6
EPIDEMIOLOGI Astrositoma derajat I dan II disebut sebagai astrositoma derajat rendah (ADR), dan astrositoma derajat III dan IV disebut sebagai astrositoma derajat tinggi (ADT). Di Indonesia, astrositoma merupakan keganasan otak tersering kedua setelah meningioma, selama periode 2003- 2010, Departemen RSCM mendapatkan 60 kasus astrositoma dengan 30 kasus merupakan astrositoma derajat rendah (ADR) dan 19 kasus merupakan astrositoma derajat tinggi (ADT), sedangkan sisanya merupakan tipe campuran. Untuk Astrositoma derajat rendah (ADR), dilaporkan pria lebih sedikit mendominasi yaitu rasio pria dan wanita adalah 1,18 : 1. Pria juga mendominasi perkembangan astrositoma anaplastik dengan rasio pria dan wanita 1,87. (1,5,6) Kebanyakan kasus astrositoma pilositik timbul pada 2 dekade awal kehidupan. Tetapi pada astrositoma derajat rendah, 25% kasus berlaku pada orang dewasa pada usia 30-40 tahun, 10% astrositoma derajat rendah terjadi pada orang berumur kurang dari 20 tahun, 60% astrositoma derajat rendah terjadi pada usia 20-45 tahun dan 30% pada astrositoma derajat rendah terjadi pada usia > 45 tahun. Lokasi yang paling sering pada fronto-temporo-parietal terletak pada cerebrum, dengan predominan pada lobus frontalis (64%) yang diikuti lobus temporalis (29%). (1,5,6) ETIOLOGI Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab terjadinya tumor otak,

EPIDEMIOLOGI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EPIDEMIOLOGI

EPIDEMIOLOGI

Astrositoma derajat I dan II disebut sebagai astrositoma derajat rendah (ADR), dan

astrositoma derajat III dan IV disebut sebagai astrositoma derajat tinggi (ADT). Di Indonesia,

astrositoma merupakan keganasan otak tersering kedua setelah meningioma, selama periode

2003-2010, Departemen RSCM mendapatkan 60 kasus astrositoma dengan 30 kasus

merupakan astrositoma derajat rendah (ADR) dan 19 kasus merupakan astrositoma derajat

tinggi (ADT), sedangkan sisanya merupakan tipe campuran. Untuk Astrositoma derajat

rendah (ADR), dilaporkan pria lebih sedikit mendominasi yaitu rasio pria dan wanita adalah

1,18 : 1. Pria juga mendominasi perkembangan astrositoma anaplastik dengan rasio pria dan

wanita 1,87. (1,5,6)

Kebanyakan kasus astrositoma pilositik timbul pada 2 dekade awal kehidupan. Tetapi

pada astrositoma derajat rendah, 25% kasus berlaku pada orang dewasa pada usia 30-40

tahun, 10% astrositoma derajat rendah terjadi pada orang berumur kurang dari 20 tahun, 60%

astrositoma derajat rendah terjadi pada usia 20-45 tahun dan 30% pada astrositoma derajat

rendah terjadi pada usia > 45 tahun. Lokasi yang paling sering pada fronto-temporo-

parietal terletak pada cerebrum, dengan predominan pada lobus frontalis (64%) yang

diikuti lobus temporalis (29%).(1,5,6)

ETIOLOGI

Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab

terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X. Anak-anak dengan leukemia

limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf pusat akan

meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma. Tumor ini juga

dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa nitroso (seperti nitosurea,

nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang menghubungkan tumor jenis ini dengan

kerentanan genetik tertentu terus dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan

berbagai sindroma seperti Li-Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome,

dan neurofibromatosis tipe 1 (NF-1). (1)

PATOFISIOLOGI

Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma adalah

sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambatseperti

astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif, yang sangat ganas seperti glioblastoma

multiform. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan yang infiltratif. Meskipun

Page 2: EPIDEMIOLOGI

paling sering ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat timbul pada semua usia. Tumor

tipe ini paling sering ditemukan pada hemisferium serebrimeskipun dapat ditemukan dimana

saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul

pada semua usia. Tempat yang paling sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan

saraf optikus, tetapi seperti pada kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat

terkena.(1)

Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam berbagai

ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak hanya sedikitsekali

pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak bersifat ganaswalaupun dapat

mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma, suatu astrositoma yang sangat ganas.

Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh lambat. Oleh karena itu, penderita sering tidak

datang berobat walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai timbul gejala.(7)

Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif, progresif,

dan menimbulkan berbagai gejala klinik. Tumor ini akan menyebabkan penekanan pada

jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim otak. Fungsi parenkim akan

terganggu karena hipoksia arterial dan vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan

produk metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut

dari hal diatas. Efek massa yang ditimbulkan, dapat menimbulkan gejala defisit neurologis

fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese/kelemahan nervus

kranialis atau bahkan kejang.(8)

Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan tumbuh

lebihlambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time untuk

astrositoma tingkat rendah kira-kira lebih lambat dari astrositoma anaplastik (grade III

astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak munculnya gejala hingga diagnosa

astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-kira sekitar 3,5 tahun.(8)

GEJALA KLINIK

Astrositoma, secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World Health

Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade:

1. Astrositoma Pilositik (Grade I)

Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi

pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan

memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar

dijangkau, masih dapat mengancam hidup.

Page 3: EPIDEMIOLOGI

2. Astrositoma Difusa (Grade II)

Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat berlanjut

ke tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.(9)

3. Astrositoma Anaplastik (Grade III)

Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh

dengan cepat dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda

dibanding dengan sel-sel yang normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini

berumur 41 tahun.(9

4. Gliobastoma multiforme (Grade IV)

Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal.

Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun. Tumor ini merupakan

salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.(9)

Kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai, walaupun

secara retrospektif dapat dijumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu

seperti kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, dan gangguan penglihatan. Pada

tumor low gradeastrositoma kejang-kejangdijumpai pada 80% kasus dibandingkan high

grade sebesar 30%. Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa

kejang lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah meningginya tekanan

intracranial sebagai akibat dari pertumbuhan tumor yang dapat menimbulkan edema

vasogenik. Pasien mengalami keluhan-keluhan sakit kepala yang progresif, mual, muntah-

muntah, mengantuk, dan gangguan penglihatan. Akibat peninggian tekanan intrakranial

menimbulkan hidrosefalus.Semakin bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan

sangat bergantung dari lokasi tumor. Tumor supratentorial dapat menyebabkan gangguan

motorik dan sensitivitas, hemianopsia, afasia, atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan

tumor fossa posteriordapat menimbulkan kombinasi dari gejala-gejala kelumpuhan saraf

kranial, disfungsi serebeler dan gangguan kognitif.(8)

Page 4: EPIDEMIOLOGI

Gambaran Histopatologi

Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2005 h. 1184

Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2002 h. 928-30.

Japardi Iskandar. Astrositoma : insidens dan pengobataan. Jurnal Kedokteran Trisakti.

No.3/Vol.22/September-desember 2003 : 110-5.

M.L. Grunnet M.D. Cerebellar Astrocytoma. Synopsis. Available

fromhttp://esynopsis.uchc.edu/eatlas/cns/1764.htm di akses tanggal 17 agustus 2011