33
TEORI RALAT 1. PENDAHULUAN Fisika mempelajari tentang fenomena-fenomema alam secara kualitatif dan kuantitaif; karenanya masalah pengukuran terhadap besaran fisis mempunyai arti penting. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan besaran fisis sejenis yang dapat dianggap sebagai tolok ukurnya (besaran standar). Oleh sebab itu tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui harga/nilai antara besaran yang diukur dengan besaran yang dianggap tolok ukurnya. Dalam kenyataannya nilai pembanding yang sesungguhnya tidak pernah diketahui sehingga hasil pengukuran yang benar tidak pernah diketahui. Setiap kali melakukan pengukuran yang diulang-ulang denganteliti, hasilnya hampir selalu berbeda meskipun selisihnya sangat kecil. Karenanya dalam proses pengukuran selalu terdapat kesalahan atau ralat (”error”). Usaha yang harus dilakukan dalam setiap pengukuran adalah memperoleh kesalahan tersebut sekecil mungkin. 2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA RALAT Secara garis besar faktor-faktor penyebab timbulnya kesalahan atau ralat dikelompokan menajdi 3 macam, yaitu : - Ralat sistematis - Ralat kebetulan dan - Ralat kekeliruan tindakan 2.1 Ralat Sistematik Ralat kelompok ini bersifat tetap adanya dan disebabkan oleh faktor-faktor : a. Alat, misalnya kalibrasi alat; harga skala, kondisi alat yang berubah, pengaruh alat terhadap besaran yang diukur. b. Pengamat, karena ketidakcermatan pengamat dalam membaca

elektromekanik2016sttnbatan.files.wordpress.com · Web viewSetiap kali melakukan pengukuran yang diulang-ulang denganteliti, hasilnya hampir selalu berbeda meskipun selisihnya sangat

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TEORI RALAT

1. PENDAHULUAN

Fisika mempelajari tentang fenomena-fenomema alam secara kualitatif dan kuantitaif; karenanya masalah pengukuran terhadap besaran fisis mempunyai arti penting. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan besaran fisis sejenis yang dapat dianggap sebagai tolok ukurnya (besaran standar). Oleh sebab itu tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui harga/nilai antara besaran yang diukur dengan besaran yang dianggap tolok ukurnya. Dalam kenyataannya nilai pembanding yang sesungguhnya tidak pernah diketahui sehingga hasil pengukuran yang benar tidak pernah diketahui.

Setiap kali melakukan pengukuran yang diulang-ulang denganteliti, hasilnya hampir selalu berbeda meskipun selisihnya sangat kecil. Karenanya dalam proses pengukuran selalu terdapat kesalahan atau ralat (”error”). Usaha yang harus dilakukan dalam setiap pengukuran adalah memperoleh kesalahan tersebut sekecil mungkin.

2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA RALAT

Secara garis besar faktor-faktor penyebab timbulnya kesalahan atau ralat dikelompokan menajdi 3 macam, yaitu :

· Ralat sistematis

· Ralat kebetulan dan

· Ralat kekeliruan tindakan

2.1 Ralat Sistematik

Ralat kelompok ini bersifat tetap adanya dan disebabkan oleh faktor-faktor :

a. Alat, misalnya kalibrasi alat; harga skala, kondisi alat yang berubah, pengaruh alat terhadap besaran yang diukur.

b. Pengamat, karena ketidakcermatan pengamat dalam membaca

c. Kondisi fisis pengamatan, misalnya karena kondisi fisis pada saat pengamatan tidak sama dengan kondisi fisis peneraan alat akan mempengaruhi penunjukan alat

d. Metoda pengamatan, ketidaktepatan pemilihan metode akan mempengaruhi hasil pengamatan, misal sering terjadi kebocoran besaran fisis seperti panas, cahaya dan sebagainya.

2.2. Ralat Kebetulan

Dalam pengamatan yang berulang-ulang untuk suatu besaran fisis yang dianggap tetap ternyata memberikan hasil yang umumnya berbeda-beda.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada pengamatan berulang ini disebut ralat kebetulan, faktor-faktor penyebabnya adalah :

a. salah menaksir, misalnya penaksiran terhadap harga skala terkecil, bagi seorang pengamat berbeda dari waktu ke waktu.

b. Kondisi fisis yang berubah (berfluktuasi), misalnya karena temperatur, atau tegangan listrik ruang yang tidak stabil.

c. Gangguan, misalnya adanya medan magnet yang kuat dapat mempengaruhi penunjukan meter-meter listrik

d. Definisi, misalnya karena penampang pipa tidak bulat betul maka penentuan diameternya menimbulkan kesalahan

2.3. Ralat Kekeliruan tindakan

Kekeliruan tindakan bagi pengamat dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu :

a. Salah berbuat, misalnya salah baca, salah pengaturan situasi/kondisi, salah menghitung (misalnya ayuanan 10 kali hanya terhitung 9 kali).

b. Salah hitung terutama terjadi pada hitungan pembulatan.

3. PERHITUNGAN RALAT

Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa adanya kesalahan dalam pengukuran tidak dapat dihindari, usaha yang dilakukan hanya memperkcil kesalahan tersebut sampai sekecil-kecilnya.

Khusus dalam hal pengamatan pada praktikum Fisika Dasar, peralatan, situasi kondisi yang ada harus diterima apa adanya, dalam arti praktikan tidak dapat memanipulir ralat sistematik secara baik. Praktikan harus berusaha bekerja sebaik-baiknya untuk menghindari atau mengurangi adanya ralat kekeliruan tindakan dan sekaligus mengurangi ralatsistematik, maka yang dihadapi kemudian adalah ralat kebetulan.

Setiap pengukuran akan mempunyai ralat kebetulan, oleh sebab itu untuk memperkecil ralat ini haruslah diadakan pengukuran berulang, makin banyak makin baik. Namun demikian tidak semua pengamatan dapat diulangi, sehingga praktikan hanya dapat melakukan poengamatan sekali saja, dalam hal ini kesalahan terjadi terutama penaksiran skala. Karenanya, ralatnya adalah ralat penaksiran yang diperhitungkan 0,1 skala terkecil. Ralat kebetulan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu ralat dari hasil pengamatan langsung dan ralat hasil perhitungan. Kedua macam ralat tersebut dapat diperhitungkan dan didefinisikan sebagai berikut:

3.1.Ralat Pengamatan

Seperti telah diuraikan diatas, jika pengamatan/pengukuran dilakukan berkali-kali pada besaran yang diukur secara langsung, hasilnya berbeda-beda, misalnya hasil pengamatan/pengukuran yang dilakukan sebanyak k kali dengan hasil tiap kali xi : x1 ; x2 ; x3 . . . . . . . . . xk, dimana xi yang besarnya x1 ; x2 ; x3 . . . . . . . . . xk, dinamakan nilai terukur yang merupakan nilai atau harga yang mungkin. Nilai terbaik dari nilai-nilai terukur adalah nilai rata-ratanya yang juga merupakan nilai yang paling mungkin, jadi nilai terbaiknya yaitu :

. . . . . . .1

Selisih atau penyimpangan antara nilai terukur dengan nilai rata-rata disebut deviasi dengan lambang jadi :

2

Deviasi seperti yang dituliskan pada persamaan (2), merupakan penyimpangan terhadap nilai terbaik dari nilai terukur yang bersangkutan (xi). Untuk menentukan nilai pengamatan yang mungkin, ditentukan nilai terbaik dengan penyimpangan yang disebut ”deviasi standard”. Deviasi standard ini didefinisikan sebagai akar rata-rata kuadrat deviasinya, dan untuk pengamatan di lab. Fisika Dasar umumnya besaran terukur tunggal digunakan rumus :

Standard deviasi = 3

Sedangkan deviasi standard relatifnya dapat ditulis :

atau 4

Dengan demikian maka harga atau nilai suatu pengukuran/pengamatan dapat ditulis besaran-besaran x yang benar adalah , jadi

. . . . . . . . .5

Dalam menyatakan nilai suatu pengukuran, seringkali dinyatakan dengan kesaksamaan atau kecermatan, yaitu 1 – sxr atau 100% - sxr %. Kesaksamaan atau kecermatan dapat dianggap sebagai jaminan akan kebenaran hasil pengamatan.

Contoh :

Suatu batang logam diukur berulang kali dengan hasil sebagai berikut :

Pengukuran ke

Data Pengamatan

Pengukuran ke

Data Pengamatan

1

47,51 cm

6

47,49 cm

2

47,49 cm

7

47,48 cm

3

47,48 cm

8

47,46 cm

4

47,50 cm

9

47,53 cm

5

47,47 cm

10

47,49 cm

Dengan menggunakan rumus 1 dan 3 diperoleh hasil :

Catatan : untuk perhitungan mencari harga rata-rata dan simpangan/deviasi standar seperti diatas banyak kalkulator sudah menyedia fasilitas tersebut.

Dari perhitungan diatas maka nilai x adalah :

Dengan kesaksamaan:

3.1.Ralat Perambatan

Merupakan ralat perhitungan darimsuatu besaran yang besaran tersebut tidak dapat diamati secara langsung tetapi lewat besaran alain yang terukur langsung. Misalnya perhitungan volume balok dengan alat ukur panjang(pengagris). Besaran panjang (p); lebar (l) dan tinggi merupakan besaran yang terukur langsung. Sedangkan besaran volume (V) dihitung berdasarkan rumus :

Ralat volume (V) dihiutng dengan menggunakan rumus perambatan ralat sebagai berikut :

Misal hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut :

Diperoleh hasil perhitungan :

Penyajian hasil perhitungan volume balok adalah :

TARA KALOR LISTRIK

I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperagakan adanya hubungan tenaga listrik dengan kalor dan menentukan angka kesetaraan Joule dengan kalori.

II. ALAT

1. Kalorimeter dan Thermometer

2. Voltmeter AC dan Amperemeter AC

3. Variac

4. Tahanan geser dan saklar pemutus

III. TEORI

Dua bentuk tenaga diantara tenaga-tenaga yang lain, yang dibicarakan disini adalah tenaga listrik dan tenaga panas. Tenaga dari bentuk yang satu dapat berubah menjadi bentuk yang lain. Contoh: peristiwa gesekan menyebabkan tenaga mekanik berubah menjadi tenaga panas. Kesetaraan panas-mekanis pertama kali diukur oleh Joule dengan mengambil tenaga mekanik dari beban yang jatuh untuk mengaduk air dalam kalorimeter sehingga air menjadi panas. Hal serupa juga dapat dilakukan pada tenaga listrik. Tenaga listrik dapat diubah menjadi tenaga panas melalui suatu kawat tahanan yang tercelup dalam air yang berada di dalam kalorimeter. Tenaga listrik yang hilang dalam kawat tahanan besarnya :

W = Vit1)

V= beda potensial antara ujung-ujung kawat

i= kuat arus

t= lama arus mengalir.

Tenaga listrik sebesar Vit ini merupakan tenaga mekanik yang hilang dari elektron-elektron yang bergerak dari ujung kawat berpotensial rendah ke ujung berpotensial tinggi. Tenaga ini berubah menjadi panas. Tenaga panas yang timbul dapat dihitung dengan mengukur massa benda, kenaikan suhu benda dan panas jenis benda yang mengalamai kenaikan suhu akibat arus listrik. Secara matematis dinyatakan :

Q = m . c . ΔT 2)

Panas yang keluar dari kalorimeter dapat sangat berkurang dan dianggap tak ada jika selisih antara suhu akhir dan suhu kamar sama dengan selisih antara suhu awal dan suhu kamar. Gambar 1 menunjukkan susunan alat percobaan.

(VvariacA)

Gambar 1. Susunan alat

IV. LANGKAH PERCOBAAN

1. Kalorimeter kosong (bejana dalam) ditimbang. Kemudian diisi air sampai kira-kira kawat pemanasnya tercelup dan ditimbang. Massa air adalah selisih hasil penimbangan.

2. Suhu kamar (To) dibaca dan dicatat. Kalorimeter didinginkan dalam termos es sampai beberapa derajad dibawah suhu kamar, catat suhu awal (Tm). Beda suhu = To-Tm. Maka suhu akhir Ta = To + beda suhu.

3. Alat disusun seperti gambar 1.

4. Tutup saklar, amati termometer sampai dicapai suhu akhir. Ukur waktu arus mulai saklar ditutup sampai dibuka kembali.

5. Catat data-data yang diperlukan.

6. Ulangi percobaan di atas untuk massa air yang berbeda. Ulangi sampai 5 kali.

V. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z, ”Petunjuk Praktikum Fisika Dasar” STTN-BATAN

Kelembaban Udara

I. Alat-alat yang diperlukan:

1. Hygrometer putar

2. Higrometer titik embun

3. Tabel-tabel.

II. Tujuan Percobaan :

1. Memahami asas kerja hygrometer

2. Menggunakan hygrometer untuk menentukan kelembaban udara suatu ruang.

III. Teori

Banyaknya uap air diudara, memberikan ukuran kelembaban udara. Kalau tekanan uap air didalam udara mencapai meksimum maka mulailah terjadi pengembunan. Misalnya uadar mengandung uap air yang memberikan tekanan partial sebesar 17,55 mmHg, temperature udara 30 0C. Tekanan maksimum pada 30 0C adalah 31,86 mmHg. Jadi tekanan partial oleh uap air masih dibawah tekanan maksimum pada keadaan ini tidak terjadi pengembunan. Kalau temperature turun sampai 20 0C , maka muli terjadi pengembunan karena tekanan maksimum uap air pada 20 0C adalah 17,55mmHg. Temperatur dimana mulai terjadi pengembunan disebut titik embun. Kalau temperature udara terus turun, terjadilah awan dan hujan sehingga mengurangi jumlah molekul uap air diudara sedemikian rupa sehingga tekanan uapair dalam udara tidak melebihi tekanan maksimum, misalnya kalau temperature turun sampai 18 0C, dengan terjadinya pengembunandan hujan tekanan udara tidak akan melebihi 15,49 mmHg karena tekanan maksimum uap air pada 18 0C adalah 15,49 mmHg.

Kelembaban mutlak :

adalah masa uap air dalam udara persatuan volume

Kelembaban relatif :

perbandingan antara massa uap air persatuan volume dalam udara dengan massa uap air persatuan volume kalau tekanannya sama dengan tekanan maksimum uap air pada temperature udara.

IV. Tata Laksana Percobaan

1. Dengan Sling hygrometer yakni dua buah thermometer yang satu ujungnya dibasahi dengan kapas sedangkan yang lain kering yang diletakkan pada sebuah batang dan diputar dengan cepat.. Efek ini sama dengan meletakkan kedua thermometer itu ditempat yanganginnya bertiup dengan kencang. Akan terlihat bahwa thermometer yang basah akan menunjukkan temperature yang lebih rendah dari pada yang kering. Ini disebabkan karena disekeliling ujung thermometer basah ada uap air jenuh sedang disekitarnya tekanan uap airnya jauh lebih kecil, jadi molekul-molekul didekat ujung lebih rapat daripada yang jauh dari ujung tersebut. Akibatnya terjadi difusi yakni molekul-molekul uap air didekat ujung bergerak keluar menjauhi ujung yakni dari tempat yang rapat ketempat yang kurang rapat.

Tetapi karena ujung itu selalu basah, jadi pada keadaan setimbang permukaannya harus ada uap air kenyang, maka terjadilah penguapan terus menerus pada permukaan tersebut.

Karena untuk dibutuhkan panas, maka pada keadaan setimbang temperature ujung harus lebih rendah daripada sekitarnya agar terjadi penghantaran panas dari sekitarnya menuju ujung ini. Berdasarkan jalan pikiran ini Clerk Maxwell memperhitungkan masa uap air yang diuapkan perdetik yang mana tergantung pada perbedaan antara tekanan uap pada permukaan dengan tekanan uap disekitarnya tergantung pula konstanta diffuse. Kemudian diperhitungkan pula panas perdetik yang diterima oleh ujung dari sekitarnya secara penghantaran dan pemancaran. Besarnay panas tergantung daya hantar dan daya pancar udara dan perbedaan antara temperature dipermukaan ujung dengan temperatur disekitarnya.

Jumlah panas ini harus sama dengan panas yang diperlukan untuk penguapan. Dari hal tersebut dapat diturunkan persammaan :

dengan : p=tekanan uap air dalam udara

pm=tekananuap air maksimum pada temperature udara

B=barometer

t =temperature yang ditunjukkan oleh temperature kering

tb=temperature yang ditunjukkan oleh temperature basah

Dari hasil pengamatan t; tb; B dan pembacaan pada table untuk pm serta masa jenis uap air dapat dihitung :

a). Kelembaban relatif

b). Titik embun

c). Kelembaban mutlak.

2. Dengan memakai Dew Point Hygrometer, yakni dalam bumbung yang berdinding luar mengkilp dimasukkan ether dan thermometer. Ether dipaksa menguap dengan menghembuskan udara kedalambumbung. Akibatnya temperature ether turun sampai titik embun (ini dapat dibaca pada thermometer) maka mulailah terjadi pengembunan. Hal ini dapat etrlihat pada dinding bumbung yang menjadi suram. Percobaan dilakukan dengan menghembuskan udara sampai mencapai titik embun, kemudian dibiarkan sampai embun mulai menghilang. Suhu pada saat mulai terjadi pengembunan dan embunnya mulai hilang dicatat. Harga rata-rata dari kedua temperature itu merupakan titik embun. Percobaan diulangi beberapa kali kemudian hitunglah

a). Kelembaban relatif

b). Kelembaban mutlak.

TABEL

t = temperature pm = tekanan maks. Uap air dalam mmHg

ρm =massa jenis uap air jenuh dalam gram/cm3

Suhu (t0C)

pm

ρm

x10-6

Suhu (t0C)

pm

ρm

x10-6

Suhu (t0C)

pm

ρm

x10-6

10

9.21

9,40

18

15.49

15.37

26

25.24

24.38

11

9.85

10.01

19

16.49

16.31

27

26.27

25.77

12

10.52

10.66

20

17.55

17.30

28

28.38

27.23

13

11.24

11.35

21

18.66

18.34

29

30.08

28.76

14

11.99

12.07

22

19.84

19.43

30

31.36

30.37

15

12.79

12.83

23

21.09

20.58

31

33.70

32.21

16

13.64

13.63

24

22.40

21.78

32

35.70

34.05

17

14.54

14.48

25

23.78

23.25

Acuan :

Panduan Praktikum Fisika dasar Universitas Gadjah Mada

CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA

I. Tujuan Percobaan

1. Menetukan kecapatan bunyi di udara

2. Menentukan frekuensi sumber bunyi

II.Dasar Teori

Suatu garpu penala digetarkan di atas mulut dari suatu tabung resonansi. Dengan mengatur panjang kolom udara dalam tabung resonansi maka dapat terdengar dengung garpu penala sangat keras yang berarti terjadi resonansi. Resonansi terjadi jika frekuensi nada dasar atau nada atas dari kolom udara dalam tabung resonansi sama dengan frekuensi garpu penala.

Bila yang berresonansi nada dasar maka berlaku hubungan persamaan

Dengan adalah panjang kolom minimum waktu terjadi resonansi dan = panjang gelombang.. Selanjutnya untuk nada atas pertama akan memberikan panjang kolom akan memenuhi persamaan :

Selanjutnya untuk nada atas kedua akan memberikan panjang kolom akan memenuhi persamaan :

Dan seterusnya k dapat dieliminasi dan diperoleh :

atau

Atau pada umumnya :

atau

Dengan demikian panjang rata-rata dapat dihitung jika setiap terjadi resonansi panjang kolom udara diukur. Kecepatan bunyi di udara dihitung dari hubungan :

Dengan adalah frekuensi garpu, untuk garpu penala standard harga/nilai sudah diketahui. Sebaliknya jikaV telah dihitung maka untuk garpu penala yang belum diketahui frekuensinya dapat dicari.

Kecepatan bunyi yang terdapat dalam percobaan ini adalah kecepatan bunyi diudara pada suhu percobaan . Kecepatan bunyi diudara pada suhu nol dapat dihitung dari hubungan :

Jika kecepatan bunyi diudara pada suhu kamar dapat dihitung maka pada suhu nol pun dapat dihitung.

III.TATALAKSANA PERCOBAAN

Percobaan 1. Menentukan kecapatan bunyi diudara

Cara :

1. Turunkn tabung resonansi serendah mungkin kemudian catalah suhu kamar

2.

Peganglah garpu penala standar diatas mulut tabung resonansi. Pukullah dengan pemukul dari kayu (jangan terlalu keras) sambil menarik tabung resonansi keatas dengan perlahan-lahan sampai terdengar dengung yang keras, jeepitlah tabung pada kedudukan resonansi pertama ini. Ukurlah panjang kolom udara yaitu jarak atara mulut tabung sampai permukaan air . Ulangi langkah ini 5 kali

3.

Lakukan seperti langkah 2 dimulai kedudukan resnonasi pertama. Ukurlah panjang kolom udara yaitu jarak atara mulut tabung sampai permukaan air . Ulangi langkah ini 5 kali. Ulangi langkah ini untuk meperoleh kedudukan resonansi berikutnya dan .

4. Lakukan seperti langkah 2 dan 3 dimulai dari kedudukan setinggi munking dengan menurunkan tabung.

Percobaan 2. Menentukan frekuensi garpu penala

Cara :

Sama dengan percobaan 1, hanya sekarang menggunakan garpu penala yang belum diketahui frekuensinya.

Pertanyaan :

1. Tergolong gelombang apakah bunyi di udara; di air (zat cair) dan garpu penala (zat padat) ?

2. Apa sebab terjadi resonansi? Mengapa dapat dipakai untuk menentukan kecepatan bunyi diudara? Terangkan!

3. Apakah yang disebut pipa organa terbuka/tertutup

4.

Jabarkan rumus :

Modulus Elastisitas Young

1. Tujuan Percobaan

1. Memahami Hukum Hook

2. Dapat Menentukan Modulus Elastisitas Young

I. Peralatan Yang Digunakan

1. Kawat Logam

2. Anak Timbangan

3. Mikrometer

4. Neraca Air

II. Teori

Apabila sebuah benda homogen dengan panjang berpenampang sama sebesar A ditarik oleh sebuah gaya sebesar F maka benda akan bertambah panjang sebesar

Selama tegangan ( tegangan = gaya persatuan luas) tidak melebihi suatu harga (batas kesebandingan) maka regangan kawat sebanding dengan .

Secara matematis dapat ditulis :

(1)

Batas kesebandingan tersebut adalah berbeda-beda untuk material yang berbeda. Persamaan diatas disebut hukum Hook, konstanta kesebandingan Edisebut modulus elastisitas, yang besarnya bergantung pada macam material. Satuannya dalam system MKS adalah newton per m2. dan dalam praktek biasa digunakan satuan kg/mm2.

Dasar Percobaan

Suatu kawat yang panjang dan penampangnya diketahui, ditarik dengan gaya sebesar F, maka dari persamaan (1) dapat E dihitung :

(2)

dengan adalah suatu konstanta

Dari persamaan (2) terlihat bahwa ada hubungan linier antara gaya tarik F dengan regangan Δ, ini semua berlaku dalam batas kesebandingan saja.

Metode Pengukuran Δ.

Perhatikan gambar disamping. Ujung kawat logam bagian atas dipasang tetap, sedangkan bagian bawahnya dipasang beban (berupa anak timbangan). Sebuah neraca air dipsang sedmikian rupa hingga ujung yang satu mengikuti gerakan kawat bagian bawah, sedang ujung lainbersandar pada ujung micrometer yang dipasang vertikal pada tempat yang permanen. Sebleum ada beban, neraca air dibuat horizontal dengan mengatur posisi micrometer M, catat posisi micrometer. Apabila diberi beban maka ujung P akan turun. Kembalikan neraca air ke posisi horizontal dengan mengatur micrometer M, baca posisi M. Dengan cara yang sama catat pertambahan panjang setiap penambahan beban 10 gram. Hal yang sama juga dilakukan pada pengurangan beban, masing masing dilakukan 5 kali.

Hasil pengamatan pada waktu penambahan dan pengurangan beban pada beban F yang sama diambil harga rata-ratanya. Dengan hasil ini dibuat grafik hubungan antara beban F dengan regangan . Menurut hukum Hooke grafik ini harus berupa garis lurus bila F masih dibawah batas kesebandingan.

Biasanya didaerah F yang kecil, grafik melengkung. Hal ini disebabkan karena sebelum ada beban kawat tidak lurus benar. Sehingga beban yang mula-mula diperlukan untuk meluruskan kawat. Oleh karena itu perhitungan E berdasarkan hukum Hooke hanya boleh dilakukan didaerah dimana grafik hubungan antara F dan merupakan garis lurus.

Selain F dan dicatat pula panjang kawat dan luas tampang lintang kawat A.

Untuk menghitung harga E dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Karena sifat kesebandingan, maka regangan Σ adalah regangan yang disebabkan karena gaya tarik ΣF; antara kedua besaran tersebut terdapat hubungan :

sehingga harga E bisa dihitung dari hubungan :

Tata laksana Percobaan

1. Pasang kawat pada tempatnya

2. Aturlah micrometer hingga neraca air horizontal (pada keadaan tanpa beban). Catat kedudukan tersebut dengan baik

3. pasang beban 100 gram. Atur micrometer hingga neraca air kembali ke posisi horizontal kembali. Catat kedudukan tersebut.

4. Ulangi langkah (3) dengan menambah beban menjadi 110; 120; 130; 140 dan 150 gram.

5. Ulangi langkah (3) dan (4) berturut-turut 150; 140; 130; 120; 110 dan 100 gram.

6. Ukurlah panjang kawat dan diameter kawat.

7. Ulangi percobaan diatas dengan kawat yang lain.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan elastisitas Young

2. Bagaimana bunyi hukum Hooke

3. Bagaimana cara menentukan E dengan metode grafis

.

KOEFISIEN MUAI LINEAR

I. Tujuan Percobaan :

1. Mempelajari pengaruh panas terhadap ukuran (panjang) benda

2. Menentukan koefisien muai linier Kuningan; Tembaga dan aluminium

II. Teori.

Banyak material yang akan memuai apabila dikenai suhu yang lebih tinggi dari suhiu mula-mula. Kenaikan suhu akan mengakibatkan amplitudo getaran atom material akan membesar, dan akhirnya juga akan memperbesar jarak antar atom.

Jika suatu objek dengan panjang L mengalami kenaikan suhu sebesar ΔT, jika ΔT kecil, maka panjang juga akan berubah sebesar ΔL, dan pertambahan panjang L sebanding dengan ΔT. Secara matematis dituliskan :

Dengan adalah koefisien muai linier suatu materi.

Tidak semua bahan merupakan material isotropik, tetapi bersifat kristal yang asymtericmisalnya, koefisien muai linier(α) dapat memiliki nilaiyang berbeda tergantung pada sumbu sepanjang ekspansi yangdiukur.

(α) juga dapat tergantung pada suhu. Karena itu derajat ekspansi tidak hanya tergantung pada variasi suhu, tetapi pada suhu mutlak.

Dalama praktikum ini akan diukur (α) untuk tembaga, aluminium dan kuningan. Bahan metal ini isotropik, karenanya mudah untuk mengukur (α) hanya untuk satu dimensi.

III. Tatalaksana Percobaan

1. Ukur panjang tembaga L pada suhu kamar. Ukur dari pengikat stainless steel sampai ke pengikat pada ujung yang lain.

2. Letakan batang tembaga pada meja ekspansi, seperti pada gambar 1. Cincin steinless steel pada tabung ditepatkan pada celah/slot yang tersedia pada meja ekspansi sedangkan cincin steinless steel yang lain ditempatkan tepat di “contact indicator” sehingga akan menekan tangan dari alat ukur.

3. Gunakan pegas penjepit lug thermistor pada tabung di tengah-tengah tabung seperti pada gambar 1 sehingga terjadi kontak maksimum antara thermistor dengan tabung

4. Tutup tabung metal dan lug thermistor dengan foam

5. Pasang/sambung ohmmeter dengan plug conector thermistor

6. Ukur dan catat Rrm , nilai resistor thermistor pada suhu kamar.

7. Hubungkan pembangkit uap dengan tabung menggunakan slang yang ada.

8. Atur alat ukur sehingga menunjukkan angkan nol pada skala

9. Nyalakan pembangkit uap. Uap akan mengalir pada tabung. Jika nilai resistor sudah stabil, catat Rhot , nilai resistor thermistor pada suhu akhir. Catat juga pertambahan panjang yang ditunjukkan dengan penyimpangan pada alat ukur

10. Ulangi percobaan diatas untuk material yang lain.

Gambar 1

Tabel Konversi Thermistor

Res

(Ω)

Temp

0C

Res

(Ω)

Temp

0C

Res

(Ω)

Temp

0C

Res

(Ω)

Temp

0C

351,120

0

95,447

26

30,976

52

11,625

78

332,640

1

91,126

27

29,756

53

11,293

79

315,320

2

87,022

28

28,590

54

10,837

80

298,990

3

83,124

29

27,475

55

10,467

81

283,600

4

79,422

30

26,409

56

10,110

82

269,080

5

75,903

31

25,390

57

9,767.2

83

255,380

6

72,560

32

24,415

58

9,437.7

84

242,460

7

69,380

33

23,483

59

9,120.8

85

230,260

8

66,356

34

22,590

60

8,816.0

86

218,730

9

63,480

35

21,736

61

8,552.7

87

207,850

10

60,743

36

20,919

62

8,240.6

88

197,560

11

58,138

37

20,136

63

7,969.1

89

187,840

12

55,565

38

19,386

64

7,707.7

90

178,650

13

53,297

39

18,668

65

7,456.2

91

169,950

14

51,048

40

17,980

66

7,214.0

92

161,730

15

48,905

41

17,321

67

6,980.6

93

153,950

16

46,863

42

16,689

68

6.755.9

94

146,580

17

44,917

43

16,083

69

6,539.4

95

139,610

18

43,062

44

15,502

70

6,330.8

96

133,000

19

41,292

45

14,945

71

6,129.8

97

126,740

20

39,605

46

14,410

72

5,936.1

98

120,810

21

37,995

47

13,897

73

5,749.3

99

115,190

22

36,458

48

13,405

74

5,569.3

100

109,850

23

34,991

49

12,932

75

104,800

24

32,591

50

12,479

76

100,000

25

32,253

51

12,043

77

1. OPTIKA DASAR

Tujuan Percobaan :

1. Dapat memahami sifat-sifat cahaya

1. Dapat menentukan jarak titik api cermin cekung dan cembung

1. Dapat menentukan jarak titik api lensa positif dan lensa negatif

1. Dapat menentukan daya lensa posistif

1. Dapat menentukan indeks bias

Teori

Sifat Cahaya

Seberkas cahaya yang merambat melalui medium yang sama maka arah rambatnya akan berupa garis lurus. Jika melalui medium yang berbeda maka akan dibiaskan, yaitu pembelokan cahaya karena merambat melalui dua jenis zat yang kerapatannya berbeda.

Apabila gelombang cahaya merambat dan menumbuk dinding penghalang, maka cahaya akan dipantulkan atau dibiaskan.

Pembiasan Sinar

Seberkas sinar putih yang melalui sebuah prisma, maka sinar tersebut akan terurai menjadi warna pelangi. Hal in dikarenakan sinar putih terdiri dari campuran warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda, maka sinar tersebut akan terbiaskan sesuai dengan panjang gelombang masing-masing warna.

Sedangkan apabila berkas sinar tersebut melalui dua medium yang berbeda maka sinar tersebut akan dibiaskan tergantung pada kerapatan medium yang dilalui

Refleksi Sinar pada Cermin

Seberkas sinar yang datang pada cermin datar akan dipantulkan dengan sudut yang sama besar terhadap garis normal. Sedangkan pada cermin cekung sinar yang datang akan dipantulkan menuju titik fokus. Pada cermin cembung berkas sinar yang datang akan dipantulkan/dihamburkan seolah-olah dari titik fokus cermin

Pembiasan pada Lensa

Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tipis dari pada bagian pinggirnya. Lensa cekung terdiri atas 3 macam bentuk, yaitu lensa bikonkaf (cekung rangkap), plan konkaf (cekung datar), konveks konkaf (cekung-cembung).

Lensa cekung disebut juga lensa negative (-), yang memiliki sifat dapat menyebarkan cahaya (divergen). Apabila seberkas cahaya sejajar sumbu utama mengenai permukaan lensa cekung, maka berkas cahaya tersebut akan dibiaskan menyebar seolah-olah berasal dari satu titik, yaitu titik fokus.

Untuk lebih mudah dalam melukiskan bayangan benda, maka lensa cekung dapat digambarkan berupa garis tegak lurus terhadap sumbu utama dan diberi tanda negatip (-) di bagian atas garis.

Lensa Divergen

Lensa cembung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal dari bagian pinggirnya. Lensa cembung terdiri dari tiga macam bentuk, yaitu lensa bikonveks (cembung rangkap), plan konveks (cembung datar), dan konkaf konveks (cembung-cekung). Lensa cembung memiliki dua permukaan lengkung, sehingga terdapat dua titik pusat kelengkungan, yaitu P1 dan P2, dan dua titik fokus, yaitu F1 dan F2.

Lensa cembung disebut juga lensa positip (+) yang memiliki sifat dapat mengumpulkan cahaya (konvergen). Apabila ada seberkas cahaya sejajar sumbu utama mengenai permukaan lensa, maka berkas cahaya tersebut akan dibiaskan melalui satu titik. Titik dimana cahaya mengumpul disebut titik fokus.

Lensa Kovergen

Untuk lebih mempermudah dalam melukiskan bayangan benda, lensa cembung digambarkan dengan garis tegak lurus terhadap sumbu utama dan diberi tanda positip (+) di bagian atas garis.

Jika jarak benda ke lensa adalah S0, jarak fokus ke lensa adalah f, dan jarak lensa ke bayangan yang terbentuk adalah S1, maka diperoleh hubungan sebagai berikut :

Karena ; maka :

Dengan : f = jarak fokus R = radius (jari-jari) lensa

S1= jarak lensa ke bayangan S0 = jarak lensa ke benda

Perbandingan antara jarak bayangan ke lensa (S1) dengan jarak benda ke lensa (S0) atau perbandingan antara tinggi bayangan (h1) dengan tinggi benda (h0) disebut perbesaran bayangan (M), yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan :

Daya atau kekuatan lensa adalah kemampuan lensa untuk mengumpulkan atau menyebarkan berkas cahaya. Daya lensa dinyatakan dalam satuan dioptri yang dinyatakan dengan persamaan berikut :

dengan : D = daya lensa (dioptri)

f = jarak fokus (m)

Indeks Bias

Jika seberkas cahaya datang pada bidang batas diantara dua zantara yang transparan (bening), dimana kecepatan cahaya dikedua zantara itu berbeda , maka berkas cahaya itu akan dipantulkan (refleksi) dan dibiaskan (refraksi). Untuk kedua kejadian itu berlaku hukum Snell yaitu :

a. Seberkas cahaya yang dating pada bidang batas dua zantara akan dipantulkan dimana berkas cahay yang dipantulkan sebidang dengan berkas cahaya datang dan sudut pantulnya sama dengan sudut dating.

b. Seberkas cahaya yang terbias diantara dua zantara, maka berkas cahaya yang terbias itu sebidang dengan berkas cahaya yang datang

dan perbandingan sudut datang dan sudut bias adalah tetap (konstan) :

Jika berkas cahaya datang dari hampa ke suatu zat antara yang lain, maka :

n disebut koefisien indeks bias zat.

Pembiasan pada bidang batas antara dua zat antara yang mempunyai indeks bias berbeda n1

dan n2 akan memenuhi hukum Snell :

Perbandingan n1/n2 disebut indeks bias relatif dari zat antara kedua terhadap zat antara pertama.

Dari persamaan diatas diperoleh : '

Jika = 900, maka ; sehingga

Sudut kritis antara kedua zat antara diatas yang mempunyai arti bahwa pada saat seluruh berkas cahaya yang datang pada bidang batas dua zantara diatas akan dipantulkan semuanya.

Hollow Lens

Umumnya lensa dibuat dari bahan yang mempunyai indeks bias lebih besar dari medium sekitarnya. Lensa terdiri dari sepasang gelas (eyeglasses) yang terbuat dari gelas atau plastik dengan indeks bias 1,5 atau lebih besar, pada udara yang melingkungi dengan indeks bias 1,0. Lensa dapat juga dibuat dengan indeks bias yang lebih kecil dari medium sekitarnya, hal ini ketika hollow lens diisi udara dengan air yang melingkungnya. Hollow lens dalam percobaan terdiri dari 3 bagian, sebuah plano-konkav dan dua buah plano-konvek, seperti pada gambar dibawah ini.

Tatalaksana Percobaan :

Cermin Datar :

1. Letakan sumber cahaya pada selembar kertas putih, atur untuk sinar tunggal

1. Letakan cermin pada kertas, permukaan datar cermin dikenakan pada cahaya yang datang dengan sudut tertentu sehingga tampak sinar datang dan sinar pergi/refleksi

1. Gambar sinar datang dan sinar refleksi pada kertas, tunjukan dengan tanda panah sinar datang dan sinar pergi;

1. Gambar garis normal, ambil sumber cahaya dan cermin;

1. Ukur sudut datang dan sudut refleksi terhadap garis normal, catat sudut-sudut tersebut

1. Ulangi langkah 1 – 5, dengan sudut datang yang berbeda-beda

Cermin Cekung dan cembung :

1. Atur sumber cahaya untuk lima sinar pararel, Arahkan sinar ke cermin cekung. Gambar permukaan cermin dan jalannya sinar datang dan refleksi. Beri tanda sinar datang dan refleksi dengan tanda panah.

1. Kelima sinar refleksi akan saling berpotongan pada titik fokus, beri tanda pada titik tersebut.

1. Ukur panjang fokus dari tengah cermin cekung ke titik fokus.

1. Ulangi langkah 1-3 untuk cermin cembung ( Ingat: cermin cembung sinar refleksi akan terhambur seolah-olah dari titik fokus)

Untuk cermin cekung dapat juga dengan menggunakan layar separo.

1. Letak cermin cekung pada dudukan, kemudian letakan layar separo dimuka cermin.

1. Arahkan cermin ke benda yang jauh, atur atau geser-geser layar separo hingga diperoleh bayangan yang paling jelas. Tentukan jarak fokus cermin cekung

1. Kemudian arahkan cermin cekung ke sumber cahaya yang juga berlaku sebagai benda.

1. Atur jarak cermin cekung dengan sumber cahaya pada jarak 50 cm, geser-geserlah layar separo hingga diperoleh bayangan nyat yang paling fokus, catat posisi benda; cermin dan layar. Hitung fokus cermin dengan menggunakan rumus :

1. Ulangi langkah 4; untuk jarak yang berbeda-beda.

Menentukan Fokus Lensa Cembung (+)

1. Susunlah rangkaian lensa seperti gambar berikut :

1. Letakan layar pada jarak 100 cm, geser-geser lensa sehingga diperoleh bayangan yang paling fokus, catat kedudukan sumber cahaya/benda; lensa dan layar. Catat juga besarnya benda dan bayangan.

1. Ulangi langkah 2 untuk jarak antara sumber cahaya/benda dengan layar berbeda-beda, misal 90 cm, 80 cm; 70 cm; 60 dan 50 cm.

1. Hitung fokus lensa menggunakan rumus :

1. Hitung perbesaran dengan rumus : dan ; bandingkan kedua hasilnya!

Cara lain menentukan titik fokus lensa cembung :

1. Letakan layar pada titik tertentu kemudian lensa diletakkan di depannya seperti gambar berikut :

1. Arahkan susunan ke benda yang jauh, geser-geser lensa sehingga diperoleh bayangan yang paling fokus.

1. Tentukan jarak fokus dari lensa.

1. Ganti lensa dengan yanglain, dengan cara yang sama tentukan besarnya jarak fokus lensa.

Menentukan perbesaran lensa cekung (-)

1. Letakan sumber cahaya/benda pada titik tertentu pada dudukan, misal 10 cm. Letakan lensa(-) pada jarak 20 cm dari benda.

1. Melalui lensa cekung (-), lihatlah posisi benda (perhatikan bayangannya lebih besar atau lebih kecil).

1. Letakan lensa (+) pada jarak antara (50 s.d 80) cm, kemudian letakkan layar pada jarak tertentu dibelakang lensa (+).

1. Atur kedudukan layar hingga diperoleh bayangan nyata yang paling fokus.

1. Lepas lensa (-), atur letak benda sampai diperoleh bayangan nyata dilayar.Kedudukan benda sekarang sama dengan letak bayangan maya dari lensa (-).

1. Hitung perbesaran lensa negatif!

Menentukan Indeks Bias

1. Letakan lensa setengah lingkaran pada piringan,

1. Arahkan sinar tunggal ke titik pusat lensa pada bagian yang datar.

1. Putar piringan dengan sudut tertentu sehingga akan terlihat jalannya sinar, tentukan besar sudut datang dan pergi.

1. Ulangi langkah 3 pada sudut yang berbeda-beda, tentukan besarnya indeks bias dari acrilik. Anggap indeks bias udara adalah 1 (satu)

1. Dengan cara yang sama, tetapi sinar diarahkan ke pusat lensa melalui bagian yang melengkung.

1. Amatilah besarnya sudut datang dan pergi pada beberapa sudut, tentukan besarnya indeks bias acrilik.

Hoolow Lens

1. Mula-mula semua lensa dikosongkan; kemudian apabila pada lensa dikenakan seberkas cahaya prediksi apa yang terjadi sesuai tabel berikut :

Lingkungan Lensa

Bagian 1

Bagian 2

Bagian 3

Prediksi (perkiraan)

Hasil pengamatan

Udara

Air

Udara

Udara

Udara

Air

Udara

Udara

Udara

Air

Air

Udara

Air

Air

Udara

Air

Air

Air

Udara

Air

Air

Air

Udara

1. Letakan hollow lens pada sebuah kotak, mula-mula lingkungannya udara. Kemudian isilah hollow lens dengan air seperti pada tabel diatas. Amati berkas sinarnya. Apakah berkas sinar terkumpul atau tersebar (konvergen atau divergen)

1. Kemudian isilah kotak dengan air, lakukan seperti pada langkah 2 sesuai dengan tabel diatas. Amati berkas sinar konvergen atau divergen.

1. Sesuaikah prediksi Saudara dengan hasil yang diperoleh! Jelaskan mengapa terjadi hal tersebut!

l

D

A

F

l

l

D

A

F

l

l

E

A

F

D

=

_

x

x

i

x

-

=

d

l

l

AE

F

D

=

l

C

F

D

=

l

AE

C

=

l

l

l

AE

F

SD

´

=

S

l

F

A

l

E

SD

S

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

_

x

(

)

(

)

(

)

1

)

1

(

1

2

1

2

_

-

-

=

-

=

å

å

=

k

k

x

x

k

k

s

k

i

i

k

x

x

i

d

_

x

s

s

x

xr

=

%

100

_

´

=

x

s

s

x

xr

x

s

x

±

_

x

s

x

x

±

=

_

cm

s

cm

x

x

007

,

0

49

,

47

_

=

=

cm

s

x

x

x

)

007

,

0

490

,

47

(

_

±

=

±

=

%

986

,

99

%

100

490

,

47

007

,

0

%

100

=

´

-

_

_

_

_

t

l

p

V

´

´

=

2

2

2

÷

ø

ö

ç

è

æ

+

÷

ø

ö

ç

è

æ

+

÷

÷

ø

ö

ç

ç

è

æ

=

t

l

p

v

s

t

V

s

l

V

s

p

V

s

cm

t

cm

l

cm

p

)

01

,

0

57

,

2

(

)

01

,

0

22

,

3

(

)

02

,

0

12

,

5

(

±

=

±

=

±

=

3

_

37

,

42

)

57

,

2

)(

22

,

3

)(

12

,

5

(

cm

V

=

=

4864

,

16

)

22

,

3

)(

12

,

5

(

1564

,

13

)

57

,

2

)(

12

,

5

(

2754

,

8

)

57

,

2

)(

22

,

3

(

_

_

_

_

_

_

=

=

´

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

=

=

´

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

=

=

´

=

÷

÷

ø

ö

ç

ç

è

æ

l

p

t

V

t

p

l

V

t

l

p

V

2

2

2

2

2

2

)

01

,

0

(

)

4864

,

16

(

)

01

,

0

(

)

1564

,

13

(

)

02

,

0

(

)

2574

,

8

(

+

+

=

V

s

3

5643

,

0

cm

s

v

=

3

)

6

,

0

4

,

42

(

cm

V

±

=

udara

temperatur

pada

air

uap

maks

tekanan

udara

dalam

air

uap

tekanan

.

.

.

.

.

.

.

.

.

..

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

_

x

)

(

00066

,

0

b

m

t

t

B

p

p

-

-

=

k

l

-

=

l

4

1

1

1

l

l

2

l

k

l

-

=

l

4

3

2

3

l

k

l

-

=

l

4

5

3

l

l

2

1

2

1

1

2

2

3

=

-

=

-

l

l

l

l

k

x

x

x

k

x

x

k

k

i

i

+

+

+

=

=

å

=

-

......

..........

2

1

1

)

(

2

)

(

2

1

2

2

3

l

l

l

l

-

=

-

=

l

l

l

2

1

1

=

-

-

n

n

l

l

)

(

2

1

-

-

=

n

n

l

l

l

l

f

V

=

f

f

)

(

t

V

=

)

(

0

V

=

273

1

273

0

0

t

V

T

V

V

t

+

=

=

)

(

1

l

d

)

(

2

l

3

l

4

l

273

0

T

V

V

t

=

l