Upload
yuniarkowahyu
View
13.113
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
EMPAT BUTIR MUTIARA INDAH DALAM SURAT AL QASHASH 77
Oleh : Drs. H. WINARTO, M.M.Kepala badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Kabupaten Tulungagung
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk -
makhluk ciptaan Allah. Kepada manusia diberikan potensi (kelebihan) seperti
fisik yang sempurna, akal, batin, hati dan perasaan yang tidak dimiliki oleh
makhluk - makhluk lain. Inilah sebabnya manusia memperoleh amanah sebagai
Khalifah Allah di bumi. Surat Al Baqarah ayat 30 menyatakan :
Artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".
Tugas atau fungsi sebagi khalifah Allah di bumi ini merupakan wujud
apresiasi Allah kepada manusia. Tentunya tugas ini menuntut konsekuensi dan
tanggungjawab dalam pelaksanaanya. Karena itu, manusia harus sungguh -
sungguh dan ikhlas dalam mengemban tugas berat ini.
Dalam kapasitas sebagai khalifah Allah di bumi, manusia harus berupaya
secara maksimal untuk menjaga keberadaan alam semesta / jagat raya ini.
Manusia juga harus bisa saling menjaga, memelihara, dan menghormati
makhluk - makhluk lain selain dirinya. Hal demikian perlu diperhatikan agar
terjadi kelestarian alam semesta dan harmoni kehidupan.
Sebagai makhluk paling sempurna ciptaan Allah, manusia memiliki
kewajiban kepada Allah tetapi juga memiliki hak. Di antara kewajiban yang
harus dilakukan yaitu berbakti / mengabdi kepada-Nya. Firman Allah dalam
Surat Adh Dhariyat (56), menyatakan :
Artinya, “Tidaklah ku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi /
beribadah kepadaku”. Sementara itu manusia juga memiliki hak yaitu hak
untuk memohon, meminta, mengeluh kepada-Nya. Firman Allah dalam Surat Al
Mu’min ayat 60,
Yang artinya : Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina".
Di samping kewajiban dan hak kepada Sang Pencipta, manusia juga
memiliki kewajiban dan hak kepada sesama manusia, bahkan kewajiban dan
hak kepada makhluk lain selain manusia. Kewajiban dan hak ini perlu dijaga
keseimbangannya sehingga tercipta harmoni dalam hidup dan kehidupan.
Dalam rangka melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah di bumi, kita
memerlukan pedoman sebagai referensi. Salah satu referensi yang luar biasa
lengkap (walaupun hanya satu ayat) yaitu Surat Al Qashash 77, yang
berbunyi :
Artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.
Di dalam Surat Al Qashash 77 tersebut terdapat 4 (empat) pokok pikiran
yang merupakan butir – butir mutiara indah dan dapat kita jadikan sebagai
pedoman / tuntunan dalam hidup dan berkehidupan. Butir – butir mutiara indah
dalam Surat Al Qashash 77 tersebut adalah sebagai berikut :
1. Butir Mutiara Indah Pertama
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat”.
Pokok pikiran ini memberikan petunjuk kepada manusia agar
mencari / mengejar kebahagiaan abadi di akhirat yang berupa Jannatun
Naim. Orang Jawa sering berkata dengan ungkapan yang singkat tetapi
penuh makna, “Urip iku mung mampir ngombe”. Artinya hidup dan
kehidupan di dunia itu hanya sementara dan sangat singkat. Filosofi ini
memberikan arahan bahwa sehabis kehidupan di dunia masih ada
kehidupan yang kekal yaitu di alam akhirat. Dan kehidupan yang ditunggu –
tunggu di akhirat ini tidak lain adalah Surga Allah yang di bawahnya
mengalir sungai – sungai. Itulah sebabnya Orang Jawa menyebut orang yang
telah meninggal itu sebagai “Jenat”, berasal dari Bahasa Arab yaitu Jannah
yang artinya Surga. Dalam Bahasa Jawa yang halus (kromo inggil), orang
yang meninggal disebut sebagai “Suargi” (Surga), seperti : Suargi Mbah
Kromo, Suargi Mbah Bejo, dst. Dengan demikian secara tidak langsung
tercermin cita – cita / keinginan nenek moyang kita dahulu yaitu untuk
mencapai kehidupan abadi di Surga. Allah telah berjanji bahwa bagi orang –
orang yang beriman dan berbuat kebajikan telah disediakan surga yang di
dalamnya mengalir sungai – sungai, setiap mereka diberi rizki buah -
buahan dalam surga - surga itu, serta di dalamnya ada isteri - isteri yang
suci dan mereka kekal di dalamnya, seperti yang tersebut dalam Surat Al
Baqarah ayat 25.
Setiap orang ingin mencapai surga Allah. Untuk mencapainya
tidaklah mudah. Rukun Islam yang ada 5 (lima) merupakan bentuk ibadah
yang harus dilakukan. Itu saja tidaklah cukup. Banyak hal yang harus
dilakukan dan banyak pula hal yang harus ditinggalkan, sesuai dengan
syariat agama. Bahkan tutur kata, sikap, perilaku dan perbuatan kita bisa
dengan mudah mengantarkan atau menggagalkan kita untuk mencapai
Surga Allah. Satu hal yang pasti bahwa semuanya menjadi otoritas Al
Khaliq. Sering terjadi apa yang ditentukan oleh manusia tidak selalu sama
dengan ketentuan Allah.
Budayawan Emha Ainun Nadjib bahkan memberikan syair “Tombo
Ati” yang isinya sebagai berikut :
“Tombo ati iku limang perkara
Kaping pisan, maca Qur’an sakmaknane
Kaping pindo, Sholat wengi lakonono
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat, weteng kudu betah luwe
Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso ngelakoni
Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi”
Yang artinya :
“Ada lima obat penentram jiwa
Yang pertama, membaca Al Qur’an dengan menyelami maknanya
Yang kedua, Sholat malam lakukanlah
Yang ketiga, berkumpul dengan orang shaleh
Yang keempat, perut harus tahan lapar
Yang kelima, dzikir malam yang lama
Salah satunya siapa bisa menjalankan
Insya Allah, Allah SWT akan mengabulkan”
Syair yang digubah dan dikumandangkan oleh Emha Ainun Nadjib
tersebut sebenarnya bukan saja untuk memperoleh ketenangan hati / jiwa
di dunia saja, akan tetapi juga merupakan jalan menuju Surga Allah. Syair
tersebut sederhana tetapi maknanya sangat luar biasa, sangat dalam.
Apalagi kalau dilagukan dengan iringan musik, syair tersebut betul – betul
bisa membuat ketenangan hati dan jiwa pendengarnya.
Sementara itu, El Hakim (Abu Hanifah) lewat puisinya menyatakan
bahwa untuk mencapai surge tidaklah mudah, harus melalui proses
pendekatan diri kepada Allah. Puisi yang berjudul “Pertemuan” karya El
Hakim berikut ini memberikan gambaran tentang hal tersebut.
“PERTEMUAN”
Meniti tasbih
Malam pelan – pelan dan burung pedasih
Menggaris gelap di kejauhan
Kemudian adalah pesona
Wajah-Nya tersandar ke kaca jendela
Memandang kita
Memandang kita lama - lama
“ Demikianlah Nabi telah dititahkan
Demikianlah sunyi telah diturunkan
Dan demikian pula, manusia dikirim ke bumi
yang terbentang dari surga
yang telah ditutupkan “
Dan kini tinggalah cinta yang memancar
Dari sunyi balik kaca jendela
Secara singkat puisi tersebut mengandung makna bahwa seseorang
yang ingin berjumpa dengan Tuhan harus mau berdzikir, bermunajat,
bermujahadah. Setelah itu, baru Allah memberi tahu manusia bahwa
segalanya adalah kehendak Illahi. Dan pada akhirnya adalah sebuah
pertanyaan bagi manusia (kita), “dapatkah kita mencapai Surga ?”
2. Butir Mutiara Indah Kedua
“Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi”.
Dalam kehidupan sehari – hari sering kita jumpai nasihat “eling
akhirat aja lali donyane”. Kalau kita jabarkan dan kita kembangkan, perintah
Allah tersebut sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung perintah agar
manusia tidak hanya mencari bekal akhirat, tetapi juga bekal hidup di dunia.
Kepada manusia telah diberikan potensi IQ, EQ, SQ dan potensi -
potensi lain. Kepada manusia juga diberikan kompetensi yang berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bahkan kepada manusia diberikan
keahlian / kemakmuran yang berbeda. Kesemuanya diberikan oleh Allah
agar manusia bisa berkarya untuk mencari bekal kehidupan.
Alam semesta (jagad raya) diciptakan untuk manusia. Dengan potensi
yang dimiliki, manusia dapat mengolah, mengusahakan, mengeksplorasi
alam untuk kepentingan umat manusia. Karena itu, di dalam Al Qur’an
terdapat banyak ayat yang isinya merupakan perintah agar manusia dapat
menggunakan akal fikirannya. Sebagai salah satu contoh yaitu Surat Ali
Imran ayat 190, yang berbunyi :
Artinya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda – tanda bagi orang – orang
yang berakal”. Melalui ayat ini, manusia diperintah oleh Allah untuk
memberdayakan akal fikirannya guna mengolah bumi dan alam seisinya
agar bisa memberikan manfaat (barokah) bagi dirinya. Artinya manusia
diperintah untuk bekerja (dengan keras) agar memperoleh penghasilan
yang cukup dan memiliki kehidupan yang patut. Ayat ini sekaligus
merupakan pencerminan bahwa Allah menghendaki agar manusia tidak
malas dalam bekerja. Orang yang malas bekerja jangankan bisa bermanfaat
untuk orang lain, untuk mencukupi dirinya sendiri pun pasti tidak akan bisa.
Seperti Hadist Nabi yang berarti, “Bekerjalah sekuat kemampuanmu seakan
- akan kamu hidup selama - lamanya, dan beribadahlah sekuat
kemampuanmu seakan – akan kamu akan mati esok pagi”.
Orang yang rajin bekerja akan memperoleh hasil yang sepadan
dengan pekerjaannya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penghasilan
seseorang tidak selalu dapat diukur dari volume dan jenis pekerjaannya.
Banyak fakta menunjukkan bahwa penghasilan seseorang lebih banyak
ditentukan oleh kualitas pekerjaan dan keahliannya. Kita juga sering melihat
kenyataan adanya orang yang sudah membanting tulang siang – malam,
akan tetapi penghasilannya tetap pas – pasan. Ini semua merupakan hak
prerogatif Allah untuk menentukannya.
Sudah menjadi kodrat alam bahwa di dunia ada yang kaya dan ada
pula yang miskin. Ada yang rajin bekerja dan ada pula yang malas. Oleh
karena itu hendaknya manusia rajin bekerja dan rajin berdo’a agar memiliki
kehidupan yang layak bahkan bisa lebih berkecukupan.
3. Butir Mutiara Indah Ketiga
“Berbuat baiklah kepada orang lain seperti halnya Allah telah berbuat
baik kepadamu”.
Sebenarnya Allah telah memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia.
Kalau kita mau merenung, kita dapat melihat, mendengar, merasakan,
membau dan menikmati apa yang dianugerahkan Allah kepada kita. Hanya
karena setiap saat (tanpa henti) secara otomatis manusia menikmatinya
selama hidup, manusia tidak merasa bahwa ada karunia Allah yang tidak
ternilai harganya bagi kehidupan. Bahkan manusia sering lupa dan tidak
bersyukur. Sebagai contoh adalah Oksigen yang selama hidup di dunia
manusia selalu memerlukannya. Itu baru satu item yang namanya oksigen.
Belum lagi yang lain – lain yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Itulah
sebabnya Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 18,
Yang artinya, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ketika manusia telah mengetahui bahwa Allah telah berbuat baik
kepada manusia hendaknya manusia harus berbuat baik kepada orang lain.
Al Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 85, memberikan petunjuk tentang hal itu.
Artinya, “Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik,
niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)-nya. Dan barang siapa
memberi pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari
(dosa)-nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Pada butir mutiara indah kedua telah diuraikan bahwa Allah
memerintahkan manusia untuk rajin bekerja sehingga bisa memperoleh
penghasilan yang cukup (bahkan lebih) agar memiliki kehidupan yang layak
dan patut. Perintah ini sesungguhnya memiliki implikasi yaitu agar manusia
yang telah berhasil (sukses) hidupnya mau dan senang menolong, senang
berbagi, gemar bersodaqoh, tidak kikir, tidak egois (lebih – lebih bengis dan
sadis), dan mau mengembangkan jiwa kesetiakawanan sosial serta
solidaritas yang tinggi terhadap sesama. Tidak hanya itu, perilaku simpati
yang tidak menyakiti, tutur kata santun, perangai yang ramah, tidak
mencaci – maki harus dikembangkan. Kita bisa membayangkan betapa
indahnya dunia ini jika hal demikian bisa terwujud. Subhanallah
4. Butir Mutiara Indah Keempat
“Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan”.
Pada awal tulisan ini telah diterangkan bahwa manusia ditunjuk oleh
Allah sebagai Khalifah Allah di bumi. Ini berarti manusia diutus untuk
menjaga kelestarian alam semesta ini. Alam lingkungan, marga satwa,
lautan dengan flora dan faunanya, dll menjadi tanggung jawab manusia
untuk menjaga dan merawatnya.
Pada saat ini telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia. Oksigen pun telah tercemari oleh polusi, hutan
yang berfungsi sebagai jantung dunia pun telah dirusak karena pembalakan
liar, sungai – sungai keruh, air yang tercemar dan penuh sampah
merupakan wujud kerusakan alam dan lingkungan. Kalau hal ini tidak
disadari oleh manusia dan perusakan lingkungan tetap dilakukan, berarti
manusia telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Khalifah Allah di
muka bumi.
Allah Maha Pengampun, karena itu marilah kita bersama – sama
memohon ampun kepada-Nya dan tidak lagi melakukan perusakan di bumi.
Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah,
segar,bermanfaat demi kehidupan yang akan datang, entah sampai kapan
dunia ini akan ditutup dan diakhiri oleh Al-Khaliq, Allah SWT. Marilah kita
menjadi pahlawan - pahlawan lingkungan demi masa depan anak cucu
Adam ini. Wallahua’lam bissawab