Upload
hans-fst-angel
View
310
Download
5
Embed Size (px)
PERANAN HUTAN MANGROVE DIPERAIRAN
SEDANAU KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
DIKAITKAN DENGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP
OLEH:
ELVI ANGGIO PENI
090254241027
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG PINANG
2011
1.PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah maritim dimana daratannya dikelilingi oleh lautan. Berbagai
ekosistem terdapat disana, baik ekosistem pantai maupun ekosistem laut. Biota laut menghuni
hampir disemua bagian laut mulai dari pantai, permukaan laut, sampai kedasar laut. Selain biota laut
juga terdapat berbagai jenis tumbuhan air separti lamun, rumput laut, dan mangrove.
Hutan mangrove merupakan ekosistem unik yang terletak dizona pasang surut didaerah
tropis maupun sub tropis. Mereka hanya mampu tumbuh pada daerah pantai yang terlindung dari
dari gerakan gelombang dan hidup pada daerah berlumpur. Hutan mangrove melindungi garis pantai
dan menjaganya dari erosi maupun kerusakan yang disebabkan oleh ombak atau angin yang kuat,
hutan mangrove merupakan satu ekosistem kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai
yang terletak diantara batas air pasang dan air surut ( Anwar dkk,1997).
Penyebaran jenis mangrove selalu berkaitan dengan kadar garam atau salinitas. Lama
frekuensi penggenangan oleh air laut, dan juga kandungan lumpur tanahnya. Semakin jauh ke arah
lautan semakin tinggi frekuensi penggenangannya dan mungkin semakin tinggi salinitasnya, kondisi
ini menyebabkan terjadinya zona-zona dari jnis mangrove ( Anwar dkk, 1997 ).
Hutan mangrove adalah tumbuhan air yang hidup diperairan pantai. Hutan mangrove
memainkan peran yang sangat penting, karena merupakan bagian dari ekosistem laut yang selalu
menyediakaan bahan organik, mendukung kestabilan produksi ikan, udang , kepiting dan sebagainya
secara stabil. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa ekosistem mangrove mempunyai potensi
yang sangat besar untuk menunjang produksi prikanan, karena produktivitas primernya sangat
tinggi. Maka daerah mangrove merupakan habitat yang baik bagi ikan - ikan, baik untuk pemijahan(
spawning ground), pengasuhan(nurseri ground), maupun sebagai tempat mencari makan atau
pembesaran. (Supriharyono, 2000)
Diperairan Natuna adalah tempat yang cocok untuk berbagai jenis mangrove
berkembangbiak, maka berdasarkan penguraian diatas maka akan dilaksanakan penelitian di
Sedanau Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau dengan judul penelitian Peranan Hutan
Mangrove Diperairan Sedanau Kabupten Natuna Dikaitkan Dengan Usaha Prikanan Tangkap.
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian in adalah:
1. menetahui vegetasi hutan mangrove di Sedanau
2.mengetahui peran hutan mangrove terhadap produksi prikanan tangkap
3. mengetahui manfaat hutan mangrove bagi masyarakat
1.2.2. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Membantu melestarikan hutan mangrove dari kepunahan
2. membantu nelayan – nelayan kecil dalam menangkap ikan
3. upaya melestarikan sumberdaya kelautan dan prikanan
1.3. . Pembatasan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi bahan pembahasan penulis adalah :
1. Pengamatan vegetasi hutan mangrove yang meliputi kerapatan relatif jenis (KR),
(FR) frekuensi relatif jenis, (DR)dominasi relatif jenis dan nilai penting masing-
masing (INP)
2. Mengetahui peranaan hutan mangrove terhadap produksi hasil tangkapan di
Sedanau
3. Mengetahui manfaat mangrove bagi masyarakat
1.4 Perumusan Masalah
1. bagai mana vegetasi hutan mangrove di perairan sedanau ?
2. Apa peran positif hutan mangrove terhadap prikanan tangkap ?
3. apakah ada peran negatif hutan mangrove bagi masyarakat ?
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mangrove
Mangrove merupakan tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang muara pantai atau muara
sungai yang dapat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove hanya ditemukan di
daerah tropis dan sebagian daerah subtropis yang mempunyai tanah berlumpur, berpasir, berbatu-
batu, atau pantai-pantai yang terlindung pada pantai-pantai yang datar. Menurut Jaya, (2002).
Sedangkan menurut Anwar, (1997). Hutan mangrove adalah satu persekutuan hidup alam
hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah pantai laut kawasan tropika. Hutan ini hanya
terjadi apabila pantai tadi tidak terekspost terhadap angin kencang atau gelombang laut yang besar.
Oleh karenanya, kebanyakan hutan mangrove terdapat disekitar teluk yang lautnya tenang dan
daratannya secara berangsur-angsur melandai ke laut. Hutan mangrove tumbuh di lapangan yang
tergenang di waktu air pasang dan menjadi kering kembali atau berkurang di waktu air surut. Kondisi
semacam ini bayak dijumpai di muara-muara sungai.di delta tempat sungai menimbun lumpur, di
atas terumbu karang, ataupun di lamun.
Mangrove di Indonesia dikenal mempunyai keragaman jenis yang tinggi, tercatat sebanyak
89 jenis tumbuhan, 35 jenis di antaranya berupa pohon, dan selebihnya berupa terna ada 5 jenis,
perdu 9 jenis, liana ada 9 jenis, epifit ada 29 jenis dan bersifat parasit ada 2 jenis. Keragaman
komposisi tumbuhan yang ada di dalam daerah mangrove banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh
kondisi jenis tanah dan genangan pasang-surut. Misalnya; pada pantai terbuka pohon yang dominan
dan merupakan pohon pionir (perintis) umumnya adalah pohon api-api (Avicennia) dan pedada
(Sonneratia). Pada tempat yang terlindung dari hempasan ombak komunitas mangrove dihuni oleh
pohon bakau (Rhizophora). Lebih kearah daratan pada tanah lempung yang agak pejal dapat
ditemukan komunitas tanjang (Bruguiera gymnorhiza). Nipa (Nypa fruticans) adalah jenis palma
komunitas mangrove sering ditemui di tepian sungai yang lebih kehulu. Tiap-tiap kondisi tanah dan
lingkungan yang berbeda, ditemui pula tumbuhan mangrove yang bervariasi, ini biasa disebut zonasi
mangrove. Menurut Jaya, (2002)
2.1.1. Jenis dan Ciri-ciri Mangrove
Tabel 1. Jenis-jenis mangrove berdasarkan ciri-ciri dan nama daerah.
Jenis Nama Setempat Ciri-ciri
Avicennia alba Api-api, mangi-mangi,
boak, koak, sia-sia.
Daun : Permukaan halus
Bentuk : Lanset (seperti daun akasia).
Bunga : Seperti trisula
Buah : Seperti kerucut, hijau kekuning-
kuningan.
Avicennia lanata Api-api, sia-sia Daun : Memiliki kelenjar garam.
Bunga : Bergerombol muncul di ujung
tandan, bau menyengat.
Buah : Seperti hati, ujungnya berparuh
pendek.
Avicennia marina Api-api putih, api-api
abang, sia-sia putih.
Daun : Bagian atas permukaan daun
ditutupi bintik-bintik kelenjar
berbentuk cekung.
Bunga : Seperti trisula, bergerombol
diujung tandan.
Buah : Agak membulat, berwarna hijau
agak keabu-abuan.
Avicennia officianalis Api-api, api-api daun
lebar.
Daun : Berwarna hijau tua pada
permukaan atas.
Bunga : Susunan seperti trisula ,
bergerombol muncul diujung.
Buah : Seperti hati, ujungnya berparuh
pendek.
Brugueria exaristata Tidak tahu Daun : Permukaan atas berwarna
hitam.
Bunga : Hijau kekuning-kuningan,
mahkota memiliki rambut berwarna
putih.
Buah : Hipokotil berbentuk tumpul,
silindris agak menggelembung.
Rhizophora apiculata Bakau minyak, bakau
putih.
Daun : Hijau tua dengan hijau muda.
Bunga : Kekuning-kuningan terletak
pada ganggang.
Buah : Bentuk bulat memanjang hingga
seperti buah pir.
Rhizopora mucronata Bangka itam, bakau
hitam.
Daun : Berkulit, gagang daun berwar
hijau.
Bunga : Kepala bunga seperti cagak
bersifat biseksual.
Buah : Lonjong panjang hingga
membentuk telur.
Sepintas hutan mangrove merupakan pohon-pohon dan belukar yang selalu hijau. mangrove
terbagi menurut persamaan habitat dan persamaan fisiologi juga serupa dalam karakteristik fisiologi
dan struktur adaptasi (Sofli 2003). Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan
mangrove meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis
epifit, dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa
jenis perdu ditemukan hanya pada habitat mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain
ditemukan di sekitar mangrove sejati yang dikenal sebagai jenis mangrove ikutan atau yang lebih
dikenal sebagai Mangrove associate. Menurut Noor, (1999). Sedangkan menurut Bengen dalam Sofli
(2003), vegetasi mangrove terdiri dari 12 generasi tumbuhan berbunga, yaitu Avicennia, Sonneratia,
Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis,
Snaeda, dan Conocarpus, yang termasuk kedalam delapan family.
2.1.2. Karakteristik Hutan Mangrove
Zonasi hutan mangrove yang mengarah ke darat dari laut dikuasai oleh jenis-jenis bakau
yang berbeda (Dahuri, 2003). Dari arah laut menuju ke daratan terdapat pergantian jenis bakau yang
secara dominan menguasai masing-masing habitat zonasinya. Bakau yang kondisinya buruk karena
terganggu, atau berada pada daerah pantai yang sempit, tidak menunjukkan keteraturan dalam
pembagian jenis pohon dan zonasi di sepanjang pantai. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembagian zonasi terkait dengan respon jenis tanaman terhadap salinitas, pasang surut, dan
keadaan tanah.
Kondisi tanah mempunyai kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman
dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Api-api dan pedada
tumbuh sesuai di zona berpasir, Rhizopora cocok di tanah lembek berlumpur dan kaya humus
sedangkan jenis tancang menyukai tanah lempung dengan sedikit bahan organik. Keadaan morfologi
tanaman, daya apung, dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies, merupakan
faktor lain dalam penentuan zonasi ini, umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis
mangrove pionir Avicennia sp. dan Sonneratia sp. di pinggiran atau bantaran muara sungai,
ditumbuhi Rhizophora sp. di belakang zona ini merupakan zona campuran jenis bakau seperti
Rhizophora sp., Sonneratia sp. Bruguiera sp., dan jenis pohon yang berasosiasi dengan bakau seperti
tinggi (Ceriops sp.) dan panggang (Excoecaria sp.). Di sepanjang sungai di bagian muara biasanya
dijumpai pohon nipah (Nypa fruticans). Menurut Murdiyanto, (2003).
Zona vegetasi mangrove nampaknya berkaitan erat dengan pasang surut. Beberapa
menyatakan adanya korelasi antara zonasi Mangrove dengan tinggi rendahnya pasang surut dan
frekuensi banjir. Di Indonesia areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah
umumnya didominasi oleh Avicennia alba atau Sonneratia alba. Areal yang digenangi oleh
pasang sedang didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora. Jenis Bruguiera sexangula dan Lumnitzera
littorea mendominasi areal yang hanya digenangi pada saat tinggi (hanya beberapa hari dalam
sebulan).
Gambar 1. Salah satu tipe zonasi vegetasi mangrove berdasarkan genangan yang di pengaruhi
oleh pasang surut (Nontji, 2005)
Menurut Noor (1999) mangrove umumnya tumbuh dalam 4 (empat) zona, yaitu pada daerah
terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah
ke arah daratan yang memiliki air tawar. Lebih jelasnya masing-masing zona diuraikan sebagai
berikut:
1. Zona mangrove terbuka, berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Komposisi flora
dari komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada jenis substratnya. Contohnya adalah
Avicennia alba yang mendominasi daerah pesisir, sementara Avicennia marina dan Rhizopora
mucronata cenderung mendominasi daerah berlumpur.
2. Zona mangrove tengah, terletak di belakang zona mangrove terbuka. Zona ini biasanya
didominasi oleh jenis Rhizopora sp. Jens-jenis penting lainya yang ditemukan adalah
Bruguiera eriopetala, B. Gymnorhiza, Excoecaria agallocha, Rhizopora mucronata,
Xylocarpus granatum, dan X. muluccensis
3. Zona mangrove Payau, berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Zona
ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa dan Sonneratia. Dijalur lain biasanya ditemukan
tegakan Nypa fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Gluta
renghas, Stenochlaena palustris, dan Xylocarpus granatum. Ke arah pantai campuran
komunitas Sonneratia dan Nypa lebih sering ditemukan.
4. Zona mangrove daratan, berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur
hijau mangrove sebenarnya. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan
dengan zona lainnya. Jenis-jenis ini umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus
microcarpus, F. retus, Intsia bijuga, Nypa fruticans, lumnitzera racemosa, Pandanus sp, dan
Xylocarpus muluccensis.
2.1.3. Fauna Hutan Mangrove
Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primate, reptilian dan
burung. Selain sebagi tempat berlindung dan mencari makan, mangrove juga merupakan tempat
berkembang biak bagi burung. Bagi berbagai jenis ikan dan udang, perairan mangrove merupakan
tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan sebagai tempat pembesaran anak.
Menurut Noor, (1999).
Berbagai hewan seperti, reptilia, amphibi, mamalia, dan lain-lainnya. Datang dan hidup
walaupun tidak seluruh waktu hidupnya di habiskan di habitat mangrove. Berbagai jenis, ular,
serangga dan lain-lain seperti burung dan jenis hewan mamalia dapat bermukim di sini. Sebagai sifat
alam yang beraneka ragam maka berbeda tempat atau lokasi habitat magrovenya maka akan berada
pula jenis dan keanekaragaman flora maupun fauna yang hidup di lokasi tersebut. Menurut Noor,
(1999). Menyebutkan beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove adalah dari
jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp), Kutu (Dysdercus sp); jenis krustacea seperti lobster
lumpur (Talassina sp), Laba-laba (Argipes sp dan Nephila sp) jenis ikan seperti ikan blodok
(Periopthalmodon sp), jenis reptile seperti kadal (Varanus sp), ular pohon (Chrysopelea sp), ular air
(Cerberus sp) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, kelalawar dan lain-lain.
2.2 Fungsi Dan Manfaat Hutan Mangrove
Menurut Sudarmadji, (2003). Hutan mangrove merupakan susatu ekosistem yang unik,
karena fungsinya bermacam-macam yaitu :
1. Fungsi Fisik
Secara fisik hutan atau ekosistem mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi
pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat
pencemar dan limbah. Akar-akar yang di miliki oleh hutan mangrove sangat unik, bentuk-bentuk
akar ini sangat dapat menahan arus dan ombak air laut, karna itu hutan mangrove merupakan
perlindungan pantai dari pengikisan, terutama di pulau-pulau kecil, kelemahan arus akan
menahan lumpur-lumpur yang terbawa air sehingga mengendap dan memperluas daratan.
2. Fungsi Ekologis
Secara ekologis hutan atau ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan paska
larva dan jenis-jenis ikan, udang dan bangsa krustacea lainnya serta menjadi tempat kehidupan
jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi
berbagai jenis biota.
3. Fungsi Ekonomi atau Fungsi Produksi
Selain mempunyai fungsi dan manfaat seperti tersebut di atas, ekosistem dan hutan mangrove
juga sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Mencatat 67 macam
produk yang dapat di hasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah
dimanfaatkan oleh masyarakat, misalnya untuk bahan bakar (kayu api, arang, alcohol); bahan
bangunan (kayu bangunan, tiang-tiang, pagu-pagu, pagar); alat-alat penangkapan ikan (tiang
sero, bubu, pelampung, tanin untuk menyamak kulit); makanan, minuman dan obat-obatan (gula,
alcohol, minyak sayur, cuka); peralatan rumah tangga (mebel, lem, minyak untuk menata
rambut); pertanian (pupuk, pupuk hijau); produk kertas; sumberdaya alam (ikan, udang, kerang-
kerangan, kepiting, madu, burung, mamalia, reptile).
2.3 Usaha Penangkapan Ikan Dalam Lingkungan hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai bermacam-macam peranan penting bagi masyarakat setempat
dan kehidupan lain bagi daerah sekitar pantai. Hutan mangrove melindungi kehidupan dan
pemukiman dari ombak, badai dan abrasi. Hasil pertanian juga terlindung dari kerusakan akibat
angin laut yang kencang. Daun dan ranting mangrove yang gugur didekomposisikan oleh
mikroorganisme dan menjadi makanan plankton. Plankton menjadi makanan udang, kepiting dan
ikan. Akar tunjang, batang pohon dan juga ranting-ranting mangrove menjadi tempat
persembunyian bagi benih ikan dan udang. Menurut Yasuko, (1999).
Masyarakat di sinjai (Propinsi Sulawesi Selatan) menanam mangrove di sekitar
pemukiman mereka. Pada awal kegiatan tersebut hanya skala kecil, namun kemudian disadari
bahwa tanaman mangrove tersebut berpengaruh besar dalam mencegah abrasi dan
keuntungan penangkapan ikan ditaksir dalam pembuatan rencana Hutan Suaka Alam Matang,
Malaysia. Biota dieksploitasi oleh industri perikanan tergantung pada keberadaan mangrove.
Keuntungan tahunan yang dihasilkan dari 40.000 hektar hutan mangrove kira-kira RM 130 juta (Rp
260,2 milyar), ini merupakan jumlah keuntungan dari perikanan sekitar 5,8 kali RM 22 juta (Rp 45,1
milyar) keuntungan dari produksi kayu per tahun di areal yang sama. Kenyataan tersebut telah
dianalisa dalam rencana kerja yang tepat dan telah diketahui memberi kontribusi pada kondisi sosial
ekonomi disekitarnya. Menurut Yasuko, (1999). Ekosistem mangrove memiliki manfaat yang salah
satunya sebagai penunjang kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Menurut
Departemen Kelautan dan Perikanan (2007), ekosistem mangrove secara khusus sangat penting bagi
kegiatan perikanan mengingat bahwa :
1. Berbagai jenis organisme laut menjadikan ekosistem mangrove sebagai habitat.
2. Ekosistem mangrove menyediakan tempat perlindungan dan habitat aman bagi larva dan
juvenil ikan serta sumber makanan dari serasah yang membusuk.
3. Ekosistem mangrove menyediakan tempat untuk pemijahan, periode pelagik dan rekruitmen
spesies ikan dan udang.
4. Ekosistem mangrove menjadi tempat berlindung bagi organisme yang bersifat plankton yang
terdorong arus ke pantai.
5. Ekosistem mangrove membentuk hubungan yang penting dalam siklus hidup berbagai biota
termasuk ikan komersial tinggi.
Selanjutnya, sumber protein dan pendapatan yang berharga bagi penduduk setempat.
menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2007), yang menyatakan bahwa penduduk yang
tinggal di dekat hutan mangrove menangkap ikan, udang, kepiting dan moluska setiap hari di areal
muara. Tidak ada yang pasti mengenai jumlah hasil tangkapan walaupun jenis yang umumnya
ditangkap adalah belanak (Mugil dussumieri), kakap putih (Lates calcarifer), sembilang (Plotosus
canius), mujair (Oreochromis commercialis), bandeng (Chanos chanos), kerang (Anadar spp.), tiram
(Crassostrea commercialis) dan berbagai jenis udang. Semua produksi di atas telah menyediakan
2.4. Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Mangrove
Pertumbuhan penduduk yang semakin besar dan pesatnya kegiatan pesisir bagi berbagai
peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dan lain-lain). Tekanan ekologis terhadap
ekosistem pesisir khusunya ekosistem hutan Mangrove semakin meningkat pula.
Meningkatnya tekanan akan berdampak pada kerusakan ekosistem mangrove secara langsung
(penebangan hutan atau konservasi tanah) maupun tidak langsung (pencemaran oleh limbah
berbagai kegiatan
pembangunan) dapat mempengaruhi keberadaan dan kelangsungan hidup ekosistem
mangrove (Supriharyono, 2000).
Tabel 2. Dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem Mangrove.
No Kegiatan yang dilakukan
manusia
Dampak yang terjadi akibat kegiatan manusia
1 Tebang habis a. Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove
b. Tidak berfunsinya daerah mencari makan dan
pengasuhan
2 Pengalihan aliran air
tawar, misalnya
pembagunan irigasi
a. Peningkatan salinitas ekosistem hutan mangrove
b. Menurunya tingkat kesuburan tanah dan
perairan.
3 Konversi menjadi lahan
pertanian, Perikanan,
Pemukiman dan lain-lain
a. Mengancam regenerasi stok sumberdaya di
perairan lepas pantai yang memerlukan hutan
mangrove.
b. Terjadinya pencemaran laut oleh bahan
pencemaran yang sebelumnya tertahan oleh
hutan mangrove.
c. Pendangkalan perairan pantai.
d. Erosi garis pantai dan intursi garam
4 Pembuangan sampah Penurunan kandungan oksigen terlarut,
cairan memungkinkan timbulnya gas H2S.
5 Pembuagan sampah
padat
a. Kemungkinan terlapisnya pneumatofora yang
mengakibatkan matinya pohon mangrove
b. Perembesan bahan pencemaran dalam sampah
padat
6 Pencemaran tumpahan
minyak
Kematian pohon mangrove
7 Penambangan dan
ekstraksi mineral, baik
dalam hutan maupun
di darat sekitar hutan
Mangrove
a. kerusakan total ekosistem hutan mangrove,
sehingga memusnahkan fungsi ekologis
mangrove (daerah mencari makan, asuhan dan
pemijahan)
b. pengendapan sedimentasi yang dapat
mematikan mangrove.
Sumber : Berwich (1983) dalam Dahuri dkk, 1996.
C.HIPOTESIS
Didalam penelitian ini dapat di rumuskan hipotesis sebagai berikut : bahwa hutan mangrove mempunyai nilai penting bagi perikanan tangkap dan bagi masyarakat di Sedanau.
3.METODE PENELITIAN
3.1.Tempat Penelitian
Peneltian ini akan dilaksanakan di perairan Sedanau Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
. 3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunakan
metode survey, yaitu mendatangi langsung tempat-tempat sumber data. Menghitung
kerapatan jenis mangrove yang ada, melakukan perhitungan komposisi hasil tangkapan. Serta
wawancara langsung dengan nelayan dan penduduk disekitar lokasi penelitian yang terkait
dengan hutan mangrove di perairan Sedanau Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
3.2.2.Data sekunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui litelatur. Litelatur yang berhubungan dengan judul praktek serta data-data dari instansi terkait yaitu dinas Kelautan dan Prikanan Kabupaten Natuna.
3.3. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian ini adalah dengan metode
deskriptif. Perhitungan mengenai jenis, jumlah tegakan, dan diameter pohon yang telah dicatat
kemudian diolah lebih lanjut untuk memperoleh data kerapatan suatu jenis, frekuensi suatu jenis,
penutupan suatu jenis dan nilai penting masing-masing jenis. Menurut Murdiyanto (2003), rumus
yang digunakan dalam perhitungan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominasi Relatif
(DR) adalah sebagai berikut:
Frekuensi suatu jenis
FR= --------------------------------------- x 100 %
Jumlah frekuensi semua jenis
Jumlah pohon suatu jenis
KR= ----------------------------------------- x 100 %
Jumlah pohon semua jenis
Luas penutup pada suatu jenis
DR= ---------------------------------------- x 100 %
Luas penutupan semua jenis
Selajutnya rumus Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai
untuk menyatakan tingkat dominasi (tingkat penguasaan) spesies dalam suatu komunitas tumbuhan
(Ellenberg dkk., 1974 dalam Iwanto, 2007).
INP = KR + FR+ DR
Keterangan :
INP = Indeks Nilai Penting (%)
KR = Kerapatan relatif jenis (%)
FR = Frekuensi relatif jenis (%)
FR = Frekuensi relatif jenis (%)
Catatan: Maka spesies yang memiliki nilai INP yang tertinggi berarti spesies tersebut yang paling
dominan. Nilai penting berkisar antara 0 sampai dengan 300. nilai penting ini
memberikan pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas
mangrove.
3.3.Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti adalah
1. Pengamatan hutan mangrove
Yaitu metode transek dalam jalur untuk pengambilan sample disepanjang
Garis jalur sesuai dengan zona hutan mangrove. Metode ini menyiapkan diskriptip
Kualitatip dari komposisi jenis mangrove, struktur komunitas mangrove dan struktur
Biosma vegetasi hutan magrove.
2. Menghitung komposisi hasil tangkapan
Yaitu dengan melakukan kerja sama dengan masyarakat nelayan yang selalu melakukan pencatatan produksi hasil tangkapan setiap hari selama penelitian berlangsung.
3.4.Defenisi Operasional
1. Mangrove merupakan tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang muara pantai atau muara sungai yang dapat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove hanya ditemukan di daerah tropis dan sebagian daerah subtropis yang mempunyai tanah berlumpur, berpasir, berbatu-batu, atau pantai-pantai yang terlindung pada pantai-pantai yang datar. Menurut Jaya, (2002).
2. Zona vegetasi mangrove nampaknya berkaitan erat dengan pasang surut. Beberapa menyatakan adanya korelasi antara zonasi Mangrove dengan tinggi rendahnya pasang surut dan frekuensi banjir
3. Meningkatnya tekanan akan berdampak pada kerusakan ekosistem mangrove secara langsung (penebangan hutan atau konservasi tanah) maupun tidak langsung (pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan) dapat mempengaruhi keberadaan dan kelangsungan hidup ekosistem mangrove (Supriharyono, 2000).
4. Ekosistem mangrove memiliki manfaat yang salah satunya sebagai penunjang kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
5. Prikanan tangkap adalah kegiatan untuk memperoleh ikan dengan cara dan alat apapun yang dalam keadaan tidak budidaya.
,
KATA PENGANTAR
Saya mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal usulan penelitian, yang
merupakan pedoman dalam melaksanakan penelitian yang berjudul Peranan Hutan
Mangrove di Sedanau Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau dikaitkan dengan
usaha perikanan tangkap.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan proposal ini hingga penelitian. Harapan saya, semoga proposal ini dapat
diterima sehingga saya bisa segera melaksanakan penelitian tugas akhir saya.
Saya menyadari tugas ini memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan guna penyempurnaan tugas-tugas saya yang akan datang.
Tanjungpinang, Mei 2011
Elvi Anggio Peni