18
LAPORAN EKSPERIMEN MENENTUKAN VOLUME MATA UANG LOGAM Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Eksperimen Fisika Dasar 1 Disusun Oleh : Nina Agustina ( 1206351) Pendidikan Fisika A 2012 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 1

EKSPERIMEN SEDERHANA pengukuran

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengukuran secara berulang

Citation preview

LAPORAN EKSPERIMEN

MENENTUKAN VOLUME MATA UANG LOGAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Eksperimen Fisika Dasar 1

Disusun Oleh :

Nina Agustina ( 1206351)

Pendidikan Fisika A 2012

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2013

EKSPERIMEN SEDERHANA

MENENTUKAN VOLUME MATA UANG LOGAM

A. Tujuan Eksperimen

Menghitung volume mata uang logam dengan menggunakan jangka sorong.

B. Dasar Teori

Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengkaitkan suatu bilangan pada suatu sifat fisis dengan membandingkannya dengan suatu besaran standar yang telah diterima sebagai suatusatuan. Sebelum mengukur sesuatu, pertama-tama kita harus memiliki suatu satuan bagi masing-masing besaran yang akan di ukur.

Besaran dalam fisika diartikan sebagai sesuatu yang dapat diukur, serta memiliki nilai besaran (besar) dan satuan. Sedangkan satuan adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran. Satuan Internasional (SI) merupakan satuan hasil konferensi para ilmuwan di Paris, yang membahas tentang berat dan ukuran. Berdasarkan satuannya besaran dibedakan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan.

Besaran pokok adalah besaran yang digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran yang lain. Satuan besaran pokok disebut satuan pokok dan telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan para ilmuwan. Besaran pokok bersifat bebas, artinya tidak bergantung pada besaran pokok yang lain. Yang termasuk besaran pokok diantaranya adalah panjang (meter), massa (kilogram), waktu (sekon), suhu (kelvin), kuat arus (ampere), intensitas cahaya (kandela), dan jumlah zat (mole).

Besaran turunan adalah besaran yang dapat diturunkan dari besaran pokok. Satuan besaran turunan disebut satuan turunan dan diperoleh dengan mengabungkan beberapa satuan besaran pokok. Contoh yang termasuk besaran turunan, misalnya kecepatan (ms-1), luas (m2), gaya (kgm-2), dan masih banyak lagi.

Setelah mengetahui tentang besaran-besaran dan satuan, kini kita bisa melakukan suatu pengukuran. Mengukur yaitu proses membandingkan suatu besaran yang diukur dengan besaran tertentu yang telah diketahui atau ditetapkan sebagai acuan. Pada pengukuran yang berbeda kita mungkin membutuhkan alat/instrumen yang berbeda pula. Misalnya, saat mengukur panjang jalan kita menggunakan meteran, tetapi saat menimbang berat badan kita menggunakan neraca. Instrumen atau alat ukur yang akan dibahas pada kesempatan ini adalah alat ukur panjang.

Penggaris/mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup merupakan contoh alat ukur panjang. Setiap alat ukur memiliki ketelitian yang berbeda, sehingga kita harus bisa memilih alat ukur yang tepat untuk sebuah pengukuran. Pemilihan alat ukur yang kurang tepat akan menyebabkan kesalahan pada hasil pengukuran. Pada eksperimen kali ini, kita akan menghitung volume mata uang logam dengan terlebih dahulu mengukur diameter dan ketebalan dari uang logam tersebut. Oleh sebab itu kita membutuhkan jangka sorong untuk mengukurnya. Karena jangka sorong adalah alat yang tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman tabung/benda, dan panjang benda sampai nilai 10 cm.

Jangka sorong terdiri atas dua bagian, yaitu rahang tetap dan rahang geser. Skala panjang yang terdapat pada rahang tetap merupakan skala utama, sedangkan skala pendek yang terdapat pada rahang geser merupakan skala nonius atau vernier. Nama vernier diambilkan dari nama penemu jangka sorong, yaitu Pierre Vernier, seorang ahli teknik berkebangsaan Prancis. Adapun contoh gambar untuk jangka sorong :

Skala utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala nonius pada jangka sorong biasanya memiliki panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala, sehingga beda satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Tetapi tidak semua jangka sorong memiliki skala terkecil sebesar 0,1 mm. Artinya skala terkecil yang dimiliki oleh jangka sorong ini dapat berbeda antara jangka sorong yang satu dengan yang lainnya. Dan biasanya skala terkecil tersebut dicantumkan pada bagian ujung skala utama. Pada eksperimen ini, jangka sorong yang digunakan adalah jangka sorong yang memilki skala terkecil sebesar 0,05 mm atau 0,005 cm.

Saat melakukan pengukuran mengunakan alat, tidaklah mungkin kita mendapatkan nilai yang pasti benar (xo), melainkan selalu terdapat ketidakpastian. Secara umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran ada tiga, yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.

(x = ( x))Adanya banyak faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam suatu pengukuran, menjadikan kita tidak mungkin mendapatkan hasil pengukuran yang tepat benar. Oleh karena itu, kita harus menuliskan ketidakpastiannya setiap kali melaporkan hasil dari suatu pengukuran. Untuk menyatakan hasil ketidakpastian suatu pengukuran dapat menggunakan cara penulisan :dengan x merupakan nilai pendekatan hasil pengukuran terhadap nilai benar, merupakan nilai hasil pengukuran, dan x merupakan ketidakpastiannya (angka taksiran ketidakpastian).

Pengukuran tunggal merupakan pengukuran yang hanya dilakukan sekali saja. Pada pengukuran tunggal, nilai yang dijadikan pengganti nilai benar adalah hasil pengukuran itu sendiri. Sedangkan ketidakpastiannya diperoleh dari setengah nilai skala terkecil instrumen yang digunakan.

Pada pengukuran berulang akan didapatkan hasil pengukuran sebanyak N kali. Berdasarkan analisis statistik, nilai terbaik untuk menggantikan nilai benar x0 adalah nilai rata-rata dari data yang diperoleh ( ). Sedangkan untuk nilai ketidakpastiannya ( x ) dapat digantikan oleh nilai simpangan baku nilai rata-rata sampel.

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Keterangan:

: hasil pengukuran yang mendekati nilai benar

x : ketidakpastian pengukuran

N : banyaknya pengkuran yang dilakukan

Pada pengukuran tunggal nilai ketidakpastiannya ( x ) disebut ketidakpastian mutlak. Semakin kecil ketidakpastian mutlak yang dicapai pada pengukuran tunggal, maka hasil pengukurannya pun semakin mendekati kebenaran.

Nilai ketidakpastian tersebut juga menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada laporan hasil pengukuran. Cara menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada pengukuran berulang adalah dengan mencari ketidakpastian relatif pengukuran berulang tersebut. Ketidakpastian relatif dapat ditentukan dengan membagi ketidakpastian pengukuran dengan nilai rata-rata pengukuran. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

(Ketidakpastian relatif = )

Setelah mengetahui ketidakpastian relatifnya, kita dapat menggunakan aturan yang telah disepakati para ilmuwan untuk mencari banyaknya angka yang boleh disertakan dalam laporan hasil pengukuran berulang. Aturan banyaknya angka yang dapat dilaporkan dalam pengukuran berulang adalah sebagai berikut :

ketidakpastian relatif 10% berhak atas dua angka

ketidakpastian relatif 1% berhak atas tiga angka

ketidakpastian relatif 0,1% berhak atas empat angka

C. Alat dan Bahan

1) Uang logam Rp.500,00

2) Jangka Sorong

3) Alat Tulis

D. Prosedur Kerja

1) Menyiapkan alat dan bahan serta alat tulis.

2) Mengukur diameter uang logam dengan menggunakan jangka sorong.

3) Mengukur ketebalan uang logam dengan menggunakan jangka sorong.

4) Mengukur ketebalan dan diameter uang logam secara berulang pada bagian yang berbeda-beda untuk pengukuran berulang.

5) Mencatat hasil pengukuran sebagai data hasil pengamatan.

E. Data Hasil Pengamatan

a. Pengukuran Tunggal

Diameter (d) = 2,71 cm

Ketebalan (h) = 0,22 cm

Skala terkecil jangka sorong = 0,05 mm = 0,005 cm

b. Pengukuran Tunggal dan Berulang

Skala terkecil jangka sorong = 0,05 mm = 0,005 cm

Pengukuran tunggal ketebalan (h) = 0,22 cm

Pengukuran berulang diameter (d)

No.

d (cm)

1.

2,71

2.

2,715

3.

2,71

4.

2,71

5.

2,71

6.

2,71

7.

2,715

8.

2,71

9.

2,71

10.

2,71

c. Pengukuran Diameter dan Ketebalan Secara Berulang

No.

d (cm)

h (cm)

1.

2,71

0,22

2.

2,715

0,23

3.

2,71

0,22

4.

2,71

0,225

5.

2,71

0,225

6.

2,71

0,23

7.

2,715

0,23

8.

2,71

0,24

9.

2,71

0,225

10.

2,71

0,23

F. Pengolahan Data

a. Pengukuran Tunggal

Diameter (d) = 2,71 cm

Ketebalan (h) = 0,22 cm

Skala terkecil jangka sorong = 0,05 mm = 0,005 cm

Menghitung ketidakpastian Volume

d = d = (2,710,0025) cm

h = h = (0,220,0025) cm

V= d2h

= d2h

= (3,14)(2,71 cm)2(0,22 cm)

= 1,268 cm3

=d h + h d

= +

= (0,0025) + (0,0025)

= 0,0144 + (2,34x10-3)

= 0,01634 cm3

V=

= (1,268

= (1,27

b. Pengukuran Tunggal dan Berulang

Skala terkecil jangka sorong = 0,05 mm = 0,005 cm

Pengukuran tunggal ketebalan (h) = 0,22 cm

h = h = (0,220,0025) cm

Pengukuran berulang diameter (d)

No.

di(cm)

(cm)

(cm2)

1.

2,71

10-3

10-6

2.

2,715

4x10-3

1,6x10-5

3.

2,71

10-3

10-6

4.

2,71

10-3

10-6

5.

2,71

10-3

10-6

6.

2,71

10-3

10-6

7.

2,715

4x10-3

1,6x10-5

8.

2,71

10-3

10-6

9.

2,71

10-3

10-6

10.

2,71

10-3

10-6

27,11

-

4x10-5

=

=

= 2,711 cm

Sd=

=

= 2,108x10-3 cm

d= 3Sd

= 3 (2,108x10-3 cm)

= 6,324x10-30,006 cm

d= (2,7110,006) cm

h=

= (0,220,0025) cm

= d2h

= (3,14)(2,711 cm)2(0,22 cm)

= 1,269 cm3

=d h + h d

= +

= (0,0025) + (0,006)

= (14,4x10-3) + (5,62x10-3)

= 20,02x10-3 cm3

= 2x10-2 cm3

V=

= (1,27

c. Pengukuran Berulang

1) Diameter uang logam

No.

di(cm)

(cm)

(cm2)

1.

2,71

10-3

10-6

2.

2,715

4x10-3

1,6x10-5

3.

2,71

10-3

10-6

4.

2,71

10-3

10-6

5.

2,71

10-3

10-6

6.

2,71

10-3

10-6

7.

2,715

4x10-3

1,6x10-5

8.

2,71

10-3

10-6

9.

2,71

10-3

10-6

10.

2,71

10-3

10-6

27,11

-

4x10-5

=

=

= 2,711 cm

Sd=

=

= 2,108x10-3 cm

2) Ketebalan uang logam

No.

hi(cm)

(cm)

(cm2)

1.

0,22

7,5x10-3

5,625x10-5

2.

0,23

2,5x10-3

6,25x10-6

3.

0,22

7,5x10-3

5,625x10-5

4.

0,225

2,5x10-3

6,25x10-6

5.

0,225

2,5x10-3

6,25x10-6

6.

0,23

2,5x10-3

6,25x10-6

7.

0,23

2,5x10-3

6,25x10-6

8.

0,24

0,0125

1,5625x10-4

9.

0,225

2,5x10-3

6,25x10-6

10.

0,23

2,5x10-3

6,25x10-6

2,275

-

3,125x10-4

=

=

= 0,2275 cm

Sh=

=

= 5,89x10-3 cm

= d2h

= (3,14)(2,711 cm)2(0,2275 cm)

= 1,3125 cm3

Sv =

=

= 3,4x10-2cm3

V=

= (1,310,03)cm3

G. Analisis Data

Uang logam memiliki ukuran kecil sehingga dapat diukur dengan menggunakan jangka sorong. Karena jangka sorong ini hanya dapat digunakan untuk mengukur benda yang memiliki panjang kurang dari sama dengan 10 cm. Untuk dapat menghitung volume dari mata uang logam tersebut, terlebih dahulu kita menghitung diameter serta ketebalannya. Pengukuran ini dapat kita lakukan baik secara tunggal maupun secara pengukuran berulang.

Berdasarkan hasil perhitungan, uang logam Rp.500,00 memiliki volume sebesar 1,270,02cm3, dimana nilai 1,27 adalah nilai yang bisa dianggap sebagai hasil ukur, sedangkan 0,02 merupakan angka ketidakpastiannya, dan semakin kecil angka ketidakpastiannya maka itu menunjukan semakin dekat pada kebenaran. Namun hasil perhitungan yang melalui pengamatan secara berulang-berulang memiliki hasil yang berbeda, yaitu didapat bahwa mata uang logam tersebut memiliki volume sebesar 1,310,03cm3. Terlihat bahwa besar volume yang berhasil didapatkan dengan melalui cara pengukuran tunggal dan tunggal, tunggal dan berulang, serta berulang dan berulang masih terdapat perbedaan. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan, artinya besar volume yang telah dihitung dengan cara yang berbeda-beda hanya memiliki perbedaan dengan nilai yang sangat kecil.

Seperti yang telah disebutkan pada dasar teori sebelumnya, bahwa saat melakukan pengukuran mengunakan alat, tidaklah mungkin kita mendapatkan nilai yang pasti benar, melainkan selalu terdapat ketidakpastian. Secara umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran dapat terjadi karena tiga hal, yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.

Kesalahan umum adalah kesalahan yang disebabkan karena keterbatasan pada pengamat saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan membaca skala kecil, dan kekurangterampilan dalam menyusun dan memakai alat, terutama untuk alat yang melibatkan banyak komponen. Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat. Misalnya, kesalahan kalibrasi ataupun kesalahan paralaks yang dilakukan oleh pengamat. Sedangkan Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya fluktuasi-fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran.

Oleh karena banyaknya kesalahan yang mungkin terjadi ketika melakukan pengukuran, maka nilai yang dihasilkan dari pengukuran harus dinyatakan dengan mencantumkan pula nilai ketidakpastiannya seperti yang tertera pada pengolahan data pengamatan.

Salah satu upaya untuk memperkecil kesalahan, dalam percobaan ini pengukuran dilakukan denganbeberapa orang yang berbeda dan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Selain itu untuk memperkecil kesalahan yang mungkin terjadi, kita harus melakukan pengamatan dengan lebih berhati-hati serta meningkatkan konsentari dalam bekerja agar menghasilkan data yang optimal dan akurat.

H. Kesimpulan

Darihasil percobaan dapat disimpulkan bahwa melalui pengukuran ketebalan serta diameter secara tunggal dan pengukuran ketebalan secara tunggal serta diameter secara berulang, uang logam Rp.500,00 memiliki volume sebesar 1,270,02 cm3. Sedangkan melalui pengukuran diameter dan ketebalan secara berulang ditemukan bahwa uang logam tersebut memiliki volume sebesar 1,310,03 cm3.

Daftar Pustaka

Nurachmandani, Setya. (2009). Fisika 1. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Suparno, Tri. (2009). Fisika. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

LAMPIRAN

Bukti perhitungan menggunakan excel

1