16
159 EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN IZINKAN AKU MENJADI PELACUR KARYA MUHIDIN M. DAHLAN Gilang Nur Alfi Jauhari Universitas Airlangga [email protected] Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari makna eksistensi pelacur yang terkandung di salam teks sastra berbentuk novel dengan judul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis melalui pembacaan mendalam pada objek penelitian yang berbentuk novel. Data-data berupa kata, frasa, dan kalimat kemudian dianalisis menggunakan teori struktur naratif dari A.J Greimas dengan kesimpulan yang diambil dengan memanfaatkan paradigma eksistensialisme Soren Kierkegard untuk menemukan makna eksistensi yang terkandung di dalam teks. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pendekatan Strukturalisme pada karya sastra dapat dimanfaatkan bukan hanya sebagai deskripsi saja, akan tetapi juga untuk menarik makna yang tersimpan pada struktur teks sebelum melompat lebih jauh ke arah konteks; (2) Eksistensi yang ditemukan adalah eksistensi yang sesuai dengan Soren Kierkegaard bahwa manusia tak bisa lepas dari Tuhan. Melacur adalah cara pelacur untuk mencintai Tuhan dengan jalan lain; dan (3). Novel ini berisikan kritik sosial bagi kaum beragama yang belum mengetahui esensi dari beragam itu sendiri. Sehingga ketika ditanya tentang tujuan beragama, mereka tidak bisa menjawab. Kata kunci: struktur, eksistensi, Tuhan, pelacur, esensi Abstract The study was intended to look for the meaning of existence of prostitutes contained in a literary text in the form of novel with the title Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. The method used is descriptive analysis through an in-depth reading of a novel as a research object. The data in the form of words, phrases and sentences were analyzed using the narrative structure of A.J Greimas with a conclusion taken by utilizing the existentialism paradigm of Soren Kierkegard to discover the meaning of existence contained in the text. The results of this study showed that (1) the structuralism approach to literary works can be utilized not only as a description, but also to draw the meaning stored on the text structure before jumping further towards the context; (2) the existence found is an existence that corresponds to Soren Kierkegaard that human could not escape from God. Prostitution is the way the prostitute to love God by another way; and (3) this Novel contains social criticism for religious people who do not know the essence of the variety itself. So when asked about religious purposes, they could not answer. Keywords: structure, existence God, Prostitute, Essence

EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

159

EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL

TUHAN IZINKAN AKU MENJADI PELACUR KARYA MUHIDIN M. DAHLAN

Gilang Nur Alfi Jauhari Universitas Airlangga

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari makna eksistensi pelacur yang terkandung di salam teks sastra berbentuk novel dengan judul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis melalui pembacaan mendalam pada objek penelitian yang berbentuk novel. Data-data berupa kata, frasa, dan kalimat kemudian dianalisis menggunakan teori struktur naratif dari A.J Greimas dengan kesimpulan yang diambil dengan memanfaatkan paradigma eksistensialisme Soren Kierkegard untuk menemukan makna eksistensi yang terkandung di dalam teks. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pendekatan Strukturalisme pada karya sastra dapat dimanfaatkan bukan hanya sebagai deskripsi saja, akan tetapi juga untuk menarik makna yang tersimpan pada struktur teks sebelum melompat lebih jauh ke arah konteks; (2) Eksistensi yang ditemukan adalah eksistensi yang sesuai dengan Soren Kierkegaard bahwa manusia tak bisa lepas dari Tuhan. Melacur adalah cara pelacur untuk mencintai Tuhan dengan jalan lain; dan (3). Novel ini berisikan kritik sosial bagi kaum beragama yang belum mengetahui esensi dari beragam itu sendiri. Sehingga ketika ditanya tentang tujuan beragama, mereka tidak bisa menjawab. Kata kunci: struktur, eksistensi, Tuhan, pelacur, esensi

Abstract

The study was intended to look for the meaning of existence of prostitutes contained in a literary text in the form of novel with the title Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur. The method used is descriptive analysis through an in-depth reading of a novel as a research object. The data in the form of words, phrases and sentences were analyzed using the narrative structure of A.J Greimas with a conclusion taken by utilizing the existentialism paradigm of Soren Kierkegard to discover the meaning of existence contained in the text. The results of this study showed that (1) the structuralism approach to literary works can be utilized not only as a description, but also to draw the meaning stored on the text structure before jumping further towards the context; (2) the existence found is an existence that corresponds to Soren Kierkegaard that human could not escape from God. Prostitution is the way the prostitute to love God by another way; and (3) this Novel contains social criticism for religious people who do not know the essence of the variety itself. So when asked about religious purposes, they could not answer.

Keywords: structure, existence God, Prostitute, Essence

Page 2: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 160

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

A. PENDAHULUAN

Eksistensi dan esensi dari

sebuah karya sastra tidak pernah bisa

dilepaskan dari fenoemena dan

realitas sosial yang ada di

masyarakat. Rimang (2011:2)

berpendapat bahwa karya sastra

merupakan deskripsi pengalaman

kemanusiaan baik secara individual

atau sosial kemasyarakatan. Maka

dari itu, pengalaman dan

pengetahuan secara substansial

masyarakat bagaimana seorang

pengarang mengekspresikannya

melalui gagasan-gagasan yang ditulis

secara indah dalam sebuah karya

sastra.

Keindahan dari gagasan-

gagasan tersebut kemudian berfungsi

sebagai cara untuk menikmati

estetika karya sastra dan juga untuk

menemukan makna kehidupan itu

sendiri dalam sebuah figurasi yang

estetis. Endaswara (2008)

mengatakan bahwa sastra tidak lahir

dari ruang kosong. Kemunculan

sastra dinilai berangkat dari

fenomena sosiologis dalam

kehidupan sehari-hari yang

kemudian oleh pengarang

ditumpahkan dalam bentuk fiksi

untuk ikut serta memberi

sumbangsih gagasan terhadap

masalah sosial yang ada. Gagasan

sosial yang terkandung dalam sebuah

karya sastra salah satunya

terimplikasikan dalam novel karya

Muhidin M Dahlan yang berjudul

Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur.

Novel yang terbit pada tahun 2006

membawa isu sosial yang selalu

hangat untuk diperbincangkan di

tengah masyarakat yaitu hubungan

antara dunia pelacuran yang hingga

sekarang oleh sebagian masyarakat

masih dianggap tabu dan Tuhan yang

menjadi titik klimaks dari peraduan

manusia. Jika ditelaah di

pascareformasi banyak karya sastra

bermunculan yang mengangkat isu

eksploitasi tubuh perempuan. Di

antaranya adalah Perempuan Di Titik

Nol (1975), Jangan Main-Main

(Dengan Alat Kelaminmu) (2004), dan

Nyai Gowok (2014). Keseluruhan dari

ketiga karya sastra tersebut

menceritakan tentang bagaimana

tubuh perempuan dieksploitasi.

Selain itu, beberapa novel yang

membawa isu agama juga

bermunculan seperti Ayat-Ayat Cinta

(2004), Negeri 5 Menara (2009), 29

Juz Harga Wanita (2009), dan

Assalamualaikum Beijing (2013).

Novel-novel yang dikemas

dalam balutan agama bersifat

normatif dengan jalan cerita yang

lurus sehingga memperlihatkan

aspek kehidupan manusia yang

damai ketika mereka sudah berada

dalam balutan agama. Muhidin M.

Dahlan dalam karyanya mencoba

untuk mengombinasikan kedua

unsur tersebut memunculkan sudut

pandang baru terkait dengan

pelacuran dan konsep ketuhanan.

Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi

Pelacur bercerita tentang tokoh

Page 3: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 161

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

utama yaitu seorang muslimah yang

bernama Nidah Kirani merasa bahwa

imannya sudah dikecewakan dan

dilukai oleh Tuhan. Sehingga ia

memutuskan untuk menjadi pelacur

sebagai bentuk protesnya pada

Tuhan.

Manusia (termasuk pelacur)

pada hakikatnya selalu mencari hal-

hal baru untuk memenuhi berbagau

kebutuhan dan keinginannya.

Fenomena dan permasalahan yang

muncul mampu memberikan

pengetahuan sebagai bagian dari

pengalaman hidup yang kemudian

membentuk suatu sudut pandang

tentang kebenaran. Kebenaran yang

seperti ini disebut dengan

subjektivitas. Sartre (dalam Yunus,

2011) mengatakan bahwa kebenaran

adalah sebuah pengalaman subjektif

tentang hidup yang konsekuensinya

adalah menentang segala bentuk

objektivitas dan impersonalitas

manusia. Sehingga manusia memiliki

kebebasan dalam bertindak

berdasarkan kebenaran subjektif

yang dimiliki. Yunus (2011)

menambahkan bahwa puncak

kebebasan dalam eksistensialisme

adalah tanggung jawab. Jika mengacu

pada deduksi rasionalistik yang

dibuat oleh Descartes tentang Cogito

Ergo Sum (saya berpikir maka saya

ada), maka ketika manusia merasa

bahwa dirinya “ada”, saat itu juga

manusia bertanggung jawab atas

segala keputusan yang dibuatnya.

Dalam novel Tuhan Izinkan Aku

Menjadi Pelacur, tokoh utama yaitu

Nidah Kiran mengambil keputusan

untuk siap bertanggung jawab dan

menanggung segala konsekuensi atas

eksistensinya sebagai seorang

pelacur. Keputusan ini diambilnya

sebagai sebuah subjektivitas

berdasarkan pada pengalaman masa

lalunya yang kecewa dengan konsep

Tuhan. Nalar dan imannya terluka

setelah pembelaannya yang sepenuh

hati kepada Tuhan melalui agama

ternyata tidak mencapai titik klimaks

dengan pemahaman yang tumpul.

Konsep ketuhanan dirasanya terlalu

absurd dan perjuangannya selama ini

menjadi sia-sia. Atas dasar tersebut ia

kemudian berbalik melawan Tuhan

dengan terjun ke ranah yang ia

percaya sebagai sebuah dosa, yaitu

menjadi pelacur.

Berdasarkan pada beberapa

penelitian sebelumnya yaitu Farouq

(2004), dan Romlah (2016), konflik

batin yang dialami oleh tokoh utama

muncul dari berbagai sumber,

diantaranya konsep ketuhanan, ide

tentang pernikahan, dan laki-laki.

Hasil dari beberapa penelitian

sebelumnya tersebut bermuara pada

sebuah kesimpulan bahwa tokoh

utama dalam novel Tuhan Izinkan

Aku Menjadi Pelacur tengah

menunjukkan eksistensinya sebagai

manusia yang bebas. Hasil penelitian

dari Mustika (2014) tentang

eksistensialisme Nidah Kirani sebagai

pelacur menerangkan bahwa

Page 4: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 162

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

kebebasan yang diinginkan oleh

Kiran adalah kebebasan menjadi

dirinya sendiri tanpa ada interferensi

dari pihak manapun. Dengan

memanfaatkan teori Jean Paul Sartre,

maka kebebasan Kiran akan

bermuara pada subjektivitas diri.

Berbeda dengan konsep

eksistensialisme pada umumnya

yang mengesampingkan wujud

Tuhan, perwujudan eksistensi yang

diperlihatkan oleh tokoh utama pada

penelitian ini justru selalu

berkesinambungan dengan Tuhan.

Bahkan semua perbuatan yang ia

lakukan untuk melawan Tuhan pada

akhirnya ia kembalikan lagi pada

Tuhan dan ia tidak memutuskan

untuk meninggalkan agama Tuhan.

Fakta berikut yang kemudian

menjadi acuan dalam penelitian ini

untuk mencari makna dari eksistensi

tokoh utama yang berprofesi sebagai

pelacur tetapi tidak pernah bisa lepas

dari bayangan tentang Tuhan dengan

cara mengidentifikasi peran-peran

yang ada dalam struktur cerita novel

TIAMP memanfaatkan teori struktur

naratif A.J Greimas.

Isu keagamaan dan pelacuran

yang ada dalam novel Tuhan Izinkan

Aku Menjadi Pelacur tak dapat

dilepaskan dari fenomena sosial yang

ada di masyarakat. Oleh sebab itu

penelitian tentang eksistensi pelacur

dalam novel Tuhan Izinkan Aku

Menjadi Pelacur ini menjadi menarik

untuk mengetahui sejauh mana

seorang muslimah yang menjadi

pelacur dapat lepas dari unsur

ketuhanan yang ada dalam batinnya.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan penekanan

kepada teks yang bersifat analisis

deskriptif. Merujuk pada Moleong

(2016: 6), yang dimaksud dengan

penelitian kualitatif adalah penelitian

dengan tujuan untuk memahami

fenomena yang dialami oleh subjek

penelitian seperti tindakan, motivasi,

perilaku, dan lain-lain. Secara holistik

dengan cara mendeskripsikannya

dalam bentuk kata dan bahasa.

Sumber data dalam penelitian ini

berbentuk novel dengan judul Tuhan

Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya

Muhidin M. Dahlan cetakan tahun

2016. Data kemudian dikumpulkan

dengan metode pembacaan secara

mendalam untuk kemudian diambil

data dari novel tersebut berupa kata,

frasa dan kalimat. Data yang berhasil

dikumpulkan kemudian dianalisis

menggunakan teori struktur naratif

dari A.J Greimas demi menjawab

rumusan masalah yang sudah

ditentukan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teori Naratif A. J Greimas

berawal dari asumsi bahwa terks

nafatif merupakan perwujudan dari

analogi-analogi struktural yang

berpijak pada linguistik Ferdinand de

Sassure dan teori naratif Vladimir

Propp. Greimas (1983) meringkas

Page 5: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 163

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

konsep yang telah dicetuskan oleh

Propp yaitu mengenai fungsi pada

dongeng yang sebelumnya berjumlah

31 menjadi 20 fungsi. Fungsi-fungsi

tersebut kemudian dikelompokkan

menjadi 3 sintagma yaitu, perjanjian,

penyelenggaraan, dan pemutusan.

Greimas juga menawarkan konsep

three spheres of opposed yang

berfokus pada relasi dan fungsi aktan

yaitu subjek vs objek, pengirim vs

penerima, dan pembantu vs

penentang. Dari fungsi tersebut,

Greimas kemudian menghasilkan

empat poin kunci mengenai struktur

naratif yaitu struktur tekstual

(surface structure dan deep

structure), struktur sintaksis-naratif

(hubungan antar aktan), struktur

semantik-naratif (fungsi semantik

dalam cerita), dan isotopi

(mengeksplisitkan makna implisit

dalam teks melalui satuan semantik).

1. Struktur Naratif Novel Tuhan

Izinkan Aku Menjadi Pelacur

Tuhan Izinkan Aku Menjadi

Pelacur bercerita tentang seorang

muslimah yang terluka imannya

karena dikecewakan oleh Tuhan.

Muslimah ini bernama Nidah Kirani,

biasa dipanggil Kiran. Diawal cerita,

diceritakan bahwa Kiran merupakan

mahasiswa dari kampus Matahari

Terbit yang tinggal di Pondok

Pesantren bersama temannya Rahmi

yang mengenalkannya tentang ajaran

Islam lebih dalam. Kiran sedang

berada pada fase memperdalam

agama ketika kemudian ia bertemu

dengan Dahiri, mahasiswa yang

tergabung dalam gerakan Daulah

Islamiyah Indonesia. Dari Dahiri

Kiran kemudian mengenal gerakan

tersebut dan menjadi aktivis di

dalamnya.

Badai kekecewaan mulai

menerpa ketika setelah sekian lama

bergabung, Kiran tidak menemukan

semangat juang dari para anggota

jamaah, baik secara ibadah ataupun

politik perjuangan. Kiran merasa

yang dilakukannya selama ini sia-sia,

dan ia memutuskan untuk kemudian

kabur dari Pos dan harus menerima

cap sebagai pengkhianat. Dalam

kesendiriannya ia selalu merenungi

kesedihan dan kekecewaan atas

jamaah tersebut, Kiran mulai

menyalahkan Tuhan. Ia menganggap

Tuhan telah menyia-nyiakan

perjuangannya dan melukai imannya.

Kiran meluapkan kekecewaan pada

kebebasan yang akhirnya

membawanya pada hal tabu, yaitu

hubungan di atas ranjang dengan

berbagai laki-laki. Dari situlah

perlawanan atas Tuhan dimulai. Ia

bersumpah untuk terus meniduri

laki-laki dari berbagai latar belakang.

Mereka yang merasakan tubuh Kiran

adalah manusia dengan kasta sosial

tertinggi di masyarakat. Mulai dari

penyair, ustadz pesantren, aktivis

kiri, dosen, hingga anggota DPR dari

fraksi yang menginginkan tegaknya

Daulah Islamiyah di Indonesia. Hal

tersebut merupakan bentuk protes

Page 6: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 164

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

Kiran pada Tuhan. Dengan tubuhnya

ia menyibak topeng kemunafikan dari

hambaNya yang mengaku bersusila,

bermoral, dan beragama. Meskipun

bagitu, Kiran terus-menerus dihantui

dengan kekecewaannya pada Tuhan.

Berdasarkan pada teks Tuhan

Izinkan Aku Menjadi pelacur, terlihat

bahwa struktur yang ada pada teks

tersebut berbentuk prosa yang mana

memiliki struktur sintaksis-naratif

tertentu sebagai dasar dari

pembangunan cerita. Struktur

tersebut saling berhubungan satu

dengan yang lainnya sehingga

memiliki fungsi-fungsi yang

kemudian bersatu dalam satuan teks.

Melalui konsep three spheres of

opposed, maka dapat diketahui

bahwa fungsi-fungsi aktan dalam teks

tersebut adalah sebagai berikut.

a) Subjek

Subjek dapat diartikan sebagai

aktan yang melakukan perjanjian

dengan pengirim. Dia beranggapan

bahwa menemukan objek adalah

bagian dari tugasnya. Untuk lebih

mempermudah mengindentifikasi

setiap subjek, dapat ditarik

pertanyaan seperti “siapa yang

berkewajiban mencari objek?”.

Dalam teks tersebut, yang menjadi

subjek adalah Kiran. Kiran yang

kecewa dengan Tuhan setelah

aksinya yang militan dalam

memperjuangkan agama Tuhan

melalui gerakan Daulah Islamiyah

berujung pada tumpulnya nalar dan

logika berpikir. Ia kemudian mencari

kebebasan dan menemukan

pelacuran sebagai jalannya

mengekspresikan kebebasan

tersebut.

“..... itu semua kutunjukkan untuk

mengabdi kepada-Mu semata, tapi

mengapa itu semua harus berujung

dengan kekecewaan”. (Dahlan, 2003:

1001)

b) Objek

Objek adalah sesuatu yang

diinginkan perwujudannya oleh

pengirim. Pada saat yang bersamaan,

objek adalah sesuatu yang dicari oleh

subjek. Dalam hal ini, pencarian objek

dapat dipermudah dengan

mengajukan pertanyaan seperti

“apakah yang menjadi keinginan dari

pengirim pada subjek?”. Dalam teks,

yang menjadi objek adalah kebebasan

dari segala aturan agama. Objek ini

muncul setelah datangnya badai

kekecewaan yang merenggut Iman

Kiran. Dari pengalamannya tersebut,

maka terbentuklah subjektifitas yang

dalam tatanan aktansial berfungsi

sebagai objek.

“..... aku adalah perempuan yang bisa

menundukkan kaummu. Lihat saja

nanti”. (Dahlan, 2016: 232)

c) Pengirim

Pengirim adalah aktan yang

berfungsi untuk meminta subjek agar

mendapatkan subjek yang

diinginkan. Karena pengirim adalah

aktan yang darinyalah cerita

bermula. Pertanyaan yang digunakan

Page 7: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 165

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

untuk mencari pengirim adalah

“siapa yang memiliki keinginan untuk

mendapatkan objek?”. Berdasarkan

teks tersebut, maka yang berfungsi

sebagai pengirim adalah gerakan

Daulah Islamiyah, Daarul, dan Tuhan.

Ketiganya mengirim subjek pada

objek secara berurutan. Dari

ketertarikan Kiran dengan visi dan

misi gerakan daulah yang

disampaikan oleh Dahiri , lalu muncul

kekecewaan Kiran terhadap

lemahnya semangat anggota jamaah

gerakan Daulah Islamiyah kemudian

membawa ia pada kekosongan.

Kekosongannya ini diisi oleh Daarul

(aktivis kiri Kampus Matahari terbit)

yang kemudian merenggut

kewanitaannya. Dari dua hal tersebut

maka kebencian Kiran akan Tuhan

dan segala konsep agama mencapai

puncaknya.

“Keislaman kita di Indonesia belum

dianggap sempurna kalau belum

diatur secara total oleh syariat Islam”.

(Dahlan, 2016: 39)

“Kini laki-laki itu diutus oleh penguasa

kegelapan untuk melukai

keperempuananku”. (Dahlan, 2016:

131)

d) Penerima

Penerima merupakan aktan

yang berfungsi untuk menerima

objek. Berbeda dengan subjek,

penerima tidak memiliki keharusan

untuk mencari objek. Pertanyaan

yang bisa diutarakan untuk mencari

penerima adalah “siapakah yang

berfungsi menerima objek?”. Yang

berfungsi sebagai penerima dalam

teks tersebut adalah Kiran. Kiran

menjadi satu-satunya penerima

karena dalam narasinya, teks Tuhan

Izinkan Aku Menjadi Pelacur hanya

menampilkan Kiran sebagai

perempuan yang menginginkan

kebebasan tanpa ada tokoh lainnya.

Fungsi penerima yang disematkan

pada Kiran berdasarkan fakta cerita

bahwa yang iman dan nalarnyanya

terluka dalam hanyalah Kiran.

“Betapa mudahnya seorang manusia

disalahkan oleh sesamanya atas nama

yang diatas: TUHAN”. (Dahlan, 2016:

101)

e) Pembantu

Pembantu adalah aktan yang

berfungsi membantu tugas subjek

dalam menemukan objek. Aktan ini

dapat ditemukan dengan

memberikan pertanyaan seperti

“siapakah atau apa yang membantu

subjek dalam tugasnya menemukan

objek?”. Dari hasil pembacaan

terhadap teks, maka fungsi pembantu

diperankan oleh Pak Tomo (dosen

Kiran). Secara eksplisit, Pak Tomo

adalah germo yang menyediakan

Kiran jalan menuju pelacuran

eksklusif. Akan tetapi, jauh

sebelumnya ialah para lelaki yang

sempat naik ranjang dengan Kiran

juga merupakan pembantu. Mereka

adalah Daarul, Midas, Wandi, Yusdhi,

Fuad, Kusywo, dan Didi.

Page 8: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 166

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

“Pak Tomo, terima kasih atas uluran

tanganmu. Jadilah germoku dan aku

dengan suka cita menjadi pelacurmu”.

(Dahlan, 2016: 233)

f) Penentang

Penentang bertugas untuk

menghalang-halangi subjek

menjalankan tugasnya dalam

mencari objek. Pertanyaan yang

lazim ditanyakan untuk mengatahui

penentang adalah “siapa yang

menjadi penghalang subjek dalam

mendapatkan objek?”. Menurut teks,

penentang dari tindakan subjek

untuk bisa mendapatkan objek

adalah Tuhan. Permasalahan Kiran

yang selalu menyalahkan Tuhan

secara tidak langsung membawa

Tuhan selalu ada dalam setiap

langkahnya. Dalam keterpurukan,

Tuhan selalu hadir dalam benak

Kiran meskipun hanya sebagai bahan

caci maki dan sumpah serapah.

Bahkan pada akhirnya ketika Kiran

memutuskan untuk menjadi pelacur,

masih ada diskusi batin dalam dirinya

yang masih membawa Tuhan, seperti

meminta izin dan meminta maaf pada

Tuhan. Sehingga Tuhan hadir dari

awal cerita hingga akhir cerita pada

teks tersebut.

“Aku tak punya apa-apa selain hati

yang menunggu sapa-Mu”. (Dahlan,

2016: 261)

1.1 Skema Aktansial

Tabel 1. Relasi Aktan dalam novel “Tuhan

Izinkan Aku Menjadi Pelacur”

Pengirim Objek Penerima

1. Daulah

Islamiyah

2. Daarul

3. Kekecewaan

Kiran

4. Ambisi

Kiran

Menjadi

Manusia

yang

bebas

berkuasa

atas

dirinya

sendiri

dengan

melawan

jalan

Tuhan

1. Nidah

Kirani

Pembantu

Subjek

Penentang

1. Daarul

2. Midas

3. Wandi

4. Yusdhi

5. Fuad

6. Kusywo

7. Didi

8. Pak Tomo

1. Nidah

Kirani

1. Tuhan

Dari skema aktaksial tersebut,

bisa dirumuskan bahwa (1) seorang

tokoh dapat memegang fungsi aktan

lebih dari satu. Seperti yang terjadi

pada Kiran dan Daarul. Kiran selain

berfungsi sebagai penerima, ia juga

sebagai subjek. Daarul juga berfungsi

sebagai pengirim dan pendukung; (2)

satu fungsi aktan dapat diisi lebih dari

satu tokoh. Dalam hal ini, jika melihat

pada skema aktansial yang ada maka

pengirim diisi dengan empat tokoh

dan pembantu diisi dengan delapan

tokoh; (3) peran dari fungsi aktansial

bisa diisi dengan bukan tokoh

Page 9: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 167

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

manusia. Fungsi tersebut bisa berupa

sesuatu yang abstrak. Pada tabel

tersebut, kekecewaan kiran dan

ambisi kiran adalah contoh dari aktan

yang bukan manusia; (4) dalam cerita

yang panjang dan kompleks, peran

pembantu pada sekuen sebelumnya

dapat diperankan oleh tokoh yang

berbeda pada sekuen selanjutnya.

1.2 Model Fungsional

Tabel 2. Model Fungsional A.J Greimas

(1983: 85)

I II III Situasi

Awal Transfor-

masi

Situasi Akhir

Tahap

Kecakapan Tahap Utama

Tahap Kegemilangan

a) Situasi Awal

Situasi awal ditandai dengan

munculnya keinginan untuk

mendapatkan sesuatu. Hal ini

diperkuat dengan adanya panggilan,

perintah, dan persetujuan (Karnanta,

2015). Dalam teks, situasi awal

ditandai dengan munculnya Dahiri

dalam diskusi keagamaan yang

dipimpin oleh Kiran di Kampus

Matahari Terbit. Pada diskusi panjang

tersebut, Dahiri menyodorkan ide

baru yang belum pernah didengar

oleh Kiran sebelumnya. Ide tersebut

adalah mendirikan Daulah Islamiyah

Indonesia. Di tengah gelombang

keimanan yang sedang pasang, ide

tersebut terdengar sangat menarik

bagi Kiran. Bahwa jika semuanya

berjalan di bawah hukum Islam, maka

hidup akan terasa damai. Dengan

kelancaran dan kefasihan Dahiri

menggiring argumennya, Kiran pun

setuju untuk bergabung dengan

jamaah tersebut demi mendirikan

hukum syariat di Indonesia.

“..... dan kami punya rencana besar

untuk mendirikan Daulah Islamiyah

Indonesia”. (Dahlan, 2016: 41)

b) Transformasi

Tahap Kecakapan ditandai

dengan keberangkatan subjek dan

munculnya penentang serta penolong

(Karnanta, 2015). Tahap ini

merupakan tahap awal dari

pencarian objek yang sebenarnya.

Dalam narasi yang ada pada teks,

tahap ini diindentifikasi dengan

sahnya Kiran sebagai anggota jamaah

yang berkewajiban untuk berdakwah

dengan konsekuensi bahwa dirinya

akan mendapatkan banyak

penolakan dari masyarakat. Dengan

gigihnya Kiran menyebarkan

ajarannya, sampai ketika penolakan

datang dari teman pondoknya, Kiran

memutuskan untuk pulang ke

Kampung dan menyebarkan

ajarannya pada keluarga dan teman-

temannya di kampung.

“Pikirku ini kesempatan emas. Kapan

lagi kalau bukan sekarang meng-

Islam-kan kembali kampung yang

sudah kafir ini”. (Dahlan, 2016: 73)

Tahap utama yaitu keberhasilan

subjek dalam mengatasi setiap

tantangannya dan melanjutkan

kembali perjalanannya (Karnanta,

Page 10: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 168

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

2015). Tahap ini dalam teks terlihat

ketika Kiran berhasil meyakinkan

keluarganya untuk bergabung masuk

jamaah. Selain itu, Kiran juga berhasil

merekrut beberapa kader lainnya

yang berasal dari kampungnya. Kiran

mengadakan pengajian di masjidnya

untuk kemudian menyebarkan ajaran

agamanya. Hasilnya beberapa

pemuda kampung berhasil diajaknya

untuk bergabung dengan jamaah.

Setelah itu, praktis pekerjaan Kiran

adalah pulang pergi Jogja-Wonosari

untuk kegiatan dakwah.

“Maka Tugasku kini adalah bolak-balik

Kota Yogya-Wonosari untuk mengurusi

prosesi pembaiatan”. (Dahlan, 2016:

79)

Tahap Kegemilangan, Karnanta

(2015) menjelaskan bahwa tahap ini

ditandai dengan munculnya

pahlawan asli. Kemunculan pahlawan

asli secara otomatis telah menggeser

predikat pahlawan yang disematkan

pada tahap sebelumnya. Eksisnya

pahlawan asli di sini juga bermakna

pembongkaran kepalsuan atas apa

yang dibawa oleh pahlawan

sebelumnya. Dalam teks, pahlawan

yang sebelumnya adalah Kiran. Akan

tetapi Kiran dengan ideologi Daulah

Islamiyah yang ingin mendirikan

hukum syariat di Indonesia. Kiran

yang demikian dipatahkan dengan

pahlawan asli yaitu Kiran yang

menghendaki kebebasan. Karena

pada akhirnya ide lama yang terpapar

dalam tahap kecakapan tidak

memiliki konsep yang kongkrit.

Sehingga tidak bisa diterima oleh

nalar. Setelah sadar Kiran sebagai

pahlawan asli mereduksi pemikiran

tersebut dengan mengkonsumsi ide

kebebasan.

Atas gagalnya ide palsu

tersebut, menurut Karnanta (2015),

akan muncul hukuman bagi

pahlawan palsu. Dalam hal ini, Kiran

menghukum dirinya yang dulu

dengan merubah cara pandangnya

tentang kehidupan dan memilih

untuk tidak lagi mempercayai Tuhan.

Bahkan sebagai hukuman atas

konsep agama yang dirasanya terlalu

absurd, Kiran memutuskan untuk

melawan Tuhan.

“Sungguh, aku sangat kecewa—tidak

hanya kecewa, tapi patah hati. Patah

hati pada kuasa Tuhan yang

mempermainkanku”. (Dahlan, 2016:

101)

c) Situasi Akhir

Situasi akhir menurut Karnanta

(2015) adalah pencapaian subjek atas

objek yang selama ini dicari. Objek

tersebut sudah diterima oleh

penerima. Cerita kemudian berakhir

seiring dengan berakhirnya pula

keinginan atas objek. Dalam narasi

teks di atas, maka situasi akhir ini

ditandai dengan Kiran yang berhasil

mencapai kebebasannya dengan

menjadi pelacur. Kiran juga berhasil

menghukum ide lamanya dengan

menyingkap topeng kepalsuan dari

para lelaki kasta tertinggi dalam

Page 11: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 169

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

masyarakat seperti ustadz, aktivis,

dosen, dan anggota DPR yang secara

bergantian dan dengan sadar

menikmati keindahan tubuh dari

seorang Nidah Kirani.

“Oh Tuhan, izinkan aku mencintaimu

dengan cara lain, menerima kehidupan

dengan sepenuh kejujuran”. (Dahlan,

2016: 261)

“.... akan terus mengganggu, menyobek-

nyobek, dan membakar topeng-topeng

kemunafikan hidupmu”. (Dahlan,

2016: 262)

1.3 Isotopi dan Empat Terma Homologi

Greimas (dalam Karnanta,

2015) mendefinisakan isotopi

sebagai wilayah makna yang terpapar

sepanjang cerita. Dengan kata lain,

isotopi adalah kumpulan dari

semantik yang memungkinkan

terjadinya pemabacaan secara

searah. Tema pada sebuah cerita

dapat dirumuskan melalui makna

yang terlihat dari kumpulan motif-

motif. Kumpulan motif tersebut

didapatkan dari bentukan isotopi

yang menyimpulkan sebuah tema.

Lebih lanjut, Greimas juga

menjelaskan bahwa isotopi tidak

lepas dari konsep empat semantik

yang disebut dengan Four Terms

Homology atau juga bisa disebut

dengan empat terma homologi.

Dalam struktur teks Tuhan

Izinkan Aku Menjadi Pelacur, terdapat

empat terma homologi yang terkait

dengan makna teks yang terkandung

dalam deep structure sebagai relasi

kontradiksi dan oposisional. Berikut

empat terma homologi yang ada

dalam teks.

1. Kritis : Apatis :: Tidak Kritis :

Tidak Apatis

2. Beriman : Skeptis :: Tidak

Beriman : Tidak Skeptis

3. Berani : Takut :: Tidak Berani :

Tidak Takut

4. Berjuang : Menyerah :: Tidak

Berjuang : Tidak Menyerah

5. Tunduk : Melawan :: Tidak

Tunduk : Tidak Melawan

6. Bertuhan : Ateis :: Tidak

bertuhan : Tidak Ateis

7. Kecewa : Bangga :: Tidak

Kecewa : Tidak Bangga

8. Mati : Hidup :: Tidak Mati : Tidak

Hidup

9. Terluka : Terobati :: Tidak

Terluka : Tidak Terobati

10. Tabu : Diterima :: Tidak Tabu ::

Tidak Diterima

11. Nafsu : Murni :: Tidak Nafsu ::

Tidak Murni

12. Munafik : Asli :: Tidak Munafik ::

Tidak Asli

13. Gelap : Terang :: Tidak Gelap :

Tidak Terang

14. Bebas : Terbebani :: Tidak

Bebas : Tidak Terbebani

15. Mencintai : Membenci :: Tidak

Mencintai : Tidak Membenci

Berdasarkan empat terma

homologi tersebut, maka dapat

diketahui bahwa surface structure

dari teks ini adalah eksistensi

perempuan. Kiran sebagai muslimah

Page 12: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 170

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

yang awalnya adalah aktivis gerakan

Daulah Islamiyah memiliki latar

belakang yang kritis. Sebagai

mahasiswa yang haus akan diskusi,

nalar dan logika adalah senjata utama

bagi Kiran untuk melahap topik-topik

pembahasan yang dinilainya

menarik. Rasa ingin tahu yang tinggi

tersebut yang kemudian membawa

Kiran tertarik dengan ide pendirian

Daulah Islamiyah Indonesia. Dengan

visi yang jelas yaitu untuk beragama

secara kaffah, ide menegakkan

hukum syariat di Indonesia

merupakan sebuah terobosan yang

menarik dan tentunya mulia di mata

agama.

Berayun dari kegigihannya

dalam berdakwah, maka nalar dan

logikanya pula yang membawa Kiran

terjun dalam sebuah ranah yang

disebut dengan kebebasan. Kiran

tidak bisa menerima ketika teori

tentang Daulah Islamiyah bertolak

belakang dengan praktiknya di

lapangan. Di mana ia melihat bahwa

agama yang dijadikan dasar

pergerakan sama sekali tidak

tercermin dari perilaku jamaahnya.

Ditambah lagi dengan jamaah yang

acuh atau tidak kritis dengan arah

perjuangan yang absurd dan tidak

jelas.

Berdasarkan fakta tersebut,

maka Kiran memilih jalan lain untuk

menunjukkan eksistensinya.

Berbekal dengan pengalaman yang ia

dapat selama menjadi aktivis jamaah,

ia kemudian membandingkannya

dengan praktek jamaahnya di

lapangan. Hasilnya adalah bahwa

kebanyakan mereka yang berada di

garis terdepan perjuangan agama,

nyatanya itu hanya slogan dan

topeng. Di balik itu semua, mereka

tidak lebih dari manusia yang

bermuka dua, atau dalam agama

disebut dengan munafik. Maka Kiran

dengan eksistensinya berusaha

membongkar semua kepatuhan

manusia pada Tuhan yang

tergambarkan melalui topeng norma,

susila, dan agama dengan jalan

melawan tabu Tuhan. Ia

menggunakan tubuhnya untuk

menguji dan menelanjangi manusia-

manusia yang mengaku beragama

dan bermoral. Kiran dengan bebas

melakukan semua yang ia inginkan.

Atas dasar kekecewaan pada Tuhan,

Kiran memutuskan untuk

menunjukkan eksistensinya untuk

melawan segala aturan Tuhan

dengan jalan pelacuran atas nama

perempuan yang terluka.

2. EKSISTENSI PELACUR

MUSLIMAH

Kierkegaard (dalam Armawi,

2011) mengatakan menunjukkan

keberadaan diri atau biasa disebut

dengan eksistensi adalah hal yang

penting bagi manusia. Eksistensi

pada dasarnya tidaklah bersifat

statis, ia bergerak dalam dinamika

perkembangan manusia sesuai

dengan keberadaan manusia itu

sendiri. Dengan demikian, dapat

Page 13: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 171

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

dikatakan bahwa eksistensi selalu

bergerak bebas menurut apa yang

diinginkan oleh manusia. Dalam

kehidupan, manusia kerap kali

dipertemukan pada sebuah pilihan,

memilih dalam konteks ini adalah

bagian dari eksistensi manusia.

Karena memilih lazimnya berangkat

dari kemauan diri sendiri, bukan dari

paksaan di luar diri manusia tersebut.

Dalam hal memilih, manusia tentu

membutuhkan sebuah keberanian,

karena ketika manusia berani untuk

memilih, maka pada saat yang

bersamaan manusia tersebut juga

siap bertanggung jawab atas

pilihannya.

Dalam penerapannya terhadap

fenomena yang terjadi pada Kiran

selaku tokoh utama dalam teks,

eksistensi kebebasan Kiran kiranya

sudah bisa dilihat melalui hasil

analisis isotopi yang menggunakan

empat terma homologi. Akan tetapi,

jika ditelaah lebih lanjut terkait

dengan fungsi dari relasi aktan,

penetang subjek dalam

pencapaiannya terhadap objek

adalah Tuhan. Yang menarik untuk

dibahas lebih lanjut adalah bahwa

Tuhan merupakan bentuk substitusi

dari agama yang erat dengan

kehidupan manusia. Tuhan selalu

dinarasikan sebagai zat yang absolut

dan tak pernah bisa disamakan

dengan manusia, kemudian dalam

teks “Tuhan Izinkan Aku Menjadi

Pelacur”, Tuhan bisa dilawan oleh

manusia itu sendiri. Hal tersebut yang

kemudian mendasari pemanfaatan

ide dari gagasan eksistensialisme

Kierkeegaard yang menempatkan

religiusitas pada tahap akhir dari tiga

tingkatan eksistensi manusia yaitu

estetis, etis, dan religius.

Warnoto (2010) menjelaskan

dalam skripsinya bahwa tingkat

estetis memiliki ciri yaitu pemenuhan

keinginan secara langsung dan

spontan. Hal ini kemudian terlihat

dalam teks bahwa penyerahan tubuh

pertama yang dilakukan Kiran pada

Daarul bersifat spontanitas untuk

melampiaskan kekecewaannya.

“Teruskan... teruskan... tuntaskan...,

batinku, biar sekalian saja”. (Dahlan,

2016: 124)

Sedangkan tingkat etis memiliki

ciri bahwa setiap tindakan yang

diambil berdasarkan dari sebuah

perhitungan yang matang. Sehingga

manusia sadar akan setiap keputusan

yang diambil dan mampu

bertanggung jawab atas hal tersebut.

Di dalam teks, tingkatan ini terlihat

ketika Kiran dengan sadarnya

memilih jalan pelacuran sebagai jalan

yang ditempuhnya untuk

menunjukkan eksistensinya pada

Tuhan.

“... aku dengan suka cita menjadi

pelacurmu. Pelacur yang menahlukkan

banyak sekali kaummu. Dan jangan

marah lelaki, bukankah gagasan

penahlukkan ini juga kalian yang

mengajarkannya?”. (Dahlan, 2016:

233)

Page 14: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 172

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

Tingkatan religius adalah

tingkatan akhir dalam

eksistensialisme Kierkegaard.

Tingkatan ini memiliki ciri bahwa

manusia memiliki komitmen pada

Tuhan. Warnoto (2010)

menambahkan bahwa tingkat ini juga

ditandai dengan pegakuan diri akan

Tuhan dan pengakuan diri sebagai

pendosa. Dari relasi aktan, terlihat

bahwa Tuhan adalah oposisi abadi

dari pencarian Kiran terhadap objek.

Dan keputusan untuk menjadi

pelacur dilakukannya secara sadar

tanpa memungkiri bahwa dirinya

adalah pendosa.

“Oh Tuhan, izinkan Aku Mencintaimu

dengan cara lain.... sayangi aku dalam

pekat anugerahMu. Aku tak punya apa-

apa selain hati yang selalu menunggu

sapaMu”. (Dahlan, 2016: 261)

Berdasarkan pemaparan teks

tersebut, dapat diidentifikasi bahwa

keputusannya menjadi pelacur

adalah bentuk cintannya pada Tuhan

dengan cara lain. Ia menginginkan

esensi agama dijalankan dengan jujur

tanpa ada topeng kemunafikan.

Karena baginya kemunafikan adalah

tanda bahwa manusia tersebut

tidaklah pantas untuk beragama. Dan

Kiran meminta izin kepada Tuhan

untuk menjadi pelacur, demi

menguak setiap topeng-topeng

kemunafikan tersebut. Begitulah cara

ia menunjukkan eksistensinya dalam

mencintai Tuhannya.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penemuan dan

pembahasan, penelitian ini bermuara

pada beberapa kesimpulan, yaitu (1)

Pendekatan Strukturalisme pada

karya sastra dapat dimanfaatkan

bukan hanya sebagai deskripsi saja,

akan tetapi juga untuk menarik

makna yang tersimpan pada struktur

teks sebelum melompat lebih jauh ke

arah konteks; (2) Sebagai seorang

pelacur, tokoh utama yaitu Kiran

mendapatkan kebebasan melalui

eksistensi yang ditunjukkannya. Akan

tetapi kebebasan tersebut terbatas

hanya pada sosok lahiriah saja. Sisi

batinnya tetap terpaku pada Tuhan.

hal ini disebabkan oleh lingkungan

Kiran yang sudah membentuknya

sebagai manusia bertuhan. Berger

(dalam Manuaba, 2008) mengatakan

bahwa agama adalah legitimasi

terkuat dalam sosial manusia. Oleh

karenanya, eksistensi Kiran tidak bisa

lepas dari Tuhan, dengan bagitu ia

mengakui bahwa menjadi pelacur

adalah cara dia mencinta Tuhan

dengan jalan lain; dan (3) Secara

kesuluruhan, novel ini mengandung

kritik sosial bagi masyarakat yang

menjalankan agama tanpa tau

esistensinya. Mereka bagaikan robot

yang bisa diarahkan kemanapun oleh

yang memiliki kekuasaan. Tak heran

dalam konteks sosial, agama kerap

digunakan sebagai kendaraan untuk

mendapatkan legitimasi demi

tercapainya maksud tertentu. Dengan

Page 15: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 173

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

kata lain, nalar kritis manusia adalah

senjata paling terpenting untuk

mendapatkan eksistensi diri. Karena

agama tidak lagi dimaknai secara

murni, akan tetapi kini menjadi

sebuah kendaraan politik.

Tema-tema agama sudah umum

menjadi latar belakang dari sebuah

novel. Akan tetapi, alangkah baiknya

jika agama tidak selalu dimaknai

secara normatif sebagai pegangan

manusia untuk menjalani hidup.

Dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan

yang membuka cendela pengetahuan

bahwa agama adalah nilai yang

murni. Kemurnian dari beragama

seharusnya dapat dijaga dengan baik

dari interferensi onkum-oknum yang

menggunakan agama sebagai topeng

belaka. Oleh karena itu, penelitian

tentang isu agama dalam karya sastra

bisa terus dilanjutkan dengan lebih

fokus kepada praktek-praktek

penyimpagan sosial yang menodai

nilai kemurnian dari agama tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, M. M. (2016). Tuhan Izinkan

Aku Menjadi Pelacur. Yogyakarta:

ScriPtaManent.

Endaswara, S. (2008). Metodologi

Penelitian Sastra. Yogyakarta:

MedPress.

Farouq, E. N. S. (2004). Perlawanan

Perempuan Pada Tradisi Kultural

Agama Dalam Novel Tuhan,

Izinkan Aku Menjadi Pelacur!

Memoar Luka Seorang Muslimah

Karya Muhidin M Dahlan.

(Thesis), Universitas Airlangga.

Greimas, A. J. (1983). Structural

Semantics: An Attempt at a

Method. Diterjemahkan oleh

Ronald Schleifer. London:

University of Nebraska Press.

Karnanta, K. Y. (2015). Perempuan

Yang Mengundang Maut: Analisa

Struktur Naratif A. J. Greimas

Pada Film Air Terjun Pengantin.

Parafrase, 15(1), 17-25. Tersedia

di http://jurnal.untag-

sby.ac.id/index.php/parafrase/ar

ticle/view/434

Karnanta, K. Y. (2015). Struktural

(dan) Semantik: Teropong

Strukturalisme dan Aplikasi

Teori Naratif A.J. Greimas.

Atavisme, 18(2), 171-181.

Manuaba, I. B. P. (2008). Memahami

Teori Konstruksi Sosial.

Masyarakat, Kebudayaan dan

Politik, 21(3), 221-230.

Moleong, L. J. (2016). Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

Rosda.

Mustika. (2014). Eksistensi Pelacur

Dalam Novel Tuhan, Izinkan Aku

Menjadi Pelacur! Karya Muhidin

M. Dahlan. (Master’s thesis),

Universitas Gajah Mada

Rimang, S.M. (2011). Kajian Sastra

Teori dan Praktik. Yogyakarta:

Aura Pustaka.

Romlah, S. (2016). Representasi

Perempuan Pekerja Seks Dalam

Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi

Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan

Page 16: EKSISTENSI PELACUR MUSLIMAH DALAM NOVEL TUHAN …

Eksistensi Pelacur Muslimah – Gilang Nur Alfi Jauhari, Universitas Airlangga 174

Diglosia: Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia

Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Majalengka Vol. 4, No. 2, Agustus 2020

Kajian: Feminisme Multikultural.

(Thesis), Universitas Jember.

Warnoto. (2010). Diri yang Otentik:

Konsep Filsafat Eksistensialis

Soren Kierkegaard. (Thesis),

Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Yunus, F.M. (2011). Kebabasan dalam

Eksistensialisme Jean Paul

Sartre. Al-Ulum, 11(2), 267-282.

Tersedia di

http://journal.iaingorontalo.ac.id

/index.php/au/article/view/75