33
Epidemiologi Rabies M. Atoillah

Epidemiologi Rabies

  • Upload
    gloria

  • View
    176

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Epidemiologi Rabies. M. Atoillah. Menurut bahasa, Rabies berasal dari bahasa latin “ rabere ”  arti marah.   bahasa Sanskrit “ rabhas ” yang bermakna kekerasan.  Yunani : “ Lyssa ”  “ kegilaan ” .   - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

Page 1: Epidemiologi  Rabies

Epidemiologi RabiesM. Atoillah

Page 2: Epidemiologi  Rabies

Menurut bahasa, Rabies berasal dari bahasa latin “rabere” arti marah. 

bahasa Sanskrit “rabhas” yang bermakna kekerasan. 

Yunani : “Lyssa” “kegilaan”.   Rabies merupakan simbol bagi penyakit yang

menyerang anjing dan membuat anjing seperti gila (”mad Dog” )(Wilkinson, 2002)

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas dan manusia (zoonosis)

Page 3: Epidemiologi  Rabies

Rabies telah dikenal 2300 SM sejak zaman Mesopotomia (dokumen Hammurabi)

Di Indonesia, pertama kali dilaporkan secara resmi oleh Esser di Jawa Barat, tahun 1884. Kemudian oleh Penning pada anjing pada tahun 1889 dan oleh E.V. de Haan pada manusia (1894).  

Penyebaran Rabies di Indonesia bermula dari tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi selatan sebelum perang Dunia ke-2 meletus.

Page 4: Epidemiologi  Rabies

Pemerintahan Hindia Belanda telah membuat peraturan terkait rabies sejak tahun 1926 dengan dikeluarkannya Hondsdolsheid Ordonansi Nomor 451 dan 452, yang juga diperkuat oleh Staatsblad 1928 Nomor 180. 

selama Indonesia dikuasai oleh Jepang situasi daerah tertular Rabies tidak diketahui secara pasti

Page 5: Epidemiologi  Rabies

Setalah tahun 1945 dalam kurun waktu kurang dari 35 tahun (1945-1980) setelah merdeka Rabies menyebar hampir ke 12 provinsi lain : Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953) Sulawesi Utara (1956) Sumatera Selatan (1959) DI. Aceh (1970) Lampung (1969) Jambi dan Yogyakarta (1971) DKI Jaya dan Bengkulu (1972) Kalimantan Timur (1974) Riau (1975) Kalimantan Tengah (1978) pada era 1990-an, provinsi di Indonesia yang masih bebas rabies adalah Bali,

NTB, NTT, Maluku, dan Papua (Departemen Pertanian, 2007).

Page 6: Epidemiologi  Rabies

ETIOLOGI Rabies disebabkan oleh

virus dari genus Lyssavirus (dari bahasa Yunani Lyssa, yang berarti mengamuk atau kemarahan) family Rahbdoviridae (dar bahasa Yunani,  Rhabdos,  yang berarti batang).  

Page 7: Epidemiologi  Rabies
Page 8: Epidemiologi  Rabies

Virus rabies masuk kedalam tubuh pada umumnya masuk kedalam tubuh melalui perlukaan dan melalui gigitan hewan yang terinfeksi Rabies. 

Gigitan dari hewan yang terinfeksi adalah rute yang paling penting dan paling sering terjadi dalam proses infeksi Rabies. 

review pada tahun 1927-1946 kasus-kasus Rabies pada manusia hampir sekitar 99,8% disebabkan oleh gigitan hewan yang terinfesi Rabies

Page 9: Epidemiologi  Rabies

Virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan akan ber-replikasi dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf pusat (SSP).

Virus terus ber-replikasi hingga masuk menuju kelenjar ludah dan jaringan lain. Sehingga virus ini pada umumnya menyebar ke hewan lain melalui saliva dari hewan yang terinfeksi (melalu gigitan)

Page 10: Epidemiologi  Rabies

Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada : latar belakang genetik inang strain virus yang terlibat konsentrasi reseptor virus pada sel inang jumlah inokulum beratnya laserasi jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari

titik masuk ke SSP

Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih pendek pada orang yang digigit pada wajah atau kepala

Page 11: Epidemiologi  Rabies

Distribusi penyakit Rabies sangat bervariasi untuk setiap belahan dunia. 

Rabies adalah penyakit zoonosis yang pada umumnya berasal dari satwa liar yang menyerang hewan-hewan domestik dan manusia atau dari hewan domestik yang tertular kemudian ke manusia. 

Hewan-hewan utama yang merupakan pembawa rabies (HPR=Hewan Pembawa Rabies) umumnya berbeda untuk setiap benua.  Eropa : rubah dan kelelawar Timur Tengah : srigala dan anjing Afrika : anjing, mongoose dan antelop Asia : anjing Amerika utara : rubah, sigung, rakun, dan kelelawar

pemakan serangga Amerika selatan : anjing dan kelelawar vampire

Page 12: Epidemiologi  Rabies
Page 13: Epidemiologi  Rabies

Virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui:Luka gigitan hewan penderita rabies Luka yang terkena air liur hewan atau manusia penderita

rabies

Page 14: Epidemiologi  Rabies

Rabies di hewan domestik masih merupakan ancaman utama untuk penyakit Rabies di Negara-negara berkembang. 

Derajat kedekatan antar hewan domestik seperti anjing tanpa pemilik atau menjadi liar dengan manusia serta tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah merupakan hal utama yang menyebabkan tingkat ancaman Rabies oleh anjing lebih besar jika dibandingkan dengan hewan liar di alam meskipun gigitan oleh hewan liar pembawa rabies masih sering di laporkan

Page 15: Epidemiologi  Rabies

EPIDEMIOLOGIRabies tersebar luas di 24 Propinsi, dengan jumlah

kasus gigitan yang cukup tinggi. Berdasarkan data Data Kementerian Kesehatan 40.429 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang dilaporkan

Mayoritas hewan yang menularkan virus tersebut, 98 persen berasal dari anjing, dan sisanya kucing dan kera

belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun pada hewan.

Page 16: Epidemiologi  Rabies

EPIDEMIOLOGIProvinsi yang dinyatakan sebagai daerah bebas rabies antara lain

Kepulauan Riau Bangka Belitung DKI Jakarta Kalimantan Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Papua Papua Barat.

Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT

Page 17: Epidemiologi  Rabies

EPIDEMIOLOGIPada tahun 2008 Provinsi Bali melaporkan adanya

kasus gigitan pertama yang dikonfirmasi sebagai rabies.    

Menurut perkiraan sekitar 600 ribu ekor (tidak ada data pasti mengenai jumlah populasi anjing yang sebenarnya di Bali) atau sekiktar 96 ekor per Km2 (Naipospos, 2010) (rasio manusia dengan anjing di Bali yaitu 1:8)

Sejak tahun 2009 Provinsi Bali tercatat sebagai provinsi dengan korban jiwa akibat rabies terbanyak yakni 28 korban meningkat pada tahun 2010 sebanyak 82 orang.

Di Nusa Tenggara Timur tercatat 25 orang meninggal dari 3.547 kasus gigitan anjing.

Page 18: Epidemiologi  Rabies

EPIDEMIOLOGIJumlah rata-rata pertahun kasus gigitan pada

manusia oleh hewan penular rabies tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %) divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun ( 1995- 1997). Ditemukan rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia, seangkan 22,44 spesimen dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan positif rabies.

Page 19: Epidemiologi  Rabies

Laporan Kemenkes 2010 : kasus gigitan rabies ke manusia mencapai jumlah 20.926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesia

Page 20: Epidemiologi  Rabies

PATOGENESASetelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka

selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.

Masa inkubasi bervariasi berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak

Page 21: Epidemiologi  Rabies

PATOGENESASetelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral,

virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan- jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Manusia adalah salah satu komponen dari siklus penyakit Rabies yang merupakan “dead end” dari siklus penyakit ini karena hampir selalu menyebabkan kematian. Transmisi manusia ke manusia adalah jarang, tetapi hal ini pernah dilaporkan di Perancis pada proses operasi transplantasi kornea mata pada tahun 1980

Page 22: Epidemiologi  Rabies

WHO menyatakan bahwa sekitar 55.000 orang per tahun mati karena Rabies, 95% dari jumlah itu berasal dari Asia dan Afrika (WHO, 2008). Sebagian besar dari korban sekitar 30-60% adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun (WHO, 2008)

Page 23: Epidemiologi  Rabies

Masa inkubasi di manusia dari penyakit Rabies sangatlah bervariasi, dimulai dari 7 hari hingga beberapa tahun. Hal ini tergantung kepada:

1.    Dosis dari inokulum2.    Keparahan dari luka hasil gigitan3.   Jarak luka dengan SSP, seperti luka yang

terjadi diwajah mempunyai masa inkubasi yang lebih pendek jika dibandingkan dengan luka di kaki

Page 24: Epidemiologi  Rabies

GEJALA1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian

disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

Page 25: Epidemiologi  Rabies

GEJALA 3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,

hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.

Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.

Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

Page 26: Epidemiologi  Rabies

GEJALA4. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai hari ke vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetikTerhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR.

Page 27: Epidemiologi  Rabies

komplikasi biasanya diikuti gejala klinis pada Susunan Syaraf Pusat :

gangguan termoregulasipenurunan kesadaranencephalitis

sistem kardiovaskular : cardiac dysrithmiasystem respirasi. 

Page 28: Epidemiologi  Rabies

PENANGANAN LUKA GIGITANHEWAN MENULAR RABIES

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera

mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah

Page 29: Epidemiologi  Rabies

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler.

Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik

Page 30: Epidemiologi  Rabies

PENCEGAHANlangkah-langkah pencegahan rabies :Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

Page 31: Epidemiologi  Rabies

Pemberian tanda bukti atau pending terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.

Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.

Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.

Page 32: Epidemiologi  Rabies

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES INDIVIDUAL

Hindari kejadian penggigitan

· Pintu pagar tertuliskan AWAS ANJING GALAK

· Anjing dirantai ± 2 meter jika rumah tidak berpagar

· Anjing dibrongsong terutama jika dibawa keluar rumah

Vaksinasi rabies pada anjing, kucing, kera/ monyet peliharaan secara teratur setiap tahun

Page 33: Epidemiologi  Rabies

Memberantas, memusnakan atau eliminasi anjing liar atau yang berkeliaran dengan menggunakan umpan, misalnya bakso atau ikan, yang diberi racun. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas berwenang.

Dilakukan penangkapan ajing liar/berkeliaran ditempat umum selanjutnya dilakukan pembunuhan.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES INDIVIDUAL