48
ENDOMETRIOSIS I. Definisi Endometriosis adalah satu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar- kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis. Pada endometriosis jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis dan peritoneum, walaupun organ lain seperti paru-paru juga ikut terkena meskipun jarang. Penyakit ini berkembang dari lesi yang kecil dan sedikit pada organ pelvis yang normal kemudian menjadi massa keras infiltrat dan kista endometriosis ovarium (endometrioma). Perlangsungan endometriosis sering disertai pembentukan fibrosis dan perlekatan luas menyebabkan gangguan anatomi pelvis. 1,2 Manifestasi klinisnya dapat berupa lesi, biasanya didapatkan pada permukaan peritoneum dari organ reproduksi, tetapi dapat juga muncul didaerah mana saja di tubuh wanita (gambar 1). Ukuran dari lesi sangat bervariasi mulai dari mikroskopik hingga massa Page | 1

Endometriosis Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Endometriosis Fix

ENDOMETRIOSIS

I. Definisi

Endometriosis adalah satu keadaan di mana jaringan endometrium yang

masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas

kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar

uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut

adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis. Pada endometriosis

jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium.

Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis dan peritoneum,

walaupun organ lain seperti paru-paru juga ikut terkena meskipun jarang.

Penyakit ini berkembang dari lesi yang kecil dan sedikit pada organ pelvis

yang normal kemudian menjadi massa keras infiltrat dan kista endometriosis

ovarium (endometrioma). Perlangsungan endometriosis sering disertai

pembentukan fibrosis dan perlekatan luas menyebabkan gangguan anatomi

pelvis.1,2

Manifestasi klinisnya dapat berupa lesi, biasanya didapatkan pada

permukaan peritoneum dari organ reproduksi, tetapi dapat juga muncul

didaerah mana saja di tubuh wanita (gambar 1). Ukuran dari lesi sangat

bervariasi mulai dari mikroskopik hingga massa invasif yang luas yang

mengikis bagian dalam organ dan menyebabkan perlengketan luas. Pada

beberapa kasus endometriosis dapat berupa asimptomatik, dapat pula

menimbulkan gejala nyeri pinggang bahkan sampai infertilitas. Dampak

psikologis dari rasa nyeri hebat yang terjadi semakin bertambah akibat

pengaruh penyakit ini terhadap fertilitas pasien. Penyakit ini tak pernah

sembuh sempurna dan terapi ditujukan untuk penekanan lesi secara medis

(medical supression) – maupun secara pembedahan (surgical excision) untuk

meringankan keluhan penderita1,2

Page | 1

Page 2: Endometriosis Fix

Gambar 1. Lokasi yang sering ditemukan endometriosis(Dikutip dari kepustakaan 3)

II. Insidens dan Epidemiologi

Kebanyakan wanita dengan penyakit ini seringkali tak bergejala, dan

modalitas pencitraan memiliki sensitivitas rendah untuk diagnosis. Wanita

dengan endometriosis umumnya tidak menunjukkan gejala, subfertil, atau

menderita berbagai tingkat nyeri panggul. Metode utama dari diagnosis adalah

laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis (Kennedy,

2005; Marchino, 2005). Dengan menggunakan standar ini, peneliti telah

melaporkan kejadian tahunan endometriosis menjadi 1,6 kasus per 1.000

perempuan berusia antara 15 dan 49 tahun.

Pada wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar 2% - 22%,

tergantung pada populasi yang diteliti (Eskenazi, 1997; Mahmood, 1991;

Moen, 1997). Namun, karena kaitannya dengan infertilitas dan nyeri pelvis,

endometriosis terutama lebih menonjol pada sub-populasi perempuan dengan

keluhan ini. Pada wanita infertil, prevalensi telah dilaporkan antara 20%

sampai 50% dan pada mereka dengan nyeri panggul, 40% sampai 50%.3

Dalam tiga dekade terakhir ini terjadi peningkatan angka kejadian

penyakit ini. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di antara semua

operasi pelvik. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih

Page | 2

Page 3: Endometriosis Fix

sering ditemukan pada wanita yang belum menikah pada usia muda, dan yang

tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara klinis yang

terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya

endometriosis.4

Setiap tahunnya angka kejadian endometriosis terus bertambah, dan

hingga saat ini diperkirakan ada 70 juta penderita penyakit ini. Di Amerika

Serikat, diperkirakan lebih dari 7 juta wanita mengidap endometriosis. Angka

kejadian di Indonesia  belum dapat diperkirakan karena belum ada studi

epidemiologik, tapi dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-

69,5% pada kelompok infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan

jumlah penduduk sekarang, maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta

penderita endometriosis pada wanita usia produktif.5

III. Anatomi Uterus

A. Uterus

Uterus adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya

ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa

uterus. Dalam keadaan tidak hamil, uterus terletak dalam rongga panggul di

antara kandung kemih dan rektum. Uterus berbentuk seperti buah pear,

mempunyai rongga yang terdiri dari tiga bagian besar, yaitu: badan uterus

(korpus uteri), leher uterus (serviks uteri), dan rongga uterus (kavum uteri).

Bagian uterus antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri,

merupakan bagian proksimal uterus. Serviks uteri terbagi atas dua bagian

yaitu pars supravaginal dan pars vaginal. Bagian uterus antara serviks uteri

dan korpus disebut ismus atau segmen bawah uterus, bagian penting dalam

kehamilan dan persalinan karena akan mengalami peregangan.6

Dinding uterus secara histologik terdiri atas tiga lapisan: lapisan serosa

(lapisan peritoneum), lapisan otot (lapisan miometrium), lapisan mukosa

(endometrium). Posisi dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi

dengan baik karena disokong dan dipertahankan oleh: tonus uterus sendiri,

tekanan intra abdominal, otot-otot dasar panggul, dan ligamen-ligamen seperti

Page | 3

Page 4: Endometriosis Fix

ligamentum kardinal kanan dan kiri, ligamentum sakrouterina, ligamentum

rotundum, ligamentum latum, dan ligamentum infundibulopelvikum.6

Pada uterus selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium

disebut endometrium. Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting, yaitu

sebagai tempat nidasi, tempat terjadinya proses haid, dan sebagai petunjuk

gangguan fungsional dari steroid seks. Pada usia reproduksi dan dalam

keadaan tidak hamil, endometrium mengalami berbagai perubahan siklik yang

berkaitan dengan aktivitas ovarium. Endometrium terdiri atas dua lapisan,

yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional. Dibawah pengaruh estrogen,

lapisan fungsional akan berploriferasi dan di bawah pengaruh estrogen dan

progesteron lapisan itu akan mengalami sekresi. Bila terjadi fertilisasi dan

implantasi, maka dari lapisan ini akan dibentuk desidua, dan bila tidak, akan

timbul haid lagi.4

Gambar 2.Uterus(Dikutip dari kepustakaan 7)

B. Ovarium

Page | 4

Page 5: Endometriosis Fix

Gambar 3. Ovarium(Dikutip dari kepustakaan 3)

Terdapat dua ovarium di tubuh wanita, masing-masing di kiri dan kanan

uterus, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang ligamentum latum.

Bentuknya seperti buah almon, sebesar ibu jari tangan berukuran 2,5-5 cm x

1,5-2 cm x 0,6-1 cm. Ovarium ini posisinya ditunjang oleh mesovarium,

ligamentum ovarika, dan ligamentum infundibulopelvikum.6

Menurut strukturnya ovarium terdiri dari: korteks dan medulla. Korteks

atau zona parenkimatosa terdiri dari tunika albuginea, yaitu epitel kubik,

jaringan ikat, stroma, folikel primordial, dan folikel de Graaf. Medulla atau

zona vaskulosa terdiri dari stroma berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan

otot polos.Pada wanita diperkirakan sekitar 100 ribu folikel primer. Pada masa

reproduktif, tiap bulan satu folikel atau terkadang dua folikel akan matang.

Fungsi ovarium yang utama adalah menghasilkan sel telur, menghasilkan

hormon progesteron dan estrogen serta berperan dalam proses siklus haid.6

Page | 5

Page 6: Endometriosis Fix

Gambar 4. Siklus Haid(Dikutip dari Kepustakaan 3)

Siklus haid dapat dibedakan atas dua, yaitu :4

a) Siklus Ovarium

1. Fase Folikular

Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi atau terlepasnya

endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel

primordial dalam ovarium. Umumnya, hanya satu yang terus

berkembang dan menjadi folikel de Graaf dan yang lainnya

berdegenerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel

yang mengelilinginya. Lapisan dalam, yaitu sel-sel granulosa

mensintesis progesteron yang disekresi ke dalam cairan folikular

selama paruh pertama siklus menstruasi dan bekerja sebagai prekursor

pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang

mengelilinginya. Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka

interna. Di dalam folikel, oosit primer mulai menjalani proses

pematangannya. Pada waktu yang sama, folikel yang sedang

berkembang mensekresi estrogen lebih banyak. Peningkatan estrogen

memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik untuk menekan

produksi FSH, sehingga lobus anterior hipofisis dapat mengeluarkan

hormon gonadotropin yang kedua, yakni LH (Luteinizing Hormone).4

Page | 6

Page 7: Endometriosis Fix

2. Fase Ovulasi

Estrogen merupakan faktor utama yang berperan pada ovulasi.

Peningkatan jumlah estrogen mengakibatkan feed back positif ke

hipofisis anterior untuk menghasilkan LH. Sekresi LH terjadi

perlahan-lahan pada hari ke-8 hingga 12, dan semakin cepat di atas

hari 12. Di bawah pengaruh LH, folikel de Graaf menjadi lebih

matang mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadilah

ovulasi.4

Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang

akan merangsang peritoneum di pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang

disebut intermenstrual pain. Setelah ovulasi terjadi, folikel de Graaf

berubah menjadi korpus rubrum (berwarna merah oleh karena

perdarahan tersebut di atas) yang kemudian menjadi korpus luteum

(warnanya menjadi kuning) yang menghasilkan progesteron dan akan

berpengaruh terhadap endometrium.

3. Fase Luteal

Fase ini ditandai dengan produksi progesteron oleh korpus luteum

dalam ovarium. Produksi progesteron bergantung dari produksi LH

oleh hipofisis. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi

dan ini mengakibatkan kadar estrogen dan progeteron menurun. Bila

terjadi pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut

dipertahankan.4

b) Siklus Endometrium

1. Fase proliferasi

Segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan

dalam keadaan istirahat. Kadar estrogen yang meningkat dari folikel

yang berkembang akan merangsang stroma endometrium untuk mulai

tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar menjadi hipertrofi dan

berproliferasi serta pembuluh darah menjadi banyak. Kelenjar-kelenjar

dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertambah

panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk tubulus. Stroma cukup padat

Page | 7

Page 8: Endometriosis Fix

pada lapisan basal tetapi makin ke permukaan semakin longgar.

Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan lebih kecil. Lamanya

fase proliferasi sangat berbeda-beda pada tiap orang dan berakhir pada

saat terjadinya ovulasi.4

2. Fase Sekresi

Setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron yang meningkat

dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium

mulai menebal. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok dan

epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat. Stroma menjadi edematosa dan

pembuluh darah menjadi makin berebentuk spiral dan melebar.

Lamanya fase sekresi sama pada setiap perempuan yaitu 14 ± 2 hari.4

3. Fase Menstruasi

Korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada

siklus 28 hari. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi

dan ini mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun.

Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada

arteri yang berkelok-kelok di endometrium. Tampak dilatasi dan statis

sengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu

terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang

nekrotik. Proses ini disebut haid atau mensis. Bilamana ada

pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut akan

dipertahankan, bahkan berkembang menjadi korpus luteum

graviditatis.4

Perdarahan menstruasi sebagian besar berasal dari arteri dan

sebagian kecil dari vena. Sekret yang dikeluarkan agak berbau karena

adanya sekresi dari kelenjar sebaseus dan dekomposisi elemen darah.

Darah menstruasi memiliki jumlah protrombin dan fibrinogen yang

kurang tetapi kaya akan kalsium. Secara mikroskopik darah menstruasi

terdiri dari sel-sel darah merah, sejumlah besar leukosit,epitel vagina,

mukus servikal, fragmen endometrium dengan makrofag, histiosit, sel

Page | 8

Page 9: Endometriosis Fix

mast dan bakteri. Sekret menstruasi juga terdiri dari kolestrol,

estrogen, lipid dan prostaglandin.4

IV. Etiologi & Patogenesis

Penyebab endometriosis masih belum diketahui. Beberapa teori muncul

menyangkut faktor anatomis, imunologis, hormonal, dan genetik.3,8,9,10

1. Teori Implantasi dan Regurgitasi

Teori yang juga dikenal sebagai teori menstruasi retrograde ini pertama

kali dikemukakan oleh John A.Sampson pada tahun 1927, endometriosis

terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke

dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati

sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih

hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. Teori ini

paling banyak penganutnya, namun teori ini belum dapat menerangkan

kasus endometriosis di luar pelvis. Teori ini berdasarkan 3 asumsi:

pertama, terjadi menstruasi retrograde melalui tuba Fallopi selama

menstruasi; kedua, refluks jaringan endometritik viabel pada kavum

pertoneum; ketiga, jaringan endometritik yang viabel dapat melengket

pada peritoneum melalui rangkaian proses invasi, implantasi, dan

proliferasi. Awalnya teori ini tidak populer dan cukup lama ditinggalkan

karena menstruasi retrograde diasumsikan sangat jarang terjadi. Beberapa

penelitian kemudian membuktikan bahwa angka kejadian menstruasi

retrograde cukup tinggi. Mula-mula oleh Watkins pada tahun 1938 yang

melaporkan adanya tumpahan darah haid melalui tuba Fallopi wanita yang

dilakukan operasi laparotomi saat haid. Setelah itu Goodal melaporkan

menstruasi retrograde terjadi pada 50 persen wanita yang dilakukan

laparotomi saat haid. Penelitian terakhir dengan pemeriksaan laparoskopi

melaporkan angka kejadian menstruasi retrograde mencapai 70-90 persen

wanita.8

Page | 9

Page 10: Endometriosis Fix

Gambar 5. Teori Mentruasi Retrograde(Dikutip dari kepustakaan 11)

2. Teori Metaplasia ( Rober Meyer)

Pada teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena

rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat

mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan

menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan

endometrium. Teori metaplasia selom (coelomic) menunjukkan bahwa

peritoneum parietalis adalah jaringan pluripotensial yang dapat mengalami

transformasi metaplasia menjadi jaringan histologi yang tidak dapat

dibedakan dari endometrium normal. Karena ovarium dan progenitor

endometrium, saluran mullerian, berasal dari epitel selom, metaplasia

dapat menjelaskan perkembangan endometriosis ovarium. Selain itu, teori

tersebut telah diperluas sampai mencakup peritoneum karena potensi

proliferasi dan diferensiasi dari mesotelium peritoneal. Teori ini menarik

pada kasus endometriosis tanpa adanya menstruasi, seperti pada wanita

premenarche dan menopause, dan pada laki-laki dengan karsinoma prostat

diterapi dengan estrogen dan orchiektomi. Namun, tidak adanya

endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitel selom menentang

teori ini. 3,9,10

Page | 10

Page 11: Endometriosis Fix

3. Teori Imunologik

Menurut teori ini faktor genetik dan imunologis sangat berperan

terhadap timbulnya endometriosis. Ditemukan penurunan imunitas seluler

pada jaringan endometrium wanita yang menderita endometriosis. Cairan

peritoneumnya ditemukan aktivitas makrofag yang meningkat, penurunan

aktivitas natural killer cell, dan penurunan aktivitas sel-sel limfosit.

Makrofag akan mengaktifkan jaringan endometriosis dan penurunan

sistem imunologis tubuh akan menyebabkan jaringan endometriosis terus

tumbuh tanpa hambatan. Makin banyak regurgitasi darah haid, makin

banyak pula sistem pertahanan tubuh yang terpakai.Pada wanita dengan

darah haid sedikit, atau pada wanita yang jarang haid, sangat jarang

ditemukan endometriosis.Disamping itu masih terbuka kemungkinan

timbulnya endometriosis dengan jalan penyebaran melalui darah ataupun

limfe.3,8

4. Teori Penyebaran Limfatik dan Hematogen ( Halban)

Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui

saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke

berbagai tempat pelvis dimana jaringan. Temuan endometriosis di lokasi

yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal paha, memperkuat teori

ini. Wilayah retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik berlimpah. Dengan

demikian, pada kasus-kasus di mana tidak ada ditemukan implantasi

peritoneal, tetapi semata-mata merupakan lesi retroperitoneal yang

terisolasi, diduga menyebar secara limfatik. Selain itu, kecenderungan

adenokarsinoma endometrium untuk menyebar melalui jalur limfatik

menunjukkan endometrium dapat diangkut melalui jalur ini. Meskipun

teori ini tetap menarik, beberapa studi telah melakukan eksperimen

mengevaluasi bentuk transmisi endometriosis ini.3

Dari beberapa teori penyebab endometriosis yang dikemukakan

beberapa pustaka juga memaparkan faktor-faktor resiko yang terdapat pada

endometriosis:

Page | 11

Page 12: Endometriosis Fix

1. Familial clustering

Beberapa bukti yang berkaitan dalam terjadinya endometriosis.

Meskipun pola warisan genetik mendel yang telah diidentifikasi tidak

jelas, kejadian meningkat pada anak kandung. Sebagai contoh dalam studi

genetik wanita dengan endometriosis, Simpson dan rekan-rekannya (1980)

mencatat bahwa 5,9% dari saudara kandung perempuan dan 8,1% dari ibu

yang telah menderita endometriosis dibandingkan dengan 1% dari saudara

perempuan tingkat pertama suami. Penelitian lebih lanjut telah

mengungkapkan bahwa wanita dengan endometriosis dan anak kandung

yang menderita endometriosis lebih cenderung memiliki endometriosis

berat (61%) daripada wanita tanpa anak kandung yang menderita

endometriosis (24%). Selain itu, Stefansson dan rekan-rekannya (2002),

dalam analisis mereka dari studi berbasis populasi besar di Islandia,

menunjukkan koefisien kekerabatan yang lebih tinggi pada wanita dengan

endometriosis dibandingkan dengan kontrol. Dalam studi ini, rasio risiko

adalah 5.2 untuk saudara kandung dan 1,56 untuk sepupu. Studi juga

menunjukkan indeks untuk endometriosis pada pasangan kembar

monozigot, memberi kesan sebuah dasar genetik.3

2. Cacat anatomi

Obstruksi saluran reproduksi dapat menjadi predisposisi

perkembangan endometriosis, kemungkinan melalui eksaserbasi

menstruasi retrograd. Dengan demikian, endometriosis telah diidentifikasi

pada wanita dengan selaput dara imperforata dan septum vagina

transversal. Karena asosiasi ini, laparoskopi diagnostik untuk

mengidentifikasi dan mengobati endometriosis disarankan pada saat

operasi korektif untuk banyak anomali. Perbaikan cacat anatomi tersebut

dilakukan untuk mengurangi risiko pengembangan endometriosis.3

3. Polusi Lingkungan.

Ada banyak penelitian menunjukkan paparan polusi lingkungan

mungkin memainkan peran dalam perkembangan endometriosis. Polusi

yang paling sering adalah 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioksin (TCDD)

Page | 12

Page 13: Endometriosis Fix

dan senyawa dioxinlain. Pada saat berikatan, TCDD mengaktifkan

reseptor aril hidrokarbon. Fungsi reseptor ini sebagai faktor transkripsi

dasar, dan mirip dengan kelompok reseptor hormon steroid protein,

mengarahkan ke berbagai transkripsi gen. Akibatnya, TCDD dan senyawa

dioxin lain bisa merangsang endometriosis melalui peningkatan jumlah

interleukin, aktivasi enzim sitokrom P-450 seperti aromatase, dan

perubahan dalam remodeling jaringan. Selain itu, TCDD dalam

hubungannya dengan kehadiran estrogen untuk merangsang pembentukan

endometriosis, dan dengan adany TCDD untuk memblokir progesteron

yang menginduksi regresi endometriosis.3

Dalam lingkungan, TCDD dan senyawa dioxin adalah limbah

pengolahan produk industri. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi

atau kontak yang tidak disengaja adalah bentuk paparan yang paling sering

terjadi. Meskipun endometriosis dan TCDD pada awalnya dikaitkan

dengan binatang primata, studi pada manusia juga mencatat prevalensi

endometriosis lebih tinggi pada wanita dengan konsentrasi dioxin dalam

ASI (air susu ibu)yang tinggi. Selain itu, studi selanjutnya telah

menunjukkan jumlah dioxin serum lebih tinggi pada wanita infertil dengan

endometriosis dibandingkan dengan infertil kontrol.3

V. Gejala Klinis

Aktivitas jaringan endometriosis sama halnya dengan endometrium

yakni sangat bergantung pada hormon. Aktivitas jaringan endometriosis akan

terus meningkat selama hormon masih ada dalam tubuh, setelah menopause

gejala endometriosis akan menghilang.9

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah:4,10

a) Dismenore adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering

dijumpai. Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya

darah haid yang keluar keluhan dismenorea pun akan mereda. penyebab

dari dismenorea ini belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan

Page | 13

Page 14: Endometriosis Fix

adanya vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada

waktu sebelum dan semasa haid.

b) Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea,

keluhan ini disebabkan adanya endometriosis di dalam kavum Douglasi.

c) Diskezia atau nyeri pada saat defekasi terutama pada waktu haid,

disebabkan oleh adanya endometriosis pada rektosigmoid. Kadang-kadang

bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.

d) Endometriosis pada kandung kencing jarang terdapat, gejalanya berupa

gangguan miksi dan hematuria pada waktu haid.

e) Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi apabila kelainan pada ovarium

yang luas sehingga mengganggu fungsi ovarium.

f) Infertilitas juga merupakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit

dimengerti. Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada

endometriosis ialah mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan

perlekatan jaringan disekitarnya.

g) Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. Sebanyak

30% - 40% wanita dengan endometriosis mengalami infertilitas. Menurut

Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita dengan endometriosis ialah

kurang lebih separuh dari wanita biasa. Faktor penting yang menyebabkan

infertilitas pada endometriosis adalah apabila motilitas tuba terganggu

akibat fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya.

Page | 14

Page 15: Endometriosis Fix

Gambar 6. Mekanisme Perkembangan Endometriosis(Dikutip dari kepustakaan 15)

Pada pemeriksaan ginekologi, khususnya pada pemeriksaan

vaginorektoabdominal, ditemukan pada endometriosis ringan pada benda-

benda padat sebesar butir beras sampai butir jagung di kavum douglas dan

pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi dan

terfiksasi.4

VI. Diagnosis

A. Anamnesis

Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis

yang disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada

endometriosis. Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek

yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat

diduga. Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena

penyakit ini bersifat diwariskan. Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali

lebih besar untuk mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin

berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut

dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan

endometriosis.3,10

Page | 15

Page 16: Endometriosis Fix

B. Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik. Gejala pada

endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis,

yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada

daerah pelvik, akibat dari:

a) melimpahnya darah dari endometrium sehingga merangsang peritoneum.

b) kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar prostaglandin (PGF2alpha dan

PGE) yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri.

Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau

peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni makin mengarah ke

endometriosis jika gejala muncul bertahun-tahun dengan haid dan senggama

yang semula tanpa nyeri. Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin

berat stadium endometriosis pada diagnosis awal. Endometriosis juga

dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang tidak khas.

Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang

yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat

terjadi tergantung daeran invasi jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan

nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius dan

gastrointestinal. Pada penderita endometriosis juga sering dijumpai

infertilitas. Gangguan haid berupa bercak prahaid atau hipermenore.2,16

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan

adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan

dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan

dalam. Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan

yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma,

abses dan hematom.3,16

Pada pemeriksaan fisik ginekologik, pada genitalia eksterna dan

permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan. lesi endometriosis terlihat

hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan

Page | 16

Page 17: Endometriosis Fix

manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan antara stenosis

pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum,

tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal. Hasil

pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis

endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk

diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium. Jika

tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk

menegakkan diagnosis endometriosis, gejala, tanda fisis dan pemeriksaan

bimanual dapat digunakan.3,16

Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala(Dikutip dari kepustakaan 15)

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada endometriosis, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab lain nyeri pelvic. Pemeriksaan darah rutin, urin

rutin, kultur urin dan vaginal swab mungkin diperlukan untuk

menyingkirkan infeksi atau penyakit menular seksual penyakit infeksi

panggul.3

Selain itu, serum antigen kanker CA-125 sering meningkat pada

wanita dengan endometriosis. Namun, marker ini juga meningkat pada

penyakit pelvik lain dan mempunyai spesifitas yang kecil dalam diagnosis

endometriosis.3

2. Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal telah digunakan

dalam membantu mendiagnosis endometriosis. Walaupun USG

Page | 17

Page 18: Endometriosis Fix

transvaginal digunakan untuk mengevaluasi gejala terkait endometriosis

dan akurat dalam mendeteksi endometrioma, gambaran endometriosis

superfisial dan adhesi endometriotik yang didapatkan tidak adekuat.

Teknik radiologi lainnya seperti CT-Scan, dan MRI, dapat digunakan

hanya untuk sebagai konfirmasi tambahan saja, tapi tidak dapat digunakan

sebagai alat bantu diagnosis utama, karena selain biaya lebih mahal dari

USG, informasi yang diberikan masih dapat kurang jelas.3

3. Pemeriksaan Laparoskopi

Diagnosis pasti endometriosis hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologik. Merupakan

baku emas yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis

endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga

abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan

endometriosis tanpa adanya gejala klinis. Invasi jaringan endometrium

paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglasi,

kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan.

Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan

kandung kemih dan usus. 3,12

Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam ‘blue-black

powder-burn’ dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di

sekelilingnya. Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari

serpihan haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa

lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih..3,10,12

Page | 18

Page 19: Endometriosis Fix

Gambar 7 : Lesi kemerahan endometriosis pada berbagai tempat.(Dikutip dari kepustakaan 10)

Tabel 2. Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya

(Dikutip dari kepustakaan 10)

4. Pemeriksaan Histopatologik

Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai ciri-ciri khas

endometriosis, yaitu kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan

perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit pigmen hemosiderin dan sel-sel

radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi jaringan normal di

sekelilingnya.endometriosis yang menyebuk dalam dan makrofag yang

termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis.

Secara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik,

glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif) 3

Page | 19

Page 20: Endometriosis Fix

Gambar 8.Pemeriksaan histopatogik.Tampak kelenjar dan stroma endometrium pada colon.

(Dikutip dari kepustakaan 3)

Page | 20

Page 21: Endometriosis Fix

VII. Klasifikasi

A. Klasifikasi Menurut The American Society for Reproductive Medicine

The American Society for Reproductive Medicine merupakan pedoman

yang digunakan untuk klasifikasi endometriosis. Pembagian ini berdasarkan

permukaan, ukuran, dan kedalaman implantasi ovarium dan peritoneum.

Meskipun tidak berhubungan dengan beratnya nyeri, pembagian ini dapat

memprediksikan kemungkinan untuk hamil. Tambahan pula identifikasi visual

endometriosis ini tidak akurat pada kebanyakan kasus; oleh itu sistem

klasifikasi ini hanya untuk penggunaan praktis harian.1,3

The American Society for Reproductive Medicine Revised Classification

of Endometriosis yang sudah direvisi

Tabel 3. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of Endometriosis yang telah direvisi

(Dikutip dari kepustakaan 12)

Page | 21

Page 22: Endometriosis Fix

Gambar 9 : Revisi Klasifikasi Endometriosis oleh ‘The American Fertility Society’

(Dikutip dari kepustakaan 1)

Pada tahun 2009, seorang peneliti yang berasal dari Amerika Serikat

mengembangkan sebuah indeks fertilitas pada penderita endometriosis setelah

surgical staging, yaitu Endometriosis Fertility Index (EFI) dengan

menggunakan status fungsional dari tuba, ovarium, dan fimbri, untuk

memprediksi kemungkinan mereka hamil secara alami.13

Tabel 4. Derajat Disfungsi Tuba, Fimbria, dan Ovarium(Dikutip dari kepustakaan 12)

Page | 22

Page 23: Endometriosis Fix

B. Klasifikasi menurut Acosta

1) Ringan

a. Endometriosis menyebar tanpa perlekatan pada anterior

b. atau posterior kavum Douglasi atau permukaan ovarium atau

peritoneum pelvis.

2) Sedang

a. Endometriosis pada satu atau kedua ovarium disertai parut dan

retraksi atau endometrioma kecil.

b. Perlekatan minimal juga di sekitar ovarium yang mengalami

endometriosis.

c. Endometriosis pada anterior atau posterior kavum Douglasi dengan

parut dan retraksi atau perlekatan, tanpa implantasi di kolon sigmoid.

3) Berat

a. Endometriosis pada satu atau dua ovarium, ukuran lebih dari 2 x 2 cm

b. Perlekatan satu atau dua ovarium atau tuba atau kavum Douglasi

karena endometriosis.

c. Implantasi atau perlekatan usus dan/ atau traktus urinarius yang nyata.

VIII. Diagnosis Banding

Adenomiosis uteri, radang pelvik dengan tumor adneksa dapat

menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis

jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum

Douglasi dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau

mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis

ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis banding dengan kista

ovarium.4

IX. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk endometriosis bergantung pada gejala khusus wanita

itu, tingkat keparahan gejala, lokasi lesi endometriosis, tujuan untuk

pengobatan, dan keinginan untuk melestarikan kesuburan masa depan. Faktor

Page | 23

Page 24: Endometriosis Fix

yang paling penting ketika menentukan pengelolaan yang paling tepat adalah

apakah pasien mencari pengobatan untuk infertilitas atau sakit, sebagai

pengobatan akan berbeda berdasarkan gejala.3,13

1. Terapi Ekpektatif

Beberapa peneliti memakai strategi pengobatan yang disebut terapi

ekspektatif. Penderita endometriosis yang didiagnosis dengan laparoskopi,

akan diobservasi untuk mencapai suatu kehamilan tanpa terapi (treatment-

independent therapy). Dasar dari terapi ekspektatif adalah endometriosis

yang ringan tanpa disertai keluhan simptomatik tidak akan memberikan

efek pada fertilitas.14

Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita dengan gejala

dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak berumur,

pengawasan ini bisa dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah itu

gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama diambil pada

wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang

infertilitas, akan tetapi pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika

ditunggu 1 tahun tidak terjadi kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan

terhadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih aktif. Pada observasi

seperti yang diterangkan sebelumnya, harus dilakukan pemeriksaan secara

periodik dan teratur untuk meneliti perkembangan penyakitnya dan jika

perlu mengubah sikap ekspektatif. Dalam masa observasi ini dapat

diberikan pengobatan paliatif berupa pemberian analgesikuntuk

mengurangi rasa nyeri.4

Terapi analgesik yang sering digunakan untuk penderita

endometriosis adalah obat anti inflamasi non steroid (NSAID). NSAID

menghambat siklooksigenase isoenzim 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2), dan

dalam kelompok ini, selektif COX-2 inhibitor selektif menghambat COX-

2 isoenzyme. Enzim ini bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin

yang terlibat dalam rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan

endometriosis. Obat anti-inflamasi nonsteroid menjadi lini pertama terapi

pada wanita dengan dismenorea primer atau nyeri panggul sebelum

Page | 24

Page 25: Endometriosis Fix

konfirmasi laparoskopi endometriosis, dan pada wanita dengan gejala rasa

sakit yang minimal atau ringan yang berhubungan dengan endometriosis

diketahui. Jenis NSAID yang umum digunakan yaitu ibuprofen dan asam

mefenamat.3

2. Terapi hormonal

Sebagai dasar pengobatan hormonal ialah bahwa pertumbuhan dan

fungsi jaringan endometriosis, seperti jaringan endometrium yang normal,

yang dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Data laboratorium

menunjukkan bahwa jaringan endometriosis pada umumnya mengandung

reseptor estrogen, progesteron dan androgen. Pada hewan coba, estrogen

merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen menyebabkan

atrofi sedangkan pengaruh progesteron kontroversial. Progesteron sendiri

mungkin merangsang pertumbuhan endometriosis, namun progesteron

sintetik yang umumnya mempunyai efek androgenik tampaknya

menghambat pertumbuhan endometriosis.4

Atas dasar tersebut, maka prinsip dasar pengobatan hormonal

endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon yang rendah

estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi

jaringan endometriosis. Sedangkan keadaan yang asiklik mencegah

terjadinya haid, yang berarti tidak terjadinya pelepasan jaringan

endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis. Prinsip kedua

yaitu menciptakan lingkungan hormon yang tinggi androgen atau tinggi

progestogen (progesteron sintetik) yang secara langsung menyebabkan

atrofi jaringan endometriosis.4

a) Pil Kontrasepsi Kombinasi

Pil Kontrasepsi Kombinasi (estrogen dan progestron) dapat digunakan

untuk terapi endometriosis. Obat ini berkerja dengan cara menghambat

aksis hipotalamik-ovari. Ia menghambat hormon luteinizing (LH) dan

hormon stimulasi folikel (FSH), menghalang ovulasi dan menyebabkan

dinding endometrium menjadi atrofi. 3,13

Page | 25

Page 26: Endometriosis Fix

Terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3

mg norgestrel per hari. Bila terjadi ‘breakthrough’, dosis ditingkatkan

menjadi 0,05 mg etinil estradiol dan 0,5 mg norgestrel per hari atau

maksimal 0,08 mg etinil estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari.

Pemberian tersebut terus menerus setiap hari selama 6-9 bulan, bahkan ada

yang menganjurkan minimal satu tahun dan bila perlu dilanjutkan sampai

2-3 tahun.4

Dilaporkan bahwa 30% penderita menyatakan keluhannya berkurang

dan hanya 18% yang secara obyektif mengalami kesembuhan, 41%

penderita tidak menyelesaikan terapinya karena mengalami efek samping.

Efek samping dari terapi ini seperti nyeri kepala, nausea, perdarahan

ireguler, dan pertambahan berat badan.4,13

b) Gonadotropin-releasing Hormon Analog (GnRH analog)

GnRH analog telah digunakan secara efektif untuk membebaskan

nyeri dan mengurangi ukuran dari implantasi endometriosis. Obat ini

menekan produksi estrogen oleh ovarium dengan menghambat sekresi

hormon pengatur dari kelenjar pituitari. Sebagai akibatnya, periode-

periode menstruasi berhenti, seperti menopause. Agonis GnRH mensuplai

stimulasi secara konstan pada reseptor LHRH. Ini menghambat aksis

pituitari-ovarium dan menyebabkan sekresi FSH dan LH berkurang

sekaligus kadar estrogen dan progesteron turut berkurang. Ini

menyebabkan dinding endometrium menjadi atrofi dan

hipoestrogenik.Dosis yang dianjurkan adalah leuprolin asetat

3,75mg/bulan secara injeksi intramuskular selama 6 bulan. Terapi ini

dilimitasi selama 6 bulan untuk menghindari efek samping yang dapat

terjadi karena keadaan hipoestrogenik seperti sakit kepala, hot flushes,

depresi, pengurangan densitas tulang, perubahan mood dan perubahan

profil lipoprotein.1,10,13

c) Androgen

Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis

5 mg sampai 10 mg per hari. Kerugian terapi ini adalah dapat

Page | 26

Page 27: Endometriosis Fix

menyebabkan maskulinisasi terutama pada dosis jangka panjang. Selain

itu masih mungkin terjadi ovulasi atau kehamilan terutama pada dosis 5

mg perhari. Bila terjadi kehamilan, terapi harus dihentikan karena dapat

menyebabkan cacat bawaan pada janin.4

d) Progestin

Progestin mempunyai efek antiendometriotik yang menyebabkan

desidualisasi dan atrofi pada jaringan endometrium. Progestin juga

menghambat ovulasi dengan menghambat luteinizing hormon (LH) dan

mungkin dapat menyebabkan amenore. Dosis yang diberikan adalah

medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau noerestisteron asetat 30

mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan

medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap

bulan.Penghentian terapi parenteral dapat diikuti dengan anovulasi selama

6-12 bulan, sehingga cara ini tidak menguntungkan bagi mereka yang

ingin segera mempunyai anak. Lama pengobatan dengan progestogen

yang dianjurkan adalah 6-9 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah

‘breakthrough bleeding’, perubahan mood, perdarahan ireguler, amenore,

muntah, pertambahan berat badan dan retensi cairan. Terapi ini sesuai

untuk penderita endometriosis yang tidak segera ingin hamil.3,4

e) Danazol

Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen

rendah.Dosis yang digunakan untuk endometriosis ringan (stadium 2) atau

sedang (stadium 3) adalah 400 mg perhari sedangkan untuk endometriosis

yang berat (stadium 4) dapat diberikan sampai 800 mg perhari. Lama

pemberian minimal 6 bulan dapat pula diberikan 12 minggu sebelum terapi

pembedahan konservatik dilakukan. Danazol memilki efek samping

berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan

berat badan, dan edema.Kehamilan dan menyusui merupakan

kontrindikasi absolut dari pemakaian danazol.6

3. Terapi Pembedahan

Page | 27

Page 28: Endometriosis Fix

Terapi pembedahan dapat digunakan pada penderita endometriosis yang

berat atau yang tidak berespon baik dengan terapi medis atau penderita

dengan keluhan infertilitas, terapi pembedahan ini terdiri daripada terapi

pembedahan konservatif dan pembedahan definitif.11,14

a) Terapi Konservatif

Terapi ini bertujuan untu mengembalikan anatomi normal penderita dan

mengurangi serta menghilangkan lesi endometriotik. Pembedahan

konservatif dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan yakni laparotomi

atau laparoskopi operatif3,10

1. Eksisi atau destruksi dengan cara vaporisasi laser, elektrokoagulasi,

koagulasi termal secara langsung pada permukaan lesi atau dapat juga

eksisi komplit pada endometrioma.

2. Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) adalah prosedur

pembedahan konservatif yang digunakan untuk mengatasi dismenore,

atau nyeri saat menstruasi, yang disebabkan oleh endometriosis.

Selama prosedur, dokter bedah dapat memotong, membakar, atau

menghancurkan bundel saraf simpatik dan para-simpatik. Saraf ini

membawa sensasi rasa sakit dari uterus, dan ilmuwan percaya bahwa

saraf ini yang terlibat dalam dismenore. Studi menunjukkan bahwa

LUNA dapat mengurangi dismenore pada 80 persen wanita.

b) Terapi Definitif

Terapi ini terdiri daripada histerektomi dengan bilateral

salfingooferektomi, eksisi luas pada permukaan peritoneal atau

endometrioma dan adhesiolisis. Histerektomi total dan oferektomi bilateral

sesuai untuk penderita yang tidak mau mempertahankan fungsi

reproduksinya. Namun, sesudah histerektomi dan oforektomi bilateral,

pasien mempunyai resiko hipoestrogenisme prematur seperti ‘hot flushes’,

osteoporosis dan menurunnya libido. Biasanya setelah operasi ini,

diberikan terapi pengganti hormon post-operatif.Gabungan dosis rendah

estrogen-progestin adalah bentuk pengobatan yang diinginkan dari terapi

hormon postmenopause setelah perawatan bedah radikal.3,10,15

Page | 28

Page 29: Endometriosis Fix

X. Pencegahan

Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk

endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang

pada waktu dan sesudah kehamilan kerana regrasi endometrium dalam sarang-

sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda

terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaklah diusahakan mendapat anak-

anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu

tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis timbul.

Selain itu, jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan

kerokan pada waktu haid, kerana dapat menyebabkan mengalirnya darah haid

dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.4

XI. Prognosis

Konseling yang tepat pada penderita endometriosis memerlukan

perhatian pada beberapa aspek penyakit tersebut. Yang paling penting adalah

penilaian awal derajat penyakit secara operatif. Simptom dan keinginan pasien

untuk mendapatkan anak turut menjadi penentu jenis terapi yang

sesuai.Perhatian jangka panjang harus dilakukan karena semua terapi

memberikan perbaikan namun tidak menyembuhkan, walaupun setelah terapi

definif, endometriosis masih dapat muncul kembali. Namun resikonya cukup

rendah (kira-kira 30%). Terapi pengganti estrogen tidak meningkatkan resiko

secara signifikan. Selain itu, setelah terapi konservatif, dilaporkan kadar

kekambuhan bervariasi namun umumnya lebih 10% dalam 3 tahun dan lebih

35% dalam 5 tahun. Kadar rekurensi setelah terapi medis juga bervariasi dan

dilaporkan hampir sama dengan terapi pembedahan.Walaupun banyak

penderita mengetahui endometriosis mempunyai sifat progresif yang lama,

namun terapi konservatif dapat mencegah histerektomi pada kebanyakan

kasus. Penyebab endometriosis pada setiap individu tidak dapat langsung

diprediksi dan modalitas terapi akan datang harus lebih baik dari terapi yang

adasaat ini.1

XII. Kesimpulan

Page | 29

Page 30: Endometriosis Fix

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium

yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri

atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di

luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut

adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis. Lokasi yang sering

ditemukan endometriosis adalah pada ovari, septum retrovaginal dan rongga

pelvik. Penyebab utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi

kemungkinan dapat disebabkan aliran menstruasi mundur, metaplasia,

penyebaran limfatik dan vaskuler, faktor imunologik serta induksi hormonal.

Gejala endometriosis yang sering dirasakan oleh penderita yaitu antara

lain berupa nyeri haid (dismenore), nyeri panggul kronik, nyeri saat

berhubungan (dispareunia) dan infertilitas. Diagnosis dapat ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan laparoskopi.

Pengobatan untuk endometriosis bergantung pada gejala khusus wanita

itu, tingkat keparahan gejala, lokasi lesi endometriosis, tujuan untuk

pengobatan, dan keinginan untuk melestarikan kesuburan masa depan. Faktor

yang paling penting ketika menentukan pengelolaan yang paling tepat adalah

apakah pasien mencari pengobatan untuk infertilitas atau sakit, sebagai

pengobatan akan berbeda berdasarkan gejala. Penanganan dapat dilakukan

dengan terapi medis seperti pemberian analgesik, GnRH agonis, progestin, pil

kontrasepsi oral dan danazol. Sedangkan untuk terapi pembedahan, sering

dilakukan secara konservatif yaitu dengan laparoskopi dan laparotomi melalui

pelepasan pelekatan, merusak jaringan endometriotik, rekonstruksi anatomi

sebaik mungkin, mengangkat kista dan melenyapkan implantasi dengan sinar

atau elektrokauter dan secara definitif dengan histerektomi, bilateral

salfingooferektomi, eksisi luas pada permukaan peritoneal atau endometrioma

dan adhesiolisis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan DeCherney, Kenneth Muse. Endometriosis. In: Alan DeCherney,

Lauren Nathan, Murphy Goodwin, Neri Laufer, eds. (Lange) Current

Page | 30

Page 31: Endometriosis Fix

Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Ed. 10th. Amerika: The

McGraw-Hill Companies. 2007

2. Derek Llewellyn , Jones. Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology,

Ed. 6th. Sydney: Hipokrates. 2002. p.254-9

3. Bruce, Carr. Endometriosis. In: John Schorge, Joseph Schaffer, Lisa

Halvorson, Barbara Hoffman, Karen Bradshaw, Gary Cunningham. Williams

Gynecology. China: The McGraw-Hill Companies. 2008

4. Prabowo, Raden Prajitno. Endometriosis. Dalam: Wikojosastro H, Abdul

Bari Saifuddin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kandungan, Edisi ke 2.

Jakarta; Balai Penerbit FKUI:2008.p.316-27

5. Danudjo Oepomo, T. Dampak Endometriosis pada Kualitas Hidup

Perempuan. [serial online]. [cited 2012 Mei 7]. Available from:

http://www.google . co.id/#hl=id&biw=1366&bih=551&sclient=psyab&q=Da

mpak+Endometriosis+pada+Kualitas+Hidup+Perem puan

6. Mochtar R. Anatomi Alat-Alat Kandungan. Dalam: Sinopsis Obstetri, edisi

2. Jakarta: EGC. 1998: p.5-12

7. Anonymous. Chapter 27 Uterine Anatomy. [serial online]. [cited 2012 Mei

7]. Available from: http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy %20&

%20Physiology/2020/2020%20Exam%20Reviews/Exam%205/CH27%20Ute

rine %20Anatomy.htm

8. Overton, Caroline., Davis, Colin,. McMillan, Lindsay,. Shaw, Robert W.

An Atlas of Endometriosis Third Edition. United Kingdom; Informa

Healthcare:2007

9. Berek J. Berek & Novak's Gynecology, Ed. 14th. California: Lippincott

Williams & Wilkins. 2007

10. Kapoor D. Endometriosis.[serial online]. [cited 2012 Mei 7]. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/271899-overview#showall

Page | 31

Page 32: Endometriosis Fix

11. Krotec JW, Perkins S. Endometriosis for Dummies. New York: Wiley

Publishing, Inc. 2007.p.55-77

12. Adamson, GD. Pasta, DJ. Endometriosis Fertility Index: The New,

Validated Endometriosis Staging System. [serial online]. [cited 2012 Mei 7].

Available from: http://www.endometriosiszone.org/content/PDF/EFI-

Endometriosis-FNS-Fertil-Steril-Article.pdf

13. Pernol M. Benson and Pernolls, Handbook of Obstetrics Gynecology, Ed.

10th. Amerika: The McGraw-Hill Companies. 2001.p.755-67

14. Nusratudin A. Hubungan Endometriosis dan Infertilitas. [serial online].

[cited 2012 Mei 7]. Available from: http://med.unhas.ac.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=163:hubungan-endometriosis-dan-

infertilitas&catid=101&Itemid=48.\

15. Fairley, Diana Hamilton. Endometriosis. In : Lecture Notes Obstetrics and

Gynaecology 2nd Edition. USA:Blackwell Publishing I.td.2004.p.240-2

Page | 32