atau gimana?
xxvi
Informan : Ini punya bos, jadi disini ada bossnya gitu
Peneliti : Oh ada bosnya ya bu, terus ibu disini sebagai karyawan
ya?
Informan : Iya saya disini cuma karyawan
Peneliti : Kalo warteg yang disana ibu punya pribadi atau engga?
Informan : Pribadi iya kalo warteg yang disana
Peneliti : ibu jualan warteg udah berapa lama bu?
Informan : Udah lama sekitar 15 tahun, pas saya masih perawan
Peneliti : Udah lama juga ya bu
Informan : Iya udah lama, saya dulu masih jadi pembantu kalo saya
sudah buka warteg sendiri, tapi ini lagi aplusan disini
Peneliti : Oh iya alasannya kenapa bu aplusan kaya gitu?
Informan : Ya untuk istirahat aja
Peneliti : Tapi ini ibu jualan lagi setelah aplusan di warteg yang
kelola sendiri itu?
Informan : kemarin kan sempet pulang kampung saya, istirahat 2
mingguan. Jadi balik kesini lagi
Peneliti : Biasanya kalo aplusan berapa bulan sekali bu?
Informan : Biasanya sih 3-4 bulan sekali aplusan, ya kemarin saya
udah 4 bulan yang disana jadi aplusan deh
Peneliti : Ibu kalo yang disini jadi karyawan ya? Sendiri apa sama
yang lain itu bu?
xxvii
Informan : Iya sama yang lain juga karyawan disini, itu saya sama dia
sodaraan
Peneliti : Berarti ibu tinggal disini barengan ya bu?
Informan : Iya barengan sama suami dan anak saya, terus sodara saya
sama suaminya juga
Peneliti : Di warteg pribadi ada karyawannya gak bu? Apa ngurus
sendiri aja?
Informan : Kemaren-kemaren sih ada, tapi udah sebulan kemarin lagi
gak ada. Saya sih sebenernya gak suka pake karyawan,
karena kan kalo karyawan masih muda ya dikit-dikit
maunya dia main hp, terus juga biasanya sikapnya sama
gayanya kaya majikan, haha yang majikannya kaya
karyawan ya gitu deh. Terus juga pas awalnya harusnya kan
dia kerja dulu baru ngomongin gaji. Lah ini kerja aja belum
ngomongnya gajinya berapa. Jadinya agak gak suka kalo
pake karyawan kecuali kalo dari sodara sendiri
Peneliti : Oh gitu bu, kalo karyawan gitu dari sodara sendiri apa
dari luar bu?
Informan : Saya kalo karyawan lebih enak sodara sendiri tapi ya itu
kadang gak ada yang bisa juga, jadinya pernah tuh kalo dari
luar sama calo
Peneliti : Ada calonya juga bu? Saya baru tau ada calonya buat
karyawan warteg
Informan : Iya ada calonya gitu kaya penyalur karyawan
Peneliti : Calonya orang Tegal juga bu?
Informan : Iya orang Tegal juga
xxviii
Peneliti : Terus calonya minta jatah berapa bu? Apa tiap bulan gitu
dia dapet duit?
Informan : Engga tiap bulan, jadi kita harus bayar dulu 300rb untuk
sama calonya terus bayar 200rb untuk dp awal karyawan
gitu. Jadi gak bulanan, kalo udah bayar ya lepas dari
calonya
Peneliti : Cara menjalin hubungan baik dengan pemilik warteg
disini gimana?
Informan : Ya percaya aja, sama-sama percaya gitu
Peneliti : Oh iya bu, bos warteg nya dateng kapan aja?
Informan : Sebulan sekali dia datengnya
Peneliti : Kalo sebulan sekali gitu, berarti dia ga ngontrol setiap hari
ya bu?
Informan : Iya engga ya gitu paling sebulan sekali
Peneliti : Terus kalo masalah pengeluaran sama pemasukan berarti
ibu yang kelola ya?
Informan : Ya saya yang megang kalo itu, di transfer sih biasanya
Peneliti : Bu kalo boleh tau warteg disini jualan dari kapan?
Informan : Hampir satu tahun nanti 12 oktober 1 tahun pas
Peneliti : Oh baru mau 1 tahun ya bu? Terus wartegnya ngontrak
apa punya sendiri bu?
Informan : Kalo warteg ini ngontrak mba
Peneliti : Warteg yang ibu kelola sendiri itu ngontrak juga atau
gimana?
xxix
Informan : Sama ngontrak juga bukan punya sendiri
Peneliti : Umur ibu sekarang berapa ya?
Informan : Umur saya 36 tahun
Peneliti : Kalo pendidikan terakhirnya kalo boleh tau apa ya bu?
Informan : Pendidikannya SMP
Peneliti : Pengalaman kerja di warteg udah banyak dong bu?
Informan : Iya udah lumayan banyak
Peneliti : Apa aja bu pengalaman yang didapat dari berjualan
warteg?
Informan : Ya kalo pengalaman paling masak ya, terus juga udah
biasa melayani pembeli gini.
Peneliti : Kenapa ibu memilih berjualan warteg?
Informan : Soalnya saya emang udah lama sih ya di warteg jadinya
keahlian saya disini, pernah saya dulu jualan sembako tapi
gak laku. Ya karena itu saya jadinya milih jualan warteg
terus
Peneliti : Kalo bicara penghasilan nih bu, jualan warteg
penghasilannya berapa bu?
Informan : Ya lumayanlah bisa untuk nyekolahin anak, sama buat
nabung dikit-dikit. Ya cukuplah untuk kebutuhan sehai-hari.
Kalo disini kan makan tinggal ngambil
Peneliti : Iya ya bu pagi siang sore tinggal ngambil makannya enak
ya
xxx
Informan : Iya jadi gak ngeluarin duit lagi untuk makan, terus juga
gak usah masak lagi. Ya lumayan daripada kerja yang lain
kaya kuli misalnya kan capek terus gak dapet makan,
penghasilannya juga gak tetap ya belum tentu
Peneliti : Oh gitu ya bu, iya sih bener juga bu kalo kuli kan
penghasilannya belum tentu. Kalo boleh tau buka
wartegnya jam berapa bu?
Informan : Jam 6 kita udah buka
Peneliti : Oh berarti belanjanya dari jam 3an ya bu?
Informan : Ya sekitar jam 3 kalo gak setengah 4
Peneliti : Biasanya yang pergi belanja ke pasar siapa bu? Bapaknya
ya?
Informan : Iya bapak itu yang biasa belanja di pasar
Peneliti : Terus yang masaknya ibu?
Informan : Iya saya sama sodara saya, ya pokoknya kalo masak mah
barengan
Peneliti : Wartegnya tutup jam berapa bu?
Informan : Wartegnya tutup jam 2 pagi
Peneliti : Wah capek banget dong ya bu kalo gitu buka jam 6 pagi
tutup jam 2 pagi
Informan : Iya pasti capek sih ya, tapi ya gapapa kerja emang harus
capek
Peneliti : Oh ya bu, Kalo warteg disini memperhatikan kenyamanan
pembeli gak sih bu?
xxxi
Informan : Iya pasti kalo itu
Peneliti : gimana caranya menciptakan kenyamanan untuk pembeli
bu?
Informan : ya kitanya harus ramah sama pembeli kalo ngelayanin
makanan harus sopan lah pokoknya gitu
Peneliti : Oh gitu ya bu, sama jaga kebersihan iya gak bu?
Informan : Pasti kalo kebersihan kita jaga ya gimana ya supaya
pembelinya nyaman makan disini
Peneliti : Kalo disini wartegnya ikut perkumpulan gitu gak bu?
Informan : Ikut perkumpulan warteg pesona bahari
Peneliti : Iya kalo pesona bahari kumpulannya besar ya bu? soalnya
saya liat ada dimana-mana
Informan : Iya besar, dia sama kaya warteg kharisma bahari tau kan
ya?
Peneliti : Iya tau bu banyak juga warteg itu bu. Yang ikut ngumpul
warteg pesona bahari siapa bu?
Informan : Itu kalo disini biasanya bos-bos yang ikut
Peneliti : Biasanya kalo ngumpul gitu ngapain aja sih bu?
Informan : Paling ya arisan kalo ngumpul gitu
Peneliti : Terus ngapain lagi bu?
Informan : Ya ngobrol-ngobrol silaturahmi sama yg lain
Peneliti : Kalo warteg yang ibu kelola sendiri ikut ngumpul gitu
juga?
xxxii
Informan : Ya ngumpul juga, tapi saya gak ikut arisannya
Peneliti : Kalo ngumpul gitu biasanya sebulan berapa kali bu?
Informan : Sebulan sekali sih biasanya
Peneliti : Kalo nentuin harga makanan nih bu biasanya ditentuin
dari kumpulannya apa nentuin sendiri atau sama kaya yang
lain?
Informan : Kalo harga mah sama aja kaya yang lain, gak ditentuin
dari sana sih
Peneliti : Oh berarti harga umum ya bu?
Informan : Iya ngambilnya harga umum. Paling kalo lagi pada naik
bahannya, kita tetep sama harganya tapi ya itu dikurangin
porsinya
Peneliti : Berarti harganya tetep sama ya bu?
Informan : Iya sama, Cuma ya kalo pembeli kan biasanya gitu ya
misalnya kalo beli lauk 3ribu sedikit minta ditambah ya kita
tambah dikit
Peneliti : Terus ya bu kalo warna warteg kan itu diluar catnya warna
hijau kuning bu itu ada artinya gak sih? Apa terserah
sendiri aja?
Informan : Warnanya biar cerah aja pake warna itu, kalo Pesona
Bahari warnanya sama emang dari sananya
Peneliti : Iya saya sering liat warteg banyak yang pake warna cat
kaya gitu bu
Informan : Warna hijau kuning pengganti tadi lambangnya Tegal
Bahari itu
xxxiii
Peneliti : Sekarang kan warteg ada dimana-mana ya bu, gimana
caranya bos warteg dan ibu mempertahankan eksistensi
warteg ini supaya masih bisa bertahan dan bersaing dengan
yang lainnya?
Informan : kalo itu sih paling rasanya yang kita jaga, terus menunya
diperbanyak supaya pembeli gak bosen terus ya itu tadi
harus ramah sama pembeli tempat juga harus bersih
Peneliti : Kalo boleh tau kan warteg hampir setahun nih bu ada
pelanggan tetap gak sih bu?
Informan : Ada pelanggan kita yang rumahnya di deket sini, terus
juga ada tuh yang suka kesini langganan karyawan dari
pabrik
Peneliti : Oh di deket sini ada pabrik juga ya bu?
Informan : Iya ada pabrik tuh di belakang karyawannya suka pada
makan disini
Peneliti : Berarti selama hampir setahun ini pembelinya rame apa
engga?
Informan : Ya alhamdulillah rame sih mba
xxxiv
3. Nama : Bapak Abu Khoir
Umur : 42 tahun
Pendidikan : SMP
Daerah asal : Tegal
Status : Pedagang
Lama jualan : 10 Tahun
Tanggal wawancara : 3 Juli 2019
Peneliti : Kalo boleh tau nama bapak siapa ya?
Informan : Abu khoir
Peneliti : Kalo boleh tau daerah asalnya mana pak?
Informan : Brebes
Peneliti : Oh berarti bukan orang Tegal ya?
Informan : Iya asli kan perbatasan
Peneliti : Oh perbatasan
Informan : Iya pas perbatasan persis Tegal Brebes itu kalo ini kan
masih satu jalur lah jembatan tol
Peneliti : Kalo jualan udah lama pak disini?
Informan : Disini baru 10 tahun
Peneliti : Oh udah lama berarti pak hehe
Informan : Iyaa hehe udah lumayan
Peneliti : Pas dedenya belum ada berarti ya?
xxxv
Informan : Iya
Peneliti : Kalo disini warteg sendiri atau?
Informan : Ngontrak
Peneliti : Udah 10 tahun tapi?
Informan : Iya
Peneliti : Usianya berapa tahun pak?
Informan : Siapa?
Peneliti : Bapak
Informan : Hmm..42
Peneliti : Disini berarti bapak aja ya gak ada karyawan?
Informan : Oh gak ada cuma berdua sama istri
Peneliti : Kalo itu bapak suka ikut kumpulan2 gitu gak sih pak?
Informan : Oh engga waktunya sih gak ada
Peneliti : Berarti sendiri aja ya pak?
Informan : Iya
Peneliti : Kalo misalnya buka jam berapa?
Informan : Jam 6 kadang setengah 7 lah
Peneliti : Kalo tutupnya pak?
Informan : Jam 9 jam 10
Peneliti : Berarti kalo ke pasarnya itu pagi2 ya pak?
xxxvi
Informan : Ya ke pasar kadang pagi kadang siang ya tergantung kalo
anaknya lagi iniya
Peneliti : Berarti kalo bukanya gak tentu juga dong pak?
Informan : Kalo buka ya tentu jam 6 setengah 7 tapi kalo anaknya
udah bangun ya jam 7 kadang juga jam 5
Peneliti : Tetap ya pak
Informan : Iya tetap
Peneliti : Biasanya kalo yang ke pasar itu bapak ya?
Informan : Iya
Peneliti : Istri masak aja?
Informan : Iya masa aja
Peneliti : Berarti disini suka ada aplusan gitu pak apa engga?
Informan : Engga
Peneliti : Sendiri aja pak?
Informan : Iya sendiri aja..ya kalo capek ya pulang hehe
Peneliti : Pulangnya tapi gak tentu ya pak?
Informan : Pulangnya gak tentu, ini aja bentar lagi mau pulang lagi.
Belum 27 hari udah pulang, ada acara bapak saya mau naik
haji. Pokoknya kalo ada acara penting ya pulang
Peneliti : Iya berarti gak tentu
Informan : Iya kalo aplusan kan biasanya 3 bulan 4 bulan pulang
Peneliti : Terus kalo menciptakan kenyamanan buat pembeli gimana
pak? Apa masakannya gimana?
xxxvii
Informan : Ya masakannya dijaga kualitasnya, ya kadang kita
tergantung orangnya. Kalo orangnya gak sopan ya saya
lebih ini lagi lah. Tergantung ini juga sih, kalo saya
sifatnya orang jualan harus sopan
Peneliti : Terus kalo kebersihan juga pak?
Informan : Iya kebersihan juga
Peneliti : Kan sekarang warteg udah banyak nih pak? Gimana bapak
jaga eksistensi supaya bisa warteg bisa bertahan?
Informan : Ya begitu jaga kualitas masakan sama pelayanan
Peneliti : Kalo catnya pengaruh gak sih pak? Catnya warna apa aja
gitu
Informan : Oh gak ngaruh kecuali kalo wartegnya yang gede gitu
kharisma bahari itu emang kaya ada kelompok gitu
Peneliti : Komunitas ya pak?
Informan : Iya komunitas itu. Katanya sih yang punya satu orang apa
gimana, kalo saya sih ngontrak sendiri apa sendiri
Peneliti : Pribadi berarti ya pak
Informan : Iya pribadi cuma kiosnya ini ngontrak
Peneliti : Kan kalo warteg yang dulu dulu kan itunya pake kayu gitu
pak
Informan : Pake papan gitu
Peneliti : Iya pake papan gitu pak, kalo ini kan udah maju gitu pake
kaca jadi desainnya udah beda
Informan : Kalo itu tahun 90 masih pake papan
xxxviii
Peneliti : Kalo pake kaca gini tahun berapa pak?
Informan : Sekitar itu tahun 90an kesini udah mulai pake kaca
permanen gitu
Peneliti : Kan ciri khas warteg dulu pake papan ya pak?
Informan : Iya kalo itu masih ada 1, 2 lah di pinang griya itu masih
bertahan 2 itu warteg lama, disamping Pinang griya
Peneliti : Kenapa bapak pake kaca gini ya pak?
Informan : Ya kalo saya sih nerusin orang tua, dulu orang tua dari
tahun 80
Peneliti : Disini pak?
Informan : Itu disana banjar wijaya sana, terus tanahnya dijual pindah
kesini 2009. Akhirnya mertua meninggal terus saya yang
nerusin
Peneliti : Sodara bapak ada yang punya warteg juga ya pak?
Informan : Ada di ini ciledug, di daerah duren villa ada, di ciledug
indah ada, di semanan ada
Peneliti : Berarti bapak buka warteg ini bukan baru ya pak?
Informan : Ya bukan sih
Peneliti : Jadi udah dari turun temurun, udah tau trick nya gitu ya
pak
Informan : Oh ya dari 97 saya, begitu keluar dari pesantren langsung
belajar. Bukannya ngajar malah belajar di warteg hehe
Peneliti : Kalo boleh tau pendidikannya apa pak?
Informan : SMP eh MTS
xxxix
Peneliti : Kalo nentuin harganya gimana pak? Sama kaya yang lain
atau nentuin sendiri?
Informan : Ya sama yang lainnya nanya kaya yang di pasar sama
temen
Peneliti : Umum berarti ya pak?
Informan : Iya umum harganya. Ikan berapa, itu berapa nasi bungkus
berapa ya umumlah pokonya
Peneliti : Pengalaman apa aja yang bapak dapet selama jualan
disini?
Informan : Ya susah senang dilakuin ajalah, kadang orag makan yang
rese juga ada, yang ngutang bayarnya ogah ogahan juga
banyak. Sekarang ga boleh ngutang sekarang, banyak yang
kabur
Peneliti : Oh banyak yang ga bayar pak?
Informan : Hehe iya buat pelajaranlah dari dulu
Peneliti : Kalo yang ngutang itu orang sini atau?
Informan : Orang sini yang kerja disini
Peneliti : Kalo bicara penghasilan gimana pak?
Informan : Ya lumayan bisa buat nutup kebutuhan, sama anak bisa di
pesantren sekolah.
Peneliti : Anaknya umur berapa pak?
Informan : SMA kelas 3 sama ini yang kecil
Peneliti : 2 berarti pak anaknya?
Informan : Iya 2 yang satu mau 17 tahun
xl
Peneliti : Iya pak, yaudah kalo gitu segitu dulu pak makasih udah
mau ditanya-tanya ya pak
xli
4. Nama : Mbak Riyani
Umur : 23 tahun
Pendidikan : SMP
Daerah asal : Tegal
Lama jualan : 6 bulan
Tanggal wawancara : 3 Juli 2019
Peneliti : Udah lama mba jualan?
Informan : Baru sih kalo disini
Peneliti : Namanya siapa mba?
Informan : Riyani
Peneliti : Umurnya berapa mba?
Informan : 23 tahun eh berapa sih kelahiran 96
Peneliti : Oh iya mba 23 berarti. Asal darimana mba?
Informan : Dari Losari Cirebon
Peneliti : Oh dikirain orang Tegal mba
Informan : Iya bukan hehe
Peneliti : Kenapa jualan warteg mba kan orang cirebon?
Informan : Ya gak tau ya teh, ngikutin bapak sih. Gak tau ya bapak
juga kenapa warteg
Peneliti : Mba jualan udah lama?
Informan : Iya udah lama waktu di warung yang lama di bitung itu,
terus kalo disini baru sekitar 6 bulanan
xlii
Peneliti : Kalo disini jualan sama siapa mba?
Informan : Ini berdua sama adik
Peneliti : Oh berdua doang?
Informan : Iya kadang di bantuin bapak, tapi itu sih bapak lagi kerja
disitu. Jadi berdua doang jualannya
Peneliti : Berarti kalo ke pasar sama siapa mba?
Informan : Sama adik aja berdua
Peneliti : Oh gitu mba, terus kalo wartegnya buka jam berapa?
Informan : Ya biasanya setengah 7
Peneliti : Terus kalo tutupnya jam berapa mba?
Informan : Jam 10 malem, soalnya udah sepi banget sih ya kalo disini
Peneliti : Mba pendidikan terakhirnya apa ya?
Informan : Gimana ya..SMK
Peneliti : SMK jurusan apa mba?
Informan : Agak ga nyambung juga sih, jurusan perawat
Peneliti : Oh hehe ko perawat bisa nyasar ke warteg mba?
Informan : Iyanih hehe saya juga bingung, banyak juga yang nanyain
kaya gitu. Emang gak pada percaya tau, aku kalo ditanyain
sempet ketawa dulu hehe
Peneliti : Sekolahnya dulu dimana mba?
Informan : Di Tangerang deket bitung tempat warteg yang dulu
xliii
Peneliti : Oh gitu ya mba, kalo boleh tau kenapa wartegnya pindah
kesini?
Informan : Itu sih dulu kan disitu ada pabrik gitu, terus sekarang
pabriknya tutup bangkrut. Jadinya kan sepi ya, yaudah deh
pindah aja jadinya
Peneliti : Dulu yang jualan wartegnya siapa mba pas masih
sekolah?
Informan : Bapak sama ibu dulu, tapi kalo sekarang ibu gak ikut lagi.
Ada di cirebon itu sih ngurusin ponakan kasian masih kecil
Peneliti : Oh ya mba, kalo disini harganya sama kaya yang lain atau
nentuin sendiri mba?
Informan : Kalo pas dulu sih, bapak kan pernah makan di tempat lain
ya jajan, beda harganya.
Peneliti : Berarti harganya nentuin sendiri? Gak harga umum gitu?
Informan : Gak tau ya maksudnya, misalkan nih aku kan makan
disitu segini, tapi kalo disini harganya beda. Gak tau sih
tapi emang banyak yang bilang gitu, tapi emang
kebanyakan aku beda. Misalnya orang jual sayur 2ribu tapi
kalo di aku seribu.
Peneliti : Oh gitu mba berarti lebih murah ya?
Informan : Iya gitu katanya orang-orang sih teh
Peneliti : Kalo jualan warteg capek ga mba?
Informan : Ya gitu capek sih soalnya kan masak sendiri, adik gak bisa
bantuin soalnya kan cowok ya. Paling kalo nyuci piring dia
yang bantuin
xliv
Peneliti : gimana caranya mbak menarik pembeli?
Informan : Dari harga kali ya
Peneliti : Terus apalagi
Informan : Dari rasa mungkin, tiap hari ganti menunya
Peneliti : Oh disini tiap hari ganti menunya mbak?
Informan : Iya diganti kan kasian yang beli juga takutnya bosen kalo
sama mulu. Aku aja yang masak bosen hehe
Peneliti : Terus gimana cara menciptakan kenyamanan untuk
pembeli?
Informan : Dari tempatnya bersih gitu kali ya, kalo aku sih gitu yang
penting bersih. Kan kalo bersih kan Pembelinya juga
nyaman
Peneliti : Terus ini tempatnya kan strategis kan, banyak yg beli gak
mbak?
Informan : Iya lumayan, udah banyak sih yg beli disini. Itu yang tadi
juga pelanggan tetap dari awal buka kesini mulu padahal
lumayan jauh kerjanya dan banyak warung nasi yg lain kan
Peneliti : Kan disekitaran sini banyak warung nasi warteg gitu
mbak, ada caranya gak mbak biar bisa bertahan dan
bersaing sama yg lainnya?
Informan : Ya difasilitasin ya ini ditaro tv sama minumnya ada yg
dikulkas biar bisa milih sendiri, sama dijaga
kenyamanannya untuk pembeli kata ibu sih gitu
Peneliti : Pernah ada karyawannya gak mbak?
xlv
Informan : Pernah kemaren tuh, tapi lagi balik kampung katanya
anaknya sakit
Peneliti : Kalo warteg penghasilannya kalo boleh tau berapa mbak?
Informan : Tergantung sih, biasanya sih ya kalo bersih sekitaran
300rb atau 200rb itu udah bersih ya, udh untuk belanja
sama yg lain. Tapi kalo misalnya lagi rame ya bisa lebih,
soalnya warteg baru sih teh ya
xlvi
5. Nama : Ibu Ani
Umur : 47 tahun
Pendidikan : SD
Daerah asal : Madiun Jawa Timur
Lama jualan : 1.5 Tahun
Tanggal wawancara : 10 Juli 2019
Peneliti : Ibu namanya siapa ya?
Informan : Ani
Peneliti : Umurnya berapa bu?
Informan : Umurnya 47
Peneliti : Pendidikannya kalo boleh tau apa bu?
Informan : Aduh saya mah gak sekolah dulu, SD aja gak lulus.
Namanya juga dulu di kampung pas di madiun
Peneliti : Kalo mbaknya namanya siapa bu?
Informan : Revi
Peneliti : Pendidikannya apa ya bu?
Informan : SMP dia mah
Peneliti : Kalo jualan berdua aja ni ya?
Informan : Bertiga itu sama anak yang satu lagi, kalo yang satu
sekolah ya berdua aja
Peneliti : Jualan disini udah lama apa engga bu?
Informan : Ya baru satu setengah tahunan
xlvii
Peneliti : Dari Tegal apa darimana bu?
Informan : Dari Jawa Timur
Peneliti : Kirain orang tegal bu hehe
Informan : Iya bukan
Peneliti : Lumayan jauh ya bu
Informan : Iya tapi udah lama si tinggal disini, semuanya udah
tinggal disini.
Peneliti : Oh udah tinggal disini semua bu. Ikut perkumpulan gitu
gak si bu?
Informan : Perkumpulan apa?
Peneliti : Kaya perkumpulan warteg gitu
Informan : Engga, saya kan bukan orang Tegal. Ini kan khas Tegal
jadi saya gak kenal sama kumpulan gitu
Peneliti : Ibu kenapa buka warung tegal?
Informan : Karena awalnya udah oper kontrak, dulu yang punya
orang Tegal. Nah orang Tegal nya itu pulang ngurusin
orang tuanya. Nah jadi dioper ke saya gitu
Peneliti : Oh nerusin ya bu, kalo harganya nentuin sendiri apa sama
kaya yang lain?
Informan : Mungkin sama aja sih ya, gak beda jauh. Kaya orang
padang gitu aja, kalo disitu 12rb ya hampir sama semua
gitu. Ya sama ajalah. Kalo gak sama nanti diomelin orang,
nanti disana murah kok disini engga gitu
Peneliti : Kalo warteg ini bukanya jam berapa?
xlviii
Informan : Jam 6 pagi
Peneliti : Kalo tutupnya bu?
Informan : Jam 8an lah
Peneliti : Berarti gak tinggal disini bu?
Informan : Iya engga
Peneliti : Kirain dibelakang warung bu
Informan : Engga, soalnya kamar mandinya gak bisa dipake
Peneliti : Oh gitu, tinggalnya dimana bu kalo bukan disini?
Informan : Itu di gang seberang sana
Peneliti : Oh iya disitu bu. Kalo ke pasar jam berapa bu?
Informan : Jam setengah 7, Kalo yang beli saya
Peneliti : Sendiri aja bu?
Informan : Ya iya sendiri, soalnya yang satu sekolah terus yang satu
lagi ke warung duluan masak air
Peneliti : Gimana cara ibu untuk bisa menjaga keberadaan
wartegnya supaya bisa bertahan?
Informan : Mungkin kalo orang nyoba nya rasa gitu, terus tempatnya
bersih paling kalo orang mah itu kan yang diliatnya. Jadi ya
harus dibagusin lagi
Peneliti : Kalo catnya gimana bu? Ada artinya gak sih warna biru
ini?
Informan : Engga sih, kalo cat mah ini ngecat sendiri gak ada arti
apa-apa
xlix
Peneliti : Pembelinya banyak ya bu?
Informan : Ya lumayan alhamdulillah, kalo orang proyek suka kesini.
Terus kalo orang lewat berhenti ya rejekinya orang lewat
gitu.
l
6. Nama : Ibu Farida
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMP
Daerah asal : Tegal
Status : Pedagang
Lama jualan : 10 Tahun
Tanggal wawancara : 10 Juli 2019
Peneliti : Namanya siapa bu?
Informan : Farida
Peneliti : Umurnya berapa bu?
Informan : Mau 40
Peneliti : Pendidikan terakhirnya apa bu?
Informan : Saya SMP aja gak lulus mbak baru kelas 1
Peneliti : Kalo boleh tau jualan warteg awalnya gimana bu?
Informan : Ini dulu awalnya punya almarhum orangtua, jadinya ini
warisan dari orang tua gitu
Peneliti : Ini ngontrak apa gimana bu?
Informan : Ini ngontrak setahun 20 juta
Peneliti : kalo jualan warteg udah lama bu ya?
Informan : Dulu kalo almarhum orang tua udah lama sih, dari saya
kecil
Peneliti : Kalo ibu sendiri udah lama jualannya?
li
Informan : Iya udah lama lumayan 10 tahun sih
Peneliti : Ibu disini aplusan apa engga?
Informan : Aplusan
Peneliti : Alasan aplusan kenapa bu?
Informan : Ya gapapa warisan orang tua soalnya, harus dibagilah.
Yang satu lagi di gondrong, Ini kan yang bontot begini
kurang sehat jadinya ya
Peneliti : Berarti gak pulang kampung bu pas aplusan?
Informan : Engga mba, gak punya duit mba. Punya adik kan begini
kurang sehat. Terus bikin rumah belum jadi.
Peneliti : Lumayan apa engga bu penghasilannya?
Informan : Ya sekarang mah banyakan orang jualan, gak kaya dulu.
Sekarang mah banyak yang jualan jadi tambah sepi
Peneliti : Kalo buka jam berapa bu?
Informan : Jam 6
Peneliti : Kalo tutupnya bu jam berapa?
Informan : Tergantung, kalo habisnya cepet ya tutup
Peneliti : Disini punya pelanggan tetap gak bu?
Informan : Punya, masing-masing lah ada yang langganan beli lauk.
Ini masih mending nih banyak yang pada habis, kalo
kemarin mah sepi namanya juga orang jualan. Ya namanya
orang jualan lah mba kadang sepi kadang rame
Peneliti : Tegalnya dimana bu?
lii
Informan : Sumur panggang
Peneliti : Oh sumur panggang bu. Kalo pulang kampung setahun
sekali atau gimana bu?
Informan : Iya setahun sekali. Udah disini semua sih soalnya
Peneliti : Kalo cara menarik pembelinya gimana?
Informan : Ya biasa langganan mah udah pada sering kesini,
tergantung rasanya yang penting enak
Peneliti : Kalo menunya tetep gak bu setiap hari?
Informan : Iya tetep gitu
Peneliti : Kalo kebersihannya dijaga gak bu?
Informan : Ya namanya warung ngontrak bersih begini adanya,
mungkin kalo punya sendiri ya agak rapi
Peneliti : Makin kesini warteg makin banyak apa engga bu disekitar
sini?
Informan : Iya ini di gang haji pendek ada 3, di gang annur ada 3.
Dulu mah gak ada sekarang mah udah banyak. Dulu
almarhum mah bisa bangun rumah berapa kali, sekarang
mah boro-boro buat makan aja syukur.
Peneliti : Ya alhamdulillah ya bu buat makan
Informan : Iyaa
Peneliti : Cara supaya wartegnya bisa bertahan sampe sekarang
gimana bu?
Informan : Biasa aja, yang penting jangan dimahalin harganya
Peneliti : Harganya nentuin sendiri apa sama bu?
liii
Informan : Kalo harganya ya sama aja sih kaya yang lain. Sekarang
kan warung banyak ya mbak, kalo dimahalin kan nanti
orang pada komplain. Jadi, kalo untung banyak takut gak
ada yang makan, kalo untung dikit rugi. Yang penting
lancar aja lah.
Peneliti : Ibu ikut perkumpulan gitu gak sih bu?
Informan : Oh gak pernah
Peneliti : Tapi ada gak sih bu kumpulannya gitu?
Informan : Kayanya sih ada tapi ya bukan untuk aplusan gitu kayanya
ya. Kalo saya kan aplus kalo udah 4 bulan sekali di
gondrong
Peneliti : Kalo warteg barokah perasaan saya sering liat
Informan : Itu di kali tempe juga banyak itu
Peneliti : Kalo gitu sodara apa engga sih bu?
Informan : Ya engga juga sih, kalo saya sodaranya jauh-jauh ada
yang di sunter, di gondrong, di bandara gitu. Itu yang
dibandara rame terus
Peneliti : Iya bu kalo di bandara mah rame terus
Informan : Dapet 3 juta sehari dapet kalo disana. Kalo saya mah
gabisa bilang apa-apa sejuta dapet aja alhamdulillah, kalo
lagi rame ya bisa 1,5 juta sehari
Peneliti : Lumayan dong ya bu?
Informan : Iya lumayan tapi kan sekarang belanjaan lagi mahal mbak.
Dulu lagi almarhum mbak dapetnya banyak disini. Tapi ya
alhamdulillah ya bisa nyekolahin anak
liv
Peneliti : Kalo warteg ini catnya ijo, biru, kuning ada artinya gak
bu?
Informan : Ya engga sih saya juga gak tau darisananya udah di cat
kaya gini
lv
7. Nama : Ibu Lita
Umur : 34 tahun
Pendidikan : Tidak sekolah
Daerah asal : Tegal
Lama jualan : 6 tahun
Tanggal wawancara : 15 Agustus 2019
Peneliti : Ibu namanya siapa bu?
Informan : Lita
Peneliti : Usianya berapa bu?
Informan : Udah tua hehe 34 tahun
Peneliti : Masih muda bu hehe, pendidikan terakhir apa bu?
Informan : Saya gak sekolah mba
Peneliti : Ibu orang mana bu kalo boleh tau?
Informan : Jawa tengah
Peneliti : Jawa Tengahnya dimana bu?
Informan : Tegal
Peneliti: : Oh dari Tegal ya bu, kalo jualan udah berapa lama bu?
Informan : Gak tau ya lupa, sekitaran dari tahun 2013
Peneliti : Berarti udah sekitar 6 tahun ya bu?
Informan : Iya sekitar segitu mba
Peneliti : Ibu aplusan gak disini?
lvi
Informan : Iya aplusan 4 bulan sekali
Peneliti : Setelah aplusan disini ibu ngapain biasanya?
Informan : Pulang kampung sih biasanya
Peneliti : Gak nyari sampingan lain bu?
Informan : Engga, tinggal kampung aja nganggur
Peneliti : Balik lagi kesini?
Informan : Nanti 4 bulan sekali
Peneliti : Oh gitu bu, berarti abis aplusan pulang kampung aja ya.
Kenapa gak nyari aplusan ditempat lain bu?
Informan : Iya gitu mba, belum tau belum dapet sih soalnya capek
juga kalo jualan terus
Peneliti : Ibu kenapa jualan warteg bu?
Informan : Ya saya ngikut suami sih, suami kan jualan warteg.
Emang sebelumnya saya jaga warteg orang jadi ya udah
pengalaman.
Peneliti : Suaminya jualan warteg dari kapan bu?
Informan : Ya jualan mulai dari 2011 lah
Peneliti : Disini yang jualan berapa orang bu?
Informan : Ini 3 orang saya, suami saya, sama keponakan suami
perempuan
Peneliti : Oh mbaknya namanya siapa bu?
Informan : Ani
Peneliti : Umur mbaknya kalo boleh tau berapa?
lvii
Informan : Gak tau, soalnya tanggal lahir asli sama yang di akte beda
sih jadinya bingung. Ya mungkin sekitaran 25 lah
Peneliti : Berarti ibu gak pake karyawan lain ya bu?
Informan : Iya ini sih dibantu sama ponakan suami aja
Peneliti : Calo karyawan warteg itu ada ya bu?
Informan : Ada
Peneliti : Itu satu kampung atau gimanaa bu?
Informan : Beda kampung sih, jadi nanti dia nawarin gitu.
Peneliti : Ibu ikut perkumpulan gitu gak?
Informan : Engga, gak ikut gituan saya
Peneliti : Untuk nentuin harganya gimana bu? Sama kaya yang lain
atau gimana?
Informan : Ya saya belom tau juga sih, gak pernah makan di warteg
lain soalnya. Paling kalo beli makan di warung yang beda.
Peneliti : Sama pak saiful kerjasama gitu bu?
Informan : Iya paling kerjasama buat ngontrak tempatnya aja, kalo
untuk modal makanan masing-masing. Nanti kalo untung
ya buat sendiri gitu
Peneliti : Pembagian tugasnya gimana tuh bu?
Informan : Ya kalo yang masak mah saya sibantuin sama ponakan,
terus kalo ke pasar biasanya suami ke pasar cikokol
Peneliti : Untuk waktunya gimana bu ke pasar, buka sama tutupnya
jam berapa?
lviii
Informan : Biasanya ke pasar jam 3an sih, kalo buka jam 4 udah buka
meskipun cuma nasi aja yang baru mateng sama telor
misalnya gitu. Soalnya engap sih kalo ditutup warungnya.
Kalo tutup jam 10an lah.
Peneliti : Cara menciptakan kenyamanan untuk pembeli gimana bu?
Informan : Ya rasanya aja yang penting sih
Peneliti : Terus apalagi bu selain rasa?
Informan : Ya mungkin tempatnya harus bersih juga. Tapi ya gini
bersihnya seadanya
Peneliti : Tiap hari ganti menu apa engga bu?
Informan : Ya ganti sih, biar gak bosen aja ada yang diganti
Peneliti : Terus bu cara biar wartegnya tetap maju suapya bisa
bersaing sama warteg lainnya gitu bu?
Informan : Pelayanan mungkin harus ramah, terus ya mungkin
tempatnya harus dibagusin lagi tuh biar rapi supaya makin
banyak yang beli gitu sih
Peneliti : Kalo sekitar sini ada bedanya gak sih bu wartegnya lebih
banyak atau sama aja
Informan : Oh kalo sekarang lebih banyak mba, jadi lebih banyak
saingannya, selain warteg juga makanan yang lain
bertambah.
Peneliti : Berarti untuk penghasilan ngaruh gak bu?
Informan : Ya alhamdulillah sih kalo penghasilan bisa untuk belanja
lagi yang penting sama buat makan
lix
8. Nama : Bapak Tohirin
Umur : 46 tahun
Pendidikan : SD
Daerah asal : Tegal
Lama jualan : 4 tahun
Tanggal wawancara : 21 Agustus 2019
Peneliti : Kalo boleh tau nama lengkap bapak siapa ya?
Informan : Tohirin
Peneliti : Daerah asal darimana pak?
Informan : Dari Tegal, Kalinyamat Kulon mba
Peneliti : Umur bapak sekarang berapa ya?
Informan : 46 tahun mba
Peneliti : Pendidikan terakhirnya apa ya pak?
Informan : Kalo saya SD mbak hehe
Peneliti : Kalo boleh tau awal bapak buka usaha warteg gimana
pak?
Informan : Awalnya sih, kita gak pake modal mba saya. Awalnya
nyerep nyerep punya temen mba. Lama-lama akhirnya bisa
kebeli juga
Peneliti : Jadi bapak awalnya ikut jaga warteg apa gimana pak?
Informan : Awalnya saya tanpa modal mba, modal kenekatan saya
dari kampung hehe waktu itu istri saya juga kerja ngurusin
orang struk, nah saya nya jualan ayam bakar yang ditusuk
lx
itu taulah mba. Nah saya mikir juga lama-lama modal saya
habis gini-gini doang musim hujan gini. Nah itu awal saya
dari kampung ke jakarta, bawa duit cuma 80 ribu itu doang
mba. Modal nekat, saya nyari2 warung yang mau diserepin.
Pas kebetulan saya mampir ke adik saya, nah kebetulan
adik saya punya temen. Nah itu awalnya diserepin. Yang
sekarang udah punya saya, tapi tanah tetep masih ngontrak.
Peneliti : Jadi bapak ngontrak tempatnya tapi modalnya dari bapak
ya?
Informan : Iya mba gitu
Peneliti : Jadi sebelum bapak buka usaha warteg, bapak jualan
ayam bakar ya?
Informan : Ayam bakar dikampung, kayanya dikampung pas-pasan
doang gitu mba. Ya dapet duit sih dapet duit cuma ya untuk
makan doang mba. Cuma ya namanya manusia usaha
pengen ada lebihnya gimana caranya. Nah dari modal awal
nekat saya itulah modal 80 ribu, sampe jakarta sisa 5ribu
saya sampe puasa mba. Saya sampe nangis kalo inget itu
mba.
Peneliti : Iya pak perjuangan ya pak?
Informan : Iya mba
Peneliti : Kalo ini warteg yang hari jumat launching yang ke 12
pak?
Informan : Iya mba, tapi awalnya gak langsung gitu mba. Saya
merintis itu, pas kebetulan saya kenal orang yang punya
modal. Nah dia bingung, mau kerja sama saya. Ada budget
segini, kamu mau gak ngelola modal saya katanya gitu.
lxi
Nah saya pikir2 buat apa ya, dana segitu banyaknya.
Akhirnya saya ngikut-ngikut warteg kharisma gitu mba.
Saya pikir temen saya bisa, kenapa saya gak bisa. Nah itu
saya belajar dari pengalaman saya. Sistemnya pun beda
mba. Walaupun hampir sama kaya yang kharisma
Peneliti : Beda sistem gimana tuh pak?
Informan : Kalo dari kharisma, kalo mau bergabung awal sama dia
harus ada modal minimal berapa persennya warung.
Misalnya harga warungnya 160, nah harus ada modal dari
dia 60 juta untuk bergabung ke mereka. Kalo saya gini
ingetnya mba, orang pengen usaha 1000 perak kalo
namanya lagi gak ada ya gak ada bener. Jadi gimana
caranya kalo saya sistemnya beda kaya mereka. Kalo saya
modalnya bangun warung beli perabotan semuanya, jadi
orang tinggal masuk tok mba. Tanpa harus mengeluarkan
dp awal mba, yang penting ada modal 5 juta buat beli bahan
sayurannya mba. Ya istilahnya modal kosong lah mba gitu.
Kharisma juga sekarang ada sistem lagi namanya sistem
bagi hasil.
Peneliti : Kalo bapak sistemnya gimana pak?
Informan : Kalo saya sistemnya akumulasi kontrak. Kalo kharisma
sistem bagi hasil belajar orang itu untuk jujur, tapi ada
gaenaknya juga karena merasa dicurigain. Sekarang apa
enaknya kalo usaha dicurigain. Akhirnya saya gini aja,
yaudah perbulan saya minta segini. Mau rame mau sepi ya
pokoknya saya minta segini. Mau sepi resikonya kamu,
mau rame ya rejekinya kamu. Yang penting saya akumulasi
kontrak, misal kontrakannya 40, saya minta 10 sebulannya.
Saya kasih kebebasan, mau nutup sehari atau 2 hari ya tetep
lxii
setorannya segitu. Kalo sistem bagi hasil kan investor gak
mau rugi, kalo tutip sehari kan gak boleh. Ya namanya
manusia, kalo ada apa-apa dikampung mau nutup gak bisa.
Nah makanya saya ngasih kebebasan gitu.
Peneliti : Kalo sekarang karyawannya udah berapa pak?
Informan : Aduh kalo karyawan si, 12 orang kepala yang mrgang.
Majikan 2 karyawannya 2. Kali kan aja gitu.
Peneliti : Berarti 4 orang ya pak satu warteg?
Informan : Ya ada 5 orangan lah mba
Peneliti : Kalo karyawannya bapak ngerekrut sendiri atau gimana?
Informan : Karyawan yang jaga warung, kadang2 orang pada daftar
sendiri mba. pada awalnya saya yang ngerekrut, tapi
sekarang ini orang tau dari mulut ke mulut malah saya yang
dicari mba hehe saya juga gak nyebar undangan gak apa.
ibaratnya saya kalo dipikir2 niatnya membantu, orang yang
pengen usaha ya itung2 mengentaskan pengangguran mba.
Yang penting punya pengalaman, mau berusaha. Ayo kita
kerjasama.
Peneliti : Kalo pemilihan tempat gimana pak? Yang milih siapa
pak?
Informan : Yang milih saya, ada calon karyawan yang mau nungguin
di dapet tempat. Tetep laporan saya, saya suvei kalo bagus
saya kerjain kalo engga ga engga. Kalo tempatnya oke, saya
panggil orangnya. Kalo orang siap nungguin ya saya
bangun.
Peneliti : Terus kalo cara menjalin hubungan baik sama
karyawannya gimana tuh pak?
lxiii
Informan : Ya kekeluargaan, soalnya kita jangan melihat itu
karyawan atau pembantu. Itu sodara, kita anggap gak ada
majikan, juga gak ada pembantu. Untuk mengayominya.
Kalo dianggap pembantu ya jangan berarti mereka belum
merdeka dong kalo gitu. Kadang2 orang salah kaprah,
makanya saya kadang2 saya memotivasi ke temen2 cara2
mengayomi karyawan biar gini gini, jangan dianggap
pembantu. Kita anggap keluarga saudara. Soalnya tanpa
mereka kita gak ada apa2nya mba hehe
Peneliti : Berarti karyawannya sodara bapak semua atau gimana?
Informan : Ada yang sodara, ada yang orang lain
Peneliti : Berarti bapak istilahnya udah percaya sama karyawannya
bapak yang orang lain itu?
Informan : Ya itu mba, kadang2 gini kalo kamu ingin maju ya oke
ayo maju bareng tapi harus saling menjaga. Ya anggap aja
kaya warung kamu sendiri, yang penting jaga pertama
kebersihan, masakan ketiga pelayanan. Pokoknya ya
bagusnya buat mereka sendiri, kadang saya juga motivasi
mereka. Ya pokoknya kalo mereka ingin merubah nasib
benar2 ya saya bantu gitu mba.
Peneliti : Terus kalo awal gitu ada aturan yang disepakati gak pak
sama karyawan? Apa aja aturannya?
Informan : Ada mba, setoran itu yang tadi saya sebutin mba, sebulan
misal 40 juta ngontraknya ya saya minta 10 juta sebulan
gitu. Kecuali kalo kontrakannya naik saya juga ikut naik.
Kalo aturan saya kebersihan harus dijaga, masakannya juga
sama pelayanannya. Kalo kita gak dilepas mba, kalo kerja
kita motivasi mereka. Kalo warung kan kadang2 gak selalu
lxiv
rame kadang sepi. Pokoknya kelebihan mereka saya
tampung, kalo kekurangan mereka saya kasih solusi gitu
Peneliti : Tapi pernah sepi gak pak warungnya gitu?
Informan : Ya namanya warung ya ada juga yang sepi, cuma
namanya kalo ada orang baru saya kasih motivasi terus.
Kaya mba lina yang sama pak saiful itu mba, saya bimbing
dari awal, yang dulu pengeluarannya lebih banyak daripada
pemasukannya. Nah sekarang udah lumayan, ibaratnya
setelah setor ke saya masih sisa satu juta. Tapi kan ya udah
makan keluarganya semuanya. Ya hasilnya lama2 juga
menikmati gitu.
Peneliti : Udah berapa lama pak jualan warteg?
Informan : Kalo saya merintis ini baru 2 tahun, kalo saya sendiri udah
4 tahun.
Peneliti : Berarti belum terlalu lama ya pak?
Informan : Iya belum, ya kebetulan saya dipercaya untuk ngelola.
Apa salahnya saya bisa membantu mereka yang mau usaha,
membantu merekalah yang dirumah. Itung2 membantu
mengentaskan pengangguran mba.
Peneliti : Cat warteg ada artinya ada gak sih pak?
Informan : Warna hijau kuning supaya cerah mba. Kan dulu warteg
dianggap kumuh mba, makanya di cat cerah. Kan tegal
terkenalnya bahari ya itu kita ambil warna2 cerah. Jadi
nama pesona bahari itu inspirasi dari pesonanya tegal yaitu
bahari. Nah kan yang terkenal dari tegal warteg jadi kita
namain itu.
Peneliti : Warteg sekarang lumayan bersih ya pak?
lxv
Informan : Jadi gini mbak, dulu kan warteg dianggap sebelah mata
kaya jorok, kumuh gitu. Orang2 yang makan niga kelas
menengah kebawah. Sekarang kan menghilangkan image2
jelek kumuh, makanya kita harus berani modal. Kalo kita
mau berusaha mau maju, kita jangan takut2 untuk modal.
Ya harus gitu mba. Sekarang kan kita bangun untuk jangka
panjang, makanya kita harus berani.
Peneliti : Perbedaan warteg sekarang sama warteg yang dulu pak?
Informan : Ya perbedaannya dari warnanya sekarang lebih cerah.
Dulu kan keliatannya kumuh, orang yang mau makan kelas
menengah kebawah. Ya sekarang semua kelas bisa masuk,
dari kelas bawah sampe kelas atas. Harganya pun sama
tetep, sama kaya yang warteg dulu. Gak ada perbedaan
harga. Yang penting sekarang kan dibedakin biar rapih. Jadi
menarik, orang yang kelas menengah atas mau makan. Kalo
dulu kan boro-boro mau makan di warteg. Kalo sekarang
kan ibaratnya gak malu-malu, artis-artis juga pada mau
mampir.
Peneliti : Kalo menurut bapak warteg sekarang lebih banyak apa
engga nih secara umum pak selain pesona?
Informan : Lebih banyak mbak, warteg sekarang semakin menjamur.
Ada peningkatan untuk mengentaskan pengangguran.
Makanya sekarang nyari karyawan susah mbak. Sekarang
malah karyawan warteg juga nerima yang SMA sampe S1
mbak. Semuanya masuk mbak diterima sekarang, yang
penting ada pengalamannya mbak
Peneliti : Kalo boleh tau luas wartegnya berapa pak?
lxvi
Informan : Ya relatif mba, masing- masing lah. Ada yang panjangnya
12 meter x 4. Ada yang 3x12, ada juga yang lebarnya 10
panjangnya berapa. Relatif semuanya mbak
Peneliti : Tergantung tempatnya ya pak?
Informan : Iya tergantung tempatnya, soalnya kan kalo ngontrak
tempatnya gak sama semua
Peneliti : Cara menciptakan kenyamanan untuk pembeli gimana
pak?
Informan : Kenyamanannya itu sekarang ya bersih, nyaman. Dulu
yang namanya warteg gak pake kipas angin, sekarang kita
pakein jadi nyaman. Kalo dulu mah boro2 mba, kita sendiri
aja gak nyaman. Kumuh lalatnya banyak ibaratnya kan gitu.
Kalo sekarang udah dijaga kebersihannya. Makanya saya
selalu pantau saya tegur, saya tegur juga baiknya untuk
mereka sendiri bukan buat saya.
Peneliti : Biasanya bapak mantau berapa kali pak?
Informan : Seminggu sekali mbak, warung ini seminggu sekali muter
kontrol sana sini.
Peneliti : Terus kalo setor itu gimana pak?
Informan : Ada yang transfer ada juga yang saya paranin mbak. Saya
mintanya tepat waktu.
Peneliti : Ada perkumpulan gitu gak pak sesama warteg lain?
Informan : Ada mbak itu, sesama pesona, mustika, kharisma banyak
mba. Semua gabung kita arisan silaturahim, terus ada usaha
apa lagi nih gitu, gimana nih caranya untuk memajukan
warteg
lxvii
Peneliti : Bapak yang ikut itu ya?
Informan : Iya saya yang ikut
Peneliti : Perkumpulan itu perlu gak sih pak?
Informan : Perlu itu, untuk mempererat silaturahim. Saling membantu
gitu lah.
Peneliti : Kalo perkumpulan gitu, positifnya apa sih pak?
Informan : Silaturahim mbak, sebulan sekali kita ngumpul sambil
arisan.
Peneliti : Kalo ada yang kekurangan modal membantu gak pak?
Informan : Oh iya itu ya kita saling membantu, tapi jarang sih kalo
kekurangan modal. Tapi kalo yang lain misalnya ada yang
kurang ya kita bantu.
Peneliti : Cara menjaga eksistensi warung tegal agar tetap bertahan?
Informan : Itu dari kebersihan, keramah tamahan. Soalnya tiap
warung mbak kalo jualan yang susah ngelayanin orangnya.
Mencari pelanggan, supaya orang itu mau balik lagi ke
warung kita.
Peneliti : Kalo lokasi wartegnya dimana aja pak sekarang?
Informan : Kalo warung saya, kebayoran lama, gondrong tangerang,
ciracas, condet, pasar minggu, pejaten. Ya lokasinya juga
gak terlalu deket sama warung lain. Tiap warung ada
saingannya mbak, tapi ya kita punya etika. Ya kita jaga
jarak sama warung lainnya supaya orang lain gak merasa
tersaingi dan melarat.
Peneliti : Bapak disini tinggal sama keluarga?
lxviii
Informan : Iya saya sama anak dan istri. Anak saya 3 orang.
Peneliti : untuk wartegnya tempatnya sewa semua atau udah ada
yang milik sendiri pak?
Informan : sewa semua mba
Peneliti : kalo boleh tau bapak udah punya rumah disini belum?
Apa rumahnya di kampung aja pak?
Informan : gak punya rumah disini mba, adanya di kampung aja
lxix
9. Nama : Bapak Arifin
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Meubeul
Status : Pembeli
Tanggal wawancara : 3 Juli 2019
Peneliti : Misi pak saya mahasiswa uin lagi nulis skripsi tentang
warteg saya nanya sebentar gapapa ya?
Informan : Oh ya
Peneliti : Nama bapak siapa ya?
Informan : Arifin
Peneliti : kerja dimana pak?
Informan : Di gudang situ
Peneliti : Kerja apa ya?
Informan : Meubel
Peneliti : Tinggalnya berarti disini?
Informan : Tinggalnya di..sini
Peneliti : Usianya berapa pak kalo boleh tau pak?
Informan : 37
Peneliti : Oh iya pak kalo boleh tau pendidikan yang terakhir apa ya
pak?
Informan : SMP
lxx
Peneliti : Bapak sering kesini?
Informan : Ya gak terlalu sering sih
Peneliti : Selain warteg ini pak?
Informan : Ya warteglah tapi gak kesini kadang kesono
Peneliti : Oh gitu beda-beda ya pak?
Informan : Ya iya
Peneliti : Kenapa sih bapak memilih warteg?
Informan : Ya bukan masalah wartegnya yang penting deket aja
Peneliti : Selain deket apa pak alasan makan di warteg? Harganya
atau rasanya gitu?
Informan : Rasa...rasanya..kalo deket rasanya gak enak ya..
Peneliti : Ya bener gak mau balik lagi ya pak?
Informan : Iyaa..
Peneliti : Bapak terbantu gak sih pak dengan adanya warteg? Kan
sekarang banyak warteg nih pak dimana-mana. Terbantu
gak pak?
Informan : Yaaa...terbantu pasti terbantu
Peneliti : Terbantu karena?
Informan : Lebih mudah aksesnya karena disini kan gak sama istri
sendiri jadi gak ada yang masak
Peneliti : Oh iya bener pak. Jadi pagi siang sore beli ya pak?
Informan : Iya
lxxi
10. Nama : Mas Iman
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMP
Daerah asal : Tegal
Pekerjaan : Crew Pariwisata
Status : Pembeli
Tanggal wawancara : 3 Juli 2019
Peneliti : Kalo boleh tau nama mas siapa ya
Informan : Iman
Peneliti : Mas diman?
Informan : Iman
Peneliti : Usianya berapa mas?
Informan : 27
Peneliti : 27?
Informan : Heeh
Peneliti : Terus kalo pekerjaan sehari-hari apa mas?
Informan : Crew pariwisata
Peneliti : Sering kesini mas?
Informan : Tiap hari
Peneliti : Oh tiap hari makan disini?
lxxii
Informan : Iya
Peneliti : Rumahnya eh tinggalnya dimana mas?
Informan : Di pull
Peneliti : Pullnya dimana mas?
Informan : Ini di sebelah
Peneliti : Oh di sebelah ya. Deket berarti ya?
Informan : Deket. Kok gak direkam orangnya?
Peneliti : Iya ini suaranya aja yg direkam nanti foto aja sama
masnya. Terus kenapa mas aaa milih warteg untuk makanan
sehari hari?
Informan : Ya emang orang tegal juga
Peneliti : Oh orang tegal juga mas, tegalnya mana mas?
Informan : Tarub
Peneliti : Oh ya sama kaya saya
Informan : Tarubnya mana?
Peneliti : Di desa lebeteng
Informan : Oh deket situ
Peneliti : Kalo disini nyaman gak mas makannya? Kenapa? Apa
pelayannya gimana atau bersih?
Informan : Ya begitulah, pokonya nyaman aja
Peneliti : Alasannya kenapa mas?
Informan : Angel (susah) ya jawabnya
lxxiii
Peneliti : Bersih atau deket dari sini?
Informan : Ya bersih….bersih….
Peneliti : Rasanya?
Informan : Enak enak
Peneliti : Terbantu gak sih mas kalo banyak warteg disini?
Informan : Malah susah
Peneliti : Kenapaa susah mas?
Informan : Malah bingung milihnya
Peneliti : Bukannya kalo banyak jadi enak ya mas lagi kemana2?
Informan : Tergantung selera sih
Peneliti : Kalo boleh tau pendidikannya apa ya mas?
Informan : SMP
Peneliti : Jadi disini udah lama ya berarti?
Informan : Kalo di pariwisata ini baru sebulan, sebelumnya di
rawamangun
lxxiv
11. Nama : Mas Fudi
Umur : 24 tahun
Pendidikan : SMP
Status : Pembeli
Pekerjaan : Sedang Tidak Bekerja
Tanggal wawancara : 10 Juli 2019
Peneliti : Kalo boleh tau namanya siapa mas?
Informan : Fudi
Peneliti : Tinggalnya dimana mas?
Informan : Dideket sini
Peneliti : Kalo pekerjaannya apa ya mas?
Informan : Lagi nganggur hehe
Peneliti : Usianya berapa mas?
Informan : 24
Peneliti : Kalo pendidikannya terakhir apa ya mas?
Informan : SMP
Peneliti : Kalo kesini sering?
Informan : Pertama kali kesini
Peneliti : Tapi kalo makan biasanya dimana?
Informan : Ngacak sih
Peneliti : Oh ngacak ya?
lxxv
Informan : Iya biasanya nyupir soalnya
Peneliti : Biasanya di warteg apa di tempat lain?
Informan : Biasanya warteg sih
Peneliti : Kalo gitu kenapa mas milih warteg?
Informan : Seleranya sih
Peneliti : Apa karna harganya atau rasanya gitu?
Informan : Ya rasa juga dari segi mau pilih apa aja ada
Peneliti : Banyak variasi makanannya ya?
Informan : Ya iya gitu
Peneliti : Terbantu gak sih mas kalo banyak warteg gitu?
Informan : Terbantu sih
Peneliti : Karena apa?
Informan : Mau makan gak bingung sama susah lagi
lxxvi
LAMPIRAN 5
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan ibu Suhartini
Wawancara dengan bapak Abu Khoir
lxxvii
Wawancara dengan bapak Arifin
Wawancara dengan mas Iman
lxxviii
Wawancara dengan mbak Riyani
Wawancara dengan ibu Ani
lxxix
wawancara dengan ibu Farida
Wawancara dengan ibu Lita
lxxx
Wawancara dengan mas Fudi
Wawancara dengan Bapak Saiful
lxxxi
Wawancara dengan Bapak Tohirin Melalui Telepon
Sumber: Dokumen Pribadi
lxxxii
Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi
lxxxiii
Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi
lxxxiv
Sumber: Dokumen Pribadi
Kantor Kelurahan Neroktog
Sumber: Hasil Turun Lapangan Pada Tanggal 08 Mei 2019