Upload
lamnhan
View
233
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
Energi TerbarukanSebuah Penilaian Pertumbuhan Ekonomi Hijau di Kalimantan
2
Diterbitkan pada bulan April 2015
Semua nilai tukar yang tercantum di dalam dokumen ini berdasarkan pada nilai tukar tanggal 15 Oktober 2014 (USD 1 = IDR 12,210)
3
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen untuk mengintegrasikan tujuan pertumbuhan ekonomi hijau ke dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Untuk dapat lebih memahami hubungan penting antara pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap modal alam, pemerintah telah membentuk kemitraan dan kerjasama teknis dengan Global Green Growth Institute (GGGI). Dengan adanya kemitraan tersebut, perlu dikembangkan kerangka kerja dan seperangkat alat analisa agar pertumbuhan hijau dapat diintegrasikan dalam proses perenacanaan dan penilaian investasi. Booklet yang berjudul "Energi Terbarukan Sebuah Penilaian Pertumbuhan Ekonomi Hijau di Kalimantan" ini adalah salah satu produk dari kemitraan tersebut. Isi dari booklet ini mengacu pada laporan teknis yang menilai biaya dan manfaat secara moneter terkait dengan proyek-proyek energi terbarukan di Kalimantan Tengah dan Timur. Rangkuman dari laporan hasil dan implikasi kebijakan dapat dijadikan sebagai panduan yang berharga bagi para pembuat kebijakan. Laporan ini juga menjadi pelengkap upaya lain yang dilakukan BAPPEDA Kalimantan Tengah bersama dengan GGGI untuk mengintegrasikannya dengan tujuan pertumbuhan ekonomi hijau ke dalam dokumen perencanaan. Termasuk di dalamnya laporan "Kalimantan Tengah: bergerak menuju pertumbuhanekonomi hijau" dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Hijau kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Pulang Pisau. Upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hijau sebagian besar bergantung pada kemampuan ekonomi dalam menghasilkan energi bersih. Pada saat yang sama kami juga perlu mengamankan kecukupan pasokan listrik di Kalimantan. Di Kalimantan Tengah, masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki akses ke jaringan listrik. Dan sampai dengan saat ini pembangkitan listrik di Kalimantan masih sangat bergantung pada teknologi berbasis bahan bakar fosil, seperti diesel dan batubara. Laporan yang disusun dengan cepat dan tepat waktu ini menunjukkan kontribusi potensi sumber energi terbarukan untuk mewujudkan baik ketahanan energi serta lingkungan yang bersih. Dengan menggunakan Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas (extended Cost Benefit Analysis/eCBA), Studi ini menyajikan nilai-nilai biaya dan manfaat secara moneter yang terkait dengan empat proyek teknologi energi terbarukan di Kalimantan Tengah dan Timur. Hasil kajian ini juga berimplikasi pada situasi energi di koridor ekonomi Kalimantan secara keseluruhan. Saya berharap bahwa laporan ini akan merangsang diskusi publik lebih lanjut terkait kelangsungan energi bersih di Kalimantan.
Katapengantar
4
Kami telah melakukan Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas (extended Cost Benefit Analysis/eCBA) pada empat proyek energi terbarukan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur (Mikro Hidro, Pembangkit listrik tenaga surya (solar PV), Biomassa (woodchip), Biogas (POME)) dan dianggap mempunyai manfaat yang lebih luas untuk peningkatan pembangkit listrik terbarukan di Kalimantan secara keseluruhan.
Potensi manfaat pertumbuhan ekonomi hijau yang terkait dengan intervensi kebijakan dalam empat proyek besar cukup signifikan, yaitu menghasilkan economic rate of return di atas 25%, dengan asumsi tertentu.
Untuk proyek di luar jaringan listrik (off-grid), masyarakat setempat mendapatkan manfaat besar dari lampu penerangan ramah lingkungan, pengembangan bisnis lokal dan pengurangan emisi. Untuk proyek on-grid, manfaat utamanya pada menghindari biaya bbm fosil yang besar untuk pembangkit dan emisi gas rumah kaca (GRK).
Proyek off-grid memerlukan dukungan publik yang besar agar mempunyai daya tarik. Bentuk-bentuk dukungan dapat berupa hibah modal, bantuan teknis dan manajerial untuk masyarakat dan pemerintah daerah.
Untuk skala lebih besar, proyek on-grid atau produsen listrik swasta merupakan pilihan yang lebih menarik, dan bahkan mungkin lebih menarik dengan skema end-user tariff atau feed-in tariff yang mencerminkan biaya ekonomi dan lingkungan pembangkit listrik secara penuh.
Berdasarkan indikasi potensi secara teknis, manfaat pertumbuhan ekonomi hijau bisa ditingkatkan hingga USD 1-9 miliar per tahun di Kalimantan (3-16% dari PDB). Diperlukan investasi sebesar USD 10-57 miliar, dimana setidaknyaUSD 6-39 miliar diantaranya dari dana publik.
Pesan kunci
Tujuan mendasar kerjasama Pemerintah Indonesia–GGGI adalah mengarusutamakan pertumbuhan ekonomi hijau dalam proses perencanaan ekonomi. Untuk tujuan ini, Program Pertumbuhuan Hijau mengembangkan kerangka kerja yang dapat digunakan oleh berbagai instansi pemerintah, khususnya mereka yang terlibat dalam perencanaan ekonomi dan penilaian investasi. Kerangka ini, dikembangkan para pemangku kepentingan pada tahun 2013 dan 2014 untuk membuat pertumbuhan hijau terukur dalam hal lima capaian yang diinginkan (lihat gambar di bawah), menggunakan serangkaian indikator proyek tingkat nasional, regional dan proyek.
Penilaian pertumbuhan hijau, termasuk Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas (extended Cost Benefit Analysis/eCBA) adalah
Pendahuluanpedoman dan toolkit yang dikembangkan untuk mengukur dan membandingkan kinerja investasi Pertumbuhan Hijau. Konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang luas telah dilakukan untuk mendukung penilaian dampak.
Toolkit dapat digunakan pada tingkatan tinggi untuk memprioritaskan proyek-proyek dengan pertumbuhan hijau yang potensinya tinggi, atau yang akan mendapat manfaat dari rancang ulang pertumbuhan hijau. Pada tingkat yang lebih terperinci, toolkit dapat digunakan untuk Penilaian Pertumbuhan Hijau di tingkat proyek (seperti dalam studi kasus Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan) menggunakan alat analisa yang lebih teliti (eCBA).
eCBA adalah metode sistematis untuk pengambilan keputusan yang membandingkan biaya dan manfaat ekonomi, sosial serta lingkungan. eCBA bisa menjawab:
Bagaimana kinerja proyek pertumbuhan ekonomi hijau yang sudah didesain saat ini?
Apa manfaat yang timbul dari kinerja tersebut untuk perekonomian, pengembangan masyarakat dan lingkungan?
5 CAPAIAN YANG DIHARAPKAN DARI PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU ADALAH HASIL MASUKAN PARA PEMANGKU
KEPENTINGAN YANG EKSTENSIFDI TAHUN 2013, DI INDONESIA
TINGKAT NASIONAL/PROVINSI
TINGKAT PROYEK/KEGIATAN EKONOMI
DI LAPANGAN
PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU
Penurunan emisi gas rumah kaca
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutanKetahanan sosial,
ekonomi, dan lingkungan
Pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan adil
Ekosistem yang sehat dan produktif menyediakan jasa
lingkungan
$
$
$
$
PopulasiRp GVA
PDB/Pekerja FDI
Pengawasan, Evaluasi dan Penetapan target
Pengawasan, Evaluasi dan Pengetahuan tentang luasnya
dampak proyek
Pekerja migranInvestasi swasta
pekerjaan
INDIKATORDAN
TARGET
INDIKATORDAN
TARGET
Indikator di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten untuk monitoring dan evaluasi serta penetapan target
Memuat indikator proyek untuk monitoring dan evaluasi sehingga pengetahuan tentang dampak bisa bertambah
5
Apa sinergi dan tarik ulur (trade off) dalam rancang ulang proyek?
Seberapa besar investasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja?
Apa instrumen kebijakan yang diperlukan untuk mendorong investasi dan terjadinya perubahan perilaku?
Kami telah melakukan eCBA tingkat proyek pada empat proyek energi terbarukan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur untuk memahami manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dibandingkan dengan skenario Business As Usual (BAU). Ringkasan temuan kami disajikan di halaman sebelah.
Sebuah laporan teknis lengkap yang menguraikan konteks, metodologi dan temuan secara rinci tersedia atas permintaan ke Sekretariat Bersama Program Pertumbuhan Hijau.
Bagaimana kita dapat mendesain ulang proyek untuk memperbaiki kinerja pertumbuhan ekonomi hijau?
Rencana Pembangunan Nasional dan
Daerah
Rencana sektor
Business As Usual (BAU)
Kebijakan & pendukung
• Produksi ekstraktif• Penggunaan lahan• Konektivitas
NasionalProvinsiKoridor
NasionalProvinsi• Koridor• Kabupaten• Sektor
Penyusunanproyek
Uji Kelayakan
eCBA
Business case
Peta panduan danpenetapan sasaran
Pengawasan & Evaluasi
Uji potensi PH
Meninjau ulang hambatan di kebijakan dan faktor-faktor
pemungkin, serta memastikan bahwa proyek sejalan
dengan pendekatan untuk perencanaan pertumbuhan
ekonomi hijau
LANGKAH 1 LANGKAH 2 LANGKAH 3 Green Growth Assessment Process (GGAP)
LANGKAH 4
LANGKAH 5
LANGKAH 7
LANGKAH 8
LANGKAH 6Menuju visi pertumbuhan ekonomi hijau
Menginformasikan sasaran dan menguji visi
eCBA
PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan
Ketahanan sosial, ekonomi, dan
lingkungan
Pertumbuhan yang inklusif dan
merata
Ekosistem yang sehat dan Produktif
$
$
$
$
Kerangka Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Implementasi praktis Analisis Biaya Manfaat yang Diperluas mencakup 7 tahap:
Tahap 1
Identifikasi baseline proyek
Konsultasidengan
pemangku kepentingan
proyek
Tinjauan dokumentasi
proyek
Konsultasi dengan
pemangku kepentingan
proyek
Tinjauan literatur
Identifikasi keluaran, hasil,
dan dampak
Menilai materialitasIdentifikasi
cakupan CBA
Pengumpulan data dari
dokumentasi proyek
Pengumpulan data pasar setempat
Pengumpulan data teknologi internasional
Mengukur biaya dan
manfaatintervensi
pertumbuhan ekonomi hijau
Menilai biaya dan manfaat
bagimasyarakat
Memvalidasi temuandengan
pemangku kepentingan
Mempertimbangkan implikasi hasil
terhadap kebijakan
Mempertimbangkan implikasi terhadap desain ulang daninvestasi proyek
Identifikasi pilihan
pertumbuhan ekonomi hijau
Peta Jalur Dampak
Pengumpulan data
Analisis Biaya Manfaat
Diperluas
Validasi temuan Mempertimbangkan implikasi
Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7
6
Energi terbarukan di Kalimantan'Koridor ekonomi’ Kalimantan menunjukkan kawasan kegiatan yang mempunyai fokus pada produksi dan pengolahan deposit tambang dan energi nasional.
Saat ini, Pulau Kalimantan sangat tergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik on-grid (solar dan batubara) dan off-grid (solar). Penggunaan energi terbarukan di jaringan on dan off-grid akan memberi banyak manfaat dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau. Diversifikasi bahan bakar ini akan meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah perdesaan serta mengurangi biaya sosial dan lingkungan karena emisi karbon dari proses pembakaran batubara bisa dikurangi.
Besarnya manfaat di koridor ekonomi Kalimantan tersebut diperoleh dengan memperluas manfaat secara indikatif dari keempat proyek yang dikaji (lihat bagian selanjutnya). Kami memperkirakan nilai manfaat sosial neto per tahun yang bisa direalisasikan ada di kisaranUSD 1-9 milyar (3-16% dari PDRB). Hal ini bisa dicapai melalui overnight investment sebesar USD 10-57 milyar untuk membangkitkan tenaga sebesar 1.600-3.000 MW dari keempat sumber energi terbarukan yang dikaji.
Secara khusus, kajian ini tidak mencari mana teknologi energi terbarukan yang terbaik. Pilihan teknologi akan ditentukan sesuai kebutuhan, dimana satu lokasi bisa berbeda dengan lokasi lainnya, sehingga asumsi yang digunakan kajian ini tunduk pada ketidakpastian terutama untuk aspek fisik, teknis dan perhitungan biaya yang bersifat linier. Selain itu, belanja modal di masa depan dari keempat teknologi energi terbarukan ini, terutama tenaga surya, bisa turun lebih cepat yang diperkirakan. Tapi, mengingat terbatasnya dana sektor swasta dan publik, maka kajian ini tidak mengisyaratkan adanya rencana untuk memprioritaskan investasi dalam jangka pendek. Kajian lebih lanjut dibutuhkan untuk membuat strategi energi terbarukan yang terpadu di Kalimantan. Insentif berupa kebijakan yang kondusif dan reformasi sangat penting untuk mewujudkan manfaat-manfaat yang telah disinggung sebelumnya. Kisaran perhitungan manfaat tersebut digambarkan sebagai berikut:
Catatan: Ukuran lingkaran mewakili proporsi tenaga yang bisa dibangkitkan (MW)
Bidang kesehatanlebih baik
Hasil pendidikan yang lebih baik
Kapasitas pembangkit listrik di Kalimantan tahun 2012 (MW)
Diesel
Gas Alam
IPP (bbm tidak diketahui)
969
3932
201
56
172
Batubara
Hidro
Lainnya
Pendapatanrumah tangga yanglebih tinggi
Pengembangan Bisnis
Proyek padat modal kurang dengan manfaat yang lebih tinggi
Nilai bersih manfaat jika semua potensi energi terbarukan direalisasikan (miliar USD)
Biaya investasi(miliar USD)
Mikro Hidro (Tinggi)
PV Surya (Tinggi)
Woodchip (Tinggi)
POME (Tinggi)
1,732 MW
999 MW
136 MW
87MW
55
45
35
25
15
5
-5
-15
-100 1000 200
Emisi yanglebih rendah
7
Pengkajian pertumbuhan ekonomi hijau dari empat proyek energi terbarukan
Pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) rencananya dibangun di Desa Tumbang Kunyi, Kecamatan Sumber Barito, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan studi kelayakan, instalasi ini bisa membangkitkan tenaga sebesar 130 kW untuk memasok listrik ke 400 rumah dan 40 pengguna lainnya melalui jaringan listrik tegangan rendah. Saat ini, masyarakat mengandalkan generator diesel dan lampu minyak tanah untuk penerangan. Koperasi diharapkan bisa mengoperasionalkan instalasi yang akan dibiayai dana hibah Pemerintah Provinsi.
Pembangkit listrik tenga biomassa (PLTBM) di Desa Natai Peramuan, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kota Waringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, terdaftar sebagai bagian dari proyek mekanisme pembangunan bersih (CDM) tahun 2012. Proyek ini menggunakan sisa limbah dari pembuatan keping kayu untuk menjalankan pembangkit biomassa sebesar 7,3 MW. Listrik digunakan untuk kebutuhan pabrik, lalu selebihnya dijual ke PLN (sekitar setengah per kWh). Tanpa proyek ini, pabrik ini akan membeli listrik dari PLN yang listriknya diproduksi dari pembangkit tenaga diesel dan batubara. Hingga saat ini belum ada kredit karbon yang diterbitkan.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) rencananya akan dibuat di Desa Sungai Gula, Kecamatan Permata Intan, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. PLTS berkapasitas 140 kW ini bisa memasok listrik untuk 300 rumah yang didistribukan melalui jaringan listrik tegangan rendah. Sekarang hanya beberapa rumah yang punya generator diesel sementara sisanya tidak punya akses ke listrik sama sekali. Tanpa adanya investasi di energi terbarukan, maka desa ini akan menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 140 kW. Model bisnis untuk PLTS ini belum disusun, namun diharapkan akan dibiayai oleh pemerintah.
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB) menggunakan limbah pabrik kelapa sawit (POME) di Desa Muai, Kecamatan Kembang Jangut, Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur. PLTB ini sudah beroperasi sejak tahun 2012. Biogas dari pemrosesan limbah diikat ke dua mesin pengolah biogas yang terhubung dengan generator pembangkit listrik sebesar 2,1 MW untuk memenuhi kebutuhan pabrik. Tidak ada kelebihan daya karena biogas yang tersisa dibakar dalam sistem tertutup. Sebelumnya, listrik dihasilkan dari boiler biomassa yang menggunakan cangkang sawit (palm kernel shell), serat kelapa sawit, dan sejumlah generator diesel. PLTB ini terdaftar sebagai proyek CDM dan sejauh ini telah menghasilkan 27.782 CERs.
Kumai: 7.3 MW Biomassa keping kayu (chip)
Kutai Kartanegara: 2.1 MW Biogas POMEDesa Sungai Gula: 140 kW PV Surya
Desa Tumbang Kunyi: 130 kW Mikro Hidro
8
HasilDengan melihat arus kas yang diharapkan dari keempat proyek tersebut ditambah serangkaian asumsi, maka ada dua teknologi yang mungkin tidak menarik untuk investor,yaitu PLTMH dan PLTS, karena tingkar pengembalian modalnya (Internal Rate of Return/IRR) negatif. Sementara PLTBM dan PLTB punya tingkat pengembalian modal masing-masing sebesar 12,1% dan 16%, sehingga lebih menarik untuk sektor swasta.
Jika mempertimbangkan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan, maka keempat proyek tersebut menghasilkan keuntungan ekonomi nasional (Economic Rate of Return/ERR) yang positif, yaitu di atas 25%.
Manfaat utama seperti umumnya proyek-proyek energi terbarukan lainnya, yaitu:Pertumbuhan ekonomi senilai USD 83 juta: jumlah ini diperoleh dari pengurangan biaya oleh PLN (termasuk dari pengurangan biaya untuk subsidi dari Departemen Keuangan) dan penghematan dari pengalihan biaya untuk penyediaan bahan bakar solar dan minyak tanah untuk masyarakat, lalu dikurangi biaya untuk belanja modal dan biaya operasional.Pembangunan sosial senilai USD 1 juta: jumlah ini didapat dari penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik karena jam belajar lebih lama dan produktif, dan pelayanan kesehatan karena berkurangnya polusi dalam ruagan. Jumlah ini terlihat kecil karena daya yang dihasilkan juga kecil. Namun, jumlah ini akan bertamabah bila teknologi ini direplikasi ke tingkat industri.Penurunan emisi GRK sebesar USD 61 juta: Jumlah ini didapat dari pengurangan emisi GRK di perdesaan akibat penggunaan solar dan minyak tanah, serta berkurangnya pembakaran batu bara dan solar dari jaringan on grid. Biaya sosial untuk karbon adalah USD 80/tCO2.
Catatan: FS = Data Studi Kelayakan. Tolok Ukur = Mengganti beberapa data FS untuk tolok ukur internasional
Analisis Keuangan
Juta
USD
Juta
USD
Inte
nral
Rat
e of
Ret
urn
Econ
omic
Rat
e of
Ret
urn
Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas
PLTMH
PLTMH
PLTS
PLTS
PLTBM
PLTBM
2,860
1,752
PLTB
PLTB
3,000
2,000
1,000
-
-1,000
-2,000
-3,000
-4,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
-
-10,000
220%200%180%160%140%120%100%80%60%40%20%0-20%
30%
20%
10%
0%
-10%
-20%
-30%
-40%
Benchmark
Benchmark Benchmark
-320Benchmark
-640
FS
FS FS
-290
3,844 2,3751,300
102,414
39,068
-910
FS
-2,796
12.1%
-6.8%-5.3%
85%
55%
26%
50%
121%
1%
16.0%
NPV
IRR
NPV
IRR
9
Implikasi KebijakanSejumlah intervensi kebijakan diidentifikasi untuk mendukung investasi dalam proyek-proyek energi terbarukan di Kalimantan dan Indonesia secara keseluruhan, seperti:
• Meningkatkan kinerja keuangan: insentif pendapatan seperti tarif feed-in dan insentif karbon; hibah dan subsidi modal; akses yang lebih mudah terhadap modal dalam dan luar negeri.
• Mengatasi masalah kapasitas teknis dan sumberdaya manusia: pelatihan teknisi lokal, sertifikasi pihak eksternal, dan pedoman nasional tentang studi kelayakan.
• Perencanaan terpadu: Penilaian sumber daya dan perencanaan energi di Kalimantan secara lebih luas.
• Mengurangirisikobisnisdanregulasi:identifikasi yang lebih jelas area yang akan dialiri listrik oleh PLN, prosedur perijinan lebih cepat.
Matriks kebijakan di bawah ini menyoroti hambatan paling penting terhadap keberhasilan proyek-proyek energi terbarukan serta usulan kebijakan untuk mengatasi hambatan tersebut.
Kelayakan keuangan rendah Mereformasi harga solar dan listrik Insentif yang lebih besar bagi upaya pemanfaatan energi terbarukan
Akses permodalanJaminan utang untuk pemberi pinjaman dalam negeri
Tingkat rintangan yang lebih rendah dan kemampuan finansial yang lebih baik untuk melakukan investasiHibah modal
Keahlian teknis yang rendah pada tahap desain dan operasional
Peningkatan kapasitas dan pelibatan keahlian yang lebih luas (termasuk asing)
Proyek-proyek yang dirancang dan dipelihara dengan baik
Data sumber dayayang buruk
Investasi pemerintah dalam pemetaan sumber daya dan penelitian
Risiko pembangunan yang lebih rendah dan investasi yang lebih tinggi
Kurangnya transparansi dalam rencana ekspansi jaringan
Ketetapan yang lebih jelas tentang anggaran elektrifikasi PLN ke daerah-daerah tertentu dan koordinasi yang lebih baik antara staf PLN lokal dan pemerintah daerah
Relevan Kurang relevanCukup relevan
Menghindari aset terlantar dan penurunan risiko untuk investasi
Potensi hambatan investasi Potensi intervensi kebijakan Hasil On-grid Off-grid
Kebi
jaka
n ek
onom
i m
akro
dan
pas
ar
Kebi
jaka
n in
vest
asi
keua
ngan
Ope
rasi
onal
dan
ke
bija
kan
pem
ungk
inKe
bija
kan
huku
m d
an p
erat
uran
10
Program Pertumbuhan HijauPemerintah Indonesia - GGGI
Pemerintah Indonesia dan Global Green Growth Institute (GGGI) telah mengembangkan program kegiatan yang selaras dan sepenuhnya mendukung mewujudkan visi indonesia yang sudah ada di dalam perencanaan pembangunan ekonomi.
Tujuannya untuk menunjukkan, dengan menggunakan contoh-contoh nyata pembangunan dan rencana investasi Indonesia di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan sekaligus mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial, memaksimalkan nilai jasa ekosistem, mengurangi emisi GRK, dan menciptakan masyarakat, ekonomi, dan lingkungan yang tangguh terhadap guncangan ekonomi dan iklim.
Tujuan Kerjasama Pemerintah Indonesia dan GGGI adalah:
“Untuk mendorong pertumbuhan hijau di Indonesia yang menyadari nilai modal alam, meningkatkan ketahanan, membangun ekonomi lokal dan inklusif serta adil”.
Tujuan spesifik untuk mencapai target ini adalah:
• Memastikan visi pertumbuhan hijau sesuai atau melebihi target pembangunan yang ada;• Mengetahui prioritas pertumbuhan hijau dari Indonesia dengan memberikan target dan indikator yang relevan ;• Mengevaluasi implikasi arah perkembangan negara saat ini terhadap target dan indikator pertumbuhan hijau dan menilai intervensi kebijakan dan potensi dan investasi terhadap indikator awal;•Mengidentifikasisektor-sektorkuncidanintervensiproyeksertainvestasiyangmempunyaipotensitinggi pertumbuhan hijau akan membantu terwujudnya pengembangan pertumbuhan hijau;• Memanfaatkan keterlibatan dan investasi sektor swasta dalam mendukung terwujudnya kesempatan pertumbuhan hijau di Indonesia;• Melakukan pemodelan ekonomi untuk menganalisa setiap proyek dengan cara menunjukkan keuangan mereka danmengidentifikasikesenjangantiappertambahanpembelanjaanyangdiperlukanuntukmengamankan proyek hijau.
11
12
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Sekretariat Bersama Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau Pemerintah Indonesia – GGGI Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional / BAPPENAS Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta PusatIndonesia 10310
www.gggi.org/indonesia-green-growth-planning/
Catatan Penting: Pandangan dan pendapat penulis yang dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dan pendapat dari Global Green Growth Institute. Publikasi ini ditulis dan diterbitkan oleh GGGI untuk membantu menyoroti peluang perbaikan Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan atau proyek sejenis lainnya guna mencapai tujuan pertumbuhanhijau.Publikasiinitidakditujukanuntuksecaraspesifikmemberikandukungan agar proyek dapat dilaksanakan. Hasil analisis ini tidak cocok untuk pengambilan keputusan investasi. Meskipun sejumlah upaya telah dilakukan untuk sedapat mungkin menggunakan informasi lokal, data belum tersedia secara universal, dan pendekatan internasional digunakan dalam analisis. Untuk itu, diperlukankajianrincilebihlanjutsebelumpengambilankeputusanfinansial.